Asbar Tantu
Arti Pentingnya Pernikahan ARTI PENTINGNYA PERNIKAHAN Oleh: Drs. Asbar Tantu, MH1. Abstract Perkawinan telah menjadi bagian dari sunnatullah pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia di dalamnya. Kebutuhan manusia terhadap perkawinan bukanlah karena semata-mata pemenuhan biologis, tetapi memiliki banyak makna. Oleh karena itu, mengapa perkawinan atau pernikahan itu menjadi sesuatu yang memang dibutuhkan manusia? merujuk pada kajian pustaka dengan analisis deskripsi akan diketahui arti pentingnya pernikahan tersebut. Pernikahan ikatan lahir batin antara dua orang yang berlainan jenis (laki-laki dan perempuan) untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dengan mengharapkan keturunan berdasarkan ketentuan syari’at Islam. Diharapkan dengan memahami arti pentingnya pernikahan, akan memberikan kedamaian hidup berumah tangga bagi setiap suami dan istreri.
Keyword: Nikah, Sunnatullah dan Keturunan. I. Pendahuluan A. Pengantar dan Pengertian Nikah Perkawinan merupakan peristiwa yang paling sakral dialami oleh setiap manusia, nikah/perkawinan artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki - laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim dan minimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari’at Islam.2 Dalam undang-undang Pernikahan/perkawinan bab 1 pasal 1 mengemukakan yaitu perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3 Olehnya itu perkawinan dalam ajaran agama Islam merupakan nilai ibadah, sehingga pasal 2 Kompelasi Hukam Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat Kuat (mitsqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakan merupakan ibadah. Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk tidak dilihat, orang yang Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
257
Arti Pentingnya Pernikahan
Asbar Tantu
berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik maupun nonfisil) di anjurkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk berpuasa. Karena orang berpuasa akan memiliki kekuatan atau peng halang dari berbuat tercela yang sangat keji.4 Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Alquran dan Alhadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompelasi Hukum Islam Tahun 1991 mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yang sebagai berikut: 1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. 3. Asas monogami terbuka. Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja. 4. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepada perceraian. 5. Asas mempersulit terjadinya perceraian. 6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik dalam kehidupan ruamah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. Oleh karena itu, segala sesuatu dalam keluarga dapat dimasyawarahkan dan diputuskan bersama oleh suami istri. 7. Asas pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan perkawinan.5 Asas-asas perkawinan akan diungkapkan beberapa garis hukum yang dituangkan melalui undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut UUP) dan Kompelasi Hukum Islam Tahun 1991 (selanjutnya disebut KHI). Selain itu, keabsahan perkawinan diatur dalam pasal 2 ayat 1 UUP: ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu, ayat 2 mengungkapkan: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku”, dalam garis hukum Kompelasi hukum Islam diungkapkan bahwa pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 5dan 6. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan merupakan syarat administratif, sehingga diungkapkan kutipan keabsahan dan tujuan perkawinan sebagai berikut:
258
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Asbar Tantu
Arti Pentingnya Pernikahan
Dalam Pasal 2 KHI: Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mitsaqan galidtzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan Pasal 3 KHI: Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Apabila Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengunakan istilah yang bersifat umum, maka Kompelasi Hukum Islam mengunakan istilah khusus yang tercantum di dalam Alquran. Misalnya: mitsaqan qalidzan, ibadah, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Pasal 4 KHI: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Awal perkawinan didahului dengan peminangan, peminangan adalah langkah awal menuju perjodohan antara seorang pria dengan seorang calon istri/wanita. Hukum perkawinan Islam menghendaki calon mempelai saling mengenal dan memahami karakteristik pribadi. Calaon suami melakukan pinangan berdasarkan kriteria calon istri yang didasarkan oleh hadits Nabi Muhammad saw, yaitu wanita dikawini karena 4 (empat) hal: (1) hartanya, (2) keturunannya, (3) kecantikannya dan (4) agamanya. Menurut hadits Nabi Muhammad saw, dimaksud bila 4 (empat) hal itu tidak dapat ditemukan oleh calon suami terhadap perempuan yang akan menjadi calon istri, maka calon suami harus memilih yang mempunyai kriteria agamanya. Sejalan dimaksud mengenai peminangan, Kompelasi Hukum Islam memberikan definasi mengenai peminangan. Peminangan adalah upaya yang dilakukan oleh pihak laki - laki atau pihak perempuan kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita dengan cara-cara yang baik (ma’ruf) (pasal 1 bab 1 huruf a KHI) yaitu peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang ingin mencari pasangan jodoh, tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya, pasal 11 KHI yaitu peminangan dapat juga dilakukan secara terang-terangan dan/atau sindirin. Sebagai contoh Firman Allah swt, dalam surah Al-Baqarah ayat 235 sebagai berikut: ” Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran dan/atau dalam keadaan kamu menyembunyikan keinginan dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam hal itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan perkataan yang baik ”. Pada umumnya ulama berpendapat bahwa ayat ini dapat dipahami bahwa peminangan tidak wajib dalam pengertian definisi yang telah diungkapkan. Namun, kebiasaan masyarakat dalam praktik menunjukkan bahwa peminangan merupakan pendahuluan yang hampir pasti pelaksanaan perkawinan dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dawwud Al-Dzahiry yang menyatakan bahwa peminangan hukumnya wajib karena peminangan itu merupakan suatu tindakan yang menuju kebaikan. Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
259
Arti Pentingnya Pernikahan
Asbar Tantu
B. Dasar Hukum Nikah/Perkawinan Pada dasarnya pernikahan/perkawinan itu diperintah/dianjurkan syara. Firman Allah swt, (surah An-Nisa ayat 3) ” Maka kawinlah perempuan-perempuan yang kamu sukai, dua, tiga dan empat, tetapi kalau kamu kuatir tidak dapat berlaku adil (antara perempuan-perempuan itu), hendaklah satu saja”. Firman Allah swt, (surah An-Nisa ayat 32) ” Dan kawinlah orang-orang yang sendirian (janda) di antara kamu dan hamba sahaya laki-laki dan perempuan yang patut”. Rasulullah saw, bersabda: ” Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda kepada kami: Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan,dan barang siapa tidak kuasa,hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya”. (Muttafaq alaihi). Dalam hadits lain dikatakan: ” Dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Nabi saw, memuji Allah dan menyanjung-Nya beliau berkata: Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini perempuan, barangsiapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku”. (H.R.Bukhari dan Muslim). C. Hukum Nikah Hukum nikah ada beberapa: 1. Jaiz (boleh), ini asal hukumnya. 2. Sunnat bagi orang yang berkehendak serta cukup nafkah sandang pangan dan lain-lainnya. 3. Wajib, bagi orang yang cukup sandang pangan dan dikhawatirkan terjerumus ke lembah perzinahan. 4. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah. 5. Haram, bagi orang yang berkehendak menyakiti perempuan yang akan dinikahi. D. Rukun Nikah 1. Pengantin laki-laki. 2. Pengantin perempuan. 3. Wali.
260
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Asbar Tantu
Arti Pentingnya Pernikahan
4. Dua orang saksi. 5. Ijab dan qabul. E. Syarat-Syarat Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan mimiliki syaratsyarat sebagaimana ibadah lainnya. Syarat dimaksud tersirat dalam Undangundang perkawinan dan KHI yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Syarat-syarat calon mempelai pria adalah a. Beragama Islam b. Laki-laki c. Jelas orangnya d. Dapat memberikan persetujuan e. Tidak terdapat halangan perkawinan 2. Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah a. Beragama Islam b. Perempuan c. Jelas orangnya d. Dapat dimintai persetujuan e. Tidak terdapat halangan perkawinan Selain beberapa persyaratan di atas, calon mempelai pun dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia menentukan salah satu syarat, yaitu persetujuan calaon mempelai. Hal ini berarti calon mempelai sudah menyetujui yang akan menjadi pasangannya (suami istri), baik dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki yang akan mejalani ikatan perkawinan, sehingga mereka nantinya menjadi senang dalam melaksanakan hak dan kewajiban sebagai suami dan istri. Persetujuan calon mempelai merupakan hasil dari peminangan (khitbah) dan dapat Diketahui sesudah petugas pegawai pencatat nikah meminta calon mempelai untuk menandatangani blanko sebagai bukti persetujuannya sebelum dilakukan akad nikah. Selain itu, pasal 16 ayat 2 Kompelasi Hukum Islam mengungkapkan bahwa bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat, tetapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas. Sebagai bukti adanya persetujuan mempelai, pegawai pencatat nikah menanyakan kepada mereka, seperti yang diungkapkan dalam pasal 17 Kompelasi Hukum Islam. Pasal 17 KHI menyatakan (1) Sebelum berlangsungnya perkawinan, pegawai pencatat nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua orang saksi nikah. (2) Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan. (3) Bagi calon mempelai yang menderita tunawicara atau tunarungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti. Ketentuan dapat dipahami sebagai antitesis terhadap pelaksanaan perkawinan yang sifatnya dipaksakan, yaitu pihak wali memaksakan kehendaknya untuk mengawinkan perempuan yang berada dalam perwaliannya dengan laki-laki yang ia sukai, walaupun laki-laki tersebut tidak disukai oleh Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
261
Arti Pentingnya Pernikahan
Asbar Tantu
calon mempelai perempuan. Selain itu, juga diatur mengenai umur calon mempelai. Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Ketentuan batas umur seperti diungkapkan dalam pasal 15 ayat 1 Kompelasi Hukum Islam didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan, bahwa calon suami istri harus telah matang jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian dan memdapat keturunan yang baik dan sehat. Oleh karena itu, perkawinan yang dilaksanakan oleh calon mempelai dibawah umur sebaiknya ditolak untuk mengurangi terjadinya perceraian sehingga akibat ketidakmatangan mereka dalam menerima hak dan kewajiban sebagai suami dan istri. Selain itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Sebagai fakta yang ditemukan dalam kasus perceraian di Indonesia pada umumnya didominasi oleh usia muda, Undang - undang perkawinan dan Kompelasi Hukum Islam menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun wanita (Penjelasan umum Undang-undang perkawinan, Nomor 4 hurud d, pasal 15 ayat 1 KHI). Penentuan umur bersifat ijtihad ala Indanesia (fikih ala Indonesia) sebagai wujud dalam pembaharuan pemikiran fikih yang berkembang (sebelum lahirnya Undang-undang perkawinan). Namun demikian, bila dikaji sumber, kaidah, dan asas yang dijadikan tolak ukur penentuan batas umur dimaksud. F. Anjuran Untuk Kawim Islam sangat menyukai perkawinan, banyak sekali ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Nabi yang memberikan anjuran untuk kawin diantaranya: Firman Allah swt, (surah Ar-Rum ayat 21) ” Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah, dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir”. Firman Allah swt, (surah An-Nahl ayat 72) ” Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri, dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak cucu, dan memberimu rezki dari yang bai-baik”. Firman Allah swt, (surah Ar-Rad ayat 38) ” Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dari keturunan ”.
262
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Asbar Tantu
Arti Pentingnya Pernikahan
Rasulullah saw, Bersabda: ” Ada tiga orang yang mendapatkan pertolongan Allah, orang yang berjuang dijalan Allah, hambah sahaya yang berniat akan menebus dirinya dan orang yang kawin untuk melindungi kehormatannya”. (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah). Rasulullah saw, Bersabda: ” Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul yaitu: Berpacar, memakai wangi-wangian, bersiwak dan kawin ”. (HR. Tirmidzi dan abu Ayub). Rasulullah saw, Bersabda: ” Kawinlah perempuan yang kamu cintai dan yang subur, karena saya akan bangga dengan jumlahmu kepada Nabi-nabi lain di hari kiyamat ”. (HR. Ahmad). Firman Allah swt, (surah Adz-Dzariyat ayat 49). ” Dan dari segala sesuatu kami ciptakan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.
berpasang-pasang
Islam menyukai perkawinan dan segala akibat baik yang bertalian dengan perkawinan, baik bagi yang bersangkutan, bagi masyarakat maupun bagi kemanusiaan pada umumnya. Diantara manfaat perkawinan adalah : Bahwa perkawinan itu menentramkan jiwa, menahan emosi, menutup pandangan dari segala yang dilarang Allah dan untuk mendapat kasih sayang suami istri yang dihalalkan Allah. Hikmah lain yaitu untuk menjalin ikatan kekeluargaan, keluarga suami dan keluarga istri, untuk memperkuat iakatan kasih sayang sesama mereka, karena keluarga yang diikat dengan ikatan cinta kasih adalah keluarga yang kokoh. G. Pencatatan Perkawinan Alquran dan Alhadits tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan. Namun dirasakan oleh masyarakat mengenai pentingnya hal itu sehingga diatur melalui perundang-undangan, baik Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun melalui Kompelasi Hukum Islam. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan hukum Islam maupunperkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang tidak berdasarkan hukum Islam. Pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk menjaga kesucian (mitsaqan galadzan) aspek hukum yang timbul dari ikatan Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
263
Arti Pentingnya Pernikahan
Asbar Tantu
perkawinan. Realisasi pencatatan melahirkan akta nikah yang masing-masing dimiliki oleh istri dan suami salinannya. Akta tersebut, dapat digunakan oleh masingmasing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 merupakan era baru bagi kepentingan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Undang-undang dimaksud merupakan kodifikasi dan unfikasi hukum perkawinan yang bersifat nasional yang menempatkan hukum Islam mempunyai eksistensi tersendiri, tanpa diresepsi oleh hukum adat. Amat wajar bila ada pendapat yang mengungkapkan bahwa Undang-undang perkawinan merupakan ajal teori receptie (istilah Hazairin) yang dipolopori oleh Cristian Snouck Hourgronye. Pencatatan perkawinan berarti diatur dalam pasal 2 ayat (2) meskipun telah disosialisasikan selama 26 tahun lebih, sampai saat ini masih dirasakan adanya kendala - kendala. Upaya ini perlu dilakukan oleh umut Islam secara berkesinambungan di negara Republik Indonesia. Berdasarkan hal diatas, sebagai adanya pemahaman fikih imam Syafi’i yang sudah membudaya dikalangan umat islam di Indonesia, menurut paham mereka, perkawinan telah diangkap cukup bila syarat dan rukunnya sudah terpenuhi, tanpa diikuti oleh pencatatan, apabila akan nikah. 6 Kondisi seperti ini terjadi dalam masyarakat sehingga masih ditemukan perkawinan dibawah tangan (perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita tanpa dicatat oleh pegawia pencatat nikah dan tidak mempunyai akta nikah). Kenyataan dalam masyarakat seperti ini merupakan hambatan Undang-undang perkawinan pasal 5 dan 6 Kompelasi Hukum Islam mengenai pencatatan perkawinan mengungkapkan beberapa garis hukum sebagai berikut: Pasal 5 ayat (1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan perkawinan tersebut, pada ayat (1) dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954. Pasal 6 ayat (1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pegawai pencatat nikah. Ayat (2) Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Akta Nikah menjadi bukti autentik dari suatu pelaksanaan perkawinan sehingga dapat menjadi ”jaminan hukum” bila terjadi salah seorang suami atau istri melakukan suatu tindakan yang menyimpang. Sebagai contoh, seorang suami tidak memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya, sementara kenyataannya ia mampu atau suami melanggar ketentuan taklik talak yang telah dibacanya, maka pihak istri yang dirugikan dapat mengadu dan mengajukan gugatan perkaranya ke pengadilan. Selain itu, akta nikah juga berfungsi untuk membuktikan keabsahan anak dari perkawinan itu, sehingga tanpa akta dimaksud, upaya hukum ke pengadilan tidak dapat dilakukan. Dengan demikian. Pasal 7 ayat (1) Kompelasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawia Pencata Nikah. Apabila suatu kehidupan suami
264
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Asbar Tantu
Arti Pentingnya Pernikahan
berlangsung tanpa akta nikah karena adanya sesuatu sebab, Kompelasi Hukum Islam membuka kesempatan kepada mereka untuk mengajukan permohonan Isbat nikah (penetapan nikah) kepada Pengadilan Agama sehingga yang bersangkutan mempunyai kekuatan hukum dalam ikatan perkawinannya.
Endnotes: 1Dosen Tetap Fakultas Agama Islam Universitas Alkhairaat Palu dan Alumnus Program PPs UMI Makassar. 2Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet. III (Sinar Grafika; Jakarta. 2009), h. 9. Lihat juga Eman Suparman, Hukum Perkawinan di Indonesia Dalam Perspektif, Islam, Adat, dan BW. Cet. I, (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 7. 3Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia, Cet. II, (Jakarta: Badan Penerbit FH Universitas Indonesia, 2004), h. 81. 4Ibid., h. 82. 5 Moh. Idris Lamulyo, Hukum Perkawinan Islam (cet. ke-4; Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 31. 6 Rusdi Malik, Memahami Undang-Undang Perkawinan, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, Halaman 59-60.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahnya. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet. III (Sinar Grafika; Jakarta. 2009). Suparman, Eman, Hukum Perkawinan di Indonesia Dalam Perspektif, Islam, Adat, dan BW. Cet. I, (Bandung: Refika Aditama, 2008) Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia, Cet. II, (Jakarta: Badan Penerbit FH Universitas Indonesia, 2004). Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam (cet. ke-4; Jakarta: Bumi Aksara, 2002). Malik, Rusdi, Memahami Undang-Undang Perkawinan, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2009.
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
265
Barsihannor
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
KITAB-KITAB SUNAN ABI DAUD DAN SUNAN AL-TURMUDZI Oleh: Dr. Barsihannor, M.Ag. Abstract: Abu Daud dan Imam al-Turmudzi dengan kitab hadisnya masing-masing, telah banyak mendapat penghargaan para ulama lain berupa komentar dan pujian, hal ini karena kitab tersebut dianggap standar dan berkualitas. Meskipun demikian ada juga sebagian ulama yang mengkritik kedua kitab tersebut, karena di dalamnya masih terdapat hadishadis dha’if. Berbeda halnya dengan Abu Daud yang menggunakan istilah kitab dan bab di dalam sistematika penulisan hadisnya, al-Turmudzi menulis istilah abwab dan bab, namun pada intinya sebenarnya maksudnya sama saja dengan istilah kitab yang dipakai oleh Abu Daud. AlTurmudzi pula di dalam kitabnya al-Jami, memperkenalkan istilah hadis hasan. Keywords: Sunan Abi Daud, Hadis, al-Jami I. Pendahuluan Untuk memahami Islam secara mendalam dan benar, maka seseorang harus senantiasa mempelajari sumber ajarannya yakni AlQur’an dan Hadis. Kedua sumber ini merupakan pegangan pokok yang dijadikan sumber hokum untuk mengatur tatanan kehidupan manusia. Al-Qur’an dan Hadis meskipun sama-sama sebagai sumber hokum Islam, dilihat dari segi periwayatannya, Hadis Nabi berbeda dengan Al-Qur’an. Untuk Al-Qur’an, semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk Hadis Nabi, sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.1 Dengan demikian bias kita pahami bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hokum yang mutlak kebenarannya, sedangkan Hadis masih diperlukan penelitian untuk mengetahui orisinilitasnya baik tentang matan, sanad, perawi dan berbagai aspek yang berkenaan dengan pembahasan Hadis Nabi. Untuk menjaga orisinilitas Hadis dan memelihara Hadis agar tidak hilang, maka para ulama terdahulu membuat metode pembahasan
266
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Hadis dan menyusun kitab-kitan Hadis agar bisa dijadikan bahan rujukan dalam menetapkan persoalan hokum atau lainnya. Kitab-kitab Hadis yang beredar di tengah kita sekarang merupakan hasil karya para ulama terdahulu. Kegiatan pengumpulan Hadis tersebut tidaklah dilakukan oleh suatu tim tertentu, tetapi dilakukan oleh ulama secara individual dan dalam masa yang tidak selalu bersamaan.2 Proses penghimpunan Hadis Nabi telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan melibatkan para periwayat Hadis yang jumlahnya banyak.3 Kitab-kitab Hadis yang beredar di tengah kita antara lain adalah Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi yang termasuk di dalam kategori al-Kutub al-Khamsat.4 Dengan demikian kita bisa menilai bahwa kitab Sunan Abi Daud dan Sunan At-Turmudzi merupakan kitab Hadis yang standar yang bisa diperpegangi dan menjadi bahan referensi dalam memecahkan persoalan-persoalan agama. Adanya berbagai komentar terhadap Abi Daud dan Al-Turmudzi beserta kitab-kitabnya menunjukkan penghargaan yang besar terhadap karya Abi Daud dan Al-Turmudzi dalam mengoleksi Hadis Nabi. Untuk memahami lebih jauh tentang penyusun dan kitab-kitab Hadisnya, maka dibahas dalam makalah ini topik yang meliputi; Biografi singkat penyusun kitab Hadis, judul kitab, gambaran umum, kualitas hadis yang termuat, sistematika, kelebihan dan kekurangannya, kitab kamus dan syarahnya. II. Biografi Penyusun A. Abu Daud Nama lengkapnya adalah Sulaiman ibn al-Asy’as ibn Ishaq ibn Basyir ibn Syidad ibn Amar ibn Imran. Beliau lebih dikenal dengan nama Abu Daud.5 Nama Abu Daud ini begitu populer sehingga mengalahkan nisbahnya sendiri. Abu Daud lahir pada tahun 202 H. di Sajistan, yakni sebuah kota yang terletak di Asia Tengah yang diapit oleh Iran dan Afganistan,6 karena itulah di akhir nama beliau disebut pula al-Sajistani.7 Sejak kecil beliau gemar menuntut ilmu dan kegemaran inilah yang memberikan motivasi untuk memperdalam pengetahuan yang dimilikinya. Setelah dewasa, beliau mengadakan perjalanan ke berbagai negeri untuk menimba ilmu. Beliau belajar dan meriwayatkan hadis dari 300 orang guru hadis dari Iraq, Khurasan, Syam, Mesir, Sagar, Jazirah dan Hijaz.8 Namun guru beliau yang tercatat hanya berjumlah 49 orang.9 Ketika beliau sudah menyelesaikan menyusun kitab Sunan, maka beliau memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad ibn Hambal. Setelah Imam Ahmad ibn Hambal melihat dan membaca kitab Sunan
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
267
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
tersebut, dengan bangga beliau memuji karya Abu Daud itu dan menyatakan bahwa kitab tersebut sangat bagus.10 Sunan yang dikarang oleh Abu Daud merupakan sebuah karya agung yang banyak mendapat pujian dan penghargaan, dan kitab Sunan itulah yang dijadikan pegangan di Mesir, Iraq, Maroko dan lain-lain di samping kitab-kitab terkenal lainnya. Abu Daud yang mula-mula menyusun kitab Hadis yang mengumpul Hadis-hadis hukum, oleh karenanya Sunan Abi Daud mendapat kedudukan yang tinggi di kalangan ulama Hadis.11 Abu Daud termasuk salah seorang al-Ulama al-Amilin yang disejajarkan dengan Imam Ahmad baik dalam hal ibadat, ilmu dan kewaraannya.12 Penilaian seperti ini lebih tegas lagi dijelaskan oleh Abu Syubhat bahwa Abu Daud termasuk salah seorang ulama yang mencapai derajat tinggi dalam hal beribadah, kesucian diri, kesalihan dan wara yang patut diteladani. Sebagian ulama berkata; Perilaku Abu Daud, sifat dan kepribadiannya menyerupai Imam Ahmad ibn Hambal dan Imam Ahmad menyerupai Waki. Waki seperti Sufyan al-Sauri, Sufyan seperti Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim al-Nakha’i, Ibrahim al-Nakha’i menyerupai al-Qamah, al-Qamah seperti Ibn Mas’ud dan Ibn Mas’ud seperti Nabi Muhammad saw. Sifat dan kepribadian seperti ini menunjukkan kesempurnaan beragama, perilaku dan akhlak Abu Daud.13 Abu Daud mempunyai falsafah tersendiri dalam berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Bila ada yang bertanya, dia menjawab; Lengan yang lebar ini untuk membawa kitab, sedang yang satunya tidak diperlukan, sebab kalau dia lebar berarti pemborosan.14 Di antara sekian banyak negeri yang dikunjunginya, Baghdad merupakan kota yang paling sering ia masuki dan tahun 272 merupakan tahun terakhir beliau masuk ke Baghdad. Amir Baghdad, setelah mengetahui kemasyhuran Abu Daud, meminta beliau untuk menetap di Basrah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan di sana, karena banyak murid-murid yang menghajatkan kehadiran beliau untuk mengajar.15 Di negeri inilah akhirnya beliau menetap sampai akhir hayatnya (w. 16 Syawal 275 H.) dan dimakamkan di samping kuburan Sufyan alSauri.16 Dari 500.000 hadis yang diperoleh Abu Daud, hanya 4.800 hadis yang dimuat di dalam kitab Sunannya.17 Ini menunjukkan bahwa Abu Daud memang sangat ketat dan hati-hati dalam mengoleksi hadis, sehingga kualitas hadis yang termuat di dalam kitab Sunan itu bisa dipertanggungjawabkan. Sebenarnya selama hidup, beliau banyak menulis mushnaf tentang hadis di antaranya banyak berkenaan dengan ilmu dan syari’ah,
268
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
akan tetapi yang terkenal dan sampai ke tangan kita sekarang ini hanyalah Kitab Sunan. B. Judul Kitab, Gambaran Umum dan Komentar Ulama Judul kitab susunan Abu Daud adalah Al-Sunan,18 dikenal dengan sebutan Sunan Abi Daud. Jumhur ulama menempatkan Sunan Abi Daud sebagai kitab hadis yang berstatus standar pada peringkat ketiga dari standar al-Kutub al-Khamsat yaitu: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan al-Turmudzi dan Sunan alNasa’i’. Penempatan Sunan Abi Daud pada urutan ketiga menunjukkan bahwa kualitas hadis dan uraiannya memiliki kelebihan tersendiri, karena itu wajar kalau ulama banyak memberikan komentar atau pujian terhadap kitab tersebut. Al-Munziri telah meneliti hadis-hadis di dalam kitab Sunan Abi Daud dan menerangkan mana-mana yang lemah yang oleh Abu Daud sendiri tidak diperhatikan.19walaupun demikian nampaknya Abu Daud telah berusaha menguraikan hadis yang dimuat dan menerangkan mana hadis yang dikategorikan dhaif. Imam ibn al-Jauzi juga mengkritik beberapa hadis Abu Daud dan memandang sebagai hadis maudu (palsu). Jumlah hadis tersebut sebanyak sembilan buah. Namun kritikan ini dibantah oleh Jalal al-Din al-Suyuti yang mengatakan bahwa Imam ibn al-Jauzi memang orang yang terlalu gampang mengatakan maudu. Menurutnya, seandainya kita menerima kritikan tersebut, maka sebenarnya hadis yang dikritik itu sedikit sekali jumlahnya dan tidak mempengaruhi ribuan hadis yang terdapat di dalam kitab Sunan itu.20 Meskipun mendapat kritikan, kitab Sunan merupakan kitab yang dipengaruhi oleh ulama Iraq, Mesir, Maroko dan lain-lain. Abu Daud yang mula-mula menyusun kitab hadis yang mengumpulkan hadis-hadis hukum, oleh karena itu, Sunan Abi Daud mendapat kedudukan yang tinggi di kalangan ulama hadis. Untuk menanggapi persoalan di atas, ada baiknya dikemukakan pesan Abu Syubhat yang menyatakan bahwa kita seharusnya tidak mengambil beitu saja hadis-hadis yang tidak dijelaskan kedudukannya oleh Abu Daud, sebelun diketahui kedudukannya; shahih, hasan, dhaif.21 Di dalam kitab Sunan hanya terdapat 4.800 hadis, namun Abu Daud cukup puas dengan satu atau dua hadis dalam setiap bab, hal ini bisa kita pahami dari tulisan beliau kepada para ulama Mekkah sebagaimana dikutip oleh M.M. Azami ”Saya tidak menulis atau membubukan lebih dari satu atau dua hadis dalam setiap bab, walaupun masih ditemukan hadis shahih lainnya yang juga berkaitan dengan masalah yang sama. Kalau semua hadis diambil sana-sini, maka
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
269
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
jumlahnya akan membanyak dan saya lihat hal itu akan menyulitkan, satu atau dua akan lebih memudahkan.22 Perlu diingat bahwa tidak semua hadis yang dibukukan oleh Abu Daud di dalam kitabnya adalah shahih. Abu Daud sendiri telah memberikan catatan tentang sejumlah hadis dhaif dan ada juga sejumlah lainnya yang tidak sempat diberi catatan. Abu Daud memuat hadis lemah ini dengan alasan bahwa hal itu lebih baik dibandingkan dengan pendapat ulama sendiri, oleh karena itu beliau membukukan hadis dhaif tersebut sebagai ganti opini hukum dari para ulama terdahulu.23 Terlepas dari berbagai kritikan para ulama mengenai hadis dhaif yang termuat di dalam kitab Sunan, di bawah ini dikemukakan komentar ulama terhadap Abu Daud dan kitabnya yang pada intinya memberikan penghargaan yang dalam terhadap karya Abu Daud. 1. Abu Sulaiman al-Khatabi: Kitab Sunan Abu Daud merupakan kitab yang mulia, belum disusun sebelumnya kitab seperti itu yang menerangkan hadis-hadis hukum. Para ulama menerima kitab itu, karenanya kitab itu menjadi hakim antara para fuqaha yang berlainan mashab.24 2. Ibrahim ibn Ishaq al-Harabi: Hadis telah dilunakkan Abu Daud, sebagaiman besi dilunakkan untuk Nabi Daud.25 3. Ibn Hibban: Abu Daud merupakan salah seorang tokoh dunia dalam bidang fiqh, ilmu, hafalan, ibadah, wara dan ketakwaan.26 4. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah: Kitab Sunan Abi Daud merupakan salah satu kitab agama yang telah diberi kekhususan oleh Allah dan menjadi rujukan bagi umat Islam dan para hakim untuk memutuskan perkara dan dengan hukumnya itu orang menjadi ridha, sebab kitab tersebut memuat berbagai hadis hukum, disusun dengan baik dan sistematis serta berkualitas dan tidak memuat hadis cacat.27 5. Ali ibn Hasan: Saya telah mempelajari kitab tersebut sebanyak enam kali dari Abu Daud. Kitab Sunan ini adalah salah satu kitab terbaik dan terlengkap dalam bidang hadis-hadis hukum.28 6. Abu Bakar al-Khalil: Abu Daud adalah imam yang terkenal pada zamannya, belum ada seseorang yang muncul seperti Abu Daud pada zamannya, sehingga menguasai Takhrij al-Hadis dan mengetahui judul-judulnya.29 7. Musa ibn Harun: Abu Daud lahir ke dunia untuk mengumpul hadis-hadis dan nanti di akhirat beliau masuk surga.30
270
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
8. Maslamah ibn Qasim: Abu Daud adalah seorang yang kuat ingatannya, zahid, tahu banyak tentang hadis dan pemimpin zamannya waktu itu.31 Dari beberapa komentar di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Abu Daud memang salah seorang ulama yang terkenal dan salah seorang Mukharrij al-Hadis yang berkualitas, mampu memberikan kontribusi dalam aspek keagamaan. Para ulama sangat menghormati kemampuan ’adalah, kejujuran dan ketakwaan beliau yang luar biasa. Abu Daud tidak hanya seorang perawi, pengumpul dan penyusun hadis tapi juga seorang ahli hukum yang handal dan kritikus hadis yang baik. Meskipun di dalam kitab Sunan terdapat hadis yang lemah, namun kitab itu tetap dikategorikan sebagai salah satu Kutub alShihhah32 dan merupakan kitab yang dianggap standar dan dapat dijadikan sandaran.33 Menyangkut dengan pemuatan hadis shahih dan dhaif, nampaknya ini merupakan suatu karakteristikpenulisan yang dibuat oleh Abu Daud sebagai suatu metode dalam mengoleksi hadis. Meskipun demikian Abu Daud telah menerangkan metode-metode dalam pengumpulan hadis tersebut dengan memberikan keterangan hadis shahih, menyerupainya dan yang mendekati shahih. Hadis yang lemah dijelaskan letak kelemahannya, beliau tidak memuat hadis yang ditinggalkan ulama hadis, bila hadis itu mungkar maka dijelaskan pula bahwa hadis itu adalah mungkar.34 Cara penulisan hadis Sunan Abi Daud dikuatkan pula dengan sighat tahammul yang dipergunakan yakni Haddasana yang menunjukkan bahwa hadis terebut diterimanya melalui al-sama.35 Pemakaian sighat tahammul: Haddasana ini menunjukkan bahwa hadis yang diterima atau diperoleh Abu Daud memang sejumlah hadis yang berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan. Sighat ”haddasana” menduduki martabat pertama dalam istilah periwayatan hadis, ia sejajar dengan sighat; sami’tu, sami’nan qala li qala lana, dzakara li dan dzakara lana. C. Sistematika Sistematika penyusunan kitab Sunan menggunakan istilah kitab untuk bagian sebelum istilah bab. Setiap kitab mengandung bab, setiap bab mengandung beberapa riwayat hadis dan setiap riwayat hadis mengandung sanad dan matan.
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
271
Barsihannor
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:36 رقن النزبة 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 رقم النزبة 33 34 35 36 37
اسن النزبة
عذد اثىاة مل مزبة 139 251 11 20 27 10 8 32 46 20 96 49 50 81 170 25 17 18 41 80 25 90 31 13 22 54 24 15 39 2 45 21
جزء 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
اسن النزبة
عذد اثىاة مل مزبة 8 7 12 18 38
جزء 4 4 4 4 4
الطهبرح الصالح صالح االسزسقبء صالح السفز الزطىع شهز رهضبى السجىد الىرز الزمبح اللقطخ الونبسل الننبح الطالق الصىم الجهبد ايجبة االضبحي الىصبي الفزائي الخزح واالهبرح والفيئ الجنبئز االيوبى والنذور الجيىع االقضيخ العلن االشزثخ االطعوخ الطت العزبق الحزوف والقزاءد الحوبم اللجبس الززجل
الخبرن الفزي الوهذي الوالحن الحذود
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
272
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
4 4 4
28 29 169
الذيبد السنخ االدة
38 39 40
Dari pembagian kitab-kitab tersebut tampak bahwa Kitab Sunan Abi Daud hanya merupakan kumpulan hadis-hadis hukum kecuali pada beberapa hadis seperti yang terdapat di dalam kitab al-Ilm dan al-Adab. Ada beberapa hal yang patut digaris bawahi dari metode pembagian kitab-kitab ini yakni: 1. Kitab al-Nikah dan al-Talaq ditempatkan di tengah-tengah ibadat. Nikah termasuk ibadat dan talaq ditempatkan setelahnya, karena itu masing-masing ada kaitannya. 2. Al-Luqatah ditempatkan setelah al-Zakat karena sama-sama masalah harta. 3. Kitab al-Jana’iz dipisahkan dari al-Shalat, karena juga ada kaitannya dengan harta (pembagian harta). 4. Kitab al-Hammam ditempatkan tersendiri sekalipun dapat digabungkan dengan kitab al-Adab. 5. Kitab al-Tarajjul dibuat tersendiri, juga ak-Khatam, sekalipun dapat ditempatkan di dalam kitab al-Libas. 6. Kitab al-Mahdi dibuat tersendiri, juga al-Mulahim, sekalipun dapat ditempatkan di dalam kitab al-Fitan.37 Memperhatikan metode pembagian kitab hadis Sunan Abi Daud, kita bisa menilai bahwa adakalanya Abu Daud menyusun bab-bab tersebut sesuai dengan hubungan hadis antara satu dengan yang lainnya, tapi ada pula yang disusun secara tersendiri meskipun sebenarnya bisa digabungkan dengan kumpulan kitab lainnya. D. Kitab Syarh, Mukhtasar dan Kamus Banyak para ulama menulis kitab Syarh dan Mukhtasar38 Sunan Abi Daud. Syarh tersebut ada yang lengkap dan dianggap berbobot dan ada juga yang tidak lengkap. Di antara kitab-kitab Syarh yang lengkap itu adalah: 1. Mu’allim al-Sunan Kitab syarh ini ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad ibn Ibrahim ibn Khattab al-Bisti al-Khattabi (w. 388 H.). Kitab ini merupakan syarh sederhana, mengupas masalah bahasa, meneliti riwayat, menggali hukum dan membahas adab. Kitab ini telah dicetak. 2. Aun al-Ma’bud ’ala Sunan Abi Daud
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
273
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
Kitab ini ditulis oleh Syarafat al-Haq Muhammad Asyaraf ibn ’Ali Haidar al-Shiddiqi al-Azim al-Abadi, wafat pada abad ke 14 Hijriyah. Kitab ini hanya menjelaskan kata-kata sulit. Ia menguatkan hadis satu atau lainnya secara ringkas tanpa menjelaskan berbagai dalil yang ditonjolkan oleh mazhabmazhab secara menyeluruh kecuali hanya sebagian saja. 3. Al-Manhalu Azbu al-Maurud Syarh Sunan Abi Daud Kitab ini disusun oleh seorang ulama makrifat Syaikh Mahmud ibn Muhammad ibn Khattab al-Subki. Di dalam kitab ini al-Subki menunjukkan nama-nama rawi hadis, menjelaskan kata-kata sulit, mengungkap hukum dan adat dari hadis tersebut. Di samping itu juga menyebutkan nama-nama rawi hadis tertentu selain Abu Daud dan menunjukkan derajat hadis shahih, hasan atau dha’if. Penyusun kitab ini wafat pada bulan Rabi’ul Awwal 1352 H.39 4. Badzl al Majhud fi Halli Abi Daud Kitab ini ditulis oleh Khalil Ahmad Al-Sahar Nafuri. Wafat pada tahun 1346 H. Kitab ini menerangkan tentang isi dan penjelasan kitab serta menerangkan para rawi dan hadis-hadis yang termuat di dalam kitab Sunan. Di antara kitab syarh lainnya yang kebanyakan tidak lengkap dan tidak dibahas tuntas adalah: 1. Syarh al-Nawawi 2. Syarh ibn al-Mulaqqan Siraj al-Din Umar ibn Ali 3. Syarh Syaikh al-Qutub al-Din ibn Bakr ibn Ahmad al-Yamani 4. Syarh al-Imam Wali al-Din ibn Zara’at Ahmad ibn al-Hafiz ibn al-Fadli Zain al-Din al-Iraqi. Syarh ini tidak lengkap 5. Syarh al-Hafiz ’Alau al-Din Mughlatai ibn Qalij. Syarh ini tidak lengkap. 6. Syarh al-Hafiz Syihab al-Din ibn Ruslan 7. Syarh al-’Aini. Syarh ini tidak lengkap 8. Syarh al-Suyuthi ”Miraqat al-Shu’ud ila Sunan Abi Daud”. 9. Syarh Abi al-Hasan al-Sanadi ”Fath al-Wurud ’ala Sunan Abi Daud”.40 Mukhtasar Sunan Abi Daud yang ditulis ulama antara lain: 1) Mukhtasar Sunan Abi Daud Imam al-Hafiz Abd al-Azim ibn Abd al-Qawi al-Munziri, penyusun kitab Al-Tarqib wa al-Tarhib, mennulis ikhtisar Sunan Abi Daud yang diberi nama al-Mujtaba. Setiap hadis, oleh al-Munziri juga disebutkan nama rawi/ulama lain dari lima imam hadis yang juga
274
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
meriwayatkan hadis tersebut. Dia juga menunjukkan kelemahan sebagian hadis. Mukhtaras ini disusun secara baik dan menarik. 2) Perbaikan Mukhtasar Mukhtasar al-Munziri telah diperbaiki dan sekaligus disyarh oleh Imam Muhammad ibn Abu Bakr ibn al-Qayyim al-Jauziyat. Ibn alQayyim memberikan beberapa tambahan penjelasan mengenai kelemahan hadis-hadis yang dijelaskan oleh al-Munziri, menegaskan kesahihan hadis yang belum disahihkan serta membahas matan hadis yang musykil. Dia juga menguraikan beberapa masalah secara panjang lebar yang tidak ditemui di dalam kitab lain.41 KAMUS Ada beberapa kamus yang bisa dipakai sebagai penuntut mencari hadis yang terdapat di dalam kitab Sunan Abi Daud yakni: 1. Al-Jami al-Shagir min Ahadis al-Basyir al-Nazir. Penyusunnya adalah Imam Jalal al-Din Abd al-Rahman, wafat tahun 911.42 2. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi. Penyusunnya adalah tim dari kalangan orientalis. Salah seorang dari tim yang sangat akrif dalam kegiatan penyusunan itu adalah Dr. Arnold John Wensinck (w. 1939), seorang Profesor bahasabahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda.43 3. Miftah Kunuz al-Sunnat Kamus ini disusun berdasarkan topik masalah. Pengarangnya adalah Dr. A.J. Wensinck. Kamus ini aslinya berbahasa Inggris dengan judul a Handbook of Early Muhammadan. Kamus ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Fuad Abd al-Baqi, sekaligus mengoreksi berbagai data yang salah. III. Sunan Al-Turmudzi A. Biografi Singkat Nama lengkap al-Turmudzi adalah Abu Isa Muhammad ibn Musa ibn al-Dahhak al-Sulami al-Turmudzi. Beliau adalah ulama hadis ternama dan penulis beberapa kitab terkenal. Beliau dilahirkan di kota Tirmiz pada tahun 209 H.44 Kakek Abu Isa al-Tirmiz berasal dari daerah Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan hidup di sana.45 Sejak kecil Imam al-Turmudzi senang mempelajari ilmu-ilmu hadis. Beliau pergi ke beberapa negara seperti Hijaz, Iraq, Khurasan dan lain-lain. Dalam pengembaraannya itu, beliau banyak berguru kepada ulama-ulama hadis di antaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Qutaibah ibn Said, Ishaq ibn Musa, Muhammad ibn Ghilan, Said
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
275
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
ibn Abd al-Rahman, Muhammad ibn Basysyar, ’Ali ibn Hajar, Ahmad ibn Muni, Muhammad ibn al-Musanna dan lain-lain.46 Hadis-hadis yang didapatkan dari gurunya tersebut dicatat dan dihafalnya dengan baik di tengah perjalanan maupun ketika sudah berada di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Ketika beliau menjadi ulama besar, banyak orang-orang yang ingin menjadi muridnya untuk belajar hadis. Di antara murid-muridnya adalah: Makhul ibn al-Fadlal, Muhammad ibn Mahmud Anbara, Hammad ibn Syakir, Abd ibn Muhammad al-Nasfiyun, al-Haisam ibn Kulaib al-Sya’asy, Ahmad ibn Yusuf al-Nasafi, Abu al-’Abbas Muhammad ibn Mahbub al-Mahbubi.47 Abu Isa al-Turmudzi terkenal kuat hafalannya, kesalehannya dan ketakwaannya, amanah dan sangat teliti. Beliau juga adalah ahli fiqh yang menguasai berbagai macam mazhab. Selama hidupnya beliau banyak menghasilkan karya tulis antara lain Al-Jami (Sunan alTirmidzi), Kitab Illat, Kitab Tarikh, Kitab al-Syamailan al-Nabawiyah, Kitab al-Zuhud, Kitab al-Asma wa al-Kuna.48 Banyaknya buku yang dikarang oleh Imam al-Turmudzi menunjukkan kecerdasan dan kreatifitasnya dan selama beliau menuntut ilmu, beliau banyak dipengaruhi oleh Imam Bukhari. Hal ini diungkapkannya secara eksplisit di dalam buku al-’Ilal bahwa dia tidak menemukan seseorang yang lebih bila dibandingkan dengan Imam Bukhari, baik di Iraq maupun di Khurasan.49 Imam al-Turmudzi wafat pada tanggal 13 Rajab 279 H dalam usia sekitar 70 tahun.50 B. Nama Kitab, Gambaran Umum dan Komentar Ulama Judul lengkap kitab hadis susunan al-Turmudzi adalah al-Jami alMukhtasar min al-Sunan ’an Rasulillah saw. Sebagian ulama menyebut judul kitab tersebut dengan al-Jami al-Shahih, sebagian lagi menyebut Shahih al-Turmudzi dan sebagian lagi menyebut dengan Sunan alTurmudzi.51 Kitab yang dikarang oleh Imam al-Turmudzi, oleh jumhur ulama dianggap sebagai kitab hadis yang berstatus standar dan menempati peringkat keempat. Meskipun demikian ada juga pro dan kontra terhadap peringkat ini. Ulama yang mempertahankan Sunan al-Turmudzi berada pada peringkat keempat antara lain al-Suyuti, al-Nawawi, alMubarakfuriy dan Abu Rayyat, dengan alasan bahwa hadis maudu yang termuat di dalam sunan tersebut telah dijelaskan oleh al-Turmudzi.52 Sedangkan ulama yang menolak antara lain al-Zahabi, Ibn Rajab dan Abu Syubhat, dengan alasan adanya dua periwayat palsu pada Sunan alTurmudzi.53 Meskipun terjadi pro dan kontra terhadap kedudukan kitab ini, namun kitab ini tetap menjadi bahan rujukan yang standar.
276
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Kitab Sunan al-Turmudzi ini disebut juga al-Jami, karena ia merangkum seluruh jenis hadis yang meliputi hadis tentang siyar (hukum internasional), adab (perilaku sosial), al-Fitan, al-Ahkam, alAsyrat wa al-Manaqib. Kitab al-Jami ini telah disusun dan diselesaikan pada 10 Zulhijjah 270 H.54 Kitab Sunan al-Turmudzi ini memuat 3956 hadis dan mencantumkan judul pada setiap awal bab, kemudian mencantumkan satu atau dua hadis yang dapat mencerminkan dan mencakup isi judulnya. Setelah itu beliau mengemukakan opini pribadi tentang kualitas hadis, apakah ia shahih, hasan atau dha’if. Beliau juga menunjukkan jika masih ada hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat lainnya berkenaan dengan masalah yang sama, bahkan jika ia mempunyai hubungan atau kaitan dengannya dalam ruang lingkup yang luas.55 Kitab al-Jami merupakan sebuah kitab yang sangat berharga dan termasuk dalam al-Kutub al-Sittah, namun sebenarnya hadis yang termuat tidak semuanya berkualitas shahih, tapi juga hasan, dha’if dan gharib56 dengan menerangkan kelemahannya. Dalam periwayatan hadis, al-Turmudzi tidak meriwayatkan hadis kecuali yang diamalkan oleh ahl al-fiqh. Dia berkata ”Semua hadis yang terdapat di dalam kitab ini dapat diamalkan”.57 Oleh karena itu sebagian ulama memakainya sebagai pegangan kecuali dua hadis yakni: Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Hanad, menghabarkan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari al-’A’masyi, dari Habib ibn Abi Sabit, dari Sa’id ibn Jabir, dari Ibn ’Abbas ia berkata: Rasulullah saw. telah menjamak shalat Zuhur dengan shalat ’Ashar dan Maghrib dengan Isya tanpa sebab takut dan perjalanan. 58 Artinya: Telah menghabarkan kepada kami Abu Kuraib, menghabarkan kepada kami Abu Bakr ibn ’Iyyasy, dari ’Ashim, dari Ibn Shalih, dari Mu’awiyah, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: Barang siapa yang meminum khamar, maka pukullah dan jika peminum khamar meminum lagi yang keempat kalinya maka bunuhlah dia. 59 Hadis tentang menjamak shalat ini, para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa menjamak shalat tanpa ada sebab takut atau dalam perjalanan hukumnya boleh, asalkan tidak dijadikan kebiasaan. Ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyhab, Ibn Munzir dan sebagian besar ulama fiqh dan hadis.60 Tentang
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
277
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
hadis peminum khamar, al-Turmudzi telah menjelaskannya dan menurut para ulama hadis tersebut sudah mansukh.61 Hadis dha’if dan mungkar yang terdapat di dalam kitab ini pada umumnya hanya menyangkut hadis Fada’il al-Amal. Persyaratan hadis semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadis tentang halal dan haram. Salah satu kritik terhadap al-Turmudzi antara lain karena dia meriwayatkan hadis dari al-Maslub dan al-Kilby. Padahal kedua orang ini tertuduh telah membuat hadis-hadis palsu.62 Inilah sebabnya kitab alJami ditempatkan di bawah dari Sunan Abi Daud dan al-Nasa’i. Banyak para ulama yang memberikan komentar terhadap Imam al-Turmudzi dan kitabnya yang isi tanggapannya ada yang memuji dan ada yang mengkritik. Komentar itu antara lain dikemukakan oleh: 1. Al-Mizzy Al-Turmudzi adalah seorang penghafal hadis yang menyusun kitab al-Jami dan kitab-kitab yang lain, seorang imam hadis yang terkemuka dan kitabnya dapat dimanfaatkan oleh kaum muslimin.63 2. Tasy Kubra Zadah Al-Turmudzi adalah salah seorang dari ulama-ulama penghafal hadis yang terkenal, berilmu luas di bidang fiqh dan menerima hadis dari ulama-ulama besar.64 3. Ibn al-Asir Kitab al-Jami al-Kabir adalah kitab yang paling baik dari kitabkitab karangan al-Turmudzi.65 4. Abu Isma’il Abdullah ibn Muhammad al-Anshari Kitab al-Turmudzi lebih bermanfaat dari pada kitab al-Bukhari dan Muslim, karena yang dapat mengambil faedah dari kitab al-Bukhari dan Muslim hanyalah orang-orang yang berilmu luas, sedang kitab Ibn Isa (al-Turmudzi) dapat dipahami isinya oleh setiap orang yang membaca.66 5. Ibn Hibban Al-Turmudzi adalah salah seorang yang mengumpul dan menghafal banyak hadis.67 6. Al-Khaliliy Al-Turmudzi dikuatkan oleh Muttafaqun ’Alaih.68 7. Al-Idrisi Al-Turmudzi adalah salah seorang pemimpin yang memiliki banyak ilmu hadis, menyusun al-Jami, al-Tawarikh, al-Illal dan lainlain.69 Itulah beberapa komentar ulama yang memuji al-Turmudzi dan karyanya, namun di samping itu ada juga sebagian ulama yang
278
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
mengkritik kitab al-Turmudzi disebabkan adanya beberapa hadis yang dianggap maudu. Mereka itu antara lain al-Hafiz ibn al-Jauzi dalam kitabnya Maudu’at, Ibn Taimiyah dan muridnya al-Zahabi. Jumlah hadis yang dikritik oleh Ibn al-Jauzi sebanyak 30 buah, tetapi predikat maudu yang ditempatkan pada hadis itu dibantah oleh al-Hafiz Jalal al-DinalSuyuti.70 Hadis-hadis yang dikritik tersebut hanyalah hadis yang menyangkut Fada’il al-Amal, namun tidak semuanya maudu. Jika pengkritiknya menilai maudu, maka al-Turmudzi tidak demikian, sebab hampir tidak ada seorang imam hadis meriwayatkan hadis maudu yang dia sendiri sudah mengetahuinya kecuali disertai penjelasannya. Meskipun demikian, nampaknya kritikan itu tidaklah mengurangi kualitas dan kedudukan kitab tersebut sebagai bahan rujukan, sebab hadis-hadis yang dikritik sangat sedikit jika dibandingkan dengan ribuan hadis yang terdapat di dalam kitab al-Jami. Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kitab al-Jami memang suatu kitab hadis yang layak dijadikan referensi, sebab bobot dan sistematika penulisannya sangat baik dan sedikit sekali pengulangan. Di dalamnya banyak keterangan-keterangan penting yang tidak ditemukan di dalam kitab lain, seperti pembahasan mengenai mazhab, cara beristidlal, penjelasan hadis shahih, hasan dan gharib serta penjelasan tentang al-Jarh wa al-Ta’dil. Di antara keistimewaan lainnya adalah adanya hadis sulasi (hanya tiga periwayat), sehingga antara al-Turmudzi dengan Nabi hanya terdapat tiga periwayat. Hadis tersebut adalah: Artinya : Ismail ibn Musa menceritakan kepada kami, ia berkata, Umar ibn Syakir menceritakan kepada kami, dari Anas ibn Malik, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: akan datang kepada umat manusia di suatu masa, orang yang sabar melaksanakan ajaran agamanya laksana menggenggam bara api. 71 C. Sistematika Sistematika penyusunan kitab al-Jami menggunakan istilah abwab sebagai judul satu bidang masalah dan bab untuk judul sub bidang. Setiap bab mengandung beberapa riwayat hadis dan setiap riwayat hadis mengandung sanad dan matn. Di dalam kitab al-Jami terdapat 46 abwab, diawali dengan abwab al-Thaharat dan diakhiri dengan abwab al-Manaqib. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam sistematika berikut:
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
279
Barsihannor
رقن النزبة 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
اسن النزبة
الطهبرح هىاقيذ الصالح الىرز الجوعخ الزمبح الصىم الحج الجنبئز الننبح الزضبع الطالق واللعبى الجيىع االحنبم الذيبد الحذود الصيذ االضبحي النذور وااليوبى السيبر فضبئل الجهبد الجهبد الجبس االطعوه االشزح الجز والولخ الطت الفزئض الىصبي الىالء والهجه القذر القزي الزؤيب الشهبداد الزهذ صغخ القيبهخ صغخ الجنخ صغخ جهنن االيوبى العلن االشزئذاى واالداة االداة ثىاة القزاى
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
عذد اثىاة مل مزبة 112 213 21 80 38 82 116 76 44 19 23 76 42 22 30 19 22 20 48 26 40 45 48 21 87 35 23 7 7 19 79 10 4 65 60 27 13 18 19 34 82 25
جزء 1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
280
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
5 5 5 5
11 132 74
القزاى رفسيز القزاى الذعىاد الونبقت
43 44 45 46
Imam al-Turmudzi di dalam Sunannya mendahulukan kitab-kitab hukum. Kitab hukum dimulai dengan al-Thaharat kemudian shalat, sedangkan kitab al-Birr wa al-Shilah ditempatkan di tengah-tengah kitab hukum. Beliau juga memisahkan kitab Janaiz dari shalat yaitu ditempatkan setelah shalat dan al-Shiyam serta Haji, sementara al-Siyar ditempatkan sebelum al-Jihad. Dari sistematika di atas, terlihat sistematika itu saling berkaitan. Ini berarti bahwa secara sistematis penyusunan hadis-hadis itu sudah dipahami, meskipun demikian ada juga kitab-kitab yang ditulis tersendiri karena memang tidak memiliki keterkaitan dengan yang lain. Urutan sistematika itu terlihat dari pembahasan al-Thaharat yang disambung dengan al-Shalat. Kedua abwab ini tentu sangat erat kaitannya. Demikian juga dengan al-Nikah, al-Rada, al-Talaq wa alLi’an, masing-masing memiliki hubungan. Ada juga abwab yang tidak menggunakan bab, akan tetapi langsung menyebut hadisnya seperti abwab al-Syahadat.72 D. Kitab-kitab Kamus dan Syarahnya Ada beberapa kamus yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk mencari hadis yang terdapat di dalam kitab Sunan al-Turmudzi. Kamus itu adalah: 1. Al-Jami al-Shagir min Ahadis al-Basyir al-Nazir Kitab ini disusun oleh Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuti. Hadis yang dimuat di dalam al-Jami alShagir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal matn hadis. Setiap hadis yang dikutip di dalam kamus tersebut diterangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama Mukharrijnya. Kelemahan kamus ini adalah tidak dijelaskannya juz dan bagianbagian kitab hadis yang dikutip. Berkenaan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi diberi lambang ( دta) yang berarti diriwayatkan oleh Imam al-Turmudzi di dalam kitabnya al-Jami. 2. Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi Kamus in adalah karya Dr. Arnold J. Wensinck. Di dalam kamus ini, hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Turmudzi yang terdapat di dalam kitab al-Jami dilambangkan dengan huruf ( دta). Kamus ini sangat praktis, karena apabila kita membuka, maka dengan mudah kita menemukan hadis-hadis yang akan kita cari di dalam buku aslinya, sebab di kamus ini diterangkan juz dan kitab.
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
281
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
3. Miftah Kunuz al-Sunnah Kamus ini disusun oleh Dr. A.J. Wensinck, kemudian direvisi oleh Fuad Abd al-Baqi. Di dalam kamus ini hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi diberi lambang ( رزtar) dan juga di dalam kamus ini diberi keterangan bab dengan lambang ( ةba) dan kitab yang dilambangkan dengan ك. Adapun kitab-kitab syarh al-Turmudzi adalah: 1) ‘Aridat al-Ahwazi fi Syarh al-Sunan al-Turmudzi Kitab ini ditulis oleh al-Hafiz Abu Bakr Muhammad ibn Abdillah al-Isybili, lebih dikenal dengan nama Ibn al-Arabi al-Malik (w. 543 H.) di kota Fez.73 Kitab inni banyak membahas periwayat hadis, sanad dan hadis gharib, juga menerangkan cabang ilmu lain seperti nahw, aqidah, hukum, adab dan hikmah. Di samping itu ia menjelaskan pendapat para ulama beserta dalilnya, terutama pendapat Imam Malik. Semua itu dipaparkan dengan penjelasan yang mantap disertai dengan gaya bahasa yang indah.74 2) Qut al-Muqtazi ’ala Jami al-Turmudzi Kitab ini ditulis oleh al-Hafiz Jalal al-Din al-Suyuti (w. 911 H.).75 Kitab syarh ini diberi muqaddimah tentang al-Jami, kedudukannya dan istilah yang terdapat di dalamnya. Syarh ini ditulis secara ringkas dan banyak merujuk kepada syarh sebelumnya, terutama yang ditulis oleh Ibn al-Arabi. 3) Syarh Jami al-Turmudzi Kitab ini ditulis oleh Muhammad ibn Muhammad al-Ya’muri (w. 734 H.), dikenal dengan nama Ibn al-Sayyid al-Nas. Syarh ini kemudian disyarah lagi oleh Zain al-Din ibn Abd al-Rahim ibn Husain al-Iraqi.76 4) Tuhfat al-Ahwazi li Syarh Jami al-Turmudzi Kitab ini ditulis oleh Abd al-Rahman al-Mubar al-Kafury. Isinya juga memberikan penjelasan tentang hadis-hadis yang ditulis oleh alTurmudzi. Di samping kitab syarh, ada juga mukhtasar al-Jami, di antaranya ditulis oleh Muhammad ibn Aqil (w. 729 H.) dan Sulaiman ibn Abd alQawiy al-Thufi (w. 710 H.).77 IV. Kesimpulan Abu Daud dan Imam al-Turmudzi merupakan ulama terkenal di bidang hadis yang telah menghimpun hadis di dalam kitabnya masingmasing bernama Sunan Abi Daud dan Sunan al-Turmudzi. Di samping menghimpun sekian banyak hadis, kedua ulama ini juga sangat produktif menghasilkan karya tulis yang sebagiannya masih dapat kita baca dan kita pelajari pada saat ini.
282
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Abu Daud dan Imam al-Turmudzi dengan kitab hadisnya masingmasing, telah banyak mendapat penghargaan para ulama lain berupa komentar dan pujian, hal ini karena kitab tersebut dianggap standar dan berkualitas. Meskipun demikian ada juga sebagian ulama yang mengkritik kedua kitab tersebut, karena di dalamnya masih terdapat hadis-hadis dha’if. Berbeda halnya dengan Abu Daud yang menggunakan istilah kitab dan bab di dalam sistematika penulisan hadisnya, al-Turmudzi menulis istilah abwab dan bab, namun pada intinya sebenarnya maksudnya sama saja dengan istilah kitab yang dipakai oleh Abu Daud. Al-Turmudzi pula di dalam kitabnya al-Jami, memperkenalkan istilah hadis hasan.
Endnotes: 1H.M.
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, h. 3. 2H.M.Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, h. 5. 3Ibid. 4Lihat H.M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, Bandung: Angkasa, 1987, h.116. 5Ibrahim Dasyuqi Syahawi, Mushthalah al-Hadis, Syirkat al-Thba’at alQahirat al-Muhaddisat, t.th., h. 250. 6Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-‘Alam, Cet. II; Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, h. 351. 7H.M. Syuhudi Ismail (Cara), op.cit., h. 7. 8Ibrahim Dasyuqi Syahawi, op.cit., h. 252. Juga Muhammad Abu Syubhat, Fi Rihab al-Sunnat, Kairo: Silsilat al-Buhus al-Islami, 1969, h. 24. 9Di antara guru-gurunya yang paling terkenal adalah Ahmad ibn Hambal, Al-Qana’abi, Abu Amar al-Darir, Muslim ibn Ibrahim, Abdullah ibn Raja, Abd. Al-Walid al-Tayalisi. Untuk lebih jelas tentang 49 orang guru beliau tersebut, lihat Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz I; Dar al-Fikr, t.th., h. 4-8. 10Hasbi Ash-Shiddiqi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1981, h. 410. 11Hasbi Ash-Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1989, h. 328. 12Muhammad Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadis Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1989, h. 320. 13Muhammad Abu Syubhat, op.cit., h. 104-105.
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
283
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
14Ibid. 15Di
antara murid beliau adalah Imam Ahmad ibn Hambal, Abu Isa ibn Muhammad, Abu Abd. Al-Rahman, Abdullah ibn Sulaiman ibn al-Asy’as (anak beliau), Ahmad ibn Muhammad, ‘Ali ibn Husin al-Abdi, Muhammad ibn Mukhallad al-Dauri, Ismail ibn Muhammad al-Shafar, Ahmad ibn Sulaiman alNajat. Lihat, Abu Daud, op.cit., h. 9. Menurut Abu Zahwu Imam Ahmad ibn Hambal adalah salah seorang guru Abu Daud, karena Abu Daud pernah menemui Imam Ahmad dan minta diteliti kitab Sunannya. Lihat Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadis wa al-Muhaddisun, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi,1984, h. 359. 16Muhammas Ajjaj al-Khatib, loc.cit. 17Abu Daud, op.cit., h. 16. 18Al-Sunan adalah kitab hadis yang oleh penyusunnya, selain dimasukkan dalam kategori hadis yang berkualitas shahih, juga dimasukkan yang berkualitas dhaif dengan syarat tidak berkualitas mungkar atau tidak terlalu lemah. Lihat, H.M. Syuhudi Ismail (Pengantar), op.cit., h. 115. 19Hasbi Ash-Shiddiqi (Sej.), op.cit., h. 328. 20Muhammad Abu Syubhat, op.cit., h. 113. 21Lihat, ibid. 22Lihat, Muhammad Mustafa Azami, Studies in Hadits Methodology and Literature, Indianapolis: American Trust Publication 10900, 1977, h. 100. 23Ibid., h. 101. 24Abu Daud, op.cit. h. 12. 25Ibid., h. 2. 26Ibid. 27Ibid. 28M.M. Azami, op.cit., h. 101. 29Ibrahim Dasyuqi, op.cit., h. 251. 30Ibid. 31Ibid. 32Subhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Mushthalahuhu, Cet. IX; Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1977, h. 123. 33Mahmud al-Tahhan, Taisir Mushtalah al-Hadis, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979, h. 225. 34Muhammad Ajjaj al-Khatib, op.cit., h. 321. 35Lihat H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Tinjauan dengan pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 1988, h. 53-54. 36Dinukil dari M.Syuhudi Ismail (Cara), op.cit., h. 77. Istilah Raqm alKitab artinya nomor (urut) kitab (dalam arti bagian). Ism al-Kitab; nama (judul) kitab (dalam arti bagian). Adad Abwab Kulli Kitab; bilangan bab (jumlah bab) untuk kitab (dalam arti bagian). Untuk istilah ini lihat, ibid., h. 73. Selanjutnya
284
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Barsihannor
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
ada juga istilah juz yakni petunjuk tentang di dalam juz berapa hadis tersebut dimuat. Hal ini penulis/pemakalah cantumkan agar supaya mudah mengecek hadis tersebut dengan berpedoman pada Kitab Sunan Abi Daud, Dar al-Fikr li al-Taba’at wa al-Nasyr al-Fauzi. Maraji’at wa dabt wa ta’liq Muhammad Muhy al-Din Abd. Al-Hamid. 37Abu Muhammad Abd al-Mahdi, Turuqu Takhrij Hadis Rasulullah, diterjemahkan oleh Dr. H. Agil Husin Munawwar dengan judul Metode Takhrij Hadis, Semarang: Dina Utama, Toha Putra Group, 1994, h. 277. 38Kitab Syarh Hadis adalah kitab yang menjelaskan kandungan hadis dari kitab tertentu dan kaitannya dengan dalil-dalil al-Qur’an, hadis maupun dari kaidah syara lainnya. Kitab Mukhtasar adalah kitab yang memuat ringkasan dari suatu kitab hadis. Lihat M. Syuhudi Ismail (Pengantar), op.cit., h. 126. 39Muhammad Abu Syubhat, op.cit., h. 114-115. 40Abu Tayyib Muhammad Syams al-Haq al-Azim Abadi, ‘Aun alMa’bud, Juz I; al-Nasyr al-Maktabat al-Salafiyat, 1979, h. 6-7. 41Muhammad Abu Syubhat, op.cit., h. 115. 42M. Syuhudi Ismail (Cara), op.cit., h. 39. 43Lihat, ibid., h. 49. 44Muhammad Abu Syubhat, op.cit., h. 116. Ada juga yang menulis nama Imam al-Turmudzi dengan nama Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Jaurat ibn Musa ibn al-Dahhak al-Sulami al-Darir al-Bughiy al-Turmudzi. Lihat Abd al-Rahman al-Muhar al-Kafuriy, Muqaddimat Tuhfat al-Ahwadzi, Syarh Jami alTurmudzi, Juz I, Cet. III; Mesir: Dar al-Fikr, 1979, h. 327. 45Muhammad Abu Syubhat, loc.cit. 46Ibid., h. 117. 47Ibid. 48Lihat, Abu Zahwu, op.cit., h. 360. 49M.M. Azami, op.cit., h. 157. 50Ibid. 51M. Syuhudi Ismail (Cara), op.cit., h. 8. 52Lihat Abd. Al-Rahman al-Mubarakfuriy, op.cit., h. 365. 53Ibid., h. 364 54M.M. Azami, loc.cit. 55Lihat, ibid., h. 158. 56Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak cacat. Hadis dha’if adalah hadis yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadis maqbul. Hadis gharib adalah hadis yangr awinya menyendiri dengannya, baik karena jauh dari seorang imam yang telah disepakati hadisnya maupun karena jauh dari orang lain yang bukan imam
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
285
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
sekalipun. Lihat Nur al-Din Itr, Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadis. Diterjemahkan oleh Drs. Mujiyo dengan judul Ulum al-Hadis, Bandung: Rosda Karya Group, 1994, h. 37, 51, 186. Juga Shalah Muhammad Muhammad Uwaid, Taqrib alTadrib, Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyat, 1989, h. 123. Ibn Hajar al-’Asqalani, Syarh al-Nukhbat al-Fikr, Mekkah: Al-Maktabat al-Imdadiyat, t.th., h. 8. Juga Hafid Hasan al-Mas’udi, Minhat al-Mughis fi Ilm al-Mushtalah al-Hadis. Diterjemahkan oleh Ibn Abdullah al-Hasyimi dengan judul Ilmu Mustalah Hadis, Surabaya: Penerbit Darussalah, t.th., h. 7, 14, 19. 57M. Abu Syubhat, op.cit., h. 123. 58Al-Turmudzi, op.cit., Jilid II, h. 811. 59Ibid., Jilid I, h. 239. 60M. Abu Syubhat, op.cit., h. 123. 61Ibid. 62Lihat, ibid. 63Hasbi Ash-Shiddiqi (Sej), op.cit., h. 329. 64Ibid. 65Ibid. 66Subhi al-Shalih, op.cit., h. 351. 67Ibrahim Dasyuqi Syahawi, op.cit., h. 253. 68M.M. Abu Zahwu, op.cit., h. 360. 69IbrahimDasyuqi Syahawi, loc.cit. 70M. Abu Syubhat, op.cit., h. 125. 71Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurat al-Turmudzi, Sunan alTurmudzi, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th., h. 121. 72Lihat, Imam al-Turmudzi, op.cit., Juz III, h. 373. 73M. Abu Syubhat, op.cit., h. 126. 74Ibid. 75Ibid. 76Muhammad al-Shabbag, Al-Hadis al-Nabawi, Mustalahuhu, Balaghatuhu, Ulumuhu, Kutubuhu, Al-Maktabat al Islami, t.p., 1972, h. 224. 77Ibid.
286
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013
Kitab Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
DAFTAR PUSTAKA Al-’Asqalani, Ibn Hajar, Syarh al-Nukhbat al-Fikr, Mekkah: AlMaktabat al-Imdadiyat, t.th. Al-Azim Abadi, Abu Tayyib Muhammad Syams al-Haq, ‘Aun alMa’bud, Juz I; al-Nasyr al-Maktabat al-Salafiyat, 1979. Azami, Muhammad Mustafa, Studies in Hadits Methodology and Literature, Indianapolis: American Trust Publication 10900, 1977. Abu Zahwu, Muhammad, Al-Hadis wa al-Muhaddisun, Beirut: Dar alKitab al-‘Arabi,1984. Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz I; Dar al-Fikr, t.th. Ismail, Syuhudi, H.M., Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991. _______, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. _______, Pengantar Ilmu Hadis, Bandung: Angkasa, 1987. _______, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Tinjauan dengan pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 1988. Itr, Nur al-Din, Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadis. Diterjemahkan oleh Drs. Mujiyo dengan judul Ulum al-Hadis, Bandung: Rosda Karya Group, 1994. Al-Khatib, Muhammad Ajaj, Ushul al-Hadis Mushthalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
Ulumuhu
wa
Al-Kafuriy, Abd al-Rahman al-Muhar, Muqaddimat Tuhfat al-Ahwadzi, Syarh Jami al-Turmudzi, Juz I, Cet. III; Mesir: Dar al-Fikr, 1979. Al-Mahdi, Abu Muhammad Abd, Turuqu Takhrij Hadis Rasulullah, diterjemahkan oleh Dr. H. Agil Husin Munawwar dengan judul Metode Takhrij Hadis, Semarang: Dina Utama, Toha Putra Group, 1994.
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV nomor 2/2013
287
Sunan Abi Daud dan Sunan Al-Turmudzi
Barsihannor
Al-Mas’udi, Hafid Hasan, Minhat al-Mughis fi Ilm al-Mushtalah alHadis. Diterjemahkan oleh Ibn Abdullah al-Hasyimi dengan judul Ilmu Mustalah Hadis, Surabaya: Penerbit Darussalah, t.th. Ma’luf, Louis, Al-Munjid fi al-‘Alam, Cet. II; Beirut: Dar al-Masyriq, 1986. Al-Shalih, Subhi, Ulum al-Hadis wa Mushthalahuhu, Cet. IX; Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1977. Ash-Shiddiqi, Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1981. ________ Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1989. Syubhat, Muhammad Abu, Fi Rihab al-Sunnat, Kairo: Silsilat al-Buhus al-Islami, 1969. Syahawi, Ibrahim Dasyuqi, Mushthalah al-Hadis, Syirkat al-Thba’at alQahirat al-Muhaddisat, t.th. Al-Shabbag, Muhammad, Al-Hadis al-Nabawi, Mustalahuhu, Balaghatuhu, Ulumuhu, Kutubuhu, Al-Maktabat al Islami, t.p., 1972. Al-Turmudzi, Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurat, Sunan alTurmudzi, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th. Al-Tahhan, Mahmud, Taisir Mushtalah al-Hadis, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979. Uwaid, Shalah Muhammad Muhammad, Taqrib al-Tadrib, Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyat, 1989. Wensinck, A.J., Miftah Kunuz al-Sunnah, Alih Bahasa oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Surabaya: Syirkat Bengkul Indah, 1983.
288
Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013