Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Diklat Matematika untuk Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) Siswa di SMKN I Makassar
Arnidah, Amir Daud
Abstract: This classroom action research involved the planning activity, action, observation, and reflection. The learning materials were instructional design prepared by teachers, and planned based on the cooperative learning model consisted of scenario, students’ book, and students’ paperwork. The development of scenario arrangement was done in 4 sintaks namely 1) introduction: presenting objective and motivating students, 2) the main activity: presenting information, 3) organizing students, 4) guiding the group of work, 5) evaluation/quiz , and 6) giving the reward. Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), perangkat pembelajaran, skenario pembelajaran, bahan ajar (buku siswa), Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
Tujuan suatu pembelajaran bukan hanya pencapaian tujuan instruksional berupa kecerdasan akademik. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah kecerdasan akademik yang dibarengi oleh kecerdasan emosional berupa kemampuan bekerja sama dan menjalin hubungan sosial antar siswa. Arnidah adalah dosen FIP Universitas Negeri Makassar Amir Daud adalah widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada semua siswa baik bagi siswa kelompok bawah (kecepatan belajar rendah) maupun siswa kelompok atas (kecepatan belajar tinggi), sebab kedua kelompok ini bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas menjadi tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah yang memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama, dengan demikian terjadi komunikasi resiprokal yang lebih efektif. Dalam proses tutorial ini kemampuan akademik siswa kelompok atas juga akan terus meningkat karena memberi pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang ide-ide yang terdapat di dalam materi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dukungan perangkat pembelajaran yang terdiri dari strategi instruksional (skenario pembelajaran), buku siswa (BS), dan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dikembangkan sesuai karakteristik model pembelajaran kooperatif. Pengembangan perangkat pembelajaran akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Sekolah yang akan menjadi fokus penelitian adalah sekolah menengah kejuruan yang selama ini menggunakan perangkat pembelajaran yang berbasis moduler, dan dalam proses pembelajaran masih berorientasi pada pembelajaran individual. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan dalam mata diklat matematika di SMK Negeri 1 Makassar Jurusan Akuntansi kelas 2? Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar-konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa yang memiliki tingkat kemampuan berbeda belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Menurut Slavin (1994) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya, untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut : (a) hasil belajar akademik. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Para ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasii belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik; (b) penerimaan terhadap perbedaan individu. Tujuan lain dari model pambelajaran kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan. Allport (Ibrahim, 2000) mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide; (c) pengembangan keterampilan sosial. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi; (d) lingkungan belajar dan sistem pengelolaan. Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalarn menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waku ke waktu di dalam kelompoknya. Beberapa Variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun terdapat beberapa variasi dari model seperti berikut ini : a. Student Teams-Achievement Division (STAD) STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi, merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhimya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, dan pada saat kuis ini mereka tidak boleh saling membantu. Skor poin siswa diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasinya yang lalu. Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkar skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan yang lain. b. Teams-Games-Tournaments (TGT) TGT atau Pertandingan-Permainan-Tim merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang berkaitan dengan STAD. Dalarn TGT, siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pembelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok. Permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen. Setiap Meja turnamen dapat diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda, yang memiliki kemampuan setara. Permainan itu berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa dari semua tingkat untuk menyumbangkan dengan maksimal bagi skor-skor kelompoknya bila mereka berusaha dengan maksimal. Turnamen ini dapat berperan sebagai reviu materi pelajaran. c. Jigsaw Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub-bab. Sebagai misal, bab zat dan wujudnya dapat dibagi menjadi sub-bab, massa jenis zat-zat padat, zat cair, zat gas, serta panas dan gerak partikel. Setiap anggota kelompok membaca sub-bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu. Anggota, dari kelompok lain yang telah mempelajari sub-bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok lain untuk mendiskusikan sub-bab mereka. Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal mereka dan bergantian mengajar teman satu kelornpok mereka tentang sub-bab mereka. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub-bab lain selain dari sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan secara http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
sungguh-sungguh terhadap teman satu kelompok mereka. Setelah selesai pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai kuis secara individu tentang materi belajar. Skor kelompok menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD. d. Think-Pair-Share (TPS) TPS atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual. e. Numbered-Head-Together (NHT) NHT atau Penomoran-Berpikir Bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang sejenis dengan TPS, dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai altetnatif terhadap struktur kelas tradisional. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Strategi Instruksional Para ahli sepakat bahwa strategi instruksional berkenaan dengan pendekatan pengajaran dalam mengelola kegiatan instruksional untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, strategi instruksional dapat pula disebut sebagai cara yang sistematis dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Bahan ajar dapat digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam pembelajaran, sehingga guru tidak perlu terlalu banyak menyajikan materi dalam kelas. Hal ini akan berdampak positif, yaitu guru mempunyai lebih banyak waktu untuk memberi bimbingan kepada siswa. Bahan ajar juga dapat membantu siswa tidak tergantung kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi. Pengembangan bahan ajar selalu berlandaskan pada kebutuhan siswa yang meliputi kebutuhan pengetahuan, keterampilan, bimbingan, latihan, dan kebutuhan umpan balik. Kebutuhan siswa berdasarkan : (a) http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
analisis instruksional yang telah dibuat oleh guru materi diklat, dan (b) berdasarkan GBPP. Penyusunan bahan ajar dapat dilakukan guru melalui beragam cara, namun secara umum ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu : (1). Menulis sendiri (starting from scratch) Guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, atau bergabung dengan beberapa guru atau pakar lain di bidang ilmu yang sama untuk menulis bahan ajar secara kelompok (menulis bersama) atau secara kolektif (seorang penulis menulis beberapa bagian saja). Penulisan bersama dengan beberapa pakar di bidang ilmu yang sama merupakan cara yang baik karena dapat menambah kredibilitas bahan ajar tersebut bagi pemakai (siswa dan guru-guru) Untuk dapat menulis sendiri bahan ajar, diperlukan kemampuan menulis bahan ajar sesuai dengan prinsip-prinsip instruksional. Belum semua guru memiliki keterampilan tersebut, namun bukan tidak mungkin bagi guru secara individu atau kelompok untuk mempelajari cara penulisan bahan ajar, baik melalui seminar atau pelatihan, dan lain-lain. Cara lain yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan perancang instruksional (instructional designer) agar diberi bimbingan dan petunjuk menulis bahan ajar yang benar. (2). Pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text transformation). Dalam pengemasan kembali informasi, guru tidak menulis bahan ajar sendiri dari awal (from nothing atau from scratch ), tetapi memanfaatkan buku-buku teks dan sumber belajar lain yang sudah ada untuk dikemas kembali sehingga berbentuk bahan ajar yang memenuhi karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat dipergunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Informasi yang didapat dari berbagai sumber belajar yang sudah tersedia dikumpulkan berdasarkan kebutuhan (sesuai dengan tujuan instruksional, dan GBPP), kemudian disusun kembali atau ditulis ulang dengan gaya bahasa dan strategi yang sesuai untuk menjadi suatu bahan ajar (atau digubah), juga diberi tambahan keterampilan atau kompetensi yang akan dicapai, bimbingan belajar bagi siswa, latihan dan tes formatif dan umpan balik bagi siswa agar mereka dapat mengukur sendiri kemampuan yang telah dicapai. Pengemasan kembali informasi memerlukan keterampilan guru untuk menulis ulang atau menggubah dan melengkapi informasiinformasi tersebut untuk menjadi suatu bahan ajar yang baik. Dalam proses ini guru perlu menentukan seberapa banyak perubahan yang perlu http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
dilakukan terhadap bahan ajar yang sudah ada, kemudian apakah perubahan tersebut mungkin dilakukan dalam batas waktu yang ditentukan, dengan sumber daya yang tersedia, dan seijin dan sepengetahuan pengarang asli. Bantuan perancang instruksional dalam tahap ini diperlukan guru untuk mendapatkan bimbingan tentang perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dan sesuai dengan prinsipprinsip instruksional, serta kelayakan perubahan-perubahan tersebut. Kegiatan penyusunan bahan ajar dengan cara pengemasan kembali informasi ini selain menghasilkan seperangkat bahan ajar yang digubah dari buku teks atau informasi dari sumber belajar lain, juga memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada guru untuk menggubah materi diklat dari beberapa sumber belajar yang ada menjadi satu bahan ajar yang berkualitas dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. (3). Penataan Informasi (compilation atau wrap around text) Selain menulis sendiri, pengembangan bahah ajar juga dapat dilakukan melalui cara lain, yaitu dengan mengkompilasi seluruh bahan atau materi diklat yang diambil dari buku teks, media elektronik, dan lain-lain. Proses ini dikenal sebagai proses pengembangan bahan ajar melalui penataan informasi (kompilasi). Dalam proses penataan informasi tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap materi yang diambil dari sumber : buku teks, materi audiovisual, dan informasi lain yang ada. Jadi materi tersebut dikumpulkan, di fotocopy, dan digunakan secara langsung. Materi dari sumber utama digunakan sebagai materi inti dari bahan ajar, kemudian dipilih, dipilah, dan disusun berdasrkan tujuan instruksional yang akan dicapai, dan GBPP. Di samping itu, materi tersebut juga dilengkapi dengan pedoman belajar untuk siswa yang berisi petunjuk penggunaan materi, latihan-latihan, dan tugas yang perlu dilakukan siswa, dan juga pedoman pengajar yang berisi petunjuk kegiatan yang harus dilakukan pengajar. Penataan materi inti dan penulisan materi tambahan hendaknya dilakukan bersamaan, sehingga isi keduanya tidak simpang siur, Pannen Paulina & Purwanto (2001:11). METODE Penelitian ini berbasis kelas (Classroom Action Research), yang dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri I Makassar Jurusan Akuntansi Kelas II. Pelaksanaan meliputi aktivitas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang bersiklus. Dalam penelitian ini ada dua siklus, setiap siklus berlangsung selama kurang lebih satu bulan. http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Gambar. 1. Bagan kegiatan sirkular pada setiap siklus
Penelitian ini dikategorikan dengan penelitian deskriptif, yang diarahkan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan pengembangan dan penerapan perangkat pembelajaran, serta persepsi siswa terhadap penggunaan bahan ajar kooperatif. Penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu pengembangan perangkat pembelajaran mata diklat matematika dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini yaitu, desain instruksional pra operasional harus dipersiapkan guru, dan dirancang sesuai dengan karakteristik materi, siswa, media, dan model pembelajaran kooperatif. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri dari skenario pembelajaran model kooperatif, bahan ajar berupa buku siswa (BS), dan lembar kegiatan siswa (LKS). Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, observasi. Dilakukan observasi awal untuk mengidentifikasi: (a) sejauh mana pengenalan dan pengimplementasian model pembelajaran kooperatif di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Makassar, (b) mata diklat apa yang telah mengembangkan bahan ajar. Selain itu dilakukan observasi proses untuk mengetahui interaksi siswa selama pembelajaran berlangsung; Kedua, Tes. (a) tes awal diberikan sebelum siswa belajar dengan menggunakan bahan ajar kooperatif, (b) tes yang diberikan setiap siklus, berupa kuis individu setelah menyelesaikan materi. Ketiga, revisi perangkat pembelajaran. Revisi perangkat pembelajaran pada bagian yang dianggap belum optimal pada siklus 1 (satu). Kemudian hasil revisi tersebut selanjutnya diterapkan pada siklus 2 (dua). Keempat, Angket. Setelah siklus 2 (dua) berakhir peneliti
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
membagikan angket pada siswa untuk mengetahui persepsi siswa tentang bahan ajar kooperatif yang telah digunakan. HASIL Sebelum proses pembelajaran dilakukan desain instruksional. Dalam penelitian ini tim peneliti melalui langkah berikut: (1) skenario pembelajaran. Skenario pembelajaran model kooperatif memiliki sintaks sebagai berikut: (a) pendahuluan, meliputi Fase 1: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa (± 10 menit); (b) kegiatan inti, meliputi fase 2: penyajian informasi/materi (10 menit), fase 3: mengorganisasikan siswa (5 menit), fase 4: membimbing kelompok bekerja dan belajar (40 menit); (c) penutup, meliputi fase 5: evaluasi/kuis (20 menit), fase 6: memberikan penghargaan (5 menit). Dalam pengimplementasian model pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) diperlukan penyesuaian bahan ajar, sebab karakteristik bahan ajar modul yang digunakan selama ini di sekolah menengah kejuruan berorientasi pada pembelajaran individual. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan pengembangan dari bahan ajar modul menjadi bahan ajar kooperatif tipe STAD dengan teknik pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text transformation). Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis. Dengan demikian pada lembar kegiatan siswa dimunculkan apa yang akan dikonstruksi siswa. Pertanyaan-pertanyaannya kontekstual, dan biasanya siswa menemukan sendiri rumus-rumus semestinya. Lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok agar diperoleh kesamaan kompetensi dalam ketuntasan materi setiap anggota kelompok, yang memiliki perbedaan kecepatan belajar individu. Penilain dalam pembelajaran kooperatif, didasarkan atas skor individu dan skor kelompok. Untuk mengukur kompetensi setiap siswa, tetap dilakukan evaluasi individu berupa kuis di setiap akhir kerja kelompok, tepatnya setelah siswa belajar dalam tim dan menuntaskan materi pelajaran melalui lembar kegiatan siswa (LKS). Sesegera mungkin setelah kuis, nilai setiap siswa dikeluarkan untuk penghitungan skor peningkatan individual yang merupakan acuan skor kelompok. Adapun pedoman yang digunakan untuk menghitung skor peningkatan individual mengacu pada tabel berikut: http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Tabel 1. Menghitung Skor Peningkatan Individual Skor Kuis Akhir Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 10 sampai 1 poin di bawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)
Nilai Peningkatan 5 poin 10 poin 20 poin 30 poin 30 poin
Skor kelompok didasarkan pada peningkatan skor anggota kelompok dibandingkan skor yang telah diperoleh sebelumnya. Pengakuan kepada prestasi kelompok, segera setelah menghitug skor untuk setiap siswa dan menghitug skor kelompok. Untuk menghitung skor dan penghargaan kelompok digunakan kriteria seperti pada tabel berikut: Tabel 2. Kriteria Penghargaan Kelompok Nilai Rata-rata Kelompok 5 < X < 15 15 < X < 25 25 < X < 30
Penghargaan Baik Hebat Super
Sebelum memasuki siklus 1, peneliti mengadakan tes awal. Tes kemampuan awal dalam penelitian ini merupakan ujian blok 1 (pertama) dengan pokok bahasan Barisan dan Deret. Proses pembelajarannya belum bermodel kooperatif, dan bahan ajar yang digunakan adalah modul. Penguasaan materi barisan dan deret merupakan prasyarat materi selanjutnya yang akan dilalui dengan model pembelajaran kooperatif, yaitu Matematika Keuangan, dengan pokok bahasan Bunga Tunggal yang akan diberikan pada siklus I (pertama), dan pokok bahasan Bunga Majemuk yang disajikan pada siklus 2 (kedua). Adapun distribusi skor yang diperoleh siswa pada tes kemampuan awal tersebut, dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Kategorisasi Hasil Tes Kemampuan Awal Kategori Tinggi
Skor 90 80 70 60 50 40
Sedang Rendah Jumlah
Jumlah Siswa 4 6 9 11 14 2 46
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Berdasarkan hasil tes awal, peneliti membentuk kelompok siswa. Agar terjadi distribusi siswa yang heterogen, setiap kelompok terdiri atas siswa berkategori tinggi, sedang, dan rendah, sedangkan siswa laki-laki yang hanya berjumlah 6 orang dari 46 siswa berada pada kelompok yang berbeda. Hasil tes awal merupakan pedoman penghitungan skor peningkatan individual yang selanjutnya merupakan acuan skor kelompok, dan kriteria penghargaan kelompok pada siklus 1 (satu). Siklus I (Pertama) Kegiatan yang dilakukan pada siklus 1 (pertama) meliputi persiapan, tindakan, observasi, dan refleksi. Masing-masing kegiatan diuraikan sebagai berikut: (1) sebelum memulai pembelajaran tim peneliti mempersiapkan antara lain: (a) Skenario Pembelajaran (SP) disusun berdasarkan silabus mata pelajaran, (b) Buku Siswa (BS) dirancang oleh tim peneliti dengan teknik pengemasan kembali materi pada bahan ajar modul yang digunakan selama ini, (c) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) mengacu pada kompetensi yang diharapkan, dan menggunakan strataegi penyampaian pesan yang kontruktivis, (d) Lembar Observasi Aktivitas Siswa (LOAS) untuk menilai aktivitas siswa selama proses pembelajaran kelompok berlangsung, dan (e) membentuk kelompok heterogen; tim membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 9 (sembilan), 8 (delapan) kelompok yang beranggotakan 5 (lima) orang, dan 1 kelompok yang beranggotakan 6 (enam) orang. a. Tindakan Pada pelaksanaan pembelajaran, guru mengikuti skenario pembelajaran yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tindakan siklus 1 (satu) dengan sub pokok bahasan Bunga Tunggal, alokasi waktu 1 (satu) kali pertemuan, yaitu 2 x 45 menit. Kegiatan guru di kelas, adalah mengikuti langkah-langkah berikut : (1) pendahuluan, meliputi fase 1: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa (± 10 menit); (2) kegiatan inti, meliputi fase 2: penyajian informasi/materi (10 menit), fase 3: mengorganisasikan siswa (5 menit), dan fase 4: membimbing kelompok bekerja dan belajar (40 menit); (3) penutup, meliputi fase 5: evaluasi/kuis (20 menit) dan fase 6 : memberikan penghargaan (5 menit) b. Observasi Dari sembilan kelompok yang terbentuk, peneliti memilih 2 (dua) kelompok yaitu kelompok 1(satu) yang konselornya seorang perempuan, dan kelompok 8 (delapan) dengan konselor laki-laki untuk diamati http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
aktivitasnya selama bekerja kelompok. Dan pendeskripsian hasil pengamatan tersebut: a) aktivitas dominan konselor sebaya pada akhir pengamatan yaitu konselor sebaya dari kedua kelompok tersebut dominan memunculkan ide-ide matematika untuk menyelesaikan masalah, b) konselor sebaya kelompok 1 (satu) lebih proaktif menanyakan materi yang belum dipahami oleh semua anggota kelompok dibandingkan konselor kelompok 8 (delapan), c) tidak terdapat anggota kelompok dari keduanya yang melakukan aktivitas lain, yang tidak berhubungan dengan materi. Di samping melakukan pengamatan pada aktivitas siswa, dilakukan oula pengamatan dari aktivitas guru. Antara lain hasil pengamatan tersebut adalah guru mengalami kesulitan dalam membimbing siswa yang meminta bantuan selama proses belajar berlangsung, karena rasio murid dan guru tidak sebanding. c. Refleksi Pembelajaran dalam siklus 1 membahas materi bunga tunggal. Hasil refleksi dari proses pelaksanaanya sebagai berikut: (1) dalam kegiatan inti, guru tidak menjelaskan materi secara rinci; (2) dalam buku siswa terdapat soal latihan yang cukup padat untuk diselesaikan; (3) guru membimbing siswa selama proses kerja kelompok berjalan. Berdasarkan beberapa analisis data yang diuraikan di atas, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan siklus berikutnya, yaitu: (1) karakteristik siswa dan materi matematika menuntut guru untuk meningkatkan waktu menyajian materi sebelum memulai kerja kelompok; (2) frekuensi dan banyaknya siswa yang bertanya tinggi, sedangkan dalam bekerja kelompok dan menyelesaikan kuis waktu yang digunakan sebaiknya ditambah; (3) pertanyaan konstruktivis tidak diadakan di buku siswa, dan kuantitas latihan pada buku siswa perlu dikurangi, karena banyak menggunakan waktu dalam penyelesaiannya, sehingga saat mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS), siswa telah merasa jenuh. Siklus 2 (Kedua) a. Persiapan Sebelum memulai pembelajaran guru mempersiapkan: a) skenario Pembelajaran (SP): disusun berdasarkan silabus mata pelajaran, dan melakukan perubahan waktu pada kegiatan inti guru dalam menyajikan materi, b) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) mengacu pada kompetensi yang diharapkan, dan menggunakan strategi penyampaian pesan yang http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
kontruktivis, c) Lembar Observasi Aktivitas Siswa (LOAS); lembar observasi dimaksudkan untuk menilai aktivitas siswa selama proses pembelajaran kelompok berlangsung, dan d) Buku Siswa (BS) materi bunga majemuk diberikan kepada siswa pada saat materi bunga tunggal selesai dibahas. Dalam buku siswa kuantitas latihan dikurangi dan tidak dimunculkan lagi pertanyaan konstruktivis. b. Tindakan Pada tahap tindakan, hal yang dilakukan adalah: (1) pendahuluan, fase 1: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa (± 10 menit); (2) kegiatan inti, fase 2: penyajian informasi/materi (20 menit), fase 3: mengorganisasikan siswa (5 menit), fase 4: membimbing kelompok bekerja dan belajar (30 menit); (3) penutup, fase 5: evaluasi/kuis (20 menit), fase 6 : memberikan penghargaan (5 menit) c. Observasi Berdasarkan hasil observasi terhadap 2 (dua) kelompok yaitu kelompok 1(satu), dan kelompok 8 (delapan) untuk diamati aktivitas dominannya selama bekerja kelompok. Pendeskripsian hasil pengamatan tersebut adalah: a) pertanyaan tentang materi yang belum dipahami oleh semua anggota kelompok sudah berkurang, b) tidak terdapat anggota kelompok dari keduanya yang melakukan aktivitas lain, yang tidak berhubungan dengan materi. d. Refleksi Pada tahap ini tergambar kesulitan yang dihadapi guru dalam menangani jumlah siswa masih belum bisa diatasi serta kemasan perangkat pembelajaran, khususnya buku siswa masih belum maksimal. PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Persepsi Siswa terhadap Bahan Ajar Setelah dilakukan pengumpulan data melalui angket untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap bahan ajar yang digunakan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini, maka diperoleh data yang didistribusikan pada beberapa tabel berikut: 1. Persepsi siswa tentang sistematika materi bahan ajar Dari 46 siswa, terdapat 2 orang (4,35%) yang menyatakan tidak sistematis, dan 44 orang (95,65%) yang menyatakan bahwa materi pada bahan ajar sistematis, yaitu materi secara runtut dimulai dengan uraian dan pengertian secara umum yang disertai contoh dalam kehidupan http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
sehari-hari, pembahasan materi masing-masing memiliki contoh soal dan penyelesaiannya, yang diakhiri dengan beberapa latihan. 2. Persepsi siswa tentang hubungan antar pokok bahasan. Agar mampu memahami dan menyelesaikan materi berikutnya, siswa harus kompeten pada materi sebelumnya, sebab setiap pokok bahasan merupakan lanjutan dari pokok bahasan sebelumnya, dengan demikian pokok bahasan sebelumnya adalah prasyarat. Hubungan seperti ini disebut hubungan hirarki. Ada 44 siswa (95,65%) yang menyatakan hubungan antar pokok bahasan adalah hirarki, sedangkan 2 orang (4,35%) mengatakan tidak hirarki. 3. Distribusi persepsi siswa tentang bahasa materi bahan ajar Bahasa dalam suatu bahan ajar harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didiknya, yaitu tingkat kemampuan rata-rata siswa memahami perbendaharaan bahasa yang digunakan agar terjadi persamaan asumsi antara sumber pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Dari 46 siswa terdapat 18 (39,13%) orang yang menyatakan bahasa dalam bahan ajar yang digunakan komunikatif dan dapat dimaknai tanpa membutuhkan bantuan dari guru, 11 (23,91%) orang yang menyatakan tidak, sehingga untuk memaknainya membutuhkan bantuan dari guru, dan 17 orang (36,96%) menyatakan bahwa pertanyaan konstruktivis dalam lembar kerja siswa (LKS) adalah hal baru bila dibandingkan dengan lembar kerja siswa (LKS) pada bahan ajar sebelumnya, sehingga butuh usaha yang lebih untuk memecahkannya. 4. Distribusi persepsi siswa tentang tampilan fisik materi bahan ajar Tampilan fisik suatu bahan ajar adalah salah satu faktor yang mampu menarik minat siswa untuk membaca dan mempelajarinya. Dalam penelitian ini bahan ajar disusun oleh tim peneliti dengan tampilan dan kemasan yang masih sederhana, sehingga 34 (73,92%) orang siswa menganggapnya tidak lebih menarik dari bahan ajar sebelumnya, 11 orang (23,91%) menyatakan menarik sebab beberapa pesan utama ditampilkan agak menonjol, sedangkan 1 siswa (2,17%) menyatakan tampilan fisik bahan ajar tidak berpengaruh banyak terhadap minat siswa untuk mempelajarinya. 5. Distribusi sikap siswa dengan soal cerita pada bahan ajar Untuk menciptakan pembelajaran kontekstual, masalah pada materi dibuat sesuai dengan pengalaman hidup siswa. Salah satunya yaitu soal yang muncul adalah soal cerita, baik dalam buku siswa maupun pada lembar kegiatan siswa. Dan persepsi siswa tentang strategi tersebut http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
seperti pada tabel distribusi di atas memperlihatkan bahwa, siswa yang menyukai soal cerita ada 26 orang (56,52%), sedangkan yang tidak menyukai soal cerita karena menganggap terlalu panjang dan butuh ketelitian menelaah maksudnya berjumlah 18 (39,13%) orang, selebihnya 2 (4,35%) siswa menganggap bahwa model soal tidak memberi pengaruh berarti pada kemampuan penyelesaian soal. 6. Distribusi sikap siswa pada penggunaan lembar kegiatan siswa (LKS) dengan buku siswa (BS). Salah satu ciri khas bahan ajar modul yang digunakan dalam proses pembelajaran sebelumnya adalah buku siswa (BS) dan lembar kegiatan siswa (LKS) dibuat menyatu, sehingga siswa dapat menyelesaikan lembar kegiatan siswa secara mandiri/kelompok, baik di rumah maupun di sekolah. Dalam pembelajaran kooperatif, lembar kegiatan siswa terpisah dengan buku siswa, dan dibagikan setelah mempelajari dan membahas buku siswa. Dengan proses tutorial, siswa kelompok atas akan menjadi tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah, dan data yang dikumpulkan sehubungan dengan itu adalah terdapat 30 (65,22%) yang menganggap efektif bila buku siswa berpisah dengan lembar kegiatan siswa, dan 16 (34,78%) yang menyatakan bahwa buku siswa dan lembar kegiatan siswa sebaiknya menyatu agar lembar kegiatan siswa (LKS) dapat dikerjakan di luar jam belajar. 7. Distribusi persepsi siswa pada model penyelesaian lembar kegiatan siswa (LKS). Lembar kegiatan siswa (LKS) dikerjakan dan dibahas secara kelompok. Siswa kelompok atas menjadi tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah, sehingga siswa kelompok bawah dapat memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Hasil pengumpulan data menunjukkan 40 (86,96%) siswa setuju bila buku lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok, dan 6 siswa (13,04%) yang lebih suka mengerjakan lembar kegiatan siswa secara mandiri, hal ini membuktikan bahwa ada sebagian kecil siswa yang sulit beradaptasi dengan belajar kelompok, hal tersebut merupakan salah satu dampak model pembelajaran yang selama ini diterapkan. 8. Distribusi sikap siswa dengan pertanyaan konstruktivis pada lembar kegiatan siswa (LKS). Pertanyaan konstruktivis dimunculkan pada lembar kegiatan siswa. Hal ini menjadi tantangan tertentu bagi sebagian siswa, dan tantangan tersebut telah menjadi penguatan bagi 43 (93,48%) siswa untuk belajar
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
lebih keras lagi, walaupun ada 3 siswa (6,52%) yang merasakannya bukan suatu penguatan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran mata diklat matematika dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) pada jurusan Akuntansi kelas 2 SMK Negeri 1 Makassar, melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) penyusunan skenario pembelajaran model kooperatif; (2) pengembangan buku siswa; 3) penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS); 4) evaluasi; 5) penghargaan kelompok; 6) revisi perangkat pembelajaran. Gambaran pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan: 1) diterapkan pada 2 siklus dengan materi pembahasan bunga tunggal dan bunga majemuk; 2) dilaksanakan dalam 4 sintaks; 3) Perbaikan yang dilakukan dalam siklus 2 setelah melalui siklus 1. Persepsi dari 46 siswa tentang penggunaan bahan ajar: 44 siswa (95,65%) menyatakan susunan materi sistematis, 44 siswa (95,65%) menyatakan hubungan antar sub pokok bahasan hirarki, 18 siswa (39,13%) siswa berpendapat bahwa bahasa yang digunakan komunikatif, 34 siswa (73,92%) menganggap tampilan isi/materi perlu ditingkatkan, 26 siswa (56,52%) menyenangi bentuk soal cerita, 30 (65,22%) setuju lembar kegiatan siswa (LKS) terpisah dengan buku siswa (BS), 40 siswa (86,96%) siswa setuju lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok, 43 siswa (93,48%) merasakan pertanyaan konstruktivis pada lembar kegiatan siswa (LKS) menjadi tantangan yang menarik. Saran Sebaiknya dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, guru bergabung dengan beberapa guru atau pakar lain di bidang ilmu yang sama untuk menulis bahan ajar secara kelompok (menulis bersama) atau secara kolektif (seorang penulis menulis beberapa bagian saja). Penulisan bersama dengan beberapa pakar di bidang ilmu yang sama merupakan http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
cara yang baik karena dapat menambah kredibilitas bahan ajar tersebut bagi pemakai (siswa dan guru-guru). Guru tidak dibebani biaya pengembangan setiap perangkat pembelajaran, bahkan untuk meningkatkan motivasi guru berkarya segi insentif harus diperhatikan, serta pihak sekolah memperhatikan alokasi waktu pembelajaran dan rasio guru dan siswa. DAFTAR RUJUKAN Arends, Richard I. 2000. Learning to Teach. Fifth Edition. New York: McGraw Hill Companies,Inc Azra Azyumardi. 2004. Paradigma Pembelajaran di Era Global. Jakarta: Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran. Carr, W. and Kemmis, S. 1986. Becoming Critical Education, Knowledge and Action Research. Victoria. Australia: Deaking University Press. Degeng, N.S, Miarso, Y. 1993. Terapan Teori Kognititf dalam Desain Pembelajaran. Jakarta: Dirjendikti. Dikmenjur, 2004. Pengembangan Modul SMK, Kurikulum SMK Edisi 2004, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional. ………….., 2004. Pedoman Penulisan Modul. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dimyati, Mudjiono, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, B. Syaiful dan Zain Aswan. 1997. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Elliot, John. 1992. Action Research for Educational Change. Philadelphia: Open University Press. Goldin, Gerald A, 1992. Epistemology, Constructivism, and Discovery Learning Mathematics. Journal for Research in Mathematics Education. Monograph, Number 4, 1992, p.31-47. USA: NTCM, Inc. Hudojo Herman. 2003. Paradigma Mengajar ke Paradigma Belajar. Yogyakarta: Kumpulan Makalah Seminar Nasional di Universitas Sanata Darma. Mc. Taggart, R. 1989. Principel Participatory Action Research. A Paper Presented for the Third World Encounter Participatory Action Research. In B. Smith (Ed). Research Methodology 1: Issues and
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
methods in research: Reader Part 3: Underdal, South Australia, Univesity of South Australia. Pannen Paulina, Purwanto, 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Dirjen dikti. Sianipar, Entang, 2001. Teknik-Teknik Analisis Manajemen. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Suradi, Djadir, 2004. Model Pembelajaran Kooperatif. Makassar: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar. Suparman Atwi, M. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view= article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203