ANALISIS SEMIOTIK FOTO PEJUANG CILIK DARI LAMBUNG BUKIK DALAM RUBRIK FOTO “PEKAN INI” DI KORAN KOMPAS
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun Oleh :
Hafsa Tia Anisa NIM: 109051100059
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M
ABSTRAK
Hafsa Tia Anisa Analisis Semiotik Foto Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik Dalam Rubrik Foto Pekan Ini Di Koran Kompas Berawal dari ketertarikan penulis ketika melihat rangkaian foto dalam rubrik foto pekan ini, yang memiliki tema Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik. Foto tersebut menyajikan tentang gambaran anak-anak desa Lambung Bukik. Melihat saat ini foto tidak hanya sebagai pelengkap dalam sebuah berita, akan tetapi bisa juga sebagai berita tersendiri yang dapat memberikan sebuah pesan, karena melalui fotojurnalistik setiap fotografer dapat menyampaikan pemikirannya. Sehingga dapat dipahami oleh masyarakat ataupun pembaca. Penulis tertarik untuk menganalisis foto Pejuang Cilik dari Lambung Bukik menggunakan metode semiotik untuk melihat tanda dan makna yang terdapat didalam foto tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan memaparkan sebuah fenomena atau peristiwa. Untuk mengkajinya penulis menggunakan semiotik yang dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce menekankan pada objeknya, yaitu tanda yang terbagi atas ikon, indeks, dan simbol. Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari ikon, indeks, dan simbol, kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa fotografer ingin memperlihatkan bagaimana anak-anak desa Lambung Bukik berjuang untuk dapat bersekolah. sehingga mereka mengangkat foto dengan tema pejuang cilik dari Lambung Bukik. Dari foto tersebut penulis mengartikan bahwa anak-anak desa Lambung Bukik layaknya pejuang yang harus berjuang agar dapat bersekolah untuk menimba ilmu meskipun bahaya mengancam jiwa mereka. Dalam foto ini penulis melihat terdapat hak anak yang dilanggar, yaitu hak anak untuk mendapat perlindungan dari keadaan yang membahayakan. Kompas memperlihatkan keadaan tersebut ke publik dengan harapan masyarakat dan pemerintahan khususnya,lebih peka dan menyadari keadaan dan lingkungan disekitarnya. Kata Kunci: Semiotik, foto jurnalistik, pejuang cilik dari Lambung Bukik
iv
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepadaAllah SWT karena karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah membawa peradaban manusia ke jalan yang lebih terang. Skrpsi ini disusun untuk memenuhi satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat untuk kawan-kawan mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya dan kawan-kawan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya. Skripsi dengan judul “Analisis Semiotik Foto Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik Dalam Rubrik Foto Pekan Ini Di Koran Kompas” merupakan karya yang memiliki banyak kendala dan tantangan dalam proses penyelesainnya. Namun, berkat bantuan serta motivasi dari berbagai pihak Alhamdulillah, skripsi ini dapat terselesaikan. Terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesain skripsi ini. Ibu tercinta mamah Nur Khasanah dan Bapak Agus, kakak Soleh Baidowi beserta istri Naimah Baidowi, tidak cukup kata terimakasih atas segala dukungan baik moril maupun materil untuk penulis selama ini. Untuk itu segala bantuannya penulis berterimakasih kepada yang terhormat: 1. Dr.Arief Subhan,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, PhD selaku Wakil Dekan 1 Bidang Akademik,
v
Dr.Roudhonah,MA selakuWakilDekan 2 BidangAdministrasiUmum, dan DrSuhaimi,M.SiselakuWakilDekan 3 BidangKemahasiswaan. 2. Ketua Prodi Jurnalistik, Bapak Kholis Ridho, MA beserta Sekretaris Prodi Jurnalistik, Ibu Dra Musfirah Nurlaili H, MA yang terus mengingatkan penulis. 3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si yang telah menyediakan waktu dan tenaganya, serta membagi ilmunya untuk membimbing saya. Terimakasih pak, atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama ini. 4. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas ilmu dan bantuannya selama ini. 5. Segenap staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas buku-buku yang sangat membantu penulis. 6. Segenap staf perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 7. Seluruh keluarga besar penulis yang telah mendoakan penulis, adikadik penulis, Rafi Ismail dan Dina R, terimakasih untuk canda dan tawanya dan mengingatkan penulis.. 8. Terimakasih untuk dukungannya selalu Miftah Farid dan Mba Jaodah. 9. Lindawati, Devy Cahyo Puspita, Nur Fitriyani (Pipit), Puti Khasanatu, terimakasih telah bersama-sama melewati hari-hari, berbagi suka dan duka, canda dan tawa, pengalaman dan saling memotivasi saat menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
10. Kelompok KKN BBM yang selalu memberikan inspirasi, Angga Bima, Lindawati, Nur Fadhila, Jauhari, Abdurachman (dul), Dewi Febrianti, Pipit, Devy, Shofi (Ncop), Sarah, Nunu, Apris dan Devit. 11. Teman-teman Jurnalistik yang memberikan kenangan Abdurachman, Adjri, Ali, Andin, Arintika,Azis, Bima, Bobby, Devi, Devit, Dewi F, Dewi R, Loka, Fauziah, Fikri, Hilda, Hilman, Ilham, Ima, Imas, Jaffry, Jauhari, Khaeru, Lindawati, Marisha, Mekar, Nur F, Puti, Putri B, Putri N, Samsul, Sigit, Turi. Terimakasih atas kebersamaannya. 12. Semuapihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatuakan tetapi tidak mengurangi rasa hormat saya pada teman-teman, sekali lagi terimakasih banyak. Walaupun demikian, karya penulis ini telah menjadi tanggung jawab penulis. Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan, dan untuk yang terakhir kalinya semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.
Ciputat, Februari 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................
iii
ABSTRAK ...........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .........................................................................................
v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
BAB I
x
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang ............................................................................ 1 Batasan dan Rumusan Masalah................................................... 5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6 Manfaat Penelitian ...................................................................... 6 Metodelogi penelitian.................................................................. 7 Tinjauan Kepustakaan ................................................................. 11 Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB IILANDASAN TEORI A. Pengertian Tentang Jurnalistik ................................................... B. Fotografi ..................................................................................... 1. Foto Jurnalistik ..................................................................... 2. Jenis-jenis Foto Jurnalistik ................................................... 3. Fungsi Fotografi dan fotoJurnalistik ..................................... C. Semiotik ...................................................................................... 1. Pengertian Semiotik .............................................................. 2. Teori dan model semiotik ..................................................... 2.2.Semiologi Ferdinand De Saussure ................................. 2.3. Mitologi Roland Barthes ............................................... 3. Semiotik Charles Sanders Pierce ......................................... D. Media Massa ............................................................................... 1. Koran .................................................................................... 2. Rubrik ................................................................................... E. Pengertian Perjuangan ................................................................ F. Pengertian Tentang Anak ...........................................................
viii
15 18 20 23 27 29 30 34 36 39 42 48 48 49 50 51
G. Hak-hak Anak ............................................................................. 52 BAB III
HARIAN KOMPAS DAN RUBRIK FOTO PEKAN INI A. Profil Koran Kompas ................................................................... B. SejarahKoran Kompas.................................................................. C. Visidan Misi Koran Kompas ........................................................ 1. Visi Koran Kompas ................................................................. 2. MisiKoran Kompas ................................................................. D. Prestasi Fotografi Koran Kompas ................................................ E. Rubrik Foto Pekan Ini .................................................................. F. Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik .............................................
BAB IV
57 58 65 66 66 68 70 71
TEMUAN DAN HASIL ANALISIS SEMIOTIK Analisis Data Semiotik Charles Sander Peirce .............................. 74 1. 2. 3. 4. 5. 6.
BAB V
Analisis Foto 1 ...................................................................... Analisis Foto 2 ....................................................................... Analisis Foto 3 ....................................................................... Analisis Foto 4 ....................................................................... Analisis Foto 5 ....................................................................... Analisis Foto 6 .......................................................................
76 79 82 85 88 91
PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................... 94 B. Saran-saran ................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................... xi
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 ....................................................................................................... Gambar 2 ............................................................................................................ Gambar 3 ............................................................................................................ Gambar 4 ............................................................................................................ Gambar 5 ............................................................................................................ Gambar 6 ............................................................................................................ Gambar 7. ...........................................................................................................
x
43 76 79 82 85 88 91
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Koran kompas dalam rubrik foto pekan ini edisi 18 November 2012 menampilkan foto-foto yang bertemakan Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik. Rangkaian foto-foto perjuangan anak-anak yang berlatar belakang di desa terpencil di daerah Padang Sumatera Barat ini menggambarkan bagaimana anak desa yang jauh dari kota berjuang mempertaruhkan nyawa mereka dengan menyusuri derasnya sungai tanpa pengaman maupun jembatan penghubung, mereka menyeberang dengan bertelanjang kaki demi untuk dapat bersekolah. Fenomena sosial seperti ini sering terjadi di daerah terbelakang yang jauh dari pusat kota dan pemerintahan, dan pada akhirnya para insan media pun tertarik untuk mengangkatnya kepermukaan seperti halnya koran kompas yang kemudian memunculkan fenomena ini dalam rubrik foto pekan ini yang menarik untuk diberitakan dibahas serta memiliki pesan tersendiri. Melihat yang digambarkan oleh kompas dalam rubrik foto pekan ini yang memfokuskan pada perjuangan anak-anak memberikan kesan dan pertanyaan pada penulis mengapa anak-anak kecil tersebut terbiasa berjuang dan rela mengorbankan nyawa mereka untuk bersekolah dan bagaimana sebenarnya yang harus anak-anak tersebut lakukan dimasanya. Mengingat anak adalah makhluk kecil yang lemah dan memerlukan perlindungan, bahkan anak-anak memiliki hak tersendiri yakni hak-hak dasar anak yang sudah diakui negara dan dunia.
1
2
Negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, menyebabkan bangsa ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari daerah, kebudayaan, suku, dan agama. Maka dari itu disini peran media massa, sangatlah penting untuk memberikan pengetahuan atau fakta tentang daerah lain, yang berada jauh dari pulau jawa atau lebih spesifiknya Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan di Indonesia saat ini. Media massa menjadi penting untuk menggambarkan keadaan Indonesia yang sangat luas dan terpecah menjadi berbagai pulau serta terpisah karena lautan, agar dapat melihat apa yang tidak dilihat pemerintah pusat secara langsung, memberikan kenyataan lain yang berada di daerah tertentu yang mungkin tidak tersentuh. Dan diharapakan media massa tersebut dapat untuk mengetahui kebutuhan sebenarnya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu mengkritik memang merupakan salah satu fungsi dari media massa yaitu sebagai kontrol sosial. Pesan dalam sebuah kritik sosial yang kemudian diangkat kedalam media cetak, memposisikan pers sebagai wahana katarsis sosial, sebagai upaya pelepasan kegelisahan, keprihatinan, bahkan kemarahan masyarakat.1 Di era modern ini, dimana masyarakat sudah tidak dapat terpisahkan dari media massa, dan masyarakat memang tidak mampu lagi untuk menghindar dari pengaruh media massa yang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia saat ini. Manusia membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhan informasi dan emosionalnya, yang kemudian sanggup mendatangkan berbagai perasaan
1
JurnalAkbar Rhaditsstya Putra, “Kritik Sosial Dalam Foto Jurnalistik (studi Semiotika Tentang Pesan-pesan Kritik Sosial dalam Foto Jurnalistik Kompas di Rubrik Foto Pekan Ini dengan Judul Rindu Jembatan Menuju ke sekolah dan jejak terakhir di Ujung Karang)h.2
3
pada manusia tersebut sebagai feedback, mulai dari senang, takut, nikmat, tidak aman, sampai pada marah.2 Media massa merupakan sebuah saluran informasi ataupun wadah bagi pesan-pesan kritik sosial yang diolah menjadi berita yang kemudian di sajikan dalam bentuk tulisan seperti tajuk rencana, surat pembaca, dan juga foto-foto berita atau jurnalistikyangdiangkat untuk menjelaskan sebuah permasalahan dan menggambarkan aspek-aspek kehidupan, selanjutnya dapat juga digunakan untuk refleksi bagi pemerintah dan masyarakat untuk turut mengurusi masalah-masalah yang masih membutuhkan perhatian lebih.3 Dalam konteks penelitian ini maka yang menjadi permasalahan adalah berita tentang anak dimana anak-anak yang menjadi pusat perhatian dalam pemberitaan. Karena akhir-akhir ini kasus tentang anak dalam media semakin sering
diberitakan. Bahkan menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) tahun 2012 merupakan tahun kelabu bagi anak,4 karena maraknya pelanggaran terhadap hak anak pada tahun tersebut. Selama tahun 2012 Komnas PA menjelaskan bahwa telah menerima laporan 1.383 kasus pelanggaran hak anak atau lebih dari 100 pengaduan pelanggaran setiap bulannya. Bentuk pelanggaran tidak hanya meningkat secara kuantitas, tapi juga semakin kompleks dan beragam modus.5 Pada tahun 2012 ini juga diterbitkannya pemberitaan dengan menggunakan rangkain foto dan teks 2
Ana Nadhya Abrar, Bila Fenomena Jurnalisme Direflesikan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1997), h. 4 3 Jurnal Akbar Rhaditsstya Putra, Kritik Sosial Dalam Foto Jurnalistik h. 3 4 Tahun kelabu bagi anak dari http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/12/2 2/ArticleHtmls/2012-Tahun-Kelabu-bagi-Anak-221220125008.shtml?mode=1 diposkan 22nd December 2012 oleh People’s Blog diakses pada Januari 2013 5 Tahun kelabu bagi anak dari http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/12/22 /ArticleHtmls/2012-Tahun-Kelabu-bagi-Anak-221220125008.shtml?mode=1
4
tentang perjuangan anak-anak desa Lambung Bukik, yang setiap kali mereka akan pergi kesekolah dengan menyeberangi sungai tanpa pengaman, ancaman dan keadaan yang membahayakan 6 mengahantui jiwa mereka, hal demikian juga merupakan salah satu pelanggaran hak anak, yang tanpa disadari oleh pemerintah telah membiarkan hal tersebut terjadi. Sudah menjadi fitrah manusia untuk terus berkembang seiring dengan zaman yang semakin maju, begitu juga dengan tehnik menyampaikan pesan dan informasi, sehingga format menyampaikan alam pikiran melalui pesan-pesan baik melalui bahasa verbal, visual, audio, maupun kombinasi visual audio semakin beragam. Dan salah satu format komunikasi visual, salah satu mediumnya adalah fotografi. Fotografi adalah salah satu alat komunikasi yang digunakan oleh fotografer, bahkan peristiwa atau kejadian yang ditangkap oleh fotografer yang kemudian menjadi sebuah foto lebih ampuh dalam memvisualisasikannya daripada gambar ataupun lukisan.Sebagai salah satu media komunikasi, fotografi menyampaikan makna-makna dan pesan yang terekam dalam wujud bingkaifoto.7 Berangkat dari latar belakang tersebut akhirnya penulis memfokuskan untuk melakukan penelitian terhadap foto yang bertemakan Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik dalam rubrik foto pekan ini di koran kompas dengan menyajikan sebuah skripsi yang berjudul “ANALISIS SEMIOTIK FOTO PEJUANG CILIK DARI LAMBUNG BUKIK DALAM RUBRIK FOTO PEKAN INI DI KORAN KOMPAS”. Dan akan menelitinya dengan menggunakan pisau analisis
6
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak Dalam Anggaran Publik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015),h.113 7 Hasan Sakri Ghozali, “Representasi Kehidupan Anak Indonesia Dalam Foto (Analisis Semiotik kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009),h. 9.
5
semiotika teori yang dikembangkan oleh Charles S. Peirce yang berdasarkan objeknya diklasifikasikan menjadi simbol, ikon, dan indeks.
B. Batasan dan rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada rubrik foto pekan ini yang terdapat dalam koran kompas. Rubrik foto pekan ini hanya terbit sekali sepekan, yakni pada hari minggu. Foto yang ditampilkan oleh foto pekan ini merupakan foto-foto jurnalistik yang apa adanya dan berkarakter. Mengingat banyaknya edisi yang sudah ditampilkan, maka peneliti ingin lebih khusus meneliti foto pekan ini edisi 18 November 2012 khusus tema pejuang cilik dari Lambung Bukik . Peneliti hanya menganalisa enam foto jurnalistik yang ada pada rubrik foto pekan ini edisi 18 November 2012 yang bertema Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik. Enam foto ini diambil atau dipilih dengan menggunakan Purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sample yang ditentukan atau dipilih sendiri oleh peneliti atau lebih berdasar pada alasan atau pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.8 Dengan menggunakan purposive sampling diharapkan kriteria sample yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.9 Sample yang sudah dipilih ini kemudian akan diteliti menggunakan semiotika Charles S. Peirce dibatasi hanya dengan berdasarkan objeknya yang diklasifikasikan menjadi Simbol, Ikon dan Indeks. 8
JurnalAkbar Rhaditsstya Putra, “Kritik Sosial Dalam Foto Jurnalistik (studi Semiotika Tentang Pesan-pesan Kritik Sosial dalam Foto Jurnalistik Kompas di Rubrik Foto Pekan Ini dengan Judul Rindu Jembatan Menuju ke sekolah dan jejak terakhir di Ujung Karang)h.11 9 Teknik pengambilan sample dari http://www.portal-statistik.com/2014/02/teknikpengambilan-sample-dengan-metode.html?m=1 diakses pada 11 Mei 2015
6
2. Perumusan Masalah Berdasarkan
masalah
diatas
maka
peneliti
telah
merumuskan
permasalahan sebagai berikut: Apa makna tanda ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam foto jurnalistik pejuang cilik dari Lambung Bukik dalam foto pekan ini di koran Kompas menurut analisis semiotik Charles S Peirce? C. Tujuan Penelitian Berkenaan dengan pokok permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahuimakna tanda ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam fotojurnalistik pejuang cilik dari Lambung Bukik dalam foto pekan ini di koran Kompas menurut analisis semiotik Charles S Peirce D. Manfaaat Penelitian Adapun manfaat penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sebagai tambahan
referensi
dalam
perkembangan
media
massa,
serta
perbandingan bagi studi-studi yang akan datang terutama di bidang foto jurnalistik, khususnya mengenai semiotika foto jurnlistik. 2. Manfaat praktis Peneliti mengharapkan penelitian ini akan menjadi bahan masukan untuk menambah wawasan bagi praktisi maupun orang yang berminat dalam dunia kejurnalistikan pada umumnya dan khususnya untuk jurnalistik foto.
7
3. Metodologi Penelitian Pengertian metode, berasal dari kata methodos (yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, dan kegiatan untuk mencari informasi tersebut dengan tujuan untuk menemukan hal-hal yang baru merupakan suatu prinsip-prinsip tertentu atau solusi tersebut merupakan sebuah penelitian.10 1. Pendekatan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini lebih cenderung menggunakan penerapan metode kualitatif, yang bertujuan untuk menjelaskan sebuah fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.11 Penelitian dengan metode kualitatif juga merupakan metode pendekatan yang datanya tidak menggunakan data statistik, umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. 12 Sedangkan sifat
dari
penelitian ini adalah deskriptif. Jalaludin Rachmat mendefinisikan metode deskriptif sebagai metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa. Penelitian deskriptif timbul karena suatu peristiwa dan situasi yang menarik,
sehingga
pendekatan
yang dilakukan
peneliti
adalah
dengan
memaparkan temuan dari hasil pengamatan foto-foto yang didapat dari rubrik foto pekan ini Koran Kompas dengan tema Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik.
10
Rosady Ruslan, Metode penelitian Public Relations dan komunikasi( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006). h.24 11 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis riset komunikasi (Jakarta: Prenada Media Group, 2006) h.58 12 Ronny Kontur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis (Jakarta: Cv Teruna Grafika 2005) h. 16
8
2. Metode Analisis Untuk ketajaman analisis maka metode analisis semiotik Charles S Peirce untuk melihat tanda yang dibatasi hanya atas ikon, indeks dan simbolakan sangat membantu. Peneliti menganalisis foto-foto rubrik foto pekan ini Kompas yang bertema pejuang cilik dari Lambung Bukik. Dan menyimpulkan hasil temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memaparkan hasil temuan tanda yang di klasifikasikan menurut objeknya yang terbagi atas ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam rangkaian foto-foto pekan ini koran kompas yang bertema pejuang cilik dari Lambung Bukik dan mengetahui maksud atau pesan koran Kompas. 3. Subjek Dan Objek Penelitian Bahan penelitian adalah subjek penelitian, Arikunto menyebutkan bahwa subjek penelitian adalah yang akan dituju untuk diteliti oleh peneliti.13 Sehingga dalam hal ini bahan penelitian yang akan diteliti adalah Koran Kompas beserta rubrik foto pekan ini. Sedangkan objek penelitiannya adalah foto-foto pejuang cilik dari Lambung Bukik yang terdapat di rubrik foto pekan ini koran Kompas. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian penulis akan melakukan teknik atau cara yang akan digunakan untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dibedakan dengan metodologi dari riset yang digunakan para peneliti, yakni riset kualitatif dan kuantitatif. 14 Akan tetapi riset yang digunakan
13
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik Revisi VI (Jakarta: Rineka Cipta,2006) h.122 14 John W Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: KIK Press,2003), hlm 143.
9
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, sehingga dalam konteks ini yang peneliti gunakan pada riset ini ialah: 1. Observasi Observasi diartikan sebagai kegiatan pengamatan secara langsung tanpa mediator suatu objek untuk melihat lebih dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek tersebut dengan cara mengamati, mencatat, memilih dan menganalisa bahan-bahan penelitian dengan model penelitian yang digunakan. Seperti penelitian kualitatif lainnya, observasi difokuskan
untuk
mendefinisikan
dan
menjelaskan
fenomena
penelitian.15 Observasi pada penelitian ini dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati subjek, dan dalam konteks penelitian ini subjeknya adalah koran Kompas, sedangkan objeknya adalah foto-foto pejuang cilik dari Lambung Bukik yang terdapat dalam rubrik foto pekan ini edisi 18 November 2012. Pada metode observasi penelitian ini hanya menggunakan analisis dokumen dari berbagai bentuk instrumen observasi seperti: lembar pengamatan, dan panduan pengamatan. Analisis dokumen ini berarti hanya mengamati dokumen sebagai sumber informasi dan menginterpretasikannya ke dalam hasil penelitian. Dokumen yang digunakan adalah bentuk foto-foto pada rubrik foto pekan ini koran kompas, edisi minggu, 18 November 2012 dengan judul atau tema Pejuang Cilik dari Lambung Bukik. 15
Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: prenada media group, 2006) h. 96
10
2. Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui telaah dan mengkaji berbagai literature yang memiliki relevansi dengan materi penelitian. Dokumentasi bertujuan untuk menggali data masa lampau secara sistematis dan obyektif.16 Untuk itu peneliti menelaah dan mengkaji literatur, seperti bukubuku dan sumber bacaan lainnya yang relevan dengan pokok permasalahan yang dibahas dan yang mendukung penelitian. Sumber bacaan untuk menunjang penelitiaan ini didapat diantaranya
dari
perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, perpustakaan Universitas Indonesia yang berada di Depok, serta buku-buku pribadi penulis dan Kerabat. 5. Teknik Analisis Data Setelah
data
dikumpulkan,
kemudian
data
tersebut
dianalisis
menggunakan teknik analisis Semiotika Charles Sanders Peirce karena peneliti ingin melihat tanda-tanda dalam foto tersebut mengenai perjuangan anak Lambung Bukik. Peneliti menggunakan analisis semiotik karena mampu untukmelihat tanda,dalam hal ini penulis juga hanya menganalisis dengan metode semiotik yang dibatasi berdasarkan objeknyaPeirce yaitu tanda terbagi atas icon (ikon), indesx (indeks), dan Symbol (simbol). Peneliti membatasi penelitian menggunakan semiotika Charles S. Peirce berdasarkan objeknya yang diklasifikasikan menjadi Simbol, Ikon dan Indeks 16
Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: prenada media group, 2006),h. 116
11
karena sudah dapat menonjolkan atau mengungkap tanda-tanda yang terdapat dalam foto tersebut, selain itu sudah banyak para peneliti yang meneliti gambar atau foto dengan menggunakan penelitian semiotik Peirce dengan melihat tanda atas simbol, ikon dan indeks. Ikon, yaitu merupakan tanda yang berhubungan antara representamen dan objeknya memiliki keserupaan identitas, dapat dimaksudkan ikon memiliki tanda yang mirip atau memiliki kesamaan dengan benda yang diwakilinya. Kemudian indeks, merupakan tanda yang hubungan antara representamen dan objek berdasarkan hubungan antara kontiguitas atau sebab akibatnya, seperti contoh populer indeks adalah, ada asap karena adanya api. Dan simbol yaitu tanda yang hubungan antara representament dan objeknya, didasari konvensi sosial, atau dapat diartikan yaitu tanda yang terjadi karena hasil kesepakatan pengguna atau masyarakat. 6. Pedoman Penulisan Dalam penelitian ini penulis mengacu kepada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
4. Tinjauan Kepustakaan Penelitian yang berjudul “Analisis Semiotika Foto Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik Pada Foto Pekan Ini Dalam Koran Kompas” merupakan penelitian yang terisnpirasi dari berbagai penelitian atau skripsi lainnya.
12
Seperti dari skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika Foto Cerita Pada Media On Line Antara.Com” karya Tedi Kriyanto, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Jurusan jurnalistik. Bukan hanya itu saja tetapi juga terinspirasi dari skripsi karya Za’arasy Rahmah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul “Analisis Semiotika Foto Jurnalistik Pernikahan Dini Dalam Majalah National Geographic Indonesia”. Selain dari skripsi mahasiswa UIN Syarif hidayatullah Jakarta akan tetapi juga terinspirasi dari skripsi dari Hasan Sakri Ghozali
yang merupakan
mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebebelas Maret Surakarta, skripsi tersebut berjudul “Representasi Kehidupan Anak Indonesia Dalam Foto(Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)” Selain skripsi tinjauan pustaka juga melihat dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan semiotika seperti jurnal yang ditulis oleh Akbar Rhaditsstya Putra, “Kritik Sosial Dalam Foto Jurnalistik (studi Semiotika Tentang Pesanpesan Kritik Sosial dalam Foto Jurnalistik Kompas di Rubrik Foto Pekan Ini dengan Judul Rindu Jembatan Menuju ke sekolah dan jejak terakhir di Ujung Karang) kemudian jurnal yang ditulis Ni Wayan Sartini“Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,” (Jurnal Jurusan Sastra Indonesia , Fakultas Sastra, Universitas Airlangga) dan e-Jurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Jurusan Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi “Simbolis Logo Maicih ,, For Icihers With Love” Bentuk penelitian dari ketiga skripsi dan jurnal yang didapat tersebut memiliki kesamaan, karena sama-sama membahas mengenai makna dan simbol
13
pada foto jurnalistik dengan menggunakan analisis semiotika. Tetapi foto dan fokus penelitian
yang akan dianalisis tentunya memiliki perberbedaan cara
menganalisis dan juga permasalahan yang diteliti.
5. Sistematika Penulisan Agar pembahasan dalam penulisan skripsi ini sistematis, untuk itu penulis membaginya menjadi lima bab, yaitu tiap-tiap bab berisi sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini berisi latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini merupakan bab yang merupakan uraian-uraian teori yang menjadi landasan dalam kerangka pemikiran dalam penelitian, berisi tentang kajian umum Jurnalistik, Fotografi dan Foto Jurnalistik, enis foto jurnalistik dan fungsinya, kemudian konsep umun semiotika dan semiotika Charles Sanders Peirce, kemudian tinjauan umum media massa diantaranya gambaran umum media massa, pengertian koran dan rubrik . dan yang terakhir mengenai perjuangan dan anak-anak
BAB III
HARIAN KOMPAS DAN RUBRIK FOTO PEKAN INI Bab ini berisikan profil dan gambaran umum dari subjek dan objek penelitian. Dalam penelitian ini subjek dan objek penelitiannya adalah Koran kompas dan rubrik foto pekan ini yang ada di dalam
14
Koran kompas beserta gambaran umum pejuang cilik dari Lambung Bukik. BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISISDATA SEMIOTIKA Bab ini menjelaskan temuan-temuan data yang terkandung dan hasil dari penelitian analisis semiotik foto jurnalistik pejuang cilik dari Lambung Bukik yang terdapat dalam rubrik foto pekan ini di Koran kompas dalam pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce yang di batasi mengenai objeknya tanda terbagi atas ikon, indeks, dan simbol.
BAB V
PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pesan dan juga penutup.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tentang Jurnalistik Jurnalistik merupakan kegiatan yang telah lama dikenal manusia di dunia, karena kegiatan mencari dan menyebarkan berita kepada khalayak melalui media massa telah dilakukan sejak berabad tahun lalu, yaitu sejak zaman Amenhotep III dan zaman Julius Caesar di Romawi kuno, yang pada awalnya hanya kegiatan pencatatan kejadian sehari-hari 1 namun sekarang ini semakin berkembang dalam masyarakat modern. Jika ingin menguraikan arti tentang jurnalistik maka asal kata jurnalistik adalah dari bahasa Prancis journal, yang memiliki arti catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari. Journal juga berasal dari bahasa latin diurnalis, yang memiliki arti harian atau tiap hari. Dan dari kata itu muncullah kata jurnalis, yaitu sebutan bagi orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. 2 Jurnalistik merupakan kata sifat dari jurnalisme atau karakteristik dari jurnalisme. Sehingga bisa dikatakan jurnalistik sebagai kata sifat merupakan ciri khas dari jurnalisme. Menurut
penjelasan
kejurnalistikan
yang
terdapat
dalam
buku
Jurnalisme Masa Kini karya Nurudin tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa, jurnalis merupakan sebutan bagi orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik, kemudian jurnalisme adalah bentuk wadah dari kegiatan mencari berita tersebut dan jurnalistik merupakan kata sifat dari jurnalisme, atau jurnalisme bersifat
1
Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006),h.16 2 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),h.7
15
16
jurnalistik yakni sifatnya yang mencari berita atau informasi dengan memiliki berbagai teknik dan aturan didalam kegiatannya. Kegiatan yang menuntut kepekaan dalam mencari peristiwa atau kejadian ini telah ada sejak tiga ribu tahun yang lalu, saat Firaun di Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya di provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota.
3
Sementara itu kegiatan
kejurnalistikan pada zaman pemerintahan Julius Caesar di romawi kuno terjadi pada tahun 100-22 SM, dan karya jurnalistik pertama yang muncul dalam sejarah peradaban di dunia adalah Acta Diurna yang merupakan sebuah buletin yang ditulis tangan pada zaman tersebut, catatan itu berisi ulasan kejadian sehari-hari di masyarakat.4 Hal tersebutlah yang menjadi cikal bakal dari dunia kejurnalistikan hingga sekarang, meskipun kebutuhan untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang apa yang terjadi merupakan tahapan awal lahirnya jurnalisme selama berabad tahun yang lalu. Akan tetapi jurnalisme benar-benar dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk percetakan mulai digunakan di Eropa pada sekitar tahun 1440. 5 Melihat sejarah yang telah dijelaskan menegaskan bahwa dunia kejurnalistikan benarbenar mulai digunakan sebagai alat informasi, serta diakui sebagai kegiataannya saat percetakan dengan huruf-huruf lepas tersebut ditemukan dan digunakan, meskipun sesungguhnya kegiatan tersebut sudah dikenal dan dilakukan tiga ribu tahun yang lalu.
3
Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006),h.16 4 Nurudin, Jurnalisme masa kini,h.2 5 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik,h.16
17
Dalam setiap pengumpulan informasi, para pencari berita atau wartawan, harus mendapatkan fakta sebanyak-banyaknya agar dapat menyuguhkan berita yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dalam menyajikan sebuah tulisan, seorang wartawan bahkan tidak boleh memberikan interpretasi atas fakta yang disajikan menurut pemikirannya sendiri walaupun hanya sekedar deskripsi, hal tersebut dikhawatirkan dapat memberikan arti berbeda dari fakta atas kejadian yang sebenarnya.6 Karena berita yang tercipta dari asumsi wartawan sendiri tanpa adanya narasumber sebagai penyeimbang yang berkompeten dibidangnya, atau memiliki banyak fakta mengenai suatu kabar berita dan informasi akan memberikan efek buruk bagi pembaca. Kesalahan wartawan dalam menyampaikan informasi kepada khalayak dapat berakibat fatal dan jika hal tersebut terjadi dikhawatirkan akan menyebabkan kerugian kepada pihak lain, sehingga demi menghindari hal tersebut para wartawan diharapkan untuk berhatihati. Sehingga wartawan kerap menghadirkan sumber berita maupun para tokoh guna menguatkan kebenaran informasi yang telah dikumpulkan.7 Dengan adanya narasumber dalam informasi tersebut, sehingga keberannya dapat dipertanggung jawabkan wartawan kepada khalayak, karena sudah adanya penguatan dari sumber-sumbernya. Selain itu wartawan juga harus memiliki sikap dan motivasi kerja seperti para pekerja umumnya dalam mencari sebuah informasi yang akan digali, karena tanpa sikap dan motivasi yang memadai wartawan tidak akan pernah mencapai
6
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini,h.178 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Strategi Wartawan Menghadapi Tugas Jurnalistik) (Yogyakarta: C. V. Andi OFFSET, 2005),h. 43 7
18
tujuannya. 8 Karena jika wartawan memiliki sikap dan motivasi yang memadai sebagai pencari berita, menjadikannya terdorong untuk menyampaikan informasi dengan sebenar-benarnya sehingga terus menggali dari berbagai sumber yang terpercaya dan berkompeten. Di dunia kejurnalistikan, wartawan merupakan komponen terpenting, karena wartawanlah yang melakukan kegiatan lapangan, seperti peliputan sebuah kejadian,
yang
kemudian
memilih,
mengumpulkan
dan
mewawancarai
narasumber hingga menulisnya sebagai berita berdasarkan kebenaran fakta yang ia peroleh dilapangan. 9
selain itu memang fungsi wartawan adalah untuk
menyebarkan informasi kepada khalayak (pembaca, penonton, pendengar), sehingga informasi tersebut harus digali dari sumber-sumber yang berkompeten agar diperoleh informasi yang akurat dan benar untuk kemudian disebarkan secara tepat. B. Fotografi Fotografi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “photos” yang berrti cahaya dan “graphoo” yang memiliki arti menulis atau melukis 10 sehingga apabila digabungkan dua kata tersebut fotografi adalah melukis yang menggunakan cahaya sebagai medianya. Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fotografi merupakan seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film yang dipekakan.
8
11
Atau melukis dengan menggunakan medium
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Jl.WR.Supratman Kampung Utan-Ciputat: Penerbit Kalam Indonesia, 2005),h.33 9 Sudirman Tebba, Jurnalisistik Baru,h. 33 10 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014), h.59 11 Griand Giwanda, Panduan Praktis Belajar Fotografi (Jakarta: Puspa swara, 2001),h. 2
19
cahaya.12 Dalam hal ini penulis mengartikan bahwa fotografi merupakan sebuah bentuk kegiatan melukis dan membekukan atau menyimpan sesuatu dengan sebuah cahaya seperti keadaan, peristiwa, fenomena, manusia, hewan dan lainnya yang kemudian dapat dilihat dalam bentuk gambar atau foto. Fotografi umumnya juga dipandang sebagai suatu proses teknologi yang memungkinkan kita dapat membekukan waktu, gerak, atau bahkan sebuah peristiwa, dan sebuah foto pada dasarnya merupakan sebuah wujud suatu moment atau serangkaian gerak.13 Dimana dengan proses teknologi fotografi yang dapat membekukan sesuatu yang pada dasarnya merupakan wujud suatu moment, atau rangkaian peristiwa yang terus bergerak, namun terperangkap dan membeku menjadi selembar foto yang dapat disimpan sebagai bukti, maupun dokumentasi. Fotografi merupakan alat komunikasi yang dalam menyampaikan pesanpesan dan makna yang terekam dalam wujud bingkai foto. 14 Foto juga lebih mampu memvisualisasikan suatu peristiwa dengan baik dalam bentuk gambar sehingga lebih mudah diingat serta lebih mengesankan dari kata-kata, sehingga tidak memerlukan penerjemah, karena foto memiliki arti yang sama diseluruh dunia. Fotografi menjadi alat komunikasi yang lebih mengesankan dari kata-kata bagi pembaca atau orang lain, karena foto dapat menjelaskan peristiwa atau fenomena seolah pembaca melihat kejadian atau peristiwa tersebut secara
12
Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata, Fotografi (Yogyakarta: Galang Press, 2002),h.27 Ed Zoelverdi, Mat Kodak. (Jakarta: PT. Temprint, 1985), h. 76 14 Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009),h.9 13
20
langsung. 15 Khalayak juga dapat mengartikan, mendeskripsikan foto-foto yang dilihatnya kembali tergantung dari tingkat pengalaman, dan ilmu pengetahuannya.
1. Fotojurnalistik Fotojurnalistik adalah foto-foto yang memiliki nilai berita, terbuat dari proses hasil pencarian, pengolahan dan dimuat dalam surat kabar,16 atau dengan kata lain adalah sebuah berita yang disajikan dalam bentuk foto dimana prosesnya juga melalui tahap-tahap kejurnalistikan . Foto tersebut bisa sebagai pendamping tulisan, bisa pula secara tunggal dengan tulisan minim mendampinginya. Jumlahnya pun bisa satu dan bisa pula lebih, tergantung pada keperluan dan kelayakannya.17 Fotojurnalistik bisa berbentuk tunggal atau satu foto saja dengan didampingi teks maupun foto berseri yang biasanya menampilkan serangkaian foto-foto, hal tersebut disesuaikan dengan rubrik-rubrik atau kebutuhan redaksi yang terdapat dalam surat kabar. Dapat juga dicontohkan dalam surat kabar Kompas yang terdapat rubrik foto pekan ini di dalamnya dan hanya terbit sekali sepekan. Rubrik tersebut menyajikan secara khusus foto-foto yang memiliki tema dan berkhas, dan fotofoto tersebut dapat dikatakan sebagai fotojurnalistik karena termuat dalam surat kabar, memiliki teks, dan judul, seperti yang dikatakan Cliff Edom yang merupakan Guru Besar Universitas Missouri, As, menurutnya fotojurnalistik
15
Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia,
2014),h.62 16
Pengertian fotojurnalistik dari http://tipsfotografi.net/memahami-definisi-fotojurnalistik.html 17 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.60
21
adalah perpaduan dari kata words dan picture. 18 foto-foto dalam rubrik foto pekan ini pun perpaduan dari teks dan gambar, serta memiliki nilai berita atau informasi. Kesamaan pengertian mengenai foto jurnalistik juga dikatakan oleh Wilson Hick yang merupakan editor majalah Life sejak 1937 hingga 1950. Menurutnya fotojurnalistik merupakan kombinasi dari kata dan gambar yang dapat menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan dalam latar belakang pendidikan serta kesamaan dalam hal sosial yang dimiliki oleh pembacanya. 19 Informasi atau foto yang disuguhkan sebagai alat komunikasi akan diterima berbeda-beda oleh pembacanyaa tergantung pada latar belakang para pembaca satu dengan yang lainnya. Menurut seorang pewarta foto, Oscar Matuloh, kemunculan fotografi jurnalistik di awali dengan adanya foto dokumentasi, yang merupakan induk dari fotojurnalistik itu sendiri. Menurutnya fotojurnalistik adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam bukti visual atas suatu peristiwa pada masyarakat luas, bahkan hingga kerak dibalik peristiwa tersebut. 20 Fotojurnalistik karena bersifat gambar atau foto dapat dijadikan bukti untuk meyakinkan keraguan pembaca atas sebuah kejadian yang tidak dilihatnya secara langsung. Fotojurnalistik yang dipahami peneliti adalah foto-foto yang terdapat dalam surat kabar yang memiliki nilai berita. Foto-foto tersebut bisa sebagai
18
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: bumi aksara, 2004),h.4 19 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa,h.4 20 Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009),h.12
22
pendamping berita, maupun berdiri sendiri sebagai sebuah berita yang memiliki sedikit penjelasan atau caption. Selain itu foto jurnalistik dengan foto lainnya dapat dibedakan dengan melihat karakter fotonya.21 Menurut Frank P. Hoy, dari Sekolah Jurnalistik dan telekomunikasi Walter Cronkiet, Universitas Arizona, pada bukunya yang berjudul Photojournalisme The Visual Approach, terdapat delapan karakter foto jurnalistik yang dapat dipahami.22 Karakter pertama, adalah alat komunikasi melalui foto. Komunikasi yang dilakukan mengekpresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu subjek, 23 tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekpresi pribadi, jadi harus berdasarkan perbandingan dan penggalian dari narasumber serta fakta lainnya. Kedua, medium atau wadah fotojurnalistik adalah media cetak, seperti koran atau majalah, dan media kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita (wire service)
24
tanpa memperhatikan tirasnya. Dan informasinya yang
disebarkan dalam fotojurnalistik adalah sebagaimana adanya, disajikan media cetak tersebut dengan sejujur-jujurnya,25 Ketiga, kegiatan fotojurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita sama dengan wartawan berita lainnya.26 Sebuah fotojurnalistik juga melaporkan semua aspek kenyataan kepada masyarakat dengan mensyaratkan rumus 5W+1H yang 21
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa, h.4-5 22
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa, h.4-5 23
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa, h.4-5 24
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa, h.4-5 25
Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia,
26
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
2014),h.61 massa, h.4-5
23
dapat mewakili
ribuan kata atau kalimat. 27 Keempat, Fotojurnalistik juga
memiliki karakter perpaduan antara teks dan foto. Kelima, Fotojurnalistik mengacu pada manusia sebagai subjek, sekaligus pembaca fotojurnalistik.
28
Manusia memiliki posisi puncak pada pramida sajian dan peran visual. Ginny Souwart dalam buku Nawiroh Vera yang berjudul Semiotik Dalam Riset Komunikasi menyimpulkan, merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi fotojurnalistik, karena kerja dengan subjek yaitu manusia adalah segala-galanya dalam proses tersebut. Itu sebabnya foto jurnalistik harus mempunyai kepentingan dengan manusia.29 Karakteristik lainnya dari fotojurnalistik adalah, fotojurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audience). 30 Dengan begitu pesan yang disampaikan harus singkat, padat, dan jelas yang harus segera diterima orang yang beraneka ragam. Ketujuh, fotojurnalistik juga merupakan hasil kerja editor foto.31 Dan yang terakhir atau kedelapan, karakteristik foto jurnalistik lainnya adalah tujuan fotojurnalistik,
32
yaitu memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian
informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers. 2. Jenis-jenis foto jurnalistik Jenis-jenis fotojurnalistik dapat diketahui melalui kategori yang dibuat oleh badan Fotojurnalistik dunia atau world press foundation, pada acara lomba 27
Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.61 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa, (Jakarta: bumi aksara, 2004),h.4-5 29 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.61 30 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik : Metode Memotret dan Mengirim Foto Ke media massa,h.4-5 31 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik : Metode Memotret dan Mengirim Foto Ke media massa,h.4-5 32 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto Ke media massa,h.4-5 28
24
foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan yang berada di seluruh dunia. Kategori dari jenis-jenis fotojurnalistik itu dikelompokkam dalam 9(sembilan) kategori 33sebagai berikut: Pertama, Spot photo atau dalam bahasa indonesia foto spot adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal atau tidak terduga yang diambil oleh si fotografer langsung di lokasi kejadian.34 Kejadian yang tidak terduga tersebut membutuhkan kecepatan fotografer untuk menangkapnya, agar foto yang didapatkan tidak tertinggal moment. Foto yang bersifat spot biasanya cepat disiarkan oleh fotografer, karena peristiwanya yang cepat, tidak terencana, dan jarang terjadi. Contoh dari foto spot adalah foto peristiwa kecelakaan, bencana alam, kebakaran, dan perkelahian. Kedua, General news photo adalah bentuk foto peristiwa yang terjadwal, rutin, dan biasa terjadi dengan tema yang bermacam-macam.
35
Foto jenis ini
sudah dapat diprediksi dan direncanakan terlebih dahulu kemunculannya, dan bentuk general news photo ini bisa berbentuk peristiwa kenegaraan, seperti presiden meresmikan bendungan, pelantikan menteri-menteri,36 kemudian sajian lainnya yang berbau politik, ekonomi, dan humor. Ketiga, people in the news photo, adalah foto tentang seseorang atau masyarakat dalam suatu berita, dan yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang menjadi berita itu. 37 Bisa
33
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa ,h.7 34
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
35
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa,h.7 massa,h.7
36
Di sarikan dari www.suryaonline.co/images/kategori-dalam-foto-jurnalistik/ diakses pada 1 April 2016 37 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa, (Jakarta: bumi aksara, 2004),h.7-9
25
kelucuannya, nasib dan sebagainya.38 People in the news photo ini menampilkan suatu tokoh atau masyarakat yang memiliki keadaan “luar biasa” dan menarik untuk dipublikasikan. Tokoh-tokoh yang berada pada foto people in the news photo, bisa tokoh yang memang popular atau bisa juga tidak, tetapi kemudian, menjadi popular setelah foto tersebut dipublikasikan.39 Contoh foto dari people in the news adalah foto Ali Abbas, anak korban bom pada perang Irak, atau foto mantan presiden AS Ronald Reagan yang kepalanya botak setelah menjalani operasi di kepalanya, kemudian foto Juned korban kecelakaan peristiwa tabrakan kereta api di Bintaro dan sebagainya. Keempat, Daily life photo, adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).40 Contoh dari foto daily life photo adalah foto tentang kehidupan pandayung sampan tua di sunda kelapa, foto tentang pedagang gitar dan sebagainya. Dapat diartikan bahwa daily life photo menampilkan bagaimana manusia melakukan aktivitas kesehariannya yang memiliki nilai humanis atau daya tarik tersendiri untuk ditelusuri kehidupannya dan dibagikan kepada khalayak. Kelima, potrait, merupakan foto yang menampilkan atau menggambarkan sosok wajah secara
38
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa,h.7-9 39
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa,h.7-9 40
massa,h.7-9
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
26
close up 41 maupun medium close up. Dimana foto tersebut ditampilkan karena adanya kekhasan atau keunikan pada wajah yang dimiliki atau kekhasan lain.42 Keenam, sport photo, adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga,43 baik olahraga tradisional maupun olahraga yang telah banyak dikenal oleh masyarakat luas pada umumnya.
44
Sport photo biasanya menampilkan gerakan
dan ekspresi atlet dan hal lain yang menyangkut olahraga seperti misalnya foto seorang pelari marathon yang sedang menuju ke garis finish dan foto pemain bola yang sedang menendang bola. Ketujuh, science and technology photo, adalah foto yang diambil dari peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. 45 Bahkan dalam pemotretan tertentu, diperlukan perlengkapan khusus seperti lensa mikro atau film x-ray. Contoh dari foto science and technology adalah foto penemuan mikro chip computer baru, foto proses pengkloningan domba, atau foto pemotretan organ di dalam tubuh selain itu juga foto tentang penemuan situs purbakala.46 Kedelapan, Art and culture photo, adalah bentuk foto yang dibuat dari peristiwa seni dan yang berkaitan dengan budaya.
47
Contohnya adalah,
pertunjukan Pasha ungu di panggung, kegiatan artis di belakang panggung, tarian budaya, dan sebagainya. dan yang terakhir atau kesembilan adalah social and 41
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa,h.7-9 42
Memahami Definisi fotojurnalistik dari http://tipsfotografi.net/memahami-definisifoto-jurnalistik.html 43 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa,h.7-9 44 Memahami Definisi fotojurnalistik dari http://tipsfotografi.net/memahami-definisifoto-jurnalistik.html 45 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa,h.7-9 46 Memahami Definisi fotojurnalistik dari http://tipsfotografi.net/memahami-definisifoto-jurnalistik.html 47 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media massa,h.7-9
27
environment, adalah foto-foto yang menunjukkan tentang kehidupan social masyarakat serta lingkungan hidupnya. Contoh dari foto ini adalah foto tentang kehidupan penduduk di sekitar kali ciliwung yang sedang menyebrang kali, atu asap buangan kendaraan di jalan dan sebagainnya.48
2. Fungsi Fotografi dan Fotojurnalistik Fotografi merupakan bentuk komunikasi nonverbal yaitu komunikasi yang menggunakan media gambar, 49 dengan bahasa gambar tersebut seorang fotografer ingin menyampaikan sesuatu hal yang telah terjadi. Foto juga berfungsi sebagai alat komunikasi bagi sang fotografer untuk menyampaikan sebuah pesan, ide, gagasan, maupun visi, kepada para penikmatnya. Adapun beberapa fungsi fotografi berdasarkan tujuannya yang disebutkan oleh Andreas Freinger, 50 yaitu fotografi dapat berfungsi sebagai penerangan ketika ini digunakan untuk pemotretan dan dokumen yang bertujuan untuk mendidik atau memungkinkan untuk mengambil keputusan yang benar.51 Kemudian yang kedua, fotografi juga digunakan sebagai media informasi yang berguna untuk menyampaikan informasi tertentu,52 dan ketika ini digunakan untuk perdagangan dan periklanan serta propaganda politik, maka fotografi dapat bertujuan menjual barang atau jasa maupun gagasan, melalui informasi dalam bentuk foto yang digunakannya . Ketiga, fotografi juga berfungsi 48
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode memotret dan mengirim foto ke media
massa,h.7-9 49
e-journal.uajy.ac.id/537/2/1KOM0317.pdf Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)” ”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009).h. 10-11 51 Hasan Sakri Ghozali,h. 10-11 52 Hasan Sakri Ghozali,h. 10-11 50
28
sebagai media penemuan karena kamera memiliki keunggulan dari pada mata manusia, maka ia digunakan untuk penemuan dalam lapangan penglihatan. Ini terjadi dalam bidang riset dan pemotretan ilmu pengetahuan. Tujuan gambar ini ialah untuk membuka lapangan baru bagi penyelidikan, untuk memperluas pandangan dan cakrawala intelek serta memperkaya taraf hidup.53 Keempat, yaitu berfungsi sebagai media pencatatan, 54 fotografi juga dapat berfungsi atau bertujuan seperti itu. Pemotretan memungkinkan adanya alat yang paling sederhana dan murah untuk mereproduksi karya seni, microfilm dan dokumen. Kelima, fotografi digunakan sebagai sarana hiburan 55 yang tak terbatas yang bertujuan untuk pemuas kebutuhan rohani manusia. Selanjutnya yang terakhir atau keenam adalah,
digunakan sebagai media pengungkapan diri 56
dengan gambar-gambar tersebut manusia mengutarakan pendapatnya mengenai jagad, perasaan, gagasan, dan pemikiran mereka. Sementara itu menurut Edwin Emery, fungsi fotojurnalistik, dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Fotojurnalistik, merupakan foto yang berfungsi untuk menginformasikan (to inform).57 Maksud dari menginformasikan ini seperti halnya berita tulis lain, melalui media gambar ini fotojurnalistik bermaksud untuk memberitahukan tentang sesuatu yang terjadi kepada khalayak, atau lebih kepada menggambarkan realitas dari sebuah pemberitaan58; (2) fotojurnalistik, merupakan
53
Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)”)”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009),h. 10-11 54 Hasan Sakri Ghozali,h. 10-11 55 Hasan Sakri Ghozali,h. 10-11 56 Hasan Sakri Ghozali,h. 10-11 57 Drs. Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1995), h. 102 58 e-journal.uajy.ac.id/537/2/1KOM0317.pdf
29
foto yang berfungsi meyakinkan (to persued),59 maksud dari fungsi meyakinkan ini biasanya sebuah foto disajikan untuk lebih meyakinkan khalayak tentang sesuatu yang terjadi, karena dengan adanya sebuah bukti foto masyarakat akan lebih percaya dengan kebenaran sebuah berita; dan yang ke (3) adalah untuk menghibur (to intertaint),60 dari sekian banyak tulisan yang terdapat dalam berita tulis biasanya foto disajikan untuk sebagai hiburan bagi pembaca.
C. Semiotik Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi, melalui perantaraan tanda tersebut manusia dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya, karena dalam kehidupannya manusia satu dengan lainnya harus melakukan proses komunikasi dalam berinteraksi dan beraktivitas. Manusia memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan makhluk yang lainnya dalam hal berkomunikasi, yaitu kemampuannya menciptakan bahasa simbolik.61 Banyak tanda di dunia ini memiliki arti yang dapat dikomunikasikan dan diinformasikan. Dalam hal tersebut terdapat studi yang secara khusus mempelajari tentang tanda-tanda yaitu semiotik. Semiotik merupakan teori yang berguna untuk mengkaji tanda atau ilmu tentang sistem tanda, hal tersebut terdapat dalam buku Alex Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi. Jika Barthes mengikut Saussure mengenai kajian semiotik ini yang terkenal dengan semiologi, sementara Peirce terkenal dengan triadic dan konsep trikotominya.
59
Drs. Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktek),h.102 Drs. Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktek), h. 102 61 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014), h.1 60
30
Dalam kajian tersebut pada intinya semiotik merupakan metode analisis yang hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai sesuatu. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya memberikan atau membawa informasi dan hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. 62 Sehingga sebuah alat komunikasi seperti bahasa, simbol dan bahkan foto dalam konteks kajian ini bukan hanya mengantarkan sebuah informasi, penyampaian sebuah pemikiran atau kabar berita tetapi terdapat unsur-unsur tanda didalamnya.
1. Pengertian semiotik Semiotik merupakan istilah ilmu tanda yang lazim di pakai oleh ilmuan Amerika, sementara istilah semiologi, lebih banyak digunakan di Eropa. Semiotik atau semiologi, adalah istilah yang berasal dari kata Yunani semeion.
63
Akan
tetapi walau berbeda dalam segi bahasa, namun tujuan dari semiotik dan semiologi adalah sama, yaitu mengkaji sebuah tanda. Semiologi yang berasal dari kata semeiotics (Yunani: semeiotikos), memiliki arti an interpreter of signs atau dapat diartikan sebuah makna, arti dari tanda. 64 Jadi, semiologi adalah ilmu tentang tafsir tanda, termasuk sistem tanda. Definisi ini membuat aplikasi semiologi sangat luas, bisa digunakan diberbagai bidang keilmuan, karena semiologi adalah metode tafsir untuk seluruh tanda yang diproduksi oleh manusia.65 Dengan pengertian tersebut semiologi dapat digunakan
62
Alex sobur, semiotika komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),h.15 Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)”)”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009).h.32 64 Hasan Sakri Ghozali,.h.32 65 Hasan Sakri Ghozali,.h.32 63
31
dalam berbagai bidang keilmuan selama hal tersebut memiliki tanda yang di produksi manusia dan dapat ditafsirkan. Dalam kajian atau studi mengenai makna selain semiotik dan semiologi yang dikembangkan Saussure dan Peirce ada istilah lain dalam perkembangannya yaitu semasiologi, sememik, dan semik. 66 Dimana istilah tersebut juga sama saja merujuk pada suatu ilmu atau bidang yang mempelajari makna, arti dari suatu tanda dan lambang. Semiotik sudah dijelaskan berulang adalah sebuah ilmu atau metode untuk mengkaji tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia saat berinteraksi atau suatu ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda, lambang, dan prosesnya. 67 Sementara para semiotikus, yaitu orang-orang yang ahli dibidang semiotik juga melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai kesatuan tanda yang memiliki makna, bukan sebagai hakikat esensial objek.68 Hal tersebut dikarenakan kehidupan sosial dan budaya merupakan hasil atau produk dari pemikiran manusia yang dapat ditafsirkan dan dipelajari maksud atau makna didalamnya. Menurut pateda semiotik terbagi menjadi sembilan (9) macam,69 yaitu: Semiotik Analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda. 70 Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan menganalisanya menjadi ide, objek dan makna. Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap 66
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,h.11 Puji santosa, Ancangan semiotika dan Pengkajian sastra,(Bandung: angkasa 1931),h.3 68 Untung yuwono dan Christomy, Semiotika Budaya (Depok: Universitas Indonesia, 2004), h.77 69 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),h. 100-102 70 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing,h.100-102 67
32
seperti yang disaksikan hingga sekarang.71 Misalnya, langit mendung menandakan akan turun hujan. Dari dulu hingga sekarang tetap saja seperti itu. Namun, dengan majunya teknologi, pengetahuan dan seni, telah banyak tanda yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Semiotik
fauna,
(zoosemiotic),
yaitu
semiotik
yang
khusus
memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antar sesamanya, tetapi sering juga menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia.72 Misalnya, seekor ayam betina yang berkotek-kotek menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti. Tanda yang dihasilkan oleh hewan ini menjadi perhatian orang yang bergerak dalam bidang semiotika faunal. Sehingga segala sesuatu tanda yang berkaitan dengan hewan dapat dikatan sebagai semiotik fauna. Semiotik cultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. 73 Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya turun menurun yang telah dipertahankan dan dihormati. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu sendiri, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat lain. Semiotikus dalam melihat kehidupan sosial dan budaya bukan hanya sebagai hakikat esensial objek, akan tetapi memiliki kesatuan tanda yang memiliki
71
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, h. 100-102 72 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing,h.100-102 73 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing,h.100-102
33
tanda. 74 Hal ini dikarenakan kebudayaan merupakan atau sesuatu yang dihasilkan dari pikiran manusia, yang diterima masyarakat secara turun-temurun sehingga memiliki maksud atau tanda didalamnya yang bisa dipelajari. Budaya dan komunikasi saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan,
75
dimana budaya
merupakan landasan komunikasi, sementara komunikasi merupakan proses berinteraksi yang didalamnya juga terdapat bahasa yang merupakan bentuk simbol dan juga terdiri dari bentuk konstitusi tanda. Semiotik narrative, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Itu sebabnya Greimas memulai pembahasannya tentang nilai-nilai kultural ketika ia membahas persoalan semiotik naratif.76 Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda dihasilkan oleh alam. 77Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan dan daun daun pepohonan yang menguning lalu gugur. Alam yang tidak bersahabat dengan manusia, misalnya banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam. Semiotik normative, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang di bahas oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.78 Selain itu juga terdapat semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, 74
Untung yuwono dan Christomy, semiotika Budaya,h. 77 Dedi Mulyana, ed., KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, cetakan kesepuluh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.18-19 76 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, h.100-102 77 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, h.100-102 78 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing ,h.100-102 75
34
baik lambang yang berwujud kata, maupun yanga berwujud kalimat. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah tanda yang terdapat pada bahasa. Dan Semiotika struktural,
yakni
semiotik
yang khusus
menelaah sistem
tanda
yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa.79
2. Teori dan Model Semiotik Para ahli semiotik modern dalam pandangannya mengenai semiotik sebenarnya telah diwarnai dan dipengaruhi oleh dua ahli semiotik terdahulu yang sering dijadikan acuan dan diulang-ulang teorinya, yaitu seorang ahli lingusitik dari Swiss bernama Ferdinand de Saussure dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce. 80 Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotik secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya dengan semiologi (semiology), yaitu yang didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada dibelakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu.81 Karya de Saussure yang dikumpulkan saat ia memberi kuliah linguistik di Univeritas Jenewa kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul Course in General Linguistics. Karya tersebut kemudian menjadi sumber teori linguistik yang paling berpengaruh yang disebut sebagai strukturalisme. 82 Strukturalisme
79
Alex sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya,2001) h 100-102 80 Ni Wayan Sartini, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,” (Jurnal Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga), h. 4 diakses 18 Mei 2015 dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan(Teoritik)(tentang)Semiotik.pdf 81 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014),h.3 82 Alex sobur, semiotika komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),h. 44
35
adalah sebuah metode yang telah diacu oleh banyak ahli semiotik, hal tersebut didasarkan pada model linguistik struktural de Saussure. Strukturalis mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai bahasabahasa. 83 Selain dari kedua tokoh aliran besar yang membahas tentang tanda, adapun terdapat tokoh semiotik pascatrukturalis yang cukup terkenal yang dalam pandangannya terhadap tanda menurunkan teori bahasa menurut de Saussure, yaitu Roland Barthes. 84 Berbeda dengan Roland Barthes yang mengikuti dan mengembangkan teori semiotik de Saussure, seorang ahli filsafat dari Amerika yaitu Charles Sanders Peirce menyumbangkan semiotik pragmatis dalam studi pemaknaan, yang menekankan pada pemahaman logika dalam menerjemahkan atau memaknai sebuah ide atau tanda, disetiap tanda yang digunakan manusia untuk berkomunikasi mewakili sesuatu yang kemudian dapat dipahami orang lain dengan menggunakan logika. Dalam pemikiran Peirce mengenai semiotik, logika sama dengan semiotik yang dapat ditetapkan pada segala macam tanda. 85 Peirce yang ahli filsafat dan logika mengatakan penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda, semiotik baginya merupakan sinonim dari logika dan mengatakan bahwa “kita hanya berpikir dalam tanda”, disamping itu Peirce juga melihat tanda sebagai unsur dalam komunikasi. 86 Semiotik dengan logika pada studi tanda Peirce memiliki keterkaitan untuk dapat mengungkapkan makna dalam konstitusi tanda yang digunakan untuk berkomunikasi.
83
Ni Wayan Sartini, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,”,h.7-8 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi ,h.27 85 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi h.3 86 Ni Wayan Sartini, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,”, h.4 84
36
2.1. Semiologi Ferdinand De Saussure Saussure melihat linguistik sebagai salah satu cabang dari “semiologi” 87 atau dapat dikatakan linguistik merupakan bagian dari ilmu tentang tafsir tanda, dan termasuk sistem tanda, dan bagi de Saussure terdapat hubungan antara linguistik dengan semiotik karena aturan-aturan yang berlaku dalam linguistik juga berlaku dalam semiotik88 atau dapat dikatakan juga cara menganalisa bahasa atau linguistik yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam kehidupan masyarakat. Saussure menggunakan pendekatan anti-historis yang melihat bahasa sebagai sistem yang utuh dan harmonis secara internal (langue). Bahasa di mata Saussure seperti sebuah karya musik, yang untuk memahami sebuah simponi diharuskan memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan bukan kepada permainan pribadi dan melihatnya secara sikronis, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan makna.89 Prinsip dari teori Sausure ini mengatakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni Signifier (penanda) dan signified (pertanda). 90 Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau pertanda (signified).91 Atau dapat juga dikatakan bahwa dalam teori de Saussure, tanda merupakan gabungan dari suatu medium yang diambil oleh tanda tersebut untuk menandai dirinya, dalam kata lain penanda adalah medium, dapat dimaksudkan disini seperti sebuah bahasa atau kata dalam ucapan untuk menunjukkan sesuatu, atau coretan yang membentuk 87
Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, h. 18 Bahasaku.org/node/27, di akses pada 2 april 2016. 89 Alex sobur, semiotika komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),h. 44 90 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.19 91 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi h. 19 88
37
kata di suatu halaman,92 dengan sebuah ide atau makna-makna yang terkandung dalam penanda tersebut yang kemudian dapat dipahami, dimana makna-makna tersebut disebut Saussure sebagai pertanda, dan pertanda merupakan fakta dasar dari penanda. Dengan kata lain penanda adalah bunyi yang memiliki makna, atau coretan yang bermakna, 93 disini bunyi atau coretan merupakan sebuah wadah yang menandai sesuatu tanda atau bentuk yang dipilih tanda untuk mewujudkannya menjadi sesuatu, sedangkan pertanda adalah konsep dan maknamakna94 atau merupakan gambaran mental dan pikiran.95 Dimana makna-makna dalam semiotik de Saussure merupakan hasil dari pemikiran dan kesepakatan sosial yang sudah diakui masyarakat untuk mengartikan suatu tanda yang kemudian bisa dipahami dan dikomunikasikan. Hubungan antara bunyi dan bentuk-bentuk bahasa atau penanda, dengan makna yang disandangnya atau pertanda, bukan merupakan hubungan yang pasti harus selalu demikian. Pengaturan penanda dengan pertanda bersifat arbitrer.96 Dimana antara penanda dan petanda bertaut begitu saja terjadi atas dasar kesepakatan masyarakat atau konvensi dalam mewujudkan tanda (penanda) sesuai makna (petanda) yang sudah disepakati tersebut. Penanda dan petanda merupakan kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas. Jadi meskipun antara penanda dan pertanda tampak sebagai entitas yang terpisah–pisah, namun keduanya hanya ada sebagai komponen tanda. 97 Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa.
92
Alex sobur, semiotika komunikasi,h.46 Alex sobur, semiotika komunikasi,h.46 94 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi ,h,19 95 Alex Sobur, semiotika komunikasi h.46 96 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h,19 97 Alex Sobur, semiotika komunikasi,h.46 93
38
Maka itu setiap upaya untuk memaparkan teori Saussure mengenai bahasa pertama-tama harus membicarakan pandangan Saussure mengenai hakikat bahasa.98 Dan konsep semiotik yang dikembangkan oleh Ferdinand De Saussure adalah relasi antara penanda dan pertanda tidak bersifat pribadi, melainkan bersifat sosial, yakni merupakan bagian dari kesepakatan (konvensi) sosial yang sudah diakui atau yang lebih dikenal dengan signifikasi dan merupakan bagian dari sistem tanda99. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa Saussure dalam studi semiotiknya berprinsip bahwa bahasa adalah sistem tanda, dan tanda tersusun dari dua bagian yaitu signifier atau dapat dikatakan penanda dan signified yaitu pertanda. penanda merupakan bentuk atau medium yang diambil oleh tanda untuk menandai dirinya, sedangkan petanda merupakan arti atau sebuah makna. Penanda dan pertanda adalah saling berkaitan begitu saja tanpa adanya penjelasan yang logis tapi atas dasar konvensi atau kesepakatan masyarakat. Seperti umpamanya seseorang menyebut kata kursi (penanda) untuk menunjukkan sesuatu yang digunakan untuk duduk (petanda), hal tersebut tidak berarti huruf yang membentuk kata “kursi” ada hubungan dengan benda kursi tersebut sebagai konsep maupun kursi sebagai benda yang digunakan untuk duduk.100 Jadi kata kursi merupakan sebuah penanda untuk petanda benda yang bisa diduduki. Kata kursi merupakan konvensi atau hasil dari kesepakatan
98
Alex sobur, semiotika komunikasi,h. 47 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.21 100 Disarikan dari riko.weblog.esaunggul.ac.id/2014/11/10/teori-tanda-dalam-kajiansemiotika-struktural-ferdinand-de-saussure 99
39
masyarakat untuk menunjukkan benda yang dapat digunakan untuk duduk dan tidak membutuhkan penjelasan logis untuk memaknainya secara lanjut.
2.2. Mitologi Roland Barthes Teori semiotik Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut de Saussure.101 Barthes memang terkenal sebagai ilmuan semiotik yang menggunakan dasar-dasar semiotik de Saussure sebagai acuannya mengkaji ilmu tanda tersebut yang kemudian mengembangkannya dan dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang sering mempraktekkannya. 102 Roland Barthes mengungkapkan
bahwa
bahasa
merupakan
sebuah
mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu.
sistem 103
tanda
yang
Bahasa menurut
Barthes merupakan bentuk tanda yang berasal dari pemikiran manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Kemudian
Barthes
menggunakan
teori
signifiant-signifie
yang
dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Dimana signifiant dan signifie merupakan dua istilah terkait mitologi Barthes yang berurusan dengan semiologi de Saussure. 104 Istilah significant menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun kemudian Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu, sehingga membentuk tanda (sign).105 Dalam konsep Barthes ini ekpresi atau significant dengan isi atau signifie harus memiliki relasi tertentu yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah tanda yang dapat di maknai dan dipahami. 101
Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi h.27 Alex Sobur, semiotika komunikasi,h.63 103 Alex Sobur, semiotika komunikasi, h.63 104 Jornal.unnes.ac.id, di akses pada 1 April 2016 105 Ni Wayan Sartini, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik”,h.2 102
40
Dari konsep tersebut dapat dimisalkan satu karangan bunga menandakan cinta, hal ini berarti tidak hanya berurusan dengan sinifier dan signified, bunga dan cinta, karena dalam tahap analisis terdapat tiga istilah, bunga yang menandakan cinta adalah sebagai tanda. 106 Dalam hal ini signifier adalah suatu konsep bahasa (bunga), signified adalah gambaran dari mental bunga, dan sign merupakan hubungan antara konsep dan gambaran mental yang melahirkan suatu arti yaitu cinta. 107 Dari contoh diatas dapat dipahami kembali bahwa dalam semiotik yang dikembangkan Barthes dari semiologi de Saussure adalah, kata bunga merupakan penanda yang menunjukkan bentuk metal suatu bunga atau petanda yang sudah merupakan hasil konvensi, yang apabila itu diberikan kepada orang yang disuka dapat berkembang menjadi suatu tanda cinta. Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda yang memungkinkan untuk berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda. 108 Relasi dapat berkembang oleh pemakai tanda dimana pemikiran manusia dan konvensi juga selalu berkembang sesuai dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan. Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang serta membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu isi yang sama.109 Pengembangan ini disebut sebagai gejala metabahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonym). Sebagaimana pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter yakni sifat yang tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara
106 107 108 109
Jornal.unnes.ac.id diakses pada 1 April 2016 Jornal.unnes.ac.id diakses pada 1 April 2016 Nawiroh Vera,Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.27 Nawiroh Vera,Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.27
41
penanda ( signifier) dan petanda (signified). 110 Dalam hal ini Saussure hanya menekankan pada penandaan dalam tataran denotatif, sementara Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan perbedan antara de Saussure dan Barthes terletak pada pengembangan penandaan dalam tataran denotatif, yang kemudian di sempurnakan pada tingkat konotatif dan aspek lain dari penandaan yakni mitos. Dimana dalam tataran denotatif tersebutlah teori de Saussure terhenti. Sementara itu denotatif dan konotatif yang dimengerti oleh Roland Barthes bukan dimaknai secara harfiah atau sesuai dengan apa yang tersirat begitu saja seperti pada umumnya, 111 karena menurut Barthes dan pengikutnya denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama yang maknanya bersifat tertutup, tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Denotasi merupakan makna yang sesungguhnya atau sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara rasional, yang rujukannya pada realitas atau kenyataan.112 Kemudian untuk konotasi merupakan tingkat kedua113 tanda yang pandangannya mempunyai keterbukaan makna atau makna implisit, tidak langsung dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiranpenafsiran baru.114 Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos, dan memiliki fungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu 110
Ni Wayan Sartini, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik”,h.2 Alex Sobur, semiotika komunikasi h.70 112 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.28 113 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,h.70 114 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.28 111
42
periode tertentu.115 Mitos menurut Barthes berbeda dengan konsep mitos menurut umum yang dianggap tahayul atau sesuatu yang tidak masuk akal, ahistoris, dan lain-lain. Bagi Barthes mitos adalah bahasa, maka mitos adalah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Dalam uraiannya Barthes mengemukakan bahwa mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama dimasyarakat disebut sebagai mitos.116
3. Semiotik Charles Sanders Peirce Semiotik pragmatis bersumber pada pemikiran semiotik Peirce. Peirce merupakan putra dari Benjamin Peirce, seorang profesor matematika dan astronomi di Harvard. Menurut Peirce semiotik bersinonim dengan logika, manusia hanya berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda jika ia berfungsi sebagai tanda.
117
Jadi menurut Peirce semiotik atau ilmu yang
mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang bersinonim dengan logika yang merupakan pemikiran, pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, atau masyarakat. Sehingga tanda tersebut menjadi tanda apabila digunakan atau berfungsi sebagi tanda untuk menunjukkan sesuatu. Dalam semiotik jika Saussure menawarkan model dyadic, maka Charles Sanders Peirce dikenal dengan model triadic dan konsep trikotominya. konsepnya mengenai tandanya sering menjadi rujukan dalam menginterpretasikan semua tanda yang ada di dunia dan beberapa kajian studi yang berkaitan dengan tandatanda. 115
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,h.71 Nawiroh Vera,Semiotika Dalam Riset Komunikasi ,h.28-30 117 Shofiyah “Teori Semiotika Charles Sanders Peirce” artikel di akses pada 15 september 2013 pukul 10.50 WIB dari http://shofiyah---fib09.web.unair.ac.id/artikel_detail61891-SemiotikaTeori(Semiotika)Charles(Sanders)Peirce.html 116
43
Bagi Peirce tanda is something which stands to somebody for something in some respect or capacity 118atau dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang berarti suatu tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam kaitan atau kapasitas tertentu, atu sesuatu yang mewakili terhadap sesuatu. Danesi dan Perron menulis bahwa teori semiotik seperti itu sudah ada sejak Hippocrates 460-377 SM yang mendefinisikan sebuah tanda dari bidang kedokteran sebagai gejala fisik (physical symptom) yang mewakili (stand for) suatu penyakit.
119
Sebagai penjelasan kedua penulis tersebut memberikan
gambaran yang bisa diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai berikut : Gambaran fisik
Sesuatu
Sesuatu yang lain
Mewakili
Gambar 1 Dalam teori semiotik modern yang dikemukakan Peirce dan penerusnya, model diatas masih membekas. Model semiosis yang menjadi dasar pemaknaan tanda merupakan penyempurnaan dari model diatas.
120
Semiosis merupakan
proses penciptaan rangkaian interpretan atau penafsiran dalam sebuah rantai produksi dan reproduksi tanda, yang di dalamnya tanda mendapatkan tempatnya, dan dapat selalu berkembang.121
118
Alex sobur, semiotika komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),h. 41 Benny H.Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu,2011),h.19 120 Benny H.Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya,h. 20 121 www.academia.edu/4131627/analisis_karya_berdasarkan_semiotika diakses 1 April 2016 119
44
Bila Saussure dianggap mengabaikan subjek sebagai agen perubahan sistem bahasa, Peirce sebaliknya melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi. Model triadic yang digunakan Peirce ( representamen + objek + interpretan = sign) memperlihatkan peran besar subjek ini dalam proses transformasi bahasa. 122 Proses pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan antara representamen (R), objek (O) dan interpretan (I). (R) adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu yang diwakili oleh (O), kemudian (I) adalah bagian dari proses yang menafsirkan hubungan antara (R) dan (O). 123 Atau dengan kata lainnya dapat dipahami bahwa pemaknaan tanda menurut Peirce adalah dimana representamen yang merupakan bentuk atau wujud fisik yang diterima oleh tanda yang mewakili acuannya yaitu objek, yang kemudian hubungan antara wujud fisik tanda dan acuannya dimaknai atau ditafsirkan. Representamen adalah sesuatu yang bersifat indrawi atau material yang berfungsi sebagai tanda. Kehadirannya menimbulkan interpretan, yakni tanda lain yang ekuivalen dengannya, atau dengan kata lain, sekumpulan interpretasi personal yang dapat menjelma menjadi publik. Yang kemudian pada hakikatnya, representamen dan interpretan adalah tanda,124 yakni sesuatu yang menggantikan sesuatu yang lain, akan tetapi representamen muncul terlebih dahulu mendahului interpretan dan interpretan ada karena dibangkitkan oleh atau karena adanya representamen.
122
www.academia.edu/4131627/analisis_karya_berdasarkan_semiotika diakses 1 April
123
www.academia.edu/4131627/analisis_karya_berdasarkan_semiotika diakses 1 April
2016 2016 124
2016
www.academia.edu/4131627/analisis_karya_berdasarkan_semiotika diakses 1 April
45
Sementara objek adalah sesuatu di dalam kognisi manusia 125yang diacu oleh tanda atau sesuatu yang kehadirannya digantikan oleh tanda adalah sesuatu apa saja yang dianggap ada. Atau Sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object dapat berupa representasi mental (ada dalam pikiran),dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda. Model triadik dari Peirce sering juga disebut “triangel meaning semiotics” atau lebih dikenal dengan teori segitiga makna,
126
yang dijelaskan
secara sederhana bahwa sebuah tanda, adalah sesuatu yang dapat dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Atau dengan kata lainnya yang dipahami penulis adalah tanda adalah sesuatu hal yang dapat dihubungkan dan
digunakan seseorang untuk menunjukkan sesuatu hal yang
lainnya. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan dibenak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau suatu tanda yang lebih berkembang, tanda yang diciptakannya dinamakan interpretant atau makna dari tanda pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu, yakni objeknya. Bagi peirce sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. 127Konsekuensinya tanda (sign, atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Berdasarkan hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. 128 Yaitu yang pertama, tanda yang dikaitkan dengan sifat ground-nya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, qualisign, sinsign, dan legisign. Pertama, qualisign adalah tanda 125
Benny H.Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya,h.20 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014),h.21 127 Alex sobur, semiotika komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),h.41 128 Alex sobur, semiotika komunikasi,h.41 126
46
yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya warna merah adalah qualisign, karena dapat berupa tanda untuk menunjukkan cinta, bahaya, atau larangan. 129 Atau qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Kedua, sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. 130 Kemudian ketiga legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Tanda lalu lintas adalah sebuah legisigns. Begitu juga dengan mengangguk, mengerutkan alis, berjabat tangan dan sebagainya.131 Selain berdasarkan
ground, adapun
berdasarkan objeknya
atau
denotatumnya, 132 Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Pertama, ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan 133 atau juga merupakan tanda serupa dengan benda yang diwakilinya, yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya, foto, dan lain-lain.134
129
Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, h.24 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,h.41 131 Ni Wayan Sartini, “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,” (Jurnal Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga), h.4 diakses 18 Mei 2015 dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan(Teoritik)(tentang)Semiotik.pdf 132 Ni Wayan Sartini “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik,” 133 Alex Sobur, Semiotika Komuniikasi, h.41 134 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014),h.24 130
47
Kedua, indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.135 Dengan demikian indeks adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Atau dengan kata lain indeks adalah sesuatu yang melaksanakan
fungsi
sebagai
penanda
yang
mengisyaratkan
petandanya. 136 Misalnya tanda asap dengan api, tiang penunjuk jalan, tanda penunjuk angin dan sebagainya.137 Ketiga, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) yang lazim digunakan masyarakat 138. Dan berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Pertama, rheme, adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru saja menangis, atau menderita penyakit mata, atau ingin tidur. Kedua, dicent sign/dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. 139 Atau bilamana antara lambang itu dan interpretannya terdapat hubungan yang benar ada. 140 Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Ketiga, argument, adalah tanda yang langsung memberikan alasan
135
Alex Sobur, Semiotika Komuunikasi,h.41-42 Ni Wayan Sartini “Tinjauan Teoritik tentang Semiotik” 137 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komuniikasi ,h.25 138 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komuniikasi,h.25 139 Alex sobur, semiotika komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),h.42 140 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset komuniikasi,h.26 136
48
tentang sesuatu.141 Atau bilamana suatu tanda dan interpretannya mempunyai sifat yang berlaku umum.142
D. Media Massa Media massa bisa saja disebut dengan sebuah saluran bagi sebuah informasi yang kemudian disampaikan kepada khalayak. Media massa memiliki banyak bentuk, seperti media cetak dan media elektronik. ditemukanlah internet, sebagai wujud
143
Kemudian
semakin berkembang dan canggihnya
tekhnologi saat ini yang kemudian dapat mengembangkan saluran bagi sebuah informasi yang akan disampaikan kepada khalayak secara lebih cepat bahkan teknologi media yang semakin canggih telah membuat komunikasi dan penyebaran informasi semakin mudah sepanjang sejarah. Setelah era reformasi, media massa di Indonesia telah berubah dan semakin berkembang pesat, baik cetak maupun elektronik. Dimana media cetak yang kuat mampu berkembang dan menjadi induk dari lahirnya grup media cetak. Sementara, media elektronik berkembang lebih cepat lagi dan menjadi industri yang sangat diminati pemilik modal, karena melimpahnya iklan yang datang. 1. Koran Koran atau surat kabar merupakan salah satu produk dari media cetak, yang biasanya memberitakan kejadian-kejadian sehari-hari dalam kehidupan manusia. Koran biasa diterbitkan setiap hari, meski ada pula yang di terbitkan mingguan. Koran sangat menguntungkan bagi masyarakat, karena koran
141
Alex sobur, Semiotika Komunikasi,h.42 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi,h.26 143 Rosa Widyawan, Agar Informasi Menjadi Lebih Seksi (Jakarta: Media Kampus Indonesia, 2014), h. 129 142
49
merupakan sarana masyarakat untuk menambah pengetahuannya tentang informasi, tanpa harus mencari sendiri, karena dengan adanya koran, masyarakat dapat mengetahui informasi yang keberadaannya jauh dan tidak terjangkau oleh masyarakat tersebut. Menurut Onong Uchjana Effendy, “... Surat kabar adalah lembaran tercetak yang memuat sebuah laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termasa dan aktual mengenai apa saja dan dimana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca ...”144 Dalam hal ini yang dinamakan surat kabar atau koran, merupakan sebuah informasi yang berbentuk lembaran-lambaran, yang melaporkan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Sehingga dengan adanya koran masyarakat dapat mengetahui kejadian diluar daerah yang berada jauh dari lingkungannya, serta mengetahui isu hangat yang sedang terjadi disekitarnya maupun diluar lingkupannya. 2. Rubrik Rubrik merupakan salah satu konten yang biasanya terdapat dalam surat kabar atau koran dan suatu majalah. Menurut Onong Uchana Effendi yang dikatakan rubrik “...merupakan sebuah ruangan tertentu yang terdapat dalam halaman surat kabar, majalah, atau media cetak lainnya yang membahas mengenai sebuah kegiatan ataupun aspek kegiatan dalam kehidupan masyarakat...”145 Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa rubrik merupakan sebuah ruangan atau wadah tertentu untuk topik yang telah ditentukan temanya oleh tim
144
Pengertian surat kabar dari http://all-about-theory.blogspot.com/2010/pengertiansurat-kabar.html diakses pada tanggal 25 september 2013 145 Onong Uchana Effendi, kamus Besar Komunikasi (Bandung: Mandar Maju, 1989)h.212
50
penyusun dalam sebuah media, namun rubrik lebih lazim berada pada sebuah media cetak, seperti koran, majalah dan sebagainya. Berkaitan dengan penelitian, maka koran kompas merupakan bagian dari media cetak yang memiliki halaman
khusus yang berisi seperti rubrik dan
membahas hal tertentu, yang salah satunya adalah rubrik foto pekan ini yang muncul setiap akhir pekan.
E. Pengertian Perjuangan Perjuangan merupakan segala usaha yang dilakukan dengan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu yang ingin dicapai atau untuk mencapai suatu tujuan. Dan menurut definisi lainnya yang disebut perjuangan merupakan usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya.146 Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa perjuangan adalah usaha dan kerja keras dengan melalui kesukaran ataupun bahaya dalam meraih hal yang baik sebagai kunci menuju kesuksesan, atau suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk meraih sesuatu yang diharapkan demi kemuliaan dan kebaikan.147 Sehingga apapun usaha sungguh-sungguh yang dilakukan dengan keras, melalui kesukaran maupun bahaya, demi mencapai suatu tujuan yang diharapkan demi kemuliaan maupun kesuksesaan yang diimpikan dapat dikatakan sebagai bentuk dari perjuangan.
146
Arti perjuangan dari http://artikata.com/arti-366815-perjuangan.html diakses pada tanggal 23 september 2013 147 Seputar pengertian perjuangan dari http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/08/seputar-pengertian-perjuangan.html diakses 23 september 2013
51
1. Pengertian Pejuang Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa perjuangan merupakan usaha dan kerja keras dalam melewati berbagai rintangan dan bahaya untuk mencapai suatu tujuan atau kesuksesaan dan kemuliaan, maka pejuang adalah orang yang berjuang
148
atau orang yang melakukan perjuangan tersebut. Pejuang adalah
orang yang mampu menggunakan dan mengorbankan segala usaha bahkan nyawa agar usaha yang dituju dapat tercapai.
F. Pengertian Tentang Anak Setiap manusia yang belum mencapai usia 18 tahun juga masih disebut sebagai anak-anak, bahkan termasuk janin yang masih dalam kandungan. 149 Dalam pengertian agama islam anak adalah anugerah dan titipan terbesar yang telah diberikan Tuhan kepada manusia sebagai bagian dari keberlangsungan kelanjutan keturunan manusia, para ulama pun mengatakan bahwa seorang anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya. 150 Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatau generasi baru yang nantinya akan meneruskan kehidupan didunia ini sampai akhir jaman yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lila’lamin dan sebagai pewaris ajaran islam. Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh orang tua, masyarakat , bangsa dan negara. Dari sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama islam, anak merupakan 148
Arti kata pejuang dari http://artikata.com/arti-366813-pejuang.html diakses pada tanggal 23 september 2013 149 Bab 1 Pasal 1 (1) UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak 150 Jamal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, (Bandung: Irsyad Baitus salam, 2005), h.22
52
makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan atau hak dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang. Secara universal, anak adalah bagian dari generasi muda
151
yang
merupakan modal dasar dalam keberlanjutan pengelolaan suatu bangsa dan negara di masa datang. Anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional, anak adalah aset bangsa maka dari itulah masa depan negara berada ditangan mereka.
G. Hak-hak Anak Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dimajukan, dilindungi, dipenuhi, dan dijamin oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Anak adalah manusia dan merupakan generasi penerus bangsa, oleh karena itu menghormati hak anak, sama halnya dengan menghormati hak asasi manusia. Bahakan terkait dengan hal itu menurut Smith yang dikutip kembali oleh Muhtaj menguatkan secara sempurna bahwa keseluruhan instrumen HAM Internasional justru berada pada “jantung” hak-hak anak.152 Anak-anak adalah kelompok pertama, pemegang hak pertama dan juga yang pertama belajar tentang pendidikan hak asasi manusia. Anak-anak adalah 151
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2015),h.1 152 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik,),h.7
53
subyek dari hak-hak mereka sendiri, dengan hak dan tanggung jawab sesuai dengan usianya dan tahap perkembangannya. Anak telah menjadi pemegang hak yang terkait secara hukum. Konvensi tentang hak-hak anak menunjukkan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia. Hak anak bukanlah hak khusus, tetapi hak asasi manusia bagi kelompok yang paling rentan dan lemah. Hak anak bukanlah pemberian bantuan atau kebaikan kepada anak-anak, bukan juga sebagai ungkapan bantuan, belas kasih atau kemurahan hati. Membudayakan
hak
anak
di
sekolah
tidak
hanya
melibatkan
pembelajaran tentang prinsip-prinsip hak anak, tetapi perilaku pribadi seseorang juga harus mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pendidikan hak-hak anak berniat memberdayakan anak-anak, memberi mereka kesempatan untuk menjalankan hak dan tanggung jawab mereka dengan cara yang disesuaikan dengan minat, kepentingan, dan kemampuan mereka untuk berkembang153. Adapun berikut adalah hak-hak yang dimiliki oleh anak –anak di seluruh dunia termasuk Indonesia, yaitu (1) anak-anak berhak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan, oleh sebab itu tidak ada satupun pihak yang bisa seenaknya merubah identitas dan kewarganegaraan seorang anak.154 Makna penting dari hak atas nama dan kewarganegaraan merupakan hak mendasar dan pertama yang dimiliki oleh seorang anak.155
153
Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)” 154 Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia (Jakarta: penerbit yayasan Aulia, 2002),h.22 155 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2015),h.39
54
Selanjutnya (2) anak berhak untuk berkarya, berpendapat dan berkumpul. Kemudian (3) mereka juga berhak untuk berpikir, berhati nurani dan beragama. (4) anak-anak juga memiliki hak untuk mendapat dan mengetahui informasi yang bermanfaat. 156 Konvensi Hak Anak (KHA) menjamin agar anak memperoleh akses terhadap informasi, dan menjamin untuk melindungi anak-anak dari bahanbahan informasi yang tidak sehat. 157 (5) hak untuk dilindungi kehidupan pribadinya dari campur tangan semena-mena dan berbagai serangan. (6) hak untuk dilindungi dari tindakan kekerasan dan perlakuan seenaknya. (7) anak –anak memiliki hak untuk diasuh oleh orang tua dengan penuh kasih sayang dalam keluarga bahagia sampai dewasa, sehingga apa bila orang tua tidak mampu, maka mereka harus dibantu agar terhidar dari bahaya. Dan (8) apabila orang tua mengancam kelangsungan hidup anak-anak, maka ia berhak dicarikan orang tua asuh yang bisa menjaga dan memelihara atau diangkat anak secara hukum dengan kepentingan terbaik sebagai pertimbangan utama.158 (9) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik,
159
sehingga agar tetap sehat, maka anak-anak memerlukan gizi, pakaian dan tempat tinggal yang juga sehat. (10) meski memiliki kemampuan yang berbeda baik secara jasmani dan rohani akan tetapi mereka tetap harus mendapat pendidikan dan perawatan khusus,
160
karena pendidikan sangatlah penting maka anak
memiliki hak untuk mendapatkannya walaupun dari keluarga tidak mampu ataupun miskin. Karena dengan pendidikan anak-anak diharapkan akan tumbuh
156
Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia ,h.22-49 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik,h.37 158 Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia ,h.22-49 159 Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia ,h.22-49 160 Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia ,h.22-49 157
55
menjadi manusia yang berguna, menghargai sesama serta memiliki kemampuan dan keterampilan.161 (11) Rekreasi, mengikuti kegiatan budaya, beristirahat, memanfaatkan waktu luang162 juga merupakan hak anak yang mampu membuat anak bisa untuk lebih berkembang. (12) Anak juga berhak memperoleh perlindungan dan bantuan kemanusiaan ketika terjadi bencana alam atau kekacauan yang memaksa anakanak berada dalam pengungsian.163 (13) anak-anak juga berhak untuk harus selalu di lindungi dari pemaksaan untuk dijadikan tentara saat perang terjadi. Bahkan seharusnya hak mereka saat hal itu terjadi adalah yang menjadi prioritas atau menjadi yang utaman dilindungi dan dirawat. (14) Bahkan saat mereka terlibat dalam kejahatan, anak-anak harus tetap dilihat hak-haknya, agar dalam proses penghukuman tidak melanggar atas hakhak anak tersebut. (15) anak-anak berhak untuk tidak dibiarkan untuk berada dan tenggelam dalam keadaan yang tidak menyenangkan dan mengancam jiwa mereka, 164 dalam pasal 15 penjelasan atas undang-undang republik Indonesia nomer 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa perlindung dalam ketentuan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung, dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis.165 (16) anak-anak juga mempunyai hak untuk tidak diperbolehkan untuk dipaksa bekerja seperti orang dewasa. (17) anak mempunyai hak untuk tidak diperbolehkan untuk 161 162
Anggota remaja aulia (Remalia),h.26-49 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran
Publik,h.108 163
Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia ,h.22-49 Anggota remaja aulia (Remalia),h.26-50 165 Penjelasan atas undang-undang republik indonesia nomer 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dari http://www.kpai.go.id/topik/peraturan-undang-undang-ri-tentanganak/page/2/ diakses pada 13 oktober 2013 164
56
dijerumuskan dalam menggunakan narkotika, obat-obatan terlarang dan minuman keras. (18) mereka juga memiliki hak harus dilindungi dari kekerasan seksual.166 (19) mereka memiliki hak harus dilindungi dari penculikan, penjualan dan perdagangan anak. Kemudian (20) bahkan apabila anak tersebut berada dari kelompok minoritas, 167 maka hak anak tersebut tidak boleh diingkari termasuk penghargaan terhadap budaya, agama, dan bahasa. Itulah semua hak-hak yang dimiliki oleh anak-anak di dunia. Hal tersebut berlaku dimana-mana termasuk di Indonesia, karena pemerintah Indonesia telah mengakui hak anak tersebut dalam keputusan presiden pada 25 Agustus 1990 dan menjadi keputusan presiden No.36/1990.168
166
Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia (Jakarta: penerbit yayasan Aulia,
2002),h.22-49 167 168
Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia,h.22-49 Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia h. 51
BAB III HARIAN KOMPAS DAN BERITA RUBRIK FOTO PEKAN INI
A. Profil Koran Kompas Kompas sebagai suatu perusahaan media massa yang besar dan prestisius ini merupakan sebuah perusahaan yang paling lama atau mempunyai umur yang lebih lama dari media yang lainnya. 1 Kompas merupakan media yang ingin menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan tujuan serta nilai-nilai yang traseden atau mengatasi kepentingan kelompok, rumusan bakunya adalah “humanisme trancendental”, “Kata Hati, Mata Hati” pepatah yang ditemukan, menegaskan semangat empathy dan compassion. Media cetak yang beralamatkan di Jl Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270 ini berhasil dengan baik dalam melewati era orde baru yang identik dengan pengekangan kebebasan pers. Karena melalui pengalamannya Kompas akhirnya bersifat halus, tidak kontradiktif, dan lebih cerdas dalam mengkritik pemerintahan. Dengan mengusung idealisme tercapailah misi “Amanat Hati Nurani Rakyat” yang sekaligus menjadi merk dagang (brand market) untuk Kompas. Kompas membidik pasar menengah keatas 2 mayoritas berasal dari kalangan (Strata Ekonomi dan Sosial) menengah ke atas (SES AB) yang tercermin dari latar belakang pendidikan dan kondisi keuangan.
1
“Sejarah Singkat Harian Kompas dan Sejarah Perkembangan Kompas,” diakses pada 10 Februari 2013 dari http://repository.unhas.ac.id 2 http://digilib.uin-suka.ac.id/10687/1/BAB(II,)III.pdf diakses pada 20 maret 2015
57
58
B. Sejarah Koran Kompas Berdirinya koran kompas tidaklah mudah, karena saat itu dilatar belakangi oleh situasi politik dimana pengaruh dan dominasi komunis merajai Indonesia
dengan
segala
doktrinnya,
sudah
banyak
koran-koran
yang
bertumbangan dan tidak mampu bertahan karena dianggap tidak pro dengan pemahaman komunis sehingga tidak diberi kesempatan untuk berkembang, bahkan banyak yang di bredel karena alasan revolusioner. Dari sekian banyak koran, yang paling berjaya pada saat itu adalah koran Harian Rakyat,3 karena pro dengan komunis pada saat itu. Sehingga menyebabkan ketimpangan informasi. karena semua berita mendukung gerakan PKI yang berniat menguasai NKRI. Sedangkan pemerintah pun tidak berdaya menghadapi situasi semacam ini.4 Melihat dominasi yang kuat dari komunis, memunculkan banyak perlawanan dari berbagai pihak, salah satunya adalah Jendral Achmad Yani yang pada saat itu menjabat sebagai Mentri Panglima Angkatan Darat. Jendral Achmad Yani meminta kepada Frans Seda yang pada saat itu menjabat Mentri Perkebunan untuk
menerbitkan
surat
kabar
sebagai
wujud
perlawanan
melawan
komunis.Jendral Achmad Yani berpendapat bahwa dari kalangan agamawan seperti katolikdan lainnya harus memulai sebuah cara untuk bisa mengimbangi kekuatan PKI dan kawan-kawannya.5
3
Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. (Analisis Framing Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 di Harian Umum Kompas dan Republika Periode 10 Juni-22 Agustus 2014) ” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2015),h. 59-63 4 Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009),h.53 5 Helen Iswara, Hidup Sederhana Berfikir Mulia P.K Ojong (Satu Dari Dua Pendiri Kompas-Gramedia), (Jakarta: Kompas, 2001),h.182
59
Rencana penerbitan surat kabar tersebut dijadikan sebagai kanal untuk mengcounter diseminasi komunis yang dilakukan oleh Harian Rakyat, yang pada saat itu menjadi koran terbesar di tahun 1960-an dengan tiras 63.000 eksemplar per hari, yang selalu memberikan paham komunis pada banyak masyarakat. Maka dari itu dengan hadirnya koran yang diprakarsai oleh Jendral Achmad Yani ini mampu memenuhi harapan masyarakat yang haus akan informasi di tengah dominasi opini komunis yang menguasai media saat itu.6 Maka untuk itu, Frans Seda menemui Kasimo yang merupakan ketua partai katolik Indonesia, PK Ojong dan Jacob Oetama untuk membahas tentang penerbitan surat kabar tersebut. Awalnya koran yang akan mereka terbitkan tersebut diberi nama Bentara Rakyat, penamaan tersebut sengaja dipilih untuk menandingi keberadaan Harian Rakyat. Mereka juga menyepakati tentang sifat harian yang akan mereka bangun dengan sifat independen, dengan menggali sumber berita sendiri serta secara aktif berupaya untuk mengimbangi pengaruh komunis dan tetap berpegang pada kebenaran, kecermatan sesuai dengan profesi dan moral pemberitaan. 7 Usaha penerbitan bentara rakyat tersebut secara langsung diajukan kepada Presiden Soekarno. Akan tetapi Presiden Soekarno mengusulkan nama lain untuk Bentara Rakyat, dan mengubahnya menjadi Kompas yang memiliki arti penunjuk arah.8
6
Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. (Analisis Framing Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 di Harian Umum Kompas dan Republika Periode 10 Juni-22 Agustus 2014) ” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2015),h. 59-63 7 Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014.59-63 8 Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. h.59-63
60
Banyak kendala yang dialami saat pendirian koran Kompas salah satunya dalam hal perijinan. Saat mengajukan ijin ke pada Panglima Militer Jakarta, Letnan Kolonel Dachja ia memberi ketentuan bahwa izin akan keluar jika syarat 5000 tanda tangan pelanggan terpenuhi. Untuk memenuhi syarat tersebut Frans Seda bersama dengan tokoh katolik terus berupaya untuk mendapatkan tanda tangan dan kemudian pergi ke pulau Flores, disana mereka mengumpulkan tanda tangan anggota partai, guru sekolah dan anggota-anggota koperasi di kabupaten Ende Lio, kabupaten Sikka dan kabupaten Flores Timur. Setelah 5000 tanda tangan sebagai tanda pelanggan terkumpul, barulah koran Kompas mendapatkan ijin untuk terbit. Pada tahun 28 juni 1965 terbitlah koran Kompas dengan nomor percobaan yang pertama, setelah menyandang gelar koran percobaan selamat tiga hari berturut-turut, barulah Kompas yang sesungguhnya beredar. dan yang menjadi pemimpin utama saat itu adalah PK. Ojong dan Jakob Oetama yang menjadi pemimpin redaksinya. Kompas edisi pertama dicetak oleh PN Eka Grafika, milik harian Abadi yang berafiliasi pada Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada saat itulah Kompas lahir dengan motto, “Amanat Hati Nurani Rakyat”.9 Pertama kali terbit, format Kompas masih sangat sederhana, yaitu hanya empat halaman dan di cetak 4800 eksemplar. Surat kabar ini juga tampil dengan gaya bahasa yang kalem, dan seringkali terlambat ke tangan pelanggan yang ingin membacanya,
9
“Sejarah Singkat Harian Kompas dan Sejarah Perkembangan Kompas,” diakses pada 10 Februari 2013 dari http://repository.unhas.ac.id
61
karena menunggu antrean di percetakan. Sehingga Kompas pernah diejek sebagai komt pas morgen, baru datang esok harinya.10 Pada tahun pertama penerbitannya kompas juga seringkali mengalami kesalahan cetak, bahkan hampir setiap hari terjadi kesalahan. Maka dari itu, redaksi tidak melakukan ralat karena dikhawatirkan dalam ralatnya nanti akan terjadi kesalahan lagi. Melihat Kompas terus berkembang, hambatan pun terus berdatangan. Media-media lain yang pro-komunis menuduh Kompas sebagai corong umat katolik dan oleh karenannya kata Kompas (lagi-lagi) di plesetkan menjadi “Komando Pastur”. Tuduhan yang terakhir ini cukup beralasan karena sejak awal berdirinya kompas lebih banyak diawaki oleh orang-orang katolik. Selain itu pada masa demokrasi terpimpin sejak diberlakukan peraturan presiden No.6 tahun 1964 ditetapkan bahwa setiap penerbitan surat kabar harus berafiliasi kepada salah satu partai politik yang ada. Maka untuk memenuhi peraturan presiden tersebut, koran Kompas akhirnya berafiliasi dengan partai katolik Indonesia. Hal ini bahkan semakin memperkuat tuduhan media prokomunis bahwa Kompas adalah corong umat katolik. Meski demikian, Kompas tetap terus konsisten pada tujuan awal bahwa keberadaan Kompas semata-mata untuk menyelamatkan rakyat dari opini dan hasutan komunis. Bahkan saat pelaku kudeta memberikan ketentuan pada setiap surat kabar harus menyatakan kesetiaan dan berkompromi pada komunis yang terjadi pada peristiwa G 30 S PKI, atau menolak dan di breidel. Pada saat itu PK Ojong dan Jacob Utama lebih memilih di breidel komunis daripada harus berpihak pada 10
Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. ” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2015),h. 59-63
62
komunis. Sehingga sejak tanggal 1 oktober 1965, Kompas tidak terbit. Sedangkan harian yang boleh terbit adalah Harian Angkatan Bersenjata (PAB). Ternyata pilihan PK Ojong dan Jacob utama untuk tidak berkompromi dengan komunis benar, karena tidak lama kemudin, PKI mampu di lumpuhkan. Sehingga pada tanggal 6 oktober 1965, koran Kompas kembali terbit, bersama dengan koran lain yang tidak pernah menyatakan kesetiaannya pada komunis. Dalam keadaan langka surat kabar tersebut, koran Kompas berupaya untuk mengambil kesempatan dan koran Kompas akhirnya mulai banyak dilirik masyarakat. Bahkan setelah surat kabar lain mulai kembali bermunculan, banyak pembaca yang tetap membeli koran Kompas, sehingga tiras Kompas langsung melonjak menjadi 23.268 eksemplar. Akhirnya Kompas mampu merebut hati pembaca, iklim
politik dan
usaha yang lebih longgar di zaman orde baru turut menopang keberhasilan koran Kompas. Apalagi setelah
terjadi upaya pembersihan PKI dan simpatisan-
simpatisannya diakhir tahun 1965, termasuk Harian Rakyat. Meski telah memiliki pelanggan yang cukup banyak, akan tetapi koran Kompas terus berupaya untuk mengoptimalkan performanya, termasuk dalam hal percetakan, berkali-kali kompas berganti-ganti percetakan, seperti percetakan Merdeka, Abadi, Suryapraba dan lainnya.KemudianKompas dan saudara tuanya, intisari memilih percetakan luar PT.Kinta sebagai tempat percetakan kedua harian tersebut. namun kemudian tiras atau oplah kedua produk tersebut semakin meningkat, sehingga PT kintatidak sanggup mencetaknya sendiri. Para
pendiri
Kompas
akhirnya
memutuskan
untuk
mendirikan
perusahaan percetakan sendiri yaitu PT. Gramedia. Percetakan PT. Gramedia
63
secara resmi dibuka pada 25 November 1972 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu, Ali Sadikin. Inilah cikal bakal berdirinya kelompok kompas Gramedia (KKG). Bersama gramedia, Kompas kemudian mengembangkan usahanya di bidang penerbitan media cetak dengan menerbitkan beberapa media, antara lain: Majalah anak- anak Bobo, Majalah remaja Hai, Kawanku, Majalan kontan, Info computer, Tabloid Nova, Citra,Star Nova, Otomotif. Tabloid Raga dan Senior merupakan produk lain dari kelompok usaha yang tergabung dalam kelompok Medior (Media Olahraga). Tahun 1990-an percetakan PT. Gramedia mulai mengembangkan percetakan daerah dengan merintis usaha Pers Daerah yang menerbitkan surat kabar daerah seperti Banjarmasin Post, Pos Kupang, Serambi Indonesia, Sriwijaya Post, Bernas, The Jakarta Post dan surya. Usaha lain KKG adalah Radio Sonora dan PT. Kompas Cyber Media yang bergerak di bidang jasa internet dan multi media serta TV-7.11 Sebelumnya Pada tahun 1974, koran Kompas sempat mendapatkan ancaman pembredelan dalam peristiwa Malarai bersama sejumlah media pers lain yang dinilai pemberitaannya bersifat kontraktif terhadap pemerintah. Akan tetapi ada peristiwa tersebut, harian Kompas ternyata dapat terhindar dari pembreidelan, karena sikapnya yang moderat dan tidak secara kontradiktif dalam mengkritisi pemerintah. Namun pada bulan maret tahun 1978, Kompas akhirnya tidak dapat menghindari pembreidelan terkait pemberitaannya tentang penolakan berbagai 11
Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. ” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2015),h. 59-63
64
pihak terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden 1978-1983. Dalam kasus tersebut Kompas bersama Sinar Harapan, dan Merdeka, dibreidel menjelang sidang umum
MPR
Maret
1978
atas
tuduhan
menyulut
demo-demo
mahasiswa. 12 Bahkan Kompas pada saat itu juga terkena tuduhan melakukan agitasi dari penerbitan kartun Om Pasikom. Karena itulah, Kompas sempat tidak diizinkan untuk terbit selama dua minggu, baru akhirnya pada September 1978, Kompas diizinkan untuk terbit kembali. Belajar dari pengalaman pembreidelan tahun 1978 tersebut, Kompas akhirnya lebih berhati-hati dalam menulis beritanya dan tidak lagi menerapkan gaya pemberitaan yang konfrontif, tetapi berkembang menjadi surat kabar yang halus, dalam artian melakukan kritik secara implisit atau secara tidak langsung. Hal inilah yang mebuat kompas dapat bertahan ditengah kontrol yang sangat kuat oleh pemerintah pada zaman orde baru.
Akibat keluwesan kompas, Ben
Anderson kemudian menjuluki kompas sebagai „New Order Newspaper par Excellence‟ karena meskipun
pengawasan yang ketat, Kompas tetap mampu
bertahan dan sekaligus menyampaikan kritik terhadap pemerintah dengan gayanya yang halus. Seiring dengan semakin terbukanya kebebasan menyampaikan pendapat dan pikiran, maka untuk memenuhi tuntutan kontrol atas kualitas isi kompas, Pada April 2000 berdirilah Tim Ombusdman Kompas, sebuah lembaga independen yang berfungsi sebagai tim evaluasi dan memberikan rekomendasi atas isi Kompas.
12
Sabam Leo Batubara, “Menganalisis Pergulatan Jacob Oetama di Dunia pers,” Humanisme dan kebebasan Pers, (Jakarta: Kompas, 2001),h.51
65
Pembentukan Ombusdman yang kini disebut Ombusman Kompas dilatar belakangi oleh maraknya kebebasan pers dan euphoria reformasi serta belum aktifnya dewan pers, sehingga sangat mudah sekali timbul protes masyarakat terhadap surat kabar.13Dengan independensinya, tim ini akanmemberikan koreksi dan masukan kepada manajemen, serta lebih mengutamakan kepentingan pembaca serta menampung keluhan masyarakat maupun persepsi suatu kelompok yang diterima lewat telepon, protes langsung, surat pembaca maupun yang diserap tim Ombudsman. Ombudsman memproses apa yang disampaikan masyarakat dan menyampaikannya kepada organisasi. Lembaga ini diharapkan berperan sebagai titik singgung antara organisasi dengan publik yang dilayani. Rekomendasinya bersifat mengikat sebab didasari atas peraturan yuridiksi. Dan tim ini juga tidak hanya berfungsi sebagi telinga, tetapi juga “pemberi petunjuk” pada birokrasi dan bertindak sebagai “pengacara bagi masyarakat”.14 C. Visi dan Misi Koran Kompas Visi dalam surat kabar merupakan dasar, pedoman, dan ukuran penentuan kebijakan editorial dalam menentukan kejadian/peristiwa yang dianggap penting oleh surat kabar untuk dipilih menjadi sebuah berita maupun bahan komentar. Visi pokok yang dijabarkan menjadi kebijakan redaksional juga menjadi visi serta nilai dasar yang dihayati bersama oleh para wartawan yang bekerja pada surat kabar tersebut.
13
St. Sularto, “kompas Meluncurkan Tim Ombusdman, “ Humanisme dan Kebebasan Pers (Jakarta: Kompas,2001), h.77 14 Ibid,h.88
66
1.
Visi Koran Kompas Dalam hal ini yang menjadi visi harian kompas adalah, “menjadi isntitusi
yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis
dan
bermartabat,
serta
menjunjung
tinggi
asas
dan
nilai
kemanusiaan”15 Karena visi Kompas adalah manusia dan kemanusiaan, maka dari itu manusia dan kemanusiaan senantiasa diusahakan menjadi nafas pemberitaan dan komentarnya. Hal ini mendorong kompas untuk selalu peka terhadap nasib manusia dan berkeyakinan. Karena apabila manusia dan kemanusiaan menjadi sentral dalam pemberitaan dan komentar, nilai-nilai tersebut akan memberikan makna, keyakinan dan warna dalam produk jurnalistik.16 2. Misi Koran Kompas Kemudian untuk misi kompas sendiri adalah “Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarkat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang terpercaya” Dalam hal misi yang diemban oleh Koran kompas adalah mengasah nurani dan mencerdaskan masyarakat. Artinya pemberitaan kompas selalu mementingkan kemanusiaan, hak asasi manusia, keadilan, kesetaraan, anti diskriminasi dan perlawanan terhadap penindasan. Sesuai dengan misinya kompas akan selalu membuat pembacanya tidak hanya cerdas dalam kognitif, tapi lebih
15
Tiana Cahya Wardhani, “ Konstruksi Realitas Politik Dalam Pemberitaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2015),h. 59-63 16 Hasan Sakri Ghozali, “REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)”)”(Skripsi S1, Surakarta: FISIP-Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ilmu Komunikasi,2009)h.56
67
dari itu. Sehingga setelah mendapatkan pengetahuan yang cukup maka pembaca kompas diharapkan dapat memiliki kepekaan terhadap lingkungan disekitarnya. 17 Akan tetapi menurut Sularto, Visi dan Misi yang dirumuskan oleh Kompas pada tahun 2000 tersebut telah disatukan pada tahun 2006. Sehingga kemudian Visi dan Misi Kompas adalah sebagai berikut : “Menjadi Agen perubahan Dalam membangun Komunitas Indonesia Yang Lebih Harmonis, Toleran, Aman Dan Sejahtera Dengan Mempertahankan Kompas Sebagai Market Leader Secara Nasional Optimalkan Sumberdaya Serta Sinergi Bersama Mitra Strategis” Dalam Visi dan Misi ini Kompas berarti ikut berperan serta dalam mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha diantara usahausaha lain yang sejenis dalam kelas yang sama. Hal yang tersebut dicapai melalui etika usaha bersih melakukan kerjasama dengan perusahan-perusahaan lain. Hal ini pun dijabarkan dalam lima sasaran operasional: a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri sebagai berikut: cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna. b. Kompas
memiliki
bobot
jurnalistik
yang
tinggi
dan
terus
dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan dalam gaya kompak komunikatif dan kaya nuansa kehidupan dan kemanusiaan. c. Kualitas dan informasi dicapai melalui upaya intelektual yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan pikiran, dan
17
Hasan Sakri Ghozali,h.56
68
argumen pihak lain, selalu berusaha mendudukan persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi kritis dan teguh terhadap prinsip. d. Berusaha
menyebarkan
informasi
seluas-luasnya
dengan
meningkatkan tiras. e. Untuk dapat merealisasikan Visi dan Misi Kompas harus memperoleh keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang dicari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan layak bagi karyawan dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab sosialnya sebagai perusahaan.18
D. Prestasi Fotografi dan Berita Koran Kompas Kualitas fotografi ataupun foto berita oleh fotografer kompas memang tidak perlu diragukan lagi. Karena sudah beberapa kali jurnalis kompas gramedia mendapatkan penghargaan dari beberapa ajang penghargaan baik nasional maupun internasional dalam hal tersebut. Seperti pada tahun 2005, kompas meraih Tiga (3) penghargaan jurnalistik MH Thamrin yang salah satunya termasuk dalam kategori foto. Di tahun 2009, Harian Kompas menerima dua penghargaan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masing-masing kategori Surat Kabar Peduli Lingkungan dan Surat Kabar untuk Berita Foto Lingkungan, kemudian, Fotografer Kompas, Agus Susanto, meraih Penghargaan The Jakarta International Photo Summit pada tahun 2010.19 Dan pada tahun 2011 Kompas pernah mendapatkan penghargaan saat mengikuti ajang penghargaan Internasional Asia Media Award 2011 di Bangkok. 18 19
http://digilib.uin-suka.ac.id/10687/1/BAB(II,)III.pdf diakses pada 20 maret 2015 https://id.wikipedia.org/wiki/Kompas_(surat_kabar) di akses pada 17 Juni 2015
69
Dua fotografer harian Kompas, Raditya Helabumi dan Lucky Pransiska, keduanya meraih perunggu. Penganugerahan itu dilakukan dalam acara makan malam yang dihadiri oleh Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dan sejumlah pemimpin redaksi dan penerbit se-Asia Pasifik. Penghargaan tersebut diterima Redaktur Pelaksana Kompas Budiman Tanuredjo dari Co-Chairman Thomas Jakob dan Chairman WAN-IFRA Pitchai Chuensuksawadi. Dalam penghargaan tersebut Raditya ikut dalam karya foto pertandingan sepak bola antara Persiba Balikpapan melawan Persela Lamongan yang dimuat harian Kompas edisi 5 Maret 2010. Sementara karya foto Lucky Pransiska menggambarkan kesedihan penduduk Kepulauan Mentawai yang tersapu tsunami untuk katagori foto berita. Karya Lucky Pransiska dimuat dalam display foto Kompas edisi 30 Oktober 2010. Keikutsertaan fotografer Kompas ataupun wartawan foto di Indonesia dalam event internasional tersebut menurutut Budiman sekaligus untuk mengukur standardisasi kemampuan wartawan Indonesia dan juga pers Indonesia dalam persaingan media se-Asia Pasifik.20 Kemudian ditahun 2012, Penghargaan juga di raih fotografer Kompas, seperti Penghargaan Emas (P.Raditya Mahendra Yasa), Perak (Agus Susanto) dan Perunggu (Yuniadhi Agung) dari Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA), untuk kategori Sports Photography. Di tahun yang sama, dua wartawan kompas dan satu fotografer mendapat penghargaan dalam acara Anugerah Penghargaan Bidang Kebencanaan (APBK) 2012 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional
20
"Kompas" Raih Perunggu di Asia Media Award, Kompas.com diakses pada 15 Mei 2015 dari http://news.wedding.my.id/go/view/24229/kompas-raih-perunggu-di-asia-media-award.html
70
Penanggulangan Bencana, 21 selain itu dalam ajang Anugerah Adiwarta 2012 fotografer Kompas.com yang masih satu grup dengan Kompas Gramedia yaitu Roderick Adrian Mozes berhasil menjadi juara melalui foto berjudul "Kesaksian Angelina Sondakh". Foto ini menampilkan tersangka kasus wisma atlet Sea Games 2011, Muhammad Nazaruddin, yang didamping oleh pengacaranya Elsa Syarief dan Hotman Paris Hutapea sedang tertawa saat mendengarkan kesaksian Angelina Sondakh.22 Pada tahun 2013, Harian Kompas kembali meraih penghargaan Asian Media Award 2013. Pada saat itu fotografer Kompas, Agus Susanto meraih penghargaan perunggu untuk fotonya 'Indonesia Lawan Korea Utara (SCTV Cup)'. Dan pada tahun 2014 penghargaan internasional pun kembali diraih oleh PT Kompas Media Nusantara dengan mendapatkan Bronze Award pada acara Asian Media Award 2014 di Hongkong untuk kategori Foto Jurnalisme dengan judul foto 'Jakarta Tak Berdaya'.23 E. Rubrik Foto Pekan Ini Seperti yang sudah diterangkan pada BAB II, Menurut Onong Uchana Effendi, rubrik merupakan sebuah ruangan yang terdapat dalam halaman surat kabar, majalah, atau media cetak lainnya mengenai sebuah kegiatan ataupun aspek kegiatan dalam kehidupan masyarakat24.Sehingga penulis menyimpulkan bahwa rubrik merupakan sebuah ruangan atau wadah tertentu untuk topik yang telah
21
https://id.wikipedia.org/wiki/Kompas_(surat_kabar) di akses pada 17 Juni 2015 Kompas TV Raih Dua Penghargaan Adiwarta, Kompas.com, 4 Desember 2012 dari http://travel.kompas.com/read/2012/12/05/11042435/Kompas.TV.Raih.Dua.Penghargaan.Adiwart a diakses pada 15 Mei 2015 23 https://id.wikipedia.org/wiki/Kompas_(surat_kabar) di akses pada 17 Juni 2015 24 Onong Uchana Effendi, kamus Besar Komunikasi (Bandung: Mandar Maju, 1989), h.212 22
71
ditentukan temanya oleh tim penyusun dalam sebuah media, namun rubrik lebih lazim berada pada sebuah media cetak, seperti koran, majalah dan sebagainya. Karena Kompas merupakan sebuah media cetak yang pasti memiliki ruang rubrik didalamnya, salah satunya adalah rubrik foto pekan ini, rubrik foto pekan ini merupakan salah satu rubrik yang hanya terbit satu minggu sekali yakni di akhir pekan atau minggu. Foto pekan ini adalah rubrik khusus untuk jurnalistik foto dengan menampilkan berbagai macam laporan dalam bentuk foto yang bersumber dari berbagai ujung pelosok Indonesia dan tema-tema yang diangkat sangat bervariasai dari satu mingu ke minggu lainnya. Kemudian foto tersebut diolah dan ditampilkan sebagai foto-foto berseri atau bercerita tentang berita terkini maupun feature, sebagai sebuah isi berita, yang kemudian disandingkan dengan caption dan teks untuk memperkuat informasinya.
F. Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik Pejuang cilik dari Lambung Bukik adalah sekelompok anak-anak sekolah dari desa Lambung Bukik yang rela mengorbankan nyawa untuk dapat menuju ke sekolah mereka yang berada di seberang sungai Batang Surantih. Sungai tersebut memisahkan Lambung Bukik dengan Nagari Kayu Gadang tempat sekolah itu berdiri. Dengan bertelanjang kaki para anak-anak sekolah tersebut harus melewati aliran sungai yang deras, hal itu terpaksa mereka lakukan karena tidak ada jembatan yang menghubungkan Desa Lambung Bukik dengan Desa Nagari Kayu Gadang.25
25
“Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik,”Kompas,18 November 2012, h.12
72
1. Desa Lambung Bukik Desa Lambung Bukik Nagari Marapak 26terletak di Kenagarian Koto Nan Tigo, Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan Sumatra Barat, 27 letak desa Lambung Bukik berada di areal perbukitan yang relatif terpencil dari pusat keramaian nagari lain di sekitarnya 28 , desa ini dipisahkan oleh aliran sungai besar yang disebut masyarakat Sungai Surantih, sungai yang memiliki lebar 30 m ini setiap harinya diseberangi masyarakat yang ingin keluar atau masuk ke desa Lambung Bukik, masyarakat menyeberangi sungai dengan berjalan kaki tanpa alat penghubung atau jembatan.29 Di desa tersebut, terdapat kurang lebih 50 kepala keluarga yang menggantungkan hidup sebagai peladang gambir dan masyarakat desa Lambung Bukik selalu melewati sungai tersebut untuk menjual hasil ladang maupun barang dagangan lainnya ke desa sebrang. Selain itu sungai ini juga dijadikan pusat kegiatan bagi masyarakat untuk kegiatan mandi, mencuci, memancing atau bahkan sekedar bermain. Sarana penghubung seperti jembatan memang sangat dibutuhkan masyarakat di desa Lambung Bukik. karena akses masyarakat bergantung pada kondisi sungai Surantih. Saat sungai normal dan surut dengan aliran tidak begitu deras masyarakat bisa menyeberanginya, akan tetapi ketika curah hujan tinggi dan 26
Nugrahayudap, “kami Belum Merdeka -Kisah Desa Terisolir di Sumatra Barat, ”Artikel diakses pada 7 Februari 2013https://nugrahayudap.wordpress.com/2012/11/20/kamibelum-merdeka-kisah-desa-terisolir-di-sumatra-barat/ 27 “Desa Terlupakan Bernama Desa Lambung Bukit,”Liputan6.com, 16 November 2012, Artikel diakses pada 7 Februari 2013 http://news.liputan6.com/read/454980/desaterlupakan-bernama-desa-lambung-bukit 28 “Warga Lambung Bukik Butuh Jembatan,” Kompas.com,12 November 2012, Artikel diakses pada 7 Februari 2013 http://regional.kompas.com/read/2012/11/12/18401518/Warga.Lambung.Bukik.Butuh.J embatan 29 Nugrahayudap, “kami Belum Merdeka -Kisah Desa Terisolir di Sumatra Barat,”Artikel diakses pada 7 Februari 2013
73
aliran sungai deras masyarakat desa Lambung Bukik tidak dapat menyebrang, terkurung dan tidak memiliki akses keluar.
30
Bahkan, warga pun harus
mengonsumsi makanan lain, seperti pisang atau apa saja, karena tak bisa memberi beras di desa seberang. Jika ingin keluar desa, maut sepertinya memang sudah menjadi keseharian. Bukan hanya bagi orangtua, namun juga bagi anak anak. Hal yang sama juga berlaku untuk anak-anak yang ingin bersekolah. Kedalaman sungai dengan arus yang cukup menantang dan cukup dingin di pagi hari ini mencapai hingga pinggang orang dewasa dan cukup untuk dapat menghanyutkan anak anak SD yang menyeberanginya. 31 Cerita pelajar atau penduduk hanyut dibawa arus memang sudah tidak lagi menjadi kisah baru sejak puluhan tahun, sehingg jika aliran sungai menjadi terlalu deras dan dalam setelah hujan lebat, murid-murid terpaksa mengurungkan niat ke sekolah. Apabila jika sudah terlanjur sampai di sekolah pada pagi harinya, perjalanan pulang dari sekolah menuju rumah pada siang hari yang mesti ditunda.32
30
Nugrahayudap, “kami Belum Merdeka -Kisah Desa Terisolir di Sumatra Barat,”Artikel diakses pada 7 Februari 2013 31 “Desa Terlupakan Bernama Desa Lambung Bukit,”Liputan6.com, 16 November 2012, Artikel diakses pada 7 Februari 2013 http://news.liputan6.com/read/454980/desaterlupakan-bernama-desa-lambung-bukit 32 “Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik,” Kompas,18 November 2012, h.12
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL ANALISIS SEMIOTIKA
Analisis Data Semiotik Charles Sanders Peirce Dalam bagian ini akan dipaparkan hasil penemuan penelitian yaitu dengan menampilkan foto dari rubrik foto pekan ini yang berjudul Pejuang Cilik dari Lambung Bukik, yang diterbitkan pada tanggal 18 November 2012.Rubrik foto pekan ini adalah wadah jurnalistik foto di Koran kompas yang memiliki tema berbeda-beda setiap minggunya, dan menampilkan berbagai realita kehidupan di Indonesia, mulai dari sisi kebudayaannya maupun keadaan sosial dan permasalahan sosial. Potongan potongan cerita yang terekam dalam setiap frame foto menunjukkan kehidupan bangsa Indonesia secara jujur dan apa adanya.1 Dalam penyajian data dan analisis seluruh data primer berupa foto yang berjudul Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik akan disusun dan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisa semiotika untuk melihat dan memaparkan tanda-tanda Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik di dalam foto, makna-makna yang terkandung baik yang terlihat langsung maupun yang tersirat. Pemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan tipologis tanda menurut Peirce. Yaitu peneliti melihat tanda yang terlihat dalam foto. Tanda adalah sesuatu yang dapat dilihat oleh panca indra manusia, setelah itu peneliti membagi tanda menjadi tiga bagian yaitu, ikon, indeks, dan simbol.
1
Hasan Sakri Ghozali, “Representasi Kehidupan Anak Indonesia Dalam Foto (Analisis Semiotik kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009)
74
75
1. Ikon Didalam Ikon ini hubungan antara tanda dan obyeknya terwujud sebagai kesamaan dalam berbagai kualitas yakni dalam kesamaan atau kesesuaian rupa yang terungkap oleh penerimanya. Ikon juga bisa diartikan sebagai suatu kemiripan antara tanda dan objeknya.dalam hal ini misalnya sebuah foto diri dan lukisan, memiliki hubungan ikonik atau kemiripan dengan obyeknya. Sejauh diamana diantara objek dan gambar tersebut memiliki keserupaan. 2. Indeks Indeks adalah yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. 3. Simbol Simbol adalah bentuk tanda yang terjadi karena hasil konsensus atau konvensi dari para pengguna atau masyarakat.
76
1. Analisis Foto1 rubrik foto pekan ini “Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik”.
Judul : Kasih Ibu A. Ikon Dalam foto tersebut terlihat seorang ibu yang sedang menyisiri rambut seorang anak. Dalam teori semiotik Peirce, foto tersebut adalah ikon. B. Indeks Adanya seorang ibu yang menyisiri anaknya menandakan rasa kasih sayang dan perhatian seorang ibu kepada anaknya. C. Simbol Foto diatas memperlihatkan bagaimana seorang ibu yang memberikan perhatiaannya kepada anak yang akan bersekolah dengan menyisiri rambut si anak. Foto ini menyimbolkan kasih seorang ibu yang memang sudah merupakan
77
naluri alamiah yang dimiliki oleh seorang ibu untuk menyayangi anak-anaknya. Naluri merupakan suatu perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-temurun. Dalam psikoanalisis, naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar. Aktivitas ibu dan anak yang tertangkap kamera tersebut berada didaerah terpencil bernama desa Lambung Bukik sehingga foto tersebut menunjukkan bahwa kasih sayang dan perhatian seorang ibu terhadap anaknya akan sama dimanapun tempatnya, karena sifat keibuan merupakan naluri setiap perempuan yang ada sejak kelahirannya tanpa perlu dipelajari.Sehingga memang sudah merupakan reaksi alami jika para perempuan memiliki naluri keibuan terhadap anak-anak, terlebih terhadap anakyang dilahirkan dari rahimnya sendiri, karena dengan otomatis para perempuan yang sudah menjadi ibu langsung memiliki kepedulian, kasih sayang dan perhatian terhadap anak yang dilahirkannya.2 Sikap dan karakteristik ibu memang memiliki akar psikologis yang akan bertemu pada pola naluriah perempuan. Selain itu sikap-sikap feminis seorang ibu mampu merawat hati yang terluka dan menumbuhkan sprit masa depan. Ibu memiliki naluri cinta yang tulus dan memiliki kekuatan untuk menerima kondisi anak secara positif tanpa syarat 3 . Selain itu memang sudah merupakan tugas seorang ibu untuk mendidik dan merawat anak, karena seorang ibu merupakan sekolah pertama untuk anak-anaknya. Akan tetapi sesungguhnya bukan hanya ibu saja yang sepenuhnya bertanggung jawab dalam mengasuh anak, karena anak merupakan tanggung 2
m.detik.com Berita.suaramerdeka.com
3
78
jawab bersama kedua orangtuanya terlebih jika anak tersebut masih kecil. Dalam hal pengasuhan anak ternyata terdapat hak anak yang memang mengharuskan anak untuk diasuh oleh orang tuanya yang terdapat pada pasal 5 dalam Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) tahun 1989 yaitu berbunyi bahwa, hak anak untuk diasuh oleh orang tua dengan penuh kasih sayang dalam keluarga bahagia sampai dewasa, sehingga apa bila orang tua tidak mampu, maka mereka harus dibantu agar terhidar dari bahaya.4 Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa anak-anak memang seharusnya diasuh oleh kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang, dan apabila orang tua tersebut tidak mampu, maka orang tua tersebut harus dibantu agar anak-anak tetap mendapatkan kasih sayang danterhindar dari segala macam ancaman yang bisa membahayakan. Kemudian jika kita melihat dari jenis foto, maka foto aktivitas ibu yang menyisiri anaknya ini merupakan jenis foto daily life photoyaitu jenis foto tentang segala aktifitas atau kehidupan manusia sehari-hari dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).5
4
Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia (Jakarta: penerbit yayasan Aulia, 2002)h. 22-51 5
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: PT Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2006),h.8-9
79
2. Analisis Foto 2 Rubrik Foto Pekan Ini “Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik”
Judul
:Jangan Sampai Basah
A. Ikon Foto tersebut meperlihatkan sepasang sepatu berwarna hitam yang sedang dijinjing oleh seoarang anak kecil yang tidak menggunakan alas kaki. Menurut teori semiotika Peirce foto di atas merupakan ikon. B. Indeks Sepatu yang dijinjing menandakan anak tersebut tidak ingin sepatunya basah, sehingga anak tersebut memilih untuk tidak menggunakan alas kakinya. C. Simbol Dalam foto ini terlihat seorang anak yang sedang menjinjing sepatu, dimana biasanya sepatu itu dipakai dan digunakan sebagai alas kaki. Sepatu
80
merupakan alas kaki yang memang letaknya berada dibawah untuk melindungi kaki dan bersentuhan langsung dengan jalan yang berguna untuk melindungi kaki agar tidak cidera dari kondisi lingkungan seperti permukaan tanah yang berbatubatu, berair, udara panas atau dingin. Akan tetapi dalam foto, anak tersebut membiarkan kakinya tidak beralas demi menjaga sepatunya agar tidak basah. Anak tersebut berusaha membiarkan sepatunya untuk tetap kering saat digunakan di sekolah nanti, sehingga anak tersebut rela meski kakinya harus menginjak jalan yang berbatu, berair, dan terkena udara yang dingin terlebih dahulu. Demikianlah salah satu perjuangan anak-anak Lambung Bukik dalam melakukan perjalanannya menuju kesekolah untuk mendapatkan pendidikan. Alas kaki (footwear) seperti sepatu adalah sesuatu yang digunakan untuk melindungi kaki, terutama pada bagian telap kaki. Pada awalnya alas kaki hanya digunakan sebagai pelindung kaki dari cuaca yang ekstrim, 6 namun seiring berkembangnya jaman, alas kaki bukan hanya sebagai kebutuhan untuk melindungi kaki tapi juga sebagai trend fashion bagi sebagian orang di berbagai belahan dunia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), alas kaki diartikan sebagai penutup telapak kaki dan disebutkan dalam KBBI seperti kasut, sandal, terompah, sepatu dan sebagainya. Sehingga sampai saat ini alas kaki sering disebut sebagai sepatu maupun sandal. Alas kaki yang sangat dikenal seperti sepatu memiliki arti dalam KBBI lapik atau pembungkus kaki yang biasanya terbuat dari kulit maupun karet dan bahan kulit lainnya, kemudian untuk bagian telapak dan tumitnya 6
Sherlie Dwi Hapsari , Berbagai Nama Alas Kaki: Suatu Kajian Semantik dari www.academia.edu/10086493/Berbagai_Nama_Alas_Kaki_Suatu_Kajian_Semantik diakses pada 1 April 2016
81
didesain tebal dan keras. Di awal kemunculannya, alas kaki atau sepatu diciptakan dengan menggunakan bahan dari kulit binatang untuk membuatnya hangat dan terlindungi,7 hal tersebut dinyatakan oleh ahli sejarah yang memperkirakan sepatu pertama kali dibuat pada zaman es atau lima juta tahun yang lalu dan dibuat dari kulit binatang untuk melindungi kaki dari cuaca yang sangat dingin di masanya. Sepatu primitif dalam jumlah besar pernah ditemukan di perdalaman Missouri, Amerika Serikat dan diperkirakan berasal dari 8000 Sebelum Masehi (SM).8 Kemudian untuk
jenis fotonya, foto seorang anak yang sedang
menjinjing sepatu ini merupakan jenis foto daily life photoyaitu jenis foto tentang segala aktifitas atau kehidupan manusia sehari-hari dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).9
7
Sherlie Dwi Hapsari , Berbagai Nama Alas Kaki: Suatu Kajian Semantik dari www.academia.edu/10086493/Berbagai_Nama_Alas_Kaki_Suatu_Kajian_Semantik diakses pada 1 April 2016 8 Padri-16.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-asal-usul-adanya-sepatu 9 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: PT Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2006),h.8-9
82
3. Analisis Foto 3 Rubrik Foto Pekan Ini “PejuangCilik Dari Lambung Bukik”
Judul : Menyusuri Kampung A. Ikon Tiga orang anak pelajar desa Lambung Bukik, dua anak laki-laki dan satu anak perempuan yang menggunakan seragam sekolah sedang berjalan dengan hati-hati dijalan kampung yang masih tanah dan becek.Foto tersebut merupakan Ikon. B. Indeks Jalan kampung yang masih tanah dan belum diaspal akan becek saat terguyur hujan. C. Simbol Dalam foto tersebut terlihat anak-anak sedang melintasi jalan kampung yang masih tanah dan becek sehingga tidak menggunakan alas kakinya, bahkan bagi seorang anak perempuan yang menggunakan rok panjang harus diangkat agar
83
tidak kotor saat menyusuri jalan tersebut, jalan kampung tersebut belum beraspal yang menandakan bahwa lokasi tersebut berada diperkampungan tertinggal dan jauh dari pusat kota.Kampung menurut KBBI merupakan kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu dan terletak di bawah kecamatan.10 Kampung selalu identik dengan jalan yang tidak beraspal, tertinggal dan belum adanya pembangunan yang dilakukan untuk menunjang dan pemberian fasilitas kepada mobilitas warga yang terdapat disana. Desa atau kampung Lambung Bukik memang merupakan salah satu simbol desa tertinggal di wilayah negara Indonesia, karena memiliki ciri-ciri letak geografisnya yang relatif terpencil yaitu di areal perbukitan yang memang paling terpencil dari pusat keramaian Nagari lain di sekitarnya. Desa ini juga dipisahkan oleh aliran sungai besar yang disebut sungai Batang Surantih yang memiliki lebar 30 meter dan tidak ada jembatan untuk warga menyeberangi sungai tersebut, kondisi seperti itu mencerminkan keterlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan wilayah lain di wilayah suatu negara karena memiliki masalah khusus atau keterbatasan tertentu seperti keterbatasan sumber daya alam, keterbatasan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan keterbatasan aksebilitas untuk menuju kepusat-pusat pemukiman lainnya.11 Kemudian jika dilihat dari jenis foto, maka foto ini merupakan foto daily life photo dan social and environmentdimana foto tersebut menggambarkan tentang kehidupan seseorang dan foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya. Selain itu foto tersebut diambil dengan jarak pengambilan 10
http://kbbi.web.id/kampung Suatu Potret Desa Tertinggal Terisolir dari Novitahariani22.blogspot.co.id/2011/11/suatu-potret-desa-tertinggal-terisolir_29.html 11
84
gambar long shot, pengambilan jarak foto long shot ini tubuh fisik manusia telah nampak jelas namun latar belakang masih dominan, sehingga dengan pemotretan long shot seperti ini fotografer seolah ingin memperlihatkan suasana dalam sebuah fotoyang dibidiknya.12 Dan dapat dilihat foto ini memang menunjukkan keadaan dan suasana kampung dengan jalan yang masih tanah yang menandakan bahwa kampung tersebut masih terbelakang, serta dalam foto ini juga dapat dilihat bagaimana anak-anak pelajar desa Lambung Bukik berjuang, berusaha dalam melakukan perjalannya menuju kesekolah untuk menuntut ilmu.
12
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: PT Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2006),h.8-9
85
4. Analisis Foto 4 Rubrik Foto Pekan Ini “Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik”
Judul
:Menyabung Nyawa
A. Ikon Tiga anak laki-laki berseragam SD yang sedang mengangkat sepatu dan tas diatas kepala, mereka pun mengangkat bajunya yang berwarna putih hingga kedada,ekpresi ketiga anak tersebut terlihat fokus dan tegang. B. Indeks Tiga anak laki-laki berseragam SD sedang mengangkat tinggi-tinggi sepatu dan tasnya, begitu juga dengan baju putih yang mereka angkat hingga kedada, ekspresi mereka terlihat tegang, diam dan serius yang disebabkan mereka harus menyeberangi sungai dengan arus yang cukup deras.
86
C. Simbol Foto ini menyimbolkan tentang pejuang cilik dari desa Lambung Bukik, dimana dalam foto tersebut terlihat perjuangan pejuang cilik yakni anak-anak pelajar desa Lambung Bukik yang rela berjuang mengorbankan nyawa dan membahayakan jiwa menantang deras dan dingin sungai Batang Surantih yang bisa saja menghanyutkannya demi untuk dapat bersekolah di SD Negeri 10 Kayu Gadang yang terletak diseberang desa Lambung Bukik. Mereka mengarungi sungai Batang Surantih yang memiliki arus deras dan luas 30 meter karena tidak adanya sarana penyeberangan seperti jembatan dan alat pengaman apapun. Keadaan berbahaya yang mengancam jiwa anak-anak desa Lambung Bukik dalam mengarungi derasnya sungai Batang Surantih seharusnya tidak terjadi bagi anak-anak yang masih lemah dan masih butuh perlindungan. Karena anak-anak menurut dari haknya tidak harus dibiarkan untuk berada dan tenggelam dalam keadaan yang tidak menyenangkan dan mengancam jiwa mereka13. Dalam pasal 15 penjelasan atas undang-undang republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa perlindung dalam ketentuan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung, dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis 14 . Akan tetapi masyarakat desa Lambung Bukik yang terisolasi ini tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki pilihan lain selain harus rela dan terbiasa membiarkan anakanak mereka dan nyawa mereka selalu dalam bahaya.
13
Anggota remaja aulia (Remalia), Aku anak dunia (Jakarta: penerbit yayasan Aulia, 2002),h.26-50 14 Penjelasan atas undang-undang republik indonesia nomer 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dari http://www.kpai.go.id/topik/peraturan-undang-undang-ri-tentanganak/page/2/ diakses pada 13 oktober 2013
87
Sehingga dalam hal ini pemerintah kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dimana desa Lambung Bukik merupakan suatu wilayah yang berada dalam pemerintahannya seharusnya dapat bertanggung jawab atas pemenuhan hak anak dan perlindungan tersebut serta memberikan bantuan agar anak-anak segera dapat terhindar dari bahaya. Dan pusat pemerintahan di ibu kota Jakarta juga seharusnya dapat
membuka mata lebar-lebar, peka dan memberian respon terhadap
permasalahan yang terdapat di daerah. Foto tersebut jika dilihat dari jenis fotonya merupakan jenis foto daily life photo yang menunjukkan kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiawiannya dan juga merupakan jenis foto people in the news photo yang merupakan jenis foto yang menceritakan tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita. Yang ditampilkan adalah kelucuan, nasib dan sebagainya. Dan yang ditampilkan dalam foto ini adalah keseharian dan nasib anak-anak pelajar Lambung Bukik yang berjuang dalam menuntut ilmu15.
15
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: PT Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2006),h.8-9
88
5. Analisis Foto 5 Rubrik Foto Pekan Ini “Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik”
Judul Ganti Pakaian A. Ikon Terlihat dua anak pelajar laki-laki yang sedang menggunakan celana seragam yang berwarna merah, di tepi sungai yang cukup luas, mereka tidak menggunakan alas kaki, dan dua tas serta celana hijau yang basah tergeletak di tanah yang berbatu. Foto tersebut merupakan ikon. B. Indeks Dua anak pelajar laki-laki desa Lambung Bukik tersebut mengganti celana yang digunakan sebelumnya dengan celana seragamnya yang berwarna merah karena basahsetelah mengarungi sungai.mereka menggunakan pakaian seragam karena diwajibkan bagi setiap pelajar untuk menggunakannya.
89
C. Simbol Foto tersebut merupakan simbol dari pelajar desa Lambung Bukik yang sedang berjuang untuk dapat bersekolah, dimana terlihat dua anak yang sedang mengganti pakaian menggunakan celana berwarna merah setelah menyeberangi sungai Batang Surantih yang luas. Celana berwarna merah dan kemeja berwarna putih merupakan warna seragam untuk jenjang siswa Sekolah Dasar (SD). Pakaian seragam bagi pelajar di Indonesia merupakan hal yang sangat penting karena seragam sekolah wajib digunakan bagi setiap pelajar. Seragam sekolah
yang
digunakan
di
Indonesia
juga
berbeda
disetiap
jenjang
pendidikannya. Sejarah seragam sekolah dimulai dari negara yang memulai revolusi
yaitu Inggris. Negera tersebut yang memulai peraturan dimana
menggunakan seragam itu wajib disekolah, meskipun pertama kali seragam dipakai oleh anak-anak yatim piatu yang mewakili kelas bawah akan tetapi ide dibalik penggunaan seragam standar sekolah ini berawal dari Cambridge sekitar abad ke-16. Banyak sekolah negeri dan swasta elit di Amerika Serikat dan Inggris mulai menggunakan seragam sebagai simbol kehalusan dan keunggulan. Sedangkan untuk di negara seperti Thailand, India, Pakistan dan juga Indonesia pakaian seragam diperkenalkan selama kolonial Inggris dan Belanda, dimana anak perempuan disekolah menengah memakai salwar kamiz dan laki-laki memakai celana dan kemeja, dalam prasekolah anak perempuan memakai rok dan blus sedangkan anak-anak laki-laki menggunakan celana pendek dan kemeja. Dibanyak negara tujuan dari digunakannya
seragam sekolah adalah
untuk kesetaraan diantara semua siswa, memadukan siswa agar siswa terlepas dari
90
warna dan keanekaragaman latar belakang mereka seperti keyakinan, kasta dan status serta untuk mempromosikan semangat tim dan kedisiplinan.16 Kemudian menurut dari jenisnya, foto tersebut merupakan Daily Life Photo yang menggambarkan kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiawiannya dan
Social
And Environment
dimana foto tersebut
menggambarkan tentang kehidupan seseorang dan foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya.17
16
www.wedaran.com/1889/sejarah_seragam_sekolah Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: PT Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2006), h.9 17
91
6. Analisis Foto 6 Rubrik FotoPekan ini “Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik”
Judul Senam di Sekolah A. Ikon Salah satu anak pelajar desa Lambung Bukik bersama sejumlah anak lainnya yang menggunakan seragam atasan putih, berdasi merah dan bercelana merah sedang berbaris di halaman, dengan ekpresi tersenyum. B. Indeks Sejumlah anak dengan menggunakan seragam atasan putih, berdasi merah dan bercelana merah berbaris di halaman sekolah karena akan mengikuti senam bersama.Ekpresi wajah mereka tersenyum yang disebabkan oleh rasa senang.
92
C. Simbol Anak pelajar desa Lambung Bukik bersama sejumlah anak lainnya yang menggunakan seragam kemeja putih, bercelana merah dan berdasi merah sedang berbaris di halaman untuk mengikuti senam bersama. Anak –anak itu terlihat tersenyum dan bahagia, ekpresi tersebut dapat menggambarkan betapa gembiranya anak-anak tersebut mengikuti senam disekolahnya. Gembira dan bahagia merupakan pancaran yang selalu muncul dari hidup anak-anak meski dalam keadaan yang serba kekurangan. Kebahagiaan tidak pernah lenyap dari hidup anak-anak. Dimanapun mereka berada mereka selalu menemukan tempat untuk bergembira, meskipun dalam keterbatasan sarana dan prasarana. Sebagai homo ludens manusia gemar bermain atau bercengkrama, bagi orang dewasa bermain adalah rekreasi, tetapi bagi anak-anak bermain adalah sebagian dari proses belajar.18 Bisa dilihat dalam foto ini bahkan senam pun dapat menjadi hal yang mengembirakan bagi mereka. Senam merupakan salah satu cabang olahraga yang melibatkan performa gerakan yang membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan keserasian gerak fisik yang teratur.19 Senam juga biasa digunakan untuk sarana rekreasi , relaksasi atau menenangkan pikiran, yang biasa diadakan disekolah.
18
Hasan Sakri Ghozali, “Representasi Kehidupan Anak Indonesia Dalam Foto (Analisis Semiotik kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965-2007)(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009) 19 Pengertian Senam, dari www.academia.edu/10067058/Pengertian_Senam_dan_Jenis_jenis_Senam_lantai
93
Kemudian untuk jenis fotonya, foto ini merupakan jenis social and environment dimana foto tersebut memperlihatkan tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya.20
20
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik metode memotret dan mengirim foto ke media massa (Jakarta: PT Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2006),h.8-9
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil analisis menggunakan metode analisis semiotik Charles Sanders Pierce yang menekankan menurut objeknya terbagi atas ikon, indeks, dan simbol pada foto pejuang Cilik dari Lambung Bukik maka peneliti dapat memberikan kesimpulan terhadap penelitian ini sebagai berikut: 1. Ikon Ikon merupakan suatu kemiripan atau keserupaan antara tanda dan objeknya. Dalam foto pekan ini dengan judul pejuang cilik dari Lambung Bukik, rangkaian foto tersebut merupakan ikon. 6 foto tersebut memiliki hubungan ikonik atau kemiripan dengan pejuang cilik dari Lambung Bukik, yaitu, rangkaian, kegiatan atau usaha keras anak-anak desa Lambung Bukik, yang sedang berjuang untuk dapat bersekolah. 2. Indeks Indeks adalah yang menunjukkan adanya hubungan alamiah atau hubungan sebab akibat atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Sebab akibat dalam rangkaian foto pejuang cilik dari Lambung Bukik ini adalah anak-anak harus berjuang menuju kesekolahnya karena letak desa Lambung Bukik yang terpencil dan terisolir. Keadaan tersebut terlihat dalam foto-foto. Jalan masih tanah dan becek karena belum beraspal, serta masih kurangnya sarana dan prasarana publik, seperti belum adanya jembatan penghubung bagi desa Lambung Bukik untuk
94
95
menyeberangi sungai Batang Surantih menuju kepusat-pusat pemukiman lainnya sehingga menjadi terisolir. Hal tersebut juga menyebabkan anak-anak harus menjingjing sepatunya, melepaskan celana seragamnya untuk dapat melewati jalan becek dan juga sungai Batang Surantih yang luas dan beraliran deras. Anak-anak desa Lambung Bukik rela menantang bahaya yang mengancam jiwa mereka demi untuk dapat bersekolah, belajar , menuntut ilmu dan mendapatkan pendidikan. 3. Simbol Rangkain
foto
pejuang
cilik
dari
Lambung
Bukik
tersebut
memperlihatkan bagaimana usaha anak-anak desa Lambung Bukik yang akan berangkat kesekolahnya dan menyimbolkan tentang perjuangan. Dapat dilihat bagaimana anak-anak tersebut berusaha dengan keras bahkan rela menantang aliran sungai Batang Surantih yang deras dan berbahaya bagi jiwa mereka. Hal tersebut merupakan bentuk dari sebuah perjuangan dan yang melakukan perjuangan disebut sebagai pejuang. Dalam foto tersebut juga menyimbolkan permasalahan mengenai, pemenuhan hak anak yang masih belum dirasakan oleh anak-anak desa Lambung Bukik. Hak yang belum dipenuhi tersebut adalah hak untuk tidak dibiarkan berada dan tenggelam dalam keadaan yang tidak menyenangkan dan mengancam jiwa mereka.
96
B. Saran-Saran Menyadari tidak adanya kesempurnaan dalam penelitian maka penulis memiliki saran-saran untuk menjadi renungan ataupun untuk ditindak lanjuti para peneliti selanjutnya dan khalayak umum: 1. Bagi Peneliti selanjutnya Analisis semiotika adalah analisis yang tepat untuk membedah atau menganalisis sebuah gambar atau foto. Penelitian seperti ini sebisa mungkin harus dikembangkan dan berkelanjutan digunakan para peneliti lainnya yang berkepentingan untuk turut serta memecahkan masalah yang ditampilkandalam foto agar dapat memaknai dan melihat tanda-tanda dalam sebuah gambar atau foto. Dengan adanya kesinambungan pada penelitian dengan menggunakan analisis semiotika, diharapkan mampu memberikan masukan terhadap studi semiotika foto. 2. Bagi Pemerintahan Sebagai pembuat kebijakan dan melakukan pengelolaan seharusnya pemerintah harus berkaca pada realitas yang ada dan melakukan tindakan agar kebijakannya tersebut mampu tepat sasaran dan dapat dengan benar membantu warganya. Pemerintah juga harus lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi dipelosok daerah dan dengan cepat memberikan bantuan yang selayaknya pada daerah yang terbelakang, terlebih dalam hal yang menyangkut hak-hak manusia sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ajidarma, Seno Gumira, Kisah Mata Fotografi, Yogyakarta: Galang Press, 2002. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Anggota Remaja Aulia (Remalia), Aku Anak Dunia, Jakarta: Yayasan Aulia, 2002. Batubara, Sabam Leo, Menganalisis Pergulatan Jacob Oetama di Dunia Pers, Humanisme dan Kebebasan Pers, Jakarta: Kompas, 2001. Christomy, Tommy, Semiotika Budaya, Depok: UI, 2004. Giwandi,
Griand, Panduan Praktis Belajar Fotografi, Jakarta: Puspaswara, 2001.
Hadiwijaya, Suryo Sakti, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015. Hoed, Beni H, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Depok: Komunitas Bambu 2011. Kusumaningrat, Hikmat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006. Kriyanto, Rachmat, Teknis Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group, 2006 Kontur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: CV Teruna Grafika, 2006. Mirza Alwi, Audy, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto Ke Media Massa, Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Muhtadi Asep, Saeful, Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktek), Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1995. Mulyana, Dedi ed. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, cetakan kesepuluh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Rahman Jamal, Abdur, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005.
97
98
Ruslan, Rosady, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Santosa, Puji, Ancangan Semiotika dan Pengkajian Sastra, Bandung: Angkasa. Setiati, Eni, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Strategi Wartawan Menghadapi Tugas Jurnalistik), Yogyakarta: CV Andi Offset, 2005. Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Bandung: Rosdakarya, 2009. Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 2003. Tebba, Sudirman, Jurnalistik Baru, Ciputat: Kalam Indonesia, 2005. Uchana Effendi, Onong, Kamus Besar Komunikasi, Bandung: Mandar Maju,1989. Vera, Nawiroh, Semiotika dalam Riset Komunikasi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014. Widyawan, Rosda, Agar Informasi Menjadi Lebih Seksi, Jakarta: Media Kampus Indonesia, 2014.
Sumber Yang Didapat Dari Internet: http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/201 2/12/22/ArticleHtmls/2012-Tahun-Kelabu-bagi-Anak221220125008.shtml?mode=1 Diakses pada Januari 2013 http://www.portal-statistik.com/2014/02/teknik-pengambilan-sample-denganmetode.html?m=1 diakses pada 11 Mei 2015 http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan(Teoritik)(tentang)Semiotik.pdf http://all-about-theory.blogspot.com/2010/pengertian-surat-kabar.html(dicari pada tanggal 25 september 2013 http://artikata.com/arti-366815-perjuangan.html diakses pada tanggal 23september 2013 http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/08/seputar-pengertianperjuangan.htmldiakses 23 september 2013 http://artikata.com/arti-366813-pejuang.html diakses padatanggal 23 september 2013 http://www.kpai.go.id/topik/peraturan-undang-undang-ri-tentang-anak/page/2/ Penjelasan atas undang-undang republik indonesia nomer 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak diakses pada 13 oktober 2013
99
http://repository.unhas.ac.id“SejarahSingkatHarianKompasdanSejarahPerkemban ganKompas,” diakses pada 10 Februari 2013 http://digilib.uin-suka.ac.id/10687/1/BAB(II,)III.pdf diakses pada 20 maret 2015 http://news.wedding.my.id/go/view/24229/kompas-raih-perunggu-di-asia-mediaaward.html"Kompas" Raih Perunggu di Asia Media Award, Kompas.com diakses pada 15 Mei http://travel.kompas.com/read/2012/12/05/11042435/Kompas.TV.Raih.Dua.Peng hargaan.AdiwartaKompas TV Raih Dua Penghargaan Adiwarta, Kompas.com, 4 Desember 2012 di akses pada 15 Mei 2015 https://nugrahayudap.wordpress.com/2012/11/20/kami-belum-merdeka-kisahdesa-terisolir-di-sumatra-barat/Nugrahayudap, “kami Belum Merdeka Kisah Desa Terisolir di Sumatra Barat,”Artikel diakses pada 7 Februari 2013 http://news.liputan6.com/read/454980/desa-terlupakan-bernama-desa-lambungbukit “Desa Terlupakan Bernama Desa Lambung Bukit,”Liputan6.com, 16 November 2012, Artikel diakses pada 7 Februari 2013 http://regional.kompas.com/read/2012/11/12/18401518/Warga.Lambung.Bukik. Butuh.Jembatan “Warga Lambung Bukik Butuh Jembatan,” Kompas.com, 12 November 2012, Artikel di akses pada 7 Februari 2013. Padri-16.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-asal-usul-adanya-sepatu Novitahariani22.blogspot.co.id/2011/11/suatu-potret-desa-tertinggal terisolir_29.html www.wedaran.com/1889/sejarah_seragam_sekolah riko.weblog.esaunggul.ac.id/2014/11/10/teori-tanda-dalam-kajian-semiotikastruktural-ferdinand-de-saussure www.academia.edu/4131627/analisis_karya_berdasarkan_semiotika www.academia.edu/10086493/Berbagai_Nama_Alas_Kaki_Suatu_Kajian_Semati k
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Rubrik Foto Pekan Ini Kompas Edisi 18 November 2012 Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik Foto 1
Judul : Kasih Ibu
74
Rubrik Foto Pekan Ini Kompas Edisi 18 November 2012 Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik
Foto 2
Judul : Jangan Sampai Basah
Rubrik Foto Pekan Ini Kompas Edisi 18 November 2012 Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik
Foto 3
Judul : Menyusuri Kampung
Rubrik Foto Pekan Ini Kompas Edisi 18 November 2012 Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik
Foto 4
Judul : Menyabung Nyawa
Rubrik Foto Pekan Ini Kompas Edisi 18 November 2012 Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik
Foto 5
Judul : Ganti Pakaian
Rubrik Foto Pekan Ini Kompas Edisi 18 November 2012 Pejuang Cilik Dari Lambung Bukik
Foto 6
Judul : Senam di Sekolah