ANALISIS TATANIAGA NENAS PALEMBANG (Kasus Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan
Oleh : Dedy Hermansyah A 14105661
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS TATANIAGA NENAS PALEMBANG (Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan)
Oleh : DEDY HERMANSYAH A 14105661
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Analisis Tataniaga Nenas Palembang (Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan)
Nama
: DEDY HERMANSYAH
NRP
: A 14105661
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Harmini, MSi NIP. 131 688 732
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan : 21 Mei 2008
PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL ”ANALISIS TATANIAGA NENAS PALEMBANG (KASUS DI DESA SUNGAI MEDANG, KECAMATAN CAMBAI, KOTAMADYA PRABUMULIH, PROVINSI SUMATERA SELATAN)” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
Dedy Hermansyah A 14105661
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 16 Oktober 1983. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Alm Bapak Sudirman dan Ibu Aisyah Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SD Muhammadiyah Kotamadya Prabumulih pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri I Kotamadya Prabumulih sampai tahun 1999. Penulis melanjutkan kembali ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Muhammadiyah dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan ke program Diploma III (tiga) dengan program studi Manajemen Agribisnis (MAB), Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada penghujung tahun 2006 penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB. Selama perkuliahan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis (MAB) penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2006, penulis bergabung menjadi anggota Lembaga Studi Islam Mahasiswa Ekstensi Manajemen Agribisnis (L-SIMA) IPB dan pada tahun 2007-2008 penulis dipercaya menjadi ketua Umum (L-SIMA) IPB.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, tiada Tuhan selain Allah, Rabb yang menurunkan Alquran sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Analisis Tataniaga Nenas Palembang (Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan)”. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi saluran tataniaga nenas yang ditelusuri dari daerah sentra produksi sebagai lokasi penelitian serta mempelajari fungsi-fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar yang terjadi dengan menggunakan pendekatan metode analisis marjin pemasaran pada setiap jalur pemasaran nenas dari tingkat produsen hingga pengecer. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini sangat dibutuhkan. Besar harapan semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pembaca pada umumnya. Amin
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Kedua Orang tua tercinta (Mamak dan Alm Bapak), serta adik-adikku tersayang, yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, semangat, dan doa yang tulus dan ikhlas. 2. Ir. Harmini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan masukan-masukan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kesabaran. 3. Ir. Juniar Atmajaya, MS selaku dosen evaluator kolokium yang banyak memberikan masukan dalam perencanaan skripsi 4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji yang telah mengarahkan dan memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Petani nenas di Desa Sungai Medang (Bpk Lukman Syurkowie, Bpk Parden, Kak Heri, Kak Nasrul, dll) atas informasi yang diberikan 6. Bapak Teguh Karono yang telah memberikan informasi dan data-data yang diperlukan selama di lokasi penelitian sehingga penelitian berjalan lancar.
7. Sudarsono yang telah menjadi pembahas dalam seminar dan masukanmasukannya untuk kelancaran skripsi. 8. Dian (L-SIMA), Fajar dan Adi yang telah merelakan peminjaman laptopnya. Semoga amal kebaikannya di balas oleh Allah SWT 9. Ust. Fatih Karim yang selalu menanyakan perjalanan skripsi saya dan motivasinya selama ini. 10. Rekan-rekan seperjuangan di Lembaga Studi Islam Mahasiswa Ekstensi (L-SIMA) IPB yang telah merelakan waktu ku untuk penyelesaian skripsi, selamat berjuang saudara-saudaraku. 11. Rekan-rekanku yang cool n fresh (Jam’an, Nursyam, Sudar, dan Novan) yang tetap memberi semangat dan doanya. 12. Sahabatku Mas Darma Nika Putra, terimakasih atas pertemanannya selama ini semoga Allah SWT membalas budi baiknya 13. Kosan Baihtul Ihsan (BI) (Nursyam, Adi, dan Novan) yang telah menemani dan motivasi dalam penyelesaian skripsi. 14. Sahabat-sahabatku (Rahmad Mustopa, Mas Henson, Kang Irus, dan Mas Wahyu) terimakasih atas motivasi dan doanya. Thank U Very Much 15. Uwak-uwakku dan saudara sepupuku Kak Mon, Yuk Meri, Kak Kisman, dan Yuk Eva atas kesediaan selama ini telah membantu, mendoakan dan direpotkan penulis. 16. Seluruh staf ekstensi dan teman-teman ekstensi serta semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu per satu. Semoga Allah SWT selalu membalas kebaikan anda semua dengan sesuatu yang lebih baik. Amin.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
I.
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................ 1 Rumusan Masalah ........................................................................................... 7 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................... 11
II.
TINJAUAN PUSTAKA Nenas ........................................................................................................... 12 Manfaat Tanaman Nenas................................................................................. 13 Hasil Penelitian Tentang Tataniaga ................................................................ 13
III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis ............................................................................................ 20 Sistem Tataniaga ............................................................................................. 20 Lembaga dan Saluran Pemasaran.................................................................... 22 Fungsi-fungsi Pemasaran ................................................................................ 24 Struktur Pasar .................................................................................................. 26 Perilaku Pasar .................................................................................................. 27 Efisiensi Pemasaran ........................................................................................ 28 Marjin Pemasaran ........................................................................................... 30 Farmer’s Share ................................................................................................ 32 Rasio Keuntungan dan Biaya .......................................................................... 33 Kerangka Operasional ..................................................................................... 33 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 36 Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 36 Metode Pengambilan Sampel.......................................................................... 37 Metode Analisis Data ...................................................................................... 38 Metode Analisis Deskriptif ............................................................................. 38 Analisis Struktur dan Prilaku Pasar ................................................................ 38 Analisis Marjin Pemasaran ............................................................................. 39 Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran .................................................................. 39 Analisis Rasio dan Kentungan Biaya .............................................................. 41 Analisis Farmer’s Share ................................................................................. 41 4.5. Definisi Operasional.............................................................................. 42
i
V.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Krakteristik Wilayah ....................................................................................... 44 Penduduk dan Mata Pencaharian .................................................................... 46 Sarana dan Prasarana....................................................................................... 47 Karakteristik Petani Responden ...................................................................... 47 Karakteristik Pedagang Responden ................................................................ 50 Gambaran Umum Usahatani Nenas ................................................................ 52 Pembibitan ...................................................................................................... 52 Pengolahan lahan ............................................................................................ 53 Penanaman ...................................................................................................... 53 Pemeliharaan ................................................................................................... 54 Pemanenan ..................................................................................................... 55
VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS PALEMBANG Sistem Tataniaga ............................................................................................. 57 Saluran Pemasaran .......................................................................................... 60 Saluran Pemasaran 1 ....................................................................................... 60 Saluran Pemasaran II....................................................................................... 62 Saluran Pemasaran III ..................................................................................... 63 Fungsi-Fungsi Pemasaran Pada Setiap Lembaga Pemasaran ......................... 64 Petani ............................................................................................................... 67 Pedagang Pengumpul Desa (PPD) .................................................................. 68 Pedagang Pengumpul Kota (PPK) .................................................................. 69 Pedagang Besar ............................................................................................... 71 Pedagang Pengecer ......................................................................................... 73 Analisis Struktur Pasar .................................................................................... 74 Jumlah Penjual dan Pembeli dan Mudah Tidaknya Keluar Masuk Pasar ...... 74 Jenis dan Keadaan Nenas di Desa Sungai Medang ......................................... 76 Sumber Informasi ............................................................................................ 77 Analisis Perilaku Pasar.................................................................................... 79 Praktek Pembelian dan Penjualan ................................................................... 79 Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran ...................................................... 80 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran ........................................................... 82 Analisis Marjin Pemasaran ............................................................................. 82 Farmer’s Share ............................................................................................... 86 Rasio Keuntungan dan Biaya .......................................................................... 87 VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................................... 92 Saran ........................................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95 LAMPIRAN ........................................................................................................ 97
ii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Menurut Lapangan Usaha. ................ 1 2. Perkembangan Luas Panen (ha), Produktivitas dan Produksi Nenas di Indonesia 2000-2006 ................................................................................. 4 3. Perkembangan Volume Ekspor Nenas dan Beberapa Komoditi BuahBuahan Indonesia Tahun 2003-2006 ........................................................ 5 4. Luas Panen (ha), Produktivitas dan Produksi (Ton) Nenas Menurut Provinsi Sentra Nenas Tahun 2006 ........................................................... 6 5. Harga Rata-rata Per bulan Nenas Palembang di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta (Januari 2007-Maret 2008) ........................................................... 9 6. Karakteristik dan Struktur Pemasaran Hasil Pertanian ............................. 27 7. Jumlah Wilayah Beserta Luas Daerah Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan. .................................................... 44 8. Luas Lahan Buah-Buahan di Kecamatan Cambai .................................... 46 9. Karakteristik Petani Responden di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih ............................................................. 48 10. Karakteristik Pedagang Responden Komoditas Nenas Palembang .......... 51 11. Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan Oleh Lembaga-Lembaga Pemasaran Nenas di Desa Sungai Medang ............................................... 65 12. Analisis Marjin Tataniga Nenas Pada Saluran 1, 2, dan 3 di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih ............................ 83 13. Farmer’s Share Pada Saluran Tataniaga Nenas........................................ 86 14. Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Saluran Pemasaran Nenas di Desa Sungai Medang, Kotamadya Prabumulih Tahun 2008 ........................... 90
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Konsep Marjin Pemasaran .......................................................................... 31 2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 35 3. Skema Saluran Tataniaga Nenas Palembang di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih .............................................. 57
iv
LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Sifat dan Karakteristik Beberapa Jenis Kultivar Nenas ............................ 98 2. Karakteristik Tujuh Varietas Nenas di Indonesia ..................................... 99 3. Peta Daerah Kota Prabumulih ................................................................. 101 4. Petani Responden di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai Kotamadya Prabumulih Tahun 2008 .................................................... 102 5. Biaya Pemasaran Nenas yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran Pada Saluran 1 ...................................................................... 104 6. Biaya Pemasaran Nenas yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran Pada Saluran 2 ...................................................................... 105 7. Biaya Pemasaran Nenas yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran Pada Saluran 3 ...................................................................... 106 8. Kuesioner Penelitian Terhadap Petani .................................................... 107 9. Kuesioner Penelitian Terhadap Lembaga Pemasaran ............................. 109
v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2007 mencapai 6,5 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Sumbangan tertinggi pertumbuhan ekonomi berasal dari sektor pertanian sebesar 1,3 persen. Perkembangan ekonomi pada triwulan III/2007 menunjukkan bahwa semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor pertanian sebesar 10,2 persen, karena terjadinya pertumbuhan yang cukup tinggi pada produk sub sektor perkebunan (33,7 persen)1. Kontributor sektor pertanian terhadap laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sepanjang tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Menurut Lapangan Usaha (Persentase) Lapangan Usaha
1 2 3 4 5 6 7 8
(1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan Pertambangan dan Pengendalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
9 PDB PDB Tanpa Migas
Triw II 2007 terhadap Triw I 2007
Triw III 2007 terhadap Triw II 2007
Triw III 2007 terhadap Triw III 2006
(2) 6,0
(3) 10,2
-0,5 1,5 4,9 1,9 2,8 4,3 1,8 1,7 2,4 2,7
Sumber pertumbuhan y on y
(4) 8,9
Triw I s/d III 2007 terhadap Triw I s/d III 2006 (5) 4,3
0,3 3,0 3,6 3,2 4,1 5,2 2,1
1,8 4,5 11,7 7,5 6,9 12,5 8,0
3,7 5,0 10,3 8,3 7,4 12,2 7,9
0,2 1,2 0,1 0,5 1,2 0,8 0,7
1,1 3,9 4,0
5,7 6,5 6,9
6,5 6,3 6,8
0,5 6,5 6,4
(6) 1,3
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 1
Sektor Pertanian Kontributor Terbesar Pertumbuhan Ekonomi. www.deptan.go.id 16 November 2007
Hortikultura adalah salah satu sumber pertumbuhan baru pertanian yang sangat diharapkan
peranannya
dalam
menunjang
pembangunan
ekonomi
nasional.
Pengembangan hortikultura dengan menggunakan teknologi maju dan dikelola secara profesional akan membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan pengelola agribisnis, menambah penerimaan daerah dan devisa negara. Pengembangan hortikultura juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan program diversifikasi produk pertanian yang pada akhirnya menambah pangsa pasar serta daya saing, sehingga dapat lebih menguntungkan bagi para pelaku agribisnis, termasuk pelaku agribisnis skala kecil dan menengah, serta pelaku agribisnis pada umumnya (Baharsjah, 1993). Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, mengingat wilayah Indonesia yang sebagian besar iklimnya cocok untuk tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura disini memiliki klasifikasi antara lain : sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias. Keuntungan iklim tropis di Indonesia merupakan keuntungan alamiah dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki iklim sub tropis, sehingga dapat dijadikan sebagai negara penghasil produk buah-buahan tropis terbesar di dunia Saat ini buah telah menjadi komoditas perdagangan internasional. Beberapa jenis buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar internasional diantaranya adalah pisang, mangga, manggis, jeruk, salak, pepaya, nenas, rambutan, durian, semangka, nangka dan duku2. Prospek agribisnis buah-buahan, khususnya nenas
2
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Potensi, Prospek dan Peluang Buah Tropika Nusantara Dalam Menghadapi Pasar Global. www.hortikultura.go.id 28 Maret 2005.
2
sangat cerah, baik di pasar dalam negeri maupun pasar untuk ekspor. Permintaan pasar dalam negeri terhadap buah nenas cenderung terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, semakin baiknya pendapatan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran penduduk akan nilai gizi dari buah-buahan3. Nenas (Ananas cosmosus (L) Merr) sebagai salah satu komoditas buah-buahan berasal dari amerika tropis, yakni Brasil, Argentina dan Peru. Pada saat ini nenas telah tersebar ke seluruh dunia, terutama di sekitar Khatulistiwa. Di Indonesia, tanaman nenas sangat banyak dikembangkan di tegalan dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Daerah penghasil nenas yang terkenal diantaranya Subang dan Bogor (Jawa Barat), Riau, Palembang (Sumatera Selatan) dan Blitar (Jawa Timur). Nenas merupakan salah satu kontributor terbesar dalam perkembangan produksi buah-buahan di Indonesia. Total produksi buah nenas tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 54,34 persen dari tahun 2005. Dari total produksi sebesar 925.082 ton pada tahun 2005 meningkat menjadi 1.427.781 ton pada tahun 2006. Sedangkan persentase luas panen buah nenas tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 114,49 persen dari tahun 2005. Pada tahun 2005 luas panen buah nenas seluas 9.962 hektar meningkat hingga 21.368 hektar pada tahun 2006. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 2.
3
Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Pengembangan Produk Agroindustri Nenas Pada Skala Semi Produksi (Pilot Plant) di Kab. Subang, www.lipi.go.id,1 Februari 2007
3
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Nenas di Indonesia Tahun 2000-2006 Thn
Nenas
Kenaikan/Penurunan Terhadap Tahun Sebelumnya
Luas
Produktivitas
Produksi
Panen
(Ton/ha)
(Ton)
L. Panen Absolut
Produktivitas %
Absolut
Produksi
%
Absolut
%
(Ha) 2000
6.994
562.3
393.299
-
-
-
-
-
-
2001
7.960
621.8
494.968
966
13,81
59.5
10,58
101.669
25,85
2002
9.034
615
555.588
1.074
13,49
-6.8
-1,10
60.620
12,25
2003
7.130
949.6
677.089
-1.904
-21,08
334.6
54,41
121.501
21,87
2004
11.432
621
709.918
4.302
60,34
-328.6
-34,61
32.829
4,85
2005
9.962
928.6
925.082
-1.470
-12,86
307.6
49,53
215.164
30,31
2006
21.368
668.2
1.427.781
11.406
114,49
-260.4
-28.04
502.699
54,34
Sumber :Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008
Nenas merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek yang cerah, karena disamping menghasilkan devisa juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani. Dipilihnya nenas sebagai salah-satu komoditi unggulan, didasarkan pada peta pengembangan agribisnis hasil Riset Unggulan Strategi Nasional (RUSNAS), dan pangsa pasar yang besar dalam ekspor. Indonesia merupakan salah satu Negara pengekspor nenas utama di dunia selain Thailand, Filipina, India, Brazil. Cina, Nigeria, Meksiko, Colombia dan USA. Nenas Indonesia diekspor dalam bentuk segar maupun olahan seperti sirup, dan nenas kaleng. Negara tujuan ekspor nenas Indonesia diantaranya adalah USA, Denmark, Jerman, Singapura, Kanada, Jepang, Korea, Malaysia, Uni Emirat Arab dan Hongkong. Perkembangan volume ekspor nenas Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Tabel 3. Perkembangan Volume Ekspor Nenas dan Beberapa Komoditi Buahanbuahan Indonesia Tahun 2003-2006 No
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pisang Nenas Alpukat Jambu Biji Mangga Manggis Jeruk Pepaya Rambutan Duku Durian Semangka Melon Buah-buahan Lainnya Total buahbuahan
2003
244,652 148,053,124 169,049 76,488
584,500 9,304,511 1,403,781 187,972 603,612 21,044 13,707 16,679 263,832 28,311,484 189,254,435
Volume Ekspor (Kg) 2004 2005
1,197,495 134,953,912 5,416 106,274 1,879,664 3,045,379 2,046,221 524,686 134,772 1,643 -
2006
3,647,027 198,618,964 5,121 15,277 964,294 8,472,770 1,248,559 60,485
4,443,188 219,653,476 4,104 139,842 1,181,881 5,697,879 1,140,737 140,083
-
-
2,911
27,927,156
321,445 58,939,819
2,635 4,392 140,931 29,809,346
171,822,618
272,296,672
262,358,494
-
Sumber : BPS, 2008
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor nenas Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 2003 volume ekspor nenas sebesar 148.053.124 kilogram. Namun pada tahun 2004 volume ekspor nenas mengalami penurunan sebesar 8,84 persen sehingga jumlah yang dapat diekspor Indonesia hanya sebesar 134.953.912 kilogram. Perkembangan volume ekspor kembali mengalami kenaikan pada tahun 2005. Dimana pada tahun tersebut, Indonesia dapat mengekspor sebanyak 198.618.964 kilogram atau terjadi peningkatan sebesar 47,17 persen. Pada tahun 2006 ekspor nenas kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar 219.653.476 kilogram atau sekitar 10,59 persen dibandingkan tahun 2005.
5
Tabel 4. Luas Panen (Ha). Produktivitas, dan Produksi (Ton) Nenas Menurut Provinsi Sentra Nenas Tahun 2006. Nenas Provinsi Luas Panen (Ha) Produktivitas Produksi (Ton) Jawa Barat 3.575 1.721,30 615.375 Lampung Sumatera Selatan Jawa Timur
13.503
225
303.766
910
1.555,40
141.542
1.166
779,4
90.875
Sumber : Departemen Pertanian, 2008
Tabel 4 menyajikan data luas panen, produktivitas, dan produksi nenas selama tahun 2006 menurut beberapa Provinsi sentra utama nenas di Indonesia. Pada tabel tersebut Provinsi Sumatera Selatan menempati urutan ketiga setelah Jawa Barat dan Lampung. Dengan produksi sebanyak 141.542 ton, dan luas panen sekitar 910 hektar serta produktivitas sebesar 1.555,40 ton per hektar pada tahun 2006. Sumatera Selatan merupakan salah satu pemasok utama nenas ke pulau Jawa. Nenas Palembang yang selama ini telah dikenal di kota-kota pulau Sumatera dan Jawa bukan berasal dari kota tersebut, di Palembang tidak terdapat kebun nenas. Nenas tersebut banyak didatangkan dari Ogan Ilir, Prabumulih, Muaraenim, Ogan Komering Ilir, dan kawasan lainnya di Sumatera Selatan4. Desa Sungai Medang adalah salah satu desa yang letaknya di Kecamatan Cambai Kotamadya Prabumulih. Desa ini merupakan sentra utama produksi nenas di kota Prabumulih. Hasil produksi nenas di desa Sungai Medang sebagian besar dijual
4
Nanas, Manisnya Tanaman Selingan. http://www.kompas.com. 10 Maret 2006
6
ke Pulau Jawa terutama Pasar Induk Kramat Jati dan hanya sebagian kecil yang dijual di kota-kota di Sumatera seperti Palembang, Prabumulih, Lubuk-Linggau dan Lahat.
1.2. Perumusan Masalah Nenas Prabumulih atau yang lebih dikenal dengan sebutan nenas Palembang sangat terkenal kelezatannya di berbagai penjuru kota Sumatera dan Jawa. Manisnya rasa dan segarnya kandungan air nenas membuat buah yang daunnya berduri itu banyak dikonsumsi sebagai buah segar dan diolah menjadi campuran masakan5. Kota Prabumulih sebagai sentra utama buah nenas di Provinsi Sumatera Selatan berusaha meningkatkan produksi dan nilai tambah nenas agar dapat meningkatkan pendapatan daerah pada khususnya dan meningkatkan kontribusi pertanian terhadap perekonomian nasional pada umumnya. Pada Tahun 2006 tercatat luas panen nenas di Kota Prabumulih sebesar 114 hektar dengan jumlah produksi sebanyak 15.196 ton. (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Selatan, 2007). Kondisi kebun nenas di kota Prabumulih bukan merupakan kebun yang bersifat monokultur tetapi kebun yang bersifat tumpang sari, sehingga dalam satu kebun terdapat tanaman nenas dengan tanaman lain. Tanaman yang biasanya ditanam dengan tanaman nenas yaitu tanaman karet (Hevea braziliensis) sebagai tanaman utama. Petani sebagai produsen nenas di Desa Sungai Medang belum menganggap nenas sebagai suatu komoditi yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah petani yang mengelola kebun nenas dengan baik, umumnya mereka
5
Nanas, Manisnya Tanaman Selingan. http://www.kompas.com. 10 Maret 2006
7
menganggap berkebun nenas hanya sebagai sampingan, sementara yang menjadi pokok utamanya adalah tanaman karet. Para petani umumnya masih merasa bingung dengan pemasaran nenas karena yang dijual selama ini hanya buah segar yang harganya sangat ditentukan oleh para pedagang. Terbatasnya kemampuan petani dalam pengembangan produk olahan nenas menjadikan kurangnya daya saing yang dimiliki petani sehinnga hanya mendapatkan keuntungan yang kecil dari hasil penjualan. Harga buah nenas yang dijual ditentukan oleh para pedagang dan memposisikan petani sebagai penerima harga (price taker). Posisi tersebut mengakibatkan peran pedagang lebih menonjol dalam menentukan harga dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani. Desa Sungai Medang sebagai penghasil utama buah nenas di kota Prabumulih belum dapat meningkatkan produksinya secara optimal. Hal ini disebabkan petani masih belum berminat untuk meningkatkan jumlah produksi nenasnya. Petani merasa harga yang diterima oleh petani produsen relatif jauh lebih rendah dibanding harga akhir di konsumen. Tabel 5 menyajikan harga rata-rata nenas Palembang per buah menurut bulan di Pasar Induk Kramat Jati. Pada tabel tersebut terlihat bahwa harga nenas Palembang cenderung stabil dikisaran antara 2200 sampai dengan 2600 rupiah per buah. Harga nenas Palembang di Pasar Induk Kramat Jati relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan nenas yang berasal dari Subang, Bogor, Jambi dan Lampung. Hal ini dikarenakan konsumen maupun pedagang lebih menyukai nenas jenis ini selain rasanya yang terkenal sangat manis, ukurannya yang seragam dan tahan lama menjadikan nenas ini sebagai pilihan utama dibandingkan dengan jenis nenas yang
8
berasal dari daerah lain di Indonesia. Berikut disajikan harga rata-rata per bulan buah nenas Palembang di Pasar Induk Kramat Jati pada Januari 2007 hingga Maret 2008 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Harga Rata-rata Perbulan Nenas Palembang di Pasar Induk Kramat Jati (Januari 2007-Maret 2008). Bulan Harga (Rp/butir) Januari 2007 2510 Februari 2650 Maret 2200 April 2315 Mei 2475 Juni 2210 Juli 2450 Agustus 2150 September 2200 Oktober 2400 November 2300 Desember 2450 Januari 2008 2550 Februari 2475 Maret 2675 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati, 2008 (diolah)
Sementara itu harga nenas di tingkat petani produsen berkisar antara 800 sampai 1000 rupiah perbutir (Badan Pusat Statistik Prabumulih, 2007), dan jika dibandingkan dengan harga rata-rata di Pasar Induk Kramat Jati maka ada selisih margin yang cukup besar antara produsen dan pedagang. Harga di tingkat petani apabila ditinjau dengan harga di tingkat pedagang pengecer dan supermarket di Jakarta, dimana harga untuk nenas Palembang dijual sebesar 3500 sampai dengan 4000 rupiah per buah6.
6
Harga Bahan Pokok di Pasar DKI Jakarta. www.jurnalnasional.com. 18 Januari 2008
9
Petani sebagai produsen sekaligus pihak penerima harga (price taker) dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang. Seringkali petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang terlebih dahulu mengetahui harga. Selain itu juga petani tidak memiliki informasi pasar yang lengkap, padahal tinggi rendahnya harga jual nenas tergantung dari informasi pasar. Hal ini menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran. Jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko pada petani, seandainya petani yang menjual langsung kepada konsumen akhir berupa biaya transportasi. Sedangkan apabila menjual hasil-hasil di daerah produksinya, petani menghadapi resiko harga penjualan terlalu rendah. Saluran pemasaran nenas umumnya seperti komoditi pertanian lainnya. Karakteristik saluran distribusinya cenderung memiliki jalur panjang dan bernilai rendah. Akibat dari permasalahan ini, segala perangsang yang membangun usaha nenas secara utuh belum dicapai secara maksimal, dan mengingat masih banyaknya petani yang melakukan diversifikasi dalam berusahatani. Selain itu juga petani belum dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam usaha penyerapan teknologi pasca panennya. Mengacu pada uraian diatas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah saluran tataniaga pada komoditas nenas Palembang di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih sebagai lokasi penelitian? 2) Bagaimana fungsi-fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar yang terjadi? 3) Bagaimana marjin pemasaran pada setiap jalur pemasaran?
10
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi saluran tataniaga nenas yang ditelusuri dari daerah sentra produksi Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih 2) Mempelajari fungsi-fungsi pemasaran serta menganalisis struktur dan perilaku pasar yang terjadi. 3) Menganalisis marjin pemasaran pada setiap jalur pemasaran nenas dari tingkat produsen hingga pengecer.
1.4. Kegunaan Penelitian 1) Petani dan lembaga pemasaran sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kerjasama dan pendapatannya dalam proses tataniaga nenas Palembang. 2) Pemerintah sebagai informasi dan bahan masukan untuk menetapkan kebijakan dalam mencari alternatif pemecahan masalah tataniaga nenas Palembang, khususnya di wilayah Kotamadya Prabumulih. 3) Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian berikutnya.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nenas Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina. Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15 (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik. Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nenas (Lampiran 1) secara ringkas yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia (Lampiran 2) termasuk golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di India Barat, Puerto Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang.
2.2. Manfaat Tanaman Nenas Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nenas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana. Buah nenas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak.
2.4. Hasil Penelitian Tentang Tataniaga Di bawah ini disajikan beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai tanaman pangan dan hortikultura. Tataniaga dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, marjin pemasaran, farmer’s share dan struktur pasar. Analisis sistem tataniaga cabai rawit merah yang diteliti Muklish (2000) di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) struktur pasarnya cenderung tidak bersaing sempurna (oligopoli). Hal ini ditunjukkan dalam perilaku pasar, penentuan harga ditentukan oleh pedagang grosir PIKJ yang mempunyai kekuatan tawar-menawar
13
yang lebih tinggi dibanding pedagang pengecer. Sedangkan struktur pasar pada tingkat pengecer cenderung bersaing sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah penjual, kemudahan memasuki pasar, tidak adanya pembedaan cabai rawit merah. Secara keseluruhan berdasarkan analisis struktur, perilaku dan keragaan pasar cabai rawit merah maka disimpulkan bahwa setiap tataniaga cabai rawit merah di daerah konsumen DKI Jakarta belum efisien. Berdasarkan hasil analisis sebaran marjin tataniaga dapat diketahui bahwa sebaran marjin kurang merata. Hal ini menunjukkan tataniaga cabai rawit merah belum efisien Tataniaga cabai rawit merah dari daerah sentra pare (Kediri) ke Pasar Jatinegara lebih efisien dari pada ke Pasar Tanah Abang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai farmer’s share di Pasar Jatinegara (21.15 persen) lebih besar dibandingkan nilai farmer’s share Pasar Tanah Abang (20.68 persen) Hasniah (2005) melakukan penelitian mengenai sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabuapaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Metode penelitian yang dipergunakan untuk mengidentifikasi saluran tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju adalah melalui penelusuran terhadap saluran tataniaga mulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir sampai ke pedagang pengecer. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan menganalisis saluran tataniaga, fungsifungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. Saluran tataniaga di Desa Sukamaju terdiri dari tiga buah
14
saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga 1 (petani-pedagang pengumpul-pedagang grosir-pedagang pengecer-konsumen), saluran tataniaga 2 (petani-pedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen), saluran tataniaga 3 (petani-pedagang pengecer-konsumen). Struktur pasar yang dihadapi petani pepaya sayur di Desa Sukamaju cenderung bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Petani bertindak sebagai price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Sukamaju adalah oligopsoni. Hal ini terlihat dari adanya hambatan bagi pedagang dari daerah lain untuk keluar masuk pasar. Hambatan tersebut berupa kolusi terselubung diantara pedagang pengumpul yang menguasai pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir adalah oligopoli karena pedagang grosir memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar dan memiliki hambatan untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer yang banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat untuk mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer bebas keluar masuk pasar. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga 3 yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil. Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga 3. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi terdapat pada saluran tataniaga 2. Efisiensi
15
tataniaga pepaya sayur tercapai jika saluran tataniga yang dipergunakan adalah saluran tataniaga 3. Selain itu saluran tataniaga 3 juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani. Lestari (2006) melakukan penelitian tentang analisis tataniaga Bengkuang di
Kecamatan
Prembun,
Kabupaten
Kebumen,
Provinsi
Jawa
Tengah.
Pendistribusian bengkuang Prembun melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul, pedagang antar kota (PAK), pedagang grosir, pedagang pengecer-1 dan pengecer-2. Terdapat enam saluran pemasaran bengkuang Kecamatan Prembun dengan daerah tujuan pemasaran Yogyakarta, Klaten, Bandung, dan Jakarta. Petani melakukan fungsi pemasaran berupa fungsi penjualan, sedangkan fungsi transportasi, pembiayaan, sortasi dan grading kadang-kadang dilakukan. Pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang antar kota, melakukan semua fungsi pemasaran sedangkan untuk fungsi penyimpanan tidak dilakukan. Untuk tingkat pedagang pengecer-1 melakukan semua fungsi pemasaran kecuali pengemasan dan penyimpanan tidak dilakukan. Begitu pula dengan pedagang pengecer-2 yang melakukan semua fungsi pemasaran kecuali pengemasan dan penyimpanan. Pada tingkat pedagang grosir, tidak melakukan fungsi pengemasan dan transportasi namun pada waktu tertentu melakukan fungsi penyimpanan. Struktur yang terjadi bila dilihat secara keseluruhan dari petani dan juga tingkat lembaga perantara menunjukkan bahwa pasar yang terbentuk tidak bersaing sempurna. Hal ini terlihat dari jumlah pedagang yang tidak terlalu banyak dan diferensiasi produk tidak begitu berpengaruh.
16
Hasil analisis marjin pemasaran menunjukkan pada masing-masing lembaga pemasaran terlihat bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda. Sesuai dengan fungsi-fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Marjin terbesar terdapat pada jalur VI dan terkecil terdapat pada jalur II. Secara operasional dari keenam jalur pemasaran yang ada jalur II merupakan jalur yang efisien. Hal ini terlihat dari marjin pemasaran yang rendah, farmer share yang paling tinggi. Vinifera (2006) dalam analisis tataniaga komoditi kelapa kopyor di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses tataniaga kelapa kopyor melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pengecer. Terdapat tiga saluran pemasaran kelapa kopyor, yaitu terdiri dari saluran pemasaran I (petani-pedagang pengumpul I-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen), saluran pemasaran II (petani-pedagang pengumpul Ipedagang pengumpul II-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen), saluran pemasaran III (petani-pedagang pengumpul II-pedagang besar-pedagang pengecerkonsumen). Dari ketiga jalur pemasaran tersebut, saluran yang paling banyak digunakan petani adalah saluran pemasaran II dan saluran pemasaran III yaitu sebanyak 36,67 persen atau sekitar 11 orang petani, sedangkan petani yang menggunakan saluran pemasaran I sebanyak 26,67 persen atau delapan orang petani. Dilihat dari struktur pasar yang ada pada para pelaku tataniaga kelapa kopyor maka untuk pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, dan pedagang
17
pengecer lebih cenderung bersifat pasar bersaing sempurna. Sedangkan untuk pedagang besar cenderung mengarah pada struktur pasar oligopoli. Berdasarkan perhitungan margin pemasaran, saluran pemasaran III memiliki total margin pemasaran yang paling kecil dan memiliki total biaya pemasaran paling kecil diantara ketiga saluran pemasaran lainnya. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi pada analisis tataniaga kelapa kopyor terdapat pada saluran pemasaran III. Bagian terbesar yang diterima oleh petani kelapa kopyor (farmer’s share) juga berada pada saluran pemasaran III. Dengan demikian saluran pemasaran III merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani. Perilaku pasar yang dihadapi, maka dalam praktek penjualan dan pembelian telah terjalin kerjasama yang cukup baik antar lembaga pemasaran sebagai cara untuk menciptakan stabilitas pasar. Penentuan harga antara petani dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II berdasarkan tawar-menawar dan penentuan sepihak dari pedagang, petani sebagai penerima harga (price taker). Harga yang terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pembayaran tunai, sistem panjer, dan sistem pembayaran kemudian. Simamora (2007), meneliti tentang analisis sistem tataniaga pisang. Penelitian ini dilakukan di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Dari hasil penelitiannya terdapat empat saluran tataniaga yaitu : 1) Petani – PPD – Grosir I – Pengecer – Konsumen. 2) Petani – PPD – Grosir II – Pedagang Pengecer – Konsumen. 3) Petani – PPD – Grosir I – Grosir II – Pedagang Pengecer – Konsumen. 4) Petani – Konsumen Lokal. Struktur pasar yang terjadi pada petani, PPD dan pedagang pengecer adalah oligopsoni, sedangkan untuk grosir I dan pedagang grosir II adalah oligopoli.
18
Dalam penentuan harga antara petani dan pedagang sebagian dilakukan tawar menawar dan sebagian lagi langsung ditentukan oleh pedagang terhadap petani karena ada ikatan hutang piutang. Berdasarkan nilai marjin pemasaran maka jalur III adalah yang paling besar dengan nilai marjin Rp. 660 (66.36%) dan diikuti oleh jalur II sebesar Rp. 651.56 (66.08%) dan jalur I sebesar Rp. 607.78 (64.50%) dari rasio keuntungan terhadap biaya jalur I merupakan yang paling besar yaitu Rp. 3.39 dan berada pada tingkat pengecer. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran maka jalur I dikatakan lebih efisien jika dibandingkan jalur II dan III. Pada jalur pemasaran satu total marjinnya sebesar Rp 607.78 atau 64.50 persen lebih kecil jika dibandingkan dengan total marjin saluran kedua sebesar Rp 651.56 atau 66.08 persen dan jalur pemasaran ketiga sebesar sebesar Rp 660.00 atau 66.36 persen dari harga jual pengecer. Sedangkan keuntungan terbesar berada pada jalur pemasaran pertama sebesar Rp 422.79 atau 44.87 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan keuntungan pada jalur pemasaran dua sebesar Rp374.91 atau 38.02 persen, dan pada jalur pemasaran tiga sebesar Rp293.60 atau sebesar 26.52 persen dari harga jual pengecer. Dalam penelitian analisis tataniaga nenas kali ini melakukan penelusuran melalui jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian melibatkan sejumlah lembaga pemasaran. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, serta farmer’s share, yang diamati dari pasar yang menjadi lokasi distribusi produk tersebut.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi (Abbott, 1987). Menurut kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Kohl dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan Fungsi (The Functional Approach), yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian
dan
penjualan),
fungsi
fisik
(penyimpanan,
pengolahan,
dan
pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar). 2) Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach), yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.
3) Pendekatan Perilaku (The Behavioral System Approach). Pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pendekatan perilaku ini terdiri dari pendekatan input-output, power, communication, dan adaptive behaviour sistem. Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell, 1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkoordinasi untuk menciptakan saluran pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan sub-sistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lain. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (communication system), sistem teknis (technical system) dan sistem kekuatan (power system). Communication system adalah sesuatu yang bergerak, berkelanjutan dan sangat berpotensi untuk mengontrol tingkah laku dalam pengambilan keputusan di dalam sistem pemasaran. Communication system terdiri dari interface dan interstage. Interface terjadi pada saat pelaku pemasaran berhadapan dengan pelaku pemasaran yang lain. Interstage adalah jumlah tahapan/tingkatan pelaku pemasaran dalam sistem pemasaran. Power system merupakan suatu kekuatan yang menghubungkan antar pelaku pemasaran dan terjadi pada saat pertukaran dilakukan. Individu pelaku pemasaran dapat memiliki kekuatan tawar-menawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku pemasaran
21
yang lain, sehingga dapat mempengaruhi kegiatan pertukaran pada waktu yang sama. Sedangkan technical system adalah system input-output yang menunjukkan hubungan antara input dan output dalam setiap tahapan (interstage) di sepanjang sistem pemasaran suatu komoditi.
3.1.2. Lembaga dan Saluran Pemasaran Dalam suatu sistem pemasaran, untuk menyampaikan barang dari produsen ke konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang membentuk berbagai saluran pemasaran sebagai saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari titik produsen. Lembaga pemasaran adalah lembagalembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran mulai dari titik produsen ke titik konsumen. Terdapat beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan seorang produsen bila hendak memilih pola penyalur (Limbong dan Sitorus, 1987). Pertimbangan tersebut adalah : 1) Pertimbangan pasar : siapa konsumen rumah tangga atau industri, besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2) Pertimbangan barang meliputi : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan. 3) Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi : sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual.
22
4) Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi : pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya. Produsen adalah golongan yang menghasilkan produk, disamping sebagai pelaku penjualan yang merupakan salah satu fungsi dari pemasaran. Salah satu bagian dari fungsi pemasaran adalah pedagang perantara yang merupakan badan-badan yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen ke konsumen melalui aktivitas jual-beli. Mereka yang memberikan jasa atau fasilitas yang memperlancar fungsi pemasaran yang dilakukan produsen atau pedagang perantara adalah pihak bank, usaha pengangkutan, dan sebagainya yang dikategorikan ke dalam lembaga pemberi jasa. Menurut Saefuddin dan hanafiah (1983) panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada : 1) Jarak antara produsen dan konsumen Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka makin panjang pola saluran yang terjadi. 2) Skala produksi Semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya. 3) Cepat tidaknya produk rusak Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera diterima konsumen.
23
4) Keadaan keuangan pengusaha Pedagang dengan posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.
Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat ditempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat.
3.1.3. Fungsi-fungsi Pemasaran Pendekatan fungsi menurut Kohl dan Uhl (1985) adalah suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana sistem pemasaran dilakukan. Sedangkan Sarma (1985) berpendapat bahwa fungsi-fungsi tataniaga merupakan kegiatan yang mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat dengan jalan: 1) Meningkatkan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi. 2) Meningkatkan kegunaan waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari waktu yang belum diperlukan ke waktu yang diperlukan, misalnya dari waktu panen ke waktu paceklik. 3) Meningkatkan kegunaan bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari bentuk semula ke bentuk yang lebih diinginkan. Pendekatan ini untuk menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam proses pemasaran untuk beberapa aspek fungsional pokok, sehingga seluruh proses
24
pemasaran dapar memberikan gambaran yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdiri dari : 1) Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari komoditas yang dipasarkan. Fungsi pertukaran dari fungsi penjualan terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. 2) Fungsi fisik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu. Fungsi fisik meliputi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan. 3) Fungsi fasilitas adalah kegiatan yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan fungsi grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke daerah pemasaran. Selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga mutu, terutama hasil-hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Pada proses penyimpanan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang dilaksanakan adalah biaya penyimpanan termasuk biaya pemeliharaan fisik gudang, resiko kerusakan selama penyimpanan dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama barang-barang tersebut masih disimpan. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang di daerah konsumen yang sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkut yang tidak sesuai
25
dengan sifat barang yang akan diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu barang yang bersangkutan. Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai ukuran warna, bentuk, kadar air, kematangan, rasa dan kriteria lainnya. Grading adalah tindakan menggolongkan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Kedua fungsi ini memberikan manfaat dalam proses pemasaran, yaitu mempermudah pelaksanaan jual-beli serta mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan.
3.1.4. Struktur Pasar Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan mengenai jumlah perusahaan dalam suatu pasar, deskripsi dan diferensiasi produk serta syarat-syarat kemudahan memasuki pasar serta informasi pasar. Struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya dan jumlah produksi. Empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar : 1) Jumlah atau ukuran perusahaan 2) Kondisi atau keadaan produk 3) Kondisi keluar masuk pasar 4) Tingkat pengetahuan yang dimiliki partisipan dalam pemasaran.
26
Hammond dan Dahl (1977), mencantumkan lima jenis struktur pasar untuk sistem pemasaran pertanian yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik dan Struktur Pemasaran Hasil Pertanian No 1 2
Karakteristik Jumlah Perusahaan Sifat Produk Banyak Standar/homogen Banyak Diferensiasi
3 4
Sedikit Sedikit
Standar Diferensiasi
5
Satu
Unik
Struktur Pasar Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Persaingan murni Persaingan murni Persaingan Persaingan monopolistik monopolistik Oligopoli murni Oligopsoni murni Oligopoli diferensial Oligopsoni diferensiasi Diferensiasi monopoli Monopsoni
3.1.5 Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga serta kerjasama antara lembaga-lembaga pemasaran yang ada. Perilaku pasar adalah pola tindak lanjut pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan strategi pemasaran. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitasi pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut. Perilaku pasar sering juga disebut sebagai saluran tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar tempat lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku suatu pemasaran akan sangat jelas terlihat pada saat beroperasi, misalnya pada saat penentuan harga, lokasi, promosi, penjualan, pembelian dan strategi pemasaran
27
Hammond dan Dahl (1977), keragaan pasar adalah akibat dari struktur dan perilaku pasar yang dalam kehidupan sehari-hari ditunjukkan dengan harga, biaya dan volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari : 1. Harga dan penyebaran ditingkat produsen dan konsumen 2. Marjin pasar dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran
3.1.6 Efisiensi Pemasaran Pemasaran yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002). Dalam mengukur efisiensi pemasaran dapat ditinjau dari input output yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional diukur dari biaya dan margin pemasarannya, sedangkan efisiensi harga dapat diukur melalui korelasi untuk komoditi yang sama diberbagai tingkat pasar. Koefisien korelasi harga yang tinggi atau margin harga yang rendah menunjukkan sistem pemasaran yang satu lebih efisien dari yang lainnya. Tetapi pada kenyataannya konsep ini tidak selalu benar karena ada kalanya dua pasar yang merubah saluran pemasarannya (arus komoditinya) akan menunjukkan korelasi yang rendah walaupun kenyataannya pedagang-pedagang
28
tersebut mungkin beroperasi lebih efisien pada tingkat margin yang minimal. Faktor lain adalah margin mungkin relatif tinggi pada beberapa pasar, dimana integrasinya baik (nilai koefisien korelasinya tinggi). Tingginya margin ini disebabkan oleh jarak satu pasar dengan pasar lainnya cukup jauh sehingga biaya transportasi menjadi tinggi atau adanya kolusi antar pedagang. Pada dua kasus di atas, pasar tersebut dikatakan lebih efisien dari pada yang lainnya. Jadi pada dasarnya analisis margin pemasaran dan korelasi harga merupakan ukuran relatif terhadap koefisien pemasaran. Purcell (1979), mengungkapkan bahwa efisiensi operasional dapat ditunjukkan pada kondisi : 1. Menurunkan biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen 2. Meningkatkan kepuasan konsumen tanpa meningkatkan biaya 3. Meningkatkan biaya dan meningkatkan kepuasan tapi jumlah output lebih besar daripada jumlah input Sementara itu, terdapat tiga kondisi efisiensi harga yaitu : 1. Tersedia alternatif pada konsumen 2. Perbedaan harga yang terjadi merupakan refleksi daripada biaya 3. Perusahaan relatif bebas masuk atau keluar pasar sebagai respon dari laba atau kerugian akibat adanya perbedaan harga
3.1.7. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran. Pengertian margin pemasaran ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani
29
adanya kesenjangan (gap) antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer. Tomek dan Robinson (1990), memberikan dua alternatif dari definisi margin pemasaran, yaitu : 1) Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen 2) Merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut Hammond
dan
Dahl
(1977),
menyatakan
bahwa
margin
tataniaga
menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga ditingkat produen (Pf). Nilai margin tataniaga (value of marketing margin) merupakan perkalian antara margin tataniaga dengan volume produk yang terjual [(Pr-Pf).Qrf] yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge seperti yang terdapat dalam gambar 1. Jadi pendekatan terhadap nilai marjin tataniaga dapat melalui returns to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya, serta dengan pendekatan returns to institution (marketing charge), yaitu pendekatan melalui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen dan pengecer) Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda, hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ketingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar perbedaan harga antara
30
produsen dengan harga ditingkat konsumen. Secara grafik marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut : P
Sr Sf
Pr M Pf Dr Df O Biaya Pemasaran : - Gaji/Upah - Bunga - Sewa - Keuntungan
Qr.f
Q
Lembaga Tataniaga : - Pengumpul - Grosir - Pengecer - Pengolah
Gambar 1. Konsep Marjin Pemasaran Sumber : Hammond dan Dahl, 1977
Keterangan : Pr
: Harga di tingkat pengecer
Sr
: Supply di tingkat pengecer
Dr
: Demand di tingkat pengecer
Qr.f
: Jumlah Keseimbangan ditingkat petani dan pengecer Besarnya marjin pemasaran pada saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan
sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan
31
tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987)
3.1.8. Farmer’s Share Marjin pemasaran bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan tingkat efisiensi pemasaran suatu komoditas ditinjau dari efisiensi operasional dan efisiensi harga. Salah satu indikator lain dengan membandingkan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau biasa disebut Farmer’s share dan sering dinyatakan dalam persen. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah (Fitriah, 2004). Secara matematis Farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut : Fsi =
Pf Pr
x100%
Keterangan : Fsi
= Persentase yang diterima petani
Pf
= Harga di tingkat petani
Pr
= Harga di tingkat konsumen
32
3.1.9. Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya, dengan demikian meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio keuntungan biaya (R/C) =
Li Ci
Keterangan : Li : keuntungan lembaga pemasaran Ci : biaya pemasaran
3.2. Kerangka Operasional Dalam pemasaran nenas yang menjadi persoalan dasar adalah rendahnya harga yang diterima oleh petani dari lembaga pemasaran. Petani sebagai produsen sekaligus pihak penerima harga (price taker). Dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Selain itu, petani tidak memiliki informasi pasar yang lengkap, padahal tinggi rendahnya harga jual nenas tergantung dari informasi pasar hal ini menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran. Petani sebagai produsen tanpa melalui lembaga-lembaga pemasaran yang ada sebenarnya dapat memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Namun yang menjadi kendala bagi petani selama ini, adalah produk yang dijual sifatnya mudah rusak (bulky), dan cepat busuk. Kendala lain adalah jauhnya lokasi pemasaran dari areal petani sehingga menggunakan penanganan, baik dari penyimpanan, pengangkutan, dan
33
bongkar muat. Disamping itu, hal lain yang terjadi apabila petani menjual langsung ke konsumen adalah biaya yang tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memperlancar penyaluran nenas dari produsen ke konsumen disebut dengan fungsi tataniaga, yang terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Kegiatan tataniaga dari petani, lembaga perantara dan konsumen menghasilkan pembentukan harga yang berpengaruh terhadap struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis struktur pasar mengkaji jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk yang diperjualbelikan dan kebebasan keluar masuk pasar. Perilaku pasar dapat diketahui dari praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran, kerjasama diantara lembaga pemasaran yang terlibat. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga dapat dilihat melalui analisis struktur pasar, perilaku pasar, analisis saluran pemasaran, marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya. Untuk melihat apakah sistem tataniaga nenas ini sudah efisien maka dilakukan analisis marjin pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Untuk mengetahui perolehan petani digunakan analisis farmer’s share dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Hal lain yang juga menentukan tingkat efisiensi adalah volume penjualan dan cakupan pasar yang dituju, dimana semakin banyak jumlah nenas yang dijual dan semakin banyaknya pasar tujuan maka sistem tataniaga akan semakin lebih efisien. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dihat pada Gambar 2.
34
-
Petani sebagai price taker Perbedaan marjin harga yang signifikan Produk yang bersifat bulky Kenaikan harga tidak sampai ke petani Informasi harga belum tersedia Terbatasnya kemampuan petani dalam pengembangan produk olahan nenas Belum adanya agroindustri di lokasi sentra produksi
-
Lembaga Tataniaga : Pedagang pengumpul desa Pedagang pengumpul kota Pedagang besar Pedagang pengecer -banyak pilihan buah selain buah nenas
Jarak, Biaya dan Volume Penjualan
Jarak, Biaya dan Volume Penjualan
Petani
Konsumen Pembentukan Harga Berpengaruh terhadap :
Struktur
Marjin
Perilaku
Parameter : - analisis saluran dan lembaga tataniaga - analisis fungsi-fungsi pemasaran - analisis struktur pasar - analisis perilaku pasar - analisis marjin pemasaran - analisis farmer’s share - analisis rasio keuntungan dan biaya - volume penjualan dan pasar tujuan
Keterangan : a = arus barang satu arah b = informasi dua arah c = arus uang satu arah
Evaluasi efisiensi tataniaga
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
35
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan yang dijadikan dasar sebagai studi kasus. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kotamadya Prabumulih merupakan salah satu sentra produksi nenas di Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan pemilihan Desa Sungai Medang karena daerah tersebut merupakan penghasil buah nenas terbesar di Kotamadya Prabumulih. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi), wawancara sekaligus pengisian kuisioner dengan para petani dan lembagalembaga pemasar yang terlibat. Data primer yang diperoleh dari lembaga pemasaran mencakup biaya-biaya yang harus dikeluarkan, harga beli dan harga jual. Data sekunder diperoleh dari tinjauan pustaka dan berbagai macam literatur pendukung serta beberapa model penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan kegiatan penelitian ini. Data sekunder yang menyangkut data produksi diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian,
Direktorat Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Dinas Pertanian Kotamadya Prabumulih.
4.3. Metode Pengambilan Sampel Pemilihan
sampel
petani
dilakukan
secara
sengaja
(purposive).
Karakteristik petani Desa Sungai Medang cenderung homogen dilihat dari luas kepemilikan lahan, jenis komoditi yang ditanam, sumber pembelian sarana/alat produksi usahatani, kondisi lahan dan pemukimannya yang jauh dari jalan utama desa, merupakan alasan penulis memberi frame sampel berdasarkan nama petani penerima
bantuan
saprotan
(sarana
produksi
tanaman)
pada
proyek
pengembangan perkebunan nenas di Kota Prabumulih. Jumlah petani yang ada pada daftar berjumlah 60 orang, maka dilakukan penarikan sampel sebanyak 32 orang petani yang dipilih secara random. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka jumlah petani sebanyak 32 orang dianggap telah mewakili populasi petani di Desa Sungai Medang. Penentuan sampel untuk lembaga pemasaran nenas Palembang dilakukan secara sengaja sesuai jumlah lembaga yang terlibat. Sampel diambil dengan metode snow ball sampling dengan cara mengikuti alur pemasaran hingga produk (nenas Palembang) sampai pada konsumen. Lembaga Pemasaran yang diwawancarai dipilih berdasarkan alur pemasaran nenas dari Desa Sungai Medang, yang terdiri dari pedagang pengumpul desa (PPD) sebanyak empat orang, pedagang pengumpul kota (PPK) sebanyak tiga orang, pedagang besar sebanyak tiga orang, dan pedagang pengecer sebanyak lima orang..
37
Agar dapat diperoleh informasi yang akurat, penelitian ini diperkuat dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan baik di tingkat petani maupun di setiap lembaga pemasarannya. Pemilihan sampel dilakukan secara sengaja berdasarkan informasi yang didapat dari hasil survei awal dan wawancara dengan beberapa aparat yang ada di Desa Sungai Medang maupun di tingkat Kecamatan dan Kota.
4.4. Metode Analisis Data Ada beberapa metode analisis yang digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi komponen-komponen yang ada di dalamnya. Beberapa metode analisis tersebut adalah metode analisis deskriptif, metode analisis saluran pemasaran, metode fungsi-fungsi pemasaran, metode analisis struktur pasar, metode analisis perilaku pasar, metode analisis marjin pemasaran, metode analisis farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. 4.4.1 Metode Analisis Deskriptif Metode analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan secara kualitatif kondisi pemasaran buah nenas. Selanjutnya pendeskripsian kondisi ini juga disajikan di dalam bentuk tabel dan gambar. 4.4.2. Analisis Struktur dan Prilaku Pasar Untuk mengetahui struktur pasar buah nenas dapat dilihat berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi-fungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, informasi harga pasar yang terjadi.
38
Perilaku pasar buah nenas dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, sistem penentuan dan pembayaran harga. Struktur pasar dapat dilihat dengan mengetahui jumlah petani dan penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi dan keadaan produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta perubahan informasi harga pasar. 4.4.3. Analisis Marjin Pemasaran Analisis margin pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran buah nenas. Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Limbong dan Sitorus (1987), menyatakan bahwa marjin pemasaran terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan pemasaran yang dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut : Mi = Ci + п Keterangan : Mi = marjin pemasaran pada lembaga ke-i Ci = biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga ke-i П = keuntungan yang diperoleh lembaga ke-i 4.4.4. Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran dapat dilihat dari masing-masing fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan nenas dari produsen ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Analisis ini diperlukan yakni untuk mengetahui fungsi-
39
fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat, perhitungan kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Fungsi fisik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
Fungsi
fasilitas
adalah
kegiatan
yang
ditujukan
untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubngan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Adapun fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi yaitu standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke daerah pemasaran. Selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga mutu, terutama bagi hasil-hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Pada proses penyimpanan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang dilaksanakan adalah biaya penyimpanan termasuk biaya pemeliharaan fisik gudang, resiko kerusakan selama penyimpanan dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan selama barang tersebut masih disimpan. Fungsi pengangkutan berfungsi untuk menyediakan barang di daerah konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkutan dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu dari barang yang bersangkutan. Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai ukuran warna, bentuk, kadar air, kematangan, rasa dan kriteria
40
lainnya. Sedangkan grading adalah tindakan menggolongkan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Fungsi standarisasi dan grading memberikan manfaat dalam proses pemasaran yaitu mempermudah pelaksanaan jual-beli serta mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan. 4.4.5. Analisis Rasio Kentungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya (analisis L/C Ratio) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan biaya (R/C) =
Li Ci
Keterangan : Li : keuntungan lembaga pemasaran Ci : biaya pemasaran 4.4.6. Analisis Farmer’s Share Pendapatan yang diterima petani farmer’s share merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut:
Fsi =
Pf Pr
x100%
Keterangan : Fsi
= Persentase yang diterima petani
Pf
= Harga di tingkat petani
Pr
= Harga di tingkat konsumen
41
Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang), maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit, karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara margin pemasaran dengan bagian yang diterima petani. Semakin besar margin maka penerimaan petani relatif kecil.
4.5. Definisi Operasional
Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lembaga Pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi pemasaran melalui proses pendistribusian nenas dari produsen ke konsumen, seperti : a) Petani nenas adalah sejumlah petani responden yang memiliki usahatani nenas, memproduksi dan melakukan penjualan nenas. b) Pedagang pengumpul desa (PPD) disebut juga pedagang pengumpul tingkat I yang melakukan pembelian langsung dari satu atau lebih petani responden dan menjual kembali ke pedagang pengumpul selanjutnya. Biasanya pedagang ini bertempat tinggal dekat dengan daerah produksi. Volume barang yang dijual biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan PPK serta pasar tujuan yang terbatas hanya di kawasan kota Prabumulih. c) Pedagang pengumpul kota (PPK) disebut juga pedagang pengumpul tingkat II yang membeli barang dagangannya dari satu atau lebih pedagang pengumpul desa (PPD) atau petani dan menjual kembali dagangannya ke
42
pedagang besar/grosir. Volume barang yang dijual biasanya lebih besar dibandingkan dengan PPD serta pasar tujuan untuk memenuhi konsumen Pulau Jawa. Pedagang ini bertempat tinggal jauh dari lokasi sentra produksi dan berada di kawasan kota. d) Pedagang besar/grosir adalah pedagang responden yang melakukan pembelian barang dagangan dari satu atau lebih pedagang pengumpul kota (PPK) untuk dijual kembali ke pedagang pengecer. e) Pedagang pengecer adalah pedagang responden lokal dan non lokal yang memperoleh barang dagangan dari pedagang pengumpul desa (PPD) maupun pedagang besar/grosir untuk dijual kepada konsumen akhir dan biasanya bertempat tinggal jauh dari sentra produksi. 2. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang sama. Marjin pemasaran ini terdiri dari penjumlahan seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran dalam proses penyaluran. 3. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung dalam pemberian jasa kegiatan pemasaran. Biaya dihitung dengan merata-ratakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh setiap responden lembaga pemasaran. Satuan yang digunakan adalah rupiah per buah (Rp/buah) dan komponen biaya yang diperhitungkan mencakup biaya pengangkutan, biaya penyusutan, biaya bongkar muat, biaya pengemasan dan biaya retribusi. 4. Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran ini.
43
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Karakteristik Wilayah Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Medang Kecamatan Cambai Kotamadya Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan. Daerah ini memiliki potensi lahan yang sangat baik untuk budidaya dan pengembangan perkebunan nenas. Desa Sungai Medang adalah satu desa yang potensial sebagai penghasil nenas di Kecamatan Cambai. Kecamatan Cambai dahulunya masuk ke wilayah Kabupaten Muara Enim, seiring berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota Prabumulih yang mana dalam peraturan tersebut Desa Cambai berubah statusnya menjadi Kecamatan Cambai dan termasuk kedalam bagian kota Prabumulih. Jumlah wilayah yang masuk Kecamatan Cambai yaitu terdiri dari enam desa dan satu Kelurahan seperti dalam Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Jumlah Wilayah Beserta Luas Daerah Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan. No Nama Daerah Luas Daerah (Ha) 1 Kelurahan Cambai 1.200 2 Desa Sindur 1.205 3 Desa Pangkul 1.519 4 Desa Muara Sungai 1.500 5 Desa Sungai Medang 2.019 6 Desa Tanjung Telang 1.200 7 Desa Payu Putat 1.529 Jumlah 10.172 Sumber : Data Monografi Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih 2007 Kecamatan Cambai merupakan salah satu bagian dari kota Prabumulih yang tediri dari beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Rambang Kapak Tengah (RKT), Kecamatan Prabumulih Timur dan Kecamatan Prabumulih Barat.
Peta daerah Kota Prabumulih dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk mencapai wilayah Kecamatan Cambai dari pusat Kota Prabumulih dapat ditempuh dengan memakai kendaraan angkot maupun kendaraan bus dan ojek dengan jarak tempuh 10 Km (± 8 menit) sedangkan jarak dari ibukota Provinsi Sumatera Selatan ± 95 Km. Posisi geografis Kota Prabumulih yaitu terletak antara 1040 7 sampai 1060 19 BT dan 30 sampai 40 LS dengan ketinggian tempat 340 mdpl dengan perbatasan daerah sebagai berikut : Sebelah utara
: Kecamatan Lembak dan Kecamatan Tanah Abang Kabupaten Muara Enim
Sebelah Timur : Kecamatan Lembak dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim Sebelah Selatan : Kecamatan Rambang Lubai Kabupaten Muara Enim Sebelah Barat
: Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim
Desa sungai Medang secara administratif merupakan salah satu dari 7 desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Cambai dengan luas wilayah 2.019 Ha. Topografi tanah di Desa Sungai Medang pada umumnya yaitu mempunyai jenis tanah podsolik merah kuning dan ketinggian tempat 360 mdpl dengan suhu harian berkisar antara 26-320 C, kondisi alam tersebut memenuhi kriteria daerah yang cocok untuk komoditas perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan nenas akan tetapi dari teknik budidaya memerlukan penggunaan pupuk anorganik (Urea, TSP dan KCL) yang relatif banyak.
45
Sebagian besar lahan di Desa Sungai Medang digunakan sebagai lahan perkebunan yaitu seluas 1.645 Ha atau mencakup 81,5 persen dari keseluruhan lahan yang ada. Sedangkan untuk pemukiman penduduk, bangunan pemerintahan serta sekolah dan sarana prasarana lainnya mengambil porsi luasan sebesar 28,5 persen. Buah-buahan yang ditanam di Desa Sungai Medang antara lain nenas, semangka, pisang, jeruk, durian dan duku. Potensi tanaman nenas di Desa Sungai Medang cukup tinggi dengan luasan lahan sekitar 175 ha. Tabel 8 menunjukkan luas tanaman buah-buahan di Kecamatan Cambai. Tabel 8. Luas Lahan Buah-buahan di Kecamatan Cambai No 1 2 3 4 5 6 7
Desa Cambai Sindur Pangkul Muara Sungai Sungai Medang Tanjung Telang Payu Putat Jumlah
Nenas 10 60 85 23 175
Semangka 5 12 17 8 4
Luas Lahan (ha) Pisang Jeruk 12 2 15 4 17 6 7 3 13 2
Durian 2 1 3 3 4
Duku 4,5 1,2 1,3 6 0,5
74
6
9
1
3
8,25
25 452
1 53
25 98
5 23
30 46
16,5 38,25
Sumber : Dinas Pertanian Kota Prabumulih, 2004
5.2 Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk Desa Sungai Medang sampai akhir tahun 2007 berjumlah 5.326 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 2.615 jiwa dan penduduk perempuan 2.663. Kecamatan ini mempunyai kepadatan penduduk sebesar 212 jiwa per km2. Dari total jumlah penduduk sebesar 5.326 jiwa tersebut, jumlah penduduk usia kerja (15-55 tahun) adalah 3.645 jiwa atau 68 persen, sedangkan usia anak-anak dan manula sebanyak 1.681 jiwa atau 32 persen.
46
Mata pencaharian penduduk Desa Sungai Medang sebagian besar adalah di bidang pertanian. Petani dan buruh tani mendominasi sebagian besar mata pencaharian penduduk setempat yaitu sebesar 3.052 atau sebesar 83 persen dari total penduduk usia kerja. Disamping bertani sebagian penduduk juga berprofesi sebagai pedagang/wiraswasta sebesar 10,5 persen serta berprofesi sebagai PNS sebesar 3,5 persen. Sedangkan untuk profesi lainnya mencapai proporsi 3 persen.
5.3 Sarana dan Prasarana Sarana transportasi yang terdapat di Desa Sungai Medang adalah jalan raya beraspal yang menghubungkan dengan ibu kota kecamatan serta beberapa jalan berbatu hingga jalan tanah yang menghubungkan antar desa dan bagian dalam desa. Sedangkan jenis sarana transportasi yang dimanfaatkan terdiri dari angkutan kota, ’ojeg’ sepeda motor serta mobil pick up untuk angkutan barang. Akses ke pusat kota cukup mudah, sebab angkutan berupa ’ojeg’ sepeda motor tersedia sepanjang hari. Untuk sarana pendidikan terdiri dari gedung TK (Taman Kanak-Kanak), gedung SD (Sekolah Dasar), Gedung SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) serta sarana dan prasarana umum lainnya seperti posyandu, tempat ibadah dan sarana olahraga.
5.4 Karakteristik Petani Responden Metode pengumpulan data dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan kondisi usahatani yang relatif seragam. Petani responden dipilih sebanyak 32 orang dalam satu desa. Nama-nama petani responden di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih dapat dilihat pada lampiran
47
4. Dari hasil wawancara dengan petani responden diperoleh data yang menunjukkan bahwa umur petani responden di Desa Sungai Medang dimulai dari umur 20 sampai dengan 60 tahun, dengan pengalaman berusaha tani didapatkan dari orang tua karena mengusahakan perkebunan karet sebagai mata pencaharian utama sedangkan berkebun nenas hanya sebagai sampingan selama tanaman karet belum menghasilkan atau masih berusia muda. Data mengenai komposisi umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Petani Responden di Desa Cambai, Kotamadya Prabumulih Umur (Tahun) Jumlah orang Umur ≤ 25 tahun 26 - 45 tahun ≥ 46 tahun Tingkat pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD/ SR Tamat SLTP/ Tsanawiyah Tamat SLTA/ Aliyah PT Tingkat pengalaman ≤ 5 tahun ≥ 6 tahun
Sungai Medang,
Kecamatan
Persentase (%) 4 19 9
12.5 59,37 28,12
2 24 2 4 -
6,25 75 6,25 12,5 -
4 28
12,5 87,5
Luas Lahan Garapan 0.5 – 1 Ha > 1 Ha Sumber : Data Primer diolah, 2008
14 18
43,75 56,25
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa usahatani nenas dapat dikembangkan oleh sebagian besar petani tanpa memandang usia. Namun faktor umur juga mempengaruhi produktivitas kerja seseorang petani. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih dinamis, memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan berani mengambil resiko sedangkan petani yang lebih tua biasanya mempunyai
48
pengalaman dalam berusahatani dan baik dalam menganalisis tentang adanya resiko. Dari 32 orang petani responden 59 persen petani berumur 26 sampai 45 tahun. 28 persen petani berumur diatas 45 tahun sedangkan petani yang berumur dibawah 25 tahun sebesar 12,5 persen. Di daerah penelitian kurangnya petani yang relatif muda ( ≤ 25 tahun) itu disebabkan ketertarikan pada usahatani dan cenderung memilih pekerjaan lain dari pada berusahatani Dari 32 orang petani responden kebanyakan hanya mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 24 orang, dua orang lulus SLTP, empat orang lulus SLTA, dan ada dua orang yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan yang baik merupakan salah satu faktor penting yang akan mempermudah petani dalam menerima informasi dan petunjuk tentang cara mengelola serta mengembangkan komoditas pertanian ini. Jenis kelamin responden yang diambil yaitu kebanyakan dari laki-laki karena sebagai kepala rumah tangga, untuk perempuan sebagai pembantu suami terutama untuk mengumpulkan hasil nenas pada saat panen. Dalam pengerjaan kegiatan pertanian dilaksanakan bersamaan dengan anggota keluarga lainnya. Pengalaman bertani juga sangat mempengaruhi keberhasilan usahatani nenas. Para petani responden yang sudah lama tekun dalam usahatani nenas akan lebih mengerti dan memahami cara budidaya yang baik, namun tetap saja para petani masih menggunakan teknik yang sangat tradisional secara turun-temurun. Luas penggunaan lahan usahatani nenas yang dimiliki petani responden beragam yaitu mulai dari 0,5 ha atau lebih dari 0,5 ha. Lahan perkebunan yang dimiliki petani responden statusnya kebanyakan hak milik. Kepemilikan lahan
49
tersebut dibeli atau warisan dari orang tua petani tersebut. Alasan petani melakukan usahatani nenas dikarenakan tanaman ini cocok sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman karet yang masih berusia muda (1-5 tahun). Selain itu, usaha ini sudah bersifat turun temurun yang dapat memberikan tambahan penghasilan yang cukup menguntungkan dari hasil panennya. Hambatan yang dihadapi petani dalam usahatani ini adalah serangan hama yang umumnya sering menyerang tanaman nenas serta fluktuasi harga jual yang tidak menentu setiap saat.
5.5 Karakteristik Pedagang Responden Pedagang responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 15 orang pedagang yang terdiri dari empat pedagang pengumpul desa, tiga pedagang pengumpul kota, tiga orang pedagang besar/grosir yang terdiri dari dua pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kramat Jati dan satu pedagang besar/grosir di Pasar Cikupa Tangerang, dua pedagang pengecer lokal dan tiga pedagang pengecer di Jakarta dan tangerang. Empat pedagang pengumpul desa semuanya berasal dari Desa Sungai Medang. Tiga pedagang pengumpul kota semuanya berasal dari kota Prabumulih. Dua pedagang besar/grosir berasal dari Pasar Induk Kramat Jati dan satu pedagang besar/grosir berasal dari Pasar Cikupa Tangerang. Dua pedagang pengecer lokal yang ada di kawasan kota Prabumulih. Dan tiga pedagang pengecer di Pulau Jawa yang terdiri dari dua pedagang pengecer yang berada di kawasan Jakarta dan satu pedagang pengecer di kawasan Tangerang. Masing-
50
masing individu dari setiap lembaga pemasaran ini memiliki berbagai karakter yang sangat berpengaruh terhadap kinerja dan usaha yang dilakukan. Tabel 10. Karakteristik Pedagang Responden Komoditas Nenas Palembang Karakteristik PPD Orang
% Umur 26 – 45 tahun 1 25 ≥ 46 tahun 3 75 Pendidikan Tamat SD 3 75 Tamat SLTP Tamat SLTA 1 25 Pengalaman ≤ 10 tahun 2 50 ≥ 11 tahun 2 50 Sumber : Data Primer diolah, 2008
Pedagang Responden PPK Grosir Orang Orang % %
Pengecer %
Orang
3 -
100 -
3 -
100 -
4 1
80 20
2 1
66.67 33,33
1 2
33,33 66,67
2 3
40 60
3
100
2 1
66,67 33,33
2 3
40 60
Dalam menjalankan suatu usaha pengalaman sangat dibutuhkan, karena dengan pengalaman orang yang menjalankan suatu usaha dapat dengan cepat mengidentifikasi segala kemungkinan yang ada, baik peluang maupun resiko yang akan dihadapi. Dari Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase pengalaman berdagang yang paling besar adalah pada tingkat pedagang pengumpul kota (PPK) sebesar 100 persen. Disamping pengalaman yang dimiliki masing-masing pedagang responden, juga tidak lepas dari pendidikan yang dimiliki. Tingkat pendidikan yang paling tinggi terdapat pada pedagang pengecer yaitu sebesar 60 persen merupakan lulusan Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan selebihnya merupakan lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
51
5.6 Gambaran Umum Usahatani Nenas Budidaya tanaman nenas terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan penyiangan serta pemanenan. 5.6.1
Pembibitan Pembibitan nenas biasanya dilakukan oleh petani sendiri atau dari petani
lainnya. Selama ini petani nenas di lokasi penelitian tidak membeli bibit untuk usahatani nenas yang mereka lakukan. Petani responden biasanya mendapatkan bibit yang berasal dari anakan dari tanaman yang sebelumnya atau berasal dari petani lain tanpa harus membeli. Jenis varietas yang banyak dibudidayakan di Desa Sungai Medang adalah jenis nenas Palembang yang termasuk varietas Queen. Proses pembibitan nenas dapat dilakukan sekaligus pada saat pemanenan ataupun tidak bersamaan dengan proses pemanenan. Pemilihan dan pengumpulan bibit yang dilakukan secara bertahap karena pertumbuhan tunas nenas tidak seragam. Pemilihan bibit harus memperhatikan syarat-syarat bibit yang baik yaitu tunas yang sudah cukup besar namun tidak tua. Bibit nenas tersebut kemudian dikumpulkan di suatu lokasi lahan yang memperoleh panas matahari yang cukup. Bibit tersebut sebaiknya dijemur dengan posisi terbalik selama kurang lebih 2 minggu. Meskipun pada kenyataannya seringkali petani hanya menjemur bibit nenas selama tiga hari. Penjemuran bibit nenas ini bertujuan untuk mengurangi jumlah tanaman yang mati setelah ditanam. Jika bibit nenas tidak dijemur terlebih dahulu, seringkali tanaman nenas mengalami kebusukan setelah ditanam. Melalui penjemuran bibit hingga kering, petani dapat melihat bibit nenas yang bagus dan mana yang potensial mengalami
52
kebusukan sehingga petani bisa memilih bibit yang bagus saja untuk ditanam. Untuk kegiatan pembibitan harus menggunakan parang yang tajam supaya bibit yang dipotong tidak busuk. 5.6.2
Pengolahan lahan Pengolahan lahan dilakukan sendiri oleh para petani dengan menggunakan
cangkul agar tanah subur dan gembur kembali pada saat akan ditanami. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 25-30 cm atau dibajak sebanyak dua kali kemudian digaru sebanyak dua kali sehingga tanah kelihatan rata, setelah digaru dibuatkan bedengan. Pada saat ini pula para petani memberikan pupuk kandang. Bedengan yang biasa dibuat oleh para petani adalah bedengan dengan jarak antar barisan 100-120 cm dan jarak tanam dalam barisan 30-50 cm. 5.6.3
Penanaman Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya bibit ditanam sedalam 5-10
cm dalam bedengan yang telah disediakan. Pada saat penanaman, bibit nenas dikelompokkan berdasarkan ukuran bibit supaya memudahkan pemeliharaan dan saat panen. Cara penanaman bibit nenas tidak boleh terlalu dalam atau terlalu dangkal. Bibit nenas ditanam sampai helai daun yang pertama bagian bawah. Jika bibit ditanam terlalu dalam, maka pertumbuhan nenas menjadi lambat. Sebaliknya jika bibit ditanam terlalu dangkal, maka akar tanaman nenas menjadi kurang kuat. Waktu menanam nenas yang baik adalah pada waktu permulaan musim penghujan yaitu bulan Oktober-November, sehingga dapat diharapkan tanah dalam keadaan yang cukup lembab, selain itu agar pengairan tidak terlalu berat. Seringkali petani perlu melakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati, tumbuh abnormal, dan terserang hama dan
53
penyakit berat. Kebutuhan bibit untuk penyulaman berkisar antara 5-20 persen dari total bibit yang ditanam. Kegiatan tersebut mulai dilakukan sejak tanaman berumur 1-2 bulan setelah tanam. 5.6.4
Pemeliharaan Salah satu kegiatan pemeliharaan yaitu penyiangan. Penyiangan biasa
dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Penyiangan dilakukan secara manual, yakni dengan menggunakan kored. Kegiatan ini bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma. Gulma atau rumput yang telah tercabut biasanya tidak disingkirkan dari lahan, namun justru dikumpulkan dan ditumpuk di sekitar tanaman sehingga nantinya berubah menjadi kompos. Pengendalian gulma secara kimiawi tidak dilakukan oleh petani karena dianggap tidak ramah lingkungan. Sedangkan pengendalian gulma secara mekanis juga tidak mungkin dilakukan karena kondisi lahan dan ketiadaan alat. Pada saat melakukan penyiangan, secara tidak langsung petani juga melakukan penggemburan tanah di sekitar tanaman serta pemupukan melalui kompos yang dihasilkan dari gulma yang telah disiangi. Tanah yang ada disekitar tanaman dibalikkan dan bongkahan-bongkahan tanahnya dihancurkan. Dengan menggunakan kored, petani tidak perlu khawatir akan melukai tajuk tanaman pada saat menggemburkan tanah. Di samping itu petani cukup terbantu dengan kondisi tanah yang belum terlau padat karena kegiatan tersebut dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Petani
responden
dilokasi
penelitian
sepenuhnya
mengandalkan
pertumbuhan nenas pada kesuburan tanah. Petani hanya memberikan pupuk kompos yang berasal dari dedaunan atau rerumputan yang ada di sekitar lahan.
54
Sedangkan pilihan untuk menggunakan pupuk kimia tidak dilakukan oleh petani karena penggunaan pupuk kimia dianggap semakin lama dapat menurunkan kualitas tanaman nenas dan membuat petani tergantung pada pemakaian pupuk kimia yang terus meningkat serta alasan tingginya harga pupuk kimia. Untuk kegiatan pengairan, petani mengandalkan pada air hujan. Beberapa masalah yang sering dihadapi oleh petani berkaitan dengan serangan hama dan penyakit antara lain babi, tikus, dan kering pucuk. Petani hampir tidak melakukan tindakan apapun untuk menghadapi serangan babi dan tikus. Biasanya petani hanya menunjukkan sarang babi kepada para pemburu babi liar. Selebihnya petani hanya bisa pasrah ketika serangan babi dan tikus merajalela. Serangan dari babi liar biasanya membongkar tanaman nenas dan memakan buahnya. Sedangkan tikus biasanya hanya mengerat buah nenas. Untuk menghadapi serangan kering pucuk, yang biasanya disebut sebagai hama merah, petani biasanya mencabut tanaman yang sudah terserang. Daun tanaman yang terserang pada awalnya berwarna kemerahan dan lama-kelamaan mengering pucuknya, lalu seluruh tanaman akan mengering dan mati. Petani juga belum mengetahui penyebabnya, apakah karena suatu hama atau penyakit tertentu dan bagaimana cara penanggulangannya. 5.6.5
Pemanenan Pemanenan buah nenas biasanya dilakukan sendiri oleh petani yang
bersangkutan. Panen nenas Palembang dilokasi penelitian pada umumnya mulai dapat dilakukan setelah tanaman berusia 18-24 bulan. Hal ini disebabkan karena bibit yang ditanam sebelumnya berasal dari tunas batang dan tunas akar. Di samping itu, ukuran tunas juga mempengaruhi cepat lambatnya umur panen.
55
Tunas yang ukurannya lebih kecil akan memiliki umur panen yang lebih lama dibandingkan tunas yang ukurannya lebih besar. Ketidakseragaman umur panen mengakibatkan petani tidak bisa memanen nenas secara serempak. Panen nenas dilakukan secara bertahap. Dalam masa produksi selama dua tahun biasanya terdapat 2-3 kali masa panen raya nenas. Ciriciri nenas yang siap panen adalah mahkota buahnya terbuka lebar, mata kulitnya membesar dan lebih datar, mulai ada aroma yang wangi, dan bagian dasar buah sudah mulai menguning. Cara panen yang biasa dilakukan oleh petani adalah secara manual. Buah yang sudah matang dipotong menggunakan parang beserta tangkai buahnya yang masih panjang. Lalu buah dikumpulkan di satu lokasi dan disusun ke dalam pikulan supaya bisa langsung dibawa pulang atau dijual ke tengkulak. Sedangkan pohon yang menghasilkan buah tersebut dipotong dengan menyisakan tunas atau anakan yang bagus. Tunas yang disisakan itu dapat dirawat dan bisa dipanen lagi hinggá 4-5 generasi berikutnya. Setelah itu, biasanya tanaman nenas dibongkar dan diganti tanaman yang baru.
56
VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS PALEMBANG
6.1. Sistem Tataniaga Tataniaga nenas Palembang di Desa Sungai Medang dari petani hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga nenas Palembang di lokasi penelitian yaitu pedagang pengumpul tingkat pertama atau yang lebih dikenal dengan pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul tingkat kedua atau yang lebih dikenal dengan pedagang pengumpul kota, pedagang besar/grosir dan pedagang pengecer. Skema saluran pemasaran nenas Palembang di Desa Sungai Medang sebagai lokasi penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan berikut :
Pola I (8 orang petani = 25 %) Pedagang Pengecer
Konsumen Lokal dan Non Lokal
Pola II (16 orang petani = 50 %) Petani
Pedagang Pengumpul Desa
Pedagang Pengumpul Kota
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Pola III (8 orang petani = 25 %) Pedagang Pengumpul Kota
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Non Lokal
Gambar 3. Skema Saluran Tataniaga Nenas Palembang di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih.
Dari skema diatas, terbentuk suatu sistem pemasaran yang merupakan satu kesatuan yang secara fisik terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan bekerjasama dalam sistem yang terorganisir. Gambar 3 menunjukkan beberapa pola (Jalur) saluran pemasaran nenas di Desa Sungai Medang yaitu : Jalur I
: Petani
Pedagang Pengumpul Desa (PPD)
Pedagang Pengecer
Konsumen Lokal dan Non Lokal Jalur II : Petani
Pedagang Pengumpul Desa (PPD)
Kota (PPK)
Pedagang Besar
Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer
Konsumen Pulau Jawa Jalur III : Petani
Pedagang Pengumpul Kota (PPK)
Pedagang Pengecer
Pedagang Besar
Konsumen Pulau Jawa
Proses tataniaga nenas di Desa Sungai Medang diawali dari penjualan nenas oleh petani melalui dua cara, yaitu penjulan kepada pedagang pengumpul I atau yang lebih dikenal dengan pedagang pengumpul desa dan melalui pedagang pengumpul II atau yang lebih dikenal dengan pedagang pengumpul kota. Jalur pemasaran nenas di Desa Sungai Medang cukup bervariasi, hal ini tak terlepas dari daerah tujuan pemasarannya yang cukup luas. Sejumlah 84,5 persen dari sirkulasi harian nenas di Desa Sungai Medang dipasarkan ke luar Kota Prabumulih, sehingga mempunyai pola pemasaran yang cukup banyak dan bervariasi. Setiap kota tujuan pemasaran biasanya mempunyai pola saluran pemasaran masing-masing yang berbeda satu sama lain.
58
Pada jalur I terdiri dari satu pedagang pengumpul desa (PPD) dan dua pedagang pengecer lokal. Sedangkan pada jalur II melibatkan tiga pedagang pengumpul desa (PPD), dua pedagang pengumpul kota (PPK), dua pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta serta dua pedagang pengecer di kawasan Jakarta. Sedangkan pada jalur III terdiri dari satu pedagang pengumpul kota (PPK), satu pedagang besar/grosir di Pasar Cikupa Tangerang dan satu pedagang pengecer di kawasan Tangerang. Dari ketiga jalur pemasaran tersebut, jumlah nenas yang dipasarkan rata-rata setiap harinya melalui jalur I adalah sebanyak 4.500 buah (20 persen), melalui jalur II sebanyak 12.500 buah (56 persen) dan melalui jalur III sebanyak 5.500 buah (24 persen). Dari hasil tersebut terlihat bahwa 75 persen nenas dijual kepada pedagang pengumpul desa (PPD) dan sisanya kepada pedagang pengumpul kota (PPK) hal ini disebabkan petani tidak mempunyai alternatif pasar selain harus menjual kepada pedagang pengumpul. Sedangkan pemasaran secara langsung kepada pedagang pengecer tidak dilakukan oleh petani hal ini dikarenakan jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko pada petani berupa biaya transportasi yang tidak sebanding dengan penerimaan yang diperoleh. Secara umum alasan petani menjual ke pedagang pengumpul dikarenakan hal-hal sebagai berikut : 1.
Tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu karena petani bisa menjual langsung ke Pedagang Pengumpul atau Pedagang pengumpul datang langsung ke kebun petani.
59
2.
Adanya standar ukuran produk, walaupun dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan dan penglihatan. Pengukuran ini diketahui kedua belah pihak berdasarkan patokan yang tetap yaitu ukuran besar, sedang dan kecil.
6.2. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses yang menjadikan suatu produk barang atau jasa yang siap untuk dikonsumsi oleh konsumennya. Penelusuran pola pemasaran komoditi nenas Palembang ini dimulai dari titik produsen sampai kepada pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan para konsumen akhir.
6.2.1. Saluran Pemasaran I Saluran pemasaran I ini digunakan oleh delapan orang petani responden (25 persen dari total petani responden). Petani menjual langsung ke pedagang pengumpul desa (PPD), kemudian pedagang pengumpul desa (PPD) menjualnya kepada pedagang pengecer yang ada di kawasan kota Prabumulih untuk dijual kembali kepada konsumen baik lokal maupun non lokal. Alasan petani menggunakan saluran ini karena jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko pada petani seandainya petani yang menjual langsung kepada konsumen akhir berupa biaya transportasi yang cukup besar. Pedagang pengumpul desa (PPD) pada saluran ini menentukan harga yang berlaku berdasarkan harga yang terjadi di pasar dan informasi harga berasal dari pedagang pengecer. Sistem pembelian antara petani dengan pedagang pengumpul
60
desa (PPD) dilakukan secara tunai dan pembayaran kemudian. Sistem pembayaran kemudian yang paling banyak dilakukan antara petani dengan pedagang pengumpul desa hal ini dikarenakan adanya ikatan kekeluargaan yang erat dan rasa saling percaya antara keduanya. Sedangkan pembayaran secara tunai sangat jarang dilakukan karena pedagang pengumpul desa biasanya menjual kembali nenas tersebut kepada pedagang pengecer juga dengan sistem pembayaran kemudian. Dalam melakukan pembelian nenas di tingkat petani, pedagang pengumpul desa (PPD) tidak perlu bersusah payah untuk mencari petani nenas yang akan menjual hasil produksinya karena para petani biasanya datang secara langsung membawa hasil panen nenasnya ke tempat pedagang pengumpul desa. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan petani pada sore hari setelah pulang dari kebun. Petani membawa nenas dari hasil panen kebunnya dengan menggunakan sepeda motor yang terlebih dahulu dimasukkan ke dalam karung atau keranjang. Pedagang pengumpul desa (PPD) membeli nenas dari beberapa petani responden yang telah menjadi langganannya karena adanya ikatan kekeluargaan dan rasa saling percaya antara keduanya. Pedagang pengumpul desa melakukan pengumpulan barang di rumah, kemudian keesokan harinya baru disetorkan ke kioskios pengecer di Kota Prabumulih yang sudah menjadi langganannya seperti pedagang pengecer di stasiun kota Prabumulih, dan pedagang pengecer pinggir jalan raya lintas Sumatera. Alat transportasi yang digunakan berupa mobil pick up untuk sampai ke kota. Selanjutnya pedagang pengecer memasarkannya ke konsumen, baik konsumen lokal maupun luar kota.
61
6.2.2. Saluran Pemasaran 2 Saluran pemasaran kedua ini digunakan oleh 16 orang petani responden (50 persen) merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga nenas. Saluran ini terdiri dari petani, pedagang pengumpul desa (PPD) atau pedagang pengumpul tingkat I, pedagang pengumpul kota (PPK) atau pedagang pengumpul tingkat II, pedagang besar/grosir, pedagang pengecer dan konsumen. Dalam saluran ini penentuan harga dilakukan berdasarkan harga pasar yang didapatkan melalui pedagang paling atas, yaitu pedagang besar. Alasan petani menggunakan saluran ini kurang lebih sama dengan saluran sebelumnya. Sistem pembayaran ditingkat petani dengan pedagang pengumpul desa (PPD) adalah tunai dan sistem pembayaran kemudian. Pedagang pengumpul desa (PPD) menjualnya kembali kepada pedagang pengumpul kota (PPK) di kota Prabumulih dengan menggunakan mobil pick up berkapasitas 800-1000 buah nenas. Sistem pembayaran antara pedagang pengumpul desa (PPD) dengan Pedagang Pengumpul Kota (PPK) adalah tunai dan sistem panjer. Pedagang pengumpul kota (PPK) menjualnya kembali ke pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Pedagang Pengumpul Kota (PPK) menggunakan alat transportasi berupa mobil colt diesel berkapasitas 5000-6000 buah nenas untuk sampai ke tempat pedagang besar, karena penjualan barang dalam jumlah yang besar. PPK mengeluarkan lebih banyak biaya dibandingkan PPD. Biaya tersebut yaitu biaya sewa transportasi atau ekspedisi dari kota Prabumulih ke Pasar Induk Kramat Jati yang memerlukan biaya yang sangat besar. Sistem pembayaran yang dilakukan antara PPK dengan pedagang besar/grosir adalah sistem tunai. Harga yang berlaku adalah
62
harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta.
6.2.3. Saluran Pemasaran 3 Saluran ketiga ini digunakan sebanyak 8 orang responden petani (25 persen). Pada saluran ini petani secara langsung menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul kota (PPK) tanpa harus terlebih dahulu melalui perantara pedagang pengumpul desa (PPD). Petani yang menjual langsung hasil produksinya ke PPK merupakan petani yang memiliki hasil panen yang besar dan biasanya juga memiliki kendaraan berupa mobil pick up yang khusus digunakan sebagai mobil angkutan untuk membawa hasil panen. Petani melakukan kegiatan pemanenan sendiri, serta menjual secara langsung ke PPK dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari pada harus menjualnya terlebih dahulu ke PPD. Pedagang pengumpul kota pada saluran ini juga membeli nenas dari pedagang pengumpul desa hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan dari pedagang besar yang memerlukan persediaan dalam jumlah yang sangat besar. Setelah memperoleh persediaan dalam jumlah yang besar kemudian pedagang pengumpul kota menjualnya kembali ke pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta atau Pasar Cikupa Tangerang tergantung dari mana sumber pesanan produk itu datang. Setelah produk kepemilikannya berpindah dari pedagang pengumpul kota ke pedagang besar dengan melakukan sistem pembayaran tunai. Pedagang besar kemudian juga melakukan kegiatan transaksi penjualan ke pedagang tingkatan yang
63
lebih rendah yaitu pedagang pengecer yang terdapat di Jakarta dan Tangerang namun terkadang pembeli dari kota lainnya di Indonesia juga melakukan transaksi pembelian di pasar tersebut. Harga yang berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang lainnya. Sistem pembayaran yang dilakukan antara pedagang besar dengan pedagang pengecer yaitu sistem tunai dan sistem kemudian. Selanjutnya pedagang pengecer menjualnya langsung kepada konsumen akhir.
6.3. Fungsi-Fungsi Pemasaran Pada Setiap Lembaga Pemasaran Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih antara lain Petani, Pedagang Pengumpul Desa (PPD), Pedagang Pengumpul Kota (PPK), Pedagang Besa/grosir, dan Pedagang Pengecer. Dalam kegiatannya pihak-pihak tersebut menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Pada dasarnya fungsi-fungsi pemasaran dapat dikelompokkan menjadi fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan proses penyaluran barang atau perpindahan hak milik dari produsen sampai ke tangan konsumen yang terdiri dari kegiatan pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yaitu menetapkan berapa jumlah yang akan dibeli dan kualitas yang akan dibeli, sedangkan fungsi penjualan adalah fungsi yang meliputi keputusan penjualan, cara-cara penjualan agar mendapatkan pembeli yang banyak pada tingkat harga yang menguntungkan.
64
Lembaga-lembaga pemasaran di Desa Sungai Medang pada umumnya menggunakan fungsi-fungsi pemasaran yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Fungsi-Fungsi Pemasaran Yang Dilaksanakan Oleh Lembaga-Lembaga Pemasaran Nenas Yang Terlibat Saluran dan Lembaga Pemasaran
Saluran I - Petani - PPD - Pengecer Saluran II - Petani - PPD - PPK - Grosir - Pengecer Saluran III - Petani - PPK - Grosir - Pengecer
Fungsi-fungsi Pemasaran Pertukaran Jual Beli
Fisik Angkut Simpan
Fasilitas Sortasi, Resiko Biaya Grading
Informasi Pasar
√ √ √
√ √
√ √ -
* √
* √ √
√ √ √
√ √ *
* √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ * *
* * √ √
* √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ *
* √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √
√ √ * *
* √ √
* √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ *
√ √ √ √
Keterangan : √ = Melakukan fungsi pemasaran * = Kegiatan kadang-kadang dilakukan - = Tidak melakukan fungsi pemasaran Fungsi fisik merupakan tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa, sehingga menimbulkan kegunaan bentuk, tempat dan waktu yang terdiri dari kegiatan pengangkutan, pengolahan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan merupakan kegiatan perencanaan jenis alat angkut yang digunakan, volume yang diangkut dan waktu pengangkutan yang tepat. Antara petani, pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang pengumpul kota (PPK), pedagang besar/grosir serta pedagang pengecer fungsi pengangkutan menggunakan kendaraan. Petani
65
menggunakan sepeda motor dan mobil pick up sebagai alat angkutan dalam membawa hasil panennya dari kebun. Sedangkan pedagang pengumpul desa (PPD) menggunakan mobil pick up sebagai alat angkutan mulai dari mengumpulkan nenas dari petani hingga dijual ke pedagang pengumpul kota dan pedagang pengecer yang ada di kota Prabumulih. Sementara pedagang pengumpul kota (PPK) alat angkutan yang dipakai adalah kendaraan jenis colt diesel dengan kapasitas 6000 buah nenas. Fungsi pengolahan meliputi kegiatan merubah bentuk dasar suatu produk untuk meningkatkan nilai guna, nilai bentuk dan nilai fungsi dan juga sebagai fungsi penyimpanan yang diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau sebelum dipasarkan. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen yaitu terdiri dari fungsi standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, informasi pasar
dan
juga
fungsi
grading.
Fungsi
standarisasi
merupakan
kegiatan
pengelompokkan barang sesuai dengan penentuan mutu yang diinginkan konsumen. Fungsi pembiayaan menyediakan sejumlah uang untuk kegiatan transaksi pembayaran. Fungsi penanggungan resiko adalah penerimaan atas kerugian yang mungkin terjadi. Fungsi informasi pasar meliputi perkembangan harga yang berlaku.
6.3.1. Petani Petani responden melakukan penjualan langsung ke pedagang pengumpul desa (PPD) dan pedagang pengumpul kota (PPK). Petani yang menjual ke PPD adalah 24 orang atau sebanyak 75 persen petani dari jumlah total petani responden melakukan fungsi penjualan saja. Kegiatan penjualan nenas yang dilakukan kepada
66
PPD mencapai 17.000 buah nenas. Petani membawa sendiri hasil panennya ke PPD dan terkadang PPD langsung mendatangi kebun atau rumah petani untuk membelinya langsung secara tunai. Dari 32 petani responden yang melakukan fungsi penjualan ke pedagang pengumpul kota (PPK) sebanyak 8 orang petani atau 25 persen dari total responden petani. Dengan menjual langsung hasil panennya ke PPK tanpa melalui perantara PPD. Petani yang menjual langsung hasil produksinya ke PPK merupakan petani yang memiliki hasil panen yang besar dan biasanya juga memiliki kendaraan berupa mobil pick up yang khusus digunakan sebagai mobil angkutan untuk membawa hasil panen. Petani melakukan kegiatan pemanenan sendiri, serta menjual secara langsung ke PPK dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari pada harus menjualnya terlebih dahulu ke PPD. Petani yang hasil panennya sedikit dan tidak memiliki kendaraan biasanya tidak melakukan penjualan hasil panennya ke PPK karena jarak yang cukup jauh dari kebun ke kota, juga karena biaya transportasi yang cukup mahal. Biasanya para petani menjual hasil panennya hanya kepada pedagang pengumpul desa. PPD biasanya melakukan kegiatan pembelian nenas di kebun milik petani atau petani datang langsung ke tempat PPD dengan membawa hasil panennya. Fungsi fasilitas yang dilakukan petani responden berupa penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Fungsi penanggungan resiko yang dihadapi petani berupa penurunan harga jual nenas yang disebabkan oleh beberapa hal : 1. Kualitas nenas yang diharapkan tidak sesuai dengan keinginan konsumen.
67
2. Melonjaknya musim buah di pasaran sehingga konsumen banyak pilihan dalam menentukan keputusan memilih buah yang berpengaruh terhadap menurunnya harga jual nenas. 3. Adanya serangan hama dan penyakit nenas yang menyebabkan menurunnya hasil produksi dan kualitas nenas. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani adalah berupa penyediaan modal untuk melakukan usaha tani nenas yang berupa biaya produksi. Disamping melakukan fungsi pembiayaan, petani juga terkadang melakukan fungsi informasi pasar. Fungsi ini berupa perkembangan harga jual nenas yang diperoleh dari pedagang atau informasi dari pasar.
6.3.2. Pedagang Pengumpul Desa (PPD) Pedagang pengumpul desa (PPD) pada umumnya melakukan fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa kegiatan pembelian nenas dari petani dan juga kegiatan penjualan nenas ke pedagang pengumpul kota (PPK) dan pedagang pengecer. Fungsi fisik berupa kegiatan pengangkutan nenas hasil panen dari petani yang biasanya menggunakan motor atau mobil pick up. Selanjutnya PPD melakukan penjualan nenas kepada PPK dan pedagang pengecer di kota Prabumulih menggunakan
mobil
pick
up
melalui
proses
tawar-menawar.
PPD
ini
memberitahukan patokan harga beli petani ke PPK dan pedagang pengecer, tetapi pada prakteknya seringkali PPK dan pedagang pengecer lebih dominan menentukan
68
harga beli. Jadi secara tidak langsung PPK dan pedagang pengecer sudah menguasai informasi harga yang berlaku. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh PPD berupa penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi penanggungan resiko yang dihadapi PPD antara lain turunnya harga jual nenas di pasaran karena kualitas nenas yang dijual tidak sesuai dengan keinginan konsumen dan melonjaknya musim buah di pasaran. Fungsi pembiayaan yang dilakukan PPD adalah berupa penyediaan modal untuk melakukan pembelian nenas dari petani. Fungsi informasi pasar berupa informasi yang bisa diperoleh PPD mengenai perkembangan harga jual dan kualitas yang diinginkan oleh konsumen yang dapat diperoleh dari PPD lain, pedagang besar/grosir, dan pedagang pengecer.
6.3.3. Pedagang Pengumpul Kota (PPK) Pedagang pengumpul kota (PPK) pada umumnya melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa kegiatan pembelian nenas dari PPD dan juga kegiatan penjualan nenas ke bandar atau ke pedagang besar/grosir. Fungsi fisik berupa kegiatan pengangkutan barang untuk dijual ke pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Cikupa Tangerang menggunakan mobil colt diesel berkapasitas 6000 buah nenas setiap harinya. Pedagang pengumpul kota (PPK) biasanya melakukan pembelian dari PPD langganan yang setiap hari akan menyetorkan dagangannya. Pedagang ini tidak mengeluarkan biaya dalam memperoleh dagangannya, karena ongkos transportasi
69
ditanggung pedagang pengumpul desa (PPD) demikian juga biaya bongkar muat. Harga yang terjadi berdasarkan harga pasar dan terkadang juga melalui proses tawar menawar antara kedua pihak tersebut. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh PPK berupa penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi penanggungan resiko yang dihadapi PPK antara lain turunnya harga jual nenas di pasaran karena kualitas nenas yang dijual tidak sesuai dengan keinginan konsumen dan melonjaknya musim buah di pasaran. Fungsi pembiayaan yang dilakukan PPD adalah berupa penyediaan modal untuk melakukan pembelian nenas dari PPD dan petani. Fungsi informasi pasar berupa informasi yang bisa diperoleh PPK mengenai perkembangan harga jual dan kualitas yang diinginkan oleh konsumen yang dapat diperoleh dari PPK lain dan juga pedagang besar/grosir. Pedagang pengumpul kota (PPK) juga menerima pasokan dari petani yang bersedia menjual langsung kepadanya. PPK memiliki skala usaha yang lebih besar dibandingkan dengan PPD, jadi mereka melakukan fungsi penyimpanan, jika produknya belum bisa disetorkan ke pedagang besar. Kegiatan penjualan dilakukan setelah barang tersedia dalam jumlah yang cukup untuk diangkut menggunakan mobil colt diesel berkapasitas 6000 buah. Biaya pengangkutan juga ditanggung oleh PPK, serta penanggungan resiko berupa kerusakan produk selama perjalanan menuju ke tempat pedagang grosir
70
6.3.4. Pedagang Besar/Grosir Pedagang besar/grosir yaitu pedagang besar yang menampung keseluruhan ataupun sebagian pembelian dari PPD dan juga PPK. Pada umumnya pedagang besar melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Pedagang besar ini bertempat di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Cikupa Tangerang. Pedagang besar yang menjadi responden ini berjumlah sebanyak tiga orang, mereka menjadi pemasok utama untuk pedagang pengecer yang ada di kawasan Jakarta dan Tangerang dan bahkan yang berada di luar kota tersebut seperti Bekasi, Cilegon dan Depok. Pedagang besar mendapat pasokan dari beberapa pedagang pengumpul kota (PPK) sebanyak tiga mobil colt diesel per hari atau 18.000 buah per hari. Jumlah pasokan ini masih dapat bertambah ataupun bahkan berkurang setiap harinya karena pedagang besar sangat bergantung pada pembelian dari pedagang pengecer dan keadaan musim. Pedagang besar ini melakukan fungsi-fungsi pemasaran, mulai dari fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, transportasi, pembiayaan, grading, sortasi, pengemasan, penanggungan resiko, dan fungsi informasi. Fungsi pertukaran yang dilakukan antara lain pembelian nenas dari PPK dan selanjutnya melakukan fungsi penjualan kepada pengecer. Pedagang besar biasanya mempunyai PPK yang sudah menjadi langganan. Setiap pedagang besar memberikan harga yang berbeda-beda tergantung kualitas nenas yang dijual. Penentuan harga ini biasanya didasarkan harga yang berlaku di pasaran. Adanya kesepakatan harga antara PPK dan pedagang besar menunjukkan fungsi pembelian yang dilakukan oleh pedagang besar. Fungsi penjualan dilakukan ketika pedagang pedagang pengecer melakukan pemesanan
71
barang melalui telepon dan pedagang pengecer lainnya datang langsung melakukan transaksi di tempat pedagang besar. Fungsi fisik terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Nenas yang dibeli dari PPK biasanya masih tergolong mentah. Kondisi nenas yang masih mentah sampai ditangan pedagang besar biasanya diperam terlebih dahulu sekitar 2-3 hari dengan cara ditumpuk dan ditutup dengan terpal dengan terlebih dahulu buahnya disemprot dengan menggunakan Extril yaitu sejenis bahan untuk mempercepat proses penguningan pada buah. Fungsi penyimpanan yang dilakukan jika nenas tidak habis terjual pada hari yang sama. Nenas yang tidak habis terjual disimpan di kios mereka. Selama dilakukan kegiatan penyimpanan, pedagang besar menghadapi resiko penyusutan dan kerusakan akibat terbentur, terlalu lama disimpan ataupun pecah buahnya. Kegiatan penyortiran dilakukan untuk mengklasifikasikan ukuran (fungsi grading) dan pemisahan akibat kerusakan. Fungsi pembiayaan berupa modal yang disediakan untuk membeli nenas dari PPK berupa biaya retribusi, bongkar muat, sortasi, penyimpanan, juga kerugian atas penyusutan. Fungsi informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual yang diperoleh dari pedagang besar lain dan juga oleh pengecer.
6.3.5. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer melakukan semua fungsi pemasaran yaitu pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Pedagang pengecer adalah pedagang yang
72
berhubungan langsung dengan konsumen. Konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang tidak lagi menjual kepada lembaga pemasaran lain. Pedagang pengecer di Kota Prabumulih dan kawasan Jakarta dan Tangerang adalah pedagang terakhir yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengecer ini membeli nenas dari pedagang besar dalam jumlah tertentu sesuai dengan harga yang terjadi dan permintaan konsumen. Jarak pesanan hari tertentu dengan hari berikutnya maksimal tujuh hari setelah barang dikirim. Fungsi pembelian terjadi pada saat pedagang pengecer melakukan transaksi pembelian nenas dengan pedagang besar. Pedagang pengecer ini merupakan pedagang yang berasal dari daerah tujuan nenas atau sebagian lagi pengecer berasal dari daerah lain. Salah satu contohnya pedagang pengecer di kota Prabumulih, pedagang pengecer ini biasanya menjual nenas dengan membuat kios-kios berbentuk rumah panggung di sepanjang pinggiran jalan raya lintas Sumatera. fungsi fisik terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Nenas yang dibeli dari pedagang grosir terkadang diangkut sendiri oleh pedagang pengecer. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer berupa penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi penanggungan resiko antara lain penyusunan akibat penyimpanan. Fungsi pembiayaan berupa modal yang disediakan untuk membeli nenas dari pedagang besar serta retribusi, bongkar muat, penyimpanan dan kerugian atas penyusutan. Fungsi informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual yang diperoleh dari pedagang grosir, pedagang pengecer atau dari pasar.
73
6.4. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dapat diketahui dengan melihat komponen-komponen penyusunnya. Penelitian ini memperhatikan saluran pemasaran, jumlah penjual dan pembeli, kebebasan keluar-masuk pasar, jenis dan keadaan nenas di Desa Sungai Medang yang diperjualbelikan, penentuan harga serta sumber informasinya.
6.4.1. Jumlah Penjual dan Pembeli serta Mudah Tidaknya Keluar Masuk Pasar Lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran nenas di Desa Sungai Medang diawali dari pedagang pengumpul desa (PPD) yang berjumlah empat orang. Dalam melakukan pembelian nenas di tingkat petani, pedagang pengumpul desa (PPD) tidak perlu bersusah payah untuk mencari petani nenas yang akan menjual hasil produksinya karena para petani nenas biasanya datang secara langsung membawa hasil panen nenasnya ke tempat pedagang pengumpul desa. Selain itu juga, diperlukan cukup modal untuk melakukan pembelian secara tunai dari petani. Persaingan antar PPD tidak begitu kuat, karena adanya hubungan baik antar sesama pedagang pengumpul desa dan petani yang menjadi langganan tetapnya. Tetapi ada juga petani yang tidak terikat hubungan ini, sehingga pedagang pengumpul desa lain dapat masuk dan melakukan pembelian secara bebas. Persaingan antara PPD tidak begitu kuat, hal ini karena setiap pedagang pengumpul desa mempunyai daerah tujuan pemasaran sendiri-sendiri. Selain itu jumlah petani relatif banyak dari jumlah PPD sehingga PPD bisa saja memilih kemana mereka akan membeli produk yang diperdagangkan. Untuk posisi pedagang pengumpul kota (PPK) relatif lebih mudah untuk mendapatkan produk yang
74
diperdagangkan karena banyak petani dan PPD yang menjual nenasnya ke pedagang pengumpul kota (PPK). Sementara untuk pedagang grosir biasanya sulit mendapatkan izin berjualan tetap di pasar induk seperti Kramat Jati Jakarta, selain itu biasanya telah ada perjanjian tidak tertulis dalam mendapatkan produk yang diperdagangkan. Namun demikian pedagang baru masih mungkin untuk masuk ke pasar grosir, terutama bila mempunyai modal yang cukup dan kemampuan mengakses pasar. Untuk tingkat pedagang pengecer lebih mudah dan terbuka. Karena volume penjualan yang tidak begitu besar dan hanya membutuhkan tempat berdagang di pasar-pasar tradisional maupun pinggir jalan raya yang banyak disinggahi pelancong dan wisatawan. Selain itu mereka juga mudah dalam mendapatkan produk, baik dari pedagang pengumpul desa (PPD) maupun pedagang besar/grosir. Dari segi konsumen, jumlahnya sangat banyak dan tersebar luas dengan tingkat permintaan yang tinggi di masing-masing pasar tujuan.
6.4.2. Jenis dan Keadaan Nenas di Desa Sungai Medang Berdasarkan
wawancara
dengan
para
pedagang
responden
terdapat
diferensiasi produk dalam pemasaran nenas. Diferensiasi produk lebih disebabkan kondisi fisik dan ukurannya, yang berpengaruh terhadap tingkat harga. Jenis nenas yang dihasilkan petani di Desa Sungai Medang terdiri dari tiga ukuran, yaitu besar (B), sedang (S), dan kecil (K). Nenas Palembang termasuk jenis Queen yang berukuran relatif sedang. Panjang buah 26 – 25 cm bentuk buah lonjong serta bagian ujung lebih kecil dibandingkan dengan pangkal, warna buah masak kuning, warna
75
daging buah kuning keemasan, rasa buah manis, aroma harum, padat, serta kandungan air sedikit. Tiga ukuran buah nenas tersebut memiliki harga jual yang berbeda-beda. Jenis nenas di Desa Sungai Medang mempunyai keunggulan dalam budidayanya. Nenas ini tidak begitu membutuhkan perawatan ekstra, hanya pemangkasan pada saat pucuknya memanjang dan penyiraman ketika dalam proses pembentukan buah. Komoditas nenas di Desa Sungai Medang dapat dikatakan sebagai komoditi organik sebab jarang petani yang mau memupuk tanaman nenas sehingga benar-benar alami. Hal ini juga tak terlepas dari keadaan tanah di Desa Sungai Medang yang cocok untuk usahatani nenas. Namun ada juga petani yang menggunakan pupuk untuk meningkatkan hasil panennya. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menggunakan pupuk kandang dari pada pupuk pabrik karena lebih mudah mendapatkannya serta harga lebih murah. Selain itu komoditi ini tidak perlu disemprot pestisida. Umumnya dalam rantai tataniagaa nenas dari petani sampai ke pedagang pengecer berbentuk utuh dengan masih terdapat tongkolnya. Penjualan dalam bentuk utuh bertujuan untuk keawetan produk, untuk menghindari kerusakan akibat benturan-benturan, dan mencegah kebusukan.
6.4.3. Sumber Informasi Informasi pasar diperlukan oleh produsen dan semua pihak yang terlibat dalam pemasaran hasil-hasil pertanian tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu, waktu dan harga pasar. Sumber informasi pasar dalam rantai tataniaga nenas belum tersedia sesuai kebutuhan pasar. Informasi pasar yang diterima petani pada umumnya
76
bersumber dari Pedagang Pengumpul Desa (PPD) dan pedagang pengumpul kota (PPK). Informasi harga ini juga bisa didapatkan antar sesama petani. Selain itu juga, tingkat harga yang terjadi pada petani responden umumnya masih berdasarkan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengumpul desa (PPD). Sumber informasi pada para pedagang responden diperoleh dari berbagai sumber yang relatif beragam dan bukan informasi komersial, sehingga tidak perlu biaya khusus untuk mengakses informasi pasar atau informasi harga. Mereka mengakses informasi pasar dan harga berdasarkan perkiraan sendiri, dari pedagang lainnya, maupun dari pihak konsumen. Pada PPD, kemungkinan informasi harga yang mereka dapatkan dari PPK dan pedagang pengecer. Selain itu juga diperoleh dari sesama PPD yang sudah saling mengenal dengan baik. Dalam hal ini pemegang informasi pasar adalah pedagang pengumpul kota (PPK) dan pedagang besar. Berdasarkan uraian diatas, tampak bahwa struktur pasar yang dihadapi petani nenas di Desa Sungai Medang cenderung bersifat pasar bersaing sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah petani yang cukup banyak dibandingkan jumlah pedagang. Petani juga tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasar, dan petani bebas keluar masuk pasar. Sumber informasi tentang harga berasal dari sesama petani dan pedagang. Penentuan harga dilakukan oleh pihak pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar, sehingga kedudukan petani sebagai price taker dan tidak memiliki bargaining position yang kuat. Struktur pasar yang ada ditingkat pedagang pengumpul desa (PPD) dan pedagang pengumpul kota (PPK) juga cenderung bersifat pasar bersaing sempurna. Produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan melibatkan banyak pihak yang
77
berperan sebagai pembeli dan penjual. Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar, hal ini ditunjukkan dengan bebasnya pedagang pengumpul desa (PPD) di Desa Sungai Medang menentukan pasar tujuan begitu juga dengan pedagang pengumpul kota (PPK) yang juga bebas untuk menyetorkan produknya ke pedagang berikutnya berdasarkan informasi harga yang dimilikinya dengan demikian pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga pasar yang diketahui dari pedagang lain. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang besar cenderung mengarah ke strukur oligopoli karena jumlah pedagang besar lebih sedikit dibandingkan pengecer. Pedagang besar mendapat hambatan untuk keluar masuk pasar. Hal ini disebabkan adanya persaingan yang cukup tinggi diantara pedagang besar dalam memperoleh barang dagangannya. Walaupun dalam kenyataannya pedagang besar sudah menjalin hubungan yang sangat baik/bersifat langganan tetap dengan pedagang pengumpul kota (PPK). Pedagang besar ini masih dapat mempengaruhi harga, karena pedagang ini mampu memprediksikan harga berdasarkan jumlah pasokan setiap periode dengan banyaknya permintaan dari pengecer. Hal ini mengindikasikan bisa terjadinya tawarmenawar antara pedagang pengumpul kota (PPK) dan pedagang besar. Struktur pasar yang terjadi di tingkat pedagang pengecer adalah cenderung bersaing sempurna karena jumlah pengecer yang cukup banyak, barang yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer juga tidak dapat mempengaruhi harga. Informasi mengenai harga yang terjadi di pengecer didapat dari pedagang besar dan dari pengecer lainnya. Sistem pembayaran yang berlaku di pengecer adalah tunai.
78
6.5. Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan dan pembelian serta cara pembayaran, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pelaku pasar.
6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Dalam pemasaran nenas di Desa Sungai Medang, setiap lembaga pemasaran melakukan kegiatan pembelian dan penjualan kecuali petani yang hanya melakukan penjualan serta konsumen yang hanya melakukan kegiatan pembelian. Diawali dari petani yang menjual nenas melalui dua cara, yaitu penjualan kepada pedagang pengumpul desa (PPD) dan melalui pedagang pengumpul kota (PPK). Kegiatan panen dilakukan sendiri oleh petani. Petani harus mengeluarkan biaya panen dan biaya transportasi. PPD dan PPK kemudian menjual nenas ke pedagang pengecer di kota Prabumulih dan pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Cikupa Tangerang. Praktek pembelian ditingkat pedagang besar dilakukan dengan pedagang pengumpul kota (PPK). Pedagang besar biasanya sudah memiliki langganan dengan beberapa PPK sehingga tidak mengalami kesulitan dalam persediaan produk. Penjualan di pedagang grosir dilakukan dengan pedagang pengecer yang menjual kembali ke konsumen akhir. Nenas yang tidak habis terjual dalam satu hari tertentu disimpan untuk dijual kembali pada hari berikutnya. Praktek pembelian antar sesama pedagang dilakukan dengan sistem langganan dan pembayarannya dilakukan secara tunai dan ada pula yang menggunakan sistem
79
setor barang dimuka lalu pembayaran di belakang. Sedangkan cara pembayaran yang dilakukan oleh konsumen dilakukan secara tunai.
6.5.2. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga nenas di Desa Sungai Medang dilakukan dengan tawar-menawar namun demikian keputusan terakhir ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Pada petani harga lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul desa (PPD). Hal ini karena PPD lebih menguasai informasi pasar dibandingkan dengan petani. Sementara itu, sistem penentuan harga antara PPD, PPK, pedagang besar, pada umumnya adalah tawar-menawar. Namun, sebenarnya harga beli pedagang pengumpul kota (PPK) merupakan hasil penyesuaian terhadap harga yang berlaku di tingkat pedagang besar. Proses penentuan harga lebih berdasarkan pada penawaran pedagang besar yang dapat memprediksikan perubahan permintaan pasar. Dimana harga yang ditetapkan pedagang besar terhadap pedagang pengumpul kota didasarkan atas harga yang berlaku umum di pasar, dimana tergantung dari volume nenas dan jumlah pembeli pada saat itu. Kemudian untuk sistem penentuan harga antara pedagang besar dan pedagang pengecer antara lain : 1. Tawar-menawar, dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak.
80
2. Penentuan secara sepihak, dimana harga yang terbentuk ditentukan oleh pedagang besar. Pedagang pengecer ini merupakan pelanggan tetap pedagang besar.
Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yaitu : 1. Sistem Pembayaran Tunai Lembaga pemasaran yang melakukan pembayaran tunai, yaitu pedagang pengecer kepada pedagang besar, pedagang besar kepada pedagang pengumpul kota (PPK), PPK kepada pedagang pengumpul desa (PPD), PPD kepada petani responden. Sistem pembayaran tunai juga dilakukan konsumen kepada pedagang pengecer. 2. Sistem Panjer Pembayaran ini dilakukan oleh pedagang pengumpul kota (PPK) kepada pedagang pengumpul desa (PPD). PPD pada umumnya memiliki sedikit modal untuk melakukan pembelian kepada petani. PPK sering berinisiatif memberikan uang terlebih dahulu kepada PPD, dengan jaminan produknya harus disetorkan kepadanya. Dalam sistem panjer ini secara tidak langsung PPK memberikan ikatan kepada PPD. pembayaran jenis ini juga kadang-kadang dilakukan PPD kepada petani responden. 3. Sistem Pembayaran Kemudian Terdapat dua lembaga pemasaran yang melakukan pembayaran kemudian yaitu, pedagang besar kepada PPK dan PPD kepada petani langganan. Sistem pembayaran kemudian biasanya telah dilandasi rasa saling percaya antar keduanya.
81
6.5.3. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran hanya dilakukan oleh antar sesama pedagang saja terutama pedagang sejenis misalnya pedagang pengumpul kota (PPK) dengan pedagang pengumpul kota (PPK), pedagang besar dengan pedagang besar. Kerjasama ini dilakukan bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar dan penentuan harga. Kerjasama antar pedagang ini lebih kepada pengaturan daerah pemasaran dan penentuan harga. Sehingga tidak terjadi perbedaan harga di tingkat pedagang yang sama. Namun kerjasama ditingkat petani belum secara nyata dilakukan. Hal ini karena petani belum begitu mengetahui manfaat dari kerjasama ini. Petani lebih sering mempunyai pedagang langganan untuk memudahkan penjualan komoditinya.
6.6. Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi teknik pemasaran nenas di Desa Sungai Medang. Marjin pemasaran adalah penjumlahan dari seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran selama proses penyaluran komoditas dari satu lembaga pemasaran ke lembaga pemasaran lainnya. Marjin juga merupakan imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran yang dilalui sehingga pada akhirnya didistribusikan oleh pedagang pengecer di tingkat konsumen akhir. Dalam penelitian ini, marjin pemasaran dihitung berdasarkan ketiga pola saluran pemasaran. Penghitungan marjin meliputi biaya pemasaran dan keuntungan lembaga yang terlibat. Besarnya marjin pada setiap pola saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 12.
82
Tabel 12. Analisis Marjin Tataniaga Nenas Pada Saluran 1, 2 dan 3 di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih Unsur Marjin A. Petani - Harga Jual - Biaya Pemasaran B. Pedagang Pengumpul Desa (PPD) - Harga Beli - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin C. Pedagang Pengumpul Kota (PPK) - Harga Beli - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin D. Pedagang Besar - Harga Beli - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin E. Pedagang Pengecer - Harga Beli - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Harga Jual - Marjin Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin R/C Ratio
Saluran I Rp/Buah %
Saluran II Rp/Buah %
1000 100
40 4
1000 100
28,57 2,85
1000 130 370 1500 500
40 5,2 14,8 60 20
1000 125 175 1300 300
28,57 3,57 5 37,14 8,57
1300 275 225 1800 500
1500 200 800 2500 1000 430 1170 1500 2,72
60 8 32 100 40 17,2 46,8 60
Saluran III Rp/Buah % 1200 125
34,28 3,57
37,14 7,85 6,42 51,42 14,28
1200 275 325 1800 600
34,28 7,85 9,28 51,42 17,14
1800 230 370 2400 600
51,42 6,57 10,57 68,57 17,14
1800 230 370 2400 600
51,42 6,57 10,57 68,57 17,14
2400 225 875 3500 1100 955 1645 2500 1,72
68,57 6,42 25 100 31,42 27,28 47 74,28
2400 225 875 3500 1100 855 1570 2300 1,83
68,57 6,42 25 100 31,42 24,42 44,85 65,71
Sumber : Data Primer diolah, 2008 (*) : Persentase terhadap harga jual pengecer Dari Tabel 12 dapat dilihat komponen dari pemasaran yaitu biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran adalah merupakan segala biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam memasarkan komoditi nenas dari Desa
83
Sungai Medang sampai konsumen akhir. Biaya pemasaran tersebut meliputi biaya transportasi, tenaga kerja (untuk grading dan sortasi, pengangkutan), penyusutan dan retribusi. Sedangkan yang dimaksud dengan keuntungan pemasaran adalah merupakan selisih antara harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang bersangkutan. Harga jual petani untuk komoditas nenas di Desa Sungai Medang berbedabeda untuk setiap jalur. Hal tersebut karena setiap jalur mempunyai daerah pemasaran yang berbeda-beda sehingga pedagang pun membeli dengan harga yang berbeda pula sesuai dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Namun semakin besar jumlah nenas yang dibeli oleh pedagang, biasanya semakin murah harga belinya sebab pedagang akan berusaha mencari potongan harga. Marjin pemasaran terbesar terdapat pada jalur 2 sebesar Rp 2500 hal ini karena pada jalur 2 merupakan rantai tataniaga terpanjang dari kesemua jalur distribusi yang ada serta konsumen akhirnya merupakan bukan penduduk lokal sehingga pedagang menjual komoditinya dengan harga yang cukup tinggi. Pemasaran nenas di Jakarta dianggap sebagai kawasan potensial untuk pemasaran nenas karena potensi pasarnya yang sangat besar serta harga jual yang lebih baik. Sedangkan marjin pemasaran terkecil terdapat pada jalur pemasaran I yaitu Rp 1500. Hal ini disebabkan daerah tujuan pemasaran nenas hanya di kawasan kota Prabumulih serta untuk memenuhi kebutuhan konsumen lokal sehingga dianggap cukup dekat dengan Desa Sungai Medang sebagai sentra produksi sehingga pedagang tidak menjual dengan harga terlalu signifikan. Pedagang menjual dengan marjin yang cukup rendah sesuai dengan biaya yang dikeluarkan serta keuntungan yang tidak terlalu besar. Pada
84
jalur I. II, dan III besarnya marjin pemasaran ditentukan oleh jarak distribusi dan panjang pendeknya rantai pemasaran. Pada ketiga jalur pemasaran yang ada di Desa Sungai Medang biaya terbesar ditanggung oleh jalur II yaitu Rp 955. Hal ini karena jarak distribusinya yang cukup jauh serta rantai tataniaganya yang sangat panjang. Sementara biaya terkecil terdapat pada jalur I yaitu sebesar Rp 430, karena pada jalur ini jarak distribusinya cukup dekat dari lokasi penelitian serta rantai tataniaga yang pendek. Sementara biaya yang ditanggung oleh jalur III sebesar Rp 855 merupakan rantai tataniaga yang cukup panjang. Sedangkan keuntungan pemasaran terbesar terdapat pada jalur II sebesar Rp 1645 karena merupakan rantai tataniaga terpanjang serta konsumen akhirnya merupakan bukan penduduk lokal sehingga pedagang menjual komoditinya dengan harga yang cukup tinggi. Pemasaran nenas di Jakarta dianggap sebagai kawasan potensial untuk pemasaran nenas karena potensi pasarnya yang sangat besar serta harga jual yang lebih baik. Keuntungan terkecil terdapat pada jalur I sebesar Rp 1170, hal ini karena harga jualnya juga tidak terlalu tinggi dan marjin pemasarannya juga kecil sehingga keuntungan yang diambil pedagang juga tidak terlalu besar. Jika ditinjau dari jumlah marjin, biaya dan keuntungan maka saluran I merupakan saluran yang lebih efisien, hal ini dikarenakan marjin pemasarannya yang paling kecil, biaya pemasaran juga kecil, serta keuntungan yang cukup besar jika dibandingkan dengan saluran pemasaran dua dan tiga. Tetapi apabila dilihat dari volume penjualan saluran pemasaran I ini belum dikatakan efisien karena hanya mampu menjual sebanyak 4500 buah per hari atau sekitar 20 persen dari total
85
keseluruhan. Sedangkan pada saluran pemasaran III mampu menjual sebanyak 5.500 buah per harinya atau sekitar 24 persen dari total keseluruhan. Jika dilihat dari volume penjualan maka yang lebih efisien adalah saluran pemasaran II, karena mampu menjual sebanyak 12.500 buah per harinya atau sekitar 56 persen dari total keseluruhan kepada beberapa pedagang besar di Jakarta.
6.7. Farmer’s Share Farmer’s share merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dan sering dinyatakan dalam persentase. Untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima petani digunakan konsep Farmer’s share yaitu bagian yang diterima petani sebagai balas jasa atas kegiatan yang dilakukan dalam usahatani nenas. Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Farmer’s share yang diterima petani pada saluran tataniaga nenas dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Farmer’s Share Pada Saluran Tataniaga Nenas Saluran Pemasaran
Harga di Tingkat Petani (Rp/Buah) Saluran Pemasaran I 1.000 Saluran Pemasaran II 1.000 Saluran Pemasaran III 1.200 Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Harga di Tingkat Farmer’s Konsumen (Rp/Buah) Share (%) 2.500 40 3.500 28,57 3.500 34,28
Bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran pemasaran I yaitu sebesar 40 persen. Saluran ini merupakan saluran terpendek jika dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dan pasar tujuan. Hal ini disebabkan daerah
86
pemasaran nenas hanya di kawasan kota Prabumulih dan untuk memenuhi kebutuhan konsumen lokal sehingga dianggap cukup dekat dengan Desa Sungai Medang sehingga pedagang tidak menjual dengan harga terlalu signifikan. Bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran II yang merupakan saluran tataniaga terpanjang dari semua jalur yang ada adalah sebesar 29,78 persen. Sedangkan bagian yang diterima petani pada saluran III adalah sebesar 34,28 persen. Dari ketiga saluran pemasaran tersebut dapat diketahui bahwa saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani.
6.8. Rasio Keuntungan dan Biaya Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan nenas dari petani ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam rupiah per buah. Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran merupakan selisih antara marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran. Pada saluran pemasaran I, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 430 per buah. Perhitungan komponen Biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada saluran pemasaran I dapat dilihat pada lampiran 5. Biaya terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 200 per buah dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh petani sebesar Rp 100 per buah. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 800 per buah dan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengumpul desa (PPD) sebesar Rp 370 per buah.
87
Pada saluran pemasaran II, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 955 per buah. Perhitungan komponen Biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada saluran pemasaran II dapat dilihat pada lampiran 6. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengumpul kota (PPK) yaitu sebesar Rp 275 per buah dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh petani sebesar Rp 100 per buah. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 875 per buah dan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengumpul desa (PPD) sebesar Rp 175 per buah. Pada saluran pemasaran III, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 855 per buah. Perhitungan komponen Biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada saluran pemasaran III dapat dilihat pada lampiran 7. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengumpul kota (PPK) yaitu sebesar Rp 275 per buah dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh petani sebesar Rp 125 per buah. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 875 per buah dan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengumpul desa (PPK) sebesar Rp 325 per buah. Untuk mengetahui lembaga manakah yang paling besar meraih keuntungan dapat dilihat melalui rasio keuntungan terhadap biaya. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Nilai rasio dapat dilihat pada Tabel 14, dimana semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Jika ditinjau rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, suatu saluran pemasaran dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan tehadap biaya
88
pada masing-masing lembaga pemasaran merata. Artinya setiap Rp 100 biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga lainnya yang terdapat pada saluran pemasaran tersebut. Pada Tabel 14, terlihat bahwa nilai total rasio keuntungan dan biaya pemasaran nenas terbesar terdapat pada saluran I yaitu sebesar 2,72. Rasio 2,72 berarti untuk setiap Rp 100 per buah biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 272 per buah nenas. Rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar pada saluran 1 diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar 4. Pada saluran pemasaran II rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu 3,88. Sedangkan pada saluran pemasaran III rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar juga diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar 3,88. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan cenderung terpusat pada salah satu lembaga pemasaran. Hal lain yang dapat disimpulkan bahwa semakin panjang saluran pemasaran dan semakin jauh jarak yang dilalui untuk mendistribusikan nenas maka semakin kecil rasio keuntungan dan biayanya, apabila tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi (cateris paribus).
89
Tabel 14. Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Saluran Pemasaran Nenas di Desa Sungai Medang, Kotamadya Prabumulih Tahun 2008 Lembaga Pemasaran 1 Pedagang Pengumpul Desa Li Ci Rasio Li/Ci Pedagang Pengumpul Kota Li Ci Rasio Li/Ci Pedagang Besar Li Ci Rasio Li/Ci Pedagang Pengecer Li Ci Rasio Li/Ci Total Li Ci Rasio Li/Ci
370 (14,8 %) 130 (5,2 %) 2,84
Saluran Pemasaran 2
3
175 (3,57 %) 125 (5 %) 1,4
-
-
225 (6,42 %) 275 (7,85 %) 0,8
325 (9,28 %) 275 (7,85%) 1,18
-
370 (10,57 %) 230 (6,57 %) 1,6
370 (10,57 %) 230 (6,57 %) 1,6
800 (32 %) 200 (8 %) 4
875 (25 %) 225 (6,42 %) 3,88
875 (25 %) 225 (6,42 %) 3,88
1170 (46,8 %) 430 (17,2 %) 2,72
1645 (47 %) 955 (27,28 %) 1,72
1570 (44,85 %) 855 (24,42 %) 1,83
Keterangan : Li : Keuntungan Lembaga Pemasaran Ci : Biaya Pemasaran Petani di Desa Sungai Medang sebagian besar menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul desa (PPD) . Harga yang diterima petani sesuai dengan harga yang berlaku di pasar namun demikian keputusan terakhir ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Pada petani harga lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul desa (PPD). Hal ini karena PPD lebih menguasai informasi pasar dibandingkan dengan petani. Petani tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan harga sehingga sulit bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk dapat mempengaruhi harga, petani harus memiliki suatu lembaga yang dapat mengumpulkan hasil panennya secara bersama-sama dengan petani lainnya di satu
90
wilayah tertentu agar memiliki kedudukan yang kuat dalam penawaran harga. Para petani di Desa Sungai Medang ini belum memiliki lembaga koperasi yang dapat menampung hasil panen mereka, sehingga setiap hasil panen masing-masing petani menjual sendiri ke pedagang pengumpul desa (PPD) maupun pedagang pengumpul kota (PPK). Pembentukan lembaga semacam koperasi tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk membantu petani yang selama ini mengalami permasalahan dalam pemasaran hasil panen dan penjualan nenas dengan harga yang terlalu rendah. Petani di Desa Sungai Medang belum sepenuhnya melakukan kegiatankegiatan yang dapat mengembangkan efisiensi dari pemasaran nenas Palembang ini. Salah satu contohnya adalah pengembangan efisiensi dari pemasaran nenas dengan melakukan pengolahan nenas agar memiliki nilai tambah pada penjualannya. Selain itu, petani juga perlu meningkatkan efisiensi dari segi harga dengan mengetahui informasi pasar yang berlaku pada saat panen.
91
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, John C.1987. Agricultural Marketing Enterprises For the Developing World. Cambridge University Press. Melbourne. Australia. Ashari, Semeru.1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press (UI-Press). Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Volume Ekspor Nenas Indonesia Tahun 2000-2005. Jakarta. Badan Pusat Statistik 2008. Laporan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia kuartal ketiga 2007. Badan Pusat Statistik Prabumulih. 2007. Buku Laporan dan Tabulasi Data Harga dan Produksi Hasil Pertanian. Prabumulih Baharsjah. 1993. Diversifikasi Produk Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta Dahl, Dale C. and Hammond J. W.1997. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries . McGraw-Hill Book Company, Inc. New York Departemen Pertanian. 2007. Data Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Nenas Menurut Provinsi Sentra Nenas Tahun 2006. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Selatan.2007. Luas Panen dan Produksi Tanaman Buah-Buahan Menurut Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2006. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006. Data Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Nenas Indonesia Tahun 2000-2005 Ekawati, Lisa. 2005. Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Fitria, Noer Astri. 2004. Sistem Pemasaran Pisang di Kabupaten Cianjur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Hasniah. 2005. Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Indriyati, Sari. 2007. Analisis Daya Saing Buah Nenas Model Tumpang Sari Dengan Karet. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Indhra, Rya Paramitha. 2007. Analisis Daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Nenas di Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor
Kohls, Richard L. And Joseph N. Uhl. 1985. Marketing of Agricultural Products, Purdue University. Macmillan Publishing Company. New York Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran jilid I dan II. Edisi milenium. Prenhalindo. Jakarta. Lestari, Muji. 2006. Analisis Tataniaga Bengkuang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Limbong, W.H. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor Mukhlish, 2000. Analisis Sistem Tataniaga Cabai Rawit Merah (Capsicum Frutercens) di DKI Jakarta; Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Jatinegara, dan Pasar Tanah Abang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Natawidjaja, P. Suparman. 1983. Mengenal Buah-Buahan yang Bergizi. Pustaka Dian. Jakarta. Pasar Induk Kramat Jati. 2007. Jumlah Pasokan dan Harga Sayur-sayuran dan Buah-buahan di Pasar Induk Kramat Jati. Laporan Tahunan Purcell, Wayne D. 1979. Agricultural Marketing System, Coordination, Cash, and Futures Prices. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Reston, Virginia. Saefuddin dan Hanafiah.1983. Siklus dan Skala Pemasaran. Jakarta. Silalahi, Bayu Geo Sandy. 2007. Daya Saing Komoditas Nenas dan Pisang Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Simamora, Sahat R. 2007. Analisis Sistem Tataniaga Pisang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Sunandar, Iwan. 2007. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengusahaan Komoditi Tanaman Karet Alam (Havea Braziliensis). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor Vinifera, Nila. 2007. Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor; Studi Kasus di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor:Bogor.
96
Lampiran 1. Perkembangan Produksi Nenas (Ton) Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2000-2006
Komoditi Indikator Satuan Level Sub Sektor Tahun Lokasi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Riau Kepulauan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
: : : : : :
Nenas Produksi Ton Propinsi Hortikultura 2000-2006 2000 552 24.456,00 660 61.090,00 2.673,00 92.607,00 81 3.589,00 0 0 0 76.466,00 11.285,00 349 97.814,00 0 455 5.496,00 3.013,00 1.381,00 6.030,00 1.225,00
2001 747 53.707,00 1.634,00 80.306,00 3.035,00 132.581,00 117 53.183,00 454 0 0 72.691,00 12.127,00 477 66.812,00 456 530 1.387,00 2.276,00 1.991,00 5.175,00 1.316,00
2002
2003 726 4.146,00 47.923,00 31.033,00 621 850 103.599,00 17.750,00 1.562,00 3.809,00 89.700,00 69.701,00 60 175 32.213,00 44.267,00 53 726 0 0 25 0 124.804,00 161.497,00 13.651,00 21.992,00 374 690 103.600,00 275.373,00 244 970 1.402,00 2.252,00 14.329,00 1.084,00 5.108,00 3.719,00 3.042,00 5.885,00 4.328,00 10.002,00 1.009,00 1.300,00
2004 501 26.118,00 808 27.197,00 8.199,00 120.469,00 105 36.656,00 1.794,00 0 0 281.824,00 31.133,00 488 121.681,00 628 1.565,00 13.793,00 6.276,00 14.080,00 4.317,00 1.744,00
2005 415 144.000,00 842 46.643,00 4.181,00 179.465,00 93 26.489,00 1.616,00 0 0 313.593,00 57.628,00 457 87.491,00 437 1.386,00 10.681,00 5.852,00 13.540,00 16.608,00 3.810,00
2006 695 130.451,00 734 46.400,00 9.048,00 141.542,00 106 303.766,00 1.365,00 597 0 615.375,00 34.734,00 456 90.875,00 255 1.684,00 3.005,00 2.580,00 17.936,00 11.751,00 2.823,00
Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Papua Maluku Utara Irian Jaya Barat Sumber Data
1.718,00 296 143 1.478,00 421 0 0 16 5 0 0 :
868 511 332 1.428,00 375 43 0 179 161 69 0
Departemen Pertanian, 2007
1.599,00 2.544,00 310 1.639,00 343 29 0 65 578 133 0
4.159,00 3.368,00 421 6.880,00 677 175 0 561 611 3.016,00 0
3.682,00 2.467,00 514 1.588,00 453 68 0 734 333 703 0
3.040,00 2.559,00 435 1.652,00 1.207,00 100 0 280 225 209 148
2.865,00 4.249,00 403 1.789,00 1.023,00 147 409 256 96 169 197
Lampiran 1. Sifat dan Karakteristik Beberapa Jenis Kultivar Nenas Karakteristik Daun Warna Kulit
Smooth Cayenne Halus Oranye, dengan mata yang datar
Warna Buah
Kuning pucat sampai kuning Bentuk, Berat, Silindris, dan Inti Buah berat per buah 2,3 kg atau lebih, dan inti buah berukuran sedang Rasa Manis sedikit masam, rendah serat, dan banyak mengandung air Contoh Varietas Indonesia
Queen
Sangat baik Baik Sedang
Red Spanish
Halus Kuning atau oranye kemerahan
Kuning tua
Putih sampai kuning tua
Kerucut, berat per buah 0,5 – 1,1 kg, dan inti buah kecil
Silindris, berat per buah 0,8 – 2,5 kg, dan inti buah kecil sampai sedang
Manis sedikit masam dan rendah serat
Manis, Masam dan Manis, tekstur berserat lembut buahnya dan berair lembut berserat, dan banyak mengandung air -
Sedang Baik Baik
Berduri Oranye merah dengan mata dalam dan besar Kuning pucat sampai putih
Abacaxi
Berduri Kuning, dengan mata yang dalam
Wajo, Tangkit, di Subang, Palembang Simalungun, Lobong Emas, Lobong Kuning
Pemasaran Pengalengan Lokal Ekspor
Jenis Nenas Maipure
Bulat, berat per buah 0,9 – 1,8 kg, dan inti buah besar
Sedang Sedang Baik Baik Sedang - Sangat baik Tidak baik
Berduri Kuning
Kuning pucat sampai putih Kerucut, berat ratarata buah 1,4 kg, dan inti buah kecil
Sedang Baik Sedang Tidak baik
Sumber : Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Dirjen Hortikultura, 2006
98
Lampiran 2. Karakteristik Tujuh Varietas Nenas di Indonesia No Varietas 1 Varietas Wajo. Nenas Wajo berasal dari daerah Sulawesi Selatan. Tepatnya Desa Mario, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo. Nenas ini tergolong jenis Smooth Cayenne.
2
Varietas Tangkit. Nenas Tangkit berasal dari Desa Tangkit Baru, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Nenas ini termasuk jenis nenas Queen.
3
Varietas Palembang,. Nenas Palembang berasal dari daerah Palembang. Nenas ini termasuk jenis nenas Queen.
Karakteristik a. Bentuk Buah : Lonjong, bagian ujung lebih kecil dibandingkan dengan pangkal. b.Warna buah masak : kuning sampai oranye. c. Warna daging buah : kuning. d.Rasa buah : agak manis, aroma harum, berserat, banyak mengandung air. e. Mata buah : besar, berlekuk ke dalam. f. Bobot per buah : 1,5 – 3,5 kg. g.Panjang buah : 26 – 36 cm. h.Panjang tangkai : 15 – 25 cm i. Lingkar pangkal : 42 – 47 cm. j. Lingkar tengah : 46 – 50 cm. k.Lingkar ujung : 22 – 33 cm. a. Bentuk Buah : Lonjong, bagian ujung hampir sama dengan pangkal. b.Warna buah masak : kuning. c. Warna daging buah : kuning. d.Rasa buah : manis, aroma lembut, sedikit berserat, kandungan air 84,97 %. e. Mata buah : berlekuk dangkal. f. Bobot per buah : 1,3 – 1,5 kg. g.Panjang buah : 18 – 20 cm. h.Panjang tangkai : 13 – 15 cm i. Lingkar pangkal : ± 31,5 cm. j. Lingkar tengah : ± 34,5 cm. k.Lingkar ujung : ± 35,5 cm. a. Bentuk Buah : Lonjong, bagian ujung lebih kecil dibandingkan dengan pangkal. b.Warna buah masak : kuning. c. Warna daging buah : kuning keemasan. d.Rasa buah : manis, aroma harum, padat, kandungan air sedikit. e. Mata buah : kecil, berlekuk. f. Bobot per buah : 1 – 1,3 kg. g.Panjang buah : 26 – 25 cm. h.Panjang tangkai : 7 – 12 cm i. Lingkar pangkal : 33,5 – 34,5 cm. j. Lingkar tengah : ± 35 cm. k.Lingkar ujung : 28,5 – 29 cm.
99
No Varietas 4 Varietas Subang. Nenas Subang berasal dari Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Nenas ini termasuk jenis Smooth Cayenne.
5
Varietas Simalungun. Nenas ini berasal dari Desa Purba Tua Etek, Kecamatan Silima Kuta, Kab Simalungun, Sumatera Utara. Nenas ini termasuk jenis Smooth Cayenne.
6
Varietas Lobong Emas. Nenas ini berasal dari Desa Lobong, Kec. Passi, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Nenas ini termasuk jenis Smooth Cayenne.
7
Varietas Lobong Kuning. Nenas ini berasal dari Desa Lobong, Kec. Passi, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Nenas ini termasuk jenis Smooth Cayenne.
a. b. c. d. e. f. g. h. a. b. c. d. e. f. g. h. i. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Karakteristik Bentuk Buah : Bulat lonjong, panjang. Warna buah masak : hijau tua kekuningan. Warna daging buah : kuning terang. Rasa buah : manis, aroma harum, kandungan air sedang. Mata buah : besar, berlekuk dangkal. Bobot per buah : 1,8 – 2,5 kg. Panjang buah : ± 23 cm. Diameter : ± 26,5 cm. Bentuk Buah : Bulat lonjong. Warna buah masak : hijau kekuningan sampai kuning. Rasa buah : manis, aroma harum, kandungan air 83,2 %. Mata buah : besar, agak menonjol. Bobot per buah : 1,5 – 3,5 kg. Panjang buah : 16 – 20 cm. Lingkar pangkal : 28,5 – 42,5 cm. Lingkar tengah : 37 – 45 cm. Lingkar ujung : 27 – 40 cm. Bentuk Buah : Bulat lonjong. Warna buah masak : kuning kemerahan. Rasa buah : manis, aroma harum, berair. Mata buah : dalam. Bobot per buah : 1,2 – 2,5 kg. Panjang buah : 16 – 23 cm. Panjang tangkai : 12 – 16 cm Lingkar pangkal : 27 – 31 cm. Lingkar tengah : 33 – 39 cm. Lingkar ujung : 23 – 29 cm. Bentuk Buah : Bulat lonjong. Warna buah masak : kuning. Rasa buah : manis, aroma harum, berair. Mata buah : berlekuk ke dalam. Bobot per buah : 1,2 – 2,5 kg. Panjang buah : 10 – 15 cm. Panjang tangkai : 12 – 16 cm Lingkar pangkal : 27 – 35 cm. Lingkar tengah : 33 – 38 cm. Lingkar ujung : 25 – 30 cm.
Sumber : Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Ditjen Hortikultura, Departemen Pertanian, 2006.
100
Lampiran 4. Petani Responden di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Petani Solimin Musran Mat Ani Lukman Surkowi Nasrul Abas Hasan Mayani Syarifah
Jenis Kelamin L L L L L L P P
Umur (Tahun) 35 30 45 51 21 48 30 60
9 10 11 12 13 14 15
Sunadi Kasimin Parden Darmini Riduan Mardiana Haji Pendi
L L L P L P L
46 30 40 25 45 22 51
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Sulaiman Jumadi Cik Mun Man Hadi Ulman Hasan Kowi Heri Kisman Romli Suhaimi Djauhari
L L P L L L L L L L L
25 30 29 27 40 50 32 30 36 48 52
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD Tidak sekolah SMA SD SD SD SD SD Tidak Sekolah SD SMP SD SD SD SD SMEA SMA SMP SD SD
Luas Lahan (Ha) 2 1 3 3 3 1 1 1
Pengalaman (Tahun) 2 2 16 26 2 8 10 32
Status Kepemilikan Lahan Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Bagi hasil Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri
Jumlah Bibit (Batang) 30.000 15.000 45.000 45.000 45.000 15.000 15.000 15.000
Produksi (Buah) 90.000 45.000 135.000 135.000 135.000 45.000 45.000 45.000
2 1 1.5 2 1 0.5 1
2 20 18 2 3 2 28
Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Bagi hasil Milik sendiri
30.000 15.000 25.000 30.000 15.000 8.000 15.000
90.000 45.000 75.000 90.000 45.000 24.000 45.000
1 2 2 1 1 2 3 2 3 1 2
5 5 8 2 10 26 4 2 8 2 22
Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri
15.000 30.000 30.000 15.000 15.000 30.000 45.000 30.000 45.000 15.000 30.000
45.000 90.000 90.000 45.000 45.000 90.000 135.000 90.000 135.000 45.000 90.000
102
27 28 29 30 31 32
Choirul Samsul Dani Suryadi Heru Ibrahim
L L L L L L
29 43 41 38 37
SMA SD SD SD SD SD
2 3.5 2.5 1 1 2
2 16 13 11 9 30
Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri
30.000 50.000 35.000 15.000 15.000 30.000
90.000 150.000 135.000 45.000 45.000 90.000
103
Lampiran 5. Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran 1. Biaya Pemasaran Petani - Biaya Transportasi Jumlah Pedagang Pengumpul Desa (PPD) - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Transportasi dan Retribusi Jumlah Pedagang Pengecer - Biaya Pengemasan - Biaya Penyusutan - Biaya Pemesanan (Komunikasi) - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Penyimpanan dan Retribusi Jumlah Total Biaya Pemasaran
Jumlah rata-rata (Rp/Buah) 100 100 25 105 130 50 75 25 25 25 200 430
104
Lampiran 6. Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran 2. Biaya Pemasaran Petani - Biaya Transportasi Jumlah Pedagang Pengumpul Desa (PPD) - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Transportasi Jumlah Pedagang Pengumpul Kota (PPK) - Biaya Transportasi - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi Jumlah Pedagang Besar - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Transportasi - Biaya Pemesanan (Komunikasi) - Biaya Pengemasan - Biaya Penyimpanan dan Retribusi - Biaya Penyusutan Jumlah Pedagang Pengecer - Biaya Pengemasan - Biaya Penyusutan - Biaya Pemesanan (Komunikasi) - Biaya Bongkar Muat - Biaya Penyimpanan dan Retribusi Jumlah Total Biaya Pemasaran
Jumlah rata-rata (Rp/Buah) 100 100 25 100 125 250 25 275 25 100 5 25 25 50 230 50 100 25 25 25 225 955
105
Lampiran 7. Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran 3. Biaya Pemasaran Petani - Biaya Transportasi - Biaya Panen Jumlah Pedagang Pengumpul Kota (PPK) - Biaya Transportasi - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi Jumlah Pedagang Besar - Biaya Bongkar Muat dan Sortasi - Biaya Transportasi - Biaya Pemesanan (Komunikasi) - Biaya Pengemasan - Biaya Penyimpanan dan Retribusi - Biaya Penyusutan Jumlah Pedagang Pengecer - Biaya Pengemasan - Biaya Penyusutan - Biaya Pemesanan (Komunikasi) - Biaya Bongkar Muat - Biaya Penyimpanan dan Retribusi Jumlah Total Biaya Pemasaran
Jumlah rata-rata (Rp/Buah) 100 25 125 250 25 275 25 100 5 25 25 50 230 50 100 25 25 25 225 855
106
Lampiran 7. Petani Responden di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Petani Solimin Musran Mat Ani Lukman Surkowi Nasrul Abas Hasan Mayani Syarifah
Jenis Kelamin L L L L L L P P
Umur (Tahun) 35 30 45 51 21 48 30 60
9 10 11 12 13 14 15
Sunadi Kasimin Parden Darmini Riduan Mardiana Haji Pendi
L L L P L P L
46 30 40 25 45 22 51
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Sulaiman Jumadi Cik Mun Man Hadi Ulman Hasan Kowi Heri Kisman Romli Suhaimi Djauhari
L L P L L L L L L L L
25 30 29 27 40 50 32 30 36 48 52
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD Tidak sekolah SMA SD SD SD SD SD Tidak Sekolah SD SMP SD SD SD SD SMEA SMA SMP SD SD
Luas Lahan (Ha) 2 1 3 3 3 1 1 1
Pengalaman (Tahun) 2 2 16 26 2 8 10 32
Status Kepemilikan Lahan Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Bagi hasil Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri
Jumlah Bibit (Batang) 30.000 15.000 45.000 45.000 45.000 15.000 15.000 15.000
Produksi (Buah) 90.000 45.000 135.000 135.000 135.000 45.000 45.000 45.000
2 1 1.5 2 1 0.5 1
2 20 18 2 3 2 28
Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Bagi hasil Milik sendiri
30.000 15.000 25.000 30.000 15.000 8.000 15.000
90.000 45.000 75.000 90.000 45.000 24.000 45.000
1 2 2 1 1 2 3 2 3 1 2
5 5 8 2 10 26 4 2 8 2 22
Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri
15.000 30.000 30.000 15.000 15.000 30.000 45.000 30.000 45.000 15.000 30.000
45.000 90.000 90.000 45.000 45.000 90.000 135.000 90.000 135.000 45.000 90.000
102
27 28 29 30 31 32
Choirul Samsul Dani Suryadi Heru Ibrahim
L L L L L L
29 43 41 38 37
SMA SD SD SD SD SD
2 3.5 2.5 1 1 2
2 16 13 11 9 30
Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri Milik sendiri
30.000 50.000 35.000 15.000 15.000 30.000
90.000 150.000 135.000 45.000 45.000 90.000
103
Lampiran 10 KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS SISTEM TATANIAGA NENAS PALEMBANG DI DESA SUNGAI MEDANG, KOTAMADYA PRABUMULIH, PROVINSI SUMATERA SELATAN
RESPONDEN PEMASARAN
Nama
:…………………………………
Alamat
:.................................................... ………………………………….
Tanggal Pengisian
:…………………………………
Peneliti Dedy Hermansyah A 14105661
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
I. Deskripsi Pedagang 1. Nama
:………………………………………………………..
2. Jenis Kelamin
: P/L
3. Umur
:………………………………………………………..
4. Pendidikan
:………………………………………………………..
5. Berdagang Nenas Sebagai
: (1) Pedagang Pengumpul (2) Pedagang Besar/grosir (3) Pedagang Pengecer (4) ……………………
6. Alamat
:………………………………………………………..
7. Nama Lembaga
:………………………………………………………..
8. Bentuk Lembaga
: (1) Perorangan (2) Koperasi
9. Tahun Mulai Beroperasi
(3) Firma/CV (4) Lainnya……………………….
:………………………………………………………..
II. Pembelian 1. Dibeli dari/sumber pembelian No
Sumber Pembelian
Volume (Buah)
Harga (Rp/Buah)
2. Tata cara pembelian No 1
2
Uraian Cara Pembelian
5
Uraian Cara perolehan informasi harga
a. Bebas
a. Sesama pedagang
b. Kontrak
b. Media massa
Cara Pembayaran
c. Kelompok petani
a. Tunai
d. Lainnya................................................
b. Dibayar dimuka
3
No
6
Alasan membeli pada sumber
c. Dibayar sebagian
a. Harga lebih murah
d. Hutang
b. Barang lebih bagus
Cara penyerahan barang
c. Lokasi mudah dijangkau
a. Ditempat pembeli
d. Langganan
b. Ditempat penjual
e. Lainnya....................................................
110
4
Cara penentuan harga a. Ditentukan petani b. Ditentukan pedagang c. Ditentukan pemerintah d. Tawar-menawar
3. Hambatan dan masalah dalam proses pembelian No
masalah
(1)=Ya (2)=Tidak
1
Harga terlalu tinggi/rendah
2
Harga berfluktuasi tajam
3
Ketersediaan barang tidak kontinyu
4
Ketersediaaan barang terlalu sedikit dibanding kemampuan membeli
5
Sarana jalan jelek
6
Fasilitas angkutan langka
7
Peraturan pemerintah tidak jelas
8
Pungutan-pungutan terlalu besar
9
Keterbatasan tenaga terampil
10
Keterbatasan tenaga buruh
11
Kualitas barang dapat berubah
12
Kualitas barang sangat beragam
13
Keterbatasan modal
14
..............................................................................................................
III. Penjualan 1. Dijual ke/Tujuan Penjualan No
Tujuan penjualan
Volume (Buah)
Harga (Rp/Buah)
111
2. Tata cara penjualan No 1
2
Uraian Cara Penjualan
4
Uraian Cara penentuan harga
a. Bebas
a. Ditentukan pedagang
b. Kontrak
b. Ditentukan konsumen
Cara Pembayaran
c. Ditentukan pemerintah
a. Tunai
d. Tawar-menawar
b. Dibayar dimuka
3
No
5
Darimanakah informasi harga diperoleh
c. Dibayar sebagian
a. Sesama pedagang
d. Hutang
b. Media massa
Cara penyerahan barang
c. Kelompok petani
a. Ditempat pembeli
d. Lainnya................................................
b. Ditempat penjual
IV. Biaya Keseluruhan No
Jenis Kegiatan
1
Transportasi/Pengangkutan
2
Pengemasan
3
Tenaga Kerja
4
Retribusi
5
Penyusutan
6
Penyimpanan
7
Biaya bongkar muat
8
Biaya sortasi
Biaya (Rp/Buah)
9
112
Lampiran 11 KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS SISTEM TATANIAGA NENAS PALEMBANG DI DESA SUNGAI MEDANG, KOTAMADYA PRABUMULIH, PROVINSI SUMATERA SELATAN
RESPONDEN PETANI
Nama
:…………………………………
Alamat
:.................................................... ………………………………….
Tanggal Pengisian
:…………………………………
Peneliti Dedy Hermansyah A 14105661
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
1. Nama Petani
:………………………………………………………..
2. Jenis Kelamin
: P/L
3. Umur
:………………………………………………………..
4. Pendidikan
:………………………………………………………..
5. Alamat
:………………………………………………………..
6. Tahun mulai bertani
:………………………………………………………..
7. Luas Lahan
:………………………………………………………..
8. Status Lahan
: milik sendiri/sewa/bagi hasil
9. Dijual ke/tujuan penjualan No Tujuan penjualan
10. Biaya Produksi Jenis biaya
Volume (Buah)
Besarnya/musim tanam (Rp)
Produksi (Buah)
Harga (Rp/Buah)
Biaya produksi (Rp/Buah)
Lahan Pupuk Bibit Pestisida Tenaga kerja Panen …………………. ………………….
11. Harga Jual Besarnya produksi (Buah)
Harga jual (Rp/Buah)
Penerimaan (Rp)
108