1
ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA KOTA BOGOR
OLEH ROCHMA AFRIYANI H14070025
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
2
RINGKASAN ROCHMA AFRIYANI. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor (dibimbing oleh DENIEY ADI PURWANTO). Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Hal ini karena secara historis, pengembangan potensi sektor pariwisata adalah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber penghasil devisa dan penerimaan negara setelah Tenaga Kerja Indonesia(TKI) dan minyak, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Sektor pariwisata kota Bogor merupakan salah satu sektor potensial untuk dikembangkan yang dimaksudkan untuk memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah. Pada tahun 2005-2009 PDRB pariwisata kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun bukan yang paling besar. Adapun jumlah kunjungan wisatawan ke kota Bogor tidak selalu mengalami peningkatan, sehingga harus lebih meningkatkan daya saing pariwisatanya. Tidak dipungkiri pariwisata di Jawa Barat merupakan salah satu kawasan tujuan para wisatawan mancanegara maupun lokal mengunjungi objek-objek wisata dan akomodasi lain, artinya banyak juga tujuan wisata di Jawa Barat selain Kota Bogor. Keadaan ini akan menciptakan suatu daya saing pariwisata dimana terdapat tingkat kekuatan daya pikat/tarik berbagai aspek pariwisata yang selanjutnya akan membentuk daya saing industri pariwisata secara keseluruhan. Selain itu, karena industri pariwisata merupakan industri penting dalam hal penyumbang Gross Domestic Product (GDP) bagi suatu negara dan daerah sehingga hal ini yang menyebabkan setiap daerah berlomba-lomba untuk memper-kenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan (turis) baik lokal maupun mancanegara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Kemudian menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor dan yang terakhir menganalisis strategi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor. Pada penelitian ini untuk menganalisis daya saing pariwisata kota Bogor digunakan shift share, komposit indeks, analisis radar, dan analisis kuadran. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer berupa jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah wisatawan nusantara, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata, serta data-data lain yang terkait penelitian. Berdasarkan analisis shift share pada tahun 2005-2006 dan 2007-2008, sektor pariwisata kota Bogor mengalami pertumbuhan yang lamban dan berdaya saing kurang baik dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Kemudian, pada tahun 2006-2007 dan tahun 2008-2009 pertumbuhan sektor pariwisata kota Bogor tetap mengalami pertumbuhan lamban tetapi mampu berdaya saing lebih baik
3
dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Selanjutnya, sektor pariwisata tahun 2005-2006 dan 2007-2008 memiliki keunggulan yang tidak kompetitif namun berspesialisasi, sedangkan pada tahun 2006-2007 dan 2008-2009 memiliki keunggulan kompetitif dan berspesialisasi. Sesuai dengan analisis shift share pada tahun 2008-2009, hasil penelitian dari komposit indeks menunjukkan bahwa memang sektor pariwisata kota Bogor berdaya saing cukup tinggi dibandingkan daerah sekitarnya yaitu berada di bawah kota Bandung dan kabupaten Bogor dan berada di atas kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Bekasi, dan kota Sukabumi. Begitu juga dibandingkan seluruh kabupaten/kota Jawa Barat, cukup tinggi berada di peringkat empat dengan nilai indeks sebesar 36,92 dari rata-rata tertimbang keempat komponen pembentuk, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait. Faktor-faktor yang dianggap unggul dalam menentukan daya saing pariwisata kota Bogor dilihat dari nilai komposit indeks yang tinggi adalah jumlah wisatawan nusantara, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah restoran, jumlah biro perjalanan wisata, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul dan menjadi tantangan bagi daya saing pariwisata kota Bogor adalah kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah objek wisata, dan jumlah hotel. Berdasarkan hasil penelitian tersebut rekomendasi kebijakan pemerintah kota Bogor dalam peningkatan daya saing pariwisata antara lain: (1) perbaikan dan upaya-upaya peningkatan kualitas sistem drainase pada jalan dengan memperhatikan saluran dan kondisi drainase di sekitarnya. Selain itu, perlu peningkatan fungsi pengawasan terhadap kualitas pekerjaan sehingga pembangunan jalan dapat sesuai dengan perencanaan dan umur teknis jalan, (2) peningkatan anggaran pemerintah, dengan melihat potensi yang ditunjukkan pariwisata kota Bogor sehingga dapat menyediakan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya tanpa menghilangkan prioritas kebutuhan daerah, (3) pengembangan potensi objek wisata. Cara pengembangan potensi tersebut harus ada kerja sama dari dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat, (4) pengembangan sarana kepariwisataan, pemerintah kota Bogor harus lebih berkoordinasi dengan pihak swasta yang bergerak di bidang bisnis pariwisata khusunya bisnis hotel. Selain rekomendasi kebijakan tersebut, harus ada kerja sama antara dua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat kota Bogor sendiri agar terjadi kesinambungan dalam pengembangan dan penigkatan daya saing pariwisata kota Bogor.
4
ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA KOTA BOGOR
Oleh: ROCHMA AFRIYANI H14070025
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
5
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Rochma Afriyani
Nomor Register Pokok
: H14070025
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian
: Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan:
6
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Rochma Afiyani H14070025
7
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Rochma Afriyani lahir pada tanggal 21 April 1989 di Bogor, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Wagino Tugiman dan Teti Djunaeti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Taman Pagelaran, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kepanitian, baik di departemen maupun fakultas.
8
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Berbagai pihak telah memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung bagi penyelesaian dan penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penyusunan skripsi ini. 2) Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 3) Deni Lubis, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan perbaikan terkait dengan tata bahasa dan penulisan skripsi ini. 4) Orang tua penulis, Bapak Wagino Tugiman dan Ibu Teti Djunaeti yang telah memberikan motivasi, pengorbanan, dan kasih saying yang tak terhingga. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian. 5) Saudara-saudara penulis, Wahyu Oktaviani dan Robby Darmawanto yang selalu memberikan semangat selama penyelesaian skripsi ini. 6) Teman-teman satu bimbingan, Risa Pragari dan Muhammad Rinaldy Aulia Putra yang telah memberikan semangat dan berjuang bersama dalam penyelesaian skripsi ini. 7) Sahabat-sahabat penulis, yaitu Embang Maryana, Irma Nurdianti, Nurriska Hafni, Titania Aulia, Shinta Permatasari, Nurhidayah Ningsih, dan Shanti Dewi Komala Sari atas bantuan, motivasi, dan semangat yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini.
9
8) Seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 44 yang telah memberikan
saran dan kritik pada saat pengerjaan skripsi dan seminar hasil penelitian. 9)
Seluruh jajaran staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis menyelesaikan pendidikan di bangku perkuliahan.
10) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Rochma Afriyani H14070025
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................................i DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................iv I.
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 6 1.3. Tujuan ........................................................................................................ 6 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........................... 9 2.1. Tinjauan Teori dan Konsep ....................................................................... 9 2.1.1. Pariwisata ........................................................................................ 9 2.1.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Perekonomian ............................. 10 2.1.3. Teori Daya Saing .......................................................................... 11 2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing ............................ 15 2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu............................................................... 18 2.3. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 21 2.3.1. Alur Kerangka Penelitian .............................................................. 21 2.3.2. Kerangka Pikir Konseptual ............................................................ 23 III. METODE PENELITIAN ............................................................................... 26 3.1. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data ...................................... 26 3.2. Faktor dan Variabel-Variabel Penelitian ................................................. 26 3.3. Metode Analisis ....................................................................................... 27 3.3.1. Analisis Shift Share ...................................................................... 27 3.3.2. Komposit Indeks ........................................................................... 30 3.3.3. Analisis Radar ............................................................................... 32 3.3.4. Analisis Kuadran ........................................................................... 32 IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR ........................................................ 35
11
4.1. Gambaran Umum..................................................................................... 35 4.1.1. Kondisi Demografis ...................................................................... 35 4.1.2. Kondisi Ekonomi .......................................................................... 41 4.1.3. Kondisi Pariwisata ........................................................................ 47 4.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Bogor .................... 54 V. PEMBAHASAN ............................................................................................. 58 5.1. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor Berdasarkan Metode Shift Share ............................................................................................... 58 5.1.1. Rasio Pertumbuhan PDRB Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor .. 58 5.1.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ................................. 60 5.1.3. Pertumbuhan Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor ................................................................................... 63 5.2. Daya Saing Pariwisata Kota Bogor Dibandingkan Daerah Sekitar dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat ................................................................ 65 5.2.1. Kondisi Faktor............................................................................... 66 5.2.2. Kondisi Permintaan ....................................................................... 69 5.2.3. Strategi Daerah .................................................................. 72 5.2.4. Industri Pendukung dan Terkait .................................................... 76 5.2.5. Daya Saing PariwisataTotal .......................................................... 80 5.3. Faktor yang Menentukan Daya Saing Pariwisata Kota Bogor ................ 87 5.4. Strategi Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Kota Bogor ....... 89 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 94 6.1. Kesimpulan .............................................................................................. 94 6.2. Saran ........................................................................................................ 95 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 97 LAMPIRAN ........................................................................................................... 99
i
DAFTAR TABEL Nomor 1.1.
Halaman PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2009 ......................................................................................... 3
4.1.
Penduduk Kota Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin
Tahun 2009 ................................................................................................ 39 4.2.
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) per Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2005- 2009 ................................................................................................. 40
4.3.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 .................................................................................................. 42
4.4.
Perkembangan Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor Tahun 2005-2009 ...................................................................................... 43
4.5.
Perkembangan Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 ................................................ 43
4.6.
Proporsi Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 ........................................................................... 44
4.7.
Proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Kota Bogor Tahun 20052009 ............................................................................................................ 46
4.8.
Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa terhadap Total Belanja Kota Bogor Tahun 2005-2009 ...................................................... 47
4.9.
Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kota Bogor Tahun 20052009 ............................................................................................................ 52
4.10.
Perkembangan Jumlah Hotel di Kota Bogor pada Tahun 2005-2009 ....... 53
4.11.
Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota Bogor pada Tahun 2005-2009 .. 54
5.1.
Rasio Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor Tahun 2005-2009 (Nilai ri, Ri, Ra) ............................................................ 59
5.2.
Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2005-2009............................... 60
5.3.
Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2005-2009......................... 61
ii
5.4.
Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2005-2009 ................... 62
5.5.
Analisis Shift Share Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 .................................................. 63
5.6.
Pertumbuhan Bersih (PB) Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 .................................................................................................................... 64
5.7.
Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Daerah Sekitarnya Tahun 2009 .................................................................................................................... 67
5.8.
Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Jawa Barat Tahun 2009 ......... 68
5.9.
Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ............................................................................................................ 70
5.10.
Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Jawa Barat Tahun 2009 ................................................................................................ 71
5.11.
Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Daerah Sekitarnya Tahun 2009 .................................................................................................................... 73
5.12.
Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Jawa Barat Tahun 2009 ........ 74
5.13.
Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Daerah Sekitarnya Tahun 2009 .............................................................................. 77
5.14.
Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Jawa Barat Tahun 2009 ................................................................................................ 78
5.15.
Nilai dan Peringkat Indeks Total Daerah Sekitarnya Tahun 2009............. 80
5.16.
Nilai dan Peringkat Indeks Total Jawa Barat Tahun 2009......................... 83
5.17. Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Pariwisata Kota Bogor .............................................................................. 91
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1. Bagan Porter’s Diamond ................................................................................ 15 2.2. Kerangka Pikir Konseptual ............................................................................. 25 3.1. Analisis Kuadran Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat ...................................................................................................... 34 4.1. Peta Administratif Jawa Barat dan Kota Bogor .............................................. 35 4.2. Perkembangan Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2006-2009 ....................................................................................................... 55 4.3. Perkembangan Kontribusi PDRB Pariwisata Kota Bogor Tahun 2006-2009 ....................................................................................................... 56 4.4. Perkembangan Kontribusi Retribusi Daerah Kota Bogor Tahun 2006-2009 ....................................................................................................... 57 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 ........... 65 5.2. Analisis Radar Daya Saing Relatif Terhadap Daerah Sekitar Tahun 2009 .... 82 5.3. Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 .......... 85
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ........................................................................... 99
2.
PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ......................................................................... 100
3.
APBD Kota Bogor Tahun 2005-2009 ..................................................... 101
4.
Jumlah Objek Wisata Jawa Barat Tahun 2009 ....................................... 102
5.
Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ........... 103
6.
Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara Jawa Barat Tahun 2009 ............................................................................................. 104
7.
Panjang Jalan Kondisi Baik Jawa Barat Tahun 2009 .............................. 105
8.
Anggaran Pemerintah untuk Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ........... 106
9.
Jumlah Hotel, Restoran, dan Biro Perjalanan Wisata Tahun 2009 ......... 107
10.
Pertanyaan Wawancara kepada Kepala Bidang Pariwisata Kota Bogor Tahun 2009 ............................................................................................. 108
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengelola berbagai urusan
penyelenggaran
pemerintah
bagi
kepentingan
dan
kesejahteraan
masyarakat daerah yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pembiayaan dan keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah tidak hanya kesiapan aparat pemerintah saja, tetapi juga masyarakat untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dengan pemanfaatan sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing secara optimal, salah satunya adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dan potensial dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Hal ini karena secara historis, pengembangan potensi sektor pariwisata adalah untuk menjadikan sektor ini sebagai sumber penghasil devisa dan penerimaan negara setelah Tenaga Kerja Indonesia(TKI) dan minyak, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor pariwisata merupakan sektor yang bersifat dapat diperbarui kembali (renewable) dan terus dapat dikembangkan tanpa membawa dampak pengurasan sumberdaya alam dan konservasinya. Namun, akhir-akhir ini pemerintah menyadari bahwa potensi sektor pariwisata adalah
2
sebagai alat untuk membangun perekonomian suatu daerah karena sektor pariwisata tersebut berada di daerah masing-masing. Kota Bogor yang memiliki potensi pariwisata harus memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk membangun perekonomian daerahnya. Sesuai dengan misi satu kota Bogor yaitu “Mengembangkan Perekonomian Masyarakat yang Bertumpu
pada
Kegiatan
Jasa
dan
Perdagangan”
dimana
didalamnya
mengembangkan pariwisata daerah dengan sasaran meningkatkan kunjungan wisatawan, maka pemerintah daerah harus memiliki kemampuan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi daerahnya tersebut secara lebih efektif dan efisien. Hal ini karena kota Bogor yang merupakan pintu gerbang provinsi Jawa Barat, berjarak 60 km dari Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan 120 km ke Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat menjadikan letak geografis kota Bogor yang stategis bagi para wisatawan di luar kota Bogor. Selain itu, dengan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai salah satu world haritage dan Istana Bogor membuat kota Bogor menarik wisatawan dari luar daerah untuk datang dan berkunjung ke kota Bogor. Pengembangan sektor pariwisata kota Bogor dimaksudkan dalam rangka memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah. Tenaga kerja yang terserap sektor pariwisata pada tahun 2009 sebanyak 5620 orang dari total tenaga kerja 360.505 orang. Kemudian, dapat dilihat pada Tabel 1.1 dari tahun 2005 sampai 2009 pendapatan yang disumbang sub sektor pariwisata yang terdiri dari sub sektor hotel, restoran, dan jasa hiburan rekreasi melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selalu mengalami peningkatan, walaupun sektor
3
pariwisata bukan merupakan penyumbang terbesar PDRB Kota Bogor. Pada tahun 2008 sektor pariwisata menyumbang PDRB sebesar Rp. 246.53 milyar kemudian di tahun 2009 PDRB yang disumbang meningkat menjadi Rp. 255 milyar (BPS Kota Bogor, 2010). Tabel 1.1 PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 Pertanian 12,62 12,32 12,72 13,12 Pertambangan 0,11 0,12 0,12 0,12 Industri Pengolahan 1.002,37 1.059,34 1.126,54 1.197,77 Listrik, Gas, dan Air bersih 112,49 119,97 128,09 136,83 Bangunan 266,04 276,74 288,02 299,80 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.071,25 1.140,16 1.205,11 1.267,52 Pengangkutan dan Komunikasi 344,68 368,42 394,45 422,72 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 489,53 522,98 560,78 602,52 Jasa- Jasa 268,14 282,23 296,91 312,42 Produk Domestik Regional Bruto 3.567,23 3.782,27 4.012,74 4.252,82 Pariwisata 223,55 230,65 238,42 246,53
Menurut 2009 13,54 0,12 1.273,76 146,24 312,10 1.331,87 453,53 648,63 328,92 4.508,71 255
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
Sebagaimana diketahui, kota Bogor bukan daerah yang kaya akan keindahan alam sebagai daya tarik wisatanya, mengunjungi kota Bogor seperti memiliki berbagai kesan yang mendalam, serasa mengunjungi kota masa lampau karena ada banyak peninggalan masa lalu, seperti: prasasti batu tulis dan gedunggedung peninggalan zaman penjajahan Belanda dulu. Tetapi, kondisi ini ternyata tidak lantas menyurutkan minat para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk berkunjung dan berwisata ke kota Bogor. Walaupun pendapatan yang disumbang melalui PDRB bukan yang terbesar, namun dengan melihat
4
peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, jika dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2005-2009, petumbuhannya berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2005, jumlah kunjungan wisatawan, baik mancanegara dan nusantara adalah sebanyak 1.856.991 orang, kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi 2.137.083 orang, namun pada tahun 2007 menurun drastis menjadi 1.766.009, hingga pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 2.985.266 orang (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011). Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009), fungsi kota Bogor adalah : 1. Sebagai Kota Perdagangan 2. Sebagai Kota Industri 3. Sebagai Kota Permukiman 4. Wisata Ilmiah Dengan melihat kondisi di atas, maka fungsi kota Bogor sebagai kota wisata dapat terealisasikan. Dapat dikatakan kota Bogor merupakan kota yang cukup mewakili kota lain, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Namun persaingan pariwisata dengan wilayah lain perlu diperhatikan agar perekonomian kota Bogor tetap terjaga dengan baik, tidak mengalami kemunduran. Letak geografis Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta, menjadikan Jawa Barat memiliki potensi yang strategis bagi pengembangan pariwisata. Selain merupakan pintu gerbang utama Indonesia, DKI Jakarta juga
5
merupakan sumber pasar wisatawan. Disamping itu, keragaman daya tarik wisata yang dimiliki kabupaten/kota di Jawa Barat memberikan alternatif pilihan berwisata yang lebih bervariasi bagi wisatawan sehingga tidak dipungkiri pariwisata di Jawa Barat merupakan salah satu kawasan tujuan para wisatawan mancanegara maupun lokal mengunjungi objek-objek wisata dan akomodasi lain, artinya banyak juga tujuan wisata di Jawa Barat selain kota Bogor. Keadaan ini akan menciptakan suatu daya saing pariwisata dimana terdapat tingkat kekuatan daya pikat/tarik berbagai aspek pariwisata yang selanjutnya akan membentuk daya saing industri pariwisata secara keseluruhan. Selain itu, karena industri pariwisata merupakan industri penting dalam hal penyumbang Gross Domestic Product (GDP) bagi suatu negara dan daerah. Hal inilah yang meyebabkan daerah berlomba-lomba untuk memperkenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan (turis) baik lokal maupun mancanegara. Berkembangnya sektor ini juga akan membawa dampak yang cukup besar pada industri-industri yang terkait. Dengan melihat kondisi dan faktor-faktor apa saja yang mendukung pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan sektor pariwisata kabupaten/kota lain di Jawa Barat, diharapkan pemerintah dapat mampu memanfaatkan potensi yang ada dan menetapkan strategi kebijakan yang efektif dan efisien agar pariwisata kota Bogor dapat terus meningkat dan mampu berdaya saing dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Oleh karena itu perlu studi untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
6
1.2
Perumusan Masalah Letak kota Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Indonesia dan merupakan
pintu gerbang Jawa Barat menjadikan kota Bogor cukup strategis bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi objek wisata dan akomodasi lain. Namun demikian, karena Jawa Barat memiliki banyak sekali objek wisata di kabupten/kota lain membuat kota Bogor harus mampu berdaya saing dengan wilayah lain di Jawa Barat. Oleh karena itu, diperlukan strategi kebijakan yang tepat untuk lebih meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor. Dari uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat? 2. Faktor-faktor apa saja yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor? 3. Strategi kebijakan apa yang perlu dilaksanakan pemerintah kota Bogor untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk:
1. Menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap sektor pariwisata daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
7
2. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor. 3. Menganalisis strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat daerah kota Bogor dalam peranannya untuk mengembangkan sektor pariwisata kota Bogor. 2. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ini berjudul Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor
difokuskan untuk melihat daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan sektor pariwisata daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan antara lain untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor, menganalisis faktor-faktor apa saja yang menentukan daya saing pariwisata tersebut, dan menganalisis kebijakan apa yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah daerah kota Bogor dalam meningkatkan daya saing sektor pariwisata setelah melihat faktor-faktor yang paling memengaruhi daya saing. Dalam penelitian ini periode waktu yang dipakai berkisar pada tahun 2005-2009,
8
karena pada umunya, jika ingin melihat tren yang terjadi, minimal periode waktu yang digunakan adalah lima tahun. Kemudian, kajian wilayah penelitian ini antara lain kota Bogor, daerah sekitar kota Bogor (kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Sukabumi, kota Bekasi, dan kota Bandung), dan seluruh kabupaten/kota Jawa Barat.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1
Pariwisata Berdasarkan Undang-Undang No. 90 tentang kepariwisataan, pariwisata
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya. Selain batasan tersebut, pariwisata menurut Kodyat (1985) adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Selanjutnya, menurut Gromang (1992) pariwisata mengandung tiga unsur antara lain: manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat tujuan). Jadi, pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga meliputi industri-industri klasik seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan, transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai industri. Banyak negara yang menjadikan industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi
10
yang dipakai oleh organisasi non-pemerintah untuk mempromosikan daerah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepadan wisatawan non-lokal.
2.1.2
Kontribusi Pariwisata Terhadap Perekonomian Rahayu (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pariwisata
merupakan suatu gejala sosial yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai macam aspek yang penting, aspek tersebut diantaranya yaitu aspek sosiologis, aspek psikologis, aspek ekonomis, aspek ekologis, dan aspek-aspek yang lainnya. Diantara sekian banyak aspek tersebut, aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hampir merupakan satusatunya aspek yang dianggap sangat penting adalah aspek ekonomisnya. Bahkan sektor pariwisata memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian dunia. Sektor pariwisata telah menjadi pilar ekonomi bagi masing-masing di dunia. Pengeluaran wisatawan untuk keperluan akomodasi, makanan, minuman, belanja, transportasi, dan hiburan merupakan pemasukan bagi devisa suatu negara. Pengembangan pariwisata harus tetap dilakukan dan ditingkatkan agar sektor pariwisata menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk terus memperbesar devisa atau pendapatan asli daerah, membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat setempat. Pengembangan tersebut akan berhasil dengan baik apabila masyarakat ikut berperan secara aktif. Dengan peran masyarakat tersebut, maka mereka akan merasakan keuntungan-keuntungan apa yang akan diperoleh.
11
Menurut Hutabarat dalam Rahayu (2006), peranan pariwisata antara lain, pertama, yaitu sebagai penghasil devisa negara; kedua, peranan sosial yaitu sebagai
penciptaan
lapangan
pekerjaan;
ketiga,
peranan
budaya
yaitu
memperkenalkan kebudayaan dan kesenian. Yoeti (2005) menyebutkan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian daerah lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kesempatan kerja dengan terbukanya lapangan pekerjaan. 2. Meningkatkan pendapatan daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 3. Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah. 4. Memberikan efek multiplier dalam perekonomian Daerah Tujuan Wisata (DTW).
2.1.3
Teori Daya Saing Daya saing sering diidentikkan dengan produktivitas (tingkat output yang
dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing dilihat beberapa indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolut. Pada awalnya, dalam hal perdagangan, setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi pada produk yang mempunyai efisiensi produksi lebih baik dari negara lain, dan melakukan perdagangan internasional dengan negara lain yang mempunyai kemampuan spesialisasi pada produk yang tidak dapat diproduksi di negara tersebut secara
12
efisien. Secara umum, teori absolut advantage (keunggulan mutlak) ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain: a) Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja; b) Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama; c) Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang; d) Biaya transpor ditiadakan. Dengan kata lain, keunggulan absolut adalah keuntungan yang dimiliki oleh suatu negara atau daerah atas negara atau daerah lain dalam memproduksi suatu produk disebabkan oleh adanya keunggulan atau kelebihan yang dimilikinya yang tidak dimiliki oleh negara atau daerah lain tersebut misalnya karena faktor tenaga kerja yang melimpah dan murah, dan sumber daya alam. Sementara itu, teori comparative advantage (keunggulan komparatif) dikemukakan lebih mendalam lagi tentang keunggulan tiap negara atau daerah. Dalam teori Ricardo tersebut membuktikan bahwa apabila ada dua negara yang saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif, maka kedua negara tersebut akan beruntung. Dalam ekonomi regional, keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Dengan kata lain, Tarigan (2005) menyebutkan bahwa keunggulan
komparatif
adalah
suatu
kegiatan
ekonomi
perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah.
yang
menurut
13
Namun keunggulan komparatif ini memiliki keterbatasan sebagai suatu konsep statis berdasarkan kepemilikan faktor produksi yang diasumsikan memberikan tingkat pengembalian yang semakin menurun dan tingkat teknologi yang sama antar negara. Selain itu, peran pemerintah dalam peningkatan daya saing tidak dijadikan pertimbangan. Dari
keterbatasan-keterbatasan
tersebut
kemudian
memunculkan
pemikiran baru tentang keunggulan kompetitif yang dapat didefinisikan sebagai suatu komoditi atau sektor ekonomi terbentuk dengan kinerja yang dimilikinya, sehingga dapat unggul dari komoditi atau sektor ekonomi lainnya. Menurut Sumihardjo
(2008)
kemampuan sebuah
keunggulan industri untuk
kompetitif
adalah
memformulasikan
merujuk
pada
strategi
yang
menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah industri pesaingnya. Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter (1990) dengan empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta kondisi strategi, struktur perusahaan dan persaingan. Selain keempat faktor tersebut, ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Secara bersama-sama, faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory.
14
Lebih lanjut, daya saing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaanperbedaan dengan lainnya. Selanjutunya Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri ; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat ; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi. Sementara dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya,
(2)
kemampuan
menghubungkan
dengan
lingkungannya,
(3)
kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan. Dengan menggunakan kinerja atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya saing.
15
2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Tinggi rendahnya daya saing suatu industri/institusi tergantung kepada faktor-faktor yang memengaruhinya. Ruang lingkup daya saing pada skala makro menurut Sumihardjo (2008) meliputi: “(1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan, (3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5) ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya alam, (7) kelembagaan, (8) governance dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi mikro.”
Kondisi Faktor
Peran Pemerintah
Kondisi Strategi
Kondisi Permintaan
Perusahaan dan Pesaing
Industri Pendukung dan
Terkait
Peran Kesempatan
Sumber : Porter, 1995.
Gambar 2.1 Bagan Porter’s Diamond Dalam hal ini, ruang lingkup penentu daya saing berdasarkan konsep Porter’s Diamond. Adapun elemen-elemen daya saing yang dikaji dalam Porter’s Diamond meliputi kondisi faktor, kondisi permintaan, kondisi strategi perusahaan dan pesaing, serta industri pendukung dan terkait. Ada pula peran pemerintah dan
16
peran kesempatan yang tidak berpengaruh langsung terhadap daya saing. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 2.1 di atas. Penjelasan tentang komponen-komponen Porter’s Diamond dalam bagan di atas adalah sebagai berikut (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). 1.
Kondisi faktor yaitu kondisi berdasarkan sumber daya alam, sumber daya
manusia, modal, teknologi, serta berbagai infrastruktur. Semakin tinggi kualitas faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. a. Sumber daya alam merupakan faktor yang berupa ketersediaan lahan, indikatornya kuantitas, kualitas, aksesibilitas, harga tanah, air, serta sumber daya alam lainnya. b. Sumber daya manusia yang terdiri dari indikator jumlah tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, dan tingkat upah serta standar jam kerja. c. Teknologi yang merupakan faktor penting dalam persaingan agar tercipta keefektifan dan keefisienan. d. Infrastruktur yang berupa ketersediaan jenis, mutu/kualitas sarana prasarana guna menunjang persaingan. 2.
Kondisi permintaan merupakan kondisi dan sifat asal untuk barang dan
jasa yang sangat penting untuk keunggulan kompetitif. Kondisi ini sangat penting dalam menciptakan keunggulan daya saing karena bagaimana perusahaan menerima,
menginterpretasikan,
dan
memberi
reaksi
pada
kebutuhan
konsumen/pelanggan. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan
17
kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal. Namun, dengan adanya perdagangan internasional, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri. 3.
Kondisi strategi dan struktur perusahaan meliputi strategi dan struktur
perusahaan domestik, tujuan perusahaan dan individu serta persaingan domestik. Kondisi strategi ini penting karena akan mendorong perusahaan dalam industri untuk melakukan inovasi, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dengan adanya persaingan yang ketat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selau meningkatkan efisiensi dan efektivitas. 4.
Kondisi industri pendukung dan industri terkait yang mempunyai
keunggulan daya saing akan memberikan potensi keunggulan bagi industri di suatu wilayah. Hal ini disebabkan industri pemasok menghasilkan input yang digunakan secara meluas dan penting bagi inovasi dan internasionalisasi. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost, sharing technology, informasi maupun keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat. 5.
Peran pemerintah merupakan faktor yang tidak berpengaruh langsung
terhadap peningkatan daya saing akan tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saingnya. Pengaruh pemerintah dapat terjadi melalui kebijakankebijakan pemerintah. Pengaruh yang dapat diberikan pemerintah terhadap keempat faktor penentu keunggulan daya saing adalah sebagai berikut:
18
a. Kondisi faktor produksi dipengaruhi melalui kebijakan-kebijakan publik seperti subsidi dan kebijakan pendidikan. b. Kondisi permintaan pasar dipengaruhi melalui penentuan standar produk lokal. c. Industri-industri terkait dan pendukung di dalam suatu wilayah dipengaruhi dengan melakukan pengontrolan terhadap media periklanan maupun melakukan regulasi yang diperlukan. d. Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan dipengaruhi melalui berbagai perangkat lunak seperti regulasi pasar modal, kebijakan pajak dan antitrust. Selain itu, pemerintah memegang peranan dalam kemudahan akses birokrasi serta perbaikan kualitas infrastruktur. 6.
Peran kesempatan/peluang berada diluar kendali perusahaan atau
pemerintah yang akan menciptakan lingkungan bersaing dan memengaruhi tingkat daya saing, seperti penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan politik eksternal, dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing, peran kesempatan ini akan menciptakan atau menambah kekayaan tambahan.
2.2
Penelitian-Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian yang dilakukan sekarang, diantaranya: Maulida (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah” dengan menggunakan alat analisis Loqation Quotient (LQ), metode Shift
19
Share, dan Porter’s Diamond menyatakan bahwa sektor pariwisata Kabupaten Tasikmalaya merupakan sektor basis selama tahun 2003-2004, tetapi pada tahun 2005-2007 menjadi sektor nonbasis. Berdasarkan analisis Shift Share dalam komponen pertumbuhan wilayah, sektor pariwisata termasuk ke dalam kelompok yang pertumbuhannya lambat dan kurang berdaya saing. Selain itu, potensi dan kondisi yang memengaruhi daya saing pariwisata kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi yang kurang berdaya saing. Faktor yang menjadi keunggulan pariwisata kabupaten Tasikmalaya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi permintaan domestik, peranan pemerintah, persaingan, dan bisnis souvenir. Kelemahan pariwisata kabupaten Tasikmalaya adalah sumberdaya modal, infrastruktur, industri pendukung dan terkait, dan strategi pemasaran. Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya saing dan preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor” dengan menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk mebiayai peningkatan kualitas maupun kuantitas kepariwisataan kota Bogor.
20
Kemudian faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke kota Bogor adalah variabel pendidikan, intensitas biaya, dan kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel yang berpengaruh positif yaitu intensitas, biaya, dan kenyamanan sehingga semakin besar variabel-variabel tersebut semakin besar pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke kota Bogor. Oleh karena itu, strategi yang dapat direkomendasikan adalah peningkatan anggaran dari pemerintah kota Bogor, yaitu harus lebih berkoordinasi dengan pihak swasta yang bergerak di bidang bisnis pariwisata dan gencar melakukan promosi tentang kepariwisataan kota Bogor. Trisnawati, et al (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Industri Pariwisata untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah (Kajian Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta)” dengan menggunakan alat analisis kuantitatif index composite menyatakan bahwa indeks daya saing pariwisata di Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Beberapa penyebab hal ini dapat terjadi karena dijelaskan pada setiap indikator yang membentuk indeks daya saing di sektor pariwisata. Berdasarkan human tourism indicator, hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah turis baik domestik maupun mancanegara lebih banyak di Yogyakarta. Bidang kepariwisataan juga telah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi kota Yogyakarta dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Price Competitiveness Indicator (PCI) menunjukkan bahwa indeks PPP lebih tinggi di kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indicator (IDI) menunjukkan bahwa
21
pendapatan perkapita di kedua destinasi tersebut adalah tidak berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan
Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa tingkat
kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata. Berdasarkan Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan bahwa indeks teknologi di daerah destinasi Yogyakarta lebih tinggi. Berdasarkan Human Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks pendidikan di destinasi Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Openess Indicator (OI), daya saing pariwisata destinasi Yogyakarta juga menunjukkan angka lebih tinggi. Terakhir, Berdasarkan Social Development Indicator (SDI) menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta.
2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1
Alur Kerangka Penelitian Analisis Shift-Share merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu. Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share (Budiharsono, 2001), yaitu komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
22
Pada penelitian ini, metode shift share digunakan untuk menganalisis apakah sektor pariwisata kota Bogor memiliki daya saing jika dibandingkan sektor yang sama di kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Perhitungan berdasarkan nilai mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik, sehingga metode ini tidak dapat menganalisis perkembangan posisi daya saing sektor tersebut di Jawa Barat. Selanjutnya, posisi daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan daerah sekitar dan seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat dapat diukur dan dianalisis dengan komposit indeks yang telah diberi peringkat. Kemudian, dengan analisis radar akan membandingkan daya saing sektor pariwisata relatif terhadap daerah sekitar kota Bogor. Analisis radar ini memaparkan kesembilan komponen pembentuk daya saing tersebut sehingga dapat terlihat komponen variabel apa yang paling menentukan daya saing. Adapun variabel-variabel tersebut antara lain, jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah wisatawan nusantara, anggaran pemerintah, infrastruktur jalan, jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata. Perkembangan posisi daya saing sektor pariwisata Jawa Barat dapat dijelaskan dengan analisis kuadran dimana analisis ini pada umumnya digunakan untuk memetakan suatu objek pada 2 kondisi yang saling berkaitan. Perkembangan posisi daya saing tersebut dibentuk dari dua kondisi yaitu sumbu X (peran kesempatan) dan sumbu Y (peran pemerintah). Faktor-faktor penentu daya saing sektor pariwisata kota Bogor dapat dianalisis menggunakan metode komposit indeks karena metode ini dapat menormalisasikan berbagai keragaan faktor dan variabel dimana dapat terlihat
23
dari nilai indeks yang dibentuk. Kemudian dari faktor-faktor yang kurang unggul karena nilai indeksnya yang kecil, dapat dibuat strategi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah kota Bogor dalam meningkatkan daya saing sektor pariwisata. 2.3.2
Kerangka Pikir Konseptual Setiap daerah pasti memiliki potensi yang dimiliki untuk pembangunan
perekonomiannya agar tidak tertinggal dengan wilayah lain. Pembangunan ekonomi tersebut merupakan hasil dari kinerja sektor-sektor ekonomi daerah yang potensial. Salah satu potensi yang dimiliki oleh kota Bogor adalah sektor pariwisata. Sektor ini merupakan sektor yang cukup memberikan pendapatan daerah yang tinggi melalui PDRB. Selain itu, sektor pariwisata kota Bogor mampu menarik perhatian para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara karena banyak jenis objek wisata dan akomodasi yang memiliki daya tarik tersendiri untuk para wisatawan tersebut. Setiap
daerah
memiliki
daya
tarik
sendiri
menawarkan
sektor
pariwisatanya. Hal ini karena masing-masing daerah memiliki potensi pariwisata yang berbeda. Kota Bogor bukan satu-satunya daerah di Jawa Barat yang mempunyai potensi pariwisata yang baik, masih banyak kabupaten/kota lain yang mempunyai pariwisata yang menarik perhatian wisatawan. Untuk itu, perlu dikaji secara lebih mendalam terhadap potensi dan faktor-faktor apa saja yang dapat dijadikan
kekuatan
daya
saing
kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
pariwisata
kota
Bogor
dibandingkan
24
Referensi dalam meningkatkan daya saing pariwisata kota Bogor dapat dilihat dari faktor-faktor yang menentukan daya saing tersebut yang terdiri dari kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait. Pada penelitian ini kondisi faktor terdiri dari variabel jumlah objek wisata dan jumlah tenaga kerja, kondisi permintaan terdiri dari jumlah wisatawan baik mancanegara maupun nusantara (wisman dan wisnus), sementara faktor strategi daerah terdiri dari variabel infrastruktur jalan dan anggaran pemerintah, kemudian faktor terakhir industri pendukung dan terkait terdiri dari jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata. Komponen-komponen dari faktor tersebut dipilih karena beberapa penelitian terdahulu menggunakan komponen tersebut untuk menentukan daya saing dan memang dapat dijadikan indikator pariwisata. Daya saing sektor pariwisata memberikan peranan yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi suatu daerah. Daya saing tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah kota Bogor seperti meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian pemerintah kota Bogor dapat menetapkan strategi kebijakan agar pariwisata kota Bogor terus berkembang dan lebih mampu berdaya saing dengan daerah lain di Jawa Barat dan luar Jawa Barat.
25
KONDISI FAKTOR - Jumlah objek wisata - Jumlah tenaga kerja
STRATEGI DAERAH - Anggaran pemerintah - Infrastruktur jalan
Daya saing pariwisata kota Bogor
KONDISI PERMINTAAN - Jumlah wisman - Jumlah wisnus
INDUSTRI PENDUKUNG - Jumlah hotel - Jumlah restoran - Jumlah biro perjalanan wisata
Penyerapan
tenaga
kerja
Peningkatan pendapatan daerah
Pertumbuhan ekonomi
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Konseptual Keterangan: = pengaruh
26
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data Data yang dipakai dan dibutuhkan sebagai bahan analisis penelitian ini
adalah data sekunder dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Data-data yang dikumpulkan tersebut antara lain data yang berkaitan dengan variabel penelitian ini yaitu faktor produksi, permintaan domestik dan mancanegara, strategi dan struktur perusahaan serta pesaing, dan industri terkait dan pendukung serta data-data lain yang terkait penelitian seperti dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini serta literatur dari internet.
3.2
Faktor dan Variabel-Variabel Penelitian Dalam penelitian ini digunakan faktor-faktor daya saing, yaitu : kondisi
faktor produksi, permintaan, strategi dan struktur perusahaan, serta industri terkait dan pendukung. Faktor-faktor tersebut dibangun melalui kombinasi sejumlah variabel melalui metode indeksasi. 1. Kondisi faktor produksi Faktor ini terdiri dari sumber daya alam dan sumber daya manusia berupa objek wisata dan jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang kepariwisataan.
27
2. Kondisi permintaan Faktor ini terdiri dari jumlah wisatawan yakni jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara, baik wisatawan ke objek wisata maupun ke hotel. 3. Strategi dan struktur perusahaan Faktor ini terdiri dari infrasruktur jalan dan anggaran yang disediakan pemerintah untuk pariwisata. 4. Industri pendukung dan terkait Faktor ini terdiri dari jumlah hotel, jumlah restoran, dan jumlah biro perjalanan.
3.3
Metode Analisis Pada
penelitian
ini,
metode
yang
digunakan
untuk
menjawab
permasalahan-permasalahan adalah shift share, komposit indeks, analisis radar, analisis kuadran. 3.3.1
Analisis Shift Share Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share
(Budiharsono, 2001). Ketiga komponen tersebut adalah komponen Pertumbuhan Nasional
(PN),
komponen
Pertumbuhan
Proposional
(PP),
komponen
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). 1. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) Merupakan perubahan produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja nasional, perubahan
28
kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. 2. Komponen Pertumbuhan Proposional (PP) Komponen ini disebut juga dengan istilah Proportional Shift, timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar sehingga ditunjukkan perubahan relatif (naik/turun) kinerja suatu sektor. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Komponen ini disebut juga dengan istilah Differential Shift, timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB/kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat diketahui seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Rumusan dari analisis shift share adalah sebagai berikut: a.
ri (Laju pertumbuhan output sektor pariwisata kota Bogor) ri =
Y’ij - Yij
…………………………………………………………(3.1)
Yij Dimana: ri = rasio output sektor i pada wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Y’ij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. b.
Ri (Laju pertumbuhan output sektor pariwisata Jawa Barat) Ri =
Y’i – Yi Yi
…………………………………………………………..(3.2)
29
Dimana: Ri = rasio output/kesempatan kerja (provinsi) dari sektor i. Y’i = output (provinsi) dari sektor i pada tahun akhir analisis. Yi = output (provinsi) dari sektor i pada tahun dasar analisis c.
Ra (Laju pertumbuhan output Jawa Barat) Y’.. – Y.. Ra = ………………………………………………………..(3.3) Y..
Dimana: Ra = rasio output (provinsi). Y’.. = output (provinsi) pada tahun akhir analisis. Y.. = output (provinsi) pada tahun dasar analisis. d.
Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PNij = (Ra)Yij …………………………………………………………(3.4)
Dimana: PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j. Yij = output kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. e.
Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PPij = (Ri – Ra)Yij …………………………………………………….(3.5)
Dimana: PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Apabila: PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lamban. PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat. f.
Komponen Pertumbuhan Pangsa wilayah (PPW) PPWij = (ri – Ri)Yij …………………………………………………(3.6)
30
Dimana: PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Apabila: PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i. PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i. g.
Pertumbuhan Bersih (PB) PB = PP + PPW ………………………………………………………(3.7)
Apabila: PB > 0, berarti sektor i pada wilayah j mengalami kemjuan ekonomi (progresif) PB < 0, berarti sektor i pada wilayah j mengalami perlambatan ekonomi h.
Keunggulan Kompetitif Suatu sektor mempunyai keunggulan kompetitif apabila ri – Ri > 0.
i.
Spesialisasi Suatu sektor mempunyai spesialisasi apabila variabel wilayah nyata lebih
besar daripada variabel yang diharapkan ( Yij - Ŷij > 0). Dimana : Ŷij = Yij(Yi/Y..)
3.3.2 Komposit Indeks Indeksasi banyak digunakan sebagai metode menghitung tingkat daya saing. Keragaan faktor dan variabel kompleks, sumberdaya yang berbeda antar daerah, dapat pula dinormalisasikan dengan metode ini. Indeksasi dilakukan
31
dengan mentabulasikan data dan mengolahnya dengan metode normalisasi data. Keunggulan metode ini antara lain : 1. Prosesnya mudah atau sederhana untuk dilakukan; 2. Tidak memerlukan peralatan (software) tertentu maupun keahlian spesifik. Hanya membutuhkan operasi matematika sederhana; 3. Pergerakan data pada setiap kriteria, sub kriteria, dan variabel dengan mudah dapat ditelusuri, untuk keperluan analisis pada setiap kriteria maupun sub kriteria. Tahapan analisis data yang dilakukan, yaitu: 1. Menghitung indeks pariwisata dari indikator-indikator (variabel) pembentuk indeks daya saing yang telah dijelaskan sebelumnya dengan formula : X’ij =
Xij – Minj
…………………………………………………………...(3.8) (Maxj – Minj)
Dimana: X’ij = Nilai kabupaten/kota ke-i untuk variabel ke-j, yang distandarisasi Xij = Nilai data asal kabupaten/kota ke-i variabel ke-j Minj = Nilai minimum variabel ke-j Maxj = Nilai maksimun variabel ke-j 2. Dari hasil standarisasi data tersebut kemudian dihitung rata-rata pada masingmasing kelompok variabel. Nilai dari rata-rata kelompok variabel tersebut menghasilkan indeks daya saing daerah. Karena satu faktor yang dianalisis menggunakan beberapa variabel, maka indeks untuk faktor yang dimaksud disusun berdasarkan rata-rata nilai indeks seluruh variabel pembentuknya. Rumusan indeks faktor daya saing yang dimaksud dapat dirumuskan secara metamatis sebagai berikut:
32
ifi,k =
ivi,1 + ivi,2 + ivi,3 +…+ ivi,n
…………………………………………(3.9)
n
Dimana: ifi,k = Indeks faktor daya saing ke-k untuk daerah ke-i. ivi,n = Indeks variabel ke-n (untuk masing-masing faktor daya saing k), untuk daerah ke-i. n = Jumlah variabel untuk masing-masing faktor daya saing. 3. Setelah mengetahui nilai indeks tiap faktor, dapat membandingkan dan menentukan posisi daya saing industri pariwisata kota Bogor dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat dengan memberi peringkat pada tiap daerah.
3.3.3 Analisis Radar Analisis yang digunakan untuk menjelaskan/menggambarkan bagaimana perbandingan beberapa objek terhadap ukuran. Dalam penelitian ini, akan membandingkan daya saing relatif terhadap daerah sekitar kota Bogor. Cara memetakan analisis ini yaitu perbandingan objek kota Bogor dan daerah sekitar (kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Sukabumi, kota Bekasi, dan kota Bandung) terhadap ukuran daya saing yang terdiri dari sembilan komponen faktor sehingga dapat terbentuk radar tersebut.
3.3.4
Analisis Kuadran Analisis kuadran umumnya digunakan untuk memetakan suatu objek pada
dua kondisi yang saling berkaitan. Dengan demikian, melalui analisis kuadran ini dapat diketahui kondisi relatif satu objek terhadap objek lainnya dalam dua ukuran
33
yang saling berkaitan. Sementara itu untuk melakukan analisis kuadran, masingmasing objek dipetakan dalam satu Diagram Kartesius. Terdapat dua komponen penting dalam Diagram Kartesius. Pertama garis potong (garis tolak) sumbu X dan sumbu Y, serta kedua adalah empat kuadran yang dihasilkan dari perpotongan sumbu X dan sumbu Y. Untuk menentukan titik potong digunakan nilai rata-rata dari nilai X dan nilai Y seluruh objek (1,...,j), yaitu: 1
∑ X(Y)j X(Y) =
j
......................................................................................... (3.10) j
Dari kedua garis potong di atas akan dihasilkan empat kuadran. Kondisi yang interpretasi masing-masing kuadran akan sangat bergantung pada arah dan keterkaitan antara kedua ukuran yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan analisis kuadran seperti yang digunakan Briguglio (2004). Empat kuadran yang dihasilkan diinterpretasikan sebagai empat skenario dimana masingmasing kuadran dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Kuadran 1, diintepretasikan dengan nilai pemerintah positif, tetapi peran kesempatan negatif sehingga pada posisi ini masih dapat keluar dari area kuadrannya.
2.
Kuadran 2, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah dan peran kesempatan positif sehingga posisinya sudah baik.
3.
Kuadran 3, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah negatif, tetapi peran kesempatan positif sehingga sama dengan kuadran 1, posisi ini masih dapat keluar dari area kuadrannya.
34
4.
Kuadran 4, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah dan peran kesempatan negatif sehingga sulit untuk keluar dari area kuadrannya. Secara grafik dapat dijelaskan seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini. Pada
tingkatan aggregatif Provinsi, analisis ini dapat diketahui tingkat perkembangan daya saing pariwisata seluruh daerah Jawa Barat. Average (X)
Peran pemerintah
• Nilai peran pemerintah positif tetapi peran kesempatan negatif • Posisi cukup baik, dapat keluar dari area ini
Kuadran 4 • Nilai peran pemerintah dan peran kesempatan negatif • Posisi kurang baik, sulit keluar dari area ini
Kuadran 2 • Nilai peran pemerintah dan peran kesempatan positif • Posisi baik
Average (Y)
Kuadran 1
Kuadran 3 • Nilai peran pemerintah negatif, tetapi peran kesempatan positif • Posisi cukup baik, dapat keluar dari area ini
Peran kesempatan
Gambar 3.1 Analisis Kuadran Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat
35
IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
4.1
Gambaran Umum
4.1.1
Kondisi Demografis
4.1.1.1 Kondisi Geografis Kota Bogor dengan luas 11.850 ha, terletak pada 106º 48’ Bujur Timur dan 6º 36’ Lintang Selatan, ± 56 Km Selatan dari Ibu Kota Jakarta dan ± 130 Km Barat Kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat. Wilayah Administrasi Kota Bogor dibagi menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan, 758 RW dan 3.392 RT.
Peta Jawa Barat Gambar 4.1 Peta Administratif Jawa Barat dan Kota Bogor
36
Wilayah Kota Bogor berbatasan dengan : a. Sebelah Utara
: Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Bogor. b. Sebelah Timur
: Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten
Bogor. c. Sebelah Barat
: Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten
Bogor. d. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Kota Bogor berada di ketinggian 190 – 330 mdpl, dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2 persen sampai dengan > 40 persen, dengan luas menurut kemiringan lereng yakni 0 – 2 persen (datar) seluas 1.763,94 ha, 2 – 15 persen (landai) seluas 8.091,27 ha, 15 – 25 persen (agak curam) seluas 1.109,89 ha, 25 – 40 persen (curam) seluas 764,96 ha, dan > 40 persen (sangat curam) seluas 119,94 ha. Suhu udara rata-rata setiap bulannya 26o C, dan kelembaban udara kurang lebih 70 persen. Kota Bogor disebut kota Hujan karena memiliki curah hujan ratarata yang tinggi, yaitu berkisar 4.000 sampai 4.500 mm/tahun. Kota Bogor memiliki struktur geologi aliran andesit seluas 2.719,61 ha, kipas aluvial seluas 3.249,98 ha, endapan seluas 1.372,68 ha, tufa seluas 3.395,17 ha, dan lanau breksi tuf aan dan capili seluas 1.112,56 ha. Secara umum, kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpal). Lapisan batuan ini
37
berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan, yang tentunya baik untuk vegetasi. Tanah yang ada di seluruh wilayah kota Bogor umumnya memiliki sifat agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat (clay), dengan tekstur tanah yang umumnya halus hingga agak kasar, kecuali di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Tengah yang terdapat tanah yang bertekstur kasar. Wilayah kota Bogor dialiri oleh 2 sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane dan anak-anak sungai, yang secara keseluruhan anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Sungai Cidepit, Sungai Ciparigi, dan Sungai Cibalok ) itu membentuk pola aliran pararel-sub pararel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar tersebut. Kota Bogor memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum. Sumber air bagi kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan mata air. Kedalaman air tanah bervariasi sek itar 3-12 m, kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan) berkisar 3-6 m, sedangkan pada musim kemarau kedalaman muka air tanah mencapai 10-12 m. Kualitas air tanah di kota Bogor terbilang cukup baik. Sumberdaya alam lainnya berupa flora dan f auna juga ditemukan di Kota Bogor. Sejumlah tanaman tropis yang langka dapat ditemui di Kebun Raya Bogor yang dikenal memiliki koleksi tanaman tropis yang terlengkap di dunia. Selain itu, tanaman sayuran dan buah - buahan serta tanaman hias dan tanaman obat-obatan masih banyak diusahakan oleh masyarakat terutama di
38
Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat. Kawasan rawan bencana di kota Bogor adalah kawasan yang sering mengalami bahaya longsor dan kawasan yang rawan banjir. Daerah yang sering longsor umumnya di sekitar tebing sungai, sedangkan daerah yang rawan banjir hanya merupakan titik genangan yang tersebar pada beberapa kecamatan. Dengan kondisi geografis yang relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di kawasan Jabodetabek, maka kota Bogor mempunyai potensi yakni menjadi tujuan utama bermukim para pekerja di DKI Jakarta, serta tujuan wisata penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya. Pertumbuhan yang cepat ini harus diiringi dengan upaya mempertahankan ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari luas kota, pembangunan sumur resapan dan kolam retensi untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan mencegah tingginya debit drainase yang ada yang dapat menimbulkan banjir. Perkuatan kepada sempadan sungai maupun tebing yang sewaktu -waktu dapat menimbulkan bencana longsor juga penting untuk dilakukan. 4.1.1.2 Kondisi Penduduk Jumlah penduduk kota Bogor terus mengalami pertumbuhan sehingga menimbulkan tingkat kepadatan yang makin tinggi pula. Angka pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh faktor alamiah (kelahiran dan kematian) dan faktor migrasi masuk dan keluar. Jumlah penduduk kota Bogor pada tahun 2009 adalah 895.596 jiwa dengan luas wilayah 118,50 km2 kepadatan penduduk kota Bogor tahun 2009 adalah 7.951 jiwa/km2 (Bogor Dalam Angka 2010).
39
Pada tahun 2009 jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, paling banyak pada umur 20-24 tahun yaitu 107.588 jiwa, dengan proporsi perempuan 55.435 jiwa dan laki-laki 52.153 jiwa. Sedangkan paling sedikit pada umur 60-64 tahun yaitu 20.650 jiwa.. Tabel 4.1 Penduduk Kota Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 Kelompok Umur
Laki-Laki
0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65+
43.645 42.845 42.710 42.837 52.153 49.707 46.943 38.487 33.118 27.244 20.825 12.812 11.519 17.074
Perempuan 43.855 46.158 43.477 44.618 55.435 48.953 43.271 35.190 29.321 22.003 16.591 10.223 9.491 16.059
Laki-laki + Perempuan 87.500 89.003 86.187 87.455 107.588 98.660 90.214 73.677 62.439 49.247 37.416 23.035 20.650 33.133
Rasio Jenis Kelamin 100 93 98 96 94 102 108 109 113 124 126 125 118 106
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
4.1.1.3 Kondisi Pendidikan dan Kesehatan Indikator yang digunakan untuk melihat pembangunan sektor pendidikan salah satunya dengan melihat Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). RLS pada tahun 2009 adalah adalah 9,74 tahun meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini setara dengan SMA tahun pertama. Distribusi RLS antar kecamatan di kota Bogor berbeda, sebagaimana tertuang pada Tabel 4.2.
40
RLS diperoleh dengan membandingkan jumlah murid dengan jumlah sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu baik Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas yang dari tahun ke tahun. Hal ini menandakan bahwa tingkat kepadatan sekolah di kota Bogor makin tinggi, sehingga upaya penanganannya lebih dipusatkan pada peningkatan daya tampung setiap sekolah. Tabel 4.2 Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 2005-2009 Kecamatan 2005 2006 Bogor Selatan 8,74 8,78 Bogor Timur 9,63 9,67 Bogor Utara 9,93 9,97 Bogor Tengah 10,11 10,15 Bogor Barat 10,05 10,09 Tanah Sareal 9,25 9,29 Kota Bogor 9,61 9,65
per Kecamatan di Kota Bogor 2007 8,80 9,70 10,00 10,18 10,12 9,31 9,68
2008 8,83 9,73 10,03 10,21 10,15 9,34 9,71
2009 8,85 9,76 10,06 10,24 10,18 9,37 9,74
Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor, 2010
Sarana dan prasarana sanitasi belum mampu menopang kesehatan masyarakat kota Bogor secara keseluruhan. Jamban memiliki peranan cukup signifikan dalam kesehatan masyarakat. Rumah yang memiliki jamban keluarga hanya 74,13 persen. Ini berarti masih sangat banyak masyarakat yang menggunakan sungai sebagai pengganti jamban. Rumah yang memiliki sarana air bersih adalah 91,43 persen. Upaya meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat masih perlu mendapat perhatian pada dua hal tersebut. Program promosi kesehatan lainnya yang dilaksanakan pemerintah kota Bogor adalah bekerjasama dengan LSM yakni Plan Indonesia melalui kegiatan FRESH ( Focussing Resources on Effective School Heatlh) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas PHBS di sekolah melalui suatu pendekatan “Anak untuk Anak” atau Sekolah Ramah Anak. Sejak tahun 2004 pemerintah kota Bogor
41
menaruh perhatian khusus tentang bahaya merokok dalam upaya mewujudkan PHBS di masyarakat. Dalam implementasinya pemerintah kota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada tanggal 21 Desember 2009.
4.1.2 Kondisi Ekonomi Keadaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Bogor, baik atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000 dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalamai peningkatan. PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 6.191,92 milyar dan meningkat menjadi Rp. 11.904,60 milyar di tahun 2009. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2005 sebesar Rp. 3.567,23 milyar dan meningkat pada tahun 2009 menjadi Rp. 4.508,71 milyar (BPS Kota Bogor, 2010). Hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini telah terjadi peningkatan riil yang walaupun tidak terlalu besar tetapi cukup menunjukkan bahwa peningkatan yang terjadi bukan hanya peningkatan yang disebabkan oleh harga yang jauh meningkat atau tingkat inflasi yang terjadi. Laju pertumbuhan ekonomi kota Bogor dalam kurun waktu lima tahun mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, dapat dilihat pada Tabel 4.3 di tahun 2005 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,12 kemudian turun pada tahun 2006 menjadi 6,03, naik kembali menjadi 6,09 pada tahun 2007, hingga akhirnya pada tahun 2009 laju pertumbuhan mencapai 6,01 Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh sembilan sektor lapangan usaha yaitu sektor pertanian, sektor
42
industri pengolahan, sektor pertambangan, sektor listrik, gas, dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta sektor-sektor jasa-jasa. Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Usaha Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha 2005 Pertanian 4,32 Pertambangan dan Pengolahan 1,95 Industri Pengolahan 6,63 Listrik, Gas, dan Air bersih 7,05 Bangunan 4,24 Perdagangan, Hotel, Restoran 4,10 Pengangkutan dan Komunikasi 6,85 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 10,86 Jasa- Jasa Lainnya 4,88 Produk Domestik Regional Bruto 6,12
Kota Bogor Menurut Lapangan 2006 -2,32 1,78 5,68 6,65 4,02 6,43 6,89
2007 3,19 1,78 6,34 6,77 4,08 5,7 7,07
2008 3,18 1,88 6,32 6,82 4,09 5,18 7,17
2009 3,19 1,2 6,34 6,87 4,1 5,08 7,29
6,83 5,26
7,23 5,2
7,44 5,22
7,65 5,25
6,03
6,09
5,98
6,01
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri atas struktur pendapatan, struktur belanja dan struktur pembiayaan daerah, yang dilaksanakan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab. Struktur pendapatan daerah kota Bogor terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan lain-lain, dan Pendapatan dari dana perimbangan.
43
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Usaha Daerah dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah. Dana Perimbangan yang meliputi Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Tabel 4.4 Perkembangan Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 Pendapatan Asli Daerah Proporsi PAD terhadap Tahun (Juta Rupiah) Pendapatan (%) 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata Per Tahun
57.789,38 60.262,95 68.509 75.793 89.223
14,68 12.01 11,36 11,69 12,54 12,45
Sumber : Departemen Keuangan, 2011 (diolah)
Dalam kurun waktu lima tahun, anggaran pemerintah kota Bogor untuk Pendapatan Asli Daerah mengalami peningkatan. Namun demikian, proporsi PAD terhadap total pendapatan relatif masih kecil dengan rata-rata sebesar 12,45 %, hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah daerah pada dana perimbangan masih tinggi. Tabel 4.5 Perkembangan Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata per Tahun
Dana Alokasi Umum (Juta Rupiah)
Proporsi DAU terhadap Total Pendapatan (%)
214.806 302.515 355.776
54,56 60,30 59,02 61,26 61,72
397.367 439.254
59,37
44
Sumber pendapatan lain yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) yang dalam kurun waktu lima tahun mengalami peningkatan. Proporsi DAU terhadap total pendapatan cukup besar dengan rata-rata sebesar 59,37 persen. Dengan peningkatan dan proporsi yang besar tersebut menunjukkan bahwa kemampuan fiskal kota Bogor belum dikategorikan mampu atau mandiri sehingga diperlukan dana alokasi yang besar dari pemerintah pusat. Tabel 4.6 Proporsi Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata per Tahun
Dana Alokasi Khusus (Juta Rupiah)
Proporsi DAK terhadap Total Pendapatan (%)
4.000 7.620 7.820
1,02 1,52 1,30 2,17 2,95
14.056 21.019
1,79
Sumber : Departemen Keuangan, 2011
Dana perimbangan kota Bogor selain DAU adalah Dana Aliran Khusus (DAK) yang tujuan utamanya adalah mengurangi kesenjangan pelayanan public antar daerah. yang mengalami peningkatan pada tahun 2005-2009. Namun, proporsi DAK terhadap total pendapatan sangat kecil dengan rata-rata sebesar 1,79 persen. Di satu sisi sebagai bagian dari dana perimbangan, DAK memang memberikan kontribusi terkecil daripada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sisi lain menandakan bahwa kota Bogor cukup mandiri dalam hal peningkatan penyediaan sarana dan prasarana fisik karena pemerintah pusat tidak begitu besar menyediakan DAK. Selain DAU dan DAK, dana perimbangan juga terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak. Pada tahun
45
2005, dana bagi hasil pajak sebesar Rp. 54.471,95 juta dan dana bagi hasil bukan pajak sebesar Rp. 9.167,85 juta dengan total Rp. 63.639,8 juta, kemudian di tahun 2009 dana-dana tersebut meningkat tajam sebesar Rp. 95.730 juta. Struktur APBD yang lain adalah anggaran belanja daerah yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta efektifitas dan efesiensi penggunaan anggaran dimaksud dan dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaringan sosial, terma suk didalamnya dalam rangka pencapaian visi misi kota Bogor yang dijabarkan melalui program dan kegiatan. Dalam menganalisis struktur belanja, dapat dilihat dengan dua pendekatan, yaitu Capital Expenditure dan Current Expenditure. Capital Expenditure terdiri atas belanja modal, sedangkan Current Expenditure terdiri dari belanja barang dan jasa serta belanja pegawai. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat proporsi belanja modal terhadap total belanja yang rata-rata proporsinya sebesar 19,99 persen. Belanja modal Kota Bogor mengalami perkembangan yang fluktuatif, pada tahun 2007 dan 2008 mengalami penurunan dari tahun 2006 kemudian naik kembali di tahun 2009 menjadi Rp. 137.369 juta. Belanja modal ini digunakan dalam rangka
46
memperoleh atau menambah aset tetap dam aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah dimana aset tersebut tidak untuk dijual kembali. Tabel 4.7 Proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata per Tahun
Belanja Modal (Juta Rupiah)
Proporsi Belanja Modal Terhadap Total Belanja (%)
85.730,59 148.003,85 119.748
21,02 27,14 18,93 16,11 16,78
118.662 137.369
19,99
Sumber : Departemen Keuangan, 2011
Berbeda dengan Current Expenditure yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang dan jasa dimana rata-rata per tahun belanja pegawai sebesar 49,03 persen lebih besar dari belanja barang dan jasa yang rata-rata per tahunnya hanya sebesar 19,09 persen. Belanja barang dan jasa pun meningkat dalam kurun waktu lima tahun namun proporsi terhadap total belanja tidak begitu besar. Jadi, perbedaan antara capital expenditure dan current expenditure adalah capital expenditure merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya investasi sedangkan current expenditure merupakan pengeluaran yang sifatnya sekali habis tidak umtuk menambah asset atau dengan kata lain bersifat konsumtif.
47
Tabel 4.8 Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa Terhadap Total Belanja Kota Bogor Tahun 2005-2009
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata per Tahun
Belanja Pegawai (Juta Rupiah)
Belanja Barang dan Jasa (Juta Rupiah)
Proporsi Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja (%)
Proporsi Belanja Barang dan Jasa Terhadap Total Belanja (%)
252.464,76 227.389,79 300.431
28.547,90 128.722,82 162.119
330.077 403.000
144.602 160.308
61,89 41,69 47,50 44,81 49,24
6,99 23,60 25,64 19,63 19,59
49,03
19,09
Sumber : Departemen Keuangan, 2011 (diolah)
4.1.3
Kondisi Pariwisata Kota Bogor merupakan pintu gerbang propinsi Jawa Barat, berjarak 60 km
dari Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan 120 km ke Bandung sebagai Ibu kota Propinsi Jawa Barat. Sesuai dengan misi satu kota Bogor yaitu Mengembangkan Perekonomian Masyarakat yang Bertumpu Pada Kegiatan Jasa Perdagangan dimana didalamnya mengembangkan pariwisata daerah dengan sasaran meningkatkan kunjungan wisatawan, maka pemerintah daerah harus fokus memanfaatkan potensi pariwisata yang ada. Kota Bogor memiliki banyak objek wisata yang menarik. Mengunjungi kota Bogor memiliki berbagai kesan yang mendalam, serasa mengunjungi kota masa lampau karena ada banyak peninggalan masa lalu, seperti: prasasti BatuTulis dan gedung-gedung peninggalan-peninggalan zaman penjajahan Belanda dulu. Juga terkesan mengunjungi kota Ilmu Pengetahuan, karena disini kita menjumpai
48
banyak perguruan tinggi ternama seperti IPB, Universitas Pakuan, UIK dan banyak lagi sekolah-sekolah kejuruan yang dikenal baik. Bahkan disini kita akan menjumpai banyak Institusi/ Lembaga Penelitian Ilmiah seperti: CIFOR dan Balai Penelitian Karet juga museum-museum yang banyak dikunjungi sepanjang tahun seperti: Museum Zoologi, Museum Etnobotani dan masih banyak lainnya. Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan yang perlu diberdayakan, karena selain sebagai sumber penerimaan daerah, serta pengembangan dan pelestarian seni budaya kota Bogor, juga membangkitkan sektor perekonomian masyarakat Kota. Oleh karena itu sasaran pengembangan kepariwisataan kota Bogor diarahkan kepada peningkatan seluruh potensi pariwisata, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, peningkatan lama tinggal wisatawan, penyerap angkatan kerja secara maksimal, peningkatan kontribusi pada PAD dan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan citra kota Bogor yang bersaing dengan kota-kota lain, meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepariwisataan (Sapta Pesona Pariwisata). Adapun objek wisata yang terdapat di kota Bogor menurut Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor diantaranya: 1. Istana Bogor Istana Bogor mempunyai luas areal 28 Ha, didirikan pada tahun 1945 oleh gubernur Hindia Belanda bernama Baron Gustaf Williem Van Imhof. Di halaman istana terdapat sekitar 100 pohon besar, ratusan rusa yang hidup bebas, menambah keasrian suasana.
49
2. Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor didirikan pada tahun 1817 dengan luas areal 87 Ha atas prakarsa Prof. Dr. Reinwadt, seorang ahli botani dari Jerman. Koleksi yang terdapat di Kebun Raya Bogor terdiri dari tanaman tropis dengan jenis tanaman lebih dari 20.000 tanaman yang tergolong dalam 6000 spesies. 3. Museum Etnobotani Museum ini diresmikan pada tahun 1982 oleh Prof. DR. BJ. Habibie. Di dalamnya terdapat 2000 artefak etnobotani dan berbagai diorama pemanfaatan flora. 4. Museum Zoologi Museum ini didirikan pada tahun 1894 dengan nama asli Museum Zoologicum Bogoriensis. Mempunyai koleksi ribuan spesies binatang mamalia, serangga, reptilia, burung, ikan dan molliska. 5. Museum Tanah Museum tanah didirikan pada tanggal 29 September 1988. Museum ini merupakan tempat penyimpanan jenis contoh tanah yang terdapat di Indonesia dan disajikan dalam ukuran kecil berupa makromonolit serta dilengkapi oleh data gambar tempat pengambilan, gambar penampang tanah, dan data morpologi, data analisis tanah serta lingkungan tanah. 6. Museum Pembela Tanah Air (PETA) Musium PETA didirikan pada tahun 1996 oleh yayasan perjuangan tanah air. Di dalamnya memuat 14 diorama mengenai perjalanan perjuangan para pahlawan PETA.
50
7. Museum Perjuangan Museum ini didirikan pada tahun 1957 sebagai tempat penyimpanan berbagai macam senjata yang digunakan para pejuang kemerdekaan dan terdapat koleksi senapan yang merupakan hasil rampasan dari tentara Jepang, dan Inggris. 8. Prasasti Batu Tulis Batu bertulis ini dibuat pada masa pemerintahan Surawisesa (1521 - 1535) satu diantara putra dari Prabu siliwangi raja pajajaran. Di dalamnya terdapat 15 buah batu terasit yang terdiri dari 6 buah batu di dalam bangunan cungkup, 2 buah di serambi dan 6 buah di halaman. 9. Plaza Kapten Muslihat Tempat wisata ini dikenal dengan sebutan taman topi karena bangunanbangunan yang terdapat di sana berbentuk topi. Merupakan tempat rekreasi dan hiburan untuk umum dilengkapi berbagai jenis mainan anak, toko cinderamata dan rumah makan. Di tempat ini terdapat pula pusat informasi kepariwisataan. 10. Danau Situ Gede Kawasan Situ Gede merupakan kawasan yang masih bernuansa alam pedesaan. Air danau yang membentang luas dengan berlatarkan hutan rindang dilengkapi dengan fasilitas wisata air. Terletak di desa Situ Gede, Kecamatan Bogor barat, dekat dengan lembaga penelitian hutan tropis. 11. Wisata Air Wisata air berupa waterboom yang dikembangkan oleh beberapa pengembang perumahan, juga menarik banyak pengunjung ke kota Bogor. Pola wisata ini merupakan peluang bagi masyarakat kota Bogor untuk mengembangkan atraksi-
51
atraksi lain yang dapat menarik wisatawan, sehingga kota Bogor dapat menjadi one stop tourism. Atraksi baru yang dikembangkan diharapkan dapat memperpanjang waktu lebih lama tinggal. Atraksi tersebut seyogyanya melibatkan masyarakat lokal agar adanya penyerapan tenaga kerja yang mempunyai dampak multiplier bagi perekonomian kota Bogor. 12. Wisata Olahraga Kawasan wisata olah raga yang dapat dinikmati keindahan alamnya yang segar dan bebas polusi dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas yang mendukung olahraga golf. 13. Wisata Agro Wisata agro terdapat di kota Bogor dengan aneka komoditasnya yaitu ikan hias di Rancamaya, juice jambu merah di kelurahan Sukaresmi, juice lidah buaya di Kutalampa, beras organik di Mulyaharja, dan manisan buah di Cimahpar. 14. Wisata Ilmiah Kota Bogor dilengkapi juga dengan berbagai balai dan pusat penelitian antara lain balai penelitian tanaman rempah dan obat. Di sana disediakan paket pengenalan budi daya, penanganan lepas panen tanaman rempah dan obat serta bursa benih dan produk. Ada pula Balai penelitian hutan dan konservasi alam serta pusat penelitian teknologi hasil hutan. Selain objek-objek wisata tersebut, masih banyak lokasi-lokasi yang dapat berpotensi dan dikembangkan sebagai objek wisata antara lain wisata kampung tour di Kelurahan Cikaret Pancasan Bogor dan pusat-pusat penelitian lainnya. Selain kunjungan ke obyek-obyek wisata tersebut, aktivitas kunjungan wisata ke
52
kota Bogor juga tercermin dari keramaian di pusat-pusat perdagangan makanan jajanan dan buah-buahan serta factory outlet pakaian dan tas seperti di Jalan Suryakencana, Siliwangi, Pajajaran, dan Tajur. Dalam kurun waktu lima tahun yaitu pada tahun 2005-2009, jumlah kunjungan wisatawan ke kota Bogor mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, dapat dilihat pada Tabel 4.9, tahun 2005-2006 jumlah wisatawan mengalami peningkatan, kemudian pada tahun 2007 jumlahnya menurun, namun meningkat kembali sampai tahun 2009 menjadi 2.985.266 orang. Tabel 4.9 Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun
Jumlah Wisman
Jumlah Wisnus
Total
2005 2006 2007 2008 2009
49.876 50.157 57.372 144.114 135.933
1.807.115 2.086.926 1.708.637 2.249.484 2.849.333
1.856.991 2.137.083 1.766.009 2.393.598 2.985.266
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011
Saat ini daya tarik utama kepariwisataan kota Bogor adalah Kebun Raya Bogor yang menjadi icon kota Bogor. Kebun Raya merupakan salah satu world heritage, yang menarik banyak kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara, baik untuk menikmati keindahan, kesejukan taman maupun menambah pengetahuan tentang koleksi tanaman yang dimiliki Kebun Raya. Museum-museum yang terdapat di kota Bogor kurang diminati oleh wisatawan, hanya beberapa wisatawan dalam sehari yang mengunjungi museum-museum tersebut.
53
Kegiatan kepariwisataan memang melibatkan sektor lainnya karena kegiatannya yang cukup luas. Misalnya, perhubungan, usaha hotel, dan rumah makan/restoran. Perkembangan jumlah hotel yang terdapat di kota Bogor ditunjukkan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Perkembangan Jumlah Hotel di Kota Bogor pada Tahun 20052009 No
Tahun
Jumlah Hotel
Persentase Perubahan (%)
1 2 3 4 5
2005 2006 2007 2008 2009
43 43 39 41 42
0 9,3 5,1 5
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011
Usaha perhotelan di kota Bogor merupakan salah satu usaha yang terkait dengan pariwisata. Hal ini karena para wisatawan yang berada di luar kota Bogor perlu akomodasi untuk tempat singgah mereka selama berwisata. Usaha perhotelan kota Bogor cukup berkembang, walaupun dalam lima tahun terakhir mengalami perkembangan yang tidak stabil, yakni terjadi naik turun tiap tahunnya. Lain halnya dengan usaha restoran yang terus berkembang tiap tahunnya, namun pada tahun 2008, jumlahnya menurun yang dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tetapi hal ini tidak mengurangi keinginan para wisatawan untuk melakukan wisata kuliner karena pola yang terjadi setelah mereka mengunjungi objek wisata, mereka menikmati wisata kuliner yang tersebar di beberapa jalan kota Bogor.
54
Tabel 4.11 Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota Bogor Tahun 2005-2009 No.
Tahun
Jumlah Restoran
Persentase Perubahan (%)
1 2 3 4 5
2005 2006 2007 2008 2009
222 248 268 220 225
11,71 8,06 17,91 10,71
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011
Sama halnya dengan usaha biro perjalanan wisata, yang mengalami perkembangan yang sangat bagus dimana dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, jumlah biro perjalanan wisata sebanyak 37, kemudian di tahun 2009 meningkat menjadi 79 unit (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor). Biro Perjalanan ini memang berguna bagi para wisatawan yang ingin menggunakan jasa antar jemput mereka dalam berwisata.
4.2
Kontribusi Pariwisata Terhadap Perekonomian Kota Bogor Pariwisata telah menjadi sektor yang strategis di dalam perekonomian
Negara/daerah karena memberikan kontribusi yang nyata terhadap penyerapan sektor tenaga kerja serta aktifitas pendukung pariwisata lainnya. Begitu juga dengan sektor pariwisata kota Bogor yang cukup potensial untuk dikembangkan. Kontribusi pariwisata terhadap perekonomian diantaranya dalam hal penyerapan tenaga kerja, pendapatan daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), juga peningkatan retribusi daerah.
55
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, tidak dapat dipungkiri keberadaan objek wisata dan akomodasi serta jasa hiburan lainnya memberikan dampak perluasan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat khususnya. Pada gambar berikut dapat terlihat perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata terhadap total penyerapan tenaga kerja di kota Bogor. Dalam kurun waktu empat tahun, yaitu tahun 2006-2009 penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata meningkat seiring peningkatan penyerapan tenaga kerja agregat, sehingga dapa dilihat kontribusi tenaga kerja pariwisata meningkat dengan ratarata kontribusi sebesar 18,76 persen.
20 19.5 19 18.5 18 17.5 17 2006
2007
2008
2009
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah)
Gambar 4.2 Perkembangan Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2006-2009 Sama halnya dengan tenaga kerja yang terus meningkat tiap tahunnya, PDRB pariwisata kota Bogor pun meningkat dalam kurun waktu empat tahun. Namun, dapat dilihat pertumbuhan PDRB pariwisata ini tidak begitu cepat (lamban). Seperti diketahui, terjadi peningkatan PDRB pariwisata dan PDRB total dari tahun 2006-2009. Peningkatan ini ditandai dengan maraknya pusat
56
perbelanjaan, hotel, dan restoran seiring semakin bergairahnya sektor wisata baik tempat wisata maupun wisata belanja dan wisata kuliner di kota Bogor yang pada akhirnya memengaruhi pendapatan pariwisata tersebut. Sementara kontribusi total PDRB sektor ini terhadap total PDRB total justru menurun dengan rata-rata sebesar 29,88 persen.
30.2 30.1 30 29.9 29.8 29.7 29.6 29.5 29.4 29.3 29.2 2006
2007
2008
2009
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah)
Gambar 4.3 Perkembangan Kontribusi PDRB Pariwisata Kota Bogor Tahun 2006-2009 Retribusi daerah merupakan komponen penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah setelah memberikan pelayanan
tertentu kepada penduduk
mendiami wilayah yurisdiksinya. Hal ini sangat
dimungkinkan, sebab jika
pemerintah daerah ditinjau dari sudut pandang ekonomi, maka pemerintah daerah dapat dianalogikan sebagai suatu perusahaan yang memberikan beragam jenis layanan-layanan atau bahkan termasuk menyediakan sejumlah barang yang dapat dikonsumsi oleh penduduk setempat. Kontribusi retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah berfluktuatif denga tren cenderung menurun. Gambaran
57
tentang kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan daerah terlihat pada Gambar di bawah ini dengan rata-rata sebesar 34,71 persen. 36.5 36 35.5 35 34.5 34 33.5 33 32.5 2006
2007
2008
2009
Sumber : Departemen Keuangan, 2011 (diolah)
Gambar 4.4 Perkembangan Kontribusi Retribusi Daerah Kota Bogor Tahun 2006-2009
58
V. PEMBAHASAN
5.1
Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor Berdasarkan Metode Shift Share Alat analisis Shift Share dalam penelitian ini digunakan untuk melihat
kinerja sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan kinerja sektor pariwisata Provinsi Jawa Barat. Perubahan relatif struktur ekonomi kota Bogor dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi propinsi atau nasional (PN) menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional/propinsi terhadap perekonomian Kota Bogor. 2) Pergeseran proporsional (PP) menunjukkan perubahan relatif (naik/turun) kinerja sektor pariwisata di kota Bogor terhadap sektor yang sama di Propinsi Jawa Barat. 3) Pergeseran differensial (PPW) menunjukkan tingkat kekompetitifan kinerja sektor pariwisata di kota Bogor di banding Propinsi Jawa Barat. Pergeseran ini disebut juga pengaruh daya saing. 5.1.1 Rasio Pertumbuhan PDRB Kota Bogor dan PDRB Jawa Barat Tahun 2005-2009 Setiap sektor memiliki rasio yang berbeda-beda, baik pada PDRB Kota Bogor maupun Propinsi Jawa Barat. Rasio tersebut tercemin dari nilai ri, Ri, dan Ra. Nilai ri didapat dari perhitungan selisih antara PDRB sektor i di kota Bogor tahun akhir analisis dengan PDRB sektor i di kota Bogor tahun dasar analisis dibagi dengan PDRB Kota Bogor sektor i tahun dasar analisis. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sektor pariwisata di kota Bogor tidak memiliki tren karena
59
stabil dan memiliki nilai ri yang positif, artinya rasio produksi sektor pariwisata kota Bogor bernilai positif. Tahun 2005-2009 sektor pariwisata memiliki nilai rasio ri positif, yaitu sebesar 0,03. Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB kota Bogor meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 5.1 Rasio PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor Tahun 2005-2009 (Nilai ri, Ri, Ra) Tahun Lapangan Komponen Usaha 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 ri 0,03 0,03 0,03 0,03 Pariwisata Ri 0,05 0,02 0,06 0,03 Ra 0,05 0,03 0,06 0,04 Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah)
Nilai Ri diperoleh dari hasil perhitungan selisih antara PDRB Propinsi Jawa Barat sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB Propinsi Jawa Barat sektor i pada tahun dasar analisis dibagi dengan PDRB Propinsi Jawa Barat sektor i pada tahun dasar analisis. Pada tahun 2005-2006 Sektor pariwisata memiliki nilai Ri sebesar 0,05, hal ini berarti sektor pariwisata di Jawa Barat memberikan kontribusi PDRB yang terus meningkat. Setiap kenaikan PDRB sebesar satu juta rupiah, rasio output sektor pariwisata di Jawa Barat mengalami kenaikan 0,05. Kemudian pada tahun 2006-2007, nilai Ri sektor pariwisata tetap positif, tetapi menurun menjadi 0,02, lalu di tahun 2007-2008 nilai Ri kembali naik menjadi 0,06 dan pada tahun 2008-2009 nilai Ri positif sebesar 0,03 artinya setiap kenaikan PDRB satu juta rupiah, rasio output sektor pariwisata di Jawa Barat mengalami kenaikan 0,03. Hal ini berarti sektor pariwisata di Jawa Barat memiliki nilai Ri positif dan berfluktuatif dan trennya cenderung mengalami penurunan. Nilai Ra didapat perhitungan selisih antara jumlah PDRB Propinsi Jawa Barat
60
tahun akhir analisis dengan jumlah PDRB Propinsi Jawa Barat tahun dasar analisis dibagi dengan jumlah PDRB kota Bogor tahun dasar analisis. Antara tahun 2005-2009, nilai Ra bernilai positif namun berfluktuatif dan memiliki tren yang baik cenderung menurun yang ditunjukkan pada Tabel 5.1. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pun berfluktuatif. 5.1.2
Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Bogor Komponen Pertumbuhan wilayah terdiri dari tiga komponen, yaitu
Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP), Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Jika ketiga komponen ini bernilai positif, maka laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Komponen pertumbuhan regional (tingkat kota/kabupaten) merupakan hasil kali antara rasio PDRB Jawa Barat dengan PDRB sektor i pada kota Bogor tahun dasar analisis. Komponen ini dapat terjadi karena pengaruh dari pertumbuhan tingkat provinsi dan adanya perubahan kebijakan ekonomi nasional/regional. Tabel 5.2 Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2005-2009 Tahun Lapangan Komponen 2005200620072008Usaha 2006 2007 2008 2009 PR (Milyar Rupiah) 10,64 7,47 14,24 10,36 Pariwisata Persentase (%) 4,76 3,24 5,97 4,20 Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah) Sektor pariwisata di kota Bogor mengalami peningkatan kontribusi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.2 dimana dari tahun 2005-2009 sektor pariwisata
61
memiliki nilai Pertumbuhan Regional (PR) positif dengan kecenderungan menurun. Nilai positif dari Pertumbuhan regional (PR) ini mengindikasikan bahwa kota Bogor mengalami pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan Provinsi Jawa Barat sendiri pada periode tahun 2005-2009. Perubahan pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi adalah pariwisata tahun 2007-2008 sebesar Rp. 14,24 milyar (5,97 persen). Komponen pertumbuhan proporsional didapat dari hasil kali antara PDRB kota Bogor sektor i pada tahun dasar analisis dengan selisih antara Ri dan Ra. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.3 dibawah ini. Tabel 5.3 Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2008-2009 Tahun Lapangan Komponen 2005200620072008Usaha 2006 2007 2008 2009 PP (Milyar Rupiah) -0,52 -2,48 -0,15 -2,03 Pariwisata Persentase (%) -0,23 -1,08 -0,06 -0,82 Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah)
Sektor pariwisata dari tahun 2005-2009 mengalami pertumbuhan yang lamban dengan nilai PP < 0. Pada tahun 2005-2006 sektor pariwisata Kota Bogor memiliki nilai PP sebesar Rp. -0,52 milyar (-0,23 persen) berarti kegiatan pariwisata di kota Bogor mengalami pertumbuhan yang lamban sehingga perlu ditingkatkan. Begitu pula pada tahun 2008-2009 sektor pariwisata mengalami pertumbuhan lamban dengan nilai Rp. -2,03 milyar (-0,82 persen). Hal ini juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan sektor pariwisata kota Bogor memiliki tren dengan kecenderungan melemah melihat pergerakannya yang semakin menurun.
62
Tabel 5.4 Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2005-2009 Tahun Lapangan Komponen 2005200620072008Usaha 2006 2007 2008 2009 PPW (Milyar Rupiah) -3,03 2,79 -5,98 0,14 Pariwisata Persentase (%) -1,35 0,01 -2,51 0,06 Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah).
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah didapat dari hasil kali antara PDRB kota Bogor sektor i tahun dasar analisis dengan selisih antara ri dan Ri. Tabel 5.4 menunjukkan perkembangan nilai PPW sektor pariwisata. Nilai PPW > 0 berarti sektor ekonomi memiliki daya saing baik, sedangkan PPW < 0 berarti sektor tersebut memiliki daya saing kurang baik. Pada tahun 2005-2009 sektor pariwisata memiliki daya saing kurang baik (PPW < 0) dengan nilai Rp. -3,03 milyar, tetapi di tahun 2006-2007 sektor pariwisata mampu berdaya saing lebih baik dibandingkan daerah lain di Jawa Barat (PPW > 0) dengan nilai Rp. 2,79 milyar (0,01 persen). Sementara di tahun 2007-2008 PPW sektor pariwisata bernilai lebih kecil dari nol (PPW < 0) yaitu Rp. -5,98 milyar (-2,51 persen) dan di tahun 2008-2009 sektor pariwisata kembali mampu berdaya saing lebih baik dibandingkan daerah lain di Jawa Barat dengan nilai PPW sebesar Rp. 0,14 milyar (0,06 persen), walaupun bergerak fluktuatif tetapi trennya baik dengan kecenderungan meningkat. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) pariwisata kota Bogor yang bernilai negatif menunjukkan bahwa share sektor ini di kota Bogor pada umumnya mengalami pertumbuhan yang lebih lamban dibandingkan dengan pertumbuhan di Jawa Barat, tetapi jika nilai PPW bernilai positif, maka share
63
sektor pariwisata di kota Bogor mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan di Jawa Barat. Setelah menganalisis komponen pertumbuhan wilayah, dapat diketahui keunggulan kompetitif dan spesialisasi sektor pariwisata, dimana pada tahun 2005-2006 dan 2007-2008 sektor pariwisata kota Bogor memiliki keunggulan yang tidak kompetitif namun berspesialisasi. Sedangkan pada tahun 2006-2007 dan 2008-2009 memiliki keunggulan kompetitif dan berspesialisasi. Tabel 5.5 Analisis Shift Share Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun Lapangan Komponen 2005200620072008Usaha 2006 2007 2008 2009 ri – Ri -0,01 0,01 -0,03 0,001 Pariwisata Yij -Ŷij 217,28 224,18 231,80 239,69 Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah)
5.1.3
Pertumbuhan Bersih Sektor Pariwisata dan Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor Pertumbuhan Bersih (PB) diperoleh dari penjumlahan komponen
Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) pada setiap sektor perekonomian. Pada Tabel 5.6 dapat terlihat perkembangan nilai PB sektor pariwisata kota Bogor yang berfluktuatif dan cenderung meningkat. Pada tahun 2005 nilai PB sektor pariwisata kota Bogor sebesar Rp. -6,35 milyar (-2,84 persen) yang artinya sektor pariwisata mengalami perlambatan ekonomi. Kemudian meningkat di tahun 2006-2007 menjadi Rp. 0,30 milyar sehingga sektor pariwisata mengalami kemajuan ekonomi (progresif). Namun mengalami perlambatan kembali di tahun 2007-2008 dengan nilai PB sebesar Rp. -6,13 milyar (-2,57 persen) hingga pada tahun 2008-2009 sektor
64
pariwisata tetap mengalami perlambatan ekonomi dengan nilai PB sebesar Rp. 1,89 milyar (-0,77 persen). Tabel 5.6 Pertumbuhan Bersih (PB) Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun Lapangan Komponen 2005200620072008Usaha 2006 2007 2008 2009 PB (Milyar Rupiah) -3,54 0,30 -6,13 -1,89 Pariwisata Persentase (%) -1,58 0,13 -2,57 -0,77 Sumber : BPS Kota Bogor, 2010 (diolah)
Gambar 5.1 menunjukkan profil pertumbuhan sektor pariwisata Kota Bogor selama tahun 2005-2009 dengan empat titik profil pertumbuhan, yatitu pariwisata tahun 2005-2006, pariwisata tahun 2006-2007, pariwisata tahun 20072008, dan pariwisata tahun 2008-2009. Sektor pariwisata 2006-2007 dan pariwisata 2008-2009 berada pada kuadran I dimana sektor ekonomi memiliki nilai PP < 0 dan PPW > 0, artinya sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang lamban dan berdaya saing lebih baik dibandingkan sektor yang sama di daerah lain. Pada kuadran II dimana PP > 0 dan PPW > 0 artinya sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing lebih baik dibandingkan sektor yang sama di daerah lain, tidak ada sektor pariwisata yang menempati. Kuadran III juga tidak ada sektor yang menempati dimana nilai PP > 0 dan PPW < 0 artinya sektor-sektor tersebut mengalami perumbuhan yang cepat namun berdaya saing kurang baik dibandingkan sektor yang sama di daerah lain. Sementara sektor pariwisata tahun 2005-2006 dan pariwisata tahun 2007-2008 yang menempati kuadran IV dimana PP < 0 dan PPW < 0 artinya sektor tersebut
65
mengalami pertumbuhan lamban dan kurang berdaya saing dibandingkan sektor yang sama di Jawa Barat.
Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor K.II
PPW
K.I
5 4 3 2 1
pariwisata 20062007
0
pariwisata 20082009
PP
-1 pariwisata 20072008
-2 -3 -4
pariwisata 20052006
K.IV
-5 -5
K.III -4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
Gambar 5.1 Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota BogorTahun 2005-2009
5.2
Daya Saing Pariwisata Kota Bogor Dibandingkan Daerah Sekitar dan Kabupaten/Kota Jawa Barat Untuk mengetahui daya saing pariwisata kota Bogor, dapat dianalisis
dengan melihat faktor-faktor yang memengaruhi daya saing pariwisata tersebut. Faktor-faktor tersebut terdiri dari empat komponen yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait. Masing-masing faktor terdiri dari beberapa variabel dimana dalam analisisnya, penelitian ini membandingkan pariwisata kota Bogor dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat dan dengan daerah sekitarnya. Kota Bogor memiliki jalur yang cukup strategis untuk tujuan wisata bagi warga Bogor maupun warga di luar kota Bogor. Namun
66
demikian, persaingan pariwisata dengan daerah sekitarnya pasti terjadi, daerah tersebut antara lain kabupaten Bogor, kota Depok, kota Sukabumi, kabupaten Cianjur, kota Bekasi, dan kota Bandung
yang letaknya memang berdekatan
dengan kota Bogor. 5.2.1
Kondisi Faktor Indeks kondisi faktor terdiri dari dua variabel, yaitu jumlah objek wisata
dan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata. Kondisi faktor ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas kondisi faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Daya saing pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan daerah sekitarnya dapat terlihat pada Tabel 5.7 bahwa kota Bogor masih di bawah kabupaten Bogor dan kota Bandung dengan nilai indeks kondisi faktor sebesar 34,88 dan selisih nilai indeks dengan kota Bandung cukup besar yaitu 20,44 kemudian dengan kabupaten Bogor lebih besar lagi yaitu 56,30 dan berada di atas kabupaten Cianjur dengan selisih sebesar 6,24, berarti dalam hal jumlah objek wisata dan jumlah tenaga kerja kota Bogor dapat disusul oleh daerah yang posisinya di bawah kota Bogor namun cukup sulit untuk menyamai kabupaten Bogor dan kota Bandung. Walaupun kota Bogor berada di jalur strategis baik dari ibu kota Indonesia maupun ibu kota Jawa Barat, tidak dapat dipungkiri bahwa pesona kabupaten Bogor dan kota Bandung lebih menarik para wisatawan mancanegara dan nusantara (lokal). Namun demikian dengan kondisi geogafis yang relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di kawasan Jabodetabek, maka kota Bogor mempunyai potensi tujuan wisata penduduk DKI Jakarta dan daerah sekitarnya di luar kota Bogor.
67
Tabel 5.7 Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Daerah Sekitarnya Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kabupaten Bogor Kota Bandung Kota Bogor Kabupaten Cianjur Kota Depok Kota Bekasi Kota Sukabumi
Indeks Kondisi Faktor
Peringkat
91,18
1
55,32 34,88 28,64 11,75 5,42 5,36
3 9 13 20 23 24
Hasil perhitungan pada Tabel 5.8, indeks kondisi faktor menunjukkan bahwa daya saing pariwisata kota Bogor tidak begitu tinggi dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat, walaupun berada pada peringkat sembilan dengan nilai indeks sebesar 34,88. Ada beberapa hal yang menyebabkan pariwisata kota Bogor cukup memiliki kondisi faktor yang lebih baik, diantaranya jumlah objek wisata yang terdapat di kota Bogor hanya sebanyak 14 buah tetapi jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 5.620 orang. Selain 14 objek wisata tersebut, kota Bogor sebenarnya masih memiliki lokasi yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata seperti wisata kampung tour di Kelurahan Cikaret Pancasan Bogor, kebun penelitian tanaman obat industri Cimanggu, kawasan pedesaan Situ Gede, dan pusat-pusat penelitian lainnya. Selain wisata-wisata tersebut ada juga wisata kesenian di Kampung Wisata Kesenian Sindangsari. Ramainya pengunjung serta tingginya geliat usaha kerajinan ini, lebih jauh lagi dapat dijadikan sebagai salah satu objek wisata dalam bentuk wisata kesenian. Selain menjadi salah satu sarana pelestarian budaya, juga dapat memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar.
68
Tabel 5.8 Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Jawa Barat Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kabupaten Bogor Kabupaten Bandung Kota Bandung Kabupaten Purwakarta Kabupaten Sukabumi Kabupaten Garut Kabupaten Subang Kabupaten Bandung Barat Kota Bogor Kabupaten Sumedang Kabupaten Karawang Kabupaten Kuningan Kabupaten Cianjur Kabupaten Ciamis Kabupaten Majalengka Kota Cirebon Kabupaten Bekasi Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Cirebon Kota Depok Kota Tasikmalaya Kabupaten Indrmayu Kota Bekasi Kota Sukabumi Kota Banjar Kota Cimahi
Indeks Kondisi Faktor
Peringkat
91,18 55,79 55,32 55,08 51,36 44,94 44,04 41,81 34,88 30,54 30,13 29,28 28,64 25,41 21,12 17,16 15,35 13,94 12,99 11,75 8,63 6,94 5,42 5,36 1,37 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Tenaga kerja yang terserap justru banyak karena bukan saja berasal dari objek wisata, tetapi juga dari akomodasi penunjang pariwisata lainnya. Dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap, maka secara tidak langsung membantu mengurangi pengangguran di kota Bogor. Tenaga kerja di pariwisata kota Bogor mempunyai kualitas cukup baik. Menurut Dinas Pariwisata dan
69
Kebudayaan Kota Bogor, hal ini tidak lepas dari dukungan dan upaya baik dari pihak pemerintah dan pihak lain seperti PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), Asita (Association of Indonesian Travel Agents), serta perhimpunan pramuwisata Indonesia. Salah satu program yang dilaksanakan adalah melakukan pelatihan tenaga kerja di bidang sumber daya manusia kepariwisataan. Pelatihan ini dilakukan untuk memberikan pelayanan terhadap para wisatawan yang berkunjung ke kota Bogor. Oleh karena itu, dengan kondisi faktor yang lebih baik dan berkualitas untuk pariwisatanya, maka kota Bogor akan lebih mampu meningkatkan produktivitas dan daya saingnya dibandingkan derah lain di Jawa Barat. 5.2.2
Kondisi Permintaan Indeks faktor kondisi permintaan ini terdiri dari variabel jumlah wisatawan
mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara yang mengunjungi objek wisata dan hotel di kabupaten/kota Jawa Barat. Faktor kondisi permintaan ini sangat penting dalam menciptakan keunggulan daya saing karena bagaimana industri pariwisata menerima, menginterpretasikan, dan memberi reaksi pada kebutuhan para konsumen. Daya saing pariwisata kota Bogor dibandingkan daerah sekitarnya menempatkan kota Bogor berada di peringkat setelah kota Bandung. Nilai indeks kota Bogor sebesar 49,47 dengan selisih yang cukup besar dengan kota Bandung sebesar 23,15, tetapi dengan daerah yang posisinya berada di bawah kota Bogor, yaitu kabupaten Bogor selisih nilainya hanya 3,73 kemudian dengan empat daerah di bawahnya lagi selisihnya cukup jauh, berarti kondisi permintaan
70
kota Bogor cukup baik dalam berdaya saing dengan pariwisata daerah sekitarnya namun sulit untuk berdaya saing dengan Kota Bandung. Tabel 5.9 Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Daerah Sekitarnya Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kota Bandung Kota Bogor Kabupaten Bogor Kabupaten Cianjur Kota Depok Kota Bekasi Kota Sukabumi
Indeks Kondisi Permintaan
Peringkat
72,62 49,47 45,74 41,35 17,85 1,22 0,42
1 4 6 7 10 21 23
Hal tersebut disebabkan karena kota Bandung memiliki banyak pesona wisata yang lebih menarik perhatian para wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Inovasi yang diciptakan pariwisata kota Bogor tidak mampu bersaing dengan pesona kota Bandung sehingga jumlah kunjungan wisatawannya lebih banyak. Jadi, dibandingkan dengan kota Bandung, daya saing kota Bogor lebih rendah dan kurang mampu berdaya saing tetapi dengan daerah di posisi bawahnya kota Bogor mampu bersaing dalam hal kondisi permintaan. Berdasarkan perhitungan indeks kondisi permintaan pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa kota Bogor memiliki nilai sebesar 49,47 dengan peringkat ke empat. Hal ini menandakan bahwa daya saing pariwisata kota Bogor cukup tinggi dalam hal permintaan pariwisata dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Dapat dilihat pada jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 135.933 orang dan jumlah wisatawan nusantara sebanyak 2.849.335 orang di tahun 2009.
71
Tabel 5.10 Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Jawa Barat Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kota Bandung Kabupaten Subang Kabupaten Bandung Barat Kota Bogor Kabupaten Bandung Kabupaten Bogor Kabupaten Cianjur Kabupaten Sukabumi Kabupaten Garut Kota Depok Kota Cirebon Kabupaten Ciamis Kabupaten Sumedang Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Kuningan Kabupaten Karawang Kabupaten Cirebon Kabupaten Indramayu Kota Tasikmalaya Kabupaten Purwakarta Kota Bekasi Kabupaten Bekasi Kota Sukabumi Kota Banjar Kabupaten Majalengka Kota Cimahi
Indeks Kondisi Permintaan
Peringkat
72,62 64,59 52,77 49,47 48,82 45,74 41,35 27,15 21,61 17,85 13,46 11,21 7,57 7,18 5,79 5,70 3,72 3,57 3,54 1,62 1,22 0,46 0,42 0,40 0,30 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Tingginya kondisi permintaan pariwisata kota Bogor dengan melihat jumlah wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara (lokal) dapat disebabkan karena pariwisata kota Bogor dapat menawarkan inovasi-inovasi terbaru yang dapat memuaskan para pelanggannya, dalam hal ini wisatawan-wisatawan.
72
Inovasi tersebut dapat terlihat dari tujuan wisata yang bukan hanya wisata alam tetapi juga wisata ilmiah, wisata kuliner, juga wisata belanja. Inovasi tercipta karena semakin majunya masyarakat dan semakin meningkatnya permintaan pelanggan lokal bahkan mancanegara, untuk itu, pariwisata kota Bogor mencoba menciptakan inovasi agar memenuhi permintaaan pelanggannya. Dengan inovasiinovasi yang tercipta dijadikan daya tarik bagi para wisatawan agar terus mengunjungi pariwisata kota Bogor yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan. Dengan inovasi tersebut berarti kota Bogor cukup tanggap dalam melihat dan menginterpretasikan keinginan pelanggannya sehingga dapat memacu jumlah kunjungan wisatawan. 5.2.3
Kondisi Strategi Daerah Faktor daya saing berikutnya adalah strategi daerah, faktor ini merupakan
faktor yang ditunjang dari pemerintah daerah guna melengkapi sarana dan prasarana pariwisata kota Bogor. Strategi daerah perlu dilakukan karena akan mendorong industri/perusahan untuk melakukan efisiensi, efektivitas, dan kualitas produk yang akan dihasilkan. Semakin baik strategi daerah yang dilakukan, maka industri pariwisata kota Bogor akan semakin mampu berdaya saing dengan pariwisata daerah lain di Jawa Barat. Komponen faktor ini terdiri dari variabel anggaran pemerintah untuk pariwisata dan kondisi infrastruktur berupa jalan baik.
73
Tabel 5.11 Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Daerah Sekitarnya Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kota Depok Kota Bandung Kabupaten Bogor Kota Bekasi Kota Sukabumi Kota Bogor Kabupaten Cianjur
Indeks Strategi Daerah 45,78 44,77 37,82 34,63 31,76 29,70 24,88
Peringkat 7 8 9 11 13 15 19
Variabel kondisi jalan baik dan anggaran pemerintah menempatkan pariwisata Kota Bogor berada di peringkat 15 dengan nilai indeks strategi daerah 29,70 bahkan Kota Bogor berada di bawah Kota Sukabumi dengan selisih indeks daya saing sebesar 2,06 yang dapat dilhat pada Tabel 5.11. Untuk mengungguli kota Depok yang berada di posisi pertama cukup sulit karena selisih nilai indeks daya saingnya 16,08, padahal jika dilihat objek wisatanya, kota Depok masih jauh di bawah Bogor. Hal ini disebabkan karena infrastruktur kota Depok lebih baik, jalan dengan kondisi baik sepanjang 388,98 km dari total panjang jalan 472,57 km sehingga mempermudah mobilitas kegiatan pariwisata. Walaupun kota Bogor berada di peringkat 15, tetapi masih dapat bersaing dengan kota Bekasi dan kota Sukabumi karena selisih nilainya tidak begitu besar. Dengan melihat keadaan demikian, kota Bogor harus ekstra kerja keras dalam strategi daerah agar mampu berdaya saing dengan daerah sekitar dan diakui kepariwisataannya di tingkat nasional maupun internasional.
74
Tabel 5.12 Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Jawa Barat Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kota Cirebon Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan Kabupaten Indramayu Kota Tasikmalaya Kabupaten Bandung Kota Depok Kota Bandung Kabupaten Bogor Kota Cimahi Kota Bekasi Kabupaten Majalengka Kota Sukabumi Kabupaten Bandung Barat Kota Bogor Kabupaten Subang Kabupaten Karawang Kabupaten Garut Kabupaten Cianjur Kabupaten Tasikmalaya Kota Banjar Kabupaten Purwakarta Kabupaten Cirebon Kabupaten Sumedang Kabupaten Sukabumi Kabupaten Bekasi
Indeks Strategi Daerah 75,59 66,87 55,48 54,56 51,69 50,00 45,78 44,77 37,82 36,60 34,63 32,16 31,76 31,69 29,70 28,10 26,92 26,57 24,88 24,79 24,32 23,44 21,53 17,48 13,04 5,60
Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Hasil perhitungan indeks komponen strategi daerah menunjukkkan daya saing pariwisata dalam hal strategi daerah berada di peringkat 15 dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat dengan nilai indeks sebesar 29,70. Hal ini menandakan daya saing pariwisata kota Bogor belum begitu tinggi pada faktor strategi daerah.
75
Kondisi faktor strategi daerah kota Bogor memang tidak begitu menunjang pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari panjang jalan dengan kondisi baik sepanjang 220,78 km dari total jalan 749,22 km di kota Bogor (Bogor dalam angka 2010). Selain itu, sistem drainase di kota Bogor tidak berfungsi dengan baik. Pada saat hujan, beberapa ruas jalan tergenang air sehingga berdampak pada kerusakan badan jalan. Seharusnya jika kondisi jalan yang baik itu lebih panjang dan sistem drainase dan sirkulasinya baik, kegiatan pariwisata akan berjalan lebih lancar. Hal ini akan memengaruhi kegiatan pariwisata karena infrastruktur jalan merupakan salah satu prasarana para wisatawan untuk dapat mencapai tempat tujuan wisatanya, jalan juga sangat penting untuk memperlancar kegiatan
mobilitas
manusia dari satu daerah ke daerah lainnya dan juga berguna untuk perekonomian di suatu daerah. Dengan infrastruktur yang baik bukan saja terjadi efisiensi biaya tetapi juga optimalisasi sumber daya lebih maksimal. Dalam hal anggaran, pemerintah daerah kota Bogor hanya menyediakan anggaran sebesar Rp. 4.090 juta dari total belanja sebesar Rp. 818.430 juta pada tahun 2009, bahkan pada tahun 2007 dan 2008 tidak ada anggaran untuk pariwisata (Departemen Keuangan, 2011). Anggaran ini tidak begiu besar, padahal cukup banyak potensi pariwisata yang bisa dijadikan tujuan wisata kota Bogor di masa depan. Rendahnya kualitas infrastruktur dan kecilnya anggaran pemerintah untuk pariwisata kota Bogor disebabkan rendahnya pelayanan pemerintah untuk bidang pariwisata karena pemerintah lebih berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan di bidang pendidikan yaitu sebesar Rp. 267.034 juta sehingga terjadi ketimpangan proporsi belanja pemerintah daerah.
76
Selain itu, menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, promosi kegiatan pariwisata masih belum berjalan efektif karena promosi yang dilakukan hanya didukung secara sepihak tanpa ada dukungan dari masyarakat yang kurang menjaga dan mengembangkan potensi wisata Kota Bogor itu sendiri. Pemerintah telah melakukan upaya promosi dengan program-program seperti pameran pariwisata dengan memunculkan berbagai potensi khas daerahnya, yaitu potensi wisata, makanan, produk kerajinan, dan cindera mata serta daya tarik lainnya. Walaupun dalam infrastruktur, anggaran pariwisata, dan promosi masih lemah, tetapi tidak ada hambatan dari pemerintah dalam pengembangan bisnis pariwisata. Salah satunya dengan dihapuskannya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 9 Tahun 2004 tentang retribusi izin usaha kepariwisataan. Perda ini diganti dengan Perda Nomor 14 Tahun 2007 yaitu tentang pencabutan Perda Nomor 9 Tahun 2004. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah Kota Bogor memberikan kemudahan kepada para pelaku bisnis untuk mengembangkan kegiatan bisnis pariwisatanya sehingga pelaku-pelaku bisnis tersebut dapat bersaing secara sehat dengan tidak memonopoli bisnis pariwisata Kota Bogor. 5.2.4
Industri Pendukung dan Terkait Komponen daya saing terakhir adalah industri pendukung dan terkait yang
akan menunjang kegiatan pariwisata. Industri pendukung dan terkait ini ditopang oleh perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di bidang penginapan, rumah makan, dan jasa biro perjalanan wisata. Dengan adanya keunggulan daya saing industri pendukung dan terkait akan membantu menumbuhkan sektor pariwisata dan memberikan potensi keunggulan bagi sektor pariwisata tersebut di suatu
77
daerah. Indeks faktor pada industri pendukung dan terkait disusun berdasarkan variabel jumlah hotel, jumlah restoran, jumlah biro perjalanan wisata. Pada kondisi industri pendukung dan terkait, menempatkan kota Bogor berada di bawah kota Bandung dan kota Bekasi. Dapat dilihat pada Tabel 5.13, selisih nilai indeks komponen industri pendukung dan terkait kota Bogor dengan kota Bandung sangat besar yaitu 59,85 tetapi dengan kabupaten Bogor selisihnya sedikit hanya 0,89. Hal ini menunjukkan jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata kota Bogor jauh di bawah kota Bandung. Padahal kota Bogor sudah banyak restoran karena memang terkenal dengan wisata kulinernya, tetapi jumlah hotel kota Bogor memang tidak begitu banyak hanya 42 unit. Tetapi, kota Bogor sudah
terkenal dengan wisata kuliner dan wisata belanjanya, jadi
sebenarnya kota Bogor mampu berdaya saing dengan yang lain dalam hal ini, apalagi selisih indeks daya saing dengan kota Bekasi tidak begitu jauh. Tabel 5.13 Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Derah Sekitarnya Tahun 2009 Indeks Industri Pendukung dan Kabupaten/Kota Peringkat Terkait Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kabupaten Bogor Kabupaten Cianjur Kota Depok Kota Sukabumi
93,49 37,27 33,64 32,75 25,90 11,77 8,25
1 2 4 5 6 13 19
Walaupun industri pendukung dan terkait kota Bogor kurang berdaya saing dengan kota Bandung dan kota Bekasi, kota Bogor sudah terkenal dengan wisata kuliner dan wisata belanjanya, khususnya wisata belanja tas yang berada di
78
Tajur dan Katulampa. Tajur dan Katulampa sudah menjadi trademark bagi warga di luar kota Bogor sehingga kurang lengkap jika ke kota Bogor tidak mengunjungi Tajur dan Katulampa. Oleh karena itu, kota Bogor sebenarnya masih dapat bersaing dengan dearah lain di sekitarnya dalam hal industri pendukung dan terkait. Tabel 5.14 Nilai dan Peringkat Industri Pendukung dan Terkait Jawa Barat Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kota Bandung Kota Bekasi Kabupaten Bandung Kota Bogor Kabupaten Bogor Kabupaten Cianjur Kabupaten Ciamis Kabupaten Garut Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sumedang Kabupaten Bekasi Kota Tasikmalaya Kota Depok Kota Cirebon Kabupaten Karawang Kabupaten Subang Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Kuningan Kota Sukabumi Kabupaten Purwakarta Kabupaten Indramayu Kabupaten Cirebon Kabupaten Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Banjar Kabupaten Majalengka
Indeks Industri Pendukung dan Terkait 93,49 37,27 36,93 33,64 32,75 25,90 17,85 15,94 15,93 12,47 12,41 12,09 11,77 11,15 10,99 8,90 8,82 8,44 8,25 6,89 6,82 3,55 2,10 1,63 1,45 1,12
Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
79
Hasil perhitungan indeks komponen industri pendukung dan terkait pada Tabel 5.14 menunjukkan nilai komponen tersebut sebesar 33,64 dengan peringkat ke empat dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Hal ini menandakan bahwa daya saing pariwisata kota Bogor cukup tinggi pada faktor industri pendukung dan terkait. Namun jika ingin mengungguli kota Bandung yang memiliki nilai indeks daya saing sangat besar cukup sulit bagi kota Bogor. Tingginya nilai dan peringkat indeks pada industri pendukung dan terkait di pariwisata kota Bogor tampak dari perkembangan jumlah restoran, hotel, dan biro perjalanan wisata. Pada tahun 2009 jumlah hotel sebanyak 42 unit meningkat dari tahun 2008 sebanyak 41 unit. Begitu pula biro perjalanan wisata pada tahun 2009 meningkat sebanyak 79 unit, juga jumlah restoran yang pada tahun 2008 sebanyak 220 meningkat menjadi 225 unit di tahun 2009 (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011). Daya saing yang cukup tinggi dari industri pendukung dan terkait merupakan peluang bagi masyarakat mengembangkan usahanya di
bidang
pariwisata. Lebih jelasnya bagi pihak swasta yang mampu membaca peluang untuk membuka usaha sehingga terlihat peran yang baik dari swasta untuk pertumbuhan sektor pariwisata kota Bogor. Selain itu, para pelaku bisnis tersebut tidak diberi hambatan oleh pemerintah untuk membuka bisnis pariwisata sehingga usaha pariwisata tersebut dengan mudah pula berkembang. Terkait usaha restoran yang memang kota Bogor terkenal dengan wisata kulinernya, perkembangan jumlah restoran menandakan bahwa permintaan masyarakat akan kebutuhan
80
wisata kuliner di kota Bogor sangatlah besar, maka tidak heran kota Bogor cukup berdaya saing tinggi dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. 5.2.5
Daya Saing Pariwisata Total Dari keempat komponen daya saing di atas, kemudian dengan pendekatan
rata-rata tertimbang dibangunlah daya saing pariwisata total. Daya saing pariwisata kota Bogor dibandingkan daerah sekitarnya berada di posisi di bawah kota Bandung dan kabupaten Bogor. Pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan kota Bandung dan kabupaten Bogor memang kurang mampu berdaya saing. Walaupun kota Bogor memiliki jalur yang cukup strategis dengan ibukota Indonesia, kota Bandung dan kabupaten Bogor memiliki pesona lebih baik bagi para wisatawan. Jumlah objek wisata kota Bogor jauh di bawah kabupaten Bogor, namun masih didukung oleh faktor-faktor lain yang memang berada di atas kabupaten Bogor. Kota Bogor sendiri cukup unggul dengan daerah lain dalam hal kondisi permintaan dan industri pendukung dan terkait, sehingga daya saing pariwisata kota Bogor masih mampu berdaya saing asalkan ada kerja sama antara masyarakat dan pemerintah daerahnya. Tabel 5.15 Indeks Total Daerah Sekitarnya Tahun 2009 Kabupaten/Kota Indeks Total Kota Bandung 66,55 Kabupaten Bogor 51,87 Kota Bogor 36,92 Kabupaten Cianjur 30,19 Kota Depok 21,79 Kota Bekasi 19,63 Kota Sukabumi 11,45
Peringkat 1 2 4 8 13 15 22
81
Secara keseluruhan, daya saing pariwisata kota Bogor dibandingkan daerah sekitarnya berada di bawah kota Bandung dengan selisih yang cukup besar yaitu 29,63. Tetapi, posisi daya saing pariwisata kota Bogor dengan daerah lainnya masih terbilang tinggi, selisih tiap daerah cukup besar sehingga kota Bogor secara keseluruhan mampu berdaya saing lebih baik dibandingkan yang lain. Daya saing sektor pariwisata kota Bogor relatif terhadap daerah sekitarnya dapat juga dilihat pada Gambar 4.2 dimana pariwisata kota Bogor yang dibangun dari beberapa komponen berada di bawah kota Bandung dan kabupaten Bogor. Hal ini karena luas di dalam garis kota Bogor lebih kecil daripada kota Bandung dan kabupaten Bogor sehingga daya saing pariwisata kota Bogor lebih rendah daripada kedua daerah tersebut. Komponen yang membentuk daya saing terdiri dari sembilan komponen dimana anggaran pemerintah dan jumlah objek wisata kota Bogor merupakan komponen yang unggul kedua setelah kabupaten Bogor sementara jumlah hotel dan kondisi jalan baik kurang unggul. Jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara juga dapat diunggulkan untuk mampu berdaya saing dengan daerah sekitar dilihat dari posisinya setelah kota Bandung, begitu juga halnya dengan jumlah restoran dan jumlah biro perjalanan wisata serta jumlah tenaga kerja.
82
Jumlah Biro Perjalanan Jumlah Restoran
Jumlah objek wisata 100 80 60 40 20 0
Jumlah tenaga kerja
Kota Bogor Kota Sukabumi
Jumlah wisman
Kota Bandung Kota Bekasi Kota Depok
Jumlah Hotel Anggaran Pemerintah
Jumlah wisnus Kondisi Jalan Baik
Kabupaten Cianjur Kabupaten Bogor
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, 2011 (diolah)
Gambar 4.2 Analisis Radar Daya Saing Relatif Terhadap Daerah Sekitar Tahun 2009 Namun demikian, apabila pariwisata kota Bogor dapat dikatakan mampu berdaya saing baik di tingkat nasional maupun internasional, daya saing pariwisata harus terus ditingkatkan. Hal ini dapat diperjelas dengan melihat Tabel 5.16, daya saing pariwisata kota Bogor terhadap seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat bukan yang paling tinggi, indeks total pada daya saing pariwisata kota Bogor masih di bawah kota Bandung, kabupaten Bogor, dan kabupaten Bandung atau dengan kata lain berada di peringkat empat. Nilai indeks pariwisata kota Bogor sebesar 36,92, selisih dengan kota Bandung cukup besar yaitu 29,63, bahkan dengan kabupaten Bogor dan kabupaten Bandung pun masih besar yaitu masing-masing 14,92 dan 10,97. Sedangkan dengan daerah di bawahnya selisih indeks daya saing tidak besar hanya 0,51 artinya daya saing pariwisata kota Bogor dapat disusul oleh daerah lain di bawahnya, sehingga faktor-faktor yang menentukan daya saing pariwisata kota Bogor perlu dipertahankan atau ditingkatkan. Tidak heran jika kota Bandung yang memiliki daya saing pariwisata
83
paling tinggi karena kedudukannya sebagai ibu kota Jawa Barat sehingga pemerintah Propinsi menitikberatkan kebijakan pariwisata Jawa Barat untuk kota Bandung yang memang memiliki potensi pariwisata yang baik. Keadaan ini dibangun dari empat komponen yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, serta industri pendukung dan terkait. Tabel 5.16 Peringkat Indeks Total Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 Kabupaten/Kota Kota Bandung Kabupaten Bogor Kabupaten Bandung Kota Bogor Kabupaten Subang Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Ciamis Kabupaten Cianjur Kota Cirebon Kabupaten Garut Kabuapten Sukabumi Kabupaten Kuningan Kota Depok Kabupaten Purwakarta Kota Bekasi Kota Tasikmalaya Kabupaten Karawang Kabupaten Indramayu Kabupaten Sumedang Kabupaten Majalengka Kabupaten Tasikmalaya Kota Sukabumi Kabupaten Cirebon Kota Cimahi Kabupaten Bekasi Kota Banjar
Indeks Total
Peringkat
66,55 51,87 47,89 36,92 36,41 33,77 30,33 30,19 29,34 27,26 26,87 24,75 21,79 21,76 19,63 18,99 18,44 17,97 17,02 13,68 12,00 11,45 10,45 9,56 8,46 6,89
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
84
Hal tersebut dapat juga dilihat pada Gambar 4.3, daya saing pariwisata kota Bogor berada pada kuadran II, masih di bawah kota Bandung, kabupaten Bogor, dan kabupaten Bandung artinya nilai peran pemerintah dan peran kesempatan (masyarakat) sama-sama positif, tetapi nilainya di bawah daerahdaerah tersebut. Peran pemerintah itu terdiri dari kondisi faktor dan strategi daerah, sedangkan peran kesempatan terdiri dari kondisi permintaan dan industri pendukung dan terkait. Namun, nilai peran kesempatan lebih besar sekitar 40 sedangkan peran pemerintah hanya sekitar 30. Posisi perkembangan daya saing kota Bogor sudah dapat dikatakan baik, hal ini dapat dilihat juga dari nilai indeks kondisi faktor, strategi daerah, kondisi permintaan, serta industri pendukung dan terkait pada pembahasan sebelumnya. Pemerintah berpengaruh terhadap kondisi faktor dan strategi daerah. Kondisi faktor yang terdiri dari jumlah objek wisata dan jumlah tenaga kerja lalu strategi daerah yang terdiri dari kondisi jalan baik dan anggaran pemerintah akan menunjukkan seberapa besar pemerintah menunjang kegiatan pariwisata agar terus berkembang dan mampu berdaya saing dengan pariwisata daerah lain. Nilai indeks daya saing dari peran pemerintah tidak lebih besar dari peran kesempatan. Hal ini dapat dilihat dari anggaran yang disediakan pemerintah daerah tidak begitu besar dari total belanja yaitu Rp. 4.090 juta dari Rp. 818.430 juta. Proporsi anggaran pemerintah untuk pariwisata setidaknya lebih besar dari itu melihat banyaknya potensi wisata kota Bogor yang dapat dikembangkan. Kemudian kondisi jalan baik kota Bogor hanya sepanjang 220,78 km dari total jalan sepanjang 749,22 km. Kondisi jalan yang baik akan memperlancar kegiatan
85
pariwisata dan mengefisiensikan mobilitas yang terjadi sehingga wisatawan merasa nyaman jika berwisata ke kota Bogor. 70
Peran Pemerintah
K.I
K.II Kab.Bogor
rata-rata Jabar: 31,81%
60
Kab.Bandung
50 Kot.Cirebon
Kab.Kuningan Kab.Purwakarta
40
Kot. Bandung (83,05,40,04)
Kab.Ciamis
Kab.Bandung Barat Kab.Subang Kab.Garut Kot.Bogor Kab.Sukabumi
rata-rata Jabar: 18,21%
K.IV
K.III
0 0
Kesempatan
Kab.Cianjur
Peran
Kot.Tasikmalaya Kab.Indramayu Kot.Depok Kab.Karawang Kab.Majalengka Kab.Sumedang Kot.Cimahi Kot.Bekasi 20 Kot.Sukabumi Kab.Tasikmalaya Kab.Cirebon Kot.Banjar Kab.Bekasi 10
30
10
20
30
40
50
60
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, 2011 (diolah)
Gambar 4.3 Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 Peran kesempatan berasal dari kondisi permintaan dan industri pendukung dan terkait artinya ada peluang yang ditangkap oleh pihak-pihak terkait kegiatan pariwisata seperti perusahaa-perusahaan swasta yang ingin bergerak di bidang pariwisata sehingga dapat secara tidak langsung mendukung sektor pariwisata di daerah yang mereka jadikan tempat usaha. Dari pemerintah deaerah pun tidak memberi hambatan bagi para pengusaha tersebut untuk mendirikan usahanya karena didukung oleh Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2007.
86
Selain para pengusaha tersebut, masyarakat dapat dijadikan bagian dari peran kesempatan. Hal ini karena setiap orang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi terutama kebutuhan primer, namun tidak hanya kebutuhan tersebut yang harus dipenuhi, kebutuhan tersier juga tidak dapat dipungkiri harus disediakan, salah satunya adalah kebutuhan untuk berekreasi. Selain itu, jumlah masyarakat kota Bogor dan masyarakat Indonesia yang besar merupakan kesempatan bagi peningkatan permintaaan pariwisata kota Bogor, apalagi ditambah masyarakat asing/mancanegara yang ingin menikmati wisata di Indonesia khususnya kota Bogor. Kota Bogor memang berada di kuadran II dimana nilai peran pemerintah dan peran kesempatan positif, namun masih kalah bersaing dengan Bandung dan kabupaten Bogor. Kabupaten Bandung dan kabupaten Bogor berada di atas dengan nilai yang cukup besar, sementara kota Boandung berada pada posisi paling baik dengan nilai yang paling besar pula. Hal ini berarti peran pemerintah dan peran kesempatan pada ketiga daerah tersebut cukup baik sehingga pariwisata mereka mampu berdaya saing tinggi dengan daerah lain di Jawa Barat. Kota Bogor dan daerah lain di kuadran II harus tetap mempertahankan posisinya tersebut karena daerah-daerah yang berada di kuadran I dan III dapa saja keluar dari areanya menuju kuadran II dilihat dari nilai salah satu komponen yang positif.
87
5.3
Faktor yang Menentukan Daya Saing Pariwisata Kota Bogor Daya saing pariwisata kota Bogor dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Setelah menganalisis daya saing pariwisata Kota Bogor dari beberapa faktor yang dibentuk, dapat kita lihat faktor keunggulan dan faktor kelemahannya. Secara keseluruhan, jika dilihat nilai indeks daya saing yang paling besar, faktor yang paling menentukan daya saing pariwisata kota Bogor adalah kondisi permintaan yang terdiri dari variabel jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara. Dari Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa nilai indeks kondisi permintaan yang terbentuk sebesar 49,47 dengan peringkat ke empat dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat. Kondisi permintaan dari kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara ke kota Bogor dijadikan keunggulan bagi pariwisata kota Bogor untuk bersaing dengan daerah lain di Jawa Barat, sesuai dengan misi pertama kota Bogor yaitu Mengembangkan Perekonomian Masyarakat yang Bertumpu pada Kegiatan Jasa dan Perdagangan dengan cara berusaha meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Kondisi permintaan memperlihatkan kondisi yang baik dan memiliki keunggulan karena adanya permintaan yang besar dari wisatawan, walaupun wisatawan mancanegara yang datang tidak begitu besar dari wisatawan nusantara. Adapun jumlah kunjungan wisatawan nusantara pada tahun 2009 sebanyak 2.849.333 orang, sedangkan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 135.933 orang. Harapan dari kunjungan wisatawan ini adalah agar wisatawan membelanjakan uangnya ke Bogor sehingga berdampak pada peningkatan kegiatan perekonomian kota Bogor khususnya di bidang pariwisata.
88
Tumbuhnya kunjungan wisatawan kota Bogor telah memberikan dampak positif terhadap beberapa sektor terkait. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Kota Bogor kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB pada tahun 2009. Salah satu faktor yang turut berkontribusi besar mendorong pencapaian ini adalah kedinamisan dan proses kreatif yang telah tercipta di tengah masyarakat kota Bogor. Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor tingginya jumlah kunjungan wisatawan tiap tahun disebabkan karena berbagai peran dan langkah yang dianggap perlu untuk memaksimalkan potensi wisata seperti keikutsertaan pariwisata kota Bogor dalam berbagai pameran baik di tingkat lokal maupun nasional yang bertujuan untuk memperkenalkan potensi wisata kota Bogor. Selain itu, inovasi jenis wisata yang ditawarkan bukan saja wisata alam, tetapi kota Bogor menawarkan pula wisata budaya, wisata kuliner, dan wisata belanja yang tersebar di berbagai kawasan kota Bogor serta kegiatan pariwisata dan kebudayaan lain yang dapat disaksikan dan dikunjungi di kota Bogor yang pada akhirnya akan menambah jumlah kunjungan wisatawan. Selain faktor-faktor tersebut, industri pendukung dan terkait yang terdiri dari jumlah restoran dan biro perjalanan wisata juga merupakan faktor yang diunggulkan karena nilai indeksnya yang cukup besar dibandingkan faktor lainnya. Jumlah tenaga kerja pun dijadikan faktor yang diunggulkan karena nilai indeks yang besar. Sehingga, faktor yang lainnya seperti jumlah objek wisata,
89
anggaran pemerintah, kondisi jalan baik, dan jumlah hotel dijadikan faktor yang kurang unggul dan menjadi tantangan dalam daya saing pariwisata kota Bogor. Dapat disimpulkan, faktor yang dapat diunggulkan untuk mendukung daya saing pariwisata kota Bogor adalah permintaan dari wisatawan yang cukup tinggi dengan melihat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan jumlah kunjungan wisatawan nusantara (lokal). Selain itu, faktor lain yang bisa diandalkan untuk mengungguli daya saing pariwisata adalah industri pendukung dan terkait terutama jumlah restoran dan biro perjalanan wisata serta jumlah tenaga kerja. Sementara faktor strategi daerah, yaitu infrastruktur jalan dan anggaran pemerintah serta jumlah objek wisata dan jumlah hotel kurang unggul karena nilai indeksnya yang tidak begitu tinggi dibandingkan seluruh kabupaten.kota di Jawa Barat. Oleh karena itu, keunggulan-keunggulan tersebut harus dipertahankan dan faktor yang tidak unggul harus ditingkatkan agar pariwisata kota Bogor mampu berdaya saing dengan yang lain.
5.4
Strategi Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Kota Bogor Pemerintah daerah yang telah diberi kewenangan yang lebih luas untuk
mengatur dan mengelola berbagai urusan penyelenggaraan pemerintah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah yang bersangkutan harus secara optimal melaksanakannya, salah satunya meningkatkan sektor ekonomi yang memiliki
potensi
untuk
dikembangkan.
Hal
ini
keberlangsungan pembangunan ekonomi daerah tersebut.
akan
memengaruhi
90
Pariwisata kota Bogor merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki potensi yang besar, namun ada tantangan aspek yang harus dihadapi pemerintah daerah, yaitu: 1. Pengembangan potensi objek wisata 2. Peningkatan kualitas infrastruktur aksesibilitas 3. Peningkatan anggaran pemerintah 4. Peningkatan fasilitas sarana kepariwisataan Tantangan-tantangan tersebut seharusnya bukan menjadi hambatan bagi peningkatan pariwisata kota Bogor. Pemerintah daerah harus mempunyai strategi kebijakan yang tepat yang pada akhirnya akan memengaruhi pembangunan ekonomi kota Bogor. Dalam skala nasional pembangunan sektor pariwisata telah dituangkan dalam berbagai kebijakan pemerintah. Kebijakan pembangunan sektor pariwisata mulai dimasukkan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Daerah. Sektor pariwisata masih dijadikan sebagai salah satu sektor yang diharapkan dapat diandalkan untuk pengembangan ekonomi, untuk itu maka pengembangan pariwisata dilakukan dengan melalui pendekatan sistem yang utuh, terpadu, dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomi, teknis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan. Dalam Undang - Undang nomor 9 tahun 1990 Peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan tersebut adatah (i) masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan; dan (ii) dalam rangka proses pengambilan
91
keputusan, Pemerintah dapat mengikutsertakan masyarakat melalui penyampaian saran, pendapat, dan pertimbangan. Berdasarkan analisis daya saing pariwisata kota Bogor yang telah dibahas sebelumnya, dapat diketahui kondisi mana yang perlu diberi perhatian lebih oleh pemerintah daerah kota Bogor agar kinerja dan potensi sektor pariwisata kota Bogor meningkat. Tabel di bawah ini dapat dilihat tantangan-tantangan dan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah kota Bogor. Tabel 5.17 Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Pariwisata Kota Bogor No. Tantangan Daya Saing Rekomendasi Kebijakan 1. Strategi Daerah • Infrastruktur jalan • Perbaikan dan upaya peningkatan kualitas sistem drainase • Peningkatan anggaran pemerintah • Anggaran pemerintah 2. 3.
Kondisi Faktor • Jumlah objek wisata • Peningkatan potensi objek wisata Industri Pendukung dan Terkait • Jumlah hotel • Pengembangan sarana kepariwisataan Adapun strategi kebijakan yang sebaiknya ditetapkan pemerintah daerah
kota Bogor terkait peningkatan daya saing pariwisata antara lain: 1. Perbaikan dan upaya-upaya peningkatan kualitas sistem drainase Peningkatan kualitas infrastruktur terutama jalan yang dijadikan aksesibilitas masyarakat kota memang menjadi tantangan tersendiri. Namun, peningkatan tersebut harus tetap dijalankan. Perbaikan dan peningkatan harus disertai oleh penanganan yang terpadu, antara lain dengan memperhatikan saluran dan kondisi drainase di sekitarnya. Kondisi ini perlu menjadi perhatian karena curah hujan di kota Bogor yang tinggi. Selain itu, perlu peningkatan fungsi
92
pengawasan terhadap kualitas pekerjaan sehingga pembangunan jalan dapat sesuai dengan perencanaan dan umur teknis jalan. Program selanjutnya yaitu usaha perencanaan jalan dalam upaya mencari berbagai alternatif akses jalan. Menurut kesepakatan Bogor Economic Summit 2010, pembangunan dan peningkatan sarana jalan dapat melalui : 1. Bogor Inner Ring Road (BIRR). 2. Bogor Outer Ring Road (BORR). 3. Jalan Tembus Sentul - Kandang Roda - Tegar beriman - Bojong Gede Kemang. 4. Khusus untuk BORR di integrasikan dengan jalan tol Antasari - Depok Kemang (Kabupaten). 2. Peningkatan anggaran pemerintah untuk pariwisata Anggaran yang diberikan pemerintah daerah pada tahun 2009 tidak begitu besar yaitu kedua terendah setelah anggaran untuk lingkungan hidup. Anggaran pemerintah lebih diprioritaskan untuk bidang pendidikan. Pengalokasian anggaran ini memang sudah dipikirkan bagaimana seharusnya alokasi tersebut disebarkan sesuai dengan kebutuhan daerah yang paling diprioritaskan. Setidaknya, pemerintah daerah dapat melihat potensi yang ditunjukkan pariwisata kota Bogor sehingga dapat menyediakan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya tanpa menghilangkan prioritas kebutuhan daerah. 4. Pengembangan potensi objek wisata Jumlah objek wisata kota Bogor yang tercatat menurut Dinas Pariwisata Jawa Barat sebanyak 14. Sebenarnya masih ada potensi objek wisata yang dapat
93
dikembangkan. Cara pengembangan potensi tersebut harus ada kerja sama dari dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus lebih menyediakan informasi kepariwisataan kota Bogor melalui pameran-pameran pariwisata di tingkat propinsi, nasional, bahkan internasional. Dukungan dari masyarakat berupa kesadaran potensi yang dimiliki agar masyarakat tetap menjaga bahkan meningkatkan potensi tersebut Selain melaui pameran, dapat juga melalui program Bogor Visit Year yang perlu didukung bersama antara kabupaten dan kota Bogor yang melibatkan komponen-komponen lainnya. 4. Pengembangan sarana kepariwisataan Langkah
ini
dilakukan
untuk
membantu
penyebaran
informasi
kepariwisataan kota Bogor. Pemerintah kota Bogor harus lebih berkoordinasi dengan pihak swasta yang bergerak di bidang bisnis pariwisata khusunya bisnis hotel. Dengan terus meningkatkan sarana dan prasarana tersebut, kegiatan kepariwisataan akan berjalan lebih lancar sehingga berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan. Strategi ini pun sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2010-2014 dimana untuk lebih meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, indikasi kegiatan yang dilakukan adalah penyediaan sarana dan prasarana penunjang pariwisata.
94
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1.
Berdasarkan analisis shift share pada tahun 2005-2006 dan 2007-2008,
sektor pariwisata kota Bogor mengalami pertumbuhan yang lamban dan berdaya saing kurang baik dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Kemudian, pada tahun 2006-2007 dan tahun 2008-2009 pertumbuhan sektor pariwisata kota Bogor tetap mengalami pertumbuhan lamban tetapi mampu berdaya saing lebih baik dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Selanjutnya, sektor pariwisata tahun 2005-2006 dan 2007-2008 memiliki keunggulan yang tidak kompetitif namun berspesialisasi, sedangkan pada tahun 2006-2007 dan 2008-2009 memiliki keunggulan kompetitif dan berspesialisasi. 2.
Sejalan dengan analisis shift share pada tahun 2008-2009, sektor
pariwisata kota Bogor memiliki daya saing yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat dengan rata-rata tertimbang berada pada peringkat empat dengan nilai indeks daya saing sebesar 36,92. Daya saing tersebut diukur dari empat faktor melalui pendekatan Porter’s Diamond, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait. Pada kondisi faktor, pariwisata kota Bogor cukup berdaya saing dengan peringkat ke sembilan. Kondisi permintaan menempatkan kota Bogor di peringkat empat, dan strategi daerah menempatkan daya saing pariwisata tidak begitu tinggi di peringkat 15, serta industri pendukung dan terkait menjadikan pariwisata kota Bogor cukup tinggi di peringkat empat. Sementara daya saing pariwisata kota
95
Bogor dibandingkan daerah sekitarnya menempatkan kota Bogor berada di bawah kota Bandung dan kabupaten Bogor. 3.
Faktor yang paling menentukan daya saing pariwisata kota Bogor adalah
faktor yang dapat diunggulkan yaitu kondisi permintaan yang terdiri dari variabel jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara, kemudian faktor industri pendukung dan terkait yang terdiri dari jumlah restoran, dan jumlah biro perjalanan wisata. Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul adalah jumlah objek wisata, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah daerah, dan jumlah hotel. 4.
Setelah menganalisis faktor-faktor mana yang dianggap kurang unggul
untuk daya saing pariwisata, maka strategi kebijakan yang sebaiknya ditetapkan pemerintah untuk meningkatkan daya saing pariwisata kota Bogor adalah peningkatan kualitas infrastruktur sistem drainase, peningkatan anggaran pemerintah untuk pariwisata, pengembangan potensi wisata kota Bogor, dan pengembangan sarana kepariwisataan.
6.2
Saran
1.
Dalam peningkatan dan pengembangan sektor pariwisata kota Bogor
pemerintah sebaiknya menetapkan kebijakan-kebijakan seperti perbaikan dan upaya-upaya peningkatan kualitas sistem drainase, peningkatan anggaran pemerintah, pengembangan potensi objek wisata, dan pengembangan sarana kepariwisataan.
96
2.
Harus ada kerja sama dua pihak antara masyarakat dan pemerintah daerah.
Masyarakat harus sadar bahwa sektor pariwisata memiliki potensi yang baik sehingga mereka harus menjaga dan ikut mengembangkan pariwisata kota Bogor karena kontribusi yang diberikan pariwisata cukup besar dalam hal penyerapan tenaga kerja, peningkatan PDRB, dan sebagainya. Kemudian pemerintah akan menopangnya dengan mengikutsertakan wisata kota Bogor dalam berbagai pameran wisata dan budaya sehingga pariwisata kota Bogor lebih dikenal di tingkat lokal maupun internasional.
97
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statisik Kota Bogor. 2010. Bogor Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik, Bogor. Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Bogor. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Bogor. Daryanto, A dan Y. Hafizrianda. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Press, Bogor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. 2011. Buku Data Pariwisata Tahun 2010. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Bogor. Gromang, F. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Salah Wahab [penerjemah]. Pramadya, Jakarta. Hutabarat, R. V. 1992. Pengaruh Pengembangan Pariwisata terhadap Pembangunan Daerah Tapanuli Utara (Studi pada Kawasan Wisata Pulau Samosir). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maulida, E. M. 2009. Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York. Porter, M. E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Erlangga, Jakarta. Rahayu, F. 2006. Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sumihardjo, T. 2008. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Melalui Pengembangan Daya Saing Berbasis Potensi Daerah. Fokusmedia, Bandung. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional: Terapan dan Aplikasi. Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta. Trisnawati, et al. 2007. Analisis Daya Saing Industri Pariwisata untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah: Kajian Perbandingan Daya Saing antara Surakarta dengan Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan: 61-70
98
Yoeti, A. O. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta. Yulianti, K. 2009. Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya Saing dan Preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor [skrispsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Tanggal 24 April 2011] http://kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4133&Ite mid=793 [Tanggal 20 April 2011] http://kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&Ite mid=694 [Tanggal 20 April 2011] http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=75747 [Tanggal 16 juni 2011]
1
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 20052009 (Milyar Rupiah) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Pengolahan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Perusahaan Jasa- Jasa Produk Domestik Regional Bruto
2005 2006 2007 2008 2009 12,62 12,32 12,72 13,12 13,54 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 1.002,37 1.059,34 1.126,54 1.197,77 1.273,76 112,49 119,97 128,09 136,83 146,24 266,04 276,74 288,02 299,80 312,10 1.071,25 1.140,16 1.205,11 1.267,52 1.331,87 344,68 368,42 394,45 422,72 453,53 Jasa 489,53 522,98 560,78 602,52 648,63 268,14 282,23 296,91 312,42 328,92 3.567,23 3.782,27 4.012,74 4.252,82 4.508,71
100
Lampiran 2. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Atas Dasar 2009 (Milyar Rupiah) Tahun Lapangan Usaha 2005 2006 2007 Pertanian 34.942,24 34.822,02 35.687,49 Pertambangan dan Penggalian 7.143,53 6.982,25 6.676,68 Industri Pengolahan 105.334,92 114.299,63 122.703,35 Listrik, Gas dan Air Bersih 5.650,83 5.427,58 5.750,58 Bangunan 7.780,82 8.232,95 8.928,18 Perdagangan, Restoran Pengangkutan Komunikasi
Hotel
Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-
2008 36.505,38
2009 41.250,87
6.841,54 7.424,42 133.756,56 131.432,87 6.025,77 7.039,24 9.730,92 10.299,41
dan 47.260,97
50.719,35
54.789,91
56.937,92
62.701,02
10.329,85
11.143,25
12.271,02
12.233,94
13.191,98
dan
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 7.624,63 7.672,32 8.645,55 9.075,52 9.618,61 Jasa – Jasa Lainnya 16.821,27 18.200,10 18.728,22 19.063,68 19.670,44 PDRB Total 242.884,06 257.499,45 274.180,98 290.179,04 302.636,93
101
Lampiran 3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor Tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Total Pendapatan 393.738,54 536.012,13 602.845 648.617 711.734
Pendapatan Asli Daerah 57.789,38 69.300,01 68.509 75.793 89.223
Dana Perimbangan 242.445,80 390.618,18 443.728 495.940 556.003
Lain-Lain Penerimaan yang Sah 53.503,36 76.093,94 90.608 76.884 66.509
Total Belanja 407.865,39 507.874,86 632.443 736.632 818.430
102
Lampiran 4. Jumlah Objek Wisata Jawa Barat Tahun 2009 NO.
KABUPATEN/KOTA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kabupaten Bogor Kabuapten Sukabumi Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu Kabupaten Subang Kabupaten Purwakarta Kabupaten Karawang Kabupaten Bekasi Kabupaten Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar JUMLAH
Jenis Objek Wisata Alam Budaya Minat Khusus 19 34 8 32 28 10 11 17 6 10 11 4 25 16 12 4 25
3 7 2 16 5 2 6 5 5 0 7 1 5 12 9 3 10 -
2 3 1 0 6 0 1 1 286
20 5 1 1 5 1 6 3 0 10 6 0 6 23 3 3 3 -
0 2 8 0 0 0 1 0 109
0 6 1 0 0 0 2 0 105
Jumlah Objek Wisata 42 46 11 49 38 13 23 25 11 20 24 5 36 51 24 10 38 14 2 11 10 0 6 0 4 1 514
103
Lampiran 5. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009
NO. KABUPATEN/KOTA 1. 2. 3. 4.
Kabupaten Bogor Kabuapten Sukabumi Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung
5.
Kabupaten Garut
6.
Kabupaten Tasikmalaya
7. 8.
Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan
9. 10.
Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu Kabupaten Subang Kabupaten Purwakarta Kabupaten Karawang Kabupaten Bekasi Kabupaten Bandung Barat
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar
JUMLAH
Tenaga Kerja Objek Wisata
Tenaga Kerja Hotel
Tenaga Kerja Restoran
6.614 151 430 172
4.857 1.450 2.594
1.770 82 1.724
13.241 1.683 4.748
190
1.715
2.077
537
716
807
2.060
54 60
71 288
219 436
344 784
253 70 185
475 301
561 242
1.289 613
477 17 900 79 157 10
65 521 167 888 456 396 667
179 883 383 551 837 1.220 818
429 1.881 567 2.339 1.372 1.773 1.495
254 1.470 18 320 118 0 1.108 0 117 4 13.575
512 1.410 251 8.855 961 613 472 29 416 44 27.665
466 2.740 657 2.621 893 848 741 85 21.478
1.232 5.620 926 11.796 1.972 1.461 1.580 29 1.274 133 62.718
Total Tenaga Kerja
104
Lampiran 6. Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara Jawa Barat Tahun 2009 NO. KABUPATEN/KOTA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kabupaten Bogor Kabuapten Sukabmi Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu Kabupaten Subang Kabupaten Purwakarta Kabupaten Karawang Kabupaten Bekasi Kabupaten Bandung Barat
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar
JUMLAH
Jumlah Wisman
Jumlah Wisnus
98.707 36.609 113.352 77.572 13.239 3.462 8.253 551 151 0 15.637 215 81.293 4.848 17.016 0
3.185.619 2.339.586 2.388.219 3.966.547 2.187.239 747.507 1.107.802 648.447 422.084 36.829 543.126 403.626 5.681.954 87.147 302.976 54.272
278.515 135.933 303 216.780 3.993 6.450 7.812 0 589 75 1.121.355
316.946 2.849.335 43.508 3.830.577 1.449.601 9.951 1.870.548 2.400 392.594 46.868 34.915.308
105
Lampiran 7. Panjang Jalan Kondisi Baik Jawa Barat Tahun 2009 NO. KABUPATEN/KOTA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kabupaten Bogor Kabuapten Sukabumi Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu Kabupaten Subang Kabupaten Purwakarta Kabupaten Karawang Kabupaten Bekasi Kabupaten Bandung Barat
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar JUMLAH
Kondisi Baik (Km) 757,63 170,05 41,61 130,92 273,82 459,6 286,87 323 154,11 362,08 124,32 602,42 252 311,19 874,55 39,46 100,81 220,78 82,03 898,6 142,91 337,52 388,98 83,49 285,45 100,94 8157,15
106
Lampiran 8. Anggaran Pemerintah untuk Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 NO. KABUPATEN/KOTA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kabupaten Bogor Kabuapten Sukabumi Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu Kabupaten Subang Kabupaten Purwakarta Kabupaten Karawang Kabupaten Bekasi Kabupaten Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar JUMLAH
Pariwisata dan Budaya
Total Belanja
11.755 4.348 1.267 24.987 4.770
2.277.690 1.320.448 1.230.945 1.704.132 1.345.088
Persentase Proporsi Anggaran Pariwisata 0,005161133 0,003293115 0,001028884 0,014662597 0,003546078
3.172 17.839 4.137 4.185
1.176.168 1.236.607 849.687 1.190.594
0,00269702 0,014425808 0,004868707 0,003515112
2.224 3.392 6.276 5.653 831 4.928 3.320
922.246 926.169 1.270.389 1.045.615 773.963 1.356.594 2.038.392
0,002411504 0,003662066 0,004939989 0,005406673 0,001073533 0,003632546 0,001628597
5.994 4.090 634 5.130 4.719 2.511 1.313 384 5.641 143 70.863
837.568 818.430 521.106 2.453.724 613.963 1.517.825 959.840 607.497 623.745 385.563 8.245.578
0,007156778 0,004997707 0,001215968 0,002090846 0,007685454 0,001654341 0,001368358 0,000632513 0,009043204 0,000370886
107
Lampiran 9. Jumlah Hotel, Restoran, dan Biro Perjalanan Jawa Barat Tahun 2009 NO.
KABUPATEN/KOTA
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten Bogor Kabuapten Sukabumi Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu Kabupaten Subang Kabupaten Purwakarta Kabupaten Karawang Kabupaten Bekasi Kabupaten Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
JUMLAH
Jumlah Hotel 125 104 78 29 85 11 73 37 12 9 19 22 2 15 27 14 37 42 28 252 49 16 4 5 32 10 1.137
JumlahRestoran
Jumlah Biro Perjalanan
117 50 236 532 89
53 2 9 0 2
28 140 78 25 20 136 78 148 73 129 93
2 3 0 10 1 14 2 3 9 3 32
78 225 79 432 63 235 121 33 124 23 3.385
2 79 5 176 11 113 26 2 7 1 567
108
Lampiran 10. Pertanyaan Wawancara kepada Kepala Bidang Pariwisata Kota Bogor 1. Bagaimana kondisi objek wisata kota Bogor? 2. Apakah objek wisata yang ditawarkan menarik dan beragam? 3. Bagaimana kualitas tenaga kerja pada sektor pariwisata kota Bogor? 4. Hal-hal apa yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja sektor pariwisata? 5. Apa peran pemerintah dalam menyebarkan informasi kepariwisataan kota Bogor? 6. Apa pula peran masyarakat kota Bogor sendiri dalam mengembangkan pariwisata? 7. Apakah ada hambatan dari pemerintah daerah dalam pengembangan bisnis pariwisata di kota Bogor? 8. Bagaimana sarana dan prasarana kepariwisataan kota Bogor, apakah sudah lengkap?