APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Niat pemerintah untuk mengurangi beban subdidi BBM didasari alasan bahwa subsidi BBM semakin memberatkan APBN. Untuk mendukung penyataan tersebut Pemerintah mengajukan data bahwa telah terjadi peningkatan jumlah subsidi BBM yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1996 jumlah subsidi BBM yang ditanggung oleh APBN hanya berjumlah 2,8 trilyun (0.3% GDP) namun pada tahun 2007 jumlah tersebut telah melonjak hingga 61,8 trilyun (1,8 % GDP). Disamping itu berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat diketahui bahwa 70% dana subsidi BBM yang telah diberikan tidak tepat sasaran, karena dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak berhak untuk menerimanya (orang kaya).
KS AN AA N
AP
BN
–
Untuk melihat apakah subsidi BBM menjadi beban berat bagi APBN tentunya harus dilihat dulu bagaimana komposisi belanja pemerintah pusat secara umum dalam APBN dan bagaimana struktur subsidi (energy maupan non energy) serta bagaimana pola pertumbuhan subsidi BBM dibandingkan penerimaan negara dari migas. 1. Komposisi dan Pertumbuhan Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN
AN
D
AN
PE
LA
Pada APBN 2012 , subsidi mendapat alokasi sebesar 21,64% dari total belanja pemerintah pusat. Proporsi belanja pemerintah pusat paling banyak digunakan untuk belanja pegawai (22,37%). Belanja barang dan belanja modal mendapat alokasi masing-masing sebesar 19,48% dan 15,75%, sedangkan alokasi belanja pemerintah pusat untuk pembayaran bunga utang adalah sebesar 12,67%.
IS A
AN
G
G
AR
Jika dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2011, maka alokasi belanja subsidi mengalami pertumbuhan yang negatif (11,95%) karena ada penurunan alokasi belanja subsidi dari Rp237,1 Triliun menjadi Rp 208,85 Triliun. Pertumbuhan belanja pemerintah pusat terbesar adalah belanja hibah (343.74%) , belanja lain-lain (82,93%) lalu belanja barang (31,63%). Sedangkan alokasi belanja modal mengalami pertumbuhan 7,82%.
BI R
O
AN
AL
Komposisi dan pertumbuhan belanja pemerintah pusat selengkapnya dapat dilihat pada table 1.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Tabel 1 . Komposisi dan Pertumbuhan Belanja Pemerintah Pusat
Grafik 1. Struktur Subsidi Dalam APBN
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
2. Struktur Belanja Subsidi dalam APBN
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2
Dari grafik 1 di atas terlihat bahwa Belanja subsidi turun 11,95% (yoy). Subsidi energi turun 13,69% (yoy), Subsidi nonenergi turun 3,86% (yoy). Sebagian besar subsidi merupakan subsidi energy (BBM dan listrik) yang proporsinya mencapai 80,71% pada APBN 2012.
–
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
Tabel 3. Rincian Belanja Subsidi
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Tabel 2. Persentase Belanja Subsidi
Subsidi BBM mendapat alokasi terbesar dibandingkan total belanja subsidi. Pada APBN 2012 Subsidi BBM sebesar 59,18% dari total subsidi, ini berarti mengalami kenaikan sebesar 4,49% dibandingkan alokasi pada APBN 2011 yang sebesar 54,69%.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3
Sumber : Kementerian Keuangan, diolah
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Grafik 2. Proporsi Subsidi BBM terhadap Belanja Pemerintah Pusat
AN
D
AN
PE
LA
Dari grafik 2 di atas dapat dilihat bahwa alokasi anggaran subsidi BBM hanya 12,83% terhadap total belanja pemerintah pusat. Alokasi subsidi BBM tersebut lebih kecil dibandingkan dengan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pos lain dalam APBN yaitu pos belanja pegawai , belanja barang, dan belanja modal.
G
AR
3. Pertumbuhan Subsidi BBM versus Penerimaan Migas
IS A
AN
G
Selama 2005-2010, rata-rata subsidi energi mencapai Rp129,59 triliun per tahun. Dalam periode tersebut terjadi lonjakan subsidi BBM pada 2005 dan 2008.
BI R
O
AN
AL
Tabel 4. Subsidi Energi dan Penerimaan Migas Penerimaan Migas Subsidi Energi (Rp Triliun) %Subsidi Energi terhadap Penerimaan Migas BBM Listrik Total (Rp Triliun) BBM Listrik Total 2005 95,60 8,85 104,45 138,90 68,83 6,37 75,20 2006 64,21 30,39 94,61 201,27 31,90 15,10 47,00 2007 83,79 33,07 116,87 168,78 49,65 19,60 69,24 2008 139,11 83,91 223,01 288,64 48,19 29,07 77,26 2009 45,04 49,55 94,59 184,68 24,39 26,83 51,22 2010 88,89 55,11 144,00 220,98 40,23 24,94 65,16 Rata-rata 86,11 43,48 129,59 200,54 43,86 20,32 64,18 Sumber: Diolah dari Kemenkeu dan ESDM, 2011 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4
PR D
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
Tabel 5. Pertumbuhan Subsidi BBM Penerimaan Migas Subsidi Energi (Rp Triliun) BBM Listrik Total (Rp Triliun) 2006 -32,83 243,40 -9,42 44,90 2007 30, 49 8,82 23,53 -16,14 2008 66, 01 153,70 90,83 71,02 2009 -67,62 -40,95 -57,59 -36,02 2010 97, 36 11,22 52,24 19,66 Rata-rata 18, 68 75,24 19,92 16,68 Sumber: Diolah dari Kemenkeu dan ESDM , 2011
R
I
Jika diperhitungkan, besaran subsidi BBM mencapai rata-rata 64,18 persen per tahun terhadap penerimaan migas selama 2005-2010. Porsi terbesar terjadi pada 2005 dan 2008 masing-masing 75,20 persen dan 77,26 persen. Porsi subsidi BBM rata-rata 43,86 persen per tahun terhadap penerimaan migas, sedangkan subsidi listrik rata-rata 20,32 persen per tahun.
LA
Dari tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan subsidi energi lebih tinggi daripada pertumbuhan penerimaan migas. Kondisi ini menjadi pendorong defisit sektor energi sehingga membutuhkan tambalan dana yang lebih tinggi.
*** Penyusun : Martiasih Nursanti
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
Subsidi BBM tumbuh rata-rata 18,68 persen per tahun selama 2006-2010, sedangkan subsidi listrik tumbuh lebih kencang rata-rata 75,24 persen. Secara total, subsidi energi tumbuh ratarata 19,92 persen per tahun. Pada bagian lain, penerimaan migas hanya melonjak rata-rata 16,68 persen dalam periode yang sama.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5