ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN, CEMPAKA PUTIH DAN CIREUNDEU CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh: Eka Lestari Sitepu NIM: 1111101000004
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (PSKM) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Desember 2015 Eka Lestari Sitepu, NIM : 1111101000004 Analisis PersonalHygiene Pada Penjual Makanan Tradisional Gado – Gado Di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 xiv + 98 halaman, 17tabel, 2 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK Menurut WHO (2005) Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan membebani yang pernah ditemukan di zaman modern ini. Hal ini umumnya disebabkan oleh personalhygiene yang tidak baik dari penjamah makanan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan predisposisi, pendukung dan pendorong dengan personalhygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur,yang di laksanakan September–Oktober 2015.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatifdengan desaincross sectional study.Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 80 sampel yang diambil dengan teknik total sampling. Analisis sampel data terdiri dari analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statisik chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penjamah makanan yang memiliki personalhygiene yang tidak baik sebesar 61,2%. Faktor predisposisi penjamah makanan pada variabel : umur > 44 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki – laki (83,3%), berpendidikan SD – SMP (80%) dan lama kerja ≤ 5 tahun (76,9%), begitu juga pada faktor pengetahuan dan sikap baik masing – masing sebesar 50% dan 64,3% memiliki personalhygiene makanan yang tidak baik. Faktor pendorong pada variabel fasilitas sanitasi memenuhi syarat sebesar 52,8% dan faktor pendukung pada variabel pernah mengikuti penyuluhan/pelatihan sebesar 59,1% memiliki personalhygiene makanan tidak baik. Kesimpulan penelitian ini pada variabelpendidikan, lama bekerja, pengetahuan, sikap, fasilitas sanitasi dan penyuluhan atau pelatihan tidak ditemukan adanya hubungan dengan personalhygiene pada penjamah makanan gado - gado.Rekomendasi penelitian ini adalah perlu dilakukannya kegiatan pelatihan/penyuluhan dan pengawasan mengenai personal hygiene makanan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan secara berkala bagi penjamah makanan sehingga dapat menambah pengetahuan/wawasan tentang syarat kesehatan makanan khususnya bagi penjamah makanan jajanan/tradisional. Kata Kunci
: Personal, hygiene, gado – gado
Daftar Bacaan : 60 (1995 – 2015)
ii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY ENVIRONMENTAL HEALTH Thesis, December 2015 Eka Lestari Sitepu, NIM : 1111101000004 Analysis of Personal Hygiene of Traditional Food Gado-Gado Seller at Pisangan District, Cirendeu and Cempaka Putih East Ciputat In 2015 xiv + 98 pages, 17 tabels, 2 diagrams, 4 appendix Abstrac Including to WHO (2008) food innate disease is one of a burden and much found in public health problem in this modern era. This situation usually caused by personal hygiene unwell from the eater. That is why, the purpose of this research is to find the correlation of predisposition, supporter and booster with personal hygiene of traditional food gado-gado seller at Pisangan District, Cirendeu and Cempaka Putih East Ciputat, at September-October 2015. This research is a quantitative research with cross sectional study. Total of samples were 80 samples who taken by total sampling technique. Analysis for data samples was consist of univariat and bivariat by Chi Square Test. The result showed that the eaters who has unwell personal hygiene were 61,2%. Predisposition factors at variable: age>44 years old (66,7%), male (83,3%), educated from elementary school-high school (80%), and work duration ≤ 5 years (76,9%), also at knowledge factor and well manner was 50% and 64,3% each, has unwell personal hygiene and food sanitation. Supporter factor of sanitation facility variable fulfill the requirement was 52,8% and booster factor of never went to counseling/training was 59,1% has unwell personal hygiene and food sanitation. The conclusion of this research is on variable is education, work duration, knowledge, behavior, sanitation facility and counseling or training variables were not found a correlation with personal hygiene. This research recommendation is to make a counseling or training and monitoring of personal hygiene food from South Tangerang Health Department periodic to the eater, so they can increase the knowledge about food health requirements especially to the traditional food eaters. Key Words : Personal hygiene, gado – gado Reading List : 60 (1995 – 2015)
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Eka Lestari Sitepu
Tempat/Tgl Lahir
: Marbau Selatan, 17 Januari 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: BelumMenikah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Impres Marbau Selatan Kec. Marbau Kab. Labuhan Batu Utara Prov. Sumatra Utara
Telp
: 0813 1724 3504
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : SD Negeri 112315 Marbau Selatan SMP Negeri 3 Marbau MAN 1 Binjai S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR Segala puji kehadirat Allah SWT. Yang tidak pernah tidur dan selalu dekat dengan hambaNya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju cahaya yang terang benderang. Skripsi dengan judul “Analisis Personal HygienePada Penjual Makanan Tradisional Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015” disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini semata – mata bukanlah hasil penulis, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih kepada : 1. Orang tua sya, spirit of my life, Bapak Ridwan Sitepu Tersayang dan Ibu J. Br. Ginting, terima kasih atas didikan iringan do’a tanpa henti – hentinya, serta selalu memberikan moril maupun materil kepada saya. 2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM. M.Kes dan Ibu Yuli Amran, M.KM, selaku Dosen Pembimbing, yang senantiasa meluangkan waktunya dan yang telah banyak memberikan saran, arahan dan motivasi untuk membimbing penulis. 4. Keluarga Besar Sitepu : adikku tercinta Ayu Sri Menda Sitepu, Mitra Tri Mutia Sitepu, Bolang, Iting, Tigan, Bi’ Tua (Nurahmah Sitepu), Bi’ Tengah (Hendani
vii
Sitepu), Pak Uda (Karya Sitepu) dan Bi’ Uda (Lilis Sitepu) yang selalu memberikan dukungan perhatian dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Teman – teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan 2011 (Envihsa 3) tercinta khususnya Sarah Ajeng, Awaliyah dan Rahmatika yang selalu memberikan dukungan semangat dan perhatian kepada peniliti. Terima kasih banyak dan sukses untuk kita semua guys. 6. Teman–teman seperjuangan satu bimbingan Nurul, Pewe, Imah, Fera, Ipute, Puput, Desy, Anantika, Lifi, Efri, Gita yang selalu memberikan dukungan semangat, perhatian dan saran untuk perbaikan skripsi ini “Kalian Luar Biasa!” 7. Sahabat-sahabat 403 Asrama Putri FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Wina, Pipi (Putri) dan Karin yang selalu membantu, memberikan perhatian dan dukungan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga memberi dukungan semangat kepada peniliti. 9. Sahabat-sahabatku nan jauh di daerah sebrang Sumatra Utara : Yosa, Yuli Yani, Risa Sembiring, Beti dan Mamay Lubis yang selalu memberikan motivasi, perhatian dan dukungan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Keluarga Envihsa dan BEM Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan perhatian, dukungan semangat sehingga memotivasi peniliti untuk segera menyelesaikan skirpsi ini. 11. Semua Pihak yang tela membantu penulis dalam penyusunan skirpsi ini, dimana tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Dalam pembuatan skripsi ini tentu masih memiliki keterbatasan dan perlu perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kemajuan penelitian selanjutnya. Jakarta, Desember2015 Eka Lestari Sitepu viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i ABSTRAK ..................................................................................................................... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................................viii DAFTAR ISI................................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ......................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7 1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................................ 8 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 10 1.4.1Tujuan Umum ........................................................................................... 10 1.4.2Tujuan Khusus .......................................................................................... 10 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 11 1.5.1Bagi Pemerintah Daerah Setempat ........................................................... 11 1.5.2Bagi Pedagang .......................................................................................... 12 1.5.3Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 12 1.6 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13 2.1 Makanan Tradisional .............................................................................................. 13 2.2 Gado – Gado .......................................................................................................... 15 2.2.1 Proses Pembuatan Gado – Gado ................................................................... 16 2.3 Higiene Sanitasi ..................................................................................................... 17 2.3.1 Peran Personal hygiene yang Baik Pada Makanan ...................................... 18 2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ................................................................ 19 2.3.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan ............................................. 19 2.3.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan ........................................ 20 2.3.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan ...................................................... 21 2.3.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan ................................................... 22 2.3.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan .................................................. 23 2.3.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan ......................................................... 25 2.4 PersonalHygiene Penjamah Makanan .................................................................... 27 2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene Penjamah Makanan ...... 27 2.6 Kerangka Teori ....................................................................................................... 34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................... 36 3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................... 36 3.2 Definisi Operasional Variabel................................................................................. 38 ix
3.3 Hipotesis ................................................................................................................. 41 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 42 4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 42 4.2 Lokasi Waktu Penelitian ......................................................................................... 42 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 42 4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 44 4.4.1 Jenis Pengumpulan Data ............................................................................... 44 4.4.2 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 45 4.5 Validitas dan Realibilitas ........................................................................................ 45 4.5.1 Uji Validitas .................................................................................................. 46 4.5.2 Uji Realibilitas .............................................................................................. 47 4.6 Pengolahan dan Analisa Data ................................................................................. 48 4.6.1 Pengolahan Data ........................................................................................... 48 4.7 Analisa Data ............................................................................................................ 50 4.7.1 Analisis Univariat ........................................................................................... 0 4.7.2 Analisis Bivariat ........................................................................................... 50 BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................... 51 5.1 Analisis Univariat ................................................................................................... 51 5.1.1 Gambaran Personal Hygiene Makanan ................................................... 51 5.1.2 Faktor Predisposisi .................................................................................... 52 5.1.2.1 Sosial Demografi ................................................................................ 52 5.2.2.1.1 Gambaran Pendidikan ................................................................. 52 5.1.2.1.2 Gambaran Lama Kerja .............................................................. 52 5.1.2.1.3 Gambaran Pengetahuan ............................................................ 53 5.1.2.1.4 Gambaran Sikap ....................................................................... 54 5.1.3 Faktor Pendukung....................................................................................... 54 5..1.3.1 Gambaran Tersedianya Sarana Pribadi ......................................... 54 5.1.4 Faktor Pendorong ....................................................................................... 55 5.1.4.1 Gambaran Penyuluhan atau Pelatihan............................................ 55 5.2 Analisis Bivariat...................................................................................................... 56 5.2.1 Faktor Predisposisi dengan Personal Hygiene ........................................... 56 5.2.1.1 Hubungan Antara Pendidikan dengan Personal Hygiene .............. 56 5.2.1.2 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Personal Hygiene ............. 58 5.2.1.3 Hubungan Antara Pengetahuan dengan PersonalHygiene ............ 59 5.2.1.4 Hubungan Antara Sikap dengan Personal Hygiene....................... 60 5.2.2 Faktor Pendukung dengan Personal Hygiene ............................................ 62 5.2.2.1 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ........ 62 x
5.2.3 Faktor Pendorong ....................................................................................... 63 5.3.3.1 Hubungan Antara Kegiatan atau Pelatihan dengan Personal Hygiene ........................................................................................................ 63
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................... 66 6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 66 6.2 Gambaran Personal Hygiene .................................................................................. 67 6.3 Faktor Predisposisi .................................................................................................. 70 6.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Personal Hygiene ........................................ 70 6.3.2 Hubungan Lama Kerja dengan Personal Hygiene ....................................... 73 6.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Personal Hygiene ...................................... 77 6.3.4 Hubungan Sikap dengan Personal Hygiene ................................................. 80 6.4 Faktor Pendukung ................................................................................................... 84 6.4.1 Hubungan Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ................................... 84 6.5 Faktor Pendorong .................................................................................................... 88 6.5.1 Hubungan Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan dengan Personal Hygiene. 88
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 92 7.1 Simpulan ................................................................................................................. 92 7.2 Saran ....................................................................................................................... 94 7.2.1 Bagi Institusi Pemerintah .............................................................................. 94 7.2.2 Bagi Pedagang .............................................................................................. 94 7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya .......................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 96 LAMPIRAN................................................................................................................ xiv
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka Teori ........................................................................................... 35 Gambar 2 Kerangka Konsep ......................................................................................... 37
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Definisi Operasional ........................................................................................ 38 Tabel 2 Hasil Perhitungan Sampel ................................................................................ 44 Tabel 3Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen Penelitian ...................................... 47 Tabel 4 Uji Perhitungan Uji Reabilitas Instrumen Penelitian ....................................... 48 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene ........................................................... 51 Tabel 6 Distribusi Frekuensi Pendidikan Penjamah Makanan ..................................... 52 Tabel 7 Distribusi Frekuensi Lama Kerja Penjamah Makanan .................................... 53 Tabel 8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan ................................... 53 Tabel 9 Distribusi Frekuensi Sikap Penjamah Makanan .............................................. 54 Tabel 10 Distribusi Frekuensi Sarana Pribadi Penjamah Makanan .............................. 55 Tabel 11 Distribusi Frekuensi Penyuluhan atau Pelatihan Penjamah Makanan ........... 55 Tabel 12 Hubungan Antara Pendidikan dengan Personal Hygiene.............................. 57 Tabel 13 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Personal Hygiene............................. 58 Tabel 14 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene ........................... 59 Tabel 15Hubungan Antara Sikap dengan Personal Hygiene ....................................... 61 Tabel 16 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ........................ 62 Tabel 17 Hubungan Antara Penyuluhan/Pelatihan dengan Personal Hygiene ............ 64
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Menurut WHO (2005) penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak ditemukan di zaman modern ini. Penyakit yang diakibatkan bawaan makanan dari kontaminasi bakteri pathogen adalah penyakit diare.Menurut perkiraan, sekitar 70% kasus penyakit diare karena makanan yang terkontaminasi oleh bakteri pathogen seperti bakteri Coliform (Eschercia coli, Enteribacter arogenes), Shigella spp, Salmonella spp,dan Virbrio cholereae (WHO, 2005). Kontaminasi mikroorganisme pada makanan tersebut disebabkan dari tidak mempraktikkan hygieneperorangan dengan benar seperti mencuci tangan, dan mencuci alat masakan danmemakai celemek (Arisman, 2009). Diketahui pada tahun 1993 – 1997 di Amerika Serikat telah terjadi outbreak sebesar 550 kasus akibat bawaan makanan, lebih dari 40% dari outbreak tersebut disebabkan oleh perusahaan jasa makanan/tempat pengolahan makanan (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008). Pada tahun 2014 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menginformasikan telah terjadi 43 kasus insiden keracunan makanan di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu kejadian keracunan makanan disebabkan oleh pangan jajanan sebanyak 15 insiden keracunan dengan jumlah korban 468 orang dan terdapat 1 orang meninggal serta 1 insiden
2
keracunan akibat pangan jasa boga/katering dengan jumlah korban 748 orang. Sedangkan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2007 telah terjadi peningkatan kasus penyakit diare sebesar 3,63 per 1000 penduduk dan pada tahun 2008 sebesar 77,48 per 1000 penduduk (Bank Data Kemenkes. 2015). Dari
peningkatan kasus wilayah Tangerang di
atas bahwa
kemungkinan kasus penyakit diare disebabkan oleh konsumsi air minum dan makanan yang mengandung bakteri pathogen seperti bakteri Coliform (Eschercia coli, Enteribacter arogenes), Shigella spp, Salmonella spp, dan Virbrio cholereae. Kemudian hasil identifikasi dari beberapa kasus keracunan makanan yang dilakukan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan outbreak tersebut seperti kebersihan pekerja/penjamah dalam menyajikan makanan kemudian suhu memasak dan cara menyimpan makanan yang kurang baik (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008). Salah satu bakteri yang sering dijadikan indikator terjadinya pencemaran makanan adalah golongan bakteri coliform. Bakteri ini digunakan sebagai indikator sanitasi karena jumlah koloninya berkolerasi positif dengan keberadaan bakteri patogen lainnya sehingga mudah di deteksi secara sederhana. Bakteri coliform dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti penyakit diare apabila masuk ke saluran pencernaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Setiawan (2004) mengenai analisis bakteri coliform pada makanan olahan di kantin pusat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya didapatkan nilai MPN coliform pada lontong balap, pecel, gado – gado, siomay, sate ayam, ayam penyet dan sate kambing sebesar >1100 sel/100m.
3
Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2009) mengenai hygiene sanitasi ada pedagang makanan jajanan tradisional di lingkungan sekolah dasar menunjukkan bahwa sebesar 47,8% responden hygiene perorangannya tidak baik, didapatkan 65,2% responden memiliki sanitasi yang tidak baik dari peralatan yang digunakan oleh pedagang makanan jajanan tradisional tersebut. Hal ini diperkuat dengan penelitian Puspita (2013) tentang hygiene sanitasi penjamah makanan dan cemaran bakteri Escherichia coli pada makanan gado – gado di sepanjang kota Manado masih terdapat 35,5% penjamah makanan melakukan praktik hygiene sanitasi kurang baik. Hasil pemeriksaan Escherichia coli dari 31 sampel makanan gado – gado terdapat 26 sampel menunjukkan angka kuman Escherichia coli lebih dari 0 koloni/gr di sepanjang kota Manado. Pada penelitian lain diperkuat pada pemantuan kualitas makanan gado – gado dan ketoprak di kampus X dengan menunjukkan hasil uji laboratorium terhadap kuman e. Coli yang ada di makanan tersebut, didapatkan angka cukup tinggi di beberapa piring lebih dari 100 koloni/ml (Susanna, 2003). Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti melalui pemeriksaan bakteri coliform pada makanan gado – gado di sekitar Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan mengambil enam sample secara acak. Hasil pengujian bakteri yang telah dilakukan pada makanan tersebut adalah “Coliform tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan” pada 6 sampel makanan gado - gado, hal ini dapat disimpulkan bahwa makanan tradisional gado – gado telah terkontaminasi oleh bakteri coliform dimana standar yang dipersyaratkan oleh Standar
4
Nasional Indonesia (SNI) No. 7388 tahun 2009 batas maksimum cemaran Mikroba pada pangan adalah 500 koloni/gr kemudian hasil dari pengujian salah satu sample makanan gado – gado didapatkan bakteri coliform sebanyak 76.000.000 koloni/gr di Kelurahan Pisangan, 80.000.000 koloni/gr di Kelurahan Cirendeu dan 88.000.000 koloni/gr di Kelurahan Cempaka Putih. Kemudian peneliti juga melakukan pengamatan melalui observasi di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur terdapat banyak penjual makanan di sepanjang jalan tersebut dan dilalui oleh kendaraan bermotor dengan jarak kurang lebih hanya satu meter dari warung ke tepi jalan. Khususnya pada pedagang makanan gado – gado, penjamah makanan menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam menjamah makanan, misalnya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka sehingga vektor seperti lalat mudah masuk ke wadah makanan. Kemudian posisi warung pedagang gado – gado tersebut tepat di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor. Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) penyakit bawaan makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin rumah sakit, sekolah, pangkalan militer, saat jamuan makanan atau pesta (WHO, 2005). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam
5
penanganan makanan jajanan yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Dari beberapa aspek tersebut dapat mempengaruhi kualitas makanan. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
715/Menkes/SK/V2003 hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan terhadap faktor makanan, orang, tempat, perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Banyak makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga menimbulkan gangguan kesehatan seperti makanan jajanan yang diolah secara tradisional (Khomsan, 2003). Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan khususnya pada makanan tradisional di masyarakat diperkirakan terus meningkat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan tradisional murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat (Kompas, 2006). Makanan tradisional pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannya praktik hygiene perorangan dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen dalam menangani makanan tradisional yang baik dan benar (Nanuwasa, 2007).
6
Adapun faktor – faktor utama yang mengakibatkan kontaminasi makanan sehingga mengakibatkan foodborne illness adalah adanya kesalahan penyiapan makanan beberapa jam sebelum di makan, di sertai dengan terjadinya kontaminasi silang akibat personal hygiene yang buruk dalam mengolah makanan dan penyimpanannya dalam suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen serta pemasakan atau pemanasan yang kurang memadai untuk mengurangi patogen (WHO, 2005). Makanan jajajan yang berair dan tidak panas mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian kontaminasi (Puspita, 2013). Gado – gado merupakan salah satu makanan yang tidak panas ketika disajikan sehingga berpotensi terjadi kontaminasi oleh mikroba. Bakteri atau mikroba dapat tumbuh dengan baik pada suhu di atas 5˚C derajat – 60˚C pada makanan. Kontaminasi bakteri pada suhu tersebut dapat menyebabkan penyakit di derita manusia dengan cepat. Suhu 5˚– 60˚C pada makanan disebut “Temparature danger zone”. Suhu biasanya dikaitkan dengan waktu pemasakan dan sanitasi penjamah makanan, suhu, waktu dan sanitasi sangat berperan penting dalam pertumbuhan bakteri pathogen pada makanan (David, 2000). Makanan tradisional gado – gado merupakan makanan dalam kategori “Temparature danger zone” dimana makanan tersebut dapat dikonsumsi antara suhu 5˚C – 60˚C. Sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh bakteri sehingga jika dalam tahap persiapannya dan pengolahannya tidak memenuhi syarat seperti perebusan sayur pada suhu yang tidak mencapai 60˚C selama 15 menit , hal ini bisa menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kontaminasi E. coli pada gado – gado (Puspita, 2013).
7
Adapun sayur- sayuran yang sering di gunakan dalam pengolahan gado – gado adalah sayuran hijau yang diiris kecil – kecil seperti selada, kubis, bunga kol, kacang panjang, taoge, wortel, mentimun, tomat, kentang rebus telur rebus dan biasanya gado – gado menggunakan saus kacang untuk menambah rasa enak pada sayuran. Masalah utama pada makanan gado – gado adalah masalah keamanan yang disebabkan oleh tahap persiapan dan pengolahan yang kurang memperhatikan aspek personal hygieneyang baik oleh penjamah makanan. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya kontaminasi silang (cross contamination) pada makanan gado – gado tersebut akibat dari kurang memperhatikan personalhygiene yang baik pada makanan. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis personal hygienepada penjual makanan tradisonal gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Gado – gado adalah makanan yang dapat di konsumsi dalam keadaan dingin dan banyak di konsumsi masyarakat saat ini. Selain dapat mengenyangkan, gado – gado juga mengandung sayur – sayuran yang mengandung nilai gizi yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Makanan gado – gado ini dalam keamanan pangan termasuk dalam zona tempetature danger zone dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 5˚ - 60˚ C, hal ini tidak menutup kemungkinan makanan gado – gado memenuhi syarat kesehatan seperti :
8
a. Mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit, seperti bakteri coliform. b. Pedagang
yang
kurang
memperhatikan
personal
hygieneyang
baik,sehingga terjadinya kontaminasi silang (cross contamination) pada makanan tersebut. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran personal hygiene penjamah makanan pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015? 2. Bagaimana gambaranvariabel demografi (tingkat pendidikan dan lama kerja) penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,Cirendeu dan Cempaka Putih KecamatanCiputat Timur Tahun 2015? 3. Bagaimana gambaran pengetahuan penjamahpada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015? 4. Bagaimana gambaran sikap penjamah pada penjual makanan tradisional gado
–
gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015? 5. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana personal hygiene penjamah makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun 2015? 6. Bagaimana gambaran kegiatan penyuluhan atau pelatihan penjamah makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
9
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun 2015? 7. Apakah ada hubungan antara faktordemografi (pendidikan dan lama kerja) penjamah makanan denganpersonalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015? 8. Apakah ada hubungan antara faktor pengetahuan penjamah dengan personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015? 9. Apakah ada hubungan antara faktor sikap penjamah dengan personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun 2015? 10. Apakah ada hubungan antara faktor ketersediaan sarana pribadi penjamah makanan dengan personalhygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun 2015? 11. Apakah ada hubungan antara faktor kegiatan penyuluhan atau pelatihan penjamah makanan dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015?
10
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk
mengetahui
gambaran
personalhygienepada
penjual
makanan tradisonal gado - gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran personal hygienepenjamah makanan pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015 2. Diketahuinya gambaranvariabel demografi (pendidikan dan lama kerja) penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan dan Cempaka Putih KecamatanCiputat Timur Tahun 2015 3. Diketahuinya gambaran pengetahuan penjamah pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan KecamatanCiputat Timur Tahun 2015 4. Diketahuinya gambaran sikap penjamah pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan. Ciputat Timur Tahun 2015 5. Diketahuinya gambaran ketersediaan sarana penjamah makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015 6. Diketahuinya gambaran kegiatan penyuluhan atau pelatihan penjamah makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015
11
7. Diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan
dan lama
kerja) penjamah makanan
denganpersonalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015 8. Diketahuinya hubungan antara faktor pengetahuan penjamah dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015 9.
Diketahuinya hubungan antara faktor sikap penjamah dengan personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan KecamatanCiputat Timur Tahun 2015.
10. Diketahuinya hubungan antara faktor ketersediaan sarana pribadi penjamah makanan dengan personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015 11. Diketahuinya ada hubungan antara faktor kegiatan penyuluhan atau pelatihan penjamah makanan dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Pemerintah Daerah Setempat Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk lebih memperhatikan dan memperketat regulasi mengenai aspek kesehatan
12
dari makanan tradisional yang dijual di wilayah tersebut yang kemudian sebagai acuan melakukan intervensi kepada para pedagang. 1.5.2 Bagi Pedagang Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan yang positif tentang hygiene perorangan untuk mencegah terjadinya pencemaran dalam makanan sehingga dapat meningkatkan kualitas keamanan pangan yang dihasilkan. 1.5.3 Bagi Peneliti Lain Diharapkan dapat menjadi informasi untuk melengkapi penelitian lebih lanjut mengenai personalhygienepenjamah makanan tradisional gado – gado di berbagai daerah. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuipersonalhygienepada penjual makanan tradisonal gado - gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015, yang dilakukan pada bulanSeptember
sampai
Oktober
2015.
Sumber
data
didapatkan
melaluiwawancara dan observasi langsung menggunakan kuesioner pada semua pedagang gado – gado. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitikdengan desain studicross sectionalyang bertujuan mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.Instrumen penelitian ini berupa wawancara dan observasi menggunakan kuesioner dan tabel check list.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Tradisional Makanan merupakan sumber energi utama manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari – hari dengan baik untuk bekerja, olahraga, belajar dan sebagainya. Kemudian makanan di konsumsi yang menghasilkan bahan baku dan energi untuk pergerakan sistem di dalam tubuh manusia. Makanan tradisional adalah makanan yang erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat berasal dari suatu daerah tertentu yang memberikan ciri khas berbeda setiap daerahnya, biasanya disesuaikan pada fungsi sosial, budaya dan agama setempat (Winarno, 2004). Makanan diperlukan dalam kehidupan manusia karena makanan merupakan unsur esensialpertumbuhan dan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap hari. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh dalam pertumbuhan, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari – hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2005).
14
Makanan memiliki peranan yang terhadap kesehatan manusia yaitu berfungsi sebagai (Dainur, 1995) : a. Nilai gizi makanan yang mencakup kecukupan unsur – unsur makanan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan,misalnya cukup kalori dan mineral. Semua unsur tersebut dalam keadaan yang seimbang baik kuantitas maupun kualitas yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia. b. Kelebihan ataupun kekurangan kuantitas ataupun kualitas makanan, ikut mempengaruhi kesehatan manusia, misalnya pada malnutrisi, kegemukan dan sebagainya. c. Alergi terhadap makanan tertentu, langsung atau tak langsung akan mempengaruhi kesehatan. d. Makanan karena sesuatu sebab menghasilkan racun (toksin) yang menganggu kesehatan. e. Makanan yang tercemar bahan kimia, mikroorganisme, parasit dan sebagainya, secara langsung ataupun tidak langsung dapat menganggu kesehatan. Kemudian makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, adapun kriteria makanan tersebut adalah (Adams dan Moetarjemi, 2003):
15
a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki. b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya. c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan – kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan ( food borne illness). 2.2 Gado – Gado Gado – gado merupakan makanan yang terdiri atas irisan beberapa jenis sayuran seperti daun selada segar, tauge rebus, kol rebus, kentang rebus, mentimun, tahu goreng yang diiris tipis dan telur rebus. Gado – gado juga dilengkapi irisan lontong. Semua bahan tersebut disiram dengan bumbu kacang yang rasanya gurih dan di atasnya diberi taburan bawang goreng, kerupuk serta emping melinjo, gado – gado ini banyak dijumpai di pulau Jawa (Tania, 2008). Mengkonsumsi sayuran merupakan hal yang harus dilakukan bila kita ingin hidup sehat. Kondisi tubuh yang bugar dan awet muda dapat dicapai dengan mengonsumsi sayuran secara teratur dalam porsi cukup. Sayuran merupakan pabrik bagi zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral. Selain itu, sayuran merupakan gudang antioksidan dan serat pangan. Semua zat – zat tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh agar tetap prima. Vitamin yang banyak terdapat pada sayuran adalah vitamin C dan vitamin B kompleks. Beberapa sayuran juga merupakan sumber bagi
16
vitamin A, D dan E. Karotenoid (prekursor vitamin A) serta vitamin C dan E merupakan antioksidan alami yang sangat berguna utnuk melawan serangan radikal bebas, penyebab penuaan dini, dan berbagai penyakit kanker. Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium dan fosfor (Almatsier, 2001). 2.2.1 Proses Pembuatan Gado – gado Tahap – tahap pembuatan gado – gado adalah sebagai berikut (Rukmana dan Eosman, 2003) : a. Persiapan Bahan Bahan – bahan yang diperlukan terdiri atas kentang rebus, kangkung, kacang panjang, taoge, mentimun, tahu goreng, tempe goreng, bawang merah goreng dan kerupuk (emping) melinjo. Adapun bumbu – bumbu yang diperlukan terdiri atas 100 gr kacang tanah, 2 siung bawang putih, 1 potong kencur, 2 buah cabai merah, asam, daun jeruk purut, gula merah secukupnya dan 1 potong terasi yang telah dibakar. b. Proses pembuatan Proses pembuatan gado – gado adalah sebagai berikut : 1. Semua sayuran dimasak (direbus), kecuali mentimun 2. Mentimun dikupas di potong tipis-tipis. Kentang direbus hingga matang, kemudian dikupas kulitnya dan dipotong – potong.
17
2.3 Higiene Sanitasi Hygiene menurut Kemenkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu misalnya, mencuci tangan untuk melindungi kebersihan, membersihkan alat makan dengan air bersih dan sabun, kemudian tidak membiarkan makanan membusuk sehingga tidak terjadi kontaminasi pada benda lain seperti pada makanan (Kemenkes RI, 2003). Hygiene menurut Tarwotjo (1998) adalah suatu pengetahuan tentang kesehatan dan pencegahan suatu penyakit. Kemudian menurut Soeripto (2008), hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan. Sedangkan sanitasi merupakan program yang seharusnya dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali. Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan kimia, insekta, tikus dan partikel – partikel benda asing seperti kayu, metal, pecahan gelas dan lain – lain, tetapi yang terpenting adalah bebas dari kontaminasi mikroba (Winarno, 2004).
18
2.3.1 Peran PersonalHygieneyang Baik Pada Makanan Keracunan makanan merupakan suatu hal yang membahayakan, sehingga hygiene perlu mendapatkan perhatian yang besar bagi setiap orang yang menangani soal makanan. Bakteri dan bibit penyakit dari luar tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Bakteri tidak dapat dilihat oleh kasat mata, makanan yang kelihatan bersih tidak berbau mungkin dapat membahayakan bila dimakan karena terkontaminasi oleh bakteri dari luar dan berkembang biak (Tarwotjo, 1998). Dalam hal ini penting untuk mengamankan makanan dari kontaminasi bakteri dengan membiasakan berperilaku hygiene dalam segala bidang. Serangga, tikus, air bersih dan sampah merupakan faktor penting dalam menangani hygiene. Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003 bahwa higiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan dan minuman, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Adapun menurut pengertian yang lain sanitasi makanan merupakan salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai saat makanan dan minuman tersebut dikonsumsi oleh masyarakat (Sumantri, 2010).
19
Tujuan dan berbagai tahapan upaya sanitasi makanan diperhatikan dalam penyelengaraannya,
kemudian
ada
beberapa
faktor
yang
dapat
mempengaruhi sanitasi makanan. Hal ini berkaitan dengan makanan, manusia, tempat/bangunan dan peralatan. 2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene dan sanitasi makanan dan minuman yaitu (Kemenkes RI, 2011) : 2.3.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri – ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Sumantri, 2010). Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku (Purawidjaja, 1995). Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber – sumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik
20
seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan (Kemenkes RI, 2011). 2.3.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai berikut (Winarno, 2004) : 1) Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus serangga tidak bersarang 2) Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya 3) Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur 4) Memiliki sirkulasi udara yang cukup 5) Memiliki pencahayaan yang cukup 6)
Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).
Adapun kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena : 1) Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia 2) Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan benturan dan lain – lain.
21
2.3.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip – prinsip hygiene sanitasi (Kemenkes RI, 2011). Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan memenuhi sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat – alat perlengkapan masak, tempat pengolahan (dapur) dan penjamah makanan (Winarno, 2004).
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali, wajan dan lain – lain. Hal yang diperhatikan pada peralatan masak adalah sebagai berikut : 1) Bahan peralatan Tidak boleh melepas zat racun seperti zat beracun cadmium, plumbum, zincum, cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat berakumulasi sebagai penyakit saluran kemih dan kanker. 2) Keutuhan peralatan Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores atau retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi 3) Fungsi - Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi tersendiri
22
- Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan Contoh: gagang pisau warna biru/hitam untuk memasak dan gagang pisau warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah. - Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi 4) Letak Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat masing – masing sehingga memudahkan untuk menggunakan kembali. 2.3.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam lemari atau pendingin. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan (Kemenkes RI, 2011) : 1) Makanan yang disimpan harus diberi tutup 2) Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan 3) Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air 4) Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain 5) Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya. a) Waktu tunggu (holding time) (1) Makanan masak yang disajikan panas harus tetap berada dalam keadaan diatas 60˚ C
23
(2) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada suhu di bawah 10˚ C (3) Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10˚ C harus dipanaskan kembali.
b) Suhu (1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25˚ C - 30˚ C) (2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60˚ C (3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu di bawah 10˚C. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah bakteri makanan selalu berada pada suhu dimana bakteri dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik pada suhu 5˚ C – 60˚ C. Hal ini sering disebut makanan berbahaya dikonsumsi yang disebut “temperature danger zone”. Pemantauan yang cermat waktu dan suhu adalah cara yang paling efektif seorang manajer pengolah makanan harus mengontrol pertumbuhan bakteri dan biasanya terjadi pada proses pembusukan. Makanan harus disimpan dibawah 5˚ C dan jika dimasak harus diatas 60˚ C agar bakteri tidak terkontaminasi pada makanan tersebut (David, 2000). 2.3.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di
24
dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.
1) Pengangkutan bahan makanan Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah pencemaran makanan tersebut adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan membahayakan tubuh manusia,berikut cara dalam mengangkutnya (Kemenkes RI, 2011): -. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain. - Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan atau barang – barang. - Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih. - Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran - Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting
25
- Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi. 2) Pengangkutan siap santap Dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011) : a) Setiap makanan mempunyai wadah masing – masing b) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau anti bocor. c) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas 60˚ C dan tetap dingin 4˚ C. d) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian. e) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk keperluan lain. 2.3.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli. Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara yaitu memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal
26
dari bahan – bahan yang dapat menimbulkan racun. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi menggunakan tutup kepala dan celemek, tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kemenkes RI, 2011) 2.4 Personal Hygiene Penjamah Makanan Menurut kamus Gizi Personalhygiene adalah semua hal yang berhubungan dengan kebersihan badan. Personalhygiene penting karena bagian – bagian tubuh seperti tangan, rambut, hidung, dan mulut merupakan jalan masuk mikroba untuk mencemari makanan selama penyiapan, pengolahan dan penyajian melalui sentuhan dan pernapasan (Sundjaja, 2009). Kemudian penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian (Winarno, 2004). Penjamah makanan harus memperhatikan kesehatan dan kebersihan individu, karena ada 3 kelompok penderita penyakit yang tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam penanganan makanan yaitu penderita penyakit infeksi saluran pernafasan, pencernaan dan penyakit kulit (Stokes, 1984 dalam Purnawijayanti, 2001). Menurut Stokes ketiga jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita. Orang sehat sebenarnya masih membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut, hidung,
kulit
dan
saluran
pencernaannya.
Akan
tetapi
kebanyakan
mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
27
Syarat – syarat personal hygiene pada penjamah makanan dalam menangani makanan yaitu (Kemenkes RI, 2003): 1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit pert sejenisnya 2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul) 3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian 4. Memakai celemek dan tutup kepala 5. Mencuci tangan setiap kali hendak menanganai makanan 6. Menjamah tangan setiap kali hendak menangani makanan 7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung mulut dan bagian lainnya) 8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup hidung atau mulut.
2.5 Faktor – Faktor yang MempengaruhiPersonalHygiene Penjamah Makanan Menurut Green (1980) perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu predisposing Factors diantaranya pengetahuan, sikap, persepsi, nilai, keyakinan dan variabel demografi (pendidikan, lama kerja). Enabling factors terdiri dari fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber daya. Kemudian Reinforcing factors merupakan faktor yang mendorong untuk berperilaku seperti yang diharapkan, terwujud dalam perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, keluarga yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
28
A. Predisposing Factors Faktor – faktor predisposisi, menurut Green (1980) adalah faktorfaktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran atau motivasi yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keyakinan kemudian, dalam konteks lain variabel demografi mempengaruhi faktor ini seperti pendidikan dan lama kerja. 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
obyek
tertentu
(Notoatmodjo, 2010). Menurut penelitian Rogers (1974) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu (1) Awareness atau kesadaran, (2) Interest atau ketertarikan, (3) Evaluation atau menimbang – nimbang terhadap baik – tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, (4) Trial atau mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, (5) Adoption atau telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tersebut tidak selalu harus melewati tahap – tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses tersebut yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku baru ini akan bersifat langgeng. Sedangkan,
29
apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Maka, orang yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi diharapkan akan dapat berpengaruh terhadap perilaku yang lebih baik. Menurut penelitian Marsaulina (2004) bahwa terdapat hubungan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pengetahuan seseorang. 2. Sikap Sikap adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu atau obyek (Notoatmodjo, 2010). Manifestasi dari sikap tidak dapat terlihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan lebih dulu dari perilaku tertutup (covert behavior). Kemampuan dalam menerima, merespon, menghargai dan mampu mempertanggungjawabkan
sikap
yang
dipilih
akan
menentukan
tingkatan sikap seseorang (Dartini, 2000). Selanjutnya, menurut Notoatmodjo (2010) bahwa orang yang memiliki sikap yang positif terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki perilaku/tindakan yang baik pula. 3. Keyakinan Keyakinan atau belief adalah pembentuk struktur konsep manusia adalah makhluk rasional yang menggunakan informasi yang dia miliki untuk menilai, melakukan evaluasi dan kemudian memutuskan keyakinan diperoleh baik dari dalam atau luar unsur dirinya, yang akhirnya terbentuklah keyakinan dirinya, orang lain, lembaga – lembaga, tingkah laku, kejadian – kejadian (Bart, 1994).
30
4. Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2011), pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan – tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah – masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan
kesehatan
ini
didasarkan
pada
pengetahuan
dan
kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2011). Kemudian pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna untuk membina proses intelektual penjamah makanan, dan jenis pendidikan. Responden tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap hygiene perorangan. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh seseorang, maka semakin besar keinginannya untuk dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo, 2007). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mubarak, dkk (2007) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan perilakunya. Penelitian yang dilakukan Sachriani (2001) menunjukkan bahwa pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hygiene perorangan.
Begitupula
berdasarkan
penelitian
Rosia
tentang
31
hygienedan sanitasi makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan Cibinong tahun 2010. 5. Lama Kerja Seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Mubarak dkk, 2007). Menurut Siagian dalam Susanna (2008), seorang penjamah makanan yang telah lama bekerja mempunyai wawasan, pengalaman yang luas dan banyak untuk pembentukan perilakunya. Penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan perilaku hygiene dan sanitasi di kantin kampus Universitas “X”. B. Enabling Factors Faktor pemungkin Green (1980) adalah kemampuan dari sumber daya yang penting untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin ini adalah fasilitas penunjang. Ketersediaan fasilitas penunjang ini adalah seperti kepemilikan sarana pribadi penjamah makanan merupakan salah satu faktor pemungkin yang menyebabkan suatu perubahan perilaku untuk memiliki personalhygiene yang baik. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan
32
fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang melakukannya (Effendy, 1997). Menurut Dartini (2000) yakni jika terpenuhinya sarana yang diperlukan oleh tenaga penjamah makanan maka dimungkinkan memiliki personalhygiene dan sanitasi yang baik. C. Reinforcing Factors Reinforcing factors atau faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatan dukungan atau tidak dengan memberikan reward, insentif dan punishment. 1. Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan atau Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan kesehatan (Mubarak, 2007 dalam Azrul Azwar, 2001). Menurut Strausse dalam Notoatmodjo (2010) pelatihan dapat berarti mengubah pola penilaian karena dengan pelatihan, maka akhirnya dapat menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pelatihan (Training) adalah suatu bentuk proses pendidikan yang mana dengan melalui pelatihan,
sasaran
belajar
atau
sasaran
pendidikan
akan
memperoleh pengalaman belajar yang pada akhirnya menimbulkan pengaruh terhadap perilaku yang baik bagi mereka. Berdasarkan penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada
33
hubungan pelatihan dengan perilaku hygiene dan sanitasi di kantin kampus Universitas “X”. 2. Pengawasan Pemerintah Setempat Pengawasan pemerintah setempat dalam hal ini adalah petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan setempat yang memiliki tiga peranan penting yaitu berperan sebagai kuratif, preventif dan surveilans (Adams dan Motarjemi, 2003) : 1.
Peranan Kuratif Masalah yang langsung dihadapi oleh petugas kesehatan adalah bagaimana menangani orang yang sakit. Kesakitan yang berasal dari makanan tidak tampak dengan segera, meskipun banyak foodborne illness dengan diare sebagai gejala utamanya, kesakitan yang lain mungkin memiliki gejala yang berbeda.
2. Peranan Preventif : Pengendalian hazard bawaan makanan Petugas kesehatan dapat melakukan intervensi untuk menurunkan
insiden
foodborne
illness
melalui
program
pendidikan kesehatan makanan. 3. Surveilans Petugas kesehatan harus berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan terhadap foodborne disease. Data epidemiologi diperlukan sehingga petugas di bidang kesehatan masyarakat menjadi sadar akan jenis penyakit terbaru pada populasi, dapat mengidentifikasi subkelompok populasi mana yang berisiko, dan dapat merencanakan program keamanan makanan yang tepat dan
34
dapat mencapai target intervensi pendidikan dengan cara yang sesuai. 2.6 KERANGKA TEORI Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980, menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni bentuk pasif (covert behavior) dan bentuk aktif (overt behavior). Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor prediposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisiposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan, dan demografi. Faktor pendukung terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana hygiene dan sanitasi pada penjamah makanan. Faktor pendorong terdiri dari sikap dan perilaku penjamah makanan dalam mengolah dan menyajikan makanan. Berdasarkan teori yang dijelaskan di atas, cakupan personal hygiene pada pedagang makanan gado – gado dipengaruhi oleh faktor perilaku yang diantaranya terdiri dari faktor predisposisi (pengetahuan, sikap ,keyakinan, keterampilan yang dimiliki dan demografi : pendidikan, lama kerja), faktor pendukung (tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana personal hygiene pada penjamah makanan), faktor pendorong (kegiatan pelatihan penjamah makanan tradisional / kaki lima dan pengawasan dari dinas kesehatan menganai kemanan pangan) Untuk memperjelas ide dan gagasan pada tinjauan pustaka yang telah disajikan, materi terkait personal hygiene pada makanan dapat digambarkan berupa bagan kerangka teori sebagai berikut :
35
Faktor Predisposisi : -
Pengetahuan Penjamah Makanan Sikap Penjamah Makanan Keyakinan Demografi (Pendidikan, Lama Kerja)
Faktor Pendukung : -
Ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan
PersonalHygiene pada Pedagang Makanan Gado - Gado
Faktor Pendorong : -
Kegiatan Pelatihan Penjamah Makanan Pengawasan Dinas Kesehatan
Sumber : Lawrence Green (1980) dan Kemenkes (2003)
Bagan 3.1 Kerangka Teori Kerangka konsep personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur tahun 2015
36
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 KERANGKA KONSEP Dalam proses pengolahan makanan faktor tenaga penjamah makanan sangat penting perannya. Pengetahuan dan sikap yang baik tentang personal hygiene makanan pada tenaga penjamah makanan akan sangat berpengaruh pada kualitas makanan yang dihasilkan. Pada penelitian ini menggambarkan hubungan antara variabel bebas (independent variabel) yaitu karakterirtik sosio – demografi (pendidikan dan masa kerja), pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan dan kegiatan pelatihan penjamah makanan dengan variabel tergantung (dependent variabel) yaitu variabel personalhygiene pada penjamah makanan tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur. Untuk variabel keyakinan tidak diteliti karena terdapat kesulitan untuk mengukur nilai dan keyakinan tersebut. Kemudian Faktor pengawasan tidak diteliti, karena untuk pengamatan dan pengawasan secara terus menerus dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat. Dengan demikian, kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.
37
Faktor Predisposisi : Pengetahuan Makanan
Penjamah
- Sikap Penjamah Makanan - Demografi (Pendidikan, Lama Kerja)
Faktor Pendukung : - Ketersediaan sarana higiene dan sanitasi penjamah makanan
PersonalHygiene pada Makanan Gado - Gado
Faktor Pendorong : - Kegiatan penyuluhan/Pelatihan Hygiene dan Sanitasi
Bagan 3.1 Kerangka konsep personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur tahun 2015
Pedagang
38
3.2 Definisi Operasional Variabel Analisis Personal Hygienepada makanan tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. No.
Variabel
Definisi Operasional
1.
Personal
Kebersihan seseorang dalam menangani Observasi
Hygienepeda
makanan gado – gado yang dilihat
gang
secara
makanan
celemek,
visual
yaitu
tidak
mengunyah,
Cara Ukur
tidak
Alat Ukur Kuesioner
Hasil ukur
Skala ukur
0= kurang baik, jika Ordinal tidak memenuhi syarat dengan skor < 23
menggunakan
merokok,
1= baik, jika memenuhi syarat dengan skor ≥ 23
tidak
menggunakan
perhiasan yang berlebihan, memakai pakaian bersih, mencuci tangan sebelum menangani makanan dan setelah buang air besar/kecil 2.
Pendidikan
Pendidikan formal terakhir yang pernah Wawancara
Kuesioner
0= SD - SMP (rendah) Ordinal
diterima oleh responden saat penelitian
1= SMA – Perguruan
dilakukan
Tinggi (tinggi) (Sofiana, 2010)
39
3.
Lamanya
Lamanya responden berjualan gado - wawancara
kerja
gado
Kuesioner
0= ≤5 Tahun
Ordinal
1= >5 Tahun (Sofiana, 2010)
4.
Pengetahuan
Hasil tahu yang dimiliki oleh responden Wawancara
Kuesioner
0= kurang baik, jika Ordinal
tentang hygiene makanan tradisional
tidak memenuhi syarat
gado - gado
dengan skor < 24 1=
baik,
memenuhi
jika syarat
dengan skor ≥ 24 5.
Sikap
Tanggapan atau pendapat responden Wawancara
Kuesioner
0= kurang baik, jika Ordinal
terhadap hygiene makanan tradisional
tidak memenuhi syarat
gado - gado
dengan skor < 17 1=
baik,
memenuhi
jika syarat
dengan skor ≥ 17
40
6
Ketersediaan
Sarana pribadi yang disediakan untuk wawancara
sarana
penjamah makanan berupa tempat cuci
tidak memenuhi syarat
hygiene
tangan, alat pelindung kerja (topi,
dengan skor < 12
penjamah
celemek,
1=
makanan
mulut/masker)
alas
kaki
dan
Kuesioner
penutup
0= kurang baik, jika Ordinal
baik,
memenuhi
jika syarat
dengan skor ≥ 12
7
Kegiatan
Kegiatan pelatihan atau penyuluhan Wawancara
pelatihan/Pen
hygienesanitasi makanan yang pernah
yuluhan
diikuti oleh penjamah makanan selama
penjamah
berjualan.
makanan
Kuesioner
0 = Tidak pernah 1 = Pernah
Ordinal
41
3.3 Hipotesis Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat
hubungan
antara
lama
kerja
penjamah
makanan
dengan
personalhygienepada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. 2. Terdapat
hubungan
antara
tingkat
pendidikan
penjamah makanan
dengan
personalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. 3. Terdapat hubungan antara pengetahuan penjamah dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. 4. Terdapat hubungan antara sikap penjamah dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. 5. Terdapat hubungan antara ketersediaan sarana pribadi penjamah makanan dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015. 6. Terdapat hubungan antara kegiatan penyuluhan/pelatihan penjamah makanan dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
42
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik menggunakan studi cross sectional. Pada rancangan penelitian dengan desain cross sectional variabel dependen (personal hygiene penjamah makanan gado - gado) maupun variabel independen (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, pengetahuan dan sikap) diteliti pada saat yang bersamaan untuk mengetahui hubungan antara variabel – variabel tersebut. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September sampai Oktober tahun 2015. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah tempat penjualan makanan gado – gado yang berada di Kelurahan Pisangan sebanyak 31 penjamah makanan gado – gado, Kelurahan Cirendeu sebanyak 25 penjamah makanan gado – gado dan Kelurahan Cempaka Putih sebanyak 24 penjamah makanan gado – gado, sehingga jumlah populasi penjamah makanan gado – gado tersebut adalah 80 penjamah makanan gado – gado. Untuk mengetahui jumlah sampel penelitian ini sudah memenuhi syarat atau belum maka harus dihitung nilai dari kekuatan uji (β) penelitian.
43
Kemudian pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan rumus berikut: n = [Z1 – α/2√
√
]2
(P1 – P2)2
Keterangan : n
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan
p1
: Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang beresiko
p2
:Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang tidak beresiko
P
: Rata – rata proporsi ((P1 +P2)/2)
Z1-α/2 : Derajat Kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96 Z1-β
: Kekuatan uji 1 – β yaitu sebesar 95% = 1,64
44
Untuk angka P1 dan P2 diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mulyanto (2003). Berikut hasil perhitungan untuk setiap variabel : Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel Variabel
P1
P2
P
Z1-α/2
Z1-β
N
Pengetahuan
0,182
0,061
0,256
5%
80
70
Sikap
0,5
0,071
0,175
5%
95
26
Populasi pedagang gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih adalah 80 orang. Berdasarkan perhitungan sampel, maka sampel minimal yang dapat diambil adalah sebanyak 70 orang. Besar sampelmenurut Suharsimi Arikunto (1986) sebagai berikut “apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik sampel diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Sehingga besar sampel untuk keperluan penelitian ini adalah sebanyak 80 sampel, yang juga merupakan populasi penelitian. 4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 4.4.1 Jenis Pengumpulan Data Pada penelitian ini jenis pengumpulan data diperoleh dari : a. Data Primer 1) Wawancara Wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan kepada penjual makanan gado - gado untuk mengetahui Sosial Demografi, pengetahuan,
45
sikap, ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi dan kegiatan pelatihan penjamah makanan reponden. 2) Observasi Observasi dengan menggunakan tabel check list untuk mengetahui personal hygiene penjamah makanan. b. Data Sekunder Diperoleh dari studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu tentang personal hygiene penjamah makanan. 4.4.2 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahan yaitu : a. Wawancara terstruktur dengan memberikan kuesioner kepada para penjamah
makanan
gado
–
gado
untuk
mengetahui
sosial
demograf(pendidikan dan lama bekerja) pengetahuan, sikap, dan kegiatan pelatihan penjamah makanan reponden. b. Observasi dilakukan oleh peneliti mengenai personal hygiene dan ketersediaan sarana higiene dan sanitasi penjamah makanan gado – gado. 4.5 Validitas dan Reabilitas Sebelum instrument/ alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan realibitas alat ukur tersebut. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu alat ukur. Tinggi rendahnya validitas alat ukur menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran variabel yang dimaksud. Sedangkan reabilitas menunjukkan bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
46
pengumpul data karena alat ukur tersebut sudah baik dan tidak memiliki sifat tendesius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu (Rangkuti, 2002). Uji Validitas dan reabilitas instrumen penelitian dilakukan terhadap 30 responden diluar sampel penelitian yang memiliki karakteristik serupa dengan sampel yang diamati (Pella dan Inayati, 2011). 4.5.1 Uji Validitas Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing – masing variabel dengan skor totalnya. Hasilnya pengujian validitas dilihat pada kolom corrected item-total correlation dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrumen tersebut valid (Hastono, 2011). Responden dalam uji validitas instrumen penelitian ini berjumlah 30 responden sehingga didapatkan nilai R tabel adalah 0,3610. Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai r hitung dari setiap pertanyaan lebih besar daripada nilai r tabel, sehingga seluruh pertanyaan dalam instrumen penelitian ini dinyatakan valid. Hasil pengujian validitas instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
47
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian No.
Variabel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Pengetahuan 1 Pengetahuan 2 Pengetahuan 3 Pengetahuan 4 Pengetahuan 5 Pengetahuan 6 Pengetahuan 7 Pengetahuan 8 Pengetahuan 9 Pengetahuan 10 Pengetahuan 11 Pengetahuan 12 Pengetahuan 13 Pengetahuan 14 Pengetahuan 15 Pengetahuan 16 Pengetahuan 17 Pengetahuan 18
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Sikap 1 Sikap 2 Sikap 3 Sikap 4 Sikap 5 Sikap 6 Sikap 7 Sikap 8 Sikap 9 Sikap 10 Sikap 11
Corrected ItemTotal Correlation Pengetahuan 0,510 0,745 0,473 0,645 0,388 0,378 0,386 0,551 0,364 0,606 0,450 0,371 0,607 0,502 0,492 0,502 0,418 0,398 Sikap 0,745 0,465 0,370 0,308 0,786 0,470 0,391 0,476 0,430 0,565 0,391
Keterangan
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
4.5.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas pada penelitian ini dikatakan dengan cara melihat nilai r pada kolom Cronbach’s alpha. Jika nilai r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat diakatakan intsrumen tersebut reliabel (Hastono, 2001). Berdasarkan hasil uji
48
validitas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar dibandingkan nilai r tabel (0,3610) sehingga instrumen dinyatakan reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas istrumen penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.2 Hasil perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Cronbach’s Alpha
Jumlah Pertanyaan
Keterangan
0,852
29
Reliabel
4.6 Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1 Pengolahan data Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut : a. Penyuntingan Data (Editing) Melakukan pemeriksaan kelengkapan data dengan memeriksa data, meneliti setiap kuesioner yang diteliti untuk melihat terjadinya kesalahan pengisian atau terlewat dalam pengisian, sehingga dapat diketahui dan diharapkan data lebih lengkap dan jelas. b. Koding Data (Coding) Memberikan kode pada setiap kuesioner sehingga mudah untuk mengentry, menganalisis data dan melakukan pengecekan ulang. c. Scoring, untuk variabel independen dan dependen masing – masing diberi skoring tanpa pembobotan.
49
1) Untuk variabel independen, hasil skoring tiap variabel dilakukan penjumlahan sehingga setiap responden mempunyai nilai total masing – masing. Setiap variabel independen diberi skoring yang berbeda, untuk: a) Variabel pengetahuan, yaitu minimal skor = 16 dan maksimal skor = 32 (untuk 18 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 24 dan kurang baik bila skor < 24 b) Variabel sikap, yaitu minimal skor = 11 dan maksimal skor = 22 (untuk 11 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 17 dan kurang baik bila skor < 17 c) Variabel ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi, yaitu minimal skor =7 dan maksimal skor = 14 (Untuk 7 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 12 dan kurang baik bila skor < 12. 2) Untuk variabel dependen (Personal Hygiene dan sanitasi pedagang), hasil skoring tiap variabel dilakukan penjumlahan sehingga setiap responden mempunyai nilai total masing – masing yaitu minimal skor = 15 dan maksimal skor = 30 (untuk 15 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 23 dan kurang baik bila skor < 23.
50
d. Entry Data Memasukkan data kedalam program yang telah disediakan. e. Cleaning Data Meneliti data apakah data yang dimasukkan kedalam program entry data sudah dilakukan dengan benar. 4.7 Analisis Data 4.7.1 Analisis Univariat Analisa univariat yaitu analisis untuk mendeskripsikan karakteristik seluruh variabel yang di teliti. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi Square. Batas kemaknaan yang digunakan ialah 0,05. Jika nilai p-value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara 2 variabel yang diuji dan begitu sebaliknya jika p-value < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara 2 variabel yang diuji. Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel dihitung nilai odds ratio (OR), apabila nilai OR > 1 disimpulkan variabel di hitung merupakan faktor risiko terhadap variabel independen, bila nilai OR < 1 disimpulkan variabel independen bersifat faktor pencegah terhadap variabel dependen, serta bila nilai OR = 1 disimpulkan tidak ada hubungan asosiasi variabel independen dengan variabel dependen.
51
BAB V HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian tentang “Analisis PersonalHygiene pada Penjual Makanan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015” ini akan disajikan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu Analisis Univariat dan Analisis Bivariat. 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Gambaran PersonalHygiene Penjamah Makanan Variabel personal hygiene penjamah makanan dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi
personal
hygienepenjamah makanan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi PersonalHygiene Penjamah Makanan Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 PersonalHygiene dan n % Sanitasi Tidak Baik 51 63,8 Baik 29 36,2 Total 80 100 Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada Tabel 5.1 tersebut diketahui personal hygiene penjamah makanan gado – gado yang tidak baik memiliki jumlah yang lebih besar yaitu sebesar 51 responden (63,8%) dibandingkan dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado yang baik sebesar 29 responden (36,2%).
52
5.1.2 Faktor Predisposisi 5.1.2.1 Sosial Demografi 5.1.2.1.1
Gambaran Pendidikan
Variabel pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu SD – SMP (rendah) dan SMA – Perguruan Tinggi (tinggi). Distribusi pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Penjamah Makanan pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Pendidikan SD – SMP (Rendah) SMA-Perguruan Tinggi (Tinggi) Total
n 5 75
% 6,2 93,8
80
100
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi latar belakang pendidikan penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang pendidikan terakhir SMA – Perguruan Tinggi lebih banyak yaitu sebesar 93,8% dibandingkan dengan pendidikan terakhir SD - SMP. 5.1.2.1.2
Gambaran Lama Bekerja
Variabel lama bekerja dikategorikan menjadi dua yaitu ≤ 5 tahun dan > 5 tahun. Distribusi lama bekerja dapat dilihat pada tabel 5.3.
53
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Penjamah Makanan Pada Penjual Makanan Gado - Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Lama Kerja n % > 5 tahun 13 16,2 ≤ 5 tahun 67 83,8 Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi lama bekerja menjadi penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang lama bekerja ≤ 5 tahun lebih banyak yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan lama bekerja > 5 tahun. 5.1.2.2 Gambaran Pengetahuan Variabel pengetahuan penjamah makanan gado - gado dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi pengetahuan penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Pengetahuan Tidak Baik Baik Total Berdasarkan Tabel 5.4
n % 28 35,5 52 65 80 100 didapatkan distribusi tingkat
pengetahuan penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang
54
memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu sebesar 65% dibandingkan dengan pengetahuan tidak baik. 5.1.2.3 Gambaran Sikap Variabel
sikap
penjamah
makanan
gado
-
gado
dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi sikap penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Penjamah Makanan Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Sikap N % Tidak Baik 66 82,5 Baik 14 17,5 Total 80 100 Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi sikap penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik lebih banyak yaitu sebesar 82,5% dibandingkan dengan sikap yang baik. 5.1.3 Faktor Pendukung 5.1.3.1 Gambaran Tersedianya Sarana Pribadi Variabel sarana pribadi yang dimiliki oleh penjamah makanan dikategorikan menjadi dua yaitu kurang memenuhi syarat dan memenuhi syarat. Distribusi sarana pribadi yang dimiliki oleh penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.6.
55
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Sarana Pribadi Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Sarana Pribadi n % Kurang memenuhi 44 55 syarat Memenuhi syarat 36 45 Total 80 100 Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi sarana pribadi yang dimiliki oleh penjamah makanan yang kurang memenuhi syarat lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang memenuhi syarat. 5.1.4
Faktor Pendorong
5.1.4.1 Gambaran Penyuluhan atau Pelatihan Variabel penyuluhan atau pelatihan yang pernah diterima dikategorikan menjadi dua yaitu ya pernah dan tidak pernah. Distribusi penyuluhan atau pelatihan yang pernah diterima dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Penyuluhan/ Pelatihan yang diterima Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Penyuluhan/Pelatihan n % Tidak Pernah 36 45 Ya Pernah 44 55 Total 80 100
Berdasarkan penyuluhan/pelatihan
tabel yang
5.7 pernah
didapatkan menerima/
distribusi mengikuti
penyuluhan atau kegiatan kesehatan tentang hygiene dan sanitasi
56
makanan lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang tidak pernah. 5.2 Analisis Bivariat Pada analisis bivariat, variabel independen (faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong) dihubungkan dengan variabel dependen (personal hygiene) yang diuji dengan Uji Chi Square. Dari hasil uji silang antara variabel independen dengan variabel dependen akan ditunjukkan pada tabel – tabel berikut : 5.2.1 Faktor Predisposisi dengan Personal Hygiene Faktor predisposisi dalam penelitian ini terdiri atas Sosial Demografi (tingkat pendidikan, lama kerja) pengetahuan dan sikap penjamah makanan. Selanjutnya hubungan masing – masing variabel dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut : 5.2.1.1 Hubungan antara Pendidikan dengan PersonalHygiene Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel 5.8 berikut ini
57
Tabel 5.8 Hubungan Antara Pendidikan Penjamah Makanan dengan Personal HygienePada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Pendidikan
SD – SMP SMA - PT Total
PersonalHygiene Tidak Baik Baik % n % n 4 80 1 20 48 64 27 40 52 65 28 35
Total
N 5 75 80
OR 95% CI
PValue
% 2,250 100 (0,239 – 21,166) 100 100
0,654
Berdasarkan Tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan personalhygiene penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menunjukkan bahwa responden berpendidikan SD – SMP memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 4 responden (80%) dan responden berpendidikan SMA – Perguruan Tinggi memiliki personalhygiene dan sanitasi yang tidak baik sebanyak 48 responden (64%). Berdasarkan hasil Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,653 (p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan personalhygiene pada penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 2,250, yang artinya bahwa responden yang berpendidikan SD - SMP mempunyai peluang 2,250 kali memiliki
personal
hygiene
makanan
yang
tidak
baik
dibandingkan dengan responden yang berpendidikan SMA - PT.
58
5.2.1.2 Hubungan antara Lama Kerja dengan PersonalHygiene Untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel 5.9 berikut ini. Tabel 5.9 Hubungan Antara Lama Kerja Penjamah Makanan dengan Personal Hygiene dan Sanitasi Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Lama Kerja
> 5 Tahun ≤ 5 Tahun Total
PersonalHygiene Tidak Baik Baik % n % n 10 76,9 3 23,1 42 62,7 25 37,3 52 65 28 35
Total
N 67 13 80
OR 95% CI
%
100 100 100
0,504 (0,127– 2,007)
Berdasarkan tabel 5.9 hasil analisis hubungan antara lama kerja dengan personalhygiene penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa lama kerja responden ≤ 5 tahun memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 42 responden (62,7%) dan lama kerja responden > 5 tahun memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 10 responden (76,9%).
PValue
0,526
59
Berdasarkan Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,526 (p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene pada penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,504 yang artinya bahwa responden yang lama bekerja > 5 tahun mempunyai peluang 0,504 kali memiliki personalhygiene makanan yang tidak baik dibandingkan dengan responden yang lama bekrja ≤ 5 tahun. 5.2.1.3 Hubungan antara Pengetahuan dengan PersonalHygiene Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel 5.10 berikut ini.
Tabel 5.10 Hubungan Antara Pengetahuan Penjamah Makanan dengan Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Pengetahuan
Tidak Baik Baik Total
PersonalHygiene Total Tidak Baik Baik % % n % n N 18 64,3 10 35,7 28 100 34 65,4 18 34,6 52 100 52 65 28 35 80 100
OR 95% CI
PValue
0,953 (0,364 – 2,492)
1,000
60
Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan personalhygiene penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 18 responden (24,6%) dengan pengetahuan baik dan sebanyak 18 responden (64,3%)
dengan
pengetahuan
tidak
baik
memiliki
personalhygiene tidak baik. Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 1,000 (p value>0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan personalhygiene. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,953, yang artinya bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang hygiene dan sanitasi makanan mempunyai peluang 0,953 kali memiliki
personal
hygiene
makanan
yang
tidak
baik
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. 5.2.1.4 Hubungan antara Sikap dengan PersonalHygiene Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel 5.11 berikut ini.
61
Tabel 5.11 Hubungan Antara Sikap Responden dengan Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Sikap
Tidak Baik Baik Total
PersonalHygiene Total Tidak Baik Baik % n % n N % 42 63,6 24 36,4 66 100 10 71,4 4 28,6 14 100 52 65 28 35 80 100
OR 95% CI
0,700 (0,198 – 2,476)
Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara sikap penjamah makanan dengan personalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 9 responden (69,2%) dengan sikap baik dan sebanyak 40 responden
(60,6%)
dengan
sikap
tidak
baik
memiliki
personalhygiene tidak baik. Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,855 (p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan personalhygienepada penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,855, yang artinya bahwa responden yang mempunyai sikap tidak baik mempunyai peluang 0,855 kali memiliki
personal
hygiene
makanan
yang
tidak
baik
dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap baik.
P Value
0,760
62
5.2.2 Faktor Pendukung dengan Personal Hygiene Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan. Adapun hubungan variabel tersebut dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut : 5.2.2.1 Hubungan Sarana Pribadi denganPersonalHygiene Untuk mengetahui hubungan antara sarana pribadi dengan personal hygienepenjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel 5.12 berikut ini. Tabel 5.12 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Sarana Pribadi
PersonalHygiene Tidak Baik Baik % n % n 20 55,6 16 44,4
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi 32 72,7 12 27,3 Syarat Total 52 65 28 35
Total
OR 95% CI
P Value
%
N 36
100
44
100
80
100
0,469 (0,84–1,193) 0,157
Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara sarana pribadi dengan personalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 32responden
63
(72,7%) memenuhi syarat tidak baik dan sebanyak responden
(55,6%)
tidak
memenuhi
syarat
20
memiliki
personalhygienetidak baik. Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,157 (p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana pribadi yang dimiliki oleh penjamah makanan
dengan personalhygiene pada penjual
makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,469, yang artinya bahwa responden yang memiliki sarana pribadi tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 0,469 kali memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik dibandingkan dengan responden yang memiliki sarana pribadi memenuhi syarat.
5.2.3 Faktor Pendorong dengan Personal Hygiene Faktor
pendorong
dalam
penelitian
ini
adalah
kegiatan
pelatihan/penyuluhan tentang hygiene penjamah makanan. Adapun hubungan variabel tersebut dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut : 5.2.3.1 Hubungan
Kegiatan
Pelatihan
atau
Penyuluhan
denganPersonalHygiene Untuk
mengetahui
hubungan
antara
kegiatan
pelatihan/penyuluhan dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
64
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel 5.17 berikut ini. Tabel 5.13 Hubungan Antara Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan dengan Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 Penyuluhan/ Pelatihan
Tidak Pernah Pernah Total
PersonalHygiene Total OR 95% CI Tidak Baik Baik % % n % n N 1,431 25 69,4 11 30,6 100 100 (0,563- 3,639)
27 61,4 17 38,6 100 100 52 65 28 35 80 100
PValue
0,488
Berdasarkan Tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara kegiatan pelatihan/penyuluhan dengan personalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 27 responden (61,4%) pernah melaksanakan kegiatan pelatihan/penyuluhan hygiene makanan, kemudian sebanyak 25 responden (69,4%) tidak pernah melaksanakan kegiatan pelatihan/penyuluhan
higiene
makanan
memiliki
personalhygiene tidak baik. Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,488 (p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kegiatan pelatihan/penyuluhan tentang hygiene penjamah makanan
dengan personalhygiene pada
65
penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 1,431, yang artinya bahwa responden yang tidak pernah menerima pelatihan/penyuluhan mempunyai peluang 1,431 kali memiliki personal hygienemakanan yang tidak baik dibandingkan dengan responden yang pernah menerima pelatihan atau penyuluhan.
66
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Kuesioner yang diisi langsung oleh responden memungkinkan responden untuk bertanya kepada orang lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu, terdapat responden sambil berjualan makanan gado – gado sehingga konsentrasi terbagi dua dan akhirnya kuesioner di isi seadanya saja dan terburu – buru. 2. Pada penelitian ini sanitasi lingkungan warung pedagang tidak diteliti, sehingga tidak dapat melihat keadaan baik dan buruknya sanitasi di warung tersebut. Penelitian ini hanya berfokus pada personalhygiene penjamah makanan saja. 3. Pengisian kuesioner oleh responden memungkinkan terjadi bias informasi dikarenakan sulitnya untuk membuat responden jujur terkait higiene dan sanitasi. Hal ini disebabkan dari sisi psikologi, agak sulit untuk membuat seseorang menunjukkan sisi buruknya apalagi responden tersebut dalam kesehariannya berdagang di warung tersebut. Maka dampak negatifnya akan membawa nama warung menjadi buruk.
67
6.2 Gambaran Personal HygienePenjamah Makanan Personalhygiene yang baik mempunyai pengaruh yang besar dalam peningkatan kesehatan manusia. Menurut Sundjaja (2009) Personal hygienepenjamah makanan harus diperhatikan seperti tangan, rambut, hidung dan mulut yang merupakan jalan masuknya mikroba untuk mencari makanan dan pernapasan. Berdasarkan distribusi pada personal hygiene penjamah makanan pada tabel 5.1. menunjukkan bahwa responden yang memiliki personal hygiene tidak baik lebih banyak yaitu sebesar 63,8%. Hasil studi ini didukung oleh penelitian Mardewi (2013) tentang hygiene dan sanitasi pada pedagang kaki lima di Pasar Sukawati yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki personalhygiene yang tidak baik yaitu sebesar 69,3%. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2008) bahwa 65,8% responden memiliki personalhygienedan sanitasi yang tidak baik. Apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygieneyang tidak baik dengan pengetahuan maka di dapatkan personalhygiene yang baik memiliki pengetahuan yang tidak baik yaitu sebesar 34,6%. Kemudian penjamah makanan yang memiliki sikap tidak baik lebih banyak yaitu sebesar 80,8%. Selain itu, ternyata penjamah makanan yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan jumlahnya lebih banyak yaitu sebesar 48,1%. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan akibat kurangnya penyuluhan atau pelatihan, pembinaan dan sosialiasi tentang higiene sanitasi makanan kepada penjual makanan jajanan dari Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan
68
khususnya di area penelitian, sehingga mempengaruhi pengetahuan dan sikap tidak baik terhadap personalhygienemakanan. Berdasarkan
pengamatan
pada
penelitian
ini
ada
beberapa
personalhygienejuga yang belum dilakukan dengan baik seperti penjamah makanan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan sebesar 63,7%. Menurut Puspita (2013) kebiasaan mencuci tangan sebelum menangani makanan bertujuan untuk membantu memperkecil risiko terjadi kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan. Perilaku cuci tangan sebelum menangani makanan merupakan perilaku yang sangat penting. Para penjamah makanan masih belum mempunyai kesadaran untuk mencuci tangan kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan. Kemudian diketahuinya penjamah makanan yang berbicara menghadap makanan sebesar 50%. Menurut Winarno (2004) hal yang harus dihindari dari kebiasaan tidak sehat dalam menangani makanan adalah berbicara menghadap makanan. Hal ini dapat terjadi tanpa sepengetahuan penjamah makanan ketika berbicara tidak sengaja cipratan air liur dari mulut dapat masuk ke makanan, sehingga kejadian tersebut merupakan kebiasaan tidak sehat yang harus diperhatikan oleh penjamah makanan. Sebelum bekerja mengolah makanan, sebaiknya semua perhiasan penjamah makanan terutama wanita harus dilepas untuk menghindari terjatuhnya perhiasan ke dalam bahan makanan (Laelasari, 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden memakai perhiasan di tangan saat menjamah makanan sebesar 78,8%. Penggunaan perhiasan saat mengolah makanan atau cuci tangan yang tidak bersih karena kuku penjamah panjang
69
dan kotor, hal ini kemungkinan menjadi sumber kontaminan pada tangan (Adams & Motarjemi, 2003). Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden yang kontak langsung dengan makanan (tidak memakai alat atau sarung tangan plastik sekali pakai) sebesar 55%. Hal ini konsumen memiliki kecenderungan yang besar terhadap kontaminasi silang dari tangan penjamah makanan yang tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan sehingga kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan dapat berakibat sakit pada konsumen. Dari hasil wawancara terlihat jawaban yang tidak sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang sikap setuju untuk mencuci tangan dengan sabun dan tidak memakai perhiasan saat menjamah makanan masing- masing sebesar 85% dan 62,5%. Padahal salah satu syarat menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/2003 tentang higiene sanitasi penjamah makanan adalah bahwa seorang penjamah makanan dalam mengelola
makanan
harus
memperhatikan
personalhygiene
makanan
diantaranya yaitu kebersihan tangan, kulit, rambut dan pakaian pekerja. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh penjamah makanan yang tidak memperhatikan higiene saat mengolah makanan, maka sebaiknya penjamah makanan selalu menjaga dan meningkatkan kualitas higiene saat mengolah makanan. Selain itu perlu juga dilakukannya pelatihan atau penyuluhan dan pembinaan dari Dinas Kesehatan setempat secara berkala kepada penjual makanan jajanan di daerah tersebut, mengingat bahwa sudah menjadi keharusan bagi setiap penjamah makanan untuk menjaga kesehatan dan kebersihannya. Berikut ini akan dibahas satu
70
persatu mengenai variabel – varibel yang menjadi faktor – faktor yang berhubungan dengan personalhygiene pada penjamah makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur. 6.3 Faktor Predisposisi 6.3.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan PersonalHygiene Menurut Notoatmodjo (2011), pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan – tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah – masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Variabel pendidikan pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu kelompok pendidikan rendah (SD - SMP) dan kelompok pendidikan tinggi ( SMA –
Perguruan
Tinggi).
Berdasarkan
distribusi
pada
personalhygienepenjamah makanan pada tabel 5.4. menunjukkan bahwa pendidikan kategori tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) lebih banyak yaitu sebesar 93,8%. Hal ini berarti penjamah makanan di daerah penelitian hampir merata mendapatkan pendidikan minimal sesuai dengan program pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun. Hasil studi ini di dukung oleh penelitian Meikawati (2008) mengenai higiene dan sanitasi penjamah makanan di Semarang yang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan pendidikan SMA – Perguruan Tinggi lebih banyak jumlahnya yaitu sebesar 75%. Pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna membina proses intelektual penjamah makanan dan jenis pendidikan responden
71
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap hygiene perorangan, semakin tinggi pendidikan dicapai oleh seseorang, maka semakin besar keinginannya untuk dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo, 2011). Kemudian, hal yang sama di ungkapkan oleh Mubarak, dkk (2007) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan perilakunya. Sehingga pendidikan tinggi yang di tempuh penjamah makanan mempunyai kecenderungan untuk memiliki personalhygiene yang lebih baik. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan kategori pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) memiliki personalhygiene yang tidak baik dibandingkan dengan kategori pendidikan rendah (SD - SMP) yaitu sebesar 61,3%. Ketidaksesuaian antara kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan
Tinggi)
dengan
personalhygiene
makanan
tersebut
kemungkinan karena lama kerja penjamah makanan pada kelompok pendidikan rendah (SD - SMP) lebih lama daripada kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi), sehingga masih ada responden yang memiliki personal hygiene yang tidak baik. Disebabkan hal tersebut, kelompok pendidikan rendah (SD - SMP) lebih lama bekerja kemungkinan hal yang terjadi responden mendapatkan pengetahuan tentang personalhygiene yang baik dari kegiatan penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi yang pernah di ikuti
72
oleh responden. Hal ini dibuktikan bahwa sebesar 40% kelompok pendidikan (SD - SMP) pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan hygienesanitasi makanan. Personalhygiene yang tidak baik pada kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,654. Hasil penelitian
ini
di
dukung
oleh
penelitian
Marsaulina
(2004)
menunjukkan, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan perilaku higiene. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Sachriani (2001), bahwa pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan higiene perorangan. Begitupula berdasarkan penelitian Rosia tentang hygiene dan sanitasi makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan Cibinong tahun 2010. Faktor lain yang menyebabkan responden dengan kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) tidak memiliki personalhygiene baik adalah apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene tidak baik dengan pengetahuan, maka pada kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang memiliki pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 33,3%. Kemudian, sebesar 81,3% memiliki sikap tidak baik. Selain itu, ternyata penjamah makanan pada kelompok tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang tidak pernah
73
mengikuti penyuluhan atau pelatihan yaitu sebesar 44%. Hal ini yang dimungkinkan tidak terwujudnya personalhygiene yang baik tersebut, dikarenakan banyaknya kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang tidak mengikuti penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi makanan, sehingga hal tersebut mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden. Dengan demikian, peran Dinas Kesehatan setempat secara berkala perlu memberikan pendidikan ilmu pengetahuan tambahan tentang penyuluhan atau pelatihan tentang higienesanitasi makanan kepada penjual makanan tradisional atau kaki lima di area penelitian. Pemberian dan penyampaian ilmu pengetahuan sebaiknya disesuaikan dengan latar belakang pendidikan penjamah makanan agar tercipta kesamaan persepsi, terutama pada sikap yang baik dalam mengolah makanan. 6.3.2 Hubungan Lama Kerja dengan Personal Hygiene Lama
kerja
merupakan
salah
satu
faktor
resiko
yang
mempengaruhi personalhygiene seorang penjamah makanan gado – gado. Variabel lama kerja pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu kelompok lama kerja ≤ 5 tahun dan kelompok lama kerja > 5 tahun. Berdasarkan distribusi pada personalhygiene penjamah makanan pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa kelompok lama kerja ≤ 5 tahun lebih banyak dibandingkan kelompok lama kerja > 5 tahun yaitu sebesar 83,8%. Hasil studi ini berbanding terbalik dengan penelitian Sofiana (2010) mengenai hygiene dan sanitasi pangan jajanan sekolah
74
Dasar di Depok yang menunjukkan bahwa lama kerja responden > 5 tahun lebih banyak dari lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebesar 82,4%. Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan daerah penelitian ini merupakan daerah pemekaran dari Jakarta Selatan menjadi kota Tangerang Selatan pada tahun 2008, sehingga kemungkinan masih banyak responden yang baru membuka warung di tempat tersebut. Kemudian daerah penelitian ini adalah salah satu sentral makanan jajanan yang dapat di nikmati setiap harinya. Seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Mubarak dkk, 2007). Sehingga lama kerja yang lebih lama berarti mempunyai kecenderungan untuk memiliki personalhygiene yang baik. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan lama kerja > 5 tahun lebih besar memiliki personalhygiene yang tidak baik (58,2%) dibanding dengan lama kerja ≤ 5 tahun. Ketidaksesuaian antara lama kerja > 5 tahun dengan personalhygiene makanan tersebut memiliki kemungkinan, bahwa masa kerja penjamah makanan lebih lama, sehingga pengalaman yang di miliki lebih banyak. Akan tetapi, apabila responden memiliki perilaku yang tidak baik dan ditunjang dengan sikap yang buruk maka penjamah makanan tersebut cenderung memiliki personalhygiene yang buruk seperti tidak memakai alat penjepit atau sarung tangan plastik saat menjamah makanan, sehingga makanan dapat terkontaminasi melalui tangan
75
responden yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dalam Fitriani (2010) hal yang pertama dalam proses orang mengadopsi perilaku baru adalah Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut harus menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) lebih dahulu untuk melakukan sesuatu. Personal hygiene yang tidak baik pada kelompok lama kerja > 5 tahun dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,526. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan perilaku hygiene di kantin kampus Universitas “X”. Menurut Mubarak dkk (2007), bahwa walaupun pengalaman akan membentuk perilaku seseorang, belum tentu selalu dapat melaksanakan semua tugas yang memang dipengaruhi oleh perubahan – perubahan dan perkembangan yang selalu terjadi. Sehingga pada penelitian ini penjamah makanan masih perlu banyak pengalaman tambahan pendidikan dan pengetahuan khususnya tentang personal hygiene makanan. Faktor lain yang menyebabkan responden dengan kelompok lama kerja > 5 tahun tidak memiliki personalhygiene baik adalah apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene yang tidak
76
baik dengan pengetahuan maka didapatkan lebih banyak kelompok lama kerja > 5 tahun yang memiliki pengetahuan yang tidak baik yaitu sebesar 53,8%. Kemudian, kelompok lama kerja > 5 tahun yang memiliki sikap tidak baik juga lebih banyak yaitu sebesar 92,3%. Selain itu, ternyata penjamah makanan pada kelompok lama kerja > 5 tahun yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan jumlahnya lebih banyak yaitu sebesar 69,2%. Hal ini yang dimungkinkan tidak terwujudnya
personalhygiene
yang
baik
tersebut,
dikarenakan
banyaknya kelompok lama kerja > 5 tahun yang tidak mengikuti penyuluhan atau pelatihan tentang hygienesanitasi makanan, sehingga mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden. Dengan demikian, untuk meningkatkan personalhygieneyang baik, penjamah makanan perlu mengikuti penyuluhan atau pelatihan sebagai bekal pengalaman ilmu pengetahuan yang berguna dalam hal mengolah makanan yang layak di perjualbelikan dan memenuhi syarat kesehatan. Sehingga diharapkan dapat mewujudkan sikap yang baik dalam meningkatkan personal hygiene makanan. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut, apabila jumlah sampelnya kecil maka pengelompokan lama bekerja sebaiknya dibuat cut off point yaitu dilakukan observasi terlebih dahulu sejak kapan tempat tersebut menjadi sentral penjualan makanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar dan atau kapan lamanya warung-warung tersebut dibuka untuk menjual makanan di area penelitian, sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik
77
6.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan PersonalHygiene Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (fitriani, 2010). Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempermudah perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Efendi dan Makhfudi, 2009). Pengukuran mengenai pengetahuan terhadap personalhygiene penjamah makanan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu, baik dan tidak baik. Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan 16 pertanyaan mengenai pengertian higiene sanitasi, tujuan, manfaat, cara dan dampak melakukan personalhygiene pada makanan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak dibandingkan dengan pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 57,5%. Hasil studi ini di dukung oleh penelitian Sofiana (2010) yang menunjukkan bahwa pengetahuan dalam kategori baik lebih banyak pada penjamah makanan mengenai hygiene dan sanitasi makanan yaitu sebesar 58,5%. Diketahui sebanyak 52 responden (65%) telah mengetahui bahwa hygiene sanitasi makanan merupakan penyelenggaraan pengolahan makanan yang memenuhi syarat kesehatan. Diketahui 58 responden (72,5%) mengetahui tujuan penjamah makanan mencuci tangan dengan
78
sabun sebelum menangani makanan yaitu untuk mencegah pencemaran makanan oleh bibit penyakit melalui tangan. Sebanyak 66 responden (82,5%) mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti pakaian kerja bersih, penutup rambut, celemek dan alas kaki untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari tubuh penjamah makanan. Kemudian,
sebanyak
57
responden
(71,2%)
mengetahui
cara
menyimpan makanan matang yang higienis yaitu dengan suhu penyimpanan makanan harus diperhatikan, menggunakan wadah dan penjamah alat yang bersih. Selain itu, 65 responden (81,2%) mengetahui akibat penyakit yang ditimbulkan dan ditularkan melalui media makanan yaitu penyakit saluran pencernaan. Menurut Notoatmodjo, S (2007) yang mengutip penelitian Rogers (1974) bahwa orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi diharapkan akan dapat berpengaruh terhadap perilaku yang baik. Penelitian ini tidak membuktikan pernyataan Noatmodjo (2007) tersebut, dari analisa tabel silang menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuannya baik memiliki personalhygieneyang tidak baik, dibandingkan dengan responden berpengetahuan tidak baik yaitu sebesar 76,5%. Hasil tersebut diperkuat dengan hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Adapun besar nilai p yang didapatkan adalah 1,000 dengan menghasilkan nilai OR = 0,953 yang artinya bahwa penjamah makanan yang memiliki pengetahuan baik tentang personalhygiene makanan mempunyai peluang 3,250 kali
79
memiliki personal hygiene makanan yang baik dibandingkan dengan penjamah makanan yang memiliki pengetahuan tidak baik. Kemudian penelitian ini tidak sesuai dengan teori Lawrence Green (1980). Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposing yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Faktor enabling yaitu tersedianya sumber – sumber yang diperlukan khususnya untuk mendukung terjadinya perubahan perilaku
seperti adanya fasilitas
tersebut dari pemukiman masyarakat dan faktor reinforcing yaitu sikap dan perilaku dari petugas yang bertanggungjawab terhadap perubahan perilaku masyarakat, yang menjadi sasaran. Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo 2010 mengatakan bahwa “perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang pengetahuan biologi”. Adanya hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan dengan personalhygienepenjamah makanan menunjukkan bahwa sebenarnya pengetahuan memegang peranan penting terhadap personal hygiene. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan responden tidak mengetahui benar tentang personal hygiene makanan, sertatidak mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti celemek dan pakaian bersih. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan
80
bahwa responden tidak mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti pakaian kerja bersih, penutup rambut, celemek dan alas kaki untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari tubuh penjamah makanan yaitu sebesar 82,5%. Dengan demikian, diharapkan peran pemerintah yaitu Dinas Kesehatan
setempat
untuk
memberikan
pengetahuan
berupa
penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene sanitasi makanan secara berkala kepada penjajah makanan di daerah penelitian, agar semua penjajah
makanan
mengetahui
personalhygieneyang
baik
saat
mengolah makanan dan dapat menghasilkan makanan yang sehat setiap hari. 6.3.4 Hubungan Sikap dengan Personal Hygiene Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Fitriani, 2010). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek dan membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini mengukur sikap responden menggunakan kuesioner dengan 11 pertanyaan yang diberi jawaban setuju dan tidak setuju. Variabel sikap dikelompokkan menjadi dua yaitu sikap baik dan sikap tidak baik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang
81
memiliki sikap tidak baik mengenai personalhygiene penjamah makanan lebih banyak jumlahnya yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap baik mengenai personalhygiene penjamah makanan. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Iriani (2000) menunjukkan bahwa sebesar 54,5% responden memiliki sikap kurang baik dalam praktek hygiene perorangan pada penjamah makanan di Lampung. Sikap tidak baik responden terhadap personalhygiene penjamah makanan yang tidak diwujudkan oleh perilaku yang sesuai, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebanyak 50 responden (62,5%) yang mengatakan setuju setelah dari kamar mandi tidak perlu mencuci tangan dengan sabun. Kemudian, 38 responden (47,5%) mengatakan setuju penjamah makanan sebaiknya tidak perlu memakai alat atau sarung tangan plastik sekali pakai dan sebanyak 51 responden (63,7%) mengatakan setuju penutup rambut tidak diperlukan karena tidak akan mengotori makanan. Selain itu, masing – masing sebanyak 61 responden (76,2%) mengatakan setuju teman kerja bersin atau batuk tetapi tidak menutup mulut pada saat melakukan pengolahan makanan dan yang sedang melakukan pengolahan makanan sambil merokok. Orang yang memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki perilaku atau tindakan yang baik pula (Notoatmodjo, 2010). Kemudian menurut Dartini (2000) bahwa kemampuan dalam menerima,
merespon,
menghargai
dan
mampu
mempertanggungjawabkan sikap yang dipilih akan menentukan tingkatan
82
sikap.
Seseorang
yang
personalhygienemempunyai
memiliki
sikap
kecenderungan
baik untuk
terhadap memiliki
personalhygiene yang baik pula. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan yang bersikap baik yang memiliki personalhygiene tidak baik (71,4%) daripada penjamah makanan yang bersikap tidak baik (60,4%). Ketidaksesuaian antara sikap tidak baik responden dengan personalhygiene penjamah makanan kemungkinan dikarenakan sikap yang dikemukakan tidak tercermin dalam perilaku yang kemungkinan dapat disebabkan karena adanya sarana pribadi yang kurang memenuhi syarat
dan mungkin juga
kesulitan penjamah makanan untuk
mempersepsikan jawaban dari kuesioner yang ada sehingga responden cenderung untuk memberikan jawaban yang diharapkan, seperti pertanyaan tidak diperbolehkannya penjamah makanan memakai perhiasan tangan (cincin dan gelang) terdapat 30 responden (37,5%) dengan sikap tidak setuju dengan dan pertanyaan saat menjamah makanan sebaiknya tidak perlu memakai alat atau sarung tangan plastik sekali pakai terdapat 38 responden (47,5%) dengan sikap setuju. Personalhygiene penjamah makanan yang lebih banyak dilakukan oleh responden dengan sikap tidak baik dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,760. Hasil
83
penelitian ini tidak di dukung oleh penelitian yang dilakukan Meikawati (2008), bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan praktek hygiene dan sanitasi pada penjamah makanan di Semarang. Tidak
adanya
hubungan
antara
sikap
dengan
personalhygienepenjamah makanan gado – gado karena responden harus mempunyai kesadaran dalam diri untuk melakukan personalhygiene yang baik. Hal ini harus sesuai dengan pernyataan pada penelitian Rogers dalam Fitriani (2010) yang mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu : 1.
Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2.
Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,
3.
Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4.
Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru,
5.
Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Dalam hal ini untuk merubah perubahan perilaku mungkin
penjamah makanan harus melewati tahap – tahap di atas. Kemudian Rogers menjelaskan kembali adopsi perilaku harus melalui proses seperti didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya
84
apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Kemudian apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene yang tidak baik dengan pengetahuan maka didapatkan lebih banyak penjamah makanan bersikap baik memiliki pengetahuan yang tidak baik
yaitu sebesar 50%. Selain itu, ternyata penjamah
makanan bersikap baik yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan yaitu sebesar 35,7%. Dengan
demikian,
upaya
untuk
meningkatkan
personalhygieneyang baik bagi penjamah makanan khususnya di area penelitian maka Dinas Kesehatan setempat harus melakukan penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi makanan yang difokuskan pada kesamaan persepsi ilmu pengetahuan terhadap sikap hygiene sanitasi yang seharusnya di lakukan kepada penjamah makanan. 6.4 Faktor Pendukung 6.4.1 Hubungan Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene Ketersediaan
fasilitas
seperti
kepemilikan
sarana
pribadi
penjamah makanan merupakan salah satu faktor pemungkin yang menyebabkan
suatu
perubahan
perilaku
untuk
memiliki
personalhygiene yang baik. Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi untuk kebersihan penjamah makanan seperti celemek, pakaian bersih, penutup kepala, masker, tempat cuci tangan dan sabun khusus cuci tangan (Kepmenkes, 2003).
85
Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat dipengerahui oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang melakukannya (Effendy, 1997). Sarana pribadi penjamah makanan dalam penelitian ini diukur menggunakan enam buah pertanyaan dalam kuesioner seputar kepemilikan baju bersih, celemek, topi atau penutup kepala, alas kaki atau sepatu, tempat cuci tangan dan sabun cuci tangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana pribadi yang dimiliki oleh responden makanan yang kurang memenuhi syarat lebih banyak dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebesar 55%. Diketahui sebanyak 44 responden (55%) tidak memiliki tempat cuci tangan dan 69 responden (82,6%) tidak memiliki sabun cuci tangan khusus. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan dari menurut observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa tidak tersedianya sarana pribadi yang memenuhi syarat seperti tempat cuci tangan dikarenakan keterbatasan tempat yang sempit di warung tersebut, untuk fasilitas sabun cuci tangan yang tidak tersedia, kemungkinan disebabkan oleh harga sabun yang tidak terjangkau oleh pedagang gado – gado. Menurut Dartini (2000) yakni jika terpenuhinya sarana yang diperlukan oleh tenaga penjamah makanan maka dimungkinkan memiliki personalhygieneyang baik. Akan tetapi, hasil penelitian ini
86
tidak
membuktikan
pernyataan
tersebut.
Analisa
tabel
silang
menunjukkan bahwa sarana pribadi yang tidak memenuhi syarat memiliki personalhygieneyang tidak baik (70,5%) daripada sarana pribadi yang memenuhi syarat (52,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sarana pribadi yang tidak memenuhi syarat akan berdampak pada perilaku yang tidak baik. Personalhygiene penjamah makanan yang tidak baik lebih banyak didapatkan oleh responden dengan sarana pribadi yang memenuhi syarat. Hal ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara kepemilikan sarana pribadi dengan personalhygiene penjamah makanan. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,157. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara sarana pribadi dengan personalhygiene adalah kemungkinan dikarenakan sarana pribadi seperti seperti celemek, penutup rambut dan pakaian bersih responden tidak mengetahui manfaat pemakaian perlengkapan khusus tersebut. Kemudian hasil wawancara terlihat jawaban yang tidak sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang sikap setuju terhadap pemakaian celemek, pakaian bersih, penutup rambut/topi, sepatu kerja, dan dalam mencuci tangan. Padahal sikap dan perilaku tersebut merupakan syarat Kepmenker RI No. 942/Menkes/Sk/2003 tentang hygiene sanitasi yang harus di penuhi oleh seorang penjamah makanan dalam mengelola makanan.
87
Pada penelitian ini responden yang memiliki sarana pribadi memenuhi syarat juga memiliki personal hygiene yang tidak baik. Hal ini di duga karenalebih banyak responden dengan kepemilikan sarana pribadi memenuhi syarat memiliki lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebesar 72,7%. Sehingga pengalaman yang mereka dapatkan mengenai personal hygiene tidak banyak. Menurut Mubarak (2007) bahwa seseorang yang lama bekerja akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Variabel lain yang di duga pada kepemilikan sarana pribadi memenuhi syarat juga memiliki personal hygiene tidak baik adalah sikap responden.
Diketahui
bahwa
lebih banyak
responden
dengan
kepemilikan sarana pribadi memenuhi syarat memiliki sikap tidak baik yaitu sebesar 77,3%. Menurut Notoatmodjo (2010) orang yang memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki perilaku atau tindakan yang baik pula. Sehingga, meskipun responden lebih banyak yang memiliki sarana pribadi yang memenuhi syarat tetapi karena sebagian besar memiliki sikap yang tidak baik maka akan berpengaruh terhadap personal hygiene yang tidak baik pula. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personal hygiene yang baik untuk penjamah makanan perlu dilakukannya pelatihan atau penyuluhan dan pembinaan kepada pedagang baru yang berjualan makanan tradisional gado - gado secara intensif dari Dinas Kesehatan setempat. Kemudian dilakukan pula pelatihan atau penyuluhan dan pembinaan
mengenai
sikap
yang
baik
terhadap
pentingnya
88
menggunakan dan melengkapi fasilitas sarana personal hygiene saat mengelola makanan kepada penjamah makanan jajanan. 6.5 Faktor Pendorong 6.5.1 Hubungan Kegiatan Penyuluhan atau Pelatihan dengan Personal Hygiene Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan kesehatan (Azrul Azwar, 2001 dalam Mubarak dkk, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007) pelatihan dapat berarti mengubah pola penilaian karena dengan pelatihan, maka akhirnya
dapat
menimbulkan
perubahan
perilakunya.
Dengan
mengikuti pelatihan mengenai personal hygiene penjamah makanan akan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga secara tidak langsung dapat merubah perilaku. Pada penelitian ini variabel penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene sanitasi yang dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu ya pernah
dan
tidak
pernah.
Berdasarkan
distribusi
pada
personalhygienepenjamah makanan pada tabel 5.9. menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene sanitasi makanan lebih banyak dari pada yang tidak pernah yaitu sebesar 55%. Hasil studi ini berbanding terbalik dengan penelitian Fathoni (2008) mengenai higiene dan sanitasi Penjamah makanan di Universitas “X” yang menunjukkan bahwa responden tidak
89
pernah mendapatkan pelatihan mengenai hygiene dan sanitasi makanan yaitu sebesar 71,2%. Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pelatihan (Training) adalah suatu bentuk proses pendidikan yang mana dengan melalui pelatihan, sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman belajar yang pada akhirnya menimbulkan pengaruh terhadap perilaku yang baik bagi mereka. Responden yang mengikuti kegiatan penyuluhan atau pelatihan yang berkaitan dengan hygienesanitasi makanan diharapkan akan mempunyai perilaku yang baik. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki personal hygiene yang tidak baik yaitu sebesar 59,1%. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan penerapan higiene sanitasi dianggap merepotkan dan memperlambat pekerjaan bagi responden yang pernah mendapatkan penyuluhan atau pelatihan tentang personal hygiene makanan. Ketidaksesuaian antara pelatihan atau penyuluhan yang pernah diikuti oleh penjamah makanan dengan personalhygiene makanan tersebut kemungkinan dikarenakan pengetahuan tentang hygiene sanitasi penjamah makanan yang didapatkan dari penyuluhan atau pelatihan tidak di praktikkan ketika saat mengolah makanan. Mengingat banyaknya penjamah makanan berumur > 44 tahun dalam hal ini di kategorikan usia tua kemungkinan daya ingat penjamah makanan tidak berfungsi dengan baik untuk melakukan personalhygiene yang baik.
90
Personalhygiene yang tidak baik pada penjamah makanan yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene sanitasi dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna
antara
penyuluhan
atau
pelatihan
dengan
personalhygienepenjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,488. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan dengan perilaku hygiene dan sanitasi di kantin kampus Universitas “X”. Meskipun tidak menunjukkan adanya hubungan, menurut Fitriani (2010) mengatakan bahwa kegiatan pelatihan dipakai sebagai salah satu cara atau metode pendidikan, khususnya di dalam meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilan penjamah makanan. Faktor lain yang menyebabkan responden pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan tidak memiliki personalhygiene baik adalah apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene yang tidak baik dengan pengetahuan maka didapatkan penjamah makanan pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan yang memiliki pengetahuan tidak baik
yaitu sebesar 29,5%. Selain itu, ternyata
penjamah makanan yang pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan memiliki sikap tidak baik yaitu sebesar 79,5%. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personalhygiene yang baik khususnya di area penelitian maka Dinas Kesehatan setempat perlu melakukan penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi
91
secara berkala yang mencakup semua penjamah makanan tidak hanya warung makanan gado – gado saja. Personalhygiene yang tidak baik dapat juga di alami oleh semua penjamah warung makanan. Sehingga penjamah makanan dapat mewujudkan perilaku dan sikap yang baik dalam mengelola makanan.
92
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 SIMPULAN Berdasarkan
dari
hasil
penelitian
mengenai
faktor
predisposisi,
pendukung, pendorong dan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur dapat disimpulkan sebagai berikut : a.
Personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu sebesar 50 responden (62,5%).
b.
Ditribusi demografi penjamah makanan yang meliputi tingkat pendidikan dan lama kerja menunjukkan sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu SMA – Perguruan Tinggi, lama kerja ≤ 5 tahun.
c.
Distribusi
pengetahuan penjamah makanan Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu sebesar 57,5% dibandingkan dengan pengetahuan tidak baik. d.
Distribusi sikap penjamah makanan Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik lebih banyak yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan sikap yang baik.
e.
Distribusi sarana pribadi yang di miliki oleh penjamah makanan Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang kurang memenuhi syarat lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang memenuhi syarat.
93
f.
Distribusi penyuluhan/pelatihan penjamah makanan Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang pernah mengikutinya lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang tidak pernah.
g.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.
h.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur
i.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur
j.
Tidak
ada
hubungan
yang
bermakna
antara
sikap
dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur. k.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana pribadi dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.
l.
Tidak
ada
hubungan
yang
bermakna
antara
kegiatan
penyuluhan/pelatihan dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat.
94
7.2 Saran 7.2.1 Bagi Institusi Pemerintah 1. Perlu diadakan kegiatan pelatihan/penyuluhan penyehatan makanan tentang personal hygiene yang baik khususnya mengenai manfaat kesadaran mencuci tangan dengan sabun sebelum menjamah makanan. Kemudian pengetahuan mengenai seharusnya tidak berbicara saat menghadap ke makanan, tidak menggunakan perhiasan di tangan dan memakai alat atau sarung tangan plastik sekali pakai saat mengolah makanan bagi penjamah makanan.Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh pihak yang berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatansecara berkala sehingga dapat menambah pengetahuan/wawasan penjamah makanan mengenai personal hygiene yang baik saat mengolah makanan. 2. Perlu peningkatan pengawasan yang baik terhadap penjamah makanan jajanan/tradisional di Kecamatan Ciputat Timur dari pihak yang berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 7.2.2 Bagi Pedagang 1. Penjamah makanan agar selalu meningkatkan personalhygiene yang baik saat mengolah makanan, hendaknya selalu memakai celemek dan alat atau sarung tangan plastik saat menjamah makanan. 2. Penjamah makanan harus membiasakan diri untuk selalu mecuci tangan sebelum menangani makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang dari tangan ke makanan.
95
7.2.3 Bagi penelitian selanjutnya 1. Perlu diadakannya penelitian yang lebih lanjut mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan personalhygiene pada penjual makanan tradisional dengan jumlah sampel yang lebih besar.
96
DAFTAR PUSTAKA Adams M dan Moetarjemi Y. 2003. Dasar – Dasar Kemanan Makanan Untuk Petugas Kesehatan. Jakarta. EGC Agustina Febria, Prambayun dan Febri Fatma Fatmalina. 2009. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Palembang Tahun 2009. Jurnal Kesmas. Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta, Gramedia Jakarta. Arikunto, S. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bona Aksara. Jakarta Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta. EGC Armanti D. 2010. Kontaminasi Bakteri Coliform Pada Kerang Hijau (Perna Vindis L) Yang Dibudidaya di Perairan Muara Kamal dan Cilincing, Teluk Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Berita Keracunan Bulan Oktober, November dan Desember Tahun 2014. Diakses pada tangagal 05 April 2015 melalui http://ik.pom.go.id/v2014/beritakeracunan/berita-keracunan-bulan-oktober-desember-2014 Cahyaningsih, CT dkk. 2009. Hubungan Hygiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Makanan di Warung Makan. Jurnal FK UGM. Yogyakarta. Vol. 25 No. 4 Desember 2009. Dainur. (1995). Materi – materi pokok kesehatan masyarakat. Jakarta.Widya Medika. David Mc. Swane, RN, Unlon Richard. 2000. Essential of Fodd Safety and Sanitation America. Datini. (2000). Tinjauan Hygiene Sanitasi Pada Pengelolaan Makanan Pasien Di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Jakarta Selatan Tahun 2000. Skripsi FKM UI. Effendi Ferry, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunikasi Teori dan Praktik dalam Keprawatan. Jakarta, Salemba Medika. Effendy, Nasrul. (1997). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC Fardiaz S. (1989). Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. IPB. Bogor
97
Fathoni Ahmad (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Penjamah Terhadap Hygiene dan Sanitasi Makanan dengan Kualitas Makanan di Kantin Universitas “X” tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia Fitriani, Sinta. (2010). Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Graha Ilmu Hastono. S.P. (2001). Modul Analisis Data. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Univerisas Indonesia. Iriani. (2000). Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Hygiene Perorangan pada Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dr. H.A Moelok Bandar Lampung Tahun 2000. Skripsi FKM UI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data Base Kemenkes. Diakses pada tanggal 3 Maret 2015 melalui http://www.bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/createtablepti Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 942/Menkes/SK/VII/2003.Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 715/Menkes/SK/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga. Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Grasindo. Jakarta Kompas. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta. Kompas Laelasari, Ela. (2015). Islam dan Keamanan Pangan. Ciputat. UIN Perss Lawrance Green. 1980.Health Education Planning. Hopkins University Mardewi I Gusti. (2013). Gambaran Hygiene Pedagang Kaki Lima dan Sanitasi Lingkungan di Pasar Sukawati 1 Tahun 2013. Jurnal kesehatan masyarakat Marsaulina, Irnawati. 2004. Study Tentang Pengetahuan Perlaku dan Kebersihan Penjamah Makanan Pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta (TMII, TIJA, TMR). Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Meikawati (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Hygiene dan Sanitasi Petugas Penjamah Makanan dengan Praktek Hygiene dan Sanitasi di Instalasi Gizi RSJ DR Amino GondoHutomo Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 6 No. 1 Tahun 2010.
98
Mubarak W.I, Chayatin Nurul dkk. (2007). Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Graha Ilmu Mulyanto, H. (2003). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Hygiene dan Sanitasi Tenaga Penjamah Makanan di Instalansi Gizi dan Ruangan Perawatan Rumah Sakit Umum R.A Kartini Jepara Tahun 2003. Skripsi. Universitas Indoensia Nanuwasa, Franklin & Munir. (2007). Tata Cara Laksana Hygiene Hidangan Keracunan Hidangan, Jenis Bakteria. Diakses melalui http://www.Ihsmakassar.com pada tanggal 20 Maret 2015. Notoatmodjo, S (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, S (2010). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, S (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu & Seni. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Pella, Darmin Ahmad & Afifah Inayati. (2011). Talent Management. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Purawidjaja. (1995). Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga. Majesty Purnawijayanti, H. (2001). Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta Puspita Ika dkk. (2013). Hubungan Praktik Hygiene Sanitasi Penjamah Makanan terhadap cemaran E.coli Pada Makanan Gado - Gado di Sepanjang Jalan Kota Manado. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Rangkuti, Freddy. (2002). The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equaity dan Startegi Pengembangan Mereka + Analisis Kasus dengan SPSS. Jakarta : Gramedia pustaka Utama. Rosaria D. (2010). Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan Tentang Hygiene Dan Sanitasi Makanan Dengan Kualitas Escherichia Coli (Studi Kassus Jajanan Di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor). Skrispis. FKM UI Depok. Rukmana R dan Oesman YY. (2003). Aneka Olahan Kentang.Kanisius. Yogyakata
99
Sachriani. (2001). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Hygiene Perorangan Penjamah Makanan Jasa Boga A3 di Jakarta Selatan. Thesis Program Pascasarjana FKM UI. Selman A Carol dan Green R Laura. (2008). Environmental Health Specialist Self – Reported Foodborne Ilness Outbreak Investigation Oractices. Journal of Environment Health January – February Page 16 – 21. Volume 70. Number 6. Features. Setiawan. (2004). Analsisis Bakteri Coliform pada Makanan Olahan di Kantin Pusat ITS Sepuluh Nopember Surabaya. Abstrak Soeripto, M. (2008). Hygiene indusrti. Jakarta. FKUI. Sofiana Erna. (2012). Hubungan Hygiene dan Sanitasi Dengan Kontaminasi Escherichia Coli Pada Jajanan Di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok Tahun 2012. Skripsi. FKM UI Depok Sundjaja. (2009). Kamus Gizi. Jakarta. Kompas Supardi, et al. (2004). Pengaruh Penyuluhan Obat terhadap peningkatan Perilaku Pengobatan Sendiri yang Sesuai dengan Aturan. Buletin Penelitian Kesehatan. Vo.32, No, 4 : 178. Susanna Dewi dan Hartono Budi (2003). Pemantauan Kualitas Makanan dan Gado – Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Makara, Seri Kesehatan, Vol. 7 No. 1 Juni 2003. Sumantri, A. (2010). Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta, Kencana. Susanna, Dewi dkk (2010). Kontaminasi Bakteri E. coli pada Peralatan Makanan Pedagang Kaki Lima di Sepanjang Jalan Margonda Depok, Jawa Barat. Jurnal Kesmas. Vol 5 No 3. Tania, vina. 2008. Djakabaia 'Djalan - Djalan dan Makan di Soerabaia. CM. Surabaya Tarwotjo, Soejoeti C. (1998). Dasar – Dasar Kuliner Gizi. Jakarta. Grasindo Yunita N dan Dwipayanti NM. (2010). Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo Berdasarkan Angka Lempeng Total, Coliform Total dan Kandungan Escherichia Coli. Jurnal Biologi XIV (1) : 15 – 19 ISSN ; 14105292 WHO. (2005). Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta. EGC Winarno. (2004). Kemanan Pangan. Bogor. M.Biro. Press Cet. I.
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEUDAN CEMPAKA PUTIH CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015
Saya Eka Lestari Sitepu, mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat ini saya sedang melakukan peneltian atau skripsi dengan tema “ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEU DAN CEMPAKA PUTIH CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015”.Untuk itu saya mohon bantuan kepada Ibu/Bapak/Saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan sebaik – baiknya. Kerahasiaan dari jawaban anda pada kuesioner ini dapat dijamin, untuk itu saya mohon isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi yang sebenar – benarnya dan mendekati kenyataan. Terima kasih
Responden
Peneliti
(..................)
(Eka Lestari Sitepu)
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Sebelum Ibu/Bapak/Saudara menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda silang (X) pada jawaban yang dianggap paling tepat.
A. Data Umum 1. Nama : 2. Pendidikan : 1. SD 2. SMP 3. SMA 3. Lama bekerja sebagai penjamah makanan :
4.Perguruan Tinggi (D3, S1, S2) Tahun
B. Pengetahuan Tentang Personal Hygiene Makanan 4. Apakah anda pernah mendengar tentang higiene makanan? 1. Ya 2. Tidak (Lanjut ke no 10) 5. Bila ”Ya” apa arti higiene makanan? 1. Usaha pengendalian penyakit yang ditularkan melalui bahan makanan 2. Usaha melindungi makanan dari bahaya penyakit/kotoran 3. Lain – lain________________ 6. Apakah tujuan penjamah makanan mencuci tangan dengan sabun sebelum menangani makanan ? 1. Agar mencegah pencemaran makanan oleh bibit penyakit melalui tangan 2. Agar tangan terlihat bersih dan tidak berbau yang kurang sedap 3. Lain – lain_____________________ 7. Penjamah makanan perlu memotong kuku yang panjan atau membersihkan kuku yang kotor, apa alasannya? 1. Agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya kuman penyakit 2. Agar tidak terlihat kotor dan tidak menganggu pada saat bekerja 3. Lain – lain______________________
8. Pada saat menangani makanan, penjamah makanan tidak dibolehkan mencicipi makanan dengan jari atatu menggaruk anggota tubuh, mengapa? 1. Karena dari anggota tubuh / jari dapat mencemari makanan 2. Memudahkan pengambilan makanan 3. Lain – lain______________________ 9. Apa manfaat penjamah makanan memakai perlengkapan khusus seperti pakaian kerja, penutup rambut, celemek dan alas kaki / sepatu kerja pada saat mengani makanan? 1. Menghindari terjadinya kontaminasi makanan dari tubuh penjamah 2. Gara terlohat rapi dan sopan 3. Lain – lain_____________________ 10. Makanan dapat menjadi media perantara penyakit. Penyakit apakah yang dapat ditularkan melalui media tersebut? 1. Saluran pencernaan 2. Saluran pernafasan 3. Lain – lain______________________ 11. Apakah alasannya bahwa seorang penjamah makanan yang menderita penyakit batuk, pilek/flu, penyakit kulit (bernanah, bisul, koreng dan luka terbuka) tidak boleh mengani makanan? 1. Makanan dapat tercemar karena penyakit tersebut 2. Orang lain dapat tertular karena penyakit tersebut 3. Lain – lain________________________ 12. Tenaga penjamah makanan tidak diperbolehkan merokok pada saat mengangani makanan, apa alasannya? 1. Mencegah agar abu rokok tidak masuk ke dalam makanan 2. Berbahaya bagi kesehatan diri dan orang lain 3. Lain – lain___________________________ 13. Pada saat kegiatan pengolahan makanan, tenaga penjamah makanan tidak diperbolehkan berbicara menghadap makanan. Apa alasannya? 1. Karena dapat mencemari makanan melalui percikan air ludah 2. Karena menimbulkan kebisingan (suara berbisik) di tempat kerja 3. Lain – lain____________________________ 14. Apakah anda pernah mendegar tentang cara menyimpan makanan matang yang kurang baik dan higienis? 1. Ya 2. Tidak (Lanjut ke no 21)
15. Bila “Ya” bagaimana cara penyimpanan makanan matanh yang baik? 1. Memperhatikaan suhu dan waktu penyimpanan 2. Tidak perlu memperhatikan suhu dan waktu penyimpanan, yang penting tertutup dalam menyimpan 3. Lain – lain 16. Bila “Ya” Bagaimana cara menyimpan mkaanan matang yang higienis? 1. Suhu penyimpanan makanan diperhatikan, menggunakan wadah dan penjamah alat yang bersih 2. Membawa dan menyimpan makanan dengan tertutup dan pada tempat yang bersih 3. Lain – lain_____________________________ 17. Apakah anda pernah mendegar bagaimana bahwa makanan dikatakan busuk/basi dan cara mencegah agar kondisinya tetap baik pada saat penyimpaan makanan? 1. Ya 2. Tidak (selesai) 18. Bila “Ya” Bagaimana tanda – tanda bahwa makanan dikatakan busuk atau basi? 1. Warna, rasa dan aroma berubah, mengeluarkan bau, berlendir dan berjamur 2. Mengeluarkan bau tak sedap, berlendir dan berjamur 3. Lain – lain 19. Bila “Ya” Bagimana cara mencegah agar kondisi makanan tetap baik? 1. Cara memasaknya benar, memakai ala – alat yang bersih, tidak kontak langsung dengan anggota tubuh dan disimpan dengan baik 2. Makanan tidak kontak langsung dengan tubuh dan menggunakan alat – alat yang bersih 3. Lain – lain_________________________ C. Sikap Tentang personal hygiene Makanan 20. Kuku dan tangan adalah salah satu anggota tubuh yang mudah menyebabkan pencemaran makanan. Oleh karena itu perlu dibersihkan setiap akan mengolah makanan. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju 21. Apabila sebelum mengolah atau menjamah makanan, maka tidak perlu mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Bagaiamna menurut anda? 1. Setuju
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
2. Tidak Setuju Pada saat melakukan pegolahan makanan, seorang tenaga penjamah makanan tidak diperbolehkan memakai perhiasan tangan cincin. Bagaimana menurut Anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Cara menjamah makanan sebaiknya adalah tidak perlu memakai alat/sarung tangan plastik sekali pakai. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Pakaian dapat menjadi sumber pencemaran terhadap makanan. Oleh karena itu, pada saat melakukan kegaiatan pengelolaan makanan harus memakai pakaian kerja yang bersih. Bagaimana menurut Anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Memakai celemek pada saat mengolah, menyiapkan dan membagikan makanan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga penjamah makanan. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Saat melakukan pengelolaan makanan, penjamah makanan (pria) harus berambut pendek, tidak berkumis dan berjanggut panajng, serta (wanita) berambut pendek atau tidak digerai bila panjang. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Penutup rambut tidak diperlukan dalam mengolah maupun menyajikan makanan karena tidak akan megotori makanan. Bagaimana menurut Anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Bila ada temen kerja anda yang bersin atau batuk, akan tetapi tidak menutup disaat melakukan pengeloaan makanan. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju Apabila ada temen kerja yang sedang melakukan pengolahan makanan sambil merokok. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju
30. Tenaga penjamah makanan yang menderita penyakit kulit (bisul, koreng, luka terbuka) ataupun penyakit menular (Typus, kolera, TBC) tidak diperkenankan melakukan pengelolaan makanan. Bagaimana menurut anda? 1. Setuju 2. Tidak Setuju
D. Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan Penjamah Makanan 31. Apakah anda pernah menerima pelatihan atau penyuluhan tentang Higiene dan Sanitasi Makanan? 1. Ya pernah 2. Tidak pernah
TERIMA KASIH ATAS KEJUJURAN DAN KESEDIAAN ANDA UNTUK MENGISI KUESIONER INI ^_^
E. PersonalHygienePenjamah Makanan (Observasi) 32. Apakah penjamah makanan memakai pakaian bersih / pakaian kerja pada saat menagani / menyajikan makanan? 1. Ya 2. Tidak 33. Apakah penjamah memakai celemek pada saat menangani/menyajikan makanan? 1. Ya 2. Tidak 34. Apakah penjamah makanan memakai penutup kepala/rambut pada saat menangani/menyajikan makanan? 1. Ya 2. Tidak 35. Apakah penjamah makanan menggunakan alas kaki/sepatu kerja pada saat menangani/menyajikan makanan? 1. Ya 2. Tidak 36. Apakah penjamah makanan menggunakan penutup mulut pada saat menangani makanan? 1. Ya 2. Tidak 37. Apakah penjamah makanan mencuci tangan dengan sabun sebelum menangani makanan, sesudah buang air besar, merokok, membuang sampah, meracik bahan mentah dan lainnya? 1. Ya 2. Tidak 38. Apakah penjamah makanan selalu tidak merokok pada saat menangani makanan? 1. Ya 2. Tidak 39. Apakah penjamah makanan tidak berbicara menghadap ke makanan? 1. Ya 2. Tidak 40. Apakah penjamah makanan tidak menggaruk anggota badan pada saat menangani makanan?
1. Ya 2. Tidak 41. Apakah penjamah makanan tidak memakai perhiasan tangan (misalnya cincin)? 1. Ya 2. Tidak 42. Apakah penjamah makanan tidak kontak langsung dengan makanan jadi? 1. Ya 2. Tidak 43. Apakah penjamah makanan tidak meludah di area kerja? 1. Ya 2. Tidak 44. Apakah penjamah makanan berkuku pendek dan bebas dari cat kuku? 1. Ya 2. Tidak 45. Apakah penjamah makanan menutup mulut saat bersin atau batuk? 1. Ya 2. Tidak F. Ketersediaan sarana personal hygiene penjamah makanan (Observasi) 46. Apakah terdapat sarana pribadi untuk melindungi kebersihan makanan saat bekerja pada penjamah makanan, seperti : a. Pakaian bersih 1. Ya 2. Tidak b. Celemek
1. Ya
2. Tidak
c. Penutup rambut/ topi
1. Ya
2. Tidak
d. Alas kaki / sepatu kerja
1. Ya
2. Tidak
e. Penutup mulut / masker
1. Ya
2. Tidak
f. Tempat cuci tangan
1. Ya
2. Tidak
g. Sabun khusus pencuci tangan
1. Ya
2. Tidak
Lampiran Univariat Pendidikan Cumulative Frequency Valid
SD- SMP (rendah) SMP-SMA (tinggi) Total
Percent
Valid Percent
Percent
5
6.2
6.2
6.2
75
93.8
93.8
100.0
80
100.0
100.0
Lama_kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
>5 tahun
67
83.8
83.8
83.8
<_5 tahun
13
16.2
16.2
100.0
Total
80
100.0
100.0
Penyuluhan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Pernah
36
45.0
45.0
45.0
Pernah
44
55.0
55.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
Pengetahuan Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Valid
Tidak Baik
28
35.0
35.0
35.0
Baik
52
65.0
65.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
Sikap Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Baik
66
82.5
82.5
82.5
Baik
14
17.5
17.5
100.0
Total
80
100.0
100.0
Personal Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Baik
51
63.8
63.8
63.8
Baik
29
36.2
36.2
100.0
Total
80
100.0
100.0
Sarana Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Baik
36
45.0
45.0
45.0
Baik
44
55.0
55.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
LAMPIRAN Bivariat 1. PENDIDIKAN Case Processing Summary Cases Valid N Pendidikan * Personal
Missing Percent
80
N
Total
Percent
100.0%
0
N
Percent
.0%
80
Crosstab Personal Tidak Baik Pendidikan
SD- SMP
Count % within Pendidikan
SMP-SMA
Count % within Pendidikan
Total
Count % within Pendidikan
Baik 4
1
5
80.0%
20.0%
100.0%
48
27
75
64.0%
36.0%
100.0%
52
28
80
65.0%
35.0%
100.0%
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pendidikan (SD- SMP / SMP-SMA) For cohort Personal = Tidak Baik For cohort Personal = Baik N of Valid Cases
Lower
Upper
2.250
.239
21.166
1.250
.781
2.000
.556
.094
3.291
80
Total
100.0%
2. Lama Kerja Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
Lama_kerja * Personal
80
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 80
100.0%
Crosstab Personal Tidak Baik Lama_kerja
<_ 5 tahun
Count % within Lama_kerja
> 5 tahun
Count % within Lama_kerja
Total
Count % within Lama_kerja
Baik
Total
42
25
67
62.7%
37.3%
100.0%
10
3
13
76.9%
23.1%
100.0%
52
28
80
65.0%
35.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.325
.445
1
.505
1.025
1
.311
.970 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.526 .958
1
.328
80
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,55. b. Computed only for a 2x2 table
.257
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Lama_kerja (<_ 5 tahun / > 5 tahun) For cohort Personal = Tidak Baik
For cohort Personal = Baik
Lower
Upper
.504
.127
2.007
.815
.574
1.157
1.617
.572
4.574
N of Valid Cases
80
3. Pengetahuan Case Processing Summary Cases Valid N Pengetahuan * Personal
Missing
Percent 80
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 80
100.0%
Crosstab Personal Tidak Baik Pengetahuan
Tidak Baik
Count % within Pengetahuan
Baik
Count % within Pengetahuan
Total
Count % within Pengetahuan
Baik
Total
18
10
28
64.3%
35.7%
100.0%
34
18
52
65.4%
34.6%
100.0%
52
28
80
65.0%
35.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.922
.000
1
1.000
.010
1
.922
.010 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.010
b
1
.922
80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,80. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pengetahuan (Tidak Baik / Baik) For cohort Personal = Tidak Baik For cohort Personal = Baik N of Valid Cases
Lower
Upper
.953
.364
2.492
.983
.700
1.381
1.032
.554
1.921
80
4. Sikap Case Processing Summary Cases Valid N Sikap * Personal
Missing
Percent 80
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 80
100.0%
.556
Crosstab Personal Tidak Baik Sikap
Tidak Baik
Count % within Sikap
Baik
Total
24
66
63.6%
36.4%
100.0%
10
4
14
71.4%
28.6%
100.0%
52
28
80
65.0%
35.0%
100.0%
Count % within Sikap
Total
42
Count % within Sikap
Baik
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.579
.061
1
.805
.316
1
.574
.308 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.760 .304
1
.581
80
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,90. b. Computed only for a 2x2 table
.411
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Sikap (Tidak
Upper
.700
.198
2.476
.891
.610
1.300
1.273
.524
3.092
Baik / Baik) For cohort Personal = Tidak Baik For cohort Personal = Baik
Lower
N of Valid Cases
80
5. Fasilitas Sanitasi Case Processing Summary Cases Valid N Sarana * Personal
Missing
Percent 80
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 80
Crosstab Personal Tidak Baik Sarana
Tidakmemen Count uhisyarat
% within Sarana
Memenuhisy Count arat Total
% within Sarana Count % within Sarana
Baik
Total
20
16
36
55.6%
44.4%
100.0%
32
12
44
72.7%
27.3%
100.0%
52
28
80
65.0%
35.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.109
1.867
1
.172
2.566
1
.109
2.566 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.157
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.534
b
1
.086
.111
80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Sarana (Tidak Baik / Baik) For cohort Personal = Tidak Baik For cohort Personal = Baik
Lower
Upper
.469
.184
1.193
.764
.542
1.077
1.630
.890
2.985
N of Valid Cases
80
6. Penyuluhan Case Processing Summary Cases Valid N Penyuluhan * Personal
Missing
Percent 80
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 80
100.0%
Crosstab Personal Tidak Baik Penyuluhan
Tidak Pernah
Count % within Penyuluhan
Pernah
Total
11
36
69.4%
30.6%
100.0%
27
17
44
61.4%
38.6%
100.0%
52
28
80
65.0%
35.0%
100.0%
Count % within Penyuluhan
Total
25
Count % within Penyuluhan
Baik
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.451
.269
1
.604
.571
1
.450
.568 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.488 .561
1
.454
80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60. b. Computed only for a 2x2 table
.303
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Penyuluhan (Tidak Pernah / Pernah) For cohort Personal = Tidak Baik For cohort Personal = Baik N of Valid Cases
Lower
Upper
1.431
.563
3.639
1.132
.822
1.557
.791
.427
1.466
80
LAMPIRANANALISIS UNIVARIAT
1. Personal Higiene Sanitasi Personal * Pengetahuan Crosstabulation Pengetahuan Tidak Baik Personal
Tidak Baik
Count % within Personal
Baik
Count % within Personal
Total
Count % within Personal
Baik
Total
18
34
52
34.6%
65.4%
100.0%
10
18
28
35.7%
64.3%
100.0%
28
52
80
35.0%
65.0%
100.0%
Personal * Sikap Crosstabulation Sikap Tidak Baik Personal
Tidak Baik
Count % within Personal
Baik
Count % within Personal
Total
Count % within Personal
Baik
Total
42
10
52
80.8%
19.2%
100.0%
24
4
28
85.7%
14.3%
100.0%
66
14
80
82.5%
17.5%
100.0%
Personal * Penyuluhan Crosstabulation Penyuluhan Tidak Pernah Personal
Tidak Baik
Count % within Personal
Pernah
Total
25
27
52
48.1%
51.9%
100.0%
Baik
Count % within Personal
Total
Count % within Personal
11
17
28
39.3%
60.7%
100.0%
36
44
80
45.0%
55.0%
100.0%
2. Pendidikan
Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation Pengetahuan Tidak Baik Pendidikan
SD- SMP
Count % within Pendidikan
SMP-SMA
Count % within Pendidikan
Total
Count % within Pendidikan
Baik
Total
3
2
5
60.0%
40.0%
100.0%
25
50
75
33.3%
66.7%
100.0%
28
52
80
35.0%
65.0%
100.0%
Pendidikan * Sikap Crosstabulation Sikap Tidak Baik Pendidikan
SD- SMP
Count % within Pendidikan
SMP-SMA
Count % within Pendidikan
Total
Count % within Pendidikan
Baik
Total
5
0
5
100.0%
.0%
100.0%
61
14
75
81.3%
18.7%
100.0%
66
14
80
82.5%
17.5%
100.0%
Pendidikan * Penyuluhan Crosstabulation Penyuluhan Tidak Pernah Pendidikan
SD- SMP
Count % within Pendidikan
SMP-SMA
Total
2
5
60.0%
40.0%
100.0%
33
42
75
44.0%
56.0%
100.0%
36
44
80
45.0%
55.0%
100.0%
Count % within Pendidikan
Total
3
Count % within Pendidikan
Pernah
3. Lama Kerja Lama_kerja * Pengetahuan Crosstabulation Pengetahuan Tidak Baik Lama_kerja
<_ 5 tahun
Count % within Lama_kerja
> 5 tahun
Total
46
67
31.3%
68.7%
100.0%
7
6
13
53.8%
46.2%
100.0%
28
52
80
35.0%
65.0%
100.0%
Count % within Lama_kerja
Total
21
Count % within Lama_kerja
Baik
Lama_kerja * Sikap Crosstabulation Sikap Tidak Baik Lama_kerja
<_ 5 tahun
Count % within Lama_kerja
> 5 tahun
Count
Baik
Total
54
13
67
80.6%
19.4%
100.0%
12
1
13
% within Lama_kerja Total
Count % within Lama_kerja
92.3%
7.7%
100.0%
66
14
80
82.5%
17.5%
100.0%
Lama_kerja * Penyuluhan Crosstabulation Penyuluhan Tidak Pernah Lama_kerja
<_ 5 tahun
Count % within Lama_kerja
> 5 tahun
Total
40
67
40.3%
59.7%
100.0%
9
4
13
69.2%
30.8%
100.0%
36
44
80
45.0%
55.0%
100.0%
Count % within Lama_kerja
Total
27
Count % within Lama_kerja
Pernah
4. Pengetahuan Pengetahuan * Sikap Crosstabulation Sikap Tidak Baik Pengetahuan
Tidak Baik
Count % within Pengetahuan
Baik
Count % within Pengetahuan
Total
Count % within Pengetahuan
Baik
Total
21
7
28
75.0%
25.0%
100.0%
45
7
52
86.5%
13.5%
100.0%
66
14
80
82.5%
17.5%
100.0%
Pengetahuan * Penyuluhan Crosstabulation Penyuluhan Tidak Pernah Pengetahuan
Tidak Baik
Count % within Pengetahuan
Baik
Total
13
28
53.6%
46.4%
100.0%
21
31
52
40.4%
59.6%
100.0%
36
44
80
45.0%
55.0%
100.0%
Count % within Pengetahuan
5. Sikap Sikap * Pengetahuan Crosstabulation Pengetahuan Tidak Baik Sikap
Tidak Baik
Count % within Sikap
Baik
Count % within Sikap
Total
Count % within Sikap
Baik
Total
21
45
66
31.8%
68.2%
100.0%
7
7
14
50.0%
50.0%
100.0%
28
52
80
35.0%
65.0%
100.0%
Sikap * Penyuluhan Crosstabulation Penyuluhan Tidak Pernah Sikap
Tidak Baik
Count % within Sikap
Baik
Count % within Sikap
Total
15
Count % within Pengetahuan
Pernah
Pernah
Total
31
35
66
47.0%
53.0%
100.0%
5
9
14
35.7%
64.3%
100.0%
Total
Count % within Sikap
36
44
80
45.0%
55.0%
100.0%
6. Sarana Personal Higiene Sarana * Pengetahuan Crosstabulation Pengetahuan Tidak Baik Sarana
Tidak Memenuhisy
Count % within Sarana
arat MemenuhiSy Count arat Total
% within Sarana Count % within Sarana
Baik
Total
9
27
36
25.0%
75.0%
100.0%
19
25
44
43.2%
56.8%
100.0%
28
52
80
35.0%
65.0%
100.0%
Sarana * Sikap Crosstabulation Sikap Tidak Baik Sarana
TidakMemen Count uhiSyarat
% within Sarana
MemenuhiSy Count arat Total
% within Sarana Count % within Sarana
Baik
Total
32
4
36
88.9%
11.1%
100.0%
34
10
44
77.3%
22.7%
100.0%
66
14
80
82.5%
17.5%
100.0%
Sarana * Penyuluhan Crosstabulation Penyuluhan Tidak Pernah Sarana
Tidak MemenuhiSy
Count % within Sarana
arat MemenuhiSy Count arat
% within Sarana
Total
Count % within Sarana
Pernah
Total
12
24
36
33.3%
66.7%
100.0%
20
24
44
46.5%
54.5%
100.0%
36
44
80
45.0%
55.0%
100.0%
7. Penyuluhan atau Pelatihan
Penyuluhan * Pengetahuan Crosstabulation Pengetahuan Tidak Baik Penyuluhan
Tidak Pernah
Count % within Penyuluhan
Pernah
Count % within Penyuluhan
Total
Count % within Penyuluhan
Baik
Total
15
21
36
41.7%
58.3%
100.0%
13
31
44
29.5%
70.5%
100.0%
28
52
80
35.0%
65.0%
100.0%
Penyuluhan * Sikap Crosstabulation Sikap Tidak Baik Penyuluhan
Tidak Pernah
Count % within Penyuluhan
Pernah
Count % within Penyuluhan
Total
Count % within Penyuluhan
Baik
Total
31
5
36
86.1%
13.9%
100.0%
35
9
44
79.5%
20.5%
100.0%
66
14
80
82.5%
17.5%
100.0%
UJI NORMALITAS
Descriptives Statistic Umur
Mean
43.92
95% Confidence Interval for Lower Bound
42.32
Mean
Upper Bound
.806
45.53
5% Trimmed Mean
44.26
Median
46.00
Variance
51.994
Std. Deviation
7.211
Minimum
25
Maximum
56
Range
31
Interquartile Range
9
Skewness
Lama_kerja
Std. Error
-.801
.269
Kurtosis
.123
.532
Mean
3.66
.222
95% Confidence Interval for Lower Bound
3.22
Mean
4.10
Upper Bound
5% Trimmed Mean
3.57
Median
3.00
Variance
3.948
Std. Deviation
1.987
Minimum
1
Maximum
8
Range
7
Interquartile Range
3
Skewness Kurtosis
.622
.269
-.413
.532
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
a
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Umur
.126
80
.003
.938
80
.001
Lama_kerja
.168
80
.000
.921
80
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Umur Stem-and-Leaf Plot Frequency
Stem &
Leaf
1,00 Extremes
(=<2
3,00 7,00
2 . 3 .
788 0002
5,00
3 .
6888
5) 233 9 19,00 4 . 0000 011112223333344 28,00 4 . 5555 666666777777788888889999 15,00 5 . 0000 11122233334 2,00 5 . 66 Stem width: Each leaf:
1 case(s)
10
Lama_kerja Stem-and-Leaf Plot Frequency
Stem &
10,00 17,00 16,00 12,00 11,00 5,00 4,00 5,00 Stem width: Each leaf:
1 2 3 4 5 6 7 8
. . . . . . . .
Leaf 0000000000 00000000000000000 0000000000000000 000000000000 00000000000 00000 0000 00000
1 1 case(s)
UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items
Total N of Items
.852 a
15
.555 b
14
29
Correlation Between Forms
.287
Spearman-Brown Coefficient Equal Length
.446
Unequal Length Guttman Split-Half Coefficient
.446 .441
a. The items are: p1, p2, p3, p4, p5, p6, p7, p8, p9, p10, p11, p12, p13, p14, p15. b. The items are: p16, p17, p18, s1, s2, s3, s4, s5, s6, s7, s8, s9, s10, s11.
Item-Total Statistics
Corrected Item-
Cronbach's
Scale Mean if
Scale Variance if
Total
Squared Multiple
Alpha if Item
Item Deleted
Item Deleted
Correlation
Correlation
Deleted
p1
35.50
27.707
.510
.
.537
p2
35.23
28.599
.745
.
.569
p3
35.33
26.368
.473
.
.523
p4
34.87
28.189
.645
.
.563
p5
35.17
30.213
.388
.
.575
p6
34.93
28.754
.378
.
.564
p7
34.83
26.764
.386
.
.532
p8
34.83
30.420
.551
.
.586
p9
34.97
29.757
.364
.
.579
p10
34.77
25.220
.606
.
.502
p11
34.83
30.764
.450
.
.593
p12
34.90
26.921
.371
.
.535
p13
35.47
29.568
.607
.
.567
p14
34.90
26.645
.502
.
.546
p15
34.97
29.482
.492
.
.573
p16
35.53
28.809
.502
.
.556
p17
35.07
25.444
.418
.
.519
p18
34.93
27.030
.398
.
.534
s1
35.17
28.489
.741
.
.557
s2
34.80
29.821
.465
.
.587
s3
34.73
27.720
.370
.
.547
s4
34.93
28.892
.308
.
.566
s5
35.03
30.447
.786
.
.584
s6
35.00
31.172
.470
.
.595
s7
35.03
32.240
.391
.
.616
s8
35.10
26.300
.476
.
.522
s9
34.97
29.206
.430
.
.583
s10
34.83
27.868
.565
.
.557
s11
34.83
30.213
.391
.
.592