ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI
CITRA LEONATARIS A14070023
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN CITRA LEONATARIS. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU. Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pola perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010, (2) mengidentifikasi dan membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dan alokasi ruang menurut RTRW Kota Bekasi periode 2000-2010, (3) mengkaji tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi tahun 2003 dan 2006, serta (4) mengetahui faktor-faktor perubahan penggunaan lahan. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial pada citra untuk menentukan kelas penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan penggunaan lahan, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dengan menggunakan variabel jumlah fasilitas pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sosial, analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dengan alokasi ruang yang telah ditetapkan oleh RTRW serta analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi. Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010 mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan permukiman teratur dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15%) menjadi 12.061 ha (55,83%). Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35 ha dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari luas pada RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang dialokasikan sebagai taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian. Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006 meningkat dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003, luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, jarak ke kota atau kabupaten lain, alokasi RTRW untuk taman/hutan kota, pertambahan fasilitas pendidikan, pertambahan fasilitas kesehatan, pertambahan fasilitas sosial, jarak menuju pusat fasilitas sosial, jarak menuju kecamatan, jarak menuju pusat fasilitas ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.
SUMMARY CITRA LEONATARIS. An Analysis of Land Use Change Pattern and Regional Development in Bekasi City. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU. Development is necessary for human life. As a region is developed, the population along with standard of quality and quantity of life are also increasing. The influence of those increasings are lifting up facilities availability requiered. To fulfill the needs of development, land use change will be taken place. The objectives of the study are: (1) to observe changing pattern of land use of Bekasi city in 2003 and 2010, (2) to identify land use inconsistencies based on allocation space of Regional Spatial Plan (RTRW) period of 2000-2010, (3) to identify regional development of Bekasi city in 2003 and 2006, and (4) to determine the factors influence of land use change. Methods used include spatial, inconcistency, skalogram, and multiple regression analyses. Spatial analysis is used on the image to determine land use classification and calculate the hectarage of land use change, skalogram analysis to determine the level of regional development by using variables including number of educational, economic, health, and social facilities. Inconsistency analysis was to determine deviations of land use by spatial, and multiple regression analysis was to determine the factors influencing land use change in Bekasi City. Built up area of Bekasi in 2003-2010 had increased significantly. It correlated to development of education facilities, industrial area, disordered and ordered settlements from 10.187,71 ha (47.5%) became 12.061 ha (55.83%). Inconsistence of allocation and empirical land use of Bekasi was 301,35 ha in 2003 increased to 377,41 ha in 2010. Greatest proportion of inconsistence of empirical land uses compare to Regional Spatial Plan in 2003 and 2010 occurred on allocation for garden city became built up area, open space, and agricultural land. Level of Regional development in 2003 was dominated by villages with 3rd hierarchy (48% ), and in 2006 by 2nd hierarchy (46%). Factors that significantly influencing land use change in Bekasi were allocation for built up area, allocation for agriculture, hectarage paddy field in 2003, hectarage mixed garden in 2003, hectarage of dryland agriculture in 2003, hectarage of open space in 2003, distance to another town or suburban, allocation for park/forest city, number of additional of educational facilities, health facilities, social facilities, distance to the center of social facilities, distance to the civic, distance to the center of economic facilities and population growth.
ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI
CITRA LEONATARIS A14070023
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi
Nama Mahasiswa : Citra Leonataris Nomor Pokok
: A14070023
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus NIP. 19490721 197302 1 001
Dyah Retno Panuju,SP. MSi NIP. 19710412 199702 2005
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 1962113 198703 1003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Citra Leonataris ini dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 1 Agustus 1989, sebagai putri pertama dari pasangan Sandi Endang Nata dan Eko Ristuti. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Pertiwi Narogong Bekasi Timur, SD Islam An-Nur Narogong pada tahun 1995, kemudian pada tahun 2000 pindah di SD Negeri 101 Muara Bungo dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 1 Muara Bungo hingga lulus pada tahun 2004, dan pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Muara Bungo. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi pengurus pada Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) mulai tahun 2008 hingga 2010 sebagai staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan staf divisi Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pada tahun yang sama penulis juga tergabung ke dalam Biro Lingkungan Hidup Azimuth dan aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah HIMAJA (Himpunan Mahasiswa Jambi). Penulis juga aktif didalam berbagai kepanitiaan antara lain Kejuaraan Tenis Meja Nasional Bogor City Series V IPB sebagai bendahara umum, Seminar Nasional HMIT “Soil, Disaster, and Remote Sensing” dan Soilidarity 2010. Dalam kegiatan akademik, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Sistem Informasi Geografis, dan Pengantar Ilmu Tanah. Selain itu penulis juga berkesempatan mengikuti Program Kreatif Mahasiswa yang lolos mendapatkan dana dari DIKTI dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat pada tahun 2011.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah AWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi”. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Ibu Dyah Retno Panuju, SP, M.Si selaku pembimbing skripsi yang senantiasa mengarahkan, memberikan bimbingan, saran, kritik, nasihat, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa juga kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis papa Nata dan mama Eko, adik-adikku (Cakra, Chandra, Chatur), dan seluruh keluarga besar atas segala doa yang tulus, kasih sayang dan dukungannya yang tiada pernah henti. 2. BAPPEDA, Dinas Tata Ruang, dan Badan Kesatuan Bangsa Kota Bekasi yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data penelitian. 3. Seluruh dosen dan staff di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian. 4. Teman-teman seperjuangan di Bagian Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah, Febriana, Lili, Siti, Astria, Anindita, Sisharyanto, dan Ufi. Terima kasih atas bantuan dan motivasinya. 5. Saudara-saudara Soil 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan dan kenangan-kenangan indah yang diberikan. 6. Teman-teman terbaik Rini D.K, Ika P.S, Adiz Ed-har, Ana, Zuzu, Nia, Risty, Irin, dan seluruh penghuni Wisma Nabila-Dahlia. Terima kasih atas waktu kebersamaan dan canda tawa saat suka dan duka. 7. Mahmud Aditya Rifki atas perhatian, kesabaran, dan semangatnya.
1
8. Farid Ridwan, Angga, dan Rahmat Hadi. Terima kasih telah membantu penulis dalam pengecekan lapang. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Bogor, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3 II . TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah....................................................................... 4 2. 2 Kota .............................................................................................................. 5 2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan ...................................................................... 6 2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan ...................................................................... 7 2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang .............................. 8 2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................................................ 9 2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu ................................................................... 10 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................................... 12 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 12 3. 2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................................... 13 3. 3 Metode Penelitian ....................................................................................... 13 3.3.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ........................................ 14 3.3.2 Tahap Analisis Data Peta dan Citra ................................................ 15 3.3.3 Tahap Pengecekan Lapang .............................................................. 17 3.3.4 Tahap Analisis Statistika ................................................................. 19 3.3.4.1 Analisis Skalogram...................................................................... 19 3.3.4.2
Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................ 20
3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) ...................... 21 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 24 4.1
Keadaan Geografi ................................................................................... 24
4.2
Administrasi Pemerintahan .................................................................... 24
4.3
Kependudukan ........................................................................................ 26
ii
4.4
Perekonomian ......................................................................................... 28
4.5
Penggunaan Lahan ................................................................................. 29
4.5.1 Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota ................................... 29 4.5.3 Perdagangan dan Jasa...................................................................... 29 4.5.4 Industri ............................................................................................ 30 4.5.5 Permukiman .................................................................................... 30 4.5.6 Struktur Tata Ruang ........................................................................ 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 33 5.1
Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ......................................................... 33
5.2 Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ........................ 39 5.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi .................................... 39 Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010 .............................. 43 5.2.2 5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur ........ 45 5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran ....................... 46 5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) ................................................................... 47 5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK) ................................................................. 48 5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong ....................................... 49 5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ..... 50 5.3
Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi .............................. 51
5.4
Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi.................................... 56
5.5
Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan Perkembangan Wilayah .......................................................................... 61
5.6
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ..... 62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 67 6.1
Kesimpulan ............................................................................................. 67
6.2
Saran ....................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69 LAMPIRAN ......................................................................................................... 71
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ............................................................. 13 2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran .............. 14 3. Paket Program untuk Analisis Data ................................................................ 14 4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra.............. 16 5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram ...................... 20 6. Variabel Untuk Analisis Regresi. .................................................................... 22 7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi...................................................... 25 8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi .... 27 9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya .................... 40 10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010............. 44 11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi ........ Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ........................................... 45 12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ............................................. 46 13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010............................... 47 14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010.............................. 48 15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ................................................................. 49 16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Tahun 2003-2010 ............................................................................................ 50 17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010 ........................ 52 18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 ... 53 19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap Kecamatan. ... 58 20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. ........ 63
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Teks
Halaman
Peta Lokasi Penelitian ............................................................................. 12 Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan ....................................... 18 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 23 Peta Administrasi Kota Bekasi ................................................................ 25 Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi ...... 27 Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan .............................................. 28 Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Perumahan Teratur ................................................. 33 8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur .................................... 34 9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Kawasan Industri.................................................... 34 10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau ............................................... 35 11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPLB. ....................................................................... 35 12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPLK. ....................................................................... 36 13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Kebun Campuran ..................................................... 36 14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Kosong ..................................................................... 37 15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan ................................................. 37 16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPA .......................................................................... 37 17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Badan Air ................................................................. 38 18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPU .......................................................................... 38 19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang............................................. 38 20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010....... 39 21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010 .......................... 41 22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003....................................................... 42 23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010....................................................... 42 24 .Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010.......................................... 51
v
25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003 .......... 54 26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010 .......... 55 27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003 ...................................... 57 28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006 ...................................... 57 29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2006 ............................................................................................. 60 30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah ............. 62
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
Halaman
1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ......................................................... 72 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006 ......................................................... 75 3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010 ........................................ 78 4. Titik Pengecekan Lapang ............................................................................. 79 5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun ................................ 81 6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun ...................................................... 82 7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun ................................... 82 8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun ................................................... 83
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan. Penggunaan lahan akan mengarah pada jenis penggunaan yang memberikan keuntungan paling tinggi. Pertumbuhan sektor pertanian di wilayah Jabodetabek terus mengalami penurunan. Sektor pertanian merupakan sektor yang tidak diminati untuk dijadikan sebagai aktivitas ekonomi bagi masyarakat di Jabodetabek. Lahan-lahan pertanian banyak mengalami konversi akibat proses suburbanisasi. Suburbanisasi yang diartikan sebagai proses terbentuknya permukiman-permukiman baru dan kawasan-kawasan industri di pinggiran wilayah perkotaan akibat perpindahan penduduk kota terindikasi telah terjadi di Jakarta sejak awal tahun 1980 (Rustiadi dan Panuju, 1999). Secara alami, dinamika perekonomian merangsang perkembangan wilayah, salah satunya didorong oleh perkembangan industri. Alokasi ruang untuk industri ditetapkan oleh pemerintah, baik lokasi maupun luasan areanya. Aktivitas industri tersebut harus memiliki aksesibilitas yang mudah ditempuh misalnya berdekatan dengan jalan tol dan jalan umum lainnya (Abbas, 2004). Kota Bekasi merupakan salah satu hinterland Jakarta, selain Bogor, Depok, dan Tangerang. Wilayah ini telah banyak mengalami perubahan penggunaan lahan. Menurut Maulida (2002), pada periode 1990-1998, laju perubahan penggunaan lahan di Bekasi lebih tinggi dibandingkan dua suburban Jakarta lainnya, yaitu Bogor dan Tangerang. Pertumbuhan penggunaan lahan untuk bangunan
semakin
lama
semakin
bertambah
perkembangan perumahan, industri, dan perkantoran.
yang
disebabkan
karena
2
Perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi merupakan dampak dari pertumbuhan perekonomian yang pesat di Kota Jakarta. Pertumbuhan yang pesat tersebut menyebabkan kebutuhan lahan untuk aktivitas ekonomi semakin meningkat. Ketersediaan lahan yang terbatas di Kota Jakarta berdampak pada perkembangan lahan terbangun yang meluas ke wilayah-wilayah hinterland. Pertumbuhan
penduduk
yang
semakin
meningkat
menyebabkan
bertambahnya kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas lahan di suatu wilayah tidak akan pernah bertambah. Perkembangan penduduk dan peningkatan perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota. Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dan lain-lain. Penggunaan lahan di suatu wilayah sudah diatur pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Di RTRW disajikan rencana-rencana tentang pemanfaatan ruang. Akan tetapi, kondisi eksisting penggunaan lahan di suatu wilayah sering kali tidak sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan di dalam RTRW oleh Pemerintah daerah setempat. Hal ini dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang. Penyimpangan penataan ruang di Kota Bekasi dapat diidentifikasi dari terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan pada kondisi eksisting terhadap kebijakan yang telah ditetapkan pada RTRW. Untuk itu diperlukan evaluasi konsistensi tata ruang dan sistem monitoring penggunaan lahan lebih dari satu titik tahun yang digunakan sebagai landasan dalam pengendalian tata ruang wilayah. 1.2 Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan standar kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup manusia menyebabkan peningkatan terhadap kebutuhan ketersediaan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Pembangunan kebutuhan fasilitas memerlukan lahan yang tidak sedikit,
3
sedangkan lahan di Kota Bekasi terbatas. Hal ini menyebabkan perubahan penggunaan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Pemerintah Kota Bekasi telah menetapkan alokasi ruang yang terdapat pada RTRW, namun sering kali penggunaan lahan di lapang tidak mengikuti alokasi yang telah ditetapkan. Hal ini dinamakan dengan penyimpangan atau inkonsistensi pemanfaatan ruang. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana persebaran perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 dan 2010? 2. Apakah kondisi eksisting penggunaan lahan pada tahun 2003 dan 2010 sudah sesuai dengan kebijakan RTRW 2000-2010 yang ditetapkan oleh pemerintah? 3. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tahun 2003 dan 2006? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi. 2. Mengidentifikasi dan membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dengan alokasi tata ruang Kota Bekasi. 3. Mengkaji tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan.
1.4 Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai pola perubahan penggunaan lahan dan inkonsistensi pemanfaatan ruang sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi rencana tata ruang yang sudah dibuat agar dapat menjadi lebih relevan terhadap kondisi yang telah berkembang.
II . TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al. (2009), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas tertentu di mana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Suatu wilayah yang luas dapat mempunyai beberapa inti dengan hirarki (orde) tertentu. Sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih tinggi merupakan pusat bagi beberapa sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih rendah. Secara teoritis, hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas-kapasitas perekonomiannya (Rustiadi et al., 2009). Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari jumlah sarana pelayanan, jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta kualitas sarana pelayanan. Semakin banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan kapasitas pusat wilayah yang tinggi yang berarti juga menunjukkan hirarki pusat yang tinggi (Rustiadi et al., 2009). Banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan berkorelasi kuat dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pusat-pusat yang berhirarki tinggi melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah di samping juga melayani hinterland di sekitarnya. Kegiatan yang sederhana dapat
5
dilayani oleh pusat yang berhirarki rendah sedangkan kegiatan-kegiatan yang semakin kompleks dilayani oleh wilayah yang berhirarki tinggi. 2. 2 Kota Kota adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Kota sebagai pusat pelayanan selalu berinteraksi dengan wilayah sekitarnya. Dalam konteks hubungan antara kota sebagai pusat pelayanan dan wilayah sekitarnya sebagai
hinterland
maka
terdapat
empat
kemungkinan
sifat
interaksi
(Sadyohutomo, 2008). Sifat hubungan yang pertama adalah hubungan saling menguntungkan. Kota berfungsi sebagai pasar dan rantai produk perdagangan dari pedesaan. Hal ini berdampak positif bagi penduduk sekitar kota dalam memperoleh pekerjaan. Migrasi penduduk desa bagi kota juga memberi manfaat, yaitu penduduk desa ikut andil dalam menggerakan perekonomian kota. Selain memberikan dampak positif (lapangan kerja dan pendapatan), pembangunan di kota juga dapat merugikan ekonomi wilayah sekitar. Hal ini menunjukkan sifat hubungan yang kedua yaitu hubungan yang merugikan desa. Kondisi ini ditimbulkan akibat adanya ketimpangan dalam sistem ekonomi desakota, yaitu nilai tukar yang tidak seimbang antara produk pedesaan dengan produk perkotaan, surplus dari wilayah pedesaan banyak diserap ke kota, dan alokasi dana pembangunan yang tidak seimbang antara desa dan kota. Sifat
hubungan
desa-kota
yang
ketiga
yaitu
hubungan
tidak
menguntungkan untuk pemerintah kota, tetapi menguntungkan desa. Pertumbuhan penduduk kota dikarenakan pertumbuhan penduduk alami (kelahiran dikurangi kematian) dan ditambah adanya migrasi penduduk desa-kota. Migrasi masuk kota mengakibatkan beban kota meningkat dalam hal penyediaan prasarana dan utilitas penduduk kota. Sementara itu, penduduk migrant tidak banyak menyumbangkan pendapatan bagi pemerintah kota, karena sebagian besar mereka bekerja di sektor informal yang luput dari pajak. Hal ini menimbulkan masalah perkotaan, antara lain munculnya pemukiman kumuh, pendudukan liar, beban prasarana kota yang melebihi kapasitas, dan kemacetan lalu lintas.
6
Sifat hubungan yang keempat yaitu interaksi yang saling merugikan kedua belah pihak. Misalnya migrasi para petani muda ke kota karena tertarik gaya hidup kota, tetapi tidak mempunyai keahlian di sektor perkotaan. Di kota merek menjadi pengangguran atau pelaku tindak kriminal. Akibatnya desa kehilangan tenaga produktif, sedangkan kota menanggung beban sosial pengangguran. 2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibatakibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep ini. Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil dan spiritual (Arsyad, 2006). Barlowe (1978) membagi penggunaan lahan menjadi 10 jenis, yaitu : (1) lahan pemukiman; (2) lahan industri dan perdagangan; (3) lahan bercocok tanam; (4) lahan peternakan dan penggembalaan; (5) lahan hutan ; (6) lahan mineral atau pertambangan; (7) lahan rekreasi; (8) lahan pelayanan jasa; (9) lahan transportasi; dan (10) lahan tempat pembuangan. Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan seperti penggunaan lahan tegalan, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, sawah, hutan lindung, hutan produksi, padang alang-alang, dan lain sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian dibagi berdasarkan atas penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi, dan pertambangan. Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena jumlah aktivitas manusia bertambah dengan cepat, maka lahan menjadi sumber yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian
7
ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus, 2004). 2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. (Wahyunto et al., 2001), dalam Wirustyastuko D (2010). Perubahan penggunaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam periode waktu tertentu dapat dibangun model perubahan penggunaan lahan yang mampu memprediksi penggunaan lahan yang akan terjadi (Munibah, et al., 2006). Hal ini telah dilakukan oleh Munibah (2008) dengan membangun model perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA). Model ini menghasilkan peta prediksi penggunaan lahan di tahun 2018 dan 2030. Kemudian dilanjutkan dengan melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan luas lahan pemukiman, baik berdasarkan peta penggunaan lahan aktual (2006) maupun prediksi (2018 dan 2030). Proses perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Contohnya, lahan sawah yang dikonversikan menjadi pemukiman atau berbagai aktivitas urban sangat mempunyai kemungkinan yang kecil untuk dikembalikan lagi menjadi lahan sawah. Perubahan penggunaan lahan yang paling intensif adalah lahan sawah dan hutan yang dikonversi menjadi pemukiman sebagai akibat dari pertambahan penduduk (Bappeda Kota Bogor, 2006). Secara umum, struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (a) Struktur permintaan atau kebutuhan lahan; (b) Struktur penawaran atau ketersediaan lahan; (c) Struktur penguasaan
8
teknologi yang berdampak pada produktifitas sumberdaya alam (Saefulhakim, 1999). Menurut Kaiser dan Weiss, dalam Pontoh dan Sudrajat (2005) secara konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi oleh : (1) Urban Interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga kawasan pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser; (2) Posisi strategis dan dinamika kota menjadi bahan pertimbangan bagi pengusaha untuk membeli dan mengembangkan lahan di perkotaan; (3) Mulai diprogram untuk pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk. 2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang Menurut UU No. 26 Tahun 2007, tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 3 dikemukakan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang
9
tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, atau pemberian penghargaan. Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, antara lain berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi atau penalti. Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang sudah sesuai dengan RTRW yang telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang. Bentuk realisasi dari RTRW adalah pemanfaatan ruang yang terjadi di suatu wilayah. Kompleksitas permasalahan dalam proses perkembangan wilayah dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari RTRW. Dirjen Penataan Ruang (2003) menyatakan, bahwa inkonsistensi tata ruang dapat disebabkan oleh permasalahan lain, yaitu : 1.
Adanya ketidakseragaman standar peta (skala, legenda, notasi, sumber) yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pemberian perizinan dan evaluasi pemanfaatan ruang.
10
2.
Lemahnya fungsi otoritas, perangkat yang kurang memadai, dan sistem kelembagaan
yang
memiliki
wewenang
dalam
pengawasan
dan
pengendalian pembangunan. 3.
Belum
efektifnya
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengawasan
pemanfaatan ruang. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya petunjuk teknis, operasional, dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagai penjabaran dari PP No. 69/1996. 2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu Anjani (2010) dalam penelitiannya mengenai dinamika penggunaan lahan dan penataan ruang di Kabupaten Bekasi mengemukakan bahwa pola konversi terbesar terjadi pada peningkatan lahan terbangun (8790,24 ha) dan penurunan TPLK (5457,9 ha). Dalam rencana tata ruang Kabupaten Bekasi banyak terjadi perubahan yang dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah. Penyimpangan penggunaan lahan Kabupaten Bekasi terhadap alokasi ruang pada kurun waktu 1995-2000 terjadi pada kawasan pemukiman sebesar 13056,97 ha dan umumnya terletak di bagian Utara Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan pada kurun waktu 2006-2009 bervariasi hampir di seluruh bagian Kabupaten Bekasi. Hasil penelitian dari Ruswandi et al. (2007) mendeskripsikan bahwa selama kurun waktu 10 tahun (1992-2002) telah terjadi konversi lahan pertanian di Kabupaten Bandung Utara yang memiliki pola konsentris. Dalam hal ini konversi terjadi mulai dari pusat kota kecamatan (sentral), kemudian bergerak ke arah luar menjauh dari pusat kota. Mulyani (2010) melakukan penelitian di lokasi yang sama mengenai penggunaan lahan dan pola perubahan penggunaan lahan pada tahun 1998-2008. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan jenis penggunaan lahan terbangun sebesar 264 ha per tahun. Hal ini mengindikasikan adanya penambahan pembangunan baik berupa fasilitas-fasilitas umum maupun pemukiman penduduk. Hasil penelitian dari Putri (2009) mengenai perubahan penggunaan lahan pada tahun 1997 dan tahun 2007 di Kabupaten Tangerang, menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi lahan pertanian (TPLB dan TPLK) menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten
11
Tangerang menunjukkan adanya pola konsentris yang dipengaruhi oleh jarak terhadap pusat kegiatan, yaitu DKI Jakarta dan Kota Tangerang. Selain jarak terhadap pusat kegiatan, jaringan jalan diduga juga mempengaruhi pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Tanggerang. Hal ini terlihat pada pola memanjang perubahan penggunaan lahan dari arah Timur ke Barat di bagian tengah Kabupaten Tangerang yang dilalui jalan Tol Nasional Jakarta-Merak.
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2011 sampai Desember 2011.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
13
3. 2 Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian dan sumbernya disajikan pada Tabel 1. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dari dua periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 2003 dan 2010. Data primer terdiri dari citra Quickbird tahun 2003 dan 2010 dan data survei lapang. Data sekunder terdiri dari data PDRB, data Potensi Desa tahun 2003 dan 2006 yang meliputi data jumlah fasilitas, aksesibilitas, dan data jumlah penduduk, peta batas administrasi Kota Bekasi, peta RTRW Kota Bekasi tahun 2000-2010, serta beberapa peta penunjang lainnya yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bekasi dan Dinas Tata Ruang Kota Bekasi. Tabel 1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya No Data 1. Peta RTRW 2000-2010
Sumber Data Dinas Tata Ruang Kota Bekasi
2. Peta Administrasi Kota Bekasi
BAPPEDA Kota Bekasi
3. Citra Quickbird Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010
Google Earth
4. Data jumlah dan jenis fasilitas (pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi), data jarak kelurahan ke pusat fasilitas, data jumlah penduduk
Data Potensi Desa BAPPEDA Kota Bekasi
Keterangan Untuk mengetahui alokasi ruang menurut Rencana Tata Ruang. Untuk mengetahui batas wilayah administrasi Kota Bekasi (kecamatan). Untuk membuat peta penggunaan lahan berdasarkan eksisting tahun 2003 dan 2010. Untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah di Kota Bekasi dan faktorfaktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
3. 3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap-tahapan penelitian secara umum terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data, (5) Tahap penyusunan skripsi. Tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data, teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 2. Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya pola perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003-2010, inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010, tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi, faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan di
14
Kota Bekasi. Program yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 3. Program yang digunakan untuk mengolah data spasial adalah Arcview GIS 3.3 dan ArcGIS 9.3, sedangkan untuk mengolah data atribut menggunakan Statistica 8.0 dan Ms. Office Excel 2007. Tabel 2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran No 1
2
3
4
Tujuan Penelitian Mengidentifikasi dan menganalisis pola perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003-2010 Mengidentifikasi dan menganalisis inkonsistensi pemanfaatan ruang di Kota Bekasi.
Jenis Data
Teknik Analisis
- Citra Quickbird 2003 - Digitasi Citra - Citra Quickbird 2010 - Tabulasi data luas perubahan penggunaan lahan
- Peta RTRW 20002010 - Peta Penggunaan Lahan 2003 - Peta Penggunaan Lahan 2010 Mengkaji - Data fasilitas perkembangan wilayah pendidikan di Kota Bekasi - Data fasilitas kesehatan - Data fasilitas ekonomi - Data fasilitas sosial Menganalisis faktor- Data atribut peta faktor yang perubahan mempengaruhi penggunaan lahan terjadinya perubahan - Laju pertumbuhan penggunaan lahan penduduk - Laju pertumbuhan fasilitas - Rata-rata jarak kelurahan ke pusat fasilitas dan ibu kota kecamatan
- Digitasi peta - Overlay Peta Land Use dengan peta RTRW - Deskripsi tabel dan grafik - Analisis Skalogram
- Analisis Multiple Regression ( Regresi Berganda ) dengan metode Forward Stepwise Regression
Keluaran Pola perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 20032010 Teridentifikasinya inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi
Teridentifikasinya tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi
Teridentifikasinya faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan
Tabel 3. Paket Program untuk Analisis Data No 1 2 3 4
3.3.1
Perangkat Lunak Arcview GIS 3.3 Arc GIS 9.3 Statistica 8.0 M. Office Excel 2007
Keterangan Mengolah data spasial (Peta dan Citra) Mengolah data spasial (Peta dan Citra) Mengolah data statistika Tabulasi data
Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi pustaka,
pembuatan proposal, serta pencarian data-data yang diperlukan dalam penelitian
15
serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Data yang dikumpulkan berupa data spasial dan data statistik. Unit terkecil wilayah yang digunakan dalam analisis adalah desa/kelurahan. Data dikumpulkan dari berbagai sumber terkait. 3.3.2
Tahap Analisis Data Peta dan Citra Analisis citra dilakukan melalui interpretasi visual. Identifikasi obyek
merupakan bagian pokok dalam interpretasi citra yang mendasarkan pada karakteristik citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra digunakan untuk mengenali obyek yang disebut interpretasi citra (Sutanto, 1994). Terdapat delapan unsur interpretasi, yaitu : 1. Rona. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Rona dapat pula diartikan sebagai tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya (Sutanto, 1994). 2. Bentuk. Bentuk adalah kofigurasi atau kerangka suatu obyek (Lillesand dan Kiefer, 1997). 3. Ukuran. Ukuran suatu obyek meliputi dimensi jarak, luas, tinggi, dan volume (Sutanto, 1994). 4. Tekstur. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi (Lillesand dan Kiefer, 1979). Tekstur merupakan gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan ronanya. 5. Pola. Pola adalah hubungan spasial obyek (Lillesand dan Kiefer, 1979). Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah dan akan memberikan suatu pola yang dapat membantu interpreter untuk mengenali obyek tertentu. 6. Bayangan. Obyek yang tidak tertembus cahaya terpresentasikan sebagai suatu daerah yang tidak terkena sinar secara langsung yang disebut dengan bayangan. Bayangan bersifat menyembunyikan obyek yang terdapat di daerah bayangan (Sutanto, 1994). 7. Situs. Situs adalah lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, yang dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek (Lillesand dan Kiefer, 1979).
16
8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek satu dengan obyek yang lain (Sutanto, 1994) Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan dengan digitasi on screen dan pengamatan lapang, didapatkan beberapa penggunaan lahan, yaitu perumahan teratur, pemukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU (Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan rumput,semak, ilalang. Uraian dari masing-masing ciri penggunaan lahan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra Penggunaan Lahan
Kenampakan Obyek Pada Citra
Perumahan Teratur
Rona cerah, pola teratur, bentuk dan ukuran seragam. Rumah-rumah menghadap jalan sehingga dapat dilihat jaringan jalan yang sejajar dan teratur.
Permukiman Tidak Teratur
Kenampakan yang bergerombol dengan vegetasi yang berada di sekitarnya, bentuk, ukuran, dan jarak antar rumah tidak seragam.
Rumput, Semak, dan Ilalang
Memiliki rona yang cerah dan berwarna hijau muda dengan tekstur agak kasar sampai kasar dan pola yang tidak teratur.
Kawasan industri
Berbentuk persegi memanjang dengan ukuran yang besar, serta memiliki rona cerah dan pola yang teratur.
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau jalan dan sempadan sungai. Memiliki tekstur yang agak kasar dengan pola yang teratur dan berasosiasi dengan jalan.
Tanaman Pertanian
Obyek ini memiliki bentuk petak-petak segi empat dan setiap petaknya dipisah oleh kenampakan garis pematang yang polanya teratur. Warna sawah terlihat hijau tua (untuk sawah yang berair atau baru tanam), hijau muda, hijau kebabu-abuan, serta coklat dengan tekstur halus hingga agak halus.
Lahan Basah (TPLB)
Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK) Kebun Campuran
Sumber : Sarbini (2008)
Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya terdiri dari ladang dan tegalan. Pada citra quickbird terlihat berwarna hijau dan coklat dengan tekstur agak halus sampai kasar. Kenampakannya dapat dilihat dari bentuknya yang bergerombol dengan pola yang tidak teratur dan memiliki warna hijau tua dengan tekstur yang agak kasar sampai kasar. Biasanya kebun berasosiasi dengan pemukiman tidak teratur.
17
Tabel 4. (Lanjutan) Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang dapat dikenali berdasarkan bentuk, ukuran, dan asosiasi. Sebagai contoh sekolah yang biasanya berbentuk memanjang, menyiku atau membentuk huruf U. Sekolah berasosiasi dengan adanya lapangan olahraga dan apabila berada di daerah pemukiman ukurannya lebih besar dibandingkan dengan ukuran bangunan yang ada sekitarnya.
Tempat Pembuangan
Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari pusat kota. Terlihat dari bentuk dan ukuran yang besar untuk menampung sampah-sampah dari perkotaan
Akhir (TPA) Badan Air
Badan air memiliki rona yang gelap, berwarna hitam, dan memiliki tekstur yang halus.
Tempat Pemakaman
Makam dikenali berdasarkan ukuran, tekstur dan situs. Ukuran kuburan pada citra quickbird terlihat kecil dengan jumlah yang banyak, serta papan nama berwarna putih. Obyek ini mempunyai tekstur kasar dan disekitarnya terlihat tumbuhan dengan pola tidak teratur.
Umum (TPU)
Lahan Kosong
Pada citra quickbird lahan kosong tampak dari pantulan tanahnya yang berwarna coklat. Lahan kosong ini biasanya adalah hasil dari konversi lahan non terbangun yang akan digunakan untuk perumahan, perdagangan dan jasa, serta industri.
Sumber : Sarbini (2008) Hasil yang diperoleh dari analisis citra adalah peta penggunaan lahan pada tahun 2003 dan 2010. Kedua peta penggunaan lahan tersebut dioverlay dengan peta RTRW periode 2000-2010 dan peta administrasi Kota Bekasi sehingga diperoleh peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi. 3.3.3
Tahap Pengecekan Lapang Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak 4 kali pada bulan Januari
dan Februari 2012. Pengecekan lapang dilakukan untuk memperkuat hasil analisis data dan interpretasi terutama dalam kaitannya dengan pengkoreksian peta penggunaan lahan sementara, sehingga hasil akhir data yang diperoleh memiliki tingkat akurasi dan ketelitian yang dibutuhkan pada proses analisis data penelitian. Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil data-data penggunaan lahan aktual serta mengetahui kesesuaian antara koordinat di peta dengan koordinat yang sebenarnya. Peta lokasi contoh pengamatan lapang disajikan pada Gambar 2.
18
Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan
19
3.3.4
Tahap Analisis Data Atribut Analisis data atribut yang dilakukan adalah analisis skalogram dan analisis
regresi berganda. Analisis skalogram dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Unit analisis terkecil untuk proses analisis ini adalah kelurahan. 3.3.4.1 Analisis Skalogram Metode ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat wilayah penopang yang mendukung wilayah sebagai pusat pelayanan aktivitas. Perkembangan suatu wilayah dapat dianalisis dengan mengidentifikasi jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Analisis skalogram digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah. Hirarki ditentukan berdasarkan jumlah unit dan jenis fasilitas. Unit wilayah yang memiliki fasilitas dengan kuantitas yang lebih banyak dan jenis yang lebih kompleks memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi. Hirarki tinggi adalah wilayah yang memiliki jumlah unit dan jenis fasilitas yang paling banyak dan beragam. Beberapa asumsi yang berlaku dalam analisis skalogram adalah bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol di suatu lokasi dengan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk komunitasnya. Pada Tabel 5 disajikan variabel data yang digunakan dalam analisis skalogram. Penentuan tingkat perkembangan wilayah di bagi menjadi tiga yaitu : Hirarki I
: Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar dari nilai Stdev dan Rata-rata ( IPD> ( Stdev+Average))
Hirarki II
: Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar sama dengan rata-rata ( IPD>=Average )
Hirarki III
: Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar kecil dengan rata-rata ( IPD
20
Tabel. 5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram Kelompok Indeks Fasilitas Ekonomi
Fasilitas Pendidikan
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Sosial
Variabel yang digunakan Jumlah Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel Jumlah Warung Internet Jumlah Toko/Warung/Kios Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan Minuman Jumlah Hotel/Penginapan Jumlah Industri Kerajinan Jumlah Bank Umum Jumlah Koperasi Jumlah TK Negeri dan Swasta Jumlah SD Negeri dan Swasta Jumlah SLTP Negeri dan Swasta Jumlah SMU dan SMK Negeri dan Swasta Jumlah Akademi/PT Negeri dan yang sederajat Jumlah Rumah Sakit Jumlah Rumah Sakit Bersalin Jumlah Poliklinik/Balai Pengobatan Jumlah Puskesmas Jumlah Puskesmas Pembantu Jumlah Apotik Jumlah Tempat Praktek Dokter Jumlah Tempat Praktek Bidan Jumlah Tempat Peribadatan Jumlah Variabel
Jumlah variabel 9
5
8
1 23
3.3.4.2 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang dilakukan melalui overlay peta penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010 dengan peta RTRW Kota Bekasi dan peta administrasi Kota Bekasi. Hasil overlay tersebut adalah peta inkonsistensi tata ruang Kota Bekasi. Kriteria inkonsistensi didasarkan pada matriks logik inkonsistensi yang tertera pada Lampiran 3 yang merupakan modifikasi dari matriks logik Listiawan (2010). Matriks logik ini terdiri dari tabulasi silang klasifikasi kelas peruntukan lahan pada RTRW Kota Bekasi dan klasifikasi penggunaan lahan pada hasil digitasi citra berdasarkan penyempurnaan dan penyesuaian dari matriks logik yang telah dikembangkan oleh penelitian sebelumnya. Indikasi konsistensi dan inkonsistensi matriks logik antara arahan pemanfaatan ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini dilakukan dengan melihat penyimpangan terhadap wilayah yang dialokasikan sebagai kawasan lindung, tetapi kondisi eksistingnya adalah lahan terbangun. Hal tersebut dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang. Jika suatu wilayah
21
dialokasikan sebagai lahan terbangun, tetapi kondisi eksistingnya masih merupakan kawasan lindung, maka masih dianggap konsisten. Hal ini dikarenakan program pemerintah setempat belum terlaksana untuk mendirikan lahan terbangun di wilayah tersebut. 3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) Analisis regresi digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter, dari parameter-parameter (peubah-penjelas) lain yang diamati. Proses analisis regresi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistica 8.0. Metode analisis yang digunakan adalah stepwise regression. Prinsip dasar
stepwise regression adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam
persamaan dengan cara menyusupkan peubah satu demi satu sampai diperoleh persamaan regresi yang paling baik. Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah : Y=A1X1+A2X2+…AnXn+ε dimana : Y= Dependent variable (peubah penjelas) Xi= Independent variable (peubah penduga) ke-i, dengan i=1,2,… Ai= Koefisien regresi peubah ke-i ε = Galat model Variabel-variabel respon yang digunakan dalam analisis regresi berganda adalah perubahan luas dari TPLB ke lahan terbangun, perubahan luas TPLK menjadi lahan terbangun, lahan kosong berubah ke lahan terbangun, kebun campuran menjadi lahan terbangun sebagai peubah tujuan (variabel dependent) dari tutupan lahan tahun 2003 dan 2010 dalam satuan hektar. Pemilihan peubah tujuan ini berdasarkan perubahan penggunaan lahan lain menjadi lahan terbangun dengan luasan terbesar. Peubah penduga (variabel independent) terdiri dari laju pertambahan jumlah penduduk, laju pertambahan jumlah fasilitas (pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan), rata-rata jarak aksesibilitas ke pusat fasilitas, luas penggunaan lahan tahun 2003. Variabel untuk analisis regresi disajikan pada Tabel 6.
22
Tabel 6. Variabel Untuk Analisis Regresi. Peubah Tujuan (Y) Perubahan luas TPLB-lahan terbangun (Y1) Perubahan luas TPLK-lahan terbangun (Y2) Perubahan luas kebun campuran-lahan terbangun (Y3) Perubahan luas lahan kosong-lahan terbangun (Y4)
Peubah Penduga (X) Pertambahan penduduk (X1) Pertambahan fasilitas ekonomi (X2) Pertambahan fasilitas kesehatan (X3) Pertambahan fasilitas pendidikan (X4) Pertambahan fasilitas sosial (X5) Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas pendidikan (X6) Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas kesehatan (X7) Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas ekonomi (X8) Rata-rata jarak askesibilitas ke fasilitas sosial (X9) Jarak desa ke ibu kota kecamatan (X10) Jarak desa ke ibu kota kabupaten/kota (X11) Jarak desa ke desa terdekat (X12) Alokasi RTRW untuk pertanian (X13) Alokasi RTRW untuk hutan kota (X14) Alokasi RTRW untuk lahan terbangun (X15) Luas lahan terbangun tahun 2003 (X16) Luas TPLB 2003 (X17) Luas TPLK 2003 (X18) Luas kebun campuran 2003 (X19) Luas lahan kosong 2003 (X20)
23
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Keadaan Geografi Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106o48’28”–107o27’29”
Bujur Timur dan 6o10’6”–6o30’6” Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang sangat strategis merupakan keuntungan bagi Kota Bekasi terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi di Kota Bekasi menjadikan Kota Bekasi salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta. Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2, dengan Kecamatan Mustika Jaya sebagai wilayah yang terluas (24,73 km2) sedangkan Kecamatan Bekasi Timur sebagai wilayah terkecil (13,49 km2). Batas batas wilayah administrasi yang mengelilingi wilayah Kota Bekasi adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok
Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Jakarta Timur
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi Wilayah Kota Bekasi dialiri 3 (tiga) sungai utama yaitu Sungai Cakung,
Sungai Bekasi dan Sungai Sunter, beserta anak-anak sungainya. Sungai Bekasi mempunyai hulu di Sungai Cikeas yang berasal dari gunung pada ketinggian kurang lebih 1.500 meter dari permukaan air. Secara umum Kota Bekasi mempunyai iklim yang tergolong pada iklim kering dengan tingkat kelembaban yang rendah. Kondisi lingkungan sehari-hari sangat panas. Hal ini terlebih dipengaruhi oleh tata guna lahan yang meningkat terutama industri/perdagangan dan permukiman. Temperatur harian berkisar antara 24 – 33° C. 4.2
Administrasi Pemerintahan Pada tahun 2001, wilayah administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10
kecamatan dengan 52 kelurahan. Sesuai dengan Perda Kota Bekasi No. 04 tahun 2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi, Kota Bekasi mengalami pemekaran menjadi 12 kecamatan terdiri dari 56 kelurahan. Gambar 4 menyajikan peta administrasi wilayah studi.
25
Gambar 4. Peta Administrasi Kota Bekasi Setiap kecamatan memiliki jumlah kelurahan yang berbeda-beda. Kecamatan Jati Asih dan Bekasi Utara masing-masing memiliki 6 kelurahan. Kecamatan Pondok Gede, Jati Sampurna, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat memiliki masing-masing 5 kelurahan. Kecamatan Pondok Melati, Bantar Gebang, Mustika Jaya, Bekasi Timur, Rawalumbu, dan Medan Satria masing-masing memiliki 4 kelurahan. Tabel 7 menunjukkan kecamatan dan kelurahan di Kota Bekasi. Tabel 7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi No 1
Kecamatan Pondok Gede
Kelurahan Jati Bening Baru
No
7
Kecamatan Bekasi Selatan
Jati Sampurna
Jaka Mulya
Jati Cempaka
Jaka Setia
Jati Waringin
Pekayon Jaya
Jati Makmur
Marga Jaya
Jati Bening 2
Kelurahan
Jati Karya
Kayuringin Jaya 8
Bekasi Barat
Bintara Jaya
Jati Sampurna
Jaka Sampurna
Jati Rangga
Kranji
Jati Ranggon
Bintara
Jati Raden
Kota Baru
26
Tabel 7. (Lanjutan) No 3
Kecamatan Jati Asih
Kelurahan Jati Sari
No 9
Kecamatan Bekasi Utara
5
Bantar Gebang
Bekasi Timur
Harapan Baru
Jati Rasa
Teluk Pucung
Jati Asih
Perwira
Jati Mekar
Harapan Jaya
Ciketing Udik
Kaliabang Tengah 10
Medan Satria
Mustika Jaya
Harapan Mulya
Sumur Batu
Kali Baru
Cikiwul Bantar Gebang
Medan Satria
Margahayu
Pejuang 11
Rawa Lumbu
Bojong Menteng
Bekasi Jaya
Bojong Rawalumbu
Duren Jaya
Pengasinan
Aren Jaya 6
Marga Mulya
Jati Luhur
Jati Kramat 4
Kelurahan
Padurenan
Sepanjang Jaya 12
Pondok Melati
Jati Murni
Cimuning
Jati Melati
Mustika Jaya
Jati Warna
Mustika Sari
Jati Rahayu
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2010) 4.3
Kependudukan Sejak awal tahun 2000-an pertumbuhan penduduk Kota Bekasi mengalami
sedikit penurunan dibandingkan periode tahun 1990-an. Pada awal tahun 1990-an laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sekitar 6,29% sedangkan pada awal tahun 2000 menjadi 5,19%. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1999 sampai 2009 adalah 4,08%. Penduduk Kota Bekasi Tahun 2009 sebanyak 2.319.518 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.157.418 jiwa dan perempuan 1.162.100 jiwa. Jumlah penduduk ini tersebar di 12 kecamatan. Penyebaran tertinggi di Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 14,67% (340.224 jiwa), Bekasi Barat 12,69% (294.342 jiwa), Bekasi Timur 11,48% (266.277 jiwa), dan penyebaran terendah pada kecamatan Jati Sampurna sebesar 3,75% (86.936 jiwa). Tabel 8 menunjukkan jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin. Dinamika pertumbuhan penduduk tiap kecamatan dari tahun 2005 sampai 2009 disajikan pada Gambar 5.
27
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Pondok Gede
115,013
116,376
231,389
Jati Sampurna
42,445
44,491
86,936
Pondok Melati
44,492
56,129
100,621
Jati Asih
98,573
84,888
183,461
Bantar Gebang
51,562
51,001
102,563
Mustika Jaya
68,771
71,280
140,051
Bekasi Timur
136,221
130,056
266,277
Rawa Lumbu
121,168
108,158
229,326
Bekasi Selatan
83,499
91,732
175,231
Bekasi Barat
143,061
151,281
294,342
Medan Satria
79,413
89,684
169,097
Bekasi Utara
173,200
167,024
340,224
Kota Bekasi
1,157,418
1,162,100
2,319,518
Sumber : BPS Kota Bekasi (2009)
Gambar 5. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi Pertumbuhan penduduk semua kecamatan di Kota Bekasi dari tahun 2005 sampai 2009 bersifat fluktuatif seperti terlihat pada Gambar 5. Kecamatan Pondok Gede, Jati Sampurna, Bantar Gebang, Bekasi Barat, dan Medan Satria mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2009. Kecamatan Pondok Melati, Bekasi Timur, dan Bekasi Selatan mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2005 ke 2007 dan penurunan jumlah penduduk pada tahun
28
2009. Kecamatan Jati Asih, Mustika Jaya, Rawa Lumbu, dan Bekasi Utara mengalami penurunan jumlah penduduk pada tahun 2007 dan meningkat kembali pada tahun 2009. 4.4
Perekonomian Kota Bekasi yang dibentuk tahun 1997 sebelumnya merupakan bagian dari
Kabupaten Bekasi, dimana masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi perekonomian yang berbeda. Awalnya, kedua daerah tersebut memiliki karakteristik perekonomian pada sektor industri. Namun dalam perkembangannya, Kota Bekasi mengalami perubahan potensi perekonomian menjadi sektor perdagangan dan jasa. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi di suatu daerah diperlukan suatu indikator ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2009 adalah 4.5%. Dari data PDRB 2009, dua sektor dominan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Bekasi yaitu sektor industri pengolahan sebesar 43.39% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 28.37%.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi dari berbagai sektor
pada periode 2003 hingga 2009 disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan
29
4.5
Penggunaan Lahan
4.5.1
Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota Kawasan atau ruang terbuka hijau adalah ruang dalam wilayah kota dalam
bentuk areas atau jalur dimana dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (taman kota, lapangan olahraga, jalur hijau, TPU, pertanian, situ). Pemanfaatan ruang kawasan tidak terbangun/ruang hijau di Kota Bekasi ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai fasilitas pengaman lingkungan perkotaaan; serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. 4.5.2
Pusat Pemerintahan Kota Bekasi dan Bangunan Umum Fungsi utama kawasan pemerintahan adalah sebagai pusat pelayanan
pemerintahan kota dengan skala pelayanan kota/regional. Pengembangan kawasan pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi sebaiknya dilakukan dalam satu lokasi yang saling berdekatan. Adapun lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi, adalah di Komplek Kantor Walikota yang ada saat ini di JL. Kartini – Jl. Juanda dan di Komplek Perkantoran lama di Jl. Ahmad Yani, serta dikawasan lain yang sudah ada kegiatan pelayanan pemerintahan kota. Keberadaan kompleks perkantoran lama di Jl. Ahmad Yani perlu dibenahi dan ditata kembali (revitalisasi) untuk mengoptimalkan ruang yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat perkantoran dinas-dinas pemerintahan Kota Bekasi. 4.5.3
Perdagangan dan Jasa Secara umum, kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di Kota
Bekasi menempati lokasi di sepanjang jalan utama, baik itu jalan arteri maupun jalan kolektor. Untuk kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di pusat kota, umumnya terpusat di sepanjang Jalan Juanda – Jalan Cut Mutia dan di koridor sepanjang Jalan A. Yani, serta di pusat perdagangan Pondok Gede dengan skala pelayanan kota/regional.
30
4.5.4 Industri Alokasi lahan yang diperuntukkan bagi zona industri adalah di sebelah Utara dan Selatan Kota Bekasi, yang sebagian besar berada di Kecamatan Medan Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Rawalumbu dan di Kecamatan Bantargebang. Lokasi industri yang berada di zona industri ini umumnya tersebar merata tidak terpusat di satu lokasi. Dengan demikian umumnya keberadaan kegiatan industri bercampur dengan kegiatan lainnya, seperti permukiman atau perdagangan dan jasa, sehingga apabila tidak ditangani dan dikontrol dengan benar dapat mencemari lingkungan sekitarnya, baik berupa pencemaran suara, udara (bau), ataupun limbah yang dihasilkan. 4.5.5 Permukiman Tingginya tingkat investasi untuk pengembangan kegiatan permukiman skala besar di wilayah Kota Bekasi, terutama di sebelah Utara dan Selatan, akan merubah fungsi peruntukan dari kegiatan non terbangun menjadi daerah terbangun. Selain itu, adanya kecenderungan perubahan fungsi kegiatan permukiman di sepanjang jalan utama menjadi kegiatan bisnis akibat perkembangan dan permintaan pasar menyebabkan pola pengembangan permukiman di Kota Bekasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang sesuai peruntukannya dan diminati oleh investor. Pola pengembangan kawasan permukiman skala besar di Kota Bekasi sesuai
RTRW Kota Bekasi 2000 – 2010 masih dilakukan dengan pola
lingkungan hunian berimbang (1:3:6). Pada kenyataannya pola ini seringkali tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena jenis/tipe permukiman yang dikembangkan sebagian besar tidak berada dalam satu lokasi kawasan yang sama, tetapi dilakukan berpencar di beberapa lokasi. Untuk itu di masa mendatang sebaiknya pola pengembangan permukiman lebih diarahkan pada pola neighborhood unit. Pengembangan permukiman dengan konsep neighborhood unit ini diintegrasikan oleh sistem jaringan transportasi yang memadai, sehingga membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi dan saling mendukung antar lingkungan permukiman, dan diharapkan para penghuninya dapat saling
31
bersosialisasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya (Bappeda Kota Bekasi, 2009). 4.5.6 Struktur Tata Ruang Rencana struktur ruang Kota Bekasi disusun untuk mewujudkan keserasian dan keseimbangan pusat-pusat pelayanan serta mengefektifkan kinerja sistem pusat-pusat tersebut agar dapat berkembang sesuai dengan peran dan fungsinya dalam mendukung perkembangan Kota Bekasi dalam konteks yang lebih luas. Rencana struktur ruang Kota Bekasi meliputi rencana pengembangan sistem pusat pelayanan dan rencana sistem jaringan prasarana kota. Sistem pusat pelayanan yang dikembangkan di Kota Bekasi merupakan sistem hirarki pusat dengan spesialisasi kegiatan tertentu. Konsep ini diterapkan dengan maksud untuk mempertegas fungsi dan peran masing-masing pusat kegiatan yang saat ini telah berkembang akibat tuntutan posisi Kota Bekasi dalam konteks regional. Dalam perkembangannya seperti halnya sistem perkotaan di Bodetabek, sistem perkotaan di Kota Bekasi tidak semuanya memiliki hirarki pelayanan yang sama, tetapi terdapat perbedaan skala pelayanan sehingga sistem pusat pelayanan Kota Bekasi direncanakan terdiri dari 1 (satu) Pusat Pelayanan Kota, 4 (empat) Sub Pusat Pelayanan Kota dan 7 (tujuh) Pusat Pelayanan Lingkungan. Penetapan Pusat Pelayanan Kota, yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Medan Satria, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, yang meliputi kawasan Jalan Sudirman – Juanda - Cut Meutia - Achmad Yani dengan fungsi pusat pelayanan pemerintahan, kesehatan, pendidikan tinggi, pusat perdagangan, pusat hiburan dan rekreasi. Penetapan sub pusat pelayanan kota, sebagai pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan administrasi yang melayani sub wilayah kota, terdiri atas: 1.
Sub-pusat pelayanan kota Pondokgede berada di sekitar Kelurahan Jatiwaringin mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Jati Cempaka, Jatibening Baru, Jatibening, Jatiwaringin, Jatimakmur dengan fungsi pusat pemerintahan, perdagangan skala grosir dan retail berkelompok, pusat jasa dan pusat pendidikan;
32
2.
Sub-pusat pelayanan kota Bekasi Utara berada di sekitar di Kelurahan Perwira mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Kaliabang Tengah, Harapan Jaya, Perwira, Teluk Pucung, Harapan Baru, Margamulya dengan
fungsi
pusat
pemerintahan,
pusat
permukiman,
pusat
perdagangan; 3.
Sub-pusat pelayanan kota Jatisampurna berada di sekitar Kelurahan Jatikarya
mencakup wilayah
pelayanan
Kelurahan
Jatisampurna,
Jatirangga, Jatiraden, Jatikarya, Jatiranggon, dengan fungsi pelayanan utama sebagai pusat permukiman skala besar, pusat perdagangan; 4.
Sub-pusat pelayanan kota Mustikajaya berada di sekitar Kelurahan Pedurenan mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Mustikajaya, Mustikasari, Pedurenan, Cimuning. dengan fungsi pusat pemerintahan, pusat industri dan jasa pergudangan, pusat permukiman skala besar, pusat prasarana persampahan (TPPAS Bantargebang), dengan penyediaan pembangunan “buffer zone” yang dapat berupa taman kota, tempat pemakaman umum, dan lain-lain.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Penggunaan Lahan di Kota Bekasi Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird adalah
permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU (Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan rumput,semak, ilalang. Pada uraian berikut akan dijabarkan berbagai jenis penggunaan lahan dan penyebarannya di Kota Bekasi. Permukiman Teratur. Permukiman Teratur adalah sekumpulan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal dengan bentuk, ukuran dan jarak rumah satu dengan yang lain seragam. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan perdagangan, jasa, dan perkantoran. Permukiman teratur tersebar di seluruh kecamatan. Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi Selatan, dan Rawalumbu memiliki luasan sebaran permukiman teratur terbesar.
Gambar 7. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Permukiman Teratur Permukiman Tidak Teratur. Permukiman tidak teratur adalah sekumpulan bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan bentuk, ukuran, dan jarak antar rumah yang tidak seragam, memiliki pola tidak teratur, dan berasosiasi dengan kebun campuran. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan perdagangan, jasa, dan perkantoran. Penyebaran permukiman tidak teratur dengan luasan terbesar terdapat pada Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat, dan Jati Asih.
34
Gambar 8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur Kawasan Industri. Kawasan industri umumnya memiliki luasan yang besar. Kawasan industri hanya terdapat di beberapa kecamatan, yaitu
Kecamatan
Bantar Gebang, Mustika Jaya, Bekasi Barat, Bekasi Utara, Medan Satria, dan Rawalumbu. Kota Bekasi bagian Utara dan Selatan memiliki luasan sebaran kawasan industri terbesar.
Gambar 9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Kawasan Industri Ruang Terbuka Hijau. Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau jalan, pulau jalan dan sempadan sungai. Seluruh Kecamatan di Kota Bekasi memiliki RTH. Kecamatan Rawalumbu dan Bekasi Selatan adalah kecamatan yang memiliki sebaran RTH terluas.
35
Gambar 10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Tanaman Pertanian Lahan Basah. TPLB adalah lahan pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utamanya. Penggunaan lahan TPLB merupakan gabungan dari berbagai fase berdasarkan faktor usia tanaman. Persebaran luas TPLB di Kota Bekasi terbesar terdapat pada bagian Selatan Kota Bekasi, yaitu Kecamatan Bantar Gebang dan Kecamatan Mustika Jaya.
Gambar 11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPLB. Tanaman Pertanian Lahan Kering. Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya terdiri dari ladang dan tegalan, yang ditanami dengan tanaman semusim. Persebaran TPLK merata hampir di seluruh kecamatan, kecuali pada Kecamatan Pondok Gede. Luasan TPLK terbesar yaitu pada Kecamatan Mustika Jaya.
36
Gambar 12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPLK. Kebun Campuran. Kebun campuran adalah tanah pertanian yang ditanami tanaman tahunan seperti melinjo, nangka, kelapa, pisang, dan lain-lain. Biasanya, kebun campuran berada di sekitar permukiman tidak teratur. Penggunaan lahan kebun campuran menyebar merata di seluruh kecamatan di Kota Bekasi. Kecamatan Mustika Jaya dan Kecamatan Jati Asih memiliki sebaran luas kebun campuran terbesar.
Gambar 13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Kebun Campuran Lahan Kosong. Lahan kosong adalah lahan terbuka yang diatasnya tidak terdapat bangunan. Biasanya lahan kosong dulunya adalah lahan sawah yang akan dijadikan perumahan teratur oleh pihak-pihak swasta. Kecamatan Mustika Jaya dan Bekasi Utara adalah kecamatan yang memiliki luasan lahan kosong terbesar.
37
Gambar 14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Kosong Fasilitas Pendidikan. Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang digunakan untuk sarana pendidikan. Setiap kecamatan memiliki fasilitas pendidikan. Kecamatan Bekasi Timur dan Rawalumbu memiliki luasan terbesar untuk fasilitas pendidikan.
Gambar 15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan Tempat Pembuangan Akhir. Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari pusat kota. TPA hanya terdapat pada Kecamatan Bantar Gebang. Hal ini terkait dengan alokasi untuk TPA yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Gambar 16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPA
38
Badan Air. Persebaran badan air tidak merata di seluruh kecamatan. Kecamatankecamatan yang tidak memiliki badan air yaitu Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat, Medan Satria, dan Kecamatan Pondok Melati.
Gambar 17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Badan Air Tempat Pemakaman Umum. TPU biasanya terletak jauh dan agak terpisah dari permukiman penduduk. Persebaran TPU hampir merata di seluruh kecamatan kecuali di Kecamatan Medan Satria.
Gambar 18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan TPU Rumput, Semak, Ilalang. Persebaran penggunaan lahan rumput/semak/ilalang terbesar yaitu terdapat pada Kecamatan Jati Sampurna.
Gambar 19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang
39
5.2
Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi
5.2.1
Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Penggunaan lahan di Kota Bekasi cenderung mengalami perubahan luas
setiap tahunnya. Luas tiap penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 dan tahun 2010 disajikan pada Tabel 9. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas terbesar adalah kelompok penggunaan lahan terbangun, seperti permukiman tidak teratur, permukiman teratur, fasilitas pendidikan, dan kawasan industri. Sementara itu penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas mengarah ke penggunaan lahan non terbangun, seperti badan air, kebun campuran, lahan kosong, TPLB (Tanaman Pertanian Lahan Basah), dan TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering). Selain itu terdapat juga penggunaan lahan yang tidak mengalami perubahan yaitu TPU (Tempat Pemakaman Umum). Peta perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010
40
Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya Jenis Penggunaan Lahan Badan Air Fasilitas Pendidikan Kawasan Industri Kebun Campuran Lahan Kosong Permukiman Tidak Teratur Permukiman Teratur Ruang Terbuka Hijau Rumput,semak,ilalang Tempat Pembuangan Akhir Tanaman Pertanian Lahan Basah Tanaman Pertanian Lahan Kering Tempat Pemakaman Umum
Tahun 2003 ( ha ) 21.23 79.88 602.74 3820.74 2255.58 5511.09 3994.00 725.47 1351.57 159.31 2413.36 360.56 62.84
Tahun 2010 ( ha ) 20.43 80.62 629.20 3071.84 1897.72 6585.28 4766.73 799.80 1124.31 160.76 1815.76 279.70 62.84
Perubahan ( ha ) -0.80 0.74 26.45 -748.90 -357.86 1074.19 772.73 74.33 -227.27 1.45 -597.60 -80.87 0.000
Perubahan (%) -4% 1% 4% -20% -16% 19% 19% 10% -17% 1% -25% -22% 0%
Penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 didominasi oleh permukiman baik permukiman teratur sebesar 18,5 % (3994,00 ha) maupun permukiman tidak teratur sebesar 25,51 % (5511,09 ha). Proporsi penggunaan lahan oleh permukiman yang paling besar terdapat di Kecamatan Pondok Gede untuk permukiman tidak teratur sebesar 715, 85 ha dan Kecamatan Bekasi Utara untuk permukiman teratur sebesar 551,28 ha. Hal ini dikarenakan kedua kecamatan tersebut memiliki jumlah penduduk tertinggi di Kota Bekasi pada tahun 2003, yaitu sebanyak 232.110 jiwa di Kecamatan Pondok Gede dan 236.303 jiwa di Kecamatan Bekasi Utara. Penggunaan lahan pada tahun 2010 yang mengalami penurunan luas terbesar adalah kebun campuran. Penggunaan lahan ini mengalami penurunan menjadi 14,22 % (3071,84 ha), diikuti dengan lahan kosong menjadi 8,78 % (1897,72 ha) dan TPLB mengalami penurunan menjadi 8,40 % (1815,76 ha). Penurunan luas kebun campuran terbesar terjadi di Kecamatan Pondok Gede, yang sejalan dengan peningkatan luas untuk penggunaan lahan pemukiman tidak teratur.
41
Gambar 21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010 Pada Gambar 21 dapat dilihat peningkatan permukiman tidak teratur sebesar 19% (1.074,19 ha), permukiman teratur sebesar 19% (727,73 ha), Kawasan Industri 4% (26.45 ha), fasilitas pendidikan dan TPA 1% (0,74 ha) dan (1,45 ha ), RTH sebesar 10% (74,33 ha). Hal ini diikuti dengan penurunan kebun campuran sebesar 20% (748,90 ha), lahan kosong 16% (357,86 ha), penggunaan lahan rumput, semak, ilalang sebesar 17% (227,27 ha), TPLB dan TPLK sebesar 25% dan 22% (597,60 ha dan 80,87 ha). Kecamatan Bekasi Utara adalah kecamatan yang memiliki proporsi ruang terbangun (permukiman tidak teratur, permukiman teratur, kawasan industri, fasilitas pendidikan) terbesar yaitu sebesar 1.138,93 ha dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 1.339 ha. Penggunaan lahan Kota Bekasi secara spasial disajikan pada Peta Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 (Gambar 22) dan Peta Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2010 (Gambar 23).
42
Gambar 22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003
Gambar 23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010
43
Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan penggunaan lahan Kota Bekasi bagian Barat yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta dan Kota Bekasi bagian Timur yang dekat dengan pusat Kota Bekasi
didominasi oleh ruang
terbangun. Pola ini terbentuk karena dipengaruhi oleh aksesibilitas, yaitu jarak terhadap pusat kegiatan dan jaringan jalan yang memadai. Sementara itu bagian Selatan Kota Bekasi yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan bagian Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi pada tahun 2003 masih didominasi oleh penggunaan lahan non terbangun. Pada tahun 2010 penurunan luas penggunaan lahan terbesar terjadi di bagian Selatan Kota Bekasi yaitu Kecamatan Jati Asih dan Kecamatan Mustika Jaya. Terbentuknya jalan tol baru di sepanjang Kecamatan Jati Asih menyebabkan banyak penggunaan lahan yang terkonversi, salah satu yang terbesar adalah kebun campuran. Pada Kecamatan Mustika Jaya, penurunan luas terbesar TPLB dikarenakan dikonversi menjadi perumahan teratur. Di
dalam konteks
pengembangan sumberdaya, konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah suatu proses yang bersifat irreversible atau tidak dapat balik. Hal ini berimplikasi bahwa konversi lahan pertanian akan dibarengi dengan perubahan-perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat yang juga umumnya bersifat irreversible (Winoto et al., 1996) 5.2.2 Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010 Dalam mengamati pola perubahan penggunaan lahan, hal yang perlu dicermati adalah arah perubahan menjadi penggunaan lahan apa dan penggunaan lahan sebelumnya. Perubahan penggunaan lahan pada Kota Bekasi tahun 20032010 disajikan pada Tabel 10. Perubahan penggunaan lahan terbesar yaitu terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur, lahan kosong menjadi permukiman teratur, dan TPLB menjadi lahan kosong dengan luas perubahan berturut-turut sebesar 649,88 ha, 493,09 ha, dan 365,09 ha. Berikut ini akan diuraikan jenis perubahan penggunaan lahan dari tahun 20032010 secara rinci per kecamatan di Kota Bekasi.
44
Tabel 10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010
493.09
81.11
0.58
5485.57
46.59 80.48
Kawasan Industri
598.10
Kebun Campuran 0.74
0.56
4.91
0.14
10.19
15.22
19.83
1.03
2.42
3059.40
Permukiman Teratur
1.29
12.66 0.69
13.10
4.86
715.12 156.02
65.06
1126.23
TPA
159.31
TPLB
1.78
0.24
TPLK
1.10
3.94
TPU
1.45
3994.00
RTH Rumput,semak,ilalang
TPU
195.47
TPLK
1427.27
TPLB
0.58
TPA
RTH
31.87
Rumput,Semak ,Ilalang
Permukiman Teratur
Kebun Campuran
Kawasan Industri
Jalan TOL
Jalan Arteri
677.97
79.88
Jalan TOL
Permukiman Tidak Teratur
61.05
0.80
Jalan Arteri
Lahan Kosong
Permukiman Tidak Teratur
Fasilitas Pendidikan
20.43
Lahan Kosong
Badan Air
Fasilitas Pendidikan
Penggunaan Lahan 2003
Badan Air
Penggunaan Lahan 2010 ( Ha )
1.76
357.68
67.32
158.37
1.16
24.48
24.14
24.34
2.86
1819.91 279.70 62.84
44
45
5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur Dalam selang waktu 7 tahun telah terjadi perubahan penggunaan lahan permukiman tidak teratur menjadi jalan arteri, jalan tol, dan RTH. Perubahan ini terjadi di sebagian kecamatan di Kota Bekasi, antara lain Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Jati Asih, dan Kecamatan Pondok Melati. Luas perubahan permukiman tidak teratur menjadi penggunaan lahan lain dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan
Luas (ha) Perubahan Permukiman Tidak Teratur Menjadi Jalan Arteri
Jalan tol
RTH
Bantar Gebang Bekasi Barat
Luas Perubahan Per Kecamatan 0.00
1.03
Bekasi Selatan
2.02
0.15
1.18
1.14
3.16
Bekasi Timur
0.00
Bekasi Utara
0.00
Jati Asih
0.36
0.36
Jati Sampurna
0.00
Medan Satria
0.00
Mustika Jaya
0.00
Pondok Gede
0.00
Pondok Melati
0.04
0.04
Rawalumbu Jumlah
0.00 1.02
2.42
1.29
4.74
Perubahan terbesar terjadi pada permukiman tidak teratur menjadi jalan tol sebesar 2,42 ha. Permukiman tidak teratur merupakan salah satu penggunaan lahan yang sulit untuk dirubah menjadi penggunaan lahan lain. Tetapi, perubahan ini dapat terjadi karena kebijakan dari pemerintah Kota Bekasi untuk meminimalisasi kemacetan di Kota Bekasi dengan membuat jalan tol baru yang mulai beroperasi pada tahun 2007. Kecamatan Bekasi Selatan mengalami perubahan permukiman tidak teratur sebesar 3,16 ha. Permukiman tidak teratur di wilayah tersebut mengalami penggusuran untuk pembuatan jalan tol dan RTH.
46
5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi penggunaan lahan lain per kecamatan disajikan pada Tabel 12. Pada tahun 2003-2010 penggunaan lahan kebun campuran telah banyak mengalami konversi lahan menjadi jalan arteri, jalan tol, lahan kosong, permukiman tidak teratur, permukiman teratur, RTH, dan TPA. Tabel 12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 Kecamatan
Bantar Gebang Bekasi Barat Bekasi Selatan Bekasi Timur Bekasi Utara Jati Asih Jati Sampurna Medan Satria Mustika Jaya Pondok Gede Pondok Melati Rawalumbu Jumlah
Jalan Arteri
Luas (ha) Perubahan Kebun Campuran Menjadi Permukiman Jalan Lahan Permukiman Tidak RTH TOL Kosong Teratur Teratur
0.56 2.80
2.07
0.03 0.56
4.91
5.86 2.10 6.23 2.35 1.55 14.30 12.39
1.35 0.18 0.16 0.65 0.06 10.69 4.73
5.04 2.70 1.67 5.47
35.79 80.41 36.57 13.18 12.28 131.66 67.76 9.17 47.85 103.66 75.48 36.06
59.66
649.88
31.87
4.91 6.34 0.25 2.55
TPA 1.45
44.46 83.30 46.25 16.18 13.89 158.72 84.88 9.17 57.79 112.71 77.48 44.08
1.45
748.90
0.05 0.48
0.05 0.58
Luas Perubahan Per Kecamatan
Tabel 12 menunjukkan perubahan terbesar terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur sebesar 649,88 ha. Sementara itu, perubahan terkecil yaitu menjadi jalan arteri terjadi di Kecamatan Bekasi Barat sebesar 0,56 ha. Kecamatan Jati Asih adalah kecamatan yang mengalami perubahan luas kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur terbesar yaitu 131,66 ha. Perubahan kebun campuran menjadi penggunaan lahan lainnya terjadi di seluruh kecamatan di Kota Bekasi. Luas kebun campuran terbesar yang mengalami konversi lahan terdapat pada Kecamatan Jati Asih sebesar 158,72 ha.
47
5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) adalah penggunaan lahan yang memiliki nilai land rent yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun. Hal ini yang memacu konversi lahan terbesar terjadi pada TPLB. Perubahan penggunaan TPLB menjadi penggunaan lain di setiap kecamatan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Bantar Gebang Bekasi Barat
9.91 0.37
3.03
1.84
RTH
Permukiman Teratur
Permukiman Tidak Teratur
Lahan Kosong
Kawasan Industri
Jalan TOL
Kecamatan
Jalan Arteri
Luas (ha) Perubahan Penggunaan Lahan TPLB Menjadi Luas Perubahan Per Kecamatan
3.17
16.11
9.37
11.58
Bekasi Selatan
17.85
5.43
1.57
24.86
Bekasi Timur
4.84
2.53
2.00
9.38
Bekasi Utara
52.92
30.70
20.45
6.74
0.63
2.64
10.01
24.14
1.16
26.95
52.25
112.35
10.63
10.29
108.90
4.16
65.99
179.05
1.22
3.14
4.36
13.54
1.71
10.34
25.82
12.06
6.11
2.47
20.63
365.09
67.32
158.37
Jati Asih Jati Sampurna Medan Satria
1.41
1.76
Mustika Jaya Pondok Gede Pondok Melati
0.24
Rawalumbu Jumlah
1.78
0.24
1.76
0.55
0.61
1.16
104.61
137.05
595.72
Tabel 13 menunjukkan konversi TPLB terbesar yaitu menjadi lahan kosong sebesar 365,09 ha. Lahan kosong ini nantinya akan dibangun menjadi permukiman teratur. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan sekitar yang sudah menjadi permukiman teratur. Perubahan TPLB menjadi penggunaan lahan lainnya terjadi di seluruh kecamatan dengan konversi TPLB terbesar terjadi pada Kecamatan Mustika Jaya sebesar 179,05 ha konversi TPLB terkecil terjadi di Kecamatan Pondok Gede yaitu seluas 4,36 ha. Kecamatan Mustika Jaya adalah kecamatan yang memiliki luas TPLB terbesar, sehingga berpeluang besar untuk mengalami konversi lahan. Sementara itu, untuk Kecamatan Pondok Gede
48
berbanding terbalik dengan Kecamatan Mustika Jaya. Kecamatan ini memiliki luas TPLB yang relatif kecil, sehingga konversi terhadap TPLB juga rendah. Konversi lahan pertanian merupakan salah satu konsekuensi dari perluasan kota yang membutuhkan lahan untuk pertumbuhan kota. Hal ini mengakibatkan terjadi peningkatan permintaan terhadap lahan untuk aktivitas ekonomi, permukiman dan infrastruktur yang menyebabkan terjadinya peningkatan konversi lahan pertanian. 5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK) Pada tahun 2003-2010 telah banyak terjadi perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi penggunaan lahan lain, yaitu jalan arteri, jalan tol, lahan kosong, permukiman tidak teratur, permukiman teratur, dan RTH. Luas perubahan yang terjadi selama 7 tahun disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
RTH
Permukiman Teratur
Permukiman Tidak Teratur
Lahan Kosong
Jalan tol
Kecamatan
Jalan Arteri
Luas (ha) Perubahan Penggunaan Lahan TPLK Menjadi Luas Perubahan Per Kecamatan
Bantar Gebang
0.00
Bekasi Barat
0.00
Bekasi Selatan
5.51
Bekasi Timur
5.51 2.45
2.49
4.93
10.08
8.38
23.00
4.28
0.01
1.77
0.67
12.84
0.42
3.10
Mustika Jaya
0.81
1.59
Pondok Gede
0.77
0.39
7.85
9.02
Pondok Melati
1.11
1.55
2.65
Rawalumbu
2.06
0.30
2.35
24.14
24.34
Bekasi Utara
4.55
Jati Asih
3.94
Jati Sampurna Medan Satria
Jumlah
1.10
1.10
3.94
24.48
1.94
10.18 2.44
0.92
18.38 2.39
2.86
80.87
Tabel 14 menunjukkan luas perubahan penggunaan lahan TPLK terbesar yaitu menjadi permukiman teratur sebesar 24,34 ha, yang diikuti dengan permukiman tidak teratur sebesar 24,14 ha. Perubahan penggunaan lahan TPLK
49
cenderung mengarah ke lahan terbangun yang umumnya digunakan sebagai tempat tinggal. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah penduduk, sehingga permintaan lahan untuk permukiman juga semakin meningkat. Perubahan TPLK menjadi penggunaan lahan lain terjadi hampir di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Bantar Gebang dan Bekasi Barat, dikarenakan kecamatan ini tidak memiliki TPLK. Konversi TPLK terbesar terdapat di Kecamatan Bekasi Utara yaitu dengan luas konversi terbesar menjadi permukiman tidak teratur sebesar 10,08 ha. 5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong Selama waktu 7 tahun, penggunaan lahan kosong mengalami perubahan menjadi penggunaan lahan lain, yaitu fasilitas pendidikan, jalan arteri, jalan tol, kawasan industri, permukiman tidak teratur, permukiman teratur, dan RTH. Luas perubahan lahan kosong menjadi penggunaan lahan lain disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
9.38
Bekasi Barat
2.63
2.58
15.56
22.27
8.82
51.86
Bekasi Selatan
7.07
16.47
31.89
8.10
63.53
8.05
12.68
1.15
21.88
15.85
64.54
17.20
38.43
21.07 14.50
Bekasi Timur Bekasi Utara
1.65
Jati Asih
2.20
Jati Sampurna Medan Satria Mustika Jaya
7.56
13.86
0.74
RTH
Permukiman Tidak Teratur 13.36
Bantar Gebang
Permukiman Teratur
Kawasan Industri 3.80
Jalan tol
Jalan Arteri
Kecamatan
Fasilitas Pendidikan
Luas (ha) Perubahan Lahan Kosong Menjadi Luas Perubahan Per Kecamatan 26.55
82.04 2.87
60.71
82.40
9.96
113.43
40.55
23.81
100.30
7.84
85.85
3.78
98.22
Pondok Gede
0.28
27.19
23.57
0.96
52.00
Pondok Melati
3.08
8.77
33.56
0.33
45.74
0.51
29.60
47.97
21.32
99.40
19.83
195.47
493.09
81.11
815.66
Rawalumbu Jumlah
0.74
10.19
15.22
Tabel 15 menunjukkan perubahan lahan kosong terbesar yaitu menjadi permukiman teratur seluas 493,09 ha dan diikuti dengan perubahan menjadi
50
permukiman tidak teratur seluas 195,47 ha. Perubahan lahan kosong menjadi penggunaan lahan lain terjadi di seluruh kecamatan. Kecamatan yang mengalami perubahan lahan kosong terbesar adalah Kecamatan Jati Sampurna sebesar 113,43 ha dengan perubahan yang mendominasi yaitu perubahan menjadi permukiman teratur sebesar 82,40 ha. Perubahan lahan kosong menjadi permukiman teratur terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk yang meningkatkan permintaan lahan untuk dijadikan sebagai tempat hunian. Kecamatan yang mengalami perubahan luas lahan kosong terkecil adalah Kecamatan Bekasi Timur sebesar 21,88 ha. Kecamatan Bekasi Timur memiliki luas lahan terbangun yang tinggi sehingga sangat jarang ditemui lahan kosong yang dapat dikonversi menjadi penggunaan lahan lain. 5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Selama selang waktu 7 tahun dari tahun 2003-2010, penggunaan lahan RTH mengalami perubahan menjadi lahan kosong. Luas perubahan penggunaan lahan RTH disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Tahun 20032010 Kecamatan
Luas (ha) Perubahan RTH menjadi Lahan Kosong
Bantar Gebang Bekasi Barat Bekasi Selatan Bekasi Timur Bekasi Utara Jati Asih Jati Sampurna Medan Satria Mustika Jaya Pondok Gede Pondok Melati Rawalumbu
0.70 0.86 2.20 4.55 0.19 0.41
Jumlah
12.66
0.14 0.63 0.03 2.96
Tabel 16 menunjukkan total luas perubahan RTH menjadi lahan kosong sebesar 12,66 ha. Perubahan ini terjadi hampir di semua kecamatan, kecuali kecamatan Jati Sampurna dan Mustika Jaya. Perubahan terbesar terjadi pada
51
Kecamatan Bekasi Timur sebesar 4,55 ha. Umumnya perubahan RTH menjadi lahan kosong terjadi pada jalur hijau. 5.3 Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sudah sesuai dengan RTRW yang telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang. Analisis inkonsistensi dilakukan dengan mengoverlaykan peta RTRW Kota Bekasi (Gambar 24) dengan peta penggunaan lahan tahun 2003 dan 2010. Hasil overlay tersebut menghasilkan peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi Tahun 2003 (Gambar 25) dan Tahun 2010 (Gambar 26). Bentuk realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah adalah pemanfaatan ruang yang terjadi di suatu wilayah.
Gambar 24 . Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010 Gambar 24 menunjukkan sebaran spasial alokasi RTRW 2000-2010 Kota Bekasi. Alokasi RTRW lebih mengarah pada penggunaan lahan terbangun, antara lain alokasi untuk pemerintahan dan bangunan umum, pendidikan, perdagangan dan jasa, perumahan kepadatan rendah, perumahan kepadatan sedang, perumahan
52
kepadatan rendah. Alokasi untuk lahan terbangun menyebar di seluruh kecamatan. Alokasi untuk industri terletak di bagian Utara yaitu di Kecamatan Medan Satria. Sementara itu alokasi untuk pertanian terletak di Kecamatan Bantar Gebang. Luas alokasi rencana tata ruang Kota Bekasi tahun 2000-2010 disajikan pada Tabel 17 dan proporsi total inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 disajikan pada Tabel 18. Alokasi RTRW Kota Bekasi terbesar adalah alokasi untuk kawasan permukiman, yaitu perumahan kepadatan rendah sebesar 710,24 ha, perumahan kepadatan sedang sebesar 9.195,72 ha, dan perumahan kepadatan tinggi sebesar 7.162,46 ha. Dampak dari proses suburbanisasi pada Kota Bekasi, mengharuskan pemerintah Kota Bekasi membuat alokasi khusus untuk kawasan permukiman. Tabel 17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010 Alokasi RTRW Industri
Luas (ha) 1.369,73
Pemerintahan dan Bangunan Umum
81,93
Pendidikan
18,47
Perdagangan dan Jasa
1.744,16
Pertanian
775,55
Perumahan Kepadatan Rendah
710,24
Perumahan Kepadatan Sedang
9.195,72
Perumahan Kepadatan Tinggi
7.162,46
Rekreasi / Olah Raga Sempadan Sungai
26,82 289,.32
Situ
5,39
Stasiun Kereta
3,97
T P A Sampah
13,38
TPU
13,80
Taman / Hutan Kota
193,97
Hasil analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang tahun 2003 terhadap RTRW periode 2000-2010, menunjukkan proporsi persentase jenis inkonsistensi terbesar terhadap luas peruntukan terjadi pada jenis peruntukan taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian, yaitu sebesar 40,88% (79,31 ha) dari luas peruntukan sebesar 193,97 ha. Kemudian diikuti dengan jenis peruntukan rekreasi/olahraga menjadi ruang terbangun sebesar
53
23,27% (6,24 ha) dari luas peruntukan sebesar 26,82 ha, jenis peruntukan pertanian menjadi ruang terbangun sebesar 22,29% (172,88 ha) dari luas peruntukan sebesar 775,55 ha. Luas inkonsistensi paling besar terdapat pada Kecamatan Bantar Gebang yaitu sebesar 197,29 ha atau 4,31% dari luas wilayah Kecamatan Bantar Gebang. Tabel 18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 Jenis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Peruntukan RTRW Kondisi Eksisting Pertanian Ruang Terbangun Sempadan Sungai Ruang Terbangun Taman/Hutan Kota Ruang Terbangun Taman / Hutan Kota Lahan Kosong Taman / Hutan Kota Pertanian Rekreasi/Olahraga Ruang Terbangun Jumlah
Tahun 2003 ha 172.28 43.53 53.11 17.73 8.46 6.24 301.35
% 0.797 0.200 0.246 0.082 0.039 0.029 1.393
Tahun 2010 ha 227.03 58.82 59.90 8.68 16.74 6.24 377,41
% 1.051 0.272 0.277 0.040 0.077 0.029 1.746
Pada tahun 2010, proporsi persentase jenis inkonsistensi terbesar terhadap luas peruntukkan terjadi pada jenis peruntukan taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian, yaitu meningkat menjadi 43,98% (85,32 ha) dari luas peruntukan sebesar 193,97 ha, diikuti dengan jenis peruntukan pertanian menjadi ruang terbangun meningkat menjadi 29,27% (227,03 ha) dari luas peruntukkan sebesar 775,55 ha. Jenis peruntukan rekreasi/olahraga menjadi ruang terbangun tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 23,27% (6,24 ha) dari luas peruntukan sebesar 26,82 ha. Total luas inkonsistensi paling besar terdapat pada Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Bantar Gebang yaitu sebesar 145, 92 ha atau 5,66% dari total luas wilayah Kecamatan Mustika Jaya 2577,12 ha. Besarnya inkonsistensi pemanfaatan ruang pada Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 2003 dan Kecamatan Mustika Jaya pada tahun 2010 yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Bantar Gebang, dikarenakan luas penggunaan lahan di Kecamatan ini masih didominasi oleh penggunaan lahan non terbangun atau penggunaan lahan yang memiliki nilai land rent yang rendah. Hal ini memacu masyarakat untuk melakukan konversi lahan menjadi penggunaan
54
lahan yang memiliki nilai land rent lebih tinggi. Jarak kecamatan yang jauh dari pusat kota juga menyebabkan rendahnya pengawasan aparat terhadap segala bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang ( Listiawan, 2010).
Gambar 25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003
55
Gambar 26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010
56
5.4 Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi Perkembangan suatu wilayah yang sejalan dengan meningkatnya jumlah perumbuhan penduduk menuntut adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dalam kebutuhan hidup diantaranya sarana dan prasarana. Tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi dapat dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram yang menggunakan jumlah fasilitas dan jumlah jenis fasilitas yang ada di 10 kecamatan dengan 52 desa pada tahun 2003 dan dimekarkan menjadi 12 kecamatan dengan 56 desa pada tahun 2006. Sarana prasarana yang digunakan sebagai variabel dalam analisis antara lain fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas sosial. Analisis skalogram mengelompokkan setiap desa ke dalam hirarki wilayah dengan kriteria tertentu. Hirarki wilayah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi, hirarki II wilayah dengan tingkat perkembangan sedang, hirarki III wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Pengelompokkan wilayah berdasarkan hirarki pada tahun 2003 dan 2006 disajikan pada Gambar 27 dan Gambar 28.
Gambar 27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003
57
Gambar 28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006 Secara spasial terlihat bahwa hirarki-hirarki tersebut tersebar tidak merata atau mengelompok di wilayah-wilayah tertentu. Kecamatan-kecamatan di bagian Utara, Barat, dan Timur Kota Bekasi cenderung memiliki hirarki lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan di bagian selatan. Hal ini karena wilayah-wilayah yang berhirarki lebih tinggi tersebut berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta sehingga perkembangannya lebih pesat dibandingkan dengan wilayah bagian selatan yang berbatasan dengan wilayah kabupaten. Menurut Rustiadi et al., (2009) aspek spasial merupakan fenomena alami, sehingga jika perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah sebelahnya atau lebih dekat adalah hal yang wajar. Hal ini dikarenakan telah terjadinya interaksi sosial ekonomi dari dua wilayah tersebut. Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2003, jumlah kelurahan yang berhirarki I adalah 7, kelurahan yang berhirarki II berjumlah 20, dan kelurahan yang berhirarki III berjumlah 25 kelurahan. Hasil analisis skalogram pada tahun 2006 menunjukkan jumlah kelurahan yang berhirarki I adalah 7, kelurahan yang berhirarki II berjumlah 26, dan kelurahan berhirarki III berjumlah 23 kelurahan. Penyebaran hirarki di Kota Bekasi tidak merata, seperti tidak semua kecamatan memiliki hirarki I, dimana tempat terjadinya pusat-pusat aktivitas.
58
Tabel 19 menyajikan persentase jumlah kelurahan berdasarkan hirarki di setiap kecamatan pada Kota Bekasi. Dari Tabel 19 tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan dan penambahan tingkatan hirarki. Pada tahun 2003 jumlah kelurahan yang paling banyak adalah kelurahan yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48%, sedangkan pada tahun 2006 jumlah kelurahan yang paling banyak adalah kelurahan yang berhirarki II sebesar 46 %. Tabel 19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap Kecamatan. Nama Kecamatan Pondok Gede Bekasi Timur Bekasi selatan Bantargebang Medan Satria Bekasi Barat Rawalumbu Jatiasih Jatisampurna Bekasi Utara Kota Bekasi
I 20% 75% 20% 0% 25% 20% 0% 0% 0% 0% 13%
Hirarki 2003 II III 80% 0% 25% 0% 40% 40% 25% 75% 75% 0% 20% 60% 25% 75% 33% 67% 0% 100% 67% 33% 38% 48%
I 20% 75% 40% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 13%
Hirarki 2006 II 60% 25% 60% 25% 100% 100% 75% 33% 20% 50% 46%
III 20% 0% 0% 75% 0% 0% 25% 67% 80% 50% 41%
Hirarki I adalah wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi yang berfungsi sebagai pusat aktivitas, seperti pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar yang potensial, serta memiliki fasilitas yang beragam dan lengkap. Dari hasil analisis tahun 2003 terdapat 5 kecamatan dari 10 kecamatan di Kota Bekasi yang memiliki hirarki I, diantaranya Kecamatan Bekasi Timur, Pondok Gede, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Medan Satria. Pada tahun 2006 terjadi penurunan kecamatan yang memiliki kelurahan berhirarki I yaitu 4 kecamatan dari 12 kecamatan setelah pemekaran pada tahun 2004, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, Pondok Gede, Bekasi Selatan, dan Pondok Melati. Pada tahun 2003, Kecamatan Bekasi Timur merupakan kecamatan yang memiliki kelurahan berhirarki I paling banyak sebesar 43%, yaitu Kelurahan Margahayu, Bekasi Jaya, dan Duren Jaya, sedangkan pada tahun 2006, Kecamatan Bekasi Timur tidak mengalami perubahan hirarki pada kelurahannya, meskipun terjadi penambahan jumlah dan jenis fasilitas. Kecamatan Bekasi Timur
59
memiliki letak yang strategis, aksesibilitas yang baik, dan penduduk yang padat sehingga diperlukan peningkatan terhadap fasilitas yang lengkap dan beragam. Kecamatan Pondok Gede tidak mengalami penambahan kelurahan yang berhirarki I, tetapi terjadi perubahan kelurahan yang berhiraki I setelah pemekaran. Kelurahan yang berhirarki I di Kecamatan Pondok Gede pada tahun 2003 adalah Kelurahan Jatirahayu. Setelah pemekaran, Kelurahan Jatirahayu masuk ke dalam kecamatan baru yaitu Kecamatan Pondok Melati. Hal ini memacu kelurahankelurahan lain di Kecamatan Pondok Gede untuk meningkatkan tingkatan hirarki, sehingga pada tahun 2006 Kelurahan Jatiwaringin yang sebelumnya berhirarki II mengalami peningkatan hirarki menjadi Hirarki I. Kecamatan Medan Satria dan Bekasi Barat pada tahun 2006 mengalami penurunan dari tahun 2003 karena terdapat kelurahan yang berhirarki I berubah menjadi hirarki II, yaitu Kelurahan Kranji dan Kelurahan Medan Satria. Pada Kecamatan Bekasi Selatan terjadi penambahan jumlah dan jenis fasilitas sehingga kelurahan yang berhirarki I bertambah, yaitu Kelurahan Kayuringin Jaya dan Jaka Setia Hirarki II merupakan wilayah yang sedang berkembang, biasanya dicirikan dengan pertumbuhan yang cepat dan merupakan wilayah penyangga dari wilayah yang berhirarki I. Jumlah kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2006 mengalami peningkatan dari tahun 2003, yaitu 38% menjadi 46 %. Wilayah yang berhirarki II tersebar merata hampir di seluruh kecamatan. Kecamatan Jatisampurna tidak memiliki kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2003, sedangkan Kecamatan Pondok Melati dan Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan kecamatan hasil pemekaran juga tidak memiliki kelurahan yang berhirarki II di tahun 2006. Hirarki III adalah wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Di Kota Bekasi, wilayah yang berhirarki III mengalami penurunan dari 48% menjadi 41% di tahun 2003 dan 2006. Pada tahun 2003, semua kelurahan di Kecamatan Jatisampurna masuk ke dalam tingkatan hirarki III, sedangkan pada tahun 2006 Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan kecamatan baru, seluruh kelurahannya masuk ke dalam tingkatan hirarki III. Kecamatan Pondok Gede, Medan Satria, dan Bekasi Timur merupakan kecamatan yang tidak memiliki hirarki III di tahun 2003 dan pada tahun 2006, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Medan
60
Satria, dan Bekasi Barat tidak memiliki kelurahan berhirarki III. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran fasilitas-fasilitas cenderung memusat dan tidak merata. Wilayah yang berkembang ditandai dengan adanya penambahan fasilitas atau perkembangan sarana prasarana di wilayah tersebut. Pada Gambar 29 akan disajikan laju pertumbuhan setiap fasilitas di Kota Bekasi.
Gambar 29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2006 Gambar 29 menunjukkan perkembangan fasilitas di Kota Bekasi. Dari Gambar 29 tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan pada fasilitas sosial, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan. Sedangkan fasilitas ekonomi mengalami penurunan. Laju pertumbuhan fasilitas sosial, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan berturut-turut sebesar 13,2%, 24,4%, dan 12,8%. Fasilitas ekonomi mengalami penurunan sebesar 37,4%. Penurunan ini dikarenakan oleh berkurangnya toko atau warung kelontong akibat dari menurunnya intensitas masyarakat untuk berbelanja di warung-warung kecil. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh banyaknya supermarket,minimarket, ataupun pasar swalayan yang memiliki daya saing tinggi berdiri di sekitar lingkungan masyarakat yang menyebabkan warung-warung kecil gulung tikar. Kecamatan Bekasi Utara merupakan kecamatan yang mengalami peningkatan paling tinggi pada fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan
61
fasilitas sosial. Sementara itu peningkatan fasilitas ekonomi tertinggi dijumpai di Kecamatan Pondok Gede.
Kecamatan Bekasi Utara adalah kecamatan yang
memiliki jumlah penduduk tertinggi kedua setelah Kecamatan Bekasi Timur pada Tahun 2006. Jumlah penduduk di Kecamatan Bekasi Utara meningkat tinggi dari tahun 2003 sampai 2006, dari sebanyak 194.950 menjadi 228.327 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang bertambah diperlukan penambahan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk tersebut di suatu wilayah. 5.5 Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan Perkembangan Wilayah Keterkaitan perubahan luas penggunaan lahan terhadap perkembangan wilayah dapat dilihat pada Gambar 30. Pada Gambar 30 menunjukkan wilayahwilayah yang memiliki hirarki tinggi tidak terlalu banyak mengalami perubahan penggunaan lahan ruang terbangun. Hal ini diduga karena lahan di wilayah tersebut terbatas dan penggunaan lahannya didominasi oleh ruang terbangun yang digunakan untuk aktivitas ekonomi, sehingga peluang untuk mengalami konversi lahan lebih kecil. Sebaliknya, untuk wilayah-wilayah yang memiliki hirarki rendah banyak mengalami peningkatan penggunaan lahan terbangun. Hal ini diduga karena di wilayah tersebut penggunaan lahan non ruang terbangunnya masih sangat luas sehingga berpotensi untuk mengalami konversi lahan dari penggunaan lahan non terbangun menjadi penggunaan lahan ruang terbangun. Semakin tinggi hirarki (hirarki 1) suatu wilayah maka perubahan luas penggunaan lahan akan semakin kecil dibandingkan dengan wilayah yang memiliki hirarki rendah bahkan suatu saat akan mengalami kondisi jenuh atau tidak mengalami perubahan sama sekali karena tidak ada lagi lahan yang bisa dikonversi. Wilayah-wilayah yang berhirarki 3 mengalami perubahan luas penggunaan lahan terbesar. Beberapa jenis penggunaan meningkat luasannya dan beberapa jenis penggunaan cenderung terkonversi. Peningkatan luas penggunaan lahan terbesar pada hirarki 3 terjadi pada permukiman tidak teratur sebesar 489,11 ha, diikuti dengan permukiman teratur sebesar 458,82 ha. Sementara itu, penurunan luas penggunaan lahan terbesar terjadi pada kebun campuran 392,84 ha, diikuti dengan Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) sebesar 317,94 ha.
62
Gambar 30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah 5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan terjadi dikarenakan peningkatan kebutuhan akan ruang meningkat, tetapi ketersediaan lahan terbatas. Penggunaan lahan non terbangun seperti Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB), Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK), kebun campuran, lahan kosong sering kali menjadi sasaran untuk dikonversi menjadi penggunaan lahan terbangun seperti permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kawasan industri, dan fasilitas pendidikan. Faktorfaktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise. Peubah tujuan dalam analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun (disimbolkan dengan Y1), perubahan penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun (Y2), perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun
63
(Y3), dan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun (Y4). Hasil dari analisis disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. Peubah Yang Berpengaruh Nyata
Y1
Alokasi Pertanian (X1)
-0.29
Alokasi Lahan Terbangun (X2) Alokasi Hutan Kota (X3)
0.20 -0,14
Aksesibilitas Ke Kota Lain Terdekat (X4)
-0.13
Y2 0.79
0.21 0.07
Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas ekonomi (X7)
0.27
Luas TPLB 2003 (X10)
0.37 0.28
Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas Sosial (X6)
-0.07 0.11
-0.60
Luas TPLK 2003 (X9)
0.66 0.90
Luas Kebun Campuran 2003(X11)
-0.43 -0.87
0.85
Fasilitas Sosial (X13)
-0.17
Fasilitas Kesehatan (X14)
0.17 0.16
Jumlah Penduduk (X17)
Keterangan :
0.20
-0.36 -0.19
Fasilitas Ekonomi (X16) R-square
0.01
0.39
Luas Lahan Kosong 2003 (X12)
Fasilitas Pendidikan (X15)
Y4 0.09
Aksesibilitas Ke Kecamatan (X5)
Luas Lahan Terbangun 2003 (X8)
Y3
-0.16 0.65
0.43
0.10 0.57
0.84
Y1 : Perubahan TPLB-Lahan Terbangun Y2 : Perubahan TPLK-Lahan Terbangun Y3 : Perubahan Kebun Campuran-Lahan Terbangun Y4 : Perubahan Lahan Kosong-Lahan Terbangun
Persamaan yang dihasilkan dari hasil analisis regresi berganda untuk setiap perubahan adalah Y1= -0,29X1+0,20X2-0,14X3-0,13X4+0,90X10-0,19X15 Y2= 0,79X2+0,21X5+0,07X6+0,27X7-0,60X8+0,66X9-0,87X11-0,17X13-0,36X14-0,16X17 Y3= 0,37X2+0,28X4-0,43X10+0,39X11+0,17X15+0,16X16 Y4= 0,09X1-0,07X6+0,11X8+0,01X10+0,85X12+0,20X12+0,10X17
Dari hasil persamaan analisis untuk Y1 dapat dilihat bahwa kenaikan variabel Y1 sebanyak satu satuan diikuti dengan kenaikan variabel X2, dan X10 sebesar 0,20 satuan dan 0,90 satuan, kemudian diikuti dengan penurunan variabel X1, X3, X4, dan X5 dengan koefisien berturut-turut 0,29, 0,14, 0,13, dan 0,19 satuan. Pembacaan hasil analisis regresi untuk Y2, Y3, dan Y4 sama halnya dengan Y1.
64
Persamaan regresi yang terdapat pada Tabel 20 untuk Y1, Y2, Y3, dan Y4 berturut-turut adalah 0,65; 0,43; 0,57; 0,84. Nilai R-square yang mendekati 1 menunjukkan bahwa pemilihan variabel penduga yang mempengaruhi variabel tujuan sudah relatif tepat. Dari hasil analisis regresi yang dilakukan tidak semua mendekati 1. Berdasarkan Tabel 19, nilai parameter hasil analisis regresi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu variabel yang berpengaruh sangat nyata (plevel < 0.05) dan variabel yang berpengaruh nyata (p-level > 0.05). Dari hasil persamaan analisis regresi untuk Y1 variabel yang berpengaruh sangat nyata adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, dan luas TPLB tahun 2003. Faktor yang berperan positif adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun dan luas TPLB pada tahun 2003, sedangkan yang berperan negatif adalah alokasi RTRW untuk pertanian. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi luas alokasi untuk lahan terbangun dan luas TPLB menyebabkan perubahan penggunaan lahan terbangun akan semakin meningkat. Luas
TPLB
yang
tinggi
diiringi
dengan
kebijakan
pemerintah
yang
mengalokasikan untuk lahan terbangun memberikan peluang untuk terjadinya konversi lahan yang tinggi. Rendahnya luasan alokasi RTRW untuk pertanian menyebabkan tingginya perubahan TPLB menjadi lahan terbangun. Hal ini terkait dengan visi dan misi Kota Bekasi sebagai pusat permukiman, jasa, perdagangan, dan industri dengan tetap mempertimbangkan aspek hijau kota. Oleh karena itu, perlu pengawasan dan pengendalian agar tidak ada lagi bangunan-bangunan pada alokasi yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian. Variabel yang berpengaruh nyata pada Y1 memiliki koefisien negatif, yaitu alokasi untuk hutan kota, aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain, dan pertambahan fasilitas pendidikan. Pertambahan fasilitas pendidikan yang tinggi menurunkan peluang terjadinya konversi lahan pertanian. Hal ini diduga karena fasilitas-fasilitas pendidikan didirikan pada lahan-lahan yang sudah terbangun sehingga tidak mengkonversi lahan pertanian. Aksesibilitas menuju kota atau kabupaten lain yang semakin jauh menurunkan peluang untuk terjadinya konversi lahan. Semakin dekat jarak dengan pusat kota maka kemungkinan konversi lahan menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Hal ini terkait dengan tingginya aktivitas ekonomi yang terjadi pada pusat kota.
65
Pada hasil analisis regresi Y2, variabel yang berpengaruh sangat nyata adalah luas penggunaan lahan (TPLK, kebun campuran, lahan terbangun) tahun 2003, alokasi lahan terbangun, dan pertambahan fasilitas kesehatan. Variabel yang berperan positif adalah luas TPLK tahun 2003 dan alokasi lahan terbangun, sedangkan untuk variabel yang berperan negatif adalah luas lahan terbangun tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003, dan fasilitas kesehatan. Luas TPLK dan alokasi RTRW lahan terbangun yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan perubahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sementara itu, tingginya luas lahan terbangun dan kebun campuran pada tahun 2003, serta pertambahan fasilitas pendidikan
menyebabkan
kecilnya
perubahan
tersebut.
Variabel
yang
berpengaruh nyata pada hasil analisis Y2 yang memiliki koefisien positif adalah aksesibilitas menuju kecamatan, pusat fasilitas sosial, dan pusat fasilitas ekonomi, sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah pertambahan fasilitas sosial dan jumlah penduduk. Semakin jauh jarak dari kecamatan dan pusat-pusat aktivitas menyebabkan peluang konversi lahan semakin tinggi. Hal ini diduga karena perubahan yang terjadi terkait dengan pengembangan lokasi aktifitas seperti perubahan menjadi kawasan industri yang memerlukan lahan luas dan harus jauh dari lokasi permukiman terkait dengan pembuangan limbah industri tersebut. Hasil analisis regresi Y3 untuk variabel sangat nyata menunjukkan terdapat 3 variabel yang berperan positif yaitu alokasi lahan terbangun, aksesibilitas ke kota lain, dan luas kebun campuran pada tahun 2003. Untuk variabel yang berperan negatif adalah luas TPLB tahun 2003. Tingginya luas alokasi lahan terbangun dan luas kebun campuran serta semakin dekat jarak menuju kota menyebabkan perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam RTRW terkait dengan alokasi untuk lahan terbangun. Hal ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mendirikan lahan-lahan terbangun untuk dijadikan sebagai tempat aktivitas ekonomi. Variabel-variabel yang pengaruh nyata dalam Y3 memiliki koefisien positif yaitu pertambahan fasilitas pendidikan dan ekonomi. Pembangunan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut mengurangi luas kebun campuran yang ada. Hal ini diduga karena fasilitas tersebut dibangun oleh warga-
66
warga sekitar, seperti pembangunan toko-toko atau warung milik warga dan sekolah-sekolah di sekitar permukiman. Hasil analisis regresi Y4 untuk variabel yang berpengaruh sangat nyata menunjukkan terdapat 2 variabel positif yaitu luas lahan kosong pada tahun 2003 dan laju pertambahan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya peningkatan laju pertambahan fasilitas sosial dan
luasan lahan kosong
menyebabkan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Variabel berpengaruh nyata pada Y4 yang memiliki koefisien positif adalah alokasi untuk pertanian, luas TPLB dan luas lahan terbangun 2003, jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah aksesibilitas ke pusat fasilitas sosial. Semakin tinggi luas TPLB pada tahun 2003 menyebabkan peluang untuk terjadinya perubahan menjadi lahan terbangun juga semakin tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan lahan TPLB sebelum menjadi lahan terbangun diusahakan untuk tidak digunakan untuk aktifitas pertanian, sehingga dibiarkan menjadi lahan kosong untuk waktu yang tidak lama, setelah itu baru didirikan bangunan-bangunan.
Kemudahan
aksesibilitas
ke
pusat
fasilitas
sosial
menimbulkan peluang yang kecil untuk terjadinya konversi lahan kosong menjadi lahan terbangun. Hal ini mungkin disebabkan karena pembangunan aksesibilitas menuju pusat fasilitas sosial sudah berada pada area lahan terbangun.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010 mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan permukiman teratur dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15 %) menjadi 12.061 ha (55,83 %). 2. Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35 ha dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari luas pada RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang dialokasikan sebagai taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian. 3. Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006 meningkat dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%. 4. Semakin tinggi hirarki suatu wilayah, perubahan penggunaan lahan semakin kecil, kecuali perubahan RTH semakin meningkat. Hal ini dikarenakan lahan di wilayah tersebut sudah terbatas, dan penggunaan lahan yang mendominasi sudah penggunaan lahan ruang terbangun yang menjadi aktivitas ekonomi, sehingga berpeluang kecil untuk mengalami konversi lahan. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun di Kota Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003, luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, dan aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain.
68
6.2 Saran 1. Penelitian ini menghasilkan data luas penggunaan lahan, dan pola perubahan penggunaan lahan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuat prediksi penggunaan lahan pada beberapa tahun yang akan datang dengan menggunakan data series pada tahun sebelumnya. 2. Agar penyimpangan penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang dapat dikendalikan dan diperkecil, disarankan agar pemerintah Kota Bekasi meningkatkan pengawasan dan pemeliharaan, khususnya pada lokasi-lokasi yang mengalami penyimpangan dari alokasi RTRW yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Y.A. 2004. Hubungan Suburbanisasi Dengan Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bekasi). [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Anjani, V. 2010. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Anonim. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Anonim. 2008. Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Negara. Jakarta Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Barlowe, R. 1978. Land Resources Economics. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Hartini, S. dan Harintaka, I. 2008. Analisis Konversi Ruang Terbuka Hijau Menjadi Penggunaan Perumahan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Media Teknik No.4 Tahun XXX Edisi November : 470-478 Lillesand, T.M dan Kiefer R.W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Listiawan, T. 2010. Hubungan Antara Kelas Jalan dengan Kecenderungan Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kota Bogor Tahun 2003 dan Tahun 2007. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Maulida, R. 2002. Kajian Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Jabotabek Tahun 1990-2000. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
70
Mulyani, M. 2010. Konversi Lahan Pertanian dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor Munibah, K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Pendekatan Celluler Automata: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten. Majalah Ilmiah Globe. 10 (2) : 108-121 Munibah, K., Sitorus, S.R.P., Rustiadi, E,. Gandasasmita, K., Hartrisari. 2009. Model Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Luas Lahan Pertanian dan Pemukiman: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 11(1): 31-39 Pontoh, N.K dan Sudrajat, D. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan : Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. 16(3): 44-56 Pontoh, N. K dan Kustiwan, A. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB. Bandung Rustiadi, E dan Panuju, D.R. 1999. Suburbanisasi Kota Jakarta. Prosiding Seminar Tahunan VII Persada. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Cresspent Press. Jakarta Ruswandi, A., Rustiadi, E., Mudikjo, K. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2): 63-70 Saefulhakim, R.S. 1999. Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktivitas Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Lokakarya HDPLUCC. Jakarta Sarbini. 2008. Pemanfaatan Foto Udara dan Citra Quickbird Untuk Evaluasi Perubahan Penggunaan Tanah di Desa Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. [Skripsi]. Jurusan Perpetaan. STPN Yogyakarta Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University. Yogyakarta Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta Winoto, J., Achsani N. A., Barus B., Panuju D. R., Tonny F. dan Aidi M. N. 1996. Konversi Lahan dan Dampaknya Terhadap Keberlansungan Sistem Pertanian di Pantai Utara Jawa Barat. Laporan Penelitian Kerjasama LP-IPB dan ARMP, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
LAMPIRAN
72
Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 Jumlah Penduduk
Jumlah fasilitas Pendidikan
JATIRAHAYU
45675
40
398
61
58
1056
23
Hirarki 1
PONDOKGEDE
JATIWARINGIN
69768
59
973
53
91
2261
20
Hirarki 2
PONDOKGEDE
JATIBENING
47958
35
250
56
61
743
20
Hirarki 2
PONDOKGEDE
JATIMAKMUR
38641
36
796
45
58
1812
19
Hirarki 2
PONDOKGEDE
JATIWARNA
24842
12
353
45
40
860
19
Hirarki 2
JATISAMPURNA
JATIKARYA
6740
5
729
19
21
1527
16
Hirarki 3
JATISAMPURNA
JATISAMPURNA
17905
25
321
34
32
792
16
Hirarki 3
JATISAMPURNA
JATIMURNI
15782
14
274
12
35
635
15
Hirarki 3
JATISAMPURNA
JATIRANGGON
12938
18
146
5
26
364
14
Hirarki 3
JATISAMPURNA
JATIRANGGA
9339
5
25
22
19
123
14
Hirarki 3
JATIASIH
JATIRASA
24173
24
467
46
28
1102
19
Hirarki 2
JATIASIH
JATIKRAMAT
26983
46
270
48
24
752
19
Hirarki 2
JATIASIH
JATIMEKAR
25347
27
619
34
40
1400
17
Hirarki 3
JATIASIH
JATIASIH
17835
27
349
37
34
860
17
Hirarki 3
JATIASIH
JATISARI
14826
17
139
42
33
429
17
Hirarki 3
JATIASIH
JATILUHUR
11089
19
150
20
43
421
13
Hirarki 3
BANTARGEBANG
BANTARGEBANG
13316
23
1015
28
35
2167
19
Hirarki 2
Kecamatan
Kelurahan/Desa
PONDOKGEDE
Jumlah Fasilitas Ekonomi
Jumlah Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Sosial
Jumlah Fasilitas
Jumlah Jenis Fasilitas
Hirarki
72
73
Lampiran 1. (Lanjutan) Kecamatan
Kelurahan/Desa
Jumlah Penduduk
Jumlah fasilitas Pendidikan
Jumlah Fasilitas Ekonomi
Jumlah Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Sosial
Jumlah Fasilitas
Jumlah Jenis Fasilitas
Hirarki
BANTARGEBANG
MUSTIKA JAYA
13011
24
435
20
44
1002
19
Hirarki 2
BANTARGEBANG
PADURENAN
14274
13
988
16
35
2069
15
Hirarki 3
BANTARGEBANG
MUSTIKA SARI
9431
10
716
20
18
1510
13
Hirarki 3
BANTARGEBANG
CIKIWUL
7312
11
58
15
29
197
13
Hirarki 3
BANTARGEBANG
CIMUNING
6531
8
148
11
24
358
11
Hirarki 3
BANTARGEBANG
CIKETINGUDIK
6074
5
137
9
19
321
10
Hirarki 3
BANTARGEBANG
SUMUR BATU
6028
8
404
8
20
860
9
Hirarki 3
BEKASI TIMUR
MARGAHAYU
44684
60
180
47
66
640
24
Hirarki 1
BEKASI TIMUR
BEKASI JAYA
43320
39
270
60
60
798
22
Hirarki 1
BEKASI TIMUR
DUREN JAYA
52082
35
1051
58
66
2354
21
Hirarki 1
BEKASI TIMUR
AREN JAYA
50718
30
324
62
47
879
18
Hirarki 2
RAWALUMBU
SEPANJANG JAYA
14432
18
524
21
25
1151
19
Hirarki 2
RAWALUMBU
PENGASINAN
35894
31
775
52
49
1765
17
Hirarki 3
RAWALUMBU
BOJONG RAWALUMBU
65416
39
519
64
52
1296
17
Hirarki 3
RAWALUMBU
BOJONG MENTENG
16222
15
1070
30
40
2270
16
Hirarki 3
BEKASI SELATAN
PEKAYON JAYA
38577
26
1048
54
31
2287
21
Hirarki 1
BEKASI SELATAN
JAKA MULYA
20451
15
339
28
36
800
18
Hirarki 2
BEKASI SELATAN
JAKA SETIA
23187
23
911
20
31
1939
17
Hirarki 3
BEKASI SELATAN
MARGA JAYA
15383
11
521
33
23
1153
17
Hirarki 3
73
74
Lampiran 1. (Lanjutan) Jumlah Penduduk
Jumlah Fasilitas Pendidikan
Jumlah Fasilitas Ekonomi
Jumlah Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Sosial
Jumlah Fasilitas
Jumlah Jenis Fasilitas
Kecamatan
Kelurahan/Desa
Hirarki
BEKASI SELATAN
KAYURINGIN JAYA
47734
56
833
72
50
1972
20
Hirarki 2
BEKASI BARAT
KRANJI
39590
35
777
56
28
1764
21
Hirarki 1
BEKASI BARAT
BINTARA
49586
23
313
46
72
836
18
Hirarki 2
BEKASI BARAT
JAKA SAMPURNA
57443
46
1005
49
65
2265
17
Hirarki 3
BEKASI BARAT
KOTA BARU
41607
28
142
46
30
462
17
Hirarki 3
BEKASI BARAT
BINTARA JAYA
28032
29
16
49
29
217
16
Hirarki 3
MEDAN SATRIA
MEDAN SATRIA
24719
20
867
47
25
1893
23
Hirarki 1
MEDAN SATRIA
PEJUANG
49964
43
947
65
49
2159
20
Hirarki 2
MEDAN SATRIA
KALI BARU
24747
18
946
23
16
1990
19
Hirarki 2
MEDAN SATRIA
HARAPAN MULYA
18498
14
873
9
28
1820
19
Hirarki 2
BEKASI UTARA
HARAPAN JAYA
46546
52
360
49
65
987
19
Hirarki 2
BEKASI UTARA
TELUK PUCUNG
46614
34
284
67
52
822
19
Hirarki 2
BEKASI UTARA
KALIABANG TENGA
58226
47
494
56
56
1250
18
Hirarki 2
BEKASI UTARA
MARGA MULYA
15052
16
192
33
19
501
18
Hirarki 2
BEKASI UTARA
HARAPAN BARU
8848
11
130
18
6
324
17
Hirarki 3
BEKASI UTARA
PERWIRA
19664
45
96
27
27
363
16
Hirarki 3
74
75
Lampiran 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006 Jumlah Fasilitas Pendidikan
Jumlah Fasilitas Ekonomi
38327
35
1114
64
54
1267
22
Hirarki 1
JATIMAKMUR
43506
42
206
43
40
331
20
Hirarki 2
PONDOK GEDE
JATIBENING
35294
22
755
50
47
874
19
Hirarki 2
PONDOK GEDE
JATIBENING BARU
27475
33
89
42
35
199
17
Hirarki 3
PONDOK GEDE
JATICEMPAKA
36852
35
1121
47
44
1247
20
Hirarki 2
JATI SAMPURNA
JATISAMPURNA
19536
21
164
29
24
238
20
Hirarki 2
JATI SAMPURNA
JATIKARYA
5256
9
169
13
10
201
18
Hirarki 3
JATI SAMPURNA
JATIRANGGON
11800
18
128
30
30
206
15
Hirarki 3
JATI SAMPURNA
JATIRADEN
10072
14
101
13
13
141
12
Hirarki 3
JATI SAMPURNA
JATIRANGGA
9516
5
28
24
22
79
12
Hirarki 3
PONDOK MELATI
JATIRAHAYU
49658
34
675
66
62
837
24
Hirarki 1
PONDOK MELATI
JATIWARNA
16838
15
283
41
37
376
18
Hirarki 3
PONDOK MELATI
JATIMURNI
15913
16
302
21
20
359
17
Hirarki 3
PONDOK MELATI
JATIMELATI
16136
6
260
24
22
312
16
Hirarki 3
JATI ASIH
JATISARI
20597
20
356
41
35
452
20
Hirarki 2
JATI ASIH
JATIASIH
19006
29
156
42
39
266
19
Hirarki 2
JATI ASIH
JATIRASA
24597
29
175
32
30
266
18
Hirarki 3
Kecamatan
Kelurahan/Desa
PONDOK GEDE
JATIWARINGIN
PONDOK GEDE
Jumlah Penduduk
Jumlah Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Sosial
Jumlah Fasilitas Keseluruhan
Jumlah Jenis Fasilitas
Hirarki
75
76
Lampiran 2. (Lanjutan) Jumlah Penduduk
Jumlah Fasilitas Pendidikan
Jumlah Fasilitas Ekonomi
JATIMEKAR
22995
32
246
44
42
364
17
Hirarki 3
JATI ASIH
JATIKRAMAT
21974
31
262
35
32
360
17
Hirarki 3
JATI ASIH
JATILUHUR
10372
19
241
21
21
302
16
Hirarki 3
BANTAR GEBANG
BANTARGEBANG
24706
24
317
32
24
397
21
Hirarki 2
BANTAR GEBANG
CIKIWUL
17203
11
173
17
16
217
13
Hirarki 3
BANTAR GEBANG
CIKETINGUDIK
16413
7
175
9
8
199
13
Hirarki 3
BANTAR GEBANG
SUMUR BATU
7737
8
127
8
8
151
11
Hirarki 3
MUSTIKA JAYA
MUSTIKAJAYA
31620
31
111
36
35
213
17
Hirarki 3
MUSTIKA JAYA
MUSTIKASARI
19826
20
41
24
20
105
16
Hirarki 3
MUSTIKA JAYA
CIMUNING
18163
11
50
34
30
125
15
Hirarki 3
MUSTIKA JAYA
PADURENAN
22227
19
122
36
35
212
14
Hirarki 3
BEKASI TIMUR
MARGAHAYU
63243
62
762
68
60
952
25
Hirarki 1
BEKASI TIMUR
BEKASI JAYA
46876
57
372
60
55
544
24
Hirarki 1
BEKASI TIMUR
AREN JAYA
59202
38
372
79
70
559
22
Hirarki 1
BEKASI TIMUR
DUREN JAYA
63174
35
577
59
52
723
20
Hirarki 2
RAWA LUMBU
BOJONG RAWALUMBU
67605
33
953
80
72
1138
21
Hirarki 2
RAWA LUMBU
SEPANJANG JAYA
16262
18
90
38
32
178
21
Hirarki 2
RAWA LUMBU
BOJONG MENTENG
18589
18
143
43
38
242
19
RAWA LUMBU
PENGASINAN
37470
36
77
46
42
201
18
Hirarki 2 Hirarki 3
Kecamatan
Kelurahan/Desa
JATI ASIH
Jumlah Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Sosial
Jumlah Fasilitas Keseluruhan
Jumlah Jenis Fasilitas
Hirarki
76
77
Lampiran 2. (Lanjutan) Jumlah Penduduk
Jumlah Fasilitas Pendidikan
Jumlah Fasilitas Ekonomi
KAYURINGIN JAYA
51382
55
526
79
65
725
25
Hirarki 1
BEKASI SELATAN
JAKA SETIA
32491
25
1050
54
46
1175
22
Hirarki 1
BEKASI SELATAN
PEKAYON JAYA
44769
33
1233
63
60
1389
21
Hirarki 2
BEKASI SELATAN
MARGA JAYA
15971
14
328
49
41
432
19
Hirarki 2
BEKASI SELATAN
JAKA MULYA
21542
22
223
56
48
349
19
Hirarki 2
BEKASI BARAT
BINTARA
50109
20
430
61
56
567
21
Hirarki 2
BEKASI BARAT
JAKA SAMPURNA
58955
47
149
82
74
352
21
Hirarki 2
BEKASI BARAT
KOTA BARU
45109
30
226
62
57
375
20
Hirarki 2
BEKASI BARAT
KRANJI
42028
25
154
52
46
277
20
Hirarki 2
BEKASI BARAT
BINTARA JAYA
29795
29
158
56
52
295
19
Hirarki 2
MEDAN SATRIA
MEDAN SATRIA
24571
26
121
40
33
220
21
Hirarki 2
MEDAN SATRIA
PEJUANG
51572
50
282
67
60
459
20
Hirarki 2
MEDAN SATRIA
KALI BARU
25050
18
252
21
18
309
20
Hirarki 2
MEDAN SATRIA
HARAPAN MULYA
18728
20
203
31
30
284
20
Hirarki 2
BEKASI UTARA
HARAPAN JAYA
69459
53
416
68
65
602
20
Hirarki 2
BEKASI UTARA
TELUK PUCUNG
48306
43
303
71
64
481
20
Hirarki 2
BEKASI UTARA
KALIABANG TENGAH
60151
41
518
78
69
706
19
Hirarki 2
BEKASI UTARA
MARGA MULYA
19756
16
193
40
32
281
18
Hirarki 3
BEKASI UTARA
PERWIRA
19957
32
113
27
26
198
17
Hirarki 3
BEKASI UTARA
HARAPAN BARU
10698
13
138
19
18
188
17
Hirarki 3
Kecamatan
Kelurahan/Desa
BEKASI SELATAN
Jumlah Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Sosial
Jumlah Fasilitas Keseluruhan
Jumlah Jenis Fasilitas
Hirarki
77
78
Lampiran 3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010
Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan Kota Bekasi Badan Air
Fasilitas Pendidik an
Kawasan Industri
Kebun Campuran
Lahan Kosong
Pemukiman Tidak Teratur
Perumah an Teratur
RTH
Rumput,semak ,ilalang
TPA
TPLB
TPLK
TPU
Industri
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pemerintahan dan Bangunan Umum
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pendidikan
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Perdagangan dan Jasa
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pertanian
X
X
X
V
V
X
X
V
V
V
V
V
V
Perumahan Kepadatan Rendah
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Perumahan Kepadatan Sedang
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Perumahan Kepadatan Tinggi
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Rekreasi / Olah Raga
X
X
X
V
V
X
X
V
V
V
V
V
V
Sempadan Sungai
X
X
X
V
V
X
X
V
V
X
X
X
X
Situ
V
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Stasiun Kereta
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
T P A Sampah
X
X
X
V
V
X
X
V
V
V
V
V
V
TPU
X
X
X
V
V
X
X
V
V
X
V
V
V
Taman / Hutan Kota
V
X
X
V
X
X
X
V
V
X
X
X
X
Klasifikasi Peruntukkan RTRW
Keterangan : V : Konsisten; X : Inkonsisten 78
79
Lampiran 4. Titik Pengecekan Lapang No
Jenis Perubahan
X
Y
KECAMATAN
KELURAHAN
1
Badan Air-->Badan Air
711915.158
9293330.844
Jati Sampurna
Jati Karya
2
Badan Air-->Jalan Arteri
716786.201
9312042.729
Bekasi Barat
Bintara
3
Fasilitas Pendidikan-->Fasilitas Pendidikan
724594.558
9303649.365
Mustika jaya
Mustika jaya
4
Kawasan Industri-->Kawasan Industri
718952.278
9314662.854
Medan Satria
Medan Satria
5
Kawasan Industri-->Kawasan Industri
720847.027
9314324.638
Bekasi Utara
Harapan Jaya
6
Kebun Campuran-->Jalan Arteri
717624.236
9311936.126
Bekasi Barat
Bintara
7
Kebun Campuran-->Jalan TOL
716207.239
9303469.695
Jati Asih
Jati Asih
8
Kawasan Industri-->Kawasan Industri
719570.760
9301156.092
Bantargebang
Bantargebang
9
Kebun Campuran-->Kebun Campuran
715429.860
9300562.207
Jati Asih
jati luhur
10
Kebun Campuran-->Kebun Campuran
721989.581
9298275.910
Bantargebang
Sumur batu
11
Kebun Campuran-->Lahan Kosong
719017.432
9297768.910
Bantargebang
ciketin udik
12
Kebun Campuran-->Lahan Kosong
716394.519
9300966.436
Jati Asih
jati luhur
13
Kebun Campuran-->Lahan Kosong
725414.841
9301517.742
Mustika Jaya
Cimuning
14
Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur
712328.932
9297783.465
Jati Sampurna
Jati Raden
15
Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur
714480.416
9304363.690
Pondok Gede
Jati Makmur
16
Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur
717478.163
9311574.825
Bekasi Barat
Bintara
17
Kebun Campuran-->Perumahan Teratur
713062.664
9307568.917
Pondok Gede
Jati Cempaka
18
Kebun Campuran-->Perumahan Teratur
723610.975
9300832.805
Mustika jaya
Cimuning
19
Kebun Campuran-->Perumahan Teratur
716005.245
9301849.301
Jati Asih
jati luhur
20
Kebun Campuran-->RTH
716708.400
9307759.556
Bekasi selatan
Jaka mulya
21
Kebun Campuran-->TPA
721089.332
9297124.527
Bantargebang
Sumur batu
22
Lahan Kosong-->Fasilitas Pendidikan
725519.585
9304671.585
Mustika jaya
Mustika jaya
23
Lahan Kosong-->Jalan Arteri
718552.278
9315225.279
Medan Satria
Medan Satria
24
Lahan Kosong-->Jalan Arteri
716297.630
9312093.269
Bekasi Barat
Bintara
25
Lahan Kosong-->Jalan TOL
712887.530
9302050.509
Pondok Melati
Jaka Melati
26
Lahan Kosong-->Jalan TOL
716705.740
9305682.944
Bekasi selatan
Jaka mulya
27
Lahan Kosong-->Kawasan Industri
717953.259
9313846.821
Medan Satria
Medan Satria
28
Lahan Kosong-->Kawasan Industri
718357.390
9297742.784
Bantargebang
ciketin udik
29
Lahan Kosong-->Lahan Kosong
711819.949
9294394.388
Jati Sampurna
Jati Karya
30
Lahan Kosong-->Lahan Kosong
714941.331
9298236.353
jati asih
Jati Sari
31
Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur
711844.226
9304809.581
Pondok Melati
Jati Rahayu
32
Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur
719549.242
9310670.584
Bekasi Selatan
Kayuringin Jaya
33
Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur
720960.138
9314797.053
Medan Satria
Pejuang
34
Lahan Kosong-->Perumahan Teratur
720320.742
9307217.586
Rawalumbu
Sepanjang Jaya
35
Lahan Kosong-->Perumahan Teratur
723809.147
9312781.568
Bekasi Utara
Harapan Baru
36
Lahan Kosong-->Perumahan Teratur
714578.575
9301173.237
Pondok Melati
Jati Melati
37
Lahan Kosong-->RTH
718694.741
9315103.531
Medan Satria
Medan Satria
38
Lahan Kosong-->RTH
722432.198
9307740.551
Rawalumbu
Pengasinan
39
Lahan Kosong-->RTH
712820.025
9293961.943
Jati Sampurna
Jati Karya
80
Lampiran 4. (Lanjutan) No
Jenis Perubahan
X
Y
KECAMATAN
KELURAHAN
40
Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan Arteri
718628.106
9311724.289
Bekasi Barat
Kranji
41
Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan TOL
716893.831
9308045.358
Bekasi Selatan
Jaka mulya
42
Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan TOL
716629.909
9304203.037
Jati asih
Jati asih
43
Pemukiman Tidak Teratur-->Lahan Kosong
717008.580
9313253.240
Bekasi Barat
Kota Baru
44
Pemukiman Tidak Teratur-->Pemukiman Tidak Teratur
711722.348
9306355.521
Pondok Gede
Jati Waringin
45
Pemukiman Tidak Teratur-->Pemukiman Tidak Teratur
720298.032
9313382.119
Bekasi Utara
Harapan Jaya
46
Pemukiman Tidak Teratur-->RTH
716657.565
9307858.560
Bekasi Selatan
Jaka mulya
47
Pemukiman Tidak Teratur-->Sungai
717000.967
9313282.266
Bekasi Barat
Kota Baru
48
Perumahan Teratur-->Perumahan Teratur
725015.581
9309747.707
Bekasi Timur
Aren Jaya
49
Perumahan Teratur-->Perumahan Teratur
717912.666
9307774.756
Bekasi Selatan
Jaka Setia
50
RTH-->Lahan Kosong
721160.490
9308809.453
Bekasi Timur
Margahayu
51
RTH-->Lahan Kosong
722091.904
9308233.209
Bekasi Timur
Margahayu
52
RTH-->RTH
723590.827
9312601.488
Bekasi Utara
Harapan Baru
53
RTH-->RTH
720398.694
9310391.042
Bekasi Selatan
Kayuringin Jaya
54
Rumput,semak,ilalang-->Jalan Arteri
717062.400
9312020.556
Bekasi Barat
Bintara
55
Rumput,semak,ilalang-->Jalan TOL
713625.520
9302216.774
Pondok Melati
Jati Melati
56
Rumput,semak,ilalang-->Jalan TOL
716700.951
9304563.400
Jati Asih
Jati Asih
57
Rumput,semak,ilalang-->Kawasan Industri
718645.203
9312932.109
Medan Satria
Medan Satria
58
Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur
712455.686
9305518.593
Pondok Gede
Jati Makmur
59
Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur
722147.355
9308082.226
Bekasi Timur
Margahayu
60
Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur
724451.313
9314426.686
Bekasi Utara
Teluk Pucung
61
Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur
722085.601
9312750.872
Bekasi Utara
Margamulya
62
Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur
711657.590
9295784.285
Jati Sampurna
Jati Sampurna
63
Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur
714020.327
9304422.221
Pondok Gede
Jati Makmur
64
Rumput,semak,ilalang-->Rumput,semak,ilalang
722391.438
9308132.567
Bekasi Timur
Margahayu
65
Rumput,semak,ilalang-->Rumput,semak,ilalang
716297.510
9299121.935
jati asih
Jati Sari
66
TPA-->TPA
720730.072
9297781.347
Bantargebang
ciketin udik
67
TPLB-->Jalan Arteri
718471.273
9316944.789
Medan Satria
Medan Satria
68
TPLB-->Jalan TOL
713953.258
9302312.601
Pondok Melati
Jati Warna
69
TPLB-->Kawasan Industri
717664.555
9314107.379
Medan Satria
Medan Satria
70
TPLB-->Lahan Kosong
720660.603
9311253.816
Medan Satria
Harapan Mulya
71
TPLB-->Lahan Kosong
720984.286
9300711.525
Mustika jaya
Padurenan
72
TPLB-->Lahan Kosong
717898.729
9314285.847
Medan Satria
Medan Satria
73
TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur
720147.960
9308273.400
Bekasi Selatan
Pekayon Jaya
74
TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur
723130.670
9314192.768
Bekasi Utara
Teluk Pucung
75
TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur
721229.938
9311943.531
Bekasi Utara
Margamulya
81
Lampiran 4. (Lanjutan) No
Jenis Perubahan
X
Y
KECAMATAN
KELURAHAN
76
TPLB-->Perumahan Teratur
717237.573
9311672.995
Bekasi Barat
Bintara
77
TPLB-->Perumahan Teratur
723168.982
9312549.783
Bekasi Utara
Harapan Baru
78
TPLB-->Perumahan Teratur
723244.790
9303351.560
Mustika jaya
Mustika Sari
79
TPLB-->RTH
722470.976
9317147.103
Bekasi Utara
Kaliabang Tengah
80
TPLB-->TPLB
722100.848
9303467.689
Mustika jaya
Mustika Sari
81
TPLB-->TPLB
710799.801
9293489.892
Jati Sampurna
Jati Karya
82
TPLK-->Jalan Arteri
718544.672
9315781.446
Medan Satria
Medan Satria
83
TPLK-->Jalan TOL
716311.673
9303677.987
Jati Asih
Jati Asih
84
TPLK-->Lahan Kosong
718409.332
9315965.543
Medan Satria
Medan Satria
85
TPLK-->Lahan Kosong
718507.839
9306641.392
Bekasi Selatan
Jaka Setia
86
TPLK-->Pemukiman Tidak Teratur
723507.864
9314820.537
Bekasi Utara
Teluk Pucung
87
TPLK-->Pemukiman Tidak Teratur
721444.211
9304501.938
Rawalumbu
Bojong Rawalumbu
88
TPLK-->Perumahan Teratur
722449.447
9313431.227
Bekasi Utara
Perwira
89
TPLK-->Perumahan Teratur
714200.284
9304422.610
Pondok Gede
Jati Makmur
90
TPLK-->RTH
716252.711
9303684.978
jati asih
jati asih
91
TPLK-->TPLK
725551.086
9304033.890
Mustika jaya
Mustika jaya
92
TPLK-->TPLK
715389.854
9303498.985
Jati Asih
Jati Mekar
93
TPU-->TPU
723780.264
9310445.130
Bekasi Timur
Duren Jaya
94
TPU-->TPU
722785.641
9311640.635
Bekasi Utara
Harapan Baru
Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas TPLB-LT (Spreadsheet 59) R= .80690246 R2= .65109158 Adjusted R2= .60457045 F(6.45)=13.996 p<.00000 Std. Error of estimate: .57675 Std.Err.of Std.Err.of Beta B t(45) p-level Beta B
Intercept TPLB
-0.279
0.247
-1.129
0.265
0.899
0.134
0.015
0.002
6.707
0.000
-0.229
0.128
-0.004
0.002
-2.234
0.030
0.205
0.098
0.001
0.000
2.086
0.042
Fas. Pend
-0.190
0.098
-2.019
1.044
-1.933
0.059
Alokasi KC
-0.142
0.092
-0.016
0.010
-1.528
0.133
J.Kota Lain
-0.132
0.089
-0.350
0.238
-1.474
0.147
Alokasi Pertanian Alokasi LT
82
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun Regression Summary for Dependent: Luas TPLK-LT (Spreadsheet 59) R= .65749680 R2= .43230204 Adjusted R2= .29383913 F(6.45)=10.41 p<.00477 Std. Error of estimate: .23752 N=52
Beta
Std.Err.of Beta
Intercept
B
Std.Err.of B
t(45)
p-level
-0.127
0.171
-0.741
0.463
0.660
0.177
0.014
0.003
3.722
0.000
Fas.Kes
-0.362
0.168
-0.337
0.156
-2.153
0.037
KC
-0.871
0.242
-0.002
0.000
-3.592
0.000
J.Sos
0.079
0.134
0.029
0.049
0.595
0.555
J.Kec
0.214
0.128
0.039
0.023
1.669
0.102
Alokasi LT
0.793
0.288
0.001
0.000
2.752
0.008
-0.597
0.248
-0.001
0.000
-2.408
0.020
TPLK
LT J.Eko
0.277
0.150
0.098
0.053
1.840
0.072
Fas.Sos
-0.172
0.137
-0.329
0.261
-1.260
0.214
Penduduk
-0.164
0.139
-0.827
0.701
-1.178
0.245
Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas LC-LT (Spreadsheet 59) R= .75820760 R2= .57487876 Adjusted R2= .51819593 F(6.45)=10.142 p<.00000 Std. Error of estimate: 1.1855 Std.Err.of Beta B Std.Err.of B t(45) p-level Beta
Intercept KC TPLB
-0.443
0.512
-0.864
0.392
0.387
0.110
0.007
0.002
3.510
0.001
-0.425
0.109
-0.013
0.003
-3.881
0.000
Alokasi LT
0.372
0.113
0.004
0.001
3.287
0.001
J.Kota Lain Fas.Eko
0.276 0.162
0.099 0.100
1.368 0.548
0.494 0.339
2.769 1.619
0.008 0.113
Fas.Pend
0.172
0.107
3.390
2.116
1.602
0.116
83
Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas LK-LT (Spreadsheet 59) R= .91816759 R2= .84303173 Adjusted R2= .81805950 F(7.44)=33.759 p<.00000 Std. Error of estimate: .84790 Std.Err.of Beta B Std.Err.of B t(44) p-level Beta
Intercept
-0.633
0.413
-1.534
0.132
LK
0.849
0.070
0.044
0.004
12.116
0.000
Fas.Sos
0.199
0.063
2.679
0.847
3.162
0.003
LT
0.117
0.062
0.002
0.001
1.878
0.067
TPLB
0.016
0.099
0.001
0.004
0.162
0.871
Penduduk
0.109
0.066
3.868
2.349
1.646
0.107
-0.078
0.062
-0.204
0.162
-1.258
0.215
0.095
0.092
0.003
0.003
1.032
0.307
J.Sos Alokasi Pertanian