PERBANDINGAN KEGIATAN SEWA GUNA USAHA DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (ANALISIS CONTOH PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR DI PT. BCA FINANCE DIKAITKAN DENGAN PENGATURAN MENGENAI JAMINAN FIDUSIA Arini Faradinna Pembimbing: Suharnoko, Abdul Salam Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
ABSTRAK Sewa Guna Usaha dan Pembiayaan Konsumen merupakan perjanjian yang timbul dalam praktek dimana berdasarkan Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) perlu juga tunduk pada asas-asas dan ketentuan hukum yang terdapat dalam KUH Perdata. Sewa Guna Usaha dan Pembiayaan Konsumen merupakan sama-sama jenis pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, namun terdapat perbedaan diantara kedua jenis pembiayaan tersebut. Perbedaan mendasar antara sewa guna usaha dan pembiayaan konsumen terletak pada hak milik atas objek barang, adanya hak opsi pada Sewa Guna Usaha jenis Financial lease, penentuan nilai sisa atau residu objek barang pada Financial lease, dan adanya pembebanan dengan jaminan fidusia dalam pembiayaan konsumen. Terkait dengan pembebanan jaminan fidusia pada kegiatan pembiayaan konsumen maka perlu diperhatikan ketentuan dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Dengan menggunakan contoh perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor di PT. BCA Finance tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui bagaimana seharusnya proses eksekusi pada objek barang yang dibebankan dengan jaminan fidusia dan bagaimana akibat hukum dari keberlakuan PMK yang dikeluarkan Oktober 2012 tersebut. ABSTRACT Leasing and Consumer Finance is an agreement raised in practically where based on Article 1319 KUH Perdata should follow to the regulation placed in KUH Perdata. Leasing and Consumer finance is a financing did by finance company; however there is a difference between those financing types. The basis difference between leasing and consumer finance basically located on the ownerships of goods as a financing objects, optional right on leasing (for Financial lease), and balance value of goods as a financial lease objects, and fiducia guarantee for consumer finance. Regarding to fiducia imposition on consumer finance, need to be attention pn UU No. 42 tahun 1999 about Fiducia guarantee and Ministry of Finance regulation (PMK) Number 130/PMK.010/2012 about Fiducia Registration on Consumer Finance Corporation. By using the example of consumer finance agreement for passenger vehicles at PT BCA Finance, this paper was proposed to analysis the correct execution process on goods object impositioned with Fiducia and the legal effect of PMK regulation issued on October 2012. Kata Kunci (Keywords):
Jaminan Fidusia (Fiduciary); Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance); PMK No. 130/PMK.010/2012; Sewa Guna Usaha (Leasing).
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
PENDAHULUAN Pembelian kendaraan secara kredit akan memberikan solusi terhadap kebutuhan masyarakat akan kendaraan. Hal tersebut dikarenakan harga kendaraan bermotor tidak selalu terjangkau jika harus dibeli dengan harga kontan, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut maka munculah lembaga pembiayaan yang muncul untuk mengatasi masalah ini. Munculnya lembaga pembiayaan dianggap cukup fleksibel jika dibandingkan dengan bank, hal ini disebabkan oleh keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana, dan keterbatasan-keterbatasan lain yang mengakibatkan bank kurang fleksibel dalam menjalankan fungsinya. 1 Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. 2 Lembaga pembiayaan yang dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan haruslah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank, yang secara khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha (leasing), pembiayaan konsumen (consumer finance), anjak piutang (factoring), dan/atau usaha kartu kredit (credit card). 3 Dari berbagai bidang yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan di atas, dalam perkembangan dunia bisnis usaha, beberapa jenis usaha pelayanan seperti Sewa Guna Usaha atau “leasing” dan Pembiayaan Konsumen “consumer finance” telah berkembang menjadi industri pembiayaan alternatif selain bank dan lembaga keuangan lainnya. Sebagaimana yang sering kita dengar dalam praktik kesehariannya sering sekali ditemukan adanya kerancuan penggunaan istilah antara bidang usaha lembaga pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing) dengan Pembiayaan Konsumen (consumer finance). Secara yuridis keduanya memiliki perbedaan yang essensial. Sewa guna usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) sama-sama sarana penyaluran dana di industri pembiayaan (multifinanace) dan perbedaan essensialnya jika Sewa Guna Usaha (leasing) lebih ditujukan kepada perusahaan atau lembaga maka Pembiayaan Konsumen (consumer finance) ditujukan kepada perorangan. Jika mencari dasar hukum dari Sewa Guna Usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) di Indonesia maka belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut. Perjanjian Sewa Guna Usaha 1
Munir Fuady, Hukum Tentang Lembaga Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT.Citra Aditya, 2002), hal.5. 2
Indonesia (a), Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Lembaga Pembiayaan, Perpres No.9 Tahun 2009, pasal 1 butir 1. 3
Ibid., Ps.1 butir 6 dan butir 8.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
(leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) merupakan perjanjian in-nominat, yang mana merupakan perjanjian-perjanjian yang timbul dalam praktek, yang dibuat oleh pihak-pihak yang berhubungan satu sama lain dalam perdagangan atau hubungan hukum lainnya. Sebagai suatu perjanjian in-nominat berdasarkan Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) maka: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun tidak mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Dengan demikian melihat kepada Pasal 1319 KUH Perdata, maka pengaturan mengenai Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) perlu juga tunduk pada asas-asas dan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam KUH Perdata, khususnya dalam buku III tentang Perjanjian. 4 Salah satu Perusahaan Pembiayaan yang sudah dikenal dan sudah cukup besar di Indonesia adalah PT. BCA Finance. PT. BCA Finance yang dahulu namanya adalah PT Central Sari Metropolitan Leasing Corporation, perusahaan ini telah memperoleh pembaharuan mengenai izin usaha dalam bidang usaha lembaga pembiayaan sehingga perusahaan dapat melakukan kegiatan usaha sebagai lembaga pembiayaan yang meliputi kegiatan sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance). 5 PT. BCA Finance sebagai lembaga pembiayaan, dalam membuat perjanjian baik perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing) ataupun Pembiayaan Konsumen (consumer finance) tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek hukum yang mengikat antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan tersebut. Perjanjian pembiayaan yang dibuat oleh PT. BCA Finance ini sudah dibuat secara baku, artinya isi perjanjian telah disusun secara sepihak oleh perusahaan sehingga pihak perusahaan dapat menerapkan kebijakan take it or leave it. Terkait dengan perjanian baku tersebut dapat juga dikaitkan dengan banyaknya kasus ketika pihak perusahaan pembiayaan mengeksekusi objek dari perjanjian angsuran yang dijaminkan secara fidusia. Saat ini banyak Lembaga Pembiayaan menyelenggarakan pembiayaan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) untuk kendaraan bermotor namun belum semuanya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikuti adanya jaminan fidusia
4
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Cet.XXVIII, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1996). Ps.1319. 5
http://www.bcafinance.co.id/profile/, diunduh 16 September 2012.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
bagi objek benda jaminan fidusia. 6 Dalam prakteknya menunjukkan bahwa lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan selalu mencantumkan kata-kata “dijaminkan secara fidusia”, tetapi tidak selalu ditindaklanjuti dalam Akta Notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapatkan sertifikat. Sejak 7 Oktober 2012 Kementerian Keuangan mewajibkan perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor (multifinance) untuk mendaftarkan hak milik atas kendaraan bermotor secara kepercayaan (fidusia). Peraturan yang dikeluarkan Kementrian Keuangan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (selanjutnya disebut PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Perusahaan pembiayaan dalam hal ini wajib mendaftarkan jaminan fidusia sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia. 7 Penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam UUJF dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor. 8 Dengan adanya PMK tersebut maka perusahaan pembiayaan (multifinance company) dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. 9
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah pokok yang akan diteliti adalah: 1. Apa saja persamaan dan perbedaan antara Sewa Guna Usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) yang dalam perakteknya sering disamakan? 2. Bagaimanakah proses suatu eksekusi terhadap objek perjanjian yang dibebankan dengan jaminan fidusia pada perjanjian pembiayaan konsumen di PT. BCA Finance?
6
“Sosialisasi Peningkatan Tertib Hukum dan Perlindungan Hukum Jaminan Fidusia”, http://www.depkumham.go.id/berita-kanwil/106-kanwil-nusa-tenggara-timur/628-sosialisasi-peningkatan-tertibhukum-dan-perlindungan-hukum-jaminan-fidusia-pada-kanwil-kemenkumham-ntt?format=pdf, diunduh 25 Desember 2012. 7
Departemen Keuangan (a), Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, Permen Keuangan No. 130 Tahun 2012, Ps. 1 ayat (1). 8
Ibid.
9
Departemen Keuangan (a) , op.Cit., Ps. 3.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
3. Bagaimanakah akibat hukum dari keberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia terhadap eksekusi barang yang dijaminkan secara fidusia?
Adapun tujuan penelitian ini adalah: A. Tujuan Umum Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran lebih lanjut mengenai ruang lingkup Perjanjian sewa guna usaha (leasing) dan Pembiayaan konsumen (consumer finance) di dalam hukum Indonesia. B. Tujuan Khusus Tujuan Khusus yang ingin dicapai dari pelaksanaan penulisan skripsi ini adalah: 1. Mengetahui apa yang menjadi persamaan dan perbedaan dari kegiatan sewa guna usaha (leasing) dan kegiatan pembiayaan konsumen (consumer finance) yang seringkali dalam prakteknya dianggap sebagai suatu hal yang sama. 2. Mengetahui bagaimana suatu eksekusi terhadap objek perjanjian yang dibebankan dengan jaminan fidusia pada perjanjian pembiayaan konsumen khususnya di PT. BCA Finance 3. Mengetahui bagaimana akibat hukum atas keberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia jika debitur ada yang melakukan cidera janji.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis-normatif dimana penelitian ini adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan karena dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Sedangkan jika dilihat dari tujuannya, tipe penelitian yang digunakan adalah problem identification. Permasalahan yang ada akan diklasifikasi, sehingga memudahkan dalam proses analisa dan pengambilan kesimpulan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi studi dokumen atau bahan pustaka. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
PEMBAHASAN 1.
Perbandingan antara Pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
Dalam praktek kesehariannya istilah pembiayaan konsumen (consumer finance) sering disebut-sebut sebagai leasing, hal tersebut tentu saja sangat berbeda karena keduanya memiliki arti dan tujuan yang berbeda. Sewa Guna Usaha (leasing) berasal dari kata lease yang artinya sewa-menyewa, sedangkan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) bukan merupakan tindakan yang diawali dengan sewa-menyewa. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, objek Sewa Guna Usaha (leasing) merupakan barang modal yang tidak terbatas hanya pada kendaraan bermotor, sedangkan objek Pembiayaan Konsumen (consumer finance) adalah kebutuhan konsumsi dan yang paling banyak dibutuhkan saat ini adalah kendaraan bermotor. Secara yuridis kedua jenis pembiayaan tersebut memiliki perbedaan yang essensial. Dilihal dari definisinya menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (leasing) adalah: 10 “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Financial Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.” Sedangkan definisi Pembiayaan Konsumen (consumer finance) dalam Perpres No. 9 Tahun 2009, yaitu: ”kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.” 11 Nampak jelas dari definsi yang dipaparkan diatas pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing) terbagi menjadi 2 (dua) kelompok kelompok besar yaitu:
1. Financial lease; Merupakan kegiatan Sewa Guna Usaha dimana penyewa guna usaha (lessee) pada masa akhir kontrak mempunyai hak untuk membeli objek Sewa Guna Usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. 12 2. Operating lease
10Ibid, 11
Ps.1 butir 5.
Ibid, Ps.1 butir 7
12
Departemen Keuangan (b), Keputusan Menteri Keuangan Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Kepmen Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Ps.1 huruf e.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Merupakan kegiatan Sewa Guna Usaha, dimana penyewa guna usaha (lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa. 13 Pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) tidak ada pembedaan pengelompokan jenis pembiayaan seperti pada Sewa Guna Usaha (leasing). Sewa Guna Usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) merupakan sama-sama sarana penyaluran dana di bidang industri pembiayaan. Sewa Guna Usaha (leasing) lebih ditujukan kepada perusahaan atau lembaga, sedangkan pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) biasanya ditujukan kepada perorangan. Sebutan para pihak dalam kedua kegiatan pembiayaan ini memiliki istilah yang berbeda namun bila dilihat lagi memiliki kesamaan arti. Pada Sewa Guna Usaha (leasing) para pihak disebut sebagai: lessor, lessee, dan supplier, sedangkan pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) para pihak disebut sebagai: kreditur, debitur, dan supplier. Lessor ataupun kreditur memiliki arti yang sama yaitu pihak yang disebut sebagai perusahaan pembiayaan, sedangkan lessee atau debitur adalah bisa pihak perusahaan atau lembaga (dalam Sewa Guna Usaha) atau perorangan (dalam Pembiayaan Konsumen) yang ingin dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan, dan istilah supplier baik dalam Sewa Guna Usaha (leasing) dan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) merupakan penjual atau penyedia barang. Berikut beberapa perbedaan pokok antara Sewa Guna Usaha (leasing) dengan Pembiayaan Konsumen (consumer finance), yaitu:
1. Status hukum barang yang dibiayai berbeda; Pada Sewa Guna Usaha (leasing) barang merupakan milik lessor yang di sewa guna usahakan dalam jangka waktu tertentu oleh lessee dan diakhiri dengan masa sewa. Lessee dapat memiliki hak opsi dan dapat juga tidak, jika lessee tidak memiliki hak opsi maka setelah sewa menyewa habis, lessee mengembalikan barang sewa tersebut kepada lessor sedangkan jika lessee memiliki hak opsi maka hak opsi itu dapat berupa memperpanjang kembali masa sewa nya atau memilih untuk membeli barang yang disewakan tersebut berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. Pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance), status hukum barang adalah milik konsumen (debitur) yang dijaminkan kepada perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur) atas utang kewajiban yang timbul akibat pembelian barang tersebut. 2. Jangka waktu pembiayaan; 14
13
Ibid, Ps.1 huruf f.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Pada Sewa Guna Usaha (leasing) khususnya Financial lease terdapat jangka waktu pembiayaan yang diatur sesuai dengan golongan dari objek barang yang dibiayai oleh lessor, yaitu a. 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan I, b. 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III, dan c. 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. Pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) tidak ada batasan jangka waktu pembiayaan seperti dalam financial lease biasanya tergantung dari kesanggupan konsumen untuk membayar cicilan. 3. Persyaratan-persyaratan umum yang biasa diperlukan dalam pembiayaan berupa Sewa Guna Usaha (leasing), yaitu: 15 I. Individu/Perorangan 1.
Fotokopi KTP pemohon, Suami/Istri/Orang tua beserta Kartu Keluarga;
2.
fotokopi Bukti pembayaran PLN atau PBB satu tahun terakhir;
3.
fotokopi NPWP, SIUP, Surat Usaha lainnya;
4.
fotokopi Rekening Koran atau Rekening Tabungan (Aktif) 3 bulan terakhir;
5.
surat Pemesanan Kendaraan atau kontrak jual beli dengan supplier;
6.
lainnya akan ditentukan kemudian.
II. Perusahaan 1.
Fotokopi Akta Pendirian Perusahaan berikut perubahannya sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 dan pengesahan dari Menteri Hukum dan Ham RI;
2.
profil perusahaan;
3.
fotokopi TDP, NPWP, SIUP, Surat Ijin Usaha lainnya;
4.
fotokopi KTP dewan Direksi dan Komisaris terbaru;
5.
fotokopi Rekening Koran (Aktif) 3 bulan terakhir;
6.
fotokopi Laporan Keuangan;
7.
surat Pemesanan Kendaraan atau kontrak jual beli dengan supplier
8.
lainnya akan ditentukan kemudian.
14
Budi Rachmat, Multi Finance: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2002), hal.186. 15
Hendra, “Ada apa dengan Leasing?” http://www.wealthindonesia.com/wealth-growth-andaccumulation/ada-apa-dengan-Sewa Guna Usaha (Sewa Guna Usaha (leasing).html, diunduh 6 Januari 2013.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Sedangkan persyaratan umum yang biasa diperlukan dalam pengajuaan Pembiayaan Konsumen (consumer finance), yaitu: 16 1.
Fotokopi KTP debitur , Suami /Istri /Orang tua beserta Kartu Keluarga
2.
fotokopi Bukti pembayaran PLN / PBB satu tahun terakhir;
3.
fotokopi Rekening Koran atau Rekening Tabungan (Aktif) 3 bulan terakhir;
4.
fotokopi Slip Gaji Terakhir (Apabila karyawan);
5.
fotokopi Surat Referensi dari perusahaan (Apabila karyawan);
6.
surat Pemesanan Kendaraan dengan dealer;
7.
lainnya akan ditentukan kemudian.
Pada Pembiayaan
Konsumen (consumer finance) tidak membatasi pembiayaan
kepada konsumen yang telah mempunyai NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, seperti ketentuan Sewa Guna Usaha (leasing). 17 4. Perlakuan perpajakan antara transaksi Sewa Guna Usaha (leasing) dan transaksi Pembiayaan Konsumen (consumer finance) berbeda, baik dari sisi perusahaan pembiayaan maupun dari sisi konsumen atau lessee. 18 5. Kegiatan sale and lease back dimungkinkan dalam transaksi Sewa Guna Usaha (leasing), sedangkan dalam transaksi Pembiayaan Konsumen (consumer finance) ketentuan tersebut belum diatur. 19 6. Barang yang dibiayai pada pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing) merupakan barang modal, sedangkan barang yang dibiayai pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) adalah barang kebutuhan konsumen untuk dikonsumsi. 7. Pada perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing) ditentukan suatu nilai sisa atau residu dari barang yang diperjanjikan sedangkan pada perjanjian Pembiayaan Konsumen (consumer finance) tidak ditentukan nilai sisa dari barang yang diperjanjikan. 8. Pada kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing) objek barang perjanjian tidak dapat dijaminkan secara fidusia, sedangkan pada kegiatan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) objek barang perjanjian dapat dijaminkan secara fidusia.
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Sunaryo, Hukum lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.98.
19
Ibid
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
2.
Analisis Eksekusi Jaminan Fidusia di Perjanjian Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor (Consumer Finance Agreement) PT. BCA Finance Judul perjanjian pokok pada lembaga pembiayaan PT. BCA finance adalah perjanjian pembiayaan konsumen, sementara itu perjanjian tambahan meliputi: a. Perjanjian pendaftaran jaminan fidusia; b. Perjanjian pemberian kuasa. Pertama-tama menganalisis isi perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance) di PT. BCA Finance maka yang menjadi perhatian dalam perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah pasal-pasal sebagai berikut: - Pasal 7 tentang Jaminan Utang - Pasal 10 tentang Kejadian Kelalaian dan Akibatnya - Pasal 11 tentang Kuasa Ketiga pasal diatas memiliki keterkaitan satu sama lain, yang mana dalam pasal 7 perjanjian pembiayaan konsumen guna menjamin terbayarnya seluruh jumlah kewajiban utang secara tertib dan teratur maka barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan ini dibebankan dengan jamina fidusia. Selanjutnya dalam pasal 10 ayat (1) jika debitur lalai melaksanakan kewajiban pembayaran utang baik pokok dan bunga maka berdasarkan pasal 10 ayat (2) kreditur dapat mengambil barang atau barang jaminan dari tangan debitur sendiri dalam rangka eksekusi sebagaimana diatur dalam pasal 30 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan juga kreditur berhak untuk menjual baik secara dibawah tangan maupun melalui penjualan dimuka umum. Untuk memberikan kepastian terlaksananya pembayaran atas barang atau barang jaminan maka debitor memberikan kuasa dengan hak subsitusi sebagaimana diatur dalam pasal 11 perjanjian ini. Perjanjian tambahan berupa penandatanganan surat kuasa khusus yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok permbiayaan konsumen memiliki peranan penting. Sebelumnya dapat dilihat pengertian surat kuasa diatur yang dalam pasal 1792 KUH Perdata yang berbunyi: “pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kuasa kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa”. Menurut KUH Perdata pemberian kuasa dapat berlaku sebagai kuasa umum dan sebagai kuasa khusus. Surat Kuasa Umum adalah surat kuasa meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa, tetapi hanya meliputi tindakan-tindakan pengurusan. Sedangkan untuk
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
melakukan tindakan pemilikan seperti memindahtangankan benda-benda, membebankan benda-benda tersebut sebagai jaminan, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan katakata yang tegas (Pasal 1795 KUH Perdata). 20 Sedangkan yang dimaksud dengan surat kuasa khusus hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih (Pasal 1795 KUH Perdata). 21 Surat kuasa khusus digunakan Perusahaan Pembiayaan sebagai dasar untuk memberikan kepastian terlaksananya pembayaran atas barang atau barang jaminan yang pembeliannya dibiayai dengan fasilitas pembiayaan PT. BCA Finance sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 perjanjian pokok. Selain itu disebutkan dalam pasal 11 perjanjian pokok bahwa: “......debitur memberikan kuasa dengan hak subsitusi yang tidak akan dicabut kembali dan tidak akan berakhir oleh sebab-sebab sebagaimana diatur dalam pasal 1813, 1814, dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kepada kreditur untuk sekarang atau nanti pada waktunya...” Surat kuasa pada dasarnya merupakan pernyataan sepihak tentang pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Jika ditelaah lebih lanjut surat kuasa dengan klausula diatas dapat dianggap sebagai surat kuasa mutlak, karena dicantumkannya klausula bahwa pemberi kuasa akan mengabaikan Pasal 1813, 1814, dan 1816 KUH Perdata mengenai cara berakhirnya pemberian kuasa. 22 Surat kuasa tersebut dikatakan “mutlak” karena sifatnya yang tidak dapat ditarik kembali oleh orang yang memberikan kuasa. Meskipun Pasal 1813, 1814, dan 1816 KUH Perdata telah mengatur bahwa pemberian kuasa akan berakhir karena surat kuasa ditarik atau dihentikan dengan pemberitahuan oleh orang yang memberikan kuasa kepada orang yang menerima kuasa, namun ketentuan tersebut dapat disimpangi oleh kesepakatan diantara para pihak. 23 Surat kuasa mutlak tidak dijumpai aturannya dalam KUH Perdata, namun demikan yurisprudensi mengakui keberadaannya sebagai suatu syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, atau menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan atau disebut Peroectual and usual or Customary Condition. 20
Djaja S. Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Nuansa Alulia, 2005), hal.5. 21
Ibid.
22
“Tinjauan terhadap Surat Kuasa Mutlak”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16939/tinjauan-terhadap-surat-kuasa-mutlak, diunduh 20 Februari 2013. 23 Ibid.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Pada perjanjian pembiayaan konsumen maka objek perjanjian dibebankan dengan Jaminan Fidusia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Perjanjian pemberian fidusia merupakan perjanjian yang dibuat antara pemberi fidusia dengan pemerima fidusia, dimana pemberi fidusia menyerahkan benda jaminan berdasarkan kepercayaan kepada penerima fidusia, untuk suatu jaminan utang. Pemberi fidusia dalam perjanjian ini adalah konsumen sebagai penerima fasilitas pembiayaan PT. BCA Finance, sedangkan pemberi fidusia adalah Perusahaan Pembiayaan yaitu PT. BCA Finance. Hal yang diserahkan oleh pemberi fidusia berupa BPKB kendaraan bermotor (barang) yang menjadi objek perjanjian pembiayaan konsumen. BPKB inilah yang ditahan oleh penerima fidusia sampai dengan pemberi fidusia melunasi utang-utangnya. 24 Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya suatu barang yang dijaminkan dengan jaminan fidusia baru lahir ketika jaminan fidusia tersebut telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia di bawah Kementerian Hukum dan Ham. Permasalahan terjadi ketika suatu perusahaan pembiayaan menyatakan barang tersebut “dibebani dengan jaminan fidusia” tetapi tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia jadi hanya berupa akta dibawah tangan. Jika debitur melakukan cidera janji salah satunya telat membayar cicilan maka dengan akta pemberian fidusia dibawah tangan, surat kuasa khusus, dan berdasarkan perjanjian pokok pembiayaan konsumen kreditur dapat mengambil objek pembiayaan, padahal hal tersebut tidak dapat serta merta dilakukan karena ketika suatu objek dibebankan jaminan fidusia baru akan lahir ketika sudah didaftarakan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Sedangkan jika belum didaftarkan maka Jaminan Fidusia belum dinyatakan lahir sehingga kekuatan eksekusi yang dilakukan kreditur menjadi tidak sah. Sesuai dengan pasal 5 UUJF maka jaminan fidusia harus dibuat dalam bentuk akta otentik. 25 Tanpa dibuat dengan akta Notaris maka perjanjian fidusia tidak memiliki kepastian hukum karena akta yang dibuat tidak otentik. Notaris adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik dimana akta notaris tersebut memiliki kepastian hukum dalam pembuktian tentang isi akta. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 86 24
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2006), hal.136. 25
Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia. No. 42 Tahun 1999, LN. No. 168 Tahun 1999, TLN No. 3889, Ps.5 ayat (1). Menyatakan bahwa: Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta fidusia.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, menyatakan: 26 “Penerima fidusia, kuasa atau wakilnya mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia melalui kantor pendaftaran fidusia dengan melampirkan salinan akta notaris, surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran, dan bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia. Perjanjian fidusia yang dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia memiliki kepastian hukum khususnya terhadap kreditur apabila debitur wanprestasi. Perjanjian fidusia harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang hanya ada disetiap provinsi, hal ini yang menyebabkan banyak sekali perjanjian fidusia tidak didaftarkan. Pemerintah semakin membenahi perangkat hukum kegiatan usaha pembiayaan (financing) di Indonesia. Sejak tanggal 7 Oktober 2012, Pemerintah menetapkan kewajiban terhadap perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia untuk mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini terbit karena banyaknya perusahaan pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia, biasanya dengan alasan karena biaya. 27 Kewajiban pendaftaran fidusia termuat dalam Pasal 1 PMK ini, diterbitkannya PMK tersebut sebenarnya melaksanakan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terutama pasal 11 serta pasal 14 ayat (1) tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia. Menurut PMK, perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. 28 Selain itu, perusahaan multifinance dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya 26 Indonesia (c), Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, PP No. 86 Tahun 2000, LN No. 170 Tahun 2000, Ps. 2 ayat (2) jo ayat (4). 27
“Inilah Kunci untuk Tidak Membayar Cicilan Mobil/Motor Anda”, http://www.ahlikartukredit.com/forum/component/content/article/3-berita-hutang/128-inilah-kunci-untuk-tidakmembayar-cicilan-mobilmotor-anda, diunduh 8 Januari 2013. 28
Departemen Keuangan (a), op.Cit., Ps. 2.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
kepada perusahaan multifinance. 29 Penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan multifinace wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor. 30 Pada dasarnya, Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa yang dilindungi dalam rangka penjaminan dengan fidusia adalah nilai hutangnya (sehingga barang yang difidusiakan tidak dapat otomatis menjadi milik pihak penerima fidusia). 31 Menganalisis terhadap perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor di PT. BCA Finance berdasarkan data yang penulis miliki tidak terdapat akta pembebanan jaminan fidusia terhadap barang yang dijaminkan dengan fidusia tersebut, hanya berupa surat kuasa khusus dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan beberapa tindakan seperti: mengambil atau menerima, membuat serta minta dibuatkan dan menandatangani tanda penerimaan atas barang/barang; menghadap pejabat serta instansiinstani, meminta, memberikan keterangan serta memasuki tempat, lokasi, ruangan dimana barang-barang tersebut berada, disimpan atau ditempatkan; menjual baik secara dibawah tangan maupun penjualan dimuka umum, menerima hasil penjualan serta membuat dan menandatangani kuitansi tanda bukti pembayaran; menyerahkan seluruh surat/akte/dokumen bukti kepemililan antara lain BPKB, faktur/Invoice, STNK kepada pihak
pembeli
atau
kuasanya,
membuat
serta
mendatangani
bukti
tanda
terima/penyerahannya; melakukan segala tindakan yang perlu dan berguna untuk mengurus proses balik nama kepemilikan atas barang-barang kepada pembeli. Jika hanya terdapat perjanjian pokok dan surat kuasa khusus sebagaimana disebutkan diatas, bagaimana PT. BCA Finance dapat mengeksekusi sesuai peraturan yang ditetapkan oleh UUJF dan PMK jika akta pembebanan fidusia yang dibuat dihadapan notaris saja tidak ada, padahal salinan akta tersebut harus didaftarakan ke Kantor Pendaftaran Fidusia guna mendapatkan Sertifikat Jaminan Fidusia.
29
Ibid., Ps.3.
30
Ibid., Ps.4.
31
Indonesia (b), op.Cit., Ps.33. Menyatakan bahwa: “setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.”
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Keberadaan PMK ini dimaksudkan agar perusahaan pembiayaan menjadi menjadi prudent. 32 Bila ada cidera janji setelah pendaftaran fidusia, sertifikat memiliki kekuatan eksekutorial atas benda dari konsumen, tanpa perlu persetujuan pengadilan. 33 Perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha. 34 Sanksi peringatan diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 (enam puluh) hari kalender. 35 Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis yang berlaku selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan diterbitkan. 36 Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha dimaksud, perusahaan pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan yang berlaku, Menteri Keuangan mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. 37 Ketentuan sanksi diatas menunjukkan bahwa PMK secara ketat mewajibkan perusahaan pembiayaan untuk mendaftarkan jaminan fidusia dan memperoleh sertifikat jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan secara tidak langsung untuk memberikan keadilan dan perlindungan hukum bagi konsumen. PMK ini berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal diundangkannya, sehingga perusahaan pembiayaan mempunyai waktu untuk membenahi sistem internal mereka sehingga sesuai dengan ketentuan PMK. Dengan demikian, semakin jelas bahwa dengan adanya PMK No. 130/PMK.010/2012 maka pihak perusahaan pembiayaan tidak dapat mengeksekusi barang jaminan fidusia (dalam hal ini objek pembiayaan berupa kendaraan bermotor) sebelum sertifikat jaminan fidusia berada di tangan pihak perusahaan pembiayaan. 38
32
“Pendaftaran Fidusia Masih Ada http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5053293cdf2da/praktik-pmk-fidusia-masih-ada-kendala, tanggal 8 Januari 2013. 33
Ibid.
34
Departemen Keuangan (a), op.Cit., Ps.5 ayat (1).
35
Ibid., Ps.5 ayat (2).
36
Ibid., Ps.5 ayat (4) dan (5).
37
Ibid., Ps.5 ayat (8).
38
Departemen Keuangan (a), op.Cit. Ps.3.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Kendala”, diunduh
3.
Akibat
hukum
keberlakuan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia terhadap Perusahaan Pembiayaan Menurut penulis dengan adanya PMK tersebut adalah sebagai salah satu peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) cukup memberikan kepastian hukum tidak hanya terhadap debitur tetapi juga kreditur. Terbentuknya PMK ini juga melaksanakan amanat pasal 11 UUJF yang menyatakan: “benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”. Sehingga, Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan fidusia menurut penulis, wajib mematuhi peraturan PMK tersebut. Melihat kepada isi pasal PMK No. 130/PMK.010/2012 dalam pasal 1 dinyatakan bahwa: “Perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia yang dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia” Pertimbangan penerbitan peraturan tersbut antara lain untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasar prinsip syariah dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing). 39
PENUTUP Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Istilah pembiayaan konsumen (consumer finance) yang sering disebut-sebut sebagai leasing, merupakan suatu hal yang berbeda yang sering sekali memiliki kerancuan dalam penggunaan kedua istilah tersebut. 39
Departemen Keuangan (a), op.Cit, Ps.1 ayat (2).
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Persamaan dari pembiayaan konsumen (consumer finance) dan Sewa Guna Usaha (leasing), keduanya adalah sama-sama jenis penyaluran dana di bidang industri pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan (multifinance company). Sedangkan, perbedaannya terletak sebagai berikut: a.
Status hukum atau hak milik; Pada Sewa Guna Usaha (leasing) hak milik dari awal adalah milik lessor, sedangkan pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) berada pada debitur.
b.
Jangka waktu; Pada Sewa Guna Usaha khususnya Financial Lease (leasing yang memiliki hak opsi) jangka waktu pembiayaan diatur sesuai dengan golongan dari objek barang yang dibiayai oleh lessor, yaitu 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan, sedangkan pada Consumer finance tidak ada aturan jangka waktu sebagaimana dalam financial lease.
c.
Persyaratan Umum Pengajuan; Persyaratan pengajuan pada kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing) umumnya disyaratkan adanya NPWP, SIUP, atau surat izin usaha lainnya, sedangkan pada pembiayaan
konsumen
(consumer
finance)
tidak
membatasi
harus
adanya
sebagaimana dalam pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing). d.
Barang yang dibiayai; Barang yang dibiayai pada pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing) merupakan barang modal, sedangkan barang yang dibiayai pada Pembiayaan Konsumen (consumer finance) adalah barang kebutuhan konsumen.
e.
Nilai sisa atau residu; Pada perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing) ditentukan suatu nilai sisa atau residu dari barang sedangkan pada perjanjian Pembiayaan Konsumen (consumer finance) tidak ditentukan nilai sisa dari barang yang diperjanjikan.
f.
Jaminan; Pada kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing) objek barang perjanjian tidak dapat dijaminkan secara fidusia, sedangkan pada kegiatan Pembiayaan Konsumen (consumer finance) objek barang perjanjian dapat dijaminkan secara fidusia.
2.
Untuk melakukan suatu proses eksekusi pada barang yang dijaminkan dengan fidusia maka harus memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Dalam UUJF pasal 11 dinyatakan bahwa
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
“benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan”. Pasal 12 ayat (1) UUJF menyatakan bahwa “Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia”. Pasal 5 UUJF menentukan “pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia”. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, dalam Pasal 2 ayat (2) jo ayat (4) menyatakan bahwa: “penerima fidusia, kuasa atau wakilnya mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia melalui kantor pendaftaran fidusia dengan melampirkan salinan akta notaris, surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran, dan bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia”. Untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan (multifinance company) mengenai jangka waktu pendaftaran diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia terhadap Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 2 ditetapkan yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Menarik kesimpulan terhadap analisis perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor di PT. BCA Finance tidak terdapat akta pembebanan jaminan fidusia terhadap barang yang dijaminkan dengan fidusia tersebut, hanya berupa surat kuasa khusus dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan beberapa tindakan. Jika hanya terdapat perjanjian pokok dan surat kuasa khusus sebagaimana disebutkan diatas, lantas bagaimana PT. BCA Finance dapat mengeksekusi sesuai prosedur hukum jika akta pembebanan fidusia yang dibuat dihadapan notaris saja tidak ada, padahal salinan akta tersebut harus didaftarakan ke Kantor Pendaftaran Fidusia guna mendapatkan Sertifikat Jaminan Fidusia. 3. Menurut penulis, keberlakuan PMK ini memilik akibat hukum yang mengikat bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen bagi kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia. Walaupun menjadi kontroversi dan masih banyak kendala tetap saja PMK Nomor 130/PMK.010/2012 merupakan suatu peraturan turunan untuk melaksanakan UUJF, sehingga harus dipatuhi dan PMK tersebut memiliki sanksi apabila tidak dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan (multifinance company).
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
Saran: 1. Dengan diwajibkannya pendaftaran jaminan fidusia untuk perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor maka diperlukan Peran dari Kantor Pendaftaran Fidusia di agar tepat waktu menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia, Mengakomodir keberadaan Kantor Pendaftaran Fidusia yang tidak semua kota memilikinya, dan mengoptimalisasi pendaftaran fidusia secara online. 2. Pentingnya pemahaman masyarakat mengenai isi setiap perjanjian dari perjanjian pembiayaan yang mereka ingin gunakan. Hal ini guna mencegah adanya perampasan barang milik debitur yang diambil oleh kreditur karena alasan telat membayar angsuran secara semena-mena. Selain itu penting juga bagi Perusahaan Pembiayaan (multifinance company) untuk patuh mendaftarkan akta jaminan fidusia agar terhindar dari debitur yang nakal ataupun telat membayar sehingga ketika kreditur telah memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia kreditur memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan juga memiliki hak preferen untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Fuadi, Munir. Hukum Tentang Lembaga Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya, 2002. H.S., Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Meliala, Djaja S. Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Bandung: Nuansa Alulia, 2005. Rachmat, Budi. Multi Finance: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2002. Sunaryo. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Peraturan Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). ________, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999. LN No. 42 Tahun 1999. TLN No. 3821.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013
________, Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia. UU No. 42 Tahun 1999, LN No. 168 Tahun 1999. TLN No. 3889. ________, Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. PP No. 86 Tahun 2000. LN No. 170 Tahun 2000. ________, Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Lembaga Pembiayaan. Perpres No. 9 Tahun 2009. Departemen Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Permen Keuangan No. 130 Tahun 2012. ________, Keputusan Menteri Keuangan Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kepmen Keuangan No. 1251 Tahun 1988.
Internet ________, http://www.bcafinance.co.id/profile/. Diunduh 16 September 2012. ________, “Sosialisasi Peningkatan Tertib Hukum dan Perlindungan Hukum Jaminan Fidusia”.
http://www.depkumham.go.id/berita-kanwil/106-kanwil-nusa-tenggara-
timur/628-sosialisasi-peningkatan-tertib-hukum-dan-perlindungan-hukum-jaminanfidusia-pada-kanwil-kemenkumham-ntt?format=pdf. Diunduh 25 Desember 2012. Hendra. “Ada apa dengan Leasing?” http://www.wealthindonesia.com/wealth-growth-andaccumulation/ada-apa-dengan-Sewa Guna Usaha (Sewa Guna Usaha (leasing)).html. Diunduh 6 Januari 2013. ________,
“Tinjauan
terhadap
Surat
Kuasa
Mutlak”,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16939/tinjauan-terhadap-surat-kuasamutlak. Diunduh 20 Februari 2013. ________, “Bolehkah penerima Kuasa membeli benda yang dikuasakan untuk dijual?”, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt507e1064dfc39/bolehkah-penerimakuasa-membeli-benda-yang-dikuasakan-untuk-dijual. Diunduh 24 Februari 2013. ________,
“Pendaftaran
Fidusia
Masih
Ada
Kendala”,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5053293cdf2da/praktik-pmk-fidusiamasih-ada-kendala. Diunduh tanggal 8 Januari 2013.
Perbandingan Kegiatan..., Arini Faradinna, FH UI, 2013