RUANG UTAMA
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA BEKASI Nandang Najmulmunir Abstract The New Major of Bekasi’s City just has been chosen through direct election. He have to solve many agendas, especially in the free charge of education and healthy. The analysis of all the component of internal and external strategic environment saw that he must do the Conservative Strategic Development Plan for 5 years ahead. Kata Kunci: Rencana Pembangunan Pembangunan Konservatif
Latar Belakang Kota Bekasi secara geografis berada pada konstelasi pusat pertumbuhan nasional. Untuk itu kemana arah perubahan Kota Bekasi yang dilakukan melalui pembangunan daerah? Merupakan pertanyaan fundamental dalam arah perubahan Kota Bekasi Arah pembangunan Kota difokuskan pada masyarakat Bekasi sebagai subyek pembangunan sekaligus sebagai modal sosial (social capital) yang kreatif, inovatif dalam mengolah sumberdaya menuju pada kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan yang dituju berdimensi tangible (kesejahteraan material) dan intangible (kesejahteraan immaterial), baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Secara filosifis arah perubahan Kota Bekasi diformulasikan sebagai paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable urban develop-
Strategis,
Strategi
ment). Uraian masing-masing karakter keberlanjutan kota adalah sebagai berikut: 1) Empowering. Pengembangan kota harus memberikan kesempatan pada pemberdayaan, yakni tumbuhnya kemampuan lapisan masyarakat bawah terutama kelompok masyarakat miskin perkotaan. Penumbuhan kemampuan meliputi kemampuan untuk mengakses pada layanan dasar, terutama pendidikan, kesehatan, permodalan, informasi, teknologi dan pengetahuan sehingga dapat tumbuh secara mandiri. Dengan adanya kemampuan dasar ini, maka diharapkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan kota Bekasi. 2) Pertumbuhan (growth). Perkembangan kota diindikasikan oleh salah satu parameternya yakni pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ini harus di atas angka
3)
4)
5)
6)
pertumbuhan penduduk, termasuk pertumbuhan yang disebabkan oleh migrasi. Pemerataan (equity). Pengembangan kota harus dapat memberikan peluang untuk tumbuhnya pemerataan pembangunan, baik pemerataan antar kelompok masyarakat, pemerataan antar wilayah, sehingga kesenjangan dapat dihindari. Equality. Pembangunan kota juga harus memberikan rasa keadilan bagi seluruh komponen masyarakat, terutama dalam pelayanan publik, termasuk di dalamnya pelayanan sarana dan prasarana perkotaan dan sarana utilitas. Efisisiensi. Pengembangan kota harus memberikan efisiensi total bagi masyarakat, terutama dalam pemanfaatan energi. Kota yang efisien dicerminkan oleh biaya hidup yang relatif murah, termasuk biaya transpor yang murah, serta rendahnya pencemaran udara, air dan tanah. Ciri efisien juga tergambarkan adanya manajemen wilayah yang terintegrasi sehingga risiko lingkungan dapat ditekan, misalnya rendahnya ancaman banjir bagi masyarakat Kota Bekasi. Kompetitif. Kota Bekasi adalah bagian dari Jadebotabek, oleh karena itu perkembangan Kota ini diharapkan tidak saling melemahkan perkembangannya akibat hubungan horisontal yang terlalu kuat, namun diharapkan tumbuh dalam hubungan komplemen dan saling menguatkan. Untuk itu pengembangan ekonomi perkotaan harus memiliki jati diri dan diversifikasi sehingga
akan tumbuh perkembangan yang kompetitif. Untuk menuju arah keberlanjutan disesuaikan dengan potensi sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan. Disamping itu perlu difahami kondisi eksternal. Untuk itu diperlukan analisis lingkungan strategis, baik internal dan eksternal dalam lingkup regional. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pembangunan jangka menengah Kota Bekasi agar memberikan arah yang jelas untuk mencapai sasaran yang diinginkan terutama menuju pada kesejahteraan masyarakat yang diproses melalui mekanisme dan proses berkelanjutan serta melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Pendekatan Teori Pembangunan berkelanjutan lahir sebagai babak baru dari teori pembangunan dan sekaligus mengakhiri perdebatan antara pertumbuhan ekonomi dan penyelamatan lingkungan. Konsep yang cukup luas pertama kali dipublikasikan oleh World Conservation Strategy (IUCN, 1980) dan menjadi pusat pemikiran untuk pembangunan dan lingkungan. Laporan yang utama telah disampaikan oleh World Comission on Environment and Development (WCED 1987, The Brundtland Report) dan The Landmark World Paper Environment, Growth and Development (World Bank, 1987 dalam Pezzey, 1992). Menurut Munasinghe (1993) 10
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
the poor), dan di antara kelompok tersebut peranan wanita adalah yang sangat esensial, 4) Pertumbuhan ekonomi, 5) Efisiensi dan keadilan alokasi sumberdaya alam (Winoto,1997 dalam Najmulmunir, 2001).
pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar, yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial yang membentuk sebuah bangunan segi tiga. Pilar ekonomi menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasiskan penggunaan sumberdaya yang efisien. Pendekatan ekologi menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia. Sedangkan pendekatan sosial menekankan pada pemeliharaan kestabilan sistem sosial budaya, meliputi penghindaran konflik, keadilan (equity), baik antar generasi maupun dalam suatu generasi. Menurut Serageldin (1993) keberlanjutan aspek ekonomi, meliputi pertumbuhan ekonomi, pemeliharan modal (capital maintenance), dan efisiensi penggunaan sumberdaya dan modal. Keberlanjutan ekologi meliputi kesatuan (integrity) ekosistem, daya dukung, perlindungan keanekaragaman jenis dan sumberdaya alam. Sedangkan keberlanjutan aspek sosial adalah adanya keadilan (equity), pemberdayaan (empowerment), partisipasi dan kelembagaan. Esensi dari Mazhab Pembangunan Berkelanjutan adalah merupakan arah dari proses perubahan yang terencana yang senantiasa memperhatikan dan mengintegrasikan aspek-aspek sebagai berikut: 1) Kelestarian sistem penunjang kehidupan, 2) Aspek keadilan dan pemerataan antar waktu dan antar wilayah, 3) Pemberdayaan kelembagaan dan sumberdaya manusia (empowering), terutama, kelompok masyarakat marjinal dan kelompok paling miskin (poorest of
Metodologi Data Data yang digunakan untuk analisis adalah data sekunder hasil kegiatan pembangunan dari berbagai instansi terkait maupun hasil kajian akademis yang menyangkut Wilayah Kota Bekasi. Analisis Data Data dianalisis menurut komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan dalam perkembangan wilayah dalam 5 tahun ke depan. Selanjutnya dianalisis menurut pendekatan TOWS (David, 1996.) Hasil dan Pembahasan Lingkungan Strategis Internal Kota Unsur Kekuatan a. Perkembangan Wilayah Jabodetabek Kota Bekasi merupakan bagian dari wilayah Jabodetabek, sebagai wilayah yang mengalami perkembangan sangat pesat. Interaksi atau pergerakkan antara Kota Bekasi dengan wilayah lainnya di Jabodetabek di dominasi oleh pergerakan eksternal terutama ke dan dari Kota Jakarta merupakan bangkitan dan tarikan tertinggi, hal ini dapat dilihat dari Matrik Asal Tujuan (MAT) pada zona-zona eksternal. Pola pergerakan commuter ini 11 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
mengakibatkan pembebanan pada jalan penghubung Kota Bekasi dengan Jakarta (Jalan Sultan Agung, Jalan K.H Noer Ali, Jalan Raya Jatiwaringin, dan Jalan Tol BekasiJakarta) semakin besar mengingat tidak terdapatnya jalan alternatif menuju wilayah eksternal Kota Bekasi.
Berdasarkan pendekatan LQ ini. Nilai LQ selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Kota Bekasi memiliki penggerak utama perekonomian dalam sektor: 1) pertanian, 2) industri, 3) listrik, gas dan air minum dan 4) perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan uraian di atas, maka posisi Kota Bekasi memiliki karakteristik sebagai berikut: Aspek struktur ekonomi hampir sama dengan Jakarta Utara, Tangerang Aspek sektor basis memiliki kemiripan dengan Tangerang, Depok, Bogor Berdasarkan karakteristik di atas, maka Kota Bekasi cenderung memiliki hubungan horisontal dengan Kota Depok, Tangerang dan Bogor serta Jakarta Utara. Hubungan tersebut jika tiada inovasi dan diversifikasi maka akan terjadi hubungan kompetisi bukan komplemen.
b. Sektor Ekonomi Basis Kota Bekasi Sektor basis ekonomi adalah sektor yang berperan dalam perkembangan ekonomi wilayah. Lawannya adalah sektor non basis ekonomi, karena perannya dibawah rata-rata wilayah Jadebotabek. Dengan kata lain sektor basis ekonomi adalah kunci dalam mendorong pertumbuhan wilayah.. Indentifikasi sektor basis ekonomi dapat didekati dengan Location Quotion (LQ). Nilai LQ > 1 berarti sektor basis, jika nilai LQ < 1 menunjukkan sektor non basis.
Tabel 1. Nilai (LQ) Wilayah Kota/Kabupaten di Jadebotabek Wilayah Kota di Jadebotabek Lapangan Usaha Pertanian
JAKPUS
JAKBAR
JAKUT
JAKTIM
JAKSEL
P.SERIBU
BEKASI
DEPOK
TANGERANG
BOGOR
0.03
0.17
0.24
0.15
0.15
4.3
1.64
5.2
14.67
0.55
Pertambangan dan Penggalian
-
-
-
-
-
309.88
-
-
0.28
-
Industri Pengolahan
0.08
0.43
2.25
1.76
0.09
0.02
2.28
1.89
2.68
1.36
Listrik , Gas dan Air Minum
0.35
0.78
1.43
0.6
0.26
0.05
1.95
2.96
5.8
2.96
Bangunan/Konstruksi
0.89
1.13
0.91
0.93
1.54
0.13
0.36
0.6
0.2
0.78
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0.9
1.36
0.88
0.97
0.99
0.26
1.37
1.32
0.6
1.45
Pengangkutan dan Komunikasi
0.61
1.35
1.44
1.19
0.75
0.05
0.98
0.64
0.9
1.2
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
1.84
0.99
0.21
0.49
1.58
0.02
0.12
0.31
0.09
0.49
Jasa -Jasa
1.31
1.16
0.68
0.96
1.11
0.17
0.6
0.66
0.41
0.7
Sumber: Bappeda Kota Bekasi, 200 12 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
c. Tingkat Pendidikan Indeks Pendidikan (IP) Kota Bekasi pada tahun 2005 sebesar 90,03 hal ini berarti mengalami kenaikan sebesar 0,42 poin dari tahun 2004 yang mencapai angka 89,61. Angka IP Kota Bekasi ini merupakan angka capaian yang tinggi untuk Indeks Pendidikan. Kenaikan angka indeks pendidikan periode tahun 2004 ke tahun 2005 dicapai melalui berbagai upaya di bidang pendidikan.
setelah Dana Perimbangan (rata-rata 63,05% per tahun) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (ratarata 21,06% per tahun). Unsur Kelemahan a. Angka Pengangguran dan Kemiskinan Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan data IPM (Satlak dan BPS tahun 2007) menunjukkan terjadinya penurunan -17,53% dari tahun sebelumnya, dengan perincian tahun 2005 tingkat pengangguran terbuka mencapai 12,85% sedangkan di tahun 2007 mencapai 8,74%. Jumlah penduduk miskin di Kota Bekasi menunjukkan peningkatan dimana pada tahun 2006 mencapai 42.878 orang.
d. Sumberdaya Finansial Tingkat pertumbuhan pendapatan yang cukup baik dan konsisten tersebut umumnya didorong oleh kecenderungan peningkatan perolehan dari seluruh komponen pendapatan, baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, maupun Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Dalam realisasi pendapatan selama periode TA 20032007, PAD memberikan kontribusi perolehan sebagai sumber pendapatan daerah rata-rata sekitar 15,9% per tahun, atau menduduki urutan ke-3
b. Kekuatan Ekonomi Rakyat belum Berkembang Secara mikro, kondisi perekonomian lokal dapat diwakili oleh beberapa UKM yang diunggulkan menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Selanjutnya UMKM terbagi atas beberapa golongan berdasarkan kri-
T ab e l 2. R eal isa si P e rtu m b u h a n P en d a p ata n D ae r ah K ot a B ek a si T ah u n 2 00 3 – 200 7
Tah u n A n gg ar an
R e al isa si P e n d ap at an
P e rt u m b u h a n
20 03
Rp
54 2,5 81, 655 ,64 1.14
1 5.9 6%
20 04
Rp
64 0,5 21, 346 ,66 4.00
1 8.0 5%
20 05
Rp
75 9,1 02, 963 ,55 2.00
1 8.5 1%
20 06
Rp
91 9,3 05, 753 ,55 6.44
2 1.1 0%
20 07
Rp
1,08 9,8 15, 606 ,57 9.00
1 8.5 5%
R a ta -R ata Pe rt u m b u h an p e r -Ta h u n
1 8.4 3%
P e me rintah K o ta Be ka si, 20 08.
13 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
Tabel 3. Distribusi Pelaku UMKM berdasarkan Kelas Usaha Usaha Mikro
Usaha Kecil
Boneka Furniture
% 5.88 71.05
% 35.29 28.95
Usaha Menengah % 58.82 0.00
Handycraft Ikan Hias
42.86 81.08
57.14 18.92
0.00 0.00
0.00 0.00
Konveksi Makanan dan Minuman
55.88 25.64
26.47 34.62
17.65 0.00
0.00 39.74
Peternakan Sepatu dan Sandal
2.53 90.00
70.89 10.00
26.58 0.00
0.00 0.00
Tanaman Hias Bapeda Kota Bekasi, 2008.
90.00
9.00
1.00
0.00
Kelompok Usaha
teria BPS serta Undang-undang No. 9 Tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia, secara individu atau tergabung dalam Koperasi dan memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan No.12/PMK.06/ 2005 tangggal 14 Februari 2005 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil. 2) Usaha Kecil adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut: usaha produktif milik Warga Negara Indonesia yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak b erbentuk hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik
% 0.00 0.00
secara langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan maksimum Rp 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah) per tahun sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 9 tahun 1995. Berdasarkan kriteria tersebut, maka pengelompokkan usaha UMKM disajikan dalam Tabel 3. c. Daya Beli Masyarakat Masih Rendah Tingginya nilai IPM Kota Bekasi dipengaruhi oleh faktor utama Indeks Pendidikan (90.11) dan Indeks Kesehatan (74,98) Sedangkan Indeks Daya Beli masyarakatnya yang masih sangat rendah (62.34). d. Manajemen Pemerintah Belum Optimal 14
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
Usaha Besar
Kompleksitas tuntutan masyarakat terhadap optimalisasi pelayanan di berbagai sektor pembangunan, dalam praktiknya dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya yang tersedia atau daya dukung yang terbatas, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan masih dijumpai pernyataan ketidakpuasan masyarakat antara lain: Rekrutmen dan peningkatan sumberdaya aparatur melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, masih belum memenuhi kebutuhan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD. Pembangunan sistem manajemen strategik organisasi pemerintah yang semula diharapkan mampu menjadi alat manajemen yang ampuh dalam mengawal proses manajemen Kota Bekasi secara keseluruhan, dalam praktiknya belum dapat dilaksanakan secara konsisten. Secara umum kinerja pemerintah dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik yang diberikan dalam melayani masyarakat. Kepuasan masyarakat sebagai konsumen perlu dijadikan indikator dalam menilai kualitas pelayanan umum dari pemerintah daerah. Kondisi pelayanan umum
di Kota Bekasi secara umum masih belum dapat memuaskan masyarakat. Salah satu indikasi manajemen pemerintahan masih belum optimal, termasuk didalamnya belum optimalnya implementasi perundangundangan, reformasi birokrasi, kualitas sumberdaya aparatur dan sumberdaya lainya. Adapun permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan pembangunan di Kota Bekasi diidentifikasi sebagai berikut: Belum tersedianya data yang akurat dan lengkap. Perubahan regulasi mengenai tata cara penyusunan dokumen perencanaan di tingkat pusat. Terbatasnya produk perencanaan pembangunan. Organisasi tersebut diisi oleh aparatur pemerintah dengan jumlah hirarki birokrasi atau eselon seperti diuraikan dalam Gambar 1. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa eselon menumpuk pada level III A. Kemudian disusul oleh Eselon IV A dan IV B. Pengaruh Lingkungan Strategis Eksternal Perkembangan Kota Bekasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, baik pengaruh langsung
1200 1000 800 600 400 200 0 II A
II B
III A
III B
IV A
IV B
V A
15 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
maupun tidak langsung pada perkembangan Kota.
urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana pada ayat 1, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Undang-undang tersebut merupakan landasan hukum sekaligus kesempatan untuk melakukan kreativitas dan inovasi dalam manajemen pembangunan daerah untuk melakukan daya ungkit (akselerasi) pembangunan wilayah Kota Bekasi.
Peluang a. Pasar Bebas ASEAN Dewasa ini telah tercipta kawasan-kawasan perdagangan, atau blok-blok perdagangan seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA), kawasan perdagangan Asia Pasifik (APEC), pasar bersama Amerika Tengah (CACN), kawasan perdagangan ini disebut dengan integrasi ekonomi.
d. Kebijakan Perekonomian Nasional Kebijakan moneter dan fiskal sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan wilayah. Kebijakan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya suku bunga, nilai tukar, ekspor, tarif, pajak, subsidi dsb, berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi juga pada faktor inflasi.
b.
Hegemoni Pasar Lokal dan Regional Produk UMKM Kota Bekasi sebagian besar dipasarkan ke pasar lokal, misalnya boneka, furnitur, konveksi, peternakan, sepatu dan sandal serta tanaman hias, yang didominasi untuk mengisi pasar lokal. Begitu juga komoditas Kota Bekasi dapat mengakses pasar nasional yang sebagian melalui Jakarta. Sedangkan pasar internasional hanya dapat diakses oleh sebagian kecil produk UMKM. Sedangkan industri besar sudah mengakses sesuai dengan induk perusahaan baik pasar nasional dan internasional.
Ancaman a. Daya Dukung Lingkungan Beberapa penyebab banjir di Kota Bekasi yang teridentifikasi adalah: Hambatan saluran air dari arah selatan ke utara oleh jalan tol, kalimalang, jalan kereta api, selokan/gorong-gorong yang ada saat ini kapasitasnya sudah tidak mencukupi lagi. Faktor alamiah, karena terjadinya penggerusan dan terbawanya material saluran oleh aliran air, sehingga terjadi pendangkalan dan sedimentasi yang mengakibatkan daya tampung saluran menjadi berkurang. Pola perilaku masyarakat yang membuang sampah ke dalam
c. Otonomi Daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004) Pasal 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, ayat 1 menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah, kemudian pasal 2 menjelaskan bahwa dalam menyelenggarakan 16 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
saluran drainase dan pembangunan fisik yang tidak memperhatikan garis sempadan saluran menyebabkan penyumbatan dan kerusakan saluran drainase. Pengembangan wilayah kota yang tidak disertai dengan perencanaan ulang saluran drainase eksisting. Pemeliharaan prasarana drainase belum optimal.
tidak adanya sinergi kebijakan dan teknis di lapangan, antara lain untuk Wilayah Botabekjur yang terkait dengan wilayah DKI Jakarta adalah masalah banjir, migrasi, pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur wilayah, wilayah kumuh, dan transportasi. d. Angka Migrasi Penduduk yang tidak terampil Pertumbuhan penduduk di wilayah Kota Bekasi ini tergolong pesat, rata-rata laju pertumbuhan dalam kurun waktu 2003-2007 adalah sebesar 3,45 persen. Apabila laju pertumbuhan ini tidak dapat dikendalikan dengan baik, maka penduduk Kota Bekasi dalam kurun waktu 18 tahun yang akan datang menjadi dua kali lipat atau menjadi sekitar 4,2 juta jiwa. Berdasarkan hasil Survei Indikator Pembangunan Manusia (SIPM), tahun 2007 jumlah penduduk di Kota Bekasi 2.143.804 jiwa (dengan tingkat kepadatan sebesar 10.185 jiwa per km2), sedangkan pada tahun tahun 2006, berjumlah 2.071.444 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 9.841 jiwa/km², dan pada tahun 2005 tercatat 2.001.899 jiwa.
b. Kualitas Lingkungan Perairan Sungai di Kota Bekasi Sungai-sungai di Kota Bekasi umumnya mengalir dari bagian selatan ke arah utara. Sungai yang cukup besar adalah Kali Cileungsi, Cikeas dan Kali Bekasi, yang merupakan pertemuan kali Cileungsi dan Cikeas. Kota Bekasi telah mengalami pencemaran berat. Kecuali Sungai Cikeas masih tergolong tercemar sedang c. Kerjasama Regional Belum Berkembang secara Optimal Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Cianjur disingkat Jabodetabekjur merupakan satu kesatuan wilayah fungsional, terutama kesatuan dalam aspek sebagai berikut: Interaksi ekonomi yang sangat intensif antar wilayah Jadebotabek, dengan pusat pertumbuhan yang berada di Propinsi DKI Jakarta Wilayah tata ekologis, wilayah Jadebotabek sebagai satu wilayah ekosistem, dimana komponen antar wilayah memiliki ketergantungan dan saling mempengaruhi Pada saat ini Kebijakan Publik belum menjawab permasalahan di wilayah ini. Permasalahan yang sering muncul, terutama disebabkan
e. Wilayah Tetangga Lebih Kompetitif Posisi Kota Bekasi memiliki karakteristik bahwa dari aspek struktur ekonomi hampir sama dengan Jakarta Utara, Tangerang, dan dari aspek keunggulan sektor basis memiliki kemiripan dengan Tangerang, Depok, Bogor. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka Kota Bekasi cenderung memiliki hubungan horisontal dengan Kota Depok, Tangerang dan Bogor serta Jakarta Utara. Hubungan tersebut jika tiada inovasi dan diver17 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
sifikasi maka akan terjadi hubungan kompetisi bukan komplemen.
Bekasi sebagai berikut: Yakni strategi Conservative, yaitu strategi untuk memaksimalkan peluang dengan meminimkan kelemahan-kelemahan. Strategi Utama dapat dilihat dalam Gambar 2. Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa arah perubahan pembangunan dalam 5 tahun ke depan bergerak ke arah kanan, sehingga semula unsur kelemahan, maka kelak harus menjadi unsur kekuatan, sehingga strategi pembangunan nanti harus menjadi agresive. Begitu juga pembangunan jangan memutar ke arah kiri, dimana akibat kelalaian maka
Strategi Pembangunan Kota Bekasi Berdasarkan uraian lingkungan strategis baik eksternal dan internal Kota Bekasi maka dapat diuraikan ke dalam komponen Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), Ancaman (Threat). Hasil analisis TOWS dapat dilihat dalam Tabel sebagai berikut: Berdasarkan hasil analisis TOWS, maka dapat dihasilkan Strategi Utama Pembangunan Kota
Tabel 4. Analisis TOWS Pembangunan Kota Bekasi SWOT
ANALISIS LINGKUNGAN
Skala
Share
Bobot
Rating
Skor
INTERNAL Kekuatan (S)
Dilintasi infrastruktur regional Dekat dengan pusat pertumbuhan nasional Tingkat Pendidikan Masyarakat
4
28.57
0.14
4
0.57
3
21.43
0.11
3
0.32
3
21.43
0.11
3
0.32
Sumberdaya finansial
4
28.57
0.14
3
0.43
14
100.00
0.50
13
1.64
Angka Pengangguran dan kemiskinan cukup tinggi Kekuatan ekonomi rakyat belum berkembang
4
25.00
0.13
3
0.38
4
25.00
0.13
3
0.38
Daya Beli masyarakat masih rendah Manajemen pemerintah belum optimal Total
4
25.00
0.125
4
0.50
4
25.00
0.125
4
0.50
16
100.00
0.50
14
1.75
Total Kelemahan (W)
EKSTERNAL Peluang
Pasar bebas ASEAN
3
21.43
0.11
3
0.32
(O)
Hegemoni pasar lokal dan regional
4
28.57
0.14
4
0.57
Semangat otonomi daerah
3
21.43
0.11
3
0.32
Perkembangan ekonomi nasional
4
28.57
0.14
4
0.57
14
100.00
0.50
14
1.79
4
30.77
0.15
4
0.62
Ancaman
(T)
Total Penurunan Daya Dukung Lingkungan Kerjasama regional belum optimal
3
23.08
0.12
3
0.35
Angka migrasi penduduk yang tidak terampil tinggi
3
23.08
0.12
3
0.35
Wilayah tetangga kebih Kompetitif
3
23.08
0.12
3
0.35
13
100.00
0.50
13
1.65
Total
18 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
conservative
agressive
O 2.0
1.0
W
S
0.0
diversive
defensive
T
peluang akan didominasi oleh ancaman. Strategi utama Conservative menuntut adanya inovasi dalam manajemen pembangunan Kota Bekasi, dan sinergi berbagai potensi sumberdaya dan unit organisasi pemerintah serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan Kota Bekasi. Inovasi tersebut akan dihasilkan melalui matriks strategi melalui iterasi antara komponen Peluang dan Kelemahan. Berdasarkan matriks iterasi ini maka dihasilkan strategi utama dalam manajemen pembangunan Kota Bekasi dalam 5 tahun.
sejumlah kelemahan harus segera da pat diatasi, sehingga unsur kelemahan berubah menjadi unsur kekuatan. Selanjutnya setelah kelemahan menjadi kekuatan, maka seluruh kekuatan didayagunakan untuk meraih peluang, melalui berbagai inovasi manajemen pembangunan. Saran Arah pembangunan sebaiknya tidak mengarah berlawanan jarum jam, atau mundur, yang bila lalai mengatasi kelemahan sehingga peluang-peluang semakin jauh, dan strategi pembangunannya jatuh ke dalam pilihan defensif.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kelemahan yang inheren dengan wilayah Kota Bekasi menuntut adanya strategi pembangunan Kota Bekasi yang berorientasi ke dalam (conservative), sehingga
Daftar Pustaka Bappeda Kota Bekasi. 2007. Rencana Umum Pembangunan Ekonomi. (RUPE)
19 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008
IUCN, UNEP dan WWF. 1993. Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkelanjutan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
World without End, Economics, Environment and Sustainable Development. Oxford University Press Pezzey, J. 1992. Sustainable Development Concept, An Economic Analysis. The World Bank, Washington D.C.
David, Fred. R. 1996. Strategic Management. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey Najmulmunir, N. 2001. Dampak Pembangunan Ekonomi terhadap Perkembangan Wilayah dan Kualitas Lingkungan Suatu Pendekatan Input Output Kasus di Propinsi Lampung (Disertasi tidak dipublikasikan)
Pemerintah Kota Bekasi. 2008. Rencana Pembangunan Jangka Menegah Kota Bekasi Serageldin, I. 1993. Promoting sustainable development toward a new paradigm. In Valuing the Environment. Proceeding of The First Annual International Conference on Environmentally Sustainable Development. September 30 - 1 October 1993. Pp. 13 -21
Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Paper Number 3. Washington D.C. Pearce, D.W and Jeremy J. W. 1993.
20 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2008