ANALISIS ZAKAT SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN (STUDI KASUS: BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA)
QONITA
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Zakat sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus: BAZIS Provinsi DKI Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Qonita NIM H54110034
ABSTRAK QONITA. Analisis Zakat sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus : BAZIS Provinsi DKI Jakarta). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK. Kemiskinan adalah salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia hingga saat ini, selain dari masalah tingginya tingkat pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tidak meratanya distribusi pendapatan, dan lain-lain. Salah satu instrumen yang dapat membantu mengurangi angka kemiskinan adalah zakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan dengan pendekatan tanpa zakat dan dengan zakat. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator kemiskinan yang terdiri dari headcount ratio, poverty gap index, income gap index, Sen index dan FGT (Foster, Greer, Thorbecke) index serta Indeks CIBEST (indeks kemiskinan islami) yang dibuat dan dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti pada tahun 2014. Hasil analisis menunjukkan bahwa zakat dapat mengurangi angka kemiskinan maupun kesenjangan dan juga dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup suatu keluarga, baik pada material maupun spiritual. Kata kunci: CIBEST Model, Headcount Ratio, FGT Index, Income Gap Index, Poverty Gap Index, Sen Index, Zakat Produktif
ABSTRACT QONITA.The Analysis of Zakat as the Reduction of Poverty (Case Study: BAZIS Provinsi DKI Jakarta). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK. Poverty is one of the crucial problems that is faced by Indonesia, in addition to the high number of unemployment, low level of education, the unbalanced of income distribution, and so on. One of the important instruments to help decreasing the number of poverty is zakat. The instrument that is used in this analysis is the indicator of poverty that consists of conventional and Islamic indices. Conventional indices comprise headcount ratio, poverty gap index, income gap index, Sen index, and FGT (Foster, Greer, Thorbecke) index, while the Islamic one is based on CIBEST model developed by Beik and Arsyianti in 2014. The results indicate that zakat is able to decrease the number of poverty and inequalities as well as increasing welfare level of family, from both material and spiritual aspects. Keywords: CIBEST Model, Headcount Ratio, FGT Index, Income Gap Index, Poverty Gap Index, Sen Index, Productive Zakat
ANALISIS ZAKAT SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN (STUDI KASUS: BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA)
QONITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Zakat sebagai Pengurang Kemiskinan (Studi Kasus: BAZIS Provinsi DKI Jakarta) berhasil diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak zakat terhadap kemiskinan dengan menggunakan indikator kemiskinan dan indeks CIBEST. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua penulis yang amat penulis sayangi, yaitu Sukri Wakid (Abi) dan Badratullaela (Mama) dan untuk dua adik tersayang Zahir Wakid dan Fadhlan Wakid atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara penulis Fakhirah Wakid, Fariz Wakid, Fauzan Wakid, dan semua keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Irfan Syauqi Beik, SP., M.Sc.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. 3. Teman-teman satu bimbingan yang selalu mendukung penulis, khususnya Caesar Pratama yang selalu membantu penulis dari awal pembuatan skripsi ini hingga skripsi ini selesai. 4. Teman-teman penulis yaitu Sendy Watazawwadu Ilmi, Annisa Rindra Utami, dan Nadya Arrezia yang selalu menghibur dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan untuk semua keluarga Eksyar 48 yang tercinta atas segala doa dan dukungannya. 5. Keluarga Kecil Penulis, Rachmat Darmawan, Fakhri Isnan, M. Fakhri azhari, dan Yusrini Santika yang telah memberikan motivasi dan doa. 6. Pak Wawan dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta dan Pak untung dari BMT AlKarim atas bantuannya dalam mengumpulkan data yang penulis gunakan untuk penelitian skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015 Qonita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................................. 3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5 Kemiskinan .......................................................................................................... 5 Pengertian Kemiskinan .................................................................................... 5 Bentuk-bentuk Kemiskinan dan Penyebabnya ................................................. 6 Indikator Kemiskinan ....................................................................................... 6 Pandangan Islam Mengenai Kemiskinan ......................................................... 7 Zakat .................................................................................................................... 8 Pengertian dan Manfaat Zakat.......................................................................... 8 Lembaga Pengelola Zakat ................................................................................ 8 Alat Ukur Kemiskinan ....................................................................................... 10 Indeks Kemiskinan Umum ............................................................................. 10 Konsep Model CIBEST ................................................................................. 11 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 11 Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 12 METODE .............................................................................................................. 13 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 13 Jenis dan Sumber Data ....................................................................................... 13 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 13 Headcount ratio .............................................................................................. 13 Indeks Kedalaman Kemiskinan ...................................................................... 13 Indeks Keparahan Kemiskinan....................................................................... 14
Indeks Kemiskinan Islami ............................................................................. 15 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 18 Demografi Responden ....................................................................................... 18 Analisis berdasarkan Indikator Kemiskinan ...................................................... 19 Headcount Ratio ............................................................................................ 19 Indeks Kedalaman Kemiskinan ..................................................................... 19 Indeks Keparahan Kemiskinan ...................................................................... 20 Analisis berdasarkan Model CIBEST ............................................................... 20 Indikator Kemiskinan dan Indeks Cibest Berdasarkan Jenis Program Zakat Produktif ............................................................................................................ 21 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 24 Simpulan ............................................................................................................ 24 Saran .................................................................................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 35
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Indeks Gini Indonesia Tahun 2009-2013 Jumlah Penduduk Miskin dan Indeks Gini Kota Jakarta tahun 20092014 Kuadran CIBEST Indikator kebutuhan spiritual Demografi Kepala Keluarga (KK) Responden Indikator kemiskinan mustahik Indeks CIBEST mustahik Indikator kemiskinan berdasarkan jenis program zakat produktif
1 2 15 16 18 19 21 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kerangka Pemikiran Kuadran CIBEST mustahik Kuadran CIBEST Zakat modal usaha Kuadran CIBEST Zakat Pendidikan
12 20 23 23
DAFTAR LAMPIRAN 1
Kuesioner Penelitian
27
PENDAHULUAN Latar Belakang Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia (Tambunan, 2003). Kemiskinan adalah salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia hingga saat ini, selain dari masalah tingginya tingkat pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tidak meratanya distribusi pendapatan, dan lain-lain. Jumlah dan persentase kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan hingga September 2014 (BPS, 2014). Menurut data dari BPS pada bulan September 2014, jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia yaitu sebesar 27.73 juta orang atau sebesar 10.96 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Walaupun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin tersebut masih tergolong sangat besar. Berikut adalah tabel jumlah dan persentase penduduk miskin serta indeks gini Indonesia pada tahun 2009-2013. Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Indeks Gini Indonesia Tahun 2009-2013 Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 2009 32.53 2010 31.02 2011 30.02 2012 29.13 2013 28.07 Sumber: BPS (2013) Tahun
Persentase Penduduk Miskin (%) 14.15 13.33 12.49 11.96 11.37
Indeks Gini 0.37 0.38 0.41 0.41 0.42
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia terus menurun. Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin turun sebesar 1.51 juta orang atau menurun sebesar 0.82 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun berikutnya, jumlah penduduk miskin juga menurun kembali sebesar 1 juta jiwa atau turun sebesar 0.84 persen dari total penduduk. Begitu pun pada tahun 2012, jumlah tersebut menurun dari 30.02 juta jiwa ke 29.13 juta jiwa. Hingga tahun 2013 jumlah penduduk miskin tetap menurun sebesar 1.06 juta jiwa. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut merupakan suatu prestasi yang telah dilakukan pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, kesenjangan yang ada diantara penduduk Indonesia pun semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari indeks gini yang meningkat tiap tahunnya. Indeks gini pada tahun 2009 yaitu 0.37 dan meningkat menjadi 0.413 pada tahun 2013. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemiskinan di Indonesia semakin menurun, namun kesenjangan pendapatan penduduknya semakin meningkat.
2 Jakarta sebagai ibukota Indonesia juga tidak dapat mengelak dari kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi. Keberadaan Jakarta sebagai pusat pemerintahan tidak menjadikannya secara otomatis jauh dari masalah-masalah sosial. Berbeda dengan jumlah penduduk miskin Indonesia yang semakin menurun tiap tahunnya, kota Jakarta justru cenderung mengalami peningkatan pada jumlah penduduk miskinnya, seperti yang tertera di tabel berikut. (BPS, 2014) Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin dan Indeks Gini Kota Jakarta tahun 2009-2014 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS (2014)
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 323.30 312.20 363.42 363.20 354.19 393.98
Indeks Gini 0.36 0.36 0.44 0.42 0.43 -
Dari tahun 2009 hingga tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami peningkatan dari 323 300 jiwa menjadi 393 980 jiwa. Begitu juga dengan ketimpangan pendapatan penduduknya yang meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013 yang dapat dilihat dari meningkatnya indeks gini kota Jakarta. Indeks gini kota Jakarta pada tahun 2013 yang bernilai 0.433 merupakan suatu angka yang cukup besar jika dibandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Jakarta berada pada peringkat ke empat dengan nilai indeks gini 0.433 pada tahun 2013, nilai tersebut masih berada di bawah nilai indeks gini Papua, D.I. Yogyakarta, dan Gorontalo. Kesenjangan yang terjadi di kota Jakarta, bahkan lebih luasnya terjadi di Indonesia dapat disebabkan dari tidak meratanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga hanya kelompok tertentu saja yang dapat menikmati bantuan tersebut. Jika hal ini dibiarkan secara berlarut-larut, kesenjangan tersebut pasti akan semakin besar dan dapat menimbulkan efek-efek lain yang tidak diinginkan, seperti meningkatnya tingkat kriminalitas. Selain itu, kesenjangan yang semakin meningkat juga dapat menghambat tercapainya kesejahteraan masyarakat. Seperti yang tertera pada undang-undang dasar 1945 pasal 34, pemerintah mempunyai kewajiban dalam melindungi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Maka dari itu, pemerintah hendaknya membuat regulasi yang tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan penduduk-penduduk miskin sehingga dapat menurunkan angka kesenjangan yang terjadi dan tentunya akan menurunkan jumlah penduduk miskin tersebut. Salah satu instrumen yang dipercaya dapat membantu untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan kesenjangan yang ada di masyarakat yaitu zakat. Zakat merupakan rukun islam yang ketiga. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat dapat menciptakan sirkulasi kekayaan di masyarakat yang tidak
3 hanya dinikmati oleh orang kaya tetapi juga oleh orang miskin (Mintarti, Nana, Kurniadi, Utomo, 2009). Zakat mempunyai banyak peran penting dan juga keuntungan-keuntungan yang dapat diterima, baik itu untuk muzakki maupun untuk mustahik. Dalam hal ini, zakat diharapkan dapat melakukan pemerataan pendapatan antara pihak surplus dengan pihak defisit, bahkan dapat membuat pihak defisit tersebut menjadi pihak surplus (Huda, Idris, Nasution, Wiliasih, 2009). Zakat juga merupakan suatu ibadah wajib yang harus dilakukan oleh penduduk muslim, sehingga selain berperan dalam pemerataan pendapatan dan pengurang kemiskinan yang terjadi, zakat juga dapat memberikan pahala bagi pihak yang melaksanakannya. Ini berarti zakat mempunyai peran penting dalam kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat yang akan datang. Dalam hal ini, diperlukan adanya lembaga pengelola zakat yang dapat mengelola zakat secara profesional dan mampu mendayagunakan dana zakat secara produktif, yang nantinya dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan. Salah satu lembaga pengelola zakat yang berupaya menanggulangi masalah kemiskinan, khususnya di Jakarta, yaitu BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Untuk menurunkan tingkat kemiskinan, pengelolaan zakat yang dilakukan harus mempunyai sistem yang baik, sistem tersebut bukan hanya mencakup pengumpulan zakat saja namun juga harus memiliki dampak dalam menurunkan tingkat kemiskinan (Anriani, 2010). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu evaluasi untuk melihat besarnya dampak yang ditimbulkan dari zakat yang telah diberikan BAZIS Provinsi DKI Jakarta kepada mustahik dalam menurunkan tingkat kemiskinan.
Perumusan Masalah Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi islam mengenai harta yang tidak dimiliki dalam bentuk perekonomian lain, karena sistem perekonomian diluar islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam. Zakat bukanlah satu kegiatan yang semata-mata untuk tujuan duniawi saja, seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi dan lainnya, tetapi juga memiliki implikasi untuk kehidupan di akhirat. Hal inilah yang membedakan kebijakan fiskal dalam islam dengan kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar (Huda et al, 2009). Dengan zakat tersebut, para mustahik dapat memperbaiki tingkat hidupnya dengan memanfaatkan zakat yang mereka peroleh untuk kegiatan produksi. Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkannya untuk kegiatan konsumsi sehari-hari demi memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, sandang, papan, dan lain-lain. BAZIS Provinsi DKI Jakarta merupakan sebuah badan amil zakat pemerintah pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 5 Desember 1968. Bantuan yang mereka berikan kepada para mustahik dikategorikan menjadi dua,bantuan yaitu bantuan konsumtif dan bantuan produktif. Dalam bantuan produktif, bantuan terdiri dari 2 macam yaitu untuk pendidikan dan untuk modal usaha. Dana zakat yang digunakan untuk pendidikan dialokasikan untuk para pelajar dan mahasiswa dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi.
4 Sedangkan untuk yang berbentuk modal usaha, BAZIS DKI Jakarta bekerjasama dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) untuk pendistribusiannya. Pada Ramadhan, 21 Oktober 2004, BAZIS Provinsi DKI Jakarta memperoleh prestasi sebagai penerima ZAKAT AWARD 2004 yang diselenggarakan oleh IMZ (Institut Manajemen Zakat) untuk kategori penghimpunan dana, kategori pendayagunaan, dan kategori transparansi. Jika dilihat dari jumlah penghimpunan, pengumpulan dana ZIS yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun 6 tahun terakhir, dana ZIS yang berhasil dikumpulkan oleh BAZIS DKI Jakarta yaitu sebesar Rp 44.2 Miliar (2009), Rp 52.7 Miliar (2010), Rp 64.7 Miliar (2011), Rp 81.4 Miliar (2012), Rp 97.7 Miliar (2013), dan Rp 113.7 Miliar (2014). Dana yang telah dihimpun tersebut akan disalurkan dan didayagunakan hanya bagi 6 ashnaf yaitu fakir, miskin, muallaf, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Tidak ada alokasi dana untuk riqab (pembebasan budak) karena di Indonesia sudah tidak ada perbudakan. Sedangkan hak amil tidak diambil dari dana ZIS, melainkan dari subsidi APBD Pemerintah DKI Jakarta. Berdasarkan informasi yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah distribusi zakat tersebut dapat mengurangi beban kemiskinan yang meliputi insiden kemiskinan, kedalaman kemiskinan, dan keparahan kemiskinan? 2. Bagaimanakah klasifikasi keluarga mustahik yang berada di masing-masing kuadran CIBEST serta nilai indeks CIBEST keluarga mustahik tanpa adanya distribusi zakat dan dengan adanya distribusi zakat? 3. Apakah perumusan program pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan BAZIS DKI Jakarta dapat mengurangi beban kemiskinan dan sudah tepat sasaran?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis dampak distribusi zakat terhadap beban kemiskinan yang meliputi insiden kemiskinan, kedalaman, dan keparahan kemiskinan. 2. Menganalisis klasifikasi keluarga mustahik yang berada di masing-masing kuadran CIBEST serta nilai indeks CIBEST keluarga mustahik tanpa adanya distribusi zakat dan dengan adanya distribusi zakat. 3. Menganalisis dampak perumusan program pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan BAZIS DKI Jakarta terhadap beban kemiskinan dan ketepatan sasaran pemberian zakat tersebut.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat, lembaga pengelola zakat, serta akademisi, diantaranya adalah:
5 1.
2. 3. 4.
Bagi pemerintah, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan yang berguna untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang ada dengan mengembangkan sektor zakat sebagai salah satu instrumen pengurang tingkat kemiskinan dan kesenjangan tersebut. Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai manfaat zakat terhadap pengurangan kemiskinan. Bagi lembaga pengelola zakat, dapat membantu dalam perumusan program dan penganggaran program pengentasan kemiskinan yang lebih efektif. Bagi akademisi, sebagai penambah wawasan mengenai zakat dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil studi kasus pada BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah para mustahik yang menerima zakat dari BAZIS DKI Jakarta pada tahun 2014. Zakat yang diterima tersebut adalah zakat produktif dalam bentuk bantuan dana pendidikan dan juga dalam bentuk bantuan untuk modal usaha. Jumlah mustahik yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 100 rumah tangga dengan komposisi 20 rumah tangga yang menerima bantuan zakat dalam bentuk modal usaha dan 80 orang yang menerima bantuan zakat dalam bentuk pendidikan. Wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan adalah wilayah yang menjadi tempat pengambilan sampel. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada periode September 2014.
TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Pengertian Kemiskinan Kemiskinan mempunyai banyak pengertian yang telah dijabarkan oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) (1993) menjelaskan kemiskinan sebagai situasi yang terjadi bukan karena kehendak oleh orang miskin yang bersangkutan, melainkan dari situasi yang tidak dapat dihindari karena tidak adanya kekuatan yang ada pada mereka. Menurut An-Nabhani (1996) kemiskinan menurut bahasa memiliki makna ihtiyaj (membutuhkan), sedangkan menurut pengertian syara’ kemiskinan adalah orang yang membutuhkan dan lemah keadaannya serta tidak bisa dimintai apa-apa. Definisi kemiskinan lainnya dijelaskan oleh Shirazi (1994) dan Pramanik (1993, 1998), menurut mereka kemiskinan adalah situasi dimana seorang individu tidak mempunyai sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang nyaman, baik dari sisi ekonomi, psikologis, sosial, maupun dari segi spiritual. Kemiskinan juga sering digambarkan dengan lingkaran setan (visious cycle). Dalam lingkaran setan, pokok pangkal dari kemiskinan adalah tingkat pendapatan
6 yang rendah. Pendapatan yang rendah tidak hanya mempengaruhi tingkat pendidikan namun juga mengakibatkan kesehatan yang rendah, sehingga produktivitas sumber daya yang ada juga menjadi rendah. Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat menjadi rendah pula. Bentuk-bentuk Kemiskinan dan Penyebabnya Terdapat dua pengertian yang berkaitan dengan kemiskinan yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Menurut Todaro dan Smith (2003) kemiskinan relatif dilihat berdasarkan perbandingan pendapatan antar komunitas dalam masyarakat. Seseorang dalam komunitas tertentu dapat digolongkan dalam komunitas kaya, namun bisa masuk dalam golongan orang miskin dalam komunitas lainnya. Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu keadaan kemiskinan yang ditentukan dari garis kemiskinan yang berlaku. Angka kemiskinan antar negara dapat dibandingkan apabila negara-negara tersebut memberlakukan garis kemiskinan yang sama. Sedangkan menurut Soedjatmoko (1995) kemiskinan dapat dibedakan dari sisi pendapatan dan juga dari sisi penyebabnya. Kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut adalah bentuk kemiskinan yang ditinjau dari sisi pendapatan. Namun jika ditinjau dari sisi penyebabnya, kemiskinan dapat diklasifikasikan menjadi kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural adalah keadaan dimana kemiskinannya dikarenakan dari awalnya orang tersebut memang miskin, sehingga ia tidak memiliki fasilitas untuk mengubah nasib kemiskinannya. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor budaya seperti malas, boros, atau merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Dan yang terakhir dari bentuk kemiskinan yang dilihat dari sisi penyebabnya yaitu kemiskinan struktural, dimana kemiskinan tersebut disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak adil dan diakibatkan oleh faktor-faktor rekayasa manusia. Menurut Suharto (2009), ada empat penyebab terjadinya kemiskinan. Pertama adalah faktor individual, kemiskinan disebabkan oleh hal-hal yang berasal dari keadaan individu tersebut, seperti cacat permanen yang menyebabkan ia tidak bisa mencari nafkah dan mengakibatkan jatuh miskin. Faktor kedua yaitu faktor sosial, dalam hal ini kemiskinan disebabkan oleh adanya diskriminasi sosial yang terjadi. Ketiga, faktor kultural, yaitu keadaan dimana kemiskinan yang terjadi sebagai akibat dari perilaku buruk yang ada pada diri individu, seperti malas bekerja dan berusaha. Faktor yang terakhir yaitu faktor struktural, dimana kemiskinan disebabkan oleh ketidakadilan sistem yang ekonomi, orang menjadi miskin karena tidak adilnya sistem yang ada. Indikator Kemiskinan Seorang individu atau suatu keluarga dikategorikan ke dalam kelompok miskin berdasarkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang meliputi pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, dan kesehatan. Kebutuhan pokok dalam suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya atau suatu negara dengan negara lainnya (Mas’ud, 2005). Menurut BPS (2015), untuk mengukur kemiskinan dapat digunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
7 untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan BPS adalah penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). GKM dihitung dengan pendekatan kalori, dimana standar kebutuhan kalori minimal seseorang adalah setara dengan angka 2 100 kkal, sedangkan GKBM dihitung berdasarkan konsumsi sejumlah komoditas bukan makanan, yaitu sebanyak 47 komoditas untuk daerah pedesaan dan 51 komoditas untuk daerah perkotaan. (Beik dan Arsyianti, 2015) Menurut Beik dan Arsyianti (2015), pendekatan lain yang digunakan untuk mengukur kemiskinan adalah dengan menggunakan konsep/pendekatan kesejahteraan keluarga. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menerapkan konsep dan definisi kemiskinan dengan melakukan pendataan keluarga secara lengkap dengan menggunakan konsep/pendekatan kesejahteraan keluarga dan membagi kriteria keluarga ke dalam 5 tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III), dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus) Karim (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa unsur kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar seseorang/keluarga hidup sejahtera. Kebutuhan dasar tersebut mencakup: a. Terpenuhinya pemeliharaan iman. Tercukupkannya pendidikan. b. c. Tercukupkannya pelayanan kesehatan, kesempatan untuk menyatakan harga diri, lingkungan yang sehat dan terjamin kelestariannya, ketentraman dan pertahanan negara. d. Terpeliharanya rumah tangga menuju keluarga yang sakinah (tenteram), mawaddah (penuh kasih sayang), warahmah (mendapat karunia Allah) dengan adanya keturunan melalui sebuah perkawinan. e. Tercukupkannya kebutuhan fisik untuk pangan, sandang, perumahan, serta harta yang kepemilikannya dijamin oleh hukum. Pandangan Islam Mengenai Kemiskinan Menurut Mas’ud (2005), sistem ekonomi islam adalah sistem yang didasari dari norma-norma agama islam yang bersifat universal. Oleh karena itu, terdapat perbedaan dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis dalam memandang permasalahan kemiskinan. Perhatian Al-Qur’an terhadap kaum miskin terbukti dari ayat-ayat yang diungkapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu ayat, penolakan terhadap anak yatim dan mengabaikan pemberian makanan kepada kaum dhuafa disamakan dengan pendusta agama, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un (107) ayat 1-3, yang artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin.” Ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan mengenai keharusan menafkahkan sebagian untuk orang-orang miskin, menunjukkan bahwa orang-
8 orang miskin memiliki hak atas kekayaan yang dimiliki oleh orang-orang yang berkecukupan. Ketentuan ini dipertegas dalam Q.S. Adz-dzariyat: 19, yang artinya: ”Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian.” Mas’ud juga berpendapat bahwa konsep ekonomi Islam juga memandang bahwa individu memiliki hak untuk memiliki. Namun kepemilikan yang disahkan dalam ekonomi Islam tidak seperti konsep yang diterapkan pada sistem ekonomi kapitalis. Adanya hak kepemilikan dalam ekonomi Islam menunjukkan bahwa ekonomi Islam mengharuskan umat Islam untuk mencari rezeki, sehingga setiap individu akan mempersiapkan dirinya untuk hidup sebagaimana mestinya dan nantinya mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat melindungi dirinya dari bahaya kemiskinan.
Zakat Pengertian dan Manfaat Zakat Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima‟iyyah yang memiliki posisi sangat penting strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. (Qardawi, 2011). Jika ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu (keberkahan), alnamaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu (kesucian) dan ashshalahu (keberesan). Sedangkan secara istilah, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin, 2002). Zakat terdiri dari zakat maal (zakat harta) dan zakat fitrah. Zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran wajib yang dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada bulan ramadhan. (Ali, 1988). Menurut Hafidhuddin (2002), banyak hikmah dan manfaat dari ibadah zakat, baik yang akan dirasakan oleh pemberi zakat (muzakki), penerima zakat (mustahik), maupun masyarakat secara keseluruhan. Muzakki akan memperoleh manfaat meningkatnya kualitas keimanan, rasa syukurnya, kejernihan dan kebersihan jiwa dan hartanya, sekaligus akan mengembangkan harta yang dimilikinya. Sedangkan manfaat yang akan diperoleh mustahik yaitu meningkatnya kesejahteraan hidup, terjaganya agama dan akhlaknya, sekaligus akan termotivasi untuk meningkatkan etos kerja dan ibadahnya. Bagi masyarakat luas, hikmah zakat akan dirasakan dalam bentuk tumbuh dan berkembangnya rasa solidaritas sosial, keamanan dan ketenteraman, berputarnya roda ekonomi karena harta akan terdistribusi dengan baik dengan adanya zakat, serta akan menjaga dan menumbuhkembangkan etika dan akhlak dalam bekerja dan berusaha. Lembaga Pengelola Zakat Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 60, yang artinya:
9 “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah lagi Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Juga pada firman Allah SWT dalam at-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dalam surah at-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat („amilina „alaiha). Sedangkan dalam at-Taubah: 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. (Hafidhuddin, 2002). Secara tradisional, sebagian masyarakat di Indonesia ada yang menyerahkan zakat kepada para kiai, ustadz, dan elit agama di lingkungan masing-masing. Biasanya penyalurannya bergantung pada ijtihad kiai. Ada beberapa kelemahan mendasar dalam proses pengamalan zakat seperti ini. Kelemahan pertama yaitu tidak transparan, karena tidak jelasnya administrasi pemasukan dan pengeluarannya. Yang kedua yaitu ada kemungkinan zakat tersebut tidak tersalurkan kepada mustahiknya secara maksimal. Ketiga, hasil pengumpulan dana zakat jumlahnya masih relatif sangat kecil, sehingga pendayagunaannya belum dapat menyentuh kebutuhan mustahik secara keseluruhan. Keempat, tidak adanya pengawasan terhadap proses pemasukan dan pengeluaran zakat. Dan kelima, zakat lebih sering menjadi upaya karitatif dan tidak produktif. Dengan demikian, zakat yang seharusnya bisa menjadi salah satu instrumen pemerataan dan pemberdayaan masyarakat belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. (BAZIS Provinsi DKI Jakarta dan IMZ (Institut Manajemen Zakat, 2006) Di Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.
10 Alat Ukur Kemiskinan Indeks Kemiskinan Umum Indikator kemiskinan dapat dianalisis menggunakan beberapa macam indeks, yaitu: (Anriani, 2010) 1. Headcount ratio (H), yaitu ukuran yang menunjukkan persentase jumlah orang miskin dalam populasi. Keluarga dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Penggunaan headcount ratio sebagai alat analisis bertujuan untuk menggambarkan jumlah orang miskin yang dapat dikurangi melalui pendayagunaan zakat. Semakin kecil nilai headcount ratio, maka jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan headcount ratio telah memenuhi aksioma fokus, namun informasi kemiskinan yang diberikan masih sangat terbatas karena tidak bisa memberikan ‘seberapa miskin’ orang miskin itu (aksioma kesamaan), serta tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan/pengeluaran diantara masyarakat miskin (aksioma transfer). 2. Poverty gap index (P1) dan income gap index (I), yaitu ukuran yang menunjukkan indeks kedalaman kemiskinan. Poverty gap index menunjukkan selisih antara pendapatan agregat komunitas masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. Semakin kecil nilai indeks ini, maka semakin sedikit selisih (gap) antara pendapatan agregat komunitas masyarakat miskin dengan garis kemiskinan sehingga kesejahterannya semakin baik. Income gap index merupakan pengembangan dari poverty gap index yang memberikan informasi mengenai persentase rata-rata orang miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Semakin kecil rasio ini maka semakin kecil atau semakin sedikit orang miskin dalam komunitas tersebut. Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks kedalaman kemiskinan telah memenuhi aksioma fokus dan aksioma kesamaan, namun masih belum bisa memenuhi aksioma transfer sehingga belum bisa menggambarkan bagaimana distribusi pendapatan/pengeluaran diantara masyarakat miskin. 3. Sen index (P2) dan FGT index (P3), yaitu ukuran yang menunjukkan indeks keparahan kemiskinan. Sen index menggabungkan headcount ratio, income gap index, dan koefisien gini masyarakat miskin sebagai indikator distribusi pendapatan diantara orang miskin. Sen index ditemukan oleh Amartya Sen pada tahun 1976. Indeks ini merupakan indeks pengukuran yang paling komprehensif dan popular. Semakin kecil nilai indeks ini, maka sedikit persentase orang miskin dan juga semakin sedikit selisih (gap) antara pendapatan agregat komunitas masyarakat miskin dengan garis kemiskinan dan semakin kecil kesenjangan pendapatan dalam komunitas ini. Dengan demikian, semakin kecil indeks ini maka semakin kecil kemiskinan dan juga semakin baik kesejahteraan masyarakat. Metode pengukuran kemiskinan lain yang juga populer dikenal dengan nama indeks FGT (Foster, Greer, Thorbecke). Indeks FGT diperkenalkan oleh Erik Thorbecke, James Foster, dan Joel Greer pada tahun 1984. Foster, Greer, dan Thorbecke (FGT) index mengukur kemiskinan sebagai rata-rata tertimbang dari berbagai tingkatan kemiskinan. Kedua indeks tersebut telah memenuhi prinsip anonimitas, monotinitas, dan transfer.
11
Konsep Model CIBEST Model CIBEST adalah sebuah alat ukur kemiskinan yang tidak hanya mengukur kemiskinan material saja, namun juga mengukur kemiskinan spiritual. Model CIBEST terdiri dari kuadran CIBEST dan indeks CIBEST. Kuadran CIBEST adalah sebuah kuadran yang bertujuan untuk memetakan keluarga dalam empat area, yaitu area kesejahteraan (kuadran I), area kemiskinan material (kuadran II), area kemiskinan spiritual (kuadran III), dan area kemiskinan absolut (kuadran IV). Sedangkan indeks CIBEST digunakan untuk melihat nilai indeks pada masing-masing kuadran CIBEST. (Beik dan Arsyianti, 2015) Menurut Beik dan Arsyianti (2015) indeks kesejahteraan digunakan untuk melihat jumlah keluarga yang kaya secara material maupun spiritual. Semakin besar nilai indeks kesejahteraan ini, maka semakin banyak keluarga yang telah kaya secara material maupun spiritual. Selanjutnya ada indeks kemiskinan material atau indeks yang memperlihatkan jumlah keluarga yang kaya secara spiritual namun miskin secara materialnya. Sedangkan indeks kemiskinan spiritual adalah nilai indeks yang menunjukkan besarnya keluarga yang kaya secara material namun miskin secara spiritual. Dan yang terakhir adalah indeks kemiskinan absolut yang digunakan untuk melihat jumlah keluarga yang miskin secara material maupun secara spiritual. Untuk mendapatkan nilai indeks-indeks tersebut, harus ditentukan garis kemiskinan terlebih dahulu. Garis kemiskinan tersebut adalah garis kemiskinan dalam material dan spiritual. Indeks CIBEST ini juga dapat digunakan oleh pemerintah maupun suatu lembaga untuk menyiapkan program yang tepat bagi keluarga yang berada pada masing-masing kuadran CIBEST.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai dampak zakat terhadap kemiskinan mustahik pertama kali dilakukan di Indonesia oleh Beik (2008) dengan judul penelitian Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan (Studi Kasus: Dompet Dhuafa Republika). Penelitian dilakukan terhadap 50 mustahik peserta program LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma) Dompet Dhuafa yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zakat mampu mengurangi keluarga miskin dari 84 persen menjadi 74 persen. Kemudian dari aspek kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu mengurangi kesenjangan kemiskinan dan juga kesenjangan pendapatan, yang diindikasikan oleh penurunan nilai P1 dan nilai I. Sedangkan ditinjau dari tingkat keparahan kemiskinan, zakat juga mampu mengurangi tingkat keparahan kemiskinan yang ditandai dengan menurunnya nilai indeks Sen dan nilai indeks FGT. Tsani (2010) juga melakukan penelitian mengenai dampak pendistribusian zakat terhadap tingkat kemiskinan dan kesenjangan pendapatan dengan studi kasus pada kasus pendayagunaan zakat oleh BAZDA Lampung Selatan. Pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZDA Lampung Selatan mampu menurunkan jumlah keluarga miskin dan juga bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Hal tersebut dapat dilihat dari insiden kemiskinan yang berkurang sebesar 18.6 persen setelah pendistribusian zakat dilakukan.
12 Selain itu, dari aspek kedalaman kemiskinan, nilai P1 menurun dari Rp 205 632.25 menjadi Rp 166 421.78 dan nilai I turun dari 0.288 menjadi 0.233. Ditinjau dari tingkat keparahan kemiskinan, distribusi zakat oleh BAZDA Lampung Selatan dapat memperbaiki distribusi pendapatan di antara keluarga miskin yang ditandai dengan menurunnya nilai indeks Sen dari 0.194 menjadi 0.131 dan indeks FGT yang menurun dari 0.054 menjadi 0.030. Penurunan yang juga terjadi pada indeks gini dari 0.638 menjadi 0.625 dan rasio Kuznets dari 16.7 menjadi 14.4 membuktikan bahwa zakat selain dapat mengurangi tingkat kemiskinan juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan dalam masyarakat sehingga kesenjangan pendapatan pun berkurang. Selanjutnya Anriani (2010) meneliti pengaruh pendistribusian zakat terhadap indikator kemiskinan yang dilakukan dengan mengambil studi kasus pada pelaksanaan program konsumtif dan program produktif di tiga kecamatan Kota Bogor. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kemiskinan dengan adanya distribusi zakat menurun jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan tanpa distribusi zakat. Hal tersebut dapat dilihat dari menurunnya nilai headcount ratio (H), poverty gap index (P1), income gap ratio (I), Sen Index of Poverty (P2), dan FGT index (P3). Nilai H mengalami penurunan sebanyak 8.7 persen, P1 mengalami penurunan sebesar 26 991.565 rupiah atau 9.3 persen, I mengalami penurunan sebesar 9 persen, P2 menurun sebesar 16.2 persen, dan P3 menurun sebesar 22.7 persen. Kerangka Pemikiran Kemiskinan
BAZIS Provinsi DKI Jakarta
Zakat Produktif Modal Usaha
Pendidikan Mustahik
Pendapatan/Pengeluaran Mustahik
Indikator Kemiskinan Indeks CIBEST Gambar 1 Kerangka Pemikiran
13
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Badan Amil Zakat, Infaq, Sadaqah (BAZIS) Provinsi DKI Jakarta. Rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini berada pada wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu dari bulan Maret 2015 hingga April 2015.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pemberian kuesioner dan wawancara langsung terhadap 100 rumah tangga mustahik yang menerima zakat dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Selain data primer, data sekunder juga digunakan untuk melengkapi data primer yang ada. Data sekunder tersebut diperoleh dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta serta literatur seperti buku, jurnal, skripsi, dan internet.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Headcount ratio Headcount ratio (H) merupakan indikator kemiskinan yang paling sederhana, yang mengukur jumlah orang miskin sebagai persentase dari populasi yang diobservasi. Nilai H ini berada di kisaran antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 0, maka jumlah keluarga mustahik yang berada dibawah garis kemiskinan semakin sedikit. Dan sebaliknya, semakin mendekati 1 maka jumlah keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan semakin besar. Kategori miskin didasarkan pada standar garis kemiskinan. Seseorang dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah standar resmi dari suatu negara. Di Indonesia, garis kemiskinan yang berlaku adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (Anriani, 2010). Rumus untuk Headcount ratio tersebut adalah sebagai berikut: H=
………………………………………………………………………….. (1)
Keterangan: H = Headcount ratio q = Jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan n = Jumlah keluarga yang diobservasi Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty gap index (P1) digunakan untuk mengukur tingkat kedalaman kemiskinan yang terdapat pada suatu komunitas atau negara dengan cara menghitung selisih antara pendapatan agregat masyarakat miskin yang berada dibawah garis kemiskinan dengan garis kemiskinan. Semakin kecil nilai
14 indeksnya maka semakin sedikit selisih antara pendapatan agregat masyarakat miskin dengan garis kemiskinan yang ada, yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat tersebut pun semakin membaik. P1 ini juga digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan cash transfer atau government to people transfer (Beik dan Arsyianti, 2015). Formulanya yaitu sebagai berikut: P1 = ∑
………………………….....…………………………………(2)
Keterangan: P1 = Poverty gap index z = Garis kemiskinan yi = Pendapatan individu ke-i q = Jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan Selanjutnya adalah income gap index (I). Formula ini digunakan untuk melihat persentase rata-rata orang miskin yang berada dibawah garis kemiskinan. Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin sedikit orang miskin yang berada di komunitas tersebut (Anriani, 2010). Rumus untuk indeks ini adalah sebagai berikut: I=∑
………………………………………………………………(3)
Keterangan: I = Income gap ratio gi = z – yi, Selisih pendapatan orang miskin ke-i dengan garis kemiskinan z = Garis kemiskinan yi = Pendapatan individu ke-i = Jumlah keluarga mustahik yang berada dibawah garis kemiskinan q Indeks Keparahan Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin (BPS, 2015). Alat ukur yang digunakan untuk menghitung indeks keparahan kemiskinan yaitu Sen index dan FGT index. Formula untuk Sen index adalah sebagai berikut: P2 = H [ I + (1 – I)Gp]…………………………………………………..………..(4) Keterangan: P2 = Sen index H = Headcount ratio I = Income gap index Gp = Koefisien Gini
15 FGT index (P3) digunakan untuk mengukur kemiskinan sebagai rata-rata terimbang dari berbagai tingkat kemiskinan (Anriani, 2010). Rumusnya adalah sebagai berikut: P3 =
∑
(
)
………………………………….……………………(5)
Keterangan: P3 = FGT index n = jumlah keluarga yang diobservasi z = garis kemiskinan yi = pendapatan individu ke-i Indeks Kemiskinan Islami Salah satu alat ukur kemiskinan yang dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti (2015) adalah CIBEST Model atau indeks CIBEST. Kuadran CIBEST terbagi menjadi empat kuadran, yaitu kuadran kesejahteraan, kemiskinan spiritual, kemiskinan material, dan kemiskinan absolut. Berikut adalah langkah-langkah dalam menghitung indeks CIBEST: 1. Hitung nilai MV (Material Value) terlebih dahulu.Nilai MV dapat dihitung dengan survey tersendiri atau dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) resmi. Sedangkan nilai SV (Spiritual Value) adalah sama dengan 3. 2. Hitung nilai skor spiritual dan pendapatan bulanan keluarga. 3. Tempatkan setiap keluarga yang diamati ke dalam kuadran CIBEST. 4. Hitung semua nilai indeks CIBEST berdasarkan data yang telah diperoleh. Tabel 3 Kuadran CIBEST Skor Aktual > Nilai SV ≤ Nilai SV
≤ Nilai MV Kaya Spiritual, Miskin Material (Kuadran II) Miskin Spiritual, Miskin Material (Kuadran IV)
>Nilai MV Kaya Spiritual, Kaya Material (Kuadran I) Miskin Spiritual, Kaya Material (Kuadran III)
Sumber: Beik dan Arsyianti (2015) Sebelum menempatkan keluarga-keluarga yang diamati ke dalam kuadran CIBEST, nilai MV dan SV harus diketahui terlebih dahulu. Adapun formula kebutuhan material minimal yang harus dipenuhi oleh suatu keluarga menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagaimana yang ditunjukkan oleh formula berikut ini : MV = ∑
……………………………………………………………...(6)
Keterangan : MV = Standar minimal kebutuhan material yang harus dipenuhi keluarga (Rp atau mata uang lain) atau disebut juga Garis Kemiskinan Material Pi = Harga barang dan jasa (Rp atau mata uang lain) Mi = Jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan
16
Namun pada penelitian kali ini, nilai MV yang digunakan berasal dari nilai Garis Kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada periode September 2014 yaitu sebesar Rp 459 560. Garis kemiskinan per kapita tersebut dikalikan dengan jumlah anggota keluarga, sehingga menjadi nilai MV (Garis Kemiskinan Material). Sedangkan pemenuhan kebutuhan spiritual dihitung dari standar pemenuhan lima variabel, yaitu skor pelaksanaan ibadah shalat, zakat, puasa, skor lingkungan keluarga/rumah tangga, dan skor kebijakan pemerintah. Untuk menilai skor pada masing-masing variabel ini digunakan skala Likert antara 1 hingga 5. Berikut adalah indikator kebutuhan spiritual beserta skor dari skala Likert.
Variabel 1
Tabel 4 Indikator kebutuhan spiritual Skala Likert 2 3 4
Shalat
Puasa
Zakat dan Infak
Melarang orang lain shalat
Menolak konsep shalat
Melaksanakan shalat wajib tidak rutin
Melarang orang lain berpuasa
Menolak konsep puasa
Melaksanakan puasa wajib tidak penuh
Melarang orang lain berzakat dan infak
Menolak zakat dan infak
Tidak pernah berinfak walau sekali dalam setahun
Melarang anggota keluarga ibadah
Menolak pelaksanaan ibadah
Menganggap ibadah urusan pribadi anggota keluarga
Melarang ibadah untuk setiap keluarga
Menolak pelaksanaan ibadah
Menganggap ibadah urusan pribadi masyarakat
Lingkungan keluarga
Kebijakan Pemerintah
5
Melaksanakan Melaksanakan shalat wajib shalat wajib rutin rutin tapi berjamaah dan tidak selalu melakukan berjamaah shalat sunnah Hanya melaksanakan Puasa puasa wajib secara penuh Membayar Membayar zakat fitrah, zakat fitrah zakat harta dan zakat dan harta infak/sedekah Membangun suasana keluarga Mendukung yang ibadah mendukung anggota ibadah keluarga secara bersamasama
Mendukung ibadah
Standar Kemiskinan
Skor ratarata untuk keluarga yang secara spiritual miskin adalah 3 (SV = 3)
Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ibadah
Sumber: Beik dan Arsyianti (2015) Selanjutnya, perhitungan skor spiritual rumah tangga/keluarga menurut Beik dan Arsyianti (2015) didasarkan pada rumus berikut ini : Hi =
……………………………………………………..(7)
Keterangan: Hi = skor aktual keluarga ke-i Vp = skor shalat
17 Vf = skor puasa Vz = skor zakat dan infak Vh = skor lingkungan keluarga Vg = skor kebijakan pemerintah Dari hasil perhitungan formula-formula di atas dan dari hasil kuadran cibest yang telah didapat, dapat dihitung indeks kesejahteraan (kuadran I), indeks kemiskinan material (kuadran II), indeks kemiskinan spiritual (kuadran III) dan indeks kemiskinan absolut (kuadran IV). Menurut Beik dan Arsyianti (2015), formula-formula tersebut adalah: 1. Indeks kesejahteraan W= Keterangan : W = Indeks kesejahteraan; 0 ≤ W ≤ 1 w = Jumlah keluarga sejahtera (kaya secara material dan spiritual) N = Jumlah populasi (jumlah keluarga yang diobservasi) 2.
Indeks kemiskinan material Pm = Keterangan : Pm = Indeks kemiskinan material; 0 ≤ Pm ≤ 1 Mp = Jumlah keluarga yang miskin secara material namun kaya secara spiritual N = Jumlah jumlah populasi (total keluarga yang diamati)
3.
Indeks kemiskinan spiritual Ps = Keterangan : Ps = Indeks kemiskinan spiritual; 0 ≤ Ps ≤ 1 Sp = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual namun kaya secara material N = Jumlah populasi (total keluarga yang diamati)
4.
Indeks kemiskinan absolut Pa = Keterangan : Pa = Indeks kemiskinan absolut; 0 ≤ Pa ≤ 1 Ap = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual maupun secara material N = Jumlah populasi (total keluarga yang diamati)
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Demografi Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, usia, status, jumlah tanggungan, pendidikan, pekerjaan, dan wilayah walikota. Data karakteristik demografi tersebut dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 5 Demografi Kepala Keluarga (KK) Responden Karakteristik Demografi
Klasifikasi
Jumlah
Persentase (%)
Laki-laki 79 79 Perempuan 21 21 15-40 tahun 18 18 Usia 41-64 tahun 82 82 Menikah 77 77 Status pernikahan Belum menikah 2 2 Janda/duda 21 21 0-3 orang 21 21 Jumlah 4-6 orang 71 71 tanggungan >6 orang 8 8 Tidak sekolah dan SD 27 27 SMP 18 18 Pendidikan SMA/STM/SMK 51 51 Diploma atau S1 4 4 Buruh 25 25 Wiraswasta/pedagang 23 23 Pekerjaan Karyawan 13 13 Lainnya 39 39 Jakarta Utara 53 53 Walikota Jakarta Selatan 27 27 Jakarta Timur 20 20 Sumber: Data Primer (2015) Berdasarkan tabel 5, mayoritas kepala keluarga responden berdomisili di Jakarta Utara dengan persentase sebesar 53 persen. Sedangkan untuk jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki dengan persentase sebesar 79 persen dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan sebesar 21 persen. Seluruh responden berada pada usia produktif 15-64 tahun dengan persentase terbesar kisaran umur responden adalah 41-64 tahun. Sebanyak 77 KK telah menikah dan jumlah tanggungan terbanyak yaitu sebesar 4 hingga 6 orang per keluarga. Responden yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 6 orang sebesar 8 persen. Ditinjau dari pendidikan, mayoritas pendidikan terakhir yang diperoleh kepala keluarga yaitu tingkat SMA atau sederajat dengan jumlah 51 persen dari Jenis Kelamin
19 total responden. Sedangkan yang berpendidikan diploma atau S1 hanya terdapat 4 persen dari total yang diamati dan yang berpendidikan SD/ tidak sekolah memperoleh angka 27 persen. Karyawan merupakan pekerjaan dengan persentase paling rendah, disuse oleh wiraswasta/pedagang, dan buruh dengan jumlah 25 persen. Pekerjaan paling banyak dijalani oleh KK yaitu pekerjaan lain selain 3 pekerjaan yang telah disebutkan sebelumnya seperti ibu rumah tangga, pensiunan, ojek, pengangguran, dll. Selain karakteristik yang telah disebutkan dalam tabel, karakteristik lain dari responden yaitu besarrnya rata-rata pendapatan/pengeluaran rumah tangga tanpa dan dengan zakat. Besarnya pendapatan/pengeluaran tanpa zakat yaitu sebesar 2 461 897 rupiah. Pendapatan/pengeluaran keluarga meningkat menjadi 2 763 100 rupiah dengan adanya zakat.
Analisis berdasarkan Indikator Kemiskinan Berikut ini akan dijelaskan bagaimana pengaruh zakat dalam mengurangi kemiskinan dengan menggunakan indeks kemiskinan yang terdiri dari headcount ratio (H), rasio kesenjangan kemiskinan (P1), rasio kesenjangan pendapatan (I), indeks SEN (P2), serta indeks FGT (P3). Tabel 6 Indikator kemiskinan mustahik Indikator Tanpa zakat Kemiskinan H 0.49 P1 (Rp) 881 426.53 I 0.41 P2 0.33 P3 0.12 Sumber: Data Primer (2015)
Dengan zakat 0.39 820 659.49 0.37 0.25 0.07
Perubahan (%) -20.41 -6.90 -9.76 -24.24 -41.67
Headcount Ratio Headcount Ratio (H) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui jumlah dan persentase keluarga miskin. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta mampu menurunkan jumlah keluarga miskin. Headcount ratio mengalami penurunan dari 0.49 menjadi 0.39. Ini menunjukkan bahwa jumlah keluarga miskin yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dapat dikurangi sebesar 20,41 persen. Hal ini membuktikan bahwa zakat dapat menurunkan tingkat kemiskinan mustahik. Indeks Kedalaman Kemiskinan Tingkat kedalaman kemiskinan mustahik yang ditunjukkan oleh P1 dan I juga mengalami penurunan. Zakat yang didistribusikan oleh BAZIS DKI Jakarta mampu mengurangi jarak pendapatan rata-rata keluarga mustahik terhadap garis kemiskinan dari Rp 881 426.53 menjadi Rp 820 659.49. Demikian pula dengan nilai I yang mengalami penurunan dari 0.41 menjadi 0.37. Penurunan kedua
20 indeks tersebut menunjukkan bahwa zakat mampu mempersempit jarak antara pendapatan rata-rata per kapita mustahik terhadap garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan Untuk mengukur tingkat keparahan kemiskinan, digunakan alat analisis Sen Index (P2) dan FGT Index (P3). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai P2 mengalami penurunan dari 0.33 menjadi 0.25. Nilai P2 tersebut akan bernilai 0 jika tidak ada keluarga yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan dan akan bernilai 1 jika semua keluarga pendapatan di bawah garis kemiskinan. Selanjutnya adalah FGT Index (P3) yang juga menurun dari 0.12 menjadi 0.07. Hal ini menunjukkan bahwa program pendistribusian zakat yang dilakukan BAZIS mampu mengurangi jumlah kemiskinan dan tingkat kesenjangan diantara keluarga miskin sebesar 41.67 persen. Dilihat dari nilai P2 dan P3 yang menurun maka hal ini membuktikan bahwa zakat dapat mengurangi tingkat keparahan kemiskinan dan mampu menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata di antara orang miskin.
Analisis berdasarkan Model CIBEST
+
Kuadran II
Kuadran I
Tanpa zakat: 47
Tanpa zakat: 51
Dengan zakat: 39
Dengan zakat: 61
SPIRITUAL
-
Kuadran IV
Kuadran III
Tanpa zakat: 2
Tanpa zakat: 0
-
Dengan zakat: 0
MATERIAL
Dengan zakat: 0
+
Gambar 2 Kuadran CIBEST mustahik Berdasarkan kuadran diatas, jumlah keluarga yang berada di kuadran I atau yang kaya secara material dan spiritual mengalami kenaikan dari 51 keluarga menjadi 61 keluarga dengan adanya pemberian zakat. Sedangkan di kuadran II jumlah keluarga yang miskin secara material namun kaya spiritual mengalami penurunan dengan pendistribusian zakat. Penurunan tersebut diikuti dengan tidak adanya keluarga yang berada di kuadran III dan IV. Hal ini menandakan bahwa keluarga yang sebelumnya berada di kuadran II telah berada di kuadran I karena pemberian zakat. Keluarga yang berada di kuadran II telah mengalami
21 peningkatan material yang membuat mereka tidak hanya kaya secara spiritual, namun juga kaya secara material. Untuk dua keluarga yang sebelumnya berada di kuadran IV atau yang miskin secara material dan spiritual mengalami penurunan dari dua keluarga menjadi tidak ada keluarga yang berada pada kuadran tersebut . Keluarga yang berada di kuadran IV tersebut telah mengalami peningkatan dengan berada di kuadran II CIBEST, yang berarti bahwa dua keluarga tersebut telah mengalami peningkatan spiritual karena adanya zakat. Sedangkan untuk kuadran III, tidak ada keluarga yang berada pada kuadran ini dengan atau tanpa pemberian zakat.
Tabel 7 Indeks CIBEST mustahik Indeks CIBEST Tanpa zakat W 0.51 Pm 0.47 Ps 0 Pa 0.02 SS 4.09 Sumber: Data primer (2015)
Dengan zakat 0.61 0.39 0 0 4.17
Perubahan (%) 19.61 -17.02 0 -100 1.96
Nilai indeks kesejahteraan (W) sebelum zakat sebesar 0.51 menunjukkan bahwa ada 51 keluarga yang kaya secara spiritual maupun material. Dengan adanya pemberian zakat, nilai indeks tersebut mengalami peningkatan menjadi 0.61 atau meningkat sebesar 19.61 persen. Peningkatan nilai indeks tersebut memperlihatkan keberhasilan zakat dalam meningkatkan jumlah keluarga untuk menjadi lebih sejahtera. Nilai indeks kemiskinan material (Pm) mengalami penurunan dari 0.47 menjadi 0.39 atau menurun sebesar 17.02 persen. Dan nilai indeks kemiskinan spiritual (Ps) tidak mengalami perubahan atau tetap bernilai 0. Sedangkan untuk nilai indeks kemiskinan absolut mengalami penurunan sebesar 100 persen. Selain keempat nilai indeks yang sudah dijelaskan diatas, terdapat nilai SS atau skor rata-rata kondisi spiritual keseluruhan keluarga yang diamati. Nilai SS pada tabel menunjukkan nilai sebesar 4.09 pada sebelum pendistribusian zakat dan 4.17 setelah pendistribusian zakat atau meningkat sebesar 1.96 persen. Nilai SS tersebut secara umum dapat menunjukkan bahwa keadaan spiritual keluarga yang menjadi responden sudah berada diatas garis kemiskinan spiritual tanpa dan dengan zakat. Garis kemiskinan spiritual (SV) ini besarnya yaitu sama dengan 3.
Indikator Kemiskinan dan Indeks Cibest Berdasarkan Jenis Program Zakat Produktif BAZIS DKI Jakarta memiliki dua jenis program zakat produktif yaitu zakat berbentuk modal usaha dan zakat yang berbentuk bantuan dana pendidikan. Berdasarkan analisis di bawah dapat diketahui nilai indikator kemiskinan dan nilai indeks CIBEST beserta kuadrannya pada masing-masing program zakat produktif tersebut.
22
Tabel 8 Indikator kemiskinan berdasarkan jenis program zakat produktif Modal usaha Pendidikan Tanpa Dengan Perubaha Tanpa Dengan Perubaha zakat zakat n (%) zakat zakat n (%) H 0.30 0.10 -66.67 0.54 0.46 -14.82 P1 (Rp) 692 923.3 1 197 800 72.86 907 729.3 800 273.5 -11.84 I 0.31 0.52 67.74 0.42 0.38 -9.52 P2 0.18 0.07 61.11 0.36 0.30 -16.67 P3 0.05 0.03 -40 0.13 0.08 -38.41 Sumber: Data Primer 2015 Indikator kemiskinan
Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat perubahan semua indikator kemiskinan pada zakat untuk modal usaha maupun untuk pendidikan. Nilai headcount ratio pada zakat modal usaha mengalami penurunan dari 0.3 menjadi 0.1. Sedangkan untuk zakat pendidikan juga menurun dari 0.54 menjadi 0.46. Kedua zakat tersebut sama-sama mengalami penurunan dalam nilai headcount ratio, namun jika dilihat dari besar nilai headcount ratio tanpa adanya zakat, nilai zakat untuk pendidikan lebih besar dibandingkan dengan zakat untuk modal usaha. Nilai P1 untuk zakat modal usaha mengalami peningkatan dari Rp 692 923.3 menjadi Rp 1 197 800. Zakat untuk pendidikan mengalami penurunan dari Rp 907 729.3 menjadi Rp 800 273.5. Pada instrumen indeks kedalaman kemiskinan yang lainnya yaitu income gap ratio (I) juga mengalami peningkatan dari 0.306 menjadi 0.52 pada zakat berbentuk modal usaha dan menurun dari 0.42 menjadi 0.38 pada zakat pendidikan. Pada indeks keparahan kemiskinan yang diukur dengan menggunakan Sen Index (P2) maupun FGT Index (P3) juga mengalami penurunan pada kedua bentuk zakat produktif yang ada. Nilai P2 untuk zakat modal usaha menurun dari 0.18 menjadi 0.07 dan menurun dari 0.36 menjadi 0.3 untuk zakat pendidikan. Dan nilai P3 juga menurun dari 0.05 menjadi 0.03 untuk zakat modal usaha dan turun dari 0.13 menjadi 0.08 untuk zakat pendidikan.
+
SPIRITUAL
-
Kuadran II Tanpa Dengan zakat: zakat: 6 2 Kuadran IV Tanpa Dengan zakat: zakat: 0 0 MATERIAL -
Kuadran I Tanpa Dengan zakat: zakat: 14 18 Kuadran III Tanpa Dengan zakat: zakat: 0 0
+
23 Gambar 3 Kuadran CIBEST Zakat modal usaha
+
SPIRITUAL
-
Kuadran II Tanpa Dengan zakat: zakat: 41 37 Kuadran IV Tanpa Dengan zakat: zakat: 2 0 -
Kuadran I Tanpa Dengan zakat: zakat: 37 43 Kuadran III Tanpa Dengan zakat: zakat: 0 0
MATERIAL
+
Gambar 4 Kuadran CIBEST Zakat Pendidikan Tabel 6 Indeks CIBEST berdasarkan jenis program zakat produktif Zakat modal usaha Tanpa Dengan Perubahan zakat zakat (%) 0.7 0.9 28.57 0.3 0.1 -66.67 0 0 0 0 0 0 4.37 4.43 1.37 Sumber: Data Primer 2015
Indeks CIBEST W Pm Ps Pa SS
Zakat Pendidikan Tanpa Dengan Perubahan zakat zakat (%) 0.46 0.54 17.39 0.51 0.46 -9.80 0 0 0.03 0 -100 4.02 4.11 2.24
Pada kuadran I atau area kesejahteraan dapat dilihat bahwa kedua bentuk zakat mengalami kenaikan. Zakat modal usaha mengalami kenaikan sebesar 4 keluarga pada kuadran I atau dengan nilai indeks CIBEST naik dari 0.7 menjadi 0.9. Sedangkan nilai indeks CIBEST kesejahteraan zakat pendidikan naik dari 0.46 menjadi 0.54 atau bertambah sebanyak 6 keluarga pada kuadran I. Banyaknya jumlah keluarga yang berada pada kuadran I pada kolom tanpa zakat mengindikasikan bahwa BAZIS DKI Jakarta dan BMT Al-Karim masih kurang dalam hal penyeleksian mustahik berdasarkan pendapatan/pengeluaran keluarga tersebut. Pada zakat modal usaha, dari 20 keluarga yang menjadi responden, ada 14 keluarga yang berpenghasilan diatas garis kemiskinan DKI Jakarta. Begitu juga dengan zakat pendidikan yang memiliki anggota pada kuadran I yang tidak sedikit yaitu 37 keluarga dari 80 keluarga yang menjadi responden tanpa adanya pemberian zakat. Pada kuadran II dan IV terlihat adanya penurunan jumlah keluarga yang berada pada kuadran tersebut. Hal ini merupakan hasil yang baik mengingat dua kuadran tersebut adalah kuadran kemiskinan material dan kuadran kemiskinan absolut. Jumlah keluarga pada kuadran II mengalami penurunan sebesar 4 keluarga pada zakat modal usaha atau setara dengan penurunan nilai indeks
24 CIBEST dari 0.3 menjadi 0.1. Selain itu, zakat pendidikan juga mengalami penurunan sebanyak 4 keluarga pada kuadran II atau sama dengan penurunan indeks CIBEST kemiskinan material (Pm) dari 0.51 menjadi 0.46. Sedangkan pada kuadran III tidak terlihat adanya keluarga yang berada pada kuadran tersebut untuk kedua jenis zakat. Pada zakat modal usaha, terdapat penyeleksian terlebih dahulu pada kemampuan spiritual para penerima bantuan seperti membaca Alquran. Meski begitu, masih terlihat adanya dua keluarga yang berada pada kuadran IV pada zakat pendidikan tanpa zakat. Namun hal ini dapat diantisipasi dengan pemberian program motivasi rutin bulanan yang membantu para mustahik untuk meningkatkan semangat mereka untuk beribadah dan untuk bersungguhsungguh dalam menuntut ilmu.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZIS Provinsi DKI Jakarta dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan para mustahik. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya nilai indikator kemiskinan yang meliputi Headcount ratio, indeks kedalaman kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah keluarga yang berada pada kuadran I CIBEST bertambah setelah adanya pemberian zakat, yang mengindikasikan keberhasilan zakat dalam menambah jumlah keluarga menjadi keluarga yang sejahtera dalam material maupun spiritual. Selain itu, berpindahnya keluarga yang berada pada kuadran IV ke kuadran II juga menginformasikan bahwa zakat juga dapat meningkatkan tingkat spiritual suatu keluarga. Hal ini didukung oleh pembinaan yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta kepada para mustahik yang menerima zakat produktif. Kedua program zakat produktif yaitu zakat modal usaha dan juga zakat pendidikan mengalami penurunan pada indikator kemiskinan, kecuali pada indeks kedalaman kemiskinan zakat modal usaha. Kedua program zakat ini pun juga sama-sama dapat meningkatkan jumlah keluarga yang berada pada kuadran I dan dapat mengurangi jumlah keluarga yang berada pada kuadran II dan IV. Namun masih banyak keluarga yang sudah berada pada kuadran I atau pendapatannya berada di atas garis kemiskinan pada kedua jenis zakat produktif tersebut tanpa adanya pemberian zakat.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat saya berikan: 1. Penurunan jumlah kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi harus dipertahankan oleh BAZIS Provinsi DKI Jakarta sebagai suatu keberhasilan yang telah diperoleh dari pengelolaan zakat secara baik dan
25 benar. Nantinya nilai penurunan tersebut harus makin meningkat dari tahun ke tahun. 2. Sebaiknya pihak BAZIS Provinsi Jakarta lebih mengutamakan keluarga yang pendapatan atau pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan untuk menjadi mustahik. Karena dalam penelitian ini masih banyak ditemui keluarga yang pendapatan atau pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan Jakarta yang telah ditetapkan oleh BPS. 3. Pada zakat yang berbentuk modal usaha juga dilakukan pembinaan kepada para pedagang seperti yang telah dilakukan pada mustahik zakat pendidikan. Sehingga ke depannya mereka dapat lebih mengembangkan usahanya. Dan pembinaan untuk kedua program zakat tersebut juga harus dilakukan secara rutin seperti sebulan sekali atau sebulan dua kali, agar manfaat yang diterima oleh mustahik dapat lebih terasa.
DAFTAR PUSTAKA Ali MD. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat, dan Waqaf. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. An-Nabhani T. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya (ID): Risalah Gusti. Anriani. 2010. Analisis Dampak Zakat terhadap tingkat Kemiskinan Mustahik (Studi Kasus:Pendayagunaan Zakat oleh BAZ Kota Bogor di Tiga Kecamatan Kota Bogor). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BAZIS Provinsi DKI Jakarta dan IMZ] Badan Amil Zakat, Infaq, Shadaqah Provinsi DKI Jakarta dan Institut Manajemen Zakat. 2006. Manajemen ZIS: BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): BAZIS Provinsi DKI Jakarta. Beik IS. 2008. Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan. Jurnal pemikiran dan gagasan. [internet] [diunduh pada 14 April 2015]. Vol II 2009. Beik IS, Arsyianti LD. 2015. Construction of CIBEST Model as Measurement of Poverty and Welfare Indicesfrom Islamic Perspective. Al-iqtishad. [internet]. [diunduh 5 April 2015]. Vol VII No 1. Beik IS, Arsyianti LD. 2015. Ekonomi Pembangunan Syariah. Bogor (ID): IPB Press. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1993. Indikator Kemiskinan di Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 1970-2013. Badan Pusat Statistik, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Menurut Provinsi Edisi Maret 2014. Badan Pusat Statistik, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Konsep Kemiskinan. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Hafidhuddin D. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Depok (ID): Gema Insani.
26 Huda N, Idris HR, Nasution ME, Wiliasih R. 2009. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis. Jakarta (ID): Kencana. Karim AA. 2007. Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada Mas’ud RM. 2005. Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta (ID): UII Press. Mintarti, Nana, Kurniadi AR, Utomo PU. 2009. Kajian Perumusan Performance Indicator bagi Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Zakat. Jurnal Zakat & Empowering. 2:19-30. Pramanik AH. 1993. Development and Distribution in Islam. Petaling Jaya: Pelanduk Publications. Pramanik AH. 1998. Poverty from Multidimensional Perspectives: A Micro Level Study of Seven Malaysian Kampungs (Villages). Kuala Lumpur: Cahaya Pantai. Qardawi Y. 2011. Hukum Zakat. Jakarta (ID) : Litera Antarnusa. Shirazi NS. 1994. An Analysis of Pakistan‟s Poverty Problem and Its Allevation through Infaq. PhD Dissertation. International Islamic University, Islamabad. Soedjatmoko. 1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta (ID): LP3ES. Suharto E. 2009. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung (ID): Alfabeta. Tambunan TTH. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Todaro MP, Smith SC. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta (ID): Erlangga. Tsani T. 2010. Analisis Dampak Distribusi Zakat terhadap Tingkat Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatn (Studi Kasus: Pendayagunaan Zakat oleh BAZDA Lampung Selatan). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
27 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN ANALISIS ZAKAT SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN MENGGUNAKAN INDEKS KEMISKINAN CIBEST (Studi Kasus : BAZIS Provinsi DKI Jakarta)
Peneliti : Qonita
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dampak pendayagunaan zakat produktif di BAZIS Provinsi DKI Jakarta terhadap kemiskinan serta sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Institut Pertanian Bogor. Semua informasi yang didapat akan dijaga kerahasiaannya.
Catatan Penting : - Kepala Keluarga, disingkat KK, adalah orang yang memiliki tanggung jawab tertinggi di dalam rumah tangga. (bisa laki-laki atau perempuan) - Anggota Keluarga, disingkat AK, adalah mereka yang hidup dan tinggal bersama KK di kediaman / rumah yang sama.
28 BAGIAN A : INFORMASI PERSONAL 1. Profil Kepala Keluarga Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2.Perempuan
Status Kepala Usia Keluarga 1. Suami/istri 2. Anak 3.Saudara Kandung 4. Orang tua 5. Mertua 6. Kerabat 7. Lain-lain (..........................)
Status Pernikahan 1.Belum menikah 2. Menikah 3. Janda/duda
Pendidikan
Pekerjaan
1.Tidak Pernah Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Diploma 6.Universitas 7. Lain-lain (..................)
1.Tidak Bekerja 2.Ibu Rumah tangga 3.Pelajar/m ahasiswa 4. Pedagang 5. Petani 6.Karyawan 7. Lainnya (...............)
INFORMASI ANGGOTA KELUARGA
2. Keluarga 2.1 Jumlah KK + AK 2.2 Jumlah Tanggungan KK 2.3 Jumlah anak dibawah 15 tahun/belum bekerja/masih sekolah/belum menikah/orang tua, yang tinggal dirumah berbeda namun menjadi tanggungan. 2.4 Jumlah 2.2 + 2.3
Daerah tempat tinggal :
29 BAGIAN B : SUMBER PENDAPATAN 1. Pendapatan Bulanan KK dan semua AK (yang tinggal satu rumah) dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu tahun terakhir. Jenis KK Semua AK (Rp/hari atau Rp/bulan) Jumlah Pendapatan (Rp/hari Pendapatan atau Keluarga Rp/bulan) (Rp/bulan) AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5 Gaji Hasil Berjualan Komisi Upah Jumlah 2. Pendapatan Bulanan KK dan semua AK dalam Rupiah, yang didapat dari sumbangan orang lain (keluarga atau dermawan yang bukan keluarga) dalam satu tahun terakhir jika ada. Sumber KK Semua AK (Rp/bulan) Total Pendapatan (Rp/hari pendapatan AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5 atau keluarga Rp/bulan) (Rp/bulan) Kiriman dari keluarga Bantuan dari orang lain Total 3. Pendapatan bulanan KK dan semua AK yang didapat dari properti/aset yang didapat dalam satu tahun terakhir (jika ada). Sumber KK Semua AK (Rp/bulan) Total Pendapatan Pendapatan (Rp/bulan) AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5 Keluarga (Rp/bulan) Tanah yang disewakan Rumah yang disewakan Peralatan yang disewakan Rekening Bank (tabungan) Total
30 4. Pendapatan bulanan KK dan semua AK yang didapat dari menjalankan pekerjaan sampingan dalam satu tahun terakhir (jika ada). Sumber KK Semua AK (Rp/bulan) Total pendapatan (Rp/bulan) AK AK AK AK AK Pendapatan sampingan Keluarga 1 2 3 4 5 (Rp/bulan) Bertani Beternak Nelayan Pembantu Rumah Tangga Office Boy Tukang Masak Lainnya (...........) Total Total Seluruh Pendapatan rumah tangga dalam satu tahun : Rp
31 BAGIAN C : BANTUAN LEMBAGA AMIL ZAKAT BAZIS 1. Jumlah rutin yang diterima KK + AK dari BAZIS atau lembaga lainnnya (jika ada) Sumber KK (Rp/bulan Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan atau Pendapatan Rp/pemberian) keluarga (Rp/bulan/hari) Bantuan AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5 BAZIS Lainnya (.........) 2. Jumlah bantuan karitatif yang diterima KK+AK dari BAZIS Jakarta selama 1 tahun (konversikan ke Rupiah) Jenis bantuan
KK Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan (Rp/bulan) AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5 keluarga (Rp/bulan)
Biaya kesehatan Beasiswa pendidikan Biaya Perumahan Pakaian Makanan Lainnya (...........) Total 3. Jumlah bantuan berupa modal usaha yang diterima KK+AK dari BAZIS Jakarta. (konversi kedalam rupiah) Jenis bantuan KK Semua AK (Rp/bulan/hari) (Rp/bulan) AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5
Bantuan modal bukan pinjaman Pinjaman Qardul Hasan Bantuan peralatan usaha Pelatihan usaha Lainnya (.........) Jumlah Total dana bantuan zakat dalam satu tahun :
Total Pendapatan keluarga (Rp/bulan)
32
BAGIAN D : PEMBINAAN YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA AMIL ZAKAT BAZIS JAKARTA KEPADA MUSTAHIK 1. Apakah ada pembinaan yang dilakukan oleh BAZIS ? YA /TIDAK 2. Berapa kali periode pembinaan yang dilakukan oleh BAZIS ?
3. Jenis pembinaan yang dilakukan Pembinaan usaha :
Pembinaan Spiritual :
4. Evaluasi pembinaan dari Mustahik
BAGIAN E : TOTAL PENGELUARAN RUMAH TANGGA Jenis KK Semua AK (Rp/bulan) Total Pengeluaran (Rp/bulan) AK 1 AK 2 AK 3 AK 4 AK 5 Pengeluaran Keluarga (Rp/bulan) Sewa rumah Listrik dan air Konsumsi makanan sehari-hari Biaya Sekolah (termasuk uang saku) Utang jatuh tempo Pelunasan pembiayaan Lainnya Jumlah
33 BAGIAN F : EVALUASI KEGIATAN IBADAH RUMAH TANGGA MUSTAHIK SEBELUM DAN SESUDAH MENERIMA DANA ZAKAT 1. Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sebelum menerima dana zakat. Variabel Skala Likert Keterangan 1 2 3 4 5 Shalat Puasa Zakat dan Infak Lingkungan keluarga Kebijakan Pemerintah 2. Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sesudah menerima dana zakat. Variabel Skala Likert Keterangan 1 2 3 4 5 Shalat Puasa Zakat dan Infak Lingkungan keluarga Kebijakan Pemerintah
34 Indikator Kebutuhan Spiritual
1
Shalat
Puasa
Standar
Skala Likert
Variabel
Melarang orang lain shalat
Melarang orang lain berpuasa
2
3
4
Menolak konsep shalat
Melaksanakan shalat wajib tidak rutin
Melaksanakan shalat wajib rutin tapi tidak selalu berjamaah
Menolak konsep puasa
Melaksanakan puasa wajib tidak penuh
Hanya melaksanakan puasa wajib secara penuh
5
Melaksanakan shalat wajib rutin berjamaah dan melakukan shalat sunnah
Melaksanakan puasa wajib dan puasa sunnah
Kemiskinan
Skor ratarata untuk
Zakat dan Infak
Melarang orang lain berzakat dan infak
Menolak zakat dan infak
Tidak pernah berinfak walau sekali dalam setahun
Membayar zakat fitrah dan zakat harta
Membayar rumah tangga zakat fitrah, zakat harta yang secara dan infak/sedekah Spiritual Miskin adalah 3
Lingkungan rumah tangga
Kebijakan Pemerintah
Melarang anggota rumah tangga ibadah
Menolak pelaksanaan ibadah
Menganggap ibadah urusan pribadi anggota rumah tangga
Mendukung ibadah anggota rumah tangga
Membangun suasana rumah tangga yang mendukung ibadah secara bersamasama
Melarang ibadah untuk setiap rumah tangga
Menolak pelaksanaan ibadah
Menganggap ibadah urusan pribadi masyarakat
Mendukung ibadah
Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ibadah
(SV = 3)
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1993 dari ayah Sukri Wakid dan ibu Badratullaela. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SDN 01 Kebon Bawang, Jakarta dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 95 Jakarta. Penulis lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta pada tahun 2011 dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di program studi Ilmu Ekonomi Syariah, departemen Ilmu Ekonomi, fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada kepengurusan Sharia Economics Student Club (SES-C) sebagai staff divisi Eksternal pada periode 2013/2014. Selain itu, penulis juga sempat menjadi anggota UKM Gentra Kaheman pada tahun pertama kuliah. Untuk kegiatan kepanitiaan, penulis aktif di beberapa acara yang ada di kampus, seperti I-share, Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI), Extravaganza, dan lain-lain. Penulis adalah penerima beasiswa dari Marga Jaya pada tahun 2012/2013.