DESTRUCTIVE FISHING
ARIF SATRIA
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Rakornas Satgas 115 Jakarta, 12 Juli 2017
31.4 %
58.1%
10.5%
Sumber: The State of World Fisheries and Aquaculture, FAO 2016
Definisi Destructive fishing practices • The term refers to the use of fishing gears in ways or in places such that one or more key components of an ecosystem are obliterated, devastated or ceases to be able to provide essential ecosystem functions. • destructive fishing refers to the use of gears and/or practices that present a high risk of local or global damage to a population of target, associated or dependent species or their habitat, to the point of eliminating their capacity to continue producing the expected goods and services for present and future generations, particularly if recovery is not possible within an acceptable time frame.
Sumber: FAO
Destructive Fishing Practices
Blast fishing
Bottom trawling
Cyanide fishing
Muroami Sumber: WWF
Dampak Blast & Cyanide Fishing Blast fishing menyebabkan konstruksi karang menjadi hancur berantakan, menghancurkan ekosistem terumbu karang, serta mematikan ikan dan benih ikan.
Cyanide fishing menyebabkan terjadinya pemutihan (bleaching) pada karang dan akhirnya mati.
Sumber: Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, KKP
Dampak Blast & Cyanide Fishing
Kondisi karang yang sehat ditandai oleh kelimpahan organisme termasuk spesies ikan
Kondisi karang yang rusak (hancur) dimana tidak terlihat adanya organisme dalam lingkungan tersebut termasuk spesies ikan
Sumber: Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, KKP
Dampak Blast & Cyanide Fishing Berat Bom (gr)
Kondisi hasil monitoring / pemantauan karang
Luasan hancur (m2)
Hancur total (m)
Karang patah (m)
Karang rusak (m)
2000
2,0
3,5
4,5
12,56
500
1,6
2,0
3,4
8,04
250
1,3
2,0
3,4
5,30
Sumber: Herman J. Cesar.Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs, World Bank,1996
Sejarah BLAST FISHING
CYANIDE FISHING
• Menurut beberapa literatur blast fishing sudah dilakukan sejak th 1600‐an • Dikenal di Indonesia sejak jaman Perang Dunia II (dilakuan oleh militer Jepang untuk memberikan pasokan makanan selama masa perang)
• 1954 oleh mahasiswa di Taiwan menangkap ikan utk penelitian. • 1983 Indonesia dan Filipina memasok perdagangan ikan akuarium • Catatan Dept. Perikanan Taiwan, putusan hukuman untuk kasus cyanide fishing pertama kali 1990.
Sumber: Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, KKP
Peta Daerah Rawan Destructive Fishing
Jalur distribusi material bahan peledak
Sumber: Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, KKP
Pelanggaran Destructive Fishing
Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan NTT NTB Kalimantan Timur Kalimantan Barat Bali Bangka Belitung Kepulauan Riau NAD 0
2
4
6
8
10
12
Jumlah Kejadian
Sumber: Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, KKP
STRATEGI MENGATASI DF : CONSERVATION AND FISHERIES MANAGEMENT
Approaches Government
Market
Communitarian
Conservation : Technocratic VS Community Conservation Type
Technocratic Conservation
Centralized/National Park
Decentralized
Community Conservation
Customary System
Revitalized‐ Customary
Non‐customary
Hierarchy of Marine Conservation
1.
2.
Marine National Park (Ministry of Forestry) Water National Park (Ministry of Marine and Fisheries)
•
Local Marine Conservation Area (Provincial Government)
Community Conservation
Kuat Lemah
Kapasitas Pemerintah
Matriks Pilihan Model Pengelolaan
1.
2.
Negara
Ko‐ manajemen
3.
4.
Swasta
Masyarakat
Lemah
1. Pengelolaan oleh pemerintah/negara 2. Ko-manajemen 3. Pengelolaan oleh swasta 4. Pengelolaan oleh masyarakat
Kuat
Modal Sosial
Sumber : Birner & Wittmer (2000)
Government Approach Ciri Pokok: • Bergantung pada peran pemerintah • Basis regulasi : kebijakan formal (UU, PP, Permen, Perda, dll) • Mekanisme kerja formal • Organisasi kerja : kultur birokrasi pemerintah
Isu Strategis:
Government Approach
• Kebijakan: UU No. 45/2009 tentang Perikanan; UUNo. 1/2014 tentang Perubahan Undang/undang No.27/2007 tentang PWP3K • Keterbatasan • Anggaran • Fasilitas • SDM • Konflik kewenangan & kepentingan
Kerangka Hukum Internasional • • • • • • • •
UN Convention on the Law of the Sea, 1982 UN Fish Stocks Agreement, 1995 Convention on Biological Diversity, 1992 Convention on International Trade in Endangered Species, 1973 FAO Port State Measures Agreement, 2009 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries, 1995 FAO IPOAs on Fishing Capacity (1999) and IUU (2001) FAO International Guidelines for the Management of Deep‐Sea fisheries in the High Seas
Nasional • Undang‐undang No. 45/2009 tentang Perikanan • Undang‐undang No. 1/2014 tentang Perubahan Undang/undang No.27/2007 tentang PWP3K
Studi Kasus: Taman Nasional Taka Bonerate Profil
• Destructive Fishing di Selayar, Sulawesi Selatan, marak terjadi sejak tahun 2011‐2014 (Yusuf, 2015) dan telah mengakibatkan penurunan stok ikan (WCS, 2015) • Terdapat 34.67% RT miskin di wilayah konservasi (BPS, 2015)
Isu Pokok
• Pengawasan: Konflik kewenangan antar‐instansi menyebabkan tidak efektifnya mekanisme pengawasan • Terjadi konflik antar‐nelayan: Pengguna alat tangkap destruktif vs ramah lingkungan • Hubungan patron klien: dominasi punggawa (bos) terhadap nelayan, sehingga nelayan tidak mempunyai pilihan penggunaan alat tangkap • Terdapat jaringan rantai suplay bahan baku bius dan bom SUMBER : Asri (2017)
Studi Kasus: Taman Nasional Taka Bonerate Ketersediaan Bahan Baku Bom dan Bius Bahan baku bom detonator bom ikan: Diperoleh dari jaringan oknum pegawai swasta dan beredar ke nelayan‐nelayan
Jalur Penyelundupan Pupuk Cap Matahari (Bahan Peledak Bom Ikan Nelayan) SUMBER : Asri (2017)
Studi Kasus: Taman Nasional Taka Bonerate Penyuplai alat dan bahan utama Bom adalah pedagang khsusus yg memang bekerja menyediakan alat dan bahan Bom dan mempunyai jaringan kerjasama yang baik dengan Punggawa (DFW 2003)
Jalur Pengedaran Pupuk Cap Matahari (Bahan Peledak Bom Ikan Nelayan) SUMBER : Asri (2017)
Studi Kasus: Taman Nasional Taka Bonerate Dampak Destructive Fishing: Kemiskinan Nelayan Perikanan Destructive
Hubungan patron‐klien
Kerusakan Terumbu Karang Berkurangnya hasil tangkapan
Menurunnya Stok Ikan Daerah tangkapan semakin jauh
Bertambahnya biaya operasi
Penggantian armada yang lebih besar Berkurangnya pendapatan nelayan Kemiskinan nelayan
SUMBER : Asri (2017)
Communitarian Approach Ciri Pokok: • Masyarakat dianggap lebih efektif dalam mengendalikan DF. Contoh: awig‐awig Lombok Utara • Basis regulasi : adat, revitalized adat, non‐adat • Spesifik lokasi
Communitarian Approach Isu Pokok: • Fenomena melemahnya institusi lokal karena menguatnya orientasi market • Konflik horizontal • Motivasi yang beragam
Community Conservation Motivation a) Cultural identity (Case of Sasi Haruku) b) Protection from intruders (Case of Karimunjawa) c) Religious (Case of Raja Ampat) a) Tourism Business (case of Awiq‐Awiq Lombok)
Awig-Awig Lombok Utara
Awig-Awig Lombok Utara
Aturan dan Sanksi Awig-Awig Aturan
Sanksi
• Dilarang menangkap ikan hias
Rp 500,000
• Dilarang menggunakan alat bius • Dilarang melakukan pengeboman • Dilarang menggunakan trawl dan muroami
Rp 2,500,000 dan penyitaan perahu/alat tangkap Rp 5,000,000 (US$ 555), penyitaan perahu/alat tangkap Rp 15,000,000 penyitaan perahu/alat tangkap
Market Approach Ciri Pokok : • Bergantung pada perilaku konsumen • Institusi eco‐labelling dianggap efektif • Voluntary
Studi Kasus: Praktik Fisheries Eco-Labeling di Desa Les, Bali Mendorong lingkungan berkelanjutan dengan memberantas IUU ishing
Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menunjukkan kepedulian lingkungan / ekologis mereka melalui pilihan produk
Fisheries eco‐ labelling pertama kali diintrodusikan oleh Unilever & WWF agreement 1996
Dirancang dan digerakkan oleh pasar untuk melestarikan lingkungan
Suatu sistem untuk memverifikasi penerapan standar dan mengesahkan produk dan praktik yang berkualitas SUMBER : humayra017)
14/6/17 SUMBER : Asri (2017)
The way forward • Institusi : penguatan pengelolaan kolaboratif : negara, masyarakat dan pasar • Teknis : instrumen monitoring konservasi • Economic : mata pencaharian alternatif • Hukum : • instrumen baru untuk alat bukti. • Intensifikasi pengawasan