ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA
OLEH FERI NUR OKTAVIANI H14070026
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN FERI NUR OKTAVIANI, H14070026, Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI).
Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Karet yang diperjualbelikan di pasar domestik maupun luar negeri berbentuk karet alam dan karet sintesis. Sebagian besar karet yang dihasilkan Indonesia dalam bentuk karet alam dan 70 persen karet alam Indonesia diproduksi menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah (crumb rubber) merupakan karet alam yang diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Karet remah digunakan sebagai bahan baku untuk memroduksi ban, permintaan karet remah dunia meningkat seiring dengan peningkatan industri otomotif. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual ke luar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisa daya saing (keunggulan kompetitif) industri karet remah Indonesia, (2) menganalisa daya saing (keunggulan komparatif) industri karet remah Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri karet remah di pasar internasional, (3) merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional. Daya saing karet remah Indonesia dianalisis dengan menggunakan metode Porter’s Diamond Theory, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 1993 sampai dengan 2008. Hasil analisis Porter’s Diamond Theory menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia antara lain kondisi faktor (SDA, SDM dan modal), kondisi permintaan (domestik dan ekspor) karet remah, industri pendukung, struktur, persaingan dan strategi perusahaan, peran pemerintah, dan peran kesempatan. Komponen yang kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia antara lain IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait. Hasil estimasi metode Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa karet remah Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional dilihat dari nilai RCA karet remah Indonesia yang lebih dari satu. Nilai RCA karet remah Indonesia periode 1993 sampai dengan 2008 berfluktuatif setiap tahunnya, nilai RCA terbesar dicapai pada tahun 2002 sebesar 28,253. Variabel yang digunakan untuk analisis Ordinary Least Square (OLS) adalah kuantitas produksi karet remah Indonesia, produktivitas, harga ekspor karet remah, nilai tukar, dan dummy krisis. Hasil uji asumsi klasik pada regresi pertama menunjukkan adanya masalah multikolinearitas pada model sehingga digunakan regresi komponen utama untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil estimasi metode OLS yang telah dipadukan dengan regresi komponen utama menunjukkan bahwa variabel kuantitas produksi, produktivitas, nilai tukar riil dan dummy krisis signifikan di taraf nyata 5 persen, sedangkan harga ekspor riil karet remah
Indonesia tidak signifikan. Namun demikian, semua variabel yang dianalisis memiliki koefisien yang positif, hal ini berarti bahwa kinerja dari variabel tersebut berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Produktivitas memiliki pengaruh yang paling besar untuk memengaruhi daya saing industri karet remah Indonesia. Hasil analisis dari Porter’s Diamond Theory, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Ordinary Least Square (OLS) menghasilkan rumusan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional. berdasarkan hasil Porter’s Diamond Theory menunjukkan bahwa komponen IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel kuntitas produksi karet remah Indonesia, produktivitas, harga ekspor karet remah Indonesia, nilai tukar, dan dummy krisis berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional. Berdasarkan hasil analisis strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia antara lain dengan meningkatkan infrastruktur baik jalan, jembatan maupun pelabuhan agar distribusi karet remah lancar, meningkatkan kinerja industri terkait serta meningkatkan produktivitas.
ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA
Oleh FERI NUR OKTAVIANI H14070026
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia
Nama
: Feri Nur Oktaviani
NRP
: H14070026
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENER-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Feri Nur Oktaviani H14070026
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Feri Nur Oktaviani dilahirkan di Cilacap pada tanggal 11 Oktober 1989 dari pasangan Dirman Wibowo dan Ani Yuliani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Ciklapa, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sidareja, dan kemudian lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMAN) 1 Banjarnegara pada 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) yang pada akhirnya masuk ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dengan jurusan Departemen Ilmu Ekonomi. Pada masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kepecintaalaman LAWALATA IPB sebagai bendahara umum periode 2009-2010. Penulis pernah melakukan beberapa beberapa kegiatan antara lain Studi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Selatan (2008), Panitia Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (2009) sebagai Penanggung Jawab AK, Tim Fasilitator Pendidikan Lingkungan Hidup SD 2 Dramaga (2009), Pemenang Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB 2010 “Jejak Alam Outdoors Activity” dengan jenis usaha jasa outbond, dan tergabung dalam tim Paintball IPB 2011.
i
KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itulah penulis mengharapkan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan
skripsi
ini
selanjutnya.
Penyusunan
skripsi
ini
juga
dapat
terselesesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan hormat kepada: 1. Orang tua tercinta, Bapak Dirman Wibowo dan Ibu Ani Yuliani yang telah memberikan dukungan moril, semangat, kasih sayang dan do’anya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini. 2. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi. 3. Dr. Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji utama dan Dr. Alla Asmara, M,Si selaku dosen penguji pengawas pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak masukkan dan saran untuk skripsi ini. 4. Kakakku Agustina Widi dan mas Muslich serta de M. Azzamta Faiz juga adikku Wahyu Julia Nugroho atas dukungan, semangat serta keceriaannya selama ini. 5. Keluarga besar LAWALATA IPB yang telah memberikan rasa nyaman dan mengajarkan banyak hal tentang kehidupan yang sebenarnya. LAWALATA JAYA... 6. Teman satu bimbinganku Rani Meistika, Ainur Sukmawati, dan Resty Anditya atas semangat dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi. 7. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha, staf perpustakaan, dan karyawan/i Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah memberikan pengetahuan sampai penulisan ini selesai.
ii
8. Teman-teman Ilmu Ekonomi 44: Ida, Rini, Risa, Siska, Risya, Nindya, Martha dan segenap keluarga besar Ilmu Ekonomi 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak melukiskan kenangan indah dan kebersamaan selama masa perkuliahan di Ilmu Ekonomi 44. 9. Teman-teman wisma WJ: ike, ana, santhi, atik, mba restu endang, dilla, tipa, nita dan segenap keluarga WJ yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya dan semangat pada masa perkuliahan. 10. Teman-teman Jejak Alam (ka Agus, Benny, Bergas, Dessy , Lasti dan Linda atas semangat dan kerja kerasnya. Let’s fun with jejak.....
Bogor, Juli 2011 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI
i
....................................................................................
iii
DAFTAR TABEL.................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................
10
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................
11
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................
12
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........
13
2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) ........................................
13
2.2. Definisi Daya Saing ...................................................................
13
2.3. Konsep Perdagangan Internasional..............................................
14
2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif.............................................
15
2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif..............................................
16
2.4. Penelitian Terdahulu .................................................................
19
2.4.1. Penelitian Mengenai Karet..................................................
19
2.4.2. Penelitian Mengenai Daya Saing.........................................
21
2.5. Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................
22
2.6. Hipotesis ...................................................................................
26
III. METODE PENELITIAN
...........................................................
28
3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................
28
3.2. Metode Analisis Data ..................................................................
28
3.2.1. Metode Porter’s Diamond Theory .....................................
29
3.2.2. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA)..............
30
3.2.3. Metode Ordinary Least Square (OLS)................................
32
3.2.3.1. Regresi Komponen Utama ................................ .....
36
iv
3.2.3.2. Pemilihan Variabel yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia................................ 3.2.3.3. Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia................................ 3.2.3.4. Uji Kesesuaian Model..............................................
36 38 40
3.2.3.5. Definisi Operasional Variabel dalam Model...........
46
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (Crumb rubber) INDONESIA .......................................................
48
4.1. Gambaran Umum Karet .............................................................. 4.1.1. Karet Alam ........................................................................
48 49
4.1.2. Karet Sintesis.......................................................................
51
4.2. Industri Karet Remah (crumb rubber) .........................................
52
4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia .......................................................................... 4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah .........................................
52 55
4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi, dan Produktivitas Karet Remah Indonesia ...................................................... 4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia ..........................................
55 57
4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia.................................
58
4.2.6. Pemasaran Karet Remah Indonesia.....................................
59
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................
62
5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia .................................................................................... 5.1.1. Kondisi Faktor ...................................................................
62 64
5.1.2. Kondisi Permintaan..............................................................
66
5.1.3. Industri terkait dan Industri Pendukung .............................
67
5.1.4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Perusahaan....................
68
5.1.5. Peran Pemerintah...............................................................
70
5.1.6. Peran Kesempatan .............................................................
71
5.2. Analisis Keunggulan Komparatif Industri Karet Remah Indonesia .................................................................................. 5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia.................................................................................... 5.4. Strategi Peningkatan Daya Saing Karet remah Indonesia.............
72 74 80
v
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
83
6.1. Kesimpulan ...............................................................................
83
6.2. Saran .........................................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
85
LAMPIRAN ........................................................................................
87
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton).....
1
1.2. Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011 ....................
2
1.3. Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet Indonesia...........................
4
1.4. Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah (crumb rubber) Indonesia Menurut Sumber (Ton) ............................................................ 1.5. Banyaknya Perusahaan Karet Remah dan Pekerja Tahun 2004 – 2008 ......
6 7
1.6. Produksi Perusahaan Karet Remah Indonesia Menurut Jenis Kualitas Tahun 2004 – 2008 (Ton) ......................................................................... 8 4.1. Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesia tahun 1993-2008....................................................................................... 53 4.2. Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia, 2006-2010 ........................... 56 4.3. Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia .............. 57 5.1. Nilai dan Indeks RCA Karet Remah Indonesia Tahun 1993-2008 ............. 74 5.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia................................................................................ 79
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran............................................................ 25 3.1 Porter’s Diamond Theory .......................................................................... 29 4.1 Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008...................................... 59 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia............................................................ 60 5.1 Keunggulan dan Kelemahan Industri Karet Remah Indonesia Hasil Analisis Porter’s Diamond Theory ................................................. 71
viii
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1.
Hasil Perhitungan analisis Daya Saing Karet Remah Indonesia dengan menggunakan Metode RCA (US$) ............................................... 88
2. 3.
Karet Remah Indonesia Berdasarkan Kualitas........................................... 89 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia................................................ 90
4.
Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia................................................ 91
5.
Uji Homoskedastisitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia .............................................................. 91
6.
Uji Autokorelasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia ............................................. 92 7. Uji Multikolinieritas Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia................................................................ 92 .8. Analisis Regresi Komponen Utama Faktor-Faktor yang Memengaruhi....... 93 9.
Ekspor Karet Indonesia kesepuluh negara utama ................................................................................................. 94
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor unggulan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil perkebunan yang menjadi unggulan di Indonesia antara lain: karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia adalah karet dan hasil olahan karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Produksi karet alam Indonesia yang cukup besar dan layak untuk diperhitungkan dalam pasar internasional. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar di dunia setelah Thailand (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Produsen Utama (ribu Ton) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Thailand 2.615 2.876 2.984 2.937 3.137 3.056 3.089 3.086 3.072
Indonesia 1.630 1.792 2.066 2.271 2.637 2.755 2.751 2.535 2.829
Malaysia 890 986 1.098 1.132 1.280 1.210 1.072 856 883
India 641 707 743 772 853 811 881 817 851
Sumber : IRSG Rubber Statistical Bulletin vol 65, Januari-Maret 2011
China 468 480 486 575 600 663 560 630 650
Lainlain 1.181 1.189 1.224 1.164 1.242 1.265 1.673 1.678 2.006
2
Produksi karet alam Indonesia meningkat setiap tahunnya dan selalu menempati peringkat kedua setelah Thailand. Pada tahun 2010 produksi karet alam Indonesia mencapai 2.829 ribu ton, hanya berselisih 243 ribu ton dengan Thailand. Dengan selisih yang tidak terlalu besar antara Indonesia dengan produsen karet terbesar yaitu Thailand, maka Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi produsen utama karet alam. Produksi karet alam Indonesia dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan sumberdaya seperti areal perkebunan secara optimal. Luas areal perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia berdasarkan status pengusahaannya digolongkan menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2000-2011 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*) 2011**)
Luas Lahan (ribu Ha) PR PBN PBS Jumlah 2882,8 2838,4 2825,5 2772,5 2747,9 2767,0 2833,0 2899,7 2910,2 2911,5 2934,4 2935,1
212,6 221,9 221,2 241,6 239,1 237,6 238,0 238,2 238,2 239,4 236,7 239,1
277,0 284,5 271,7 276,0 275,3 274,8 275,4 275,8 275,8 284,4 274,0 275,9
3372,4 3344,8 3318,4 3290,1 3262,3 3279,4 3346,4 3413,7 3424,2 3435,3 3445,1 3450,1
PR 1125,2 1209,3 1226,6 1396,2 1662,0 1838,7 2082,6 2176,7 2173,6 1942,3 2065,2 2105,0
Produksi (ribu Ton) PBN PBS Jumlah 169,9 182,6 186,5 191,7 196,1 209,8 265,8 277,2 276,8 238,7 252,4 260,0
206,4 215,6 217,2 204,4 207,7 222,4 288,8 301,3 300,9 259,4 274,3 275,9
1501,4 1607,5 1630,4 1792,3 2065,8 2270,9 2637,2 2755,2 2751,3 2440,3 2591,9 2640,8
Ket: PR: Perkebunan Rakyat ; PBN: Perkebunan Besar Negara ; PBS: Perkebunan Besar Swasta *) Angka Sementara ; **) Angka Estimasi Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011
3
Perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Pada tahun 2010 luas lahan karet Indonesia yang tercatat sekitar 3445,1 ribu Ha yang terdistribusi dalam perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta yang tersebar di wilayah Indonesia. Produksi karet dan luas lahan karet Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya. Luas perkebunan karet Indonesia hampir meningkat setiap tahunnya mulai pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2011. Namun demikian, produksi karet Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan luas lahan perkebunan karet. Produksi karet terbesar di Indonesia pada periode tahun 1993 sampai dengan 2008 sebesar 2755,2 ribu ton dicapai pada tahun 2007 dengan luas lahan lebih kurang 3413,7 ribu Ha. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa luas lahan perkebunan bukan faktor utama yang berpengaruh terhadap jumlah produksi karet Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa luas lahan karet pada tahun 2011 mencapai 3450,1 ribu Ha dengan hasil produksi yang diperoleh sekitar 2640,8 ribu ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). Kepemilikan lahan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat karena hampir 85% luas lahan perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat. Menurut BPS (2008), perkebunan rakyat merupakan usaha budidaya tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan usaha maupun badan hukum. Total produksi karet yang dapat dihasilkan sekitar 2622,8 ribu ton. Sebagian besar hasil karet Indonesia dijual dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut memiliki nilai jual yang relatif rendah dibandingkan dengan karet yang sudah mengalami proses pengolahan.
4
Untuk itu, karet alam yang akan dijual oleh Indonesia perlu diolah terlebih dahulu agar nilai jual dan nilai gunanya meningkat. Potensi karet alam Indonesia yang melimpah merupakan suatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan. Karet alam dapat diolah menjadi barang-barang untuk menunjang aktivitas masyarakat. Barang-barang yang membutuhkan keelastisan dalam pemakaiannya menggunakan bahan dasar karet seprti : ban, sarung tangan karet, alas kaki, belt konveyor, belt transmission, barang karet keperluan teknik serta bahan dasar industri lainnya (Tabel 1.3). Hasil olahan karet tersebut dapat digunakan baik secara langsung atau melalui proses industri lebih lanjut agar nilai tambah dari produk tersebut meningkat. Tabel 1.3 Tingkat Utilitas Industri Karet / Barang Karet di Indonesia Jenis Industri
Utilitas Industri dan Produk (%)
Industri crumb rubber
70
Industri sarung tangan
40
Industri alas kaki
60
Industri ban
80
Industri produk karet lainnya
65 - 80
Sumber : Departemen Perdagangan, 2010
Karet alam dapat digunakan sebagai bahan baku industri barang-barang kebutuhan masyarakat. Sebagai salah satu komoditas pertanian, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri perkebunan karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Karet alam di Indonesia digunakan untuk bahan baku industri karet remah (crumb rubber), sarung tangan, alas kaki, ban dan lain-lain. Di Indonesia, sebagian besar karet digunakan sebagai
5
bahan baku industri ban (Tabel 1.3). Seiring dengan berkembangnya industri otomotif, permintaan ban di dunia semakin meningkat. Karet yang diperjualbelikan di pasar berbentuk karet alam dan karet sintesis. Karet remah atau karet spesialisasi teknis dibuat secara khusus agar mutu karet tetap terjaga dan dapat bersaing dengan karet sintesis. Indonesia lebih banyak memroduksi karet alam dibandingkan dengan karet sintesis. Karet alam yang dihasilkan Indonesia sebagian besar diekspor ke luar negeri. Karet Indonesia diekspor dalam bentuk karet alam (lateks) dan barang hasil olahan karet. Salah satu olahan karet yang diekspor adalah karet remah (crumb rubber). Karet remah (crumb rubber) merupakan karet alam (lateks) yang telah diolah secara khusus sehingga mutunya terjamin secara teknis. Penetapan mutu pada karet remah didasarkan pada sifat-sifat teknis dimana warna atau visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku. Karet remah memiliki mutu yang baik karena diproduksi secara khusus dan teruji secara teknis dengan menggunakan Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet remah diproduksi secara khusus agar dapat bersaing dengan bahan pengganti karet lain seperti karet sintesis. Bahan baku untuk pembuatan karet remah diperoleh dari berbagai sumber perkebunan yaitu perkebunan sendiri, perkebunan lain (swasta) dan perkebunan rakyat (Tabel 1.4). Persaingan karet alam dengan karet sintesis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis dalam hal ini adalah crumb rubber. Karet sintesis yang permintaannya cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam tiap bandelanya. Keterangan sifat teknis serta keistimewaan setiap jenis mutu
6
karet sintesis disertakan pula pada setiap bandelanya. Hal semacam ini ditetapkan pula dalam karet spesifikasi teknis. Karet ini dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium, dan ditutup dengan lembaran plastik polythene (Swadaya, 1999). Tabel 1.4 Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Karet Remah (crumb rubber) Indonesia Menurut Sumber (ribu Ton) Dibeli Dari Tahun
Jumlah Perkebunan Sendiri
Perkebunan Lain
Perkebunan Rakyat
2004
131,28 4,6
27,28 1,0
2.690,4 94,4
2.848,96 100
2005
131,45 4,7
28,65 1,0
2.608,51 94,3
2.768,62 100
2006
185,22 5,1
116,84 3,2
3.310,07 91,6
3.612,13 100
2007
212,44 5,7
122,05 3,3
3.394,5 91,0
3.728,99 100
2008
286,80 5,7
164,77 3,3
4.582,57 91,0
5.034,13 100
Sumber : BPS, 2010 (diolah)
Sumber pengadaan bahan baku untuk industri karet remah (crumb rubber) diperoleh dari produksi perkebunan sendiri, pembelian dari perkebunan lain dan perkebunan rakyat. Sebagian besar bahan baku karet remah diperoleh dari perkebunan karet rakyat. Pada periode tahun 2004-2008 dapat dilihat (Tabel 1.4) bahwa bahan baku karet remah lebih dari 90% diperoleh dari perkebunan rakyat. Proses pengolahan suatu komoditas dalam industri dimaksudkan agar nilai tambah dari komoditas tersebut dan harga jualnya lebih tinggi. Industri karet remah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah dari karet alam. Karet alam diolah secara khusus dengan standar mutu yang mengikuti Standart Indonesian Rubber (SIR) menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah
7
digunakan sebagai bahan baku industri hilir yang memroduksi barang-barang kebutuhan masyarakat seperti ban. Industri karet remah tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan industri karet remah tersebut menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat (Tabel 1.5). Tabel 1.5 Banyaknya Perusahaan Karet Remah dan Pekerja di Indonesia Tahun 2004 – 2008 Banyaknya Tahun
Perusahaan
Pekerja
2004
87
24.946
2005
87
24.946
2006*
122
30.841
2007*
122
37.069
2008*
183
40.949
*) Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sumber : BPS, 2010 (diolah)
Usaha industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab, scrap) menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Jumlah perusahaan karet remah dan pekerjanya di Indonesia periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan (Tabel 1.5). Pada tahun 2008 ada sekitar 183 perusahaan karet remah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tidak termasuk Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Jumlah pekerja yang dapat diserap oleh industri karet remah di seluruh wilayah Indonesia relatif meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 jumlah pekerja yang dapat diserap oleh industri karet remah mencapai 40.949 pekerja.
8
Produksi karet remah menggunakan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) untuk mengklasifikasikan karet remah tersebut berdasarkan mutunya (Tabel 1.6). Penilaian mutu karet secara klasifikasi didasarkan dari hasil analisa dari syarat uji. Syarat pengujian karet mutu SIR diukur berdasarkan kadar abu, kadar zat menguap, Acelerated Storage Hardening Test (ASHT), PRI dan uji lain yang dilakukan. Tabel 1.6 Produksi Perusahaan Karet Remah Indonesia Menurut Jenis Kualitas Tahun 2004 – 2008 (Ton) Produksi Tahun
SIR
SIR
SIR
SIR
SIR
SIR
3CV
3L
3WF
5
10
20
2004
24.099
2005
29.388
2006
23.124
Jumlah
3.191
20.354
31.221
1.591.816
1.693.805
21.966
3.018
19.888
31.812
1.553.920
1.659.992
32.502
21.417
4.395
7.854
152.381
1.763.200
1.981.749
2007
40.355
32.113
5.430
9.704
173.828
2.151.404
2.412.834
2008
42.873
5.854
1.180
2.090
47.789
2.251.873
2.341.659
Sumber : BPS, 2010 (diolah)
Produk karet Indonesia adalah jenis karet remah yang dikenal sebagai karet Standard Indonesian Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet tersebut tergolong kedalam karet spesifikasi teknis karena penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan besaran nilai yang dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang tercantum dalam skema SIR. Berdasarkan jenis kualiatasnya karet remah di klasifikasikan menjadi SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20 (Tabel 1.6).
9
Produksi karet remah Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan 2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 produksi karet remah mengalami penurunan sebesar 33.813 ton atau sekitar 1,99% jika dibandingkan dengan tahun 2004. Pada tahun 2006 dan 2007 produksi karet remah Indonesia mengalami peningkatan masing-masing sebesar 321.757 ton (19,38%) dan 431.085 ton (21,75%). Pada tahun 2008 kembali terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 71.175 ton (2,95%) dibandingkan dengan jumlah produksi pada tahun 2007. Produksi karet remah Indonesia hampir 95% adalah jenis SIR 20. Produksi karet remah Indonesia dipasarkan baik di dalam (domestik) maupun luar negeri. Berdasarkan data BPS tahun 2010, produksi karet remah Indonesia 93,97% dari total produksi dijual ke luar negeri dan hanya sekitar 6,03% dari total produksi dijual dan dikonsumsi dalam negeri. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual ke luar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain. Namun demikian, perkaretan Indonesia menghadapi permasalahan pokok pada bidang pemasaran, terutama harga jual yang tidak stabil dan cenderung menurun, biaya produksi yang terus-menerus meningkat serta persaingan pasar yang semakin berat ditingkat internasional. Persaingan bukan hanya terbatas pada negara penghasil karet alam saja, tetapi juga melibatkan negara-negara penghasil karet sintesis. Beratnya persaingan ditandai dengan produksi karet, baik karet alam maupun karet sintesis yang cenderung lebih besar dari permintaan serta
10
market share karet alam yang relatif lebih kecil dalam supply karet dunia. Untuk itu, perlunya dirumuskan strategi khusus untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional serta faktor-faktor yang memengaruhinya. 1.2. Perumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar dunia. Karet yang diperjual belikan di pasar berbentuk karet alam dan karet sintesis. Karet yang dihasilkan Indonesia sebagian besar dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut harus dapat bersaing dengan karet sintesis yang memiliki mutu dan standar khusus. Karet alam di Indonesia diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah mengalami proses produksi secara khusus sehingga mutu yang dihasilkan terjamin. Menurut Dekarindo (2010), karet remah tersebut di produksi untuk menyaingi karet sintesis yang beredar saat ini. Karet remah Indonesia sebagian besar dijual (ekspor) keluar negeri. Fenomena persaingan global yang terjadi saat ini menuntut karet remah Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara produsen karet remah lain dan juga produsen karet sintesis yang merupakan saingan dari karet alam dalam hal ini adalah karet remah. Karena semakin ketatnya persaingan di pasar internasional, karet remah Indonesia harus memiliki keunggulan dibandingkan karet remah negara lain sehingga karet remah Indonesia lebih diminati oleh konsumen. Untuk itu, perlu diketahui posisi daya saing baik keunggulan kompetitif
maupun keunggulan
komparatif pada industri karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasioanal serta perlu diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi daya saing tersebut. Untuk meningkatkan daya saing karet remah (crumb rubber)
11
Indonesia diperlukan strategi khusus agar karet tersebut dapat tetap bertahan di pasar internasional. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini: 1. Bagaimana daya saing (keunggulan kompetitif) industri karet remah (crumb rubber) Indonesia? 2. Bagaimana daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi keunggulan komparatif karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional? 3. Strategi apa yang dapat dirumuskan untuk memperkuat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisa kondisi daya saing (keunggulan kompetitif) karet remah (crumb rubber) Indonesia. 2. Menganalisa daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional. 3. Merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional.
12
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rujukan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri perkaretan terutama pada pelaku industri karet remah dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian dengan topik karet remah (crumb rubber) selanjutnya. Sedangkan bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di bidang perkaretan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing industri karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri pengolahan hasil perkebunan yaitu industri pengolahan karet. Industri karet yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah industri karet dan bahan olahan karet dengan spesifikasi karet remah (crumb rubber) dengan kode HS 25123. Dalam penelitian membahas keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif beserta faktorfaktor yang memengaruhinya, serta strategi untuk memperkuat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia di pasar internasional. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb rubber) didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat crumb rubber. Karet remah tergolong dalam karet spesifikasi teknis karena penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan besaran nilai yang dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang tercantum dalam skema SIR. Berdasarkan jenis kualiatasnya karet remah di klasifikasikan menjadi SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Karet remah (crumb rubber) dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada sertifikat uji laboratorium, serta ditutup dengan lembaran plastik polythene. 2.2. Definisi Daya Saing Daya saing menurut Porter (1990) diidentikkan dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menghasilkan
14
barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang. Daya saing yang baik dapat terlihat jika komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di dalamnya. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut. Sedangkan menurut Simanjuntak dalam Febriyanti (2008) daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. 2.3. Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan internasional seperti perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara
15
tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik. Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai teori keunggulan komparatif dan teori keunggulan kompetitif. 2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif David Ricardo menjelaskan hukum keunggulan komparatif dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation pada tahun 1817. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian kompetitif). Berdasarkan hukum keunggulan komparatif David Ricardo terdapat sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu : (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat
16
biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tetapi asumsi tujuh tidak dapat berlaku dan seharusnya digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif. 2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif Menurut Hadi (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional. Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung. Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory. 1. Kondisi Faktor (Factor Condition) Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri. Peran faktor sumberdaya sangat penting dalam proses industri, karena faktor sumberdaya merupakan modal utama dalam membangun keunggulan
17
kompetitif suatu industri. Menurut Porter (1990), faktor sumberdaya diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu : sumber daya alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur. Kelima kelompok tersebut akan menggambarkan keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dan segala potensi yang dapat dikembangkan oleh negara tersebut. 2. Kondisi Permintaan (demand condition) Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang memengaruhi posisi daya saing nasional. Menurut Widayunita (2007), mutu produk dan produktivitas suatu negara akan memengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di tingkat global memberikan tantangan bagi perusahaanperusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya. Dalam pengembangan mutu, perusahaan-perusahaan akan melakukan inovasi serta peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan permintaan konsumen. 3. Industri Terkait dan Industri Pendukung yang Kompetitif (related and supporting industry) Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi posisi daya saing suatu industri. Untuk itu perlu dijaga hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir. Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses produksi suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku tersebut untuk diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.
18
Rantai nilai produksi antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara. 4. Kondisi struktur, Persaingan dan Strategi Industri (firm strategy, structure, and rivalry) Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor). Globalisasi antarnegara. berdasarkan
ekonomi
akan
Masing-masing kekayaan
yang
menyebabkan
terjadinya
negara
membangun
dimiliki,
yang
ketergantungan perekonomiannya
merupakan
keunggulan
komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan perekonomian mereka di sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi serupa. 5. Peran Pemerintah (government) Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing suatu industri. Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung pemerintah dapat memengaruhi permintaan melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah secara langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk jasa. Pemerintah juga dapat memengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia,
19
berperan sebagai pembuat kebijakan yang terkait dengan tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal sumber daya alam dan standar produk. 6. Peran kesempatan (chance event) Peran kesempatan merupakan suatu hal yang bersifat kecelakaan (accidental), sehingga dalam kenyataan peran kesempatan bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam hal ini peran kesempatan bisa menguntungkan atau merugikan para pelaku usaha. 2.4. Penelitian Terdahulu 2.4.1. Penelitian Mengenai Karet Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia (Mamlukat, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SAS dengan pendekatan simultan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran preferensi importir karet alam ke karet sintesis. Harga karet sintesis dipengaruhi oleh harga minyak dunia, fluktuasi harga karet alam Indonesia sendiri dipengaruhi oleh produksi yang tidak stabil serta elastisitas karet alam Indonesia yang rendah. Penelitian tentang dinamika ekspor karet alam Indonesia (Julivanto, 2009). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Pendekatan Impulse Respon Function (IRF) digunakan untuk melihat respon dari variabel
20
tidak bebas selama beberapa waktu kedepan jika terjadi guncangan dari variabel bebas lainnya sebesar satu standar deviasi dan pendekatan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap tidak bebas selama periode tertentu. Berdasarkan hasil IRF dan FEVD, variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada saat terjadi guncangan adalah variabel produksi karet alam. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar, sedangkan variabel tidak bebas yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia. Penelitian mengenai analisis keunggulan komparatif karet alam Indonesia tahun 2003-2007 (Soekarno, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk melihat daya saing ekspor karet alam Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, sehingga dapat diketahui perlunya pengembangan lebih mendalam untuk meningkatkan produksi karet alam dari daya saing ekspor. Penelitian ini menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Constant Market Share (CMS). Hasil analisis menunjukkan bahwa daya saing ekspor karet alam Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2007 cenderung mengalami kenaikan yaitu dari 28,403 menjadi 37,388. Sedangkan Thailand turun dari 53,190 pada tahun 2003 menjadi 32,187 untuk tahun 2007. Hal yang sama juga terjadi pada Malaysia di tahun 2003 mencapai 17,931 menjadi 10,623 tahun 2007. Hasil analisis constant market share menunjukkan bahwa Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2007 memiliki daya saing yang positif. Dengan menggunakan
21
analisis RCA menunjukkan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi pengekspor utama karet sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang terus meningkat dari tahun 2003 yaitu 28,403 menjadi 37,388. Hasil perhitungan CMS menunjukkan bahwa kinerja ekspor karet alam Indonesia memiliki daya saing yang kuat, walaupun jika dilihat dari efek distribusi pasar masih lemah, untuk meningkatkan kinerja ekspor karet maka perlu perhatian yang serius dari pemerintah sehingga keunggulan kompratifnya dapat dipertahankan. 2.4.2. Penelitian Mengenai Daya Saing Penelitian mengenai analisis daya saing kopi Indonesia di pasar internasional (Mustopa, 2010). Penelitian ini menganalisis keunggulan komparatif komoditas kopi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif komoditas kopi Indonesia, menganalisis kondisi faktorfaktor keunggulan kompetitif komoditas kopi Indonesia, dan merumuskan strategi dalam meningkatkan daya saing komoditas kopi Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif kopi Indonesia, Porter’s Diamond untuk menganalisis kondisi faktor-faktor keunggulan kompetitif kopi Indonesia dan metode Ordinary Least square (OLS) untuk mengetauhi faktorfaktor yang memengaruhi keunggulan komparatif. Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif selama periode 1980-2008. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif kopi Indonesia adalah produktifitas kopi, volume ekspor kopi, harga ekspor kopi dan dummy krisis perkopian dunia.
22
Hasil analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. Penelitian mengenai analisis daya saing industri furniture kayu Indonesia di Pasar Internasional (Fajri, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif) industri furniture kayu Indonesia. Selain itu, dianalisis pula daya saing (keunggulan komparatif) dan faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor industri furniture kayu Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
metode Porter’s
Diamond Theory dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor furniture kayu Indonesia menggunakan metode regresi linier berganda Ordinary Least Square (OLS). 2.5. Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia merupakan produsen karet terbesar di dunia setelah Thailand. Areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 3,4 juta hektar. Karet yang umum dipasarkan adalah karet alam dan karet sintesis. Karet alam dan karet sintesis pada dasarnya bersaing dalam hal sifat dan mutunya di pasar baik dalam negeri maupun internasional. Karet sintesis dengan segala kelebihannya mencoba menggantikan posisi karet alam untuk memroduksi barang-barang yang memerlukan karet untuk proses produksinya. Namun demikian, karet sintesis belum dapat menyaingi karet alam karena sifat dan mutunya masih kurang baik. Karet remah (crumb rubber) merupakan salah satu jenis karet yang banyak
23
diproduksi Indonesia dan dalam hal mutu karet remah bersaing dengan karet sinrtesis. Sebagian besar karet yang dijual Indonesia berupa karet alam atau mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat sedikit. Proses pengolahan karet merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah atau guna dari karet tersebut. Salah satu bentuk olahan karet alam (lateks kebun) adalah karet remah (crumb rubber). Karet remah merupakan karet alam yang diproduksi secara khusus sehingga mutu teknisnya terjamin. Permintaan karet meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan industri otomotif. Jika dilihat dari luas areal perkebunan karet maka Indonesia berpotensi untuk mengembangkan industri karet alam dalam hal ini adalah karet remah. Namun, realita yang terjadi industri karet remah Indonesia masih kurang berkembang dengan baik, salah satu faktornya adalah produktivitas yang masih rendah,
lahan
karet
yang
dimiliki
Indonesia
kurang
optimal
dalam
pemanfaatannya, standar mutu karet remah Indonesia masih di bawah standar mutu negara produsen karet remah lainnya dan nilai tukar rupiah yang berfluktuatif. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam perkembangan industri karet remah tersebut akan dianalisis menggunakan metode Porter’s Diamond. Daya saing Industri karet remah Indonesia diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel (Gambar 2.1) antara lain kuantitas produksi karet remah Indonesia, produktivitas, harga ekspor riil karet remah, nilai tukar rill dan krisis. Luas lahan perkebunan karet di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Perkebunan karet
24
Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Kuantitas produksi karet remah dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan total, produktivitas dan jumlah perusahaan karet remah. Harga karet dipengaruhi oleh nilai tukar riil dan volume ekspor karet remah Indonesia dan variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah krisis yang diduga berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat daya saing terkait dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif karet remah Indonesia di pasar internasional. Keunggulan komparatif dan posisi daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional dianalisis dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Keunggulan kompetitif terkait dengan karet remah Indonesia dianalisis dengan Porter’s Diamond Theory. Sedangkan faktorfaktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia akan dianalisis dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Dari beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif karet remah tersebut, maka akan dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional.
25
Gambar 2.1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
26
2.6. Hipotesis 1. Nilai RCA karet remah Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1), artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. 2. Indeks RCA komoditas karet remah Indonesia lebih besar dari satu (indeks RCA > 1), artinya terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor komoditi karet Indonesia di pasar internasional pada tahun tersebut lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. 3. Semua variabel bebas yang digunakan (kuantitas produksi karet remah, produktivitas, harga ekspor karet remah, nilai tukar dan krisis) memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas (daya saing karet remah Indonesia) -
Kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah
Indonesia, semakin banyak karet remah yang
dihasilkan maka daya saing karet remah Indonesia semakin tinggi. -
Produktivitas diartikan sebagai kemampuan suatu input untuk menghasilkan hasil (komoditi) yang maksimal. Semakin besar produktivitas maka semakin banyak komoditi yang dapat di pasarkan kepada konsumen. Semakin banyak komoditi yang dihasilkan maka daya saing akan komoditi tersebut akan semakin meningkat.
-
Harga ekspor karet remah Indonesia berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia.
-
Nilai tukar rupiah terhadap Dollar berhubungan positif dengan daya saing karet remah Indonesia ketika terjadi depresiasi nilai rupiah.
27
-
Dummy krisis berhubungan positif dengan daya saing karet remah Indonesia.
28
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) dengan periode waktu dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008. Jenis data meliputi data luas lahan perkebunan karet, produksi karet alam Indonesia, nilai ekspor karet remah Indonesia, nilai ekspor total karet alam Indonesia, luas lahan perkebunan karet, produksi karet remah, jumlah perusahaan karet remah Indonesia dan data nilai tukar. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), International Rubber Study Group (IRSG), Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO), Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Perdagangan, UnComtrade dan studi literatur dari berbagai sumber yang berhubungan dengan industri karet remah. 3.2. Metode Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet remah (crumb rubber) Indonesia. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah RCA (Revealed Comparative Advantage). Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditi karet remah Indonesia, digunakan metode regresi linear berganda yaitu analisis Ordinary Least Square (OLS). Pengestimasian metode dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Software Minitab 14. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif untuk menjelaskan pengkajian potensi, kendala, dan peluang yang dalam hal ini adalah
29
faktor-faktor yang memengaruhi keunggulan kompetitif komoditi karet remah Indonesia akan dianalisis dengan pendekatan Porter’s Diamond Theory. 3.2.1. Metode Porter’s Diamond Analisis daya saing terkait dengan keunggulan kompetitif pada penelitian ini akan dibahas dengan menggunakan metode Porter’s Diamond Theory. Komponen yang dianalisis dalam Porter’s Diamond Theory antara lain kondisi faktor, faktor permintaan, faktor industri terkait dan industri pendukung, dan strategi perusahaan, struktur dan persaingan (Gambar 3.1). Selain keempat komponen yang saling berinteraksi diatas, terdapat dua komponen yang memengaruhi keempat komponen tersebut yaitu faktor pemerintah dan faktor kesempatan. Berdasarkan hasil analisis Porter’s Diamond dapat dilihat faktor yang menjadi unggulan dan kelemahan industri karet remah, sehingga kita dapat melihat potensi serta kendala pada industri karet remah nasional.
Sumber : Porter, 1990
Gambar 3.1 Porter’s Diamond Theory Dalam penelitian ini beberapa faktor dalam metode Porter’s Diamond yang dapat dikuantitatifkan digunakan sebagai variabel dalam uji regresi linear berganda
30
untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing karet remah Indonesia. 3.2.2. Metode Revealed Comparative Adventage (RCA) Untuk mengetahui daya saing komoditi karet remah Indonesia dalam penelitian ini digunakan analisis Revealed Comparative Adventage (RCA). Metode Revealed Comparative Adventage (RCA) didasarkan pada suatu konsep bahwa
perdagangan
antarwilayah
sebenarnya
menunjukkan
keunggulan
komparatif yang dimiliki suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk/komoditi terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Analisis keunggulan komparatif RCA diperkenalkan pertama kali oleh Bela Balassa pada tahun 1965 dalam penelitiannya mengenai pengaruh liberalisasi perdagangan luar negeri terhadap keunggulan komparatif hasil industri Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara yang tergabung dalam pasar bersama Eropa (MEE) serta pada tahun 1977 untuk negara yang sama ditambah Kanada dan Swedia. Pada mulanya Balassa menggunakan dua konsep pemikiran, pertama didasarkan pada rasio impor dan ekspor, dan kedua pada prestasi ekspor relatif. Dengan alasan bahwa impor lebih peka terhadap tingkat perlindungan tarif, dan pada perkembangan selanjutnya Balassa mengevaluasi prestasi ekspor masingmasing komoditi di negara-negara tertentu dengan membandingkan bagian relatif ekspor suatu negara dalam ekspor dunia untuk masing-masing dalam rumus sebagai berikut :
31
RCAt
=
Pt/Qt Rt/St
Dimana : RCAt = keunggulan komparatif karet remah Indonesia tahun ke-t Pt
= nilai ekspor karet remah Indonesia tahun ke-t
Qt
= nilai ekspor total Indonesia tahun ke-t
Rt
= nilai ekspor karet remah di dunia tahun ke-t
St
= nilai ekspor total produk dunia tahun ke-t
t
= tahun 1993,…, 2008 Nilai RCA lebih dari satu (RCA>1), menunjukkan bahwa Indonesia lebih
berspesialisasi produksi di kelompok komoditi karet remah. Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. Semakin besar nilai RCA, maka keunggulan komparatif yang dimiliki komoditi tersebut akan semakin kuat. Jika nilai RCA kurang dari satu (RCA<1), maka sebaliknya Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut : Indeks RCA
= RCAt/RCAt-1
Dimana : Indeks RCAt
= kinerja ekspor karet remah Indonesia periode ke-t
RCAt
= nilai RCA tahun sekarang (t)
RCAt-1
= nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)
t
= tahun 1993,…,2008
32
Nilai indeks RCA berkisar antara nol sampai tidak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor karet remah Indonesia di pasar dunia tidak berubah dari tahun sebelumnya. Jika nilai indeks RCA kurang dari satu berarti terjadi penurunan kinerja ekspor karet remah. Sedangkan jika nilai indeks RCA lebih dari satu maka kinerja ekspor karet remah Indonesia lebih tinggi dari tahun sebelumnya. 3.2.3. Metode Ordinary Least Square (OLS) Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia adalah regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu peubah tidak bebas pada satu atau lebih peubah bebas dengan tujuan untuk memperkirakan atau meramalkan nilai rata-rata dari peubah tidak bebas apabila nilai peubah bebas sudah diketahui (Gujarati, 1999). Metode OLS diperkenalkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman yang bernama Carl Frederich Gauss. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang paling kuat (powerfull) dan populer (Gujarati,1978). Menurut Koutsoyianis (1977), terdapat beberapa kelebihan metode Ordinary Least Square (OLS) seperti berikut : 1. Hasil estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki beberapa kondisi optimal yang bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimated).
33
2. Tata cara pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) relatif lebih mudah dibandingkan dengan metode ekonometrika yang lain, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak. 3. Metode Ordinary Least Square (OLS) telah banyak digunakan dalam penelitian ekonomi dengan berbagai macam hubungan antar variabel dengan hasil yang memuaskan. 4. Mekanisme pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) mudah dipahami. 5. Metode Ordinary Least Square (OLS) juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrika yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian. Syarat untuk menggunakan metode OLS menurut Gauss Markov (1821) adalah penduga koefisien regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimated), bila persyaratan tersebut dipenuhi maka metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang baik. Akan tetapi, sifat tersebut di dasarkan pada berbagai asumsi yang tidak boleh dilanggar agar penduga tetap bersifat BLUE. Teorema tersebut dikenal dengan sebutan Teorema Gauss Markov. Asumsi-asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan metode OLS berdasarkan teori Gauss-Markov sebagai berikut : 1. E (µ i) = 0 atau E(µ i/Xi) = 0 atau E(Yi) = β1+ β2Xi µ i menyatidakan variabel-variabel lain yang memengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili dalam model.
34
2. Tidak ada korelasi antara µ i dan µ j {cov(µ i /µ j) = 0};I tidak sama dengan j. Artinya, pada saat Xi sudah terobservasi, deviasi Yi dari rata-rata populasi (mean) tidak menunjukkan adanya pola {cov(µ i /µ j) = 0}. 3. Homoskedastisitas : yaitu besarnya µ i sama atau var (µ i) = σ2 untuk setiap i. 4. Kovarian antara varian µ i dan X1 nol. {cov(µ i /µ j) = 0}. Asumsi tersebut sama artinya bahwa tidak ada korelasi antara µ i dan X1 atau bila Xi non random maka E (µ i,µ j) = 0. 5. Model regresi dispesifikan secara benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Model harus berpijak pada landasan teori b. Perhatikan variabel-variabel yang diperlukan c. Bagaimana bentuk fungsinya Sifat yang dimiliki oleh estimator pada model OLS dengan memenuhi asumsi-asumsi di atas adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Ragam minimum (efisien) dan konsisten serta berasal dari model yang linear. Selain itu, dari contoh (sample) akan mendekati nilai populasi. 3.2.3.1. Regresi Komponen Utama Regresi komponen utama (Principal Component Regression) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinieritas (Joliffe, 1986). Analisis pada regresi komponen utama pada dasarnya mentransformasikan peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubahpeubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk
35
menyederhanakan
peubah-peubah
yang
diamati
dengan
cara
mereduksi
dimensinya. Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan yang menggunakan metode kuadrat terkecil (Gasperz, 1992). Dengan menggunakan konsep aljabar linier tentang diagonalisasi matriks, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam ∑) dengan dimensi pxp, simetrik, dan nonsingular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V (V’ R V = D) dimana ƛ1 ≥ ƛ2 ≥ ... ≥ ƛp ≥ 0 adalah akar ciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V (v1, v2....vp ) adalah vektor ciri dari R. Apabila peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran yang berbeda perlu dibakukan. Dalam hal ini komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam ∑ digunakan apabila semua peubah yang diamati diukur dengan satuan pengukuran yang sama. Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah asal Z, dimana Z merupakan hasil pembekuan dari peubah X yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke-j dapat dinyatakan dalam persamaan W = v1j Z1 + v2j Z2 +....+vpj Zp. Komponen utama merupakan komponen yang menjelaskan sebagian besar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. Komponen W menjelaskan keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai
36
semua keragaman datanya terjelaskan, biasanya komponen W yang digunakan adalah komponen yang memiliki akar ciri lebih dari satu karena jika akar cirinya kurang dari satu maka keragaman data yang dapat dijelaskan oleh komponen utama sangat kecil. Tahapan analisis regresi komponen utama adalah; 1. Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z 2. Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R 3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri 4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W 5. Transformasi balik
3.2.3.2. Pemilihan Variabel yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Pemilihan variabel-variabel independent yang memengaruhi daya saing karet remah didasarkan pada hasil metode Porter’s Diamond yang dapat dikuantitatifkan seperti produktivitas, harga ekspor karet remah, volume ekspor karet, nilai tukar, dan krisis ekonomi. Produktivitas industri menggambarkan faktor sumberdaya industri karet remah, harga ekspor dan volume ekspor menggambarkan permintaan karet remah, dan krisis ekonomi menggambarkan peran kesempatan (chance) dalam perdagangan karet remah. Selain itu pemilihan faktor-faktor ini juga didasari beberapa penelitian terdahulu dan teori ekonomi yang ada. Faktor-faktor yang memengaruhi daya saing suatu komoditi adalah : 1. Produktivitas Luas lahan perkebunan merupakan salah satu input terpenting dalam memproduksi komoditi pertanian. Semakin luas lahan pertanian maka
37
semakin besar peluang untuk memproduksi komoditi lebih banyak. Namun demikian, luas lahan harus diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Produktivitas di sini diartikan sebagai kemampuan suatu lahan/input untuk menghasilkan suatu komoditas tertentu. Semakin tinggi produktivitas lahan tersebut maka semakin efektif lahan dalam berproduksi. Semakin efektif lahan dalam berproduksi akan berimplikasi pada jumlah produk yang dihasilkan yang semakin banyak. 2. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia Kuantitas Produksi Kuantitas produksi merupakan jumlah produk yang dihasilkan dari input tertentu. Semakin efektif input digunakan maka semakin banyak produk yang dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin besar peluang untuk produk tersebut diperdagangkan di pasar baik dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). 3. Harga Ekspor Komoditi Harga ekspor dapat diartikan suatu kesepakatan harga yang timbul dari proses perdagangan suatu komoditi antara kedua belah pihak (eksportir dan importir). Harga ekspor merupakan perbandingan antara nilai ekspor dan volume ekspor, sehingga kenaikan harga ekspor akan equivalent dengan kenaikan nilai ekspor secara tidak langsung juga akan memengaruhi daya saing secara positif.
38
4. Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil disebut juga term of trade. Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga riil karet remah Indonesia di pasar internasional menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga karet remah dari negara lain yang di pasarkan membuat permintaan karet remah Indonesia meningkat. Meningkatnya permintaan ekspor karet remah Indonesia membuat daya saing karet remah Indonesia meningkat. 5. Dummy Krisis Dummy krisis dapat diartikan sebagai periode krisis ekonomi yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia pada tahun 1997. Dalam penelitian Rahmanu (2009), dummy krisis berpengaruh positif terhadap daya saing industri pengolahan kakao dan hasil olahan kakao Indonesia.
3.2.3.3. Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia Berdasarkan pemilihan variabel untuk faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah, diduga faktor-faktor yang berpengaruh adalah kuantitas produksi, produktivitas, harga ekspor, nilai tukar dan krisis ekonomi. Secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia dapat ditulis sebagai berikut : DSt
= α + β1 QPt + β2 HECt + β3 PROt + β4 ERt + β5 Dummy + εt
39
Keterangan: DSt
= tingkat daya saing karet remah pada tahun ke-t, dengan nilai RCA sebagai proksi
α
= konstanta
β
= parameter yang di duga, dengan β = 1,2,3,4 dan 5
QPt
= kuantitas produksi karet remah Indonesia (Ton)
ERt
= nilai tukar riil rupiah terhadap dollar periode tahun ke-t (Rp/U$)
HECt
= harga ekspor karet remah Indonesia periode ke-t (Ton/U$)
PROt
= produktivitas karet remah Indonesia (Ton/Ha)
Dummy = dummy krisis (1 untuk sesedah krisis tahun 1997, 0 untuk sebelum krisis tahun 1997) εt
= error term pada periode ke-t
t
= tahun ke-t Beberapa variabel yang digunakan diubah ke dalam logaritma (ln)
dikarenakan satuan dari kelima variabel berbeda, maka model tersebut berubah menjadi: DSt
= α + β1 ln QPt + β2 ln HECt + β3 ln PROt + β4 ln ERt + β5 ln Dummy + εt
Dimana : DSt
= tingkat daya saing karet remah pada tahun ke-t (%) dengan nilai RCA sebagai proksi
α
= konstanta
β
= parameter yang di duga, dengan β = 1,2,3,4 dan 5
40
Ln QPt
= kuantitas produksi karet remah Indonesia periode ke-t (%)
Ln ERt
= nilai tukar riil rupiah terhadap dollar periode tahun ke-t (%)
Ln HECt = harga ekspor karet remah Indonesia periode ke-t (%) Ln PROt = produktivitas karet remah Indonesia (%) Dummy = dummy krisis (1 untuk sesedah krisis tahun 1997, 0 untuk sebelum krisis tahun 1997) εt
= error term pada periode ke-t
t
= tahun ke-t
3.2.3.3. Uji Kesesuaian Model Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Pada umumnya digunakan tiga kriteria kesesuaian model yaitu sebagai berikut : 1. Kriteria Ekonometrika Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan pada pelanggaran asumsi pada model Ordinary Least Square (OLS). Suatu model regresi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik yaitu penaksiran yang bersifat tidak bias, linier dan mempunyai varians minimum (BLUE). Kriteria pengujian model dalam ekonometrika meliputi uji multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. a. Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti pada data deret waktu) atau ruang (seperti pada data cross-sectional). Model klasik
41
mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antar galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika autokorelasi tersebut diabaikan, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error yang kurang dari nilai yang sebenarnya, sehingga nilai t-statistik akan lebih besar (over estimated). Dampaknya adalah uji-F dan uji-t menjadi tidak valid dan peramalan juga menjadi tidak efisien. Namun, hasil estimasi dan peramalannya masih bersifat konsisten dan tidak bias. Sifat konsisten pada hasil estimasi dan peramalan model yang mengabaikan autokrelasi tidak akan bertahan lama, kecuali lag dependent variable diikutsertakan sebagai variabel penjelas. Pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat diakukan dengan metode Breusch-Godfrey serial correlation LM Test. Sebelum melakukan pengujian, lebih dulu disusun hipotesis awal dan hipotesis tandingannya. H0
= tidak ada korelasi
H1
= ada autokorelasi
Taraf nyata = α Pengambilan kesimpulan bisa dilakukan dengan melihat apakah nilai probabilitas dari obs*R-squared kurang dari atau lebih dari pada taraf nyata α. jika nilai obs*R-squared lebih dari taraf nyata α, maka terima H0.
42
Artinya tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh. Dan jika sebaliknya nilai obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi yang signifikan pada model regresi tersebut. b. Heteroskedastisitas Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi linear klasik
adalah
mempunyai
varian
yang
sama
(konstan)
atau
homoskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedasisitas dilakukan dengan menggunakan uji white test heterosedasticity test (Gujarati, 1995). Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas pada obs*Rsquared. H0 = δ sama dengan nol H1 = δ tidak sama dengan nol Taraf nyata = α Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan melihat apakah nilai probabilitas dari obs*R-squared lebih kecil atau lebih besar dari pada taraf nyata α. Jika nilai obs*R-squared lebih dari taraf nyata α, maka terima H0, artinya tidak mengalami gejala heteroskedasisitas dalam model regresi yang diperoleh. Jika sebaliknya, maka bisa disimpulkan adanya gejala heteroskedastisitas pada model regresi tersebut.
43
c. Multikolinearitas Multikolinearitas “sempurna” atau pasti,
diartikan
sebagai
adanya hubungan
yang
di antara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dari model regresi. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolnearitas dapat dilakukan dengan melihat correlation matrix. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antarvariabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinearitas dalam model tersebut. Multikolinearitas menyebabkan koefisien-koefisien regresi dugaan memiliki ragan yang sangat besar, implikasinya statistik t yang didefinisikan sebagai rasio antara koefisien regresi dan simpangan bakunya menjadi lebih kecil yang berakibat pada pengujian koefisien akan cenderung untuk menerima H0 sehingga koefisien-koefisien regresi tidak nyata, yang akhirnya seringkali persamaan regresi yang dihasilkan menjadi missleading (Wetherill, 1986). Cara yang bisa digunakan untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan melihat nilai faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF,
yaitu pengukuran
multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. Nilai VIF akan semakin besar jika terdapat korelasi yang semakin tinggi antarvariabel bebas. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 bisa digunakan sebagai petunjuk adanya kolinearitas (Neter et al., 1990).
44
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain: (1) membuang peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi dengan peubah bebas lainnya, (2) menambah data pengamatan atau contoh, dan (3) melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai kolinieritas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti. Cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adlah dengan menggunakan regresi gulud (ridge regression), regresi kuadrat terkecil parsial (partial least square) dan regresi komponen utama (principal component regression). 2. Kriteria Statistika Secara statistika terdapat beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model yaitu : a. Uji F Uji F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis: H0 : β1 = β2 = … = βt = 0 (tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas). H1 : minimal ada satu β1 yang tidak sama dengan nol (paling tidak ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas). t : 1,2,3….n
45
Jika probability t-statistic < taraf nyata α, maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Jika probability t-statistic > taraf nyata α, maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. b. Uji t Uji t disebut juga uji signifikansi variabel secara parsial karena melihat signifikansi masing-masing varabel yang terdapat di dalam model. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melaksanakan uji t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian. H0 : βt = 0 H1 : βt ≠ 0 Selanjutnya dilakukan perhitungan t-statistic dengan menggunakan rumus:
Dimana :
=
β
= parameter dugaan
= parameter hipotesis
Se β = standard error parameter β
Jika nilai t-statistik yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih dari t- tabel (tstat > ttabel) maka tolak H0. Dapat diambil kesimpulan bahwa koefisien dugaan β tidak sama dengan nol (β ≠0) dan variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya, jika nilai tstatistik kurang dari t-tabel (tstat < ttabel) maka terima H0, dapat diambil
46
kesimpulan bahwa koefisien dugaan β sama dengan nol (β=0) dan variabel yang diuji berpengaruh tidak nyata terhadap variabel tidak bebas. Model yang digunakan diduga akan semakin baik jika semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau bepengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. 3. Kriteria Ekonomi Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari setiap variabel bebas yang diperoleh. Kriteria ekonomi menyaratkan bahwa tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien variabel bebas sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut sesuai dengan teori ekonomi, maka model tersebut dapat dikatidakan baik secara ekonomi. 3.2.3.5. Definisi Operasional Variabel dalam Model 1. Daya Saing Daya saing karet remah Indonesia yang menjadi variabel tidak bebas dalam model di atas merupakan hasil olahan dari nilai ekspor karet remah Indonesia (dalam penelitian ini adalah jenis karet SIR 5, SIR 10, SIR 20) terhadap total ekspor Indonesia ke pasar internasional yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai ekspor karet remah dunia terhadap total nilai ekspor dunia. 2. Produktivitas Produktivitas merupakan perbandingan antara jumlah komoditi (karet) yang dihasilkan dengan input (luas lahan). Produktivitas dikatidakan tinggi jika
47
kegiatan dalam menghasilkan produk lebih banyak atau tinggi. Produktivitas yang tinggi berpengaruh positif terhadap daya saing. 3. Kuantitas Produksi Kuantitas produksi dalam hal ini adalah jumlah keseluruhan produksi karet remah (crumb rubber) meliputi SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Besarnya jumlah produksi karet remah Indonesia dihitung dalam Ton. 4. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia Harga ekspor karet remah Indonesia di pasar internasional diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor karet remah Indonesia dengan volume ekspor karet remah Indonesia pada periode yang sama. Variabel ini menggambarkan harga karet remah Indonesia yang diterima oleh konsumen pada harga dunia di tingkat tertentu. 5. Dummy Krisis Dummy krisis merupakan variabel pembeda antara periode sebelum terjadinya krisis yaitu sebelum tahun 1997 dan periode pada saat krisis mulai mulai dan sedang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2008.
48
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA
4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari
emulsi
kesusuan
yang
dikenal
sebagai
lateks.
Berdasarkan
cara
memperolehnya karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis). Sedangkan karet sintesis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah produksi karet alam saat ini masih di bawah produksi karet sintesis. Namun demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis karena keunggulan yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintesis. Keunggulan karet alam jika dibandingkan dengan karet sintesis antara lain: 1. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna 2. Karet alam memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Karet alam memiliki daya aus yang tinggi 4. Karet alam tidak mudah panas (low heat build up), dan 5. Karet alam memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance) Keunggulan yang dimiliki oleh karet sintesis antara lain karet sintesis tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam dan karet sintesis sudah mempunyai
49
pangsa pasarnya masing-masing dan tidak saling mematikan atau bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer. 4.1.1. Karet Alam Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan karet dapat berupa bahan setengah jadi atau pun bahan jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal secara luas dan diperdagangkan antara lain: 1. Bahan olah karet Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi empat macam yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar. 2. Karet alam konvensional Menurut buku Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference (IRQPC), karet alam konvensional dimasukkan ke dalam beberapa golongan mutu. Karet alam konvensional menurut standar mutu pada Green Book terbagi menjadi ribbed smoked sheet (RSS), white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe.
50
3. Lateks pekat Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. 4. Karet bongkah atau block rubber Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standar Indonesian Rubber). 5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet spesifikasi teknis juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis karet yang satu ini. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. 6. Karet siap olah atau tyre rubber Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
51
Pembuatan tyre rubber dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis. Tyre rubber memiliki daya campur yang baik sehinnga mudah digabungkan dengan karet sintesis. Malaysia mulai memproduksi tyre rubber sejak tahun 1972 sedangkan di Indonesia tyre rubber belum umum diproduksi. 7. Karet reklim atau reclaimed rubber Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan sebagai suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan terhadap gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. 4.1.2. Karet Sintesis Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintesis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Ini berdasarkan anggapan yang terjadi selama dan sesudah perang bahwa kenyataannya jumlah persediaan karet alam tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan dunia akan karet. Negara-negara industri maju merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintesis. Karet sintesis memiliki sifat yang khas seperti tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada yang kedap terhadap gas. Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, karet sintesis digolongkan menjadi dua jenis yaitu karet sintesis yang digunakan secara umum serta karet sintesis yang digunakan untuk keperluan khusus. Jenis karet sintesis yang dapat digunakan
52
secara umum antara lain: SBR (styrene butadiene rubber) dan BR (butadiene rubber) atau polybutadiene rubber dan IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber. Sedangkan yang termasuk dalam karet sintesis untuk kegunaan khusus adalah IIR (isobutene isoprene rubber), NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber, CR (clhroroprene rubber), dan EPR (ethylene propylene rubber). 4.2. Industri Karet Remah (crumb rubber) Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap) menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban, conveyor, barang-barang karet, dan lain-lain. 4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yaitu karet sit asap (ribbed smoked sheet). Teknologi karet remah diperkenalkan sejak tahun 1968. Sejak saat itu, produksi karet sit menurun digantikan dengan karet remah. Hampir 90% karet alam Indonesia setiap tahunnya diproduksi menjadi karet remah. Karet remah menjadi salah satu olahan karet yang diperjualbelikan di pasar baik dalam negeri maupun internasional. Tingginya permintaan pasar terhadap karet remah untuk dijadikan bahan pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor dan ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet), menyebabkan
53
perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik karet remah di Indonesia, dan pada tahun 2008 tercatat ada sekitar 183 pabrik karet remah di Indonesia. Perusahaan karet remah cenderung meningkat setiap tahunnya (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesia tahun 1993-2008 Banyaknya Tahun
Tahun
1993 1994 1995 1996 1997
100 104 101 99 97
22.153 22.004 20.450 20.668 20.565
1998 1999 2000
96 92 91
21.830 22.763 21.560
Banyaknya Perusahaan Pekerja
2001 2002 2003 2004 2005 2006*
88 89 87 87 87 122
22.632 22.791 25.474 24.946 24.946 30.841
2007* 2008*
122 183
37.069 40.949
*) Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD Sumber : BPS, 2010
Perusahaan karet remah belum berkembang dengan baik di Indonesia. Jumlah perusahaan karet remah Indonesia berfluktuatif atau tidak stabil pada tahun 1993 sampai dengan 2008 (Tabel 4.1). Namun demikian, pada tahun 2008 jumlah perusahaan karet remah indonesia mencapai 183 perusahaan. Perusahaan karet remah Indonesia juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, lebih dari 20.000 pekerja setiap tahunnya dapat terserap di bidang pengolahan karet remah. Permintaan yang tinggi dari sektor transportasi terhadap karet alam sukar dipenuhi oleh karet lembaran, karena karet jenis ini memerlukan waktu pengolahan yang cukup lama yakni 7-14 hari. Dengan teknologi karet remah, bahan olah karet secara cepat, kurang dari 1 hari dapat diolah menjadi karet
54
mentah yang siap untuk dijual. Karet remah lebih bermutu jika dibandingkan dengan karet lembaran yang penilaiannya hanya berdasarkan teknis langsung. Karet remah lebih banyak digunakan untuk bahan dasar produksi barang-barang yang membutuhkan unsur keelastisan seperti ban. Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam, petani berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus sebagai pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun, sejak penerapan teknologi karet remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia bahan olah berupa lump dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang digumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter sekitar 10-15 cm, sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran sekitar 35cmx50cm, tebal 20 cm. Bahan olah karet dari petani dijual ke prosesor akhir yakni pabrik karet remah untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR (Standard Indonesian Rubber) 10, atau SIR 20. Pengolahan melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan ukuran,
pencucian,
homogenisasi,
pengeringan
dan
pengemasan. Sejak
dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi jenis karet remah yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar 85%. Dengan demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat penting peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah.1
1
http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/06/01/prospek-pengembangan-industri-karet/. Diakses pada 12 Februari 2011
55
4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah Karet remah (crumb rubber) adalah bahan olahan karet (bokar) yang diproses melalui tahap peremahan. Bahan olahan karet sendiri adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis). Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan karet remah dibedakan menjadi bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu rendah. Bahan baku yang berasal dari lateks diolah menjadi koagulum dan lump. Pabrik karet remah (crumb rubber) ada yang mengolah karet remah dengan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah tersebut memiliki mutu rendah seperti slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain. Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan karet remah (crumb rubber) bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang bermutu tinggi. 4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi dan Produktivitas Karet Remah Indonesia Areal perkebunan merupakan salah satu input utama yang mempengaruhi produksi komoditi pertanian seperti karet. Semakin luas areal perkebunan yang dimiliki maka semakin besar pula peluang untuk menghasilkan komoditi tersebut. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand. Luas areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia merupakan perkebunan karet terluas yang ada di dunia, pada tahun 2010 luas areal
56
perkebunan karet Indonesia mencapai 3,45 juta hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Areal perkebunan karet Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat, karena hampir 85% perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat (Tabel 4.2) Tabel 4.2 Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
PR 2.832.982 2.899.679 2.910.208 2.911.533 2.934.378
PBN
Luas Lahan (Ha) PBS
238.003 238.246 23.821 239.375 236.714
275.442 275.792 275.799 284.362 274.029
Jumlah 3.346.427 3.413.717 3.424.217 3.435.270 3.445.121
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010
Perkebunan karet tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Areal perkebunan karet di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Pada tahun 2010 luas areal perkebunan karet Indonesia seluas 3,45 juta hektar, sekitar 2,93 juta hektar (85%) diantaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat, sedangkan yang diusahakan perkebunan besar negara sekitar 6,9% dan perkebunan swasta 8,1% dari total perkebunan yang dimiliki Indonesia. Perbandingan jumlah komoditi yang dihasilkan dengan input yang digunakan mencerminkan produktivitas dari komoditi tersebut. Semakin besar produktivitas yang dihasilkan maka semakin produktif atau semakin besar kemampuan lahan tersebut dalam menghasilkan karet. Nilai produktivitas karet remah Indonesia berkisar antara 0,3 hingga 0,7. Produktivitas lahan perkebunan yang tinggi dalam menghasilkan karet akan berpengaruh positif terhadap jumlah
57
produksi karet remah. Semakin tinggi produktivitas maka semakin banyak karet remah yang dihasilkan, jika semakin banyak kuantitas karet remah yang dihasilkan maka semakin tinggi peluang untuk dijual. 4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia Karet yang dihasilkan Indonesia diperjualbelikan baik di pasar domestik dan luar negeri. Karet yang dipasarkan berbentuk karet sintesis dan karet alam. Penjualan karet sintesis dan karet alam saling bersaing di pasar. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis terkait dengan jumlah produksi dan kualitas atau mutu merupakan alasan untuk produksi karet remah (crumb rubber). Karet remah merupakan hasil olahan secara khusus dari karet alam. Karet alam yang diekspor Indonesia sebagian besar berbentuk karet remah (crumb rubber). Kinerja ekspor karet remah Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia Tahun
Produksi (Ton)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1.260.487 1.396.492 1.491.465 1.608.166 1.693.805 1.659.992 1.981.749 2.412.834 2.341.659
Penjualan (Ton) Dalam Negeri Ekspor 70.365 1.185.149 64.991 1.341.451 90.836 1.395.897 83.636 1.524.006 91.674 1.600.858 87.686 1.562.469 137.525 1.811.513 169.926 2.226.981 120.639 2.148.439
Sumber : BPS, 2010
Karet remah Indonesia lebih banyak dipasarkan di pasar luar negeri (ekspor) dibandingkan dengan pasar dalam negeri. Pada tahun 2008, produksi karet remah Indonesia mencapai 2.341.659 ton dan karet remah yang dipasarkan
58
di dalam negeri sekitar 120.639 ton sedangkan karet remah yang diekspor keluar negeri sekitar 2.148.439 ton. Jadi, sekitar 90% karet remah Indonesia dipasarkan ke luar negeri. Karena karet remah lebih banyak di pasarkan di luar negeri maka kualitas dan harga serta volume penjualan harus dijaga agar dapat bersaing dengan produsen karet remah negara lain. Pada tahun 2003 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan volume dan harga ekspor karet remah Indonesia karena permintaan yang tinggi dari negara Amerika Serikat, China, India dan Jepang. Konsumsi karet alam dunia pada tahun 2005 sebesar 8,74 ton (tumbuh 5,1 % dari tahun 2004), sementara produksi dunia sebesar 8,68 juta ton. Pada tahun 2007 total konsumsi karet alam mencapai 9,735 juta ton sedangkan produksi hanya 9,685 juta ton sehingga ada selisih 30 juta ton (kebutuhan pasar) yang tidak dapat terpenuhi (IRSG,2008). 4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia Harga ekspor komoditi diartikan sebagai suatu kesepakatan harga yang timbul dari proses perdagangan suatu komoditi antara kedua belah pihak (eksportir dan importir). Harga ekspor merupakan perbandingan antara nilai ekspor dan volume ekspor, sehingga kenaikkan harga ekspor akan equivalent dengan kenaikan nilai ekspor yang secara tidak langsung juga berpengaruh positif terhadap daya saing suatu komoditi. Namun demikian, karet remah merupakan komoditi yang bersifat inelastis, kinerja ekspor karet remah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap daya saing industri karet remah (Gambar 4.1).
59
$/ton 3000 2500 2000 1500 1000 500
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
0
Tahun
Gambar 4.1. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008
Karet remah akan tetap dibutuhkan dan dikonsumsi oleh konsumen (perusahaan) untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Karet remah biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi ban. Harga ekspor karet remah Indonesia meningkat dari tahun 1993 dari level harga 897,5 $/ton sampai dengan 1995 mencapai nilai 1954,78 $/ton dan menurun secara signifikan sampai tahun 1999 hingga mencapai harga 711,145 $/ton. Harga karet remah Indonesia berfluktuatif dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar, jumlah permintaan konsumen dan kuantitas ekspor karet remah setiap tahunnya. 4.2.6. Pemasaran Karet Remah Indonesia Bahan baku industri karet remah berasal dari hasil produksi perkebunan rakyat, swasta dan pemerintah yang tersebar di seluruh wilayah indonesia. Perkebunan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan hasil produksi yang didominasi dengan slab, sheet angin dan beberapa bentuk karet beku lainnya. Alur pemasaran bahan baku karet remah dari petani sampai dengan konsumen tingkat akhir karet remah disebut dengan saluran tata niaga.
60
Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku, pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani, pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.
Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.
61
Petani karet rakyat belum menerapkan teknologi modern untuk mengelola lahan perkebunan, masih menggunakan tata cara tradisional untuk menggarap lahannya sehingga produksi yang dihasilkan kurang maksimal. Karet remah yang didapat dari input yang tersedia dalam hal ini adalah areal perkebunan karet mencerminkan besarnya nilai produktivitas. Produktivitas berkorelasi dengan jumlah output komoditi yang dihasilkan. Semakin banyak komoditi yang dihasilkan maka peluang untuk memasarkan produk baik dalam negeri maupun pasar internasional sehingga daya saing karet remah tinggi.
62
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia Keunggulan kompetitif karet remah Indonesia menunjukkan keunggulan yang dimiliki oleh karet remah Indonesia untuk dapat bersaing di pasar internasional. Keunggulan kompetitif karet remah Indonesia dianalisis dengan Porter’s Diamond Theory menggunakan empat komponen utama yaitu kondisi faktor, permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi perusahaan, struktur dan persaingan serta ditambah dengan komponen yang memengaruhi interaksi dari keempat komponen tersebut yaitu faktor peluang dan regulasi pemerintah. Keenam komponen tersebut membentuk suatu sistem yang dapat digunakan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif karet remah Indonesia. 5.1.1. Kondisi Faktor Kondisi faktor merupakan salah satu komponen dari Porter’s Diamond Theory yang menjelaskan bahwa semakin tinggi kualitas suatu input dalam produksi maka semakin besar peluang industri dan negara untuk meningkatkan daya saing. Kondisi faktor yang berpengaruh terhadap daya saing karet remah Indonesia meliputi ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta sumber daya infrastruktur. Masing-masing kondisi faktor memengaruhi tingkat daya saing industri karet remah Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung, kondisi faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
63
1. Sumber Daya Alam Lahan perkebunan karet yang dimiliki Indonesia pada tahun 2010 sekitar 3,44 juta hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan,2011). Lahan perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet yang terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia menurut kepemilikannya dibagi menjadi tiga yaitu lahan perkebunan rakyat, lahan perkebunan besar swasta dan lahan perkebunan negara. Proporsi terbesar kepemilikan perkebunan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat karena hampir 85% perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lahan perkebunan yang luas merupakan input yang potensial untuk menghasilkan getah karet (lateks) yang melimpah. Getah karet merupakan bahan baku untuk memproduksi karet remah (crumb rubber). Jumlah getah karet persatuan lahan perkebunan digambarkan oleh produktivitas dari lahan tersebut, semakin tinggi nilai produktivitas maka semakin banyak getah karet yang dapat dihasilkan. Lahan perkebunan yang luas serta banyaknya getah karet yang dapat diproduksi menjadi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia. 2. Sumber Daya Manusia Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam proses produksi. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri karet remah di Indonesia dapat terpenuhi dengan baik karena tenaga kerja tersedia secara melimpah di Indonesia. Tenaga kerja yang terserap oleh industri karet remah Indonesia tahun 1993 sampai dengan 2008 lebih dari 20.000 tenaga kerja setiap tahunnya yang tersebar di seluruh
64
wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa industri karet remah menyediakan lapangan kerja bagi para tenaga kerja di wilayah Indonesia. 3. Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Karet remah merupakan karet alam (lump, sheet, slab) yang diproses secara khusus sehingga terjamin mutunya. Karet remah merupakan hasil inovasi baru dari karet alam yang diproses seiring dengan berkembangnya teknologi perkaretan nasional. Proses produksi karet remah harus melibatkan mesin berteknologi modern agar proses produksinya efektif, semakin efektif proses produksi industri karet remah maka semakin banyak karet remah yang dihasilkan. Karet remah yang dihasilkan oleh Indonesia dalam segi mutu masih di bawah karet remah Thailand dan Malaysia walaupun jika dilihat dari kuantitas produksinya tinggi. Karet remah Indonesia dari segi mutu belum dapat bersaing dengan produsen lain. Hal tersebut diduga karena proses produksi karet remah Indonesia kurang efektif, bahan baku yang digunakan tidak memenuhi standar mutu dan teknologi yang dipakai belum maksimal. Teknologi yang digunakan saat ini belum bekerja secara maksimal dan perlu untuk ditingkatkan lagi agar produksi karet remah maksimal dan mutu yang dihasilkan tinggi. 4. Sumber Daya Modal Modal merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam sebuah industri. Modal yang dibutuhkan untuk industri karet remah (crumb rubber) tidak terlalu besar, untuk itu pemerintah megeluarkan larangan investasi asing yang berlebih dibidang industri karet remah. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menjadi unggulan Indonesia untuk menghasilkan devisa negara untuk itu
65
industri perkaretan harus dilindungi agar bisa berkembang dengan baik. Larangan investasi asing yang berlebih merupakan salah satu strategi untuk melindungi industri dalam negeri agar tidak dikuasai oleh pihak asing. Bahan baku untuk produksi karet remah sebagian besar diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat. Pengusahaan karet rakyat sebagian besar masih menggunakan alat tradisional dan belum menggunakan teknologi modern sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal. Karet alam yang dijual hasil produksi perkebunan rakyat tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38/2008 bahwa karet yang dijual harus dalam keadaan bersih, sedangkan karet yang dijual oleh rakyat kurang memenuhi standar dan kotor. Karet alam yang kotor dan kurang memenuhi standar tersebut memerlukan proses pembersihan lebih lanjut sehingga diperlukan modal yang lebih besar 2. Namun demikian, pengusahaan modal untuk industri karet remah di Indonesia tidak terkendala oleh modal. Pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah dapat memenuhi kebutuhan modalnya dengan cukup baik. Permodalan pada industri karet remah dibantu oleh pihak perbankan dalam negeri. 5. Sumber Daya Infrastruktur Keberadaan infrastruktur memberikan pengaruh positif terhadap kinerja perekonomian seperti pada sektor industri. Infrastruktur dapat berupa jalan, jembatan dan pelabuhan. Infrastruktur yang dimiliki oleh daerah-daerah penghasil karet saat ini masih kurang memadai. Pada umumnya infrastruktur-infrastruktur
2http://www.gapkindo.org/index.php/id/berita/116-pemerintah-diminta-cegah-asing-kuasai-pabrik-
karet-remah.html. Diakses pada 20 Maret 2011.
66
tersebut tidak dibangun secara langsung. Keadaan infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan proses pemasaran dan pengangkutan komoditi karet kurang efektif. Proses pemasaran dan pengangkutan yang kurang efektif berpengaruh negatif terhadap kinerja industri karet remah Indonesia. Sarana transportasi yang buruk akan menyebabkan biaya yang besar bagi industri sehingga industri tersebut menjadi kurang efektif seperti yang terjadi di daerah Kalimantan dan Sumatera. 5.1.2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya peningkatan daya saing karet remah Indonesia, semakin besar permintaan terhadap karet remah Indonesia maka daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional semakin baik. Sebagian besar karet Indonesia diekspor ke luar negeri, hanya sekitar tujuh persen karet yang dikonsumsi oleh industri dalam negeri. Pangsa pasar karet Indonesia adalah negara yang memerlukan karet untuk bahan baku industri dalam negerinya seperti industri ban, sarung tangan, dan barang-barang yang terbuat dari karet. Ekspor karet Indonesia terbesar ke Amerika Serikat, Jepang dan disusul oleh China (Lampiran 9). Negara-negara tersebut memerlukan karet remah sebagai bahan baku industri barang-barang yang terbuat dari karet seperti ban. Tingginya volume ekspor karet remah ke pasar internasional berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia.
67
5.1.3. Industri Terkait dan Industri Pendukung Industri terkait dengan industri pendukung memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing karet remah Indonesia. Pada industri terkait ekspor karet remah meliputi industri penyedia bahan baku yaitu getah karet sedangkan pada industri pendukung memiliki peran dalam pengembangan produk olahan karet. 1. Industri Terkait (penyediaan bahan baku) Industri terkait dalam industri karet remah (crumb rubber) Indonesia merupakan industri yang menyediakan bahan baku serta faktor-faktor produksi pembuatan karet remah, seperti industri penyediaan bahan baku karet remah, faktor produksi, dan bibit karet. Bahan baku karet remah berupa karet lump, sheet dan slab yang didapat dari hasil produksi perkebunan baik perkebunan rakyat, pemerintah maupun swasta. Sebagian besar bahan baku karet untuk produksi karet remah diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat. Perkebunan karet rakyat merupakan perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat dengan menggunakan peralatan yang masih sederhana dan cenderung memiliki produktivitas kecil. Bibit karet yeng ditanam bukan merupakan bibit unggul sehingga kurang produktif. Karet alam yang diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat sebagai bahan baku industri karet remah tidak sesuai dengan standar mutu yang dibutuhkan industri. Karet yang dijual oleh rakyat cenderung kotor sehingga memerlukan proses pembersihan lebih lanjut sebelum diproduksi menjadi karet remah. Proses pembuatan karet remah dengan bahan baku yang kotor
68
menjadikan proses produksi karet remah kurang efektif dan memerlukan modal yang lebih besar. 2. Industri Pendukung Industri pendukung yang dimaksud adalah industri yang menggunakan karet remah sebagai input produksi. Proses pengolahan (industrialisasi) digunakan untuk meningkatkan nilai tambah dari suatu komoditi primer ataupun setengah
jadi seperti karet remah (crumb rubber). Industri ban
merupakan salah satu industri yang menggunakan karet remah sebagai input produksinya. Industri ban berkembang seiring dengan perkembanbangan industri otomotif. Permintaan karet remah meningkat ketika industri otomotif dan permintaan ban meningkat. Peningkatan kinerja industri ban dan otomotif (industri pendukung karet remah) berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. 5.1.4. Struktur, Persaingan dan Strategi Perusahaan Perusahaan karet remah (crumb rubber) di Indonesia tersebar diseluruh wilayah indonesia, berdasarkan data BPS (2010) perusahaan karet remah Indonesia berjumlah 183 perusahaan yang tersebar di wilayah Indonesia. Perusahaan karet remah merupakan perusahaan padat karya yang dapat menampung banyak tenaga kerja. Perusahaan karet remah tersebut memberikan peranan yang sangat penting bagi masyarakat dimana sekitar 40 ribu tenaga kerja dapat bekerja di perusahaan karet remah. Sebagian besar bahan baku karet remah diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat.
69
Sistem tata niaga pada karet rakyat memperlihatkan struktur yang sangat kompleks dan mengarah pada bentuk pasar oligopsonistik. Pada sentra-sentra karet rakyat pola swadaya murni, sering ditemukan sejumlah petani karet hanya berhadapan dengan satu orang pedagang karet. Pada kondisi demikian petani karet benar-benar memiliki posisi sebagai price taker. Negosiasi harga tidak pernah terjadi, karena petani tidak memiliki pilihan yang lain. Pada kawasan yang telah relatif terbuka, umumnya pada sentra produksi karet rakyat pengembangan dan sekitarnya, telah terjadi pergeseran struktur dari bentuk oligopsonistik mengarah pada monopsonistik. Pasar karet bergeser dari struktur oligopsonistik yang mengarah pada pasar yang lebih bersaing. Beberapa petani berhadapan dengan sejumlah pedagang. Dengan kondisi ini, petani memiliki peluang melakukan negosiasi harga dengan beberapa pedagang. Keputusan petani untuk menjual hasil kebunnya akan lebih rasional dengan mempertimbangkan harga yang akan diperoleh. Namun demikian, pada kenyataan di lapangan, biasanya setiap petani tetap memiliki pedagang langganan tempat melakukan transaksi.3 Komoditi karet Indonesia di pasar internasional sangat bersaing karena Indonesia merupakan penghasil karet terbesar kedua setelah Thailand yang disusul dengan Malaysia. Karet Indonesia di pasarkan ke Amerika Serikat, Jepang, China, Korea dll (Lampiran 9). Persaingan yang ketat antarnegara produsen karet dunia merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia.
3
http://kdei-taipei.org/banner/karet.htm#HASIL. Diakses pada 22 Maret 2011.
70
Persaingan tersebut terkait dengan jumlah produksi, penjualan, dan standar mutu karet dari masing-masing negara. Karet yang dipasarkan baik di pasar internasional maupun dalam negeri berupa karet alam dan karet sintesis. Salah satu jenis karet yang menjadi komoditi ekspor unggulan Indonesia adalah karet remah (crumb rubber). Karet remah yang diproduksi Indonesia dideferensasikan berdasarkan mutu. Strategi tersebut diterapkan agar konsumen memiliki pilihan untuk menggunakan karet remah berdasarkan mutu dan kualitas sesuai dengan kebutuhan. 5.1.5. Peran Pemerintah Pemerintah merupakan pembuat peraturan dan pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan suatu negara baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan hankam. Dalam penelitian ini peran pemerintah yang dibahas adalah peran pemerintah terkait dengan kebijakan perdagangan karet Indonesia yaitu karet remah. Peran pemerintah dalam mengembangkan industri karet remah terkait dengan permodalan, penetapan harga dan pemasaran karet remah baik dalam negeri maupun luar negeri. Pemerintah membuat aturan untuk melindungi industri karet remah Indonesia seperti standar karet alam yang digunakan untuk bahan baku karet remah. Bahan baku karet remah yang disyaratkan oleh pemerintah adalah karet alam yang bersih. Karet remah merupakan karet alam yang diproduksi dengan metode khusus agar mutu dan kualitas karet remah Indonesia yang tinggi. Karet remah yang diproduksi dengan metode yang tepat dan efisien akan menghasilkan karet remah yang dapat bersaing dengan negara produsen lain.
71
5.1.6. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan peluang yang terjadi di luar kendali produsen karet remah, pemerintah, dan industri. Dalam hal ini peran kesempatan terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1998. Krisis menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi terhadap dollar US. Hal ini menyebabkan harga karet remah Indonesia murah sedangkan nilai dollar meningkat, maka dari krisis ini nilai ekspor karet remah Indonesia meningkat sehingga meningkatkan pendapatan petani karet Indonesia. Hasil analisis komponen-komponen dalam Porter’s Diamond Theory yang menunjukkan keunggulan dan kelemahan dalam industri karet remah Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 5.1 untuk keunggulan akan diberi tanda positif (+) sedangkan
untuk
kelemahan
diberi
tanda
negatif
(-).
Gambar 5.1 Keunggulan dan Kelemahan Industri Karet Remah Indonesia Hasil Analisis Porter’s Diamond Theory
72
5.2. Analisis Keunggulan Komparatif Industri Karet Remah Indonesia Daya saing industri karet remah Indonesia pada penelitian ini dianalisis menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk mengukur kinerja ekspor karet remah terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan nilai ekspor komoditi karet remah dunia terhadap total ekspor dunia. Nilai RCA menunjukkan kekuatan daya saing (keunggulan komparatif) karet remah, apabila nilai RCA lebih dari satu, dapat diartikan bahwa karet remah Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara lain dan sebaliknya. Hasil perhitungan RCA dapat dilihat pada Tabel 5.1, karet remah Indonesia di pasar internasional tahun 1993 sampai dengan 2008 memiliki daya saing yang tinggi dengan nilai RCA yang lebih dari satu di setiap tahunnya. Nilai RCA tersebut menggambarkan keunggulan komparatif dari karet remah Indonesia di pasar internasional. Tabel 5.1 Nilai dan Indeks RCA Karet Remah Indonesia Tahun 1993-2008 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
RCA 3,179 3,547 4,758 5,283 6,334 7,314 11,155 9,523
Indeks RCA 1,116 1,341 1,110 1,199 1,155 1,525 0,854
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
RCA 6,481 28,253 21,391 15,674 16,808 18,395 17,502 17,741
Indeks RCA 0,681 4,359 0,757 0,733 1,072 1,094 0,951 1,014
Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk komoditi karet remah Indonesia tahun 1993 sampai dengan 2008 menunjukkan hasil yang berfluktuatif dengan nilai rata-rata sebesar 12,08. Karet remah (crumb rubber)
73
Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai RCA karet remah Indonesia yang nilainya di atas satu (RCA > 1). Nilai RCA karet remah Indonesia tahun 1993 sampai dengan tahun 1999 mengalami peningkatan yang signifikan dengan nilai 11,155 dan menurun di tahun 2000 sebesar 1,632 dan menurun lagi pada tahun 2001 sebesar 3,042. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berpengaruh positif terhadap peningkatan daya saing karet remah Indonesia. Pada saat krisis ekonomi nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain melemah sehingga karet remah Indonesia lebih murah dibandingkan karet remah negara produsen lain. Hal ini menyebabkan karet remah Indonesia lebih diminati oleh para importir, sehingga nilai ekspor karet remah Indonesia meningkat. Pada tahun 2002 nilai RCA karet remah Indonesia mengalami peningkatan yang sangat drastis, nilai RCA mencapai 28,253. Peningkatan nilai RCA karet remah dipengaruhi dengan semakin besarnya nilai ekspor karet alam ke dunia. Kinerja ekspor karet remah Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pasar internasional. Nilai indeks RCA pada tahun 2002 mencapai 4,36, hal ini berarti kinerja ekspor karet remah indonesia meningkat sebesar 4,36 kali jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai RCA meningkat karena volume ekspor karet remah dari Amerika, China, Jepang dan negara pengimpor karet remah Indonesia lainnya yang meningkat. Kinerja ekspor karet remah Indonesia kembali turun pada tahun 2003 di level 21,39. Penurunan nilai RCA pada periode tahun 2002 ke 2003 dan tahun 2003 ke 2004 disebabkan oleh peningkatan kinerja ekspor dunia yang tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja ekspor karet
74
remah Indonesia. Permintaan karet remah dunia yang meningkat karena peningkatan industri otomotif dunia kurang mampu dipenuhi oleh Indonesia walaupun kinerja ekspor karet remah Indonesia relatif meningkat pada tahuntahun tersebut. Nilai RCA karet remah yang berfluktuatif menggambarkan bahwa kinerja ekspor karet remah Indonesia tidak stabil. Nilai RCA karet remah Indonesia pada tahun 1993 sampai dengan tahun 2008 selalu lebih dari satu nilainya, hal ini berarti bahwa karet remah indonesia memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional. Daya saing tersebut menggambarkan kekuatan komoditi suatu negara untuk bersaing dengan negara lain. Nilai RCA karet remah Indonesia yang tinggi perlu dipertahankan agar daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional juga tinggi. Untuk itu, diperlukan strategi khusus untuk mempertahankan kinerja ekspor karet remah yang tinggi serta untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional. 5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang diduga memengaruhi daya saing karet remah Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain : kuantitas produksi karet remah, harga ekspor karet remah, produktivitas, nilai tukar, dan krisis yang terjadi pada tahun 1997. Pengujian daya saing karet remah Indonesia pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Sebelum melakukan pengujian faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik ekonometrika sebagai berikut :
75
A. Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai statistik Durbin-Watson pada model sebesar 1,82375. Nilai Durbin-Watson yang mendekati 2 memiliki arti bahwa model tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi. B. Heteroskedastisitas Uji White merupakan pengujian yang dilakukan untuk mendeteksi apakah model regeresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan varian yang sama (homoskedastisitas) atau tidak. Apabila nilai probability obs*R-square lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu (α = 5%) maka model persamaan mempunyai variabel pengganggu yang variannya sama (homoskedastisitas). Hasil uji yang dilakukan dapat dilihat dalam Lampiran 5 bahwa nilai P-value adalah sebesar 0,597 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α = 5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. Model tersebut
memiliki
variabel
pengganggu
yang
variannya
sama
atau
homoskedastisitas. C. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera. Nilai probabilitas yang dihasilkan dari uji Jarque-Bera untuk model adalah P-Value > 0,150, lebih dari
= 0,05 (5%). Nilai probabilitas tersebut lebih
76
besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa galat pada model yang digunakan terdistribusi secara normal (Lampiran 4). D. Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terjadinya satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya. Hasil uji pada model terdeteksi adanya masalah multikolinearitas karena terdapat hubungan yang sangat erat antara variabel kuantitas produksi dengan produktivitas yang mencapai 0,96. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada variabel kuantitas produksi dan produktivitas masingmasing adalah 19,3 dan 25,4 (Lampiran 7). Nilai VIF yang lebih dari 10, mengindikasikan adanya gejala multikolinieritas. Untuk mengatasi masalah multikolinieritas pada model tersebut digunakan regresi komponen utama. Hasil estimasi yang diperoleh dari merode OLS dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5.2. R-square yang dihasilkan dari pengujian 0,701 dan Adjusted R-square sebesar 0,655, hal ini berarti bahwa variasi variabel endogennya dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebasnya sebesar 70,1 persen dan sisanya 29,9 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor yang tidak bisa dijelaskan oleh model merupakan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri karet remah, tetapi tidak dapat dikuantitatifkan seperti perkembangan teknologi industri, kemampuan sember daya manusia dan lain-lain.
77
Tabel 5.2 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Variabel
Koefisien
t-hitung
Keterangan
QPt
0,74596
13,74801
Signifikan
PROt
1,144803
20,83432
Signifikan
HECt
0,073427
1,153982
Tidak Signifikan
ERt
0,527385
7,126725
Signifikan
dummy
0,475585
7,068432
Signifikan
R-square
70,1 %
R-adjusted square
65,5 %
Keterangan : taraf nyata (α = 5 %) - QPt
= kuantitas produksi karet remah Indonesia
- PROt
= produktivitas
- HECt
= harga ekspor riil karet remah
- ERt
= nilai tukar riil Rupiah terhadap dollar
- dummy
= krisis yang terjadi tahun 1997
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap daya saing industri karet remah Indonesia antara lain kuantitas produksi karet remah, produktivitas, harga ekspor riil karet remah, nilai tukar riil dan dummy krisis. Penjelasan faktor-faktor yang memengaruhi posisi daya saing karet remah Indonesia adalah sebagai berikut : Kuantitas Produksi Karet Remah Indonesia Hasil estimasi dengan menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing. Nilai
78
koefisien kuantitas produksi karet remah sebesar 0,74596, artinya jika terjadi kenaikkan satu persen kuantitas produksi produksi karet remah maka daya saing industri karet remah Indonesia akan mengalami kenaikkan sebesar 0,74596 persen ceteris paribus. Variabel kuantitas produksi signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis awal bahwa kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Produktivitas Produktivitas merupakan perbandingan antara jumlah komoditi (karet) yang dihasilkan dengan input (luas lahan). Berdasarkan hasil estimasi dari model OLS, produktivitas berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Koefisien produktivitas yang didapatkan dari hasil estimasi sebesar 1,144803 artinya ketika terjadi kenaikan produktivitas satu persen maka daya saing karet remah Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 1,144803 persen ceteris paribus. Variabel produktivitas signifikan pada taraf nyata lima persen ceteris paribus. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa produktivitas berhubungan positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia, semakin tinggi produktivitas maka semakin tinggi daya saing karet remah Indonesia. Hubungan positif antara daya saing dan produktivitas ini sesuai dengan teori Porter’s Diamond yang menyatakan bahwa daya saing diidentikkan dengan produktivitas yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Produktivitas pada penelitian ini digambarkan dengan adanya
79
peningkatan produksi pada luas lahan perkebunan tertentu. Meningkatnya jumlah komoditi yang dihasilkan dengan luas lahan yang tetap maka produktivitasnya semakin tinggi. Dengan demikian, produktivitas karet yang tinggi akan meningkatkan daya saing. Harga Ekspor Riil Karet Remah Indonesia Harga ekspor riil karet remah menunjukkan kualitas dan mutu karet remah tersebut. Hasil estimasi dengan metode OLS menunjukkan bahwa harga ekspor riil karet remah tidak berpengaruh terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Harga ekspor riil karet remah tidak berpengaruh terhadap daya saing karena karet remah merupakan komoditi yang bersifat inelastis maka harga tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan karet, berapaun tingkat harga karet di pasar akan tetap di beli oleh konsumen. Harga ekspor riil karet remah memiliki koefisien 0,073427 dan tidak signifikan pada taraf nyata lima persen ceteris paribus, artinya ketika ada kenaikkan atau penurunan harga karet remah tidak akan mempengaruhi daya saing karet remah secara signifikan. Nilai Tukar Riil Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Koefisien nilai tukar riil yang diperoleh sebesar 0,527385 artinya jika terdapat kenaikkan nilai tukar maka daya saing industri karet remah Indonesia akan meningkat sebesar 0,527385 persen ceteris paribus. Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga riil karet remah Indonesia di pasar internasional menjadi relatif
80
lebih murah jika dibandingkan dengan dengan harga karet remah dari negara lain yang di pasarkankeret remah dari negara lain membuat permintaan karet remah Indonesia meningkat. Meningkatnya permintaan ekspor karet remah Indonesia membuat daya saing karet remah Indonesia meningkat. Dummy Krisis Periode krisis ekonomi pada tahun 1997 mengakibatkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadap USD. Hal ini akan menyebabkan harga karet remah menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga karet remah dari negara lain, sehingga banyak negara importir yang memilih untuk mengimpor karet remah Indonesia. Oleh karena itu dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia akan meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dummy krisis berpengaruh positif terhadap daya
saing industri karet remah Indonesia dengan koefisien 0,475585 serta signifikan pada taraf nyata lima persen ceteris paribus. 5.4. Strategi Peningkatan Daya Saing Karet Remah Indonesia Berdasarkan metode analisis yang telah dijelaskan yaitu metode Porter’s Diamond Theory untuk menganalisis keunggulan kompetitif yang memengaruhi daya saing industri karet remah Indonesia, Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif karet remah Indonesia di pasar internasional dan Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri kaet remah Indonesia. Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang telah dianalisis dengan metodemetode tersebut akan diformulasikan untuk membuat rancangan strategi untuk
81
meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia. Hasil Porter’s Diamond Theory menunjukkan masih terdapat empat komponen yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia yaitu komponen infrastruktur, IPTEK, industri terkait, dan permintaan domestik. Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif industri karet remah Indonesia menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia seperti kuantitas produksi, produktivitas, harga ekspor, nilai tukar dan dummy ksisis. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa produktivitas merupakan variabel yang memiliki pengaruh besar terhadap daya saing industi karet remah Indonesia. Produktivitas juga berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap variabel-variabel lain dalam penelitian ini. Adapun strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia antara lain: 1. Mengembangkan infrastruktur Infrastruktur merupakan hal penting dalam proses industri, dengan infrastruktur yang baik akan memacu perkembangan industri karet remah. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan instansi terkait untuk mengembangkan sarana dan prasarana fisik di daerah-daerah yang prospek industri karet remahnya potensial dengan memperbaiki infrastruktur seperti: jalan, jembatan, pelabuhan, jasa pengangkutan dan telekomunikasi. Kondisi infrastruktur yang memadai akan memperlancar proses transportasi dan pemasaran karet remah.
82
2. Meningkatkan industri terkait karet remah indonesia Industri terkait disini adalah penyuplai bibit karet, faktor produksi, dan getah karet sebagai bahan baku untuk produksi karet remah. Getah karet sebagian besar diperoleh dari hasil produksi perkebunan rakyat dengan kualitas yang relatif rendah karena getah karet yang kotor. Untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya petani diberikan pelatihan tentang pemeliharaan dan pengepakkan getah yang siap jual dan sesuai standar mutu karet remah serta adanya sebuah lembaga (koperasi) yang menghimpun karet petani agar proses distribusi lebih efektif. 3. Meningkatkan produktivitas karet Indonesia Produktivitas berhubungan dengan keefektifan suatu input dalam menghasilkan komoditi akhir. Pemanfaatan lahan perkebunan dengan menggunakan bibit karet unggul dan proses pemeliharaan pohon karet secara periodik serta penggunaan mesin-mesin modern dapat meningkatkan produktivitas karet. Semakin besar produktivitas maka semakin besar jumlah komoditi yang dihasilkan. Peningkatan produktivitas pada industri karet remah Indonesia dapat diterapkan dengan menggunakan teknologi modern yang dibutuhkan oleh industri karet remah dan penggunaan faktor produksi yang tepat. Produktivitas berhubungan positif dengan kuantitas produksi dan mutu / kualitas karet remah, ketika terjadi peningkatan produktivitas maka akan meningkatkan jumlah dan kualitas produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia.
83
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis keunggulan kompetitif dengan Porter’s Diamond Theory, industri karet remah Indonesia dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut dikarenakan industri karet remah Indonesia memiliki komponen-komponen keunggulan kompetitif Porter’s Diamond Theory yang lebih banyak jika dibandingkan dengan komponen kelemahannya. Hasil analisis Porter’s Diamond Theory menunjukkan bahwa hanya ada tiga dari empat belas komponen yang masih kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia yaitu komponen IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait. Hasil analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan kinerja ekspor karet remah Indonesia yang tinggi di pasar internasional. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai RCA karet remah Indonesia yang lebih besar dari satu. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata dan positif berdasarkan hasil analisis Ordinary Least Square antara lain kuantitas produksi, produktivitas, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar dan dummy krisis. Hasil analisis dari setiap metode dalam penelitian ini diformulasikan untuk membuat strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia. Strategi yang dapat dirumuskan mengacu pada hasil estimasi metode Porter’s Diamond Theory, Revealed Comparative Advantage, dan Ordinary Least Square antara lain dengan mengembangkan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan pelabuhan agar memperlancar proses transportasi dan
84
pemasaran karet remah , meningkatkan industri terkait karet remah Indonesia serta meningkatkan produktivitas karet Indonesia. 6.2. Saran Karet remah Indonesia memiliki kinerja yang bagus di pasar domestik dan internasional. Untuk meningkatkan keadaan tersebut hendaknya pelaku industri karet remah lebih mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki baik lahan maupun tenaga kerja. Pemilihan bibit unggul dan penerapan teknologi modern yang tepat guna agar proses produksi karet remah semakin meningkat, serta pembekalan atau pelatihan bagi para pekerja agar lebih produktif.
85
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Industri Karet Remah 1997.BPS, Jakarta. . 1998. Statistik Industri Karet Remah 1997.BPS, Jakarta. . 2003. Statistik Industri Karet Remah 2008.BPS, Jakarta. . 2008. Statistik Industri Karet Remah 2007.BPS, Jakarta. . 2010. Statistik Industri Karet Remah 2008.BPS, Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno. [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hadi, A. 2001. “Pengertian Keunggulan Kompetitif”. http://www.google.com/ pengertian-keunggulan-kompetitif.pdf [19 November 2010] Julivanto, V. 2009. Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kementerian Perdagangan. 2010.Industri Besar, Sedang, dan Kecil. Jakarta. Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Data Luas Lahan dan Produksi Karet indonesia. Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrics: An Introductory Expansition of Econometrics Methods. Second Editiion. Macmillan Publishers Ltd. New York. Mamlukat, I. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian, Institit Pertanian Bogor. Mustopa, B.A. 2010. Analisis Daya Saing Kopi Indonesia di Pasar Internasional. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York. Rahmanu, R. 2009. Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
86
Rakhmawan, H. 2009. Analisis Data Saing Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Salvatore, D. 1996. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Haris Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Simanjuntak, B. 2008. “Pengertian Daya Saing Industri”. Febriyanthi [Penerjemah]. http: //www.google.com/pengertian-daya-saingindustri.pdf [15 Maret 2011]. Soekarno. 2009. Analisis Keunggulan Komparatif Karet Alam Indonesia Tahun 2003-2007. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Widayunita, P. 2007. Analisis Daya Saing Industri Semen Periode 1978-2005. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
87
LAMPIRAN
88
Lampiran 1. Hasil Perhitungan analisis Daya Saing Karet Remah Indonesia dengan menggunakan Metode RCA (US$) Tahun Pt Qt 1993 977088 1,7E+07 1994 1271940 3,4E+07 1995 1963636 3,8E+08 1996 1917902 5E+07 1997 1493416 5,3E+07 1998 1101453 4,9E+07 1999 849200 4,9E+07 2000 888623 6,2E+07 2001 786197 5,6E+07 2002 1037562 5,7E+07 2003 1494811 6,1E+07 2004 2180029 7,2E+07 2005 2582875 8,6E+07 2006 4321525 1E+08 2007 4869700 1,1E+08 2008 6023323 1,4E+08 Sumber: UN Comtrade, 2011
Rt St 217950,29 2,321E+09 198534,84 3,76E+09 289466,43 4,68E+09 31723.841 4,353E+09 21712.198 4,921E+09 15319.363 4,969E+09 8233.595 5,263E+09 9294.644 6,188E+09 12899.535 5,989E+09 4061.826 6,322E+09 8470.877 7,402E+09 17395.029 8,953E+09 18163.484 1,012E+10 27546.753 1,182E+10 32737.702 1,343E+10 38352.548 1,548E+10
RCAt 3,17858295 3,546982352 4,754786516 5,283235618 6,333669874 7,314305064 11,1545656 9,52274146 6,480998305 28,25291315 21,39132775 15,67484555 16,8080247 18,39515309 17,50184769 17,74605237
Keterangan : RCAt = keunggaulan komparatif karet remah indonesia tahun ke-t Pt
= nilai ekspor karet remah indonesia tahun ke-t
Qt
= nilai ekspor total Indonesia tahun ke-t
Rt
= nilai ekspor karet remah dunia tahun ke-t
St
= nilai total ekspor dunia tahun ke-t
t
= 1993, 1994,......2008
89
Lampiran 2. Karet Remah Indonesia Berdasarkan Kualitas Produksi Tahun
SIR 3CV
SIR 3L
SIR 3WF
SIR 5
SIR 10
SIR 20
Jumlah
1993 20.748
30.374 3.768
3.183
56.447
1007478 1.121.998
1994 24.886
36.633 2.759
2.149
46.178
1031501 1.144.106
1995 30.645
30.844 2.275
1.481
51.138
1044399 1.160.782
1996 28.617
25.119 2.004
2.813
62.243
1085777 1.206.573
1997 21.307
26.783 2.323
11.975 54.292
1087782 1.204.462
1998 21.469
19.192 1.870
30.375 39.152
1203812 1.315.870
1999 14.715
14.715 26.981
28.428 37.365
1125616 1.234.258
2000 15.436
15.436 21.537
6.308
55.966
1159264 1.260.487
2001 13.592
13.592 23.489
21.923 44.776
1290144 1.396.492
2002 14.809
14.809 20.516
20.534 33.962
1399126 1.491.465
2003 16.869
16.869 2.849
19.305 32.316
1516016 1.608.166
2004 24.099
23.124 3.191
20.354 31.221
1591816 1.693.805
2005 29.388
21.966 3.018
19.888 31.812
1553920 1.659.992
2006 32.502
21.417 4.395
7.854
152.381 1763200 1.981.749
2007 40.355
32.113 5.430
9.704
173.828 2151404 2.412.834
2008 42.873
5.854
2.090
37.789
Sumber : BPS,2010
1.180
2251873 2.341.659
90
Lampiran 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
DSt 3,17858 3,54698 4,75787 5,28324 6,33367 7,31431 11,1546 9,52274 6,481 28,2529 21,3913 15,6745 16,808 18,3952 17,5018 17,7405
QPt 1121998 1144106 1160782 1206573 1204462 1315870 1234258 1260487 1396492 1491465 1608166 1693805 1659992 1981749 2412834 2341659
PROt 0,4333122 0,43181461 0,45004221 0,44736461 0,44686395 0,46070477 0,44626766 0,44520776 0,48058983 0,49131483 0,54476808 0,63324584 0,69247339 0,78807367 0,80724911 0,80347887
Keterangan : DSt
= Daya saing karet remah Indonesia
QPt
= Kuantitas produksi karet remah
PROt
= Produktivitas
HECt
= Harga ekspor riil karet remah
ERt
= Nilai tukar riil karet remah
dummy
= Krisis
HECt 897,5490025 1155,300828 1787,88185 1654,778914 1325,335612 865,0353725 711,1447571 749,7985485 586,0795512 743,2940969 980,8432513 1361,787866 1653,072797 2385,588732 2186,682329 2803,581112
ERt 6502,1 6366,7 6227 6185,61 7492,41 16073,15 10780 11742,31 13025,3 10669,75 9474,35 9598,74 9750,58 8342,77 8090 8124,5
dummy 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
91
Lampiran 4. Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Indonesia P r o b a b ility P lo t o f R E S I1 Norm al
99
M ean S tD e v N KS P - V a lu e
95 90
- 8 .3 2 6 6 7 E - 1 7 0 .3 3 2 9 16 0 .1 1 2 > 0 .1 5 0
80
Pe rce nt
70 60 50 40 30 20 10 5
1
- 1 .0
- 0 .5
0 .0 R E S I1
0 .5
1 .0
Lampiran 5. Uji Homoskedastisitas Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Predictor
Coef
SE Coef
T
P
Constant
-6.37
12.52
-0.51
0.622
QP_t
0.8820
0.8522
1.03
0.325
PRO_t
-1.195
1.693
-0.71
0.496
HEC_t
-0.2234
0.2531
-0.88
0.398
ER_t
-0.4127
0.3675
-1.12
0.288
dummy
0.1599
0.2305
0.69
0.504
S
0.187295
R-Square
28.4%
R-Square (adjusted)
0.0%
92
Analysis of Variance Source DF
SS
MS
F
P
0.79
0.579
Regression
5
0.13890
0.02778
Residual Error
10
0.35080
0.03508
Total
15
0.48970
Lampiran 6. Uji Autokorelasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Durbin-Watson statistic = 1,95218 Nilai DW mendekati 2 maka tidak ada autokorelasi Lampiran 7. Uji Multikolinieritas Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
-24.25
27.26
-0.89
0.394
QPt
2.297
1.855
1.24
0.244
19.3
PROt
-1.556
3.685
-0.42
0.682
25.4
HECt
-0.1693
0.5509
-0.31
0.765
6.2
ERt
-0.5148
0.8000
-0.64
0.534
4.5
dummy
0.8917
0.5018
1.78
0.106
4.5
S
0.407688
R-Square
76.2%
R-Square(adjusted)
64.4%
93
Lampiran 8. Analisis Regresi Komponen Utama Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
2.2903
0.1002
22.85
0.000
W1
-0.30111
0.06256
-4.81
0.000
1.0
W2
0.19950
0.07357
2.71
0.018
1.0
S
0.400937
R-Square
70.1%
R-Square (adjusted)
65.5%
Analysis of Variance Source DF
SS
MS
F
P
15.26
0.000
Regression
2
4.9054
2.4527
Residual Error
13
2.0898
0.1608
Total
15
6.9952
Source
DF
Seq SS
W1
1
3.7235
W2
1
1.1819
Durbin-Watson statistic
1.82375
94
Variabel
Koefisien
t-hitung
Keterangan
QPt
0.74596
13.74801
Signifikan
PROt
1.144803
20.83432
Signifikan
HECt
0.073427
1.153982
Tidak Signifikan
ERt
0.527385
7.126725
Signifikan
dummy
0.475585
7.068432
Signifikan
R-square
70,1 %
R-adjusted square
65,5 %
Lampiran 9. Ekspor Karet Indonesia Kesepuluh Negara Utama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 USA 627.868 669.120 590.946 644.270 622.167 394.307 546.548 China 197.536 249.791 337.222 341.831 318.841 457.118 418.098 Jepang 225.214 260.604 357.539 397.776 400.693 272.878 313.243 Singapore 85.591 115.084 135.406 161.255 151.260 100.165 117.592 Brazil 58.836 55.016 48.360 65.749 77.066 58.507 110.079 India 6.284 18.656 30.610 51.073 26.559 83.562 99.323 Korea 76.794 74.813 90.593 93.091 106.460 99.548 91.810 Kanada 70.566 71.769 66.045 53.628 59.163 51.210 69.546 Jerman 71.808 61.974 82.100 80.809 57.705 36.696 57.493 Turkey 28.427 27.257 28.462 43.313 39.952 38.326 55.694 Lain-lain 425.337 419.697 518.714 473.991 435.590 399.003 472.289 Total 1.874.261 2.023.781 2.285.997 2.406.776 2.295.456 1.991.263 2.351.915 Sumber : BPS- Statistics Indonesia, complied by Gapkindo 2011