21
STAIN Palangka Raya
MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI (Konsep, Fenomena dan Cara Mengelola Konflik di Lembaga Pendidikan) Oleh. Mulhimah Abstarak Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organissai senantiasa dihadapkan pada konflik.. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadi banyak perubahan sosial dan pertumbuhan kebudayaan yang tidak sama, sehingga munculnya disharmoni, disintegrasi dan disorganisasi masyarakat, yang mengandung berbagai konflik terbuka. Kondisi yang demikian dapat menggerus dan menghilangkan hubungan manusiawi yang akrab dimana orang lebih cendrung menonjolkan egoisme. Kontak social menjadi terpecahpecah dalam fraksi-fraksi yang akhirnya akan memudahkan timbulnya konflik. Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi Kata Kunci: Manajemen Konflik
A.
PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, seni sosial budaya
mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan atau syaratsyarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas. Semakin besar ukuran dan berkembangnyalompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas. Semakin besar ukuran dan berkembangnya suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaanya.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
22
STAIN Palangka Raya
Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan kompleksitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia yang meliputi berbgaai kompleksitas seperti komplesitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi termasuk lembaga pendidikan, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia ( pendidik dan tenaga kependidikan ), dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan dan motivasi dalam bekerja yang berbeda pula. Kondisi tersebut akan membawa dampak luas dan bervariasinya manajemen pendidikan. Banyaknya tugas manajemen pendidikan akan menjadi beban berat bagi para pemimpin pendidikan, termasuk kepala sekolah. Dalam mendorong visi, misi dan melakukan inovasi di sekolah, kepala sekolah akan dihadapkan pada berbagai masalah, termasuk konflik yang timbul sebagai akibat dari banyaknya permasalahan dan perubahan di sekolah. Artinya semakin maju dan berkembang suatu sekolah, semakin banyak dan kompleks masalah yang harus diselesaikan. Pandangan para ahli manajemen tradisional yang berkembang pada tahun 1940-an, bahwa semua konflik negatif tidak dapat dipertahankan, sehingga dalam perkembangan selanjutnya konflik dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sebagai sesuatu yang alamiah, yang dalam batas-batas tertentu dapat bernilai positif, kalau dikelola dengan baik dan hatihati, sebab jika melewati batas-batas tertentu berakibat fatal. Oleh karena itu setiap orang dalam hal ini kepala sekolah sebagai pengelola lembaga pendidikan sekolah dituntut untuk
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
23
STAIN Palangka Raya
memperhatikan konflik, karena tidak dapat dihindari dan dihilangkan, tetapi jika dimanfaatkan dengan baik dan tepat dapat meningkatkan kinerja sekolah.1
B.
MANAJEMEN KONFLIK 1.
Pengertian konflik Konflik, dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara
orang-orang, kelompok-kelompok atau antara organisasi satu dengan lainnya. Dalam bahasa yunani konflik yaitu configure, conflictum berarti saling berbenturan. Arti kata ini
menunjukan
pada
semua
bentuk
benturan,
tabrakan,
ketidaksesuian,
ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interkasi-interkasi yang antagonis bertentangan.2 Robbins dalam “ Organization Behavior “ menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuain antara dua pendapat ( sudut pandang ) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.3 Sedangkan menurut Husaini Usman, konflik adalah pertentangan antara dua orang atau lebih terhadap satu hal atau lebih dengan sesama organisasi atau dengan organisasi lain4. Adapun konflik organisasi menurut T. Hani Handoko adalah ketidak
1
E. Mulyana. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. (Bandung. Remaja. Rosdakarya. 2011), cet. Ke-11. h, 238. 2
Hendyat Soetopo. Perilaku organisasi, teori dan praktek di bidang pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya. 2010) h. 267 3
Stephen P. Robbins. Managing Organizational Behavior, (Siding : Prentice Hall, 1979). Husaini Usman, Manajemen (Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan), (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), Ed. 3. Cet. 2, H. 466. 4
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
24
STAIN Palangka Raya
sesuaian antara dua orang atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja atau kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.5 Dari beberapa pendapat diatas, konflik diartikan situasi atau proses interaksi yang terjadi akibat perbedaan pendapat atau pandangan antara dua orang atau lebih sesama anggota organisasi yang satu dengan yang lainnya, yang bersumber dari perbedaan latar belakang, tujuan keinginan serta kebutuhan, dan adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen. 2.
Manajemen Konflik Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang beroreantasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.Bagi pihak luar (diluar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.6 Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri
5
T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta, 2011). Ed. 2. Cet. 21. h. 346.
6
Hendyat Soetopo. Perilaku organisasi, teori dan praktek…, op cit, h. 270
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
25
STAIN Palangka Raya
kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan. 3.
Jenis-jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu : (1) Konflik dalam diri individu (intrapersonal). Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus, dan bimbang mana yang harus dipilih. Dalam konteks pendidikan, misalnya antara tugas sekolah dengan acara pribadi.7. (2) Konflik antar individu (interpersonal). Konflik interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bias tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan orgacncisacsic tersebut. (3) Konflik antar individu dan kelompok. Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas (keseragaman), yang ditekanakan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada. (4) Konflik antar kelompok yaitu konflik yang terjadi antar kelompok dalam organisasi yang sama. (5) Konflik antar organisasi, konflik ini muncul sebagai akibat bentuk persaingan antar organisasi di berbagai bidang termasuk di bidang pendidikan. 7
Ibid, h. 349. Lihat juga pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan. (Jakarta : Rineka Cipta. 2003), Cet. 4. h. 42
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
26
STAIN Palangka Raya
4.
Sumber-sumber konflik Menurut Smith sebagaimana dikutip oleh hendyat soetopo, konflik dalam suatu
organisasi, termasuk di dalamnya organisasi sekolah pada dasarnya bersumber dari tiga hal, yaitu masalah komunitas, struktur organisasi dan faktor manusia ini sendiri. Konflik sering terjadi akibat kesalahan dalam komunikasi atau distorsi. Suatu kebenaran yang dikemukakan dengan pola komunikasi yang tidak bersahabat, cenderung menjadi informasi yang diterima dengan tidak baik. Di sisi lain struktur organisasi termasuk sektor penyumbang konflik yang tidak kecil, karena masingmasing unit organisasi memiliki tugas dan kepentingan yang bias saling bergesekan dan berbenturan. Kemudian penyumbang konflik yang tidak kalah banyaknya adalah faktor manusia. Hal ini dimungkinkan karena adanya sifat-sifat kepribadian yang beragam dan unik. Setiap pribadi dapat saja memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda, begitu juga sikap otoriter dan mau menang sendiri, dogmatis, individualitas, dan sifat-sifat pribadi lainya. Kesemuanya itu dapat menimbulkan konflik di tubuh organisasi. Adapun
Schmuck
sebagaimana
dikutip
juga
oleh
Hendyat
Soetopo,
mengemukakan ada empat unsur yang menjadi sumber konflik, yaitu : 1) adanya perbedaan fungsi dalam organisasi ; 2) adanya pertentangan kekuatan antar pribadi dan sub system ; 3) adanya perbedaan peranan, dan 4) adanya tekanan yang dipaksakan dari luar organisasi.
C.
PERANAN KONFLIK Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan
tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
27
STAIN Palangka Raya
mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan. (2) Konflik ditimbulkan karena perbedaan kepribadian dank arena kegagalan dalam kepemimpinan. (3) Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.8 Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik (positif) maupun buruk (negatif). Usaha penangananya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik. (2) Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi. (3) Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. (4) Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.9 Dalam pandangan modern ini konflik dalam organisasi sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi, yaitu: (1) Menimbulkan kemampuan intropeksi diri. (2) Meningkatkan kinerja individu dalam organisasi. (3) Pendekatan yang lebih baik, sehingga setiap orang berusaha lebih hati-hati dalam berinteraksi dan menjalin hubungan dengan sebaik-baiknya. (4) Mengembangkan alternatife yang lebih baik lagi. Adapun dampak negatif yang dirasakan akibat konflik, yaitu: (1) Subjektif dan emosional, pada umumnya pandangan pihak yang sedang konflik satu sama lain sudah tidak objektif dan bersifat emosional. (2) Apriori (3) Saling menjatuhkan (4) Stress, dan (5) Frustasi.10
8
Hendyat Soetopo, perilaku organisasi, teori dan praktek…op.cit.,h. 272. T. Hani Handoko, Manajemen…op.cit. h. 353 10 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah….op.cit. h.245-246. 9
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
28
STAIN Palangka Raya
Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience). Karena itu tidak bias dihindari, tetapi sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi.
D.
ASPEK-ASPEK DALAM MANAJEMEN KONFLIK Secara garis besar aspek manajemen konflik terbagi dari dua macam: (1) Manajemen
konflik destruktif yang meliputi conflict mengagement (menyerang dan lepas control), withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang kadang-kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme pertahan diri, dan compliance (menyerah dan tidak membela diri). (2) Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan konpromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya, sedangkan negisiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang 11
E.
MANAJEMEN KONFLIK DI LEMBAGA PENDIDIKAN Pesat dan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, informasi, seni dan budaya
mendorong perubahan kebutuhan dan kondisi serta menimbulkan tantangan yang semakin
11
Winardi, Manajemen Konflik (konflik perubahan dan pengembangan) ,( Bandung: CV. Mandarmaju, 1994), h. 29
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
29
STAIN Palangka Raya
komplek, yang berdampak pada manajemen di lembaga pendidikan termasuk sekolah. Semakin maju dan berkembang sekolah, semakin banyak masalah yang harus dipecahkan. Lingkungan sekolah dapat dipandang sebagai keluarga yang akan keharmonisanya akan tercipta jika tidak ada konflik di antara para anggotanya. Meskipun demikian, konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan di sekolah, seluruh warga sekolah senantiasa dihadapkan pada konflik. Konflik terjadi sejalan dengan meningkatnya kompleksitas kehidupan dan tuntutan pekerjaan, sehingga kepala sekolah selaku pemimpin harus mampu mengendalikanya, karena dapat menurunkan prestasi dan kinerja. Kemampuan mengendalikan konflik tersebut menuntut keterampilan manajemen tertentu yang disebut manajemen konflik. Manajemen konflik memiliki tiga tahapan sebagai berikut. 1. Perencanaan analisi konflik Tahap ini merupakan tahap identifikasi masalah yang bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya dan bersumber dari mana, serta siapa pihak-pihak yang terlibat. Suatu perencanaan analisis konflik yang baik, setidaknya harus menunjukan adanya : 1) deskripsi fenomena konflik yang terjadi, 2) identifikasi konflik, meliputi : latar belakang atau sumber penyebab terjadinya konflik, faktor yang mempengaruhi konflik dan akibat yang akan terjadi bila konflik diatasi atau dibiarkan pengiringan konflik ke dalam jenis yang mana, intensitas dan cakupan keluasannya, 3) rumusan konflik yang sesungguhnya secara jelas dan tegas.12 Dalam tahap ini, konflik yang sudah tebuka akan mudah diketahui, tetapi jika masih dalam tahap potensi memerlukan stimulus agar menjadi terbuka dan dapat
12
E. mulyasa, menjadi kepala sekolah…op.cit...h, 245-246
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
30
STAIN Palangka Raya
dikenali. Dimana situasi konflik yang terlalu rendah akan menyebabkan para anggota organisasi sekolah takut berinisiatif dan menjadi pasif. 2. Penilaian konflik Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kondisi konflik dan pemecahanya. Setelah diidentifikasi, dilanjutkan penilaian kekuatan apakah konflik sudah mendekati titik rawan, dan perlu diredam agar tidak menimbulkan dampak negatif, atau apakah masih pada titik kritis yang dapat menimbulkan dampak positif. Selain penilaian kekuatan, keterampilan anggota organisasi sekolah, komponen serta sumber konflik juga dinilai. Sehingga diketahui benar-benar konflik atau bukan. 3. Pemecahan konflik Tahap ini merupaka tindakan untuk memecahkan atau menyelesaikan konflik dengan berbagai pendekatan atau metode Pengendalian, termasuk memberi stimulus jika masih dalam tahap tersembunyi, agar konflik yang terjadi memberikan dampak positif berupa peningkatan prestasi dan kinerja seluruh tenaga kependidikan disekolah. Dunnete
sebagaimana dikutip Husaini Usman memberikan strategi untuk
mengatasi konflik dalam lima kemungkinan, yaitu: a. Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan pemaksaan (forcing) atau competing. b. Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan penghindaran (avoiding). c. Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri seimbang maka gunakan kompromi (compromising).
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
31
STAIN Palangka Raya
d. Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi maka gunakan kolaboratif (collaborating), dan e. Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan penghalusan (smoothing) Thomas sebagaimana dikutip oleh Enco Mulyasa mengklasifikasi pendekatan penyelesaian konflik sebagai berikut. a. Mempersatukan (integrating) Merupakan salah satu pendekatan penyelesaian konflik melalui tukar menukar informasi dan ada keinginan untuk mengamati perbedaan serta mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Dengan pendekatan ini mendorong tumbuhnya kreatif yang menekankan diri sendiri dan orang lain dalam mempersatukan informasi dan perspektif yang berbeda.13 Pendekatan ini tidak akan efektif jika yang berselisih kurang memiiki komitmen atau jika waktu menjadi sesuatu yang penting, karena penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ada tiga jenis metode penyelesaian konflik secara integratif, yaitu: 1) Konsensus, di mana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu bersama untuk mencari penyelasaian terbaik terhadap permasalahan. 2) Konfrontasi, di mana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinan yang terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian.
13
E. mulyasa, menjadi kepala sekolah…op.cit...h, 247
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
32
STAIN Palangka Raya
3) Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama. 14
b. Membantu (obliging) menetapkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Pendekatan ini mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Artinya mengangkat dan menghargai orang lain, sehingga mereka merasa lebih baik, senang terhadap sesuatu, puas dan merasa lebih baik, senang terhadap sesuatu, puas dan merasa keinginannya terpenuhi, sehingga mau mengorbankan sesuatu yang penting bagi dirinya serta rela untuk mengalah, yang pada akhirnya hubungan akan menjadi harmonis dan langgeng. c. Mendominasi (dominating) Pendekatan ini menekankan pada diri sendiri dan meremehkan kepentingan orang lain, sehingga kewajiban bias dikalahkan oleh keinginan pribadi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara kekerasan (forcing), yang bersifat penekanan otokratif dan penenangan (smoothing) yang merupakan cara yang lebih diplomatis. Pendekatan ini efektif jika digunakan untuk menentukan keputusan secara cepat, dalam keadaan mendesak , dan jika permasalahan tersebut kurang penting, sepanjang pemimpin merasa memiliki hak, sesuai hati nurani. d. Menghindar (avoiding) Pendekatan ini tidak menempatkan nilai pada diri sendiri atau orang lain, tetapi berusaha menghindar dari persoalan. Pendekatan ini memiliki aspek negative seperti menghindar dari tanggung jawab atau menghindar dari kenyataan. 14
Miftah Thoha, kepemimpinan dalam manajemen ; suatu pendekatan perilaku. (Jakarta : Raja grafindo persada. 1995) h. 169.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
33
STAIN Palangka Raya
Pendekatan ini paling efektif jika suatu peristiwa tidak penting dan waktu memang sangat diperlukan. Namun pendekatan ini dapat membuat orag lain frustasi karena jawaban penyelesaian konflik sangat lambat, dan menimbulkan rasa kecewa sehingga konflik bisa meledak.15 e. Mengadakan kompromi (compromising) Pendekatan ini memiliki keseimbangan yang sedang dalam memperhatikan diri sendiri dan orang lain, sebagai jalan tengah. Pendekatan paling efektif jika pendekatan lain gagal, dan dua pihak mencari penyelesaian jalan tengah. Pendekatan ini bisa menjadi pemecah perbedaan, sehingga kompromi hampir selalu dijadikan sarana oleh semua pihak yang berselisih untuk memberikan jalan keluar atau pemecahan masalah.16 Sehubungan dengan pendekatan manajemen konflik di atas, Enco Mulyasa mengemukakan sedikitnya terdapat empat strategi untuk menyelesaikan konflik yang efektif di sekolah. yaitu menggunakan konfrontasi, menggunakan gaya tertentu, memperbaiki praktik organisasi, serta mengadakan perubahan peran dan struktur organisasi. a. Konfrontasi yang digunakan untuk mencapai penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik (win-win). Melalui tekhnik ini konflik didiskusikan untuk mencari jalan keluar melalui negosiasi, dengan bantuan pihak ketiga, atau keputusan integrative. b. Gaya penyelesaian tertentu diterapkan secara alamiah, sehingga penyelesaian konflik dibiarkan secara wajar mengikuti pendekatan-pendekatan yang telah disebutkan para ahli di atas. 15 16
Husaini usman, Manajemen (teori, praktik, dan…op.cit..h. 468. E. mulyasa, Menjadi Kepala sekolah….op..cit..h. 249-251
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
34
STAIN Palangka Raya
c. Perbaikan praktik organisasi dilakukan jika hasil evaluasi menunjukan bahwa konflik terjadi karena praktik organisasi sekolah yang kurang tepat. Sehubungan dengan itu, dilakukan langkah-langkah perbaikan visi, misi, tujuan sekolah, klarifikasi peran dan fungsi setiap tenaga kependidikan, penyempurnaan kebijakan, rotasi
tenaga
kependidikan
nonguru,
dan
mengadakan
pelatihan
untuk
meningkatkan profesionalisme. d. Perubahan struktur organisasi sekolah dilakukan jika hasil evaluasi menunjukan bahwa konflik yang terjadi merupakan akibat dari struktur organisasi sekolah yang kurang baik. Terdapat dua hal penting menurut Enco Mulyasa yang perlu diperhatikan kepala sekolah dalam menerapkan manajemen konflik di sekolah. pertama, jika kepala sekolah yakin bahwa konflik yang terjadi belum mencapai titik kritis, maka sebaiknya dilakukan pencegahan untuk menghindaridampak negative. Kedua, jika kepala sekolah belum yakin dengan konflik yang terjadi, dan memerlukan pengalaman untuk memastikannya, maka sebaiknya berkonsultasi dengan ahli.17 Anggapan itu benar adanya, karena tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan untuk mengelola serta menyelesaikan konflik dengan baik, bahkan tanpa pengalaman yang memadai bisa salah langkah, dan justru terlibat dalam konflik tersebut, atau “kena getahnya”.18 Pengendalian konflik disekolah yang paling baik adalah memahami penyebabnya dan berusaha menghilangkannya, serta menciptakan lingkungan kerja baru yang lebih kondusif, aman, nyaman, dan menyenangkan.
17 18
T. hani handoko, manajemen…op.cit..h. 353. E. mulyasa, menjadi kepala sekolah…op.cit..h. 252.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
35
F.
STAIN Palangka Raya
STRATEGI MENGATASI KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN Terdapat lima langkah dalam mengatasi konflik, apapun sumber masalahnya,
lima langkah ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan: (1) Pengenalan. Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak memperdulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada). (2) Diagnosis. Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal sepele. (3) Menyepakati suatu solusi. Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik, carilah yang terbaik. (4) Pelaksanaan . Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian, jangan sampai terlalu mempertimbangakan pilihan dan arah kelompok. (5) Evaluasi. Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannnya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi. 19
19
Winardi, Manajemen Konflik…op cit, h. 76
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
36
STAIN Palangka Raya
BAB III PENUTUP Konflik merupakan perbedaan, pertentangan, dan ketidak sesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi forma, social, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional diantara individu dalam suatu kelompok atau organisasi. Konflik muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, informasi, seni social budaya yang mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia dan organisasi. Semakin besar ukuran dan berkembangnya suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Pada awalnya semua konflik negative, dan baru pada perkembangan selanjutnya konflik dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sebagai suatu yang wajar dan sebagai sesuatu yang alamiah, yang dalam batas-batas tertentu dapat bernilai positif, kalau dikelola dengan baik dan hati-hati. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai top leader disekolah dituntut untuk memperhatikan konflik, karena tidak dapat dihindari dan dihilangkan, tetapi jika dimanfaatkan dengan baik dan tepat dapat meningkatkan kinerja sekolah.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
37
STAIN Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Pandji.psikologi kepemimpinan, Jakarta:Rineka Cipta.2003. Handoko, T. Hani.Manajemen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2001. Ivancevich, John M., et,al., Organizational behavior and management. Diterjemahkan oleh Dharma Yuwono dengan judul Prilaku dan Manajemen Organisasi. Erlangga, 2006 Mulyasa, E. menjadi kepala sekolah professional. Bandung : Remaja Rosdak karya, 2011 Robbins, Stephen P. Managing Organization Behavior.Sidding: Prentice hall.1997 Soetopo,
Hendyat.
Prilaku
organisasi,teori
dan
praktek
dibidang
Pendidikan.
Bandung:Remaja Rosdakarya. 2010. Thoha, Miftah. Kepemimpinan dalam manajemen: Suatu pendekatan prilaku. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995 Usman,Husaini Manajemen (Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan). Jakarta: Bumi Askara.2010 Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Bandung: CV. Mandarmaju 1994
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014