RUMUSAN SEMINAR NASIONAL MEMBANGUN PENYULUH MASA DEPAN YANG BERKEADILAN DAN MENYEJAHTERAKAN Rabu, 22 Februari 2012 Auditorium Fakultas Peternakan IPB Jl. Lingkar Kampus IPB Dramaga, Bogor Seminar nasional ini dibuka oleh Dr. Arif Satria (Dekan Fakultas Ekologi Manusia). Key note speaker dalam seminar nasional ini adalah Sekjen Kementerian Sosial RI. Sedangkan substansi yang kedepankan adalah “review dan refleksi beragam model penyuluhan dan inovasi penyuluhan untuk masa depan” oleh Prof. Dr. Sumardjo (Ketua Umum PAPPI), Kepala Pusat Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan RI dan Kepala Pusat Penyuluhan Kehutanan. Selain itu, dibahas pula pengalamanpengalaman dari para praktisi penyuluhan dan pemberdayaan, baik dari unsur pemerintah, swasta maupun swadaya. Seminar nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SPs IPB ini dihadiri oleh 150 peserta yang merupakan perwakilan dari representasi pemerintah pusat, perangkat pemerintah daerah (bidang terkait penyuluhan), pimpinan SKPD bidang penyuluhan, akademisi, praktisi, pelaku bisnis, swasta, pengurus dan organisasi petani, anggota PAPPI (Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia), peminat ilmu penyuluhan pembangunan dan pengembangan masyarakat. Demikian dilaporkan oleh Ir. Zahron Helmy, MP sebagai ketua Panitia Seminar. Dr. Ir. Arief Satria (Dekan Fakultas Ekologi Manusia)_IPB
1
HIGH LIGHT RUMUSAN Berdasarkan kepada substansi inti yang dipapar para pemakalah dan diskusi-diskusi yang telah kita lalui dari sesie pre liminari sampai akhir, kami coba bentangkan benang merahnya dalam point-point penting sebagai berikut:
Penyuluh sebagai upaya perluasan layanan pendidikan, informasi dan peningkatan kualitas pelaku utama dan pelaku usaha senantiasa diperlukan untuk menghadapi tantangan masa kini maupun masa depan yang kian kompetitif, selayaknya mendapat perhatian dari pemerintah, perguruan tinggi, swadaya masyarakat dan swasta. Seperti dinamisnya sistem, perkembangan penyuluhan juga menampilkan perkembangan dari Era 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an sampai era 2000-an. Kecenderungan, dari satu era dengan era lainnya menampilkan model penyuluhan yang berbeda, termasuk kelembagaannya. Persoalannya, kedinamisan penyuluhan hanya lebih tampak dipermukaan, belum menyangkut sistem penyuluhan secara keseluruhan. Kompleksitas persoalan dan kebutuhan yang dihadapi oleh para pelaku (pelaku utama, pelaku usaha maupun pelaku kebijakan), serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tantangan global, privatisasi dan otonomi telah mendorong pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk terus mengembangkan penyuluhan. Sejalan dengan perkembangan itu, telah pula muncul varian-varian model penyuluhan yang berperspektif alternatif, sebut saja pemberdayaan dan ragam program-programnya. Salah satu varian model penyuluhan yang relatif baru yang dikembangkan adalah cyber extension yang oleh pemerintah diimplementasikan dalam program FMA-FEATI (Farmer Managed Agricultural Extension-Farmers Empowerment through Agricultural Technology and Information). Sebagai sebuah varian model penyuluhan, cyber extension belum dapat disebut model ideal, perlu ditingkatkan aspek pengelolaan, kuantitas dan kualitas informasi, eskalasi, kapasitas sumberdaya
2
pengelola dan layanannya secara terintegrasi. Intinya bagaimana agar media tersebut dapat di akses oleh masyarakat luas. Pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial yang terencana, terarah dan berkelanjutan merupakan kewajiban negara dalam rangka mewujudkan kehidupan warganya secara layak dan bermartabat. UU No. 11 Tahun 2009 merupakan pijakan kebijakannya. Penyuluhan sosial yang didukung oleh tenaga-tenaga penyuluh yang berkualitas profesional merupakan salah satu usaha untuk mewujudkannya. Banyak pendekatan kesejahteraan sosial yang diterapkan di Indonesia, namun yang paling relevan (sejalan dengan UU No. 16 Tahun 2006) adalah pendekatan pemberdayaan sosial. Namun pada kenyataannya, penyuluhan masih dihadapkan pada struktur masyarakat yang cenderung tetap dominatif (kapitalis, sektoralis). Padahal, dalam sebuah bangsa eks terjajah, idealnya penyuluhan mampu mengubah masyarakat dari kondisi apatis, ke kondisi berdaya dan mandiri. Kenyataannya justru masih banyak paradoks dengan itu. Oleh karena itu, paradigma kebijakan nasional harus memihak kepada semua pelaku dan paradigma penyuluhan harus mampu (melalui proses pemberdayaan) menempatkan targettarget produksi menjadi alat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Harus mampu mengembangkan kapital manusia dan kapital sosial dalam mewujudkan kualitas hidup diri, keluarga dan masyarakat. Secara historis empiris terlihat bahwa penyuluhan menampilkan siklus yang timbul tenggelam, ada masa suram dan ada masa cerahnya. Secara riil, modelnya sudah dinamis (sistem Laku, sekolah lapang dan FMA), tetapi pemihakan sistem yang melingkupinya justru semakin melemah. Ada kekhawatiran bahwa jika penyuluhan tetap terkungkung birokrasi (dari atas sampai tingkat desa), maka akan sulit menggapai kedinamisan optimal. Harus ditegaskan bahwa dalam kerangka penyuluhan (sekarang dan ke depan) penguatan kapasitas SDM jangan bias SDM petani (bias pelaku dan bias gender), tetapi juga aparatur (dari atas sampai desa), 3
penyuluh swasta, penyuluh swadaya dan pelaku usaha lainnya (terutama yang berskala kecil). Klaim keberdayaan dari instansi dan aparatur telah berdampak pada lemahnya upaya-upaya kearah pengembangan SDM, termasuk halhal yang menyangkut kesempatan, akses, administratif, keuangan, kriteria sasaran dan reward-nya. Tentu saja penguatan harus bersifat sistemik, menyangkut pula kapasitas lembaga dan kelembagaan diklat bagi penyuluh, kapasitas pemerintahan (terutama pemerintah kabupaten/kota), termasuk dalam regenerasi penyuluh. Secara khusus, pengelolaan pelatihan harus ditingkatkan kualitasnya agar benar-benar memberdayakan penyuluh, termasuk meningkatkan peran swasta dan perguruan tinggi dalam pemberdayaan penyuluh). Adalah fakta bahwa penyuluh swasta (organik perusahaan) dan penyuluh swadaya (termasuk organizer CSR atau PKBL) telah masuk ke desa-desa dengan program-program tertentu. Bahkan, penyuluh swasta bukan hanya bergerak dalam pelayanan sarana produksi, tetapi dalam optimalisasi pelayanan rantai pasokan (supply chain) pasar komoditas (market lead extension). Tentu saja jangan dipandang sebagai ancaman, tetapi harus dilihat sebagai peluang, baik bagi penguatan penyuluhan di lapangan (melalui kerja sama) maupun bagi lulusan pendidikan tinggi penyuluhan; Penyuluhan masih dihadapkan pada beragam persoalan, menyangkut kuantitas, kualitas, umur (aging extension) dan faktor pendukungnya. Semua itu tentu sudah menjadi rahasia umum, pekerjaan beratnya adalah bagaimana agar upaya menyelesaikan persoalan itu rasional dalam kalkulasi para pengambil kebijakan. Artinya perlu dilakukan valuasi-valuasi secara benar atas kinerja penyuluhan yang dapat kiranya dijadikan pertimbangan pemihakan pemerintah, baik dalam regenerasi, anggaran, sarana prasarana, maupun penguatan kapasitas dan profesionalismenya; Persoalan lain yang dihadapi (secara institutional) dalam pengembangan penyuluhan (termasuk kementerian pertanian, kehutanan dan lainnya), adalah sulit mewujudkan sinergitas antar kelembagaan, termasuk dalam upaya pengembangan pendidikan dan 4
latihan bagi penyuluh, inovasi dan komitmen pemerintah, didukung swasta dan masyarakat. Terdapat beragam pendekatan dan model-model penyuluhan, baik yang berorientasi produksi maupun yang berfokus kepada petani (partisipan penyuluhan). Selain itu pemodelan penyuluhan hendaknya bermatra banyak, artinya menguatkan ke semua arah (jangan hanya ke bawah), semua stakholders, ke atas maupun ke bawah dan memadai dengan realitas keragaman masyarakat pelaku. Model yang menata semua matra, menguatkan kapasitas dan komitment semua pihak. Model yang pendekatannya mengarah pada pengembangan sistem agribisnis dan varian wirausaha terkaitnya. Model penyuluhan yang juga akomodatif terhadap berbagai sektor. Perlu melakukan evaluasi (secara lebih objektif) terhadap programprogram pemberdayaan yang dioperasikan selama ini, termasuk program CSR. Tujuannya, untuk mengetahui dan menjadi pertimbangan bagi para pengambil kebijakan tentang mana yang benar-benar memberdayakan. Jangan sampai, berkembang hipotesis liar, semakin banyak program pemberdayaan, semakin tidak berdaya kelompok yang diberdayakan. Regenerasi penyuluh maupun petani merupakan hal yang penting untuk dicarikan model alternatif penyelesaiannya. Kehadiran penyuluh-penyuluh muda lulusan pendidikan tinggi penyuluhan, kini sangat diharapkan menjadi tumpuhan membangun keberdayaan, partisipasi masyarakat dan kemandirian masyarakat dengan sistem penyuluhan yang partisipatif. Disamping meningkatkan pelatihan dan pengembangan komoditas (dan wirausaha pertanian) yang lebih menarik kaum muda. Peran dan fungsi penyuluh harus dikembangkan dan diintegrasikan (tidak sektoral) kearah pendekatan sistem. Konsekuensinya, perlu dilakukan revisi terhadap UU No. 16 Tahun 2006 agar substansinya proporsional dan mampu memayungi semua sektor (pertanian, perikanan, kehutanan, dan sektor lainnya yang membutuhkan).
5
6