MENGELOLA KONFLIK ORGANISASI MATERI 12
DEFINISI KONFLIK Ê PANDANGAN TRADISIONAL
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang
buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Ê PANDANGAN INTERACTIONIST
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan
suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu d i p e r t a h a n k a n p a d a t i n g k a t m i n i m u m s e c a r a berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
SUMBER KONFLIK 1. SALING KETERGANTUNGAN PEKERJAAN 2. KETERGANTUNGAN PEKERJAAN 1 ARAH 3. DIFERENSIASI HORISONTAL YG TINGGI 4. FORMALISASI YG RENDAH 5. KETERGANTUNGAN PADA SUMBER
BERSAMA YG LANGKA
6. PERBEDAAN DLM KRITERIA EVALUASI DAN SISTEM IMBALAN 7. PENGAMBILAN KEPUTUSAN PARTISIPATIF 8. KEANEKARAGAMAN ANGGGOTA 9. KETIDAKSESUAIAN STATUS
10. KETAKPUASAN PERAN 11. DISTORSI KOMUNIKASI
SALING KETERGANTUNGAN PEKERJAAN
Kesaling tergantungan pekerjaan merujuk kepada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan, informasi, kerelaan, atau
a k t i v i t a s ko o r d i n a s i l a i n u n t u k menyelesaikan tugas masing-‐masing secara efektif.
KETERGANTUNGAN PEKERJAAN 1 ARAH Ê Sumber konflik ini berlawanan dengan
kesalingtergantungan, ketergantungan satu arah berarti keseimbangan kekuasaan telah bergeser ke salah satu kelompok. Prospek dari munculnya konflik dalam kondisi seperti ini pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berbeda di bawahnya.
DIFERENSIASI HORISONTAL YG TINGGI Ê Makin besar perbedaan yang terdapat di antara
unit, makin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-‐unit dalam organisasi amat didiferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-‐masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-‐masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini pada gilirannya, akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar diantaranya unit-‐unit.
FORMALISASI YG RENDAH Ê Peraturan dibuat untuk mengurangi konflik
dengan mengurangi kedwiartian. Formalisasi yang tinggi membangun cara-‐cara yang distandarisasi bagi unit-‐unit untuk saling bergaul. Penetapan mengenai peran harus jelas s e h i n g g a p a r a a n g g o t a u n i t t e r s e b u t mengetahui apa yang diharapkan dari yang lain. Sebaliknya, jika formalisasi itu rendah, potensi terjadinya pertikaian mengenai batas-‐batas kekuasaan akan meningkat.
KETERGANTUNGAN PADA SUMBER BERSAMA YG LANGKA Ê Potensi konflik dipertinggi jika dua unita atau lebih bergantung
pada pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal. Potensi tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota-‐anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehnya dari pool sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain dipernuhi. Jika unit-‐ unit merasakan situasi tersebut sebagai “zero-‐sum”, apapun yang anda peroleh berasal dari saya-‐anda dapat memperkirakan bahwa konflik antar unit, impian tentang hal-‐hal yang besar, memonopoli sumber daya, dan prilaku lainnya kemungkinan akan mengurangi keefektifan organisasi.
PERBEDAAN DLM KRITERIA EVALUASI DAN SISTEM IMBALAN Ê M akin banyak evaluasi dan
i m b a l a n m a n a j e m e n y a n g menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah-‐ pisah dari pada secara gabungan, m a k a m a k i n b e s a r p u l a konfliknya.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PARTISIPATIF Ê Demokrasi dan konflik merupakan dua sisi mata uang yang tidak
bisa dipisahkan. Dalam situasi seperti itu setiap anggota organisasi mempunyai peluang yang cukup besar untuk diikutkan dalam proses pengambilan keputusan. Proses partisipatif memberi
kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan ketaksepakatan. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang tinggi yang terjadi dalam partisipasi dapat memperkeras perbedaan ketimbang memudahkan koordinasi dan kerja sama. Hasilnya adalah perbedaan opini yang lebih besar serta kesadaran yang lebih besar tentang konflik. Dalam banyak hal, intensitas konflik tersebut mungkin tidak lebih besar setelah partisipasi dibandingkan sebelumnya, tetapi hal itu cenderung untuk memindahkan konflik dari yang laten ke yang terbuka.
KEANEKARAGAMAN ANGGGOTA Ê Makin homogen anggota, makin besar kemungkinan mereka
bekerja dengan tenang dan bersama-‐sama, makin heterogen anggota makin kecil kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-‐sama. Heterogenitas bisa berupa latar belakang, nilai-‐nillai, pendidikan, umur dan pola-‐pola sosial.
Ê Selaras dengan hipotesis diatas, kita dapat menjamin bahwa
masa kerja sebuah kelompok akan berhubungan secara terbalik dengan konflik. Artinya, makin lama para
anggota menjalin kerja sama, maka makin besar pula kemungkinannya bahwa mereka akan bergaul dengan baik pula.
KETIDAKSESUAIAN STATUS Ê Konflik terstimulus jika terjadi ketaksesuaian dalam
penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hirarki status. Jhon A. Seiler (1963 :32) menemukan, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat dimana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri, dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status. Dimensi tersebut antara lain lamanya masa kerja, umur, pendidikan, dan upah.
KETAKPUASAN PERAN Ê Yang dekat dengan ketaksesuaian status adalah ketakpuasan
peran.. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketakpuasan peran maupun ketaksesuaian status yang dipersepsikan. Namun, pada bagian ini, kami i n g i n m e n e k a n k a n b a h w a c a r a o r a n g mempersepsikan dirinya sendiri dalam posisi masing-‐masing dapat cukup mempengaruhi prestasi mereka dan dengan demikian potensi bagi timbulnya konflik antara mereka dengan teman sejawatnya dalam unit mereka dan unit-‐unit yang berdampingan.
DISTORSI KOMUNIKASI Ê Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah
kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang jelas adalah komunikasi vertical dan horizontal, yang mana dalam proses komunikasi tersebut sering terjadi kedwiartian dan distorsi.
Ê Disamping itu kesukaran semantic seringkali menjadi
masalah dalam organisasi. Kesukaran itu menghalangi komunikasi yang penting bagi uasaha kerja sama diantara unit-‐unit. Kesukaran semantic dapat disebabkan oleh pendidikan, latar belakang dan proses sosialisasi yang dilalui para anggota unit yang berbeda-‐beda.
TEKNIK RESOLUSI 1.
TUJUAN SUPERORDINATE
2.
MENGURANGI KESALINGTERGANTUNGAN ANTAR UNIT
3.
PERLUASAN SUMBER DAYA
4.
PEMECAHAN MASALAH BERSAMA
5.
SISTEM NAIK BANDING
6.
WEWENANG FORMAL
7.
INTERAKSI YG MAKIN BERTAMBAH
8.
KRITERIA EVALUASI UNTUK SELURUH ORGANISASI & SISTEM PEMBERIAN IMBALAN
9.
MEMBAURKAN UNIT YG BERKONFLIK
TUJUAN SUPERORDINATE Ê adalah tujuan bersama yang dianut oleh
dua unit atau lebih yang memaksakan dan sangat menarik dan yang tidak dapat dicapai dengan sumber-‐sumber dari unit mana saja secara terpisah. Teknik resolusi ini dimulai dengan sebuah definisi dari tujuan yang dipunyai bersama dan pengakuan bahwa tanpa bantuan dari pihak-‐pihak yang saling bertentang maka tujuan itu tidak dapat dicapai.
MENGURANGI KESALINGTERGANTUNGAN ANTAR UNIT Ê Teknik ini pada umumnya digunakan jika konflik
bersumber dari saling ketergantungan mutual dan satu arah. Penyangga (buffer), misalnya, dapat diperkenalkan untuk mengurangi saling ketergantungan tersebut. Jika Output dari unit A adalah input untuk unit B, maka B bergantung pada unit A. jika A terlambat maka B juga akan terganggu. Salah satu solusinya adalah dengan membuat suatu persediaan (inventory) dari output A sebagai suatu penyangga.
PERLUASAN SUMBER DAYA Ê Jika konflik muncul karena kelangkaan sumber daya, maka cara
termudah untuk memecahkan konflik tersebut adalah adalah melalui perluasan sumber daya yang tersedia. Hal ini mungkin tidak diinginkan oleh pihak lain yang berada di luar konflik, tetapi kekuatan terbesarnya sebagai sarana untuk memecahkan masalah adalah dalam kemampuannya untuk memungkinkan masing-‐ masing pihak yang berkonflik untuk memperoleh kemenangan.
Ê Memperluas sumber daya sebagai suatu penyelesaian konflik akan
sangat berhasil karena membuat pihak-‐pihak yang berkonflik puas. Namun kegunaannya dibatasi oleh sifat dari keterbatasan yang terdapat didalamnya, sumber daya organisasi jarang sekali terdapat dalam jumlah yang dapat diperluas dengan mudah.
PEMECAHAN MASALAH BERSAMA Ê Teknik ini menuntut pihak-‐pihak yang berkonflik untuk saling
bertemu dan mencari penyebab yang menjadi dasar dari konflik mereka dan bertanggung jawab bersama untuk keberhasilan resolusinya. Metode ini telah dinyatakan sebagai metode yang paling sehat untuk memecahkan konflik antar kelompok. Pemecahan masalah, dengan metode ini mencoba untuk “menekankan yang positif” dengan menonjolkan pandangan yang sama dari pihak yang berkonflik. Karena hampir setiap masalah selalu terdapat celah yang memungkinkan pihak yang berselisih bersepakat. Hal ini yang sering dilupakan oleh pihak-‐pihak yang berkonflik.
SISTEM NAIK BANDING Ê Resolusi konflik dapat ditangani dengan menciptakan saluran
formal agar keluhan dapat di dengar dan ditanggapi. Organisasi yang mempunyai serikat pekerja merupakan contoh yang sangat baik untuk teknik naik banding untuk mengatasi masalah antara pekerja dan manajemen dengan membawa permasalahan ketingkat manajemen yang lebih tinggi. Namun dalam kondisi tertentu, dalam upaya naik banding dan permasalahan belum terselesaikan maka upaya penyelesaannya pada umumnya memerlukan pihak ketiga yang bisa bersikap netral. Bahkan organisasi tertentu menciptakan posisi untuk seorang ombudsman (seorang yang diangkat perusahaan untuk menangani perselisihan).
WEWENANG FORMAL Ê wewenang yang dipunyai supervisor terhadap pihak
yang berkonflik cukup penting dan penggunaannya demikian meluas sehingga dapat dianggap sebagai sebuah teknik resolusi tersendiri. Individu dalam organisasi, dengan sedikit pengecualian, mengakui dan menerima wewenang dari atasan mereka sebagai cara yang dapat diterima untuk memecahkan konflik. Meskipun mereka mungkin tidak sepakat dengan keputusan tersebut, namun mereka tunduk kepadanya.
INTERAKSI YG MAKIN BERTAMBAH Ê Interaksi yang terus menerus akan
mengurangi konflik, karena dengan b e r i n t e r a k s i m e r e k a a k a n menemukan kepentingan dan ikatan yang sama yang dapat memudahkan kerja sama.
KRITERIA EVALUASI UNTUK SELURUH ORGANISASI & SISTEM PEMBERIAN IMBALAN Ê Jika pemisahan evaluasi dan imbalan menciptakan konflik,
manajemen harus mempertimbangkan ukuran prestasi yang
mengevaluasi dan memberi imbalan kepada unit-‐unit yang bekerja sama. Penghapusan situasi zero-‐sum dapat menguntungkan. Dengan memastikan, misalnya, bahwa kendali mutu, auditing, dan fungsi kebijaksanaan lainnya dievaluasi untuk kontribusi pencegahan dalam menemukan kesalahan akan mengurangi konflik. Selain itu, pelembagaan seluruh organisasi, pembagian keuntungan atau perencanaan pemberian bonus akan membantu meningkatkan orang bahwa perhatian utama organisasi adalah pada keefektifan keseluruhan sistem, bukan pada salah satu unit saja.
MEMBAURKAN UNIT YG BERKONFLIK Ê Teknik ini menawarkan solusi dengan menyarankan salah
satu fihak yang berkonflik memperluas batas-‐batasnya dan menyerap sumber kejengkelannya, atau mereka meng-‐coopt pihak lawan / pengkritik dengan membaurkan mereka ke dalam sistem itu. Misalnya, bagaimana sistem sekolah dasar dan menengah menggunakan teknik yang sama jika mereka mengizinkan orang-‐orang yang kritis terhadap kurikulum untuk turut serta dalam meninjau kembali dan mengevaluasi program dan kebijaksanaan tersebut.