Artikel Magazine: PROSES DBs: COCOKKAH UNTUK INDONESIA?? Ir. H. Gusnando S Anwar MEngSc FCBArb. Abstrak: Di Indonesia, proses “Disputes Boards (DBs)” ini tidak pernah disebut sebut walaupun kenyataannya dibenua Eropah dan Amerika proses ini sudah biasa diterapkan. Di USA proses ini sudah berhasil menyelesaikan perbedaan pendapat senilai hamper Rp. 1000 triliun sejak proses Dbs diterapkan disana media 1990-an. Artikel ini ditulis dengan tujuan agar “Disputes Boards (DBs)” dikenal sebagai salah satu metoda pencegahan sengketa agar perbedaan pendapat tidak sampai masuk kedalam proses arbitrase atau pengadilan. Kalau proses DNs ini diyakini merupakan suatu proses yang menimbulakan efisiensi dalam proses penyelanggaraan kontrak jasa konstruksi, Pemerintah seharusnya mulai memberdayakannya. Bila rekomendasinya tidak di terima salah satu pihak berkontrak, proses DBs tetap efektif bila diatur dalam ketentuan perundang – undangan dimana rekomendasinya tersebut harus diperhatikan dalam proses siding arbirase dan litigasi selanjutnya.
“DBs” adalah singkatan dari Dispute Boards yang merupakan dari panel – panel penyelesaian sengketa sejenis “Disputes Resolution Board (DRB)”, “Disputes Adjudication Board (DAB)” dan lain lain. Judul artikel “cocokkah untuk Indonesia?” diambil karena secara peraturan dan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, proses “Disputes Boards (DBs)” ini tidak pernah disebut – sebut walaupun kenyataannya dibenua Eropah dan Amerika proses ini sudah biasa diterapkan, malah proyek pemerintah dengan kriteria tertentu ada yang diwajibkan. Metoda DBs telah diterapkan bertahun – tahun dalam industry jasa konstruksi. Peneraan DBs di Eropah dimulai awal 1970-an dan diikuti oleh USA sejak medio 1990-an. Di USA proses ini sudah berhasil menyelesaikan perselisihan pendapat senilai hamper Rp. 1000 triliun sejak proses DBs diterapkan disana. Pada mulanya diterapkan pada proyek mega pemerintah dan kemudian diikuti oleh proyek – proyek swasta. Undang Undang tetang Jasa Konstruksi nomor 18 tahun 1999 hanya menyebutkan proses yang dianjurkan sebagai alternative penyelesaian sengketa adalah mediasi, konsiliasi, arbitrase dan pengadilan. Artikel ini ditulis dengan tujuan agar “Disputes Boards (DBs)” dikenal sebagai salah satu metoda pencegahan sengketa agar perbedaan pendapat tidak sampai masuk kedalam proses arbitrase atau
pengadilan. Artikel itu juga untuk memberikan penjelasan tentang anggota panel DBs dan proses temu dengar pendapat.
Metoda penyelesaian sengketa Begitu proyek konstruksi meningkat kompleksitasnya, kemungkinan terjadinya sengketa juga meningkat. Banyak metoda yang bisa diterapkan untuk penyelesaian sengketa dimana urutan pertama dalam daftar adalah metoda yang paling rumit dan mahal, urutan yang semakin kebawah lebih murah dan rumitnya berkurang: -
Litigasi Arbitrase Mediasi/Konsiliasi DRB Musyawarah Mufakat Pencegahan seperti kemitraan, alokasi risiko, insentif kerjasama.
-
Tahapan dasar sistim pencegahan dan penyelesaian sengketa menurut Michael Vorster: Mencegah munculnya problema Mencegah problema menjadi ketidaksepakatan Mencegah ketidaksepakatan menjadi sengketa
Penyebab sengketa biasanya meliputi 3 bidang: -
-
Ketidakpastian proyek: kondisi lapangan, kompleksitas, hi-tech, system makro Problema proses: dalam proses kontrak sejak tender, seperti adanya ketidak sempurnaan dokumen konstrak, batasan lingkup yang kurang luas, ekspektasi berkelebihan yang tidak realistis atas biaya dan waktu pelaksanaan Problem personal: kelemahan – kelemahan dalam berinteraksi, berkomunikasi, kepekaan perilaku tidak etis dan purtunis.
Perbedaan pendapat antar Pengguna JAsa, Konstraktor dan Konsultan CM adalah kontra – produktif bagi kelangsungan proyek. Ketidak-sepakataan yang tidak terselesaikan akan memicu biaya tinggi dan berdampak negative jangka panjang bagi semua pihak yang terkait. Problema dan ketidaksepakatan adalah bagian yang melekat setiap proyek konstruksi dan bila Kontraktor tidak bisa berhadapan langsung dengan wakil Pengguna Jasa atau Konsultan maka ketidaksepakatan tersebut cenderung menjadi sengketa besar.
Konsep Dispute Boards
Proses Dbs adalah salah satu alternative dalam proses penyelesaian sengketa dari begitu banyaknya pilihan alternative penyelesaian sengketa diluar Pengadilan. Ketentuan penerapan DBs seharusnya telah dimasukkan kedalam ketentuan kondisi kontrak sejak proses tender. Perjanjian pembentukan DBs di tanda tangani antara Kontraktor dan Pengguna Jasa saat konstruksi mulai dimobilisasi. “The Dispute Boards (DBs)” adalah panel yang terdiri atas 3 orang anggota yang berpengetahuan dan berpengalaman dalam bidang administrasi kontrak konstruksi, figure yang punya reputasi dan terhormat serta memiliki karakter yang independen dan tidak berpihak. Panel dibentuk sebelum kegiatan konstruksi dimulai dan bertemu rapat dilapangan secara periodic. Panel biasanya dibentuk oleh Pengguna Jasa dengan menunjuk anggota panel dengan persetujuan kontraktor, sementara kontraktor juga menunjuk anggota panel dengan persetujuan pengguna jasa. Keduanya memilih anggota panel ketiga dengan persetujuan kedua pihak. Proses DBs membantu para pihak berkontrak terlepas dari perbedaan pendapat sebelum mereka menjadi sengketa besar. Untuk melaksanakan tugasnya para anggota DBs menerima dokumen – dokumen kotrak dan prosedur – prosedur proyek secara lengkap. Mereka bertemu dengan wakil pengguna jasa dan kotraktor saat berada dilapangan dan bertugas menyelesaikan setiap persedaan pendapat pada tingkat lapangan. Bila perbedaan pendapat yang muncul dari dokumen kontrak atau pekerjaan yang berlangsung tidak dapat diselesaikan oleh pihak berkontrak, perbedaan pendapat tersebut segera disampaikan ke DBs. Panel melakukan peninjauan melalui proses dengar pendapat dimana setiap pihak menyampaikan pendapatnya dan menjawab pertanyaan yang diajukan DBs. Kemudian DBs mereview dokumen – dokumen kontrak yang relevan, korespondensi, dokumentasi lain, dan iklim khusus dari perbedaan pendapat tersebut. Output dari panel DBs adalah rekomendasi tertulis, berupa usulan penyelesaian perbedaan pendapat. Rekomendai panel tidak mengikat bagi pihak berkontrak. Usulan dilengkapi dengan penjelasan atas evaluasi fakta – fakta, ketentuan kontrak dan alas an pengambilan kesimpulan. Penerimaan para pihak didasari terutama atas kepercayaan kepada DBs, di samping itu keahlian teknikal para anggotanya, pemahaman akan kondisi proyek dan pertimbangan praktis. Kalau kepercayaan menurun maka rekomendasi DBs cenderung menghadapi penolakan. Walaupun rekomendasi DBs tidak mengikat, sehingga ada kemungkinan rekomendasinya tidak diterima salah satu pihak berkontrak, namun proses DBs tetap efektif bila diatur dalam ketentuan perundang – undangan dimana rekomendasinya tersebut harus diperhatikan dalam proses siding arbirase dan litigasi selanjutnya. Para pihak berkontrak beruntung bila DBs berhasil efektif dimana setiap perbedaan pendapat terselesaikan keseluruhannya tanpa akhirnya ada yang menyentuh proses arbitrase apalagi litigasi. Semuanya bisa diselesaikan dilapangan dan saat kotrak berjalan tanpa waktu yang berlarut – larut dengan biaya yang relative rendah.
DBs bukanlah pengganti metoda penyelesaian sengketa yang ada, namun suatu metoda yang digunakan lebih dini sehingga memulai proses penyelesaian sebelum perbedaan pendapat membesar dan rumit. DBs hanyalah memberikan rekomendasi dan bukan keputusan yang harus diterima oleh pihak berkontrak, merupakan langkah antara menghidarkan wilayah penyelesaian perbedaan pendapat yang lebih mahal dan makan waktu dan prosedur yang lebih rumit. DBs juga bukan pengganti teknik – teknik dasar pencegahan perbedaan pendapat yang sering dilakukan seperti menemuan dini perselisihan potensial, inspeksi berjangka, penyimpanan rekaman yang baik, penjagaan komunikasi yang efektif, kejelasan interpretasi dari dokumen kontrak, kejelasan pengalikasian semua resiko, manajemen konstruksi yang kompenten dan konsisten.
Manfaat menerapkan DBs Semakin kompleks proyek dan semakin banyak informasi dibutuhkan, semakin banyak proyek butuh menerapkannya. Pemakaian DBs untuk menyelesaikan perbedaan pendapat selama proyek berlangsung akan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam manajemen proyek karena DBs merupakan metoda yang cepat dan efisien untuk penyelesaian perbedaan pendapat. Biaya yang dibutuhkan panel DBs relative tidak tinggi dan juga tidak rendah. Rekomendasi DBs merupakan output berkualitas, dari kumpulan orang yang kompeten dan di percaya pihak berkontrak, namun keputusan masih berada dalam tangan pihak keputusan masih berada dalam tangan pihak yang berkontrak. Rekomendasi DBs tidak mengikat dan proses DBs tidak menghalangi pihak berkontrak memakai mekanisme lain dalam pencegahan perselisihan.
Anggota panel Dbs DBs adalah group kecil yang independen, berkompetensi dan dipilih oleh pengguna jasa dan kontraktor untuk meninjau dan merekomendasikan usulan penyelesaian perbedaan pendapat yang timbul dilapangan. Anggota panel ditetapkan sejak awal proyek. DBs harus bekerja berkala sejak awal dimana nada dan tempo proyek masih belum tinggi dan cepat. Pengalaman anggota panel DBs merupakan elemen yang sangat kritikal dan esensial sebagai sumber daya yang dipercaya dan digunakan terus menerus. Untuk memperlancar kompetensi terutama dibidang administrasi kontrak konstruksi dan mediasi. Keahlian para anggota panel tersebut diharapkan mencegah proses berkembang menjadi sengketa. Para anggota panel DB2 harus mampu mengidentifikasi munculnya gejala tambahan volume pekerjaan tertentu dan merekomendasikan tambahan alokasi resiko dan segera merekomendasikan
tambahan alokasi resiko dan segera merekomendasikannya kepada pengguna jasa dan kontraktor. Mereka juga harus mampu mengidentifikasi gejala perbedaan pendapat yang bersumber dari rangkuman pelaporan teknik.
Peran pihak terkait Keputusan pihak berkontrak menggunakan DBs sebagai metoda penyelesaian perbedaan pendapat adalah indikasi yang baik bahwa pengguna jasa berniat memutuskan secara adil bila terjadi perbedaan pendapat yang harus diselesaikan. Pengguna jasa menyadari bahwa kontraktor yang ditunjuk melaksanakan kontrak berbasis harga terendah, apalagi kalau penawaran pemenang jauh berbeda dengan penawar terendah kedua saat pembukaan tender penawaran. Pengguna jasa melaksanakan aktifitas administrasi kontrak. Hanya pengguna jasa dan kontraktor yang menanda tangani kontrak konstruksi. Konsultan CM selaku wakil pengguna jasa tidak memiliki hubungan langsung dalam DBs, yang prakteknya bertugas penuh mengkoordinir kontraktor dan konsultan, sehingga mereka harus diberikan kesempatan melakukan yang sebaik mungkin bisa dilakukannya dalam proses DBs. Sejak design terbit, konsultan CM berfungsi untuk mereview interpretasi yang berbeda atas suatu dokumen kontrak, mempersiapkan presentasi saat rapat demgar pendapat. Begitu proyek dimulai, penilaian resiko dan rencana alokasi resiko yang mengantisipasi potensi perbedaan pendapat, usulannya dipersiapkan oleh konsultan CM untuk pengguna jasa. Frustasi yang dialami staf lapangan melahirkan kecurigaan dan ketidak percayaan. Anggota DBs harus peka merasakan eskalasi ketidakpercayaan dari pihak – pihak terkait dilapangan dan segera memperbaiki situasi tersebut. Iklim ketidakpercayaan ini sangat berpengaruh negative pada proses DBs. Proses DBs bukanlah bermaksud mensubstitusi teknik – teknik penyelesaian perbedaan pendapat yang lebih bersifat pencegahan yang meliputi mengumpulkan semua informasi lapangan apapun yang membantu penyelesaian perbedaan pendapat pada tahapan biaya terendah bagi pengguna jasa. Semua anggota panel DBs wajib berkontribusi dalam rapat dan mengusulkan solusinya. Setelah DBs membuat rekomendasi yang cenderung diterima kontraktor, pengguna jasa mulai menegosiasi kontraktor secara langsung.
Acara Dengar Pendapat Kekuatan utama DBs adalah rasa kekeluargaan diantara anggota panel. Untuk memeliharanya kunjungan lapangan dan rapat intensif perlu sering dilakukan. Agenda rapat dengan pendapat dimulai dengan pembukaan oleh pimpimanan DBs dengan interpretasinya bagaimana perjalanan proyek dengan sengketa potensial beserta usulan pemecahannya.
Dilanjutkan oleh wakil kontraktor dan konsultan. Rapat dengar pendapat dihadiri manajer konsultan design, enjinir lapangan, spesialis konsultan, dan tentunya pimpro. Kontraktor mengharapkan rekomendasi DBs mengakomodasi permintaan kompensasi biaya tambahan dan perpanjangan waktu yang dideritanya, karena itu dia harus lebih serius mempersiapkan presentasi daripada yang lainnya. Kontraktor mempresentasikan perselisihan pendapat dengan komprehensif, materi yang terorganisir dan substansial. Penyajian yang bersemangat, menggunakan bantuan visual secara persuasive dan efektif seperti foto, video, chart dan slide. Bisa membuktikan dengan jelas adanya klausula terkait dalam kondisi kontrak, korespondensi, risalah rapat lapangan. Untuk kelancaran acara rapat dengar pendapat, paket informasi yang akan dipresentasikan pada rapat tersebut didistribusikan kepada setiap anggota panel DRB sebelum acara rapat. Paket tersebut meliputi hands-out yang akan dipresentasikan, tidak termasuk video presentasi detail. Pada akhirnya kompetensi pimpro dan kontraktor ditantang untuk memelihara kepercayaan kepada DBs, bernegosiasi dan memutuskan perselisihan pendapat.
Penutup Sebagai kesimpulan, proses DBs tidaklah bertentangan dengan kultural maupun legal di Indonesia, namun belum didukung secara formal. Hambatan penerapannya adalah karena langkanya orang yang dapat diangkat menjadi anggota DBs, orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang administrasi kontrak konstruksi, memiliki karakter yang independen dan mampu tidak berpihak. Kalau proses DBs ini diyakini perupakan suatu proses yang menimbilkan efisiensi dalam proses penyelanggaraan kontrak jasa konstruksi, pemerintah seharusnya mulai memberdayakannya. Untuk itu pemerintah perlu merencanakan penggunaan proses DBs ini dimasukkan perubahan ke 5 atas keppres 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan atau ke dalam amendemen/perubahan peraturan pemerintah no. 29 tahun 2000 tentang penyelanggaraan jasa konstruksi.