PUTUSAN BATAL DEMI HUKUM Oleh : Drs. H.M. Yamin Awie, SH, MH.1 Pendahuluan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tanggal 29 Desember 2009 telah mengeluarkan Surat Edaran No. 14 tahun 2009 tentang Pembinaan Personil Hakim, yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dari Empat Lingkungan Peradilan di seluruh Indonesia. Dari point – point yang termuat didalam surat edaran tersebut ditegaskan dalam rangka pembinaan Hakim Tinggi, agar secara priodik diadakan diskusi mengenai masalah-masalah hukum yang sedang berkembang yang merupakan temuan-temuan dalam pemeriksaan perkara dimuka persidangan, disamping itu diharapkan juga agar tidak terjadinya disparitas putusan. Termotivasi Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut, disamping fakta yang ada dilapangan yang menunjukkan masih banyaknya pemahaman-pemahaman yang berbeda (sumber dari terjadinya disparitas putusan) baik dikalangan akademisi maupun praktisi hukum sehingga timbul adagium yang menyatakan “apabila berkumpul sepuluh orang ahli hukum mendiskusikan satu permasalahan hukum niscaya (tidak mustahil) akan diperoleh sebelas pendapat tentang hukum dari satu permasalahan tersebut, oleh karenanya Pengadilan Tinggi Agama Padang pada tanggal 10 Maret 2010 mengadakan diskusi dengan pokok bahasan “Putusan Batal Demi Hukum” . Dalam pelaksanaan diskusi tersebut diikuti oleh 15 orang Hakim Tinggi PTA Padang dan 14 Orang Ketua Pengadilan Agama serta 3 orang Wakil Ketua Pengadilan Agama se-Sumatera Barat, dengan narasumber Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Padang. Diskusi berjalan cukup alot dan semarak, dikatakan semarak karena dalam diskusi tersebut banyak perdapat-pendapat yang disampaikan oleh para peserta, hingga menjelang akhir jam kerja belum diperoleh kesimpulan, sehingga diputuskan diskusi akan dilanjutkan pada waktu yang akan ditentukan kemudian dengan pokok bahasan yang sama. Terinspirasi dari hasil diskusi tersebut walaupun belum sampai pada suatu titik kesimpulan, penulis mencoba untuk menyajikan pemahaman penulis atas permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam diskusi tersebut yaitu “Putusan Batal Demi Hukum”. 1
Penulis adalah mantan Wakil Ketua PTA Padang dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua PTA Jambi.
1
Pendapat Yang Berkembang Dari peserta diskusi yang diadakan dilingkungan PTA Padang tersebut banyak pendapat yang disampaikan, disamping adanya pendapat yang sama (satu pendapat) bahwa Pengadilan Tingkat Banding berwenang untuk menyatakan suatu putusan hakim tingkat pertama batal demi hukum, jika dalam proses pemeriksaannya melanggar atau setidak-tidaknya melalaikan suatu asas atau ketentuan yang diatur dalam hukum acara dimana seharusnya hal tersebut dilakukan / tidak boleh dilakukan tetapi diabaikan oleh hakim tingkat pertama tersebut. Sementara banyaknya pendapat yang berkembang / terjadinya perbedaan pendapat adalah dalam perihal bagaimana bunyi amar dalam putusan Pengadilan Tingkat banding. Dari beberapa berpendapat pendapat tersebut antara lain: 1.
Amarnya harus berbunyi : − Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima. − Menyatakan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal …… batal demi hukum. − Menghukum/membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara…………
2.
Amarnya harus berbunyi : − Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima. − Menyatakan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……….…. Tanggal …….. batal demi hukum. Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: − Menyatakan bahwa gugatan Penggugat kembali pada keadaan semula/status quo. − Menyatakan Penggugat dapat mengajukan kembali gugatannya dengan seluruh biaya perkara menjadi tanggungan Pengadilan Agama .......... atau Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut. − Menghukum/membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara…………
3.
Amarnya harus berbunyi : − Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima. − Membatalkan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal ……. Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: 1. Menyatakan putusan Pengadilan Agama ………. No. …………. Tanggal ……….. batal demi hukum. 2
2. ............................................................................................................ − Menghukum / membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara………… 4.
Amarnya harus berbunyi : − Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima. − Membatalkan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal ……. Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: …………………………………………………………………………….. − Menghukum / membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara…………
5.
Amarnya harus berbunyi : − Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima. − Menyatakan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal …… batal demi hukum. Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: − ............................................................................................................... − ............................................................................................................... − Menghukum/membebankan kepada …………… untuk membayar biaya perkara…………
Analisa Penulis Jika melihat dari beberapa pendapat yang berkembang diatas, dan hal seperti itu tetap dipertahankan oleh diterapkan dalam
masing-masing
mereka
yang
mengemukakan
pendapatnya
sekaligus
pelaksanaan tugas sebagai hakim di tingkat banding yang akan memeriksa
memutus perkara sebagai yudex factie, walaupun pada dasarnya hakim bebas / tidak boleh diintervensi oleh siapapun juga dalam memutus perkara, namun bukan berarti hakim boleh semaunya melainkan harus tetap beranjak dari common basic idie ( falsafah bangsa serta tujuan peraturan perundang-undangan yang berlaku) karena jika demikian niscaya disparitas putusan bukannya
dapat dihindari bahkan sebaliknya. Dan dalam suatu asas ada dinyatakan Similia
Similibus ( Perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama / serupa. Dalam rangka turut serta dan berperan untuk mewujudkan apa yang dinginkan oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Surat Edaran No. 14 tahun 2009, maka penulis 3
mencoba
menyampaikan
analisanya
terhadap
masing-masing pendapat yang berkembang
dikalangan hakim tinggi sebagaimana diuraikan diatas. 1. Pendapat pertama mengutarakan pendapatnya, jika Pengadilan Tingkat Banding akan memutus perkara dengan pernyataan putusan hakim tingkat pertama Batal Demi Hukum, maka amarnya harus sebagai berikut: −
Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima.
−
Menyatakan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal …… batal demi hukum.
−
Menghukum / membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara………… Pendapat pertama ini tampak sekilas sangat rasional, Putusan hakim tingkat pertama yang
tidak
melaksanakan
/
melakukan
sesuatu
yang
tidak
boleh dilakukan
berdasarkan
ketentutan perundang-undangan yang berlaku misalnya tidak melaksanakan upaya perdamaian / mediasi berdasarkan Perma No. 1 tahun 2008 atau hakim membacakan putusan dalam sidang yang tertutup untuk umum, maka dalam pemeriksaan ulangan di Tingkat Banding tidak ada pilihan lain kecuali putusan seperti itu harus dinyatakan batal demi hukum. Namun amar putusan yang berhenti pada tahap menyatakan batalnya putusan tersebut tidak menjawab pada pokok perkara, hal demikian sangat merugikan para pihak dalam perkara tersebut baik kerugian waktu maupun biaya, sementara kesalahan terletak pada kelalaian hakim tingkat pertama. 2. Pendapat kedua mengutarakan pendapatnya, jika Pengadilan Tingkat Banding akan memutus perkara dengan pernyataan putusan hakim tingkat pertama Batal Demi Hukum, maka amarnya harus sebagai berikut: −
Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima.
−
Menyatakan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal ……batal demi hukum.
Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: −
Menyatakan bahwa gugatan Penggugat kembali pada keadaan semula/status quo.
−
Menyatakan Penggugat dapat mengajukan kembali gugatannya dengan seluruh biaya perkara menjadi tanggungan Pengadilan Agama .......... atau Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut.
−
Menghukum/membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara………… Pendapat kedua ini ada pernyataan mengadili sendiri, namun yang diadili bukan mengenai
pokok perkara melainkan hanya menyatakan tentang gugatan Penggugat yang status quo dan 4
resiko atas pembiayaan dibebankan kepada hakim tingkat pertama yang lalai / unprofesional conduck. Pendapat kedua ini sama sekali tidak berdasar hukum, jika diperlukan tindakan/sanksi terhadap hakim yang unprofesional conduck maka dapat diberlakukan sanksi sebagaimana ditentukan dalam kode Etik Hakim,
bukan dengan
memberikan
sanksi
terhadap
kesalahannya dengan menimbulkan kesalahan yang sama. 3. Pendapat ketiga mengutarakan pendapatnya, jika Pengadilan Tingkat Banding akan memutus perkara dengan pernyataan putusan hakim tingkat pertama Batal Demi Hukum, maka amarnya harus sebagai berikut: −
Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima.
−
Membatalkan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal …….
Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: 1.
Menyatakan putusan Pengadilan Agama ………. No. …………. Tanggal ……….. batal demi hukum.
2.
............................................................................................................ − Menghukum / membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara………… Pada pendapat yang ketiga ini meletakkan pernyataan batal demi hukum setelah
pernyataan mengadili sendiri yang dilaksanakan oleh hakim di tingkat banding yang sebelumnya didahului dengan pernyataan membatalkan putusan hakim tingkat pertama tersebut. Menurut penulis pada amar seperti tersebut terdapat kerancuan, dimana hakim tingkat banding setelah
sampai
pada kesimpulan bahwa putusan hakim tingkat pertama tersebut harus
dibatalkan, justru hakim tingkat banding kembali menilai tentang proses pemeriksaan dari perkara hingga putusan, sehingga dinyatakan kembali putusan yang sudah dibatalkan tersebut adalah batal demi hukum. 4. Pendapat keempat mengutarakan pendapatnya, jika Pengadilan Tingkat Banding akan memutus perkara dengan pernyataan putusan hakim tingkat pertama Batal Demi Hukum, maka amarnya harus sebagai berikut: −
Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima.
−
Membatalkan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal …….
Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: …………………………………………………………………………….. 5
−
Menghukum / membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara………… Pendapat keempat ini melengkapi kekurangan yang terdapat pada pendapat pertama,
dimana hakim tingkat banding membatalkan putusan hakim tingkat pertama yang dinilai telah melalaikan suatu asas atau ketentuan yang harus dilakukan / tidak boleh dilakukan dilanjutkan dengan memeriksa kembali secara keseluruhan mengenai pokok perkara, sehingga para pihak tidak dirugikan akibat kelalaian yang dilakukan oleh hakim tingkat pertama. Namun jika dikaji lebih mendalam maka pada keadaan atau hal-hal tertentu akan dirasakan adanya kejanggalan atau membingungkan para pihak. Kejanggalan atau hal-hal yang membingungkan tersebut akan terjadi pada saat hakim ditingkat banding memutus
tentang pokok perkara baik
dalam
pertimbangan
hukum
maupun amarnya sama dengan putusan hakim tingkat pertama. Kejanggalan atau kebingunan tersebut terletak pada susunan kalimat atau pernyataan yang
pada satu sisi menyatakan
dibatalkannya putusan hakim tingkat pertama, pada saat yang sama hakim tingkat banding memutuskan dengan amar yang sama dengan putusan hakim tingkat pertama. 5. Pendapat kelima mengutarakan pendapatnya, jika Pengadilan Tingkat Banding akan memutus perkara dengan pernyataan putusan hakim tingkat pertama Batal Demi Hukum, maka amarnya harus sebagai berikut: −
Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima.
−
Menyatakan Putusan Pengadilan Agama …….. Nomor ……. Tanggal …… batal demi hukum.
Dan dengan mengadili sendiri sebagai berikut: −
...............................................................................................................
−
...............................................................................................................
−
Menghukum / membebankan kepada ………… untuk membayar biaya perkara………… Dari lima pendapat yang berkembang dalam diskusi tersebut, pendapat kelima ini
berargumentasi oleh karena hakim tingkat pertama dalam memeriksa/mengadili perkara tersebut telah lalai dalam penerapan suatu asas atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus atau tidak boleh dilakukan, maka tidak ada pilihan lain bagi hakim ditingkat banding kecuali menyatakan putusan seperti itu batal demi hukum, dan mengingat hakim ditingkat banding juga merupakan yudex factie yang juga berwenang untuk memeriksa dan mengadili
6
sendiri mengenai pokok perkara sesuai dengan ketentuan dalam pasal 15 Undang- Undang No. 20 tahun 1947, maka agar para pihak tidak dirugikan akibat kelalaian hakim tingkat pertama sekaligus tidak menimbulkan keraguan dalam memahami bunyi amar pengadilan tingkat banding, bunyi amarnya dengan tegas menyatakan bahwa putusan hakim tingkat pertama tersebut batal demi hukum. Dengan pernyataan batal demi hukum tersebut dapat difahami bahwa putusan hakim tingkat pertama tersebut baik pertimbangan hukumnya maupun amar putusannya dianggap tidak pernah ada, selanjutnya hakim tingkat banding mengadili sendiri tantang pokok perkara. Berdasarkan analisa sebagaimana tersebut diatas maka penulis dalam hal ini berpendapat bahwa pendapat yang kelima dengan segala argumentasinya lebih mendekati pada kebenaran, walluhualam. Komentar Artikel Dalam menyikapi kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh hakim tingkat pertama, hakim tingkat banding harus bersikap bijaksana. Meskipun kesalahan itu diancam dengan putusan batal demi hukum, namun seyogyanya hakim tingkat banding tidak serta merta menjatuhkan putusan demikian (batal demi hukum) karena putusan seperti ini sangat merugikan pihak berperkara. Hakim tingkat banding perlu membedakan antara kesalahan/kelalaian yang dapat diperbaiki dan yang tidak dapat diperbaiki. Kesalahan yang dapat diperbaiki, antara lain kelalaian melakukan mediasi, kelalaian mengucapkan putusan dalam sidang terbuka untuk umum, kelalaian mengucapkan lafal Bismillahirrahmanirrahim atau lafal Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Terhadap kalalaian ini hakim tingkat banding dapat menjatuhkan putuan sela dengan perintah agar hakim tingkat pertama membuka kembali sidang untuk memperbaiki atas kelalaiannya. Setelah diperbaiki, maka hakim tingkat banding memeriksa kembali sebagaimana proses banding biasa. Dengan cara itu para pihak tidak dirugikan, dan putusannya sah. Adapun kesalahan yang tidak dapat diperbaiki, misalnya melanggar larangan mengadili karena adanya hubungan keluarga antara para hakim atau dengan panitera atau dengan para pihak, atau karena adanya kepentingan. Pelanggaran asas ini mengakibatkan seluruh pemeriksaan menjadi batal demi hukum. Terhadap kasus seperti ini Hakim tingkat banding dapat menempuh tiga cara yakni: 7
1) Langsung menjatuhkan putusan akhir dengan menyatakan putusan hakim tingkat pertama batal demi hokum seperti pendapat No. 1. Dengan amar seperti itu sudah cukup memberi makna bahwa perkaranya kembali status qou tanpa perlu amar tersendiri sebagaimana pendapat No.2. Hal ini sama dengan gugatan tidak dapat diterima yang tidak memerlukan pernyataan staus quo Cara ketiga ini paling simple dan dibenarkan, akan tetapi kurang bijaksana karena merugikan pihak berperkara. Oleh karena akan lebih bijaksana apabila hakim menempuh cara kedua atau ketiga berikut ini. 2) Menjatuhkan putusan sela dengan perintah kepada pengadilan tingkat pertama agar melakukan pemeriksa ulang oleh majelis hakim lain. Atas dasar hasil pemeriksaan tersebut, maka hakim tingkat banding mengadili sendiri dengan terlebih dahulu membatalkan putusan terdahulu. atau 3) Melakukan pemeriksaan sendiri dengan membuka persidangan guna mendengar keterangan para pihak yang dituangkan dalam putusan sela diikuti dengan perintah agar pengadilan tingkat pertama memanggil para pihak untuk menghadap persidangan yang dilakukan hakim tingkat banding. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut kemudian hakim tingkat banding mengadili sendiri. Cara ini lebih efektif, namun hanya bisa diterapkan bagi para pihak yang tempat tinggalnya dekat dengan kantor pengadilan tingkat banding, sedangkan jika jauh, maka cara demikian akan mengalami kesulitan Catatan : 1. Hakim tingkat banding tidak dibenarkan mengadili sendiri dengan mendasarkan kepada pemeriksaan hakim tingkat pertama yang tidak sah (sebagaimana pendapat nomor 5). Jika hal itu dilakukan, maka putusan yang dijatuhkan dengan sendirinya tidak sah. 2. Meskipun Hakim dalam mengadili tidak dapat dipersalahkan, baik secara pidana (dihukum) maupun secara perdata (digugat untuk membayar ganti kerugian), namun hakim yang bertindak unprofessional patut diberikan sanksi administratif.
8