Apakah Kemacetan lalulintas Perkotaan Di Kota Medan hanya Layak Sebagai Bahan Obrolan Saja? Filiyanti T.A. Bangun Richard Napitupulu Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara Kemacetan lalulintas perkotaan sering menjadi topik seminar, dibicarakan, dikaji/diteliti oleh berbagai pakar, bahkan sering menjadi obrolan masyarakat berbagai golongan di segala tempat. Memang, kemacetan lalulintas di perkotaan tidak dapat dihindarkan, namun seharusnya diminimalkan dan bukan dimaksimalkan (sengaja atau tidak), seperti yang terlihat sekarang, yaitu terjadinya “pemandangan yang indah” atau kontes “pameran barisan berbagai jenis kendaraan yang sedang antri” di setiap ruas jalan di kota Medan. Bagaimana sebenarnya arahan kebijakan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan yang ada? Dan bagaimana hubungannya dengan sistem transportasi perkotaan? Kemacetan lalulintas (congestion) di jalan terjadi karena ruas jalan tersebut sudah mulai tidak mampu menerima/melewatkan luapan arus kendaraan yang datang secara lancar. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh hambatan/gangguan samping (side friction) yang tinggi, sehingga mengakibatkan penyempitan ruas jalan (bottleneck), seperti: parkir di badan jalan (on road parking), berjualan/pasar di trotoar dan badan jalan, pangkalan beca dan angkot, kegiatan sosial yang menggunakan badan jalan (pesta atau kematian) dan pedestrian (berjalan di badan jalan dan menyeberang jalan). Selain itu, kemacetan juga sering terjadi akibat manajemen persimpangan (dengan atau tanpa lampu) yang kurang tepat, ditambah lagi tingginya aksesibilitas ke guna lahan (land use) di sekitar sisi jalan tersebut. Kemacetan/tundaan lalulintas dan kecelakaan lalulintas yang cukup berbahaya juga sering terjadi akibat perilaku angkutan umum kota (angkot) yang sering nyelonong dan tiba-tiba berhenti di badan jalan untuk menaikkan/menurunkan penumpang dengan alasan “kejar setoran”. Jadi dengan demikian, kemacetan lalulintas perkotaan terjadi bukan saja karena rasio perkembangan prasarana jalan dengan pertambahan sarana (kendaraan) yang tidak seimbang serta tingkat disiplin pengendara yang sangat rendah, seperti yang selalu menjadi alasan/ kambing hitam berbagai pihak/oknum pemerintah terkait. Yang paling penting (mendesak) untuk program jangka pendek adalah pencapaian efisiensi dan efektifitas sistem transportasi yakni berupa pengaturan lalulintas (traffic management) yang tepat dan sesuai (integrated), seperti: pengaturan lokasi parkir, fasilitas penyeberangan jalan, rambu, marka, setting lampu persimpangan, penentuan arah (one or two ways) lalulintas, penentuan/pengaturan rute/jalur angkutan umum (bus lane, bus way, bus priority) dan stopan bus (bus bay, halte).
e-USU Repository©2005 Universitas Sumatera Utara
1
Dampak dan kerugian materi akibat kemacetan lalulintas di Kota Medan Maksud dan tujuan kebijakan manajemen lalulintas adalah mengatur pergerakan untuk mendapatkan efisiensi dan efektifitas sistem, sesuai kebutuhan pergerakan. Pengaturan didasarkan pada hirarkhi, fungsi dan klasifikasi masing-masing jalan, sedangkan kebutuhan pergerakan sangat ditentukan oleh guna lahan (land use) dalam ruang kota dan sekitar jalan yang dapat digambarkan dalam data Matriks Asal-Tujuan (OriginDestination) pergerakan. Dampak dan kerugian materi yang langsung dirasakan akibat kemacetan lalulintas, adalah: 1. bagi pelaku pergerakan (users), seperti: pemborosan bahan bakar minyak (BBM), penambahan waktu perjalanan (travel time) dan stress (sebagai pemicu penyakit darah tinggi, jantung dsb), 2. bagi lingkungan sekitar jalan (non-users), seperti: polusi (udara dan suara), kedatangan pengunjung ke fungsi lahan di sekitar jalan semakin berkurang (parkir, pertokoan, restoran atau plaza), sehingga memperkecil pendapatan fungsi lahan tersebut. Sebagai gambaran tentang besar kerugian per hari yang harus ditanggung oleh masyarakat pelaku pergerakan berdasarkan observasi, perhitungan dan analisis penulis untuk Kota Medan, adalah sebagai berikut: Lokasi kemacetan di Kota Medan lebih kurang sebanyak 60 ruas jalan (30 titik persimpangan, dengan asumsi: 2 ruas jalan yang macet per simpang). Masing-masing ruas jalan mempunyai volume lalulintas rata-rata 2500 smp/jam pada waktu sibuk (peak hours). Dalam 1 hari terjadi 4 jam waktu sibuk, sehingga pemborosan BBM kendaraan rata-rata 0,5 ltr/smp/ruas jalan. Sementara harga BBM Rp. 1850/ltr, dan tundaan rata-rata 15 menit/smp/perjalanan, dan nilai waktu (value of time) rata-rata traveller Rp. 40.000,/jam produktif (asumsi: 1 kenderaan berisi 1 orang). Jumlah pengguna angkutan umum rata-rata selama 4 jam sibuk tersebut sebesar 120.000 penumpang dengan nilai waktu Rp.20.000,- per jam produktif kerja dan waktu tunggu penumpang tertunda rata-rata 10 menit, maka kerugian angkutan akibat jumlah penumpang berkurang (rit berkurang) dengan total armada 15.000 kendaraan (angkot dan taksi) adalah Rp. 12.000,-/kend. Pemborosan BBM yang terjadi = 2500 x 0,5 x 4 x 60 x Rp.1.850,- = Rp. 555.000.000,-. Kerugian akibat waktu produktif = 2500 x 60 x 15/60 x Rp.40.000,- = Rp. 150.000.000,-. Kerugian akibat waktu tunggu tertunda = 120.000 x 10/60 x Rp.20.000,- = Rp. 400.000.000,-. Kerugian operator angkutan umum = 15.000 x Rp.12.000,- = Rp. 180.000.000,-. Total kerugian materi masyarakat pelaku pergerakan (user) adalah Rp. 1.285.000.000,- per hari (atau ± Rp. 36,00 milyar per bulan), ditambah lagi dengan beban stress yang harus diterima. Belum lagi besar kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat non users (perlu dilakukan kajian yang lebih kompleks dengan data yang lebih akurat). Jadi, semakin bertambah jumlah lokasi dan tingkat kemacetannya, maka semakin besar kerugian yang harus diterima masyarakat pelaku pergerakan (users) dan non users. Dengan demikian, kemacetan lalulintas perkotaan tidak pantas hanya merupakan bahan “obrolan” masyarakat saja, melainkan sudah harus menjadi perhatian yang serius bagi
e-USU Repository©2005 Universitas Sumatera Utara
2
semua lapisan masyarakat pengguna jalan, khususnya bagi pembuat kebijakan (Pemko dan DPRD), pengawas hukum (Polisi, DLLAJ), peneliti/perencana transportasi dan pengembangan wilayah kota. Pasca penerapan paket kebijakan penentuan arah pergerakan lalulintas dari dua arah (two ways) menjadi satu arah (one way) di beberapa ruas jalan di Kota Medan semakin banyak diperbincangkan, melalui seminar-seminar dan media koran, khususnya kebijakan satu arah pada ruas jalan Gatot Subroto (dari bundaran Petisah sampai Iskandar Muda/Medan Plaza). Jika dilihat dari hirarkhi, fungsi dan klassifikasi jalan yang ada, maka Jl.Gatot Subroto merupakan Jalan Arteri Primer sebagai Jalan Negara (antar provinsi), sama halnya dengan Jl.Sisingamangaraja. Sebagai jalan Arteri Primer, seharusnyalah Pemko Medan terlebih dahulu mempertimbangkan kebijakan tersebut secara matang, melalui kajian/penelitian yang mendalam dan menyeluruh (integrated) sesuai dengan sistem jaringan jalan dan pola pergerakan lalulintas. Ketentuan berdasarkan hirarkhi, fungsi dan klasifikasi jalan menyatakan bahwa jalan Arteri Primer khususnya di kota besar harus dijaga keberadaan pelayanan jalan tersebut, yaitu dengan mengatur sedemikian rupa untuk mempertahankan kecepatan operasi kendaraan rata-rata, sehingga diharapkan kondisi arus pada ruas jalan tersebut tetap lancar dan menerus di sepanjang jalan, baik di dalam dan di luar perkotaan (Suburban). Untuk mencapai maksud dan harapan tersebut, sepanjang ruas jalan Arteri Primer hendaknya dilakukan usaha untuk membatasi akses ke jalan-jalan lokal, membatasi akses langsung terhadap guna lahan di sekitar jalan (seperti: pasar, plaza, perumahan/real estate atau sekolah), serta membatasi pengaruh gangguan samping (side friction). Pada masa pra-kebijakan satu arah di Jl.Gatot Subroto, besaran distribusi arus lalulintas menurut kedua arah pada ruas jalan umumnya hampir sama, hanya sedikit perbedaan hanya pada waktu jam sibuk (peak hours) pagi dan sore saja. Namun, yang terjadi saat sekarang adalah pemberlakuan satu arah hanya pada ruas Bundaran Petisah sampai Iskandar Muda (arah lalulintas dari Timur ke Barat), sehingga mengakibatkan: 1. Terjadinya bottleneck di persimpangan Gatot Subroto-Iskandar Muda akibat peralihan arus satu arah (dari arah Medan ke Binjai) menjadi dua arah (dimulai dari mulut persimpangan Gatot Subroto-Iskandar Muda ke arah Binjai), mengakibatkan tingkat kemacetan semakin tinggi pada ruas Jl. Gatot Subroto yang satu arah, khususnya pada jam sibuk sore. 2. Menambah titik rawan dan menambah tingkat kemacetan di ruas-ruas jalan persimpangan lain akibat dari pengalihan distribusi arus lalulintas, antara lain: a) persimpangan Ayahanda-Darussalam, Jl.Pabrik Tenun, Jl.Skip, Jl.Gereja sampai ke simpang Glugur. b) Persimpangan Asrama, c) simpang Barat, mempengaruhi Jl.K.H Wahid Hasyim, simpang Gajah Mada, Jl. S.Parman, Jl Kejaksaan, simpang Imam Bonjol-Diponegoro, simpang Kpt. Maulana Lubis dan terus ke Jl.Raden Saleh, d) persimpangan Abdulah Lubis-Iskandar Muda, arus dari Wahid Hasyim ke Abd. Lubis menyatu dengan arus dari Iskandar Muda d) simpang Gajah Mada/Iskandar
e-USU Repository©2005 Universitas Sumatera Utara
3
3.
4.
5.
Muda, Jl. Hayam Wuruk, Jl. Dr. T. D. Pardede, Jl.S.Parman sampai simpang Sudirman. Mengurangi aksesibilitas ke pasar Petisah dan pertokoan/perkantoran di sekitar jalan akibat arus satu arah tersebut, mengakibatkan kerugian bagi pengguna lahan di sekitar ruas jalan, seperti: demand ke pasar/pertokoan dan parkir. Pengalihan rute angkutan kota ke beberapa ruas jalan lain, yang sebelumnya melewati ruas jalan Gatot Subroto tersebut (khusus dari arah Barat ke Timur). Mengingat banyaknya trayek dan jumlah armada angkutan umum yang melewati ruas jalan tersebut serta penambahan jarak rute angkutan yang semakin panjang (pengalihan yang semrawut, tanpa perencanaan yang matang /sesuka angkot), mengakibatkan kesemrawutan/kemacetan lalulintas. Ditambah lagi kerugian bagi angkutan karena berkurangnya penumpang, jumlah rit berkurang dan jarak perjalanan bertambah. Penambahan tugas berat dan biaya yang besar serta jumlah petugas keamanan (DLLAJ, Polisi) yang banyak, khususnyapada masa pelaksanaan kebijakan.
Yang menjadi pertanyaan penting adalah: Apakah Pemko Medan sebelumnya sudah memperhitungkan secara akurat besarnya kerugian dan dampak lain yang terjadi akibat kebijakan satu arah tersebut?. Dan bagaimana arah Pengembangan Kota Medan selanjutnya, jika tidak berpegang dari RTRW Kota Medan, sinergi dengan RTRW Provinsi Sumut dan sudah diperdakan. Penulis memberikan alternatif solusi (win-win solutions), tentang bentuk kebijakan yang lebih efektif dan efisien untuk diterapkan (dengan adanya Medan Fair Plaza), dengan catatan bahwa ruas-ruas jalan yang telah dibuat satu arah dikembalikan menjadi dua arah. Win win solutions tersebut antara lain: 1. Pengembangan Jl.Warga yang harus diikuti dengan pembangunan jalan layang (flyover) di persimpangan Gatot Subroto–Iskandar Muda yang akan mengurangi titik conflict persimpangan (arus menerus akan berpisah dengan arus belok). Selayaknya pengusaha ritel Medan Fair Plaza memberikan kompensasi dana bagi pengembangan jalan ini. 2. Pintu masuk dan keluar Medan Fair Plaza tidak diizinkan dari Jl.Gatot Subroto, sehingga perlu ditentukan pintu keluar/masuk dari jalan lain yang sesuai dengan fungsi dan hirarkhi jalan (perlu kajian lanjut), sehingga tidak ada lagi akses langsung dari Jl.Gatot Subroto ke Medan Fair Plaza. Kedua solusi ini pasti akan mengurangi kemacetan lalulintas di sepanjang Jl.Gatot Subroto sekalipun arus lalulintasnya tetap menjadi 2 (dua) arah seperti sebelumnya. Sedangkan untuk kebijaksanaan pengaturan arah arus lalulintas pada jalan-jalan lain di Kota Medan perlu kajian yang lebih terintegrasi menurut sistem secara menyeluruh. Setelah diberlakukannya kebijakan satu arah pada beberapa ruas jalan di Kota Medan dan masyarakat lebih banyak merasakan dampak kerugiannya, maka keluarlah pernyataan Pemko yang berencana mengembangkan Jl.Warga. Seberapa lama janji pengembangan tersebut akan terwujud, sehingga dapat dihitung seberapa besar kerugian yang terjadi akibat kemacetan lalulintas yang dirasakan masyarakat?. Sekiranya sudah terwujud nantinya, penanganan permasalahan lalulintas kemungkinan akan berbeda
e-USU Repository©2005 Universitas Sumatera Utara
4
(lain) lagi, karena persepsi dan kebiasaan pelaku pergerakan (menurut waktu) sudah terbentuk di jaringan jalan. Jadi, adalah lebih baik bila jaringan jalan (prasarana) dibangun terlebih duhulu, setelah itu baru manajemen lalulintas (untuk mengatur pergerakan lalulintas) diterapkan, sehingga pengaturan lalulintas Kota Medan tidak setempat-setempat, melainkan secara sistem jaringan yang integratif, kooperatif dan berkelanjutan (sustainable). Pengembangan Kota Medan terus berjalan dengan pesat terutama untuk usaha ritel yang cenderung mengumpul di Pusat Kota, sementara pengembangan prasarana jalan terlihat belum ada apa-apanya. Nantinya setelah permasalahan kemacetan perkotaan di Kota Medan sudah sangat berat dan solusi yang memungkinkan hanyalah pelebaran jalan, pembangunan jalan baru dan fly over, maka yang akan terjadi adalah biaya materi dan sosial yang sangat besar dan banyaknya masyarakat kota yang akan stress sebagai korban-korban gusuran. Jadi, sangat diharapkan bahwa program Pengembangan Kota Medan tidak terpusat hanya di pusat kota (Centre Bussines of District) atau dengan kata lain “menimbun gula di tengah kota”, sehingga “semut-semut akan mengumpul dan berputar-putar di tengah kota” yang mengakibatkan berbagai masalah di perkotaan semakin besar (selain sektor transportasi juga sektor-sektor lain), sehingga penanganannya akan semakin berat dan kompleks. Konsep pengembangan/pembangunan kota, diharapkan janganlah bersifat sementara atau lagi mumpung, apalagi efeknya akan sangat berat dan kompleks bagi masyarakat. Untuk itulah perlunya arahan pengembangan kota ditentukan berdasarkan/berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan dan harus bersinergi baik dalam sektor maupun antar sektor pengembangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Medan-Binjai-Deli Serdang (MEBIDANG) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumut. (Telah dimuat di Harian ANALISA, kolom OPINI halaman 18, Jumat 19 November 2004 dan di Harian WASPADA, kolom OPINI halaman 4, Sabtu 13 November 2004 dengan judul Kemacetan Lalulintas Di Kota Medan Serius)
e-USU Repository©2005 Universitas Sumatera Utara
5