PERJUANGAN RIRI AMIN DAUD DI JAZIRAH SELATAN SULAWESI 1945-1950 7+(6758**/(2)5,5,$0,1'$8' ,16287+-$=,5$+2)68/$:(6, Bahtiar Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km 7 Makassar, 90221 Telepon (0411) 883748, 885119 Faksimile (0411) 865166 Pos-el:
[email protected] Handphone: 082191676554 Diterima: 18 Juni 2015; Direvisi: 7 Agustus 2015; Disetujui: 26 November 2015 ABSTRACT This study aimed to explain the struggle of 5LUL$PLQ'DXGLQPDLQWDLQLQJLQGHSHQGHQFHLQ6RXWK-D]LUDKRI 6XODZHVL:HVW6XODZHVLDQG6RXWK6XODZHVL 7KHPHWKRGXVHGZDVWKHKLVWRULFDOPHWKRGZLWKVHYHUDOVWDJHV namely heuristic, history criticism, interpretation, and historiography. The result study indicated that Riri Amin 'DXGKDGDQLPSRUWDQWUROHLQWKHVWUXJJOHIRULQGHSHQGHQFHSURFODPDWLRQRIWKH5HSXEOLFRI,QGRQHVLDHLWKHU LQ:HVW6XODZHVL0DQGDU RULQ6RXWK6XODZHVL,WZDVQRWRQO\GHPRQVWUDWHGLQWKHVWUXJJOHLQLWLDWHGWKH IRUPDWLRQRIRUJDQL]DWLRQRI.5,60XGD0DQGDUEXWDOVRXQLWHGWKHRUJDQL]DWLRQVLQDWHUPRIVWUXJJOHLQ6RXWK 6XODZHVLNQRZQDV2UJDQL]DWLRQRI3HRSOH¶V5HEHOOLRQRI,QGRQHVLD6XODZHVL/$35,6 %RWKRUJDQL]DWLRQV PDLQWDLQHG WKH SURFODPDWLRQ RI ,QGRQHVLDQ LQGHSHQGHQFH DQG UHMHFWHG WKH SUHVHQFH RI 1,&$ ZKR ZDQWHG WRUHVWRUHWKHSRVLWLRQRIWKH'XWFKFRORQLDOJRYHUQPHQWDXWKRULW\,QDGGLWLRQ5LUL$PLQ'DXGDOVRSOD\HG DQLPSRUWDQWUROHLQRUJDQL]LQJWKHSROLWLFDOSULVRQHUVZKRZHUHDOZD\VVWUXJJOHWKHGLVVROXWLRQRIWKH(DVW ,QGRQHVLDQ6WDWH1,7 Keywords: the struggle, 5LUL$PLQ'DXGLQGHSHQGHQFHPDLQWDLQLQJ ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan perjuangan Riri Amin Daud dalam mempertahankan kemerdekaan di Jazirah Selatan Sulawesi (Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan). Metode yang digunakan adalah metode VHMDUDK PHODOXL EHEHUDSD WDKDS \DLWX KHXULVWLN NULWLN VHMDUDK LQWHUSUHWDVL GDQ KLVWRULRJUD¿ +DVLO NDMLDQ menunjukkan bahwa Riri Amin Daud mempunyai peranan penting dalam perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, baik di Sulawesi Barat (Mandar) maupun di Sulawesi Selatan. Hal itu tidak hanya ditunjukkan dalam perjuangan memprakarsai terbentuknya organisasi kelaskaran KRIS Muda Mandar, tetapi juga mempersatukan organisasi-organisasi kelaskaran dalam suatu wadah perjuangan di Sulawesi Selatan, bernama Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS). Kedua organisasi tersebut bertujuan mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan menentang kehadiran NICA yang ingin memulihkan kembali kedudukan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, Riri Amin Daud juga berperan penting dalam mengorganisasi mantan tawanan politik yang senantiasa memperjuangkan dibubarkannya Negara Indonesia Timur (NIT). Kata kunci: perjuangan, Riri Amin Daud, mempertahankan kemerdekaan.
PENDAHULUAN Sejak era reformasi, seiring dengan perubahan politik nasional yang memberi ruang kepada setiap warga negara untuk menjadi seorang pemimpin atau pejabat publik, maka penulisan
ELRJUD¿ PHQMDGL NHEXWXKDQ XQWXN PHQJDQJNDW HODNWDELOLWDVVHRUDQJ%LRJUD¿NHPXGLDQPHQMDGL alat politik pencitraan. Di tengah maraknya ELRJUD¿ SHQFLWUDDQ LQL SHQXOLVDQ ELRJUD¿ WRNRK pejuang di era perjuangan mempertahankan kemerdekaan justru nyaris tidak mendapat 299
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 SHUKDWLDQ3DGDKDOELRJUD¿WRNRKSHMXDQJGLHUD perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak hanya sekedar menampilkan riwayat hidup seorang tokoh, tetapi di dalamnya mengandung nilai-nilai, makna, ide, gagasan, aktivitas serta interaksi antara tokoh dengan lingkungannya yang kemudian diramu menjadi sebuah narasi, pada akhirnya dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda. 6DODKVDWXDVSHNVWXGLELRJUD¿GDULVHRUDQJ tokoh adalah nilai-nilai dan karakter dari tokoh tersebut, ini yang dapat ditularkan kepada generasi VHVXGDKQ\D%LRJUD¿VHRUDQJWRNRKSDGDGDVDUQ\D tidak hanya menguraikan sejarah seorang aktor atau tokoh bersangkutan, tetapi aspek mentalitas, karakter, perasaan, pikiran dan kemampuan memahami diri dan lingkungannya penting dilihat untuk menangkap makna dan nilai dari tokoh tersebut. Aspek ini penting dalam rangka mentransmisikan nilai-nilai kepada generasi muda, sekaligus dapat menjadi inspirasi munculnya tokoh-tokoh baru yang berkiprah dan berjuang SDGD]DPDQQ\D3DGDDNKLUQ\DELRJUD¿VHRUDQJ tokoh itu sendiri dapat mereproduksi tokoh-tokoh EDUX %LRJUD¿ Riri Amin Daud ini, diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya membangun mentalitas dan karakter generasi muda. Semangat dan cita-cita Riri Amin Daud merupakan nilai-nilai yang perlu dihayati oleh setiap warga negara Indonesia, terutama generasi mudanya. Semangat dan cita-cita tersebut jauh dari pamrih dan balas jasa apapun. Para pejuang melalui peran dan pikirannya, menganggap bahwa kemerdekaan nasional adalah milik dan kehormatan nasional yang tertinggi, yang sekaligus mencerminkan harga diri bangsa. %LRJUD¿PHQJHQDLVHRUDQJWRNRK\DQJNHPXGLDQ menjadi pahlawan, pada umumnya mempunyai sifat yang sama, yaitu keberanian, kejujuran, dan ketekunan. Atau dengan kata lain soal moral dan prinsip yang senantiasa dipegang (Safei, 1983:127). Seperti beberapa tokoh pejuang di Sulawesi Selatan yang begitu gigih melawan penjajah asing, antara lain, Ranggong Daeng Romo dari Polongbangkeng, Andi Abdullah Bau Massepe dan Andi Makkasau dari Parepare, Andi Jemma dari Luwu, dan Andi Mappanyukki. Riri Amin Daud yang menjadi fokus studi ini, juga 300
merupakan seorang pejuang yang berasal dari Mandar, namun lebih banyak berjuang di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa Riri Amin Daud merupakan salah satu tokoh pejuang yang tidak terpusat pada daerah tertentu dan tidak PHQJHQDOEDWDVJHRJUD¿VGDQVHQDQWLDVDPHQMDOLQ kerjasama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, serta tetap konsukuen pada prinsip dan pendiriannya dalam melawan Belanda di manapun berada. Tiga pokok persoalan yang akan dijawab dalam artikel ini, pertama, bagaimana peran Riri Amin Daud dalam beberapa organisasi kelaskaran Angkatan Pemuda Islam (API), Kebaktian Rahasia Islam (KRIS) Muda Mandar, Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), Biro Pejuang Pengikut Republik Indonesia (BPPRI), dan perjuangan lainnya? Kedua, bagaimana Riri Amin Daud dalam perjuangan mempertahankan Kemerdekaan? dan ketiga, bagaimana akhir perjuangan Riri Amin Daud? Ketiga pokok persoalan ini dielaborasi dengan meletakkan perjuangan Riri Amin Daud dari Sulawesi Barat sampai Sulawesi Selatan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perjuangan Riri Amin Daud secara komprehensip, utuh dan tidak parsial. Penulisan ini menarik untuk dikaji, karena dapat memberi inspirasi, khususnya dalam pembentukan karakter bagi generasi muda. Dengan semakin maraknya penulisan sosok, maka semakin beragam pula sifat dapat diteladani. Penelitian ini bukan hanya bertujuan, untuk mengetahui bagaimana Riri Amin Daud dalam mempertahankan kemerdekaan, dan bagaimana akhir perjuangan Riri Amin Daud. Sejarah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat periode pascaproklamasi kemerdekaan pada dasarnya telah ditulis oleh sejarawan dan ilmuan sosial lainnya. Di antaranya Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Sulawesi Selatan 1945-1950 yang ditulis oleh Harun Kadir dkk (1984), yang mengungkapkan perjuangan kemerdekaan di Sulawesi Selatan sebagai tonggak sejarah perjuangan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Jiwa dan semangat perjuangan senantiasa menggelora dalam diri pejuang-pejuang kemerdekaan, tumbuh dan berkembang melalui
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
proses sejarah dalam ruang dan waktu. Karena itu mendahului pemaparan pokok masalah yang menjadi pusat perhatian, dikemukakan hal-hal yang menyangkut latar belakang yang mendasari proses pembentukan jiwa semangat perjuangan yang muncul dan tertanamnya ide menjadi inti perjuangan rakyat yang dapat menuntun untuk memahami perjuangan kemerdekaan di Sulawesi Selatan. Kelaskaran di Mandar, Sulawesi Barat, yang ditulis oleh Muhammad Amir (2010) buku ini, bukan hanya mengulas tentang perjuangan rakyat di daerah Mandar Sulawesi Barat dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga tentang perlawanan terhadap kehadiran dalam usaha Nederland Indie Civil Administration (NICA) yang hendak memulihkan kembali kedudukan kekuasaan pemerintah Hindi Belanda di wilayah bekas jajahannya. Perlawanan rakyat ditampilkan melalui organisasi perjuangan. Oleh sebab itu perjuangan mereka terus berjuang setelah pengakuan kedaulatan untuk membubarkan Republik Indoensia Serikat (RIS) dan mewujudkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Corps Hasanuddin, Prajurit Tempur dan Pembangunan, yang ditulis oleh Radik Djarwadi dkk (1972) mengulas tentang membela Proklamasi Kemerdekaan di Sulawesi Selatan. Karena Sulawesi Selatan setelah proklamasi kemerdekaan adalah daerah yang aktif dalam masa perlawanan terhadap imperalisme, dan memegang peranan penting dalam perjuangan bersenjata. Kemudian dijelaskan bagaimana peranan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Sulawesi Selatan melalui pendaratan TNI untuk mengamankan di daerah itu, karena banyak gejolak-gejolak yang terjadi pada masa itu. Dalam karya ini juga sekaligus membahas kebijaksanaan terhadap pejuang gerilya dan kejelasan statusnya apakah dimasukkan dalam angkatan perang atau tidak. Selanjutnya sebuah buku dengan judul Pemberontakan Kahar Muzakkhar, dari Tradisi ke Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII), yang ditulis oleh Barbara Sillars Harvey (1989) membahas mengenai kemerdekaan dan pemberontakan yang tidak hanya diliputi oleh
masalah politik, tetapi juga karena tradisi dan warisan ketidakadilan yang dihibahkan oleh bekas pemerintah kolonial. Ciri Islam pemberontakan Kahar Muzakkar sebagian dapat dianggap berasal dari dukungannya-kelompok berpendidikan Islam yang lebih banyak didapati di kalangan gerilyawan di hutan dari pada di kota. Beberapa karya di atas memberi informasi penting tentang periode pasca proklamasi kemerdekaan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, sekaligus menjadi referensi penting serta mempertajam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. Jika karya-karya sebelumnya meletakkan institusi lembaga atau organisasi sebagai unit analisis, maka studi ini menggunakan pendekatan berbeda dengan menganalisis peranan seorang tokoh dalam sejarah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, kususnya pada periode perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sebagai sebuah karya biografi pejuang kemerdekaan, studi ini memberi ruang yang cukup banyak terhadap nilai-nilai pejuang, makna-makna yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda sebagai penerus pembangunan. Oleh karena itu, artikel ini dapat menjadi referensi dalam menjawab persoalan-persoalan pembangunan karakter dan jadi bangsa dalam konteks kekinian. METODE Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode sejarah, yang terdiri atas beberapa tahapan, yaitu, pengumpulan data, kritik, interpretasi, dan penulisan. Pada tahap ini kegiatan diarahkan kepada pengumpulan dan penghimpun sumber data berupa jejak, dan perincian serta pengumpulan fakta-fakta sejarah yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer baik berupa wawancara kepada tokoh yang terkait dengan fokus penelitian atau memiliki kapasitas dalam menjawab persoalan penelitian, maupun berupa dokumen, arsip, dan catatan harian. Kemudian, pada tahapan kerja kritik atau penilaian data merupakan kegiatan menganalisa 301
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 data yang telah diperoleh, guna memperoleh data yang otentik. Hal ini dilakukan, karena tidak semua data yang didapatkan dapat dijamin NHREMHNWL¿WDVQ\D,QLGLVHEDENDQNDUHQDDGDQ\D keinginan menonjolkan satu golongan atau dapat juga daya ingat pelaku sudah berkurang, atau informan hanya mendengarkan cerita orang lain, sehingga dapat menambah atau mengurangi keabsahan data. Untuk mengolah data menjadi fakta diperlukan kritik sejarah, tujuan kritik keseluruhannya adalah untuk menyelidiki data menjadi fakta. Dengan demikian fakta adalah data yang sudah lulus uji, dengan kritik yang berdasarkan hukum-hukum metode sejarah. Setelah melalui kritik sumber, fakta-fakta yang didapatkan kemudian diinterpretasikan, tujuannya adalah untuk memberikan arti atau makna kepada suatu peristiwa. Penafsiran dilakukan dengan jalan memberi penjelasan terhadap fakta-fakta sejarah seobjektif mungkin. Penulisan (historiografi) merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian proses pengolahan dan penyusunan sumbersumber sejarah, yaitu menyusun atau merangkai fakta-fakta menjadi kisah sejarah. Pada penulisan karya ini penulisan sejarah dengan bersifat deskriptif historis, yaitu berupa penggambaran peristiwa-peristiwa sejarah. PEMBAHASAN Sekilas Tentang Awal Karier Riri Amin Daud Riri Amin Daud dilahirkan pada 13 Juni 1927 di Kampung Biring Lembang Balanipa, Mandar, sebuah wilayah yang dalam sejarahnya senantiasa mereproduksi pejuang sejak periode kolonial sampai perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Ayahnya bernama Muhammad Daud Puangnga Ilotong dan Ibu bernama Sitti Sa’diayah. Tradisi dan karakter pejuang Riri Amin Daud diwariskan secara turun temurun melalui pendidikan keluarga yang berbasis adat dan nilai moral orang Mandar. Sebagai keluarga yang cukup mapan, Riri Amin Daud dapat menempuh pendidikan formal dan pendidikan Islam. Riri Amin Daud merupakan anak ke 2 dari 6 bersaudara, Riri Amin Daud menikah dengan Rosmani, dan memiliki 10 orang anak, di antaranya Muhammad Yus Mustari, Yunus 302
Mustari, Kahar Mustari, Jabir Mustari, Myea Mustari, Khaidir Amin Daud, Itji Diana Daud, Fenti Daud, Ronggur Daud, Buyung Wijaya Kusuma (Muhammad Ronggur Amin Daud, wawancara 23 Mei 2014). Di usia mudanya Riri Amin Daud sering di datangi oleh neneknya yaitu Puang Junnia dan Puang Yatia, mereka menceritakan bahwa ayah ibunya (kakek Riri Amin Daud ditangkap oleh Belanda, karena melawan Belanda), bahkan kakek Riri Amin Daud meninggal dalam pembuangan. Riri Amin Daud masih mengingat pada saat kakeknya meninggal dia melihat raja membawa pengikat kain kafan, karena pada waktu itu jika ada yang meninggal maka kain pengikat kain kaffan dikirim ke keluarganya sebagai bukti bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. Jadi dendam orang-orang terdahulu dari keluarganya yang meninggal akibat kekejaman Belanda (Fatmawati, 2002:9). Pada tahun 1932 sampai tahun 1937, Riri Amin Daud menempuh pendidikan di Vervolschool di Campalagian. Di samping menempuh pendidikan formal, Riri Amin Daud juga memperoleh pendidikan agama Islam pada sore hari atau pesantren sore. Setelah menempuh pendidikan di Vervolschool, Riri Amin Daud kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Rakyat Kecil Klas VI merupakan lanjutan sekolah di Majene. Selepas itu dilanjutkan di Makassar di Normal School 4 tahun. Selama penempuh pendidikan formal di Makassar, ia juga mengikuti kursus-kursus kegamaan (Islam) sampai tahun 1942. Hal ini memperlihatkan bahwa Ririn Amin Daud di samping memperkuat intelektualitasnya melalui pendidikan formal, ia juga memperdalam ilmu-ilmu agama sebagai unsur penting dalam membangun moralitas. Perpaduan antara pendidikan formal dan ilmu agama inilah yang menjadikan Riri Amin Daud sebagai tokoh berdedikasi, jujur, dan tegas (Fatmawati,2002:1). Pada masa pendudukan Jepang, Riri Amin Daud mengawali karier politik sebagai wakil 6XGDQFR%RHL7HLVLQ7DL untuk daerah Campalagian, Kenje, dan Tenggelang, dia juga merangkap sebagai Wakil 'DQFR6HLQHQGDQ dan Campalagian Gun pada 1944-1945. Berbekal pengetahuan yang
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
diperoleh dan jiwa kepeminpinan serta sikap patriotisme untuk memperjuangkan daerahnya, Riri Amin Daud menjadi salah seorang yang memprakarsai berdirinya organisasi API berpusat di Campalagian, sebuah organisasi ilegal pada masa pemerintahan Jepang. Pada waktu yang sama ia juga menjadi anggota pucuk pimpinan organisasi ilegal Islam Muda dan organisasi API yang berpusat di Campalagian (Inventarisasi Arsip Koleksi Pribadi Riri Amin Daud, 1996:4). Dengan berdirinya organisasi API memperlihatkan bahwa Riri Amin Daud telah mengerti dan memahami perlunya wadah organisasi modern dalam perjuangan. Pada periode mempertahankan kemerdekaan, API kemudian berubah menjadi KRIS Muda Mandar. Riri Amin Daud menjadi penasehat utama penglima/strategi dalam badan perjuangan KRIS Muda Mandar. Sebuah posisi yang sangat penting dalam menentukan arah perjuangan. Perkembangan berikutnya, perjuangan Riri Amin Daud tidak hanya di wilayah Mandar. Perjuangan Riri Amin Daud sampai ke Sulawesi Selatan, bahkan ia menjadi wakil dari KRIS Muda Mandar ketika bergabung dalam perjuangan LAPRIS. Perjuangan Riri Amin Daud Ketika berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia telah diketahui oleh rakyat di Sulawesi Selatan pada umumnya dan daerah Mandar pada khususnya, mereka menyambut dengan suka cita tidak hanya yang berada di perkotaan, tetapi di pelosok juga sangat antusias dengan berita proklamasi ini. Khusus di daerah Mandar berita ini juga disambut dengan gembira. Selanjutnya rakyat Mandar dengan sepenuh hati mendukung proklamasi itu. Hal ini tidak lepas dari peran Andi Depu dan tokoh pejuang lainnya yang menyebarluaskan berita proklamasi sampai ke pelosok pedesaan. Untuk itu diadakan suatu pertemuan atau rapat di Gedung Sekolah Rakyat Perempuan di Majene pada 23 September 1945. Hadir dalam pertemuan ini adalah semua pabbicara atau kepala distrik di Majene, para pendidik, pejabat pemerintah, pemuka masyarakat dan tokoh pemuda. Dalam pertemuan ini hadir pula Abd.
Rahman Tamma dan Abd. Rauf dari Tinambung Balanipa. Pertemuan ini dipimpin oleh A. Tonra, yaitu tokoh terkemuka dari dari Kerajaan BanggaE, Majene dan sekitarnya. Pada pertemuan itu diputuskan penggunaan pekik (teriakan “merdeka”, penyematan lambang “merah putih”) di dada sebagai pertanda dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan serta menyatakan diri sebagai pemuda merah putih (Amir, 2010:134). Selain itu pada bulan yang sama para kepala pemerintah lokal, tokoh masyarakat dan pemuda mengadakan suatu rapat atau pertemuan rahasia di Masdjid Polewali sesudah salat Isya yang dihadiri sekitar 40 orang. Pertemuan tersebut bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada pemuda-pemuda pejuang tentang arti proklamasi kemerdekaan, di samping untuk menyusun langkah-langkah yang strategi dalam perjuangan menegakkan, membela, dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang isinya antara lain: menyatakan diri sebagai pemuda Merah Putih (Amir, 2010:134). Dua hari kemudian setelah rapat atau pertemuan rahasia di Masdjid Polewali, dibentuk suatu organisasi koperasi, yaitu salah satu cara untuk membantu para pejuang dan juga salah satu strategi untuk mengelabui mata penjajah dengan antek-antek atau kaki tangannya. Koperasi tersebut kemudian dikenal dengan nama Sadar, untuk menyadarkan semua rakyat, terutama pemuda-pemuda (Fatmawati, 2002:1-2). Perjuangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Mandar tidak terlepas dari peran Andi Depu, Riri Amin Daud, dan Abd. Rahman Tamma yang senantiasa mengorganisir kekuatan rakyat. Dari kegiatan ini didirikan organisasi perjuangan KRIS Muda Mandar. Organisasi ini merupakan tindak lanjut dari organisasi Islam API yang didirikan pada April 1945 (pada masa Jepang) oleh Andi Depu, Riri Amin Daud, M. Masud Rachman, Mahmud Syarif, Lappas Bali, Ahmad Badawie, dan Musdalifah. KRIS Muda Mandar yang dalam perkembangan selanjutnya menggalang kekuatan mempertahankan kemerdekaan yang mulai dinodai oleh pihak NICA. Kegiatan mereka mendapat dukungan dari Andi Depu yang pada waktu itu berkedudukan sebagai Maradia Balanipa. Pengaruh dan perjuangan yang dicanangkan oleh KRIS Muda Mandar berakibat pihak NICA berusaha menangkap 303
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 dan melawan seluruh anggota pengurusnya (Kadir, dkk, 1984:164). Riri Amin Daud segera melakukan konsolidasi kekuatan Mandar dalam dua minggu pertama November 1945. Sementara Andi Depu menemui M. Saleh Puangna Sudding di Mambi Allu dan menjelaskan tingkat kesibukan dalam menegakkan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan, M. Saleh Puangna Sudding terkesan atas kunjungan dari Andi Depu dan tanpa ragu-ragu ia berikrar untuk tampil bahu membahu. Demikan pula perjalanan keliling yang dilakukan oleh Abd. Malik yang didampingi oleh Abd. Rauf ke daerah pedalaman untuk memantapkan massa. Tema pidatonya di mana-mana, yaitu kemerdekaan kebebasan beragama, kemajuan kebudayaan, dan peradaban sendiri, alam kemerdekaan menjamin semua yang tersebut di atas.1 Organisasi KRIS Muda Mandar, mempunyai arti, yaitu: Kebaktian, mengandung makna bahwa mempertahankan proklamasi kemerdekaan 1945 dari penjajahan kolonial adalah suatu kebaktian terhadap bangsa; Rahasia, memberi arti bahwa suatu organisasi KRIS Muda Mandar bersifat rahasia; Islam, sebagai asas perjuangan; Muda, karena perjuangan ini diperlukan semangat muda. Adapun susunan struktur organisasi perjuangan KRIS Muda Mandar pada saat pembentukannya pada 19 Oktober 1945 adalah sebagai berikut: Panglima: Andi Depu; wakil Panglima: Abd. Malik; kepala Staf: Abd. Rahman Tamma; anggota staf: Lappas Bali, Abd. Razak, pembantu utama panglima/strategi: Riri Amin Daud; pendamping panglima: Abd. Rauf, dan Sitti Ruaidah; komandan pasukan: Andi Parenrengi; komandan pertempuran: Muh. Saleh Puangna I Sudding; komandan pasukan I: Mahmud Saal; komandan pasukan II: Mahmudy Syarif; komandan pasukan III: M. Amin Badawie (Amir, 1 Begitu pula dengan dana perjuangan ikut dipikirkan sebagai realisasinya dibentuklah koperasi yang merupakan badan usaha perjuangan. Karena itu, ruang kerja yang disediakan, bukan hanya tempat diskusi masalah usaha koperasi, tetapi juga masalah-masalah yang menyangkut perjuangan kemerdekaan.
304
2014:119; Pawiloy, 1987:189-190; Pabittei, 1991: 51).2 Rangkaian peristiwa itu, antara lain atas perintah Andi Depu terjadi peristiwa merah putih di Pambusuang oleh 400 orang anggota yang dipimpin H. Ahmad, M. Idrus dan L.A. Latif. Pada Oktober 1945 turut aktif pula dalam peristiwa ini murid-murid sekolah rakyat Pambusuang dan guru-gurunya yang siap menentang Belanda dengan segenap kemampuan yang tersedia. Selain itu dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, Andi Depu juga memerintahkan kepada penduduk pengibaran bendera Merah Putih, dan atas perintah Andi Tonra mereka kemudian mengepung tangsi tempat pembesar NICA. Perjuangan di Mandar terus berlanjut, atas perintah Riri Amin Daud pada November 1945 dilakukan sebuah gerakan di Passaerang, Campalagian oleh 5 orang anggota, di bawah pimpinan M. Amin Badawie. Adapun yang menjadi sasaran dari gerakan ini adalah untuk merampas senjata Jepang di daerah Mamuju. Aksi Pengibaran bendera Merah Putih dan penyebaran SDPÀHW GL GDHUDK 0DQGDU MXJD GLODNXNDQ DWDV perintah Riri Amin Daud dan Abd. Rahman Tamma (Koleksi Arsip Riri Amin Daud No. Reg. 15). Organisasi-organisasi perjuangan yang telah dipersiapkan mulai dari September 1945 hingga pada awal Januari, dianggap sudah mantap dan siap untuk membela tanah air Indonesia. Jumlahnya anggotanya sekitar 800 orang tersebar di seluruh wilayah Polewali dan sekitarnya yang meliputi kurang lebih 10 daerah, yaitu: Polewali, 2
Sumber lain menyebutkan organisasi KRIS Muda Mandar didirikan 21 Agustus 1945. Awalnya organisasi ini mengurus anggotanya secara ilegal atau rahasia yang bergerak di bawah tanah, berkembang secara terang-terangan setelah NICA menduduki Mandar pada November 1945. Kemudian organisasi KRIS Muda berubah menjadi satuan kelaskaran dengan tujuan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jadi sifat organisasi ini pada mulanya bersifat political forces berubah menjadi perlawanan bersenjata dalam bentuk kelaskaran, sesuai dengan maklumat Presiden 5 Oktober 1945 tentang pembentukan kelaskaran dan badan-badan perjuangan rakyat. Bahkan dalam gerakannya yang bersifat rahasia digunakan nama sandi kepada pemuda pejuang seperti Dela (Depu Laju alias Ibu Depu), Murad (Muhammad Riri Amin Daud), Arta (Abdul Rahman Tamma), dan Sirtas (Sitti Ruaida Tanggo Samalewa).
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
Tonyaman, Takatidung, Anreapi atau Kelapa Dua, Darma, Madatte, Binuang, Kanan, Paku, Patampanua, Matangnga, dan Masawa yang mencakup daerah pegunungan Lembang. Selain itu para pejuang juga melakukan aksiaksi pengrusakan kawat telepon, pengrusakan mesin listrik, pengrusakan jembatan, dan lain sebagainya. Oleh karena rentetan peristiwa penyerangan dan penghadangan serta aksi-aksi sabotase tersebut, tentara .RQLQNOLMN 1HGHUODQGVFK ,QGLVFKH /HJHU (.1,/ dan polisi NICA semakin meningkatkan operasi-operasi penangkapan terhadap para pejuang. Dari operasi-operasi yang dilakukan oleh serdadu Belanda itu, tertangkaplah antara lain: Andi Hasan Mangga, Alex Pattola, Pene Daeng Pasanre, H. Ummarang, La Hamma, Pangiu, Tammalino, Nongngo, Salempang, Pinnikai, Pama, dan Kati. Para pejuang yang terdiri atas para pemimpin dan anggota pasukan laskar pejuang yang tertangkap tersebut, sebagian besar dipenjarakan dan bahkan ada yang ditembak mati. Meskipun demikian, Andi Depu, Riri Amin Daud dan para pejuang lainnya dengan semboyang bahwa sekali berjuang tetap berjuang dan merdeka atau mati demi bangsaku yang telah meresap dalam jiwa sanubari mereka. Terpaksa mengundurkan diri masuk hutan sehingga aktivitas gerakan laskar KRIS Muda Mandar tetap berjalan menurut rencana. Termasuk mengutus pengurus organisasi, misalnya Abd. Malik dan seorang pengikutnya untuk ke Kalimantan dan selanjutnya ke Jawa untuk mengadakan hubungan dan permintaan bantuan berupa senjata. Dengan adanya jalinan kerjasama antara pemimpin gerakan perlawanan suatu daerah dengan daerah lainnya, bahkan seluruh Indonesia (Mandar, kalimantan, Jawa, dan Sulawesi pada umumnya), maka terbukalah kesempatan perlawanan rakyat secara menyeluruh. Umpamanya pada Februari 1946, berangkatlah perutusan Abd. Rahman Tamma menuju Makassar dan pada 12 April 1046, Abd. Malik dan Abd. Rauf menuju Yogyakarta. Kepada perutusannya ini Andi Depu menugaskan untuk: 1. Aktif mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan RI 2. Bekerjasama dengan kelaskaran atau badanbadan perjuangan lainnya untuk mencapai
suatu kesatuan komando. 3. Mengembangkan dan meningkatkan gerakan KRIS Muda di luar daerah Mandar. 4. Secara periodik mengadakan hubungan dengan pemimpin pusat KRIS Muda di daerah Mandar (Amir, 2011:60). Perlawanan para pemuda pejuang yang ditampilkan melalui wadah perjuangan atau organisasi kelaskaran KRIS Muda Mandar di bawah pimpinan Andi Depu, tetap tidak memudarkan keinginan NICA untuk memulihkan kembali kedudukan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di daerah Mandar. Itulah sebabnya berbagi usaha dilakukan untuk mematahkan dan memudarkan perlawanan rakyat. Namun kenyataannya bahwa usaha perlawanan rakyat bukan hanya semakin berapi-api, tetapi juga laskar KRIS Muda semakin berkembang dan meluas di berbagai daerah di luar Mandar, seperti Makassar, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, Pinrang, dan sebagainya. Bahkan laskar KRIS Muda menjadi salah satu prakarsa penyatuan langkah perjuangan organisasi-organisasi kelaskaran ke dalam suatu wadah komando yang kemudian dikenal dengan LAPRIS pada Juli 1946. Wadah komando yang dipusatkan di Polongbangkeng ini, dimaksudkan agar langkah perjuangan lebih terorganisir dan kuat dalam menghadapi NICA. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa untuk mewujudkan rencana menyatukan kelaskaran-kelaskaran yang tersebar di setiap daerah dalam satu wadah, maka diusahakan satu pertemuan pimpinan-pimpinan kelaskaran. Pertemuan pertama dilakukan di Komara pada 15 Juli 1946. Hadir pada pertemuan ini pimpinan KRIS Muda Mandar, Riri Amin Daud dari Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPPNI) Makassar hadir Aminuddin Muchlis dari Harimau Indonesia hadir Bahang; dari Angkatan Muda Republik Indonesia Selayar (AMRIS) Selayar hadir Daeng Bonto, dan dari Gerakan Tanete Soppeng diwakili oleh Ali Malaka. Dari pertemuan ini dicapai kata sepakat membentuk organisasi gabungan kelaskaran. Keesokan harinya mereka berangkat menuju markas Lipan Bajeng. Berhubung karena rencana itu merupakan inisiatif dari Endang, maka pada pertemuan itu ia tampil sebagai 305
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 pimpinan sidang. Selain dihadiri oleh tokoh-tokoh yang hadir pada pertemuan 15 Juli 1946 hadir pula pada pertemuan ini Ranggong Daeng Romo, Karaeng Ana Bajeng, Karaeng Loloa, Karaeng Djarung, Karaeng Cadi, Karaeng Palli, Karaeng Sidja, Karaeng Temba, Emmy Saelan, Maulwi Saelan, dan lain-lain. Pertemuan ini merupakan pertemuan pembentukan wadah kesatuan organisasi kelaskaran yang dinamakan LAPRIS. Dari hasil pertemuan ini maka pada 17 Juli 1946 dilakukan upacara pengresmian berdirinya LAPRIS yang ditandai dengan pengibaran bendera Merah Putih, diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipimpin oleh M. Yusuf di Ranaya, upacara ini dilakukan pada jam 09.00 dan dihadiri sekitar 100 orang (Kadir, dkk, 1984:163). Adapun susunan kepengurusan LAPRIS yang diumumkan pada upacara peresmian itu belum lengkap karena beberapa jabatan yang perlu ditempatkan orang dipercayakan untuk tugas itu belum dapat ditentukan, kepengurusan LAPRIS adalah sebagai berikut: Pelindung: Padjonga Daeng Ngalle (Karae Ana Bajeng); bagian organisasi (administrasi), ketua: Makkaraeng Daeng Mandjarungi, wakil ketua: belum terisi; sekretaris I: R.W. Mongisidi; sekretaris II: belum terisi; bagian ketentaraan, ketua: Ranggong Daeng Romo, wakil ketua: R. Endang; sekretaris: Baso Lanto; orgaan adviseurs (badan penasehat): Abd. Rachman (Pak Jawa), Daeng Tjando, Daeng Sila Karaeng Loloa; badan penyelenggara, ketua muda: Abd. Rachman (Hamang), Ali Malaka; sekretaris: belum terisi; bendahara: Mappaselleng Daeng Sija; bagian penerangan: Riri Amin Daud; bagian Inlichtingsdienst: Bonto; bagian perhubungan: Ali Malaka; bagian ketentaraan: R. Endang; bagian Palang Merah: Emmy Saelan (Kadir, dkk, 1984: 162).3 3
Kepengurusan LAPRIS bermarkas pusat di Bajeng, kecuali kepengurusan Badan Penyelenggara berkedudukan di Makassar. Pada waktu peresmian berdirinya LAPRIS, Anggaran Dasar juga disahkan. Dalam kepengurusan LAPRIS Riri Amin Daud berperan di Bagian Penerangan (wakil dari KRIS Muda), dan dia juga hadir pada pertemuan sehari sebelum dibentuk LAPRIS tepatnya tanggal 15 Juli 1946, pertemuan ini merupakan pertemuan pertama yang dilakukan di Komara.
306
Tanggal 1 Oktober 1946 diselenggarakan rapat, meskipun susunan pengurusnya belum lengkap dan menetapkan beberapa keputusankeputusan. Keputusan-keputusan ini belum terlaksana, kecuali keputusan No. 2 dalam bentuk latihan militer kepada sekitar 1000 orang pejuang pembela RI dari berbagai kelaskaran. Kemudian upaya peningkatan serangan militer terhadap NICA ternyata dihambat oleh pembunuhan massal yang dilakukan oleh Westerling. Aksi pembunuhan tersebut mempersempit ruang gerak para pejuang pembela kemerdekaan (Poelinggomang, dkk, 2005:155). Kenyataan itulah yang menyebabkan pihak NICA harus melakukan penangkapan terhadap tokoh pejuang termasuk pejuang-pejuang dari Mandar seperti Andi Depu, Riri Amin Daud, Abd. Rahman Tamma. Dalam operasi penangkapan yang dilakukan oleh NICA terhadap para tokoh KRIS Muda, baik di Makassar maupun di daerah Mandar, tercatat 36 orang pimpinan dan anggota KRIS Muda Mandar berhasil ditangkap, termasuk Andi Depu yang ditangkap pada November 1946, serta Riri Amin Daud dan Abd. Rahman Tamma pada November 1946. Mereka ditangkap ketika sedang dalam penyamarannya untuk berkeliling melakukan kontak dengan para pejuang lainnya guna menyusun strategi perlawanan (Arsip NIT, No. 139). Andi Depu kemudian dimasukkan ke dalam penjara Majene, sementara Riri Amin Daud dan Abd. Rahman Tamma dipenjarakan Hogepad Makassar. Mereka seharusnya termasuk tawanan politik atau tawanan perang, tetapi kenyataannya mereka diadili seperti penjahat kriminal (Chaniago, 2002:578). Daftar nama-nama anggota KRIS Muda Mandar yang ditawan Belanda: Andi Depu, Riri Amin Daud, Abd. Rahman Tamma, Lappas Bali, Arimin Muhammad, Mahmudy Syarif, H. Abd. Razak, Masud Rahman, Hasan Mangga, Iskandar, M. Amin Badawie, Juoma Laboe BRP, Ruwaeda, Ummi Hani, Sahide, A. MappEwa, A. Lelang, Nuraini Ahmad, Abd. Azis. M, Andi Takka, Badolo Waris, Abd. Rahman. M, Saal Daud, Ahmad Tabus, Mustari, Badau, Aminuddin, Kating, Yengga, Abd. Rahman, Abd. Madjid, Pua Madjid, Sakia, Abd Djalil, SupuE, H. Baddu (Arsip Riri Amin Daud, Reg No. 17).
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
Selama berlangsung KMB, Pemerintah Belanda membebaskan sekitar 12.000 orang tahanan antara Agustus sampai dengan Desember 1949 (Chanigo, 2002:577). 4 Mereka yang ditahan itu, bukan hanya karena berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaan, tetapi juga karena mereka menentang Pemerintah Belanda yang hendak memulihkan kembali pengaruh dan kedudukan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Para tahanan yang dipenjarakan di Kota Makassar (Hogepad, Lajang, Tellokamp) misalnya jumlahnya diperkirakan lebih dari 500 orang, di Bulukumba berjumlah 762 orang dan 618 orang diantaranya dibebaskan pada awal Januari 1948, dan panitia ini melaporkan telah menampung sebanyak 1410 orang tawanan, dan sebagian dibantu mengembalikan ke Sulawesi Selatan. Sebagian dari para tahanan itu adalah para raja atau keluarga kerajaan dan pejuang yang anti Belanda (Arsip, No. 82; Arsip NIT, No. 141 dan 142). Adapun susunan kepengurusan panitianya sebagai berikut: sebagai pelindung: Makkaraeng Daeng. Mandjarungi, ketua: F. Pondaag, wakil ketua: J. Kamalirang, penulis I: Riri Amin Daud, penulis II: Abd.Rahman Tamma, dan pembantupembantu: M.J. Unjung, R. Sukarto, dan Ismail A.P. Panitia yang dibentuk untuk membebaskan semua tawanan politik dan memperjuangkan tercapainya kemerdekaan seratus persen. (Poelinggomang, dkk, 2005:258). Kenyataan ini menyebabkan Panitia Bekas Tahanan Politik selanjutnya membentuk Panitia Penyelenggara Konferensi Seluruh Pejuang 4 Tampaknya jumlah tahanan berbeda antara Republik dan pihak Belanda, pihak Republik mengatakan jumlah tawanan diperkirakan 14.500 orang. Wakil Walikota Belanda memberikan keterangan sejak berlakunya penghentian tembak menembak sampai dengan 13 Desember 1949 telah diberikan amnesti sebanyak 3194 orang. Pihak Republik menyampaikan daftar orang yang dibebaskan sejak 10 Agustus sampai dengan 16 Desember 1949 sampai 1 Maret 1950 sebanyak 4414 orang. Menteri Kehakiman RIS Mr. Soepomo menyampaikan dalam sidang Parlemen RIS 11 Maret 1950, bahwa dari 10 Agustus-27 Desember pemerintah Belanda membebaskan sebanyak 7862 tahanan, sebagian besar belum diadili. Dari 4 November-27 Desember 1949awal Maret 1950 dibebaskan sebanyak 4414 orang tahanan sebagai narapidana amnesti.
Indonesia Timur pada awal Januari 1950. Adapun panitia penyelenggara itu diketuai oleh Makkaraeng Daeng Mandjarungi; Yusuf Bauty sebagai wakil ketua; F. Pondaag sebagai sekretaris; dan Riri Amin Daud sebagai wakil sekretaris. Konferensi ini bertujuan untuk mempertemukan organisasi-organisasi perjuangan dan kelaskaran atau kelompok-kelompok perjuangan rakyat (gerilya) dan mantan tahanan politik atau tawanan perang yang telah mengambil bagian dalam perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan. Selain itu, konferensi ini juga dimaksudkan untuk merumuskan keinginan mereka kembali yang telah mendasari perjuangannya, melanjutkan perjuangan, menyusun pedoman kerja. Panitia konferensi kemudian mengeluarkan pernyataan pada 4 Januari 1950, agar pemerintah memperhatikan resolusi yang telah dikeluarkan sebelumnya (Poelinggomang, dkk, 2005:260; Arsip Tator, No. 771). Panitia memutuskan, Konferensi Perjuangan Indonesia Timur akan di selenggarakan di Polongbangkeng, pusat perlawanan Republik paling kuat dan yang paling bertahan di Sulawesi Selatan, Markas Laskar Lipan Bajeng dan LAPRIS. Wilayah yang terletak di sebelah selatan Kota Makassar di bawah kekuasaan Karaeng Polongbangkeng Padjonga Daeng Ngalle, yang setelah Proklamasi kemerdekaan menyatakan bahwa wilayah kekuasaannya menjadi bagian dari RI. Padjonga Daeng. Ngalle menjadi pelindung dari gerakan rakyat yang bernama Gerakan Muda Bajeng yang kemudian berubah menjadi Laskar Lipan Bajeng, dan Mobil Batalyon Ratulangi (MBR). Panitia konferensi mengeluarkan pengumuman pada 10 Januari 1950, disebutkan bahwa pertemuan terdiri dari dua jenis, yaitu rapat terbuka dan tertutup. Rapat terbuka dapat dihadiri oleh semua wakil-wakil kelompok pejuang, semua mantan tahanan, dan para pembesar yang diundang, sedangkan rapat tertutup hanya dihadiri oleh wakil-wakil kelompok pejuang yang mempunyai mandat dan mantan tahanan. Panitia konferensi menyebarkan tenaga ke pedalaman. Tokoh terkemuka seperti Yusuf Bauty dan Riri Amin Daud misalnya, sejak 18 Januari berkeliling sambil menggalang massa di Enrekang, Makale, dan Rantepao di Tanah 307
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 Toraja. Pada 20 Januari, kembali lewat Rappang, Parepare, Pinrang, dan membelok ke kotakota di pantai barat di wilayah Mandar. Dalam perjalanan itu, di samping membangun hubungan dengan para mantan tahanan politik atau perang, juga menerima informasi dari masyarakat pada rapat-rapat umum yang diselenggarakan. Pada umumnya masyarakat meminta agar TNI di datangkan ke Sulawesi Selatan. Perjalanan semacam ini juga dilakukan oleh tokoh-tokoh yang lainnya. Menurut laporan panitia menjelang konferensi dimulai, sudah 27 kota-kota di pedalaman Sulawesi Selatan yang didatangi (Poelinggomang, 2005: 261; Arsip Abd. Rahman Tamma, No. 13; Arsip Tator, No. 144 dan 659).5 Hasil dari konferensi disepakati pembentukan suatu badan yang disebut Biro Pejuang Pengikut Republik (BPPRI), dalam konferensi ini juga dihasilkan suatu pernyataan yang berbunyi: 1. Kami bekas pemberontak dan bekas tawanan politik dulu dikatakan perampok, pengacau, pembunuh, dan sebagainya dan kini digelar pahlawan-pahlawan dan prajurit perjuangan. 2. Yakin, bahwa tidak ada buat seorangpun dari kami menjadikan nama atau gelar sebagai soal utama. 3. Bahwa yang kami ketahui adalah kami cinta ibu pertiwai dan dengan sadar pada waktu yang sudah kami melakukan siasat destruktif keluar menerjang segala perkosaan atas proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai suatu ledakan keinginan dan hasrat bangsa Indonesia yang sudah berabadabad hidup dijajah, ingin hidup bernegara 5 Di antara yang aktif dalam Panitia itu adalah Makkaraeng Daeng Mandjarungi (Karaeng Djarung dari LAPRIS), Riri Amin Daud (dari KRIS Muda Mandar dan LAPRIS), F. Pondaag (bekas sekretaris Dr. Ratulangi), dan J. Kamalirang (seorang anggota satuan persiapan ODSDQJDQ =XONLÀL /XELV GDQ QDPD VHEHQDUQ\D DGDODK Ronggowarsito). Panitia itu menguraikan bahwa tujuanya adalah pembebasan semua tahanan politik di Indonesia Timur. Atas prakarsa Karaeng Djarung, Panitia itu memutuskan untuk mensponsori suatu konferensi dan akan diundang kelompok-kelompok anggota LAPRIS, organisasi Gerilya lainnya seperti TKR Luwu, dan wakil kabupaten-kabupaten yang dahulu afdeling.
308
sendiri dan dapat menyumbangkan kebangsaannya untuk ikut serta dalam pembinaan perikemanusiaan dan keadilan diantar bangsa-bangsa didunia. 4. Bahwa sesungguhnya lahirnya RIS dan Negara Indonesia Timur (NIT) itu, karena Belanda semata-mata dan pula didorong oleh cara-cara bapak-bapak kita yang tidak mengikuti jiwa dan para pemuda, lekas-lekas bermalino dan berdenpasar, sehingga lahirnya RIS dan NIT sebenarnya sedikitpun tidak mengganggu hasrat dan keinginan seluruh bangsa Indonesia yang pada prinsipnya tetap berpegang pada proklamasi 17 Agustus 1945 baik yang telah berpenjara atau berhutan. 5. Bahwa masih banyak pula rakyat di NIT yang tidak atau belum RI, mendapat kesempatan mengembangkan keinginan itu, bahwa dalam banyak hal kita di NIT banyak ketinggalan (Poelinggomang, 2005: 296). Berpendapat: bahwa untuk mengembalikan RIS sekarang menjadi RI, sesuai dengan hasrat rakyat, maka perlu seluruh tenaga warga negara dikerahkan dalam segala lapangan dan tetap berpegang teguh pada Pancasila. Pernyataan ini dikeluarkan di Polongbangkeng, tempat berlangsungnya konferensi pada 7 Februari 1950, yang ditandatangani oleh Badan Pimpinan pusat BPRRI, Yusuf Bauty, Makkaraeng Daeng Mandjarungi, Riri Amin Daud, F. Pondaag, Abd. Rahman Tamma, R. Sukarto, Hamang, Aminuddin Muchlis, dan S. Sunari. Inti dari pernyatan itu merupakan tujuan organisasi BPRRI dalam melakukan perjuangan politik untuk membubarkan NIT. Di samping itu mereka juga mengirim utusan ke Yogyakarta untuk melaporkan kegiatan dan perkembangan yang ada di Sulawesi Selatan. Pada 23 Februari 1950 berangkat Makkaraeng Daeng Mandjarungi dan Riri Amin Daud sebagai wakil BPPRI ke Yogyakarta untuk menemui Pemerintah RIS dan RI. Tepat pada hari yang telah ditentukan, 17 Maret 1950, ribuan rakyat Kota Makassar dan pendudukan di sekitarnya melakukan demonstran mengelilingi wilayah kota, dan kemudian berkumpul di depan Kantor Parlemen NIT. Diperkirakan
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
jumlah demonstran mencapai 2000 orang. Demonstran ini merupakan demonstran terbesar yang menggoncang Kota Makassar (Kadir, dkk, 1984:246).6 Ketika semua demonstran telah berkumpul di depan Parlemen NIT, A.N. Hadjarati, aktor intelektual dari aksi demonstran itu tampil menemui ketua Parlemen NIT, Husain Puang Limboro untuk menyampaikan tuntutan itu diteruskan kepada pemerintah RIS, dan mendesak segera membubarkan NIT (Poelinggomang, 2005: 297; Patang, 1974:141). Akhir Perjuangan Riri Amin Daud BPRRI yang didirikan pada Februari 1950, pada BPRRI ini Riri Amin Daud juga terlibat di dalamnya. BPRRI yang berjiwa Pancasila, mempunyai tugas bekerja secara efektif dan dengan penuh tanggung jawab kepada seluruh bangsa Indonesia dengan program perjuangan tertentu. Badan Pimpinan Pusat BPPRI: Dewan Pimpinan umum: Yusuf Bauty, Makkaraeng Daeng Manjarungi, Riri Amin Daud, F. Pondaag, Abd. Rahman Tamma, R. Sukarto, Hamang, Aminuddin Muchlis, S. Sunari (Djarwadi, dkk, 1972:45). Kemudian mengeluarkan resolusi yang berbunyi: memperhatikan larangan demonstrasi Pemerintah NIT dan rapat raksasa, resolusi panitia demonstrasi keinginan rakyat 9 Maret 1950 yang menuntut pencabutan larangan tersebut. Demonstrasi yang diadakan 17 Maret 1950 yang menuntut pembubaran NIT berlangsung sesuai dengan rencana dan berjalan secara tertib. Sedangkan pihak non republik/kaum kooperator juga berusaha mengorganisir demonstrasi untuk mempertahankan NIT, tetapi gagal, bahkan orang-orangnya berobah menjadi memihak RI. Menjelang meletusnya peristiwa Andi Azis, markas BPRRI digerebek oleh pasukan 6
Tentang jumlah orang demonstran yang hadir, ada juga yang menyebut lain yaitu 200.000 orang, namun jumlah ini terlalu tinggi dapat diperkirakan jumlah penduduk pada masa itu. Setelah demonstran 17 April, maka berturut-turut terjadi demonstran dan rapat raksasa seperti di Gorontalo, Poso, Donggala, Takalar, jeneponto, Gowa, Bulukumba, Selayar, Sinjai, Parepare, palopo, Mandar, dan lain-lain. Tegasnya seluruh rakyat bangkit menuntut kepada Pemerintah RIS agar membubarkan NIT dan memasukkannya ke dalam RI.
kepolisian NIT, tetapi tidak berhasil menangkap para pemimpinnya. Sementara itu Makkaraeng Daeng Mandjarungi dan Riri Amin Daud yang telah kembali ke Yogyakarta, yang memprakarsai Konferensi Polongbangkeng, dan Riri Amin Daud menjadi salah seorang anggota presidium BPPRI (Fatmawati, 2002:5). Keinginan rakyat Indonesia di Sulawesi untuk melepaskan diri dari NIT tak dapat ditahantahan lagi. Sebelum Pemerintah RIS dengan resmi membubarkan NIT, terlebih dahulu mereka telah melepaskan diri dari ikatan NIT dan langsung menggabungkan diri dengan RI. Pada 17 April 1950 di Polongbangkeng, yang merupakan daerah pusat perjuangan rakyat Indonesia di Sulawesi pada masa revolusi. Di Daerah ini telah diumumkan suatu proklamasi yang disebut Proklamasi Polongbangkeng, isinya sebagai berikut: Atas nama seluruh rakyat pengikut Republik Indonesia di seluruh Indonesia Timur: a. Atas nama susunan pemangku-pemangku jabatan Pemerintah Sipil berdiri di seluruh bahagian daerah di Indonesia Timur; b. Dengan bentuk angkatan pertahanan gerilya kami; c. Dengan bentuk daerah-daerah yang dikuasai angkatan Gerilya kami.
Dengan ini memproklamirkan, bahwa: Kami seluruhnya dengan daerah-daerah yang di bawah kekuasaan kami melepaskan diri dari kekuasaan Undang-undang dan Pemerintah Negara Indonesia Timur dan akan mempertahankan daerah-daerah kami sebagai daerah bahagian RI, serta akan mempertahankan diri sebagai warga negara yang terikat oleh Undang-undang dan tunduk di bawah Pemerintah RI diibukota Yogyakarta.
Polongbangkeng, 17 April 1950 Pemangku jabatan Gubernur Provinsi Sulawesi Provinsi Maluku Provinsi Sunda Kecil Makkaraeng Daeng Manjarungi Wakil Riri Amin Daud Basis Komando Markas Besar Kesatuan Gerilya 309
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 Territorium Sulawesi Pemangku Jabatan Komandan A. Djalal Daeng Leo, Andi Selle (Djarwadi, dkk, 1972:70; Kempen. 1953:167). Selang beberapa hari kemudian sikap yang sama ditampilkan oleh Hadat Tinggi Sulawesi Selatan (HTSS) yang merupakan pimpinan pemerintahan Sulawesi Selatan dan Dewan Sulawesi Selatan memproklamasikan gagasan yang sama pada 26 April 1950 di Makassar, yang isinya sebagai berikut: Sesuai dengan keinginan sebahagian besar dari seluruh rakyat Sulawesi Selatan yang dilahirkan dengan demonstran, mosi-mosi, statemen tanggal 20 Maret 1950 dari Panitia Penegak RI, yang meliputi lebih dari 50 partaipartai politik dan organisasi, maka mulai hari ini 26 April 1950 Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan menyatakan Sulawesi Selatan lepas dari NIT dan masuk dalam RI sebagai satu provinsi (Poelinggomang, dkk, 2005:299). Pergolakan-pergolakan yang terjadi di Sulawesi Selatan pada khususnya dan NIT pada umumnya sangat berpengaruh terhadap perundingan-perundingan yang dilakukan oleh Presiden NIT, Soekawati. Wakil dari Negara Sumatera Timur dengan wakil Presiden RIS, Muhammad Hatta pada 3-5 Mei 1950, pada pertemuan ini dicapai kata sepakat untuk menetapkan satu negara kesatuan. Pada 9 Mei 1950 Wakil Presiden RIS, Muhammad Hatta menjelaskan dalam pidato radio bahwa negara kesatuan harus dibentuk melalui cara-cara legal, dan bukan melalui tindakan-tindakan yang bersifat sepihak, dipaksakan (Kadir, dkk, 1984:248). Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 yang disahkan pada 15 Agustus 1950 dan diumumkan ke suluruh pelosok tanah air pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1950 merupakan keberhasilan perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang dicanangkan oleh rakyat Sulawesi Selatan adalah untuk mewujudkan kembali keutuhan dan identitas bangsa yang terpatri pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Mereka 310
tetap berjuang hingga terwujudnya kembali keutuhan dan identitas bangsa Indonesia dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kadir, dkk, 1984:249). Meskipun demikian persoalan gerilya di Sulawesi Selatan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Itulah sebabnya pemerintah mengumumkan pemanggilan kembali para pejuang gerilya pada 9 Desember 1950. Kemudian disusul penetapan daerah untuk mengumpulkan pasukan yang hendak diselesaikan. Masa pemanggilan diberi waktu antara 15 Desember 1950 sampai dengan 30 Desember 1950. Karena mengalami banyak kesulitan diperpanjang lagi hingga 6 Januari 1951. Kesulitan yang dihadapi sebenarnya adalah di kalangan pasukan gerilya sendiri, karena sampai saat terakhir habisnya jangka waktu pemanggilan, Kahar Muzakkar masih bersikap diam. Bahkan kemudian menyerahkan pimpinan kepada M. Saleh Syahban selaku kepala stafnya. Kahar Muzakkar sendiri terus menuju ke kampung halamannya dengan tujuan istirahat. Dalam pelaksanaan keputusan pemerintah untuk memanggil pejuang gerilya, maka dibentuklah panitia dengan susunan dan tugasnya adalah: Ketua: I.A. Saleh Daeng Tompo, wakil ketua: Mayor L. Mochtar; anggota: Abbas Daeng Malewa, Nyonya Salawati Daud, Makkaraeng Daeng Mandjarungi, Aminuddin Mukhlis, Riri Amin Daud, M. Yosef, M. Yunus Mile. Terhadap masalah gerilya tugasnya untuk mengadakan pemisahan antara anggota Gerilya dalam penggolongan: a. Yang berhasrat masuk dalam Angkatan Perang; b. Yang hendak masuk Kepolisian, c. Yang hendak kembali ke masyarakat (Djarwadi, dkk, 1972:68-69). Di samping kelompok yang di prakarsai Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), sejumlah pemuda merasa khawatir mengenai situasi saat itu, dan dimulai dengan pertemuan kongres Pelajar Mahasiswa Korban Kekacauan Juli 1956, kelompok-kelompok pemuda banyak terbentuk untuk mendiskusikan masalah daerah mereka, dan apa yang mungkin mereka perbuat mengenai hal itu. Dalam pertemuan 3 Februari 1957, sebanyak 77 orang pemuda dengan dukungan 47 kelompok pemuda, membentuk Dewan Pemuda Sulawesi. Dewan ini mencakup anggota-anggota secara
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
perorangan, serta organisasi-organisasi yang EHUGDVDUNDQ D¿OLDVL NHVXNXDQ DWDX NHDJDPDDQ maupun afiliasi kepartaian. Di antara yang tersebut belakangan termasuk Gerakan Pemuda Sosialisasi, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), dan Pemuda Rakyat (organisasi Pemuda PKI). Pada organisasi ini ditunjuk sebagai ketua adalah Nurdin Djohan, seorang veteran muda WDQSDD¿OLDVLNHSDUWDLDQGDQWHPDQ0D\RU<XVXI Riri Amin Daud dari LAPRIS dan BPPRI menjadi sekretaris jenderal; para angoota lain termasuk Mattulada, yang pernah menjadi juru bicara bagi para siswa di Kongres Pelajar mengenai Komando Daerah Pertempuran Sulawesi Selatan Tenggara (KoDPSST); Indra Chandra dan Husain Achmad dari Gerakan Pemuda Sosialis (GPS); dan Ismail +DELGDUL3HPXGD3URJUHVLIWDQSDD¿OLDVLSDUWDL (Harvey, 1989:255). Memasuki tahun 1950 Riri Amin Daud masih aktif dalam perjuangannya, tepatnya tahun 1950 sampai 1951 ia ditunjuk sebagai Sekretaris Panitia Negara Penyelesaian Masalah Gerilya Sulawesi Selatan sampai dengan terbentuknya $IZLNNHOLQJVKomando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Riri Amin Daud yang dalam hidupnya memang tidak mau diam, selalu diwarnai dengan kegiatan-kegiatan yang dapat bermanfaat untuk orang banyak, seperti ia juga aktif di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan, yaitu menjadi guru Vervolschool di Sumpangbinangae (Kabupaten Barru) dan di Campalagian (Mandar). Riri Amin Daud kembali menempuh pendidikan Kursus Kerja Sosial pada RC. Dr. R. Suharso di Solo, Jawa Tengah, tahun 1951-1952. Selain dunia politik dan pendidikan dan kemasyarakatan Riri Amin Daud juga bergelut di dunia pers, ini mulai dirambah dari tahun 1953 dan dilakukan sampai tiga tahun. Karier Riri Amin Daud didunia pers ini menjadi pimpinan umum Mingguan “Jakarta Raya” dan sekaligus wartawan Surat Kabar “Pembela Proklamasi” di Jakarta. Riri Amin Daud juga anggota redaksi SKH “Tinjauan Makassar”. Riri Amin Daud dalam mengisi kehidupannya, beragam kegiatan dilakukan ia juga pernah menjadi penanggung jawab kegiatan persuteraan rakyat Indonesia (ISRI) di wilayah Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1954, setelah menyelesaikan pendidikan di Solo, Riri
Amin Daud melanjutkan pendidikan di SMA C Pengasan Timur (Fatmawati, 2002:2). Riri Amin Daud tidak berhenti menempuh pendidikan, ia kemudian kembali ke Makassar, dan mengikuti kuliah selama dua tahun (19561958) di Fakultas Teknik Publik Administration Universitas 17 Agustus 1945 (Inventarisasi Arsip Koleksi Pribadi Riri Amin Daud, 1996: 5). Selepas itu, kegiatan Riri Amin Daud terus berlangsung dari tahun 1957 sampai dengan 1959 pada saat itu ia menjadi anggota Penasehat Pemerintah Militer TT VI/Wirabuana yang berkedudukan di Makassar (Inventarisasi Koleksi Arsip Pribadi Riri Amin Daud, 1996: 30). Riri Amin Daud menjadi anggota Legiun Veteran RI, kemudian menjadi anggota koperasi Legiun Veteran RI. Tanda penghargaan yang diperoleh Riri Amin Daud diantaranya: Bintang Gerilya kelas 1, Bintang Gerilya kelas 2, Bintang Gerilya 50 tahun, dan Bintang Purna Veteran RI (Fatmawati, 2002: 7). Demikian perjalanan perjuangan Riri Amin Daud dalam mempertahankan kemerdekaan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang dapat memberikan inspirasi bagi orang lain. PENUTUP Riri Amin Daud adalah salah satu tokoh yang menarik untuk disimak hasil perjuangan dan kiprahnya di wilayah Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Perjuangannya bukan hanya untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tetapi juga memperjuangkan wilayahnya dari kesewenang-wenangan Belanda yang ingin menguasai beberapa daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Sulawesi Barat. Setelah proklamasi kemerdekaan diraih, kemudian NICA kembali ingin memulihkan kekuasaannya. Riri Amin Daud dan pejuang-pejuang lainnya tidak menginginkan lagi rakyat dijajah oleh NICA. Oleh sebab itu beberapa organisasi perjuangan dibentuk. Apalagi dengan model program yang diinginkan oleh NICA adalah menjadikan wilayah di Indonesia secara umum dan secara khusus di Sulawesi Selatan menjadi negara bagian (federasi). Oleh sebab itu pejuang-pejuang tetap pada pendirian mereka yaitu keutuhan bangsa, sebab negara federasi tidak sesuai dengan alam Indonesia. 311
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 299—313 Perjuangan Riri Amin Daud semakin terasah dengan mengikuti kelaskaran dari API, KRIS Muda Mandar, LAPRIS, sampai BPPRI. Riri Amin Daud cukup berperan di dalam organisasi kelaskaran tersebut. Riri Amin Daud adalah sosok yang aktif, karena kelaskaran yang diikuti tidak hanya di Sulawesi Barat, namun keterlibatannya dalam LAPRIS, maka dapat diketahui bahwa cukup luas bentuk perjuangan Riri Amin Daud. Karena LAPRIS ini adalah gabungan dari 19 kelaskaran di Sulawesi Selatan, Riri Amin Daud mewakili KRIS Muda Mandar untuk bergabung dalam LAPRIS. Pola perjuangan semakin terorganisir dengan baik, karena pejuang-pejuang yang berada di daerah tidak berjuang sendirisendiri, namun sudah lebih kompak dan lebih terkontrol satu sama lain saling memperhatikan perjuangan mereka. Riri Amin Daud sangat pemberani, karena meskipun telah ditawan oleh NICA bersama beberapa pejuang lainnya, namu Riri Amin Daud terus maju berjuang. Bahkan menjadi panitia di beberapa momen perjuangan seperti pemisahan antar gerilya dan angkatan perang, kemudian Riri Amin Daud juga menorehkan perjalanan sejarahnya sebagai salah satu wakil Sulawesi Selatan ke Yogyakarta dalam hal urusan, agar NIT dibubarkan. Para pejuang melakukan demonstrasi secara besar-besaran dengan tuntutannya bubarkan NIT. Selepas perjuangan kemerdekaan Riri Amin Daud tetap berkarya untuk bangsanya, yaitu mengajar di beberapa daerah, kemudian Riri Amin Daud juga pernah menjadi wartawan. Dari sini kita dapat memahami bahwa Riri Amin Daud adalah sosok yang ingin berbuat banyak untuk daerahnya. Semoga semakin banyak penulisan perjuangan dari seorang tokoh, agar hasil perjuangan anak bangsa dapat dinikmati oleh generasi muda, apalagi diera sekarang yang agak krisis akan moral. Diharapkan dengan kehadiran tulisan ini dapat menjadi bahan renungan bahwa berkorban untuk bangsa adalah suatu perilaku amat mulia, yang dapat diteladani. DAFTAR PUSTAKA Amir, Muhammad. 2010. .HODVNDUDQGL0DQGDU 6XODZHVL%DUDW.DMLDQ6HMDUDK3HUMXDQJDQ 312
0HPSHUWDKDQNDQ.HPHUGHNDDQ Makassar: Dian Istana. Amir, Muhammad. 2011. Maraqdia Andi Depu; Wanita Pejuang Dari Mandar, dalam Tiga 6ULNDQGL 3HMXDQJ 'DUL 0DQGDU 6XODZHVL Barat. Makassar: Dian Istana. Amir, Muhammad. 2014. 3HUMXDQJDQ0XKDPPDG 6DOHK0HQHQWDQJ-HSDQJGDQ%HODQGDGL 0DQGDU. Ujung Pandang: Arus Timur. Arsip Abd. Rahman Tamma, No. 13. Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Arsip Bantaeng, No. 82. Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Arsip NIT (Negara Indonesia Timur) , No. 139,141, dan 142. Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Arsip Riri Amin Daud, Reg. No. 15 dan 17. Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Arsip Tator, No, 144, 659, 771. Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Chaniago, J.R. 2002. 5HYROXVL3ROLWLN/RNDO'DQ ,QWHJUDVL1DVLRQDO3HQJDODPDQ6XODZHVL 6HODWDQ 'DQ 6XPDWHUD 7LPXU 0HPDVXNL 1HJDUD .HVDWXDQ 5HSXEOLN ,QGRQHVLD Yogyakarta: Disertasi tidak terbit Universitas Gadjah Mada. Fatmawati. 2002. 6HMDUDK 3HUMXDQJDQ .5,6 Muda Mandar, Sejarah Lisan, informan: Riri Amin Daud. Makassar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar. Harvey, Barabara Sillars. 1989. Pemberontakan .DKDU0X]DNNDU'DUL7UDGLVL.H',7,, -DNDUWD373XVWDND8WDPD*UD¿WL Inventaris Arsip Koleksi Pribadi H. M. Riri Amin Daud 1945-1985. 1996. Ujung Pandang: Arsip Nasional Republk Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Djarwadi, Radik, dkk. 1972. 6HMDUDK &RUSV +DVDQXGGLQ 3UDMXULW 7HPSXU GDQ Pembangunan. Makassar: Corhas. Kadir, Harun, dkk. 1984. 6HMDUDKSHUMXDQJDQ .HPHUGHNDDQ ,QGRQHVLD GL 6XODZHVLQ 6HODWDQ Ujung Pandang: Kerjasama Bappeda TK.I. Provinsi Sulawesi
Perjuangan Riri Amin Daud ... Bahtiar
Selatan dan Universitas Hasanuddin. Kementerian Penerangan. 1953. Jakarta: Provinsi Sulawesi. Makassar: Djawatan Penerangan. Pabittei, Aminah. 1991. +DMMD $QGL 'HSX Maraddia Balanipa. Ujung pandang: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Patang, Lahadjdji. 1974. 6XODZHVL GDQ 3DKODZDQ3DKODZDQQ\D. Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Generasi Muda Indonesia. Pawiloy, Sarita. 1987. $UXV 5HYROXVL GL 6XODZHVLVHODWDQ. Ujung Pandang: Dewan Harian Angkatan 45 Provinsi Sulawesi Selatan Masa Bhakti 1985-1989.
Poelinggomang, Edward L. 2005. 6HMDUDK 6XODZHVL 6HODWDQ -LOLG Makassar: Kerjasama Pemda Provinsi Sulawesi Selatan, Balitbangda dan (MSI) Masarakat Sejarawan Indonesia, Cabang Provinsi Sulawesi Selatan. 6\DIHL 6RHZDGML )XQJVL %LRJUD¿ dalam penulisan Sejarah Indonesia, dalam 3HPLNLUDQ %LRJUDIL GDQ .HVHMDUDKDQ 6XDWX.XPSXODQ3UDVDUDQSDGD%HUEDJDL Lokakarya Jilid I. Jakarta: Depdikbud. Wawancara Muhammad Ronggur Amin Daud, di Makassar tanggal 23 Mei 2014.
313