SADISME DALAM FOTOJURNALISTIK (Analisis Ikonografi Foto-Foto Kematian Moammar Khadafi Di Harian Waspada) RICHKA HAPRIYANI 080904029 ABSTRAK Foto-foto kematian Moammar Khadafi dimuat oleh Harian Waspada pada 22 – 26 Oktober 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur sadis pada foto tersebut. Ada 4 foto yang akan dianalisis, dengan cara melihat tanda-tanda/ ikon yang terdapat dalam foto, mengungkap cerita dibalik peristiwa kekerasan yang dialami Moammar Khadafi, sehingga makna dibalik foto tewasnya Moammar Khadafi dapat diketahui melalui analisis semiotika. Tipe penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis ikonografi dari Erwin Panofsky melalui tiga tahap, yaitu tahap preiconography, iconography, iconology. Hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa Moammar Khadafi mendapatkan perlakuan tidak manusiawi menjelang ajalnya. Foto-foto yang dimuat Harian Waspada dengan tampilan full color dan tanpa proses edit gambar, menampilkan kesadisan yang dialami Moammar Khadafi dimana hal tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 4. Namun, dengan menampilkan foto-foto tersebut, tentu saja ada tujuan untuk meningkatkan oplah penjualan Harian Waspada. Kata Kunci: Moammar Khadafi, Ikonografi, Sadisme, Kode Etik Jurnalistik, Harian Waspada PENDAHULUAN Latar Belakang Fotojurnalistik dari bahasa aslinya photojournalism adalah sajian visual yang mengantarkan sebuah peristiwa bernilai berita dari tempat berbeda kepada pembaca, sehingga seolah meyaksikannya (berada di tempat kejadian) (Wijaya, 2011: 6). Kode Etik Jurnalistik merupakan mahkota pekerjaan jurnalistik. Pendidikan dan pelatihan kode etik, merupakan pendidikan sikap dan karakter, menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan, terlatih berfikir dan bekerja keras atas dasar objektivitas, berkembang, dari sikap-sikap membenci dan menghakimi, menjadi berhati-hati (Manan, 2011: 26). Terdapat tujuh pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. Pasal yang melarang wartawan untuk membuat karya jurnalistik yang mengandung unsur sadis, terdapat dalam pasal 4 yaitu “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”. Isu internasional yang menguncang dunia, salah satunya mengenai peristiwa kematian Moammar Khadafi yang menerima perlakuan buruk menjelang akhir hayatnya.
1
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Bagaimanakah Pemaknaan Sadisme Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Ikonografi Foto-Foto Kematian Moammar Khadafi Di Harian Waspada)?” Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis foto kematian Moammar Khadafi yang mengandung unsur sadis di Harian Waspada beserta caption di setiap foto. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana surat kabar Harian Waspada menerapkan Kode Etik Jurnalistik. KAJIAN LITERATUR Kajian Teori Semiotika Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap yang menandai adanya api (Sobur, 2009: 16-17). Secara terminologis, semiotika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek, peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Sobur, 2006: 95). Ikonografi dalam Analisis Semiotika Erwin Panofsky sendiri dikenal sebagai salah seorang perintis kajian ikonografi dalam sejarah seni. Dalam salah satu bukunya, Panofsky mengatakan bahwa “ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang memiliki pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari suatu karya seni, sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan bentuk karya tersebut (sisi formalisnya)” (Panofsky, 1939: 3). Metode Panofsky pada intinya berupa “tiga strata yang menyangkut pokok atau makna” karya visual, praikonografi (pre-iconography), ikonografi (iconography) dan ikonologi (iconology) (Panofsky, 1939: 5). Surat Kabar Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guttenberg di Jerman sekitar tahun 1440. Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde lama serta orde baru (Ardianto, 2004: 101).
2
Fotografi Dan Fotojurnalistik Hal pokok yang penting dikuasai dalam bidang fotografi adalah kemampuan teknis dalam memotret dan kreativitas komposisi foto. Variasi komposisi berdasarkan jarak pemotretan yakni (Alwi, 2004: 45-46) : a. Long shot, menangkap seluruh wilayah dari tempat kejadian. b. Medium shot. Sebuah objek manusia ditampilkan dari lutut atau pinggang sampai dengan ke atas. c. Close up, yang difoto sebatas wajah, diambil dari jarak dekat. Komposisi ada juga yang berdasarkan dari sudut pengambilan gambar (Alwi, 2004: 46), antara lain : a. Bird Eye View atau High angle (pandangan tinggi) b. Frog Eye Level atau Low angle (pandangan rendah) c. Eye Level View atau Normal Angle (pandangan normal) Menurut Guru Besar Universitas Missouri, Amerika Serikat, Cliff Edom fotojurnalistik adalah paduan antara gambar dan kata. Dalam berita, foto mempunyai kedudukan untuk membuktikan atau fungsi dokumenter bagi teks (Alwi, 2004: 4). Keunggulan fotojurnalistik dibanding medium penyampai informasi lainnya adalah ia mampu mengatasi keterbatasan manusia pada huruf dan kata. Aspek penting yang harus ada dala fotojurnalistik adalah mengandung unsur-unsur fakta, informatif dan mampu bercerita. Meski begitu keindahan teknis dan sentuhan seni menjadi nilai tambah fotojurnalistik. Etika Fotojurnalistik Dan Sadisme Jurnalis foto memang berkewajiban merekam seluruh kejadian atau peristiwa, sekeji atau sesadis apapun itu. Tapi tak semua hasil foto itu layak dipublikasikan karena bisa menimbulkan efek traumatik, kengerian, bahkan konflik. Namun, fakta yang ditemukan, tak sedikit foto-foto yang melanggar etika dimuat pada surat kabar lokal, maupun nasional. Louis A. Day dalam bukunnya, Ethics In Media Communications: Cases and Controversies, mengharapkan setidaknya tiga hal mengenai etika, yaitu (Wijaya. 2011: 114) kredibilitas, integritas, dan kesopanan. Dalam menjalankan profesi sebagai jurnalis, kode etik merupakan acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya. Sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Istilah sadisme diambil dari nama seorang penulis filsafat, Donatien Alphonse François Marquis de Sade (1740-1814). Bukan hanya melakukan sadisme seksual, dia juga menuliskannya ke dalam novel yang menggambarkan praktik tersebut (dikenal dengan novel Justine) (Phillips, 2005: 1-2). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan (daring) edisi III tahun 2008 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sadis berarti tidak mengenal belas kasihan, kejam, buas, ganas, atau kasar. Bila mendapat akhiran –isme yang artinya „faham‟ maka istilah sadisme dapat didefinisikan sebagai kenikmatan atau 3
kepuasan yang diperoleh lewat upaya menyakiti, melecehkan, menghina dan menghancurkan pihak-pihak lain. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Peneliti melakukan penelitian ini dengan metode penelitan ikonografi. Erwin Panofsky menjelaskan proses menginterpretasi obyek seni dan gambar dapat melalui tiga tahapan, yaitu : a. Tahap Preiconography. Tahapan mengidentifikasi hal-hal yang lazim dan sudah dikenal, dengan mengindentifikasi unsur artistik objek gambar. b. Tahap Iconography. Tahapan mengidentifikasi makna konotasi (sebenarnya). Pada tahap ini, analisis dibantu pengetahuan literal. c. Tahap Interpretasi Iconology. Tahapan ini, makna intrinsik yang terdapat dalam sebuah objek diperoleh dengan mengungkapkan prinsip-prinsip dasar dari sebuah bangsa, kurun waktu, strata sosial, ajakan relijius atau filosofis tertentu. d. Objek Penelitian Objek penelitian adalah makna sadis yang terdapat dalam foto-foto kematian Moammar Khadafi, pada surat kabar Harian Waspada. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah foto di Harian Waspada, yang memuat berita mengenai kematian Moammar Khadafi tanggal 20-26 Oktober 2011. Teknik Pengumpulan Data a. Studi dokumenter, yaitu mengumpulkan dokumentasi foto di Harian Waspada mengenai kematian Moammar Khadafi tangal 20 – 26 Oktober 2011. b. Studi kepustakaan. c. Teknik Analisis Data Peneliti akan mengkaji semua ikon yang ada dalam foto-foto kematian Moammar Khadafi. Peneliti menganalisis menggunakan tiga lapisan makna yang diungkapkan Panofsky, yakni pre-iconography, iconography dan iconology. Pemaknaan kemudian dikaitkan dengan unsur sadis yang terdapat dalam foto.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Foto Hari Sabtu, 22 Oktober 2011
Foto Bagian 1 (Foto 1) 1. Tahap Preiconography Moammar Khadafi mengenakan kemeja panjang berwarna coklat. Bagian kiri wajahnya terdapat darah hingga ke pakaianannya. Tubuhnya bersandar di suatu benda dan kaki seseorang. Komposisi foto low angle dan medium shot. Moammar Khadafi bersandar dan mengarah ke seseorang yang ada di samping kanannya dan memegang tangan orang tersebut. 2. Tahap Iconography Posisi Moammar Khadafi yang menghadap ke kanan, menampakkan luka dan darah yang ada di area kiri wajahnya. Hal ini tentu saja membuat foto bagian 4, menunjukkan unsur sadis dengan jelas. Kompisisi medium shot, menunjukkan adanya hubungan antara Moammar Khadafi dengan si pengambil gambar yakni warga dan mantan presidennya. 3. Tahap Iconology Ketika ditangkap oleh tentara NTC, Moammar Khadafi hanya memakai kemeja dan celana panjang berwarna coklat, sama seperti warga biasa. Tak ada lagi jubah mewah dan sorban (hiasan kepala) yang selalu ada disetiap penampilannya. Teknik low angle, menunjukkan kekuasaan berada di tangan warga. dan medium shot menunjukkan ekspresi Moammar Khadafi yang tidak berdaya. Foto ini semakin menunjukkan ketidakberdayaan Moammar Khadafi. Luka parah yang ia alami juga terlihat jelas, bahkan ia mencoba membela diri dengan melakukan komunikasi pada warga disekitarnya. Tetapi, tanda penolakan terlihat dari orang disebelah kanan Moammar Khadafi dengan menunjukkan jari telunjuknya. Nampaknya tidak ada penghormatan sedikit pun terhadapnya. Terdapat pro kontra pada pemerintahan Moammar Khadafi yang akhirnya menyebabkan peperangan. Moammar Khadafi melakukan serangan dengan senjata yang canggih dan rakyatnya memeranginya menggunakan senapan serta bantuan NATO. Ada kecurigaan terhadap keterlibatan Amerika, dalam hal ini mengirim pasukan NATO untuk menggulingkan Moammar Khadafi. Seperti halnya yang terjadi di Irak dan Afganistan, serangan Amerika dan sekutunya hanya karena isi perut bumi Libya yang menyimpan minyak yang berlimpah.
5
Foto Hari Minggu, 23 Oktober 2011 (Foto 2) 1. Tahap Preiconography Foto ini menunjukkan Moammar Khadafi sudah dalam keadaan tak bernyawa di simpan dalam sebuah ruangan. Mayatnya ditutupi kain seperti selimut berwarna dasar gelap bermotif bunga dan diletakkan diatas kasur. Terlihat kondisi wajah Moammar Khadafi yang terluka dan bercak darah dikasur. Dalam ruangan tersebut Moammar Khadafi tidak sendirian, ada satu mayat lagi, yakni sang putra Mo‟tassim Khadafi. Ada seorang warga yang diminta keluar ruangan oleh seseorang berseragam. Komposisi foto long shot dan high angle. 2. Tahap Iconography Bentuk kesadisan yang dialami Moammar Khadafi pada foto ini terletak pada perlakuan tidak manusiawi pada jasad Moammar Khadafi. Jasad Moammar Khadafi tidak langsung dikuburkan melainkan disimpan di sebuah ruang pendingin, di pusat perbelanjaan. Wajahpun dibiarkan terlihat. Pengambilan gambar dengan teknik long shot dan high angle membuat detail-detail dan suasana di dalam foto terlihat jelas. 3. Tahap Iconology Dalam keadaan tak bernyawa, mayatnya juga mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi yang merupakan bagian dari rindakan sadis. Terbukti dengan, mayatnya diletakkan di lantai dengan kasur, tubuhnyapun hanya ditutupi kain yang bermotif bunga dari bagian leher hingga kakinya, sedangkan wajahnya tidak ditutup. Semestinya, orang yang sudah tiada tidak akan diperlihatkan wajahnya dan mayatnya segera dimandikan/ dibersihkan. Sementara itu, dengan teknik pengambilan gambar high angle, mengisyaratkan bahwa Moammar Khadafi kini sudah jatuh, tak berkuasa lagi. Gambar ini juga memperlihatkan keberadaan warga yang dengan bebas masuk ke ruangan tersebut dan mengabadikan mayat Moammar Khadafi dengan telepon genggam mereka. Foto ini seolah-olah ingin menunjukkan kepada dunia bagaimana akhir tragis sang diktator Libya itu. Sekaligus memberi pesan kepada para pemimpin dunia lainnya yang dianggap diktator oleh warganya, untuk berhati-hati. Foto Hari Senin, 24 Oktober 2011 (Foto 3) 1. Tahap Preiconography Foto ini menunjukkan mayat Moammar Khadafi yang masih disimpan di ruangan pendingin, dikelilingi oleh banyak orang. Beberapa diantara mereka, tengah mengambil gambar Moammar Khadafi dengan kamera telepon genggam. Mayat Moammar Khadafi tidak ditutupi oleh kain apapun, sehingga terlihat darah di sekitar tubuhnya, yakni
6
pada bagian perut. Dan wajahnya sudah terlihat berwarna kebiruan/ lebam. Komposisi foto medium shot dan high angle. 2. Tahap Iconography Sudah 3 hari Moammar Khadafi tewas, jasadnya belum dibersihkan. Darah pada perut dan wajahnya masih terlihat. Pada wajah Moammah Khadafi, terlihat kebiruan yang menandakan proses penggumpalan darah akibat pukulan atau hantaman benda keras. Teknik pengambilan gambar high angle memperlihatkan suasana dan kejadian pada foto serta teknik medium shot memperlihatkan detail-detail kondisi dan aktivitas objek foto. Unsur sadis yang terdapat dalam foto ke 5 ini yakni masih diperlihatkan darah pada bagian wajah dan perut Moammar Khadafi. Bentuk sadis lainnya yaitu, jasad Moammar Khadafi masih belum mendapatkan perlakuan yang baik. Warga berkumpul mengelilingi jasad mantan Presiden Libya itu, yang dibiarkan bertelanjang dada, sambil mengabadikannya dengan telepon genggam. 3. Tahap Iconology Tampilan gambar medium shot dan high angle, memperlihatkan bagaimana suasana jasad Moammar Khadafi yang dipertontonkan kepada banyak orang. Orang orang yang mengelilingi mayatnya dan beberapa diantaranya terlihat mengabadikan tubuh Moammar Khadafi seolah-olah ia adalah bahan pertunjukan dan menggambarkan bahwa warga Libya ingin meyakinkan diri mereka bahwa kekuasaan Moammar Khadafi sudah usai. Ada hal yang unik dalam foto ini, dimana sejumlah warga yang berada di dekat Moammar Khadafi tengah mengambil gambar dengan kamera telepon genggam. Namun, tidak tampak satupun diantara mereka yang tengah menengadahkan tangannya, untuk mendoakan Moammar Khadafi. Foto ini seolaholah mewakilkan ambisi Barat yang telah berhasil menumbangkan Moammar Khadafi. Foto Hari Rabu, 26 Oktober 2011 (Foto 4) 1. Tahap Preiconography Ada yang berbeda dari jasad Moammar Khadafi. Foto ini diambil dengan jarak pengambilan medium shot yang berpusat pada wajah dan tubuh Moammar Khadafi. Hal ini membuat terlihat jelas ada jahitan yang sangat banyak ditubuhnya, membentang dari lengan kirinya hingga ke bagian perut. Dan bila dibandingkan dengan foto pada tanggal 24 Oktober 2011, kali ini pada bagian dada hingga perut terlihat mengempis dan tulang rusuknya terlihat menonjol. Sudut pengambilan foto adalah high angle, dimana posisi kamera berada diatas mayat Khadafi. 2. Tahap Iconography
7
Unsur sadis yang terlihat pada foto ini adalah jahitan yang cukup panjang pada tubuh Moammar Khadafi. Meskipun luka pada wajah Moammar Khadafi juga terlihat, namun jahitan di tubuhnya menjadi point interest pada foto. 3. Tahap Iconology Kejanggalan pada foto ini terlihat dengan jelas. Ada tanda tanya besar mengapa terdapat jahitan yang cukup panjang mulai dari lengan hingga ke bagian perut Moammar Khadafi. Dari pemberitaan yang beredar, Moammar Khadafi tewas akibat luka tembak pada bagian kepala dan kakinya. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak perlu adanya tindakan medis/ operasi pada area dada dan perut Moammar Khadafi. Walaupun tidak ada informasi terkait jahitan tersebut, foto ini seolah-olah memberi pesan bahwa organ dalam tubuh Moammar Khadafi telah diambil dan digunakan untuk penelitian. Atau bisa saja seperti kejadian-kejadian pada jasad yang organ dalamnya dimakan atau diberikan pada hewan sebagai bentuk balas dendam. PEMBAHASAN Keempat foto yang dimuat Harian Waspada tersebut secara umum menunjukkan sadisme dengan sangat frontal. Foto yang berwarna (full colour) membuat darah terlihat sangat jelas. Tak bisa dipungkiri, foto-foto tersebut menimbulkan kengerian di kalangan pembaca. Belum lagi jika dilihat anak-anak. Darah adalah salah satu parameter sebuah foto dianggap mengandung unsur sadisme atau tidak. Bagi sebagian orang, melihat darah bisa membuat mereka merasa mual. Presiden adalah bagian dari identitas negara. Presiden bahkan menjadi salah satu tolak ukur dari sifat dan sikap suatu bangsa di mata dunia. Namun tidak berlaku pada Moammar Khadafi. Dari kejadian yang Moammar Khadafi, bisa dilihat bagaimana mudahnya negara barat memprovokasi jutaan warga Libya untuk menjatuhkan Moammar Khadafi. Politik adu domba yang sudah dikenal ratusan tahun lalu, masih menjadi senjata andalan untuk melakukan penjajahan. Harian Waspada dikenal sebagai surat kabar yang bernuansa Islam. Peneliti menduga alasan yang dilakukan Harian Waspada memberitakan tewasnya Moammar Khadafi selama sepekan yakni berkaitan dengan kesamaan warga Sumatera Utara yang didominasi agama Islam dengan seluruh warga negara Libya yang juga Islam. Kedua, dengan adanya pemberitaan baik lokal, nasional, maupun internasional sehingga memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan pola fikir masyarakat dalam menelaah informasi, sehingga membuka cakrawala berfikir dan agar tidak muncul kesimpangsiuran dalam pemberitaan. Dibalik upaya positif yang dilakukan Harian Waspada, ada satu hal yang disayangkan. Seharusnya dikaburkan bagian-bagian yang terdapat unsur sadisnya. Namun, Harian Waspada tidak melakukan edit dalam foto-foto yang dimuat. Menurut peneliti, Harian Waspada sudah melanggar kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 4 yang melarang menyiarkan infromasi yang bersifat sadis. Seorang jurnalis hendaknya melaksanakan profesinya harus dilandasi dengan moralitas yang kuat serta mematuhi aturan dan kaidah jurnalistik. Diawali dengan bagaimana fotografer mengarahkan angle menghindari menampilkan foto yang tidak 8
sesuai dengan KEJ. Lalu peran redaktur/ editor dalam penentuan foto mana yang akan dipublikasikan dan menjadi headline. Terlepas dari kepentingan ekonomi media, redaktur juga dituntut untuk mematuhi aturan – aturan jurnalistik dan mempertimbangkan efek yang ditimbul di masyarakat dari pemberitaan tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan 1. Peneliti menguraikan kandungan unsur sadis dibalik foto-foto tewasnya Moammar Khadafi pada Oktober 2011. Peneliti menggunakan pendekatan ikonografi oleh Erwin Panofski yang terbagi atas 3 tahap yakni, preiconography, iconography, dan iconology. 2. Di era persaingan surat kabar yang semakin ketat, apalagi dengan munculnya media online, membuat surat kabar menghalalkan berbagai cara untuk meningkatkan oplah, diantaranya memunculkan foto sadis dan pornografi. Efek dari tampilan foto seperti itu bisa menimbulkan traumatis bagi pembaca, bahkan akan menimbulkan suatu kelumrahan/ hal yang dianggap biasa. Maka dari itu, seorang fotografer dalam melaksanakan profesinya, dituntut untuk menampilkan foto yang memenuhi aturan dan kaidah jurnalistik dan berlandaskan pada nurani. 3. Dibandingkan dengan media lain di Sumatera Utara, tampilan foto pemberitaan tewasnya Moammar Khadafi di Harian Waspada tanpa proses edit, memperlihatkan secara frontal darah, luka, yang merupakan tolak ukur dari foto sadis. Hal tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 4. Saran Saran Akademik 1. Peneliti sangat berharap, pihak Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara mengadakan mata kuliah-mata kuliah yang mewakili kebutuhan masingmasing konsentrasi ilmu, seperti semiotika, framing, dan konstruksi sosial media massa. 2. Masyarakat hendaknya bisa memilih media yang menaati kaidah jurnalistik agar tidak terjebak pada isu-isu dan keberpihakan media. 3. Kepada media dan insan pers, hendaklah menampilkan pemberitaan yang menaati Kode Etik Jurnalistik sebagai upaya melaksanakan perannya dalam mencerdaskan bangsa. 4. Penelitian ini tentunya belum sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan. Peneliti berharap, kekurangan dalam penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk disempurnakan pada penelitian selanjutnya. DAFTAR REFERENSI Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Kumala Erdinaya. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Sembiosa Rekatam Media.
9
Audy Mirza. 2004. Foto Jurnalistik : Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa. Jakarta, PT. Bumi Aksara. Manan, Bagir. 2011. Menjaga Kemerdekaan Pers Di Pusara Hukum. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Panofsky, Erwin. 1939. Studies in Iconology. New York: Oxford University Press. Phillips, John. 2005. The Marquis de Sade.New York: Oxford University Press. Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wijaya, Taufan. 2011. Foto Jurnalistik. Klaten: Sahabat.
10