ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) DI INDONESIA
DWI RANI WIDIASTUTY
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Dwi Rani Widiastuty NIM H14120030
ABSTRAK DWI RANI WIDIASTUTY. H14120030. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO. Crumb rubber merupakan karet alam yang diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Perkembangan ekspor crumb rubber mengalami pertumbuhan yang baik. Kondisi ini membuat banyak perusahaan tertarik untuk masuk dalam pasar industri crumb rubber. Banyaknya perusahaan baru yang masuk dalam industri crumb rubber membuat industri crumb rubber semakin berkembang. Terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar menyebabkan persaingan di industri crumb rubber juga akan meningkat, baik produsen lokal maupun multinasional. Pertumbuhan sektor industri crumb rubber yang pesat memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal kuat dan berskala besar, serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan dalam industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber, serta menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1990-2013. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri crumb rubber di Indonesia. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri crumb rubber dengan pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance), sementara untuk menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja digunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur Industri crumb rubber di Indonesia dapat dikatakan tidak terkonsentrasi (unconcentrated) atau mendekati pasar persaingan sempurna, terlihat dari nilai rata-rata rasio empat perusahaan (CR4) sebesar 17,48 persen dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) sebesar 98,74 persen. Selain itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale (MES) sebesar 6,48 persen, artinya hambatan masuk pasar termasuk rendah. Rendahnya Minimum Efficiency Scale (MES) dapat menjadi peluang masuknya perusahaan baru ke industri crumb rubber di Indonesia. Perilaku pasar dapat terlihat dari beberapa strategi yang digunakan perusahaan crumb rubber dalam meningkatkan keuntungan, yaitu strategi harga, produk dan promosi. Kinerja industri crumb rubber terlihat dari nilai rata-rata tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (Xeff) dan pertumbuhan nilai output (growth) kurang dari 50 persen, sehingga kinerja industri crumb rubber di Indonesia masih kurang baik. Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja industri crumb rubber dipengaruhi secara nyata oleh efisiensi internal (X-eff) dan produktivitas (Prod), pada taraf nyata 0,05 (lima persen). Selain itu, nilai pertumbuhan (growth), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Pola hubungan antara X-eff, growth dan produktifitas terhadap PCM berpengaruh positif, sedangkan pola hubungan antara ekspor dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) terhadap PCM berpengaruh negatif. Kata kunci: crumb rubber, ekspor, OLS, SCP
ABSTRACT DWI RANI WIDIASTUTY. H14120030. Analysis of Structure, Conduct and Performance Crumb Rubber Industry in Indonesia. Supervised by ARIEF DARYANTO. Crumb rubber is a natural rubber that is treated specifically so that technically quality is guaranteed. The development of crumb rubber exports is experiencing good growth. This condition makes many companies interested to enter in the crumb rubber industry market. The number of new companies entering the industry make the crumb rubber industry continue to growing. An increasing number of similar companies that entered the market led to a rivalry in the crumb rubber industry. This will also increase, both local and multinational manufacturers. Growth in the industrial sector crumb rubber which enables the rapid emergence of large companies, have strong capital and large-scale, and creates competition between companies in the industry. This study aims to determine the structure, conduct and performance of the crumb rubber industry, as well as to analyze the relationship between structure and other factors to the performance of crumb rubber industry in Indonesia. The data used in this research is secondary data. Data taken from the agencies concerned, BPS, PT Indonesian CAPRICORN Consultants Inc, the Ministry of Industry, Association of Indonesian Rubber Companies (Gapkindo), UN Comtrade. These books and a variety of sources support the research. The data used are time series data from the year 1990 to 2013. Descriptive method is used to analyze the behavior of crumb rubber industry in Indonesia. Quantitative methods are used to analyze the structure and performance of crumb rubber industry to approach SCP (Structure-Conduct-Performance), while to analyze the relationship between structure and other factors to the performance approach is used OLS (Ordinary Least Square). The results showed that the structure of crumb rubber industry in Indonesia can be said to be unconcentrated or close to a perfectly competitive market, seen from the average value of the ratio of the four firms (CR4) of 17,48 percent and the Herfindahl-Hirschman Index (HHI) of 98,74 percent. In addition, the average value of Minimum Efficiency Scale (MES) of 6,48 percent, which means that market entry barriers are low. Low Minimum Efficiency Scale (MES) can be chances entry of new firms into crumb rubber industry in Indonesia. Market behavior can be seen from some of the strategies the company uses crumb rubber to improve profits, the strategy of price, product and promotion. Performance of the crumb rubber industry can be seen from the value of the average rate of profit (PCM), internal efficiency (X-eff) and growth of less than 50 percent, so the performance of crumb rubber industry in Indonesia is still not good. Based on the regression results, the rate of profit (PCM), which represents the performance of crumb rubber industry is significantly affected by internal efficiency (X-eff) and productivity (Prod), the real level of 0,05 (five percent). In addition, growth, Herfindahl-Hirschman Index (HHI) and exports no significant effect on PCM. The pattern of the relationship between X-eff, growth and
productivity of the PCM positive effect, while the pattern of the relationship between exports and Herfindahl-Hirschman Index (HHI) to PCM negative effect. Keywords: crumb rubber, export, OLS, SCP
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) DI INDONESIA
DWI RANI WIDIASTUTY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taβala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah analisis crumb rubber dengan judul Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir Arief Daryanto MEc selaku dosen pembimbing atas saran dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Mulatsih MScAgr selaku dosen penguji utama dan Ibu Dr Ir Wiwiek Rindayanti MSi selaku penguji dari komisi pendidikan yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agus Susanto (Badan Pusat Statistik), Bapak Ahmad Badaruddin (Gapkindo) yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada ayah Usman, ibu Ida Nuraida, kakak serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi, keluarga besar ESP 49, Mabruroh, Ans, Teti, Shelvy, Veni, Vivi, Noviza, Sofie, Reni dan Ihsan Fikrie sebagai tempat berbagi suka dan duka, serta kepada Annisa Safitri dan Aryani Sundari selaku teman sebimbingan yang saling mendukung dan juga kepada teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama empat tahun belajar disini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, April 2016 Dwi Rani Widiastuty
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA METODE
3 12
Jenis dan Sumber Data
12
Metode Analisis
12
Uji Statistika dan Ekonometrika
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Gambaran Umum Karet
20
Perkembangan Industri Crumb Rubber di Indonesia
22
Profil Beberapa Perusahaan Crumb Rubber di Indonesia
23
Regulasi Pemerintah yang berkaitan dengan Crumb Rubber di Indonesia
24
Analisis Struktur Pasar Industri Crumb Rubber di Indonesia
24
Analisis Perilaku Industri Crumb Rubber di Indonesia
26
Analisis Kinerja Industri Crumb Rubber di Indonesia
27
Hasil Analisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia
28
SIMPULAN DAN SARAN
31
Simpulan
31
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu 2009 - 2013 Tipe-tipe Pasar Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan Perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja tahun 1990-2013 Tingkat konsentrasi industri crumb rubber tahun 1990-2013
1 6 6 22 25
DAFTAR GAMBAR 6 Bagan kerangka pemikiran 11 7 Pertumbuhan nilai ekspor dan konsumsi domestik industri crumb rubber tahun 1990-2013 23 8 Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff 27
DAFTAR LAMPIRAN 9 10 11 12 13 14
Nilai MES industri crumb rubber Nilai PCM, growth dan efisiensi industri crumb rubber Nilai dependent dan independent industri crumb rubber Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) Uji normalitas Matriks kolerasi antar variabel eksogen
34 34 35 36 36 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas penting bagi perekonomian Indonesia. Nilai ekonomi yang diperoleh dari komoditas karet alam antara lain sebagai penyumbang devisa negara dan sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia. Komoditas karet alam yang diperdagangkan dalam bentuk primer dan turunan atau hasil olahannya. Pada produk primer terdapat tiga golongan utama yaitu crumb rubber, karet konvensional dan lateks pekat. Data ekspor karet alam Indonesia dalam angka tahun disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu 2009 - 2013 (β000 ton) Jenis Mutu 2009 2010 Lateks pekat 9,1 12,9 RSS (Ribbed 77,0 60,2 Smoked Sheet) SIR (Technically 1.905,0 2.278,8 Specified rubber) Jenis karet lain 0,1 Total 1.991,7 2.351,9 Sumber: BPS (diolah Gapkindo, 2015)
2011 9,5
2012 7,6
2013 5,9
67,3
66,7
69,3
2.370,1
2.370,1
2.625,1
2.555,7
2.444,4
1,6 2.702,0
Tabel 1 menunjukan bahwa ekspor karet alam Indonesia berdasarkan jenis mutu dari tahun 2009-2013 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009-2011 total ekspor karet alam mengalami pertumbuhan, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 0,04 persen. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 0,11 persen. Hampir mencapai 90 persen dari total ekspor produk karet alam Indonesia diolah menjadi crumb rubber dengan kodifikasi SIR (Standard Indonesia Rubber), sedangkan sisanya diolah dalam bentuk RSS (Ribbed Smoked Sheet), lateks pekat dan lainnya (BPS, 2013). Pada tahun 2009-2013 ekspor crumb rubber mengalami pertumbuhan yang baik. Perkembangan ini membuat banyak perusahaan tertarik untuk masuk dalam pasar industri crumb rubber. Banyaknya perusahaan baru yang masuk dalam industri crumb rubber membuat industri crumb rubber semakin berkembang. Terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar, membuat persaingan di industri crumb rubber juga akan meningkat baik produsen lokal maupun multinasional.
Perumusan Masalah Pertumbuhan sektor industri crumb rubber yang pesat memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal kuat dan berskala besar, serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan dalam industri. Perusahaan-perusahaan besar yang bermodal kuat akan memiliki kekuatan yang
2 besar di dalam pasar. Kekuatan ini bisa diperoleh karena perusahaan-perusahaan mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kebijakan proteksi dan penanaman modal asing. Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat menandakan semakin nyata akibat dari persaingan itu sendiri, baik persaingan yang bersifat sehat maupun kurang sehat. Hal ini secara langsung akan memengaruhi struktur, perilaku dan kinerja dari suatu industri. Fenomena yang terjadi selanjutnya yaitu mengarah pada terbentuknya konsentrasi dalam pasar. Terkonsentrasinya struktur pasar pada industri crumb rubber secara tidak langsung berimplikasi pada kinerja industri dan menyebabkan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan. Kinerja juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Apabila tidak ada pengawasan yang ketat, maka akan menciptakan suatu bentuk persaingan tidak sehat sehingga menyebabkan kerugian bagi pesaing lain. Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa hal yang dapat dikaji dalam menentukan struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber di Indonesia? 2. Bagaimana hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia?
Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber di Indonesia. 2. Menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi terbaru bagi para pelaku industri crumb rubber. Bagi pemerintah maupun lembaga atau instansi terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan industri crumb rubber di Indonesia. Bagi penulis merupakan proses belajar untuk lebih kritis dalam menganalisis suatu permasalahan yang sedang terjadi di sektor industri dan dapat lebih memberikan wawasan yang lebih luas mengenai industri crumb rubber di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri pengolahan hasil perkebunan yaitu industri pengolahan karet. Industri karet yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah industri karet dan bahan olahan karet dengan spesifikasi karet remah (crumb rubber) dengan kategori industri besar dan sedang berdasarkan kode Internasional Standard Industrial Classification (ISIC) 5 digit revisi 2000
3 yaitu 25123. Data yang digunakan adalah data tahunan (time series) dari tahun 1990-2013. Pada penelitian ini tidak dibahas lebih jauh mengenai aspek perdagangan internasional, hanya diberikan informasi mengenai perkembangan nilai ekspor crumb rubber di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Industri Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami. Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar yang berada di antara keduanya (Jaya, 2001). Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya memengaruhi cara kerja pasar industri. Definisi ekonomi industri adalah bahwa pada dasarnya teori-teori yang terdapat dalam ekonomi industri menekankan pada ilmu ekonomi studi empiris dan faktor-faktor yang memengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja sehingga tercapai tingkat efisiensi bagi perusahaan, industri serta perekonomian secara keseluruhan (Jaya, 2001). Menurut Hasibuan (1993) pengertian industri dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti (substitusi). Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah, yaitu semua produk barang maupun jasa. Sehingga dapat simpulkan bahwa pengertian industri secara luas adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada satu bangunan atau lokasi tertentu serta memiliki catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada yang lebih bertanggung jawab atas usaha tersebut.
Pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) Kerangka analisis Structure Conduct Performance (SCP) merupakan alat analisis ekonomi industri yang dikembangkan oleh ahli ekonomi modern yang mulai berkembang sejak tahun 1930. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Edward S. Mason, seorang dosen di University of Harvard pada tahun 1930-an. Kemudian pendekatan ini dikembangkan lagi oleh Bain, Clark dan Caves (Scherer, 1996). Kerangka analisis ini mengemukakan hubungan keterkaitan antara struktur pasar dalam suatu stuktur (structure) dengan perilaku (conduct) dan kinerja (performance) perusahaan-perusahaan dalam industri. Secara spesifik, mengacu pada pendekatan SCP tradisional (konvensional), struktur pasar cenderung memengaruhi perilaku (conduct) kemudian perilaku akan memengaruhi kinerja (performance) dari perusahaan-perusahaan yang ada di dalam industri tersebut (Arsyad L, 2014).
4 Teori organisasi industri menjelaskan bahwa terdapat sebuah konsep SCP atau structure, conduct and performance. Teori tersebut menjelaskan bahwa kinerja suatu industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh struktur pasar. Struktur pasar dianggap akan mempengaruhi perilaku dan strategi perusahaan dalam suatu industri dan perilaku akan mempengaruhi kinerja. Ada beberapa model pendekatan SCP yaitu SCP School dan Chicago School, serta The New Industrial Economics. a. Structure-Conduct-Performance (SCP School) Pandangan ini menekankan bahwa tingkat konsentrasi dan keuntungan yang tinggi diinterpretasikan sebagai indikator penguasaan dan penyalahgunaan penguasaan pasar. Dengan demikian masyarakat akan merasakan dampak negatifnya dan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk membatasi perilaku perusahaan (Lubis, 1997). b. Chicago School Aliran Chicago School mempunyai argumen bahwa tingkat konsentrasi dan keuntungan yang tinggi merupakan ukuran keberhasilan perusahaan. Hanya perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu mendapatkan keuntungan dan memperbesar pangsa pasar serta meningkatkan konsentrasi pasar. Sebaliknya, perusahaan yang efisien justru menguntungkan konsumen melalui tingkat harga yang lebih rendah maupun kualitas produk yang lebih baik. Berbeda dengan pandangan klasik, pandangan ini menyatakan arah hubungan yang terbalik, di mana tingkat efisiensi perusahaan merupakan determinan posisi suatu perusahaan dalam pasar dan perilakunya. Aliran ini juga menyatakan bahwa sumber utama terjadinya kekuatan monopoli adalah pemerintah, sehingga agar tercapai kinerja pasar yang diinginkan diserahkan pada mekanisme pasar (Yunianti, 2001). Paradigma Chicago meyakini bahwa keberhasilan perusahaan (firm success) yang diukur dengan tingkat keuntungan dan pangsa pasarnya mengindikasikan kepuasan konsumen, bukan kinerja yang buruk (Daryanto, 2004). c. New Industrial Economics Pandangan ini memberi perhatian lebih pada peran perilaku yaitu apresiasi terhadap dimensi strategis dari keputusan perusahaan. Perusahaan tidak hanya bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal, tapi berusaha agar lingkungan ekonomi dimana perusahaan berada dapat memberi keuntungan dengan pertimbangan bahwa pesaingnya juga akan melakukan hal yang sama (Lubis, 1997).
Struktur Pasar Menurut Hasibuan (1993) pengertian struktur sering diidentikan dengan bentuk atau format tetapi untuk istilah struktur pasar disini adalah bentuk susunan. Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun
5 eksternal serta mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam perekonomian. Pasar secara sederhana disebut sebagai pertemuan antara penjual dengan pembeli. Pengertian penjual disini telah mencakup setiap individu perusahaan dalam industri, sedangkan pengertian pembeli telah tergabung dalam sejumlah pembeli. Hasibuan (1993) menjelaskan bahwa dalam struktur pasar terdapat elemenelemen yang menjelaskan pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan untuk masuk (barrier to entry). Setiap perusahaan memiliki struktur pada masing-masing keadaan tertentu. Menurut Jaya (2001) elemen utama struktur pasar dapat digabungkan dalam suatu kesamaan dan dicocokkan dengan data perusahaan aktual. Asumsinya adalah bahwa tingkat keuntungan perusahaan merupakan motivasi dasar perusahaan. Oleh karena itu, tingkat keuntungan merupakan suatu ukuran yang baik dalam menggambarkan kinerja suatu perusahaan.
Pangsa Pasar Menurut Shepherd (1979) pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar mencerminkan proksi keuntungan bagi perusahaan karena pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar dalam menghadapi persaingan dan sebaliknya. Pangsa pasar dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu berdasarkan nilai penjualan, unit penjualan, unit produksi dan kapasitas produksi. Pada produk yang bersifat homogen biasanya pangsa pasar diukur dengan menggunakan unit atau volume penjualan, sedangkan pada pasar yang produknya heterogen pangsa pasar dihitung terhadap total penjualan. Semakin besar pangsa pasar, semakin besar pula kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan tersebut. Jika pangsa pasar suatu perusahaan tinggi maka akan cenderung ke arah monopoli yang maximal profit-oriented. Sebaliknya jika pangsa pasarnya rendah akan cenderung ke arah pasar persaingan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan kepemilikannya. Secara umum, terdapat hubungan yang positif antara pangsa pasar dan keuntungan (Jaya, 2001). Tabel 2 menunjukkan beberapa tipe pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai dengan persaingan murni.
6
Tipe Pasar Monopoli murni Perusahaan yang dominan
Oligopoli ketat
Oligopoli longgar
Persaingan monopolistik Persaingan murni
Tabel 2 Tipe-tipe pasar Kondisi Utama Suatu perusahaan menguasai 100 persen dari pangsa pasar. Suatu perusahaan yang menguasai 50-100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat. Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Penggabungan empat perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 40 persen atau kurang, kesepakatan di antara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin. Banyak pesaing yang efektif, tidak satu pun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar. Lebih dari 50 persen pesaing yang mana tidak satupun yang memiliki pangsa pasar yang berarti.
Contoh PLN, TELKOM, PAM Surat kabar lokal atau nasional, film kodak, batu baterai. Bank-bank lokal, siaran TV, bola lampu, sabun, toko buku, rokok kretek dan semen. Kayu, perkakas rumah tangga, mesin-mesin kecil, perangkat keras, majalah, batu baterai, obat-obatan. Pedagang eceran,penjual pakaian Sapi dan unggas
Sumber: Jaya, 2001 Konsentrasi (Concentration) Menurut Jaya (2001) konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopoli, dimana adanya hubungan saling ketergantungan antar perusahaan tersebut. Kelompok perusahaan ini biasanya terdiri dari dua sampai delapan perusahaan, kombinasi pangsa pasar yang mereka lakukan membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan Pengukuran Rumus π
Rasio Konsentrasi
n
CR= β πππ i=1
Herfindahl-Hirschman Index
π
H = β πππ 2 π=1
Indeks Rosenbluth Indeks Entrophy
R=
1 -1 π β (2 π=1 π. ππ) π
E = β ππ log π=1
Sumber: Jaya, 2001
1 ππ
7 dimana:
πππ = jumlah perusahaan terbesar ππ = pangsa pasar perusahaan ke-i (%) π
= jumlah perusahaan terbesar
Pengukuran indeks konsentrasi: a) Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran-ukuran pasar yang memimpin pasar. b) Indeks Hirschman-Herfindahl merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar utama dalam suatu industri. c) Indeks Rosenbluth didasarkan pada peringkat suatu perusahaan dan pangsa pasarnya. d) Indeks Entropy mengukur semua pangsa pasar semua perusahaan dalam industri.
Hambatan Masuk (Barrier to Entry) Persaingan potensial adalah sebuah persaingan yang terjadi dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Menurut Jaya (2001) hambatan-hambatan mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh: paten, franchise). Pada intinya hambatan untuk masuk mencakup segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru. Shepherd (1990) menyatakan bahwa terdapat dua jenis hambatan, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan masuk ke dalam pasar yang sifatnya berada di luar kontrol dari lending firm dan merupakan penyebab fundamental yang tidak dapat diubah, seperti modal, skala ekonomi, diferensiasi produk, diversifikasi, intensitas penelitian dan pengembangan, high durability of firm spesific capital dan integrasi vertikal. Sedangkan, hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm, starategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi penguasaan produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.
Perilaku Industri Menurut Hasibuan (1993) perilaku industri adalah pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Biasanya perilaku itu dilakukan dengan melihat kondisi pasar yang akan dimasuki. Menurut teori ekonomi industri, perilaku industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mangalahkan pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat dalam penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk. Perilaku Industri crumb rubber terlihat dalam tiga strategi, yaitu: perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi.
8 Menurut Jaya (2001) perilaku industri dapat menjelaskan mengenai persaingan harga dan jumlah yang ditetapkan perusahaan, kolusi yang terjadi antara perusahaan, diskriminasi harga, differensiasi produk, pengeluaran iklan dan promosi serta pengeluaran riset dan pengembangan. Dalam perilaku perusahaan terdapat kekuatan pemusatan pasar yang terdiri dari pasar monopoli, oligopoli, dan pasar persaingan sempurna. Pada pasar monopoli dimana terdapat kekuatan pasar pada perusahaan tertentu, perilaku perusahaan bertujuan untuk menggapai kondisi perekonomian secara umum bukan untuk menghadapi pesaing. Perilaku perusahaan monopoli dalam menetapkan harga dan jumlah produk bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Monopoli juga menetapkan harga secara administratif bukan melalui mekanisme pasar. Perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan pada kondisi pasar oligopoli. Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga, pada oligopoli yang dipimpin oleh suatu perusahaan dominan pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli.
Kinerja Industri Menurut Jaya (2001), kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para ekonom, kinerja industri biasanya memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan kesinambungan dalam distribusi.
Efisiensi Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara fisik maupun nilai ekonomis (harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal (efisiensi-X) dan efisiensi alokasi. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang di alokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikan nilai dari output.( Jaya, 2001).
Kemajuan Teknologi Kemajuan mengacu pada keefektifan dalam pemeliharaan pasar dari perubahan hasil yang baru dan lebih baik serta teknik produksi yang lebih baik. Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan, dengan adanya perubahan dan perkembangan teknologi dapat memengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik dan proses produksi menjadi lebih baik (Jaya, 2001).
9 Kesinambungan dalam Distribusi (Keadilan/ Equity) Keadilan yaitu keseimbangan dalam distribusi. Keadilan mempunyai tiga dimensi, yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Keseimbangan mempengaruhi etika dan terdapat kriteria etika yang harus dikombinasikan, yaitu kesamarataan, upaya, dan kontribusi atau produktivitas (Jaya, 2001). Berdasarkan elemen-elemen yang diketahui, maka dapat diketahui bagaimana jenis pasar berdasarkan struktur-perilaku dan kinerja yang dihadapi oleh suatu industri. Tabel 3 Jenis pasar berdasarkan struktur-perilaku dan kinerja Struktur N o Pangsa pasar
Perilaku
Kinerja
Entry Condition
Tipe Produk
Strategi Harga
Strategi Produk
Strategi Promosi
Profit
Efisien si Teknis
Pangsa pasar tiap 1 perusaha an <1%, HI< 100
Sangat rendah
Homogen
Tidak ada
indepe nden
b
Normal
Baik
Pangsa pasar tiap perusaha 2 an <10%, 100
Rendah
Heterogen
Unrecognized interdependence
a
Normal
Cukup baik
Rendah
Heterogen
Unrecognized interdependence
a
Normal
Cukup baik
Sedang s/d tinggi
Homogen/ Heterogen
Recognized interdependence
a,b,c
Agak lebih
Kurang
Tinggi
Sangat diferen
independen
a=b,c
Tinggi
Buruk
CR4<40 %, 3 100
Sumber: Greer dalam Juwita (2004) Keterangan: 1; pasar persaingan sempurna, 2; pasar monopolistik, 3; oligopoli longgar, 4; oligopoli ketat, 5; perusahaan dominan, a; promosi berbentuk merk, b; promosi berdasarkan industri/pasar, c; promosi secara politik.
10 Mengukur kinerja suatu industri, variabel yang paling umum digunakan adalah Price-Cost-Margin (PCM). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja pertama kali oleh Collins dan Presto (1968-1969). Selain PCM, pengukuran kinerja juga dapat dilakukan dengan metode-metode lain. Pada umumnya, pengukuran kinerja dalam studi empiris terbagi menjadi empat macam. Selain PCM, pengukuran lain yang dapat digunakan adalah rasio dari kelebihan profit terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari asset atau modal, dan yang terakhir adalah dengan mengukur nilai pasar dari surat-surat berharga perusahaan (Putra, 2009).
Tinjauan Penelitian Terdahulu Rizkyanti (2010) dalam analisis struktur pasar industri karet dan barang karet periode tahun 2009 menunjukan berdasarkan hasil analisisis struktur pasar karet dan produk olahan karet didapatkan bahwa terdapat empat perusahaan yang memiliki pangsa pasar tertinggi yaitu sub-industri karet remah, sub-industri pengasapan karet, sub-industri barang-barang dari karet yang belum termasuk 25591 dan 25592 dan sub-industri ban luar dan ban dalam. Dengan nilai CR4 sebesar 75,21 persen (Jaya, 2001). Dilihat dari konsentrasi Indeks HirschmanHerfindahl menurut klasifikasi struktur pasar dalam indeks herfindahl bahwa industri karet dan barang karet secara keseluruhan termasuk dalam pasar oligopoli sebesar 0,2060. Dikatakan dalam pasar oligopoli karena kisaran herfindahl 0,2 sampai dengan 0,6. Amalia et al (2013) dalam sistem pemasaran rakyat di provinsi Jambi dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar menunjukkan bahwa konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) di tingkat pabrik crumb rubber sebesar 75,70 persen. Karakteristik struktur pasar menunjukkan bahwa pasar terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Struktur pasar yang terbentuk mengarah pada struktur pasar oligopoli dan terdapat lembaga pemasaran yang dominan dalam proses penentuan harga, yaitu pabrik crumb rubber. Subanidja (2005) dalam analisis struktur pasar dan kinerja industri penggilingan menunjukan bahwa melihat struktur pasar industri penggilingan dengan menggunakan kode ISIC /KBLI 153 beberapa industri yang memiliki struktur pasar oligopoli. Dengan menggunakan analisa regresi, pengaruh yang signifikan terhadap margin laba pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan kata lain persamaan regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi (menduga) laba yang diterima oleh perusahaan industri. Melalui ketiga variabel independent : IHH, pangsa pasar, ROA yang signifikan dapat memengaruhi laba serta dapat menjelaskan perubahan kinerja perusahaan industri dalam bentuk margin laba serta secara bersama-sama. Prastiwi (2011) dalam analisis struktur perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia menunjukan hasil analisis Struktur Conduct Performance didapatkan bahwa struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia adalah oligopoli longgar. Kemudian rasio konsentrasi empat perusahaan (CR4), efisiensi internal (X-eff) dan produktivitas tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen terhadap tingkat keuntungan.
11 Andiani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis StrukturPerilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa struktur pasar pada industri susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan tingkat konsentrasi yang cukup tinggi dan jenis produk yang heterogen. Selain itu, dalam penelitian juga disimpulkan bahwa semua variabel yang diuji yaitu Herfindahl-Hirschman Index (HHI), produktivitas, X-efisisensi dan Growth berpengaruh nyata dan mempunyai hubungan positif terhadap tingkat keuntungan perusahaan (PCM).
Kerangka Pemikiran Perkembangan ekspor karet alam Indonesia mengalami pertumbuhan yang baik Ekspor karet alam Indonesia sebagian besar dalam bentuk karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
Industri karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
STRUKTUR Pangsa Pasar Konsentrasi Hambatan masuk
PERILAKU Strategi harga Strategi produk Strategi promosi
KINERJA Price Cost Margin Efficiency Growth
Analisis regresi dengan OLS Hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian Penelitian mengenai Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja suatu industri telah banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi. Hubungan antara variabel-variabel dalam estimasi model yang dianalisis dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda tergantung penggunaan proksi atau variabel yang dipakai peneliti. Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
12 1. Herfindahl-Hirschman Index (HHI) atau total kuadrat pangsa pasar empat perusahaan terbesar memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan (Juwita, 2004). 2. Efesiensi-X (X-eff) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin efisien suatu perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahan lebih sedikit untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang lebih murah. Adanya efisiensi maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat. 3. Pertumbuhan nilai output (Growth) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi tingkat permintaan pasar dalam pertumbuhan nilai output maka tingkat keuntungan yang diperoleh akan semakin meningkat karena adanya dorongan perusahaan untuk meningkatkan output. 4. Produktivitas (Prod) memiliki hubungan yang positif dengan PCM. Produktivitas merupakan perbandingan antara nilai output dengan nilai input tenaga kerja. Semakin tinggi nilai output akan meningkatkan nilai produktivitas suatu perusahaan. Produktivitas yang meningkat menunjukkan kinerja yang meningkat pula. Kinerja yang meningkat akan menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan. 5. Ekspor (Ex) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspor yang tinggi dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diambil dari instansi-instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistika (BPS), PT CAPRICORN Indonesian Consultan Inc, Departemen Perindustrian, Gabungan perusahaan karet Indonesia (Gapkindo), UN Comtrade, skripsi, buku dan berbagai sumber yang menunjang penelitian ini. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1990-2013.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri crumb rubber. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri karet remah (crumb rubber) dengan pendekatan StructureConduct-Performance (SCP) dan untuk menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri karet remah (crumb rubber) di Indonesia pada periode 1990-2013 digunakan dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Word, Microsoft Office Excel 2013 dan E-Views 6.
13 Analisis Struktur Industri Pangsa Pasar Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan (Jaya, 2001). MSi =
SI Stot
x 100%
(1)
dimana: MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen) Si : penjualan perusahaan i (juta rupiah) Stot : penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah) Konsentrasi Industri Tingkat konsentrasi dapat dihitung dengan dua cara yaitu Concentration Ratio (CR) dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Dimana Concentration Ratio (CR) menggambarkan struktur pasar sedangkan penggunaan HHI untuk mengetahui industri karet remah (crumb rubber) berada pada struktur pasar yang bagaimana berdasarkan interval indeksnya (Puspasari, 2006).
Concentration Ratio (CR) Rasio konsentrasi merupakan persentase dari total output industri atau pendapatan penjualan. Rasio konsentrasi sejumlah perusahaan besar mengukur pangsa relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh perusahaan-perusahaan itu. Kelompok perusahaan terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Penerimaan (return) rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi (Jaya, 2001). Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) maka semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen berarti monopoli. Dengan demikian maka konsentrasi dapat dikatakan sebagai berikut: CR 4 =
jumlah penjualan empat perusahaan terbesar total penjualan industri
x 100%
(2)
Konsentrasi suatu perusahaan juga dapat dihitung melalui pangsa pasarnya, yaitu: CR 4 = β4i=1 MSi
(3)
14 dimana : CR 4 : rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (persen) MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen) Herfindahl-Hirschman Index (HHI) Pengukuran ini didasarkan pada jumlah total dan distribusi ukuran dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Dihitung dengan penjumlahan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri (Jaya, 2001). π»π»πΌ= βni=1 MSi 2
(4)
dimana: HHI = Herfindahl-Hirschman Index MSi = pangsa pasar perusahaan ke-i (persen) m n
= jumlah perusahaan terbesar = jumlah total seluruh perusahaan yang berada pada industri
Indeks akan mendekati 0 (nol) ketika terdapat banyak perusahaan dalam satu pasar dengan distribusi yang hampir sama (mendekati pasar persaingan sempurna), dan mendekati 10.000 ketika terjadi monopoli. Pada indeks ini terdapat karakteristik pada bobot, yang dibebankan relatif pada pangsa pasar perusahaan besar dibandingkan dengan pangsa pasar perusahaan kecil (Juwita, 2004).
Hambatan Untuk Masuk Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaingpesaing potensial untuk masuk ke pasar. Semakin tinggi hambatan masuk maka akan semakin lemah ancaman dari pendatang baru yang hendak masuk ke dalam suatu industri. Beberapa hal mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatanhambatan muncul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkat mulai dari tanpa hambatan sama sekali, hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan menggunakan skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan total output industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES) (Jaya, 2001). MES =
output perusahaan terbesar total output industri
x 100%
(5)
15 Analisis Perilaku (Conduct) Industri Perilaku industri crumb rubber dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Analisis tersebut lebih ditekankan pada strategi apa saja yang digunakan industri crumb rubber untuk mendapatkan pangsa pasarnya. Adapun strategistrategi tersebut terdiri dari strategi harga, strategi produk dan strategi promosi. a. Strategi harga Setiap perusahaan dalam lingkup industri tentu memiliki strategi yang berbeda dalam hal penetapan harga. Struktur pasar yang memiliki kecenderungan oligopoli, akan menciptakan perilaku saling ketergantungan antara perusahaan yang kurang mendominasi terhadap perusahaan lain yang lebih mendominasi (Kuncoro, 2007). b. Strategi produk Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pasti akan melakukan strategi dalam mengeluarkan produknya. Strategi produk ini akan menjadi salah satu aspek penting yang akan membedakan produk dari perusahaan satu dengan perusahaan lainnya (Septiani, 2013). c. Strategi promosi Selain strategi dalam harga dan produk, dalam suatu industri terdapat pula aspek strategi promosi. Promosi digunakan sebagai salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Setiap perusahaan akan mengalokasikan anggaran yang berbeda-beda untuk mempromosikan produknya. Hal demikian sangat terkait dengan ukuran dari perusahaan dalam industri (Kuncoro, 2007). Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kemampuan untuk mengalokasikan dana untuk promosi akan semakin besar. Tingkat kreativitas dan inovasi pun akan sangat menentukan, sehingga produk dapat diterima masyarakat.
Analisis Kinerja Industri (Market Performance) Analisis kinerja industri crumb rubber dilakukan dengan menggunakan analisis Price Cost Margin (PCM), efisiensi internal (X-Eff) dan pertumbuhan output (Growth). PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang digunakan sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan proksi nilai tambah yang diperoleh. Artinya semakin tinggi nilai tambah maka semakin efisien kinerja industri tersebut dalam rangka meminimumkan biaya sehingga keuntungan industri semakin besar. PCM juga didefinisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung, PCM dapat dirumuskan sebagai berikut: PCM =
nilai tambah - upah total nilai output
x 100%
(1)
Sumber: Sheperd (1990) Nilai tambah digunakan sebagai proksi dari keuntungan yang didapat oleh perusahaan namun harus dikurangi dengan biaya lain yaitu pengeluaran upah bagi pekerja. Tingkat PCM yag tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi.
16 Efisiensi internal menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan input industri tersebut (Jaya, 2001). X-eff =
nilai tambah industri nilai input
x 100%
(2)
Pertumbuhan output (Growth) dapat menunjukkan permintaan pasar, sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dari industri itu sendiri. Growth dapat ditentukan dengan cara membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya (Putra, 2009). πΊπππ€π‘β =
nilai output t - nilai output t-1 nilai output t-1
π₯ 100%
(3)
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja suatu industri ialah variabel produktivitas. Produktivitas mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan output pada periode waktu tertentu (Puspasari, 2006). Produktivitas dapat ditulis dalam persamaan berikut: Nilai output
Produktivitas = Nilai input tenaga kerja x 100%
(4)
Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja
Metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan struktur dan faktor lain yang memengaruhi kinerja adalah dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dipilih karena metode OLS merupakan metode yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan antara variabel, selain itu metode ini merupakan metode sederhana dibandingkan metode lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi dan yang paling penting metode OLS ini yang paling sering digunakan peneliti di bidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel ekonomi. Variabel tidak bebas (dependent) yang digunakan dalam metode OLS adalah variabel Price Cost Margin (PCM). Penggunaan variabel PCM sebagai proksi keuntungan telah dilakukan oleh Collins and Preston (1969), Winsih (2007). Variabel bebas (independent) yang digunakan yaitu Herfindahl-Hirschman Index (HHI), produktivitas (Prod), efisiensi internal (X-eff), pertumbuhan nilai output (Growth) dan ekspor (Ex). Penggunaan Herfindahl Hirschman Index (HHI) digunakan oleh Juwita (2004) dalam model PCM, efisiensi-X dan produktivitas juga digunakan oleh Robert (1995) and Alistair (2004) dalam model PCM. Selain itu, variabel ekspor juga digunakan oleh Chou (1986) sebagai faktor yang menentukan dalam profitabilitas. Maka pada penelitian ini model yang digunakan adalah pada persamaan :
17 PCMt = Ξ²0 + Ξ²1 HHIt +Ξ²2 X-efft +Ξ²3 πΊπππ€π‘βt +Ξ²4 ππππt +Ξ²5 πΈπ₯t +Ut dimana: PCMπ‘ : rasio keuntungan industri pada unit industri tahun ke-t (%) HHIπ‘ : total kuadrat pangsa pasar empat perusahaan terbesar tahun ke-t (%) X-efft : efisiensi-X pada unit industri tahun ke-t (%) Growtht : pertumbuhan nilai output pada unit industri tahun ke-t Prodt : produktivitas industri pada tahun ke-t (rupiah) Ext : nilai yang diekspor (ton) Ut : galat Ξ²0 : intersep (π½0>0) Ξ²1, Ξ²2, Ξ²3, Ξ²4, Ξ²5 : koefisien kemiringan parsial (Ξ²1, Ξ²2, Ξ²3, Ξ²4, Ξ²5 > 0) Uji Statistika dan Ekonometrika Metode statistika yang akan digunakan dalam menganalisis hubungan antara variabel dimana setelah menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi, maka dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model dapat dikatakan baik. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk perameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas (independent) dapat dijelaskan oleh variabel tidak bebas (dependent) melalui koefisien determinasi (R-Squared). Pengujian ekonometrika yang sudah dilakukan antara lain uji normalitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas. Uji R-Squared (R2) R-Squared (R2) atau biasa disebut uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel yang dimasukan ke dalam model. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 β€ R2 β€ 1 (Gujarati, 1995). Nilai R2 digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu model dimana semakin banyak variabel maka semakin tinggi nilai R2. Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat digunakan untuk membandingkan dua model karena niali R2 adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model (koreksi terhadap Ξ£ variabel) sehingga dua model yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil. Uji F Indikator lain untuk melihat kebaikan model adalah dengan uji F. Uji ini berguna untuk membuktikan nyata tidaknya koefisien regresi secara bersama-sama pada taraf tertentu. Secara tidak langsung ukuran ini juga digunakan untuk
18 menunjukan signifikan tidaknya model yang diperoleh secara keseluruhan. Pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Hipotesis: H0 : Ξ²1 = Ξ²2 = ... = Ξ²k = 0 (artinya tidak ada variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen) H1 : minimal ada satu nilai Ξ² β 0 (artinya ada varibel independen yang bepengaruh nyata terhadap variabel dependen) Uji statistik F dapat dihitung dengan formula: R2β (k-1) Fhitung = (1-R2) β (n-k)
(5)
dimana: R2 (1-R2) n k
: jumlah kuadrat regresi : jumlah kuadrat sisa : jumlah pengamatan : jumlah parameter
Fhitung > Ftabel, (k-1)(n-k) maka tolak H0 Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel independen dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel dependen pada taraf nyata _ persen, begitu pula sebaliknya. kriteria uji: Probability F-Statistic < taraf nyata ( _ ), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada satu variabel bebas (independent) yang memengaruhi variabel tak bebas (dependent). Probability F-Statistic > taraf nyata ( _ ), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel bebas (independent) yang memengaruhi variabel tak bebas (dependent). Uji t Uji ini sebenarnya dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas (independent) atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masingmasing variabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Hipotesis: H0 : Ξ²k = 0 (artinya variabel independen k tidak memengaruhi variabel dependen). H1 : Ξ²i β 0 atau Ξ²k < 0 atau Ξ²k > 0 (artinya variabel independen k memengaruhi variabel dependen).
19 kriteria uji: Probability t-Statistic < ( _ ), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Probability t-Statistic > ( _ ), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen k tidak memengaruhi variabel dependennya secara signifikan.
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Jika data sampel yang digunakan dalam penelitian kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal. Hipotesis: H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji: Jika nilai probabilitas > taraf nyata ( _ ) maka terima H0 dan kesimpulannya error term terdistribusi normal.
Uji Autokorelasi Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara distrubance term. Pada program E-Views 6, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat pengujian pada uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala autokorelasi pada model.
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika ragam error tidak konstan. Gejala heteroskedastisitas menunjukan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat sebagai model yang baik. Model yang baik adalah jika memenuhi ragam error yang sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan melalui uji Breush-Pagan pada program EViews 6. Hipotesis: H0 : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedatisitas Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini 0,05 (lima persen). Sehingga apabila nilai p-value lebih dari 0,05 (lima persen) maka terima H0 yang artinya ragam residual homogen atau biasa disebut tidak terjadi heteroskedastisitas pada model yang diteliti.
20 Uji Multikolinearitas Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat antar sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam E-Views 6 dinamakan uji kolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang kuat antara variabel-variabel independennya. Pengujiannya ada dua cara yaitu: a. Nilai korelasi dua variabel independen mendekati satu b. Nilai korelasi parsial akan mendekati nol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara memperolehnya karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis). Sedangkan karet sintetis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah produksi dan konsumsi karet alam masih di bawah produksi karet sintetis. Namun demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena keunggulan yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintetis. Keunggulan karet alam dibandingkan karet sintetis antara lain: 1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna 2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Mempunyai daya aus yang tinggi 4. Tidak mudah panas (low heat build up) 5. Memilki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam dan karet sintetis sudah mempunyai pangsa pasarnya masing-masing dan tidak saling mematikan atau bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer.
Karet Alam di Indonesia Karet alam menjadi produk alam yang sangat bervariasi dalam produk akhir. Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan dapat berupa setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet alam yang sudah jadi. Jenisjenis karet alam yang dikenal luas adalah: 1. Bahan olah karet Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan
21 olah karet bukan produksi besar, melainkan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar. 2. Karet alam konvensional Menurut Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference (IRQPC), karet alam konvensional dimasukan ke dalam beberapa golongan mutu. Karet alam konvensional menurut standar mutu pada Green Book terbagi menjadi ribbed smoked sheet (RSS), white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe. 3. Lateks pekat Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. 4. Karet bongkah atau block rubber Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandelan-bandelan dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standard Indonesian Rubber). 5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis karet spesifikasi teknis. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. 6. Tyre rubber Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun 1972. Pembuatannya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis dan Tyre rubber memiliki daya campur yang baik sehinnga mudah digabungkan dengan karet sintetis. 7. Karet reklim atau reclaimed rubber Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai.
22
Industri Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia Industri karet remah (crumb rubber) merupakan salah satu industri antara utama (olahan karet) pada kelompok industri karet dan bahan olahan karet, dengan kode Internasional Standard Industrial Classification (ISIC) 25123 (kementrian perindustrian). Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap) menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban, conveyor, barang-barang karet, dan lain-lain.
Perkembangan Industri Crumb Rubber di Indonesia Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yaitu karet sit asap (ribbed smoked sheet). Teknologi crumb rubber diperkenalkan sejak tahun 1968. Sejak saat itu, produksi karet sit menurun digantikan dengan crumb rubber. Hampir 90 persen karet alam Indonesia setiap tahunnya diproduksi menjadi crumb rubber. Crumb rubber menjadi salah satu olahan karet yang diperjualbelikan di pasar baik dalam negeri maupun internasional. Tingginya permintaan pasar terhadap crumb rubber untuk dijadikan bahan pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor dan ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet), menyebabkan perkembangan teknologi crumb rubber saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun 1990 terdapat 131 unit perusahaan crumb rubber di Indonesia dan pada tahun 2013 tercatat ada sekitar 193 unit perusahaan crumb rubber di Indonesia. Data perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja di Indonesia dapat dalam angka tahun disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja tahun 1990-2013 Banyaknya Banyaknya Tahun Tahun Perusahaan Pekerja Perusahaan Pekerja (unit) (orang) (unit) (orang) 1990 131 41149 2002 145 45100 1991 127 36206 2003 143 38931 1992 144 41389 2004 148 44272 1993 135 40655 2005 148 42153 1994 138 40165 2006 160 46066 1995 131 36678 2007 178 53793 1996 132 33289 2008 170 48970 1997 130 34604 2009 175 47799 1998 162 38609 2010 196 60519 1999 160 36575 2011 180 55849 2000 165 45020 2012 179 67751 2001 133 37499 2013 193 65939 Sumber: BPS (diolah)
23 Tabel 4 menunjukan bahwa perusahaan crumb rubber belum berkembang cukup baik di Indonesia. Jumlah perusahaan crumb rubber Indonesia berfluktuatif atau tidak stabil pada tahun 1990-2013. Namun, pada tahun 2013 jumlah perusahaan crumb rubber indonesia mencapai 193 unit perusahaan. Perusahaan crumb rubber Indonesia juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, lebih dari 20.000 orang pekerja setiap tahunnya dapat terserap di bidang pengolahan crumb rubber. Karet alam merupakan komoditas ekspor yang memberikan kontribusi besar dalam upaya peningkatan devisa negara. Perusahaan karet alam Indonesia lebih memprioritaskan produksi crumb rubber diekspor dibandingkan untuk kebutuhan dalam negeri. Ekspor karet alam Indonesia sebagian besar dalam bentuk karet remah (crumb rubber).
80
pertumbuhan (%)
60
ekspor
40
konsumsi domestik
20 0 -20
1990 1993 1997 2001 2005 2009 2013
tahun
-40 -60 -80
Sumber: BPS, 1990-2013 (diolah) Gambar 2 Pertumbuhan nilai ekspor dan konsumsi domestik industri crumb rubber Indonesia tahun 1990-2013 Gambar 2 menunjukan bahwa ekspor dan konsumsi domestik crumb rubber Indonesia tahun 1990-2013 mengalami fluktuasi. Ekspor crumb rubber lebih mendominasi dibanding untuk konsumsi domestik di Indonesia. Pada tahun 2002 terjadi peningkatan ekspor, namun memasuki tahun 2007 ekspor crumb rubber mengalami penurunan sampai tahun 2009 sebesar 394.306 ton. Hal ini karena dampak dari krisis yang melanda Amerika Serikat tahun 2008. Penjualan otomotif di Amerika Serikat mengalami penurunan dan memengaruhi turunnya permintaan karet oleh industri ban termasuk yang menggunakan karet Indonesia.
Profil Beberapa Perusahaan Crumb Rubber Indonesia PT Lonsum Tbk. Perusahan ini dan anak perusahaannya memiliki 38 perkebunan inti dan 14 perkebunan plasma yang berlokasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Saat ini PT Lonsum memiliki kebun karet seluas 17,394 Ha di Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. PT Lonsum memilki tujuh pabrik sheet rubber dan crumb rubber. Karet hasil produksi dijual di pasar dalam negeri maupun ke pasar ekspor (Capricorn Indonesia Consult Inc.).
24 PT Kirana Megantara Kirana Megantara Group merupakan produsen crumb rubber terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar lebih dari 18 persen. Produk yang dihasilkan berupa karet dengan spesifikasi teknis (technical specified rubber) yang dikenal dengan istilah Standard Indonesian Rubber (SIR) dan diekspor ke berbagai negara sebagai bahan baku utama ban yang di produksi oleh pabrik-pabrik ban terkemuka dunia. PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan karet. Kegiatan penanaman karet memakai jenis Havea Brasilliensis dan mengolahnya menjadi Crumb Rubber. PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate merupakan pabrik yang mengolah getah karet menjadi produk Crumb Rubber atau SIR yang sudah melalui tahapan pengontrolan kualitas pada bagian Quality Control Department. Sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan produk-produk Crumb Rubber atau SIR pada perusahaan yang lainnya. Oleh karena itu, banyak negaranegara yang membeli produk Crumb Rubber atau SIR yang dihasilkan oleh PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate.
Regulasi Pemerintah yang Berkaitan dengan Crumb Rubber Indonesia Hampir semua hasil perkebunan atau pertanian, misal karet merupakan komoditi ekspor. Crumb rubber merupakan salah satu produk hasil olahan atau barang setengah jadi dari produksi industri karet alam Indonesia yang mendominasi untuk ekspor. Kebijakan ekspor karet Indonesia tertera dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2000, yaitu tentang pajak pertambahan nilai barang jasa dan pajak penjualan atas barang mewah. Dimana ekspor komoditi perkebunan dalam bentuk primer tidak dikenakan pajak ekspor (nol persen), karena merupakan bahan baku (raw material) yang belum mengandung nilai tambah. Sedangkan komoditas karet alam yang diperdagangkan di pasar domestik dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen. Kebijakan pajak ekspor karet alam pernah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tahun 1969-1975 ekspor komoditas karet alam dikenakan pajak sebesar 10 persen, kemudian sebesar 5 persen pada periode tahun 1976-1981 dan 0 persen sejak tahun 1982 (Limbong, 1994). Namun adanya kebijakan ini membuat hasil produksi karet alam Indonesia masih kurang bisa diserap oleh pasar domestik karena adanya pengenaan pajak pertambahan nilai. Kebijakan ini menyebabkan konsumen domestik karet alam impor menjadi lebih murah dari pada karet alam yang di produksi di dalam negeri (Prabowo, 2006).
Analisis Struktur Pasar Industri Crumb Rubber Indonesia Analisis struktur pasar pada industri crumb rubber dapat diketahui dengan melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing industri, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan besarnya hambatan masuk pasar (MES). Namun karena adanya keterbatasan data penjualan setiap industri crumb rubber yang tidak dapat disajikan,
25 maka pangsa pasar dari masing-masing perusahaan crumb rubber tidak dapat ditentukan. Analisis Rasio Konsentrasi Industri Crumb Rubber Indonesia Pengukuran rasio konsentrasi dilakukan pada empat perusahaan terbesar (CR4) dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Pengelompokan empat perusahaan didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar dalam industri crumb rubber. Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar terhadap total output industri. Menurut Greer (1992) satu perusahaan menguasai 50-100 persen dan Herfindahl-Hirscman-Index bernilai (2500 < HI < 10000) menghasilkan struktur pasar bersifat perusahaan dominan, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga sangat mudah. Sedangkan pangsa pasar tiap perusahaan kurang dari 1 persen (< 1%) dan nilai Herfindahl-Hirscman-Index bernilai kurang dari 100 ( <100) menghasilkan struktur pasar bersifat pasar persaingan, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga tidak memungkinkan. Tingkat konsentrasi industri crumb rubber dalam angka tahun disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Tingkat konsentrasi industri crumb rubber tahun 1990-2013 Tahun CR4 (%) HHI 42.40 13,02 1990 12,90 42.15 1991 25,07 268.18 1992 15,19 61.70 1993 17,17 97.39 1994 15,38 61.84 1995 83.87 16,13 1996 14,64 55.61 1997 15,66 62.83 1998 21,96 159.09 1999 16,82 71.90 2000 16,12 65.79 2001 54.81 14,67 2002 60.71 15,50 2003 16,83 76.30 2004 32,98 374.61 2005 15,57 62.68 2006 16,74 74.92 2007 21,35 118.22 2008 49.01 13,89 2009 12,41 39.04 2010 15,51 60.94 2011 17,57 78.92 2012 26,43 246.74 2013 98.74 17,48 Rata-Rata Sumber: BPS (diolah)
26 Tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dari tahun 1990-2013 yaitu sebesar 17,48 persen dan rata-rata HerfindahlHirschman Index (HHI) mencapai 98,74 artinya pasar industri crumb rubber memiliki konsentrasi yang rendah. Menurunnya nilai CR4 disebabkan karena bertambahnya jumlah perusahaan crumb rubber, sehingga pangsa pasar empat perusahaan terbesar diambil alih oleh perusahaan lain yang mengakibatkan konsentrasi pasar empat perusahaan terbesar semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa kesepakatan antar perusahaan crumb rubber untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan atau tidak mungkin.
Analisis Hambatan Masuk Industri Menurut Camanous dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004), nilai MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru kedalam pasar industri di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 1 terlihat bahwa hambatan masuk Indusri crumb rubber di Indonesia termasuk rendah dengan rata-rata nilai MES dari tahun 1990-2013 sebesar 6,48 persen. Rendahnya MES tersebut dapat menjadi peluang masuknya perusahaan baru ke industri crumb rubber di Indonesia. Karena bertambahnya jumlah perusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi berkurang.
Analisis Perilaku Industri Crumb Rubber di Indonesia Strategi Harga Pada industri crumb rubber dimana menurut analisis memiliki struktur pasar tidak terkonsentrasi (unconcentrated), berarti adanya saling ketergantungan dan saling memengaruhi antara satu perusahaan dengan pesaing-pesaing lainnya Perusahaan-perusahaan dalam industri crumb rubber kurang potensial untuk melakukan kolusi, sehingga perusahaan tidak dapat menentukan harga sesuai keinginan mereka karena harus tetap mempertimbangkan kemampuan membeli masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam memengaruhi penetapan harga. Strategi Produk Strategi produk yang berkembang adalah strategi produk yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merupakan standar dasar yang harus dipenuhi oleh setiap produsen sebelum memasarkan produknya ke konsumen. Pada tahun 1960-an standar untuk karet Indonesia telah disusun dan dikenal sebagai SIR (Standar Karet Indonesia), terus ditingkatkan dan direvisi dengan mengacu pada internasional standar yang ditetapkan oleh ISO. Nomor Standar Nasional Indonesia pada crumb rubber adalah SNI 1903;2011. Namun, beberapa produsen karet remah
27 masih menggunakan SNI lama yaitu 06-1903-2000 sebagai standar untuk menggambarkan produk mereka. Selain itu, strategi produk yang sesuai dengan Standar Internasional yaitu mengolah getah karet menjadi produk crumb rubber atau SIR yang sudah melalui tahapan pengontrolan kualitas pada bagian Quality Control Department, sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan produk-produk Crumb Rubber atau SIR pada perusahaan yang lainnya.
Strategi Promosi Strategi promosi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan dengan cara menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar, sehingga dapat menarik konsumen kepada produk. Pada dasarnya beberapa strategi yang dilakukan oleh industri crumb rubber di antaranya melalui jasa dan keahlian tehnical service dalam mempromosikan produk di media internet. Analisis Kinerja Industri Crumb Rubber Indonesia Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja industri crumb rubber di Indonesia adalah melalui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dalam industri tersebut. Namun karena keterbatasan data yang diperoleh, data keuntungan tersebut tidak dapat dipublikasikan. Oleh karena itu untuk menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan nilai Price Cost Margin (PCM) sebagai proksi keutungan dari perusahaan crumb rubber. Kinerja industri crumb rubber juga dapat dilihat dari nilai efisiensi internal (X-eff) dan growth.
120
100
Nilai (%)
80 60 40 20 0
PCM Growth efisiensi
tahun
-20
Sumber: BPS (diolah) Gambar 3 Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff Fluktuasi PCM dan X-eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam. Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1999-2002 dan cenderung stabil. Nilai X-eff pada tahun 2000 sampai tahun 2003 cenderung meningkat, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan sampai tahun 2006. Sementara fluktuasi growth sangat tajam, dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke
28 tahun. Sehingga variabel growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 2 terlihat bahwa pertumbuhan nilai output (growth) terendah bernilai -19,08 persen pada tahun 1999, diduga karena adanya krisis ekonomi pada tahun 1998. Krisis ini membuat perusahaan-perusahaan yang tidak dapat bertahan dalam kondisi krisis akan mengalami kemunduran. Penurunan ini tentunya akan berpengaruh pada menurunnya jumlah output yang dihasilkan industri crumb rubber hingga pertumbuhannya bernilai negatif. Ketiga faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kenerja industri crumb rubber di Indonesia kurang baik.
Hasil Analisis Hubungan antara Struktur dan Faktor-Faktor lain dengan Kinerja industri Crumb Rubber di Indonesia Indikator Kebaikan Model Menurut Gujarati (1995) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t. Berdasarkan kriteria statistik pada Lampiran 4 diperoleh nilai koefisien determinasi atau nilai R-squared sebesar 91,3 persen yang artinya 91,3 persen keragaman PCM sebagai variabel dependent pada industri crumb rubber dapat dijelaskan oleh variabel independent pada model yang terdiri dari X-eff, Growth, Herfindahl-Hirschman Index (HHI), Produktivitas dan Ekspor. Selain itu, sisa dari nilai koefisien determinasi sebesar 8,7 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Uji F Kriteria statistik yang dipakai yaitu uji F dan taraf nyata yang digunakan adalah 0,05 (lima persen). Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan pada Lampiran 4 sebesar 0,00 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05 (lima persen), artinya minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.
Uji t Hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya yaitu X-eff, growth, Herfindahl-Hirschman Index (HHI), produktivitas dan ekspor. Variabel HHI memiliki nilai probabilitas sebesar 0,52 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 0.05 (lima persen), artinya variabel HHI tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Variabel growth memiliki nilai probabilitas
29 sebesar 0,43 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 0,05 (lima persen), artinya variabel growth tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Variabel ekspor memiliki nilai probabilitas sebesar 0,52. Sementara nilai variabel X-eff dan Produktivitas memiliki nilai probabilitas masing-masing sebesar 0,00, yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata lima persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap PCM, nilai probabilitas masing-masing variabel dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji Normalitas Hasil uji normalitas didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan (5,26 > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal, hasil uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 5.
Uji Autokorelasi Mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji BreuschGodfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R Squared harus lebih besar dari taraf nyata (0,05 persen) untuk membuktikan tidak adanya gejala autokorelasi pada model. Hasil pengolahan didapatkan nilai probability Obs*R-Squared adalah sebesar 0,96. Nilai taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen. Sehingga dapat diambil kesimpulan dengan melihat nilai probability Obs*R-Squared yang lebih besar dari taraf nyata maka model yang dirumuskan tidak mengandung autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White dengan ketentuan probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya variabel pengganggu yang memiliki varians sama pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,31. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 4.
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas muncul apabila di antara masing-masing variabel independen saling berhubungan secara linear. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien kolerasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks kolerasi. Suatu model tidak mengandung gejala multikolinieritas apabila nilai mutlak koefisien korelasi antar variabel eksogen lebih besar dari 0.8.
30 Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Lampiran 6 dalam model regresi tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas hal ini dapat dilihat tidak adanya nilai antar variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari 8.0 artinya tidak terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel bebasnya.
Interpretasi Model Hasil regresi menunjukan bahwa terdapat dua dari lima variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap PCM dengan taraf nyata 0,05 (lima persen). Variabel tersebut adalah X-eff dan produktivitas, dengan nilai koefisien masingmasing sebesar 0,00. Variabel independen yang tidak berpengaruh nyata terhadap PCM adalah variabel Herfindahl-Hirschman Index (HHI), growth dan ekspor dengan nilai probabilitas masing- masing sebesar 0,52, 0,43 dan 0,52 (Lampiran 4). Hasil regresi tersebut juga menunjukan bahwa variabel X-eff, growth dan produktivitas berpengaruh positif, sedangkan variabel ekspor dan HerfindahlHirschman Index (HHI) berpengaruh negatif terhadap tingkat keuntungan (PCM) industri crumb rubber. Sehingga, didapatkan model PCM dengan persamaan regresi sebagai berikut: PCM = - 25,15 + 0,59 X-eff + 0,02 Growth β 0,005 HHI + 7,01 Produktivitas β 0,01 Ekspor. Variabel yang mempunyai pengaruh terbesar dalam meningkatkan kinerja (PCM) adalah produktivitas (Prod) dan efisiensi-X (X-eff). Sementara variabel Herfindahl-Hirschman Index (HHI), pertumbuhan nilai output (Growth) dan ekspor (Ex) tidak signifikan terhadap peningkatan keuntungan pada industri crumb rubber. Koefisien variabel HHI sebesar -0,005 dan tidak signifikan terhadap peningkatan PCM pada taraf nyata lima persen (Ξ± = 0,05), menunjukan bahwa setiap peningkatan HHI sebesar satu persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan menurun sebesar 0,005 persen. Nilai koefisien efisiensi-X (X-eff) signifikan pada taraf 0,05 (lima persen) dengan nilai koefisien sebesar 0,59 menunjukan bahwa setiap peningkatan efisiensi-X sebesar satu persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,59 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin efisien suatu perusahaan maka memungkinkan perusahaan tersebut untuk memproduksi sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama, karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang akan lebih murah. Dengan adanya efisiensi maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat. Produktivitas (Prod) signifikan pada taraf 0,05 (lima persen) dengan nilai koefisien sebesar 7,01 menunjukan bahwa setiap peningkatan produktivitas sebesar satu persen maka tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh industri crumb rubber akan meningkat sebesar 7,01 persen. Hal ini juga sesuai dengan hipotesis awal bahwa peningkatan produktivitas akan berpengaruh positif terhadap tingkat keuntungan crumb rubber di Indonesia, dimana bahwa produktivitas yang meningkat menunjukan kinerja yang meningkat pula maka akan menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.
31 Variabel pertumbuhan output (growth) tidak signifikan terhadap PCM pada taraf 0,02 (lima persen). Namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan pertumbuhan produksi akan meningkatkan keuntungan industri crumb rubber. Tidak signifikannya variabel growth ini dapat diduga karena berdasarkan data yang diperoleh, fluktuasi nilai growth cukup tajam sehingga tidak memiliki tren tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya. Variabel ekspor (Ex) tidak signifikan terhadap PCM pada taraf 0,01 (lima persen). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan ekspor akan meningkatkan keuntungan industri crumb rubber, dapat diduga karena berdasarkan data yang diperoleh, fluktuasi nilai ekspor cukup tajam sehingga tidak memiliki tren tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya. Selain itu kondisi ini diduga karena persediaan atau supply karet alam di pasar Internasional yang tinggi sehingga harga jual crumb rubber menjadi rendah. Oleh karena itu peningkatan ekspor tidak berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh industri.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Bentuk struktur pasar industri crumb rubber di Indonesia dapat dikatakan tidak terkonsentrasi (unconcentrated). Perusahaan berusaha meningkatkan keuntungan melalui beberapa strategi yang digunakan oleh perusahaan crumb rubber, yaitu strategi harga, produk dan promosi. Kemudian rata-rata nilai dari tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan nilai output (growth) kurang dari 50 persen, sehingga kinerja pada industri crumb rubber di Indonesia masih kurang baik. 2. Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja industri crumb rubber dipengaruhi secara nyata oleh efisiensi internal (X-eff), dan produktifitas (Prod), pada taraf nyata 0,05 (lima persen). Sementara, nilai pertumbuhan (growth), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Pola hubungan antara X-eff, growth dan produktifitas terhadap PCM berpengaruh positif dalam penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Sedangkan pola hubungan ekspor dan terhadap PCM berpengaruh negatif dalam penelitin ini tidak sesuai hipotesis awal.
Saran 1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus melakukan upaya untuk memperkuat perusahaan crumb rubber lokal dengan berbagai insentif, seperti pengurangan atau pembebasan pajak badan (korporasi) bagi perusahaan crumb rubber lokal, agar perusahaan crumb rubber lokal tersebut mampu bersaing dengan perusahaan crumb rubber asing yang ada di Indonesia. Pemerintah sebaiknya mengkaji ulang terhadap penetapan kebijakan untuk penjualan atau permintaan karet alam dalam negeri dikenakan pajak 10 persen dari harga ekspor, sedangkan untuk ekspor
32 dikenakan pajak 0 persen agar pemanfaatan untuk konsumsi domestik dapat ditingkatkan dan industri hilir karet meningkat. 2. Produsen karet remah perlu meningkatkan sertifikasi produk karet mereka sesuai dengan standar (SNI) yang lebih terbaru, dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk ekspor. 3. Penelitian selanjutnya disarankan menganalisis industri crumb rubber di Indonesia menggunakan data primer dan data sekunder, data primer diperlukan karena dengan turun langsung ke beberapa perusahaanperusahaan crumb rubber yang ada, data yang di dapat akan jauh lebih lengkap dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA Alistair D.A. 2004. Analisis strukrur-perilaku-kinerja pada industri tepung terigu di Indonesia pasca penghapusan monopoli bulog [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Andiani I. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 1990-2013. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Capricorn Indonesia Consult Inc., PT. 2013. Prospek Industri dan Pemasaran Karet Di Indonesia. Laporan Khusus, 294: 3-26. Chou, T. 1986. Concentration, Profitability, and Trade in A Simultancous Equation Analysis: The Case of Taiwan. The Journal of Industrial Economics. 4:429-441. Collins, Norman R, Preston LE 1969. Price-cost Margin and Industry Structure. Review Economics and Statistics. 51: 304-314. Daryanto, A. 2004. Ekonomi Industri [Bahan Kuliah]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika utuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. 2013. Data Statistik. Gabungan perusahaan Karet Indonesia, Jakarta. Gambaran Sekilas Industri Karet [Internet]. [diunduh 2016 februari 08] Tersedia pada: www. kemenperin.go.id. Gujarati D. 1995. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hasibuan N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. Jakarta (ID): LP3ES. Muslim E, Evertina V, Nurcahyo R. 2008. Structure, Conduct and Performnace Analysis in Palm Cooking Oil Industry in Indonesia Using Structura Conduct Performance Paradigm (SCP); 2008 Oct 25; Jakarta. Indonesia. Jakarta (ID): ISSN : 1978-774X. Arsyad L, Kusuma S E. 2014. Ekonomi Indutri Pendekatan Struktur,Perilaku, dan Kinerja. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN.
33 Lubis, A F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri Pengolahan di Indonesia 1985-1994 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Jaya WK. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Ke-2. BPFE, Yogyakarta. Juwita I. 2004. Analisis Ekonomi Industri Semen dan Undang-Undang Persaingan Usaha (Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kementrian Perindustrian. 2010. Statistika Karet dan Produk Olahan Karet Indonesia. Jakarta : Kemenprin. Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030. ANDI, Yogyakarta. Nazaruddin, Paimin F. 2007. KARET: Budi daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Oktaviani, F. 2011. Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prastiwi E. 2012. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspasari C. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan di Indonesia [skirpsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putra E J. 2009. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rizkyanti A. 2010. Analisis Struktur pasar industri karet dan barang karet periode tahun 2009. Med Eko. 18(2). Robert E. 1995. Hubungan Struktur Dengan Kinerja Pasar: Studi Empiris Pada Industri Pemintalan [skripsi]. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Depok. Subanidja S. 2005. Analisis. analisis struktur pasar dan kinerja industri penggilingan. Jurnal Akuntabilitas. 5(1). Septiani M. 2013. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Dalam Persaingan Industri Pakan Ternak Di Indonesia (Periode 1986-2010) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Scherer. F.M. 1996. Industry Structure, Strategy and Public Policy. Herper Collins College Publisher. USA. Shepherd W.G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition. New Jersey (US): Prentice-Hall. UN Comtrade [Internet]. [diunduh 2016 Februari 20]. Tersedia pada: comtrade.un.org/data/. Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yunianti, S. 2001. Implikasi Kebijakan Tepung Terigu Terhadap Industri Tepung Terigu dan Industri Makanan : Studi Kasus Industri Mie Instan [tesis]. Depok: Program Pasca Sarjana Universitas Indnesia.
34 Lampiran 1. Nilai MES industri crumb rubber di Indonesia 1990-2013 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
MES(%) 3,37 3,73 15,38 4,89 8,36 4,83 7,78
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
MES (%) 38,18 37,96 54,82 62,00 6,37 12,69 47,97
1997 1998 1999 2000 2001 2002
4,71 4,62 10,84 4,91 4,75 -4,19
2010 2011 2012 2013
-17,46 21,57 43,07 -6,20
Rata-rata
6,48
Sumber: BPS (diolah) Lampiran 2. Nilai PCM, growth dan efisiensi industri crumb rubber di Indonesia tahun 1990-2013 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
PCM (%) 19,38 18,69 19,07 0,24 16,70 12,78 11,80 13,45 11,64 13,47 13,97 14,48 16,57 -6,42 20,66 16,13 25,04 24,78 21,88 23,57 21,80 16,22 21,15 36,29
Sumber: BPS (diolah)
Growth(%) 6,59 6,59 52,51 -35,07 83,98 38,84 14,21 0,62 111,71 -19,08 2,77 -4,19 38,18 37,96 54,82 62,00 6,37 12,69 47,97 -17,46 21,57 43,07 -6,19 -4,15
X-eff (%) 29,75 27,25 27,00 19,54 23,34 17,02 15,66 18,48 15,24 18,75 19,75 21,59 25,16 17,54 29,47 21,26 36,00 35,79 30,03 33,09 29,97 21,00 29,72 61,60
35
Lampiran 3. Nilai dependent dan independent industri crumb rubber di Indonesia tahun 1990-2013 Tahun
PCM (%)
HHI (%)
X-Eff (%)
Growth (%)
Ekspor (%)
Produktivitas (%)
1990
19,38
42,40
29,75
6,59
12,83
3,34
1991
18,69
42,15
27,25
6,59
12,83
3,60
1992
19,07
268,18
27,00
52,51
11,98
3,82
1993
0,24
61,70
19,54
-35,07
-2,97
3,12
1994
16,70
97,39
23,34
83,98
32,61
3,81
1995
12,78
61,84
17,02
38,84
58,32
4,04
1996
11,80
83,87
15,66
14,21
-2,83
4,05
1997
13,45
55,61
18,48
0,62
-20,74
3,84
1998
11,64
62,83
15,24
111,71
-24,89
4,15
1999
13,47
159,09
18,75
-19,08
-24,08
3,76
2000
13,97
71,90
19,75
2,77
6,14
3,68
2001
14,48
65,79
21,59
-4,19
-11,61
3,41
2002
16,57
54,81
25,16
38,18
29,35
3,34
2003
-6,42
60,71
17,54
37,96
45,05
1,54
2004
20,66
76,30
29,47
54,82
40,61
3,86
2005
16,13
374,61
21,26
62,00
8,50
4,27
2006
25,04
62,68
36,00
6,37
72,25
4,24
2007
24,78
74,92
35,79
12,69
16,13
4,15
2008
21,88
118,22
30,03
47,97
32,10
4,41
2009
23,57
49,01
33,09
-17,46
-45,29
4,34
2010
21,80
39,04
29,97
21,57
128,78
4,38
2011
16,22
60,94
21,00
43,07
60,73
4,48
2012
21,15
78,92
29,72
-6,19
-33,19
4,04
2013
36,29
246,74
61,60
-4,15
-12,06
4,00
Rata-rata
16,80
98,74
26,00
23,18
16,27
3,82
Sumber: BPS (diolah)
36 Lampiran 4. Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) Variabel Koefisien C -25,15212 EFISIENSI 0,596027 GROWTH 0,015553 HHI -0,005152 PRODUKTIVITAS 7,010707 EKSPOR -0,010497 R-squared 0,913005 Adjusted R-squared 0,888840 F-statistic 37,78161 Prob (F-statistic) 0,000000 Uji Breush-Godfrey Correlation LM Uji White Heteroskedasticity
Probabilitas 0,0000 0,0000 0,4331 0,5169 0,0000 0,5241
Pro Obs*R-Squared ProbObs*R-Squared
0,9634 0,3149
Lampiran 5. Uji normalitas 7
Series: Residuals Sample 1990 2013 Observations 24
6 5 4 3 2 1
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6.29e-16 -0.081443 3.651774 -7.268090 2.440484 -0.907081 4.401738
Jarque-Bera Probability
5.256053 0.072221
0 -8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Lampiran 6. Matriks korelasi antar variabel independent dan dependent PCM
Prod
X-eff
HHI
Growth
Ekspor
PCM
1,000000
0,691357
0,809885
0,232087
-0,073711
0,014007
Prod
0,691357
1,000000
0,253183
0,181865
0,122894
0,043966
X-eff
0,809885
0,253183
1,000000
0,236954
-0,251238
0,018406
HHI
0,232087
0,181865
0,236954
1,000000
0,198802
-0,183586
Growth
-0,073711
0,122894
-0,251238
0,198802
1,000000
0,281202
Ekspor
0,014007
0,043966
0,018406
-0,183586
0,281202
1,000000
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 22 Januari 1994 dari ayah Usman dan Ibu Ida Nuraida . Penulis adalah anak kedua dari tiga orang bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tingkat sekolah dasar SDN 1 Ujungberung (2000-2006), lalu melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Sindangwangi, kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas di SMAN 2 Majalengka dan lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitian dan organisasi diantanya Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) dan Himpunan Mahasiswa Majalengka (HIMMAKA).