ANALISIS SKALA USAHA DAN KEUNTUNGAN INDUSTRI TAHU DI KOTA BANDA ACEH By : Irwan*) ABSTRACT Tofu industry is dominated by small scale business with different of their characteristics, cost structures and it benefits. This study tried to analyze the business scale and benefit from tofu industries. The methodology using in this study was field survey with stratified random sampling. The data was analyzed by descriptive and quantitative analysis. The result of analyses showed that cost component of this industry was 74 % for soybeans input in average. While for other costs input was 26 % in average. The rate benefit was Rp 13.468.000 for small scale industries, Rp 19.088.000 for medium scale industries and Rp 27.689.400 for large scale industries each months. Keywords : Scale of business, tofu industries, cost and benefits PENDAHULUAN Tahu adalah kedelai yang diproses dengan menghancurkan biji kedelai dalam air dingin atau panas. Tahap pengolahannya meliputi pembersihan, perendaman, penghancuran, pengeringan, pemanasan, serta penambahan rasa dan aroma. Tahu merupakan menu penting serta aman dikonsumsi oleh semua golongan umur sebagai sumber protein yang relatif murah harganya. Kalangan industri tahu (pengrajin) cenderung memiliki kedelai impor sebagai bahan baku dibanding kedelai nasional karena pasokan bahan bakunya terjamin (Setiadi dan Nanggolan, 1988). Kedelai yang dijual dipasaran umum kedelai lokal dan kedelai impor. Kedelai lokal ukuran bijinya lebih kecil dibandingkan kedelai impor. Menurut Krisdiana (2005), sekitar 93 % pengrajin tempe menyukai kedelai berbiji besar (kedelai impor) karena menghasilkan tempe yang warnanya cerah dan volumenya besar. Sedangkan industri tahu, ukuran biji tidak menjadi masalah asalkan tersedia di pasaran. Jenis/varietas kedelai dan teknik pengolahan merupakan faktor penentu rendemen dan teksturnya. Hasil penelitian Antarlina et al. (2002) yang menggunakan 12 jenis varietas unggul kedelai dan varietas impor bobot 100 biji menunjukkan, kadar protein biji berhubungan positif dengan bobot tahu. Bobot tahu dari 12 varietas
unggul tersebut lebih tinggi dan teksturnya lebih keras dibanding kedelai impor. Fakta di atas memberikan gambaran bahwa ukuran biji keduabelas varietas tidak berpengaruh terhadap rendemen dan tekstur tahu. Itulah sebabnya industri tahu tidak begitu mempermasalahkan ukuran biji dibanding untuk tempe yang menghendaki biji kedelai berukuran besar (Krisdiana, 2005). Di samping itu, warna tahu dari biji kedelai varietas unggul juga lebih cerah dibanding tahu dari biji kedelai impor (Antarlina et al. 2002). Warna biji kedelai impor relatif lebih kusam akibat lamanya penyimpanan sebelum dipasarkan di Indonesia, sementara varietas unggul tersebut langsung diolah setelah panen dan dikeringkan. Fonomena meningkatnya rendemen tahu seiring dengan meningkatnya kadar protein biji kedelai. Hasil penelitian Soejadi dan Mudjisihono (1995) menunjukkan, tidak terdapat hubungan positif antara protein biji dan rendemen tahu pada pengamatan 22 varietas kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein biji bukan merupakan satu-satunya faktor penentu rendemen tahu. Di Kota Banda Aceh, Industri tahu didominasi oleh unit-unit usaha yang tergolong industri rumah tangga dan kecil dan saat ini lebih banyak menggunakan bahan baku kedelai impor serta produk tahu memiliki pasar potensial. Mengingat industri
tahu pada umumnya dilakukan pada berbagai skala usaha dan memiliki karakteristik dan struktur biaya yang berbeda yang pada gilirannya akan mempengaruhi terhadap keuntungan. Berdasarkan pemikiran di atas tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran skala usaha dan keuntungan industri tahu METODE PENELITIAN Lokasi dan Data Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Banda Aceh dengan metode survei. Kota Banda Aceh tersebut dipilih karena merupakan daerah penyebaran indusri pengolahan pangan, khususnya industri tahu, yang diharapkan sebagai titik tolak pengembangan industri tersebut di masa mendatang. Berdasarkan penyebaran data, Jumlah produsen industri tahu di kota Banda Aceh sebanyak 12 unit (Dinas Industri dan Perdagangan, 2009). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling (Faisal, 1989) yaitu sebaran data jumlah bahan baku kedele yang diolah industri tahu dikelompokkan atas tiga golongan skala usaha, yaitu (a) skala kecil, yang mengolah bahan baku kedelai di bawah atau sama dengan 250 kg per hari, (b) skala menengah, yang mengolah bahan baku antara 251 sampai dengan 350 kg per hari, dan (c) skala besar, yang mengolah bahan baku kedelai di atas 350 kg per hari. Setiap kelompok diambil sampel sebanyak 50 % dari jumlah populasi yang dipilih secara random sampling. Untuk mengetahui kualitas dan pasokan bahan baku kedelai yang diinginkan produsen industri tahu diambil sampel pedagang/suplier kedelai sebagai sumber informasi, yaitu 2 orang pedagang kedelai, 2 orang suplier kedelai, dan 2 orang pedagang pengecer kedelai di dalam dan luar pasar kota Banda Aceh. Data primer dikumpulkan langsung dari produsen industri tahu dan pedagang/suplier kedelai yang terpilih sebagai sampel melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari lembaga-
lembaga terkait dengan penelitian ini seperti Kantor Statistik, Dinas Pertanian dan Hortikultura, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Depot Logistik (Dolog). Model Analisis Model analisis yang digunakan adalah analisis deskripsi dan kuantitatif. Metode deskripsi digunakan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh produsen industri tahu berdasarkan skala usaha kecil, sedang, dan besar. Sedangkan analisis kuantitatif adalah data yang diperolah disusun secara tabulasi, kemudian dianalisis secara kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk melihat jumlah bahan baku kedelai yang diolah produsen industri tempe. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Industri Tahu Pada Industri tahu karakteristik produsen secara implisit terkait dengan jumlah kedelai yang diolah per hari. Karakteristik industri tahu berbeda dari segi skala usaha, tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan fasilitas yang dimiliki, sedangkan jumlah anggota keluarga juga relatif berbeda (Tabel 1) Dari Tabel tersebut dapat dilihat, rata-rata jumlah kedelai yang diolah per hari pada kelompok industri tahu skala kecil, sedang dan besar masing-masing sebesar 240 kg, 340 kg, dan 475 kg. Biro Pusat Statistik (2002) telah menetapkan kriteria pengelompokan perusahaan berdasarkan pada jumlah penggunaan tenaga kerja sebagai berikut : (a) industri rumah tangga, dengan jumlah pekerja 5 sampai 19 orang; (b) industri sedang, dengan jumlah pekerja 20 sampai 19 orang; dan (c) industri besar, dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih. Menggunakan kriteria tersebut, unit industri tahu di kota Banda Aceh tergolong industri rumah tangga. Unit industri tahu tersebut didominasi oleh usaha yang tergolong industri rumah tangga dan kecil.
Tabel 1. Karakteristik Produsen Industri Tahu di Kota Banda Aceh, 2010
Parameter
Skala Usaha ≤ 250 Kg 251-350 Kg
Skala usaha (kg/hari)
> 350 Kg
240
340
475
4
5
8
2-10
2-15
2-20
Tingkat Pendidikan (%) SD SMP SMA Perguruan Tinggi
50 50 -
100 -
100 -
Jumlah anggota keluarga (orang)
3
4
5
Fasilitas (%) Ruang khusus pengolahan dengan alat modern Ruang khusus pengolahan dengan alat semi modern Ruang khusus pengolahan dengan cara tradisional
50 50
50 50
100 -
Tenaga Kerja Umur Usaha (tahun)
Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada industri tahu skala kecil, sedang, masing-masing sebanyak 4, 5 dan 8 orang. Karena industri tahu tergolong industri rumah tangga, maka industri tahu skala usaha kecil kecenderungan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan pada industri tahu skala usaha sedang dan besar kecenderungan menggunakan tenaga kerja luar keluarga khususnya pada bagian pemprosesan. Rata rata-rata umur industri tahu tersebut 2 sampai 20 tahun. Sedangkan industri tahu sebagian besar tidak memiliki fasilitas ruang khusus
pengolahan dengan alat modern. Tingkat pendidikan produsen industri tahu skala kecil berkualifikasi tamat SMP dan SMA, skala sedang dan skala besar berkualifikasi tamat SMA 2. Sumber Bahan Baku Dalam kaitannya dengan industri tahu, sumber bahan baku kedelai merupakan salah satu faktor penting dari tiga faktor penting lainnya, seperti kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Cara memperoleh dan sumber bahan baku serta harga kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Cara Memperoleh Bahan Baku, Sumber Bahan Baku, dan Harga Industri Tempe di Kota Banda Aceh, 2010
Parameter ≤ 250 Kg
Skala Usaha 251-350 Kg
> 350 Kg
Cara memperoleh bahan baku kedelai (%) Beli di pasar terdekat Lewat suplaier/pemasok Pedagang kedelai
100 -
50 50 -
50 50 -
Sumber Bahan Baku Kedelai (%) Satu kota Luar kota tapi satu provinsi
100 -
50 50
50 50
6.000
5.900
5.800
7
7
7
Rata-rata harga kedelai Frekuensi berproduksi dalam seminggu (kali)
Dari Tabel 2 dapat dilihat, cara memperoleh bahan baku kedelai oleh industri tahu dengan membeli di pasar bebas. Transaksi pembelian dilakukan secara langsung antara produsen industri tahu dengan pedagang/pemasok kedelai di pasar. Semua responden (100%) industri tahu berskala kecil memperoleh bahan baku dengan membeli di pasar terdekat. Sedangkan industri tahu berskala sedang dan besar membeli kedelai sebagian di pasar terdekat dan sebagian lainnya dibeli lewat suplier/pemasok kedelai, yang semuanya berada di satu kota atau luar kota Banda Aceh. Umumnya semua responden (100 %) produsen industri tahu menggunakan kedelai impor. Harga biji kedelai rata-rata mencapai Rp 5.800 – 6.000 per kg dan frekuensi industri tempe berproduksi tiap hari atau 7 kali dalam seminggu. Perubahan harga beli bahan baku kedelai impor di tingkat pedagang dipengaruhi oleh gejolak harga kedelai di pasar internasional. Hal ini memberi indikasi bahwa perubahan harga
kedelai di pasar internasional berpengaruh terhadap industri tahu. 3. Ketersediaan Bahan Baku Ketersediaan bahan baku kedelai, jelas sangat penting dalam kaitannya dengan kelancaran produksi tahu. Pemenuhan kebutuhan bahan baku kedelai dengan membeli di pasar bebas oleh produsen industri tahu. Dengan demikian, pemanfaatan kapasitas industri tahu secara penuh tergantung kepada ketersediaan bahan baku (Tabel 3). Dari Tabel tersebut dapat dilihat, industri tahu di kota Banda Aceh semua produsen menggunakan bahan baku kedelai impor. Semua responden (100 %) mengatakan ketersediaan bahan baku kedelai saat ini belum pernah mengalami kesulitan baik setiap bulan maupun pada hari raya/hari-hari besar. Proses produksi tahu pada skala usaha kecil, sedang dan skala besar secara teknis tidak pernah mengalami kesulitan. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa proses
Tabel 3. Saat Langka Kedelai, Sasaran Produk dan Masalah pada Industri Tahu di Kota Banda Aceh, 2010 Parameter Skala Usaha
≤ 250 Kg
251-350 Kg
> 350 Kg
Saat banyak membutuhkan kedelai (%) Puasa-hari raya, hari besar Pada bulan Nopember-Januari Sama setiap bualan
50 50
50 50
50 50
Masalah Memperoleh bahan baku kedelai (%) Tidak pernah mengalami kesulitan Saat persediaan terlambat datang, harga naik Kualitas kedelai jelek
100 -
100 -
100 -
Sasaran produk yang dihasilkan (%) Dijual di pasar terdekat Dijual di rumah, dibawa keliling dan berhenti di pasar Dijual keliling dan di pasar
50 50
50 50
50 50
Masalah proses produksi ( %) Tidak pernah mengalami kesulitan Kualitas kedelai jelek Masalah teknis
100 -
100 -
100 -
pembuatan tahu dalam 1 kg kedelai menjadi 2,0 – 2,2 kg tahu. Sasaran produk yang dihasilkan dari industri tahu skala usaha tersebut umumnya dijual ke pasar terdekat. Namun, ada juga dijual di rumah, dibawa keliling dan berhenti di pasar atau dijual keliling dan di pasar. 4. Pemasaran Produk Tahu Pola saluran pemasaran produk tahu di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar tersebut dapat diperhatikan dua saluran pemasaran, yaitu (a) produsen tahu – konsumen akhir, dan (b) produsen tahu – pedagang perantara/ pengecer – konsumen akhir. Produsen tahu yang memiliki saluran pemasaran pertama, umumnya
menjajakan produk tahu secara berkeliling dengan menggunakan beca honda. Bagi yang memiliki saluran pemasaran kedua, produsen tahu bersangkutan dapat memiliki atau tidak kios di pasar, dan umumnya tergolong produsen tahu skala sedang dan besar. Pada saluran pemasaran kedua, pedagang perantara dapat mengambil atau membeli produk tahu di tempat tinggal produsen atau di kios tempat produsen bersangkutan berjualan setiap hari. Perlu diungkapkan bahwa dalam pemasaran produk tahu, umumnya produsen melakukan diversivikasi ukuran, dan proporsi masingmasing ukuran disesuaikan dengan selera golongan pembeli yang dihadapi
Produsen Tahu Pedagang perantara /Pengecer Konsumen Akhir
Gambar 1. Saluran Pemasaran Produk Tahu di Kota Banda Aceh Produsen tahu skala kecil, sedang perantara. Pemasaran produk tahu dengan dan besar proporsi terbesar golongan lebih mengandalkan golongan pembeli, pembeli yang dihadapi adalah pedagang yaitu pedagang perantara, secara tidak
langsung telah memperluas jangkauan pemasaran produk tahu yang bersangkutan, dan yang lebih penting produk tahu yang dipasarkan lebih cepat terjual habis. Konsekuensinya , produk tahu membutuhkan waktu pemasaran relatif lebih cepat. Sistem pembayaran dalam pemasaran produk tahu umumnya adalah secara tunai, karena sebagian besar produsen tahu tergolong ekonomi lemah, maka apabila pembayaran yang dilakukan terutama oleh pedagang perantara tertunda jelas akan mengganggu kelancaran produksi tahu. Dalam hal pemasaran tahu, produsen tahu umumnya memberikan potongan harga khususnya kepada pedagang perantara. Hal ini dimaksukan untuk menjalin hubungan baik antara produsen dengan pelanggan, dan disamping itu umumnya pedagang perantara membeli dalam volume yang relatif besar. Potongan harga tersebut bisa dilakukan secara langsung dengan harga jual lebih rendah dari pada konsumen akhir. Potongan harga tersebut besarnya berkisar antara 5 – 10 persen dari harga jual kepada konsumen akhir. 5. Analisis Keuntungan Industri Tahu Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya. Struktur biaya dan keuntungan menurut kedelai yang diolah pada industri tahu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa komponen biaya kedelai menduduki porsi paling tinggi, yaitu sekitar 74 %. Sedangkan komponen biaya lainnya menepati porsi sekitar 26 % Ditinjau menurut kategori jumlah kedelai yang diolah per bulan, ada kecenderungan industri tahu skala kecil, sedang dan besar rata-rata tingkat keuntungan yang mereka peroleh relatif tinggi, yaitu masing-masing Rp 13.468.000,per bulan, Rp 19.088.000,-/bulan dan 27.689.400/bulan. Kelompok skala usaha ini dalam jangka panjang terjadi peningkatan modal kerja yang mampu memperbesar jumlah kedelai yang diolah per bulan. Tumbuhnya prospek perkembangan semacam ini dirasa penting dalam usaha meningkatkan permintaan komoditas kedelai. Walaupun nilai nominal tingkat keuntungan per bulan antar kelompok industri tahu skala kecil, sedang, dan skala besar ada perbedaan, tetapi ditinjau dari segi tingkat persentase keuntungan baik atas biaya tunai maupun biaya total tampak berbeda jauh. Karena pada industri tahu kunci untuk memperbesar keuntungan nominal dengan menambah jumlah bahan baku kedelai yang diolah per bulan atau dengan memperbesar modal kerja.
Tabel 4. Struktur Biaya dan Keuntungan per Bulan menurut Jumlah Kedelai Diolah pada Industri Tahu di Kota Banda Aceh, Tahun 2010 No.
Uraian
Skala Usaha
1.
2. 3. 4. 5.
6.
Biaya tunai (Rp 000) a. Kedelai b. Bahan penolong c. Bahan bakar d. Tenaga kerja e. Pengangkutan kedelai f. Pemasaran tahu g. Lain-lain Penyusutan alat (Rp 000) Biaya total (Rp 000) Penerimaan dari tahu (Rp 000) Keuntungan (Rp 000) a. Atas biaya tunai b. Atas biaya total Persentase Keuntungan (%) a. Atas biaya tunai b. Atas biaya total
≤ 250 Kg 57633 40850 3600 3000 6900 933 1200 1150 699 58332 71800
251-350 Kg 77915 57750 5220 4500 6600 1000 1450 1395 1197 79112 98200
> 350 Kg 100747,6 78375 2532,6 4125 10800 1500 1540 1875 1188 101935,6 129625
14167 13468
20285 19088
28877,4 27689,4
24,58 23,09
26,03 24,13
28,66 27,16
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Komponen biaya kedelai pada skala usaha kecil, sedang dan besar menduduki porsi paling tinggi, yaitu rata-rata 74 %. Sedangkan komponen biaya lainnya menepati porsi rata-rata 26 % b. Produsen industri tahu skala usaha kecil, sedang dan besar menerima tingkat keuntungan atas biaya total relatif tinggi, yaitu masing-masing sebesar Rp 13.468.000,- per bulan, c. Rp 19.088.000,-/bulan dan 27.689.400/bulan. Saran-Saran a. Mengingat komponen biaya kedelai pada skala usaha kecil, sedang, dan besar menduduki porsi paling tinggi yaitu rata-rata 74 % dari jumlah biaya tunai, maka ketidak stabilan suplai sekaligus harga kedelai impor di pasar bebas akan berpengaruh besar terhadap nilai nominal tingkat keuntungan yang diterima produsen industri tahu.
b.
Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah untuk perbaikan kualitas kedelai lokal melalui pengembangan varietas kedelai unggul di sentrasentra produksi dengan memberikan insentif bagi petani. Dengan demikian, kedelai lokal dapat digunakan sebagai substitusi kedelai impor dan akan menghemat pemakaian devisa. Mengingat produsen industri tahu skala kecil, sedang, dan besar menerima tingkat keuntungan atas biaya total relatif tinggi, maka dalam jangka panjang produsen tahu tampak lebih memiliki prospek untuk berkembang dengan memperluas modal kerja lewat akumulasi tabungan yang disisihkan dari keuntungan yang diterima, sekaligus terbukanya peluang memperluas jangkauan pemasaran untuk tumbuh menjadi besar. Namun, diperlukan perbaikan kualitas produk dalam rangka mendorong terjadinya peningkatan permintaan.
DAFTAR PUSTAKA Antarlina, S. S., J.S. Utomo, E. Ginting, and S. Nikuni. 2002. Evaluation of Indonesian Soybean Varieties for food Procecing. In A.A. Rahmianna and S. Nikkuni (Eds.). Soybean Production and Postharvest Technology for Innovation in Indonesia. Proceedings of RILET-JIRCAS Workshop on Soybean Research. Malang. Badan Pusat Statistik. 2006. Angka Ramalan II Tahun 2006 Produksi Tanaman Pangan, Badan Pusat Statistik. Jakarta. . 2002. Perkembangan Usaha Kecil. Badan Pusat Statistik. Banda Aceh Dinas Industri dan Perdagangan. 2009. Laporan Industri Kecil. Kota Banda Aceh Faisal. 1989. Metode Penelitian Sampling. BPFE. Yogyakarta. Krisdiana, R. 2005. Preferensi Industri Tahu dan Tempe dalam menggunakan bahan baku Kedelai di Jawa Timur. KinerjaPenelitian Mendukung Agribisnis Kacangkacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Setiadi, N. Dan B. Nainggolan. 1988. Kedelai, Potret Komoditas yang terhempas. Kompas, 20 April 1998. Soejadi dan R. Mudjisihono. 1995. Evaluasi Mutu Tahu dan Berbagai Varietas Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesi. 5 (1). Bogor