ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)
Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044
PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
FAISHAL ABDUL AZIZ. Analisis Risiko dalam Usahaternak Ayam Broiler (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor). Di Bawah Bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA. Usaha peternakan ayam broiler mempunyai risiko yang tinggi. Risiko tinggi yang dihadapi peternak ayam broiler sangat dirasakan oleh Bapak Rahmat, pemilik usaha peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Usaha peternakan X adalah usaha peternakan ayam broiler plasma yang mempunyai kapasitas produksi sebanyak 4000 ekor setiap periodenya. Risiko yang dihadapi usaha peternakan X adalah risiko harga (baik harga input maupun harga jual output), risiko produksi (cuaca dan iklim bisa menyebabkan tingkat mortalitas sebesar 30-50 persen dan penyakit bisa menyebabkan tingkat mortalitas sebesar 50 persen), dan risiko sosial. Risiko-risiko tersebut sangat berpengaruh terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima peternak. Kemampuan dalam meminimalkan risiko sangat dibutuhkan usaha peternakan X dalam menjalankan produksinya. Manajemen risiko adalah alat bantu bagi peternak untuk meminimalkan atau menghindari risiko yang dihadapinya. Berdasarkan kondisi di atas, maka beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah : (1). Bagaimana pengaruh risiko terhadap pendapatan usaha peternakan X?, (2). Bagaimana alternatif manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X?. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : (1). Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usaha peternakan X, (2). Menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X. Penelitian dilakukan pada usaha peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, observasi dan wawancara dengan pemilik peternakan, kepala kandang, anak kandang, dan field controller perusahaan inti. Data primer tersebut berupa keadaan umum lokasi penelitian dan manajemen risiko yang diterapkan usaha peternakan X. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari instansi yang terkait dengan penelitian. Data sekunder tersebut diantaranya berupa data harga input dan output, laporan biaya, penerimaan, dan pendapatan perusahaan. Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis risiko dan analisis deskriptif. Analisis risiko digunakan untuk menganalisis tingkat risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Analisis risiko yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation), dan batas bawah pendapatan. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X. Usaha peternakan X berdiri pada akhir tahun 2002 dan mulai beroperasi pada bulan Maret 2003. Usaha peternakan X telah menjalin kemitraan dengan tiga perusahaan inti, yaitu PT Inter Agro Prospek (2003-2004), PT Prima Karya Persada (2004-2006), dan PT Super Unggas Jaya (2006-sekarang). Usaha peternakan X terletak di Kampung Cibentang RT 01/ RW 05, Desa Tapos,
Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Usaha peternakan X memiliki struktur organisasi yang sangat sederhana. Struktur organisasi sederhana dapat mengantisipasi perubahan lingkungan dengan cepat. Nilai expected return yang diterima usaha peternakan X adalah sebesar Rp 5.768.199. Nilai ini menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh oleh usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 5.768.199 (cateris paribus). Nilai standard deviation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 10.095.088. Nilai tersebut menunjukkan bahwa risiko yang harus dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 10.095.088 (cateris paribus). Nilai coefficient variation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar 1,75. Nilai coefficient variation sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 175 persen dari nilai return yang diperoleh peternak. Nilai coefficient variation yang lebih besar dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha peternakan X akan menghadapi peluang merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (cateris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp –14.421.977. Nilai ini menunjukkan bahwa kemungkinan risiko paling rendah atau kerugian terendah yang akan dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp –14.421.977 (cateris paribus). Berdasarkan hasil analisis risiko, risiko yang dihadapi usaha peternakan X yaitu risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial sangat berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan X. Risiko-risiko tersebut menyebabkan pendapatan usaha peternakan X berfluktuasi tajam. Bahkan pada periode ke-6 dan ke-12 usaha peternakan X mengalami kerugian masingmasing sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa manajemen risiko yang diterapkan di usaha peternakan X adalah manajemen risiko harga, manajemen risiko produksi dan manajemen risiko sosial. Manajemen risiko produksi (proses persiapan kandang dan proses budidaya) dan manajemen risiko harga yang diterapkan masih belum efektif. Hal ini diindikasikan karena masih tingginya rata-rata tingkat mortalitas dan nilai FCR yaitu masing-masing sebesar 10 persen dan 1,88. Jumlah tersebut melebihi angka mortalitas dan nilai FCR standar yaitu sebesar 5 persen dan 1,5-1,6. Indikasi lain belum efektifnya manajemen risiko produksi dan manajemen risiko harga yang diterapkan adalah tingginya fluktuasi pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X. Manajemen risiko sosial yang diterapkan juga belum efektif, karena masih terjadinya kasus pencurian ayam. Alternatif manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh usaha peternakan X diantaranya adalah mendatangkan tim medis yang dikepalai oleh seorang dokter hewan yang bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan ayam secara keseluruhan. Adanya tim medis ini diharapkan dapat meminimalkan tingkat mortalitas akibat penyakit yang mewabah di usaha peternakan X. Alternatif manajemen risiko yang dapat juga diterapkan oleh usaha peternakan X adalah memperbaiki teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang. Perbaikan teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang dapat meminimalkan tingkat mortalitas akibat cuaca dan iklim yang tidak menentu. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah membuat air deflector, memasang insulasi di atap kandang (Roof Insulation), dan memasang kipas angin.
ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)
FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN AGRIBISNIS Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Faishal Abdul Aziz
Nomor Registrasi Pokok
: H34066044
Program Mayor
: Agribisnis
Judul
: Analisis Risiko Dalam Usahaternak Ayam Broiler (Studi Kasus Usaha Peternakan X Di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Ir. Juniar Atmakusuma, MS. NIP. 130 804 891
Mengetahui : Ketua Departemen Agribisnis
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP. 131 415 082
Tanggal Kelulusan :
Januari 2009
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (STUDI KASUS USAHA PETERNAKAN X DI DESA TAPOS, KECAMATAN TENJO, KABUPATEN BOGOR) ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2009
Faishal Abdul Aziz H34066044
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 21 Oktober 1984 sebagai anak kandung dari Bapak Jaya Rahmat dan Ibu Rohani. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Kawunggading Cianjur dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SMP Negeri 2 Cianjur. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Cianjur. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun 2002 ke Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan pada tahun 2006 ke Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif pada berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti di Departemen Islamic Social Economic Development (ISED) Keluarga Muslim Sosek (KMS) pada tahun 2002-2003, Biro Aplikasi Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) pada tahun 2003-2004, dan Biro Kerohanian Islam Forum Komunikasi MAB (FK-MAB) pada tahun 2002-2004. Selain itu, penulis juga pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulu Tangkis IPB pada tahun 2002. Penulis pernah bekerja pada tahun 2006-2007 di PT Pamapersada Nusantara, sebuah perusahaan kontraktor pertambangan batu bara unit bisnis Heavy Equipment PT Astra Internasional, Tbk. Jabatan penulis selama bekerja di perusahaan tersebut adalah sebagai Community Development Officer pada Community Development Department. Penulis kemudian merintis usaha peternakan ayam broiler dengan kapasitas produksi sebesar 4.000 ekor di Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor pada tahun 2007 hingga sekarang.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun tulisan ilmiah ini. Tulisan ilmiah ini disusun penulis dalam rangka
menyelesaikan
pendidikan
pada
Program
Sarjana
Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tulisan ilmiah ini berjudul ”Analisis Risiko dalam Usahaternak Ayam Broiler (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)”. Tulisan ilmiah ini menguraikan tingkat risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X dan manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X. Pola pemikiran penulis diawali dengan melihat tingginya risiko yang dihadapi dalam usaha peternakan ayam broiler yang merupakan bagian dari sub sektor peternakan di Indonesia. Pola pemikiran ini terus berkembang, sehingga pada akhirnya penulis mencoba untuk menganalisis risiko dalam usahaternak ayam broiler pada usaha peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari para pembaca sebagai masukan untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam perkembangan keilmuan dan kehidupan bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2009
Faishal Abdul Aziz H34066044
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis mulai dari tahap awal sampai pada tahap akhir penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku Penguji Utama dan Penguji Komdik yang telah memberikan arahan dan saran untuk perbaikan terhadap isi dan format penulisan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan saran untuk perbaikan isi skripsi ini. 4. Bapak Rahmat, Bapak Junaedi, dan Bapak Syaiful Basri, S.Pt selaku fasilitator dalam kegiatan penelitian di lapangan yang telah bersedia memberikan kesempatan, fasilitas dan data yang dibutuhkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ayah dan ibu tercinta atas perhatian dan kasih sayang yang diberikan serta dorongan moril dan materil yang tidak terhingga jumlahnya kepada penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 6. dr. Anggia Nurafrilla, S.Ked sahabat hati yang telah memberikan motivasi dan saran yang sangat dibutuhkan penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengembangan keilmuan di masa yang akan datang.
Bogor,
Januari 2009 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian..................................................................
1 6 11 12
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
13
2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler ............................................... 2.2. Faktor-Faktor Produksi Usaha Peternakan Ayam Broiler ........ 2.2.1. Lahan ............................................................................... 2.2.2. Kandang dan Peralatan Kandang .................................... 2.2.3. Day Old Chick (DOC)..................................................... 2.2.4. Pakan ............................................................................... 2.2.5. Obat-Obatan, Vaksin dan Vitamin .................................. 2.2.6. Tenaga Kerja ................................................................... 2.3. Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis ............................ 2.4. Penelitian Terdahulu .................................................................
13 16 16 17 19 20 21 22 22 24
III. KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................
30
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 3.1.1. Konsep Dasar Risiko ....................................................... 3.1.2. Sumber – Sumber Risiko ................................................ 3.1.3. Sikap dalam Menghadapi Risiko .................................... 3.1.4. Konsep Manajemen Risiko ............................................. 3.1.5. Ukuran Risiko ................................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................
30 30 33 35 36 40 41
IV. METODE PENELITIAN..............................................................
45
4.1. Lokasi dan Waktu ..................................................................... 4.2. Data dan Sumber Data .............................................................. 4.3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 4.4. Metode Analisis Data ................................................................ 4.4.1. Analisis Deskriptif ......................................................... 4.4.2. Analisis Risiko ...............................................................
45 45 46 46 48 48
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..............................
54
5.1. Keadaan Umum Usaha Peternakan X ........................................ 5.1.1. Sejarah Perusahaan...........................................................
54 54
5.1.2. Lokasi Perusahaan............................................................ 5.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan ....................................... 5.2. Kegiatan Produksi Ayam Broiler Usaha Peternakan X ............. 5.2.1. Persiapan Kandang ........................................................... 5.2.2. Kegiatan Budidaya ........................................................... 5.2.2.1. Tahap Periode Pemanasan (Brooding Period) ... 5.2.2.2. Tahap Pertumbuhan ........................................... 5.2.3. Pemanenan ....................................................................... 5.2.4. Saluran Pemasaran ...........................................................
57 58 61 62 65 65 71 74 76
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
77
6.1. Analisis Pengaruh Risiko terhadap Pendapatan Usaha Peternakan X .................................................................. 6.1.1. Pengaruh Risiko terhadap Produksi Usaha Peternakan X ........................................................ 6.1.2. Pendapatan Bersih Usaha Peternakan X ......................... 6.1.2.1. Biaya Produksi ................................................... 6.1.2.2. Penerimaan ......................................................... 6.1.2.3. Pendapatan Bersih .............................................. 6.1.3. Hasil yang Diharapkan (Expected Return)..................... 6.1.4. Ragam (Variance) .......................................................... 6.1.5. Simpangan Baku (Standard Deviation) ......................... 6.1.6. Koefisien Variasi (Coefficient Variation) ...................... 6.1.7. Batas Bawah Pendapatan (L) ......................................... 6.2. Analisis Manajemen Risiko yang Telah Diterapkan Usaha Peternakan X .................................................................. 6.2.1. Manajemen Risiko Harga ............................................... 6.2.2. Manajemen Risiko Produksi .......................................... 6.2.2.1. Manajemen Risiko Persiapan Kandang ............ 6.2.2.2. Manajemen Risiko Budidaya Usahaternak ....... 6.2.2.3. Manajemen Risiko Pemanenan ......................... 6.2.3. Manajemen Risiko Sosial............................................... 6.3. Penerapan Manajemen Risiko Usaha Peternakan X................. 6.4. Alternatif Manajemen Risiko Usaha Peternakan X ..................
99 101 102 102 103 107 108 111 113
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
116
7.1. Kesimpulan .............................................................................. 7.2. Saran .........................................................................................
116 119
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
121
LAMPIRAN ...........................................................................................
123
77 77 85 85 88 91 94 95 96 97 98
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Populasi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003-2007 ................
1
2. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2000-2007 .............
2
3. Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003-2007 ...............
3
4. Produksi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006 ...................
4
5. Fluktuasi Harga DOC, Pakan, Broiler Hidup dan Daging Broiler di Usaha Peternakan X Tahun 2003-2008 ........................
8
6. Luas Kandang Ayam Broiler ........................................................
17
7. Jenis Alat Pemanas Berdasarkan Sumber Energinya ....................
18
8. Kandungan Gizi Daging Ayam Broiler per 100 Gram .................
19
9. Kebutuhan Zat Nutrisi Berdasarkan Energi Metabolisme dan Protein ....................................................................................
20
10. Program Vaksinasi Ayam Broiler .................................................
21
11. Penelitian Terdahulu tentang Ayam Broiler dan Risiko ...............
25
12. Metode Analisis untuk Menjawab Tujuan Penelitian ...................
47
13. Kebutuhan Temperatur untuk DOC Selama Periode Pemanasan .
66
14. Jadwal Penerangan dan Pencahayaan Ayam Broiler ....................
67
15. Waktu Produksi Usahaternak di Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .......
77
16. Tingkat Mortalitas Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) ....................
80
17. Feed Convertion Ratio (FCR) Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .......
82
18. Jumlah Ayam Hilang di Usaha Peternakan X karena Kasus Pencurian Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .........................................
83
19. Biaya Sosial Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .........................................
84
20. Biaya Produksi Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) ....................
86
21. Kontribusi Penggunaan Biaya terhadap Total Biaya Produksi dalam Setiap Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .........................................
87
22. Penerimaan Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .........................................
89
23. Pendapatan Bersih Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) ....................
91
24. Expected Return Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) ...................
94
25. Nilai Ragam (Variance) Usaha Peternakan X (Rupiah) ...............
95
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Fluktuasi Tingkat Mortalitas di Usaha Peternakan X ...................
10
2. Sikap dalam Menghadapi Risiko ..................................................
35
3. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko ...................................
37
4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ......................................
44
5. Struktur Organisasi Usaha Peternakan X ......................................
59
6. Saluran Pemasaran Usaha Peternakan X.......................................
76
7. Fluktuasi Harga Input dan Output Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .........................................
79
8. Fluktuasi Pendapatan Bersih Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) .........................................
93
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Populasi Daging Ayam Broiler Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 (000 Ekor) ................................
124
2. Produksi Daging Ayam Broiler Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 (Ton) ..........................................
125
3. Konsumsi Daging Ayam Broiler Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 (Ton) ..........................................
126
4. Rincian Penggunaan Biaya Pakan, DOC, dan Obat-Obatan Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan.........................
127
5. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-1 (13 Februari-23 Maret 2006)
128
6. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-2 (12 April-20 Mei 2006)........
129
7. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-3 (18 Juni-27 Juli 2006) ..........
130
8. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-4 (17 Agustus-25 Sept 2006) ..
131
9. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-5 (16 Oktober-22 Nov 2006) ..
132
10. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-6 (14 Des 2006-21 Jan 2007) ..
133
11. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-7 (11 Februari-20 Maret 2007)
134
12. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-8 (13 April-18 Mei 2007)........
135
13. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-9 (8 Juni-17 Juli 2007) ............
136
14. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-10 (9 Agustus-8 Sept 2007) ....
137
15. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-11 (27 September-26 Okt 2007)
138
16. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-12 (16 November-23 Des 2007)
139
17. Kuesioner Risiko dan Manajemen Risiko ......................................
140
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub sektor ini bisa memberikan nilai tambah (added value) bagi pertanian Indonesia. Kontribusi sub sektor peternakan terhadap pertanian Indonesia ditentukan oleh seberapa jauh kemampuan kita untuk mengembangkan usaha peternakan tersebut agar mempunyai prospek yang baik di pasaran. Terkait dengan hal tersebut, maka sub sektor peternakan yang ingin dibangun di masa depan adalah yang mampu menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di pasar dan mampu berkembang secara berkelanjutan. Peternakan ayam broiler adalah salah satu andalan dalam sub sektor peternakan di Indonesia. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan besar maupun skala peternakan kecil (peternakan rakyat). Pembangunan peternakan ayam broiler di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan jumlah populasinya. Jumlah populasi ayam broiler di Indonesia disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003 – 2007 No Tahun Jumlah (Ekor) 1 2003 847.743.895 2 2004 778.969.843 3 2005 811.188.684 4 2006 797.527.446 5 2007 920.851.121 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008
Pertumbuhan (%) - 8,11 4,13 -1,68 15,46
Berdasarkan Tabel 1, jumlah populasi ayam broiler terus berkembang. Jumlah populasi ayam broiler pada tahun 2007 merupakan jumlah populasi tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 920.851.121 ekor. Jumlah populasi yang besar ini merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik agar usaha peternakan ayam broiler bisa terus berkembang di masa yang akan datang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan masyarakat akan daging ayam semakin meningkat. Faktor lain yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan daging ayam adalah meningkatnya jumlah pendapatan masyarakat, meningkatnya daya beli masyarakat, dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan daging ayam dapat dilihat dari jumlah konsumsi daging ayam. Jumlah konsumsi daging ayam broiler di Indonesia disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003 – 2007 No Tahun Jumlah (Ton) 1 2003 1.368.200 2 2004 1.425.300 3 2005 1.573.000 4 2006 1.486.100 5 2007 1.564.200 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008
Pertumbuhan (%) 4,17 10,36 -5,52 5,25
Berdasarkan Tabel 2, jumlah konsumsi daging ayam broiler terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 1.573.000 ton dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10,36 persen dari tahun sebelumnya. Besarnya jumlah konsumsi tersebut merupakan apresiasi yang baik dari masyarakat terhadap produk peternakan ayam
broiler. Potensi inilah yang harus dikembangkan dengan baik agar usaha peternakan ayam broiler dapat terus berkembang secara berkelanjutan. Peternakan ayam broiler mempunyai banyak kelebihan, salah satunya adalah siklus produksi yang sangat pendek yaitu sekitar 30-40 hari. Siklus produksi yang pendek inilah yang menjadi daya tarik bagi para peternak karena perputaran modalnya relatif lebih cepat. Modal yang telah dikeluarkan akan cepat kembali, sehingga keuntungan akan cepat didapatkan. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap minat para peternak untuk terus memproduksi ayam broiler. Jumlah produksi ayam broiler terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah konsumsi terhadap daging ayam broiler. Jumlah produksi ayam broiler di Indonesia disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003 – 2007 No Tahun Jumlah (Ton) 1 2003 771.112 2 2004 846.097 3 2005 779.109 4 2006 861.262 5 2007 918.479 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008
Pertumbuhan (%) 9,72 -7,91 10,54 6,64
Berdasarkan Tabel 3, jumlah produksi ayam broiler terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 918.479 ton dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,64 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah produksi di tahun 2007 meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah konsumsi daging ayam di tahun 2007 yaitu sebesar 1.564.200 ton (Tabel 2). Jumlah produksi ayam broiler dari tahun ke tahun ternyata tidak mampu memenuhi jumlah permintaan ayam broiler. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya jumlah produksi ayam broiler dibandingkan
dengan jumlah konsumsi ayam broiler. Peningkatan jumlah produksi ayam broiler harus terus dilakukan untuk memenuhi jumlah konsumsi daging ayam broiler. Kota Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi ayam broiler di Jawa Barat. Jumlah produksi ayam broiler memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap jumlah produksi unggas secara keseluruhan di Kota Bogor, namun jumlahnya masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah produksi ayam buras. Jumlah produksi ternak unggas di Kota Bogor disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Produksi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006 No 1 2 3 4
Jenis Unggas Jumlah (Ekor) Ayam Buras 554.434 Ayam Broiler 178.000 Ayam Ras Petelur 2.500 Itik/Bebek 3.094 Jumlah 738.028 Sumber : Dinas Agribisnis Kota Bogor, 2007
Kontribusi (%) 75,12 24,11 0,34 0,42 100
Berdasarkan Tabel 4, jumlah produksi ayam broiler di Kota Bogor sebanyak 178.000 ekor dengan kontribusi sebesar 24,11 persen terhadap jumlah keseluruhan ternak unggas di Kota Bogor. Jumlah produksi tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan jumlah produksi ayam buras yaitu sebesar 554.434 ekor. Peningkatan produksi ayam broiler di Kota Bogor harus dilakukan untuk memenuhi permintaan ayam broiler yang terus meningkat. Pengembangan usahaternak ayam broiler akan berhasil apabila peternak mampu mengelola usahaternaknya dengan baik. Pengelolaan usahaternak ayam broiler harus ditunjang dengan kemampuan manajemen yang baik, mulai dari manajemen produksi, keuangan, sumberdaya manusia, sampai kepada manajemen pemasaran. Peternak sebagai pengambil keputusan bisnis harus memiliki
kompetensi yang baik dalam mengelola seluruh fungsi perusahaan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya. Kemampuan manajemen yang baik harus ditunjang oleh infrastruktur peternakan yang memadai. Infrastruktur yang memadai dapat ditunjukkan dengan kemudahan akses terhadap jalan, jaringan listrik dan telepon, sumber mata air, tersedianya kandang dan peralatan kandang yang layak pakai, dan sebagainya. Penggunaan teknologi yang tepat guna juga merupakan faktor yang penting dalam mendukung infrastruktur peternakan yang memadai. Infrastruktur yang baik merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan usahaternak ayam broiler yang dijalankan. Usaha peternakan ayam broiler tidak terlepas dari beberapa kendala yang dihadapi. Kendala tersebut merupakan hambatan yang cukup kompleks dalam mengusahakan peternakan ayam broiler. Kendala yang dimaksud adalah tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Risiko yang dihadapi dalam usahaternak ayam broiler ini adalah risiko harga, baik harga-harga input seperti Day Old Chick (DOC), pakan dan obat-obatan, maupun harga jual output berupa ayam hidup dan daging. Risiko lain yang dihadapi dalam usahaternak ayam broiler adalah risiko produksi (yang disebabkan oleh cuaca dan iklim serta penyakit) dan risiko sosial. Tingginya risiko yang dihadapi peternak ayam broiler sangat dirasakan oleh Bapak Rahmat, pemilik usaha peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Usaha peternakan X milik Bapak Rahmat adalah usaha peternakan rakyat yang memproduksi ayam broiler dengan kapasitas produksi sebanyak 4000 ekor. Usaha peternakan ini merupakan usaha peternakan plasma yang bekerjasama dengan perusahaan inti yaitu PT Super Unggas Jaya. Usaha
peternakan X memiliki kapasitas produksi ayam terbanyak diantara peternakan ayam broiler lainnya di Desa Tapos. Hal itulah yang menjadi alasan penelitian ini dilakukan di usaha peternakan X milik Bapak Rahmat. Pengelolaan usahaternak ayam broiler yang dihadapkan pada risiko tinggi harus disertai dengan pengetahuan peternak dalam meminimalkan risiko. Kemampuan mengelola risiko yang baik sangat diperlukan peternak untuk meminimalkan risiko, sehingga peternak bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal. Manajemen risiko adalah alat bantu bagi peternak dalam proses pengambilan keputusan untuk mengurangi atau menghindari risiko yang dihadapinya. Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X harus efektif agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Harapannya adalah usaha peternakan X milik Bapak Rahmat dapat menjalankan usahanya dengan meraih keuntungan yang tinggi dan terjaminnya kontinuitas usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu kajian yang menganalisis risiko dan manajemen risiko dalam usahaternak ayam broiler. Kajian ini diperlukan untuk menekan peluang risiko yang terjadi dalam usahaternak ayam broiler. Dengan kajian ini, diharapkan peternak dapat mengambil keputusan yang tepat dan strategis terkait dengan risiko yang dihadapinya. Harapannya adalah para peternak ayam broiler dapat menjalankan usahanya dengan lebih baik di masa yang akan datang.
1.2. Perumusan Masalah Usaha peternakan X milik Bapak Rahmat sebagai peternak plasma yang bekerjasama dengan PT Super Unggas Jaya menghadapi berbagai risiko dalam
menjalankan usahanya. Risiko tersebut adalah risiko harga, risiko produksi (yang disebabkan oleh cuaca dan iklim serta penyakit) dan risiko sosial. Risiko-risiko tersebut harus dikelola dengan baik agar kelangsungan usahaternak ayam broiler dapat dijaga dengan baik. Risiko harga yang dihadapi usaha peternakan X merupakan risiko yang paling berat. Harga input produksi yang tidak stabil bahkan cenderung naik sangat merugikan peternak. Kenaikan harga-harga input produksi salah satunya merupakan akibat dari kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 Juni 2008 sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$ 147/barel. Selain harga-harga input produksi, harga jual output pun sangat berfluktuatif dan tidak menentu. Harga jual yang diterima peternak berdasarkan harga kontrak dengan perusahaan inti, dimana harga kontrak tersebut ditetapkan berdasarkan harga pasar. Harga kontrak tersebut setiap periodenya selalu berubah karena mengikuti harga pasar sehingga terjadi fluktuasi harga. Harga daging ayam broiler paling tinggi biasanya terjadi pada hari raya Idul Fitri. Setelah hari raya Idul Fitri berakhir, harga daging ayam broiler kembali turun. Harga daging ayam broiler akan kembali naik secara perlahan hingga mencapai harga tertinggi pada hari raya Idul Fitri berikutnya. Fluktuasi harga DOC, pakan, broiler hidup dan daging broiler di usaha peternakan X disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Fluktuasi Harga DOC, Pakan, Broiler Hidup dan Daging Broiler di Usaha Peternakan X Tahun 2003 – 2008
No
1 2 3 4 5
Komoditi DOC Pakan 1*) Pakan 2*) Broiler Daging
Satuan Ekor Kg Kg Kg Kg
2003
2004
Tahun 2005 2006
2007
2008
-------------------------------------- Rp -----------------------------------2.500 3.000 2.800 3.400 3.500 3.800 3.475 3.400 3.650 3.500 3.550 4.475 3.400 3.375 3.625 3.475 3.500 4.450 8.050 9.528 10.380 9.936 10.414 11.140 9.625 10.725 11.425 10.850 11.525 12.650
Keterangan *) : Pakan 1 = Pakan Starter, Pakan 2 = Pakan Finisher Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Tabel 5, harga-harga untuk setiap komoditas sangat berfluktuasi dan menunjukkan trend yang naik. Harga DOC paling rendah terjadi pada tahun 2003 dengan harga Rp 2.500/ekor, namun harga tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar Rp 3.800/ekor. Kecenderungan harga naik juga sangat terlihat pada harga pakan, baik pakan starter maupun pakan finisher. Harga pakan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar Rp 4.475/kg. Kelangkaan dan kenaikan harga kedelai dan jagung sebagai bahan baku pakan ayam broiler adalah salah satu penyebab tingginya harga pakan. Begitu juga halnya dengan harga-harga output berupa broiler hidup dan daging ayam yang berfluktuasi. Fluktuasi harga jual output salah satunya disebabkan karena tingkat permintaan yang berfluktuasi. Risiko produksi adalah salah satu risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X. Sumber risiko produksi adalah perubahan cuaca dan iklim yang semakin tidak menentu sebagai akibat dari pemanasan global. Perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya ternak ayam broiler. Saat musim hujan, suhu udara di dalam kandang menjadi dingin, udara dalam kandang sangat lembab, dan banyak terdapat genangan air. Sebaliknya di musim kemarau, suhu udara di dalam kandang menjadi panas, kadar
karbondioksida meningkat, penguapan meningkat, dan kekeringan pun tidak bisa dihindari. Kondisi seperti itu membuat ternak ayam sulit beradaptasi sehingga mengakibatkan kematian dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi yaitu sekitar 30-50 persen (PT Super Unggas Jaya, 2008). Sumber risiko produksi selain cuaca dan iklim adalah penyakit dan parasit yang berbahaya. Ayam broiler sangat rentan terhadap gangguan dari berbagai macam parasit dan penyakit. Salah satu penyebab rentannya ayam broiler terhadap penyakit adalah karena perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu. Penyakit yang menyerang ayam broiler di usaha peternakan X adalah Coccidiosis (penyakit berak darah), Fowl Typoid, Fowl Cholera (penyakit berak hijau), Nutritional Deficiency (penyakit defisiensi nutrisi), Newcastle Disease (penyakit tetelo), dan Pullorum Disease (penyakit berak putih). Penyakit-penyakit tersebut dapat mengakibatkan tingginya tingkat mortalitas ayam broiler yang bisa mencapai 50 persen (PT Super Unggas Jaya, 2007). Bahkan menurut Fadilah et al. (2007), tingkat mortalitas akibat penyakit Pullorum Disease (penyakit berak putih) bisa mencapai 100 persen. Tingkat mortalitas di usaha peternakan X berfluktuatif setiap periodenya. Fluktuasi tingkat mortalitas di usaha peternakan X disajikan dalam Gambar 1.
50
Tingkat Mortalitas (%)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Periode
Gambar 1. Fluktuasi Tingkat Mortalitas di Usaha Peternakan X Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Gambar 1, tingkat mortalitas di usaha peternakan X sangat berfluktuasi. Tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada periode ke-12 yaitu hampir mendekati 50 persen. Tingkat mortalitas yang tinggi juga terjadi pada periode ke-6 yaitu hampir mendekati 25 persen. Tingginya tingkat mortalitas yang terjadi pada periode ke-6 dan ke-12 ini disebabkan oleh penyakit Pullorum Disease (penyakit berak putih) yang menyerang usaha peternakan X. Risiko sosial merupakan salah satu risiko yang harus dihadapi usaha peternakan X dalam menjalankan usahanya. Usahaternak ayam broiler dapat menyebabkan polusi udara yang tidak sedap, kondisi keamanan yang tidak terjamin, dan bahkan bisa menciptakan kecemburuan sosial di lingkungan masyarakat setempat. Risiko sosial dapat diatasi jika peternak memiliki tanggung jawab sosial (social responsibility) terhadap lingkungan masyarakat setempat.
Bentuk tanggung jawab sosial tersebut misalnya merekrut calon tenaga kerja dari lingkungan masyarakat setempat, memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat karena efek negatif yang ditimbulkan dari usahaternak, dan bentuk kegiatan lainnya yang melibatkan lingkungan masyarakat sekitar. Apabila tanggung jawab sosial tidak dijalankan dengan baik, maka akan terbentuk citra yang buruk di masyarakat sehingga tidak akan tercipta rasa aman dan rasa saling memiliki terhadap usaha yang dijalankan. Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan di atas, maka beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh risiko terhadap pendapatan usaha peternakan X ? 2. Bagaimana alternatif manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usaha peternakan X. 2. Menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa kegunaan, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi usaha peternakan X dalam mengambil suatu keputusan bisnis, sehingga usaha peternakan X dapat mengambil keputusan bisnis yang strategis dan tepat sasaran. 2. Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Harapannya adalah penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan bisa menganalisis lebih dalam lagi berkaitan dengan penulisan ilmiah tentang usahaternak khususnya tentang risiko dalam usahaternak ayam broiler. 3.
Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan menulis dan menganalisis terhadap suatu permasalahan yang kompleks terkait dengan agribisnis, khususnya di bidang usahaternak ayam broiler. Harapannya adalah penulis bisa mengapresiasikan hasil tulisannya dengan mencoba merintis usaha peternakan ayam broiler di masa yang akan datang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Usaha peternakan ayam pedaging atau ayam broiler pada awalnya merupakan usaha sampingan dari usaha peternakan ayam petelur. Seiring dengan berjalannya waktu, industri peternakan ayam broiler saat ini telah banyak berdiri. Melalui aktivitas bisnisnya yaitu memproduksi ayam pedaging, yang meliputi budidaya ayam broiler (farming operation) dan industri pengolahan daging ayam, industri peternakan ayam broiler telah memberikan peranan yang nyata terhadap perkembangan sub sektor peternakan di Indonesia. Usaha peternakan ayam broiler saat ini berkembang sangat pesat, baik dari segi skala usaha maupun dari segi tingkat efisiennya. Banyak para pelaku usaha menekuni usaha peternakan ayam broiler, baik secara sistem mandiri maupun secara sistem plasma. Alasannya adalah selain jumlah permintaan daging ayam yang terus meningkat, perputaran modal yang sangat cepat merupakan daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha untuk menekuni usaha peternakan ayam broiler ini. Alasan lainnya adalah tersedianya faktor-faktor produksi dalam jumlah yang banyak. Khusus untuk usaha peternakan ayam broiler dengan sistem plasma, faktor-faktor produksi seperti DOC, pakan, obat-obatan, vaksinasi, dan vitamin tidak harus dibayar langsung. Faktor-faktor produksi tersebut sudah bisa dipakai untuk diproduksi selama masa produksi yaitu selama 30-40 hari dan baru bisa dibayar setelah ayam broiler dipanen. Usaha peternakan ayam broiler dapat diusahakan dalam berbagai skala produksi, baik skala besar maupun skala kecil. Saat ini telah banyak para pelaku
usaha ayam broiler yang menggabungkan beberapa unit usaha menjadi satu kesatuan unit usaha yang terintegrasi (integrated). Misalnya usaha pembibitan ayam bergabung dengan usaha pakan ternak, usaha beternak ayam broiler komersial, dan proses pemotongan ayam. Bahkan banyak diantaranya yang menggabungkan usahanya dengan usaha pengolahan ayam, sehingga ayam potong yang dijual tidak hanya dalam bentuk ayam hidup ataupun dalam bentuk karkas tetapi bisa berupa produk hasil olahan seperti fillet atau nugget. Produk hasil olahan ini diproduksi berdasarkan permintaan konsumen yang terus berkembang. Usaha peternakan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts/TN.330/6/96, usaha peternakan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu Peternak Rakyat, Pengusaha Kecil Peternakan, dan Pengusaha Peternakan. Peternak Rakyat adalah peternak yang mengusahakan budidaya ayam dengan jumlah populasi maksimal 15.000 ekor per periode. Pengusaha Kecil Peternakan adalah peternak yang membudidayakan ayam dengan jumlah populasi maksimal 65.000 ekor per periode. Pengusaha Peternakan adalah peternak yang membudidayakan ayam dengan jumlah populasi melebihi 65.000 ekor per periode. Pengusaha peternakan ini bahkan memiliki kelebihan yaitu berhak mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari pemerintah. Hal tersebut ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan. Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang peternakan atau pejabat yang ditunjuk olehnya berkewajiban melakukan bimbingan dan pengawasan atas pelaksanaan perusahaan-perusahaan peternakan.
Menurut Deshinta (2006), saat ini usaha peternakan ayam broiler dikembangkan secara terintegrasi, yaitu dengan kecenderungan ke arah integrasi vertikal. Ditambahkan lagi oleh pendapatnya bahwa integrasi vertikal merupakan bagian dari struktur industri tipe industrial dimana seluruh bidang pada satu alur produk disatukan dalam satu kelompok usaha yang kemudian dikenal dengan istilah Unit Agribisnis Industrial. Unit Agribisnis Industrial mengintegrasikan antar sub sistem dalam sistem agribisnis peternakan, yaitu sub sistem agribisnis hulu, sub sistem agribisnis usahaternak, sub sistem agribisnis hilir, dan sub sistem agribisnis lembaga penunjang. Sub sistem agribisnis hulu meliputi seluruh proses produksi sapronak (sarana produksi ternak) seperti DOC, pakan, obat-obatan, mesin, dan peralatan peternakan. Sub sistem agribisnis usahaternak berkaitan dengan proses produksi ternak dengan menggunakan input yang dihasilkan oleh sub sistem agribisnis hulu untuk menghasilkan output yang siap diolah dan dipasarkan. Sub sistem agribisnis hilir meliputi kegiatan pengolahan produk yang dihasilkan oleh sub sistem usahaternak menjadi produk olahan dan produk akhir. Aktivitas perdagangan dan distribusi merupakan bagian dari sub sistem ini. Sedangkan sub sistem lembaga penunjang adalah sub sistem yang ikut menunjang keberhasilan ketiga sub sistem diatas. Sub sistem lembaga penunjang ini meliputi lembaga keuangan baik lembaga keuangan bank atau non bank, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan, transportasi, komunikasi, dan kebijakankebijakan pemerintah.
2.2. Faktor – Faktor Produksi Usaha Peternakan Ayam Broiler Menurut Murtidjo (1990) dalam Gustriyeni (2007), faktor-faktor produksi yang digunakan dalam produksi ayam broiler terbagi menjadi dua, yaitu faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Faktor produksi tetap terdiri dari lahan, kandang, dan peralatan. Adapun faktor produksi variabel terdiri dari DOC, pakan, obat-obatan, vaksin, vitamin, sekam, air, listrik, bahan bakar untuk pemanas, dan tenaga kerja.
2.2.1. Lahan Lokasi lahan yang dipilih untuk usaha peternakan ayam broiler harus jauh dari pemukiman penduduk. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya konflik dengan lingkungan masyarakat sekitar akibat polusi udara atau polusi debu yang ditimbulkan. Tujuan lainnya adalah agar ayam terhindar dari kontaminasi penyakit yang dibawa oleh manusia atau binatang lainnya seperti ayam kampung, itik, kambing, sapi, kerbau, dan sebagainya. Selain lokasi lahan harus jauh dari pemukiman penduduk, lokasi lahan yang dipilih harus memiliki sumber air yang cukup. Kebutuhan air akan sangat terasa terutama pada musim kemarau. Air adalah kebutuhan penting bagi ayam karena kandungan air dalam tubuh ayam bisa mencapai 70 persen (Fadilah et al., 2007). Lokasi lahan yang dipilih juga harus memiliki akses yang baik terhadap infrastruktur seperti jalan, jaringan listrik, dan jaringan telepon serta dekat dengan tempat pemasaran. Usaha peternakan ayam broiler banyak berhubungan dengan aktivitas transportasi, seperti pengiriman DOC, pakan, dan pengangkutan pada
saat pemanenan ayam. Jaringan listrik berfungsi untuk penerangan lampu, pompa air, dan peralatan kandang lainnya. Sedangkan jaringan telepon berfungsi untuk mempermudah sarana komunikasi. Lokasi lahan harus dekat dengan tempat pemasaran karena akan terhindar dari risiko kematian yang tinggi, biaya transportasi yang dikeluarkan rendah, serta kondisi ayam yang lebih segar bila datang lebih awal.
2.2.2. Kandang dan Peralatan Kandang Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian kandang diantaranya adalah arah kandang, ukuran kandang, bentuk dan konstruksi kandang, dan ventilasi kandang. Kandang yang baik adalah kandang yang arahnya menghadap timur atau barat. Tujuannya adalah untuk mencegah masuknya sinar matahari dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama. Ukuran kandang disesuaikan dengan jumlah populasi ayam yang akan diproduksi. Luas kandang ayam broiler disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Luas Kandang Ayam Broiler No 1
Umur Ayam (Minggu) 0–4
Luas per Ekor Luas Tempat Pakan Luas Tempat Minum (Cm2) per Ekor (Cm2) per Ekor (Cm2) 279 2,5 0,5
2 4–8 Sumber : Fadilah et al., 2007
697
2,5
0,5
Bentuk dan konstruksi kandang didasarkan pada kegunaan dan rencana usaha yang akan dijalankan. Menurut Fadilah et al. (2007), bentuk kandang dapat dibagi berdasarkan lantainya. Bentuk kandang berdasarkan lantainya yaitu tipe lantai (floor types) dan tipe sangkar (cage types).
Kandang yang baik adalah kandang yang memiliki ventilasi udara yang baik. Kandang ayam harus bebas dari segala penghalang sehingga udara dapat lebih mudah masuk ke kandang. Salah satu kendala beternak ayam broiler di daerah beriklim tropis adalah tingginya temperatur udara. Temperatur di daerah tropis adalah 22-39o Celcius. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap produktivitas ayam broiler. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tingginya temperatur udara adalah memasang kipas angin, membuat hujan buatan, menanam pohon di sekitar kandang, menanam rumput atau tanaman pendek di sekitar kandang, dan sebagainya. Peralatan kandang yang digunakan dalam usahaternak ayam broiler adalah tempat pakan, tempat minum, peralatan pemanas, dan peralatan lainnya seperti drum air, ember, garpu pembalik sekam, dan gerobak pengangkut pakan. Tempat pakan yang sering digunakan adalah berbentuk tabung dengan kapasitas 5-7 kg. Tempat minum ayam bisa bertipe galon manual atau galon otomatis. Tempat pakan dan minum tersebut harus selalu dijaga kebersihannya serta tata letak dan ketinggiannya harus benar. Peralatan pemanas selama periode pemanasan (umur 1-14 hari) terdiri dari pemanas (brooder) dan lingkaran pelindung. Jenis pemanas sangat beragam tergantung dari sumber energi yang digunakan (Tabel 7).
Tabel 7. Jenis Alat Pemanas Berdasarkan Sumber Energinya No
Sumber Energi
Alat Pemanas
1 Minyak Tanah Kompor 2 Gas LPG Gasolec dan Regulator 3 Batu Bara Kompor 4 Listrik Lampu 40-100 Watt 5 Sekam Kompor Sumber : Fadilah et al., 2007
Kapasitas Jenis Pemanas (Ekor) 250-700 1000-1500 750-1200 100-250 100-500
2.2.3. Day Old Chick (DOC) Day Old Chick (DOC) adalah komoditas unggulan perunggasan hasil persilangan dari jenis-jenis ayam berproduktifitas tinggi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu ciri khas yang dimiliki komoditas ini adalah memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. Day Old Chick merupakan faktor produksi utama dalam usahaternak ayam broiler. Beberapa ciri DOC yang berkualitas baik diantaranya adalah bebas dari penyakit, bobot DOC tidak kurang dari 37 gram (tergantung dari strain ayamnya), DOC terlihat aktif, berbulu cerah, kakinya besar dan basah, dan tampak segar, tidak ada cacat fisik, dan tidak ada lekatan tinja atau kotoran di duburnya. Day Old Chick yang baik akan menghasilkan ayam broiler yang baik, dimana daging ayam broiler memiliki ciri khas rasa dagingnya yang enak dan empuk serta memiliki kandungan gizi protein hewani yang banyak (Tabel 8). Day Old Chick yang berkualitas juga dapat dilihat dari jumlah mortalitas yang tidak melebihi jumlah mortalitas standar yaitu sebesar 4-5 % dari total populasi ayam yang diproduksi per periodenya (Fadilah et al., 2007).
Tabel 8. Kandungan Gizi Daging Ayam Broiler per 100 Gram No Kandungan Gizi 1 Kalori 2 Protein 3 Lemak 4 Kolesterol 5 Vitamin A 6 Vitamin B1 7 Vitamin B6 8 Asam Linoleat 9 Kalsium 10 Posfor Sumber : Fadilah et al., 2007
Jumlah
Satuan 404 18,2 25 60 243 0,8 0,16 6,2 14 200
Kkal Gram Gram Mg Mcg Gram Gram Mg Gram Mg
2.2.4. Pakan Seperti halnya DOC, pakan merupakan faktor produksi yang penting dalam usahaternak ayam broiler. Menurut Fadilah et al. (2007), jenis pakan ayam broiler terbagi menjadi tiga, yaitu starter, grower, dan finisher. Pakan starter diberikan pada ayam berumur 1-14 hari, pakan grower diberikan pada ayam berumur 15-39 hari, dan pakan finisher diberikan pada ayam berumur 40 hari sampai panen. Pakan yang diberikan harus mengandung nutrisi seperti energi, protein, lemak, vitamin, mineral, dan suplemen nutrisi lainnya. Adapun kebutuhan nutrisi berdasarkan kandungan Energi Metabolisme (porsi energi yang tidak hilang melalui feses, urine, dan gas) dan protein disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Kebutuhan Zat Nutrisi Berdasarkan Energi Metabolisme dan Protein Umur Ayam (Hari) 1 Starter 1 – 14 2 Grower 15 – 39 3 Finisher 40 – panen Sumber : Fadilah et al., 2007 No
Jenis Pakan
Energi Metabolisme (Kkal/Kg Pakan) 3.080 3.190 3.300
Protein (%) 24 21 18,5
Indikator penggunaan pakan yang efektif dapat diukur dengan nilai Feed Conversion Ration (FCR). Feed Conversion Ration adalah rasio perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot ayam yang dihasilkan. Penggunaan pakan akan efektif jika nilai FCR yang dihasilkan lebih kecil dari nilai FCR standar. Nilai standar FCR bervariasi tergantung dari jumlah populasi ayam yang dipelihara yaitu sekitar 1,5-1,6 (Fadilah et al., 2007).
2.2.5. Obat-Obatan, Vaksin, dan Vitamin Obat-obatan, vaksin, dan vitamin merupakan faktor produksi dalam usahaternak ayam broiler yang cukup penting. Program pengobatan dilakukan pada ayam yang telah terdeteksi terkena penyakit. Beberapa contoh antibiotik yang dapat dipakai untuk mengatasi penyakit pada ayam broiler diantaranya adalah
Salynomycin,
Sulfonamida,
Tetracycline,
Nitrofuran,
Quinolon,
Aminocilycoside, Betalactam, Macrolide, dan Cloramphenicol. Pemberian obat secara umum dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui air minum, melalui pakan, dan melalui suntikan. Program vaksinasi merupakan cara yang digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit. Vaksinasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap berbagai penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Cara melakukan vaksinasi diantaranya adalah melalui tetes mata, tetes hidung, mulut, suntik daging, suntik bawah kulit, tusuk jarum, melalui air minum, pakan, dan penyemprotan. Vaksin pada ayam broiler terdiri dari Vaksin Tetelo 1 (ND Live), Vaksin Gumboro (IBD Live), dan Vaksin Tetelo 2 (ND Live). Program vaksinasi ayam broiler disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Program Vaksinasi Ayam Broiler No Umur (Hari) Jenis Vaksin 1 4 ND Killed dan ND Live 2 9 – 12 IBD Live 3 18 – 23 IBD Live 4 21 ND Live 5 32 ND Live Sumber : Fadilah et al., 2007
Dosis 0,5 Ds (Normal) Normal Normal Normal Normal
Aplikasi Tetes Mata Air Minum Air Minum Air Minum Air Minum
2.2.6. Tenaga Kerja Tenaga kerja sangat diperlukan untuk kegiatan operasional kandang, seperti pemberian pakan, pemberian minum, pelaksanaan vaksinasi, pengaturan pemanas, pembersihan kandang, dan sebagainya. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak ayam broiler adalah tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan pengalaman di dunia peternakan. Jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan jumlah populasi ayam broiler yang dipelihara. Umumnya jumlah populasi ayam sebanyak 2000-3000 ekor mampu dipelihara oleh satu orang tenaga kerja, jika pengelolaan usahaternak secara manual atau tanpa alat-alat otomatis. Akan tetapi jika pengelolaannya menggunakan alat-alat otomatis seperti tempat minum otomatis, maka satu orang tenaga kerja mampu memelihara sebanyak 6000-7000 ekor ayam broiler. Tenaga kerja dalam usahaternak ayam broiler sebagian besar dilakukan dengan sistem kontrak per periode. Biasanya tenaga kerja dibayar berdasarkan jumlah ayam yang dipelihara.
2.3. Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian. Setiap usaha pasti mengandung risiko, termasuk dalam agribisnis. Risiko dalam agribisnis diantaranya adalah risiko dalam hal produk dimana produk agribisnis tersebut gagal panen, rendahnya kualitas produk, dan produk tersebut tidak dapat dijual, risiko karena kelangkaan bahan baku, risiko dalam hal teknologi seperti rusaknya mesin dan alat-alat pertanian serta terjadinya pencurian terhadap mesin dan alat-alat pertanian. Selain itu, risiko yang mungkin terjadi dalam dunia agribisnis adalah terjadinya risiko kredit macet.
Ketidakpastian adalah suatu situasi dimana setiap orang tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi. Ketidakpastian menggambarkan sebuah kejadian dimana outcome dari pilihan keputusan tidak dapat diketahui secara pasti. Suatu kejadian yang tidak pasti biasanya memiliki lebih dari dua kemungkinan outcome yang dapat diperoleh. Setiap pengambilan keputusan pada situasi yang tidak pasti bersifat unik bagi setiap individu, karena adanya persepsi yang berbeda dalam memandang suatu kejadian. Pasti dan tidak pastinya suatu kejadian selalu dikaitkan dengan tingkat akurasi dari future expectation mengenai outcome yang diperoleh pada setiap kejadian. Ketidakpastian dalam suatu usaha sangat mungkin terjadi, tidak terkecuali dengan dunia agribisnis. Ketidakpastian dalam agribisnis diantaranya adalah ketidakpastian produksi, ketidakpastian harga, ketidakpastian teknologi, dan ketidakpastian kebijakan. Ketidakpastian produksi dalam agribisnis meliputi tiga aspek, yaitu aspek kuantitas (quantity), kualitas (quality), dan keberlangsungan (continuity). Ketidakpastian dalam tiga aspek tersebut disebabkan oleh semakin tidak menentunya cuaca, iklim dan musim, waktu produksi, dan adanya wabah penyakit. Tidak menentunya cuaca, iklim dan musim salah satunya disebabkan karena adanya pemanasan global. Pemanasan global akan mengancam industri peternakan, karena akan menurunkan produktivitas ternak. Dalam jangka panjang ketika suhu atmosfer bumi tinggi, maka kondisi fisik ternak akan terganggu karena sistem pertahanan tubuhnya akan menurun. Ketidakpastian harga disebabkan oleh semakin berfluktuasinya permintaan dan adanya ketidakpastian dalam produksi. Harga-harga input dan output dalam suatu usaha agribisnis termasuk usahaternak ayam broiler seringkali tidak stabil.
Tidak stabilnya harga karena tingkat fluktuasinya yang tinggi sangat merugikan para pelaku usaha.
Sedangkan ketidakpastian teknologi
terjadi
karena
perkembangan teknologi yang cepat sehingga harus dapat diadaptasi dengan cepat dan tepat. Jika lambat dalam beradaptasi terhadap teknologi, maka akan menghambat terhadap proses produksi yang dijalankan. Ketidakpastian terakhir dalam agribisnis adalah ketidakpastian dalam kebijakan. Kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah secara tidak langsung dapat
berpengaruh
terhadap
usaha
yang
dijalankan.
Misalnya
dengan
dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Kondisi tersebut sangat merugikan para pelaku usaha, tidak terkecuali para peternak ayam broiler dimana sebagian dari aktivitas bisnisnya berhubungan dengan kegiatan transportasi seperti pengiriman DOC, pakan, dan pengangkutan pada saat pemanenan ayam.
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang risiko telah banyak dilakukan sebelumnya. Namun penelitian tentang risiko terhadap usaha peternakan ayam broiler masih sangat terbatas, sehingga hanya sebagian penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan dalam penulisan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan dalam penulisan penelitian ini disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11. Penelitian Terdahulu tentang Ayam Broiler dan Risiko No
Metode Analisis Analisis Risiko dan Analisis Keputusan Berisiko
Judul Penelitian
Penulis
1
Manajemen Risiko Usaha Peternakan Broiler (Studi Kasus di Sunan Kudus Farm, Bogor)
Siti Robi’ah (2006)
2
Analisis Pendapatan Tunai, Risiko dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Usaha Peternakan Broiler di Perusahaan X, Bekasi Analisis Risiko Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor) Analisis Finansial dan Risiko Usahaternak Sapi Perah di PT X, Bogor Selatan
Desi Merina (2004)
Analisis Pendapatan Tunai, Analisis Risiko dan Analisis Regresi
Puspitasri Dewi Anggraini (2003)
Analisis Regresi dan Analisis Risiko
Ari Abdul Rauf (2005)
Kajian Ekonomi Perusahaan Peternakan Ayam Ras Pedaging dengan Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan (Kasus CV Pekerja Keras, Bogor)
Herawati (2001)
Analisis Evaluasi Finansial, Analisis Risiko, Analisis Regresi Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan
3
4
5
Tujuan Mengetahui manajemen risiko yang diterapkan perusahaan, menganalisis tingkat risiko, menganalisis expected value yang diberikan perusahaan Menghitung pendapatan tunai usaha, menghitung besar risiko usaha, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
Mengetahui karakteristik usahaternak sapi perah, mengetahui faktor-faktor penyebab risiko, menghitung besarnya risiko Mengetahui kelayakan usahaternak sapi perah, mengetahui tingkat risiko yang dihadapi, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko Menganalisis tingkat keuntungan yang diperoleh setiap periode
Penelitian yang dilakukan oleh Robi’ah (2006) menjelaskan bahwa manajemen risiko yang dilakukan oleh Sunan Kudus Farm (SKF) terbagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen risiko kegiatan produksi dan manajemen risiko
pemasaran. Manajemen risiko kegiatan produksi dilaksanakan dalam proses perencanaan produksi, pengorganisasian, pengarahan dalam pengelolaan, dan koordinasi dalam pengelolaan unit produksi. Menurut Robi’ah (2006), manajemen risiko kegiatan produksi belum dilaksanakan secara baik. Alasannya adalah belum terlaksananya fungsi-fungsi manajemen produksi dengan baik. Hal ini dikarenakan nilai FCR SKF yang dihasilkan sebesar 1,83 berada diatas rata-rata yaitu sebesar 1,5. Selain itu, tingkat mortalitas di SKF sangat tinggi setiap periodenya yaitu sebesar 9,03 % yang berarti berada diatas rata-rata sebesar 5 %. Manajemen risiko pemasaran yang dilakukan oleh SKF sudah termasuk baik. Hal ini dikarenakan SKF telah memiliki seorang manajer untuk mengelola pemasaran, telah mempunyai jalur pemasaran yang tetap, dan mempunyai kemudahan untuk mendapatkan informasi pasar. Hal lain yang dilakukan oleh SKF diantaranya adalah memilih pembeli yang akan memberikan kontribusi yang menguntungkan bagi SKF seperti mempunyai track record pembayaran yang baik. Untuk menjamin perputaran uang, SKF menggunakan sistem pembayaran dengan jangka waktu 3-7 hari setelah pengambilan ayam broiler bagi pembeli langganan dan layanan pembayaran tunai bagi pembeli baru. Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa return yang diperoleh SKF sebesar Rp 36.747.387,92. Nilai tersebut merupakan rata-rata pendapatan bersih SKF selama 12 periode. Nilai standard deviation SKF sebesar Rp 47.629.868,52, yang artinya nilai risiko yang harus dihadapi sebesar Rp 47.629.868,52 (cateris paribus). Nilai koefisien variasi 1,3 yang berarti bahwa risiko atau fluktuasi pendapatan bersih yang ditanggung oleh peternak sebesar 130 persen dari pendapatan bersih rata-rata (return) yang diperoleh. Adapun nilai pendapatan
bersih terendah yang diterima SKF adalah sebesar Rp – 58.512.349,12 yang artinya bahwa SKF tidak akan merugi lebih besar dari nilai tersebut. Hasil analisis keputusan berisiko menunjukkan bahwa pada periode Idul Fitri expected value manambah populasi (Rp 128.969.580) lebih besar daripada expected value tidak menambah populasi (Rp 107.474.650). Sedangkan pada periode tahun ajaran baru, expected value mengurangi populasi (Rp 14.368.120) lebih kecil daripada expected value tidak mengurangi populasi (Rp 17.960.150). Berdasarkan hasil ini, maka SKF lebih baik menambah populasi ayam broiler pada periode Idul Fitri berikutnya dan tidak mengurangi populasi ayam broiler pada periode tahun ajaran baru berikutnya. Hasil penelitian Merina (2004) menjelaskan bahwa jumlah pendapatan tunai total yang diterima perusahaan selama periode produksi tahun 2003 adalah sebesar Rp 596.964.491. Sedangkan nilai R/C Ratio sebesar 1,12 yang artinya bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,12. Berdasarkan hasil analisis risiko, nilai return yang diperoleh sebesar Rp 49.747.040,92, dimana nilai tersebut merupakan rata-rata pendapatan bersih selama 12 periode. Nilai simpangan baku sebesar Rp
45.549.095,56,
artinya
nilai
risiko
yang
harus
dihadapi
sebesar
Rp 45.549.095,56 (cateris paribus). Nilai koefisien variasi sebesar 0,93 yang berarti bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 93 persen dari pendapatan bersih rata-rata (return) yang diperoleh. Nilai pendapatan bersih terendah sebesar Rp – 41.351.150,21 yang artinya bahwa usaha ini tidak akan merugi lebih besar dari nilai tersebut. Hasil analisis regresi menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pada usaha peternakan X adalah fluktuasi
harga DOC, fluktuasi harga pakan, fluktuasi biaya obat, fluktuasi jumlah bonus tenaga kerja, fluktuasi harga broiler, waktu penjualan, fluktuasi jumlah mortalitas, dan fluktuasi hasil produksi. Anggraini (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko dalam usaha peternakan sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor adalah fluktuasi keuntungan di musim hujan, fluktuasi keuntungan di musim kemarau, fluktuasi harga susu, fluktuasi biaya pakan, skala usaha, dan saluran pemasarannya. Adapun hasil analisis risiko yang didapatkan adalah nilai return sebesar Rp 1.623.216,9,- dimana nilai tersebut merupakan rata-rata pendapatan bersih selama 12 periode. Nilai simpangan baku sebesar Rp 398.441,4,- artinya nilai risiko yang harus dihadapi sebesar Rp 398.441,4 (cateris paribus). Nilai koefisien variasi sebesar 0,2 yang berarti bahwa risiko atau fluktuasi pendapatan bersih yang ditanggung oleh peternak sebesar 20 persen dari pendapatan bersih rata-rata (return) yang diperoleh. Adapun nilai pendapatan bersih terendah sebesar Rp 826.334, artinya bahwa peternak paling sedikit mendapatkan keuntungan sebesar Rp 826.334. Hasil penelitian Rauf (2005) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah PT X adalah layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis evaluasi finansial, nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 751.892.074, dimana nilai NPV lebih besar dari nol; nilai Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,16, dimana nilai BCR lebih besar dari satu; sedangkan nilai Internal Rate of Return (IRR) sebesar 25,94 %, dimana nilai IRR tersebut lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu sebesar 18 %. Berdasarkan hasil analisis risiko, nilai return yang diterima sebesar Rp 7.977.305, dimana angka tersebut adalah pendapatan rata-rata selama
30 bulan. Nilai simpangan baku sebesar Rp 12.767.045, artinya nilai risiko yang harus dihadapi sebesar Rp 12.767.045 (cateris paribus). Nilai koefisien variasi sebesar 1,60 yang berarti bahwa risiko atau fluktuasi pendapatan bersih yang ditanggung oleh peternak sebesar 160 persen dari pendapatan bersih rata-rata (return) yang diperoleh. Nilai pendapatan bersih terendah sebesar Rp – 4.789.740 yang berarti bahwa perusahaan akan menghadapi kerugian sebesar Rp 4.789.740 per bulan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pada PT X adalah fluktuasi penerimaan susu, fluktuasi penerimaan non susu, fluktuasi biaya pakan, fluktuasi penjualan susu, fluktuasi harga susu, fluktuasi sapi laktasi, dan musim. Hasil penelitian Herawati (2001) menyatakan bahwa biaya paling besar yang dikeluarkan CV Pekerja Keras dalam produksinya adalah biaya pakan sebesar 62,55 persen dan DOC sebesar 29,23 persen. Sedangkan biaya obat dan vaksin, biaya tenaga kerja, biaya sewa kandang dan biaya lain-lain relatif kecil yaitu sebesar 4,06 persen, 1,34 persen, 1,23 persen dan 0,33 persen. Keuntungan yang diterima CV Pekerja Keras sangat berfluktuatif setiap periodenya. Keuntungan terbesar selama delapan periode yang diteliti terjadi pada periode ke-5 (April-Mei 2000) yaitu sebesar Rp 218.644.674 yang disebabkan harga jual ayam pada saat itu naik sebesar Rp 332,3/kg. Sedangkan keuntungan terendah terjadi pada periode ke-2 (Oktober-November 1999) yaitu sebesar Rp 2.691.351 yang disebabkan terjadinya kebakaran kandang sehingga tingkat mortalitas sangat tinggi. Selama periode penelitian terdapat dua periode yang mengalami kerugian, yaitu periode ke-1 dan periode ke-4. Kerugian terbesar terjadi pada periode ke-4 sebesar Rp 63.432.562 yang disebabkan karena adanya peningkatan total biaya produksi sedangkan harga jual ayam pada saat itu turun sebesar Rp 740,99/kg.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dasar Risiko Definisi risiko sangat beragam dimana masing-masing definisi tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga setiap definisi tersebut dapat saling mengisi satu sama lain. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) menyebutkan bahwa risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan dan membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Pengertian lain tentang risiko menurut Darmawi (2006) adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Vaughan (1978) dalam Darmawi (2006) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut : 1. Risiko adalah kans kerugian (risk is the chance of loss) Kans kerugian (chance of loss) menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan akan terjadinya kerugian. 2. Risiko adalah kemungkinan kerugian (risk is the possibility of loss) Kemungkinan (possibility) berarti bahwa terdapat probabilitas dari suatu kejadian. Berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa risiko adalah probabilitas suatu hasil yang aktual akan berbeda dengan hasil yang diharapkan. 3. Risiko adalah ketidakpastian (risk is uncertainty) Ketidakpastian (uncertainty) merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Ketidakpastian tersebut akan timbul karena berbagai sebab antara lain : (1). Jarak waktu dimulai perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan
itu berakhir, (2). Keterbatasan tersedianya informasi
yang diperlukan,
(3). Keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan teknik pengambilan keputusan. Kountur (2006) menjelaskan bahwa risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Terkait dengan definisi tersebut, Roumasset (1979) menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur yang terkait dalam sebuah risiko. Ketiga unsur tersebut adalah kejadian, kemungkinan, dan akibat. Apabila diuraikan lebih jauh maka masih ada tiga unsur lagi yang dapat menjadi penentu besaran suatu risiko. Unsur pertama adalah eksposur, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan peluang keterlibatan pada suatu atau beberapa kejadian. Semakin terekspos sesuatu, maka risikonya semakin besar. Unsur kedua adalah waktu, semakin lama sesuatu terekspos maka risikonya semakin besar. Unsur ketiga adalah rentan, semakin mudah rusak sesuatu maka risikonya semakin besar. Risiko bisa dikatakan sebagai suatu ketidakpastian mengenai kejadian kerugian (Rejda, 2001). Terkait dengan risiko dan ketidakpastian, Roumasset (1979) menjelaskan bahwa kondisi risiko dan ketidakpastian dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya probabilitas yang dapat dijadikan pegangan atas kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Risiko didefinisikan sebagai situasi dimana kemungkinan hasil dari suatu peristiwa yang sifatnya acak dapat ditentukan dan besarnya probabilitas dari setiap peristiwa tersebut telah diketahui. Adapun ketidakpastian adalah situasi dimana hasil dari suatu kegiatan dapat diketahui namun tingkat probabilitasnya tidak dapat diestimasi. Menurut Siregar (1995), risiko dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk risiko berdasarkan jenisnya, yaitu risiko keuangan dan non keuangan,
risiko statis dan dinamis, risiko fundamental dan khusus, serta risiko murni dan spekulatif. 1. Risiko Keuangan dan Non Keuangan Risiko keuangan dan non keuangan adalah jenis risiko yang ditinjau dari penyebabnya. Risiko keuangan adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktorfaktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang, dan perubahan tingkat suku bunga. Risiko keuangan terjadi karena dilaksanakannya keputusankeputusan yang terpenting mengenai banyaknya modal yang akan dipakai dan sumber-sumber mana yang akan dipilih. Risiko ini berhubungan dengan pelaksanaan keputusan-keputusan di bidang keuangan baik itu mencakup metode pembiayaan investasi, pembiayaan operasional, maupun pembiayaan lain. Sedangkan risiko non keuangan adalah risiko-risiko yang berada di luar risiko keuangan seperti risiko yang disebabkan oleh manusia, teknologi, alam, dan sebagainya. 2. Risiko Statis dan Risiko Dinamis Risiko dinamis merupakan risiko yuang disebabkan karena adanya perubahan dalam perekonomian. Perubahan tersebut mencakup perubahan tingkat harga, keinginan konsumen, pendapatan, pengeluaran, dan teknologi yang akan menyebabkan para pelaku usaha mengalami kerugian. Risiko statis adalah risiko yang bersifat tetap dan dapat terjadi meskipun tidak terjadi perubahan dalam perekonomian. Risiko ini dapat disebabkan oleh bencana alam dan perbuatan manusia yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana, perubahan hak milik akibat ketidakjujuran atau pengabaian hak. 3. Risiko Fundamental dan Risiko Khusus
Risiko fundamental adalah risiko kerugian yang mengenai dan dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan risiko khusus adalah risiko di luar kegiatan manusia yang kerugiannya hanya dirasakan oleh beberapa individu saja. 4. Risiko Murni dan Risiko Spekulatif Risiko murni dan spekulatif adalah jenis risiko berdasarkan akibat yang ditimbulkannya. Risiko murni adalah risiko yang hanya mengakibatkan kerugian saja. Sedangkan risiko spekulatif disebabkan pada keadaan dimana terdapat kemungkinan kerugian dan juga terdapat kemungkinan adanya keuntungan. Kedua kemungkinan ini bersifat saling meniadakan, maka tidak mungkin keduanya terjadi secara bersama-sama.
3.1.2. Sumber – Sumber Risiko Darmawi (2006) menjelaskan bahwa sumber penyebab risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : 1. Risiko Sosial Risiko sosial berkaitan dengan lingkungan masyarakat sekitar. Sumber risiko
sosial
misalnya
karena
adanya
kecemburuan
sosial
yang
bisa
mengakibatkan timbulnya kejahatan oleh lingkungan masyarakat sekitar. Citra yang buruk dari masyarakat sekitar terhadap usaha yang dijalankan juga dapat menjadi sumber risiko sosial. Citra yang buruk tersebut dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman, nyaman, dan ketenangan dalam menjalankan usaha. 2. Risiko Fisik Sumber risiko fisik bisa disebabkan karena fenomena alam dan bisa karena kesalahan manusia. Contoh sumber risiko fisik diantaranya adalah kebakaran, baik
yang disebabkan oleh alam seperti petir maupun karena kesalahan manusia. Cuaca dan iklim yang tidak menentu juga merupakan sumber risiko fisik. Saat musim hujan, suhu udara menjadi dingin, udara sangat lembab, banyak terdapat genangan air, dan berpotensi mendatangkan banjir serta tanah longsor. Sebaliknya di musim kemarau, suhu udara menjadi panas, penguapan meningkat, dan kekeringan pun tidak bisa dihindari. 3. Risiko Ekonomi Sumber risiko ekonomi contohnya adalah inflasi, adanya fluktuasi harga, perubahan tingkat suku bunga, dan sebagainya. Adanya inflasi bisa menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Hal ini tentu saja sangat merugikan para produsen barang dan jasa sehingga output yang dihasilkan tidak bisa terserap oleh pasar. Fluktuasi harga dan perubahan tingkat suku bunga juga dapat mengakibatkan kerugian bagi para pelaku usaha. Menurut Anderson et al. (1977), sumber-sumber risiko khususnya dalam bidang pertanian terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Ketidakpastian Hasil Produksi Umumnya risiko produksi yang terjadi di sektor pertanian diakibatkan oleh adanya ketergantungan yang tinggi terhadap alam seperti cuaca dan iklim, hama dan penyakit, temperatur udara, pergantian musim, dan sebagainya. Adanya risiko produksi berpengaruh nyata terhadap aktivitas produksi dan penerimaan. 2. Ketidakpastian Harga Adanya fluktuasi harga disebabkan karena sifat dari hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh alam. Selain itu fluktuasi harga juga tergantung dari penawaran dan permintaan terhadap produk-produk pertanian. Semakin tinggi tingkat
permintaan terhadap produk-produk pertanian, maka semakin tinggi pula harga produk-produk pertanian tersebut, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, semakin berfluktuasi harga maka risiko harga yang dihadapi semakin besar. 3. Ketidakpastian Keuntungan Risiko produksi dan risiko harga dapat menimbulkan adanya risiko keuntungan. Semakin tinggi fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin rendah.
3.1.3. Sikap dalam Menghadapi Risiko Terdapat tiga sikap manajemen atau pengambil keputusan dalam menghadapi risiko, yaitu : (1). Risk Averter, (2). Risk Neutral atau Indifferent to Risk, dan (3). Risk Taker. Sikap manajemen atau pengambil keputusan dalam menghadapi risiko disajikan dalam Gambar 2.
Return Risk Averter
Indifferent of Risk
Risk Taker
Risk Gambar 2. Sikap dalam Menghadapi Risiko Sumber : Robison dan Barry (1987)
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko maka pengembalian (return) akan semakin tinggi. Kondisi ini memunculkan tiga sikap manajemen atau pengambil keputusan dalam menghadapi risiko terkait dengan pengembalian yang akan didapatkan. Sikap manajemen yang pertama adalah risk averter, yaitu sikap manajemen yang cenderung menghindari risiko. Sikap manajemen yang kedua adalah risk neutral atau indifferent to risk, yaitu sikap manajemen yang netral atau biasa-biasa saja dalam menghadapi risiko. Sedangkan sikap manajemen yang ketiga adalah risk taker, yaitu sikap manajemen yang berani mengambil risiko.
3.1.4. Konsep Manajemen Risiko Pengertian manajemen risiko sangat beragam namun memiliki konsep yang sama. Secara umum manajemen risiko merupakan suatu alat atau instrumen yang digunakan untuk mengendalikan dan mengurangi risiko. Menurut Rejda (2001), manajemen risiko
adalah suatu proses untuk
mengidentifikasi
kemungkinan kerugian oleh suatu organisasi dan memilih teknik yang paling layak dan pantas untuk mengatasi kerugian tersebut. Lebih lanjut Rejda (2001) mengatakan bahwa terdapat empat tahapan dalam proses manajemen risiko. Tahapan tersebut adalah mengidentifikasi potensi kerugian, mengevaluasi potensi kerugian, memilih teknik yang layak untuk mengatasi kerugian, dan mengimplementasikan serta mengatur program. Tahapan dalam proses manajemen risiko tersebut disajikan dalam Gambar 3.
Identify Potential Losses
Evaluate Potential Losses
Select the Appropriate Techniques for Treating Loss Exposures
Implement and Administer the Program
Gambar 3. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko Sumber : Rejda, 2001
Tahapan pertama adalah mengidentifikasi potensi kerugian yaitu tahapan manajemen risiko dengan mengadakan identifikasi terhadap risiko-risiko yang ada. Identifikasi risiko merupakan hal yang sangat penting dalam proses manajemen risiko. Tanpa identifikasi, maka risiko yang terjadi tidak dapat dievaluasi sehingga pada akhirnya risiko-risiko yang muncul tidak dapat dikontrol. Menurut Adinarmiharja (2003), terdapat lima langkah dalam tahap identifikasi risiko, yaitu : 1. Melakukan pengecekan awal sebagai langkah awal dalam tahap identifikasi risiko dengan tujuan mengenal eksistensi dari risiko yang dihadapi. 2. Mengidentifikasi risiko yang akan terjadi untuk mengetahui konsekuensi atau dampak yang akan terjadi. 3. Melakukan pemetaan risiko.
4. Mengklasifikasi risiko dengan maksud untuk meningkatkan perhatian pihakpihak yang terlibat tentang risiko yang ada dan menentukan strategi dalam menangani risiko tersebut. 5. Membuat daftar risiko yaitu dengan cara memasukkan risiko-risiko yang mungkin terjadi ke dalam suatu daftar yang diinformasikan kepada personilpersonil yang terlibat dalam tim pengambil keputusan. Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan partisipasi dari personil-personil secara bersama-sama dalam menangani risiko. Tahapan kedua dalam proses manajemen risiko adalah mengevaluasi potensi kerugian. Tahap ini mempelajari sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang ada. Tahap yang ketiga adalah memilih teknik yang layak untuk mengatasi kerugian. Tahap ini adalah tahap yang mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil terkait dengan risiko yang dihadapi dengan menggunakan teknik atau cara yang paling layak. Tahapan terakhir dalam proses manajemen risiko adalah mengimplementasikan program-program yang telah dipilih untuk mengatasi kerugian. Tahap ini adalah tahap dimana ditetapkan setiap penanggung jawab pengelolaan risiko, apa dan siapa yang harus dilatih agar implementasinya
dapat
berjalan
lancar
serta
pengelolaan
risiko
dapat
diintegrasikan di dalam proses manajemen secara keseluruhan. Menurut Darmawi (2006), manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Sofyan (2005), manajemen risiko adalah suatu usaha dari seorang manajer untuk mengatasi kerugian secara rasional, yaitu
secara objektif dan logis agar tujuan yang diinginkan berupa keuntungan atau laba dapat tercapai secara efektif dan efisien. Adapun menurut pendapat Robi’ah (2006), manajemen risiko dapat diartikan sebagai pengelolaan variabilitas pendapatan oleh seorang manajer dengan cara menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambilnya dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. Manajemen risiko yang baik adalah dilakukan pada setiap fungsi-fungsi manajemen, yaitu pada fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan. Bahkan menurut Darmawi (2006), manajemen risiko memiliki kaitan yang sangat erat dengan fungsi-fungsi perusahaan, seperti fungsi accounting, keuangan, pemasaran, produksi, personalia, engineering, dan maintenance. Misalnya fungsi accounting yang menjalankan kegiatan manajemen risiko yang penting, yaitu : (1). Mengurangi kesempatan pegawai melakukan penggelapan dengan jalan melakukan internal control dan internal audit, (2). Melalui rekening asset bagian accounting mengidentifikasi dan mengukur exposure kerugian terhadap harta, dan (3). Melalui penilaian rekening seperti rekening
piutang,
bagian
accounting
mengukur
risiko
piutang
dan
mengalokasikan cadangan dana exposure kerugian piutang. Begitu juga halnya dengan fungsi-fungsi perusahaan yang lain. Lebih lanjut Darmawi (2006) menjelaskan bahwa manajemen risiko dapat memberikan lima manfaat terhadap perusahaan. Manfaat yang pertama adalah manajemen risiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. Manfaat kedua adalah manajemen risiko dapat menunjang terhadap peningkatan laba perusahaan dan dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran kas. Manfaat ketiga
adalah manajemen risiko dapat menunjang terhadap peningkatan kualitas seorang pengambil keputusan dalam mengambil keputusan bisnis. Manfaat keempat adalah manajemen risiko dapat memberikan ketenangan bagi para manajer dalam mengendalikan risiko karena adanya perlindungan terhadap risiko yang dihadapi tersebut. Manfaat yang terakhir adalah manajemen risiko dapat meningkatkan image perusahaan yang baik di kalangan seluruh stakeholders perusahaan.
3.1.5. Ukuran Risiko Risiko dapat ditunjukkan dengan indikator adanya fluktuasi dari return atau hasil yang diharapkan. Risiko dapat dinilai dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995), terdapat ukuran risiko yang dapat dianalisis yaitu nilai ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut memiliki hubungan satu dengan yang lainnya dan nilai ragam (variance) sebagai penentu ukuran yang lainnya. Hubungan tersebut adalah nilai standard deviation merupakan akar kuadrat dari nilai variance. Nilai koefisien variasi merupakan rasio perbandingan dari nilai standard deviation dengan nilai return dari suatu aset dimana return yang diperoleh berupa pendapatan rata-rata selama periode waktu tertentu. Nilai ragam (variance) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai variance menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan semakin besar nilai variance maka semakin besar
penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Nilai standard deviation merupakan akar dari variance. Nilai standard deviation menunjukkan bahwa semakin kecil nilai standard deviation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, dan semakin besar nilai standard deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan return yang diharapkan. Semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Ukuran risiko yang dapat dijadikan sebagai ukuran paling tepat dalam memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha tersebut untuk setiap return yang diperoleh adalah koefisien variasi (coefficient variation). Coefficient variation merupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan satuan yang sama.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Usaha peternakan ayam broiler dapat dijadikan alternatif dan solusi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini sangat menguntungkan karena memiliki prospek yang baik. Prospek yang baik tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah permintaan masyarakat akan daging ayam. Usaha peternakan ayam broiler juga memiliki kemudahan dalam hal akses pasar dan memiliki perputaran modal yang sangat cepat karena masa produksi ayam broiler
sangat pendek. Kondisi tersebut sangat membantu peternak dalam meraih keuntungan. Usaha peternakan X adalah usaha peternakan ayam broiler yang mempunyai kapasitas produksi sebesar 4000 ekor setiap periodenya. Usaha peternakan X merupakan usaha peternakan rakyat dengan sistem plasma yang bekerja sama dengan perusahaan inti. Usaha peternakan X dalam menjalankan produksinya dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi. Risiko-risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X diantaranya adalah risiko harga baik harga input maupun harga output, risiko produksi yang disebabkan oleh cuaca dan iklim serta penyakit, dan risiko sosial. Risiko-risiko tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil produksi usaha peternakan X. Hasil produksi yang didapatkan tidak maksimal dan sangat berfluktuasi setiap periodenya. Hasil produksi yang berfluktuasi menyebabkan keuntungan atau pendapatan yang diterima usaha peternakan X berfluktuasi. Tingkat risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X dapat dianalisis dengan menggunakan analisis risiko. Analisis risiko tersebut digunakan untuk mengetahui keragaan dari tingkat risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan terhadap return dari suatu aset. Return dihitung dari rata-rata pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X dari seluruh periode pengamatan. Ukuran risiko yang dianalisis diantaranya adalah ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Berdasarkan ukuran risiko tersebut, jika semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi.
Begitu juga dengan standard deviation, semakin kecil nilai standard deviation maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Demikian juga halnya dengan coefficient variation, semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Peternak sebagai pengambil keputusan harus bisa mengelola risiko yang dihadapinya. Instrumen yang dapat digunakan peternak dalam meminimalkan tingkat risiko adalah dengan menggunakan manajemen risiko. Menurut Robi’ah (2006), manajemen risiko dapat juga digunakan sebagai perencanaan bagi pihak manajemen dalam mengambil tindakan di masa yang akan datang dengan mempertimbangkan kondisi yang telah terjadi sebelumnya. Kemampuan dan pengalaman seorang peternak sangat dibutuhkan dalam menentukan suatu keputusan bisnis dalam mengelola manajemen risiko. Manajemen risiko yang diterapkan dapat dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis dapat menghasilkan alternatif manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh usaha peternakan X untuk meminimalkan risiko yang dihadapinya. Manajemen risiko tersebut dapat digunakan sebagai perencanaan bagi pihak manajemen dalam mengambil tindakan di masa yang akan datang. Bagan kerangka pemikiran operasional disajikan dalam Gambar 4.
Usaha Peternakan X
Tingginya Tingkat Risiko yang Dihadapi Risiko yang dihadapi : 1. Risiko Harga 2. Risiko Produksi (Cuaca-Iklim dan Penyakit) 3. Risiko Sosial
Hasil Produksi Tidak Maksimal dan Berfluktuatif Pendapatan Berfluktuatif
Analisis Risiko : 1. Return 2. Ragam (Variance) 3. Simpangan Baku (Standard Deviation) 4. Koefisien Variasi (Coefficient Variation) 5. Batas Bawah Pendapatan
Analisis Deskriptif
Alternatif Manajemen Risiko
Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan X milik Bapak Rahmat yang beralamat di Kampung Cibentang, Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Alasannya adalah usaha peternakan X milik Bapak Rahmat memiliki kapasitas produksi terbesar jika dibandingkan dengan usaha peternakan ayam broiler lain yang ada di Desa Tapos yaitu sebanyak 4000 ekor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Tapos, Kecamatan Tenjo merupakan salah satu sentra produksi peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Agustus-September 2008.
4.2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Kedua data ini berbentuk data kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Proses wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pemilik usaha peternakan, kepala kandang, anak kandang, dan pihak yang terkait dengan usaha peternakan X yaitu pengawas produksi atau field controller dari perusahaan inti. Data primer ini diantaranya berupa teknik pengelolaan risiko atau manajemen risiko yang dilakukan oleh usaha peternakan X. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari berbagai literatur yang ada di perusahaan, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Peternakan, perpustakaan LSI IPB, buku-buku ekonomi dan pertanian,
dan literatur-literatur lainnya yang mendukung. Data sekunder ini diantaranya adalah data jumlah produksi ayam broiler; jumlah populasi ayam broiler; jumlah konsumsi ayam broiler; harga-harga input seperti harga pakan, DOC, dan obatobatan; harga-harga jual output; dan laporan keuangan usaha peternakan X berupa laporan biaya per periode produksi, laporan penerimaan per periode produksi, dan laporan pendapatan per periode produksi.
4.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara, diskusi, dan melalui kuesioner. Proses pengumpulan data dilakukan secara sengaja (purposive). Observasi dilakukan dengan melakukan pencatatan langsung di lokasi penelitian tentang aktifitas bisnis perusahaan dan berbagai kendala risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh perusahaan. Wawancara, diskusi, dan pengisian kuesioner dilakukan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum lokasi penelitian, manajemen risiko yang dilakukan oleh perusahaan, data harga-harga input dan output, dan data-data keuangan perusahaan seperti laporan biaya, penerimaan, dan pendapatan perusahaan. Data primer dan data sekunder yang telah didapatkan kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui pengaruh risiko terhadap pendapatan dan manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X.
4.4. Metode Analisis Data Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dijadikan ukuran dalam penelitian ini. Kedua data ini akan diolah dan dianalisis melalui beberapa
metode analisis yang digunakan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis risiko. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12. Metode Analisis untuk Menjawab Tujuan Penelitian No
Tujuan Penelitian
Jenis Data
Sumber Data
1
Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usaha peternakan X
Kuantitatif
2
Menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi usaha peternakan X
Kualitatif
Laporan biaya, penerimaan, dan pendapatan perusahaan per periode pengamatan Wawancara, kuesioner, dll
Metode Analisis Analisis Risiko
Analisis Deskriptif
Berdasarkan Tabel 12, metode analisis yang digunakan adalah analisis risiko dan analisis deskriptif. Analisis risiko digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, yaitu menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usaha peternakan X. Data untuk analisis ini menggunakan data kuantitatif. Sumber data kuantitatif adalah laporan biaya, penerimaan, dan pendapatan perusahaan per periode pengamatan. Laporan ini dapat memberikan informasi mengenai data yang dicari, karena penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan terhadap return dari suatu aset. Return dihitung dari rata-rata pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X dari seluruh periode pengamatan yaitu sebanyak 12 periode. Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, yaitu menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha
peternakan X. Adapun data yang digunakan untuk analisis ini adalah data kualitatif. Sumber data kualitatif diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan pihak perusahaan.
4.4.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X untuk meminimalkan risiko dan ketidakpastian yang dihadapinya. Manajemen risiko yang diterapkan berdasarkan pada penilaian peternak sebagai pengambil keputusan secara subyektif. Identifikasi ini dilakukan untuk melihat apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk meminimalkan risiko. Hal tersebut didasarkan pada tingkat risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X.
4.4.2. Analisis Risiko Penilaian risiko dapat dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan terhadap return dari suatu aset. Terdapat beberapa ukuran risiko, diantaranya adalah ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Menurut Kadarsan (1995) dalam Anggraini (2003), analisis risiko dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan berdasarkan penilaian subyektif dari peternak, sedangkan pendekatan kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung : 1. Hasil yang Diharapkan atau Expected Return Hasil yang diharapkan atau expected return dihitung dari penjumlahan hasil kali antara peluang kejadian (probability) dengan return berupa pendapatan
bersih dari seluruh periode pengamatan selama dua tahun (2006-2007). Jumlah periode produksi selama tahun 2006-2007 adalah sebanyak 12 periode. Satu periode produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali siklus produksi ayam broiler yang di mulai pada saat DOC masuk kandang sampai dengan masa panen tiba, yaitu selama 30-40 hari. Seluruh periode produksi selama tahun 20062007 dijadikan sebagai bahan pengamatan karena hanya pada tahun 2006-2007 laporan pendapatan perusahaan setiap periode produksi terdokumentasikan dengan baik. Secara matematis expected return dapat dituliskan sebagai berikut :
m Ri =
Σ
pij Rij
j=1
Penjabaran dari rumus expected return dapat dituliskan sebagai berikut :
Ri = pi1 Ri1 + pi2 Ri2 + pi3 Ri3 + ........ + pim Rim Dimana : pij
= Peluang dari suatu kejadian (i = aset, j = kejadian)
Rij
= Return
Ri
= Expected Return
Jumlah kejadian atau pengamatan di usaha peternakan X ada 12 kejadian, jadi peluang dari setiap kejadiannya dianggap sama yaitu bernilai satu. Sehingga expected return dapat dihitung dengan mencari nilai rata-rata atau mean dari return berupa pendapatan bersih usaha peternakan X selama 12 periode
pengamatan. Maka secara matematis expected return dapat dituliskan sebagai berikut :
n
Σ
Rij
j=1 Ri = n
Dimana : Ri = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode) Rij = Pendapatan periode ke-j (Rp/Periode), yaitu periode 1-12 n
= Jumlah pengamatan, yaitu sebanyak 12 pengamatan
2. Ragam atau Variance (σ2) Menurut Elton dan Gruber (1995), pengukuran ragam (variance) dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Secara matematis ragam (variance) dapat dituliskan sebagai berikut :
m
σi2
=
Σ
pij (Rij – Rj)2
j=1
Rumus variance dari return dapat juga dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :
σi2
= pi1 (Ri1 – R1)2 + pi2 (Ri2 – R2)2 + pi3 (Ri3 – R3)2 + ....... + pim (Rim – Rm)2
Dimana :
σi2
= Variance dari Return
pij
= Peluang dari suatu kejadian (i = aset, j = kejadian)
Rij
= Return
Ri
= Expected Return
Jumlah kejadian atau pengamatan di usaha peternakan X ada 12 kejadian, jadi nilai peluang dari setiap kejadian dianggap sama yaitu bernilai satu. Sehingga secara matematis ragam (variance) dapat dituliskan sebagai berikut :
n
Σ
(Rij – Rj)2
j=1
σi2 = n–1
Dimana :
σi2 = Ragam atau Variance (Rp/Periode) Rj = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode) Rij = Pendapatan periode ke-j (Rp/Periode), yaitu periode 1-12 n
= Jumlah pengamatan, yaitu sebanyak 12 pengamatan
Nilai ragam (variance) menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance, maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Begitu juga sebaliknya, semakin besar nilai variance maka semakin besar penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha.
3. Simpangan Baku atau Standard Deviation (σ) Seperti halnya variance, makna dari ukuran standard deviation adalah semakin kecil nilai standard deviation, maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Begitu juga sebaliknya, semakin besar nilai standard deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Simpangan baku (standard deviation) merupakan akar dari ragam (variance). Secara matematis standard deviation dapat dituliskan sebagai berikut :
σ = √ σ2 Dimana :
σ
= Simpangan Baku atau Standard Deviation (Rp/Periode)
σ2
= Ragam atau Variance (Rp/Periode)
4. Koefisien Variasi atau Coefficient Variation (CV) Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan expected return. Semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Begitu juga sebaliknya, Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Secara matematis coefficient variation dapat dituliskan sebagai berikut :
σ CV = Ri
Dimana : CV = Koefisien Variasi atau Coefficient Variation
σ Ri
= Simpangan Baku atau Standard Deviation (Rp/Periode) = Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode)
5. Batas Bawah Pendapatan (L) Nilai L menunjukkan nilai nominal pendapatan bersih terendah yang mungkin diterima oleh peternak. Apabila nilai L sama dengan atau lebih dari nol, maka peternak tidak akan mengalami kerugian dan begitu juga sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
L = Ri – 2 σ
Keterangan : L
= Batas Bawah Pendapatan (Rp/Periode)
Ri
= Expected Return atau Pendapatan rata-rata (Rp/Periode)
σ
= Simpangan Baku atau Standard Deviation (Rp/Periode)
Terdapat hubungan antara nilai batas bawah pendapatan dengan nilai koefisien variasi. Apabila nilai CV > 0,5 maka nilai L < 0. Hal ini berarti pada setiap proses produksi ada peluang peternak mengalami kerugian. Apabila nilai CV < 0,5 maka nilai L > 0. Hal ini berarti perusahaan akan selalu untung dan akan impas apabila nilai CV = 0 dan L = 0.
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum Usaha Peternakan X 5.1.1. Sejarah Perusahaan Usaha peternakan X adalah usaha peternakan ayam broiler yang berdiri pada akhir tahun 2002. Usaha peternakan ini didirikan oleh Bapak Rahmat, seorang warga di Kampung Cibentang, Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Bapak Rahmat adalah seorang lulusan dari salah satu Sekolah Teknik Menengah (STM) di Kecamatan Parung Panjang, Bogor. Bapak Rahmat pada awalnya seorang pekerja di salah satu perusahaan swasta di Bekasi yaitu di PT Astra Honda Motor cabang Bekasi. Bapak Rahmat kemudian berhenti bekerja setelah sepuluh tahun menekuni pekerjaannya karena alasan tertentu. Bapak Rahmat kemudian beralih profesi menjadi seorang wiraswasta dengan mendirikan sebuah usaha peternakan ayam broiler. Usaha ayam broiler menjadi pilihannya karena usaha ayam broiler memiliki perputaran modal yang cepat karena siklus produksinya yang pendek. Bapak Rahmat menekuni bisnis ini sampai sekarang. Kapasitas produksi usaha peternakan X sejak didirikan sebanyak 4000 ekor setiap periodenya. Kapasitas produksi sebanyak 4000 ekor ini tidak mengalami kenaikan sampai sekarang. Hal tersebut dikarenakan masih terbatasnya jumlah modal yang dimiliki untuk membangun kandang. Bapak Rahmat selaku pemilik perusahaan mempunyai rencana di tahun-tahun yang akan datang untuk menambah jumlah kapasitas produksi. Targetnya adalah di tahun 2010 kapasitas produksi harus bisa mencapai 10.000 ekor setiap periodenya. Peningkatan kapasitas produksi inilah yang menjadi visi perusahaan. Perusahaan
melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan visinya tersebut dengan berusaha meraih keuntungan yang maksimal untuk setiap periodenya. Usaha peternakan X merupakan usaha peternakan yang menjalankan aktifitas bisnisnya dengan sistem plasma. Sistem plasma yang diterapkan oleh oleh usaha peternakan X dimulai sejak usaha ini didirikan. Alasan utama usaha ini menggunakan sistem plasma adalah karena terbatasnya modal dalam hal pengadaan
pakan,
DOC,
dan
obat-obatan.
Sistem
plasma
ini
sangat
menguntungkan Bapak Rahmat selaku peternak karena selain mendapat kemudahan dalam hal pengadaan input, sistem plasma juga menjamin output yang dihasilkan dapat terserap oleh pasar. Usaha peternakan X mulai beroperasi pada bulan Maret 2003. Usaha ini sejak berdirinya sampai sekarang telah menjalin kemitraan dengan tiga perusahaan inti. Perusahaan inti pertama adalah PT Inter Agro Prospek. Kerja sama dalam bentuk kemitraan dengan PT Inter Agro Prospek terjalin selama satu tahun yaitu antara tahun 2003-2004. Kerja sama ini kemudian terhenti di bulan Februari 2004 karena beberapa alasan tertentu. Salah satu alasan Bapak Rahmat menghentikan kerja sama dengan perusahaan ini adalah jumlah periode produksi yang sedikit dalam satu tahun. Perusahaan inti hanya sanggup memproduksi ayam selama lima periode dalam satu tahun. Kondisi ini sangat tidak disukai Bapak Rahmat karena dengan jumlah periode produksi yang sedikit, berarti akan mendapatkan keuntungan yang sedikit pula. Usaha peternakan X kemudian menjalin kerja sama dengan PT Prima Karya Persada, sebuah perusahaan inti yang beralamat di Bumi Serpong Damai, Serpong, Tangerang. Kerja sama ini berlangsung selama dua tahun yaitu antara
tahun 2004-2006. Kerja sama ini kemudian terhenti di awal bulan Januari 2006. Perusahaan inti ini memproduksi ayam selama enam periode dalam satu tahun, namun Bapak Rahmat menganggap harga kontrak untuk harga jual ayam hidup yang diberikan sangat rendah. Karena alasan itulah Bapak Rahmat menghentikan kerja sama dengan PT Prima Karya Persada. Usaha peternakan X kemudian menjalin kerja sama dengan PT Super Unggas Jaya, sebuah perusahaan inti yang tergabung dalam Cheil Jedang Indonesia’s Group. Kerja sama ini terjalin sejak awal tahun 2006 sampai sekarang. Kerja sama dengan perusahaan inti ini telah terjalin selama tiga tahun. Perusahaan inti ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan perusahaan inti lainnya. Salah satu kelebihannya adalah harga kontrak untuk harga jual ayam hidup yang diberikan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga kontrak perusahaan inti lainnya. Pengawasan yang diberikan oleh perusahaan inti ini juga jauh lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan inti lainnya. Pengawasan yang dilakukan perusahaan inti ini lebih terprogram dan terencana karena tersedianya seorang supervisor atau field controller yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Karena alasan-alasan itulah Bapak Rahmat tetap menjalin kerja sama dengan perusahaan inti ini. Usaha peternakan X merekrut pekerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Perekrutan pekerja oleh pemilik perusahaan dari lingkungan masyarakat sekitar merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial (social responsibility) pemilik perusahaan. Usaha ini pada awalnya hanya memiliki satu orang pekerja, yaitu seorang anak kandang. Tugas anak kandang ini adalah melakukan kegiatan operasional kandang. Anak kandang mempunyai tanggung jawab penuh kepada
Bapak Rahmat selaku pemilik perusahaan. Usaha peternakan X kemudian menambah jumlah pekerja yaitu seorang kepala kandang di tahun 2006. Sama halnya dengan anak kandang, kepala kandang direkrut dari lingkungan masyarakat sekitar. Kepala kandang bertanggung jawab sepenuhnya kepada pemilik perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh usaha ini adalah dua orang dan jumlah tersebut tetap bertahan sampai sekarang. Usaha peternakan X akan menambah jumlah tenaga kerjanya jika kapasitas produksi bertambah.
5.1.2. Lokasi Perusahaan Usaha peternakan X terletak di Kampung Cibentang RT 01/ RW 05, Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Jarak tempuh dari kantor Kecamatan Tenjo ke lokasi peternakan adalah sekitar delapan kilometer, sedangkan jarak tempuh Kecamatan Tenjo dari pusat kota Kabupaten Bogor adalah sekitar 60 kilometer. Waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk menuju ke lokasi peternakan dari pusat kota Kabupaten Bogor adalah sekitar dua jam. Usaha peternakan X dibangun di atas sebidang lahan berukuran 1.100 m2. Lahan tersebut berbentuk persegi panjang yang memanjang dari arah timur ke arah barat. Lahan tersebut adalah lahan milik pribadi yang di beli Bapak Rahmat dari Bapak Ujang warga Kampung Pasar Baru, Desa Tapos seharga Rp 11.000.000. Lokasi lahan sangat strategis, karena mempunyai akses yang baik terhadap sarana transportasi yaitu jalan dan alat transportasi. Lokasi lahan cukup jauh dari pemukiman penduduk. Jarak terdekat dengan pemukiman penduduk adalah sekitar 100 meter. Lokasi lahan mempunyai sumber mata air yang cukup.
Bapak Rahmat mempunyai dua buah sumur yang dibangun di lahannya untuk kebutuhan produksi usahaternak. Kandang yang dibangun di atas lahan seluas 1.100 m2 merupakan kandang tipe sangkar (cage types). Kandang ini berbentuk kandang panggung yang dibangun dari bahan kayu dan bambu. Bahan kayu digunakan sebagai tiang-tiang kandang yang pondasinya dari batu bata. Bahan kayu juga digunakan sebagai rangka-rangka kandang. Bahan bambu digunakan sebagai alas dan dinding kandang. Atap kandang menggunakan daun-daun kelapa kering yang dirangkai menjadi satu kesatuan. Kandang tipe sangkar sangat cocok digunakan untuk daerah yang mempunyai temperatur udara cukup panas seperti Desa Tapos. Kandang tipe ini mempunyai sirkulasi udara yang baik sehingga pergerakan udara dalam kandang berjalan lancar. Temperatur di dalam kandang lebih rendah sehingga ayam lebih nyaman. Kandang usaha peternakan X berukuran 50 x 8 m yang memanjang dari arah timur ke arah barat. Kandang ini dilengkapi dengan gudang berlantai dua yang berfungsi sebagai tempat pakan di lantai satu dan tempat istirahat bagi anak kandang di lantai dua. Gudang ini berukuran 4 x 4 m dan terletak sejauh 10 meter di sebelah kiri kandang. Sama halnya dengan kandang, gudang tempat pakan dan tempat istirahat ini dibangun dari bahan kayu dan bambu, serta pondasinya menggunakan batu bata.
5.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan Usaha peternakan X merupakan usaha peternakan rakyat yang memiliki struktur organisasi sederhana. Struktur organisasi sederhana yang dimiliki usaha peternakan X mempunyai kelebihan dalam hal penghematan biaya dan cepat
dalam hal pengambilan keputusan. Struktur organisasi sederhana dapat mengantisipasi perubahan lingkungan dengan cepat. Hal ini dikarenakan pemilik peternakan selaku pimpinan perusahaan dapat mengambil keputusan dengan cepat terhadap masalah yang ada. Struktur organisasi usaha peternakan X disajikan dalam Gambar 5.
Pemilik Peternakan
Field Controller PT Super Unggas Jaya
Kepala Kandang
Anak Kandang
Gambar 5. Struktur Organisasi Usaha Peternakan X
Usaha peternakan X dipimpin langsung oleh Bapak Rahmat selaku pemilik peternakan. Pemilik peternakan membawahi seorang kepala kandang bernama Junaedi. Kepala kandang membawahi seorang anak kandang bernama Matrudin. Usaha peternakan X dalam menjalankan aktifitas bisnisnya diawasi oleh seorang supervisor atau field controller perusahaan inti bernama Syaiful Bahri, S. Pt. Adanya pengawasan tersebut dikarenakan usaha peternakan X adalah usaha peternakan sistem plasma atau kemitraan yang bekerja sama dengan perusahaan inti PT Super Unggas Jaya. Tanda panah dan garis putus-putus pada struktur organisasi usaha peternakan X menunjukkan alur perintah dan area koordinasi. Alur perintah yang
terlihat pada struktur organisasi usaha peternakan X adalah dari pimpinan perusahaan kepada kepala kandang kemudian diteruskan kepada anak kandang. Demikian juga sebaliknya, tanggung jawab mengalir dari anak kandang sebagai bawahan kepada kepala kandang dan diteruskan kepada pemilik kandang selaku pimpinan perusahaan. Koordinasi dan pengawasan dilakukan oleh seorang field controller PT Super Unggas Jaya kepada pemilik peternakan, kepala kandang, dan anak kandang. Masing-masing bagian dari struktur organisasi memiliki tugas dan tanggung
jawab
yang
berbeda.
Pemilik
peternakan
memiliki
tugas
mendelegasikan perintah kepada kepala kandang. Tanggung jawab pemilik peternakan dilakukan dengan membina dan menjamin kesejahteraan para pekerjanya. Pemilik peternakan juga melakukan koordinasi dan konsultasi kepada perusahaan inti melalui seorang field controller mengenai segala hal yang berhubungan dengan aktifitas bisnisnya. Kepala kandang mempunyai tugas dalam mengelola
kegiatan
produksi
usahaternak.
Kepala
kandang
melakukan
pengawasan terhadap kegiatan produksi dan melakukan pencatatan laporan mengenai pakan, DOC, obat-obatan, program vaksinasi, dan sebagainya. Kepala kandang bertanggung jawab penuh kepada pemilik peternakan. Anak kandang mempunyai tugas operasional dalam kegiatan produksi usahaternak seperti pemberian pakan, pemberian minum, pelaksanaan vaksinasi, pengaturan pemanas, pembersihan kandang, dan sebagainya. Anak kandang bertanggung jawab penuh kepada kepala kandang. Field controller mempunyai tugas dalam membina dan mengawasi seluruh kegiatan produksi yang dijalankan oleh usaha peternakan X.
Pembinaan dan pengawasan ini dilakukan untuk membantu usaha peternakan X agar dapat memperoleh hasil produksi yang maksimal. Kepala kandang dan anak kandang merupakan pekerja tetap usaha peternakan X. Field controller dari PT Super Unggas Jaya bukan pekerja usaha peternakan X, melainkan seorang pegawai tetap PT Super Unggas Jaya yang bertugas hanya melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap kegiatan produksi di usaha peternakan X. Usaha peternakan X sebetulnya mempunyai pekerja tidak tetap yaitu pekerja dengan sistem borongan. Pekerja tidak tetap ini hanya bekerja pada saat pemanenan saja. Sama halnya dengan kepala kandang dan anak kandang, pekerja tidak tetap direkrut dari lingkungan masyarakat sekitar. Kualifikasi pekerja usaha peternakan X berbeda-beda disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kualifikasi kepala kandang adalah lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM), sedangkan kualifikasi anak kandang adalah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berbeda halnya dengan kualifikasi seorang field controller. Kualifikasi field controller adalah lulusan Sarjana Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kualifikasi pekerja tidak tetap sebagian besar hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).
5.2. Kegiatan Produksi Ayam Broiler Usaha Peternakan X Proses produksi ayam broiler di usaha peternakan X diatur dalam siklus manajemen broiler perusahaan inti. Siklus broiler manajemen adalah siklus produksi ayam broiler yang dimulai dari persiapan kandang sampai panen. Siklus ini membutuhkan waktu sekitar 55-60 hari, yaitu proses budidaya selama 30-40 hari, dan masa istirahat kandang atau masa persiapan kandang selama 15-20 hari.
Jumlah proses produksi atau periode produksi maksimal yang dapat dilakukan oleh usaha peternakan X sebagai peternak plasma adalah sebanyak enam kali dalam satu tahun. Siklus manajemen broiler terdiri dari persiapan kandang, kegiatan budidaya, dan pemanenan.
5.2.1. Persiapan Kandang Persiapan kandang merupakan pekerjaan awal dari proses budidaya dan menjadi salah satu kunci sukses dalam usaha budidaya ayam broiler. Persiapan kandang dilakukan setelah masa panen pada periode produksi sebelumnya. Persiapan kandang membutuhkan waktu sekitar 15-20 hari. Persiapan kandang sangat penting dilakukan agar kebersihan kandang terjamin, sehingga dapat melindungi DOC dari bibit penyakit. Proses persiapan kandang terdiri dari pembersihan dan sterilisasi kandang, pembersihan dan sterilisasi peralatan kandang, pembersihan lingkungan kandang, serta mempersiapkan pemanas, tempat pakan dan tempat minum. Penjelasan proses persiapan kandang adalah sebagai berikut : 1. Pembersihan dan Sterilisasi Kandang Pembersihan kandang dimulai dengan pencucian kandang. Pencucian kandang dilakukan dengan menggunakan sprayer tekanan tinggi. Pencucian kandang dimulai dari kandang bagian atas, dinding dan layar, hingga lantai kandang. Pencucian kandang dilakukan dengan menggunakan deterjen yang dicampur dengan air, dengan perbandingan 1 : 1.000 (1 kg deterjen untuk 1.000 liter air).
Proses sterilisasi kandang dilakukan setelah pencucian kandang selesai dan kondisi kandang kering. Sterilisasi kandang dilakukan dengan menggunakan disinfektan. Prosesnya adalah dilakukan penyemprotan ke seluruh bagian kandang, mulai dari kandang bagian atas, dinding dan layar, hingga lantai kandang. Penyemprotan disinfektan bisa juga dicampur dengan insektisida, terutama jika ditemukan banyak kutu dan serangga. Penyemprotan disinfektan kembali dilakukan 1-2 hari sebelum DOC datang dengan jenis disinfektan yang berbeda dari sebelumnya. Kandang yang telah dibersihkan dan disterilkan, kemudian dilakukan pengapuran. Pengapuran berfungsi sebagai antiseptic dan pembunuh serangga. Pengapuran menggunakan kapur tohor atau kapur pertanian ke bagian dalam, lantai, dan sekeliling luar kandang. Dosis kapur tohor yang dipakai adalah 0,2-0,5 kg/m2. 2. Pembersihan dan Sterilisasi Peralatan Kandang Peralatan kandang seperti tempat pakan, tempat minum, drum penampung air, dan lain-lain dikeluarkan dari kandang untuk dibersihkan. Proses pembersihan dan sterilisasi dilakukan dengan pencucian yang menggunakan disinfektan. Peralatan kandang yang telah dicuci dan dikeringkan, disimpan dan disusun kembali di dalam kandang. 3. Pembersihan Lingkungan Kandang Kebersihan lingkungan kandang harus menjadi perhatian peternak. Pembersihan lingkungan kandang sangat penting dilakukan agar tidak ada hama penyakit yang bersarang di sekitar kandang. Lingkungan kandang yang bersih dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap proses budidaya di dalam
kandang. Lingkungan di sekitar kandang harus dibersihkan dari sisa-sisa kotoran, sampah, rumput, gulma, dan tumbuhan liar lainnya. Pembersihan lingkungan kandang dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida (untuk membersihkan rumput, gulma dan tumbuhan liar lainnya) dan secara manual (untuk membersihkan lingkungan kandang dari sampah dan sisa-sisa kotoran). Proses terakhir dari pembersihan lingkungan kandang adalah dengan melakukan penyemprotan menggunakan disinfektan agar sterilisasi lingkungan kandang tetap terjaga dengan baik. 4. Mempersiapkan Pemanas, Tempat Pakan, dan Tempat Minum Alat pemanas yang digunakan di usaha peternakan X adalah gasolek dengan sumber energi gas LPG. Alat pemanas harus diatur pemasangannya, termasuk ketinggiannya harus benar. Alat pemanas berupa gasolek dipasang di ketinggian 110-125 cm. Panas yang dihasilkan gasolek bisa diatur dengan menggunakan regulator yang ada di tabung gas. Alat pemanas gasolek memiliki kelebihan yaitu panas yang dihasilkan merata, stabil, tidak terpengaruh angin, panas yang dikeluarkan berupa sinar merah, dan tidak berasap. Tempat pakan dan tempat minum yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah populasi DOC yang dipelihara. Satu tempat pakan umumnya digunakan oleh 100 ekor DOC. Pemasangan tempat pakan dapat dilakukan secara berselangseling dengan tempat minum yang berkapasitas satu galon.
5.2.2. Kegiatan Budidaya Kegiatan budidaya ayam broiler terbagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap periode pemanasan (brooding period) dan tahap pertumbuhan. Kedua tahapan ini merupakan inti dari seluruh proses produksi ayam broiler.
5.2.2.1. Tahap Periode Pemanasan (Brooding Period) Periode pemanasan adalah masa paling kritis dalam siklus kehidupan ayam karena DOC mengalami proses adaptasi dengan lingkungan barunya. Periode ini merupakan masa proses pembentukan kekebalan tubuh dan masa awal pertumbuhan semua organ tubuh ayam. Periode pemanasan dimulai dari DOC umur 1-21 hari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam periode ini adalah : 1. Persiapan Periode Pemanasan Persiapan masa pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan DOC. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan periode pemanasan ini adalah : a. Lingkaran Pelindung Lingkaran pelindung digunakan sebagai pembatas kandang agar tersedia ruang yang cukup bagi DOC dan distribusi makan dan minum efisien. Lingkaran pelindung yang paling bagus adalah yang terbuat dari seng karena bisa memantulkan panas ke seluruh ruang lingkaran. Diameter lingkaran disesuaikan dengan kapasitas pemanas dan jumlah DOC. Umumnya diameter lingkaran berukuran 3,6 m digunakan untuk menampung 750-800 ekor. Pelebaran lingkaran pelindung dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan pertumbuhan DOC. Lingkaran pelindung diperlebar setelah tiga hari pertama untuk menambah ruang
gerak DOC. Pelebaran lingkaran pelindung diulang setiap dua hari sekali sekitar 0,5 m. Pelebaran lingkaran pelindung harus diimbangi dengan penambahan tempat pakan dan minum. b. Sekam Sekam ditaburkan di dalam dan di luar lingkaran pelindung untuk menjaga kandang tetap bersih dari kotoran dan suhu kandang tetap stabil. Sekam berfungsi sebagai penghangat, penyerap kotoran dan pelindung DOC dari kerusakan kaki dan dada DOC. Ketebalan sekam yang ditaburkan adalah sekitar 10 cm. Sekam yang ditaburkan sebelumnya harus difumigasi dengan menggunakan Formalin dan PK (Permanganat Kalium) dengan perbandingan 2:1 (40 ml Formalin : 20 gram PK untuk ruangan seluas 2,8 m3). Sekam yang ditaburkan adalah sekam baru yang terbebas dari kotoran, sampah, dan jamur. c. Pemanas Pemanas dinyalakan satu hari sebelum DOC datang agar suhu di sekitar lingkungan sudah hangat dan merata. Pemanas digunakan selama ayam berumur dua minggu atau selama tiga minggu sesuai dengan lokasi dan kondisi cuaca dan iklim. Temperatur yang diperlukan DOC berbeda-beda disesuaikan dengan umur DOC. Kebutuhan temperatur untuk DOC selama periode pemanasan disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan Temperatur untuk DOC Selama Periode Pemanasan No 1 2 3 4
Umur (Hari) 0–3 4–7 8 – 14 15 – 21
Kebutuhan Temperatur (0C) 32 – 35 29 – 34 27 – 31 25 – 27
Penentuan temperatur bisa diukur dengan menggunakan termometer. Penentuan temperatur juga bisa dilakukan dengan cara memperhatikan tingkah laku DOC. Temperatur yang ideal ditunjukkan dengan DOC yang aktif dan bergerak menyebar secara merata. Temperatur yang terlalu panas ditunjukkan dengan DOC yang menjauhi pemanas. Temperatur yang terlalu dingin ditunjukkan dengan DOC yang mendekati pemanas. d. Air Minum Air minum harus tersedia pada saat DOC masuk kandang. Air minum pertama yang diminum DOC pada saat masuk kandang adalah air gula dengan takaran 50-80 gram gula per liter air untuk 6-8 jam pertama. Pemberian air gula ini dimaksudkan agar DOC memperoleh energi dengan cepat setelah kehilangan energi selama perjalanan dari tempat pembibitan ke kandang. e. Penerangan dan Pencahayaan Kandang Penerangan dan pencahayaan kandang sangat diperlukan untuk membantu ayam melihat pada waktu makan dan minum. Penerangan dan pencahayaan dilakukan selama 24 jam untuk ayam berumur 1-3 hari dengan tujuan agar ayam mengetahui letak tempat pakan, tempat minum, dan pemanas. Jadwal penerangan dan pencahayaan ayam disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Jadwal Penerangan dan Pencahayaan Ayam Broiler No 1 2 3 4 5
Umur (Hari) 1–3 4–7 8 – 12 13 – 15 15 – Panen
Lama Penerangan (Jam) 24 20 16 10 8
Intensitas (Watt/M2) 4 3 2 1 1
2. Pemeliharaan Periode Pemanasan Pemeliharaan periode pemanasan terdiri dari pemberian pakan dan minum, pemberian vaksinasi, pengontrolan berat badan, melakukan seleksi, dan proses sanitasi. Proses pemeliharaan periode pemanasan dijelaskan sebagai berikut : a. Pemberian Pakan dan Minum Pemberian pakan pertama kali dilakukan 3-4 jam setelah seluruh DOC minum. Intensitas pemberian pakan dilakukan sesering mungkin yaitu minimum lima kali sehari. Tahap dalam periode pemanasan diberikan pakan berupa pakan starter. Pakan starter kaya akan protein dengan kandungan protein sebesar 24 persen. Konsumsi protein sangat bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak ayam. Tempat pakan yang digunakan untuk ayam umur 1-7 hari adalah freeder tray, yaitu tempat pakan berupa baki berbentuk bulat yang disimpan di atas sekam. Penggunaan tempat pakan ini agar mudah dijangkau oleh ayam yang ukurannya relatif masih kecil. Tempat pakan yang digunakan untuk ayam umur 814 hari adalah kombinasi freeder tray dan hanging feed. Hanging feed adalah tempat pakan berbentuk bulat tabung yang disimpan secara digantung. Tempat pakan yang digunakan untuk ayam umur 21 hari sampai panen menggunakan hanging feed. Pemberian minum diberikan sesuai dengan perkembangan umur ayam. Anak ayam umur tujuh hari mengkonsumsi sekitar 110 liter per 1.000 ekor per hari. Kebutuhan air terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan ayam. Kebutuhan air akan meningkat dua kali lipat jika suhu di dalam kandang sangat tinggi. Air minum harus tersedia secara terus menerus dalam keadaan bersih. Tempat minum dapat menggunakan tempat minum otomatis
maupun tempat minum manual berupa galon yang bisa memuat air sebanyak lima kilogram. Tempat minum yang digunakan di usaha peternakan X adalah tempat minum manual. Tempat minum harus dalam keadaan bersih dan terbebas dari penyakit. Pembersihan air minum harus dilakukan minimal tiga kali sehari dengan menggunakan air yang dicampur dengan disinfektan. b. Pemberian Vaksinasi Pemberian vaksinasi bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap berbagai penyakit. Pemberian vaksinasi dilakukan melalui tetes mata, tetes hidung, mulut, suntik daging, suntik bawah kulit, tusuk jarum, melalui air minum, pakan, dan penyemprotan. Vaksinasi diberikan pada ayam umur 4, 9-12, dan 18 hari. Vaksin pada ayam umur empat hari adalah Vaksin Tetelo 1 (ND Live) dan diberikan melalui tetes mata. Vaksin pada ayam umur 9-12 hari adalah Vaksin Gumboro (IBD Live) dan diberikan melalui air minum. Sedangkan vaksin pada ayam umur 18 hari adalah Vaksin Tetelo 2 (ND Live) dan diberikan melalui air minum. c. Mengatur Keadaan Sekam Sekam sebagai penghangat dan penyerap kotoran ayam harus selalu dalam keadaan bersih dan kering. Sekam yang basah bisa menjadi tempat berkembang biak berbagai macam penyakit. Sekam yang basah juga bisa menyebabkan bulu ayam kotor. Sekam yang sudah basah bisa diganti dengan menaburkan kembali sekam yang baru dan bersih. Penggunaan sekam sebagai alas ayam dilakukan sampai ayam berumur 21 hari. Sekam bisa dilepas setelah ayam berumur 22 hari ke atas.
d. Pengontrolan Berat Badan Pengontrolan berat badan dilakukan dengan cara menimbang sampel ayam sebanyak lima persen dari populasi ayam dan dilakukan secara acak dari setiap sudut dan bagian kandang. Pengontrolan berat badan bertujuan untuk mengetahui pertambahan berat badan mingguan dan membandingkannya dengan standar berat badan yang telah ditetapkan. e. Melakukan seleksi Penyeleksian dilakukan secara rutin setiap hari sejak minggu pertama. Penyeleksian bertujuan untuk memisahkan anak ayam yang kecil, kaki kering, dan cacat (paruh bengkok, kaki pengkor, dan tubuh lemas) dengan anak ayam yang sehat dan normal. Anak ayam yang telah diseleksi kemudian dimusnahkan agar tidak menyebarkan penyakit kepada ayam yang sehat dan normal. Pemusnahan ayam ini dicatat sebagai angka mortalitas. f. Melakukan Sanitasi Sanitasi sangat penting dilakukan karena untuk mencegah berkembangnya bibit penyakit yang membahayakan. Sanitasi dilakukan setiap saat dengan menjaga kebersihan kandang, peralatan kandang, tempat pakan, dan tempat minum. Sanitasi dilakukan dengan pembersihan dan penyemprotan kandang, peralatan kandang, tempat pakan, dan tempat minum dengan menggunakan disinfektan.
5.2.2.2. Tahap Pertumbuhan Tahap pertumbuhan merupakan kelanjutan dari tahap periode pemanasan. Tahap pertumbuhan dimulai pada saat ayam berumur 22 hari sampai panen. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah : 1. Pemberian Pakan dan Minum Jenis pakan yang diberikan pada tahap pertumbuhan berbeda dengan jenis pakan dalam tahap periode pemanasan. Jenis pakan dalam tahap pertumbuhan adalah pakan grower dan finisher. Pakan grower diberikan pada ayam umur 15-39 hari, sedangkan pakan finisher diberikan pada ayam umur 40 hari sampai panen. Pemberian pakan dalam tahap pertumbuhan harus terus dilakukan untuk meningkatkan berat badan ayam sesuai dengan standar. Teknik pemberian pakan dan tata letak tempat pakan harus tetap terjaga untuk mendapatkan tingkat keseragaman yang baik. Tingkat keseragaman yang tinggi merupakan salah satu hal terpenting dalam masa pemeliharaan tahap pertumbuhan. Pemberian air minum dalam tahap pertumbuhan harus sejalan dengan program pemberian pakan. Pemberian air minum harus terus dilakukan untuk merangsang pertumbuhan ayam dan agar ayam tidak kekurangan cairan tubuh. Air minum yang bisa digunakan untuk minum ayam adalah air yang bersih, tidak berbau, bebas dari bahan kimia yang berbahaya, dan tidak mengandung bakteri berbahaya. Konsumsi air minum ada hubungannya dengan tingkat produksi, jumlah pakan yang dikonsumsi, dan temperatur lingkungan. Semakin tinggi tingkat produksi dan jumlah pakan yang dikonsumsi, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi air minum. Semakin tinggi temperatur lingkungan, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi air minum.
Tempat pakan dan minum harus selalu terjaga kebersihannya. Sebelum pakan dan air minum diberikan, tempat pakan dan minum harus dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan disinfektan. Tempat pakan yang digunakan dalam tahap pertumbuhan adalah hanging feed, sedangkan tempat minum yang digunakan berupa tempat minum manual. Tata letak tempat pakan dan minum harus diperhatikan dengan baik. Penempatan tempat pakan dan minum harus diatur sedemikian rupa sehingga ayam tidak berjalan lebih dari 3-4 meter. 2. Pengobatan Pengobatan dalam tahap pertumbuhan dibagi dalam dua bagian, yaitu pengobatan rutin dan pengobatan tidak rutin. Pengobatan rutin dilakukan melalui pemberian antibiotik dan vitamin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Pengobatan tidak rutin dilakukan jika ada ayam yang telah terdeteksi terkena penyakit. Penyakit yang sering menyerang ayam broiler di usaha peternakan X adalah Coccidiosis (penyakit berak darah), Fowl Typoid, Fowl Cholera (penyakit berak hijau), Nutritional Deficiency (penyakit defisiensi nutrisi), Newcastle Disease (penyakit tetelo), dan Pullorum Disease (penyakit berak putih). Pemberian obat baik untuk pengobatan rutin maupun pengobatan tidak rutin dilakukan melalui air minum, melalui pakan, dan melalui suntikan. 3. Pengontrolan Berat Badan Pengontrolan berat badan sangat penting dilakukan dalam tahap pertumbuhan. Sama halnya dengan pengontrolan berat badan dalam tahap periode pemanasan, pengontrolan berat badan dalam tahap pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui pertambahan berat badan mingguan dan membandingkannya dengan standar berat badan yang telah ditetapkan. Pengontrolan berat badan dalam tahap
pertumbuhan dilakukan dengan cara menimbang sampel ayam. Sampel ayam yang ditimbang sebanyak 5-10 % dari populasi ayam. Pengambilan sampel ayam yang ditimbang dilakukan secara acak dari setiap sudut dan bagian kandang. 4. Melakukan Seleksi dan Grading Penyeleksian dalam tahap pertumbuhan dilakukan secara rutin setiap hari sampai masa panen tiba. Penyeleksian dalam tahap pertumbuhan bertujuan untuk memisahkan ayam yang pertumbuhannya rendah, cacat, dan berat badan yang tidak seragam dengan anak ayam yang sehat dan normal. Ayam yang telah diseleksi karena kelainan tersebut disimpan di tempat yang terpisah dari ayam yang sehat dan normal. Pemisahan tempat ini dilakukan agar ayam yang sakit tidak menyebarkan penyakitnya kepada ayam yang sehat. Grading adalah pengelompokan ayam menjadi beberapa kelompok sesuai dengan standar berat badan ayam. Grading dilakukan untuk mencapai tingkat keseragaman ayam yang tinggi. Ayam yang ukurannya kecil dipisahkan dan diberi perlakuan khusus hingga berat badannya bisa mengejar berat badan anak ayam yang besar. Perlakuan khusus tersebut adalah pemberian vitamin secara terus menerus, pemberian pemanas yang lebih lama, dan sesering mungkin membangunkan anak ayam untuk makan. Grading terhadap ayam dilakukan sejak ayam berumur 17-22 hari. 5. Melakukan Sanitasi Sanitasi dalam tahap pertumbuhan dilakukan setiap saat dengan menjaga kebersihan kandang, peralatan kandang, tempat pakan, dan tempat minum. Sama halnya dengan sanitasi dalam tahap periode pemanasan, sanitasi dalam tahap pertumbuhan bertujuan untuk mencegah berkembangnya bibit penyakit yang
membahayakan. Proses sanitasi dilakukan dengan pembersihan tempat pakan, tempat minum, dan peralatan kandang lainnya dengan menggunakan disinfektan. 6. Mengatur Sirkulasi Udara Kandang Mengatur sirkulasi kandang dalam tahap pertumbuhan dilakukan dengan cara membuka layar atau tirai di semua bagian kandang. Namun pada kondisi cuaca yang dingin, yaitu pada malam hari, pada saat turun hujan, atau ada angin dingin, layar atau tirai bagian bawah tetap ditutup hingga ayam berumur 28 hari atau pertumbuhan bulu sudah sempurna menutupi seluruh bagian tubuh.
5.2.3. Pemanenan Pemanenan pada umumnya dilakukan pada malam hari, sore hari, atau pagi hari dengan tujuan agar ayam terhindar dari stres. Berat badan ayam yang dipanen pada umumnya berkisar antara 1,4-1,8 kg per ekor. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemanenan adalah : 1. Sebelum Pemanenan Persiapan
pertama
yang
dilakukan
sebelum
pemanenan
adalah
mempersiapkan tim panen yang terdiri dari penangkap ayam, penimbang ayam, pencatat hasil timbangan, dan pengangkut ayam. Penangkap dan pengangkut ayam biasanya melibatkan lingkungan masyarakat sekitar dibawah kordinasi Bapak Rahmat selaku peternak. Jumlah penangkap dan pengangkut ayam disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya masing-masing sebanyak empat orang. Penimbang dan pencatat hasil timbangan biasanya dilakukan oleh Bapak Rahmat sendiri selaku peternak dan disaksikan oleh pihak pembeli ayam yaitu tim panen dari perusahaan inti yang biasanya terdiri dari dua orang sebagai pengawas panen.
Persiapan
kedua
adalah
mempersiapkan
peralatan
panen
seperti
timbangan, alat tulis, surat jalan, nota timbang, tali rapia, dan keranjang ayam. Tempat pakan dan minum harus dirapikan dan disimpan dalam satu tempat serta dipisahkan dari kandang ayam. Sebelum proses pemanenan, pemberian pakan untuk ayam yang akan dipanen harus dikurangi agar sisa pakan tidak terlalu banyak. Sebelum dipanen, ayam tidak diberi pakan selama 4-5 jam sebelum ditangkap. Tujuannya adalah untuk menghindari tembolok penuh dengan pakan sehingga berat ayam menjadi fiktif atau tidak nyata. 2. Proses Pemanenan Proses pemanenan dilakukan dengan menangkap ayam secara hati-hati. Penangkapan yang kasar dapat menyebabkan memar, tulang patah di sayap dan kaki, bahkan bisa menyebabkan kematian karena stres. Penangkapan ayam agar lebih mudah dan terfokus bisa dilakukan dengan penyekatan pada kandang secara bertahap. Ayam yang telah ditangkap dan diikat oleh tali rapia kemudian ditimbang dan dicatat hasil timbangannya. Proses penimbangan dan pencatatan hasil timbangan dilakukan dengan hati-hati agar hasil timbangannya akurat dan prosesnya diawasi langsung oleh pihak pembeli. Setelah penimbangan dan pencatatan hasil timbangan, kemudian ayam diangkut ke mobil truk pengangkut untuk dibawa ke Rumah Pemotongan Ayam (RPA) milik perusahaan inti. 3. Kegiatan Pascapanen Kegiatan yang dilakukan pascapanen adalah mengumpulkan semua peralatan kandang dan membersihkannya dengan menggunakan disinfektan. Kemudian menimbang pakan yang tersisa dan mencatatnya untuk melakukan evaluasi perhitungan prestasi produksi ayam. Parameter prestasi produksi yang
digunakan oleh peternak adalah persentase kematian (mortalitas), rata-rata berat ayam yang dijual, dan konversi pakan (FCR).
5.2.4. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran ayam broiler usaha peternakan X melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu perusahaan inti, pedagang pengumpul, Rumah Pemotongan Ayam (RPA), dan pengecer. Saluran pemasaran usaha peternakan X disajikan dalam Gambar 6.
Usaha Peternakan X
Pedagang Pengumpul
Pengecer
Konsumen
Rumah Pemotongan Ayam (RPA)
Pengecer
Konsumen
Perusahaan Inti
Gambar 6. Saluran Pemasaran Usaha Peternakan X
Berdasarkan Gambar 6, saluran pemasaran usaha peternakan X terdiri dari dua saluran pemasaran. Saluran pemasaran pertama adalah dari usaha peternakan X ke perusahaan inti, kemudian ke pedagang pengumpul, kemudian ke pengecer, dan akhirnya ke konsumen. Saluran pemasaran kedua adalah dari usaha peternakan X ke perusahaan inti, kemudian ke Rumah Pemotongan Ayam (RPA), kemudian ke pengecer, dan akhirnya ke konsumen. Usaha peternakan X menjual hasil produksinya melalui saluran pemasaran pertama adalah sebanyak 50 persen dan melalui saluran pemasaran kedua sebanyak 50 persen.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Pengaruh Risiko terhadap Pendapatan Usaha Peternakan X 6.1.1. Pengaruh Risiko terhadap Produksi Usaha Peternakan X Usaha peternakan X dalam menjalankan produksinya menghadapi berbagai macam risiko. Risiko yang dihadapi usaha peternakan X selama periode pengamatan diantaranya adalah risiko harga, risiko produksi (yang disebabkan oleh cuaca dan iklim serta penyakit), dan risiko sosial. Risiko-risiko tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi usaha peternakan X. Risiko-risiko tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X setiap periodenya. Pelaksanaan produksi usahaternak di usaha peternakan X selama periode pengamatan dimulai pada awal tahun 2006. Waktu produksi usahaternak di usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 15.
Tabel 15. Waktu Produksi Usahaternak di Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode Tanggal Budidaya 1 13 Februari-23 Maret 2006 2 12 April-20 Mei 2006 3 18 Juni-27 Juli 2006 4 17 Agustus-25 September 2006 5 16 Oktober-22 November 2006 6 14 Desember 2006-21 Januari 2007 7 11 Februari-20 Maret 2007 8 13 April-18 Mei 2007 9 08 Juni-17 Juli 2007 10 09 Agustus-08 September 2007 11 27 September-26 Oktober 2007 12 16 November-23 Desember 2007 Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Jumlah Hari 39 39 40 40 38 39 38 36 40 31 30 38
Musim Kemarau Kemarau Kemarau Kemarau Hujan Hujan Hujan Kemarau Kemarau Kemarau Hujan Hujan
Berdasarkan Tabel 15, waktu pelaksanaan produksi usahaternak di usaha peternakan X selama periode pengamatan dimulai pada periode ke-1 yaitu pada tanggal 13 Februari 2006, dan berakhir pada periode ke-12 yaitu pada tanggal 23 Desember 2007. Waktu produksi tidak dimulai pada bulan Januari 2006, karena bulan Januari 2006 bertepatan dengan masa istirahat kandang. Jumlah hari dalam proses produksi usahaternak di usaha peternakan X setiap periodenya berkisar antara 30-40 hari. Pelaksanaan budidaya usahaternak pada periode 1-4 dan periode 8-10 bertepatan dengan musim kemarau. Adapun pelaksanaan budidaya usahaternak pada periode 5-7 dan periode 11-12 bertepatan dengan musim hujan. Perbedaan waktu produksi usahaternak yang bertepatan baik dengan musim kemarau maupun musim hujan sangat berpengaruh terhadap tingginya tingkat risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Risiko harga (baik harga input maupun harga output) yang dihadapi oleh usaha peternakan X sangat berpengaruh terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X. Harga input seperti harga pakan, DOC, dan obat-obatan yang melambung tinggi menyebabkan tingginya biaya produksi. Adapun harga jual output (berupa ayam broiler hidup) yang rendah menyebabkan rendahnya jumlah penerimaan yang didapatkan oleh usaha peternakan X. Harga jual yang diterima peternak berdasarkan harga kontrak dengan perusahaan inti, dimana harga kontrak tersebut ditetapkan berdasarkan harga pasar (Lampiran 516). Harga kontrak tersebut setiap periodenya selalu berubah karena mengikuti harga pasar yang selalu berfluktuasi. Fluktuasi harga input dan output usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Gambar 7.
38,000 34,000
Harga (Rupiah)
30,000 26,000 22,000 18,000 14,000 10,000 6,000 2,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Periode Harga Pakan (Rp/Kg)
Harga DOC (Rp/Ekor)
Harga Obat (Rp/Unit)
Harga Jual Ayam Broiler (Rp/Kg)
Gambar 7. Fluktuasi Harga Input dan Output Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Gambar 7, harga obat menunjukkan fluktuasi yang cukup signifikan setiap periodenya, namun harga pakan dan DOC fluktuasinya tidak terlalu signifikan. Harga obat yang harus dibayar usaha peternakan X selama periode pengamatan berkisar antara Rp 24.000-Rp 37.000/unit. Sedangkan harga pakan dan DOC yang harus dibayar usaha peternakan X berkisar masing-masing antara Rp 3.400-3600/kg dan Rp 2.800-Rp 3.800/ekor. Adapun harga jual ayam broiler menunjukkan fluktuasi cukup signifikan. Harga jual ayam broiler usaha peternakan X selama periode pengamatan berkisar antara Rp 9.300-Rp 12.700/kg. Harga jual ayam broiler terendah terjadi pada periode ke-9 dimana pada periode tersebut bertepatan dengan musim ajaran baru anak sekolah. Risiko produksi yang disebabkan oleh cuaca dan iklim yang buruk dapat mengakibatkan
munculnya
berbagai
macam
penyakit,
sehingga
dapat
menyebabkan tingginya tingkat mortalitas di usaha peternakan X. Tingginya tingkat mortalitas sangat berpengaruh terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X. Tingkat mortalitas yang terjadi di usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16. Tingkat Mortalitas Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Jumlah Produksi (Ekor) 1 4.000 2 4.000 3 4.000 4 4.000 5 4.000 6 4.000 7 4.000 8 4.000 9 4.000 10 4.000 11 4.000 12 4.000 Rata-Rata 4.000 Sumber : Usaha Peternakan X, 2008 Periode
Hasil Panen (Ekor) 3.858 3.825 3.786 3.895 3.645 3.015 3.886 3.828 3.716 3.865 3.650 2.010 3.581
Tingkat Mortalitas (%) 3,55 4,38 5,35 2,63 8,88 24,63 2,85 4,30 7,10 3,38 8,75 49,75 10
Berdasarkan Tabel 16, rata-rata tingkat mortalitas di usaha peternakan X selama periode pengamatan adalah sebesar 10 persen. Rata-rata tingkat mortalitas di usaha peternakan X melebihi tingkat mortalitas standar yaitu sebesar 5 persen (Fadilah et al., 2007). Tingkat mortalitas tertinggi usaha peternakan X selama periode pengamatan terjadi pada periode ke-12 dan periode ke-6. Tingkat mortalitas pada dua periode ini masing-masing sebesar 49,75 % dan 24,63 %. Tingkat mortalitas yang tinggi ini disebabkan karena pada periode ke-12 dan periode ke-6 bertepatan dengan akhir tahun dimana kondisi cuaca dan iklim pada saat itu adalah musim hujan. Musim hujan yang terjadi pada dua periode ini
menyebabkan suhu udara di dalam kandang menjadi dingin, udara dalam kandang sangat
lembab,
dan
banyak
terdapat
genangan
air.
Kondisi
tersebut
mengakibatkan ayam sulit beradaptasi sehingga mengakibatkan kematian dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Kondisi cuaca dan iklim yang buruk tersebut juga mengakibatkan mewabahnya penyakit-penyakit yang berbahaya. Penyakitpenyakit yang mewabah pada periode ke-12 dan periode ke-6 ini diantaranya adalah Pullorum Disease (penyakit berak putih), Coccidiosis (penyakit berak darah), Fowl Cholera (penyakit berak hijau), Nutritional Deficiency (penyakit defisiensi nutrisi), dan Newcastle Disease (penyakit tetelo). Risiko produksi yang disebabkan oleh cuaca dan iklim serta penyakit yang dihadapi usaha peternakan X juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan pakan. Efisiensi penggunaan pakan dapat diukur dengan nilai Feed Convertion Ratio (FCR). Feed Convertion Ratio adalah rasio perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot ayam yang dihasilkan. Nilai FCR yang lebih besar dari nilai FCR standar menyebabkan rendahnya hasil panen. Hasil panen yang rendah sangat berpengaruh terhadap keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X. Nilai FCR usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17. Feed Convertion Ratio (FCR) Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode Pakan (Kg) 1 12.050 2 11.550 3 11.200 4 10.100 5 8.050 6 10.350 7 12.250 8 12.100 9 11.050 10 7.900 11 6.600 12 11.100 Rata-Rata 10.358,33 Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berat Badan (Kg) 6.651,68 6.498,25 6.184,58 5.958,54 5.264,27 4.485,25 6.985,63 6.807,24 6.594,82 5.545,60 5.177,12 2.872,87 5.752,15
FCR 1,81 1,78 1,81 1,70 1,53 2,31 1,75 1,78 1,57 1,42 1,27 3,86 1,88
Berdasarkan Tabel 17, nilai FCR yang dihasilkan usaha peternakan X selama periode pengamatan berfluktuasi. Fluktuasi FCR ini disebabkan karena berfluktuasinya penggunaan pakan dan hasil panen untuk setiap periodenya. Penggunaan pakan akan efisien jika nilai FCR yang dihasilkan lebih kecil dari nilai FCR standar. Nilai standar FCR usaha peternakan X adalah sekitar 1,5-1,6. Penggunaan pakan yang efisien selama periode pengamatan terjadi pada periode ke-5, ke-9, ke-10, dan ke-11. Sedangkan pada periode lainnya nilai FCR yang dihasilkan lebih besar dari nilai FCR standar, sehingga penggunaan pakan tidak efisien. Periode ke-6 dan ke-12 adalah periode yang menghasilkan nilai FCR terbesar yaitu masing-masing sebesar 2,31 dan 3,86. Nilai FCR 2,31 dan 3,86 tersebut menunjukkan bahwa untuk mendapatkan ayam dengan bobot hidup sebesar 1 kg diperlukan pakan sejumlah 2,31 dan 3,86 kg. Penggunaan pakan yang tidak efisien ini disebabkan sistem pencernaan ayam tidak bekerja secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan ayam sulit beradaptasi dengan lingkungannya
akibat dari pengaruh cuaca dan iklim yang buruk serta pengaruh dari penyakit Nutritional Deficiency (penyakit defisiensi nutrisi). Risiko sosial adalah salah satu risiko yang dihadapi usaha peternakan X dalam menjalankan usahanya. Risiko sosial tersebut diantaranya adalah adanya kecemburuan sosial di lingkungan masyarakat sekitar dan terbentuknya citra yang buruk dari masyarakat sekitar terhadap usahaternak akibat dari polusi udara dan penyakit yang ditimbulkan. Citra yang buruk dapat mengakibatkan kondisi keamanan, kenyamanan, dan ketenangan dalam menjalankan usahaternak tidak terjamin. Indikator adanya risiko sosial yang dihadapi usaha peternakan X adalah terjadinya pencurian ayam. Jumlah ayam yang hilang karena pencurian dicatat sebagai angka mortalitas. Jumlah ayam yang hilang di usaha peternakan X karena kasus pencurian selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18. Jumlah Ayam Hilang di Usaha Peternakan X karena Kasus Pencurian Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode Jumlah Ayam Hilang karena Kasus Pencurian (Ekor) 1 2 7 3 11 4 5 20 6 6 7 5 8 9 10 8 11 9 12 Rata-Rata 5,5 Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Risiko sosial yang dihadapi usaha peternakan X sangat berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan oleh peternak. Bapak Rahmat sebagai peternak mengeluarkan biaya sosial setiap periodenya sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial (social responsibility) terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan peternak kepada masyarakat sekitar sebagai kompensasi atas efek negatif yang ditimbulkan dari usahaternak. Selain itu biaya sosial yang dikeluarkan setiap periodenya adalah untuk meminimalkan kasus pencurian ayam, sehingga diharapkan untuk setiap periode di masa yang akan datang tidak ada lagi ayam yang hilang karena dicuri. Biaya sosial usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 19.
Tabel 19. Biaya Sosial Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode Biaya Sosial Usaha Peternakan X (Rupiah) 1 250.000 2 250.000 3 250.000 4 250.000 5 250.000 6 250.000 7 300.000 8 300.000 9 300.000 10 300.000 11 300.000 12 300.000 Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Tabel 19, biaya sosial yang dikeluarkan peternak pada periode 1-6 adalah sebesar Rp 250.000. Jumlah tersebut dibagikan kepada 20 kepala keluarga yang ada di sekitar perusahaan, sehingga setiap kepala keluarga
mendapatkan uang kompensasi sebesar Rp 12.500 untuk setiap periodenya. Peternak kemudian menambah jumlah uang kompensasi pada periode 7-12 sebesar Rp 50.000. Uang kompensasi yang didapatkan warga pada periode 7-12 sebesar Rp 300.000, sehingga setiap kepala keluarga mendapatkan uang kompensasi sebesar Rp 15.000 untuk setiap periodenya.
6.1.2. Pendapatan Bersih Usaha Peternakan X Usaha peternakan X memiliki jumlah pendapatan bersih yang berfluktuasi setiap periodenya. Pendapatan bersih yang berfluktuasi disebabkan karena jumlah penerimaan dan jumlah biaya produksi berfluktuasi untuk setiap periodenya. Pendapatan bersih merupakan selisih antara jumlah penerimaan yang dihasilkan dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan.
6.1.2.1. Biaya Produksi Biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh usaha peternakan X terdiri dari biaya pakan; DOC; obat-obatan; upah tenaga kerja, termasuk biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk tenaga kerja borongan dalam proses pemanenan; biaya perlengkapan/biaya lainnya seperti sekam, kayu bakar, minyak tanah dan listrik; serta biaya sosial. Biaya-biaya produksi selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 20.
Tabel 20. Biaya Produksi Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Biaya Produksi (Rp) Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pakan
DOC
Obat
Upah TK
Lainnya
Sosial
40.970.000 39.558.750 38.640.000 34.845.000 27.973.750 36.018.000 42.875.000 42.350.000 38.675.000 28.045.000 24.090.000 39.960.000
12.000.000 13.700.000 13.800.000 14.000.000 13.800.000 13.600.000 14.000.000 14.400.000 13.600.000 15.200.000 11.200.000 14.000.000
1.485.000 1.476.000 1.510.000 1.440.000 1.487.000 1.605.000 1.515.000 1.435.000 1.342.000 1.452.000 1.614.000 1.525.000
1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000
800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000
250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
Total Biaya Produksi (Rp/Periode Produksi) 56.705.000 56.984.750 56.200.000 52.535.000 45.510.750 53.473.000 60.690.000 60.485.000 55.917.000 46.997.000 39.204.000 57.785.000
Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Tabel 20, total biaya produksi terbesar terjadi pada periode ke-7, yaitu sebesar Rp 60.690.000. Penggunaan biaya produksi terbesar pada periode ini adalah biaya pakan yang mencapai Rp 42.875.000 dan biaya DOC yang mencapai Rp 14.000.000. Total biaya produksi terkecil terjadi pada periode ke-11, yaitu sebesar Rp 39.204.000. Biaya pakan dan DOC memberikan kontribusi terbesar terhadap total biaya produksi pada periode ini, yaitu masingmasing sebesar Rp 24.090.000 dan Rp 11.200.000. Total biaya produksi dari periode 1-12 secara umum sangat berfluktuasi, hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan penggunaan pakan, DOC, dan obat-obatan dalam setiap periodenya. Penggunaan biaya pakan merupakan penggunaan biaya produksi terbesar terhadap total biaya produksi dalam setiap periodenya. Besarnya penggunaan biaya pakan berbeda dengan besarnya penggunaan biaya sosial terhadap total produksi dalam setiap periodenya. Penggunaan biaya sosial merupakan penggunaan biaya produksi terkecil terhadap total biaya produksi dalam setiap
periodenya. Kontribusi penggunaan biaya-biaya terhadap total biaya produksi dalam setiap periode pengamatan disajikan dalam Tabel 21.
Tabel 21. Kontribusi Penggunaan Biaya terhadap Total Biaya Produksi dalam Setiap Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rata-Rata
Pakan 72,25 69,42 68,75 66,33 61,47 67,36 70,65 70,02 69,17 59,67 61,45 69,15 67,14
DOC 21,16 24,04 24,56 26,65 30,32 25,43 23,07 23,81 24,32 32,34 28,57 24,23 25,71
Kontribusi Biaya (%) Obat Upah TK Lainnya 2,62 2,12 1,41 2,59 2,11 1,40 2,69 2,14 1,42 2,74 2,28 1,52 3,27 2,64 1,76 3,00 2,24 1,50 2,50 1,98 1,32 2,37 1,98 1,32 2,40 2,15 1,43 3,09 2,55 1,70 4,12 3,06 2,04 2,64 2,08 1,38 2,84 2,28 1,52
Sosial 0,44 0,44 0,44 0,48 0,55 0,47 0,49 0,50 0,54 0,64 0,77 0,52 0,52
Total (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 21, penggunaan biaya pakan memiliki kontribusi paling besar terhadap total biaya produksi dalam setiap periodenya. Rata-rata kontribusi biaya pakan sebesar 67,14 % terhadap total biaya produksi. Penggunaan biaya DOC memiliki rata-rata kontribusi sebesar 25,71 % terhadap total biaya produksi. Sedangkan penggunaan biaya sosial memiliki rata-rata kontribusi paling kecil yaitu sebesar 0,52 % terhadap total biaya produksi. Jumlah upah tenaga kerja yang diberikan perusahaan dalam setiap periodenya adalah sama yaitu sebesar Rp 1.200.000 (Tabel 20) dan memberikan rata-rata kontribusi sebesar 2,28 % terhadap total biaya produksi (Tabel 21). Jumlah upah tersebut diberikan kepada kepala kandang, anak kandang, dan tenaga kerja borongan pada saat pemanenan. Upah untuk seorang kepala kandang adalah
sebesar Rp 650.000 untuk setiap periodenya. Upah anak kandang adalah sebesar Rp 500.000 untuk setiap periodenya. Tenaga kerja borongan yaitu tenaga kerja yang bekerja pada saat pemanenan diberi upah sebesar Rp 50.000. Tenaga kerja borongan ini berjumlah enam orang, sehingga setiap orangnya mendapatkan upah sebesar Rp. 8.000. Jumlah upah tersebut akan bertambah karena setiap kali pemanenan, supir pengangkut ayam selalu memberikan upah khusus sebesar Rp 40.000 kepada tenaga kerja borongan tersebut. Sehingga totalnya tenaga kerja borongan mendapatkan upah sebesar Rp 15.000 per orang.
6.1.2.2. Penerimaan Jumlah penerimaan yang diterima oleh usaha peternakan X untuk setiap periodenya berfluktuasi. Fluktuasi penerimaan tersebut disebabkan karena perolehan hasil panen mengalami fluktuasi setiap periodenya. Harga jual daging yang berfluktuasi setiap periodenya juga salah satu penyebab berfluktuasinya jumlah penerimaan. Penerimaan usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 22.
Tabel 22. Penerimaan Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007)
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hasil Panen Berat Jumlah Badan (Ekor) (Kg) 3.858 6.651,68 3.825 6.498,25 3.786 6.184,58 3.895 5.958,54 3.645 5.264,27 3.015 4.485,25 3.886 6.985,63 3.828 6.807,24 3.716 6.594,82 3.865 5.545,60 3.650 5.177,12 2.010 2.872,87
RataRata (Kg) 1,72 1,70 1,63 1,53 1,44 1,49 1,80 1,78 1,77 1,43 1,42 1,43
Harga Kontrak (Rp/Kg) 9.985,85 9.789,69 9.655,25 10.585,75 10.457,52 11.150,14 10.215,52 9.885,31 9.381,25 10.225,06 11.375,25 12.665,45
Bonus (Rp) FCR
Pasar 0 0 0 0
155.980
0 0 0 99.582 185.445 204.186
0
0 0 0 45.658 0 135.265
0 0 0 0 300.314 185.780
Penerimaan (Rp/ Periode Produksi) 66.422.679 63.615.853 59.713.666 63.121.273 55.207.189 50.146.430 71.361.843 67.291.678 61.967.237 56.889.538 59.395.534 36.571.971
Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Tabel 22, penerimaan didapatkan dari penjumlahan antara hasil panen (yaitu perkalian antara berat badan yang dihasilkan dengan harga kontrak) dengan jumlah bonus FCR dan pasar yang diterima oleh usaha peternakan X. Besaran harga kontrak untuk setiap periodenya berbeda-beda, hal tersebut berdasarkan harga kontrak yang tertulis dalam adendum perjanjian kerjasama antara PT Super Unggas Jaya dengan peternak (Lampiran 5-16). Harga kontrak yang digunakan untuk setiap periodenya adalah berdasarkan rata-rata berat badan ayam yang dihasilkan. Periode ke-1 misalnya, rata-rata berat badan ayam yang dihasilkan sebesar 1,72 kg. Berdasarkan adendum perjanjian kerjasama antara PT Super Unggas Jaya dengan peternak pada periode ke-1, maka harga kontrak yang berlaku untuk rata-rata berat badan ayam sebesar 1,72 kg adalah sebesar Rp 9.985,85 (Lampiran 5).
Usaha peternakan X menerima bonus FCR dan pasar masing-masing sebanyak empat kali. Usaha peternakan X mendapatkan bonus FCR pada periode ke-5, ke-9, ke-10, dan ke-11, dimana nilai FCR pada periode-periode tersebut nilainya lebih kecil dari nilai FCR standar yaitu 1,60. Setiap selisih nilai FCR standar dengan nilai FCR yang dihasilkan setiap periodenya akan mendapatkan insentif dengan besaran yang berbeda disesuaikan dengan nilai selisih FCR-nya (Lampiran 5-16). Periode ke-5 misalnya, nilai FCR-nya adalah 1,53 (Tabel 17) sehingga selisih dengan FCR standar adalah 0,07 dimana insentif yang diterima adalah Rp 29,63/kg (Lampiran 9), maka bonus FCR yang didapatkan adalah sebesar Rp 155.980. Nilai bonus FCR ini merupakan hasil perkalian antara jumlah hasil panen periode ke-5 (5.264,27 kg) dengan insentif FCR sebesar Rp 29,63/kg. Selain bonus FCR, perusahaan juga mendapatkan bonus pasar. Usaha peternakan X mendapatkan bonus pasar pada periode ke-4, ke-6, ke-11, dan ke-12, dimana pada periode-periode tersebut harga riil di pasar lebih besar dari harga kontrak sehingga ada selisih harga antara harga pasar dengan harga kontrak. Besarnya bonus pasar adalah 20 persen dari nilai selisih harga pasar dan harga kontrak per kilogram daging panen (Lampiran 5-16). Berdasarkan Tabel 22, penerimaan yang diterima oleh usaha peternakan X sangat berfluktuasi setiap periodenya. Fluktuasi penerimaan ini disebabkan karena tingkat mortalitas dan hasil panen yang didapatkan sangat berfluktuasi setiap periodenya sebagai akibat dari tingginya risiko cuaca dan iklim serta tingginya risiko penyakit. Penerimaan terbesar yang diterima oleh usaha peternakan X terjadi pada periode ke-7, yaitu sebesar Rp 71.361.843. Besarnya penerimaan ini dikarenakan pada periode ke-7 hasil panen yang didapatkan sangat tinggi yaitu
sebesar 6.985,63 kg. Tingkat mortalitas pada periode ke-7 juga sangat rendah yaitu sebesar 2,85 % (Tabel 16). Selain itu, harga kontrak pada periode ke-7 nilainya cukup tinggi yaitu sebesar Rp 10.215,52 (Lampiran 11). Penerimaan terkecil yang diterima oleh usaha peternakan X terjadi pada periode ke-12, yaitu sebesar Rp 36.571.971. Walaupun harga kontrak pada periode ke-12 cukup tinggi yaitu sebesar Rp 12.665,45 (Lampiran 16), namun tingkat mortalitas pada periode ini sangat tinggi yaitu sebesar 49,75 % (Tabel 16). Tingginya tingkat mortalitas ini menyebabkan minimnya hasil panen yaitu hanya sebesar 2.872,87 kg.
6.1.2.3. Pendapatan Bersih Jumlah pendapatan bersih usaha peternakan X sangat berfluktuasi setiap periodenya. Pendapatan bersih usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 23.
Tabel 23. Pendapatan Bersih Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Penerimaan (Rp/Periode Produksi) 66.422.679 63.615.853 59.713.666 63.121.273 55.207.189 50.146.430 71.361.843 67.291.678 61.967.237 56.889.538 59.395.534 36.571.971
Biaya Produksi (Rp/Periode Produksi) 56.705.000 56.984.750 56.200.000 52.535.000 45.510.750 53.473.000 60.690.000 60.485.000 55.917.000 46.997.000 39.204.000 57.785.000
Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Pendapatan Bersih (Rp/Periode Produksi) 9.717.679 6.631.103 3.513.666 10.586.273 9.696.439 -3.326.570 10.671.843 6.806.678 6.050.237 9.892.538 20.191.534 -21.213.029
Berdasarkan Tabel 23, usaha peternakan X mendapatkan pendapatan bersih yang berfluktuasi. Pendapatan bersih terbesar yang diterima usaha peternakan X terjadi pada periode ke-11 yaitu sebesar Rp 20.191.534. Tingginya pendapatan bersih ini disebabkan karena pada periode ke-11 hasil panen yang didapatkan sangat tinggi yaitu sebesar 5.177,12 kg dengan harga jual sebesar Rp 11.375,25/kg (Tabel 22). Usaha peternakan X juga mendapatkan bonus FCR dan bonus pasar pada periode ini, karena FCR yang dihasilkan pada periode ini lebih kecil dari nilai FCR standar dan terdapat selisih harga antara harga riil di pasar dengan harga kontrak. Usaha peternakan X selain mendapatkan keuntungan, juga mengalami kerugian pada periode ke-6 dan periode ke-12 masing-masing sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029. Penyebab utama terjadinya kerugian ini adalah tingginya tingkat mortalitas yang terjadi. Fluktuasi pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X sangat tajam. Fluktuasi ini disebabkan karena tingginya tingkat risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Fluktuasi pendapatan bersih usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Gambar 8.
22,000
Pendapatan Bersih (Rp 000)
18,000 14,000 10,000 6,000 2,000 -2,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-6,000 -10,000 -14,000 -18,000 -22,000 Periode
Gambar 8. Fluktuasi Pendapatan Bersih Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
Berdasarkan Gambar 8, selain mendapatkan keuntungan pada periode 1-5 dan periode 7-11, usaha peternakan X juga mengalami kerugian yaitu sebanyak dua kali pada periode ke-6 dan periode ke-12. Kerugian terbesar yang dialami usaha peternakan X terjadi pada periode ke-12 dengan jumlah kerugian sebesar Rp 21.213.029, sedangkan jumlah kerugian pada periode ke-6 adalah sebesar Rp 3.326.570. Kerugian ini terjadi karena pada periode ke-6 dan periode ke-12 tingkat mortalitasnya sangat tinggi yaitu masing-masing sebesar 24,63 % dan 49,75 % (Tabel 16).
6.1.3. Hasil yang Diharapkan (Expected Return) Hasil yang diharapkan atau expected return dihitung dari rata-rata pendapatan bersih dari seluruh periode pengamatan. Nilai ini menggambarkan pendapatan bersih yang diharapkan akan diperoleh oleh usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang. Rata-rata pendapatan bersih usaha peternakan X selama periode pengamatan disajikan dalam Tabel 24.
Tabel 24. Expected Return Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Expected Return (Ri)
Return (Rp/Periode Produksi) 9.717.679 6.631.103 3.513.666 10.586.273 9.696.439 -3.326.570 10.671.843 6.806.678 6.050.237 9.892.538 20.191.534 -21.213.029 5.768.199
Berdasarkan Tabel 24, nilai rata-rata pendapatan bersih yang diterima oleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 5.768.199. Nilai ini merupakan nilai expected return yang diperoleh usaha peternakan X. Nilai ini menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh oleh usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 5.768.199 (dengan asumsi cateris paribus).
6.1.4. Ragam (Variance) Nilai ragam (variance) yang diperoleh usaha peternakan X disajikan dalam Tabel 25. Nilai variance menunjukkan bahwa semakin besar nilai variance, maka semakin besar penyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil nilai variance, maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha.
Tabel 25. Nilai Ragam (Variance) Usaha Peternakan X (Rupiah) Periode
Return (Rij)
1 9.717.679 2 6.631.103 3 3.513.666 4 10.586.273 5 9.696.439 6 -3.326.570 7 10.671.843 8 6.806.678 9 6.050.237 10 9.892.538 11 20.191.534 12 -21.213.029 Jumlah ( ∑ )
Expected Return (Ri) 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199 5.768.199
(Rij-Ri) 3.949.479 862.904 -2.254.533 4.818.074 3.928.240 -9.094.769 4.903.644 1.038.478 282.038 4.124.338 14.423.335 -26.981.228
Variance (σ2) : ( ∑ / (12-1))
(Rij-Ri)2 15.598.388.166.627 744.602.959.368 5.082.919.961.325 23.213.832.805.160 15.431.066.063.271 82.714.819.753.429 24.045.721.831.422 1.078.437.380.759 79.545.364.326 17.010.167.967.448 208.032.593.458.780 727.986.659.317.312 1.121.018.755.029.230 101.910.795.911.748
Berdasarkan Tabel 25, nilai variance yang diperoleh oleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 101.910.795.911.748. Nilai variance yang diperoleh usaha peternakan X sangat besar, sehingga penyimpangannya semakin besar. Penyimpangan yang besar ini menunjukkan bahwa tingkat risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X sangat besar.
6.1.5. Simpangan Baku (Standard Deviation) Simpangan baku (standard deviation) merupakan akar dari ragam (variance). Makna dari ukuran standard deviation adalah semakin kecil nilai standard deviation, maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Begitu juga sebaliknya, semakin besar nilai standard deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Standard deviation menunjukkan ukuran risiko. Risiko terjadi karena adanya kesenjangan dari kondisi awal dengan hasil aktual yang didapatkan. Nilai standard deviation usaha peternakan X adalah sebagai berikut :
Standard Deviation (σ) = √ Variance (σ2) = √ Rp 101.910.795.911.748 = Rp 10.095.088
Berdasarkan perhitungan matematis di atas, nilai standard deviation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 10.095.088. Nilai standard deviation menunjukkan nilai risiko yang harus dihadapi oleh usaha peternakan X dalam menjalankan usahanya. Nilai tersebut menunjukkan bahwa risiko yang harus dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 10.095.088 (dengan asumsi cateris paribus). Nilai standard deviation sebesar Rp 10.095.088 menunjukkan bahwa usaha peternakan X memiliki risiko yang sangat tinggi. Tingginya risiko tersebut disebabkan oleh tingginya tingkat mortalitas yang mencapai rata-rata sebesar 10 persen setiap periodenya (Tabel 16). Tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada periode ke-12 yaitu sebesar 49,75 persen. Tingginya tingkat mortalitas ini
menyebabkan rendahnya hasil panen yang didapatkan. Rendahnya hasil panen ini menyebabkan kerugian pada periode ke-12 yang mencapai Rp -21.213.029. Besarnya kerugian ini menyebabkan nilai variance usaha peternakan X besar sehingga nilai standard deviation usaha peternakan X sangat besar, yaitu sebesar Rp 10.095.088.
6.1.6. Koefisien Variasi (Coefficient Variation) Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan expected return yang dihasilkan. Semakin kecil nilai coefficient variation maka semakin kecil risiko yang dihadapi, dan semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi. Coefficient variation digunakan untuk mengambil keputusan dari beberapa alternatif kegiatan bisnis berdasarkan risiko yang dihadapinya. Nilai coefficient variation usaha peternakan X adalah sebagai berikut : Coefficient Variation (CV) = Standard Deviation (σ) Expected Return (Ri) = Rp 10.095.088 Rp 5.768.199 = 1,75
Berdasarkan perhitungan matematis di atas, nilai coefficient variation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar 1,75. Nilai coefficient variation sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 175 persen dari nilai return yang diperoleh peternak. Artinya adalah setiap Rp 1 return yang diterima peternak akan menghasilkan risiko sebesar Rp 1,75. Nilai coefficient variation yang lebih besar dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha
peternakan X akan menghadapi peluang merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (dengan asumsi cateris paribus). Nilai coefficient variation sebesar 1,75 menunjukkan bahwa usaha peternakan X memiliki risiko yang sangat tinggi. Tingginya risiko ini disebabkan oleh risiko penyakit dan risiko cuaca dan iklim yang menyebabkan tingginya tingkat mortalitas yang mencapai rata-rata sebesar 10 persen (Tabel 16). Selain risiko penyakit dan risiko cuaca dan iklim, risiko fluktuasi harga merupakan salah satu penyebab tingginya risiko yang dihadapi peternak. Harga input yang tinggi dengan rata-rata harga pakan sebesar Rp 3.498,33/kg, harga DOC sebesar Rp 3.402,08/ekor, dan harga obat-obatan sebesar Rp 28.169,67/unit (Lampiran 4) serta harga jual kontrak yang berfluktuasi setiap periodenya yaitu dengan kisaran antara Rp 9.381,25-Rp 12.665,45/kg (Tabel 22) merupakan salah satu penyebab tingginya risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Tingginya risiko yang dihadapi usaha peternakan X ini menyebabkan rendahnya hasil panen yang didapatkan sehingga mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Kerugian terbesar terjadi pada periode ke-12, yaitu sebesar Rp -21.213.029. Besarnya kerugian ini menyebabkan tingginya nilai standard deviation sehingga nilai coefficient variation usaha peternakan X sangat besar, yaitu sebesar 1,75.
6.1.7. Batas Bawah Pendapatan (L) Nilai batas bawah pendapatan (L) menunjukkan nilai nominal pendapatan bersih terendah yang mungkin diterima oleh peternak. Apabila nilai L sama dengan atau lebih dari nol, maka peternak tidak akan mengalami kerugian. Begitu juga sebaliknya, apabila nilai L lebih rendah dari nol maka peternak akan
mengalami kerugian. Nilai batas bawah pendapatan (L) usaha peternakan X adalah sebagai berikut :
Batas Bawah Pendapatan (L) = Expected Return (Ri) – (2 X Standard Deviation) = Rp 5.768.199 – (2 X (Rp 10.095.088)) = Rp 5.768.199 – (Rp 20.190.176) = Rp –14.421.977
Berdasarkan perhitungan matematis di atas, nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp –14.421.977. Nilai ini menunjukkan bahwa kemungkinan risiko paling rendah atau kerugian terendah yang akan dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp –14.421.977 (dengan asumsi cateris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X sangat besar, yaitu sebesar Rp –14.421.977. Besarnya nilai ini disebabkan karena besarnya nilai standard deviation yang diperoleh. Besarnya nilai standard deviation disebabkan karena adanya kerugian sebesar Rp -21.213.029 pada periode ke-12. Tingginya kerugian ini disebabkan karena rendahnya hasil panen akibat dari mewabahnya penyakit, sehingga tingkat mortalitas yang terjadi pada periode ke-12 sangat tinggi yaitu mencapai 49,75 persen (Tabel 16).
6.2. Analisis Manajemen Risiko yang Telah Diterapkan Usaha Peternakan X Manajemen risiko yang diterapkan di usaha peternakan X dapat dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Alat bantu yang digunakan untuk menganalisis manajemen risiko salah satunya adalah kuesioner tentang risiko dan manajemen risiko (Lampiran 17). Responden yang terlibat dalam pengisian
kuesioner ini adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses produksi ayam broiler di usaha peternakan X. Jumlah responden yang dipilih terkait dengan pengisian kuesioner adalah sebanyak empat orang. Responden yang dimaksud adalah pemilik peternakan/peternak, kepala kandang, anak kandang, dan field controller dari perusahaan inti. Usaha peternakan X mempunyai tingkat risiko yang sangat tinggi. Pemilik peternakan, kepala kandang, anak kandang dan field controller menyatakan bahwa risiko yang paling berpengaruh terhadap usaha peternakan X adalah risiko produksi yang disebabkan oleh gangguan penyakit. Tingginya risiko ini menyebabkan tingginya tingkat mortalitas dan tingginya nilai FCR yang dihasilkan. Secara tidak langsung, risiko-risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh setiap periodenya. Pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X setiap periodenya sangat berfluktuasi. Tingginya risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X memunculkan sikap manajemen yang berbeda-beda dalam menghadapi risiko. Pemilik peternakan cenderung bersikap risk taker atau sangat menyukai risiko. Pemilik peternakan beralasan bahwa semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi, maka semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan pengembalian yang maksimal. Namun kepala kandang dan anak kandang bersikap risk neutral atau bersikap netral terhadap risiko. Kepala kandang dan anak kandang bersikap acuh tak acuh terhadap risiko yang dihadapinya. Berbeda halnya dengan field controller yang bersikap risk averter. Field controller bersikap cenderung menghindari risiko.
Manajemen risiko sangat penting untuk diterapkan di usaha peternakan X. Penerapan manajemen risiko dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses produksi ayam broiler di usaha peternakan X. Pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pemilik peternakan, kepala kandang, anak kandang, dan field controller. Manajemen risiko yang telah diterapkan di usaha peternakan X adalah manajemen risiko harga, manajemen risiko produksi (proses persiapan kandang, proses budidaya tahap periode pemanasan dan pertumbuhan, serta proses pemanenan), dan manajemen risiko sosial.
6.2.1. Manajemen Risiko Harga Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X untuk mengatasi risiko harga diantaranya adalah dengan melakukan pemanenan pada saat yang tepat. Pemanenan di waktu yang tepat adalah pemanenan yang dilakukan setelah menghitung dengan cermat berapa jumlah pakan yang telah digunakan, berapa berat badan rata-rata ayam, berapa nilai FCR yang dihasilkan, dan berapa kisaran harga jual pasar yang berlaku pada saat pemanenan dilaksanakan. Risiko harga juga dapat diatasi dengan melakukan efisiensi penggunaan pakan. Penggunaan pakan yang efisien dapat menghasilkan berat badan ayam yang tinggi dan akan meningkatkan jumlah hasil panen. Jumlah hasil panen yang tinggi akan meningkatkan jumlah keuntungan atau pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X, walaupun pada saat itu harga input naik dan harga jual ayam turun.
6.2.2 Manajemen Risiko Produksi Berdasarkan hasil kuesioner, maka manajemen risiko produksi yang telah diterapkan di usaha peternakan X adalah dalam proses persiapan kandang, proses budidaya usahaternak (tahap periode pemanasan dan pertumbuhan), dan proses pemanenan. Manajemen risiko produksi yang diterapkan oleh usaha peternakan X bertujuan untuk mengatasi dan meminimalkan tingkat mortalitas akibat perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu dan akibat adanya penyakit.
6.2.2.1. Manajemen Risiko Persiapan Kandang Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X dalam proses persiapan kandang bertujuan untuk mengurangi tingkat mortalitas pada ayam akibat bibit penyakit. Upaya untuk mengurangi tingkat mortalitas dalam proses persiapan kandang adalah dengan menjaga kebersihan kandang. Kebersihan kandang merupakan faktor penting dalam proses budidaya usahaternak ayam broiler di usaha peternakan X. Proses pembersihan kandang dimulai dari pembersihan dan sterilisasi kandang, pembersihan dan sterilisasi peralatan kandang, dan pembersihan lingkungan kandang. Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X dalam proses pembersihan
kandang
adalah
dengan
melakukan
pencucian
kandang
menggunakan deterjen yang dicampur dengan air, dengan perbandingan 1 : 1000 (1 kg deterjen untuk 1000 liter air). Adapun proses sterilisasi kandang dilakukan dengan menggunakan disinfektan. Penyemprotan disinfektan dicampur dengan insektisida, terutama jika ditemukan banyak kutu dan serangga. Kandang yang
telah dibersihkan dan disterilkan, kemudian dilakukan pengapuran. Pengapuran berfungsi sebagai antiseptic dan pembunuh serangga. Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X dalam proses pembersihan dan sterilisasi peralatan kandang adalah dengan melakukan pencucian peralatan kandang menggunakan disinfektan. Pencucian dengan menggunakan disinfektan bertujuan untuk mencegah bibit penyakit bersarang di dalam peralatan kandang seperti di tempat pakan dan tempat minum ayam broiler. Manajemen risiko yang diterapkan usaha peternakan X dalam proses pembersihan lingkungan kandang adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang. Pembersihan lingkungan kandang dilakukan dengan menggunakan herbisida. Tujuannya adalah untuk membersihkan rumput, gulma dan tumbuhan liar lainnya yang tumbuh di lingkungan kandang yang berpotensi menyebarkan bibit penyakit pada ayam.
6.2.2.2. Manajemen Risiko Budidaya Usahaternak Manajemen risiko yang diterapkan dalam proses budidaya usahaternak bertujuan untuk menekan tingkat mortalitas pada ayam akibat risiko penyakit serta risiko cuaca dan iklim. Manajemen risiko dalam budidaya usahaternak di usaha peternakan X terbagi dalam dua tahap. Tahap yang dimaksud adalah tahap periode pemanasan dan tahap pertumbuhan. 1. Manajemen Risiko Tahap Periode Pemanasan Manajemen risiko yang diterapkan dalam tahap periode pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan DOC. Manajemen risiko dalam tahap periode pemanasan diantaranya adalah :
a. Menggunakan lingkaran pelindung. Lingkaran pelindung digunakan sebagai pembatas kandang agar tersedia ruang yang cukup bagi DOC dan distribusi makan dan minum efisien. Lingkaran pelindung yang digunakan adalah terbuat dari seng karena bisa memantulkan panas ke seluruh ruang lingkaran. b. Menaburkan sekam yang telah difumigasi. Sekam yang ditaburkan difumigasi terlebih dahulu menggunakan Formalin dan PK (Permanganat Kalium) dengan perbandingan 2:1 (40 ml Formalin : 20 gram PK untuk ruangan seluas 2,8 m3). Sekam berfungsi sebagai penghangat, penyerap kotoran dan pelindung DOC dari kerusakan kaki dan dada DOC. c. Menggunakan pemanas untuk kebutuhan temperatur ayam dalam kandang. Penggunaan pemanas dapat mencegah mortalitas pada ayam akibat risiko cuaca dan iklim. Saat cuaca dan iklim buruk misalnya pada musim hujan, ayam akan kedinginan sehingga kebutuhan suhu tubuh yang hangat sangat tinggi. Penggunaan pemanas dapat memenuhi kebutuhan suhu kandang yang hangat sesuai dengan kebutuhan ayam, sehingga tingkat mortalitas pada ayam dapat diminimalkan. d. Menggunakan termometer dalam menentukan temperatur kandang. Penggunaan termometer lebih akurat dalam menentukan temperatur kandang sesuai dengan kebutuhan ayam. Penggunaan termometer juga dapat mempermudah peternak dalam menentukan temperatur kandang sesuai dengan kebutuhan ayam.
e. Memberikan air gula saat DOC masuk kandang. Takaran air gula yang diberikan pada saat DOC masuk kandang adalah 5080 gram gula per liter air. Pemberian air gula bertujuan agar DOC memperoleh energi dengan cepat setelah kehilangan energi selama perjalanan dari tempat pembibitan ke kandang. f. Melakukan program vaksinasi pada ayam. Vaksinasi pada ayam bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap berbagai penyakit. Pemberian vaksinasi dapat mencegah mortalitas pada ayam akibat risiko penyakit. Vaksin yang diberikan adalah Vaksin Tetelo 1 (ND Live) untuk ayam umur empat hari, Vaksin Gumboro (IBD Live) untuk ayam umur 9-12 hari, dan Vaksin Tetelo 2 (ND Live) untuk ayam umur 18 hari. 2. Manajemen Risiko Tahap Pertumbuhan Manajemen risiko dalam tahap periode pertumbuhan bertujuan untuk mencapai tingkat keseragaman ayam yang tinggi. Manajemen risiko yang diterapkan dalam tahap pertumbuhan adalah : a. Melakukan program pengobatan secara intensif pada ayam. Program pengobatan bertujuan untuk mencegah dan mengobati ayam yang terkena penyakit. Pengobatan yang dilakukan terdiri dari pengobatan rutin dan pengobatan tidak rutin. Pengobatan rutin dilakukan melalui pemberian antibiotik dan vitamin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Pengobatan tidak rutin dilakukan jika ada ayam yang telah terdeteksi terkena penyakit. Program pengobatan yang dilakukan secara intensif dapat mencegah mortalitas ayam akibat risiko penyakit.
b. Melakukan seleksi dan grading secara intensif. Seleksi
pada
ayam
bertujuan
untuk
memisahkan
ayam
yang
pertumbuhannya rendah, cacat, dan berat badan yang tidak seragam dengan anak ayam yang sehat dan normal. Ayam yang telah diseleksi karena kelainan tersebut disimpan di tempat yang terpisah dari ayam yang sehat dan normal. Pemisahan tempat ini dilakukan agar ayam yang sakit tidak menyebarkan penyakitnya kepada ayam yang sehat. Grading dilakukan dengan cara mengelompokkan ayam menjadi beberapa kelompok sesuai dengan standar berat badan ayam. Ayam yang ukurannya kecil dipisahkan dan diberi perlakuan khusus hingga berat badannya bisa mengejar berat badan ayam yang besar. Perlakuan khusus tersebut dilakukan dengan cara memberi vitamin secara terus menerus dan pemberian pemanas yang lebih lama. Grading yang dilakukan di usaha peternakan X juga dilakukan untuk memisahkan ayam jantan dan ayam betina. Ayam betina dipisahkan dari ayam jantan dan diletakkan di bagian dalam kandang. Adapun ayam jantan yang telah dipisahkan dari ayam betina diletakkan di bagian depan kandang dekat dengan pintu masuk kandang. Tujuan grading seperti ini adalah agar dalam proses pemanenan yang terlebih dahulu ditangkap dan ditimbang adalah ayam jantan. Ayam jantan menjadi prioritas utama karena biasanya berat badan ayam jantan lebih tinggi dibandingkan ayam betina, sehingga harapannya hasil panen yang didapatkan akan maksimal karena mortalitas pada ayam jantan akibat stress dapat diminimalkan.
c. Melakukan sanitasi peralatan kandang dan mengatur sirkulasi kandang. Sanitasi peralatan kandang dan pengaturan sirkulasi kandang dilakukan secara intensif. Sanitasi peralatan kandang dilakukan dengan cara membersihkan tempat pakan, tempat minum, dan peralatan kandang lainnya menggunakan disinfektan. Mengatur sirkulasi kandang dilakukan dengan cara membuka layar atau tirai di semua bagian kandang. Kondisi cuaca yang dingin yaitu pada malam hari, pada saat turun hujan, atau ada angin dingin, layar atau tirai bagian bawah tetap ditutup hingga ayam berumur 28 hari atau pertumbuhan bulu sudah sempurna menutupi seluruh bagian tubuh.
6.2.2.3. Manajemen Risiko Pemanenan Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X dalam proses pemanenan terdiri dari tahap persiapan pemanenan dan tahap pelaksanaan pemanenan. Tahap persiapan pemanenan adalah tahap dimana usaha peternakan X membuat pengajuan diterbitkannya surat delivery order (DO) kepada perusahaan inti. Surat DO bisa diterbitkan setelah usaha peternakan X menyatakan bahwa ayam broiler yang dipelihara siap untuk dijual. Surat DO yang telah diterbitkan oleh perusahaan inti kemudian diberikan kepada calon konsumen untuk membeli ayam dari usaha peternakan X. Tahap pelaksanaan pemanenan adalah tahap dimana proses pemanenan dilakukan dengan melibatkan tenaga kerja dalam menangkap, menimbang, mencatat, dan mengangkut ayam broiler. Manajemen risiko yang diterapkan usaha peternakan X pada tahap persiapan pemanenan adalah usaha peternakan X memperhitungkan dengan cermat kapan sebaiknya ayam dijual. Usaha peternakan X mempertimbangkan
berapa jumlah pakan yang telah digunakan, berapa rata-rata berat badan ayam yang dihasilkan, dan berapa kisaran harga jual yang berlaku pada saat pemanenan dilaksanakan. Usaha peternakan X juga memperhitungkan berapa nilai FCR yang dihasilkan. Setiap nilai FCR yang dihasilkan lebih kecil dari nilai FCR standar, maka penggunaan pakan efisien sehingga berat badan ayam yang dihasilkan tinggi. Usaha peternakan X juga melakukan perhitungan terhadap kisaran harga jual yang berlaku. Apabila harga jual yang berlaku pada saat itu tinggi, maka usaha peternakan X membuat pengajuan diterbitkannya surat DO dan melakukan pemanenan pada saat harga ayam tinggi. Manajemen risiko yang diterapkan usaha peternakan X pada tahap pelaksanaan pemanenan adalah melakukan pengawasan dan pengontrolan yang ketat pada saat penimbangan ayam. Kegiatan inti dari tahap pemanenan adalah proses penimbangan ayam. Sebelum penimbangan dilakukan, usaha peternakan X selalu memastikan bahwa timbangan yang dipakai berada dalam keadaan baik. Proses penimbangan yang dilakukan pada saat pemanenan ayam diawasi dengan ketat oleh pihak peternak, pihak perusahaan inti, dan pihak konsumen. Pengawasan ini dapat memperkecil peluang terjadinya kecurangan dalam penimbangan berat badan ayam yang dijual.
6.2.3. Manajemen Risiko Sosial Risiko sosial adalah salah satu risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Risiko sosial yang dihadapi usaha peternakan X diantaranya adalah adanya kecemburuan sosial di lingkungan masyarakat sekitar dan terbentuknya citra yang buruk dari masyarakat sekitar terhadap usahaternak akibat dari polusi udara dan
penyakit yang ditimbulkan. Risiko sosial yang dihadapi usaha peternakan X sangat berpengaruh terhadap usaha yang dijalankan. Risiko sosial dapat mengakibatkan kondisi
keamanan, kenyamanan, dan ketenangan
dalam
menjalankan usahaternak tidak terjamin. Risiko sosial juga sangat berpengaruh terhadap biaya sosial yang dikeluarkan peternak. Usaha peternakan X telah menerapkan manajemen risiko untuk mengatasi risiko sosial yang dihadapinya. Manajemen risiko sosial yang diterapkan usaha peternakan X merupakan implementasi dari tanggung jawab sosial (social responsibility) yang dimiliki oleh usaha peternakan X. Konsep tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diterapkan Bapak Rahmat selaku pemilik usaha peternakan X adalah dengan melibatkan potensi masyarakat sekitar dalam proses produksi usaha peternakan X. Manajemen risiko sosial sebagai implementasi dari tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diterapkan usaha peternakan X diantaranya adalah : 1. Merekrut pekerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Bapak Rahmat melakukan perekrutan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Tujuan perekrutan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar adalah untuk membantu masyarakat sekitar dalam mencari mata pencaharian. Tujuan lainnya adalah untuk mengurangi tingkat pengangguran di lingkungan masyarakat sekitar kandang. Merekrut tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar diharapkan dapat menekan efek yang ditimbulkan dari risiko sosial. Masyarakat sekitar akan mempunyai rasa saling memiliki terhadap usaha peternakan X, karena masyarakat
sekitar merasa dihargai atas keberadaan mereka dalam lingkungan bisnis usahaternak yang dijalankan oleh usaha peternakan X. 2. Mengeluarkan biaya sosial setiap periodenya kepada masyarakat sekitar. Bapak Rahmat sebagai peternak mengeluarkan biaya sosial setiap periodenya kepada masyarakat sekitar. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan peternak kepada masyarakat sekitar sebagai kompensasi atas efek negatif yang ditimbulkan dari usahaternak. Biaya sosial yang dikeluarkan peternak adalah sebesar Rp 250.000-300.000 setiap periodenya (Tabel 19). Jumlah tersebut dibagikan kepada 20 kepala keluarga yang ada di sekitar perusahaan, sehingga setiap kepala keluarga mendapatkan uang kompensasi sebesar Rp 12.500-15.000 untuk setiap periodenya. Masyarakat sekitar menyambut baik atas biaya sosial yang dikeluarkan usaha peternakan X. Masyarakat sekitar merasa terbantu dalam peningkatan perekonomian mereka karena adanya jaminan uang sosial yang dikeluarkan usaha peternakan X setiap periodenya. Kondisi tersebut dapat membentuk citra yang baik oleh masyarakat sekitar terhadap usaha peternakan X. Citra yang baik sangat membantu usaha peternakan X dalam kelancaran proses produksinya. 3. Berkontribusi dalam kegiatan sosial. Kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat sekitar diantaranya adalah kerja bakti membersihkan lingkungan; membangun fasilitas umum seperti tempat ibadah, jalan, dan kamar mandi umum; dan kerja bakti untuk memperingati harihari besar keagamaan dan nasional seperti pengajian dalam acara Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan peringatan hari kemerdekaan nasional. Kontribusi usaha peternakan X dalam kegiatan sosial tersebut diantaranya adalah kontribusi yang
bersifat teknis berupa bantuan tenaga, materi dan makanan, serta kontribusi yang bersifat non teknis yaitu sumbangan pikiran berupa gagasan, ide dan saran.
6.3. Penerapan Manajemen Risiko Usaha Peternakan X Berdasarkan hasil analisis, manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X yaitu manajemen risiko persiapan kandang dan manajemen risiko budidaya usahaternak masih belum efektif. Hal ini diindikasikan karena masih tingginya tingkat mortalitas yang mencapai rata-rata sebesar 10 persen setiap periodenya (Tabel 16). Rata-rata tingkat mortalitas di usaha peternakan X masih melebihi tingkat mortalitas standar yaitu sebesar 5 persen (Fadilah et al., 2007). Tingkat penggunaan pakan yang belum efisien merupakan salah satu indikasi belum efektifnya manajemen risiko persiapan kandang dan manajemen risiko budidaya usahaternak. Efisiensi tingkat penggunaan pakan dapat dilihat dari nilai FCR. Rata-rata nilai FCR usaha peternakan X adalah sebesar 1,88 (Tabel 17). Nilai FCR sebesar 1,88 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan berat badan ayam sebesar 1 kg, dibutuhkan pakan sebesar 1,88 kg. Nilai rata-rata FCR usaha peternakan X sebesar 1,88 masih melebihi nilai FCR standar yaitu sebesar 1,5-1,6. Penggunaan pakan yang tidak efisien sehingga nilai FCR tinggi disebabkan karena kesalahan frekuensi pemberian pakan. Frekuensi pemberian pakan di usaha peternakan X selama ini dilakukan minimal enam kali dalam sehari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak itu tidak akan menjamin bertambahnya berat badan ayam. Hal tersebut dikarenakan pakan yang telah dimakan terutama pada siang hari, tidak terserap oleh tubuh tetapi lebih banyak dikeluarkan melalui feses. Akibatnya penggunaan pakan terlalu boros dan tidak efektif.
Indikasi lain belum efektifnya manajemen risiko persiapan kandang, manajemen risiko budidaya usahaternak, dan manajemen risiko harga adalah tingginya fluktuasi pendapatan bersih yang diterima (Tabel 23 dan Gambar 7). Pendapatan bersih terbesar yang diterima usaha peternakan X terjadi pada periode ke-11 yaitu sebesar Rp 20.191.534. Usaha peternakan X selain mendapatkan keuntungan, juga mengalami kerugian pada periode ke-6 dan periode ke-12 masing-masing sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029. Penyebab utama terjadinya kerugian ini adalah tingginya tingkat mortalitas dan tingginya nilai FCR yang dihasilkan. Manajemen risiko pemanenan yang diterapkan oleh usaha peternakan X sudah cukup baik. Pengawasan dan pengontrolan yang ketat pada saat penimbangan ayam yang melibatkan peternak, field controller, dan pihak konsumen terbukti cukup efektif. Hal ini diindikasikan tidak adanya kasus kecurangan dalam penimbangan ayam dengan cara mengurangi atau melebihkan jumlah takaran dan timbangan hasil panen. Pengawasan dan pengontrolan yang ketat ini dimulai dari pemilihan timbangan yang digunakan sampai pada pengangkutan
ayam
ke
mobil
pengangkut.
Pengawasan
dalam
proses
pengangkutan ayam ke mobil pengangkut dilakukan untuk memastikan bahwa jumlah ayam yang telah ditimbang sesuai dengan jumlah ayam yang diangkut ke mobil pengangkut. Manajemen risiko sosial yang diterapkan oleh usaha peternakan X yaitu dengan cara merekrut pekerja dari lingkungan masyarakat sekitar, mengeluarkan biaya sosial setiap periodenya, dan berkontribusi dalam kegiatan sosial ternyata belum cukup efektif. Hal ini diindikasikan dengan masih adanya kasus pencurian
ayam. Jumlah ayam yang hilang karena kasus pencurian bervariasi setiap periodenya (Tabel 18). Walaupun jumlah ayam yang hilang karena kasus pencurian tidak terlalu besar yaitu rata-ratanya sebesar 5,5 ekor, namun jumlah ini tetap dianggap sebagai angka mortalitas sehingga akan mengurangi jumlah ayam yang dipanen.
6.4. Alternatif Manajemen Risiko Usaha Peternakan X Alternatif manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh usaha peternakan X diantaranya adalah mendatangkan tim medis yang dikepalai oleh seorang dokter hewan yang bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan ayam secara keseluruhan. Adanya tim medis ini diharapkan dapat meminimalkan tingkat mortalitas yang terjadi di usaha peternakan X akibat gangguan penyakit. Beberapa program yang dapat dijalankan oleh tim medis ini diantaranya adalah : 1. Membuat perencanaan jadwal pengawasan terhadap kondisi kesehatan ayam secara keseluruhan. 2. Membuat program pencegahan dan program vaksinasi, serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap program yang telah dibuat tersebut dan melaporkan setiap kegiatan kepada Kepala Divisi Operasional perusahaan inti. 3. Melakukan tes kesehatan ayam atau tes lainnya tentang keadaan lingkungan sekitar kandang secara rutin dan berkala. 4. Melakukan program biosecurity untuk pencegahan penyakit pada ayam. 5. Membuat laporan dan mencatat tentang riwayat kesehatan ayam di setiap bagian kandang.
6. Melakukan deteksi dan tindakan sedini mungkin terhadap segala sesuatu yang menyangkut tentang kesehatan ayam. Alternatif manajemen risiko selanjutnya yang dapat diterapkan oleh usaha peternakan X adalah memperbaiki teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang. Perbaikan teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang dapat meminimalkan tingkat mortalitas akibat cuaca dan iklim yang tidak menentu. Beberapa hal yang dapat diterapkan oleh usaha peternakan X terkait dengan teknologi diantaranya adalah : 1. Membuat Air Deflector Air deflector adalah sejenis sekat yang dipasang di bagian atap kandang. Air deflector terbuat dari layar dengan ketinggian 1,5-2 meter yang dipasang setiap 12 meter. Air deflector berguna untuk membelokkan aliran udara ke bawah dan menjaga kecepatan aliran udara menjadi konsisten di setiap bagian kandang. Adanya air deflector dapat meminimalkan tingkat mortalitas ayam akibat pengaruh cuaca dan iklim yang tidak menentu. 2. Memasang Insulasi di Atap Kandang (Roof Insulation) Insulasi adalah setiap bahan yang dapat mengurangi kecepatan perpindahan panas dari satu area ke area lain. Adanya insulasi di bagian atap menyebabkan ayam menjadi lebih nyaman, terutama pada musim panas. Insulasi dapat menurunkan temperatur panas yang ekstrim. Bahan baku yang memiliki kantong udara atau sel di dalamnya memiliki nilai insulasi lebih baik. Contohnya bahan baku dari kayu jati memiliki nilai insulasi lebih baik dibandingkan dengan bahan dari beton. Insulasi memiliki beberapa fungsi, antara lain : a. Mengurangi tingkat kehilangan panas dari kandang ketika musim hujan.
b. Mengurangi tingkat pemanasan langsung ke kandang selama musim kemarau. c. Mengurangi tingkat penambahan panas pada musim kemarau. d. Mengurangi pengumpulan kelembapan di dinding dan permukaan pendingin karena dinding dan permukaan pendingin tersebut relatif hangat. 3. Memasang Kipas Angin Jenis kipas angin yang digunakan adalah kipas angin pendorong (blower fan) dengan ukuran 24”, 36”, dan 42”. Kipas angin bisa diletakkan di bawah atau di atas dengan ketinggian 0,5-1,2 meter dari lantai. Tujuan pemakaian kipas angin adalah untuk membantu mempercepat perpindahan udara di dalam kandang, sehingga udara yang panas dan gas yang beracun (karbondioksida dan amonia) di dalam kandang dapat dibuang ke luar kandang.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Risiko yang dihadapi usaha peternakan X adalah risiko harga (harga input dan output), risiko produksi (yang disebabkan oleh cuaca dan iklim serta penyakit), dan risiko sosial. Risiko-risiko tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh usaha peternakan X. Risiko-risiko yang dihadapi usaha peternakan X menyebabkan pendapatan berfluktuasi tajam. Bahkan pada periode ke-6 dan ke-12 usaha peternakan X mengalami kerugian masing-masing sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029. Berdasarkan hasil analisis risiko, nilai expected return yang diterima usaha peternakan X adalah sebesar Rp 5.768.199. Nilai ini menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 5.768.199 (cateris paribus). Nilai standard deviation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 10.095.088. Nilai tersebut menunjukkan bahwa risiko yang harus dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 10.095.088 (cateris paribus). Nilai standard deviation sebesar Rp 10.095.088 menunjukkan bahwa usaha peternakan X memiliki risiko yang sangat tinggi. Tingginya risiko tersebut disebabkan oleh tingginya tingkat mortalitas yang mencapai rata-rata sebesar 10 persen setiap periodenya. Tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada periode ke-12 yaitu sebesar 49,75 persen. Tingginya tingkat mortalitas ini menyebabkan rendahnya hasil panen yang didapatkan. Rendahnya hasil panen ini menyebabkan kerugian pada periode ke-12
yang mencapai Rp -21.213.029. Besarnya kerugian ini menyebabkan nilai variance usaha peternakan X besar sehingga nilai standard deviation usaha peternakan X sebesar Rp 10.095.088. Nilai coefficient variation yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar 1,75. Nilai coefficient variation sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 175 persen dari nilai return yang diperoleh. Nilai coefficient variation sebesar 1,75 juga mempunyai arti bahwa setiap Rp 1 return yang diterima peternak akan menghasilkan risiko sebesar Rp 1,75. Nilai coefficient variation yang lebih besar dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha peternakan X akan menghadapi peluang merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (cateris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp –14.421.977. Nilai ini menunjukkan bahwa kemungkinan risiko paling rendah atau kerugian terendah yang akan dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp –14.421.977 (cateris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X sangat besar. Besarnya nilai ini disebabkan karena besarnya nilai standard deviation yang diperoleh. Besarnya nilai standard deviation disebabkan karena adanya kerugian sebesar Rp -21.213.029 pada periode ke-12. Tingginya kerugian ini disebabkan karena rendahnya hasil panen akibat dari mewabahnya penyakit, sehingga tingkat mortalitas yang terjadi pada periode ke-12 sangat tinggi yaitu mencapai 49,75 persen. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa manajemen risiko yang telah diterapkan di usaha peternakan X terdiri dari tiga macam manajemen risiko.
Manajemen risiko yang dimaksud adalah manajemen risiko harga, manajemen risiko produksi (proses persiapan kandang, proses budidaya usahaternak tahap periode pemanasan dan pertumbuhan, serta proses pemanenan), dan manajemen risiko sosial. Berdasarkan hasil analisis, manajemen risiko persiapan kandang dan manajemen risiko budidaya usahaternak yang diterapkan oleh usaha peternakan X masih belum efektif. Hal ini diindikasikan karena masih tingginya rata-rata tingkat mortalitas dan rata-rata nilai FCR yaitu masing-masing sebesar 10 persen dan 1,88. Rata-rata tingkat mortalitas dan nilai FCR di usaha peternakan X melebihi tingkat mortalitas standar yaitu sebesar 5 persen dan nilai FCR standar sebesar 1,5-1,6. Indikasi lain belum efektifnya manajemen risiko persiapan kandang, manajemen risiko budidaya usahaternak, dan manajemen risiko harga adalah tingginya fluktuasi pendapatan bersih yang diterima usaha peternakan X. Pendapatan bersih terbesar yang diterima usaha peternakan X terjadi pada periode ke-11 yaitu sebesar Rp 20.191.534. Usaha peternakan X selain mendapatkan keuntungan, juga mengalami kerugian pada periode ke-6 dan periode ke-12 masing-masing sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029. Manajemen risiko sosial yang diterapkan oleh usaha peternakan X masih belum efektif. Hal ini diindikasikan karena masih adanya kasus pencurian ayam. Walaupun jumlah ayam yang hilang karena kasus pencurian tidak terlalu besar yaitu rata-ratanya sebesar 5,5 ekor, jumlah ini tetap saja akan mengurangi jumlah ayam yang dipanen. Sedangkan manajemen risiko pemanenan yang telah diterapkan cukup efektif. Hal ini diindikasikan tidak adanya kasus kecurangan
dalam penimbangan ayam dengan cara mengurangi atau melebihkan jumlah takaran dan timbangan hasil panen. Alternatif manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh usaha peternakan X untuk meminimalkan risiko yang dihadapi diantaranya adalah mendatangkan tim medis yang dikepalai oleh seorang dokter hewan yang bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan ayam secara keseluruhan. Adanya tim medis ini diharapkan dapat meminimalkan tingkat mortalitas yang terjadi di usaha peternakan X akibat gangguan penyakit. Alternatif manajemen risiko yang dapat juga diterapkan oleh usaha peternakan X adalah memperbaiki teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang. Perbaikan teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi kandang dapat meminimalkan tingkat mortalitas akibat cuaca dan iklim yang tidak menentu. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah membuat air deflector, memasang insulasi di atap kandang (Roof Insulation), dan memasang kipas angin.
7.2. Saran Usaha peternakan X disarankan untuk meningkatkan fungsi kepala kandang dalam mengawasi kinerja anak kandang secara lebih ketat. Pengawasan yang ketat dilakukan terutama dalam melakukan pengobatan, sanitasi kandang dan peralatan kandang, dan dalam hal pemberian pakan. Pengawasan dalam pengobatan, sanitasi dan pemberian pakan bertujuan untuk meminimalkan tingkat mortalitas dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Pengawasan dalam pengobatan dapat dilakukan dengan mengontrol dosis obat agar sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh field controller. Pengawasan
dalam sanitasi kandang dan peralatan kandang adalah dengan mengontrol dosis desinfektan agar pemakaian dosis tersebut bisa meminimalkan tingkat mortalitas yang disebabkan oleh risiko bibit penyakit. Pengawasan dalam pemberian pakan dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap tempat pakan setiap tiga jam sekali. Pengawasan yang ketat dalam pemberian pakan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, sehingga nilai FCR lebih kecil dari nilai FCR standar dalam setiap periodenya. Usaha peternakan X disarankan untuk bekerja sama dengan para peternak lain yang ada di lingkungan Desa Tapos untuk membentuk suatu kelompok peternak. Kelompok peternak tersebut dapat memfasilitasi segala kebutuhan dan aspirasi para peternak, karena bargaining position (posisi rebut tawar) peternak terhadap perusahaan inti menjadi lebih kuat. Misalnya keinginan peternak mendatangkan bantuan dokter hewan dan mendatangkan fasilitas teknologi budidaya dari perusahaan inti untuk mengatasi tingkat mortalitas akibat risiko produksi (cuaca dan iklim yang tidak menentu serta penyakit yang berbahaya). Peningkatan bargaining position juga dapat dilakukan dengan cara melakukan dialog interaktif mengenai kemitraan dengan perusahaan inti yang melibatkan aparat Desa Tapos dan Kecamatan Tenjo. Keterlibatan pihak aparat Desa Tapos dan Kecamatan Tenjo ini juga diharapkan dapat meningkatkan kordinasi dalam hal pengamanan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adinarmiharja, R.W. 2003. Analisis Manajemen Risiko pada Industri Kecil Nata De Coco di Bogor. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ali, M. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani. Jakarta. Anderson, J.R, J.L. Dillon dan J.B. Hardaker. 1977. Agricultural Decision Analysis. The Iowa State University Press. United States of Amerika. Anggraini, P.D. 2003. Analisis Risiko Usaha Peternakan Sapi Perah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Darmawi, H. 2006. Manajemen Risiko. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Deshinta, M. 2006. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Agribisnis Kota Bogor. 2007. Produksi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006. Bogor Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Data Populasi, Produksi dan Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia. http://www.deptan.go.id [9 Agustus 2008]. Ekasari, D. 2008. Analisis Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Pelabuhan Ratu. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Elton, E.J. dan M.J. Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Fifth Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. Fadilah, R, Agustin P, Sjamsirul A, dan Eko P. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Gustriyeni. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Herawati. 2001. Kajian Ekonomi Perusahaan Peternakan Ayam Ras Pedaging dengan Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan (Kasus CV Pekerja Keras, Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kountur, R. 2006. Manajemen Risiko. Abdi Tandur. Jakarta.
Merina, D. 2004. Analisis Pendapatan Tunai, Risiko dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Risiko Usaha Peternakan Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. PT Super Unggas Jaya. 2008. PT Super Unggas Jaya dalam Angka. Tangerang. Rauf, A.A. 2005. Analisis Finansial dan Risiko Usahaternak Sapi Perah PT. X Kecamatan Bogor Selatan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rejda, G.E. 2001. Principle of Risk Management and Insurance. Seven Edition. Addison Wesley Longman, Inc. United States of Amerika. Robi’ah, S. 2006. Manajemen Risiko Usaha Peternakan Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Robison, L.J. dan P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. Macmillan Publisher. New York. Roumasset, Boussard dan Singh. 1979. Risk, Uncertainty and Agricultural Development. Southeast Asian Regional Centre for Graduate Study and Research in Agriculture Philippines. Siregar, R. 1995. Konsep Dasar Risiko Suatu Pendekatan Manajemen. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sofyan, I. 2005. Manajemen Risiko. Graha Ilmu. Yogyakarta. Usaha Peternakan X. 2008. Data Perusahaan : Usaha Peternakan X. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Populasi Daging Ayam Broiler Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 (000 Ekor) Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara Kepulauan Riau Irian Jaya Sulawesi Barat JUMLAH TOTAL
2003
2004
2005
2006
2007
925 49.218 9.208 25.730 6.463 16.742 1.809 22.705 98 296.160 66.646 16.058 185.144 21.664 8.851 2.735 13.960 9.135 14.829 21.747 3.576 4.131 20.960 731 51 1.231 2.069 25.000 80 74 847.744
904 38.045 12.804 25.239 6.831 16.408 1.811 24.902 137 328.015 50.356 17.325 162.781 4.942 7.853 2.752 14.481 2.187 19.480 22.097 1.352 2.718 5.673 771 97 1.230 373. 6.864 438 87 778.970
1.057 35.568 11.357 27.440 9.694 14.920 1.591 21.747 182 352.434 62.043 20.971 142.602 5.363 8.848 625 15.139 2.436 19.964 25.828 1.459 2.238 12.765 820 81 733 4.639 6.475 379 84 469 774 451 811.188
1.538 42.763 12.748 20.965 11.539 15.842 1.833 21.094 124 343.954 61.258 25.360 119.525 5.317 9.804 46 14.889 3.200 20.624 26.292 1.406 2.358 12.325 896 111 981 5.287 7.684 384 269 6.284 342 473 797.527
1.784 51.615 12.863 26.253 14.364 19.937 2.236 22.927 100 369.121 65.319 25.613 182.375 5.335 10.785 43 16.378 3.360 21.680 26.818 1.477 2.620 13.203 953 131 897 6.344 7.862 401 269 6.410 867 497 920.851
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008
Pertumbuhan 2006 – 2007 (%) 16,01 20,70 0,90 25,22 24,49 25,85 22,00 8,69 -19,55 7,32 6,63 1,00 52,58 0,35 10,00 -5,19 10,00 5,00 5,12 2,00 5,00 11,11 7,12 6,39 18,00 -8,57 20,00 2,31 4,61 0,00 2,00 153,62 5,00 15,46
Lampiran 2. Produksi Daging Ayam Broiler Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 (Ton) Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara Kepulauan Riau Irian Jaya Sulawesi Barat JUMLAH TOTAL
2003
2004
2005
2006
2007
1.159 45.581 9.826 28.928 10.049 10.885 1.439 13.292 78.770 242.990 66.947 19.115 142.336 21.377 0 286 13.405 3.121 14.128 16.245 4.292 595 4.271 558 36 933 2.057 17.752 107 632 771.112
1.081 44.688 13.662 27.517 10.092 11.706 2.165 18.816 88.089 263.397 63.592 18.561 162.781 24.623 0 273 20.790 2.934 18.699 16.507 1.623 2.189 4.255 558 69 794 2.195 23.431 378 632 846.097
1.533 41.778 12.119 21.004 9.909 11.708 2.268 19.170 67.054 259.749 61.683 14.997 128.342 20.530 236 6 21.286 3.000 20.349 19.294 5.606 2.005 10.215 579 67 416 5.052 16.542 405 540 376 614 677 779.109
1.395 39.055 11.602 19.015 9.290 13.532 1.642 19.724 83.768 276.195 81.203 23.000 143.643 20.354 15.303 30 21.541 4.357 18.705 20.945 1.324 2.820 10.538 887 73 765 4.795 6.970 348 1.723 5.700 310 710 861.262
1.619 46.955 11.665 23.811 11.564 14.368 1.762 20.794 87.118 281.719 73.087 23.230 174.442 20.761 15.988 30 23.504 6.161 19.663 21.321 1.340 2.144 11.179 944 101 890 5.754 7.131 365 1.723 5.814 787 745 918.479
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008
Pertumbuhan 2006 – 2007 (%) 16,06 20,23 0,54 25,22 24,48 6,18 7,31 5,42 4,00 2,00 -9,99 1,00 21,44 2,00 4,48 0,00 9,11 41,40 5,12 1,80 1,21 -23,97 6,08 6,43 38,36 16,34 20,00 2,31 4,89 0,00 2,00 153,87 4,93 6,64
Lampiran 3. Konsumsi Daging Ayam Broiler Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 (Ton) Tahun No
Provinsi
1 Aceh 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu 8 Lampung 9 DKI Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 DI Yogyakarta 13 Jawa Timur 14 Bali 15 NTB 16 NTT 17 Kalimantan Barat 18 Kalimantan Tengah 19 Kalimantan Selatan 20 Kalimantan Timur 21 Sulawesi Utara 22 Sulawesi Tengah 23 Sulawesi Selatan 24 Sulawesi Tenggara 25 Maluku 26 Papua 27 Bangka Belitung 28 Banten 29 Gorontalo 30 Maluku Utara 31 Kepulauan Riau 32 Irian Jaya 33 Sulawesi Barat JUMLAH TOTAL (000)
2003
2004
2005
2006
2007
26.278 68.590 25.318 52.222 16.749 45.202 5.524 47.408 157.446 271.249 108.103 24.758 311.657 84 18.844 31 15.911 10.030 14.090 32.297 15.763 6.193 34 8.915 10.863 7.736 15.154 8.888 42.848 1.368,2
27.207 70.000 24.524 53.154 17.251 47.617 5.888 48.798 159.670 284.498 109.400 25.006 333.516 91 19.786 33 19.464 10.151 15.076 32.943 16.222 6.317 38 9.004 11.403 8.480 15.952 8.888 44.991 1.425,3
25.160 115.533 27.827 32.192 19.058 46.066 5.743 50.207 183.038 227.093 200.909 22.194 301.919 113.223 23.096 3.600 28.525 10.151 25.137 34.184 7.402 9.332 6.633 8.282 8.083 45.886 1.961 1.573
27.855 71.939 28.008 24.726 12.192 33.103 3.553 37.795 215.342 293.920 138.050 43.178 209.329 71.045 24.115 32.111 28.676 6.998 27.460 22.311 14.985 8.436 47.016 8.819 5.182 7.808 6.498 27.168 1.594 2.742 6.445 1.543 4.735 1.486,1
28.544 76.906 28.600 28.413 13.845 32.669 3.812 36.312 223.955 299.798 136.281 42.169 243.725 72.335 24.880 33.266 30.334 7.977 29.988 23.009 15.212 8.947 46.668 8.222 5.447 7.810 8.435 29.618 1.720 2.884 5.282 2.117 5.044 1.564,2
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008
Pertumbuhan 2006 – 2007 (%) 2,47 6,90 2,11 14,91 13,56 -1,31 7,29 -3,92 4,00 2,00 -1,28 -2,34 16,43 1,82 3,17 3,60 5,78 13,99 9,21 3,13 1,51 6,06 -0,74 -6,77 5,11 0,03 29,81 9,02 7,90 5,18 -18,04 37,20 6,53 5,25
Lampiran 4. Rincian Penggunaan Biaya Pakan, DOC, dan Obat-Obatan Usaha Peternakan X Selama Periode Pengamatan (13 Februari 2006-23 Desember 2007) Pakan Periode Harga Biaya Pakan Pakan (Kg) (Rp/Kg) (Rp) 1 12.050 3.400 40.970.000 2 11.550 3.425 39.558.750 3 11.200 3.450 38.640.000 4 10.100 3.450 34.845.000 5 8.050 3.475 27.973.750 6 10.350 3.480 36.018.000 7 12.250 3.500 42.875.000 8 12.100 3.500 42.350.000 9 11.050 3.500 38.675.000 10 7.900 3.550 28.045.000 11 6.600 3.650 24.090.000 12 11.100 3.600 39.960.000 Rata-Rata 10.358,33 3.498,33 36.166.708,33 Sumber : Usaha Peternakan X, 2008
DOC (Ekor) 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000
DOC Harga Biaya DOC (Rp/Ekor) (Rp) 3.000 12.000.000 3.425 13.700.000 3.450 13.800.000 3.500 14.000.000 3.450 13.800.000 3.400 13.600.000 3.500 14.000.000 3.600 14.400.000 3.400 13.600.000 3.800 15.200.000 2.800 11.200.000 3.500 14.000.000 3.402,08 13.608.333,33
Obat (Unit) 54 50 55 52 58 56 60 59 40 57 44 58 53,58
Obat-Obatan Harga Biaya Obat (Rp/Unit) (Rp) 27.500 1.485.000 29.520 1.476.000 27.455 1.510.000 27.692 1.440.000 25.638 1.487.000 28.661 1.605.000 25.250 1.515.000 24.322 1.435.000 33.550 1.342.000 25.474 1.452.000 36.682 1.614.000 26.293 1.525.000 28.169,67 1.490.500
Lampiran 5. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-1 (13 Februari-23 Maret 2006) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 13 Februari 2006 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.000/Ekor : Rp 3.400/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 11.025,50 1,00 – 1,99 10.750,25 1,20 – 1,39 10.375,50 1,40 – 1,59 10.150,75 1,60 – 1,79 9.985,85 1,80 – 1,99 9.750,25 2,00 – 2,19 9.525,30 > 2,20 9.315,53
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi. Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
( Rahmat )
Bogor, 13 Februari 2006 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Manajemen)
Lampiran 6. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-2 (12 April-20 Mei 2006) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 12 April 2006 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.425/Ekor : Rp 3.425/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 10.995,25 1,00 – 1,99 10.650,75 1,20 – 1,39 10.325,50 1,40 – 1,59 10.015,25 1,60 – 1,79 9.789,69 1,80 – 1,99 9.525,30 2,00 – 2,19 9.235,75 > 2,20 8.975,50
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi.. Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 12 April 2006 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 7. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-3 (18 Juni-27 Juli 2006) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 18 Juni 2006 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.450/Ekor : Rp 3.450/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 10.985,75 1,00 – 1,99 10.550,85 1,20 – 1,39 10.220,55 1,40 – 1,59 9.925,75 1,60 – 1,79 9.655,25 1,80 – 1,99 9.450,50 2,00 – 2,19 9.115,45 > 2,20 8.875,57
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi. Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 18 Juni 2006 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 8. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-4 (17 Agustus-25 September 2006) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 17 Agustus 2006 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.500/Ekor : Rp 3.450/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 11.750,64 1,00 – 1,99 11.345,65 1,20 – 1,39 10.875,25 1,40 – 1,59 10.585,75 1,60 – 1,79 10.225,65 1,80 – 1,99 10.020,15 2,00 – 2,19 9.850,30 > 2,20 9.500,25
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 17 Agustus 2006 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 9. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-5 (16 Oktober-22 November 2006) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 16 Oktober 2006 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.450/Ekor : Rp 3.475/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 11.600,75 1,00 – 1,99 11.105,20 1,20 – 1,39 10.775,86 1,40 – 1,59 10.457,52 1,60 – 1,79 10.100,63 1,80 – 1,99 9.865,55 2,00 – 2,19 9.600,26 > 2,20 9.440,70
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 16 Oktober 2006 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 10. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-6 (14 Desember 2006-21 Jan 2007)
ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 14 Desember 2006 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.400/Ekor : Rp 3.480/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 12.225,45 1,00 – 1,99 11.980,30 1,20 – 1,39 11.550,65 1,40 – 1,59 11.150,14 1,60 – 1,79 10.875,50 1,80 – 1,99 10.500,20 2,00 – 2,19 10.020,15 > 2,20 9.700,75
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 14 Desember 2006 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 11. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-7 (11 Februari-20 Maret 2007) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 11 Februari 2007 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.500/Ekor : Rp 3.500/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 12.050,40 1,00 – 1,99 11.675,20 1,20 – 1,39 11.250,80 1,40 – 1,59 10.805,40 1,60 – 1,79 10.525,45 1,80 – 1,99 10.215,52 2,00 – 2,19 9.770,77 > 2,20 9.555,25
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 11 Februari 2007 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 12. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-8 (13 April-18 Mei 2007) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 13 April 2007 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.600/Ekor : Rp 3.500/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 11.155,70 1,00 – 1,99 10.985,50 1,20 – 1,39 10.450,65 1,40 – 1,59 10.175,80 1,60 – 1,79 9.885,31 1,80 – 1,99 9.665,45 2,00 – 2,19 8.986,26 > 2,20 8.510,35
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 13 April 2007 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 13. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-9 (8 Juni-17 Juli 2007) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 8 Juni 2007 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.400/Ekor : Rp 3.500/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 10.875,57 1,00 – 1,99 10.335,75 1,20 – 1,39 10.150,55 1,40 – 1,59 9.610,50 1,60 – 1,79 9.381,25 1,80 – 1,99 9.015,85 2,00 – 2,19 8.870,44 > 2,20 8.565,80
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 8 Juni 2007 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 14. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-10 (9 Agustus-8 September 2007) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 9 Agustus 2007 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.800/Ekor : Rp 3.550/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 11.350,15 1,00 – 1,99 10.925,50 1,20 – 1,39 10.658,75 1,40 – 1,59 10.225,06 1,60 – 1,79 10.030,20 1,80 – 1,99 9.850,80 2,00 – 2,19 9.570,60 > 2,20 9.245,66
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 9 Agustus 2007 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 15. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-11 (27 September-26 Okt 2007) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 27 September 2007 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 2.800/Ekor : Rp 3.650/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 12.700,88 1,00 – 1,99 12.020,10 1,20 – 1,39 11.600,15 1,40 – 1,59 11.375,25 1,60 – 1,79 10.875,70 1,80 – 1,99 10.300,25 2,00 – 2,19 9.885,75 > 2,20 9.500,35
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 27 September 2007 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 16. Daftar Harga Kontrak Periode Ke-12 (16 November-23 Des 2007) ADENDUM PERJANJIAN KERJASAMA PT SUPER UNGGAS JAYA DENGAN PETERNAK Nama Plasma : Rahmat (RHMT 9071011124) Lokasi Farm : Tapos, Tenjo, Bogor Harga Sapronak : - DOC - Feed - OVK
Chick In : 16 November 2007 Populasi : 4.000 Ekor
: Rp 3.500/Ekor : Rp 3.600/Kg : Sesuai Harga Supplier
Harga Jual Ayam Hidup : Rata-Rata Berat Badan (Kg) Harga Kontrak (Rp) < 0,99 13.788,45 1,00 – 1,99 13.350,85 1,20 – 1,39 12.985,70 1,40 – 1,59 12.665,45 1,60 – 1,79 12.050,25 1,80 – 1,99 11.854,75 2,00 – 2,19 11.355,35 > 2,20 10.925,55
Bonus Selisih Pasar 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % 20 %
Keterangan : 1. Peternak akan mendapatkan insentif FCR bila : Selisih FCR Insentif/Kg (0,020 – 0,050) Rp 15,10 (0,051 – 0,100) Rp 29,63 (0,101 – 0,200) Rp 33,44 > (0,201) Rp 39,44 2. Harga-harga di atas berlaku sejak tanggal Chick In seperti tersebut di atas. 3. Peternak berhak mendapatkan insentif harga pasar sesuai dengan selisih kelebihan harga pasar dengan harga kontrak sebesar 20 % dari nilai selisih harga tersebut per kilogram daging panen. 4. Harga ayam sakit disesuaikan dengan penjualan PT Super Unggas Jaya. 5. Peternak wajib membayar ganti rugi kepada PT Super Unggas Jaya apabila mengalami kerugian produksi Dengan ini saya menyetujui harga kesepakatan dan aturan main yang berlaku di PT Super Unggas Jaya.
Menyetujui, Peternak/Plasma
Bogor, 16 November 2007 Mengetahui, PT Super Unggas Jaya
( Rahmat )
( Manajemen)
Lampiran 17. Kuesioner Risiko dan Manajemen Risiko KUESIONER RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO I. IDENTITAS RESPONDEN Mohon untuk memberi tanda silang (x) pada salah satu jawaban berikut ini : 1. Nama
:
2. Apa jenis kelamin Anda? a. Laki-Laki b. Perempuan 3. Berapa usia Anda saat ini? a. b. c. d.
Dibawah 21 tahun 21 – 30 tahun 31 – 40 tahun Diatas 40 tahun
4. Apa status perkawinan Anda? a. Menikah b. Belum Menikah c. Pernah Menikah (Duda / Janda) 5. Pendidikan terakhir Anda? a. SD / Sederajat b. SMP / Sederajat c. SMA / STM / Sederajat 6. Apa pekerjaan Anda? a. PNS b. Karyawan c. Wiraswasta / Pedagang
d. Sarjana Muda (Diploma) / Sederajat e. Sarjana (S1)
d. Buruh / Pertukangan e. Petani f. Pensiunan
7. Berapa penghasilan Anda setiap bulan? a. < 500.000 b. 600.000 – 1.000.000 c. 1.100.000 – 2.000.000 d. > 2.000.000
II. DAFTAR KUESIONER Mohon untuk memberi tanda silang (x) pada salah satu jawaban berikut ini : 1. Apa yang Anda ketahui tentang risiko? a. b. c. d.
Risiko adalah kans kerugian Risiko adalah kemungkinan kerugian Risiko adalah ketidakpastian Tidak tahu
2. Apakah peternakan ayam broiler mempunyai risiko yang tinggi? a. Ya b. Tidak 3. Jika jawaban Anda nomor 2 “Ya”, jenis risiko apa yang paling berpengaruh terhadap usaha peternakan ayam broiler? a. b. c. d.
Risiko Fluktuasi Harga (Input dan Output) Risiko Cuaca dan Iklim Risiko Penyakit Risiko Sosial
4. Menurut Anda, apakah tingginya risiko dalam usahaternak ayam broiler berpengaruh terhadap FCR yang dihasilkan untuk setiap periodenya? a. Ya b. Tidak 5. Menurut Anda, apakah tingginya risiko dalam usahaternak ayam broiler berpengaruh terhadap tingkat mortalitas (kematian) untuk setiap periodenya? a. Ya b. Tidak 6. Menurut Anda, apakah tingginya risiko dalam usahaternak ayam broiler dapat menyebabkan berfluktuasinya keuntungan yang diperoleh setiap periodenya? a. Ya b. Tidak 7. Bagaimana sikap Anda dalam menghadapi risiko? a. Suka mengambil risiko b. Menghindari risiko c. Biasa-biasa saja 8. Apa yang Anda ketahui tentang manajemen risiko? a. Manajemen risiko adalah cara untuk mengendalikan dan mengelola risiko b. Manajemen risiko adalah proses untuk mengidentifikasi kerugian dan mengatasi kerugian c. Manajemen risiko adalah pedoman untuk melindungi usaha dari risiko d. Tidak tahu 9. Menurut Anda, pentingkah menerapkan manajemen risiko? a. Penting b. Tidak Penting 10. Menurut Anda, siapa yang harus menerapkan manajemen risiko? a. b. c. d. e.
Pemilik peternakan Kepala kandang Anak kandang Field controller atau pengawas Semuanya
11. Menurut Anda, bagaimana penerapan manajemen risiko untuk mengatasi risiko fluktuasi harga?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 12. Menurut Anda, bagaimana penerapan manajemen risiko untuk mengatasi risiko cuaca dan iklim?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 13. Menurut Anda, bagaimana penerapan manajemen risiko untuk mengatasi risiko penyakit?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 14. Menurut Anda, bagaimana penerapan manajemen risiko untuk mengatasi risiko sosial?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 15. Menurut Anda, di bagian proses mana manajemen risiko perlu diterapkan? a. b. c. d.
Proses persiapan kandang Proses budidaya (tahap periode pemanasan dan pertumbuhan) Proses pemanenan Semua proses
16. Menurut Anda, perlukah manajemen risiko diterapkan dalam proses persiapan kandang? a. Perlu b. Tidak perlu 17. Jika jawaban Anda nomor 16 ”Perlu”, bagaimana penerapan manajemen risiko dalam proses persiapan kandang?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________
18. Menurut Anda, perlukah manajemen risiko diterapkan dalam proses budidaya pada tahap periode pemanasan? a. Perlu b. Tidak perlu 19. Jika jawaban Anda nomor 18 ”Perlu’, bagaimana penerapan manajemen risiko dalam proses budidaya pada tahap periode pemanasan?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 20. Menurut Anda, perlukah manajemen risiko diterapkan dalam proses budidaya pada tahap pertumbuhan? a. Perlu b. Tidak perlu 21. Jika jawaban Anda nomor 20 ”Perlu’, bagaimana penerapan manajemen risiko dalam proses budidaya pada tahap pertumbuhan?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 22. Menurut Anda, perlukah manajemen risiko diterapkan dalam proses pemanenan? a. Perlu b. Tidak perlu 23. Jika jawaban Anda nomor 22 ”Perlu’, bagaimana penerapan manajemen risiko dalam proses pemanenan?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ 24. Menurut Anda, apakah manajemen risiko yang telah diterapkan saat ini telah efektif? a. Ya b. Tidak 25. Jika jawaban Anda nomor 24 ”Tidak”, apa alasannya?Jelaskan jawaban Anda! Jawab : _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________