perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERJUANGAN SUMARSIH BELUM BERAKHIR (Analisis Semiotik Isi Pesan Esai Foto Jurnalistik dalam Foto-foto
pada Buku Kilas Balik 2009-2010)
Disusun Oleh : Herka Yanis Pangaribowo D0207013
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Damai Kami Sepanjang Hari (Iwan Fals) Darah Muda Darahnya para Remaja (Rhoma Irama)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya sederhana ini untuk mereka, orang-orang yang telah menjadikanku bisa berusaha dengan keras dan tekad untuk lulus : Bapak dan Ibu yang bagai nyala sepasang lilin di dalam hakiki kesabaran dan jiwa kesederhanaannya, yang telah mendidik, membimbing dan membuatku seperti sekarang ini, semoga diriku menambah kebanggaan serta tidak mengecewakan keluarga. Buat kakak-kakakku Umi Indarti, Noveri Nurjanah, Sugiyono, juga adikadikku Salma Khoirunnisa, Fata Khoirurrohman, Fadhil Abdurrohman, semoga bisa mengeyam pendidikan yang lebih tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur senantiasa peneliti panjatkan atas segala nikmat Allah SWT yang tidak akan pernah dapat terhitung jumlahnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik hingga akhir. Peneliti merasa dibantu dan didukung oleh banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Special thanks for ALLAH SWT dan Alkeraguan dan misteri ). 2. Kedua orang tuaku tercinta, Markiyem dan Sugiyanto, terimakasih untuk bimbingan yang tak henti sampai saat ini. Terimakasih buat kakakkakakku Umi Indarti, Noveri Nurjanah, Sugiyono, juga adik-adikku Salma Khoirunnisa, Fata Khoirurrohman, Fadhil Abdurrohman atas segala doa dan dukungan untuk tetap bersabar dan berjuang menyelesaikan skripsi ini. 3.
Prof. Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
4. Dra Prahastiwi Utari, Ph D selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. 5. Drs. Subagyo SU, selaku pembimbing akademik, yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 6. Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah merelakan waktu untuk membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. 7. Segenap dosen pengajar yang telah memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan bimbingan selama menempuh pendidikan di FISIP Universitas Sebelas Maret. 8. Terima kasih kepada Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, khususnya Antara Foto yang sudah memberi bantuan selama penulis melakukan penelitian dan pengumpulan data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Keluarga keduaku, Fisip Fotografi Club dan semua penghuninya yang membawa saya menjadikan fotografi bagian dari hidup saya, serta Kine Klub yang memberi pengetahuan baru tentang banyak hal. 10. Leila Rahma Safitri, yang selalu memberi motivasi dan juga semua perhatiaanya hingga skripsi ini terselesaikan. 11. Achmad, Faka, Gegen, Okky, Sigid, Angga Yudha, Yoga, Maulana, Dhimas, Tomi, Rifa Galindra, Lestia, Surya, Suryo, Santi, Amin, Riza serta seluruh keluarga besar Kompi, terimakaih untuk kebersamaannya selama ini. Bahagia mempunyai kalian. 12. Keluarga besar Kost Technopark Hafidz, Faka, Gegen, Taufan, Aziz, Yestha, Triadi, Ernand dan keluarga Mas Ran, Rois, Kukuh, Hafizh, Subekti, Narendra, Ujenk, terimakasih buat energi positif yang kalian tularkan. 13. Fanny Octavianus, Yuniadhi Agung, Hafidz Novalsyah, Heru Sri Kumoro untuk guru, sumber inspirasi, pelajaran hidup, fotojurnalistik. Terimakasih untuk Agoes Rudianto, Hasan Sakri, Suryo Wibowo, Sigid Kurniawan, Dwi Prasetya atas tambahan pengetahuan tentang fotojurnalistik, sangat berguna. 14. Semua pihak yang turut membantu proses perjuangan peneliti. . Surakarta, Juli 2012
Penulis Herka Yanis Pangaribowo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
viii
ABSTRAK ..................................................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah .......................................................................... 11
C.
Tujuan Penelitian ........................................................................... 12
D.
Manfaat Penelitian ......................................................................... 12
E.
Teori dan Kerangka Berpikir 1. Proses Komunikasi............................................................. ......
13
2. Foto Jurnalistik ......................................................................... 16 3. Esai Foto Jurnalistik ................................................................. 26 4. Semiotika ................................................................................. 30 5. Kerangka Berpikir .................................................................... 36 F.
Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian.....................................................................
38
2. Metode Penelitian.... ............................................................. 38 3. Sumber Data......................................................................... 39 4. Unit Analisa .............................................................................
40
5. Analisa Data .............................................................................
43
6. Validitas Data ........................................................................... 45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II A.
digilib.uns.ac.id
GAMBARAN UMUM LKBN ANTARA Deskripsi LKBN Antara ...............................................................
48
1. Sejarah LKBN Antara ................................................................ 48 2. Visi dan Misi LKBN Antara ......................................................
51
3. Bentuk-bentuk Layanan LKBN Antara .....................................
52
B.
Antara Foto .................................................................................. 55
C.
Kilas Balik 2009-2010 ................................................................... 59
BAB III
ANALISIS MAKNA ESAI FOTO JURNALISTIK ...............
BAB IV
59
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan .................................................................................... 102
B.
Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Herka Yanis Pangaribowo. D0207013, PERJUANGAN SUMARSIH BELUM BERAKHIR (Analisis Semiotik Isi Pesan Esai Foto Jurnalistik dalam Fotopada Buku Kilas Balik 2009-2010). Skripsi, Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012. Perkembangan media massa yang telah pesat, terutama foto jurnalistik yang mempunyai peran sebagai pelengkap visualilasi peristiwa dalam surat kabar kini telah menjadi dimensi yang lain dalam bentuk multimedia karena tuntutan jaman. Foto jurnalistik selain sebagai pelengkap bagi surat kabar, foto jurnalistik mampu berdiri sendiri sebagai foto dengan peran dan ciri khasnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiman kode-kode fotografi mempresentasikan perjuangan Ibu Sumarsih dalam menuntut keadilan Hak Asasi Manusia HAM di Indonesia yang terdapat dalam buku foto jurnalistik Pembaca tentu ingin mengetahui apa makna sebenarnya yang terkandung pada isi foto tersebut. Penelitian ini menggunakan teori yang di kembangkan oleh Charles Sanders Pierce yaitu menganalisis foto dengan menggunakan Ikon, Simbol dan Indeks, yang dilanjutkan menganalisis makna secara keseluruhan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan memaparkan objek yang diteliti untuk mengidentifikasikan, menganalisis kemudian menafsirkan makna dari obyek penelitian secara detail yang berupa kecenderungan penggunaan bahasa teks dan bahasa visual dalam foto jurnalistik dengan pendekatan Semiotika Komunikasi. Akhirnya temuan dari studi ini tidak lain adalah jawaban dari rumusan masalah sebelumnya, pembentukan makna yang secara keseluruhan diperoleh setelah melewati tahapan analisis, disertai dengan tahapan identifikasi hubungan pertandaan yang memakai model Pierce. Realitas kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia yang diwakilkan oleh kisah Ibu Sumarsih disajikan dalam bentuk imaji oleh komunikator untuk memberikan penyadaran bahwa saat ini masih belum dijunjung tingginya penegakan Hak Asasi Manusia. Kematian Wawan, putra Ibu Sumarsih saat Tragedi Semanggi 1 belum diketahui kejelasannya. Selain Ibu Sumarsih, masih ada korban-korban lain yang menuntut keadilan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya karya ilmiah ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian lanjutan dengan menggunakan metode yang berbeda, dan agar dapat lebih dikembangkan lagi dari berbagai segi, baik dalam hal analisis, content dari karya ilmiah yang akan ditulis oleh peneliti-peneliti selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Herka Yanis Pangaribowo. D0207013, THE UNFINISHED STRUGGLE OF SUMARSIH (Semiotic Analysis Photojournalism Essay Contents of Thesis. Communication Department, Social and Political Science Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta, 2012. The darting development of mass media, especially in photojournalism that have a role into another dimension of multimedia by the times. In addition to be the newspaper supplement, photojournalism is able to stand independently as a photo with role and trademark. Purpose of this study is to determine how pictures codes present Sumarsih struggle in demanding justice for Human Rights (HAM) in Indonesia on the photojournalism book "Kilas Balik 2009-2010". Surely, the readers want to understand the real meaning in the photo content. This study using the Charles Sanders Pierce that analyzed photos by icons, symbols and index, continued with analyze the overall meaning. This descriptive study, describe the objects to identify, analyze and then interpret the meaning of the object in detail using the text and visual language of photojournalism with Communication Semiotics approach. Finally, this study found nothing but the answer of the previous problem formulation, the message construction is obtained after passing through the stages of the analysis, along with the stage of identifying the model of sign relations by Pierce. Indonesian Human Rights conditions represent by the story of Mrs. Sumarsih that presented in the form of images by the communicator to give awareness about Human Rights that still not upheld to the high enforcement. The death of Mrs. Sumarsih in the Semanggi 1 tragedy has no clear yet. In addition to Mrs. Sumarsih, there are still other victims who demand a justice for Human Rights. This scientific work is expected to be useful for further research using different methods, and to be more developed from various aspects, both in terms of analysis, the content of scientific papers to be written by subsequent researchers.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Wacana hak asasi manusia (HAM) bukanlah wacana yang asing dalam
diskursus politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Kita bisa menemuinya dengan gamblang dalam perjalanan sejarah pembentukkan bangsa ini, di mana perbincangan mengenai hak asasi manusia menjadi bagian daripadanya. Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa ini telah memercikkan pikiran-pikiran untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia yang lebih baik. Pecikan pikiran tersebut dapat dibaca dalam surat-
Habis
, karangan-karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim, Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di Volksraad atau pledoi Soekarno yang berjudul dan Hatta dengan judul
yang dibacakan di
depan pengadilan Hindia Belanda. Percikan-percikan pemikiran pada masa pergerakan kemerdekaan itu, yang terkristalisasi dengan kemerdekaan Indonesia, menjadi sumber inspirasi ketika konstitusi mulai diperdebatkan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di sinilah terlihat bahwa para pendiri bangsa ini sudah menyadari pentingnya hak asasi manusia sebagai fondasi bagi negara. Dalam dunia internasional, perjuangan penegakan HAM diawali dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia atau Universal Independent of Human Right yang dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1948. Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat dan wajib diikuti, termasuk oleh Indonesia. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, Indonesia terutama pada masa pemerintahan orde baru (1966-1998) banyak ditemukan berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dari sekian banyak tragedi kemanusiaan yang terjadi antara lain
tragedi Peristiwa 65, tragedi Talangsari, tragedi
Tanjungpriok, tragedi 27 Juli 1996, tragedi Penculikan, tragedi Trisakti, tragedi Mei 1998, tragedi Semanggi I, tragedi Semanggi II, dan pamungkasnya pembunuhan Munir, seorang yang selama ini bergiat mengadvokasi kasus-kasus tersebut. Di luar itu, tentu saja masih begitu banyak pelanggaran HAM yang tak tersentuh. Perjuangan untuk peradilan kasus-kasus tersebut banyak dikekang oleh rezim penguasa. (http://kontras.org: 2011) Perjuangan itu memerlukan waktu lama untuk berhasil, yaitu sampai datangnya periode reformasi (tahun 1998-2000). Periode ini diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden Indonesia oleh gerakan reformasi. Inilah periode yang memberikan angin segar
terhadap hak asasi manusia, ditandai
dengan diterimanya hak asasi manusia ke dalam konstitusi yang dirumuskan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVIUMPR/I998 tentang Hak Asasi Manusia dan terwujud dalam undang-undang No. 39 Tahun 1999. Dalam upaya penegakan HAM, gelombang pertama reformasi diiringi oleh dua hal sekaligus, berlanjutnya pergolakan kekerasan dan komitmen politik yang jelas untuk keadilan transisi seperti pengungkapan kebenaran, upaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menghukum pelaku pelanggaran, dan upaya untuk memastikan agar pelanggaran tidak akan terulang lagi. (ITJC dan Kontras 2011: 12) Sejumlah
korban pelanggaran HAM meminta dibukanya peradilan
mengenai berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau. Pemerintah Indonesia Pada bulan Oktober 1999 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundangan (Perpu) No 1/1999 tentang Pengadilan HAM, yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000, yang mendasari terbentuknya Komite Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) guna membangun mekanisme penyelidikan dan penuntutan pelanggaran HAM berat, yang didefinisikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida (tetapi tidak kejahatan perang). (Kontras dan ITJC, 2011: 40). Beberapa kasus yang direkomendasikan oleh Komnas HAM untuk proses peradilan adalah kasus Trisakti - Semanggi I - Semanggi II, Wasior and Wamena (Papua), Talangsari, peristiwa Mei 1998, dan penghilangan paksa aktivis tahun 1997-1998 (Kontras dan ITJC, 2011: 5). Khusus untuk kasus Semanggi I dan Semanggi II, Tahun 2001 DPR membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelidiki apakah kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat sesuai dengan UU No 26 tahun 2000. Pansus menginterpretasikan hukum dan mencoba menerapkannya terhadap fakta fakta di kasus tersebut. Anggota Pansus yang terdiri dari berbagai fraksi politik melakukan voting untuk kasus tersebut. Tiga fraksi menyatakan pelanggaran HAM berat telah terjadi, namun tujuh lainnya, termasuk fraksi yang mewakili polisi dan militer
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(yang saat itu masih mendapat jatah khusus di DPR) menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus tersebut. Walaupun demikian, Komnas HAM tetap melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa pelanggaran HAM berat dalam kasus tersebut memang terjadi (Kontras dan ITJC, 2011: 45). Di tahun 2003 Kejagung menegaskan kesimpulan Pansus DPR yang menyatakan bahwa pelanggaran HAM berat tidak terjadi dalam kasus tersebut. Akibat dari keputusan lembaga politik ini adalah penangguhan penyidikan oleh Kejagung dan tidak dibentuknya pengadilan HAM ad hoc. Nampaknya beberapa anggota Dewan lain terganggu dengan keputusan Pansus. Di tahun 2005, Komisi III DPR merekomendasikan pembahasan tentang kasus Trisakti dan Semanggi dibuka kembali. Namun rekomendasi ini tidak ditindaklanjuti, dan di tahun berikutnya DPR memutuskan bahwa tidak ada preseden untuk membuka kembali sesuatu yang sudah diputuskan oleh DPR di masa lalu sehingga proses peradilan dari kasus-kasus tersebut ditutup (Kontras dan ITJC, 2011: 46). Berbagai pihak menentang ditutupnya proses peradilan tersebut dan meminta agar proses peradilan terhadap pelanggaran HAM itu dibuka kembali. Sumarsih, seorang ibu dari korban kasus Semanggi I, Wawan mengusulkan agar dibentuk aksi yang rutin untuk mengenang dan menuntut dibukanya kembali peradilan atas kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Pada periode 2005-2007, ia sering mengikuti rapat bersama Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Saat itu ia meminta agar tiga orang konsisten dalam melakukan aksi rutin tersebut. Suciwati (istri alm. Munir) dan Yati (aktivis Kontras) menyetujuinya, dan rencana tersebut terealisasikan dalam suatu aksi rutin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kamisan berlangsung sampai sekarang. (http://megapolitan.kompas.com: 2011) Aksi setiap Kamis sore di depan Istana Negara Jakarta ini diikuti oleh para keluarga korban sebagai bentuk peringatan dan terus bersuara untuk menolak kebisuan dan pembungkaman suatu kejahatan yang telah dilakukan rejim orde baru
(Soeharto)
maupun
pemerintahan
paska
kejatuhan
Soeharto
(http://www.kontras.org: 2011). Aksi tersebut terinspirasi oleh ibu-ibu Plaza De Mayo dalam menuntut pengungkapan kebenaran anak, saudara, dan ayah, dan sanak keluarganya yang hilang selama era Junta Militer Marcos (Tim Penyunting HRSF, 2009:37). Mereka melakukan aksi setiap hari kamis di depan plaza De Mayo, Menuntut dikembalikannya anakmelegenda di seluruh dunia. Sebagai simbol perlawanan ibu-ibu yang terus konsisten (http://www.kontras.org/: 2011). Dalam aksi tersebut, para aktivis berdiri diam dilanjutkan berjalan kaki mengelililingi Istana Negara, menggunakan pakaian hitam dan payung hitam, sesekali sambil membunyikan kentongan, menggunakan celemek kasus dan lain lain. Terlibat didalamnya; keluarga korban peristiwa 1965/1966, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997/1998, Trisakti 1998 , Mei 1998, Semanggi 1998/1999 dan para korban pelanggaran HAM lainnya. Aksi Kamisan juga mendapat dukungan dari kalangan aktivis HAM,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
http://www.kontras.org: 2011). Aksi ini menegaskan akan sebuah gerakan melawan impunitas dan pelupaan atas nasib korban dan keluarganya. Sebuah gerakan untuk terus memberi tekanan pada pemerintah agar mau mengusut, menguak kebenaran dan keadilan bagi korban. Setiap aktivis memegang payung hitam yang bertuliskan berbagai
atas segala kehilanggan, kedukaan dan penantian keadilan. Penggagas aksi tersebut, Maria Catarina Sumarsih, atau lazim dipanggil dengan nama Sumarsih. Perempuan kelahiran 5 Mei 1952 itu kehilangan putranya, Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, dalam Tragedi Semanggi I. Wawan mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta meninggal setelah tertembak peluru tentara di depan Kampus Atma Jaya, Jakarta. Saat itu Wawan hendak menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus. Aksi Sumarsih dalam memperjuangkan keadilan terhadap pelanggaran HAM yang menimpa anaknya juga diwujudkan dari aktivitas kesehariannya. Berpuasa setiap Kamis, Jumat, dan Sabtu, serta selalu mengunjungi makam anak tercintanya itu setiap hari di TPU Joglo. Sumarsih juga melakukan tirakan dan ritus doa di makam Wawan. Sumarsih juga membangun ritus doa di makam Wawan. Bagi Sumarsih, kuburan Wawan itu bukanlah sekedar makam di mana orang terkasih itu meninggal. Tapi, itu menjadi makam keluarga yang juga bagian dari kehidupan Sumarsih, Arief Priyadi suaminya, dan Irma, anaknya. Sumarsih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selalu berkunjung ke makam Wawan setiap pagi ketika ingin berangkat melakukan aktivitas sebagai aktivitis HAM. Dengan berdoa kepada Tuhan untuk Wawan dengan doa yang berulang dan serupa, yaitu agar pembunuh Wawan itu segera diungkapkan ke meja hijau. Tidak dipungkiri, dari sejumlah konsistensi perjuangan sejak Wawan meninggal ini ia mendapatkan satu penghargaan atas buah yang ia lakukan selama ini. Atas pertimbangan dewan juri, Sumarsih menerima penghormatan dan penghargaan Yam Thiam Hien Award atas konsistensi memperjuangan HAM khususnya mengenai kasus yang menimpa anaknya. Uang penghargaan yang ia terima itulah yang digunakan untuk melakukan pemberdayaan dan mendukung aktivitas korban dan keluarga korban dalam menghangatkan ingatan mereka melawan lupa dengan beragam media dan cara (Tim Penyunting HRSF, 2009:37).
sebagai bentuk perjuangannya menuntut peradilan atas kematian anaknya serta penegakan HAM di Indonesia mendapat perhatian dari sejumlah media massa melalui pemberitaan baik cetak maupun elektronik. Salah seorang pewarta foto, Fanny Octavianus dari Kantor Berita Antara mengabadikan aksi Sumarsih
dalam buku Kilas Balik 2009-2010 oleh Kantor Berita Antara. Melalui bidikan lensa para fotografer, mereka mampu menyajikan realitasrealitas yang terjadi. Foto jurnalistik memiliki dimensi faktual bahwa kejadian itu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
benar-benar ada. Posisi foto jurnalistik adalah sebagai suatu elemen dalam mata rantai jurnalistik. Foto jurnalistik senantiasa dinanti pemunculannya dalam setiap terbitan media cetak. Dengan segala kemampuan dan didukung dengan teknologi fotografi yang canggih, sajian gambar menarik segera disuguhkan kepada masyarakat. Lewat berbagai media, peristiwa di belahan bumi yang berbeda itu secepatnya diberitakan. Gabungan Antara berita tertulis serta teks foto membuat para pembaca mudah memahami akan hal yang sedang terjadi. Foto jurnalistik, disadari atau tidak, memiliki peran penting dalam pemberitaan. Sebuah foto mampu bercerita lebih banyak daripada serangkaian teks
berita yang
menyertainya karena foto memberikan kesan yang lebih riil dibandingkan tulisan. Dalam foto jurnalistik, Momen as it happens yang berhasil ditampilkan seorang pemotret tentunya patut dihargai sebab disini menentukan kesiapan dan kesigapan fotografer dalam bertindak, tepatnya saat melihat sesuatu yang dianggap menarik. Sekali lagi meskipun karya sebuah gambar atau kadang kala tidak mempunyai nilai artistik dan keindahan, tetapi kesigapan fotografer sering kali mendapat penghargaan yang tinggi (Atok Sugiarto,2004: 188-189). Sedangkan esai foto tak berbeda dengan esai tulisan. Hanya saja di sini yang menjadi fokus utama adalah foto. Dalam menyampaikan permasalahan yang diangkat, foto merupakan elemen utama, sementara naskah yang menyertai. Kadangkala bisa terjadi tanpa naskah yang menjadi sekunder, atau hanya pelengkap sifatnya. Karena elemen utamanya foto, maka konsekuensinya foto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harus mampu menggantikan kata-kata. Sementara hal-hal yang tidak bisa digambarkan oleh foto, terungkap sebagai naskah atau caption. Dalam pembuatannya, esai foto nyaris mirip dengan pembuatan film dokumenter, yaitu urutan peristiwa yang ada pendahuluan, isi, dan foto akhir. to make menceritakan non fiksi (realitas, bukan cerita dongeng). Semuanya sah saja, selama posenya jujur dan tidak ditambah atau dikurangi, tidak menyalahi kode etik dan tetap menggambarkan keadaan sebenarnya (Irwan Zahar, 2003:26). Hal-hal yang ditekankan pada skripsi ini, penulis lebih menyoroti tentang makna foto yang terkait dengan tanda (peristiwa secara menyeluruh), obyek (ikon, simbol, indeks) esai foto yang t
-
Kehadiran foto dalam media massa baik cetak maupun online memiliki 'suara' tersendiri dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa. Bahasa foto merupakan bahasa visual yang lebih mudah dipahami oleh semua orang yang bisa melihat dibandingkan dengan bahasa verbal. Media massa di Indonesia yang dulunya sarat dengan tulisan kini berubah menjadi dominasi gambar (foto). Kilas Balik 2009-2010 menyajikan arsip visual beragam peristiwa Tanah Air yang terekam di ujung lensa pewarta foto Kantor Berita Antara dalam kurun waktu 2009-2010. Semua hasil karya yang telah disiarkan baik di website
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
antarafoto.com maupun di media yang menjadi pelanggan Antara dirangkum dalam sajian yang diharapkan menjadi dokumen saksi sejarah bangsa ini. Fotofoto tersebut selanjutnya diseleksi oleh kurator Oscar Motuloh yang dibantu oleh tim diantaranya Prihatna yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Foto Antara, Zarqoni Maksum, Maha Eka Swasta dan Prasetyo Utomo. Kilas Balik 2009-2010 sebagai objek penelitian karena buku foto tersebut merupakan buku foto pertama yang dikeluarkan oleh Antara yang berbentuk kaleidioskop. Antara sebagai Kantor Berita Indonesia merupakan agensi bagi ratusan media yang tersebar di seluruh tanah air. Melalui buku semacam ini, dapat dipahami lebih jernih tentang apa yang disebut sebagai fotografi jurnalistik dan bukan sebuah buku kumpulan foto biasa yang hanya menyajikan keindahan gambar. Sebagai seorang pewarta foto Kantor Berita Antara, Fanny Octavianus melalui mata lensanya berupaya menghadirkan reportase tentang suatu ironi permasalahan Hak Asasi manusia (HAM) yang tak kunjung usai. Fanny Octavianus adalah seorang pewarta foto yang konsisten melakukan peliputan Aksi Kamisan di Depan Istana Negara. Di dalam aksi tersebut, ia melihat sesosok ibu berambut putih
bernama Sumarsih sebagai salah satu penggeraknya dimana
putranya, Wawan menjadi salah satu orang yang tewas saat menjadi relawan pada kerusuhan 1998. Dari dasar itu, Fanny Octavianus akhirnya membuat sebuah foto Essai tentang Ibu Sumarsih. Faktor utama kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu pesan dapat diketahui pemaknaannya. Artinya bahwa makna yang terkandung dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu-satunya esai foto dalam buku foto Kilas Balik 2009-2010 dapat diketahui pemaknaannya secara tersirat. Pemaknaan dilakukan dari tanda-tanda fotografi yang muncul dari foto tersebut untuk merepresentasikan pemaknaan yang sedang diteliti dalam foto tersebut Berangkat dari berbagai uraian tersebut dan dengan asumsi bahwa pesan yang muncul pada foto adalah berupa tanda-tanda yang memiliki kecenderungan pemaknaan yang berbeda, terutama oleh khalayak awam, peneliti berniat melakukan penelitian tentang foto essai di dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 karya Fanny Octavianus, salah satu Pewarta Foto Antara yeng berupa
Artinya bahwa makna yang terkandung dalam foto-foto jurnalistik dalam
secara tersirat. Pemaknaan dilakukan dari tanda-tanda fotografi yang muncul dari foto tersebut untuk merepresentasikan pemaknaan yang sedang diteliti dlam foto tersebut. Peneliti akan mencoba meneliti sekaligus mengintepretasikan isi pesan dalam buku foto jurnalistik tersebut agar dapat membuka wacana kita tentang apresiasi fotografi, khususnya fotografi jurnalistik.
B. Rumusan Masalah Fanny
Octavianus,
fotografer
jurnalistik
dari
LKBN
Antara
mendokumentasikan Perjuangan Sumarsih dalam menegakkan Hak Asasi Manusia yang dalam buku Kilas Balik 2009-2011 dijadikan sebagai esai foto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdasarkan objek dan peristiwanya, selain itu juga judul foto, komposisi objek, komposisi frame, pengambilan sudut gambar (angle) menjadi landasan teori dan bagian pembahasan. Penulis menganalisis isi foto dengan menggunakan teori semiotika karena menyangkut dengan objek dan peristiwa. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: apakah pesan-pesan perjuangan menuntut keadilan Hak Asasi
-2010?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isi pesan foto yang terdapat pada tanda, objek, makna, dan penilaian yang terkandung dalam foto-foto
-2010. Banyaknya foto jurnalistik yang menarik dalam buku tersebut menjadi tantangan untuk penulis melakukan analisis dengan menggunakan metode semiotik. Dengan analisis yang dilakukan penulis, diharapkan makna yang terkandung dalam isi foto jurnalistik yang disajikan dalam buku tersebut akan terungkap.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Penulisan penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian studi Ilmu Komunikasi serta mempraktikkan kegunaan teori semiotika, serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai
bahan
digilib.uns.ac.id
pertimbangan
bagi rekan-rekan
lainnya yang
ingin
mengadakan penelitian terhadap masalah yang sama di masa mendatang. 2. Manfaat Praktis Melalui hasil penulisan dan penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan peneliti mengenai makna tanda yang terdapat dalam foto serta dapat memberi masukan kepada siapapun yang sedang menekuni foto jurnalistik untuk mengasah kepekaan dalam menghasilkan maupun menikmati karya bermuatan berita.
E. Teori dan Kerangka Berpikir 1) Proses Komunikasi Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan, yang di dalamnya terlibat elemen-elemen komunikasi yakni sumber (source), media (channel), penerima (receiver), dan respon (feedback). Agar sebuah proses komunikasi lebih efektif, maka gagasan, ide, dan opini akan di-encode atau diterjemahkan menjadi pesan yang mudah diterima (decode) oleh penerima. Dalam sebuah proses komunikasi, pesan adalah hal yang utama (Effendy, 1995:13). Sebab komunikasi sendiri adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Pengertian isi pesan selanjutnya mengacu pada pengertian makna yang disampaikan melalui bahasa, baik verbal maupaun nonverbal. Lawrence dan Schramm mengartikan makna sebagai jalinan asosiasi pikiran dan konsep yang diterapkan. (Lawrence & Schramm, 1987:76)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pertalian jalinan sosial dan pikiran yang diberikan pada simbol-simbol komunikasi akan mempermudah dan menguatkan elemen-elemen komunikasi meng-encode dan men-decode simbol menjadi pengertian bermakna. Secara utuh ini merupakan konteks tak terpisahkan antara maksud komunikator dan interpretasi komunikan dalam kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna tersebut. (Arifin, 1998:25)
Dr. Phil. Astrid S. Susanto
menyatakan pesan hendaknya bisa dihayati oleh komunikan, sehingga menjadi milik komunikator dan komunikan (Susanto, 1995:9).
Model Komunikasi Schramm Bagan 1.1 Proses Komunikasi Model Schramm
message
Sumber : Lawrence, Kincaid & Wilbur Schramm, Asas-Asas Komunikasi Antar Manusia, LP3ES, Jakarta; 1987, hal. 77
Selanjutnya Lawrence dan Schramm memberi penjelasan bahwa makna baru timbul jika orang menafsirkan isyarat atau simbol dan berusaha memahami aspek pikiran, perasaan, konsep (Susanto, 1995:9). Dalam hal ini, komunikasi dilihat sebagai proses produksi dan pertukaran pesan : yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan memperhatikan bagaimana suatu pesan berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan untuk memproduksi makna. Pesan yang disampaikan oleh sumber tidak akan memiliki arti jika penerima pesan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mendecode pesan tersebut, yaitu proses memberikan makna balik terhadap pesan tersebut. Ketidak pahaman atas sebuah pesan yang disampaikan oleh sumber kepada penerima pesan seringkali terjadi, tetapi di sini bukan berarti telah terjadi kegagalan dalam berkomunikasi. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan faktor lingkungan dan latar belakang sosial budaya yang berbeda antara kedua belah pihak.
S SOURCE
Bagan 1.2 Proses Komunikasi Massa Model Berlo M C R MESSAGE
CHANNEL
RECEIVER
Sumber : Fred E. Jandt, Intercultural Communications, An Introduction, Sage Publications, International Educational and Professional Publisher, Thousand Oans London, New Delhi, 2004, hal 27-28
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komponen yang sama ini merupakan bagian dari profil penerima. Mereka dapat membuat baik gangguan (noise) di dalam sistem ataupun meningkatkan akurasi dan tingkat pemahaman dalam menanggapi komunikasi, tergantung dari individu dan konteks. Namun bagaimanapun, gangguan tidak secara eksplisit teridentifikasi dalam model ini, dan respon (feedback) pun juga tidak ada. Dalam hal ini, Berlo lebih menekankan bahwa komunikasi harus dilihat sebagai proses, penghilangan respon (feedback) secara khusus menimbulkan masalah. Pada tingkat minimum, model tersebut harus termasuk di dalamnya respon balik (feed back loop) yaitu anak panah yang menghubungkan dari receiver (penerima) kembali ke source (sumber) (Susanto, 1995:9).
2) Foto Jurnalistik Bahasa merupakan alat komunikasi. Hakekat fotografi bisa dipadankan dengan bahasa. Fotografi kerap berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi (FOTOMEDIA, 1996: 27). Gambar adalah sarana bagi seorang fotografer, sebagaimana
kata-kata
yang
digunakan
oleh
seorang
penulis
untuk
mengungkapkan apa yang diinginkannya. Melalui bahasa gambar tersebut, seorang fotografer menyampaikan pesan secara visual mencakup berbagai jenis pesan, yaitu berupa penyampaian pesan, ide, gagasan, visi, sikap fotografer dan penikmatnya. Hauser dalam Shadow Sites Photography, Archeology & the British Landscape (2007) menyatakan penting untuk menyadari bahwa foto adalah produk akhir dari berbagai tahap produksi fotografi, mengingat bagaimana pada setiap titik dalam proses intervensi manusia dan sarana teknologi dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempengaruhi gambar yang dihasilkan dan status semiotiknya (Global Media Journal - Australian Edition - Volume 42010:2). Jurnalistik identik dengan pers atau bidang kewartawanan, yaitu kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita melalui media massa. Dari pengertian tersebut bisa diartikan jurnalistik foto adalah pengetahuan jurnalistik yang obyeknya foto atau kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan foto yang mengandung nilai berita melalui media massa (http://rekotomo.blogspot.com: 2011). Jurnalistik foto merupakan sebagian dari ilmu jurnalistik (komunikasi). Jurnalistik foto adalah "ilmunya", sedangkan foto jurnalistik adalah "hasilnya". Foto jurnalistik adalah karya foto "biasa" tetapi memilki nilai berita atau pesan yang "layak" untuk diketahui orang banyak dan disebarluaskan lewat media massa. (http://rekotomo.blogspot.com: 2011) Ada beragam definisi tentang foto jurnalistik yang disampaikan para pakar komunikasi dan praktisi jurnalistik, baik sebagai ilmu maupun cabang dari jurnalistik itu sendiri. Foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata, sebagaimana disampaikan oleh bapak foto jurnalistik Wilson Hick (FOTOMEDIA, April 2003: 24). Gambar dalam foto jurnalistik merupakan foto dokumentasi atas peristiwa yang diabadikan melalui kamera, sedangkan kata-kata dalam foto jurnalistik adalah teks yang menyertai sebuah foto (FOTOMEDIA, April 2003: 24).
dium sajian untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyampaikan beragam bukti visual atas suatu peristiwa pada masyarakat seluasluasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut, tentu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Melihat foto jurnalistik sebagai suatu kajian artinya mem
khalayak lain dalam masyarakat. (http://citizenimages.kompas.com: 2011). Henri Cartier-Bresson, salah satu pendiri agen foto terkemuka Magnum
adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra mengungkap
cerita.
(http://citizenimages.kompas.com/forum/viewtopic.php?f=32&t). Dari sudut pandang Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom, foto jurnalistik adalah paduan antara gambar dan kata. Sementara menurut editor majalah Life dari 1937-1950, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya (Audy, 2004: 4). Pada
perkembangannya,
medium
foto
sebagai
penyampai
berita
berkembang pesat karena memiliki peran penting dalam sebuah berita yaitu
hambatan
bahasa,
foto
dapat
menjembatani
commit to user
hambatan
utama
yakni
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22) Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa foto jurnalistik mampu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan pemahamannya terjadi lewat penglihatan sehingga dapat langsung melahirkan persepsi orang mengenai kejadian yang direkam. Sebuah foto sebenarnya dapat berdiri sendiri, namun jurnalistik tanpa foto tidak akan lengkap, karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam atau menceritakan suatu peristiwa. Pada dasarnya semua foto adalah dokumentasi, dan foto jurnalistik merupakan bagian dari foto dokumentasi. Karena foto dokumentasi adalah sebutan yang dapat dikenakan pada semua foto berita dan sejarah, yang bertujuan untuk merekam suatu peristiwa, untuk disimpan, sebagai arsip (Soelarko, 1985: 55). Yang membedakan diantara keduanya adalah pada apakah foto tersebut dipublikasikan atau tidak (FOTOMEDIA, April 2003: 24). Ciri dalam foto jurnalistik memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri, melengkapi berita atau artikel dan dimuat dalam media massa (FOTOMEDIA, April 2003: 24). Foto jurnalistik terbagi menjadi beberapa bagian : Spot news
: Foto-foto insidential atau tanpa perencanaan, yang dapat
dicontohkan dengan peristiwa bencana alam
dan kerusuhan General news
: Foto-foto
yang
telah
direncanakan,
yang
dapat
dicontohkan dengan peristiwa sidang tahunan MPR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Foto features
digilib.uns.ac.id
: Foto-foto yang mendukung sebuah artikel ataupun fotofoto yang mempunyai nilai human interest yang cukup tinggi, yang dapat dicontohkan dengan potret kehidupan para pemulung.
Esai foto
: Kumpulan beberapa foto features yang dapat bercerita ini dibangun melalui sebuah imaji, yaitu foto-foto yang bercerita secara sequentatif dan teks yang menyertainya (FOTOMEDIA, April 2003: 24).
Sedangkan Badan Foto jurnalistik Dunia (World Press Photo Foundation) membagi jenis-jenis foto jurnalistik melalui beberapa kategori pada lomba foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan seluruh dunia. Kategori tersebut adalah sebagai berikut (FOTOMEDIA, April 2003: 24); 1.
Spot Photo (Foto Spot), adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal atau tidak terduga yang diambil oleh si fotografer langsung di lokasi kejadian.
Misalnya,
foto peristiwa kecelakaan,
kebakaran,
perkelahian, dan perang. 2.
General News Photo (Foto Berita Umum), adalah foto-foto yang diabadikan dari peristiwa yang terjadwal, rutin, dan biasa. Contoh, foto presiden menganugerahkan Bintang Mahaputra, menteri membuka pameran, dan lain-lain.
3.
People in the News (Tokoh Populer), adalah
foto tentang orang atau
masyarakat dalam suatu berita. Yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang menjadi berita itu. Tokoh-tokoh pada foto people in the
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mews bisa tokoh populer atau bisa tidak, tetapi kemudian menjadi populer setelah foto tersebut dipublikasikan. Contoh, foto Ali Abbas (anak korban bom pada perang Irak) atau foto mantan Presiden AS Ronald Reagan yang kepalanya botak setelah menjalani operasi di kepalanya. 4.
Daily Life Photo, adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest). Misalnya, foto tentang pedagang gitar.
5.
Portrait, adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang dimiliki atau kekhasan lainnya.
6.
Sports Photo (Foto Olahraga), adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga. Menampilkan gerakan dan ekspresi atlet dan hal lain yang menyangkut olahraga. Contoh, foto petenis wanita, Venus Williams, mengembalikan bola kepada adiknya, Serena Williams.
7.
Science and Technology Photo (Foto Ilmu pengetahuan dan Teknologi), adalah foto yamg diambil dari peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, foto penemuan mikro chip komputer baru, foto pengkloningan domba, dan sebagainya.
8.
Art and Culture Photo (Foto Seni dan Kebudayaan), adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya. Misalnya, pertunjukkan Iwan Fals di panggung, kegiatan artis di belakang panggung, dan sebagainya.
9.
Social and Environment (Sosial dan Lingkungan), adalah foto-foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya. Contoh, foto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penduduk di sekitar Kali Manggarai yang sedang mencuci piring, foto asap buangan kendaraan di jalan, dan sebagainya. Dalam fotografi, keberhasilan foto dapat dinilai dengan sederhana yaitu
ketajaman objek pemotretan. Sedangkan fokus cerita adalah fokus yang dapat menerangka Theisen (1966), fotografer harus dapat merasakan lingkungan objek foto, agar persepsinya dapat tersalurkan lewat fotonya. Fokus cerita merupakan perhatian fotografer terhadap respon yang diinginkan dari pengamat (Sugiarto, 2004: 14). Selembar foto tidak akan dapat dikatakan sebuah foto berita bila tidak dilengkapi dengan caption atau keterangan gambar, meskipun sebuah foto mengandung foto jurnalistik. Foto jurnalistik harus didukung dengan kata-kata yang terangkum dalam kalimat yang disebut dengan teks foto / caption foto, dengan tujuan untuk menjelaskan gambar dan mengungkapkan pesan atau berita yang akan disampaikan ke publik. Jika berita tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5W + 1 H, What (apa), Who (siapa), Why (mengapa), Where (di mana), dan When (kapan) serta ditambah How (bagaimana), demikian pula foto jurnalistik. Jika tanpa teks foto maka sebuah foto hanyalah gambar yang bisa dilihat tanpa bisa diketahui apa informasi dibaliknya. Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek. Pertama, isi pesan (content of message), yang kedua adalah lambang (symbol). Kongkritnya, isi pesan itu adalah isi foto dan caption. Isi pesan yang bersifat latent, yakni pesan yang melatarbelakangi sebuah pesan, dan pesan yang bersifat manifest, yaitu pesan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang tampak tersurat (Effendy, 1993: 38). Dalam hal ini, isi pesan yang dimaksud adalah isi
(content) dari esai foto jurnalistik dan foto features yang berupa
lambang-lambang berbentuk foto begitu juga konteks yang menyertainya. Pada hakekatnya, esensi dari sebuah esai foto secara umum tidak berbeda dengan esai tulisan. Hanya saja dalam esai foto, yang menjadi media utama adalah foto dengan bahasa visualnya. Dalam menyampaikan permasalahan yang akan diangkat, foto merupakan elemen utama, sedangkan naskah atau caption yang menyertainya menjadi sekunder, atau bersifat sebagai komplemen. Karena elemen utamanya adalah foto, maka konsekuensinya foto harus mampu dalam menggantikan kata-kata. Sementara hal-hal yang tidak bisa tergambarkan oleh foto, terungkap sebagai naskah atau caption (FOTOMEDIA, Juni 1995: 52).
a. Proses dan Teknik Foto Jurnalistik Dalam melakukan proses foto jurnalistik yang baik, tentunya tidak lepas dari syarat-syarat foto jurnalistik yaitu setelah mengandung berita secara fotografi, bagus (fotografis), syarat lain lebih kepada, foto harus mencerminkan etika atau norma hukum, baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya (Alwi. 2004: 9). Menurut Rich Clarkson dari majalah National Geographic yang menyebutkan bahwa menjadi wartawan foto bukanlah sekadar menyenangi foto yang dibuat tetapi bagaimana mengkomunikasikannya kepada orang lain (Alwi. 2004: 9).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan proses foto jurnalistik yang baik, tentunya seorang fotografer jurnalistik harus terlebih dahulu
tujuan mengkomunikasikan pesan dapat lebih mudah dipahami oleh khalayak. Untuk itu penguasaan dalam arti memahami bagian-bagian kamera beserta fungsinya serta mengetahui teknik-teknik pengambilan foto secara baik sehingga akan mendapatkan hasil haruslah sudah dipahami fotografer. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan proses teknik foto yaitu urutan atau tahapan
pengambilan
objek
yang
dilakukan
oleh
fotografer
sehingga
menghasilkan sebuah karya foto yang bagus secara fotografis, dapat dinikmati, mencerminkan
etika
dan
norma
hukum
agar
tujuan
utama
untuk
mengkomunikasikan pesan yang terkandung dalam foto dapat tercapai.. Penggunaan kamera meliputi pemahaman tentang bagian-bagian kamera seperti pengaturan tombol kecepatan, tombol pengaturan asa, tirai kamera (focal plane/curtain shutter), kaca pembidik (view finder), cermin pemfokus (focusing screen), lensa, dan aksesori kamera yang merupakan hal-hal yang paling mendasar dalam fotografi, tetapi sangat berpengaruh terhadap hasil foto yang akan dibuat. Langkah pertama tersebut haruslah dipahami seorang fotografer terlebih dahulu (Alwi. 2004: 26). Setelah itu, seorang fotografer juga harus memahami tentang pencahayaan, artinya objek yang diabadikan membutuhkan pengukuran cahaya secara tepat agar objek yang diambil terlihat secara jelas, yang secara teknik, penggunaan cahaya itu melalui pengukuran gelang diafragma dan kecepatan. Setelah teknik fotografi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
unsur jurnalistik juga merupakann hal yang penting yang akan membuat foto tersebut jadi mempunyai nilai berita.
b. Objek dan Peristiwa Foto Jurnalistik Objek dan peristiwa merupakan hal yang sangat penting untuk diabadikan oleh seorang fotografer. Hal ini bersifat natural mengingat insting dari seorang fotografer yang sangat tinggi untuk selalu mengabadikan momen atau peristiwa yang langka. Banyak hal yang dapat diperoleh dari suatu peristiwa atau objek foto, karena biasanya menyangkut pokok pikiran dari sebuah artikel yang akan di muat dalam media cetak. Selain itu objek dan peristiwa yang akan diabadikan bersifat universal. Foto jurnalistik yang diabadikan berdasarkan objek dan peristiwa harus memiliki isi berita karena ukurannya, bukan seberapa jauh berita itu menjangkau tetapi bagaimana foto itu dapat menyentuh emosi dan perasaan pembaca. Gambargambar yang diambil oleh seorang fotografer juga harus bisa mewakili dari keadaan yang terjadi sebenarnya. Hal ini harus dilakukan agar bisa dinikmati oleh pembaca dan juga untuk menggugah emosi dan melibatkan perasaan pembaca melalui media cetak.
c. Tempat dan Kejadian Tempat atau kejadian menyangkut keberadaan objek dan terjadinya sebuah peristiwa merupakan social and environment atau juga dijelaskan sebagai foto-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
foto tentag kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya (Alwi. 2004: 9). Hal ini dijelaskan bahwa pembaca mengetahui kapan dan di mana peristiwa itu terjadi. Kondisi sosiokultural masyarakat dapat dikaitkan sebagai tempat atau kejadian. Kondisi sosiokultural dalam masyarakat dapat digunakan sebagai pengukur sejauh mana kejadian yang berlangsung dapat mempengaruhi pola pikir dan sejauh mana kondisi tersebut berpengaruh dalam kehidupan seharihari masyarakat.
3) Esai Foto Jurnalistik Secara umum, sebuah esai foto tak berbeda dengan esai tulisan. Hanya saja di sini yang menjadi fokus utama adalah foto. Dalam menyampaikan permasalahan yang diangkat, foto merupakan elemen utama, sementara naskah yang menyertai. Kadangkala bisa terjadi tanpa naskah yang menjadi sekunder, atau
hanya pelengkap sifatnya. Karena elemen
utamanya
foto,
maka
konsekuensinya foto harus mampu menggantikan kata-kata. Sementara hal-hal yang tidak bisa digambarkan oleh foto, terungkap sebagai naskah atau caption. Cara bercerita melalui gambar telah dikenal sejak masa Mesir purba, yang ditorehkan pada dinding-dinding makam, sampai ke jaman modern macam komik Doraemon. Dalam fotografi, hal ini telah diawali oleh Mathew Brady, ketika ia merekam perang saudara Amerika, dan Roger Fenton dalam perang Crimean pada akhir abad ke-18. seiring dengan berkembangnya teknologi yang memungkinkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
foto bisa tampil lebih akurat dan cepat, esai foto mulai berkembang sabagai alternatif bagi cara bercerita. Arbain Rambey (Fotografer Senior Harian Kompas) menyampaikan
beberapa foto serta esai punya ikatan antar foto yang kuat. Ibarat novel, satu foto dengan foto yang lain punya ikatan alur dan urutan seperti bab-bab dalam sebuah
ditemukan bahwa dalam sebuah esai foto, ikatan antar foto haruslah sangat kuat, sehingga alur cerita esai foto itu tetap fokus dan tidak melebar kemana-mana (http://lifestyle.kompasiana.com). Dalam menyusun esai foto, yang ada adalah kekuatan kolektivitas dari foto - foto tersebut. Foto boleh saja kuat secara tunggal, namun dalam esai foto, setiap foto harus memiliki perwakilan masing-masing momen. Sebagai contoh, kita tidak perlu menaruh 2 buah foto yang mirip secara momen karena 2 foto tersebut kuat secara tunggal. Cukup pilih satu dan tambahkan foto lain yang mewakili momen yang berbeda. Hal ini juga sejalan dengan definisi menurut
sejumlah foto yang menyusun sebuah cerita. Membangun sebuah foto story
(http://lifestyle.kompasiana.com). Dalam pembuatannya, esai foto nyaris mirip dengan pembuatan film dokumenter, yaitu urutan peristiwa yang ada pendahuluan, isi, dan foto akhir. Kebanyakan esai foto saat ini semuanya
commit to user
to make
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menceritakan non fiksi (realitas, bukan cerita dongeng). Semuanya sah saja, selama posenya jujur dan tidak ditambah atau dikurangi, tidak menyalahi kode etik dan tetap menggambarkan keadaan sebenarnya (Irwan Zahar, 2003: 26). Teknik foto jurnalistik esai foto pada tahun 1930-an memasuki era keemasannya. Life Magazine yang mulai dengan stuatu statement yang gempar (Soelarko, 1985:12).
kehidupan, untuk melihat dunia, untuk menjadi saksi mata kejadian penting, untuk melihat wajah kemiskinan dan gestures of the pround, untuk menyaksikan hal-hal aneh, mesin, tentara, bayangan di hutan dan di bulan, menyaksikan karya manusia yang berupa lukisan, gedung, pencakar langit, penemuan baru, menyaksikan sesuatu yang jauh, sesuatu di balik tembok, di dalam ruangan, sesuatu yang berbahaya, dan lain sebagainya. Tidak hanya dalam situasi perang, esai foto jurnalistik menjadi sebuah karya foto yang menarik. Erik Pras esai foto tentang keseharian juga merupakan suatu cara berkomunikasi yang mengulas tentang sebuah topik aktual, acapkali disajikan tersendiri dengan visi dan konsep subyektif dari sang fotojurnalis. Untuk itu fotografer yang membuat esai tersebut harus handal dalam bergaul dengan subjeknya. Dia harus mampu melibatkan diri sedemikian dalamnya ke kehidupan subjeknya, sehingga mereka dapat mengabaikan kehadirannya sebagai seorang fotografer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Salah satu contoh esai foto jurnalistik yang menggemparkan dunia, yang dibuat dalam waktu cukup lama dan bahkan sampai fotografernya pada proses pembuatannya sempat menjadi korban pemukulan, adalah esai foto tentang tragedi pencemaran lingkungan di Minamata, Jepang. Pada tahun 1971, W. Eugene Smith yang bekerja untuk majalah berita bergambar Life, mendengar bahwa pencemaran air raksa di pantai Minamata telah membuat cacat banyak bayi yang lahir si daerah itu. Smith mempelajari dari banyak buku yang membahas tentang efek air raksa p
-foto
bagaimana yang akan dibuatnya di Minamata agar masalah pencemaran air raksa itu tergambar dengan jelas. Berbekal pengetahuan dari buku-buku yang dipelajarinya, Smith mengetahui bahwa pencemaran air raksa akan membuat anak-anak yang terkena pencemaran itu akan mempunyai badan yang cacat, tangan mengurus, melengkung, dengan kondisi menyedihkan dan menjadi terbelakang mental berat dengan mimik muka yang khas (Irwan, 2003: 25). Lalu ia khusus mencari dan akhirnya berhasil mendapatkan foto seorang anak korban pencemaran dari keluarga Uemura yang sedang dimandikan oleh ibunya. Foto tersebut adalah sebuah foto dari esai fotonya yang terkenal sekali. Dunia terguncang karena foto itu, dan pabrik penyebab pencemaran, yaitu Chisso, lalu ditutup. Kejadian tersebut juga membuktikan bahwa foto jurnalistik mampu membentuk opini masyarakat dan juga dapat mempengaruhi kebijakan para pengambil keputusan di sejumlah negara dalam menentukan nasib ribuan rakyatnya. Akan tetapi, spesialis esai foto atau orang yang bercerita dengan foto (story teller) saat ini, sudah semakin langka karena jarangnya media massa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memuat esai foto, kecuali majalah National Geographic dan Geo (Irwan, 2003: 25).
4) Semiotika Pada dasarnya semiotika merupakan bagian dari studi komunikasi. Dasar teori komunikasinya berfokus pada mengirim, menerima, dan menafsir tandatanda. Hal-hal tersebut biasanya dibagi dalam tiga kelompok: ikon (Menyerupai objek), indeks (menunjuk ke objek), dan simbol-simbol (yang berubah-ubah terkait dengan objek). Tanda-tanda adalah semua sarana yang kita gunakan untuk berkomunikasi, seperti bahasa, gerak tubuh, penanda, warna, dan lain-lain. Dasar teori semiotik menyatakan bahwa suatu tanda memiliki ekspresi dan konten, dan ketika kita mempelajari tanda-tanda, kita mempelajari sifat dari keduanya. (Journal of LiSS e-seminar Winter/Spring 2011 2011-03-04 Ola Svenonius Södertörn University). Semiotika secara hakiki adalah sebuah pendekatan teoritis kepada komunikasi dalam tujuannya untuk mempertahankan prinsip-prinsip terapan secara luas (Kurniawan, 2001: 52). Menurut Preminger, semiotika adalah ilmu tentang tanda yang menganggap bahwa fenomena sosial dan masyarakat itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvesi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. (Sobur, 2001: 96) Semiotik memandang komunikasi sebagai pembangkitan makna dalam pesan-baik oleh penyampai maupun penerima (encoder dan decoder). Makna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan. Pemaknaan merupakan proses aktif. Para ahli semiotika menggunakan kata kerja seperti menciptakan, membangkitkan atau menegosiasikan untuk mengacu pada proses ini (Fiske, 2007: 68). Menurut Charles Sanders Peirce, makna semiotika tidak lain daripada -
the
formal doctrine of signs); sementara bagi Ferdinand de Saussure, semiologi ang mengkaji kehidupan tanda-
a science that studies the life of signs within
society) (Budiman, 2004: 3). Perbedaan pendekatan semiotik diantara keduanya adalah, bagi Peirce pendekatan semiotikanya lebih menekankan pada logika, sedangkan Saussure lebih menekankan pada linguistik. Asumsi paling mendasar dari semiotik menentukan bahwa segala sesuatu adalah tanda. Bukan hanya dari bahasa atau unsur-unsur komunikasi tertentu saja yang tak tersusun sebagai tanda-tanda. Tak seorang pun manusia sanggup berhubungan dengan realitas kecuali lewat perantara bermacam-macam tanda. Pada dasarnya, konsep utama semiotika, mencakup tiga elemen dasar yang dapat digunakan untuk melakukan intepretasi tanda, yaitu : 1) Tanda (sign), adalah yang memimpin pemahaman obyek kepada subyek. Tanda selalu menunjukkan kepada suatu hal yang nyata, seperti benda, kejadian, tulisan, peristiwa dan sebagainya. Tanda adalah arti yang statis, lugas, umum, dan obyektif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Lambang (symbol), adalah keadaan yang memimpin pemahaman subyek kepada obyek. Pemahaman masalah lambang akan mencakup penanda (signifier), dan petanda (signified). Penanda adalah yang menandai sesuatu yang tidak seorang pun manusia yang sanggup berhubungan dengan realitas kecuali dengan perantara bernacam tanda. Menurut Ferdinand de Saussure, tanda atau lambang tersusun dari dua bagian mempunyai identitas, yaitu signifier dan signified. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). (Saussure dalam Sobur, 2006: 46).
Penanda adalah aspek materiil dari bahasa, apa yang dikatakan atau dideangar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bartens dalam Sobur, 2006: 46). Penanda adalah citra tanda seperti yang kita persepsi misalnya, tulisan di aatas kertas atau suara di udara. Petanda adalah konsep konsep mental yang diacukan petanda. Konsep mental ini secara luas sama pada semua anggota kebudayaan yang sama yang menggunakan bahasa yang sama (Fiske, 2007: 65). Hubungan antara signifier dan signified menurut Saussure bersifat arbitrary, yang berarti tidak ada hubungan yang logis. Menurutnya, tanda
dengan pemikiran manusia. Jadi secara implisit, tanda berfungsi sebagai alat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunikasi antara dua orang manusia yang secara disengaja dan bertujuan untuk menyatakan maksud (Sudjiman, 1996: 43). 3) Isyarat (signal), adalah suatu hal atau keadaan yang diberikan oleh si subyek kepada obyek Meskipun Saussure dan Pierce bekerja dalam tradisi akademisi linguistik dan filsafat yang berbeda, namun mereka tak satu pun yang kurang sepakat tentang sentralitas tanda pada setiap pemahaman semiotika. Keduanya juga sepakat bahwa tugas pertama yang harus dilakukan adalah membuat kategorisasi berbagai tanda dalam artian cara, yang bagi Saussure, penanda terkait dengan petanda, atau bagi Pierce, cara tanda dikaitkan dengan objeknya (Fiske, 2007: 69) Peirce menandaskan bahwa tanda berkaitan dengan objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab akibat dengan tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda (Sobur, 2006: 34) Peirce melihat tanda, acuannya dan penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga makna atau triagle meaning, yaitu : a.
Tanda Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek.
b. Acuan Tanda (Objek) Merupakan konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
Pengguna Tanda (Interpretant) Konsep
pemikiran
dari
orang
yang
menggunakan
tanda
dan
menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada di dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang , yakni, menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda itu menunjukkan sesuatu, yakni objeknya (Peirce dalam Fiske, 2010: 63).
Tanda
Interpretant
Objek
Bagan 1.3 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant (Triangle of Meaning) menurut Peierce
Panah dua arah menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal. Tanda menunjuk pada seseorang yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara atau tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakan tersebut adalah interpretant dari tanda pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu, yaitu objeknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada
pengguna tanda tersebut.
Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi
luas. Pierce (Fiske, 2010:69) membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Setiap tanda ditentukan oleh objeknya, pertama-tama, dengan mengambil bagian dalam karakter objek, tatkala saya menyebut tanda sebuah ikon; kedua, dengan menjadi nyata dan dalam eksisensi individualnya terkait dengan objek individual, tatkala saya menyebut tanda sebuah indeks; ketiga, dengan kurang lebih mendekati kepastian bahwa tanda itu akan ditafsirkan sebagai mendetonotasikan objek sebagi symbol. (dalam Fiske, 2010) Ikon, Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Patung kuda adalah ikon dari seekor kuda. Sebuah foto adalah sebuah ikon, peta adalah ikon, tanda visual umum yang ditempel di kamar mandi umum yang membedakan pria dan wanita adalah ikon. Sebuah Indeks sama sesederhananya untuk dijelaskan. Suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Asap merupakan indeks dari adanya api. Sebuah simbol atau lambang adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Kata-kata umumnya adalah simbol. Angka adalah simbol, bias digambarkan, kita tidak tahu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengapa bentuk 2 mengacu pada sepasang objek, hanya karena konvensi atau aturan dalam kebudayaan kita yang membuatnya begitu. Kategori-kategori tersebut tidak terpisah dan berbeda. Satu tanda bias saja kumpulan dari berbagai tipe tanda.
5) Kerangka Berpikir Fotografi dengan sifat-sifatnya mampu merekam sesuatu secara obyektif, membuatnya sangat cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung unsur berita. Fotografi mampu mewakili ribuan kata, melintasi batasan-batasan bahasa dan langsung dapat dimengerti oleh manusia diseluruh dunia tanpa harus diterjemahkan terlebih dahulu. Namun dalam sebuah media massa, sebuah gambar tidak bisa dilepaskan dari berita yang menaunginya, karena fungsi fotografi dalam surat kabar, selain memperindah halaman sebagai salah satu daya pemikat bagi para pembacanya, juga berfungsi untuk melengkapi unsur berita tulis itu sendiri. Penggabungan keduanya, kata-kata dan gambar, selain menjadi lebih teliti dan sesuai dengan kenyataan dari sebuah peristiwa, juga seolah mengikutsertakan pembaca sebagai saksi dari peristiwa tersebut. Kelebihan dari sebuah foto sebagai medium komunikasi visual menjadikan lebih mudah dipahami dari pada tulisan yang membutuhkan tenaga dan pikiran. Penulis memilih metode semiotika Peirce sebagai pedoman analisis yang paling tepat. Berbagai visualisasi pemak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mata maupun yang tersembunyi secara implisit akan dianalisis berdasarkan tahapan pemaknaan yang telah ditentukan. Tahap pertama dengan cara membaca dan memahami tanda-tanda secara keseluruhan. Selanjutnya, pendekatan objek foto menggunakan tipologi tanda Peirce, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Bagan 1.4 Kerangka Berpikir (Menggunakan metode semiotik Peirce)
Esai Foto jurnalistik Perjuangan Sumarsih belum Berakhir
Kode
Semiotika
Ikon, Indeks, dan Simbol
Kesimpulan: Makna yang terdapat dalam tanda-tanda visual esai gan Sumarsih
commit to user
Kode Fotografi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Metodologi Penelitian 1) Jenis Penelitian Jenis penelitian bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan obyek penelitian secara detail berupa kecenderungan penggunaan bahasa teks dan bahasa visual dalam foto jurnalistik dengan pendekatan Semiologi Komunikasi. Melihat bentukbentuk komunikasi yang diperlukan sebagai sistem tanda. Jenis penelitian ini lebih bersifat interpretatif kualitatif menggunakan analisis semiotika terhadap data kualitatif, data yang kurang bersifat bilangan atau angka-angka namun bersifat kategori substansif yang kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi secara ilmiah (scientific).
2) Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk mencermati foto jurnalistik dalam Esai Foto adalah kualitatif. Yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun simbolis pada foto yang diamati. Beberapa hal yang berkaitan dengan konsep dasar penelitian kualitatif adalah sebagai berikut : Teori yang digunakan tidak dapat ditentukan sebelumnya. Penelitian ini tidak bertujuan menguji teori atau membuktikan kebenaran suatu teori. Teori ini dikembangkan berdasarkan data yang dikumpulkan. Tidak ada pengertian populasi dalam penelitian ini. Sampling adalah pikiran peneliti aspek apa, dari peristiwa apa, dan siapa yang dijadikan fokus pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
saat dan situasi tertentu dan karena itu terus dilakukan sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif, yakni tergantung pada tujuan fokus suatu saat. Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, tapi bersifat internal, yakni penelitian itu sendiri tanpa menggunakan teks, eksperimen, atau angket. Instrumen dengan sendirinya tidak berdasarkan definisi-definisi operasional. Yang dilakukan hanyalah menyeleksi aspek-aspek yang khas yang berulangkali terjadi, yang berupa pola atau tema dan tema itu senantiasa diselidiki lebih lanjut dan lebih dalam. Dalam kualitatif, peneliti juga berperan sebagai instrumen Analisa data bersifat terbuka, open ended, induktif. Dikatakan terbuka karena untuk perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan berdasarkan data baru yang masuk. Hipotesis tidak dirumuskan pada awal penelitian karena tidak bermaksud menguji kebenaran. Namun sepanjang penelitian akan selalu timbul hipotesis-hipotesis sebagai pegangan data untuk mengetahui faktanya. Hasil penelitian tidak dapat diramalkan atau dipastikan sebelumnya sebab akan banyak hal yang tidak terduga sebelumnya sebagai hal-hal yang baru. Oleh sebab itu, dalam penelitian selalu terbuka kemungkinan discovery atau penemuan. 3) Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua jenis sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Sumber data primer Sumber data primer yang dikumpulkan berwujud foto-foto yang
diperoleh dari buku Kilas Balik 2009-2010. Sampel diambil sesuai dengan tema penelitian yaitu esai foto karya Fanny Octavianus berjudul . b.
Sumber data sekunder Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku-buku, artikel, jurnal, majalah, surat kabar, wawancara, situs internet yang relevan dengan obyek penelitian yang diamati.
4) Unit Analisa Sebuah karya foto jurnalistik yang akan diambil tidak hanya berdasarkan objek dan peristiwa saja tetapi juga berhubungan dengan : a. Judul foto adalah isi foto. Pemberian judul pada foto sebagai pendukung caption. Foto yang memiliki judul memudahkan pembaca segera memaknai isi foto atau cerita yang ingin disampaikan fotografer. Selain itu judul foto bersifat singkat dan padat, sehingga dapat merangsang rasa penasaran pembaca untuk berfikir dan melihat makna foto lebih cepat daripada membaca isi foto. b. Isi foto adalah cerita tersirat yang menjadi jawaban dari pertanyaan, mengapa gambar yang diambil dan diterbitkan pantas untuk dilihat oleh banyak orang? Sebuah foto jurnalistik yang dimuat dalam media cetak pada hakekatnya tidak berbeda dengan pemaparan berita itu sendiri. Hanya saja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berita foto menggunakan media dalam penyampaian pesannya. Tetapi dalam penyampaian foto berita harus tetap mempunyai unsur 5W + 1 H persis dengan berita tulis. Karena dalam sebuah foto mutlak tidak bisa menyampaikan 5W + 1H maka perlu disertainya caption (tulisan penyerta foto) untuk melengkapinya. Sehingga dalam hal ini foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Dalam sebuah berita harus dapat mengidentifikasi siapa atau apa yang menjadi pokok berita, misalnya terjadi sebuah kebakaran, siapa (who) yang menjadi korban kebakaran?. Apa (what) yang menimbulkan kebakaran tersebut?. Kapan (when) terjadinya kebakaran tersebut?. Dimana (where) tempat terjadinya kebakaran tersebut?. Kenapa (why) bisa terjadi kebakaran tersebut?. Yang terakhir adalah Bagaimana (how) kebakaran itu terjadi?. Dalam foto jurnalistik, karena tidak bisa keenam elemen itu ada dalam gambar sekaligus, teks foto diperlukan untuk melengkapinya. Seringkali tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali. Tanpa teks, sisi terdalam sebuah foto tidak muncul. Teks yang menyertai foto dalam foto jurnalistik disebut caption. c. Komposisi Objek adalah tata letak subyek foto dan pendukungnya yang kita abadikan. Sedangkan komposisi frame adalah lingkup pandang foto berobjek, dengan pusat perhatian kepada objek foto yang disajikan oleh para fotografer Kompas. Komposisi foto di deskripsikan sebagai tugas dari fotografer untuk pemenuhan tugas dan penyederhanaan tentang suatu aspek kehidupan lebih bermakna. Empat karakter dari komposisi foto yang baik adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Desain dari foto jurnalistik yang sederhana. 2. Penekanan atau penonjolan pusat perhatian (focus of interest). 3. Penggunaan kamera yang tepat untuk membangun hubungan antara elemen-elemen pada bingkai. 4. Penggunaan latar depan dengan latar belakang sebagai ruang lingkup desain elemen-elemen dengan selektif fokus atau selektif detail. (P Hoy, !986, hal 163) d. Angle atau pengambilan sudut gambar adalah dari sisi mana objek dan peristiwa tersebut diabadikan oleh seorang fotografer. Pengambilan frame kamera merupakan kontrol bidikan mata agar bisa mendapatkan gambar dari bagian kiri atau kanan, atas atau bawah. Teknik framing memberikan suatu pengertian untuk memberikan sudut pandang dan isi. Selain itu kreatifitas seorang fotografer dalam menentukan sudut pandang sangat berpengaruh pada hasil. Sementara dari konsep pemaknaan sudut pengambilan gambar yang dikutip dari konvensi menurut Berger (Berger, 2000, hal 33), berikut:
commit to user
sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Signifier (Penanda) Sudut Pengambilan foto Close-up (CU)
Hanya wajah
Keintiman
Medium shot (MS)
Hampir seluruh tubuh
Hubungan personal
Long shot (LS)
Setting dan karakter
Konteks, skope, jarak publik
Full shot FS)
Keseluruhan
Hubungan sosial
Low Angle (LA)
Kamera melihat ke bawah
Kekuasaan, kekuatan
High Angle (HA)
Kamera melihat ke atas
Kelemahan, ketidakberdayaan
Definisi
Signified( Petanda)
e. Warna. Perbedaan penggunaan warna cenderung menimbulkan perbedaan emosi-emosi. Namun demikian tidak ada hubungan alamiah antara warna dan perasaan yang digambarkan oleh warna itu. Jadi, misalnya di beberapa bagian negara di dunia penggunaan warna hitam melambangkan duka cita, tetapi ada juga kebudayaan yang mengartikan warna hitam sebagai tanda keletihan atau tanda kedalaman ilmu. Asosiasi konteks dan budaya merupakan faktor-faktor yang kritis, tidak secara alamiah. Kita harus berikir, ketika mempertimbangkan warna sebagai suatu tanda, seperti asalah corak dan kejernihannya. Dalam beberapa masalah kejernihan warna mungkin lebih penting daripada warna itu sendiri dalam menyampaikan pesan lebih rinci. (Berger, 2000: hal 39)
5) Analisa Data Pertama-tama data dipilih dan dikumpulkan berdasarkan esai foto Fanny Octavianus
yang merupakan gambaran
perjuangan Ibu Sumarsih dalam menuntut keadailan Hak Asasi Manusia. Dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
data tersebut dianalisis satu-persatu dengan membagi tanda (ikon, indeks, dan simbol) yang akhirnya akan diambil pemaknaannya. Penganalisisisan dilakukan dengan terlebih dahulu menafsirkan tanda-tanda yang muncul dalam korpus tersebut secara semiologis, dan selanjutnya dilakukan pembahasan secara mendalam. a. Menentukan foto Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan foto
yang menunjukkan perjuangan Sumarsih dalam menegakkan hak asasi manusia. Esai foto tersebut diambil dari Buku Kilas Balik 2009-2010 yang diterbitkan Kantor Berita Antara. b. Teknis foto Tahap selanjutnya, data yang masih berupa foto tersebut diuraikan menjadi teks tertulis yang dianalisis berdasarkan komposisi yang meliputi unsur-unsur pencahayaan, jarak, angle, dan setting. Komposisi dilakukan berdasarkan point of interest dalam sebuah frame yang didukung oleh unsur unsur materi di sekitarnya sehingga keseimbangan diantara unsur-unsur tersebut tetap terjaga. Pencahayaan dari foto-foto tersebut meliputi bentuk (shape), kontras (contrast) warna (colour), dan tekstur. Jarak dan angle meliputi long shot, medium shot, close up, high angle, low angle, foreground, background, horizontal, dan vertical. Setting dapat digunakan sebagai penunjuk ruang atau wilayah maupun sebagai penunjuk waktu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Menentukan ikon Menghubungan kesamaan antara tanda dan acuannya. Misalnya patung Ir.Soekarno adalah ikon Ir. Soekarno. d. Menentukan indeks Mengubungan kedekatan hubungan sebab akibat antara tanda dan acuannya. Selain itu, tanda merupakan suatu tanda yang secara alamiah merepresentasikan obyek lain. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal) atau gejala (symptom). Misalnya adalah awan gelap sebagai indeks akan turunnya hujan, sedangkan asap merupakan indeks dari api. e. Menentukan simbol Menghubungankan antara tanda dan acuannya yang terbentuk secara konvensional. Misalnya tanda lalu lintas kotak putih dalam lingkaran merah berarti dilarang masuk jalan tersebut, anggukan kepala menunjukkan persetujuan.
Setelah membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol, selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan makna dari foto-fotojurnalistik tersebut.
6). Validitas Data Triangulasi merupakan persoalan penting dalam pengumpulan data dalam konteks penelitian komunikasi kualitatif agar data yang berhasil dikumpulkan bersifat valid dan reliable. Validitas data dalam penelitian komunikasi kualitatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih menunjuk pada tingkat sejauh mana daya yang diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti. Reliabilitas berkaitan dengan tingkat konsistensi hasil dari penggunaan cata pengumpulan data. (Pawito, 2007: 82) Pengembangan validitas data dilakukan karena data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan kemudian dicatat dalam kegiatan penelitian, selain harus diupayakan kedalaman dan kemantapannya, juga harus diupayakan kebenarannya. (Sutopo, 2006: 91) Ada beberapa jenis teknik triangulasi, yaitu triangulasi data (sumber), triangulasi metode,
triangulasi
teori,
triangulasi
peneliti.
Peneliti
akan
menggunakan teknik triangulasi metode karena peneliti berupaya untuk membandingkan temuan data yang diperoleh dengan menggunakan suatu metode tertentu dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode lainnya. (Pawito, 2007: 82) Paitton dalam Sutopo mengungkapkan triangulasi sumber merupakan triangulasi
data.
menggunakan
Triangulasi
sumber
data
semacam yang
ini
mengarahkan
berbeda-beda
yang
peneliti tersedia
agar untuk
mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian. Dalam artian, data yang sejenis, akan lebih mantap kebenarannya jika digali dari lebih dari satu sumber data. Teknik triangulasi sumber yang memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis ini ditekankan pada perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan data. (Sutopo, 2006: 93-94)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
data
wawancara
informan
analisis isi
dokumen/arsip
observasi
aktivitas/perilaku
Skema 3. Triangulasi Sumber Sumber: Sutopo, 2006: 94
Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber data untuk membandingkan atau mengecek ulang kemantapan analisis data dengan sumber yang berbeda. Peneliti bertanya kepada orang yang menekuni bidang foto jurnalistik, yaitu salah satu pewarta foto di Solo Pos, Agoes Rudianto.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II GAMBARAN UMUM LKBN ANTARA A. Deskripsi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara 1. Sejarah LKBN Antara Kantor Berita Antara yang berdiri pada tanggal 13 Desember 1937, didirikan oleh tokoh-tokoh pers pada saat itu yaitu A.M. Sipahoetar, R.M. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Berdirinya Antara bersamaan dengan diterbitkannya buletin Antara yang pertama kali. Pada masa pendudukan Jepang, Antara merupakan bagian dari kantor berita Jepang yaitu Kantor Berita Domei. Melalui kantor berita tersebut berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 disebarluaskan ke seluruh dunia oleh para pejuang yang bekerja di Domei. Pada waktu Ibukota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, Antara turut pindah ke Yogyakarta dan setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949, Antara pindah ke Jakarta lagi. Pada mulanya Antara dikelola oleh sebuah yayasan, tetapi pada tahun 1962 statusnya diubah menjadi lembaga melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 307, setelah menyatukan berbagai kantor berita yang ada, yaitu yayasan Kantor Berita Antara, PIA (
), INPS
(Indonesian National Press Service) dan APB (Asian Press Bureau), menjadi satu lembaga kantor berita dengan nama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kantor berita Antara pada mulanya dipimpin oleh Soemanang sebagai Pemimpin Redaksi dan A.M Sipahoetar sebagai Redaktur I. Beberapa waktu kemudian Adam Malik mengajak sahabatnya, Pandoe Kartawigoena untuk mengelola kantor berita tersebut. Selama tahun pertama, berita dan ulasan yang dimuat dalam buletin Antara tidak saja berasal dari para pembantu di berbagai kota di Hindia Belanda, tetapi juga para mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri seperti Belanda, Amerika, Jepang, Irak, Filipina dan Mesir. Mereka menyumbangkan tulisan secara sukarela tanpa memperoleh imbalan honorarium. Penyebaran buletin terutama di luar pulau Jawa, masih lamban karena harus menggunakan jasa pos laut. Pengiriman berita melalui telegram sangat mahal, sedangkan menggunakan pos udara belum lazim pada saat itu. Di Medan misalnya, buletin Antara baru sampai kira-kira seminggu setelah terbit. Pada saat itu para pelanggan bukan hanya surat kabar yang dikelola oleh kalangan pribumi, akan tetapi berbagai surat kabar yang dikelola oleh nonpribumi yang diantaranya adalah harian Keng Po di Jakarta yang dipimpin oleh Injo Beng Goat, dan surat kabar Sin Tit Po di Surabaya yang dipimpin oleh Tjoa Sik Ien. Pada awal sistem penyaluran berita di Antara adalah melalui sistem morse, radio dan penerbitan berita. Kemudian sejalan dengan perkembangan IPTEK sejak 1 Juli 1986, Antara melakukan komputerisasi baik dalam pengumpulan, penyuntingan dan pendistribusian berita. Antara menyebarkan berita ke berbagai media dan para pelanggannya melalui jaringan VSAT (satelit), elektronik mail dan sarana lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdirinya kantor berita Antara memberikan peran yang cukup besar pada masa lalu, diantaranya dapat mengabadikan perjuangan bangsa Indonesia yang pada saat itu melawan kolonialisme Belanda. Contohnya, dapat merekam melalui foto pada saat peristiwa penurunan bendera Belanda di Hotel Yamato yang kemudian sangat berarti bagi sejarah bangsa Indonesia. Selain itu, Kantor Berita Antara dapat menyiarkan peristiwa yang sangat penting bagi bangsa Indonesia yaitu peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Seiring dengan perkembangannya, LKBN Antara mengalami hambatan atau masalah yang berasal dari dalam yang terdapat pada lembaga tersebut. Pada tahun 1967 terdapat pengurus yang terlibat dengan adanya gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah melakukan upaya pembersihan pada lembaga tersebut, yang juga berpengaruh pada Biro Foto Antara. Upaya pembersihan pemerintah pada saat itu melakukan pembakaran foto-foto dokumentasi perjuangan bangsa Indonesia yang dibakar oleh salah satu oknum militer, mengakibatkan bukti-bukti perjuangan yang akan menjadi sejarah musnah tanpa satupun yang tersisa. Selama lebih dari setengah abad, Antara sebagai salah satu kantor berita di dunia bertekad untuk selalu menghadirkan berita dan foto mengenai peristiwaperistiwa penting dan mutakhir secara cepat dan lengkap ke seluruh dunia. Kantor pusat LKBN Antara di Pasar Baru yang merupakan bangunan bersejarah karena pernah menyebarluaskan Proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945. Layaknya museum, gedung ini menyimpan dan memamerkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbagai peninggalan wartawan sejak tahun 1945-1950 yang dapat dikunjungi oleh siapa pun yang berminat. Tak kurang dari 3000 berita luar negeri yang berasal dari para mitra kerjanya dan 250 berita hasil liputan wartawannya sendiri disebarluaskan setiap hari melalui teknologi komunikasi terkini, seperti VSAT dan DVB, serta berbagai teknologi berbasis internet, seperti situs web, e-mail dan fft (file transfer protocol). Antara juga bekerjasama dengan mitra-mitra asing seperti Reuters, Bloomberg dan Bridge-Telerate dalam menjual layanan data informasi pasar global. Dengan kantor-kantor berita asing di Asia Pasifik, Antara membentuk konsorsium Asia Pulse dalam memberikan layanan informasi bisnis Asia dan membentuk konsorsium Asia Net dalam menyebarluaskan rilis media secara global.
2. Visi dan Misi LKBN ANTARA 1. Visi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara: Menjadi kantor berita berkelas dunia, melalui penyediaan jasa berbagai produk berbasis informasi untuk mewujudkan masyarakat berbasisi pengetahuan, yang didukung oleh tata kelola perusahaan yang baikbdan berstandar internasional 2. Misi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara yaitu: 1. Menghasilkan berita dan berbagai produk berbasis informasi lainnya secara cepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Menjalankan peran media sebagai jembatan
antara Negara dan
masyarakatnya dan berperan sebagai duta informasi bangsa 3. Memberikan
layanan
terintegrasi
komunikasi
pemasaran
bbagi
stakeholders 4. Memberikan layanan pendidikan jurnalistik multimedia 5. Berperan aktif dalam membangun masyarakat baru yang berbasis pengetahuan Adapun yang menjadi moto dari pemberitaan Antara adalah:
3. Bentuk-bentuk Layanan LKBN ANTARA Layanan berita Antara tersaji dalam bentuk : 1) General News Berbagai berita aktual dan lengkap, dari dalam dan luar negeri baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, dihadirkan ke monitor pelanggan dengan cepat melalui satelit VSAT. Melalui fasilitas ini, pelanggan dapat menerima berita tersebut secara 24 jam terus menerus. 2) Layanan foto Sistem komputer foto Antara memberikan layanan foto dalam bentuk paket atau satuan melalui internet, dial-up atau melalui sistem parabola. Kerjasama Antara dengan kantor internasional juga diwujudkan dalam penerimaan foto jurnalistik. Foto Jurnalistik tersebut meliputi peristiwa politik, ekonomi, sosial, budaya, olahraga dan hiburan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Data seketika Merupakan layanan data dan informasi dari pusat-pusat pasar internasional bekerjasama dengan Reuters, Dow Jones, Bridge-Telerate dan Bloomberg yang menyediakan data ekonomi, keuangan, komoditi, bursa efek di dunia. Disajikan berupa data, grafik, berita dan analisa para pakar dari seluruh dunia. 4) International Market Quote (IMQ) Merupakan layanan data seketika dalam negeri yang terjadi di lantai Bursa Efek Jakarta. IMQ tidak hanya menyajikan data tetapi termasuk grafik dan informasi mengenai ekonomi dan keuangan. IMQ adalah hasil kerjasama Antara dengan kantor berita Australia (AAP). 5) ANTARA Finantial, Economic and Comodity Research (AFECR) Merupakan layanan berita yang disajikan seketika khusus untuk mendukung IMQ. Layanan ini memuat informasi yang berkaitan dengan kegiatan bursa dalam dan luar negeri, perusahaan go-public, valuta asing, berita ekonomi, keuangan dan politik yang mempengaruhi kegiatan di Bursa Efek Jakarta. 6) Asia Pulse Merupakan suatu konsorsium dengan pendiri Antara, AAP/Australia, Press Trust of India/India, Yonhap/Korea Selatan, Nikkei/Jepang, dan Oman News Agency/Oman. Sebagai kontributor adalah Malaysia, Filipina, RRC, Pakistan, dan Bangladesh. Asia Pulse menyediakan pelayanan dalam bentuk informasi tentang peluang bisnis di negara pendiri dan kontributor, antara lain berisi bahan-bahan dari blue book, tender internasional dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penanaman modal, ekonomi dan keuangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7) AFX Asia Menyediakan berita-berita ekonomi dan keuangan di seputar Asia dan Pasifik dengan Bank Data di Hongkong secara akurat dan dalam waktu yang cepat. 8) PR Wire (Jaringan Kehumasan) Selain layanan berita, Antara juga memiliki layanan yang dapat mempublikasikan kegiatan atau program di suatu perusahaan melalui jaringan kehumasan atau public relation yang dimiliki Antara yaitu PR Wire. Layanan PR Wire terdiri dari : 1. Press Release Antara menyediakan layanan pembuatan press release siap siar dalam bahasa Indonesia dan Inggris, dan kemudian akan dimuat di suratkabar atau stasiun televisi. 2. Layanan International Asia Net Melalui mitra kerja di luar negeri yaitu Asia Net, bahan-bahan press release suatu acara dapat disebarluaskan ke media di seluruh dunia. Antara memiliki kerjasama dengan perusahaan public relation di Amerika, Eropa, Asia dan Australia dengan jaringan komunikasi handal. Asia Net adalah sebuah konsorsium dengan para pendiri Antara, AAP/Australia, Bernama/Malaysia, Yonhap/Korea Selatan dan Kyodo/Jepang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Layanan PR Wire lainnya yaitu : Penyelenggaraan konferensi pers, penulisan feature, pengiriman foto, pengumuman, undangan, ralat dan lain-lain.
B. Antara Foto Antara Foto adalah bagian dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara yang berdiri sejak tahun 1937 dan khusus menyediakan pelayanan distribusi foto berita. Salah seorang pewarta foto terkemuka pada masa itu bernama Abdul Wahab, yang sempat mengabadikan peristiwa perobekan bendera Belanda di menara Hotel Oranye pada peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. Peristiwa bersejarah tersebut dibadikan dari lantai dua Kantor Berita Antara kebetulan posisinya bersebelahan jalan dengan Hotel Oranye. Antara Foto merupakan ujung tombak fotojurnalistik modern sejak masa perjuangan kemerdekaan RI. Bersama dengan pemerintahan RI, Antara Foto pun sempat pindah ke Yogyakarta pada tahun 1949 dan ditutup pada tahun 1958 dengan alasan merugi. Pada tahun 1965, seluruh arsip koleksi foto Antara di musnahkan oleh tim militer RI pasca G30S PKI. Di bawah komando seorang prajurit angkatan Darat seluruh koleksi arsip milik biro foto dibakar di depan gedung Antara di jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Baru kemudian di tahun 1972 Antara Foto beroperasi kembali di bawah Direktorat Logistik. Melayani foto-foto khusus luar negeri bekerjasama dengan UPI. Hampir semua koran nasional termasuk TVRI berlangganan Antara Foto.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah kembali melayani paket pemberitaan foto dalam negeri dengan mengambil momentum diadakannya KTT ASEAN pertama di Bali yang berlangsung pada tahun 1976, Antara Foto kembali masuk jajaran Direktorat Redaksi pada tahun 1978, hal ini ditandai dengan pemuatan foto hasil liputan Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober di Senayan. Sebagai bagian utuh dari fungsi pemberitaan visual Kantor Berita Antara. Antara Foto adalah ujung tombak fotojurnalistik modern sejak masa perjuangan kemerdekaan RI. Antara Foto memiliki kontributor fotojurnalistik di seluruh Indonesia dan dalam segala keterbatasannya melayani penerbitan pers nasional dan internasional, termasuk mengelola koleksi foto bersejarah IPPHOS yang mengalami kebangkrutan di millennium kedua ini. Kepala Antara
Antara Foto adalah
bagian dari divisi pemberitaan Kantor Berita Antara. Secara keseluruhan ada dua, teks dan foto, nah fotonya itu dikendalikan disini. Jadi dia berfungsi sebagai kantor berita foto. Foto-foto itu adalah hasil dari polling atau semacam foto-foto yang dihimpun dari kontributor-kontributor foto baik yang terdaftar sebagai wartawan foto tetap dari Antara Foto ataupun kontributor- kontributor atau stringer- stringer foto di seluruh daerah di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menampung semuanya agar bisa segera digunakan oleh pelanggan-pelanggan Antara khususnya di bidang pers, seperti koran-koran, majalah-majalah, yang bisa mengakses langsung dari foto yang tadi dikumpulkan menjadi satu itu. Jadi produk dari Antara Foto itu tidak langsung ke masyarakat tapi melalui pelangganpelanggannya, jadi karena dilanggani koran dan lain-lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis memahami bahwa Antara Foto adalah kantor berita yang merupakan bagian dari divisi pemberitaan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara yang menangani dan mengendalikan berita dalam bentuk foto atau foto jurnalistik. Antara Foto, yang didukung oleh 14 pewarta foto yang berada di Antara Foto Jakarta serta jaringan kantor Biro Antara di 33 propinsi, memberikan pelayanan terutama dalam pengadaan serta kecepatan penyampaian berbagai foto berita hingga ke tangan konsumen baik media cetak maupun perorangan. Kurang lebih 60 foto disiarkan Antara setiap harinya dan foto-foto tersebut merupakan hasil seleksi dari 100 lebih foto yang diterima Antara. Spesialisasi dari Biro Foto Antara adalah menghadirkan sebuah berita secara visual. Ragam foto Antara adalah kenegaraan: Presiden/Wapres atau Ibu Presiden/Wapres, kegiatan Departemen atau seorang Menteri Departemen, MPR/DPR, keamanan dan militer, olahraga, seni dan budaya, human interest (Feature), dan foto daerah (hasil liputan kontributor foto daerah). Antara Foto dipimpin oleh seorang kepala setingkat Wapempelred/Wadir. Dalam struktur yang berlaku membawahi dua kepala bagian (Kared Foto dan Supervisor Quality Foto) serta lima Kepala Seksi (Kasie Administarsi dan Keuangan, Kasie Liputan Foto, Kasie Penyuntingan Foto, Kasie Teknik Foto, dan Kasie Pemasaran dan Dokumentasi Foto). Secara keseluruhan personalnya berjumlah 29 orang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Strktur Organisasi Biro Foto ANTARA
Bagan atau struktur diatas merupakan struktur organisasi Antara Foto secara umum atau keseluruhan. Sedangkan untuk redaksional, yang terkait langsung dengan proses seleksi foto, Antara Foto, hanya meliputi Kepala Antara Foto yang membawahi Supervisor dan Kepala Redaksi Foto, yang juga membawahi Kepala Seksi Liputan dan Kepala Seksi Penyuntingan. Dalam proses seleksi foto, sebagai pemegang wewenang tertinggi pada Antara Foto. Kepala Antara Foto, yang berperan dalam hal kebijakan lembaga, kode etik, dan norma-norma, memberikan kepercayaan secara penuh kepada Kepala Redaksi Foto untuk memimpin proses seleksi foto. Kepala Redaksi adalah orang yang mengendalikan secara keseluruhan proses seleksi foto dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Biro. Kepala Redaksi membawahi lima Kepala Seksi, dua diantaranya adalah Kepala Seksi Liputan dan Kepala Seksi Penyuntingan. Kepala Seksi Liputan membawahi semua pewarta foto tetap,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
kontributor, dan stringer
digilib.uns.ac.id
baik
di
pusat
maupun
di daerah
sekaligus
bertanggungjawab atas pembagian tugas peliputan. Kepala Seksi Penyuntingan, yang juga editor foto, bertanggung jawab memilih dan mengedit foto dan teks foto yang akan disiarkan, dan menyiarkan foto-foto yang dianggap layak siar. Selain itu, ada pula Supervisor yang turut terlibat dalam proses seleksi foto. Supervisor adalag orang yang berada di bawah Kepala Biro yang bertugas mengontrol proses seleksi foto. Supervisor berkoordinasi dengan Kepala Redaksi dan bertanggungjawab kepada Kepala Biro. Karena jumlah editor foto yang tidak terlalu banyak, maka Supervisor pun merangkap menjadi editor, begitu pula dengan Kepala Redaksi Foto.
C. Kilas Balik 2009-2010 Kehadiran foto dalam media massa baik cetak maupun online memiliki 'suara' tersendiri dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa. Bahasa foto merupakan bahasa visual yang lebih mudah dipahami oleh semua orang yang bisa melihat dibandingkan dengan bahasa verbal. Media massa di Indonesia yang dulunya sarat dengan tulisan kini berubah menjadi dominasi gambar (foto). Kilas Balik 2009-2010 menyajikan arsip visual beragam peristiwa Tanah Air yang terekam di ujung lensa pewarta foto Kantor Berita Antara dalam kurun waktu 2009-2010. Semua hasil karya yang telah disiarkan baik di website antarafoto.com maupun di media yang menjadi pelanggan Antara dirangkum dalam sajian yang diharapkan menjadi dokumen saksi sejarah bangsa ini. Fotofoto tersebut selanjutnya diseleksi oleh kurator Oscar Motuloh yang dibantu oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tim diantaranya Prihatna yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Foto Antara, Zarqoni Maksum, Maha Eka Swasta dan Prasetyo Utomo. Buku Kilas Balik 2009
2010 karya pewarta foto Antara merupakan
kumpulan foto terpilih hasil bidikan para pewarta foto Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yang tersebar keseluruh pelosok negri ini selama dua tahun. Kilas Balik 2009 -2010 merupakan sebuah bingkai untuk kembali membuka catatancatatan peristiwa penting yang terjadi di Indonesia. Pada
awalya
Kilas
Balik
merupakan
sebuah
tradisi
pencatatan
fotojurnalistik yang digelar di ruang pamer utama galeri fotojurnalistik Antara. Tujuan pameran ini adalah sebuah wujud apresiasi kepada karya para pewarta foto Antara pada setiap HUT Antara yang bertepatan pada tanggal 13 Desember. Selajan dengan beputarnya waktu di penghujung akhir tahun 2010, untuk kali pertamanya Antara menerbitkan kumpulan karya-karya fotojurnalistik terpilih dari berbagai medan peristiwa dengan tajuk Kilas Balik 2009-2010. Buku setebal 204 halaman dan menampilkan 220 karya fotojurnalistik dari 55 pewarta foto yang dikuratori oleh Oscar Motuloh ini seolah menjadi angin segar bagi insan fotografi dalam kelangkaan pustaka dalam ranah fotografi jurnalistik di Indonesia. Buku ini juga seolah menyapa dan menampakan perwujudan pengabdian para pewartafoto sebagai saksi sejarah terhadap segala peradaban bangsa Indonesia. Semua permasalahan itu barangkali bisa ditemukan definisi visualnya ketika menelaah lembar demi lembar buku "Kilas Balik 2009-2010". Terekam dengan jelas bagaimana seorang pewarta foto harus berada di garis depan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merekam peristiwa yang terjadi. Merekalah orang-orang pertama yang mengabarkan, bahkan dalam situasi yang mungkin bisa membahayakan jiwanya. Di sisi lain, buku ini juga menjadi catatan sejarah. Di setiap penggalan sejarah selalu ada pembelajaran. "Kilas Balik 2009-2010" mencoba membuka kembali lembar-lembar sejarah yang tersimpan dan terkunci di masa lalu, mencoba merangkai dalam bingkai kekinian sehingga tersingkap makna-makna yang tersirat di balik sebuah peristiwa. Segala peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2009-2010 dielaborasi, dimaknai kembali dan dipaparkan dalam sebuah sajian visual. Buku ini juga dapat dianggap sebagai sebuah pertanggungjawaban atas kesaksian para pewarta foto Antara yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran universal yang diwujudkan dalam imaji digitalnya.
Profil Buku Kilas Balik 2009
2010
Penerbit
: Galeri Foto Jurnalistik Antara
Kurator
: Oscar Motuloh
Penanggung Jawab
: Hermanus Prihatna
Materi Foto
: Maha Eka Swasta
Penyelaras naskah
: Zarqoni maksum, Prasetyo Utomo
Alih Media
:
Koswara,
Himawan
Paramayuda,
Gunawan, Gunawan Widjaja Desain Grafis
: Andri Ari Setiadi
Bendahara
: Rita Budiyanti
commit to user
Rahmad
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemitraan dan Humas : Diah KW, Lavanda Wirianata, Iin Syamsudin Dana
: Audi Mirza Alwi
Program Acara
: Saptono, Andika Wahyu, Puspa Perwitasari, Rosa Pangabean
Umum
:
Daryanto
Wibomo,
Izmar
Patrizki,
Yudhi
Mahatma, Eni Sulistyowati, Sulis, Edi Suhaedi, Anita, Joanita, Doddy M Gurning, Budhi candra, Ricky Adrian, Dany Wijaya, Panji Wijaya, Reno Esnir Promosi
: Anton Santoso, Dasril Murtiyoso
Dokumentasi
: Mahatma Putra, Zalna manase Mesah
Kontributor Foto
: Adjat, Agus Bebeng, Akbar Nugroho Gumay, Akhmad
Nazzarudin,
Andika Betha,
Andika
Wahyu, Ari Bowo Sucipto, Arief priyono, Arief Pribadi, Basri Marzuki, Basrul Haq, Eric Ireng, Fahrul
Jayadiputra,
Fanny
Octavianus,
FB
Anggoro, Fikri Ali, Hari Atmoko, Hasan Sakri Ghozali, Herka Yanis Pangaribowo, Hermanus Prihatna, Himawan Paramayuda, Idhad Zakaria, Irsan Mulyadi, Irwansyah Putra, Ismar patrizki, Jafkhairi, M Risyal Hidayat, M Yamin Geli, Maha Eka
Swasta,
Muhammad
Maulana Deffa,
commit to user
Surya
Musyawir,
Tri
Utama,
Noveradika,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nyoman Budhiana, Oka Barta, Prasetyo Utomo, Puspa Perwitasari, R. Rekotomo, Rahmad, Regina Safri, Reno Esnir, Rezza Estily, Rosa Pangabean, Sahrul Manda Tikupadang, Saiful Bahri, Saptono, Syaiful Arif, Ujang Zaelani, Vega, Wahtu Putro A, Widodo
S.
Jusuf,
Widhan
Hidayad,
Yudhi
Mahatma, Yusran Ucang, Zarqoni Maksum. Kertas
: Garda Pat 13 Kiara 135 gsm Alergo Nerro 200 gsm Multi Art Glossy 170 gr by Papernia Dwijaya
Percetakan
: Pt. Harapan Prima printing
Percetakan materi
: Globe Digital Imaging
Pameran Foto ISBN
: 978-979-160077-7-3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III ANALISIS MAKNA ESAI FOTO JURNALISTIK
Dalam buku Kilas Balik 2009-2010, Kantor Berita Antara mencoba memaparkan berbagai realita perjalan bangsa Indonesia melalui foto selama kurun waktu 2009-2010 Berbagai fenomena perjalanan bangsa terangkum menjadi satu dalam sebuah buku, mulai dari kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Perjuangan sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia termasuk Ibu Sumarsih juga tak luput dari bidikan kamera salah satu fotografernnya, Fanny Octavianus. Potongan-potongan cerita yang terekam dalam tiap frame foto menunjukkan kehidupan bangsa ini secara jujur dan apa adanya. Namun sebaliknya bagi orang-orang yang mampu melihat foto lebih dalam lagi, karya Fanny Octavianus yang dirangkum dalam esai foto jurnalistik -peristiwa atau tragedi yang menjadi jembatan Antara mereka dan kita, dan menjadi catatan akan kebenaran yang sering terlupakan. Dalam penyajian data dan analisis data ini, seluruh data primer berupa foto dan narasi yang telah terpilih disajikan sebagai suatu kesatuan data yang disusun dalam bentuk korpus-korpus. Dalam proses pengkorpusan data-data primer disajikan melalui redukasi data, yakni dengan memilih foto-foto yang disertai caption atau teks foto. Kemudian selanjutnya dari data tersebut dianalisis satupersatu dengan membagi tanda (ikon, indeks, dan simbol) yang akhirnya akan diambil pemaknaannya secara keseluruhan. Sebuah foto jurnalistik tanpa diberi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keterangan tertulis tidak akan bicara lebih banyak. Seringkali, tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali. Dengan menggunakan analisis semiotika untuk mengintrepretasi segala bentuk tanda yang ada dalam sebuah foto, maka akan dapat diungkap maknamakna yang terkandung baik yang terlihat langsung maupun yang tersirat. Dalam analisis semiotik, dilakukan dengan mengacu pada tanda yang muncul dan diderivikasikan dari hubungan-hubungan antar tanda (signifier) dan acuan (signified). Hubungan
hubungan tersebut Antara lain dalam bentuk simbol,
indeks, dan ikon. Pemaknaan tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan tipologi tanda Pierce, yaitu : icon (ikon), index (indeks) dan symbol (simbol). ( Sobur, 2003: hal 41)
1) Icon (ikon) Di dalam ikon, hubungan Antara tanda dan obyeknya terwujud sebagai kesamaan dalam berbagai kualitas yakni dalam kesamaan atau kesesuaian rupa yang terungkap oleh penerimanya. Ikon juga bisa diartikan sebagai suatu kemiripan Antara tanda dan obyeknya. Sebuah foto diri, atau lukisan misalnya, memiliki hubungan ikonik atau kemiripan dengan obyeknya, sejauh diantaranya terdapat keserupaan. (Sobur, 2004, hal 42). Misalnya patung Slamet Riyadi merupakan ikon dari Slamet Riyadi. Foto Presiden Soekarno merupakan ikon dari Presiden Soekarno.
ikon adalah tanda hubungan dengan antara penanda dan petandanya bersifat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
persamaan bentuk alamiah atau tanda yang mirip dengan referennya dengan cara tertentu. Lukisan potret seseorang adalah ikon visual yang menunjukan wajah orang yang sebenarnya dari prespektif seseorang seniman. Misalnya, sebuah foto seseorang adalah ikon dari objek seseorang tersebut, karena foto seseorang (manusia) tersebut menyerupai dengan objek yang diacunya. Karena bentuknya yang sama atau mirip dengan objek, ikon dapat diamati dengan cara melihatnya.
2) Index (indeks)
indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau huungan sebab-akibat atau ikon yang menggantikan atau menunjukan ke sesuatu dalam hubungannya dengan sesuatu yang lain. Tidak sama dengan ikon, indeks tidak sama dengan yang ditunjukannya, indeks hanya mengidentifikasinnya atau menunjukan di mana mereka berada. Misalnya, runtuhnya rumah-rumah adalah indeks dari gempa. Terendamnya bangunan adalah indeks dari banjir. Sebuah indeks dapat dikenali bukan hanya dengan melihat seperti halnya dalam ikon, tetapi juga perlu dipikirkan hubungan antara dua objek tersebut. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap. Asap merupakan tanda adanya api. (Sobur, 2004; hal. 42-43).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Symbol (simbol) yatakan simbol adalah tanda yang tidak menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan keduanya bersifat arbiter dan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat. Misalnya, warna merah menandakan berhenti pada rambu-rambu lalu lintas) atau tanda yang mewakili sesuatu yang proses penentuan simbol itu tidak mengikuti aturan tertentu. Simbol adalah bentuk tanda yang terjadi karena hasil konsensus dari para pengguna. (Sobur, 2004: hal 43). Contohnya adalah lampu lalu lintas yang berwarna merah berarti berhenti, kuning adalah berhati-hati dan hijau adalah untuk terus berjalan. Contoh lain adalah mengganggukkan kepala yang berarti iya atau setuju. Berikut analisis makna dan tanda pada kedelapan korpus yang diambil dari foto mengenai perjuangan Ibu Sumarsih dalam menuntut keadilan Hak Asasi Manusia yang disajikan oleh Kantor Berita Antara dalam Buku Kilas Balik 20092010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korpus 1:
Analisis Foto : a. Ikon dalam Foto Foto tersebut menunjukkan adanya dua elemen utama. Patung Bunda Maria menggendong Yesus yang lunglai tidak berdaya dan satu lagi foto seorang lelaki berbaju putih berdasi. Maria Catarina Sumarsih atau Sumarsih, kehilangan putranya, Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, dalam Tragedi Semanggi I, 13 November 1998
menunjukkan bahwa sosok
Wawan merupakan anak Ibu Sumarsih yang menjadi Korban Tragedi Semanggi 1 yang sampai sekarang masih diperjuangkan keadilannya. Dapat diambil kesimpulan bahwa foto seorang lelaki di belakang patung Bunda Maria yang menggendong Yesus tersebut adalah ikon dari Wawan. Patung Bunda Maria adalah ikon Bunda Maria dan Patung Yesus adalah ikon dari Yesus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Indeks dalam Foto Patung Bunda Maria sedang menggendong dan memandang Yesus yang lunglai, di belakangnya ada foto Wawan.
Maria Catarina Sumarsih atau
Sumarsih, kehilangan putranya, Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, dalam Tragedi Semanggi I, 13 November 1998
dari narasi dapat
diketahui Wawan adalah salah satu korban Tragedi Semanggi 1 yang merupakan anak dari Ibu Sumarsih. Fotografer menyandingkan foto Wawan dan Patung Bunda Maria yang menggendong Yesus yang telah meninggal, ini menunjukkan keduanya berada di tempat yang berdekatan dalam satu ruangan. Selain itu, fotografer ingin menyandingkan kisah Wawan dan kisah Yesus. c. Simbol dalam Foto Patung Bunda Maria yang menggendong Yesus yang telah lunglai menandakan ciri agama Katolik. Dapat diketahui bahwa foto Wawan
yang
menjadi ikon sosok Wawan di belakang patung tersebut menganut agama Katolik. Ada komunikasi non-verbal dalam foto tersebut, Yesus yang telah lunglai menggambarkan Yesus yang telah tiada. Begitupun dengan Wawan yang telah tiada karena menjadi korban kerusuhan Tragedi Semanggi 1. Dalam foto ini, fotografer menampilkan dua bagian utama, pertama adalah Bunda Maria yang sedang menggendong anaknya, Yesus Kristus. Dalam kisah Kristiani, Bunda Maria menggendong Yesus yang telah meninggal karena penyaliban. Bagian kedua adalah foto Wawan, anak dari Sumarsih yang tewas dalam peristiwa Semanggi. Foto tersebut memfokuskan pada patung dan foto Wawan ditampilkan secara nge-blur. Foto tersebut seakan ingin menyandingkan kisah Bunda Maria
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang menyayangi Yesus dengan Sumarsih yang menyayangi Wawan. Makna dari blur nya foto Wawan mencerminkan belum adanya titik terang atau kejelasan dari kasus ini. Dua bagian dalam foto itu juga memiliki kesamaan lain, Yesus dalam kisah agama Nasrani akhirnya disalib meskipun tidak bersalah karena ia dianggap sebagai pembawa kesesatan karena ia mengaku sebagai Putra Allah. Begitu pula Wawan meski dalam artian yang berbeda, bahwa Wawan adalah seorang hamba Tuhan yang terbunuh secara tidak berdosa dan keadilan belum menghampirinya hingga kini.
d. Makna dalam Foto Dua bagian dari foto, yakni Patung Yesus Kristus yang di pangkuan Bunda Maria serta bingkai foto almarhum Wawan memiliki kesamaan. Wawan dan Yesus yang sama-sama meninggalkan dunia, meski berada di zaman dan tempat yang berbeda. Keduanya memiliki tempat khusus di hati ibu mereka masingmasing. Foto ini menunjukkan betapa besar kasih seorang ibu pada anak-anaknya. Bunda Maria yang sangat mengasihi Yesus sebagai putranya, meski pada akhirnya di depan matanya sendiri ia menyaksikan penyaliban sang putra. Sedangkan Sumarsih yang hingga kini tetap setia, sampai saat ini masih mencari keadilan untuk anaknya. Buramnya foto almarhum Wawan menandakan bahwa keadilan yang dicari oleh Sumarsih belum didapatnya. Analogi foto ini untuk membandingkan dua kisah berbeda masa. Wawan dan Yesus Kristus sama-sama wafat dalam ketidakbersalahan atas apa yang telah mereka lakukan. Yesus ketika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu hanya memiliki sedikit pengikut, diantara sebagian besar orang yang tidak percaya kepada-Nya. Sedangkan Wawan juga salah satu dari pahlawan yang berhasil merubah negeri ini dari tirani Orde Baru, meski perjuangannya dengan rekan yang lain tidak banyak diingat orang. Dari sini, dapat ditunjukkan betapa besar kasih seorang ibu kepada anaknya, baik Ibu Sumarsih maupun Bunda Maria yang terlihar di dalam foto sedang menggendong anaknya. Komposisi atau susunan dalam foto yang membagi menjadi dua bagian antara Bunda Maria yang menggendong Yesus dan foto Wawan yang ditampilkan secara nge-blur. Menurut Agoes Rudianto, pewarta foto Harian Solo Pos, cara pembagian komposisi menjadi dua bagian yang terlihat sama besar seperti sering disebut komposisi foto setengah. (Wawancara dengan wartawan foto Solo Pos, Agoes Rudianto, 3/7/2012 jam 20.00 di Solo Pos) Unsur pewarnaan dalam foto ini ditampilkan secara hitam putih, dimana hitam berarti kuat, duka cita, kematian, sedangkan putih digambarkan sebagai harapan (Sulasmi 2002:37). Dari unsur pewarnaan ini, fotografer ingin menyampaikan bahwa Wawan dan Yesus memang sudah meninggal, sedangkan ibu yang ditinggalkannya tetap mempunyai harapan. Ibu Sumarsih, dari duka cita karena anaknya meninggal saat Tragedi Semanggi 1 mempunyai harapan agar keadialan yang menyangkut Hak Asasi Manusia dapat segera terwujud. Teknik pemotretan gambar ini menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara horizontal, menggunakan lensa tele, dengan sudut pandang yang sempit, yang terlihat hanya objek yang difoto saja agar point of interest terlihat semakin kuat. Tidak ada objek lain sehingga dalam foto objeknya akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terlihat besar. Pemotretan seperti ini juga sering disebut close up, ini dilakukan untuk memperlihatkan ekspresi orang atau detail suatu benda. (Alwi, 2004:46).
Korpus 2
Analisis Foto : a. Ikon dalam Foto Sejumlah orang sedang berkumpul di suatu tempat dengan satu orang berbaju hitam dan berambut putih berada di tengah-
us ibu yang
narasi dapat diketahui acuan utama dari esai foto ini adalah Ibu Sumarsih yang memperjuangakan keadilan Hak Asasi Manusia yang di setiap aksi dan kesehariannnya mempunyai ciri khas berbaju hitam
dan berambut putih. Ibu
Sumarsih berada di tengah-tengah kerumunan sambil mengangkat dan mengepalkan tangan kirinya. Sebagian besar mereka memakai pakaian berwarna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gelap, namun ada juga yang memakai pakaian cerah. Di pojok sebelah kanan terdapat satu trolly berisi payung hitam bergagang putih.
b. Indeks dalam Foto Ibu Sumarsih berada di tengah-tengah kerumunan menunjukkan sedang memimpin jalannya aksi. Tangan kirinya mengangkat dan sejumlah orang yang berkumpul mengelilinginya, memperhatikannya, Ibu Sumarsih sedang melakukan orasi. Adanya latar belakang mobil dan baliho di belakang aksi tersebut menunjukkan mereka berada di pinggir jalan. Trolly yang berisi payung hitam dengan pegangan berwarna putih di pojok kanan bawah merupakan properti yang selalu ada saat aksi.
c. Simbol dalam Foto Orang-orang berkumpul di pinggir jalan dengan satu orang berada di tengah-tengahnya menunjukkan mereka sedang melakukan aksi. Ibu Sumarsih yang sedang mengepalkan tangan ke atas bermakna ia sedang melakukan orasi di depan para aktivis Aksi Kamisan lainnya. Semangat ditunjukkan Ibu Sumarsih dan keluarga korban Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya sampai sekarang belum mendapatkan keadilan yang diharapkan. Ibu Sumarsih sedang memimpin aksi menuntut keadilan dan menolak kekerasan pada Hari Kamis sore di depan Istana Negara Jakarta. Aksi Kamisan rutin dilakukan di depan Istana Negara dengan tuntutan utama menuntut keadilan Hak Asasi Manusia. Tangan kiri Ibu Sumarsih mengangkat dengan sedikit baju sebelah kiri juga ikut terangkat menggambarkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semangat yang membara dalam memimpin aksi ini. Di pojok sebelah kanan terdapat satu trolly berisi payung hitam bergagang putih. Latar belakang berupa mobil menegaskan kalau aksi Kamisan tersebut memang dilakukan di pinggir jalan. Sesuai teks, aksi tersebut selalu dilakukan di depan Istana Negara pada Kamis sore. Payung-payung hitam tersebut tidak hanya sebagai pelindung panas matahari, tetapi mencerminkan orang yang sedang berkabung.
d. Makna dalam Foto Foto ini menggambarkan seorang ibu yang bersemangat dalam kesedihannya. Sumarsih, ibu yang tidak kenal lelah mengajak orang lain yang turut serta dalam aksi Kamisan berjuang mencari keadilan. Komposisi foto atau susunan foto dengan sebagian besar berisi penggambaran aksi demonstrasi dengan Ibu Sumarsih yang berada di tengahtengah aksi tersebut sedang berorasi. Hal ini dimaksudkan agar pesan utama mengenai Ibu sumarsih sebagai seorang pemimpin aksi dapat tercapai. Fokus secara gambar berada pada Ibu Sumarsih, namun teknik pemotretan dilakukan dengan bukaan diafragma kecil sehingga ruang tajam menjadi lebar dan menghasilkan efek semua objek tampak kelihatan jelas sehingga focus of interest tidak langsung merangsang mata pembaca untuk tertuju pada satu objek yang menonjol, melainkan pandangan mata diarahkan pada keseluruhan gambar dalam frame yang membuat sebuah keseimbangan. Maka dari itu dapat dikatakan fokus cerita dari foto tersebut adalah keseluruhan objek yang saling mendukung dalam satu frame foto sehingga tercipta keseimbangan (balancing) di antaranya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengaturan kecepatan pada saat pemotretan dilakukan dengan pengukuran light meter agar cahaya yang ditangkap kamera tidak kelebihan maupun tidak kurang. Point of interest pada foto ini adalah penggambaran Aksi Kamisan dengan Ibu Sumarsih sedang berorasi yang menggebu-gebu. Terlihat tangan kirinya mengepal ke atas dan demonstran yang lainnya memperhatikannya. Kontras arah cahaya menggunakan main light cahaya matahari dan pengambilan gambar dilakukan cahaya masih terang. Keseimbangan (balance) antara point of interest pada frame foto tersebut terlihat pada pembagian ruang sepertiga dengan komposisi demonstran bagian kanan, Ibu Sumarsih di bagian tengah, dan di bagian kiri juga ada demonstran. Jarak pengambilan gambar adalah eyes level atau pengambilan gambar dilakukan dengan mata fotografer sejajar dengan objek foto. Foto diambil secara horizontal, dengan sudut pandang lebar, sehingga yang ditampilkan adalah penggambaran suasana aksi demo secara keseluruhan. Sumarsih, yang sudah tidak muda lagi, rambutnya memutih, tetapi kemarahan atas ketidakadilan yang diterima membuat api semangatnya tetap berkobar. Ia tetap yakin, sebagai penganut Katolik yang taat, bahwa Tuhan mendengar doanya, Tuhan pula mendengar jeritan hatinya. Ciri khasnya ketika beraksi adalah menggunakan baju hitam, pertanda duka cita yang belum hilang hingga kini. Sumarsih merupakan salah satu pioneer atau pelopor aksi Kamisan, sehingga dipastikan ia tidak akan pernah absen untuk berada di depan Istana Negara. Payung hitam di pojok kanan juga sebagai atribut duka cita. Payung hitam biasanya digunakan untuk upacara pemakaman, hal ini turut serta menjadi pelengkap rasa duka yang dialami oleh peserta aksi Kamisan. Atribut mulai dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baju hitam, payung hitam, serta orasi Ibu Sumarsih dalam memberikan semangat kepada peserta lain merupakan bukti tulusnya ia melakukan ini atas nama anaknya, almarhum Wawan.
Korpus 3
Analisis Foto : a. Ikon dalam Foto Seseorang berambut putih (beruban) berada di depan buku-buku yang tertata rapi. Buku berada di tempat yang terbuat dari kayu yang penuh ukiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan satu pintu yang terbuka. Orang tersebut merunduk ke bawah memakai baju hitam dengan sedikit motif garis putih.
b. Indeks dalam Foto Dalam foto ini, Ibu Sumarsih merupakan sosok orang yang berambut putih memakai baju hitam bergaris putih tersebut. Ibu Sumarsih merunduk ke bawah memandangi sesuatu. Di depannya ada buku yang tertata di sebuah lemari penuh ukiran, pintunya terbuka satu.
Adanya lemari dengan tatanan buku-buku di
dalamnya menandakan Ibu Sumarsih sedang berada dalam ruangan tertentu.
c. Simbol dalam Foto Seorang wanita berambut putih berada di depan lemari kaca yang dipenuhi buku-buku. Wanita itu seraya membuka satu pintu lemari tersebut seakan hendak mengambil sebuah buku yang berada di rak terbawah. Dari rangkaian esai foto jurnalistik ini, wanita tersebut adalah Ibu Sumarsih, ibunda dari almarhum Wawan yang tewas di Tragedi Semanggi. Dalam foto tersebut, buku-buku tersusun rapi. Ibu Sumarsih merunduk di depan lemari kayu penuh ukiran. Merunduk disini menyimbolkan Ibu Sumarsih yang merenung, dan berpikir tentang keadilan di negeri ini yang tidak kunjung menemui titik terang. Ibu Sumarsih berjuang mencari keadilan karena kehilangan putranya, Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, tepatnya dalam Tragedi Semanggi I, 13 November 1998. Foto ini seakan menegaskan bahwa buku-buku yang banyak dan tersusun rapi tersebut seperti tiada artinya karena tidak ada penerapan dari berbagai isi kebaikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam buku-buku tersebut, khususnya yang menyangkut keadilan baginya dan anaknya yang tewas karena pelanggaran HAM. Buku merupakan sumber ilmu pengetahuan, melalui buku catatan-catatan sejarah juga bisa didokumenkan. Melalui buku, sejarah bisa dimonumenkan, agar dapat tertata rapi sebagai sarana pembelajaran dan pengingat kelak. Seperti kasus Wawan tersebut, Ibu Sumarsih juga mempunyai keinginan yang sampai sekarang belum tercapai, yaitu keadilan Hak Asasi Manusia. Ibu Sumarsih seraya merenung di depan buku-buku karena kasus anaknya yang seakan ingin dilupakan dan dihilangkan.
d. Makna dalam Foto Foto ini memperlihatkan Ibu Sumarsih sedang terduduk, menghadap lemari yang terbuka. Posisinya seakan menunjukkan ia seperti sedang mencari buku. Susunan foto menggambarkan Ibu Sumarsih berada di dekat sebuah lemari yang berisi buku. Pengaturan kecepatan dilakukan dengan memperhatikan light meter agar cahaya yang ditangkap kamera tidak lebih dan tidak pula kurang, menyesuaikan dengan bukaan diafragma. Dari foto tersebut seluruh objeknya tampak kelihatan jelas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan diafragma menggunakan bukaan kecil. Warna yang menonjol dari foto tersebut adalah hitam putih bada semua bagian foto. Pembagian foto ini menggunakan aturan sepertiga, dengan ruang sisi kiri, tengah, dan kanan frame. Aturan seperiga foto ini juga terlihat pada penempatan Ibu Sumarsih yang berada di sepertiga paling bawah, sedangkan dua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertiga sisanya ditampilkan lemari bukunya. Jarak pengambilan gambar pada foto tersebut adalah eyes level atau pengambilan gambar dilakukan dengan sudut pandang sempit. Pencahayaan menggunakan cahaya utama yang terlihat sangat minim karna di dalam ruangan. Teknik pemotretan foto ini dilakukan dengan posisi vertical, medium shot dimana memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. (Alwi, 2004:47). Makna dari foto ini cukup dalam, lemari buku bertingkat empat yang tentunya terdapat bermacam-macam judul buku didalamnya, seakan hanya menjadi pajangan yang tidak dapat dipraktekkan kedalam dunia nyata. Buku buku tersebut tentu memiliki pesan tersendiri, di dalamnya berisi cerita, motivasi, hukum, agama dan sebagainya. Ketika seseorang membaca buku, diharapkan dapat menyerapnya, lalu menerapkannya kedalam kehidupan sehari-hari. Buku mengandung ilmu, tetapi foto ini menunjukkan bahwa ilmu yang terkandung dari buku tersebut seakan tak berguna karena yang dibutuhkan saat ini oleh Ibu Sumarsih adalah keadilan untuk Wawan, anaknya yang telah tewas dalam peristiwa Semanggi. Buku adalah sumber pengetahuan, dari bukulah orang dapat berbuat baik, dapat menjadi pintar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korpus 4:
Analisis Foto : a. Ikon dalam Foto Sejumlah peralatan makan berada di papan kayu yang dilapisi kaca. Ada piring, gelas, toples, sendok, garpu, beserta makanan yang dihidangkan merupakan ikon dari perlengkapan makan. Sedangkan papan kayu dilapisi kaca di atasnya merupakan ikon dari meja. b. Indeks dalam Foto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Piring-piring yang beberapa diantaranya berisi makanan dan toples berada dalam satu tempat di atas meja berkaca. Selain meja dan piring, ada peralatan makan lain yakni sendok, garpu, dan gelas beserta makanan dan air putih yang tertata menunjukkan bahwa satu keluarga akan melaksanakan makan malam. Dalam foto ini empat piring dibagi menjadi empat bagian dengan tiga tanda berupa tangan tiga orang yang sedang bersiap untuk makan. Sedangkan satu piring kosong dengan gelas berisi makanan tanpa ada tanda manusia menunjukkan kalau tidak adanya orang di balik piring dan gelas tersebut.
c. Simbol dalam Foto Ada beberapa simbol yang ingin disampaikan fotografer dalam foto ini. Foto ini menampilkan meja makan kayu yang dilapisi kaca. Terdapat piring khusus lauk pauk dan piring makan, serta gelas berisi air. Terdapat juga mangkok berisi sayur dan kaleng plastik kerupuk. Piring makan tersedia untuk empat orang. Tiga diantaranya terdapat orang yang bersiap untuk mengambil nasi dan lauk pauk, satu sudah terisi. Namun, dalam foto ini terdapat satu piring kosong, meja makan dengan piring dan makanan di atasnya menyimbolkan bahwa ada salah satu keluarga yang akan melakukan makan bersama. Dalam esai foto jurnalistik sendiri setiap fotonya tidak bisa berdiri sendiri, namun saling berkaitan. Pokok utama pembahasan esai foto jurnalistik ini adalah tentang Ibu Sumarsih yang mepunyai kebulatan tekad untuk memperjuangkan keadilan Hak Asasi Manusia. Dapat diambil intinya, keluarga yang sedang makan bersama tersebut adalah keluarga Ibu Sumarsih. Ada empat piring yang dibuka seakan ada empat orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ingin makan. Namun dari keempat piring tersebut hanya tiga piring yang menerangkan adanya orang di balik piring tersebut dengan simbol tangan yang dimasukkan. Sedangkan piring paling bawah tidak ada simbol orang hanya ada piring itu sendiri dan gelas-gelas yang diisi air putih di sampingnya. Makna dari kosongnya piring ini adalah Wawan. Wawan tetap dihadirkan oleh Ibu Sumarsih di setiap kebersamaan keluarga, ia tetap disiapkan piring dan gelas meskipun kini telah tiada. Wawan tetap dianggap hidup oleh Ibu Sumarsih karena kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Meja makan beserta piringnya tetap hanya menjadi simbol kehadiran Wawan sebagai sosok yang tidak pernah dilupakan oleh keluarga dan seperti tak direlakan kematiannya selama keadilan untuk almarhum belum menemui titik terang. Dari cara makan keluarga Ibu Sumarsih ini terlihat mereka masih menganggap sosok Wawan itu ada. Ini juga berarti bahwa Ibu Sumarsih masih terus mengharap kejelasan keadilan Wawan yang menjadi korban kekerasan Hak Asasi Manusia (HAM) Peristiwa Semanggi 1. Pengadaan piring atau alat makan untuk Wawan tersebut juga mencerminkan dari apa yang diusahakan Ibu Sumarsih selama ini. Ibu Sumarsih dan rekan senasibnya
menuntut agar diberikan keadilan Hak Asasi Manusia
kepada semua orang. Tentang keadilan, Wawan pun juga diberikan seperti terlihat dalam foto tersebut, walaupun Wawan telah tiada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Makna dalam Foto Foto ini menunjukkan sejumlah peralatan makan berada di papan kayu yang dilapisi kaca. Ada piring, gelas, toples, sendok, garpu, beserta makanan yang dihidangkan. Komposisi atau susunan foto menggambarkan meja makan yang terisi sejumlah peralatan makan dengan tangan sebagai symbol manusia berada di belakang tiga piring pada sisi kanan, atas dan kiri. Sedangkan piring yang berada di sisi foto paling bawah tidak ada satupun symbol yang menggambarkan manusia. Fokus secara gambar berada pada semua bagian foto. Jadi fokus secara cerita berada pada leseluruhan objek yang menjadikan keseimbangan (balancing) di antaranya. Teknik pemotretan menggunakan bukaan diafragma kecil sehingga menghasilkan efek ruang tajam lebar dan semua objek dalam foto tampak fokus. Pengaturan kecepatan saat pemotretan menggunakan light meter sehingga ukuran cahaya tidak kurang maupun tidak kelebihan. Menurut Agoes Rudianto, pewarta foto Harian Solo Pos, jarak pengambilan gambar seperti ini menggunakan medium shot atau teknik pengambilan gambar dengan jarak sedang. Pengambilan gambar dilakukan secara horisontal. Foto ini juga diambil secara high angle
yaitu pemotretan dengan
mendapatkan objek foto lebih rendah daripada kamera. (Wawancara dengan wartawan foto Solo Pos, Agoes Rudianto, 3/7/2012 jam 20.00 di Solo Pos) Ada beberapa simbol yang ingin disampaikan fotografer dalam foto ini. Piring makan sedianya disiapkan untuk empat orang. Tiga diantaranya terdapat orang yang bersiap untuk mengambil nasi dan lauk pauk, satu sudah terisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Namun, dalam foto ini terdapat satu piring kosong saat keluarga Ibu Sumarsih makan bersama. Piring paling bawah yang tidak ada tanda manusia, hanya ada piring itu sendiri dan gelas yang diisi air putih di sampingnya. Ternyata satu bagian kosong itu ditujukan untuk almarhum Wawan. Ia dihadirkan oleh Ibu Sumarsih di setiap kebersamaan keluarga. Wawan tetap disiapkan piring dan gelas meskipun kini telah tiada. Wawan tetap dianggap hidup oleh Ibu Sumarsih karena kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, meskipun meja makan tersebut beserta piringnya tetap hanya menjadi simbol kehadiran Wawan oleh keluarga hingga kini, dan juga sebagai pengingat bahwa keadilan untuk almarhum Wawan belum hadir baginya.
Korpus 5:
Analisis Foto :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Ikon dalam Foto Ada LCD kamera video yang ditempatkan di pojok kanan atas. Seorang wanita berambut putih yang ditampilkan di LCD kamera merupakan ikon Ibu Sumarsih. Di pojok kiri bawah ada tangan yang membuka ditampilkan dari bagian atas.
b. Indeks dalam Foto Dari LCD kamera video tersebut dapat diketahui bahwa pengguna kamera tersebut sedang merekam Ibu Sumarsih. Ini ditandai dengan adanya penanda waktu di pojok kanan bawah LCD tersebut. Gambar yang direkam kamera tersebut memperlihatkan Ibu Sumarsih sedang berada di sebelah rak yang berisi deretan pigura dan juga ada salib.
c. Simbol dalam Foto Foto ini memperlihatkan Ibu Sumarsih yang sedang direkam oleh seseorang menggunakan kamera video. Foto ini memperlihatkan wujud asli Ibu Sumarsih yang tidak utuh, namun fokus dan jelas di kamera video. Ia berada di depan rak berisi foto almarhum anaknya, menggunakan baju hitam. Rak tersebut berisi foto Wawan, salib dan piagam-piagam penghargaan. Dilihat dari mimik wajah Ibu Sumarsih, dia sedang berbicara dan direkam oleh kamera video. Wajah Ibu Sumarsih cukup antusias dengan senyum kecil. Meskipun tidak dapat ditampik kalau kesedihan juga selalu hadir mengisi hari-harinya karena keadilan yang tak kunjung datang. Tangan Ibu Sumarsih bersedekap di dada,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyimbolkan suatu kelelahan hati, karena perjuangannya belum membuahkan hasil. Tangan tersebut juga sebagai komunikasi non-verbal, sebagai pelengkap komunikasi verbal yang sedang berlangsung.
d. Makna dalam Foto Terdapat layar kamera video yang ditempatkan di pojok kanan atas. Seorang wanita berambut putih yang ditampilkan di layar kamera merupakan ikon Ibu Sumarsih. Di pojok kiri bawah ada tangan yang bersedekap di dada yang merupakan tangan Ibu Sumarsih ditampilkan dari bagian atas. Foto dalam korpus 5 ini diambil menggunakan komposisi Rule of thirds , atau komposisi sepertiga dengan membayangkan ada garis-garis panduan yang membentuk sembilan buah empat persegi panjang yang sama besar pada sebuah gambar. Elemen-elemen gambar yang muncul di sudut-sudut persegi panjang pusat akan mendapat daya tarik maksimum. Dalam foto ini, elemen gambar yang paling kuat muncul adalah LCD kamera video yang sedang merekam Ibu Sumarsih, Ibunda Wawan. Secara gambar fokus dari foto tersebut berada pada LCD kamera video yang sedang merekam Ibu Sumarsih. Fokus foto terletak di area objek tersebut dengan dukungan teknik pemotretan menggunakan bukaan diafragma besar/lebar yang mana menimbulkan efek ruang tajam sempit, maksudnya ruang ketajaman/kejelasan berada di objek yang focus, sedangkan objek yang lain tidak tajam atau nge-blur. (Alwi, 2004:51).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan dukungan komposisi sepertiga dimana bagian selain LCD kamera video ngeblur dan berwarna lebih gelap, fotografer ingin membentuk ruang dimana akan menggiring pandangan mata khalayak atau point of interest dari foto tersebut. Walaupun focus utamanya adalah gambar LCD kamera video dengan Ibu Sumarsih berada, namun secara keseluruhan cerita dari foto korpus 5 ini dapat dikatkan saling mendukung dalam menciptakan sebuah frame foto yang memiliki keseimbangan (balancing) di antara objek-objeknya. Pengukuran kecepatan atau speed pada saat pemotretan dilakukan dengan pengukuran dari light meter sedikit dikurangi keseimbangan cahayanya atau sedikit dibikin under pada bagian background. Sedangkan foreground yang berupa gambar Ibu Sumarsih di LCD kemara diukur dengan cahaya yang pas, sehingga point of interest berada di bagaian foreground foto ini. Seseorang dengan kamera videonya tersebut sedang mewawancarai Ibu Sumarsih. Gambar yang direkam kamera tersebut memperlihatkan Ibu Sumarsih sedang berada di depan rak yang berisi deretan pigura dan salib. Rak tersebut berfungsi sebagai background setting atau latar belakang agar gambar terlihat bagus di video. Antusiasme Ibu Sumarsih terlihat dalam mimik wajah serius dan senyum kecilnya. Ibu Sumarsih bersemangat ketika membahas tentang Hak Asasi Manusia, karena ini ada kaitan dengan pengalaman pribadi yang harus merasakan pelanggaran HAM atas wafatnya sang anak. Meskipun tidak dapat ditampik kalau kesedihan juga selalu hadir mengisi hari-harinya karena keadilan yang tak kunjung datang. Tangan Ibu Sumarsih merupakan komunikasi non-verbal dimana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berfungsi sebagai pelengkap komunikasi verbal ketika diwawancara. Tangan yang bersedekap di dada mengisyaratkan kekecewaan, kelelahan jiwa dan raga, dan juga keikhlasan atas kepergian Wawan. Kekecewaan karena perjuangannya mendapatkan hak keadilan belum tercapai. Kelelahan jiwa dan raga, mengingat usianya yang sudah tidak muda, rambutnya sudah memutih sebagai pertanda bahwa sampai kapan lagi ia harus mencari keadilan, ia hanya takut bahwa kelemahan fisiknya menjadi penyebab semangatnya luntur. Keikhlasan perginya Wawan kepada-Nya juga ia tunjukkan, hanya saja keikhlasan tidaklah lengkap karena Wawan lebih membutuhkan keadilan atas apa yang telah dia alami.
Korpus 6:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Analisis Foto : a. Ikon dalam Foto Dalam foto tersebut sejumlah orang berkumpul membawa payung di bawah sinar matahari, ini menjadi ikon aktivis yang melakukan sebuah aksi. Dalam foto ini, payung yang dipegang masing-masing merupakan ikon dari alat untuk melindungi dari panas. Matahari menjadi ikon panas, karena matahari adalah sumber panas.
b. Indeks dalam Foto Sejumlah orang berkumpul dan masing-masing orang membawa payung, dari narasi dapat diketahui bahwa mereka sedang melakukan Aksi Kamisan. Dalam foto tersebut, orang yang memegang paling kiri menjadi fokus utama. Orang yang lain tidak begitu jelas karena mereka saling bertumpukan. Dari foto ini kita dapat menyimpulkan orang paling kiri tersebut adalah Ibu Sumarsih.
c. Simbol dalam Foto Foto tersebut menampilkan siluet dimana beberapa orang yang sedang berjejer di bawah terik matahari menggunakan payung dengan orang paling kiri yang paling jelas. Deret terdepan adalah Ibu Sumarsih yang berambut pendek. Sesuai teks, Ibu Sumarsih dan rekan yang keluarga Korban Tragedi Semanggi 1 sedang melakukan Aksi Kamisan di depan Istana Negara. Aksi Kamisan berupa aksi diam, membisu, aksi bungkam di pinggir jalan. Mereka seraya ingin menunjukkan rasa lelah karena usaha menuntut keadilan selama ini belum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menemui ujungnya. Aksi diam ini juga menjadi simbol tentang kasus Hak Asasi Manusia yang selama ini terus ditutup-tutupi. Mereka para korban, yang Ibu Sumarsih termasuk di dalamnya, seakan-akan dipaksa untuk diam sehingga kasus yang menyangkut HAM akan hilang begitu saja. Mereka melakukan aksi tersebut di sore hari dan menggunakan ciri khas berupa payung hitam. Payung Ibu
Sumarsih dan teman seperjuangannya selalu berdiri, diam, dan menanti keadilan di depan Istana Negara dengan harapan bahwa pemimpin di negeri ini mendengar dan menjalankan keadilan HAM, khususnya kasus Trisakti dan Semanggi yang merenggut nyawa anaknya sejak tahun 1998 hingga kini belum jelas siapa yang bertanggung jawab. Walaupun harus berpanas-panas terkena terik matahari seperti dalam foto tersebut, Ibu Sumarsih dan rekan-rekannya tetap melakukan aksi tersebut. Orang-orang yang melakukan aksi termasuk Ibu Sumarsih ditampilkan gelap dengan latar belakang matahari dan langit yang terang. Foto ini menggambarkan walaupun matahari mempunyai sinar yang terang, namun tidak semua sinarnya mampu menerangi isi bumi, termasuk aksi Ibu Sumarsih dan rekan-rekannya. Seperti halnya keadilan yang di Indonesia, orang-orang seperti Ibu Sumarsih dan sejumlah keluarga korban yang belum dirasakan oleh segenap korban Tragedi Semanggi dan pelanggaran HAM lainnya hingga kini.
d. Makna dalam Foto Ibu Sumarsih bersama rekan-rekan Aksi Kamisan berkumpul di depan Istana Negara, aksi rutin setiap hari Kamis sekitar jam 16.00 WIB. Sebagian besar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan pakaian serba hitam, dan membawa payung hitam bertuliskan
aksi berbaris di bawah terik matahari. Fokus dari foto tersebut berada pada sejumlah orang membawa payung yang berada di bawah terik matahari. tengah frame foto yaitu pada beberapa orang dewasa yang berada di atas batu-batuan. Pengaturan kecepatan dan diafragma menyesuaikan light meter, dengan pengukuran cahaya under pada bagian para demonstran. Teknik seperti ini dinamakan teknik siluet (silhouette) merupakan salah satu teknik foto yang cukup populer. Teknik ini akan menghasilkan detil obyek utama dengan cara menggelapkannya, sebuah foto siluet dapatmenggiring imajinasi bermain untuk membongkar "misteri" dari pesan yang ingin disajikan. Dalam ranah fotografi, siluet merupakan foto yang menampilkan bentuk (shape/outline) dari bayangan subyek yang diekspose membelakangi background yang memiliki intensitas cahaya yang lebih kuat daripada refleksi cahaya yang terpantul pada subyek itu sendiri. Unsur pewarnaan dalam foto ini ditampilkan secara hitam putih, dimana hitam berarti kuat, duka cita, kematian, sedangkan putih digambarkan sebagai harapan (Sulasmi 2002:37). Dari unsur pewarnaan ini, fotografer ingin menyampaikan bahwa Wawan dan Yesus memang sudah meninggal, sedangkan ibu yang ditinggalkannya tetap mempunyai harapan. Ibu Sumarsih, dari duka cita karena anaknya meninggal saat Tragedi Semanggi 1 mempunyai harapan agar keadialan yang menyangkut Hak Asasi Manusia dapat segera terwujud.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jarak pengambilan gambar menggunakan sudut pandang lebar atau medium shot dimana memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. Pada gambar tersebut, sosok manusia mulai dominan dalam frame. Foreground foto ini sosok Ibu Sumarsih yang ditampilkan secara gelap, sedangkan background dalam foto ini adalah demonstran Aksi Kamisan dan juga matahari. Dengan melihat matahari yang tidak tepat berada di atas kepala, dan juga didukung bahwa yang berada dalam foto tersebut adalah Aksi Kamisan, pemotretan ini dilakukan pada sore hari dengan posisi horizontal. Foto menggunakan teknik foto siluet, tetapi dapat dipastikan bahwa sosok yang berada di pojok kiri adalah ibu Sumarsih. Ibu Sumarsih berciri rambut halus berwarna putih dan pendek tidak diikat, dengan ukuran tubuh yang tidak besar dan tidak terlalu tinggi. Makna foto yang dalam, karena foto siluet tidak menampilkan secara jelas objek yang dimaksud, tetapi hanya sosok hitam saja. Ini sangat berkaitan dengan kasus yang dialami Ibu Sumarsih dan rekan, dimana matahari yang terik dan memiliki fungsi untuk menyinari semesta alam, pun tak dapat menerangi Ibu Sumarsih dan rekan, yang artinya ketika keadilan sebagai sebuah pencerahan bagi manusia, belum dapat hadir untuk Ibu Sumarsih dan rekan-rekan Aksi Kamisan. Terik matahari tersebut justru membuat mereka berlindung karena panas yang menyengat dan bukan secercah harapan berupa Hak Asasi Manusia yang didapat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korpus 7:
Analisis Foto : a. Ikon dalam Foto Seorang wanita berambut putih, berbaju hitam terduduk dengan latar belakang nisan-nisan makam yang berjejer dengan rumput yang sudah meninggi dan terlihat tidak terurus. Terdapat di samping kanan ibu tersebut seikat bunga yang masih segar yang sudah ditancapkan di atas makam yang ia tuju. Di sebelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kirinya ada tas. Di sebelah tas ada batu yang hampir tertutup rumput. Wanita berambut putih, memakai baju hitam merupakan ikon dari Ibu Sumarsih. Ibu Sumarsih duduk merunduk dengan latar belakang nisan-nisan yang merupakan ikon kuburan. Nisan-nisan tersebut dikelilingi rumput yang tumbuh tak rapi, seakan tidak ada yang merawatnya. Nisan-nisan tersebut ikon dari pemakaman ataupun kuburan.
b. Indeks dalam Foto Latar belakang Ibu Sumarsih berupa batu nisan, menunjukkan dia sedang berada di kuburan. Foto ini menunjukkan Ibu Sumarsih sedang merunduk seraya dia sedang berdoa, merenung di pemakaman. Batu nisan sebagai tanda kuburan, sedangkan bunga yang berada di samping Ibu Sumarsih tersebut sebagai tanda kasih sayang. Melalui rangkaian foto dan narasi esai foto jurnalistik ini, Ibu Sumarsih sedang mengunjungi makam anaknya, Wawan.
c. Simbol dalam Foto Berpuasa setiap Kamis, Jumat, dan Sabtu, serta selalu mengunjungi makam anak tercintanya itu setiap hari di TPU Joglo
narasi, dapat diketahui
Ibu Sumarsih setiap hari selalu mengunjungi makam anaknya yang berada di TPU Joglo. Dalam foto ini, Ibu Sumarsih berada di pemakaman Wawan. Di sampingnya ada bunga yang dibawanya masih terlihat segar. Bunga merupakan simbol kasih sayang, simbol penghargaan. Ibu Sumarsih sendiri memberi penghargaan kepada anak yang dia cintainya dengan selalu pergi ke makam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wawan dan membawakannya bunga. Posisinya yang menunduk menandakan dia sedang berdoa khusyuk untuk anaknya demi terkabulnya harapan agar mendapatkan keadilan yang selama ini dia nantikan.
d. Makna dalam Foto Ibu Sumarsih sedang terduduk dan kepalanya menunduk. Ia sedang merenung dan mendoakan anaknya, almarhum Wawan. Seikat bunga telah ditancapkan di atas makam Wawan yang tidak terlihat nisannya. Foto pada korpus 7 ini menggambarkan tentang Ibu Sumarsih yang berada di sebuah pemakaman
Jumat, dan Sabtu, serta selalu mengunjungi makam anak tercintanya itu setiap
anaknya Wawan yang menjadi korban Tragedi Semanggi 1. Saat pengambilan foto, pengaturan kecepatan dilakukan dengan memperhatikan light meter agar cahaya yang ditangkap kamera tidak lebih dan tidak pula kurang, menyesuaikan dengan bukaan diafragma. Dari foto tersebut seluruh objeknya tampak kelihatan jelas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan diafragma menggunakan bukaan kecil. Point of interest dari foto tersebut adalah Ibu Sumarsih yang merunduk berada di depan makam anaknya. Keseimbangan (balancing) antara point of interest yaitu Ibu Sumarsih yang merunduk daerah dibelakanya terdapat beberapa batu nisan dengan rumput di sekitarnya. Jarak pengambilan gambar pada foto tersebut adalah medium shot, dimana berdampak pada sudut pandang lebar,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. Pada gambar tersebut, sosok manusia mulai dominan dalam frame. Pencahayaan menggunakan cahaya utama yaitu cahaya matahari dan teknik pemotretan dengan posisi vertikal. Pemakaman adalah lambang duka cita, duka atas orang yang telah pergi dan meninggalkan kenangan. Ibu Sumarsih dengan baju hitamnya, mengunjungi makam Wawan bisa bermaksud untuk mengadu, mengobati rasa kangen, memohon maaf atas perjuangan sang ibu yang belum berhasil mendapatkan keadilan untuk anak tercintanya. Rasa rindu yang mendalam juga menyelimuti perasaan Ibu Sumarsih karena ditinggal oleh sang anak saat masih muda. Sementara itu, di belakang Ibu Sumarsih terdapat jejeran makam lain yang seakan tak terurus dengan semak belukar yang menutupi makam, pertanda makam tersebut jarang dikunjungi oleh sanak keluarga. Patut berbanggalah Wawan, ari, menaruh bunga diatas
bertuan. Hanya saja Ibu Sumarsih tetap bersedih, meski makam sang anak merupakan yang paling rapi diantara yang lain, tetapi ia masih membutuhkan satu hal yang belum dibawanya untuk Wawan tercinta, yaitu keadilan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korpus 8:
Analisis Foto: a. Ikon dalam Foto Seorang wanita berambut putih berpakaian hitam yang sedang membawa payung berwarna hitam merupakan ikon Ibu Sumarsih. Pria berbadan tegap memakai rompi dan helm merupakan ikon polisi. Disampingnya ada payung hitam yang dipegang tangan, namun tak jelas siapa yang membawanya. Latar belakang berupa kendaraan, ada yang berhenti dan ada yang melintas, ini merupakan ikon jalan. Sebelah kiri atas ada mobil yang terlihat masih bagus, ada motor polisi yang berada di sampingnya, mobil ini merupakan ikon mobil pejabat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Indeks dalam Foto Seorang wanita berambut putih berpakaian hitam yang sedang membawa payung berwarna hitam adalah Ibu Sumarsih. Pria berbadan tegap memakai rompi dan helm adalah polisi. Walaupun dicegah polisi, namun Ibu Sumarsih tetap meronta. Latar belakang berupa kendaraan, ada yang berhenti dan ada yang melintas berarti kejadian ini di pinggir jalan raya. Dari foto ini terlihat Ibu Sumarsih seakan ingin mendekat ke mobil pejabat yang dikawal polisi, namun dicegah oleh polisi. Begitu juga dengan payung di belakang Ibu Sumarsih dan polisi adalah payung yang dibawa rekan satu aksi Ibu Sumarsih. Dilihat dari ekspresi Ibu Sumarsih, dia ingin mendekat ke mobil pejabat tersebut namun oleh polisi dicegah.
c. Simbol dalam Foto Ada dua payung dalam foto tersebut, berarti ada dua orang yang membawanya. Satu dari pembawa payung tersebut adalah Ibu Sumarsih. Ibu Sumarsih sedang menjalankan Aksi Kamisan, dengan baju hitam dan payung hitam yang menjadi ciri khas aksi tersebut. Ibu Sumarsih dan rekannya terlihat maju dan mencoba mengejar iring-iringan mobil yang dikawal polisi. Entah siapa yang ada di dalam mobil tersebut, yang jelas mereka adalah pejabat negara, karena sedan dan mobil mewah mendapat pengawalan khusus dari polisi berjalan beriringan. Polisi mencoba menahan Ibu Sumarsih dan rekannya untuk mendekat ke arah mobil pejabat tersebut. Makna foto ini menunjukkan ekspresi Ibu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumarsih dan rekannya yang berteriak memanggil pejabat yang berada di mobil tersebut. Secara tidak langsung, ada komunikasi non-verval dalam foto ini. Ibu Sumarsih yang berteriak, seraya ingin berbicara dengan pejabat tersebut. Ibu Sumarsih meminta keadilan atas Tragedi Semanggi 1 yang menewaskan Wawan, anaknya. Sementara itu, mobil pejabat tersebut seakan berlalu begitu saja tanpa mendengar teriakan keadilan dari Ibu Sumarsih. Kamis sore itu pun berakhir sama seperti Kamis-Kamis sebelumnya. Usaha Ibu Sumarsih tidak berhasil, selalu ada yang mencegah setiap aksinya. Sekeras apapun berteriak, namun pemerintah tetap menghindar, ini ditunjukkan dengan mobil pejabat yang menjauh dari Ibu Sumarsih. Ibu Sumarsih masih menunggu hati nurani pemerintah dan wakil rakyat negeri ini untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM dan memberikan keadilan kepadanya dan orang lain yang telah kehilangan anggota keluarga yang tidak bersalah.
d. Makna dalam Foto Foto ini menunjukkan Aksi Kamisan Ibu Sumarsih dan rekan-rekannya di depan Istana Negara. Fokus dari foto tersebut berada di sisi kanan frame foto yaitu pada Ibu Sumarsih yang ditahan oleh polisi. Aturan sepertiga digunakan dalam foto ini, bagian kanan adalah Ibu Sumarsih yang ditahan Polisi, bagian kanan adalah mobil pejabat yang sedang lewat dan dikawal oleh kendaraan polisi, sedangkan di bagian tengah berupa jalan yang kosong agar keseimbangan foto ini tetap terjaga. Pengaturan kecepatan dan diafragma menyesuaikan light meter sehingga cahaya yang ditangkap kamera tidak kurang maupun tidak lebih. Teknik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemotretan yang menggunakan bukaan diafragma kecil sehingga ruang tajam menjadi lebar dengan efek menjadikan gambar tampak kelihatan jelas pada seluruh bagian foto , namun Ibu Sumarsih yang ditahan oleh Polisi tetap sebagai point of interest. pada foto tersebut dapat dilihat dari bentuk batu-batuan besar yang secara acak tersebar pada Daerah Aliran Sungai dan hampir memenuhi frame foto. Hampir seluruhnya berukuran lebih besar dari seorang manusia dewasa. Hal ini memberikan efek penggambaran manusia tampak lebih kecil daripada alam sekitarnya. Arah cahaya menggunakan main light cahaya matahari. Sedangkan waktu pengambilan gambar dapat dilihat dari Aksi Kamisan itu yang dilaksanakan sore hari dengan posisi kamera secara horisontal. Tekstur bentuk yang menonjol dalam foto tersebut adalah komposisi batu-batuan yang secara acak tersebar dan memenuhi frame foto, komposisi tumbuhan serta objek manusia di dalamnya.
Keseimbangan (balancing) tersebut terlihat dari
penempatan komposisi Ibu Sumarsih yang ditahan gerakannya oleh Polisi sebagai point of interest didukung keseluruhan objek yaitu jalan raya dengan mobil pejabat yang paling menonjol dalam satu frame foto. Ini adalah salah satu foto yang mewakili aksi Kamisan Ibu Sumarsih. Tidak hanya berorasi dan diam di depan istana, Ibu Sumarsih menunjukkan reaksi tiap ada iringan mobil pejabat yang melewati Istana Negara. Ibu Sumarsih dan teman-teman seperjuangannya tidak peduli siapapun orang yang berada di dalam mobil tersebut, yang jelas mereka adalah orang penting dengan pengawalan ketat. Mobil mewah dan iringan polisi menjadi saksi pentingnya orang yang sedang dikawal tersebut. Ibu Sumarsih dan salah seorang rekannya mencoba maju, sambil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berteriak, namun ditahan oleh polisi lalu lintas yang menjaga. Pesan yang ingin disampaikan Ibu Sumarsih pun berlalu seiring melajunya mobil pejabat tersebut. Pesan keadilan, untuk Presiden dan pejabat tinggi lainnya agar segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM Trisakti dan Semanggi tentu sudah disampaikan untuk kesekian kali melalui berbagai aksi, forum dan lainnya. Aksi Kamisan merupakan salah satunya, tetapi aksi-aksi dan forum seakan hanya menjadi angin lalu bagi perkembangan kasus Trisakti dan Semanggi. Peserta aksi, yang merupakan keluarga korban Trisakti, kasus Semanggi, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia lainnya hingga kini masih berharap agar keadilan bisa didapat di negeri ini. Ibu Sumarsih, ibu kandung dari almarhum Wawan tetap bersemangat dalam kesedihan dan pengharapan yang mendalam meskipun pemerintahan silih berganti dan tetap belum ada hasil yang diraih untuk kasus ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sebuah gambaran tentang sebuah makna mengenai studi semiotik, pada dasarnya esai foto jurnalistik di Buku Kilas Balik 2009-2010 yang diterbitkan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, khususnya Antara Foto yang berjudul
representasi aktual mengenai belum terjaminnya keadilan Hak Asasi Manusia khususnya bagi salah satu pejuang HAM yang kehilangan putranya pada Tragedi Semanggi 1, Ibu Sumarsih. Interpretasi yang demikian memberi pemaknaan bahwa esai foto jurnalistik di Buku Kilas Balik 2009-2010 tersebut tidak ubahnya sebuah informasi visual yang menyajikan sebuah gambaran belum terjaminnya keadilan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi warga Indonesia. Esai fotojurnalistik yang ditujukan kepada pembacanya agar nantinya bisa menggugah emosi pembaca
untuk
memahami
bahwa
pentingnya
saling
menghargai
dan
menghormati Hak Asasi Manusia. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap esai foto jurnalistik di Buku Kilas Balik 2009karya Fanny Octavianus dapat disimpulkan bahwa esai foto jurnalistik tersebut menunjukkan makna-makna sebagai berikut: 1. Yesus Kristus dalam keyakinan umat Nasrani merupakan sang Juru Selamat. Ia menebus dosa umat manusia di atas. Bunda Maria sebagai ibu yang telah melahirkan Juru Selamat ini, sangat menyayangi anaknya. Ketika Yesus wafat dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diturunkan dari kayu salib, ia pun langsung berada di pangkuan Bunda Maria. Patung tersebut menjadi simbol utama dalam korpus 1, sebagai seorang Katolik, Sumarsih tentu memiliki ornamen yang sesuai keyakinannya. Foto ini memperlihatkan foto Wawan berada di belakang patung Yesus dan Bunda Maria. Hanya saja, fokus foto berada di depan, dan foto Wawan terlihat buram. Pengambilan foto ini sarat makna, antara lain kesamaan diantara kasih sayang kedua ibu kepada anak laki-lakinya. Sumarsih sebagai seorang ibu sangat menyayangi Wawan, anaknya yang wafat karena tragedi Semanggi. Meskipun telah mengikhlaskan Wawan, namun perjuangan Sumarsih belum berakhir untuk mendapatkan keadilan untuk anaknya. Jadilah foto Wawan terlihat buram, belum cerah seperti yang seharusnya ia dapatkan. 2. Perjuangan harus dilakukan dengan tekad dan semangat, karena ketika dua elemen tersebut hilang, maka perjuangan otomatis terhenti. Seperti yang terlihat pada korpus 2, Ibu Sumarsih seorang wanita paruh baya, masih sanggup menyemangati keluarga korban Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Aksi Kamisan yang sebagian besar usianya lebih muda darinya untuk tetap berjuang dan tetap yakin bahwa keadilan akan datang meski waktu terus berlalu. 3. Buku adalah sumber ilmu. Ilmu dapat tersampaikan salah satunya melalui media buku. Akan tetapi, ilmu tersebut juga perlu untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Pada korpus 3, Ibu Sumarsih sedang membuka lemari yang berisi buku. Lemari tersebut berukuran besar dan tersusun rapi buku-buku didalamnya. Namun apalah artinya buku-buku tersebut ketika yang Ibu Sumarsih butuhkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tentang hukum, HAM, dan keadilan. Hanya saja, penerapannya di negara ini masih dipertanyakan. Ibu Sumarsih hanyalah salah satu contoh manusia masih belum kehilangan asa demi anak yang dicintai. 4. Sifat kekeluargaan merupakan ciri kehidupan masyarakat Indonesia, dimana orang tua dan anak penting untuk melakukan kegiatan bersama. Antara lain, berlibur bersama, makan bersama, beribadah bersama, agar tercipta kebersamaan yang erat dan saling mencurahkan kasih sayang tiap anggota keluarga. Salah satunya yang terdapat pada korpus 4 ini adalah kegiatan makan bersama. Meski tidak diperlihatkan siapa saja yang berada di meja makan tersebut, tetapi terdapat tiga orang yang terlihat berada di meja makan. Namun ada satu kursi yang belum terisi, hanya disiapkan piring dan gelas berisi air. Kursi tersebut disiapkan untuk almarhum Wawan. Ibu Sumarsih sebagai seorang istri dan ibu tentu yang menyiapkan makanan dan segala peralatannya. Tak lupa, ia pun menyiapkan untuk Wawan, meski ia tahu bahwa anaknya tak akan pernah datang lagi untuk makan bersama, tetapi Wawan akan selalu hidup dalam hati ibu Sumarsih dan keluarga. 5. Ibu Sumarsih sudah banyak diliput oleh media tentang perjuangannya dalam Aksi Kamisan.
Ia
terlihat
begitu
antusias
ketika
ditanya
tentang
kisahnya
memperjuangkan keadilan bagi almarhum anaknya, Wawan. Terlihat pada korpus 5, ketika foto Ibu Sumarsih yang sedang diwawancara juga direkam menggunakan kamera video. Pada bagian yang jelas, Ibu Sumarsih sedang duduk dengan latar belakang rak berisi piagam, foto Wawan dan salib. Tangan ibu Sumarsih yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersedekap menunjukkan ketabahannya menghadapi situasi yang ia hadapi selama ini. 6. Matahari adalah lambang kehidupan, penerang isi bumi. Namun, pada korpus 6 ini, matahari terlihat terang, tetapi tidak menerangi dan justru menyilaukan. Foto yang memperlihatkan siluet aksi Kamisan ini menunjukkan bahwa Ibu Sumarsih dan rekan-rekannya berlindung dengan payung hitam untuk menghindari silaunya sinar matahari. Matahari sebagai pencerah dan simbol menyambut kehidupan baru tidak berlaku bagi para peserta Aksi Kamisan. Mereka belum menemukan kehidupan baru, kehidupan yang tenang dengan hadirnya keadilan bagi keluarga korban Aksi Kamisan. Foto ini menggambarkan sisi gelap para keluarga korban Aksi Kamisan termasuk Ibu Sumarsih, yang masih berjuang dan berharap dari hari ke hari hingga kini 13 tahun sudah berlalu. 7. Makam adalah simbol kematian. Sudah menjadi tradisi bagi orang Indonesia, untuk melakukan ziarah ke makam orang yang dicintai. Pada korpus 7 ini, Ibu Sumarsih selalu mengunjungi anaknya, Wawan di kediamaannya yang baru. Dengan membawa bunga, Ibu Sumarsih tertunduk, berdoa dan mengenang sang anak yang sangat disayanginya. Meski sudah wafat, namun Wawan tetap hidup dalam sanubari Ibu Sumarsih. Dan tentunya, makna ziarah selain untuk mendoakan, adalah untuk menyenangkan orang yang sudah wafat. Ibu Sumarsih berharap Wawan tetap bahagia ketika dikunjungi olehnya seiring perjuangannya yang belum usai. 8. Pejabat selalu identik dengan pemerintahan, mobil mewah dan pengawalan yang ketat. Itu berbanding dengan kepentingannya mengurus negara dan rakyat. Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
korpus 8, hal tersebut dianggap tidak berlaku bagi Ibu Sumarsih dan rekan peserta Aksi Kamisan. Entah siapapun pejabat yang lewat, Ibu Sumarsih dan rekan mencoba mengejarnya untuk menyampaikan pesan bahwa masih ada masalah pada masa lalu yang belum selesai. Tragedi Semanggi, Trisakti, dan tragedi yang menimbulkan korban HAM lainnya masih menjadi tanda tanya besar Ketika penyelesaiannya hingga kini tidak jelas, sementara korban yang sudah mati tak akan pernah hidup lagi. Ibu Sumarsih yang mencoba mengejar pun tak dapat menggapai iring-iringan pejabat tersebut, dan jadilah hari itu menjadi hari yang sama bagi aksi-aksi sebelumnya.
B. Saran Untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika, di mana metode ini hanyalah sebatas cara, teknik atau alat dalam menganalisa atau menginterprestasikan
foto.
Keterbatasan
metode tidak
memungkinkan peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai alasan yang melatarbelakangi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara dalam pemuatan foto-foto jurnalistiknya. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan metode analisis semiotika, semiotika memungkinkan seorang peneliti untuk melihat sebuah foto secara sekilas tetapi jelas. Hal tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan interprestasi terhadap gambar tersebut, akibat perbedaan cara pandang dengan orang lain.
commit to user