ANALISIS SEKTOR BASIS DAN POTENSI DAYA SAING PARIWISATA KABUPATEN TASIKMALAYA PASCA OTONOMI DAERAH
OLEH ELZA MUTIARA MAULIDA H14050503
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN ELZA MUTIARA MAULIDA. Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN). Kebijakan otonomi daerah sejak diberlakukan tahun 2001 berdasarkan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai dan melaksanakan pembangunannya. Semakin mandiri suatu daerah maka daerah tersebut semakin berhasil dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 salah satu kriteria umum yang ditetapkan sebagai tolak ukur keberhasilan adalah tingkat kemampuan keuangan pemerintah daerah khususnya dalam penggalian dan pengelolaan sumber-sumber PAD. Kabupaten Tasikmalaya sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Barat memiliki kemandirian fiskal terendah. Maka dari itu Kabupaten Tasikmalaya harus membuka peluang untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan dimiliki Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Pariwisata dapat dijadikan pemicu pembangunan pada berbagai sektor dan andalan dalam mengumpulkan sumber dana pembangunan daerah. Demikian juga dengan Kabupaten Tasikmalaya yang menyimpan potensi pariwisata yang cukup menjanjikan dengan keragaman daya tarik wisata baik wisata pantai maupun wisata pegunungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya, menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya serta menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha periode 2003-2007 atas dasar harga konstan tahun 2000. Selain itu juga data kepariwisataan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share, Porter’s Diamond yang diolah dengan program Microsoft Excel. Hasil penelitian dengan analisis LQ periode 2003-2007 menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor pariwisata yang terdiri dari subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi merupakan sektor basis selama tahun 2003-2004. Tetapi pada tahun 2005-2007 sektor ini menjadi sektor non basis. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share dalam komponen pertumbuhan wilayah, sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi mempunyai daya saing yang baik dibandingkan sektor di wilayah lain. Sektor pariwisata termasuk kedalam kelompok yang pertumbuhannya lamban dan kurang berdaya saing. Potensi dan kondisi yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya menggunakan pendekatan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi
yang kurang berdaya saing, faktor yang menjadi keunggulan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kondisi permintaan domestik, peranan pemerintah, persaingan, dan bisnis souvenir. Kelemahan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya adalah sumberdaya modal, infrastruktur, industri pendukung dan terkait, dan strategi pemasaran.
ANALISIS SEKTOR BASIS DAN POTENSI DAYA SAING PARIWISATA KABUPATEN TASIKMALAYA PASCA OTONOMI DAERAH
Oleh ELZA MUTIARA MAULIDA H14050503
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah
Nama Mahasiswa
: Elza Mutiara Maulida
NIM
: H14050503
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Fifi Diana Thamrin, M.Si. NIP. 19730424 200604 2 006
Mengetahui, Ketua Departemen,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Elza Mutiara Maulida H14050503
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Elza Mutiara Maulida, lahir di Kota Tasikmalaya pada tanggal 22 November 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Burhan dan Eulis Herlina. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Cilingga Tasikmalaya pada tahun 1993. Setelah menghabiskan waktu selama enam tahun, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2 Tasikmalaya sebelum akhirnya diterima di SMU Negeri 1 di kota yang sama. Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik dalam lingkup akademis maupun non akademis. Penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum, Bendahara Divisi Kewirausahaan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA), anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kepanitian. Penulis pernah menjabat sebagai Koordinator Konsumsi dalam kegiatan Hipotex-R, staf Konsumsi Politik Expose dan staf Humas Femily Day.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Judul skripsi ini adalah Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah. Penulis merasa bahwa pariwisata merupakan topik yang menarik karena industri pariwisata bagi ekonomi Indonesia merupakan salah satu penggerak utama kegiatan ekonomi dan bisnis serta memberikan sumbangan relatif besar terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu penelitian ini mengambil studi di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan salah satu daerah otonom yang berusaha untuk mengembangkan potensi pendapatan daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Pariwisata pada tahun 2003 merupakan sektor basis dan mempunyai potensi yang cukup menjanjikan. Melalui penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil yang baik sehingga dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat. Skripsi ini juga merupakan syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Fifi Diana Thamrin, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas segala perhatian, kebaikan dan bimbingannya selama ini kepada penulis. 2. Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku penguji utama. 3. Tony Irawan, M.App.Ec yang bertindak sebagai penguji Komisi Pendidikan 4. Kantor Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Tasikmalaya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Tasikmalaya.
5. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya atas informasi yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian. 6. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan doa, motivasi dan kasih sayang. 7. Teman-teman seperjuangan (Fitri, Rina dan Yogi) dan rekan-rekan di Ilmu Ekonomi 42. 8. Peserta seminar yang sudah meluangkan waktunya untuk datang dan memberi masukan untuk hasil penelitian yang lebih baik. 9. Teman-teman Wisma Nadiya: Fitri, Hilda, Ummah dan Reny.
Bogor, Agustus 2009
Elza Mutiara Maulida H14050503
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
v
I.
Pendahuluan.............................................................................................
1
1.1. Latar Belakang....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah............................................................................
6
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................
9
II. Tinjauan Pustaka.....................................................................................
10
2.1. Definisi Kepariwisataan......................................................................
10
2.2. Definisi Pertumbuhan Ekonomi..........................................................
11
2.3. Definisi Otonomi Daerah....................................................................
12
2.3.1. Sumber-sumber Penerimaan Daerah.........................................
14
2.3.2. Pendapatan Asli Daerah............................................................
16
2.4. Sektor Basis........................................................................................
16
2.5. Analisis Shift Share.............................................................................
20
2.6. Daya Saing Porter’s Diamond............................................................
21
2.7. Penelitian-penelitian Terdahulu..........................................................
23
2.8. Kerangka Pemikiran............................................................................
25
III. Metode Penelitian.....................................................................................
28
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................
28
3.2. Jenis dan Sumber Data........................................................................
28
3.3. Metode Analisis..................................................................................
28
3.3.1. Metode Location Quotient (LQ)................................................
28
3.3.2. Metode Shift Share (SS)............................................................
29
3.3.3. Analisis Porter’s Diamond........................................................
33
IV. Hasil Dan Pembahasan............................................................................
34
ii
4.1. Sektor Basis Kabupaten Tasikmalaya.................................................
34
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Tasikmalaya..................
36
4.2.1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya.....
36
4.2.2. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya....................................
39
4.3. Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya....................................................
42
4.3.1. Kondisi Faktor...........................................................................
43
4.3.2. Kondisi Permintaan...................................................................
49
4.3.3. Industri Pendukung dan Industri Terkait..................................
50
4.3.4. Strategi Perusahaan dan Pesaing..............................................
51
4.3.5. Peran Pemerintah.......................................................................
53
4.3.6. Peran Kesempatan.....................................................................
54
V. Kesimpulan Dan Saran............................................................................
57
5.1. Kesimpulan.........................................................................................
57
5.2. Saran....................................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
59
LAMPIRAN..................................................................................................... .
61
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007..............................................................................
3
2.
PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 dan 2005..............................
4
3.
Kinerja Ekonomi Pariwisata Berdasarkan Indikator Ekonomi Tahun 2003-2007..................................................................................................
6
4.
Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2008.......................................................................................
7
5.
Nilai LQ Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007................................
35
6.
Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya PR, PP dan PPW Tahun 2003-2007.....................................
36
7.
Pergeseran Bersih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007..................
40
8.
Anggaran Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007.............
46
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Porter’s Diamond Model........................................................................
23
2.
Kerangka Pemikiran................................................................................
27
3.
Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya.............................................................................................
42
4.
Analisis Porter’s Diamond......................................................................
56
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah).........................................................
62
2
PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah).........................................................
65
3
Analisis Shift Share Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat.................................................................................
67
4
Perencanaan Strategi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005..........
68
5
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2006-2011...............................................................
70
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang. Berdasarkan undang-undang tersebut sistem pemerintahan sentralistik
beralih
menjadi
desentralisasi,
yaitu
yang semula
penyerahan
wewenang
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah bebas mengatur masalah keuangan maupun pengambilan keputusan lainnya selama tidak bertentangan dengan undangundang. Kebijakan otonomi daerah sejak diberlakukan tahun 2001 bertujuan untuk mewujudkan
kemandirian
daerah
dalam
membiayai
dan
melaksanakan
pembangunannya. Semakin mandiri suatu daerah maka daerah tersebut semakin berhasil dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Pemerintah daerah harus memikirkan cara agar pembangunan di daerahnya dapat berlangsung dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. Pemerintah daerah harus mampu mengorganisasikan infrastruktur pemerintahannya sejalan dengan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat. Hal ini disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut kewenangan
2
pemerintah daerah mencakup kewenangan dalam hal pemerintahan. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional di wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan. Pembangunan dapat terlaksana
jika
pendapatan
daerah
yang
digunakan
untuk
membiayai
pembangunan tersedia dengan memadai. Salah satu sumber pembiayaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah komponen pajak dan retribusi daerah. Dimana pajak dan retribusi daerah ini merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi yang paling banyak bagi penerimaan di sebagian besar daerah otonom. Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang ikut serta melaksanakan kebijakan otonomi daerah, sehingga Kabupaten Tasikmalaya diharapkan mempunyai kemandirian dalam hal menentukan penerimaan keuangan maupun pengeluaran untuk kemajuan pembangunan daerahnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu disebutkan bahwa Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah dengan tingkat kemandirian fiskal terendah di Provinsi Jawa Barat. Rata-rata tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Tasikmalaya selama tahun 2002-2006 adalah 3,04 persen yang diperoleh dari persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Dapat diartikan bahwa kemampuan PAD Kabupaten Tasikmalaya dalam membiayai pembangunannya sendiri hanya sebesar 3,04 persen. Berdasarkan kualifikasi Tim Fisipol UGM dan Balitbang Depdagri dalam Triastuti (2005) kemandirian fiskal Kabupaten Tasikmalaya termasuk dalam kategori sangat kurang.
3
Pambudi (2008) Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah tertinggal yaitu berada di kuadran III dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan PDRB perkapita dibawah angka provinsi (Tabel 1). Dengan melihat kondisi tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya harus membuka peluang untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan persaingan yang positif antar daerah. Peningkatan PAD melalui pemberlakuan berbagai jenis pajak dan retribusi daerah yang banyak dilakukan oleh daerah otonom pada akhirnya akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Sehingga harus ada peningkatan penerimaan daerah selain dari peningkatan pajak dan retribusi daerah. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat 2003-2007. TAHUN (1) 2003 2004 2005 2006 2007
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat (2) (3) 3,23 4,92 3,44 5,99 3,83 5,60 4,01 6,02 4,33 6,41
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007.
Berdasarkan Tabel 2 yang memperlihatkan PDRB Kabupaten Tasikmalaya tahun 2004 dan 2005 dapat kita ketahui bahwa output terbesar Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar Rp. 1,61 trilyun atau sebesar 36,24 persen pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 1,67 trilyun atau sebesar 38,61 persen. Hal ini dikarenakan Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah agraris.
4
Sektor kedua terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran kontribusinya sebesar 23,17 persen atau sebesar Rp. 1,03 trilyun pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 kontribusinya meningkat menjadi 24,42 persen tetapi pendapatannya berkurang menjadi Rp. 1,01 trilyun. Tabel 2. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 dan 2005 Tahun Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Angkutan/Komunikasi Bank/Keuangan/Perum Jasa Total
2004 Juta(Rp) 1.605.384 7.162 306.069 306.069 188.269 1.026.301 156.181 140.728 693.368 4.430.131
% 36,24 0,16 6,92 6,92 4,25 23,17
2005 Juta(Rp) 1.669.783 7.315 318.616 44.045 195.316 1.005.985
% 38,61 0,17 7,37 1,02 4,52 24,42
3,53 3,18 15,65 100
163.997 144.765 724.503 4.324.326
3,79 3,35 16,75 100
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya Dalam Angka, Tahun 2007.
Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya adalah potensi pariwisata. Sektor pariwisata di lingkup kecil (daerah) ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendorong perekonomian dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kabupaten Tasikmalaya menyimpan potensi pariwisata yang cukup menjanjikan dengan keragaman daya tarik wisata yang dimiliki. Menurut Wahab (1992) pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selain itu banyak sekali makna yang dapat kita ambil dalam pengembangan sektor pariwisata salah satunya adalah menggalang persatuan
5
bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat istiadat dan cita rasa yang beraneka ragam pula. Dalam Pendit (2006), Jawa Barat adalah daerah tujuan wisata prioritas ketiga dimana Tasikmalaya merupakan salah satu daerah tujuan wisatanya. Karakteristik potensi wisata di Kabupaten ini terdiri dari wisata pegunungan, wisata pantai, wisata petualangan, dan wisata budaya atau religi. Lokasi potensial yang memiliki daya tarik wisata adalah Kecamatan Salawu, Kecamatan Bantarkalong, dan Kecamatan Cikalong serta Cipatujah. Pariwisata dalam perekonomian Indonesia terukur dalam indikator ekonomi walaupun unsur-unsur yang dihitung sebagai kegiatan ekonomi pariwisata masih terbatas pada kegiatan hotel, restoran, rekreasi dan hiburan1. Berdasarkan hal tersebut statistik indikator ekonomi menunjukkan PDRB Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2003 sebesar Rp. 0,23 trilyun, meningkat pada tahun 2004 menjadi Rp. 0,24 trilyun. Akan tetapi tahun 2005 PDRB Pariwisata mengalami penurunan, menjadi Rp. 0,08 trilyun. Tahun 20062007 kembali meningkat tetapi tidak sebesar tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi pariwisata pada tahun 2004 adalah 3,34 persen dan mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2005 yaitu sebesar -64,43 persen. Kontribusi PDRB Pariwisata terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya adalah 5,75 persen pada tahun 2004. Secara keseluruhan informasi yang didapatkan adalah PDRB, pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya mengalami penurunan
www.traveltourismindonesia.wordpress.com. Ekonomi Pariwisata, Sektor atau Subsektor?. [13 Juni 2009].
6
pada tahun 2005 setelah terjadi bencana tsunami di sepanjang Pantai Cipatujah yang memporakporandakan objek wisata tersebut (Tabel 3). Tabel 3. Kinerja Ekonomi Pariwisata Berdasarkan Indikator Ekonomi Tahun 2003-2007 No .
Uraian
2003
2004
2005
2006
2007
2
3
4
5
6
7
1 1
ADHK (juta Rp) PDRB Kabupaten Tasikmalaya PDRB Pariwisata Hotel Restoran Rekreasi dan Hiburan
2
4.023.452,52
4.164.964,19
4.337.406,06
4.511.372,24
4.706.635,77
231.651,12
239.384,41
85.155,39
88907,99
92.032,60
647,13
682,98
105,67
105,87
106,89
229.667,48
237.223,68
83.540,70
87.285,88
90.324,55
1.336,51
1.477,75
1.509,02
1.516,24
1.601,16
Pertumbuhan Ekonomi (%) PDRB Kabupaten Tasikmalaya
3,52
4,14
4,01
4,33
PDRB Pariwisata
3,34
-64,43
4,41
3,51
Hotel
5,54
-84,53
0,19
0,96
Restoran
3,29
-64,78
4,48
3,48
10,57
2,12
0,48
5,60
Rekreasi dan Hiburan 3
Kontribusi PDRB Pariwisata terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya (%) PDRB Pariwisata
5,758
5,748
1,963
1,971
1,955
Hotel
0,016
0,016
0,002
0,002
0,002
Restoran
5,708
5,696
1,926
1,935
1,919
Rekreasi dan Hiburan
0,033
0,035
0,035
0,034
0,034
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah).
1.2.
Perumusan Masalah Kabupaten Tasikmalaya dalam peta kepariwisataan Jawa Barat masih
merupakan kota transit yang terletak pada jalur lintasan wisata BandungYogyakarta atau Bandung-Pangandaran, sekitar 115 km dari Ibu Kota Provinsi Jawa Barat dan sekitar 310 km dari Ibu Kota Negara tetapi mempunyai sejumlah objek dan daya tarik wisata yang potensial. Banyak pilihan tempat wisata yang ada di Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari wisata budaya, wisata tirta atau bahari
7
dan wisata petualangan merupakan potensi yang sangat besar untuk dapat menarik banyak wisatawan yang datang ke Kabupaten Tasikmalaya. Tabel 4 menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Tasikmalaya yang meningkat setiap tahunnya tetapi jumlah wisatawan yang datang masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan daerah tujuan wisata Kota Bogor. Wisatawan yang datang ke Kota Bogor pada tahun 2001 menunjukkan angka yang besar yaitu 1.647.884 jiwa yang terdiri dari 52.070 jiwa wisatawan mancanegara dan 1.595.814 jiwa wisatawan nusantara. Sementara itu jumlah wisatawan yang datang ke Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001 adalah 424.123 jiwa yang terdiri dari 1.685 jiwa wisatawan mancanegara dan 424.438 jiwa wisatawan nusantara. Jumlah kunjungan wisatawan Kabupaten Tasikmalaya meningkat pada tahun 2008 menjadi 695.936 jiwa yang terdiri dari 4.887 jiwa wisatawan mancanegara dan 761.633 jiwa wisatawan mancanegara. Tabel 4. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2008 (jiwa) No.
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Kunjungan Wisman Wisnus 1.685 422.438 3.280 485.553 3.413 509.920 4.414 546.639 6.303 618.246 4.606 646.162 4.887 691.049 4.886 761.633
Total 424.123 485.553 513.333 551.053 624.549 650.768 695.936 766.519
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, 2008.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah:
8
1.
Sektor apa saja yang menjadi sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya?
2.
Bagaimana
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
Kabupaten
Tasikmalaya? 3.
Bagaimana potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Mengidentifikasi sektor-sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya.
2.
Menganalisis
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
Kabupaten
Tasikmalaya. 3.
Menganalisis potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.
1.4.
Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan di atas, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Bagi pemerintah diharapkan bahwa penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi daerah.
2.
Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sektor pariwisata dan pembangunan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya.
9
3.
Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan otonomi daerah dan kepariwisataan.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian yang berjudul Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya
Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah, difokuskan pada kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya saja. Pembahasan melingkupi kegiatan hotel, restoran, hiburan dan rekreasi yang merupakan sub sektor pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share serta analisis daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dengan pendekatan Porter’s Diamond. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak dari Dinas Pariwisata. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pendapatan Kabupaten Tasikmalaya dan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya.
10
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kepariwisataan Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
9
Tahun
1990
tentang
Kepariwisataan yang terdiri atas sembilan bab dan empat puluh pasal yang mengandung ketentuan meliputi delapan hal, yaitu: a.
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata;
b.
Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata;
c.
Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut;
d.
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata;
e.
Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut;
f.
Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata;
g.
Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
11
h.
Menteri pariwisata adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan. Berdasarkan Organisasi Pariwisata Dunia, pariwisata atau turisme adalah
suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Istilah wisatawan pada prinsipnya haruslah diartikan sebagai orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam dan maksimal 3 bulan di dalam suatu negara yang bukan merupakan negara dimana biasanya ia tinggal, mereka ini meliputi: (1)
Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenangsenang, untuk keperluan pribadi, kesehatan, dan sebagainya,
(2)
Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk maksud menghadiri pertemuan , konferensi, musyawarah, atau di dalam hubungan sebagai utusan berbagai badan/organisasi (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, olahraga, keagamaan) dan sebagainya,
(3)
Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis,
(4)
Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta keluarganya yang diposkan di suatu negara lain hendaknya jangan dimasukkan dalam kategori ini, tetapi apabila mereka mengadakan perjalanan ke negeri lain, maka hal ini dapat digolongkan sebagai wisatawan.
2.2.
Definisi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya.
Kenaikan
kapasitas
itu
sendiri
ditentukan
atau
12
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2004). Menurut
Tarigan
(2005),
pertumbuhan
ekonomi
wilayah
adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. 2.3.
Definisi Otonomi Daerah Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan mayarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan. Daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan hidup. Penyelenggaraan tugas Pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari beban APBD. Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
13
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundangundangan. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Otonomi daerah memiliki tiga asas pada prinsip pelaksanaannya, yaitu : 1.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI.
2.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan atau perangkat pusat di daerah.
3.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana serta sumberdaya manusia
dengan
kewajiban
melaporkan
pelaksanaannya
dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Desentralisasi memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi pemerintah pusat, dan untuk mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah.
14
2.3.1.
Sumber-Sumber Penerimaan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa
penyelenggaraan tugas dan pemerintahan daerah dibiayai dari beban APBD. Adapun yang menjadi sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut: 1.
Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain yang sah.
2.
Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus.
3.
Pinjaman Daerah, yaitu pelengkap dari sumber-sumber penerimaan daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.
15
4.
Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain, bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.
5.
Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pasal 10 UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa dana perimbangan terdiri atas sebagai berikut: 1.
Dana Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) perorangan, dan penerimaan dari sumberdaya alam.
2.
Dana Alokasi Umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula.
3.
Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (bottom-up). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga menyatakan bahwa
16
pinjaman adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang dicatat dan dikelola dalam APBD. Pinjaman daerah dapat bersumber dari dalam dan luar negeri. 2.3.2.
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah
yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi : 1.
Pajak daerah;
2.
Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah;
3.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga;
4.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
2.4.
Sektor Basis Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu wilayah terbagi
kedalam dua sektor utama, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempattempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Ekspor sektor basis
17
dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata, peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang dan jasa juga tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977). Priyarsono, et al. (2007) sektor basis atau non basis tidak bersifat statis tapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahunnya. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: 1.
Perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi;
2.
Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah;
3.
Perkembangan teknologi;
4.
Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Di satu sisi penyebab kemunduran sektor basis adalah:
1.
Adanya penurunan permintaan di luar daerah;
2.
Kehabisan cadangan sumber daya. Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dapat digunakan metode
pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung, penentuan sektor basis dan non basis dilakukan melalui survei langsung di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung,
18
penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan menggunakan data PDB/PDRB dan tenaga kerja per sektor. 1.
Metode Pengukuran Langsung Pada metode pengukuran langsung survei dilakukan terhadap 9 sektor
utama yang terdapat di daerah tersebut. Jika sektor yang di survei berorientasi ekspor maka sektor tersebut dikelompokkan ke dalam sektor basis dan sebaliknya jika sektor tersebut hanya memiliki pasar pada skala lokal maka sektor tersebut dikategorikan ke dalam sektor non basis. Metode ini mudah untuk dilakukan, namun memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a.
Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak sedikit, terutama jika daerah yang disurvei cukup luas.
b.
Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei langsung di suatu daerah.
c.
Membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu tenaga kerja yang melakukan survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan non basis.
2.
Metode Pengukuran Tidak Langsung Secara umum tedapat 3 metode yang digunakan untuk menentukan sektor
basis dan sektor non basis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak langsung, yaitu: a.
Metode Asumsi Berdasarkan pendekatan ini sektor primer dan sekunder diasumsikan
sebagai sektor basis sedangkan sektor tersier dianggap sebagai sektor non basis.
19
Sektor primer meliputi sektor pertanian dan sektor pertambangan/galian. Sektor sekunder meliputi sektor-sektor yang termasuk dalam klasifikasi sektor industri pengolahan. Adapun sektor tersier meliputi sektor jasa-jasa (listrik, gas dan air minum, transportasi, keuangan dan sektor jasa-jasa lainnya). Metode ini cukup baik diterapkan pada daerah yang luasnya relatif kecil dan tertutup serta jumlah sektornya sedikit. b.
Metode Location Quotient (LQ) Pada metode ini penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan
cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah atasnya. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan mudah diterapkan. c.
Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum (MPKM) Pada dasarnya metode ini mirip dengan metode LQ, hanya saja jika LQ
mengacu pada perbandingan relatif pangsa pendapatan/tenaga kerja antara daerah bawah dengan daerah atas maka dalam MPKM daerah yang diteliti dibandingkan dengan daerah yang memiliki ukuran yang relatif sama dan ditetapkan sebagai daerah yang memiliki kebutuhan minimum tenaga kerja di sektor tertentu. Pada awalnya daerah-daerah yang berukuran relatif sama dengan daerah yang diteliti
20
tersebut dipilih terlebih dahulu. Untuk setiap daerah, kemudian dihitung persentase angkatan kerja yang dipekerjakan pada setiap sektor. Kemudian angkaangka persentase tersebut diperbandingkan antar satu daerah dengan daerah lainnya. Persentase angkatan kerja terkecil (yang paling minimum) dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi sektor tertentu dan sekaligus sebagai batas untuk menentukan sektor basis dan non basis. 2.5.
Analisis Shift Share Budiharsono (2001) analisis Shift Share adalah salah satu alat analisis yang
digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu selama dua periode waktu. Terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share, yaitu Komponen Pertumbuhan Nasional (PN), Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Komponen Pertumbuhan Nasional yaitu perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian sektoral dan wilayah. Komponen Pertumbuhan Proporsional yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan bakar mentah, kebijakan industri dan struktur serta keragaman pasar. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah terhadap wilayah lain.
21
Terdapat enam langkah utama dalam analisis Shift Share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional.
2.
Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja.
3.
Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Pada tahap ini tentukan sektor apa saja yang menjadi fokus utama, misalnya sektor pertanian.
4.
Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi. Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Produksi/Kesempatan kerja).
5.
Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah.
2.6.
Daya Saing Porter’s Diamond Daya saing usaha dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu
perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi (Porter, 1998). Dalam ilmu ekonomi, daya saing merupakan konsep yang bersifat relatif (Relatif Concept). Dalam pemahaman tersebut, konsep daya saing identik dengan konsep efisiensi. Dengan menggunakan kriteria atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya saing. Adapun elemen dari Diamond Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
22
Kondisi faktor dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu industri seperti sumberdaya manusia (human resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastucture), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure) serta sumberdaya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. Kondisi permintaan merupakan sifat asal untuk barang dan jasa. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal (sophisticated and demanding local customer). Namun dengan adanya perdagangan internasional, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri. Adanya industri pemasok dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.
23
Peran Pemerintah
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
Kondisi Permintaan
Kondisi Faktor
Industri Pendukung Dan Industri Terkait
Peran Kesempatan
Sumber: Porter, 1998.
Gambar 1. Porter’s Diamond Model Strategi perusahaan dan pesaing dalam Diamond Model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mancari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi. 2.7.
Penelitian-Penelitian Terdahulu Rahayu (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Bogor” menggunakan alat analisis Input-Output. Tabel I-O Kota Bogor tahun 2000 menyatakan bahwa sektor pariwisata memiliki peranan yang cukup penting terhadap pembentukan Nilai Tambah Bruto, penyerapan tenaga kerja serta struktur permintaan antara dan permintaan akhir. Subsektor pariwisata yang memiliki kontribusi paling besar
24
dalam pembentukan permintaan antara adalah sektor restoran yaitu sebesar Rp. 44,9 milyar atau 2,72 persen dan sektor restoran ini memiliki kontribusi yaitu sebesar Rp. 253 milyar atau sebesar 7,72 persen terhadap total permintaan akhir. Kecilnya kontribusi sektor pariwisata terhadap permintaan antara menunjukkan sebagian besar output sektor tersebut tidak digunakan oleh sektor lain untuk proses produksi. Yulianti (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya Saing dan Preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor” melalui analisis deskriptif dengan pendekatan Porter’s Diamond menunjukkan bahwa anggaran untuk kepariwisataan kota Bogor masih kurang, sarana dan prasarana kota masih kurang lengkap, dan transportasi Kota Bogor masih memerlukan penataan lebih lanjut. Menurut analisis dengan metode Probit, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi wisatawan berwisata ke Kota Bogor yaitu intensitas berwisata, pendidikan, kenyamanan Kota Bogor, dan biaya yang dikeluarkan ketika berwisata. Dari hasil analisis Porter’s Diamond dan metode Probit, maka dapat dirumuskan suatu strategi yaitu peningkatan kenyamanan Kota Bogor dengan meningkatkan anggaran dari pemerintah untuk kepariwisataan Kota Bogor. Anggaran ini dialokasikan untuk melengkapi sarana dan prasarana Kota Bogor. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah analisis yang digunakan dan tempat penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient, analisis Shift Share dan analisis Porter’s Diamond
untuk
menganalisis
potensi
dan
kondisi
faktor-faktor
yang
25
mempengaruhi daya saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Tempat penelitian dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Barat. 2.8.
Kerangka Pemikiran Disahkannya Undang-Undang Nomor 32 dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999 melengkapi pelaksanaan otonomi daerah di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya penyerahan kewenangan atau kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diharapkan pelaksanaan pelayanan publik lebih efisien karena pemerintah daerah lebih dekat dan mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Otonomi Daerah juga mengharuskan pemerintah daerah lebih mandiri dalam hal pembiayaan pemerintahannya. Daerah otonom berwenang untuk meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh daerahnya untuk meningkatkan penerimaan daerah khususnya komponen PAD. Salah satu komponen PAD yang memberikan kontribusi terbesar pada sebagian besar daerah otonom yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Komponen pajak dan retribusi daerah tidak selamanya dapat diandalkan karena bisa mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Kabupaten Tasikmalaya yang juga melaksanakan otonomi daerah berupaya menggali potensi-potensi yang dimiliki untuk meningkatkan PAD nya. Salah satu potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya dan cukup menjanjikan adalah sektor pariwisata dengan keanekaragaman objek wisata yang
26
dimiliki. Untuk itu perlu penelitian terhadap sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya khususnya sektor pariwisata. Penelitian ini menganalisis sektor basis di Kabupaten Tasikmalaya menggunakan analisis Location Quotient. Tujuan yang kedua adalah menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dengan analisis Shift Share. Sedangkan tujuan yang ketiga dalah analisis potensi dan kondisi penentu daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya menggunakan analisis Porter’s Diamond. Diharapkan akhir dari penelitian ini diperoleh hasil yang baik. Sehingga kita bisa mendapatkan informasi untuk menyusun strategi pengembangan sektor pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
27
Otonomi Daerah
UU No.32, UU No.33 Thn 2004
I. PAD
Pariwisata
Analisis LQ
Sektor Basis Kabupaten Tasikmalaya
Analisis Shift Share
Analisis Porter’s Diamond
Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian
Hasil analisis sektor basis dan potensi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan : ............... = Ruang Lingkup Penelitian
Potensi dan Kondisi Penentu Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya
28
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2009. Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Tasikmalaya adalah daerah yang memiliki kemandirian fiskal terendah di Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah tertinggal dengan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita dibawah angka provinsi. 3.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder dengan jenis data time series. Data diambil selama periode 2003-2007. Data yang dikumpulkan berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat, nilai penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan jumlah kunjungan wisatawan. Data-data tesebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.3.
Metode Analisis
3.3.1. Metode Location Quotient (LQ) Analisis ini digunakan untuk menentukan apakah sektor-sektor ekonomi termasuk kegiatan basis atau non basis. Pada metode ini penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan
29
di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan total semua sektor di daerah atasnya. Daerah bawah dalam penelitian ini adalah Kabupaten Tasikmalaya dan daerah atas adalah Provinsi Jawa Barat. Secara matematis nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: LQ =
(1)
dimana: Sib Sb Sia Sa
= pendapatan sektor i pada daerah bawah, = pendapatan total semua sektor daerah bawah, = pendapatan sektor i pada daerah atas, = pendapatan total semua sektor di daerah atas.
Kisaran nilai LQ : LQ > 1, artinya sektor i dikategorikan sebagai sektor basis yang mampu mengekspor hasil produksinya ke daerah lain. LQ < 1, artinya sektor i dikategorikan sebagai sektor non basis yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain. Terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ yaitu : 1.
Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya.
2.
Baik daerah atas maupun daerah bawah yang mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yaang sama besarnya.
3.3.2. Analisis Shift Share Berdasarkan Budiharsono dalam Priyarsono, et al. (2006) analisis ini digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama dua periode waktu. Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional.
30
Terdapat enam langkah utama dalam analisis Shift Share. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Wilayah analisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional.
2.
Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator yang umum digunakan adalah pendapatan dan kesempatan kerja. Pendapatan di suatu wilayah dicerminkan oleh nilai PDRB (tingkat kabupaten, kota dan provinsi) dan PDB (tingkat nasional).
3.
Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Pada tahap ini tentukan sektor apa saja yang menjadi fokus utama, misalnya sektor pertanian.
4.
Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi. Misalkan, dalam suatu negara terdapat m wilayah (j = 1,2,3...m) dan n sektor ekonomi (i = 1,2,3...n). a. Produksi (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis. (2) dimana: Yi = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. b. Produksi (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis. (3)
31
dimana: Y’i = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis, Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. 1) Produksi (nasional) pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berikut. (a) Produksi (nasional) pada tahun dasar analisis. (4) dimana: Y.. = produksi (nasional) pada tahun dasar analisis, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. (b) Produksi (nasional) pada tahun akhir analisis. (5) dimana: Y’.. = produksi (nasional) pada tahun akhir analisis, Y’ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. 2) Perubahan produksi sektor i pada wilayah j dapat dirumuskan sebagai berikut. Yij = Y’ij – Yij
(6)
dimana: Yij = perubahan produksi sektor i pada wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis, Y’ ij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. 3) Persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut.
32
*100 5.
(7)
Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Produksi) a. ri
ri
(8)
dimana: ri = rasio produksi sektor i pada wilayah j, Yij = produksi sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis, Y’ ij = produksi sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. b. Ri (9) dimana: Ri = rasio produksi (nasional) dari sektor i, Y’ i = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis, Yi = produksi (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis. c. Ra (10) dimana: Ra = rasio produksi (nasional), Y’ .. = produksi (nasional) pada tahun akhir analisis, Y.. = produksi (nasional) pada tahun dasar analisis. 6.
Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a.
Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PNij = (Ra)Yij
(11)
33
dimana: PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. c. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PPij = (Ri- Ra)Yij
(12)
dimana: PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. d. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PPWij = (ri – Ri)Yij
(13)
dimana: PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j, Yij = produksi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Apabila : PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i. PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. 3.3.3. Analisis Porter’s Diamond Analisis deskriptif menggunakan pendekatan Porter’ s Diamond. Analisis dengan pendekatan Porter’ s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi dan potensi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Dalam menganalisis kondisi dan potensi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dilakukan dengan cara wawancara terbuka kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya.
34
IV.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor Basis di Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode LQ di Kabupaten
Tasikmalaya terdapat empat sektor yang termasuk sektor ekonomi basis. Pada Tabel 5 terlihat bahwa sektor basis tersebut adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Keempat sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1 selama periode tahun 2003-2007, artinya sektor-sektor itu mampu untuk mengekspor produk, jasa dan tenaga kerja ke luar wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Sektor non basis yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih. Ketiga sektor ini memiliki nilai LQ <1 selama periode tahun 2003-2007, sehingga hanya mampu menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di dalam batas-batas wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi bersifat dinamis. Pada tahun 2003 dan 2004 sektor bangunan menjadi sektor basis tapi pada tahun 2005-2007 berubah menjadi sektor non basis. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2003 dan 2004 merupakan sektor non basis setelah itu menjadi sektor basis pada tahun 2005-2007. Sektor pariwisata yang merupakan gabungan dari subsektor hotel, restoran serta hiburan dan rekreasi memiki nilai LQ > 1 pada tahun 2003 dan 2004. Berdasarkan penelitian, sektor ini berorientasi ekspor karena memiliki pasar pada skala lokal dan di luar batas-batas wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Berbeda
35
dengan sektor lain yang dikatakan sektor basis yaitu dapat mengekspor barang, jasa atau tenaga kerja ke luar wilayah maka sektor pariwisata memenuhi kebutuhan pasar di luar wilayah dengan cara menarik wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata dan melakukan kegiatan konsumsi selama berwisata di Kabupaten Tasikmalaya. Tabel 5. Nilai Location Quotient Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 Lapangan Usaha
LQ 2003
2004
2005
2006
2007
1. Pertanian
2,87
2,83
3,78
3,62
3,72
2. Pertambangan dan Penggalian
0,05
0,05
0,08
0,09
0,11
3.Industri Pengolahan
0,16
0,17
0,16
0,17
0,17
4.Listrik, Gas dan Air Bersih
0,45
0,44
0,45
0,48
0,49
5.Bangunan
1,66
1,60
0,23
0,23
0,23
6.Perdagangan, Hotel dan Restoran
1,38
1,37
1,16
1,07
1,06
7.Pengangkutan dan Komunikasi 8.Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
0,88
0,85
1,14
1,12
1,10
1,06
1,09
1,26
1,26
1,21
9.Jasa-jasa
2,14
1,91
1,37
1,69
1,73
Pariwisata*)
1,79
1,76
0,70
0,70
0,73
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah). *)Ket: subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi.
Pada tahun 2005-2007 sektor pariwisata mengalami penurunan menjadi sektor non basis dengan nilai LQ < 1, yang artinya hanya mampu memenuhi kebutuhan di dalam batas-batas wilayah Kabupaten Tasikmalaya saja. Penurunan PDRB dari sektor ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah terjadi bencana alam tsunami di Pantai Selatan termasuk objek wisata Pantai Cipatujah dan pantai-pantai di sekitarnya yang membuat berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Tasikmalaya karena merasa ketakutan akan terjadi tsunami yang kedua kalinya. Berkurangnya kontribusi sektor pariwisata juga disebabkan oleh rendahnya pendapatan subsektor hotel dan subsektor
36
restoran selama tahun 2005-2007. Hal ini karena hotel di Kabupaten Tasikmalaya masih termasuk kelas melati sehingga wisatawan merasa kurang nyaman dan tidak mau menginap di hotel-hotel di Kabupaten Tasikmalaya. 4.2.
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Tasikmalaya
4.2.1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya Komponen pertumbuhan wilayah dibagi menjadi tiga jenis yaitu Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Jika ketiga komponen pertumbuhan wilayah benilai positif, maka laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tasikmalaya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya PR, PP dan PPW Tahun 2003-2007 Lapangan Usaha*)
PDRB Kabupaten Tasikmalaya Juta (Rp)
(%)
1
719.450,49
46,15
2
4.823,39
3
PR Juta (Rp)
PP
PPW
(%)
Juta (Rp)
(%)
Juta (Rp)
(%)
368.372,82
23,63
-68.114,87
-4,37
419.192,54
26,89
68,88
1.654,60
23,63
-3.135,41
-44,77
6.304,20
90,03
68.471,17
23,28
69.493,83
23,63
-1.884,57
-0,64
861,91
0,29
4
9.607,98
24,53
9.255,64
23,63
-1.519,62
-3,88
1.871,96
4,78
5
-145.824,88
-80,69
42.699,86
23,63
46.156,29
25,54
-234.681,03
-129,86
6
19.479,12
1,98
231.969,85
23,63
158.529,91
16,15
-371.020,64
-37,79
7
82.841,15
55,46
35.296,90
23,63
11.923,70
7,98
35.620,55
23,84
8
45.640,73
33,90
31.813,86
23,63
617,11
0,46
13.209,77
9,81
9
-121.305,90
-17,90
16.0116,10
23,63
-109.484,80
Total
683.183,25
16,98
950.673,46
23,63
10 **)
-139.618,52
-60,27
54.735,22
23,63
-16,16
-171.937,19
-25,37
33.087,72
0,82
-267.490,21
-6,65
-46.752,53
20,18
-147.601,22
-63,72
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah). *)Ket: (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (9) Jasa-jasa. **)Ket: Sektor pariwisata (subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi).
37
Berdasarkan Tabel 6, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2003-2007 telah mempengaruhi pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya sebesar Rp. 0,95 trilyun atau sebesar 23,63 persen. Secara sektoral nilai PR terbesar adalah sektor pertanian sebesar Rp. 0,37 trilyun. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh perubahan produksi atau kebijakan ekonomi regional. Komponen PR terkecil terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu Rp. 1,65 milyar. Perubahan produksi atau kebijakan regional kecil pengaruhnya terhadap produksi sektor pertambangan Kabupaten Tasikmalaya karena sektor pertambangan tidak berkembang dan merupakan penyumbang terkecil terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya. Kontribusi sektor pertambangan sangat kecil karena rendahnya penerapan teknologi dan sarana prasarana pendukung. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki komponen PR tebesar kedua yaitu sebesar Rp. 0,23 trilyun. Artinya apabila terjadi perubahan kebijakan regional atau produksi regional maka kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat dengan nilai PP > 0 adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Tasikmalaya memiliki nilai PP terbesar yaitu Rp. 0,16 trilyun. Sehingga perlu untuk terus dikembangkan karena memiliki pertumbuhan yang paling cepat. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai PP < 0 adalah sektor pertanian, sektor
38
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. Sektor dengan laju pertumbuhan proporsional terbesar adalah sektor bangunan sebesar 25,54 persen. Sektor ekonomi Kabupaten Tasikmalaya yang dapat bersaing dengan baik dengan sektor ekonomi wilayah lainnya (PPW > 0) adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor yang mempunyai daya saing paling besar adalah sektor pertanian. Sedangkan sektor yang tidak dapat bersaing dengan baik dengan sektor di wilayah lainnya (PPW < 0) adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan Tabel 6, kegiatan ekonomi pariwisata yang dihitung dari unsur-unsur kegiatan hotel, restoran, hiburan dan rekreasi menunjukkan perubahan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang bernilai negatif. Hal ini disebabkan oleh penurunan kegiatan hotel dan restoran yang cukup besar pada tahun 2005 dimana pada tahun 2005 terjadi bencana alam tsunami yang menghancurkan objek wisata pantai di Kabupaten Tasikmalaya dan mengurangi jumlah kunjungan wisatawan. Kegiatan ekonomi pariwisata mempunyai nilai PR sebesar Rp. 0,06 trilyun yang merupakan urutan terbesar kelima, artinya kegiatan ini juga dipengaruhi oleh perubahan kebijakan regional atau perubahan produksi regional. Pertumbuhan proporsional bernilai negatif sebesar - Rp. 0,05 trilyun atau -20,18 persen yang artinya kegiatan pariwisata memiliki pertumbuhan yang lambat. Kegiatan
39
pariwisata ini juga memiliki nilai PPW < 0 yang menunjukkan bahwa pariwisata Kabupaten Tasikmalaya tidak mempunyai daya saing jika dibandingkan dengan wilayah lain. Nilai PPW adalah sebesar - Rp. 0,15 trilyun atau -63,72 persen yang merupakan persentase terendah kedua setelah sektor bangunan. 4.2.2. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya Pergeseran
Bersih
(PB)
diperoleh
dari
Sektor-Sektor
penjumlahan
komponen
Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) setiap sektor perekonomian. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa di Kabupaten Tasikmalaya selama tahun 2003-2007 terdapat
lima sektor yang
memiliki PB > 0 yang merupakan sektor dengan pertumbuhan progresif (maju). Sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan untuk sektor yang tergolong pertumbuhannya lambat PB < 0 adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Sektor ekonomi yang memiliki nilai PB paling kecil adalah sektor jasa-jasa yaitu Rp. 0,28 trilyun. Tetapi untuk sektor yang mempunyai persentase PB terkecil adalah sektor bangunan yaitu -104,32 persen. Kegiatan ekonomi pariwisata yang terdiri dari kegiatan hotel, restoran, hiburan dan rekreasi memiliki nilai pergeseran bersih, PB < 0 yaitu sebesar - Rp. 0,19 trilyun atau -83,90 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya tergolong lambat.
40
Tabel 7. Pergeseran Bersih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 Lapangan Usaha
PB Juta Rupiah 351.077,67 3.168,79 -1.022,66 352,34 -188.524,74 -212.490,73 47.544,25 13.826,87 -281.422,00 -234.402,48
1.Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3.Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Bangunan 6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi 8.Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9.Jasa-jasa Total -194.353,74 Pariwisata*) Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah). *)Ket: subsektor hotel, restoran, hiburan dan rekreasi.
% 22,52 45,25 -0,35 0,90 -104,32 -21,64 31,83 10,27 -41,53 -5,83
-83,90
Untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian digunakan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Sumbu horizontal menggambarkan persentase perubahan komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Gambar 3 menunjukkan profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dalam empat kuadran. Sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan berada di kuadran I. Sektor-sektor tersebut berada pada kondisi PP dan PPW bernilai positif yang artinya memiliki laju pertumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP-nya) dan memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan sektor di wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW-nya). Kuadran II yang berada pada posisi PP positif dan PPW negatif terdapat sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki laju pertumbuhan cepat (PP bernilai positif) tetapi
41
tidak berdaya saing jika di bandingkan dengan sektor di daerah lain (PPW bernilai negatif). Di kuadran III terdapat sektor jasa-jasa dan pariwisata yang merupakan gabungan dari kegiatan hotel, restoran dan hiburan dan rekreasi. Sektor jasa-jasa dan pariwisata memiliki nilai PP dan PPW negatif yang artinya pertumbuhan lamban dan kurang berdaya saing jika dibandingkan dengan sektor di wilayah lain. Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya tidak berdaya saing karena tidak didukung oleh fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai dan kurang dikembangkannya paket-paket wisata yang sebenarnya dapat menambah siklus hidup suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW). Sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih berada di kuadran IV. Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lamban (PP negatif) tetapi mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor di daerah lain (PPW positif).
42
! " " # $ % & (
'
)(
* '
Sumber: BPS Pusat dan BPS Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah).
Gambar 3. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 4.3.
Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pariwisata yang tercermin dalam subsektor hotel, restoran serta hiburan
dan rekreasi dalam PDRB merupakan salah satu sektor basis pada tahun 2003 dan 2004 berubah menjadi sektor non basis pada tahun 2005-2007. Selain sebagai
43
sumber penerimaan daerah pariwisata juga berfungsi untuk pengembangan dan pelestarian seni budaya masyarakat yang menjunjung keramahtamahan sehingga menambah citra pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Oleh karena itu sasaran pengembangan
kepariwisataan
Kabupaten
Tasikmalaya
ditetapkan
untuk
meningkatkan seluruh potensi pariwisata, meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan pendapatan asli daerah serta meningkatkan promosi pariwisata dan kebudayaan. Pendekatan Porter’ s Diamond dapat digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata Kabupaten Tasikmalaya sekaligus meningkatkan daya saing sektor pariwisata Kabupaten Tasikmalaya yang dilihat dari empat kekuatan atau elemen-elemen didalamnya. Keempat elemen yang dikaji dalam pendekatan Porter’ s Diamond meliputi kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan dan pesaing, serta industri pendukung dan industri terkait. 4.3.1. Kondisi Faktor Kondisi faktor adalah kondisi infrastruktur, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, teknologi, dan faktor-faktor alam yang dimiliki suatu wilayah yang akan menentukan potensi penerimaan seperti letak strategis wilayah, besarnya jumlah penduduk, dan potensi sumber daya alam. Semakin baik kondisikondisi tersebut maka wilayah itu semakin kompetitif dalam persaingan. Dilihat dari angka IPM maka masyarakat Kabupaten Tasikmalaya bisa dinilai cukup berkualitas. Untuk meningkatkan angka IPM maka Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya menetapkan kebijakan akselerasi melalui Program
44
Pendanaan Kompetisi (PPK) IPM dengan menerapkan tiga program strategi. Antara lain melalui gerakan masyarakat peduli pertanian organik (Gempita Organik), wajib belajar sangkan anak ngarti, terampil dan religius islami (Wajar Santri) dan gerakan masyarakat sehat tiga karsa (Gemas Tikar Sukapura). Angka IPM Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2007 mencapai 70,70 persen selisih 0,06 persen dengan angka IPM rata-rata Jawa Barat sebesar 70,76 persen. Sementara itu angka partisipasi sekolah dan angka melek huruf pada tahun 2000 sampai 2002 terus mengalami peningkatan. Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya terkenal memiliki jiwa seni yang tinggi dan tetap memegang adat istiadat dan budaya serta kesenian tradisional yang diwariskan oleh leluhurnya yang akan menjadi daya tarik wisata. Selain itu juga kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya alam diolah menjadi barang yang bernilai seni, menarik dan berkualitas ekspor. Contohnya kerajinan payung geulis yaitu payung yang terbuat dari kertas dan diberi lukisan cantik berwarna-warni khas Tasikmalaya yang sudah di ekspor ke Jepang. Pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya mempunyai kualitas yang cukup baik dilihat dari pendidikannya yang merupakan lulusan SMU atau Perguruan Tinggi. Sementara untuk tenaga kerja di obyek wisata dan tempat rekreasi sebagian besar merupakan lulusan SMP sampai SMU dan berjumlah 375 orang dari 11 objek wisata dan 6 tempat rekreasi di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja sektor pariwisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bekerjasama dengan lembaga lain yang terkait melakukan pembinaan teknis atau pelatihan terhadap pelaku-pelaku sektor
45
pariwisata yang sudah berjalan selama satu tahun dan sangat mendukung peningkatan daya tarik wisata dan budaya. Ada tiga kegiatan kemitraan yang rutin dilaksanakan, yaitu Pembinaan Kompepar, Pembinaan Seni Budaya, dan Pembinaan Pemandu Wisata Terpadu (Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya, 2007). Pembinaan Kompepar atau Kelompok Penggerak Pariwisata bertujuan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mendapat pelayanan dan kebutuhan wisatawan, meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman masyarakat dalam pengembangan pariwisata dan pelestarian budaya di Kabupaten Tasikmalaya dengan mengoptimalkan potensi pariwisata dan keragaman budaya tradisional
sehingga
mampu
mendorong
meningkatkan
arus
kunjungan
wisatawan, meningkatkan perekonomian masyarakat dan meningkatkan PAD. Pembinaan Seni Budaya bertujuan untuk membina dan meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang pengembangan dan pemeliharaan kekayaan budaya daerah, menciptakan dukungan khususnya dari seniman, budayawan dan simpatisan seni budaya terhadap pelestarian dan pengembangan kebudayaan di Kabupaten Tasikmalaya dan memelihara warisan seni atau adat budaya daerah. Pembinaan Pemandu Wisata Terpadu bertujuan
untuk meningkatkan
pengetahuan, wawasan dan pemahaman kepada para pemandu wisata baik pramuwisata muda, pramuwisata madya maupun pramuwisata pada umumnya sehingga pengembangan dan aktivitas kepariwisataan dapat berjalan lebih sinergis dan terpadu. Hasil kegiatan yang diharapkan melalui pembinaan pemandu wisata
46
terpadu yaitu mendorong meningkatnya arus kunjungan wisata di Kabupaten Tasikmalaya yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD. Untuk
memudahkan
akses
informasi
kepariwisataan
Kabupaten
Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menerbitkan bahan promosi dan pemasaran kepariwisataan. Promosi dan pemasaran kepariwisataan tentang objekobjek wisata dilakukan melalui leaflet, booklet, City Map dan poster photo ODTW yang diterbitkan setiap tahunnya dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk tujuan dalam negeri saja. Pada tahun 2008 diproduksi sebanyak 8540 leaflet, 8500 booklet dan 2500 City Map. Bahan promosi ini disebarluaskan di lokasi-lokasi obyek wisata, pameran pariwisata Taman Mini, dan media lainnya. Tabel 8. Anggaran Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Pembangunan
230.000.000
300.000.000
420.000.000
1.950.000.000
1.665.000.000
Seni Budaya
206.750.000
-
45.000.000
130.000.000
655.000.000
-
-
Kegiatan
Kemitraan Promosi Total Anggaran
-
-
75.000.000
50.000.000
-
75.000.000
40.000.000
452.525.000
486.750.000
300.000.000
540.000.000
2.120.000.000
2.847.525.000
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya, 2007.
Anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pariwisata di Kabupaten Tasikmalaya belum mencukupi untuk pengembangan pariwisata. Dana untuk pengembangan pariwisata relatif kecil dan belum mencukupi untuk meningkatkan kualitas ataupun kuantitas sarana dan prasarana pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan Tabel 8 anggaran pariwisata pada tahun 2003 sebesar Rp. 486,75 juta dan meningkat pada tahun 2005 menjadi Rp. 540 juta. Walaupun
47
relatif kecil tetapi anggaran untuk pariwisata Kabupaten Tasikmalaya meningkat setiap tahunnya. Kebijakan terhadap harga untuk harga tiket masuk, harga souvenir ataupun tarif permainan yang ada dalam objek wisata ditetapkan sesuai dengan jasa yang ditawarkan dan terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Objek wisata yang dimiliki dan ditawarkan Kabupaten Tasikmalaya sangat beragam mulai dari wisata religi, wisata budaya, wisata tirta dan yang lainnya sebagai berikut: a.
LK. Neglasari/Kampung Naga yang berlokasi di Desa Neglasari Kecamatan Salawu dengan jenis objek wisata budaya seluas 2,5 ha.
b.
LK. Ziarah Pamijahan yang berlokasi di Desa Pamijahan Kecamatan Bantarkalong dengan jenis objek wisata religius seluas 2 ha.
c.
Pantai Cipatujah di Desa Cipatujah Kecamatan Cipatujah yang merupakan jenis objek wisata tirta atau laut seluas 115 ha.
d.
Pantai Sindangkerta di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah dengan jenis objek wisata tirta atau laut seluas 5 ha.
e.
Pantai Karangtawulan yang berlokasi di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong dengan jenis objek wisata tirta atau laut seluas 3 ha.
f.
Cipanas Galunggung di Desa Linggajati Kecamatan Sukaratu yang merupakan objek wisata tirta seluas 2,5 ha.
g.
Pantai Pamayangsari di Desa Cikawung Ading Kecamatan Cipatujah termasuk objek wisata tirta seluas 5 ha.
h.
Taman Bubujung Indah di Desa Ciheras Kecamatan Cipatujah trmasuk objek wisata tirta seluas 10 ha.
48
i.
LK. Syech Tb. Anggariji di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir dengan jenis objek wisata religius seluas 1 ha.
j.
Cipanas Cigunung di Desa Cigunung Kecamatan Parungponteng dengan jenis objek wisata tirta seluas 1 ha.
k.
Wana Wisata Galunggung dengan jenis objek wisata alam seluas 120 ha. Selain objek wisata yang sudah disebutkan di atas Kabupaten Tasikmalaya
masih memiliki tempat rekreasi lainnya yaitu wisata agro perkebunan teh Taraju seluas 8.027 ha, Situ Denuh, Curug Dengdeng, enam kolam renang yang dimiliki oleh perorangan dan Mesjid Besar Manonjaya. Mesjid Besar Manonjaya merupakan
situs
peninggalan
sejarah
yang
dilindungi
Undang-undang
Kepurbakalaan. Untuk menarik minat wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, para seniman dan budayawan Kabupaten Tasikmalaya berupaya untuk tetap memegang teguh dan melestarikan pesona keragaman kesenian yang telah ada sebagai warisan seniman terdahulu. Keragaman seni diantaranya adalah seni rengkong, seni calung, seni tarawangsa dan masih banyak lagi pesona seni lainnya. Kondisi infrastruktur Kabupaten Tasikmalaya khususnya jalan belum cukup baik. Kondisi jalan menuju objek wisata relatif kurang bagus ditandai dengan jalan yang berlubang dan lebar jalan masih sempit. Infrastruktur jalan sangat mempengaruhi mobilisasi barang ataupun manusia yang akan melakukan aktivitasnya. Sehingga peningkatan kualitas jalan sangat penting bukan hanya untuk pengembangan pariwisata saja tetapi juga bagi pengembangan sektor lain.
49
Berdasarkan data dari BPS mengenai perrhubungan, panjang jalan kabupaten pada tahun 2007 adalah 1.304,73 km dengan rincian kondisi baik 404,89 km, kondisi sedang 212,32 km, jalan yang rusak 387,23 km dan kondisi jalan yang rusak berat adalah 300,29 km. 4.3.2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk barang dan jasa industri. Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya yang didukung oleh sumberdaya alam dan budaya masyarakat sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya telah menetapkan Visi dan Misi yaitu “ Terwujudnya Kabupaten Tasikmalaya sebagai Daerah Tujuan Wisata pada tahun 2011” karena selama ini dalam peta kepariwisataan Jawa Barat Kabupaten Tasikmalaya masih merupakan kota transit yang terletak pada jalur lintasan wisata Bandung-Yogyakarta atau BandungPangandaran. Kondisi permintaan memperlihatkan kondisi yang baik dan memiliki keunggulan karena adanya permintaan yang besar dari wisatawan nusantara. Meskipun wisatawan mancanegara yang datang masih relatif sedikit tetapi diikuti dengan peningkatan jumlah kunjungan setiap tahunnya berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisata yang datang ke Kabupaten Tasikmalaya dari tahun 2007 sebanyak 695.936 orang meningkat pada tahun 2008 menjadi 766.519 orang.
50
4.3.3. Industri Pendukung dan Industri Terkait Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam Clusters. Sinergi efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat (Mahmudy dan Astuti, 2006). Terdapat kurang lebih sebelas jumlah hotel di Kabupaten Tasikmalaya dengan kualitas kelas melati. Hotel melati adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan bagi umum yang dikelola secara komersil dengan menggunakan sebagian atau seluruh bagian bangunan. Untuk ketersediaan restoran Kabupaten Tasikmalaya mempunyai cukup banyak pilihan restoran ataupun rumah makan yang ditawarkan dan menyediakan berbagai macam hidangan nusantara. Akan tetapi jumlah restoran atau rumah makan yang ada di Kabupaten Tasikmalya tidak semuanya terdaftar di Dinas Pariwisata. Restoran yang sudah memiliki dan mendaftarkan izin usahanya hanya 27 restoran. Masih banyak para pemilik rumah makan yang tidak mendaftarkan usahanya itu dengan berbagai alasan. Penjual souvenir di Kabupaten Tasikmalaya bisa ditemui hampir di setiap lokasi objek wisata yaitu berupa kios-kios souvenir khas Kabupaten Tasikmalaya. Souvenir yang ditawarkan berupa makanan khas, kerajinan tangan ataupun buah tangan lainnya dengan harga yang terjangkau tapi berkualitas. Terdapat juga central atau pusat kerajinan tangan khas Tasikmalaya yang berlokasi di Kecamatan Rajapolah dan sudah di ekspor ke daerah lain dan juga ke luar negeri.
51
Tidak berkembangnya usaha jasa biro perjalanan di Kabupaten Tasikmalaya merupakan kelemahan dan menjadi penghambat. Jasa biro perjalanan masih sangat sedikit yaitu dari awal dilakukannya pendataan pada tahun 2007 sampai 2008 hanya ada dua perusahaan travel atau biro perjalanan. Sehingga bentuk-bentuk paket wisata belum dikembangkan secara optimal. Padahal salah satu strategi utama untuk menambah siklus hidup suatu Daerah Tujuan Wisata adalah mengembangkan lebih banyak keanekaragaman paket wisata yang menarik kepada calon wisatawan yang dianggap potensial untuk melakukan kunjungan. Industri pendukung dan terkait untuk sektor pariwisata Kabupaten Tasikmalaya belum berkembang secara optimal sehingga menunjukkan kelemahan. Tetapi untuk waktu yang akan datang pengembangan industri ini masih sangat potensial untuk dilakukan. 4.3.4. Strategi Perusahaan dan Pesaing Kantor Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya yang telah diganti namanya menjadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya memiliki tugas dan tujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang pariwisata dan kebudayaan, memelihara dan melestarikan Seni Budaya Daerah dan Peninggalan Sejarah/Kepurbakalaan, melengkapi sarana dan prasarana Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta perlengkapan opersional Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW), meningkatkan promosi/pemasaran pariwisata dan kebudayaan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwista setiap tahunnya. Tujuan tersebut terkendala
52
dengan rendahnya kualitas dan kuntitas SDM Kantor Pariwisata dan Kebudayaan. Namun hal itu tidak menjadi hambatan karena ada suatu kekuatan yaitu tersedianya aparat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya yang mempunyai motivasi kerja tinggi selain itu dilaksanakan optimalisasi SDM dengan mengikutsertakan diklat yang mendukung efektivitas manajemen Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk memperbaiki kinerja dalam mengantisipasi globalisasi. Sistem manajemen yang dapat mempengaruhi kinerja suatu organisasi sudah diterapkan dan berjalan efektif. Koordinasi dan birokrasi antara pihak-pihak yang terkait seperti pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, pengelola objek wisata, pengusaha hotel dan restoran dan pengusaha jasa pariwisata lainnya sudah berjalan dengan baik, antara satu pihak dan lainnya saling mendukung. Dinas Pariwisata dengan pengusaha hotel sudah melakukan koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap karyawan. Dinas Pariwisata memberikan instruksi kepada pengusaha hotel dan mendatangi hotel-hotel untuk melaksanakan pembinaan atau pelatihan bagi karyawan hotel tersebut. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya bersama instansi terkait dan stake holders lainnya menyelenggarakan kegiatan sosialisasi Sadar Wisata di Objek dan Daya Tarik Wisata sehingga pengembangan dan aktivitas kepariwisataan dapat berjalan lebih sinergis dan terpadu. Persaingan antara perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pariwisata berjalan dengan baik dan tidak ada perusahaan tertentu yang memonopoli bisnis dalam bidang pariwisata karena setiap bisnis pariwisata
53
dimiliki oleh pihak yang berbeda. Bisnis di bidang pariwisata ini terdiri dari bisnis objek wisata, restoran, hotel, toko souvenir, perusahaan jasa biro perjalanan dan sebagainya. Pihak Pemerintah Daerah sudah melakukan upaya promosi dengan program-program seperti mengikuti event-event pameran pariwisata baik lokal maupun nasional, promosi pariwisata melalui leaflet, booklet, poster, spanduk dan juga city map. Kendala yang dihadapi selain masalah dana promosi yang masih kurang (Tabel 8) adalah penyesuaian dengan pengembangan potensi wisata dan budaya, sulit mengatur ketepatan waktu dalam mengikuti pameran-pameran pariwisata dan yang paling penting adalah masih kurangnya partisipasi dari masyarakat setempat. Masih ada masyarakat yang bersifat “ fanatik” maksudnya menganggap bahwa pariwisata hanya hiburan yang berorientasi negatif. Hal inilah yang masih perlu pembinaan sehingga masyarakat mengetahui potensi sumberdaya alam Kabupaten Tasikmalaya berupa objek wisata ataupun kebudayaan daerah, sehingga rasa memiliki dan rasa untuk menjaga dan mengembangkan Kabupaten Tasikmalaya bisa ditingkatkan. Selain itu diberikan pengetahuan bahwa dengan menarik para wisatawan untuk datang ke daerah maka pendapatan daerah akan meningkat dan membawa nama daerah itu ke berbagai pelosok negeri. 4.3.5. Peran Pemerintah Tidak ada hambatan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam pengembangan bisnis pariwisata. Peluang yang dimiliki adalah dukungan dari Pemerintah Daerah untuk menggali PAD dari sektor
54
Pariwisata dan Kebudayaan. Pemerintah memberikan kekuatan hukum dengan adanya peraturan perundang-undangan di Bidang Kepariwisataan, yaitu dikeluarkannya: UU Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, Perda Nomor 3 Tahun 2005 tentang Izin Usaha Kepariwisataan dan Keputusan Bupati Tasikmalaya Nomor 61 Tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 3 Tahun 2005 tentang Izin Usaha Pariwisata, pemerintah daerah telah melakukan pungutan retribusi izin usaha kepariwisataan tetapi hal ini tidak menghambat pelaksanaan usaha di bidang pariwisata. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 3 Tahun 2005 disebutkan bahwa besarnya retribusi hotel adalah 20 persen dan restoran adalah Rp. 3000 per kursi per tahun. Peran pemerintah yang lainnya adalah dalam penetapan rencana strategis bidang pariwisata. Dalam rencana strategis 2001-2005 ditetapkan tujuan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi serta daya saing kegiatan usaha pariwisata. Indikator pencapaian sasaran adalah meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dengan program pengembangan potensi pariwisata dan kegiatannya menata objek dan daya tarik wisata. 4.3.6. Peran Kesempatan Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi terutama kebutuhan primer. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada kebutuhan tersier yang salah satunya adalah kebutuhan untuk berekreasi yang harus dipenuhi. Apalagi masyarakat saat ini sudah menyadari pentingnya liburan dan semakin membutuhkan waktu luang untuk berekreasi. Selain itu jumlah masyarakat
55
Kabupaten Tasikmalaya dan masyarakat Indonesia yang besar merupakan kesempatan bagi peningkatan permintaan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Banyaknya hari libur bersama bisa menjadi kesempatan yang baik juga bagi pengembangan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.
56
Dukungan Pemerintah (+)
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan 1. Persaingan (+) 2. Manajemen (+) 3. Strategi Pemasaran (-)
Kondisi Faktor 1. SDA (+) 2. SDM (+) 3. Modal (-) 4. Infrastruktur Fisik (-) 5. Infrastruktur Informasi (+)
Kondisi Permintaan 1. Permintaan Nusantara (+) 2. Permintaan Mancanegara (-)
Industri Pendukung Dan Industri Terkait 1. Bisnis hotel dan restoran belum berkembang (-) 2. Jasa Biro Perjalanan (-) 3. Bisnis Souvenir (+) 4. Transportasi (-)
Dukungan Kesempatan (+)
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007 (diolah).
Gambar 4. Analisis Porter’ s Diamond
57
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan analisis Location Quotient (LQ ) selama tahun 2003-2007 di Kabupaten Tasikmalaya terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor bangunan menjadi sektor basis pada tahun 2003 dan 2004. Sementara sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis pada tahun 2005-2007. Pariwisata yang merupakan gabungan dari kegiatan hotel, restoran, hiburan dan rekreasi termasuk sektor basis pada tahun 2003 dan 2004. Tetapi pada tahun 2005-2007 pariwisata menjadi sektor non basis karena terjadi penurunan pada kegiatan hotel dan restoran.
2.
Berdasarkan analisis Shift Share dalam komponen pertumbuhan wilayah, sebagian besar sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi mempunyai daya saing yang baik di bandingkan
sektor di
wilayah
lain.
Sektor pariwisata memiliki
pertumbuhan yang lamban dan kurang berdaya saing. Bila dievaluasi lebih lanjut berdasarkan nilai pergeseran bersih maka sektor perekonomian yang memiliki nilai PB > 0 atau termasuk ke dalam kelompok progresif adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
58
3. Potensi dan kondisi yang mempengaruhi daya saing kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya dapat dianalisis menggunakan pendekatan Porter’ s Diamond. Hasil analisis menunjukkan faktor yang menjadi keunggulan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kondisi permintaan domestik, peranan pemerintah, persaingan, dan bisnis souvenir. Kelemahan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya adalah sumberdaya modal, infrastruktur, industri pendukung dan terkait, dan strategi pemasaran. 5.2. 1.
Saran Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan harus mengembangkan sektor pariwisata karena walaupun sektor ini termasuk sektor non basis yang mempunyai pertumbuhan lamban tetapi memiliki potensi yang cukup menjanjikan. Pengembangan untuk meningkatkan daya saing dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas kepariwisataan.
2.
Pembinaan dan pelatihan serta kemitraan yang dilakukan kepada pihakpihak terkait harus tetap dilaksanakan dengan rutin untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di bidang pariwisata.
3.
Pengembangan pariwisata yang dikombinasikan dengan sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini sudah dilakukan oleh Pemerintah Garut yaitu paket wisata outbond berupa pendidikan kepada anak-anak dan remaja bagaimana cara menanam padi dan langsung turun ke sawah untuk mempraktikannya.
59
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi IV. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Tasikmalaya 2003-2005. BPS, Tasikmalaya. Badan Pusat Statistik. 2007. PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Tasikmalaya 2005-2007. BPS, Tasikmalaya. Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka 2008. BPS, Bandung. Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Tasikmalaya dalam Angka 2008. BPS, Tasikmalaya. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita, Jakarta. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Mahmudy, M. dan E. S. Astuti. 2006. “ Strategi Pengembangan Industri Indonesia: Diamond Cluster Model” . Usahawan, 10: 37-39. Pambudi, S. B. 2008. Analisis Hubungan Antara Tingkat Kemandirian Fiskal dengan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pendit, N. S. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Pradnya Paramita, Jakarta Porter, M. E. 1998. The Competitive Advantage of Nations. Macmilan Press Ltd, London. Priyarsono, D. S., Sahara, dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta. Rahayu, F. 2006. Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
60
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. . Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Regional. Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M. P. dan Stephen, C. S. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta. Triastuti, M. D. dan Ratminto. 2005. “ Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Kota Yogyakarta” . Jurnal Sosio Sains, Volume 18 No.2: 293-310. Wahab, S. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Pradnya Paramita, Jakarta. Yoeti, O. 2006. Tours and Travel Marketing. Edisi ke-2. Pradnya Paramita, Jakarta. Yuliyanti, K. 2009. Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya Saing dan Preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) NO. 1.
2.
LAPANGAN USAHA 2004
2005
2006
2007
PERTANIAN
1.559.032,22
1.605.384,43
2.161.589,49
2.207.824,32
2.278.482,71
a. Tanaman Bahan Makanan
1.088.422,18
1.113.576,78
1.465.345,14
1.488.471,60
1.529.665,06
b. Tanaman Perkebunan
124.077,11
127.113,77
262.320,23
272.913,70
283.531,88
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
215.190,89
225.601,17
157.631,35
160.927,20
156.407,55
d. Kehutanan
23.889,04
25.109,99
157.814,46
167.863,70
176.367,07
e. Perikanan
107.453,00
113.982,72
118.478,31
117.648,12
122.511,15
7.002,64
7.161,75
10.788,56
11.253,29
11.826,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12,39
13,05
258,40
268,78
276,08
6.990,25
7.148,70
10.530,16
10.984,51
11.549,95
294.112,70
306.368,74
313.507,95
338.465,69
362.583,87
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1). Pengilangan Minyak Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2). Gas Alam Cair
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
294.112,70
306.368,74
313.507,95
338.465,69
362.583,87
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
39.171,83
41.202,22
43.826,15
46.035,74
48.779,81
a. Listrik
38.079,22
40.062,13
42.175,18
44.321,13
46.989,26
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.092,61
1.140,09
1.650,97
1.714,61
1.790,55
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas
b. Industri Tanpa Migas 4.
Tahun 2003
b. Gas Kabupaten c. Air Bersih 5.
BANGUNAN
180.714,90
188.269,40
31.064,97
32.920,72
34.890,02
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
981.745,79
1.026.301,24
882.955,68
946.493,65
1.001.224,91
a. Perdagangan Besar dan Eceran
751.431,18
788.394,58
799.309,31
859.101,90
910.793,47
647,13
682,98
105,67
105,87
106,89
c. Restoran
229.667,48
237.223,68
83.540,70
87.285,88
90.324,55
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
149.384,01
156.180,75
207.379,97
219.351,33
232.225,16
a. Pengangkutan
123.124,03
123.441,71
166.439,82
174.420,50
182.668,65
1.867,29
1.990,89
39.067,82
41.507,43
43.371,00
105.976,73
110.982,62
112.115,53
117.127,85
122.954,05
3). Angkutan Laut
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4). Angkutan Sungai dan Penyebrangan
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5). Angkutan Udara
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15.280,01
15.468,20
15.256,47
15.785,21
16.343,60
26.259,98
27.739,04
40.940,15
44.930,83
49.556,51
26.259,98
27.739,04
40.940,15
44.930,83
49.556,51
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
134.643,01
140.728,02
168.368,25
169.629,95
180.283,74
26.111,08
32.493,21
40.164,34
39.969,71
46.553,72
7.607,21
6.077,82
26.257,22
26.897,77
28.771,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
d. Sewa Bangunan
81.479,79
82.710,88
82.649,58
83.342,56
85.150,63
e. Jasa Perusahaan
19.444,93
19.446,11
19.297,11
19.419,91
19.808,26
JASA-JASA
677.645,42
693.367,63
517.925,04
539.397,55
556.339,52
a. Pemerintahan Umum
410.677,75
414.949,68
427.793,32
447.705,96
461.607,95
410.677,75
414.949,68
427.793,32
447.705,96
461.607,95
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
266.967,67
278.417,95
90.131,72
91.691,59
94.731,57
b. Hotel 7.
1). Angkutan Rel 2). Angkutan Jalan Raya
6). Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1). Pos dan Telekomunikasi 2). Jasa Penunjang Telekomunikasi 8.
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan
9.
1). Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2). Jasa Pemerintahan Lainnya b. Swasta
1). Sosial Kemasyarakatan 2). Hiburan dan Rekreasi 3). Perorangan dan Rumah Tangga PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007.
22.093,17
24.526,19
42.672,21
43.334,56
44.969,72
1.336,51
1.477,75
1.509,02
1.516,24
1.601,16
243.537,99
252.414,01
45.950,49
46.840,79
48.160,69
4.023.452,52
4.164.964,19
4.337.406,06
4.511.372,24
4.706.635,77
Lampiran 2. PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) NO. 1.
2.
3.
4.
5. 6.
LAPANGAN USAHA PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1). Pengilangan Minyak Bumi 2). Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Gas Kabupaten c. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran
2003 29.924.294,54 21.540.501,91 1.845.692,58 4.491.718,56 267.604,63 1.778.776,87 8.232.371,91 7.626.559,16 207.515,89 398.296,86 99.768.380,17 1.878.160,16 1.878.160,16 0,00 97.890.220,01 4.802.196,62 4.180.761,39 415.240,66 206.194,57 5.985.267,25 39.198.353,10 32.220.782,99 806.815,05 6.170.755,06
2004 31.778.941,73 22.591.788,97 1.949.906,04 5.120.743,46 346.754,57 1.769.748,69 7.705.213,45 7.096.802,94 186.570,85 421.839,66 102.095.098,82 2.175.830,27 2.175.830,27 0,00 99.919.268,55 5.210.295,64 4.559.559,78 443.141,23 207.594,63 6.602.399,92 41.798.813,67 34.387.012,24 868.021,98 6.543.779,45
Tahun 2005 32.373.993,63 23.172.460,17 1.898.280,64 5.275.525,07 207.241,22 1.820.486,55 7.194.525,89 6.576.120,55 195.386,06 423.019,28 110.570.845,94 1.914.027,49 1.914.027,49 0,00 108.656.818,45 5.529.209,58 4.885.982,47 433.556,53 209.670,58 7.780.823,72 43.013.909,30 36.295.815,16 1.002.304,98 5.715.789,16
2006 34.822.021,09 25.282.624,65 1.927.436,59 5.411.347,99 482.982,49 1.717.629,37 6.982.246,74 6.402.794,04 142.042,38 437.410,33 114.299.625,74 2.322.258,24 2.322.258,24 0,00 111.977.367,50 5.427.579,55 4.692.685,95 392.726,29 342.167,31 8.232.950,09 50.719.350,06 43.708.196,06 1.054.314,63 5.956.839,36
2007 35.687.490 26.264.301 1.902.034 5.355.850 449.415 1.715.891 6.491.519 5.916.775 138.758 435.985 122.702.671 2.244.324 2.244.324 0,00 120.458.347 5.750.579 4.974.339 404.971 371.268 8.928.178 54.789.912 47.633.192 1.137.396 6.019.324
7.
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1). Angkutan Rel 2). Angkutan Jalan Raya 3). Angkutan Laut 4). Angkutan Sungai dan Penyebrangan 5). Angkutan Udara 6). Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1). Pos dan Telekomunikasi 2). Jasa Penunjang Telekomunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1). Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2). Jasa Pemerintahan Lainnya b. Swasta 1). Sosial Kemasyarakatan 2). Hiburan dan Rekreasi 3). Perorangan dan Rumah Tangga PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2007.
9.323.763,67 6.907.785,20 145.026,88 5.574.845,64 309.022,62 549,96 425.100,98 453.230,13 2.415.978,47 2.415.978,47 0,00 6.967.352,63 1.596.488,80 563.996,86 0,00 3.542.366,26 1.264.500,71 17.426.193,83 10.791.629,02 6.863.476,06 3.928.152,96 6.634.564,81 1.077.524,77 156.176,05 5.400.863,99 221.628.173,72
10.274.962,93 7.304.552,00 153.418,94 5.814.573,39 315.512,10 304,54 523.163,04 497.579,99 2.970.410,93 2.970.410,93 0,00 7.247.001,69 1.750.015,03 605.188,38 0,00 3.664.418,25 1.227.380,03 20.344.963,10 13.143.278,09 8.359.124,87 4.784.153,23 7.201.685,01 1.177.893,15 182.955,71 5.840.836,15 233.057.690,94
10.295.854,17 7.284.965,29 161.742,33 5.943.075,46 223.477,22 322,54 446.885,87 509.461,88 3.010.888,87 3.010.888,87 0,00 7.570.633,17 1.937.840,32 713.767,52 0,00 3.699.393,75 1.219.631,58 21.468.266,35 13.853.884,00 8.811.070,22 5.042.813,78 7.614.382,35 1.308.717,79 192.344,80 6.113.319,76 245.798.061,75
11.143.253,97 7.648.039,96 247.645,79 6.185.077,83 221.902,87 805,90 447.721,97 544.885,60 3.495.214,01 3.495.214,01 0,00 7.672.322,47 1.773.396,11 895.576,49 0,00 3.773.318,47 1.230.031,40 18.200.096,05 9.949.391,46
12.271.025 7.954.436 217.359 6.515.372 214.225 822 496.245 510.413 4.316.589 4.316.589 0,00 8.645.553 2.599.889 1.087.570 0,00 3.653.241 1.304.852 18.728.218 10.221.172
8.250.704,58 1.359.674,53 211.910,08 6.679.119,97 257.499.445,75
8.507.046 1.510.675 222.855 6.773.516 273.995.144,93
Lampiran 3. Analisis Shift Share Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat PDRB Kabupaten Lapangan Tasikmalaya PDRB Provinsi Jawa Barat Perubahan PDRB Usaha
Kabupaten Tasikmalaya
Ri
ri
2003
2007
1
1.559.032,22
2.278.482,71
29.924.294,54
35.687.490
719.450,49
46,14725
5.763.195,46
19,25925
0,236283
0,192593
0,461472
2
7.002,64
11.826,03
8.232.371,91
6.491.519
4.823,39
68,87959
-1.740.852,91
-21,1464
0,236283
-0,21146
0,688796
3
294.112,70
362.583,87
99.768.380,17
122.702.671
68.471,17
23,28059
22.934.290,83
22,98753
0,236283
0,229875
0,232806
4
39.171,83
48.779,81
4.802.196,62
5.750.579
9.607,98
24,52778
948.382,38
19,74893
0,236283
0,197489
0,245278
5
180.714,90
34.890,02
5.985.267,25
8.928.178
-145.824,88
-80,6933
2.942.910,75
49,16925
0,236283
0,491692
-0,80693
6
981.745,79
1.001.224,91
39.198.353,10
54.789.912
19.479,12
1,984131
15.591.558,90
39,77606
0,236283
0,397761
0,019841
7
149.384,01
232.225,16
9.323.763,67
12.271.025
82.841,15
55,45517
2.947.261,33
31,61021
0,236283
0,316102
0,554552
8
134.643,01
180.283,74
6.967.352,63
8.645.553
45.640,73
33,89759
1.678.200,37
24,08663
0,236283
0,240866
0,338976
9
677.645,42
556.339,52
17.426.193,83
18.728.218
-121.305,90
-17,9011
1.302.024,17
7,47165
0,236283
0,074716
-0,17901
4.023.452,52
4.706.635,77
221.628.173,72
273.995.144,93
683.183,25
16,98003
52.366.971,21
23,6283
0,236283
0,236283
0,1698
231.651,12
92.032,60
7.133.746,16
7.379.575
-139.618,52
-60,271
245.828,84
3,445999
0,236283
0,03446
-0,60271
Sumber : BPS Kabupaten Tasikmalaya dan BPS Pusat, Tahun 2003-2007 (diolah).
Juta Rupiah
Ra
2007
pariwisata
(%)
Provinsi Jawa Barat
2003
Total
Juta Rupiah
Perubahan PDRB
(%)
Lampiran 4. Perencanaan Strategis Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005 Visi : “Tasikmalaya yang Religius/Islami, sebagai kabupaten tang maju dan sejahtera, serta kompetitif dalam bidang agribisnis di Jawa Barat tahun 2010. Misi V : Mewujudkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan agribisnis dengan didukung oleh sektor lain. Tujuan Meningkatkan produktivitas dan produksi serta daya saing kegiatan usaha pariwisata
Sasaran Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
Kebijakan Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dalam menciptakan kawasan ekonomi baru
Langkah-Langkah
Program Pengembangan potensi pariwisata
Sumber: Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2003.
Kegiatan Menata objek dan daya tarik wisata
Bidang
Kewenangan Bidang Kepariwisataan
Lampiran 5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2006-2010 Fungsi : Pariwisata dan Budaya Subfungsi : Pengembangan Pariwisata dan Budaya Kebijakan 1. Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata dan budaya
Program 1. Pengembangan SDM pariwisata dan kebudayaan
2. Pelestarian serta pengembangan seni budaya dan peninggalan sejarah
Indikator Program (Hasil/Outcom) 1. Meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap pariwisata dan kebudayaan 2. Meningkatnya kualitas SDM pariwisata dan kebudayaan 3. Terpeliharanya situs dan bangunan prasasti bersejarah 4. Meningkatnya kegiatan sanggar-sanggar kesenian 5. Terlaksananya misi dan pentas kesenian
Indikasi Kegiatan 1. Pembinaan masyarakat pariwisata dan budaya melalui diklat aparatur pariwisata dan kebudayaan, diklat pelaku pariwisata dan budaya, pembinaan pelaku pariwisata dan temu budaya 2. Pengadaan papan nama, papan petunjuk dan papan larangan 3. Pemagaran batas area dan fasilitas sarana dan pra sarana 4. Ekskavasi/penggalian dan inventarisasi arkeologi dan sejarah 5. Pembangunan museum dan fasilitas sarana dan pra sarana 6. Inventarisasi seni dan budaya daerah 7. Penyelenggaraan lomba seni dan budaya 8. Pembangunan dan pengadaan perlengkapan sanggar seni 9. Pengiriman dan pertukaran misi
Misi Terkait Misi 2: Meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mandiri
1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan agribisnis potensial lokal untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah
1. Pengembangan potensi-potensi pariwisata dan pertambangan
1. Tertatanya objek dan daya tarik wisata 2. Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan 3. Meningkatnya produksi pertambangan
Sumber: Bapeda Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2006.
kebudayaan (regional, nasional dan internasional) dalam event pariwisata 1. Inventarisasi dan identifikasi potensi pariwisata 2. Penataan fasilitas objek dan daya tarik wisata serta fasilitas pendukung lainnya sesuai standarisasi 3. Peningkatan promosi kepariwisataan dan budaya 4. Penataan kawasan pertambangan rakyat 5. Ekspolarasi dan eksploitasi pertambangan rakyat
Misi 4: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan agribisnis dengan didukung oleh sektor lain