PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA (Penelitian Kuasi Eksperimen pada Materi Geometri di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Panyileukan 3 Kecamatan Panyileukan Kota Bandung) ARTIKEL Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh SRI HASIYATI NIM 1205088
PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2016
1 Antologi UPI Volume
Edisi No.
Juni 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA Sri Hasiyati1, Dudung Priatna2, Ernalis3 Program Studi PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang ada di lapangan mengenai pembelajaran matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis adalah kegiatan pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa hanya menerima informasi dari guru. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran mood CURDER. Model pembelajaran mood CURDER memiliki enam tahapan pembelajaran yaitu mood, conceptual understanding, recall, detect, elaborate, dan review. Model mood CURDER merupakan model pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibagi menjadi kelompok kecil berjumlah 4 orang dan kelompok kecil tersebut dibagi menjadi 2 pasangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis dan perbedaan terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V-A SD Negeri Panyileukan 3 sebagai kelas eksperimen dan V-B SD Negeri Panyileukan 1 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data dan analisis data diperoleh dari data pretes dan postes. Pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis berada pada interpretasi besar yaitu sebesar 2,88 menggunakan perhitungan effect size. Sedangkan perbedaan terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER dengan pembelajaran konvensional dihitung menggunakan uji perbedaan dua rerata dengan signifikansi =0,05 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 artinya H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER lebih baik dibandingkan kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Kata Kunci : Model Mood CURDER, Penalaran Matematis
1
Mahasiswa UPI Kampus Cibiru, NIM 1205088 Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2
Sri Hasiyati1, Dudung Priatna2, Ernalis3 2 Pengaruh Model Pembelajaran Mood CURDER Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
THE EFFECT OF MOOD CURDER LEARNING MODEL ON STUDENT MATHEMATICAL REASONING ABILITY Sri Hasiyati1, Dudung Priatna2, Ernalis3 Program Studi PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRACT This research is motivated by the problems that exist in the field about the mathematical learning of the students' mathematical reasoning abilities. It caused by mathematical reasoning ability is teacher-centered learning activities that students only receive information from teachers. An attempt to solve these problems is to use a CURDER mood learning model. The mood CURDER learning model has six stages of learning, namely mood, conceptual understanding, recall, detect, elaborate, and reviews. The mood CURDER learning model is cooperative learning model that divided students into a small groups amounting to four people and small groups is divided into two pairs. The purpose of this research is to determine the effect of mood CURDER learning model on the ability of mathematical reasoning and the difference in mathematical reasoning ability between students who use mathematical reasoning mood CURDER learning model with conventional learning as the control class. The research method used quasi-experimental design with Nonequivalent Control Group Design. The population of this research is a class V-A Elementary School Panyileukan 3 as the experimental class and V-B Elementary School Panyileukan 1 as the control class. The data collection techniques and analysis the obtained from the pretest and posttest. Effect of mood CURDER learning model of mathematical reasoning skills are on the large interpretation amounting to 2.88 using the calculation of effect size. the difference in the ability of students use the mathematical reasoning mood CURDER learning model with conventional learning calculated using the mean difference in the two trials with significance a = 0.05 significance value of 0.000 means that H0 is rejected. It can be concluded that the mathematical reasoning ability of students who use the mood CURDER learning model is better than conventional teaching classes . Keywords: Mathematical Reasoning, Mood CURDER Learning.
1
Mahasiswa UPI Kampus Cibiru, NIM 1205088 Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2
3 Antologi UPI Volume
Edisi No.
Juni 2016
Pendidikan merupakan proses yang dilaksanakan secara teratur dan terencana, proses pembelajaran tidak hanya diperoleh dari pengetahuan saja akan tetapi pembelajaran terjadi dengan adanya perubahan perilaku akibat dari pengalaman dan latihan yang diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Pelajaran matematika merupakan bidang studi yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Tujuan mata pelajaran matematika pada jenjang Sekolah Dasar adalah siswa harus mampu memahami konsep matematika yang memiliki keterkaitan antara konsep dan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa dapat mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Selain itu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. National Council of Teachers of Matematics (NCTM) tahun 2000 (dalam Abidin, Dkk. 2015, hlm. 34) menetapkan lima kemampuan matematis dalam pembelajaran matematika, yaitu penalaran matematis, representasi matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis, dan pemecahan masalah matematis. Proses bernalar merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, bahwa penalaran sangat penting dalam menarik kesimpulan dari pola-pola yang diberikan pengambilan keputusan dalam pembelajaran matematika. Beberapa siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika itu menakutkan karena yang ada pada imajinasi mereka hanyalah mengerjakan soal-soal yang penuh dengan angka dan harus mahir dalam perhitungan, dan menggunakan rumus sehingga memaksa mereka untuk menghafal rumus.
Kurangnya variasi, metode, dan strategi yang menarik dalam proses belajar mengajar, terlalu menekankan pada proses penghapalan, dan pembelajaran otoriter. Dengan pembelajaran yang konvensional dikhawatirkan tingkat perkembangan berpikir siswa sangat lemah. Karena siswa hanya menerima informasi dari guru tanpa menciptakan ataupun menemukan hal-hal yang baru. Berdasarkan permasalahanpermasalahan yang ada dilapangan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa masih sangat rendah dalam hal mengembangkan kemampuan penalaran matematis karena pembelajaran guru yang konvensional dan tidak menggunakan metode atau strategi yang dapat membangkitkan semangat dalam pembelajaran. Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses belajar-mengajar, dimana siswa akan belajar secara berkelompok sehingga dapat memberikan kesempatan siswa untuk bertukar pikiran atau pengetahuan satu sama lain. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mood CURDER. Model mood CURDER merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif. Model pembelajaran kooperatif ini selain menekankan pada kemampuan kognitif siswa, juga menekankan pada pentingnya peran siswa dan adanya motivasi belajar yang baik dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran mood CURDER merupakan singkatan dari (mood, conceptual understanding, recall, detect, elaborate, dan review). Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Adakah pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis siswa?
Sri Hasiyati1, Dudung Priatna2, Ernalis3 4 Pengaruh Model Pembelajaran Mood CURDER Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa 2. Adakah perbedaan kemampuan pada kelas 5 ada di semester dua. penalaran matematis siswa yang Menurut Fadjar Shadiq (dalam menggunakan model pembelajaran mood Wardhani, 2008 hlm. 11) menjelaskan CURDER dengan pembelajaran bahwa penalaran adalah pernyataan yang konvensional sebagai kelas kontrol? telah dibuktikan kebenarannya dalam suatu Berdasarkan rumusan masalah, proses atau aktivias berpikir seseorang untuk menarik kesimpulan atau proses adapun tujuannya yaitu: 1. Mengetahui pengaruh model berpikir dalam rangka membuat suatu pembelajaran mood CURDER pernyataan yang baru. Penalaran adalah terhadap kemampuan penalaran proses berpikir dalam menarik kesimpulan berdasarkan beberapa pernyataan dari matematis siswa? 2. Mengetahui perbedaan kemampuan setiap konsep atau fakta melalui langkahpenalaran matematis siswa yang langkah tertentu. Penelitian yang akan menggunakan model pembelajaran mood digunakan untuk mengukur penalaran CURDER dengan pembelajaran matematis siswa pada penelitian ini adalah melakukan manipulasi matematika, konvensional sebagai kelas kontrol? kesimpulan secara logik, Pembelajaran matematika hal menarik memberikan penjelasan dengan pertama yang dilakukan adalah memahami karakteristik anak. Teori perkembangan menggunakan model, fakta, sifat, dan menurut Piaget menekankan pada tingkat hubungan, serta memperkirakan jawaban perkembangan kongnitif pada anak, dalam dan proses solusi. Slavin 2011 (dalam Tran, 2014) belajarnya akan menyesuaikan dengan menjelaskan pembelajaran kooperatif tahap perkembangan sesuai umurnya. Menurut Piaget (dalam Halimah, 2010, merupakan metode pembelajaran di mana hlm. 190) usia anak sekolah dasar berada guru mengatur siswa menjadi kelompokpada tahap operasi konkrit (7;0 – 11,0) kelompok kecil, yang kemudian bekerja kemampuan berpikir logis muncul pada sama untuk saling membantu mempelajari tahap ini. Mereka dapat berpikir secara permasalahan yang diberikan oleh guru. kooperatif adalah sistematis untuk mencapai pemecahan Pembelajaran pembelajaran yang menekankan adanya masalah. Pemecahan masalah yang dihadapinya pemecahan masalah yang kerja sama, konstribusi positif dalam memberikan pemikirian dalam kelompok, konkrit. kerjasama ini bertujuan untuk memecahkan Menurut Susilawati (2012 hlm. 18) suatu permasalahan. mengungkapkan bahwa teori Ausubel Pembelajaran Mood CURDER terkenal dengan belajar bermakna, dalam merupakan pembelajaran yang diadaptasi pelaksanaannya sebelum dimulai dari buku karya Bob Nelson “The pembelajaran hendaknya siswa membaca Complete Problem Solver” Herdian, 2010 materi yang akan dipelajari bahkan (dalam Staniatin, A. 2013, hlm. 13). Mood mengulang hingga paham materi yang akan CURDER merupakan singkatan dari Mood dipelajari. Pembelajaran bermakna terjadi (suasana hati), Conceptual Understanding apabila siswa dapat menghubungkan (Pemahaman Konsep), Recall pembelajaran yang baru dengan (Pengulangan), Detect (Pendeteksian), pengalamannya ke dalam struktur Elaborate (Pengelaborasian), dan Review pengetahuan mereka. Teori belajar Van (Pelajari Kembali). Kelompok Hiele merupakan teori yang membelajarkan pembelajarann model Mood CURDER pengajaran geometri. Geometri salah satu terdiri atas 4 orang, yang terdiri dari 2 materi yang ada pada mata pelajaran pasangan. matematika sekolah dasar, materi geometri 1 Mahasiswa UPI Kampus Cibiru, NIM 1205088 2 Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab
5 Antologi UPI Volume
Edisi No.
Juni 2016
Model kooperatif Mood CURDER memiliki enam tahapan yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Mood (Suasana hati) 2. Conceptual Understanding 3. Recall 4. Detect 5. Elaborate 6. Review Tahapan model pembelajaran tersebut di mulai dengan kegiatan belajar mengajar dalam suasana mood yang positif, hal ini dikarenakan sangat berpengaruh dalam menciptakan suasana yang nyaman dan rapi sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik. Selanjutnya siswa di bagi kedalam beberapa kelompok kecil yang berjumlah 4 orang, dimana dalam kelompok tersebut dibagi menjadi 2 pasangan. Setiap siswa mengerjakan soal LKS yang diberikan oleh guru secara individu, hal ini bertujuan untuk mengasah pengetahuan awal yang dimiliki oleh setiap siswa, tahap ini merupakan tahap conceptual understanding. Setelah waktu yang ditetntukan oleh guru, siswa bersama pasangannya menggungkapkan pemahaman atau jawaban yang di temukannya pada anggota pasangannya masing-masing, siswa pendengar bertugas mendeteksi apabila ada kesalahan atau kelupaan tahap ini dinamakan tahap recall dan detect. Setelah kedua pasangan telah selesai, selanjutnya kedua pasangan melakukan elaborasi dan berdiskusi atas jawaban yang ditemukan oleh pasangan masing-masing. Tahap terakhir adalah perwakilan setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja sama bersama kelompoknya yaitu tahap review. Pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pada materi geometri di kelas V sekolah dasar. Kelas yang akan digunakan sebagai sampel yakni kelas eskperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen dalam pembelajarannya akan diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran mood CURDER, sedangkan kelas kontrol menggunakan model
konvensional. Dalam pelaksanaannya dilakukan sembilan kali pembelajaran baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan mengajarkan materi yang sama yaitu geometri. Soal pretes dan postes yang diberikan pada kedua kelas ini adalah sama. Materi yang akan diberikan yakni mengenai mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar, mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang kubus dan balok, dan membuat jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok. METODE Metode penelitian merupakan suatu proses atau cara yang dapat peneliti gunakan untuk melaksanakan suatu penelitian dengan harapan penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan sistematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Bentuk desain yang digunakan yaitu nonequivalent control group design. Sugiyono (2015, hlm. 116) mengatakan bahwa “....desain ini hampir sama dengan pretes-postes control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random”. Margono, (2010, hlm. 221) menjelaskan bahawa purposive sampling adalah cara pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan dan atau tujuan tertentu, serta memperhatikan ciri-ciri atau sifat-sfat tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Panyileukan 1 sebanyak 1 kelas dan siswa kelas V SD Negeri Panyileukan 3 sebanyak 1 kelas. Siswa kelas V SD Negeri Panyileukan 3 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri Panyileukan 1 sebagai kelas kontrol. Sampel pada penelitian ini tidak dipilih secara acak namun diambil satu kelas dari dua sekolah yang memiliki kemampuan yang sebanding atau hampir sama.
Sri Hasiyati1, Dudung Priatna2, Ernalis3 6 Pengaruh Model Pembelajaran Mood CURDER Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sugiyono (2015, hlm. 148) mendefinisikan bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa, peneliti menggunakan instrumen data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari pretes dan postes kedua kelas serta data kualitatif diperoleh dari lembar observasi. Instrumen yang akan digunakan oleh peneliti berupa soal pretes dan postes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa. Soal pretes dan soal postes diberikan kepada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Soal yang diberikan kepada dua kelas tersebut adalah sama, hanya pelaksanaan waktu tesnya saja yang berbeda. Untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut layak digunakan menjadi instrumen penelitian, terlebih dahulu soal-soal tersebut diuji cobakan kemudian dihitung validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Arifin (2009, hlm. 153) menjelaskan bahwa “observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu”. Observasi ini lakukan oleh pengamat ketika peneliti sedang melakukan kegiatan di dalam kelas. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh gambaran aktivitas belajar siswa dan ketercapaian guru dengan menggunakan model pembelajaran mood CURDER. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dimana data yang diperoleh berasal dari skor pretes dan postes dari kelas eksperimen dan kelas kontrol serta dianalisis secara statistik. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data dari kedua kelas penelitian apakah berdistribusi
normal atau tidak. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian kedua sampel homogen (sama) atau tidak. Uji homogenitas dapat dilakukan apabila data yang diperoleh sudah berdistribusi normal. Uji perbedaan dua rerata merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana perbedaan kemampuan penalaran matematis kelompok eksperimen yang memperoleh model pembelajaran mood CURDER dan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional sebagai pembanding. Effect size merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis. Perhitungan effect size menggunakan rumus Cohen’s sebagai berikut:
dengan Keterangan: = rata-rata kelas eksperimen = rata-rata kelas kontrol simpangan baku kelas eksperimen simpangan baku kelas kontrol jumlah siswa kelas eksperimen jumlah siswa kelas kontrol
Menurut Cohen (dalam Fakhuriza, & Kartika, 2015, hlm.54) effect size memiliki klasifikasi sebagai berikut. Tabel 1 Klasifikasi effect Size d Interpretasi d > 2,0 Besar 0,2 < d < 0,8 Sedang 0 < d < 0,2 Kecil 1 Mahasiswa UPI Kampus Cibiru, NIM 1205088 2 Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab
7 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN Temuan Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyileukan Kota Bandung, tepatnya di SD Negeri Panyileukan 1 dan SD Negeri Panyileukan 3. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 April 2016 sampai tanggal 04 Mei 2016. Kegiatan penelitian diawali dengan pemberian pretes kepada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, namun pelaksanaannya berbeda. Pemberian pretes kepada kelompok kontrol dilaksanakan pada tanggal 15 April 2016, sedangkan kelompok eksperimen dilaksanakan pada tanggal 16 April 2016. Pemberian pretes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal penalaran matematis dari kedua kelompok sebelum mendapatkan perlakuan yang berbeda. Tahap terakhir dalam penelitian ini diakhiri dengan pemberian postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dilaksanakan pada tanggal 04 Mei 2016. Secara keseluruhan, rata-rata nilai evaluasi pada kesembilan kali pembelajaran yang telah dilaksanakan pada kelas eksperimen adalah 83,79. Perolehan nilai rata-rata yang diberasal dari nilai evaluasi belajar sangat baik, nilai rata-rata lebih dari KKM yang telah ditetapkan. Pembelajaran pada kelas eksperimen adalah menggunakan pembelajaran mood CURDER. Rata-rata nilai evaluasi yang telah dilaksanakan selama sembilan kali pada kelas kontrol adalah 59,89. Perolehan ratarata yang diperoleh pada kelas kontrol yaitu kurang dari KKM. Pada kelas kontrol pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional. Rata-rata nilai pretes yang diperoleh oleh kelas eksperimen adalah 54.9 dengan nilai tertinggi 78,85 dan nilai terendah 36,54. Rata-rata nilai pretes yang diperoleh oleh kelas kontrol adalah sebesar 54.07 dengan nilai tertinggi 73,08 dan nilai terendah 42,31. Selisih rata-rata nilai pretes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah sebesar 0,91. Selisih rata-rata nilai pretes kelas eksperimen dan kontrol tidak jauh berbeda, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan awal penalaran matematis yang dimiliki oleh kedua kelas hampir sama. Hasil rata-rata postes yang diperoleh oleh kelas eksperimen adalah sebesar 76,01 dengan jumlah 34 siswa, sedangkan pada kelas kontrol memperoleh rata-rata sebesar 66,9 dengan jumlah 34 siswa. Berdasarkan hasil yang diperoleh kedua kelas, bahwa kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu dengan selisih 9,04. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Selanjutnya adalah dilakukan uji prasyarat analisis yang bertujuan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen atau tidak. Hal pertama yang dilakukan adalah uji normalitas nilai pretes dengan menggunakan Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa siginifikasi data nilai pretes pada kelas eksperimen adalah 0,121 dan untuk kelas kontrol memiliki nilai signifikansi sebesar 0,013. Salah satu data sampel tidak signifikansi maka populasi tidak berdistribusi normal. Uji perbedaan rerata yang dilakukan adalan uji Mann Whitney dengan asumsi bahwa data tidak berdistribusi normal. Hasil yang diperoleh dari data tersebut memiliki siginifikasi kelas eksperimen dan kelas kontrol pada kolom Asymp. Sig. (2tailed) yaitu sebesar 0,758 (>0,05). Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian selanjutnya adalah uji normalitas nilai postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji normalitas dengan menggunakan ShapiroWilk menunjukkan bahwa siginifikasi data nilai postes pada kelas eksperimen adalah
0,144 (>0,05). Sedangkan pada kelas kontrol memiliki signifikansi 0,075 (>0,005). Berdsarkan nilai signifikansi uji Shapiro-Wilk sebesar 0,05, maka H0 diterima yang berarti data yang diambil berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas merupakan uji prasyarat yang digunakan untuk mengetahui data yang berasal dari populasi memiliki variansi yang sama atau tidak. tingkat signifikan uji Homogen of Varians (Levene Statistic) pada kedua kelas berada di atas sig = 0,05 yaitu 0,314. Hasil uji Homogen of Varians (Levene Statistic) dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan variansi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol atau kedua variansi sama (homogen). Uji perbedaan dua rerata merupakan uji yang dapat dilakukan apabila data memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama (homogen). Hasil yang diperoleh dari data bahwa F hitung untuk nilai postes dengan Equal variances assumed adalah 0,171 dan memiliki siginifikasi (2-tailed) kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu sebesar 0,000 (< 0,05), maka dapat diasumsikan bahwa kedua data memiliki variansi yang sama. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Olejnik dan Algina (dalam Kurniangtyas, D., 2015, hlm. 56) memaparkan bahwa effect size adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, besarnya perbedaan maupun hubungan yang bebas berasal dari pengaruh besarnya sampel. Dalam penelitian ini effect size digunakan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap nilai postes kemampuan penalaran matematis siswa.
Lembar observasi merupakan alat yang digunakan untuk melihat aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran selama sembilan kali. Lembar observasi hanya digunakan dalam kelas eksperimen. Observer yang bertugas menilai aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran penelitian ini adalah guru kelas eksperimen dengan mengamati setiap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran mood CURDER. Pembahasan Peningkatan kemampuan penalaran matematis pada kedua kelas dapat dilihat dengan data pretes dan postes yang telah diperoleh oleh masing-masing kelas. Perbandingan hasil pretes dan postes kemampuan penalaran matematis siswa kedua kelompok, dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Nilai Statistik Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol N Pretes Eksperimen Pretes Kontrol Postes Eksperimen Postes Kontrol Valid N
Descriptive Statistics Min Max
Sum
Mean
34
36,54
78,85
1869,23
54,9
34
42,31
73,08
1838,45
54,07
34
59,62
100
2584,58
76,01
34
53,85
88,46
2276,94
66,9
34
Berdasarkan di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan rata-rata pretes dan postes kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen adalah sebesar 21,11 dan peningkatan rata-rata pretes dan postes kemampuan penalarran matematis siswa kelas kontrol adalah sebesar 12,83. Pembahasan selanjutnya yaitu dijelaskan kedudukan hasil penelitian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
9 Antologi UPI Volume
Edisi No.
Juni 2016
1. Pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis siswa Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yaitu menggunakan perhitungan effect size. Hasil perhitungan yang diperoleh dari ukuran efek Cohen adalah sebesar 2,88. Ukuran efek Cohen berada di atas d > 2,0, hal itu menunjukkan bahwa interpretasi ukuran efek Cohen termasuk dalam kriteria besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran mood CURDER memberikan pengaruh positif yang termasuk kriteria besar dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. 2. Perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa dilihat dari perolehan nilai rata-rata postes pada masing-masing kelas. Postes diberikan kepada masing-masing kelas setelah mendapatkan perlakuan (treatment) dengan pembelajaran yang berbeda. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan menggunakan model pembelajaran mood CURDER dan kelas kontrol mendapatkan perlakuan menggunakan pembelajaran secara konvensional. Perolehan hasil pada postes kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata sebesar 76,01 dengan jumlah 34 siswa, sedangkan pada kelas kontrol memperoleh rata-rata sebesar 66,9 dengan jumlah 34 siswa. Berdasarkan hasil yang diperoleh kedua kelas, bahwa kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi 9,04 dibandingkan dengan kelas kontrol. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran mood CURDER lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional. Langkah berikutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui perbedaan kemampuan kemampuan penalaran matematis siswa, yaitu dengan melakukan uji perbedaan rerata pada kedua kelas. Uji perbedaan rerata yang dilakukan adalan ujit dua sampel (independent sample test). Taraf signifikansi sebesar α = 0,05 maka kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah H0 diterima jika nilai signifikansi ≥ 0,05 sedangkan H0 ditolak jika nilai signifikansi < 0,05. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa p-value (sig 2-tailed) pada postes adalah sebesar 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan pada kedua sampel terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER lebih baik dibandingkan kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis dan perbedaan terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh model pembelajaran mood CURDER dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dalam belajar. KESIMPULAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan pada BAB IV mengernai pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis siswa dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol, maka diperoleh simpulan sebagai berikut.
Sri Hasiyati1, Dudung Priatna2, Ernalis3 10 Pengaruh Model Pembelajaran Mood CURDER Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa 1. Terdapat pengaruh model pembelajaran mood CURDER terhadap kemampuan penalaran matematis siswa. Hasil perhitungan effect size menunjukkan bahwa efek Cohen adalah sebesar 2,88. Ukuran efek Cohen berada di atas d > 2,0. Interpretasi ukuran efek Cohen tersebut termasuk dalam kriteria besar. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran mood CURDER memberikan pengaruh positif dalam kriteria besar meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. 2. Terdapat perbedaan terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Perolehan hasil postes pada kedua kelas menunjukkan bahwa rata-rata nilai postes kelas eksperimen adalah sebesar 76,01 dengan jumlah 34 siswa, sedangkan pada kelas kontrol memperoleh rata-rata sebesar 66,9 dengan jumlah 34 siswa. Berdasarkan uji perbedaan dua rerata, siginifikasi hasil uji adalah sebesar 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak karena lebih kecil dari 0,05 dan Ha diterima (0,000 < 0,05). Artinya terdapat perbedaan pada kedua sampel terhadap kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran mood CURDER lebih baik dibandingkan kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional.
yang memperoleh pembelajaran konvensional. Model pembelajaran mood CURDER memiliki enam tahapan yang harus tercapai dalam kegiatan pembelajarannya, sehingga model mood CURDER membutuhkan waktu lebih lama. Rekomendasi penulis yaitu kemampuan penalaran matematis siswa dapat meningkat menggunakan model pembelajaran mood CURDER, namun dalam penelitian ini hanya menggunakan beberapa indikator untuk mengukur kemampuan penalaran sehingga untuk peneliti selanjutnya bisa dengan indikator lainnya. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. (2015). Pembelajaran literasi dalam konteks pendidikan multiliterasi, integratif, dan berdiferensiasi. Bandung: Rizqi Press Arifin, Z. (2009). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA Fakhruriza, O., & Kartika, I. (2015). Keefektifan model pembelajaran relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP pada materi kalor. Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. JRKPF UAD Vol.2 No.2 Oktober 2015 Halimah, L. (2010). Pengembangan kurikulum. Bandung: RIZQI PRESS
Berdasarkan hasil penelitian yang Lestari, K. E. & Yudhanegara, M. R. dikemukakan di atas, peneliti mengajukan (2015). Penelitian Pendidikan beberapa implikasi dan rekomendasi Metematika. Bandung: PT Refika kepada semua pihak yang terkait dengan Aditama. permasalahan dalam penelitian ini. Adapun Kurniangingtyas, D. (2015). Pengaruh implikasinya adalah kemampuan penalaran model assurance, relevance, enterest, matematis siswa dapat meningkat dengan assessment dan satisfaction (ARIAS) menggunakan model pembelajaran mood terhadap kemampuan koneksi CURDER dibandingkan dengan matematis siswa. (Skripsi) Pendidikan kemampuan penalaran matematis siswa 1 Mahasiswa UPI Kampus Cibiru, NIM 1205088 2 Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab
11 Antologi UPI Volume
Guru
Edisi No.
Juni 2016
Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru, Bandung.
Margono (2010). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Staniatin, A. (2013). Model pembelajaran mood CURDER dengan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, penalaran matematis, dan soft skill siswa SMP. (Tesis) Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Sugiyono (2015). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta Susilawati, W. (2012). Belajar dan pembelajaran matematika. Bandung: CV. Insan Mandiri. Wardhani, S. (2008). Analisis SI dan SKL mata pelajaran matematika SMP/mts untuk optimalisasi tujuan mata pelajaran matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika Tran, V. D. (2014). The Effects of Cooperative Learning on the Academic Achievement and Knowledge Retention. Vietnam : An Giang University. Vol. 3, No. 2; 2014. International journal of higher education