ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK SYARIAH SELAKU AGEN PEMASARAN PRODUK ASURANSI DALAM SKEMA KERJASAMA BANCASSURANCE BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH (STUDI BANCASSURANCE PADA BANK SYARIAH X) Ayu Novianti Kusuma Astuti Pembimbing : Aad Rusyad Nurdin Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Abstrak Kerjasama bancassurance merupakan suatu prospek bisnis yang potensial baik dalam dunia perbankan maupun kegiatan usaha perasuransian. Bancassurance ialah aktivitas kerjasama antara bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui bank. Dalam perkembangannya, bancassurance tidak hanya dijalankan oleh bank konvensional, tetapi juga dilaksanakan oleh bank berbasis prinsip syariah. Landasan hukum bancassurance yang digunakan ialah Surat Edaran Bank Indonesia 12/35/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) yang diberlakukan untuk bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian ini, perlu adanya ketentuan spesifik mengenai kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah untuk menghindari adanya pelanggaran prinsip syariah. Selain itu, berdasarkan Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf d UU No. 21 Tahun 2008, bank dilarang untuk melakukan kegiatan perasuransian, namun diperbolehkan untuk memasarkan produk asuransi. Namun, bank tetap memiliki tanggung jawab terhadap kepentingan dan perlidungan nasabah-nasabahnya terkait dengan risiko reputasi dan risiko hukum yang akan dialami bank dalam pelaksanaan kerjasama bancassurance berdasarkan prinsip syariah.
Kata Kunci : Akad Wakalah, Asuransi Syariah, Bancassurance, Prinsip Syariah.
Abstract Bancassurance cooperation is a good potential business prospects in the banking field and insurance business. Bancassurance is the activity of cooperation between banks and insurance companies in order to sell insurance products through banks. In its development, bancassurance is not only run by conventional banks, but also carried out by the bank based on Islamic principles. Bancassurance legal basis used is Bank Indonesia Circular Letter 12/35/DPNP on the Application of Risk Management for Banks Conducting Marketing Activities Cooperation with Insurance Company (Bancassurance) that apply to common banks conducting conventional operations. Therefore, based on this thesis, need for specific provisions regarding bancassurance activities based on sharia principles in order to avoid a violation of Islamic principles. In addition, based on the elucidation of Article 24 paragraph (1) letter d Act No. 21 of 2008, banks sharia are prohibited to conduct insurance activities, but are allowed to sell insurance products. However, the bank still has the responsibility and protection towards the customers’ interest because its related with reputational risk and legal
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
risk that the bank will be taken in the implementation of bancassurance cooperation based on Islamic principles. Keywords: Bancassurance, Takaful/Isurance Sharia,Wakalah Aqd.
Pendahuluan Bancassurance merupakan istilah yang berasal dari bahasa perancis yang mengkombinasikan kata banc1 dan assurance2 untuk menandakan adanya lembaga yang sama yaitu bank yang menyediakan produk perbankan serta produk asuransi sekaligus.3 Produk ini pertama kali dikenalkan di Perancis pada tahun 1970-an. Bancassurance merupakan distribusi produk asuransi melalui kantor-kantor cabang bank sebagai suatu kemitraan atau paket pelayanan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan perbankan sekaligus kebutuhan asuransi secara bersamaan.4 Perkembangan bancassurance di negara-negara maju seperti Eropa tergolong cukup pesat5 dimana bancassurance menguasai 80% dari total pemasukan premi industri asuransi jiwa.6 Lahirnya suatu gagasan bancassurance sebagai suatu kerjasama antara lembaga keuangan perbankan dengan perusahaan asuransi ialah disebabkan adanya tuntutan atas kebutuhan yang mendesak pada bank guna mempertahankan kelangsungan usaha perbankan yang pada saat itu membutuhkan rasa aman serta kepastian akan fasilitas kredit pinjaman yang dikeluarkan oleh bank sebagai salah satu produk kegiatan usaha yang disediakan bank bagi para nasabahnya.7 Oleh karena bank tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan asuransi, maka dari itu bank harus mencari alternatif lain agar kelangsungan usaha bank tetap terjaga stabilitasnya dan meminimalisir risiko yang dapat memberikan kerugian bagi bank atas kredit pinjaman yang macet atau gagal bayar, dengan 1
Terminologi “bank” berasal dari bahasa Italia, yaitu “banca” yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk dikarenakan pada zaman pertengahan, banker Italia melakukan usaha peminjaman uang dengan duduk di bangku-bangku halaman pasar. Lihat A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 80. 2 Sohail Jaffer, ed., Islamic Insurance: Trends, Opportunities and the Future of Takaful, (London: Euromoney Institutional Investor Plc, 2007), hlm. 91. 3 Penggagas pertama bancassurance pertama sesungguhnya ialah Inggris saat Barclays Life mengeluarkan produk tersebut dan memperkenalkan pada negara lainnya, Lihat Marjorie, Chevalier, Carole Launay dan Berangere Mainguy, “Bancassurance: Analysis of Bancassurance and its status around the world,” Focus, (October 2005), hlm. 2. 4 Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD), Policy Issues in Insurance: Insurance regulation, liberalisation and financial convergence, (Paris: OECD Publications, 2001), hlm. 182. 5 Spanyol memulai kerjasama bancassurance sejak awal 1980 yaitu pada saat group Banco de Bilbao mengakuisisi saham mayoritas Euroseguros SA, dan dicabutnya peraturan yang melarang bank melakukan penjualan asuransi jiwa pada tahun 1991, memudahkan kegiatan tersebut berlangsung. Lihat Marjorie, loc.cit. 6 Nalini Prava Tripathy, dan Prabir Pal, Insurance: Theory and Practice, (New Delhi: Phi Learning Pvt. Ltd., 2005), hlm. 143. 7 Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia Regulasi dan Operasionalisasinya di dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2008), hlm. 4.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
cara melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi yaitu melalui asuransi kredit yang disediakan oleh perusahaan asuransi selaku penanggung dan bank sebagai penerima manfaat (banker’s clause). Sehingga, apabila terjadi kredit macet dikarenakan debitur meninggal dunia atau gagal bayar, maka bank selaku penerima manfaat dapat dipertanggungkan risikonya oleh perusahaan asuransi yang telah menyanggupi sebagai penanggung. Kerja sama tersebut merupakan cikal bakal munculnya bentuk kerja sama bancassurance lainnya8 dimana bank dapat melakukan pemasaran produk asuransi sebagai salah satu kegiatan usaha pelayanan jasa bank yang dapat memberikan fee based income bagi bank yang telah memasarkan produk perusahaan asuransi yang menjadi mitranya.9 Keuntungan bukan hanya dirasakan oleh pihak bank maupun perusahaan asuransi, tetapi juga pada nasabah karena diberikan layanan keuagan ‘one stop shop’ sehingga terpenuhinya kebutuhan yang sama dalam satu atap yaitu produk perbankan dan produk asuransi. Berkembangnya bancassurance dalam dunia perbankan konvensional juga telah mempengaruhi perbankan syariah untuk melakukan kerjasama bancassurance yang sering disebut juga dengan bancatakaful yang memadukan istilah banc dan takaful.10 Walaupun dalam Pasal 24 ayat (1) UU Perbankan Syariah
melarang bank umum syariah untuk
melakukan kegiatan usaha perasuransian, ketentuan tersebut sebenarnya tidaklah menutup kemungkinan bagi bank syariah untuk melakukan kegiatan usaha bancassurance berdasarkan prinsip syariah dikarenakan adanya pengecualian larangan yang memperbolehkan bank syariah menjadi agen pemasaran produk asuransi syariah.11 Dalam penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf d, dijelaskan bahwa bank umum syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerjasama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Semua tindakan bank umum syariah yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerjasama dimaksud, akan menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah. Namun, kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah pun belum diatur secara khusus sehingga masih merujuk pada SEBI 12/35/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan 8
Lafferty Business Research, The Allfinanz revolution: winning strategies for the 1990s, (Dublin: Lafferty Publications Ltd., 1991), hlm. 13. 9
Rajesh, Banking Theory Law and Practice, (New Delhi: Tata McGraw-Hill Education, 2009), hlm.
330. 10
Hiba Allam, “The Legal Intricacies of Bancatakaful in the UAE,” Vinson & Elkins Middle East Legal Insights (June 2012), hlm. 8. 11
Indonesia, Undang-Undang Perbankan Syariah, UU No. 21 tahun 2008 (a), LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867, Penjelasan Ps. 24 ayat (1) huruf d.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
Asuransi (Bancassurance) yang diberlakukan untuk bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional karena dalam hal ini fatwa DSN-MUI belumlah mengeluarkan pengaturan khusus terkait mengenai kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah yang dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah pokok yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan bancassurance berdasarkan prinsip syariah terkait ketentuan syariah di Indonesia? 2. Bagaimana pertanggungjawaban bank syariah selaku agen pemasaran produk asuransi syariah? Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan pengaturan bank syariah sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah menurut ketentuan syariah di Indonesia. 2. Menjelaskan pertanggungjawaban bank syariah selaku agen pemasaran produk asuransi syariah. Pembahasan Terdapat beberapa landasan hukum yang dapat dijadikan justifikasi atas keberadaan bancassurance berdasarkan prinsip syariah. Dalam Al-Qur’an sendiri dijelaskan beberapa hal terkait ketentuan dasar penyelenggaraan bancassurance berdasarkan prinsip syariah yaitu : (a) “… dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. AlMaidah (5) ayat : 2). (b) “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghianati Allah SWT dan Muhammad SAW dan juga janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui”. (QS. Al-Anfal (8) ayat : 27). Kajian kerjasama bancassurance berdasarkan prinsip syariah merupakan hal baru dan belum pernah ditemukan dalam literatur-literatur fiqh terdahulu.12 Namun dalam bidang
12
Fiqh ialah ilmu atau pemahaman tentang hukum-hukum syara’ yang dipahami dari dalil-dalil rinci Lihat Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 56.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
muamalat ini, terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.13 Sesungguhnya Islam telah memberikan ruang seluas-luasnya untuk mengatur berbagai kegiatan usaha yang dilakukan sepanjang tidak melanggar syariat Islam sebagaimana dapat dilihat dalam Hadist Rasulullah bahwa “kamu sekalian adalah lebih mengetahui dengan urusan keduniaanmu”.14 Dengan demikian, adanya kegiatan usaha bancassurance berdasarkan prinsip syariah sejatinya dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 19 ayat (1) huruf q, dijelaskan bahwa bank syariah dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan dibidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.15 Selain itu, dilanjutkan dalam Pasal 20 ayat (1) huruf i, bank syariah dapat pula menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud, haruslah tunduk pada prinsip syariah yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia dengan serta dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.16 Dalam hal ini, fatwa DSN-MUI belumlah mengeluarkan pengaturan khusus terkait mengenai kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah yang dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia. Namun dalam praktiknya, kegiatan usaha bancassurance berdasarkan prinsip syariah didasarkan pada SEBI No. 12/35/DPNP mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (bancassurance) yang dimana Surat Edaran Bank Indonesia tersebut ditujukan bagi semua bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia. Pasal 24 ayat (1) UU Perbankan Syariah
melarang bank umum syariah untuk
melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah yang juga salah satu larangan lainnya yaitu melakukan kegiatan perasuransian.17 Ketentuan tersebut sebenarnya 13
Imam Musbikin, qawa’id Al-Fiqhiyah, cet. 1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001) dikutip oleh Dewi, Hukum Perikatan Islam, Op.Cit., hlm . 32 14
Ibid.,
15
Kriteria kelaziman yakni telah dilakukan oleh banyak pelaku usaha, dilakukan secara terus menerus, dan dianggap baik oleh masyarakat sehingga dapat diterima. (Indonesia (a), Op.Cit., Ps. 6 huruf n.)
16
Indonesia (b), Op.Cit., Ps. 26.
17
Ibid., Ps. 24 ayat (1) huruf d.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
tidaklah menutup kemungkinan bagi bank syariah untuk melakukan kegiatan usaha bancassurance berdasarkan prinsip syariah dikarenakan adanya pengecualian larangan yang memperbolehkan bank syariah menjadi agen pemasaran produk asuransi syariah.18 Dalam penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf d, dijelaskan bahwa bank umum syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerjasama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Semua tindakan bank umum syariah yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerjasama dimaksud, akan menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah. Oleh karena itu, walaupun bank syariah dilarang melakukan kegiatan usaha perasuransian, namun bank syariah tetap dapat memasarkan produk asuransi syariah melalui kerjasama dengan perusahaan asuransi syariah. Bank Syariah wajib menerapkan tata kelola yang baik yang mencakup prinsip transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
profesional,
dan
kewajaran
dalam
menjalankan kegiatan usahanya.19 Dalam melakukan kegiatan usahanya tersebut, bank syariah wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank syariah juga kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya20 dengan menjelaskan kepada nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank syariah.21 Hal ini juga sesuai dengan PBI No.11/25 /PBI/2009 tentang perubahan atas PBI No. 5/8/PBI/2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum yaitu pada Pasal 21 disebutkan bahwa bank wajib menerapkan transparansi informasi produk atau aktivitas bank kepada nasabah baik secara tertulis maupun lisan22 serta kewajiban dalam menerapkan prinsip kehati-hatian.23 Hal ini juga sesuai dengan kewajiban bank syariah dalam mengelola risikonya yaitu dengan mengimplementasikan prinsip mengenal nasabah customer due diligence (CDD) dan enhanced due diligence (EDD) yang diatur dangan Peraturan Bank Indonesia No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.24 Sebagai penyempurna Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (know your customer principles). Dalam hal bank bertindak sebagai agen pemasaran, bank wajib memenuhi
18
Ibid., Penjelasan Ps. 24 ayat (1) huruf d.
19
Ibid., Ps. 34 ayat (1).
20
Ibid., Ps. 36 ayat (1).
21
Ibid., Ps. 39.
22
Bank Indonesia (d), Op.Cit., Ps. 4 ayat (2).
23
Indonesia (b), Op.Cit., Ps. 35 ayat (1).
24
Indonesia (a), Op.Cit., Ps. 38 ayat (1). jo. Bank Indonesia (b), Op.Cit., Poin II.B.3.b.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
permintaan informasi hasil CDD dan salinan dokumen pendukung apabila dibutuhkan oleh perusahaan asurasi mitranya. Bank syariah juga perlu mengetahui mengenai nasabahnya yang akan diberikan informasi terkait produk asuransi syariah yang dipasarkannya. Terdapat beberapa model bisnis bancassurance berdasarkan prinsip syariah, yaitu : 1. Referensi Referensi ialah suatu bentuk kerjasama pemasaran produk asuransi, dimana bank syariah berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi syariah kepada nasabah. Sehingga bank syariah sebatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi milik perusahaan asuransi syariah yang telah bermitra dengan bank syariah kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi kepada nasabah. Bentuk kerjasama ini dibedakan menjadi dua aktivitas, yaitu : 1) Referensi dalam Rangka Produk Bank Syariah Bank syariah mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi syariah yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk bank syariah kepada nasabah. Dimana persyaratan tersebut untuk melindungi bank syariah atas risiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan bank syariah kepada nasabah. Selain itu, produk asuransi syariah tersebut hakikatnya juga untuk melindungi debitur sebagai pihak tertanggung yang dalam hal referensi produk bank syariah maka bukan untuk melindungi debitur sebagai tertanggung, tetapi melindungi nasabah sebagai peserta tabarru’ meskipun dalam polis dicantumkan banker’s clause karena bank syariah sebagai penerima manfaat.25 2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank Syariah26 Bank syariah mereferensikan produk asuransi syariah yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Sehingga dalam hal ini bank syariah melakukan kerjasama pemasaran melalui penerusan brosur, leaflet, atau hal-hal sejenis yang memuat penawaran, informasi, serta penjelasan dari perusahaan asuransi mitra bank syariah atas suatu produk asuransi syariah kepada nasabah baik secara tatap muka maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk menggunakan website bank syariah. Apabila nasabah tertarik dan memerlukan informasi lebih lanjut, 25
Bank Indonesia Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Booklet Perbankan Edisi Tahun 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hlm. 102. 26
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi(Bancassurance), SEBI 12/35/DPNP (a), Poin I.1.a.2.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
maka bank syariah harus mengarahkan nasabah ke perusahaan asuransi mitra bank syariah. Kegiatan pemasaran yang dilakukan bank syariah terkait dengan kerja sama dalam bentuk ini juga dapat dilakukan dengan penyediaan ruangan di dalam lingkungan kantor bank syariah yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi syariah mitra bank syariah dalam rangka pemasaran produk asuransi (in-branch sales) kepada nasabah.27 Selain itu, bank syariah juga dapat menyediakan data nasabah yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi dengan mematuhi prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3 SEBI 12/35/DPNP mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan
Aktivitas
Kerjasama
Pemasaran
dengan
Perusahaan
Asuransi
(Bancassurance).28 2. Kerjasama Distribusi29 Bentuk kerjasama ini merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi syariah dengan bank syariah berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai produk asuransi syariah tersebut secara langsung kepada nasabah.30 Penjelasan dari bank syariah dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website bank syariah. Sedikit berbeda dengan bentuk kerja sama referensi, dalam kerjasama distribusi, bank syariah tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi syariah kepada nasabah, tetapi bank juga memberikan penjelasan secara langsung yang terkait dengan produk asuransi syariah seperti karakteristik, manfaat, dan risiko dari produk yang dipasarkan tetapi tetap saat nasabah tertarik atau hendak melakukan pembelian produk, bank syariah harus meneruskan minat nasabah kepada perusahaan asuransi syariah mitra bank syariah. 3. Integrasi Produk31 Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi syariah dimana bank memasarkan produk asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi atau menggabungkan produk asuransi dengan produk yang bank syariah. Dalam 27
Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 160. 28
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, “An Introduction to Legal Issues in the Indonesian Insurance Sector” www.hhp.co.id/files/.../HHP/br_hhp_indonesianinsurancesector.pdf , diunduh 20 Maret 2013.
29
Bank Indonesia (a), Op.Cit., Poin I.1.b.
30
Ibid.,
31
Ibid., Poin I.1.c.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
bentuk kerjasama ini, bank syariah menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website bank syariah. Dengan demikian, peran bank syariah tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi syariah kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi syariah kepada perusahaan asuransi mitra Bank.32 Selain itu, akad kerjasama dari ketiga bentuk kerjasama bancassurance berdasarkan prinsip syariah berangkat dengan menggunakan akad wakalah33 dimana perusahaan asuransi memberikan kuasa kepada bank syariah untuk memasarkan produk asuransi syariah yang telah ditentukan model bisnisnya untuk mereferensikan, mendistribusikan, maupun mengintegrasikannya ke dalam produk perbankan dengan tetap memberikan batasan yang jelas terhadap risiko dan pemisahan produk.34 Dalam konsep perwakilan (an-niyabah), akad wakalah termasuk kepada sumber hubungan hukum perwakilan yang berdasarkan kesepakatan dalam hukum Islam yaitu an-niyabah al-ittifaqiyah yang berarti perwakilan yang timbul akibat adanya perjanjian antara dua pihak dimana yang satu memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu urusan.35 Dalam wakalah dapat diatur ketentuan-ketentuan lain yang dapat disepakati berupa dalam hal para pihak dapat menetapkan besarnya imbalan (fee) atas pelaksanaan perbuatan hukum yang dikuasakan dimana para Pihak menyepakati adanya imbalan (fee), maka wakalah tersebut bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak.36 Kewajiban utama si wakil ialah melaksanakan kuasa yang diberikan dengan sebaik-baiknya dan memberikan laporan kepada pemberi kuasa mengenai pengurusan yang telah dilakukannya.37 Sedangkan kewajiban muwakkil (pemberi kuasa) dalam akad wakalah ialah melaksanakan hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian. Seperti dalam hal pendaftaran aplikasi nasabah yang dilakukan oleh staff bank sebagai bentuk kerjasama 32
Ibid., Praktek wakalah pada bank syariah dilakukan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan. Lihat Ahmad Ifham Solihin, Ini Lho, Bank Syariah!, cet. 1, (Jakarta: PT Grafindo Media Pratama, 2008), hlm. 159. 33
34
Rifki Ismal, Islamic Banking in Indonesia: New Perspectives on Monetary and Financial Issues, (Singapura: John Wiley & Sons, 2013), hlm. 277). 35
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalat, (Jakarta: RajaGrafindo, 2007), hlm. 281.
36
Ibid.,
37
Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, cet.1, (Jakarta: MediaKita, 2011), hlm. 39.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
integrasi produk, staff bank memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang lengkap dan dimengerti oleh nasabah dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh staff bank, merupakan tanggung jawab perusahaan asuransi syariah mitra bank. Selain itu, perusahaan asuransi syariah wajib membayar fee wakil atas kepengurusan yang dilakukan oleh bank syariah. Terkait perikatan antara bank syariah dengan nasabah, maka tidaklah menimbulkan perikatan antara bank dengan nasabahnya terkait dengan produk asuransi syariah yang diminati nasabah. Hal ini dijelaskan pada Pasal 39 KMK No. 426/PMK.010/2011 dimana perusahaan asuransi bertanggung jawab atas semua tindakan bank yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerjasama dengan bank. Konsekuensi perikatan yang timbul dari perjanjian asuransi yang dipasarkan oleh bank terhadap nasabahnya tidak menimbulkan perikatan antara nasabah dengan bank. Terkait dengan bentuk kerjasama integrasi produk bancassurance berdasarkan prinsip syariah yang ditawarkan bank, hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya hanya timbul dari akibat perikatan yang berkenaan dengan produk perbankannya saja tidak tercampur aduk dengan perikatan pada produk asuransi syariahnya. Namun, perikatan antara bank dengan nasabah terjadi saat nasabah hendak melakukan pembayaran dana kontribusi (premi) melalui Bank yang bertujuan untuk dibayarkan kepada perusahaan asuransi syariah. Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad wakalah dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap Bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah atau permintaan
kepada
Bank untuk
proses transfer
uang
dimana
pendelegasian
untuk
mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada Bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta Bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening perusahaan asuransi syariah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Nasabah
juga
dapat
melakukan
transfer
sendiri
melalui
mesin
ATM
dengan
mentransfer sejumlah uang kepada rekening perusahaan asuransi syariah, kemudian Bank akan mendebet rekening nasabah yang jika transfer dilakukan dari rekening ke rekening. Terkait dengan pembayaran klaim atau penerimaan manfaat, Bank menjadi sarana untuk menyalurkan dana manfaat dari perusahaan asuransi syariah kepada nasabah. Selain itu, Bank juga menjadi penyambung perihal keluhan maupun pembatalan polis dari nasabah kepada perusahaan asuransi syariah. Merujuk pada SEBI 12/35/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (bancassurance),
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
maka pengertian bancassurance ialah aktivitas kerjasama antara bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui bank. Apabila bancassurance diterapkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, maka kerjasama pemasaran tersebut harus dilakukan oleh pihak-pihak yang dalam melakukan kegiatan usahanya didasarkan pada prinsip syariah.38 Berikut tabel yang menunjukkan perbedaan antara bancassurance berdasarkan prinsip syariah dengan bancassurance konvensional, diantaranya ialah : Tabel 1 Perbedaan antara Bancassurance berdasarkan Prinsip Syariah dengan Bancassurance Konvensional Perbedaan
Syariah
Konvensional
Tujuan
Tidak semata-mata perluasan pasar Keuntungan
kerjasama
bagi perusahaan asuransi syariah, perluasan
dari pasar
segi bagi
namun pemberi informasi lebih luas perusahaan asuransi serta kepada
nasabah
terkait
adanya penerimaan
fee
based
40
produk asuransi berprinsip ta’awun income bagi bank. yang ada dalam penyertaan dana tabarru’ dengan tujuan kebajikan.39 Pengawasan
DPS, OJK, BI
OJK dan BI
Akad
Wakalah bil ujrah41
Menekankan
kesepakatan
tanpa ada aturan halal dan haram42 Produk
Produk sebagai fitur bank dan Produk sebagai fitur bank produk bukan sebagai fitur bank dan produk bukan sebagai yang
tidak
boleh
mengandung fitur bank yang selama
38
Bank Umum Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. (Indonesia (b), Op.Cit., Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf d). 39
Para ulama bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah bahkan memandangnya sebagai sunah, karena hal itu termasuk jenis ta’awun (tolong menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa, yang diperbolehkan Al’Qur’an dan hadist. Lihat Taufik Hidayat, Op.Cit., hlm. 41. 40
Ahmad Ifham Sholihin, Op.Cit., hlm. 144.
41
Bank Indonesia, “Daftar Produk Perbankan Syariah” http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D763C30E9500-44E0-AC60-D2C2073256BE/17645/Daftar_Produk_Perbankan_Syariah.pdf, diunduh 22 April 2013. 42
Nurul huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada pasar Modal syariah,cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 127.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
gharar, seperti najsy (penawaran transaksinya bisa palsu), ihtikar, maysir dan riba.43 Upah Jasa
Perlu
diketahui
sumber
menguntungkan.
dana Tidak
diketahui
sumber
pembayaran fee, serta keterbukaan dana pembayaran fee, serta informasi terhadap nasabah diawal presentase pembayaran fee akad atas presentase pembayaran diatas 40% dari pembayaran fee
maksimal
30%
dari
dana premi
tahun
pertama
kontribusi tahun pertama peserta.44
nasabah.45
Manajemen
Selama tidak bertentangan dengan
Diatur
Risiko Bank
syariah serta diatur dalam PBI
11/25/PBI/2009
No.13/23/PBI/2011 tentang
Penerapan
Penerapan Manajemen Bank
Risiko Bank Umum serta
Syariah dan SEBI 12/35/DPNP
SEBI 12/35/DPNP
dalam
PBI tentang
Manajemen
Dari tabel perbandingan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari bancassurance berdasarkan prinsip syariah memiliki tujuan yang lebih luas selain hanya semata-mata untuk menghasilkan keuntungan dari komisi yang didapat, namun juga ikut berkontribusi mengenalkan kepada masyarakat bahwa di Indonesia terdapat produk asuransi yang didasarkan pada prinsip syariah dengan perusahaan asuransi sebagai pemegang amanah atas pengelolaan dana (tabarru’) bagi peserta yang dalam hal ini nasabah bank syariah untuk dapat saling tolong menolong (ta’awun) dalam hal berbagi risiko atas suatu kerugian. Pengawasan bancassurance berdasarkan prinsip syariah dilakukan tidak hanya oleh Bank Indonesia terhadap bank syariah,46 namun juga adanya pengawasan dari Menteri Keuangan yang kini
43
Keunggulan dari karakteristik produk syariah ialah adanya unsur religi didalamnya. Unsur religi tersebut akan hilang atau rusak apabila dipasarkan melalui sistem pemasaran sistem konvensional. Hal ini akan menimbulkan cacat bahkan rusak dimata Allah SWT dan konsumen jika dalam proses pemasaran bertentangan dengan hukum syar’i. Lihat Abdullah Amrin, Strategi pemasaran asuransi syariah: Memenangkan Persaingan Usaha Bisnis Asuransi dan Bank Syariah secaa Syariah, cet.1, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 204. 44
Muhammad Syakir Sula, Op.Cit., hlm. 181-182
45
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah: Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2006), hlm. 9. 46
Bank Indonesia (b), Op.Cit., Poin III perihal pelaporan aktivitas bancassurance kepada bank
Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
beralih ke OJK untuk pengawasan perusahaan asuransi syariah,47 serta terdapat pula pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) masing-masing pihak.48 Dimana DPS ini memiliki fungsi baik secara aktif maupun pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan pengarahan serta kebijakan atas produk atau jasa dari kegiatan usaha bancassurance agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam asuransi syariah, biaya pemasaran ditanggung oleh perusahaan asuransi syariah mitra bank atau bersama-sama dengan nasabah.49 Adapun dalam asuransi konvensional biasanya biaya agen (loading) ditanggung oleh nasabah dimana 40-70% dari uang premi tahun pertama dan kedua yang diterima dari nasabah dihabiskan untuk biaya agen dan sepenuhnya akan ditanggung oleh nasabah sehingga nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih hangus). Pengertian biaya loading dalam asuransi syariah adalah kontribusi biaya yang diambil dari sebagian kecil kontribusi peserta (premi) tahun pertama, misalnya 20-30% dari premi tahun pertama.50 Paradigma asuransi sebagai perjanjian jual beli yang menjadi dasar asuransi konvensional untuk membebankan loading kepada peserta. Walaupun sebenarnya sistem agency rentan akan pelanggaran terhadap akad takaful itu sendiri dikarenakan sistem keagenan yang mengambil komisi dari kumpulan dana peserta takaful dengan akad tabarru’ yang telah diikhlaskan sebagai derma dengan tujuan kebajikan, namun sistem keagenan ini masih digunakan di asuransi syariah Indonesia karena dengan pertimbangan bahwa di Indonesia masih sukar untuk memasarkan asuransi khususnya asuransi syariah sebagai suatu produk kebutuhan yang memiliki urgensi yang sama seperti produk dalam bidang perbankan. Lain halnya di Malaysia yang tidak lagi memakai sistem agency karena asuransi merupakan suatu kewajiban yang dikeluarkan oleh pemerintah.51 Oleh karena itu, untuk menyiasati dan menghindari adanya pelanggaran terhadap akad tabarru’, seharusnya biaya loading yang walaupun lebih kecil dari biaya loading asuransi konvensional, harus ditanggung oleh pemegang saham dan bukan dibebankan pada premi peserta. Konsekuensi logis dari adanya hal tersebut ialah perusahaan asuransi syariah harus 47
Pembinaan dan pengawasan usaha asuransi dilakukan oleh menteri (Indonesia (c), Op.Cit., Ps.10) serta Perusahaan Asuransi yang akan melakukan pemasaran melalui kerjasama dengan bank harus memperoleh persetujuan Menteri (Indonesia (g), Op.Cit., Ps. 40). 48
Bagi Perusahaan asuransi syariah, rencana pemasaran produk asuransi baru harus dilengkapi dengan pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah (Indonesia (e), Op.Cit., Ps. 3) Dewan Pengawas Syariah mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah (Indonesia (b), Op.Cit., Pasal 32 ayat (3)). 49
Chaudhry Mohamad Sadiq, Islamic Insurance (Takafol) : Concept and Practice, (Oxford: Institute of Islamic Banking and Insurance, 1995), hlm. 203.
50
Muhammad Syakir Sula, Op.Cit., 181-182.
51
Mohd. Fazdli Yusof, Op.Cit., hlm. 58-60.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
berangkat dari modal yang besar untuk dana perusahaan52 dengan seluruh biaya (management expenditure) ditanggung oleh pemegang saham dimana pemegang saham memiliki dana tersendiri yang terpisah dengan dana peserta.53 Namun, untuk saat ini dalam rangka menyiasati hal tersebut, Dewan Pengawas Syariah (DPS) biasanya memperbolehkan adanya loading sampai dengan 30% sepanjang dilakukan secara transparan dan sepengetahuan para peserta diawal akad. Dengan begitu, dalam perjanjian kerjasama bancassurance berdasarkan prinsip syariah, selain ditentukan pembagian biaya komisi bagi bank syariah dalam perjanjian, sebelumnya bank juga harus mengetahui dari mana sumber hasil pemberian biaya komisi yang diterimanya. Hal ini dilakukan agar risiko adanya pelanggaran terhadap syariat tidak terjadi. Selain itu, setelah mengetahui sumber dana dalam pemberian komisi, perlu juga diperhatikan oleh bank mengenai transparansi kepada para nasabahnya mengenai komisi yang akan diterima bank diawal akad pada setiap nasabah yang tertarik menjadi peserta perusahaan asuransi syariah yang dipasarkannya. Hal ini berbeda dengan bancassurance konvensional yang hanya mengatur hak pembagian biaya komisi bank tanpa mengetahui dari mana sajakah sumber dari kontribusi biaya tersebut. Tanggung jawab bank syariah kepada nasabah dapat dilihat dalam menjalankan bisnis bernafaskan Islam, umat Islam dituntut untuk melaksanakan kegiatannya sesuai dengan ketentuan syariah. Hal ini didasarkan pada satu kaidah usul “al aslu fi al-afal at-taqayyud bi hukmi asy-syar’i” bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara.54 Pentingnya perlindungan nasabah terkait dengan konsep persaudaraan dan tolong menolong dalam Islam yang berlandaskan pada pengayoman, keberpihakan serta perlindungan terhadap kaum lemah. Produk syariah akan hilang nilai religi atau syariahnya jika dipasarkan melalui pemasaran konvensional. Produk tersebut akan cacat bahkan rusak dimata Allah SWT dan konsumen jika dalam proses pemasarannya bertentangan dengan hukum syar’i. Produk atau jasa syariah harus menggunakan sistem pemasaran syariah sesuai dengan QS. Al-Baqarah (2) : 208, dimana disebutkan bahwa, “Wahai orang beriman, masuklah Islam secara menyeluruh (kaffah). Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kerjasama pemasaran bancassurance 52
Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, PMK No.11/PMK.010/2011 (i), BN No. 17 Tahun 2011, Ps. 2. 53
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, cet. 6, (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), hlm. 45.
54
Azhari, “Perlindungan Hukum bagi http://id.scribd.com/doc/29097021/artikelazhari, diunduh 10 Mei 2013.
Nasabah
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
Perbankan
Syariah”
berdasarkan prinsip syariah, dilakukan oleh dua lembaga yang dalam melakukan kegiatan usahanya didasarkan pada prinsip syariah dengan tujuan agar tidak adanya pencampuran usaha yang dilakukan menggunakan sistem konvensional sehingga tidak dapat dipisahkannya unsur-unsur yang bertentangan dengan syara’. Oleh karena itu, disinilah terdapat urgensi untuk dibentuknya pengaturan lebih spesifik mengenai bancassurance berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dalam Pasal 40 ayat (3) dimana dijelaskan bahwa petugas bank yang akan melakukan pemasaran produk asuransi harus memenuhi ketentuan diantaranya ialah : a. memiliki sertifikasi keagenan asuransi yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; b. telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi yang akan dipasarkan. Selain itu, bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah.55 Bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi syariah sepanjang nasabah mengetahui dan memberikan persetujuan tertulis. Sehingga tidak hanya secara lisan, namun harus dalam bentuk tertulis. Dalam penerapan prinsip perlindungan nasabah yang paling esensial ialah bank dapat menjelaskan baik secara lisan maupun tertulis kepada nasabah terkait dengan produk asuransi yang dipasarkan. Hal ini merupakan tanggung jawab Bank untuk transparan pada nasabah yang termasuk dengan menjelaskan karakteristik produk asuransi syariah yang ditawarkan seperti fitur, risiko, manfaat produk asuransi, persyaratan kepesertaan, prosedur klaim, serta mengenai biaya asuransi sehingga terhindar dari kesalahpahaman bahwa produk asuransi ini bukanlah termasuk sebagai sarana penjaminan seperti lembaga penjamin simpanan. Oleh karena itu, untuk mencegah adanya kesalahpahaman nasabah, bank wajib menjelaskan bahwa produk asuransi tersebut bukanlah produk dan tanggung jawab bank. Meskipun terdapat logo atau atribut bank dalam brosur atau dokumen pemasaran lainnya yang digunakan dalam model bisnis kerjasama distribusi dan integrasi produk, namun hal itu hanya untuk menunjukkan adanya kerja sama antara bank dan perusahaan asuransi syariah sebagai mitra bank dengan tidak dimasukkannya logo dan atribut bank pada polis asuransi karena ditakutkan akan menimbulkan kerancuan dalam hal bank dianggap ikut bertanggung jawab atas polis yang diterbitkan. Perihal asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah Bank harus memperoleh tanda kepesertaan dimana tanda tersebut 55
Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998 (b), LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 40.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
menyatakan secara jelas bahwa risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi. Selain itu, khusus untuk kerjasama distribusi dan integrasi produk, Bank tetap harus memastikan bahwa nasabah memahami penjelasan mengenai manfaat dan risiko produk secara lisan maupun tertulis yang harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah, dibuat dalam bahasa Indonesia, dan ditandatangani oleh nasabah dengan menggunakan tanda tangan basah nasabah yang merupakan pihak yang berwenang menandatangani dokumen tertulis tersebut. Penutup Berdasarkan uraian sebelumnya, terdapat simpulan sebagai berikut: 1. Dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d UU Perbankan Syariah, bank dilarang melakukan kegiatan usaha perasuransian, namun bank dapat menjadi agen pemasar produk asuransi sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf d. Bank hanya berkedudukan sebagai wakil perusahaan asuransi syariah untuk memasarkan, mereferensikan produk asuransi syariah kepada nasabah yang apabila nasabah tertarik, maka bank dapat mempertemukan nasabah dengan perusahaan asuransi syariah untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. 2. Terdapat perbedaan antara bancassurance konvensional dengan bancassurance berdasarkan prinsip syariah. Perbedaan paling esensi ialah pada tujuan kerjasamanya dengan menghindari unsur yang bertentangan dengan syara’ seperti adanya unsur yang mengandung riba’, gharar, maysir, serta hal lain yang membawa kemudharatan. Perbedaan terdapat pada beberapa hal seperti sumber dana yang digunakan untuk membayar komisi bank haruslah diketahui darimana asalnya dan bukan dari sesuatu yang mengandung unsur yang menjadikan pendapatan bank sebagai pendapatan yang haram. Selain itu, produk bancassurance berdasarkan prinsip syariah juga tidak diperbolehkan mengandung unsur-unsur tersebut yang dapat mengganggu stabilitas dan fungsi bank sebagai bank yang berdasarka prinsip syariah. Bancassurance berdasarkan prinsip syariah menggunakan akad wakalah saat melakukan perjanjian dimana bank sebagai wakil memasarkan produk asuransi syariah milik perusahaan asuransi syariah (muwakil) dengan adanya hubungan kemitraan yang sejajar. Terdapat beberapa hal yang masih perlu dicermati sebagai kekurangan dalam kegiatan tersebut. Berikut beberapa saran yang dapat diberikan antara lain :
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
1. Bank Indonesia sebagai regulator seharusnya dapat memfasilitasi lebih baik kegiatan bank dalam melakukan aktivitas berdasarkan prinsip syariah yaitu dengan memberikan ketentuan spesifik terkait penerapan manajemen risiko terhadap bank syariah yang melakukan kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah. Hal ini menjadi sebuah urgensi tersendiri karena dewasa ini, fee based income bank syariah terbesar didapat melalui kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah.56 Walaupun dapat dikatakan bahwa Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran
dengan
Perusahaan
Asuransi
(Bancassurance)
saat
ini
dapat
mengakomodir aktivitas bancassurance berdasarkan prinsip syariah, namun tetap saja akan ada kelemahan apabila disesuaikan dengan bancassurance berbasis syariah karena sejatinya ketentuan tersebut diperuntukkan bagi bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Padahal sesungguhnya banyak hal yang perlu diatur lebih spesifik seperti misalnya kerjasama yang dilakukan dalam bancassurance berdasarkan prinsip syariah haruslah dilakukan oleh dua lembaga yang dalam kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Sehingga, bank syariah harus bekerjasama dengan perusahaan asuransi berbasis syariah juga. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kecacatan dalam pelaksanaan prinsip syariah. Bank Indonesia dapat memberikan pengaturan yang tegas terhadap hal itu dalam hal perapan manajemen risiko terhadap pemilihan mitra bank yang apabila perusahaan asuransi syariah mitra bank tidak lagi menjalankan usahanya secara syariah, maka dapat dilakukan penghentian perjanjian kerjasama. Bank Indonesia juga dapat memberikan pengaturan terhadap posisi Dewan Pengawas Syariah sebagai pengawas atas kegiatan bancassurance berdasarkan prinsip syariah yang walaupun dalam praktiknya, Dewan Pengawas Syariah memiliki andil besar dalam mengawasi aktivitas bancassurance tersebut. Hadirnya lembaga independen Otoritas Jasa Keuangan juga diharapkan menjadi angin segar bagi pihak bank dan perusahaan asuransi yang melakukan aktivitas bancassurance agar pemerolehan izin produk bancassurance dapat dilakukan hanya melewati satu pintu yaitu melalui OJK guna penerapan prinsip efisiensi serta salah satu upaya mendukung kegiatan usaha perasuransian Indonesia. Selain itu, minimnya Fatwa DSN-MUI mengenai perasuransian syariah juga berpengaruh pada 56
Danny Wijaya dan Rivki Maulana, “Perankan Naikkan Terget Fee Based Income” http://www.indonesiafinancetoday.com/read/40976/Perbankan-Targetkan-Kenaikan-Fee-Based-Income, diunduh 11 Mei 2013.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
regulasi-regulasi dalam pengembangan asuransi syariah di Indonesia. Dengan demikian, hal ini menghambat pula laju perkembangan asuransi syariah di Indonesia khususnya berkenaan dengan aktivitas bancassurance berdasarkan prinsip syariah salah satunya adalah belum adanya fatwa mengenai kode etik keagenan asurasi syariah bagi staff bank yang memasarkan produk asuransi mitra bank. Maka dari itu Penulis berharap kedepan DSN-MUI akan terus menerbitkan fatwa-fatwa baru terkait dengan asuransi syariah sehingga perkembangan asuransi syariah di Indonesia dapat bersaing dengan negara lain. 2. Guna menghindari adanya unsur riba, gharar, dan maisyir, bank syariah harus cermat dan menerapkan prinsip kehati-hatian kepada perusahaan asuransi syariah dengan salah satunya mengetahui dan mengidentifikasi secara jelas perihal sumber dana yang digunakan untuk membayar fee atau komisi untuk bank. Bank perlu tahu apakah sumber dana yang digunakan tersebut merupakan hasil dari investasi yang diharamkan atau tidak. Selain itu, terdapat pembagian secara jelas customer due diligence (CDD) yang dilakukan antara bank dengan perusahaan asuransi. Penyusunan perjanjian kerjasama harus mencantumkan kejelasan hak dan kewajiban termasuk tanggung jawab pihak masing-masing. Dalam bentuk kerjasama integrasi produk, ditekankan bahwa bank hanya bertanggung jawab atas produk perbankannya.
Daftar Pustaka Buku Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Cet. 5. Jakarta: Gema Insani Press, 2002. Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalat. Jakarta: RajaGrafindo, 2007. Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Cet.7. Jakarta: Azkia Publisher, 2009. Ayub, Muhammad. A-Z Keuangan Syariah [Understanding Islamic Finance]. Diterjemahkan oleh Aditya Wisnu Pribadi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009. Chapra, Muhammad Umer. Sistem moneter Islam [Towards a Just Monetary System]. Diterjemahkan oleh Ikhwan Abidin. Cet.1. Jakarta: Gema Insani, 2000.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasransian Syariah di Indonesia. Cet. 4. Jakarta: Kencana, 2007. ___________, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam. Cet.3. Jakarta: Kencana, 2007. Ghufron A, Mas’adi. Fiqh Muamalah Kontekstual. Cet.1. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. Gora J, Crooks. Bancassurance: positioning for affiliations - lessons from Europe, Canada, and the United States. Atlanta: Loma Publications, 1997. Gozali, Ahmad. Seri Keuangan Syariah: Halal, Berkah, Bertambah Mengenal dan Memilih Produk Investasi Syariah. Cet. 4. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004. _____________. Serba-serbi Kredit Syariah: Jangan Ada Bunga diantara Kita. Cet.1. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cet. 6. Jakarta: Kencana, 2011. Husein, Yunus. Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum. Cet.1. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003. Iqbal, Muhaimin. Asuransi umum syariah dalam praktik: upaya menghilangkan gharar, maisir, dan riba. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. Lafferty Business Research. The Allfinanz revolution: winning strategies for the 1990s. Dublin: Lafferty Publications Ltd., 1991.
Artikel Indian Institute of Economics. “Bancassurance : an innovative insurance service offered by banks in India.” The Asian Economic Review. (December 2007). Hlm. 99. Khalil, Jafril. “Prinsip Syariah dalam Perbankan.” Jurnal Hukum Bisnis (Agustus-September 2002). Hlm. 47-49. Marjorie, Chevalier, Carole Launay dan Berangere Mainguy. “Bancassurance: Analysis of Bancassurance and its status around the world.” Focus. (October 2005). Hlm. 2. Muhamat, Razaleigh. “The Management of Takaful Business Models in Malaysia.” Advances in Natural and Applied Sciences 6. (April 2012). Hlm. 562.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013
Nasution, Eldin Rizal. “Bancassurance, Channel of Distribution and Product.” Buletin AAMAI (Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia) 5 No. 3. (Juli 2003). Hlm. 9. Oktavia, Tiur Santi. "Bancassurance: Layanan Satu Atap Yang Menggiurkan” Kompas. (Selasa, 14 Maret 2006). Hlm. 11. Sasangko, Harry. “Kunci Sukses Bisnis Bancassurance.”Buletin AAMAI (Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia) 5 No. 3. (Juli 2003). Hlm. 5. Sendra, Ketut. “Bancassurance: Suatu Kemitraan yang Prospektif dan Strategis.” Buletin AAMAI (Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia) 5 No. 3. (Juli 2003). Hlm. 13.
Peraturan Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance). SEBI No. 12/35/DPNP. ______. Surat Edaran Bank Indonesia tentang Rencana Bisnis Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, SEBI No. 12/32/PBI/DPbS. ______. Peraturan Bank Indonesia tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, PBI/14/26/PBI/2012, LN 286 DPNP/DPbS Tahun 2012, TLN No. 5384. ______. Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, PBI No. 13/23/PBI/201, LN. Tahun 2011 No. 103 DPbS, TLN No, 5247 DPbS. Internet Bank Indonesia, “Daftar Produk Perbankan Syariah.” http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D763C30E-9500-44E0-AC60D2C2073256BE/17645/Daftar_Produk_Perbankan_Syariah.pdf. Diunduh 22 April 2013. Bank Indonesia. “Mengenal Bancassurance.” www.bi.go.id/NR/.../MengenalBancassurance.pdf. Diunduh 10 Februari 2013.
Universitas Indonesia
Analisis yuridis…, Ayu Novianti Kusuma Astuti, FH UI, 2013