RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: -
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
-
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
-
Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon
adalah
perseorangan
warga
Indonesia
yang
merasa
hak
konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya ketetapan subsidi energi (BBM) dan subsidi listrik dalam UU APBN terhadap prinsip efisiensi berkeadilan sesuai kandungan pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
1
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: Pasal 1 ayat (16) dan ayat (17) UU 47/2009 (16) Subsidi
adalah
alokasi
anggaran
yang
diberikan
kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. (17) Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan. Pasal 7 UU 47/2009 (1)
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp68.726.700.000.000,00 (enam puluh delapan triliun tujuh ratus dua puluh enam miliar tujuh ratus juta rupiah).
(2)
Pengendalian anggaran subsidi BBM dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui efisiensi terhadap biaya distribusi dan margin usaha (alpha), serta
melakukan kebijakan penghematan konsumsi BBM
bersubsidi. (3)
Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price (ICP)) dalam 1 (satu) tahun mengalami kenaikan
lebih
dari
10%
(sepuluh persen) dari harga yang
diasumsikan dalam APBN 2010, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
2
Pasal 8 UU 47/2009 (1)
Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar
Rp.
37.800.000.000.000,00 (tiga puluh tujuh triliun delapan ratus miliar rupiah). (2)
Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui: a. Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) sebesar 5% (lima persen)
dalam
rangka
pemenuhan
persyaratan pembiayaan
investasi PT PLN (Persero); b. Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energi di atas 50% (lima puluh persen) konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA ke atas; c. Penerapan
kebijakan
tarif yang
bertujuan
untuk mendorong
penghematan tenaga listrik dan pelayanan khusus, yang selama ini sudah dilaksanakan, tetap diberlakukan; dan d. Penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR RI. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 (4) Perekonomian ekonomi
nasional
dengan
diselenggarakan
prinsip
berdasar
kebersamaan,
atas
efisiensi
demokrasi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Nilai tukar rupiah saat ini menjadikan subsidi BBM sudah tidak efisien dan tidak berkeadilan bagi Indonesia; 2. Subsidi (energi) BBM dan listrik termasuk kegiatan perekonomian yang harus berasaskan efisiensi berkeadilan. Seiring perjalanan waktu dengan kenaikan harga minyak dunia dan nilai tukar kurs rupiah terhadap dollar Amerika 3
semakin jatuh, maka sejak tahun 1998 bahan bakar minyak bukan lagi bahan bakar energi yang efisien berkeadilan untuk dipakai sebagai bahan bakar minyak pembangkit listrik tenaga diesel untuk melayani kebutuhan listrik nusantara; 3. Subsidi energi berbahan bakar minyak adalah suatu bentuk kerugian negara akibat in-efisiensi pemakaian impor BBM yang tidak terencana secara baik oleh negara. VII. PETITUM 1. Menyatakan menerima permohonan Pemohon; 2. Menyatakan bahwa permohonan Pemohon dikabulkan; 3. Menyatakan materi muatan UU APBN 2004-2015 tentang ketetapan subsidi energi bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik adalah kegiatan ekonomi yang tidak efisien dan tidak berkeadilan. Menurut UU APBN 2004-2015, subsidi
adalah
alokasi
perusahaan/lembaga
yang
anggaran
memproduksi,
yang menjual,
diberikan
kepada
mengekspor,
atau
mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Sedangkan subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada bahan bakar minyak dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat yang membutuhkan; Menurut Pemohon, bahwa kegiatan subsidi energi BBM dan subsidi listrik ini bertentangan prinsip ke-2 demokrasi ekonomi yakni prinsip efisiensi berkeadilan, dimana dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 45 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; 4. Menyatakan Materi muatan tentang ketetapan subsidi energi BBM dan subsidi listrik pada Undang-Undang APBN 2004-2015 bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 karena dalam materi muatan Undang-undang APBN 2004-2015 bertentangan dengan ketentuan mengenai perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip 4
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dan karenanya muatan materi tentang ketetapan subsidi energi BBM dan subsidi listrik pada Undang-Undang APBN 2004-2015
tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat, atau 5. Memerintahkan kepada Pemerintah RI c.q. Presiden RI, BPK RI untuk menyatakan bahwa subsidi energi BBM dan subsidi listrik 2004-2015 adalah in-efisiensi tidak berkeadilan dan suatu bentuk kerugian negara. 6. Memerintahkan kepada Pemerintah RI c.q. Presiden RI, DPR RI untuk menggantikan skema subsidi energi BBM dan subsidi listrik dengan skema Fungsi Kemanfaatan Umum atau Public Service Obligation(PSO) sesuai UU 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat (1).
5