eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(2) : 477-488 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
ANALISIS SEGITIGA KONFLIK DAN MANAJEMEN KONFLIK DI MALI Selly Pernama Sari1 NIM.0802045066
Abstract Conflict in Mali was made an attention of the world in 2012 when the government official in Mali was coup, and then continued in the interests of intergroup relations in it, this conflict has been used since the time but peaked again now, the issue of conflict between the region North Mali and South Mali is the main trigger to other social issues were issues carried on in this conflict. Actors involved in Mali conflict as Africa Union, France, Bamako Governments, ECOWAS, United Nations, European Union, Separatism insurgency, and Islamic groups involved have a role and interest respectively. The conflict triangle analysis theory is explain an attitudes, behaviors, and contradictions of each actor in the conflict as well as the management made an effort to resolve the conflict in Mali. Keywords: Mali, Management Conflict, and Triangle Conflict Analysis
Pendahuluan Mali merupakan negara landlocked yang terletak di Afrika Barat. Negara ini tergantung pada sektor pertanian dan pertambangan emas sebagai sumber pendapatan. Berdasarkan Human Development Index (HDI) UNDP, Mali merupakan salah satu negara termiskin di dunia yang menempati urutan 182 dari 187 negara. Dalam standar HDI yang terdiri dari kesehatan, pendidikan dan pendapatan, catatan HDI Mali mengalami peningkatan dari tahun 1980 hingga 2012 sebesar 15%, yaitu dari 0,176 hingga 0,344( hdrstats.undp.org, diakses 2 April 2013). Kemiskinan di negara ini diperparah dengan adanya konflik internal yang terjadi antara pemerintah Mali dengan kelompok separatis yang berasal dari Etnis Tuareg yang ingin memerdekakan wilayah Azawad di Mali Utara. Konflik bermula pada tahun 1961, dimana etnis Tuareg yang berada di bagian Utara Mali merasa terabaikan oleh pemerintahan Mali yang baru. Mereka menentang kebijakan pemerintah di Bamako, yang merencanakan reformasi tanah yang dapat mengancam dan melanggar wilayah tradisional mereka. 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 477-488
Akibatnya, sekelompok kecil Tuareg di negara republik ini memulai pemberontakan, menyerang target – target pemerintah yang berada di utara. Konflik benar – benar memuncak pada 16 Januari 2012 ketika kelompok pemberontak kembali melakukan kampanye menentang pemerintah Mali dan menuntut kemerdekaan atau otonomi yang lebih besar di wilayah utara yang dikenal dengan wilayah Azawad, Kelompok ini kemudian membentuk the National Movement for the Liberation of Azawad (MNLA), sebuah organisasi yang berjuang untuk memerdekakan Azawad dan menjadikannya tanah air bagi orang-orang Tuareg. Azawad merupakan provinsi yang berada di Utara Mali yang didalamnya terdiri dari wilayah Timbuktu, Kidal, Gao dan sebagian wilayah Mopti, Azawad mencakup 60% dari total wilayah Mali. Pada bulan April 2012, MNLA berhasil mengambil alih kontrol Azawad dari tangan tentara pemerintah karena mereka pun tidak mampu menghadapi MNLA dan mendeklarasikan kemerdekaan Azawad dari Mali tanggal 6 April 2012. Kemerdekaan Azawad ternyata tidak membuat MNLA bisa berkuasa di wilayah tersebut karena akhirnya Azawad jatuh ke tangan kelompok Islam Ansar Dine. Kelompok ini pada awalnya membantu MNLA merebut Azawad dari pemerintah Mali namun kemudian justru mengambil alih Azawad dari MNLA yang dibantu oleh Al-Qaeda in the Maghreb Islam dan kelompok jihad di Afrika MUJAO. Kondisi ini akhirnya memaksa MNLA bekerja sama dengan pemerintah Mali untuk merebut kembali wilayah Awazad dari tangan Ansar Dine. Kegagalan pemerintah Mali di bawah kepemimpinan presiden Amadou Toumani Toure dalam mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh MNLA menyebabkan kalangan militer Mali merasa kecewa. Militer Mali beranggapan bahwa kebijakan pemerintah yang melakukan penyelesaian dengan cara bernegoisasi antara perwakilan pemerintah dan faksi bersenjata tidak dapat membawa konflik pada suatu kesimpulan. Sebaliknya, negosiasi yang dilakukan sebenarnya hanya akan memperburuk konflik yang sedang terjadi. Sehingga pada tanggal 22 Maret 2012, tentara Mali yang menyebut dirinya sebagai the National Committee for the Restoration of Democracy and State (CNRDR) yang dipimpin oleh Amadou Sanogo melakukan kudeta dan menjatuhkan presiden Amadou Toumani Toure. Ketidaksanggupan pemerintah Mali dalam menyelesaikan konflik dengan pemberontak menyebabkan aktor asing masuk dalam konflik tersebut, antara lain PBB, Uni Afrika, ECOWAS, Perancis dan beberapa negara lainnya. Bahkan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi no. 2085 tahun 2012 yang menjadi dasar hukum untuk mendukung intervensi yang dilakukan Perancis di Mali. Intervensi ini terjadi sehari setelah Dewan Keamanan menyerukan penyebaran cepat dari Misi Dukungan Afrika yang dipimpin Internasional di Mali (AFISMA) untuk mengambil semua langkah yang diperlukan dalam memulihkan wilayah Utara Mali di bawah kendali teroris, ekstrimis, dan kelompok bersenjata.
478
Analisis Segitiga Konflik dan Manajemen Konflik di Mali (Selly Pernama)
Melihat kondisi yang dapat ditimbulkan oleh konflik yang terjadi di Mali serta dampak yang ditimbulkan hal ini secara langsung telah mempengaruhi kestabilan pemerintahan yang berjalan di Mali. Namun dalam penelitian kali ini akan difokuskan pada pembahasan segitiga konflik serta manajemen konflik dari pemerintah Mali dan pihak – pihak asing yang terlibat? Kerangka Dasar Teori 1. Teori Segitiga Konflik Konflik merupakan proses sosial dimana orang atau sekelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Para pihak biasanya berusaha mencapai tujuan tertentu seperti wilayah tambahan atau wilayah yang lebih aman, keamanan, akses menuju pasar, prestise, persekutuan, revolusi dunia, penggulingan pemerintahan yang tidak bersahabat dan lainnya. Mungkin dalam usaha untuk mencapai atau mempertahankan tujuan mereka akan berjalan berlawanan dengan kepentingan dan tujuan pihak lainnya. Konflik dapat meliputi tindakan ancaman dan hukuman yang bersifat diplomatik propaganda komersial atau militer. Konflik dapat meliputi krisis perselisihan maupun persaingan. Unsur utama konflik dimana suatu gerak oleh suatu negara dalam suatu isu dianggap sebagai suatu gerak oleh suatu kerugian atau ancaman oleh pihak lain.Konflik dapat pula dilihat dalam sebuah segitiga yang berarti sikap, kontradiksi, dan perilaku. Tiga hal ini dilihat sebagai proses dinamis dalam struktur sikap dan perilaku secara konstan berubah dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. 2. Konsep Manajemen Konflik Menurut John Burton manajemen konflik dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menghandle terjadinya perselisihan paham disagreement dan argument argument berdasarkan pilihan-pilihan dan kebutuhan yang dihasilkan dari interaksi antara kelompok-kelompok yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama.Dalam Manajemen konflik ini terdapat pola yang dimainkan oleh pihak yang terlibat kedalam pertentangan yaitu menjaga konsistensi-konsistensi perjanjian, berusaha untuk menjaga dan menjalankan komitmen resolusi yang telah disepakati dan juga berusaha agar tidak terjadi tindak kekerasan yang memakan banyak korban manusia dan dapat merusak infrastruktur dan keutuhan negara. Cara memanage konflik menurut Holsti sendiri diungkapkan ke dalam 6 bagian yaitu (Teuku May Rudi, 2002:98) 1.Melakukan penarikan tuntutan Penyelesaian adalah salah satu atau kedua belah pihak, menahan diri untuk tidak melakukan tindakan fisik atau mendesak perundingan memenuhi tuntutan, atau menghentikan tindakan yang pada dasarnya akan menyebabkan tindakan balasan yang bermusuhan. 2.Penaklukan Akhir penaklukan dengan kekerasan tetap mencakup berbagai persetujuan dan perundingan diantara negara yang bermusuhan. Salah satu pihak harus diusahakan 479
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 477-488
menyadari bahwa perdamaian, meski berdasarkan penyerbuan tanpa syarat, jauh lebih baik daripada melanjutkan konflik. Ini berarti salah satu pihak telah dapat mencapai sasaran tersebut dengan menekan pihak lain untuk menyadari bahwa kemungkinan untuk mencapai sasaran yang kurang dari yang telah ditetapkan atau bahwa keberhasilan pencapaian sasaran dan bertahan bagi pihak lain sama sekali sudah tidak ada. 3.Tunduk atau membentuk deterrence (penangkalan) Kriteria yang dipakai untuk membedakan kepatuhan atau penangkalan dari penaklukan ialah ada atau tidak adanya implementasi ancaman untuk memakai kekerasan. Meskipun tidak terjadi kekerasan, perlu diketahui bahwa sikap tunduk merupakan akibat dari penerapan ancaman militer sebagai bentuk penyelesaian konflik dengan cara tidak damai. Pihak yang melakukan penangkalan atau penundukan akan menunjukan pada pihak lain bahwa kemungkinan resiko untuk melanjutkan tindakan atau mempertahankan tuntutan akan lebih besar dibanding melakukan penarikan kembali tuntutannya dan menghentikan sama sekali tindakannya. 4.Kompromi Kompromi adalah penyelesaian konflik atau krisis internasional yang menuntut pengorbanan dari posisi yang telah diraih oleh pihak yang bersengketa. Masalah utama dalam mencapai kompromi adalah bagaimana meyakinkan pihak yang bersengketa untuk menyadari bahwa resiko untuk tetap mempertahankan atau melanjutkan konflik di antara mereka jauh lebih besar dibanding resiko untuk melakukan penurunan tuntutan atau menarik mundur posisi militer dalam diplomatik. 5.Penyelesaian melalui pihak ketiga Akibat yang agak rumit dari penyelesaian konflik atau krisis internasional berdasarkan kompromi melalui pihak ketiga (award). Bentuk penyelesaian seperti ini mencakup penyerahan persetujuan dan itikad untuk menyelesaikan masalah bedasarkan berbagai kriteria keadilan. 6.Penyelesaian secara damai Penyelesaian melalui cara-cara damai (perundingan, konsiliasi, dan lain sebagainya), sehingga masing-masing pihak yang bersengketa secara perlahan dapat menerima keadaan posisi yang baru. Konflik internal yang terjadi di Mali sendiri dapat dicegah atau dihentikan dengan adanya keinginan untuk menyelesaikan konflik diantara pihak pemberontak yang berada di Mali Utara dan pemerintah Mali yang berada di Bamako. Namun disini pemerintah lebih memilih jalan untuk memasukan pihak ketiga dalam membantu menyelesaikan konflik tersebut, yakni dengan meminta bantuan negara lain salah satunya pada pemerintah Perancis.
480
Analisis Segitiga Konflik dan Manajemen Konflik di Mali (Selly Pernama)
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, karena penelitian ini menggambarkan bagaimana analisis segitiga konflik dan manajemen konflik di Mali serta teknik analisa data yang digunakan penulis adalah teknik analisis kualitatif. Hasil Penelitian 1.Segitiga Konflik (Sikap, Kontradiksi, Perilaku) Mali adalah sebuah negara republik yang terletak di Afrika Barat, negara ini terdiri dari delapan wilayah dan perbatasan pada jangkauan utara yang jauh ke tengah gurun Sahara, sedangkan bagian selatan Mali menjadi tempat tinggal mayoritas penduduk. Pusat struktur ekonomi Mali tergantung pada sektor pertanian, perikanan dan perternakan. Beberapa sumber daya alam Mali yang terkenal salah satunya adalah emas. Jumlah populasi penduduk di Mali adalah sekitar 15,839,538 jiwa (www.worldbank.org/en/country/mali, diakses 5 mei 2013). Tuareg merupakan salah satu suku asli dari penduduk Mali mereka tinggal dengan cara nomaden atau berpindah – pindah. Minoritas penduduk hidup sebagian besar di wilayah bagian utara negara itu yakni Gao, Timbuktu dan Kidal. Bagi suku Tuareg nomadisme adalah cara yang mereka pilih untuk hidup dan mereka tidak ingin menggantikannya dengan kehidupan menetap. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, kekeringan kelaparan yang luar biasa menghancurkan sebagian besar sumber daya alam Tuareg membuat kemakmuran mereka telah menurun karena penyakit dan kelaparan. Dengan permasalahan yang terus meningkat, habitat mereka menjadi lebih keras dan ekstrim, karena mereka dipaksa untuk hidup di antara pegunungan dan gurun. Selama berabad-abad, orang-orang Tuareg telah hidup sebagai pengembara, menggiring hewan mereka dari tanah ke tanah tepat di sebelah selatan Gurun Sahara di Mali, dekat Timbuktu. Kehidupan mereka sangat tergantung pada hewan yang mereka miliki, sehingga mereka melindungi dan memberi mereka makan. Setiap kali mereka membutuhkan teh, biji-bijian atau pakaian, mereka menjual hewannya ke pasar untuk membeli apa yang mereka butuhkan, tetapi kehidupan dengan cara ini menjadi sangat sulit untuk dipertahankan. Selama 40 tahun terakhir, kekeringan terus – menerus telah memaksa Tuareg untuk menghentikan cara hidup mereka yang nomaden. Untuk bertahan hidup mereka harus mulai menetap di desa-desa dan menggarap tanah untuk mengamankan pasokan makanan yang kurang rentan terhadap kekeringan. Karena keadaan inilah Tuareg harus membuat banyak penyesuaian dengan gaya hidup mereka, termasuk rumah yang mereka tinggali. Rumah-rumah mereka digunakan untuk menjadi tenda. Makanan merekapun telah berubah dari memakan daging ternak mereka yang sekarang memakan sayuran dan biji – bijian karena tidak adanya ternak yang tersedia lagi. Beberapa pompa disumbangkan sehingga air bisa diambil dari Sungai Niger terdekat untuk mengairi tanaman milik mereka. Kerusakan lingkungan sering dikaitkan dengan populasi para 481
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 477-488
penduduk yang nomaden oleh pemerintah. Cara hidup mereka menyebabkan erosi tanah dan penggundulan hutan. Namun, ini cara hidup tradisional yang dianggap Tuareg sebagai warisan dari masa lalu. Namun cara ini coba digantikan dengan metode yang lebih modern dan mengakibatkan produksi diselesaikan, seperti intensif, peternakan komersial atau pertanian. Para penggembala hidup di daerah yang paling tidak ramah di Afrika dan nomadisme mereka merupakan pusat cara hidup mereka yang memungkinkan ternak dapat mengakses lahan subur. Dari 1968-1974 kekeringan parah yang terjadi di Sahel menewaskan sejumlah besar suku Tuareg dan ternak mereka. Kekacauan terjadi saat suku Tuareg benar – benar merasa terabaikan oleh pemerintahan yang seakan – akan ingin mengambil alih bagian Utara, namun hal ini masih dapat diselesaikan oleh pemerintah melalui militer. Beberapa Tuareg meninggalkan daerah pedesaan dan melarikan diri ke negara – negara tetangga untuk menghindari konflik, karena militer menargetkan baik bagi pemberontak maupun non-pemberontak selama periode tersebut. Namun dalam perkembangannya sendiripun selama menetap di negara - negara tentangga seperti Aljazair dan Libya, suku Tuareg merasa harus kembali ke Mali karena tidak tersedianya bantuan yang mereka harapkan yang telah dijanjikan oleh pemerintah. Ketidakpuasan dengan pemerintah, yang telah membuat suku Tuareg terlantar membuat pemberontakan kembali terjadi pada tahun 1990. Konflik internal ini akhirnya benar – benar pecah pada Januari 2012 ketika kelompok pemberontak kembali melakukan kampanye menentang pemerintah Mali dan menuntut kemerdekaan atau otonomi yang lebih besar di wilayah utara yang dikenal dengan wilayah Azawad. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh beberapa kelompok teroris internasional seperti Gerakan Untuk Persatuan dan Jihad Afrika Barat (MUJAO), dan Al-Qaeda di Maghreb Islam (AQIM) yang segera ikut melibatkan diri dalam konflik Mali ini dan bergabung dengan kelompok Ansar Dine dan MNLA untuk melawan pemerintah Mali. Kelompok islam Fundamentalis ini segera menguasai kota seperti Timbuktu, Gao, dan Kidal dan menetapkan syariat islam. Kelompok – kelompok tersebut berhasil melawan militer Mali dan segera memerdekakan diri dari pemerintahan Bamako. Setelah kemerdekaan yang dideklarasikan secara sepihak oleh kelompok pemberontak, organisasi – organisasi teroris ini mulai melakukan kegiatan yang sangat membahayakan warganya. Kelompok militan ini mulai mengumpulkan dana dengan cara menculik anak – anak yang masih di bawah umur, menjadikan wilayah Utara sebagai jalur perdagangan narkoba yang akhirnya membuat salah satu kelompok tersebut yakni MNLA menarik diri dari kerjasama dengan Ansar Dine dan AQIM. MNLA memutuskan untuk menarik diri dari kerjasama dengan kelompok Islam karena dinilai apa yang telah dijalankan kelompok – kelompok Islam sangat bertentangan dengan apa yang dinamakan Republik Islam Azawad. MNLA memutuskan untuk bergabung dengan tentara pemerintah dan memerangi 482
Analisis Segitiga Konflik dan Manajemen Konflik di Mali (Selly Pernama)
kelompok Islam yang sebagian non-Tuareg tetapi MNLA dan pemerintahpun tidak sanggup mengatasi kelompok – kelompok Islam tersebut yang akhirnya membuat masuknya pihak asing atas permintaan dari pemerintah dan MNLA. 2.Manajemen Konflik Dalam konflik di Mali berbagai cara menghandle konflik telah di upayakan, dimulai dari pemerintah yang mengupanyakan dengan cara negosiasi atau kompromi dengan pihak pemberontak yang akhirnya tidak cukup berhasil sehingga memunculkan pihak – pihak asing yang masuk dan membantu dalam penyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Menyusul dimulainya pemberontakan pada Januari di Mali utara dan kudeta militer pada Maret 2012 di ibu kota selatan negara Mali, Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS) telah menerapkan kebijakan intervensi di salah satu negara anggota yang paling bermasalah. Intervensi militer dijadwalkan untuk penyebaran tentara pada bulan September 2013. ECOWAS mendukung kebijakan intervensi militer di Mali Utara, di mana berbagai kelompok Islam yang berlomba-lomba untuk kontrol dan transisi politik pasca kudeta di selatan. ECOWAS telah mengadopsi strategi intervensi bijaksana yang bergantung pada permintaan resmi dari pemerintah Mali. Jika permintaan tersebut diperluas ke ECOWAS, organisasi tersebut harus fokus pada kekuatan, membantu dalam program untuk memulihkan hubungan sipil - militer dan memprofesionalkan Angkatan Bersenjata Mali, serta memperkuat layanan keamanan yang berurusan dengan ancaman regional terhadap stabilitas negara. Meskipun ada dasar hukum untuk intervensi ECOWAS di Utara, pada tingkat praktis setiap tindakan militer harus berasal dari pemerintah nasional yang sah di Bamako yang saat ini tidak ada.Tetapi tidak jelas apakah ECOWAS sendiri mampu melakukan operaasi milter tersebut tanpa adanya bantuan dari pihak barat, dalam membantu memulihkan keadaan di Mali. Hal ini diuraikan dalam revisi ECOWAS Treaty 1993 dan mekanisme pencegahan konflik, manajemen dan resolusi yakni menjaga perdamaian dan Keamanan 1999, situasi politik dan keamanan di Mali cocok dalam mandat intervensi ECOWAS. Tidak hanya ECOWAS, Perancis juga telah berusaha mengesahkan intervensi dengan menggunakan permintaan oleh pemerintah Mali untuk memberi bantuan dalam perlawanan terhadap gerilyawan di Utara. Hal ini juga mendapatkan dukungan melalui Resolusi DK PBB No. 2085 tanggal 20 Desember 2012 yang memungkinkan untuk pembentukan pasukan internasional untuk mendukung Mali dalam memperjuangkanan dan mengembalikan wilayah Utara, kemudian hal lainnya termasuk ingin mencegah penciptaan zona 'Salafi-teroris' yang akan menjadi ancaman bagi kawasan ini dan dunia. Motivasi dari intervensi Perancis di Mali terkait dengan perlindungan kepentingan Perancis di wilayah tersebut dan merupakan upaya untuk mempromosikan kehadiran Perancis di daerah yang dianggap sebagai pusat pengaruh khusus karena wilayah ini merupakan bekas jajahannya. Pentingnya daerah ini bagi Perancis mengingat kekayaan alam seperti minyak bumi yang besar, gas dan sumber daya mineral seperti emas dan uranium 483
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 477-488
yang terletak dekat dengan ladang minyak Aljazair yang sangat diinginkan oleh Perancis dan berdekatan dengan lokasi eksplorasi di Mauritania. Militer Perancis mulai melancarkan perang di Mali pada Januari 2013 setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi no. 2085 tahun 2012, dengan tujuan menghentikan para pemberontak, yang saat itu kian mendekati ibukota Bamako. Perang di Mali ini telah menyebabkan ribuan warga Mali kehilangan tempat tinggal, dimana serangan udara tiga puluh jet tempur Perancis dan serangan darat yang dilancarkan oleh militer Perancis. Namun tidak jelas berapa jumlah korban jiwa selama perang berlangsung. Keadaan konflik yang semakin parah ini cukup teratasi dengan bantuan militer yang dilakukan Perancis dan beberapa negara lainnya, terbukti Perancis dan pasukan tentara negara Afrika Barat tersebut mampu mengambil alih kembali kota – kota yang berada di Mali Utara. Hampir 4000 lebih tentara Perancis dan 3.300 pasukan AFISMA memaksa mundur pasukan pemberontak yang dulunya menguasai hampir seluruh wilayah yang berada di wilayah Utara.(africajournalismtheworld.com diakses pada tanggal 28 mei 2013). Konflik yang mulai mereda ini membuat Perancis berencana menarik sebagian tentaranya dari Mali pada Maret 2013. Menurut Perancis, mereka tidak ingin tetap secara permanen berada di Mali. Ini adalah konflik orang-orang Afrika, dan rakyat Mali sendiri yang harus menjamin keamanan, integritas teritorial, dan kedaulatan negaranya. Itulah sebabnya Perancis, secara progresif menyampaikan tongkat kepada misi militer Afrika di Mali (AFISMA). Namun Perancis sendiri masih akan tetap memantau keadaan wilayah Utara yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh kelompok pemberontak. Meluasnya konflik di Mali ini semakin membuat bantuan serta dukungan datang dari berbagai pihak. Uni Eropa termasuk salah satu yang ikut memberikan implementasi militer kepada negara tersebut. Menteri luar negeri Uni Eropa menyetujui peluncuran misi Uni Eropa yang terdiri atas 500 prajurit untuk melatih tentara Mali yang telah mulai bertugas dalam melawan kawanan pemberontak( http://online.wsj.com diakses 28 mei 2013). Kelompok yang terdiri atas prajurit Uni Eropa tiba di negara Afrika Barat pada Senin 18 Febuari 2013, mereka menyiapkan Misi Pelatihan Uni Eropa (EUTM), yang memiliki mandat lima belas bulan untuk membentuk kembali tentara Mali. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan, misi tersebut akan sangat penting untuk mendukung tentara Mali yang minim akan peralatan dan tidak cukup terlatih. Bahkan menteri luar negeri Uni Eropa sepakat untuk mendukung Prancis dalam perang di Mali dengan meluncurkan US$ 16.33 juta untuk pembiayaan operasi militer dalam pelatihan dan merestrukturisasi tentara negara Afrika Barat itu untuk menjaga interitas teritorial negaranya. Konflik yang terjadi di Mali memang membuat negara tersebut menjadi terpecah. Berbagai manajemen konflik yang telah diupayakan dari pemerintah tidak lantas membuat kelompok pemberotak tersebut pergi dari wilayah tersebut, walaupun sebagian besar wilayah telah diambil alih kembali oleh pihak pemerintah yang 484
Analisis Segitiga Konflik dan Manajemen Konflik di Mali (Selly Pernama)
dibantu oleh pihak – pihak asing yang terlibat. Keadaan yang krisis memang sudah cukup mereda namum konflik antara pemberontak yang sebagian besar non-Mali dan pemerintah masih belum terselesaikan. Konflik di Mali sewaktu – waktu sebernanya masih dapat terajadi jika masih belum ada kesepakatan antara pemerintah dan kelompok pemberontak.Konflik yang terjadi di Mali memang belum membawa konflik pada sebuah penyelesaian akhir namun membuat konflik cukup mereda. Walaupun Perancis sendiri telah menarik setengah dari pasukannya dan digantikan oleh pasukan PBB yang menjaga wilayah tersebut jika sewaktu – waktu kelompok pemberontak yang sebagian besar non-Mali menyerang kembali.
Kesimpulan Analisis segitiga konflik di Mali merupakan sebuah penjelasan mengenai bagaimana sikap, kontradiksi dan perilaku konflik. Dimulai dari kontradiksi yakni sebab awal mula terjadinya sebuah konflik yang pada konflik di Mali ini didasarkan oleh kekecewaan etnis Tuareg yang berada di Mali bagian Utara, dimana Etnis Tuareg merasa terabaikan oleh pemerintah paska kemerdekaan dari Perancis pada tahun 1960, yang akhirnya berkelanjutan hingga saat ini membuat pihak – pihak asing masuk seperti Perancis yang memiliki kepentingannya sendiri hingga membuat konflik dipandang dapat merugikan yang terlibat didalamnya sperti halnya kelompok pemberontak. Hal tersebut membuat (sikap) cara pelaku konflik tersebut memandang koflik dengan cara yang berbeda – beda mereka beranggapan bahwa hal yang dilakukan oleh salah satu pihak akan merugikan pihak lainnya. Sehingga hal inilah yang akhirnya menimbulkan perilaku – perilaku dari sikap atau cara aktor – aktor tersebut memandang konflik, baik itu berupa kekerasan atau tidak. Akibatnya, hal inilah yang membuat etnis Tuareg akhirnya melakukan pemberontakan dan menuntut kemerdekaan atas wilayah bagian Utara. Pemberontakan ini sempat mereda saat pemerintah berjanji akan memberikan bantuan kepada wilayah di Utara, namun hal itu tak kunjung terwujud sehingga, membuat etnis Tuareg membentuk kelompok dengan nama the National Movement for the Liberation of Azawad (MNLA), yang dibantu oleh kelompok radikal Islam Ansar Dine, AQIM dan kelompok jihad di Afrika yakni MUJAO melakukan pemberontakan dan berhasil memerdekakan wilayah Azawad secara sepihak. Untuk mengatasi permsalahan ini maka pemerintah Mali berusaha melakukan manajemen konflik atau upaya penyelesaiaan konflik dengan, inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah untuk merundingkan solusi dengan kelompok pemberontak bersenjata yang berada di bagian Utara. Salah satu hal yang sangat terlihat dilakukan pemerintah Mali dari upaya perdamaian dengan kelompok pemberontak adalah negosiasi. Negosiasi antara perwakilan pemerintah dan faksi bersenjata, namun negosiasi ini tidak dapat membawa konflik pada suatu akhir 485
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 477-488
dari penyelesaian. Sebaliknya, negosiasi yang dilakukan sebenarnya hanya memperburuk konflik yang sedang terjadi. Hal ini justru membawa pihak asing masuk dan turut campur dalam penyelesaian konflik internal ini. Banyaknya aktor – aktor yang terlibat dalam penyelesaian konflik seperti PBB, ECOWAS, Uni Afrika, Perancis bahkan Uni Eropa membuat konflik ini cukup mereda karena dapat memaksa mundur kelompok pemberontak dari wilyah – wilayah yang telah dikuasai selama sepuluh bulan terakhir walaupun konflik ini sendiri belum sepenuhnya selesai. Daftar Pustaka 1. Buku Barbara Harff and Ted Robert Gurt. 2004. Ethnic conflict in world politics: second edition. USA: Westview Press. Fortuna, Dewi Anwar. 2004. Konflik Kekerasan Internal: Tinjauan sejarah ekonomi, politik dan kebijakan di Asia Pasifik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Galtung, Johan. 1996. Peace by peaceful means: Peace & conflict, development & Civilization. Prio. London: Internasional Peace Research Institute. Holsti, K.J. 1983. Internasional Politik terjemahan. M Tahrir Azhary, Politik internasional: kerangka untuk analisis. John Burton & Frank Dukes. Conflict : Practice in Management, Settlement & Resolution. St. Martin Press. USA. Mohtar, Mas’oed. 1989. Studi Hubungan Internasional : Tingkat analisis dan teorisasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. __________, 1990. Ilmu Hubungan Internasional; disiplin dan metodologi, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada. Robert Jackson and Georg Sorensen. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rudi, Teuku May. 2002. Studi Strategis : Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung: PT. Refika Aditama. Soejono Soekanto, 1990. Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. Tordoff, William. 1997. Government and Politics in Africa: Third edition. London: Macmillan Press. 2. Media Elektronik 1.400 prajurit Prancis berada di Mali terdapat di http://www.antaranews.com/berita/353663/1400-prajurit-prancis-beradadi-mali diakses pada tanggal 28 mei 2013. Africa – News and Analysis. News, analysis and comment on Africa terdapat di http://africajournalismtheworld.com/tag/mali/ diakses pada tanggal 28 mei 2013. Crisis in Mali terdapat di www.fas.org/sgp/crs/row/R42664.pdf diakses pada tanggal 9 mei 2013. 486
Analisis Segitiga Konflik dan Manajemen Konflik di Mali (Selly Pernama)
Ecowas pleased with military offensive against mali insurgents terdapat di http://www.voanews.com/content/ecowas-pleased-with-military-offensiveagainst-mali-insurgents/1594862.html diakses pada tanggal 8 mei 2013. Factsheet on : the movement for unity and jihad in West Africa terdapat di http://thinksecurityafrica.org/research/mujao/ diakses pada tanggal 8 mei 2013. Factsheet on : the national movement for the liberation of azawad terdapat di http://thinksecurityafrica.org/research/mujao/ diakses pada tanggal 8 mei 2013. France Intervenes in Mali Invoking both SC Resolution 2085 and the Invitation of the Malian Government – Redundancy or Legal Necessity? Terdapat di http://www.dipublico.com.ar/english/france-intervenes-in-mali-invokingsboth-sc-resolution-2085-and-the-invitation-of-the-malian-governmentredundancy-or-legal-necessity/ diakses pada tanggal 4 April 2013. French Force Moves Fast to Counter Threat in Mali terdapat di http://www.military.com/daily-news/2013/02/25/french-force-moves-fastto-counter-threat-in-mali.html diakses pada tanggal 28 mei 2013. German Troops to Train Malian Army terdapat di http://online.wsj.com/article/SB1000142412788732349510457831395394 6751828.html diakses pada tanggal 28 mei 2013. January 2013, Africa - News and Analysis : Page 2 terdapat di africajournalismtheworld.com/2013/01/page/2/ diakses pada tanggal 28 mei 2013. Konflik Mali Kian Membesar Terdapat di http://web.inilah.com/read/detail/1948687/konflik-mali-kian-membesar diakses pada tanggal 2 maret 2013. Mali crisis: Key players terdapat di http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-21894117 diakses pada tanggal 4 april 2013 Mali Economy Profile 2013 terdapat di www.indexmundi.com/mali/economy_profile.html diakses pada tanggal 2 April 2013. Mali-International Human Development Indicators – United Nation Development Programme terdapat di hdrstats.undp.org/en/countries/profile/MLI.html diakses pada tanggal 2 April 2013. Mali Natural Resources terdapat di http://www.indexmundi.com/mali/natural_resources.html diakses pada tanggal 2 mei 2013. Nomadic Conflict in Mali : Justice Africa Terdapat di www.justiceafrica.org/wp.../06/kourouma-k-nomadic-conflict-mali.doc diakses pada tanggal 1 mei 2013. 487
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 477-488
Pemimpin Mujao Komandan Al-Qaidah Mokhtar masih hidup terdapat di http://www.voa-islam.com/news/internationaljihad/2013/04/03/23877/pemimpin-mujao-komandan-alqaidah-mokhtarbelmokhtar-masih-hidup/ diakses pada tanggal 8 mei 2013.
488