PENGEMBANGAN MODEL KURSI BAGI IBU MENYUSUI YANG ERGONOMIS BERDASARKAN UKURAN ANTROPOMETRI (UJI COBA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR) TAHUN 2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : MUHAMMAD IQBAL NIM: 108101000046
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2013 M
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Mei 2013 Muhammad Iqbal, NIM: 108101000046 Pengembangan Model Kursi Bagi Ibu Menyusui Yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013 xvii + 107 halaman, 8 tabel, 1 bagan, 31 gambar, 4 lampiran ABSTRAK Sebagian besar kursi di pasaran tidak menerapkan prinsip ergonomis. Hal tersebut dikarenakan kursi-kursi di pasaran tidak melakukan pengukuran terhadap ukuran tubuh untuk para konsumennya, sehingga banyak orang mengalami pegal-pegal pada leher, punggung, pinggang, dan tangan akibat terlalu lama duduk di kursi yang tidak nyaman. Dalam merancang kursi yang ergonomis perancangannya dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran antropometri. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang ibu didapatkan bahwa yang mengeluhkan tentang MSDs sebanyak 90%, kelelahan ringan 80% dan kelelahan menengah sebanyak 20%, ketidaknyamanan sebanyak 75% Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model kursi yang ergonomis untuk ibu menyusui melalui perhitungan antropometri di kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium dengan melakukan langkah-langkah rancang bangun yang dilakukan pada bulan Juli sampai Februari 2013. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 15 responden untuk dilakukan perbandingan data antara data nasional dengan data di kelurahan Pisangan. Berdasarkan hasil penelitian, setelah data antropometri ibu menyusui Indonesia dan data antropometri ibu di kelurahan Pisangan di bandingkan. Diketahui hasil dari uji coba tersebut, bahwa ukuran untuk dimensi rancangan kursi ini adalah untuk lebar sandaran yaitu 53 cm, panjang sandaran tangan yaitu 43 cm, tinggi sandaran yaitu 90 cm, tinggi sandaran tangan yaitu 19 cm, lebar alas kursi yaitu 49 cm, panjang kedalaman kursi 43 cm, tinggi alas kursi yaitu 38 cm, sudut sandaran kursi yaitu >100 derajat karena adjustable, untuk sudut alas kursi yaitu 10 derajat, dan ketebalan bantalan 4 cm. Oleh karena itu, disarankan kepada para ibu menyusui untuk sebisa mungkin menggunakan kursi saat menyusui agar dapat menopang tubuh ibu agar terhindar dari bahaya kesehatan dan apabila ibu tidak memiliki kursi usahakan memakai benda lain yang empuk untuk menopang tubuh ibu.. Daftar Bacaan : 37 (1988 – 2011)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH Thesis, Mei 2013 Muhammad Iqbal, NIM: 108101000046 Model Development Chair For Nursing Mothers The Ergonomics Based Anthropometric Dimensions (Trial In Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013 xvii + 107 pages, 8 tables, 1 bagan, 31 images, 4 attachment
ABSTRAK Most of the seats on the market do not apply ergonomic principles. That is because the chairs on the market did not take measurements of body size for its customers, so many people experiencing stiffness of the neck, back, waist, and hands from too long sitting in uncomfortable chairs. In designing the ergonomic chair design can be done by performing anthropometric measurements. Results of a preliminary study conducted on 10 mothers found that MSDs are complaining about as much as 90%, fatigue 80% lighter and 20% intermediate fatigue, discomfort as much as 75% This study aims to develop a model of ergonomic chair for nursing mothers in the villages through anthropometric calculations Pisangan Ciputat Timur in 2013. This research was a laboratory by performing design steps undertaken from July 2012 to February 2013. The number of samples in this study were 15 respondents for the comparison of data between national data with the data in the sub Pisangan. Based on the results of the study, after Indonesia anthropometric data breastfeeding mothers and mothers in the village anthropometric data Pisangan compare. Known results of the trial, that the dimensional size of this seat design is for the backrest width 53 cm, armrest length is 43 cm, backrest height is 90 cm, the armrest height 19 cm, seat width is 49 cm, long seat depth 43 cm, seat height 38 cm, the seat backrest angle > 100 degrees for adjustable, for seat angle is 10 degrees, and a thickness of 4 cm pads. Therefore, it is suggested to the nursing mother to use the seat as much as possible in order to support the breastfeeding mother's body in order to avoid health hazards and if the mother does not have a seat try to use other objects to prop up the mother's body cushioned. References : 37 (1988 – 2011)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Data Diri Nama Lengkap
: Muhammad Iqbal
TTL
: Jakarta, 12 Agustus 1990
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Telepon
: 085697104359
Email
:
[email protected]
Alamat
: Vila Dago tol Blok D16 No 08 Serua Ciputat Tangerang Selatan 15414
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1996 – 2002
SD Negeri Gintung 2
2002 – 2005
SMP Negeri 2 Ciputat
2005 – 2008
SMA Negeri 1 Ciputat
2008 – sekarang
S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI 2009 – Sekarang
Kepala divisi penelitian dan pengembangan wacana Suara Kreasi anak bangsa Dewan Pimpinan Cabang Tangerang Selatan
2010 – 2012
Menteri seni budaya dan olahraga Bem jurusan Kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis ucapkan padamu ya Rabb, karena akhirnya penyusunan laporan magang ini selesai. Tak lupa penulis haturkan Shalawat dan salam kepada baginda Rasulallah SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Dengan penuh kesadaran penyusun yakin bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi Tentang “Pengembangan model kursi menyusui yang ergonomis berdasarkan ukuran antropometri (uji coba di kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013” . Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penyusun, melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penyusun untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Allah SWT, Tuhan semesta alam yang kasih sayangnya tak pernah ada habishabisnya dalam memberikan nikmatnya kepada manusia. 2. Nabi tercinta, Muhammad SAW yang selalu berjuang tak pernah henti membela kebenaran islam walaupun banyak rintangan dan halangan. 3. Kepada bapak, mama dan adikku tercinta yang memberikan doa dan ketulusan serta rasa saying yang tak terbatas terhadap diriku. 4. Kepala Jurusan Kesehatan Masyarakat ibu Febrianti, SP, M, Si yang selalu berusaha dengan keikhlasannya memajukan jurusan kesehatan masyarakat agar bisa berdiri diatas dari jurusan-jurusan lain. 5. Dosen Pembimbing Skripsi ibu Yuli Amran, MKM dan dr.Yuli Satar Prapanca, MARS yang selalu memberikan motivasi dan arahan kepada saya untuk cepat menyelesaikan skripsi ini. 6. Dosen penguji ibu Iting Shofwati, ST, MKKK yang telah menguji skripsi saya dengan penuh kebijaksanaan. 7. Bapak Ghazali yang selalu membuatkan surat-surat untuk kepentingan skripsi saya semoga atas keikhlasannya mendapat balasan dari Allah SWT.
8. Kawan-kawan tim penelitian kursi ergonomis yang telah menemani saya selama penelitian yang hampir setengah tahun ini ; Liadzul Khalifah, Lilis, Nadya Hanifa, Dhevy Eka Rusdiana, Titi Rachmawati. 9. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 2008 dan adik kelas 2009, 2010, dan 2011 yang selalu mendukung dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Kepada kak Yuni Ristiani, Tamalia Rachmi, Siska Yuniati, Pipit Bhayangkari, Muhammad Arbi, Septi Hervita yang memotivasi saya juga untuk cepat-cepat lulus. 11. Kepada Saffira Anindita yang selalu memberikan dorongan dan semangat untuk cepat menyelesaikan revision skripsi ini Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penyusun berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir penyusun berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................................. ii PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii Daftar Tabel ............................................................................................................... xi Daftar Bagan ............................................................................................................. xii Daftar Gambar .......................................................................................................... xiii Daftar Lampiran ....................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 9 1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 10 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 10 1.4.1
Tujuan Umum ........................................................................................ ..... 10
1.4.2
Tujuan khusus ........................................................................................ ..... 10
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menyusui ............................................................................................................... 11 2.1.1 Pengertian dan Definisi ..................................................................... 11 2.1.2 Air Susu Ibu (ASI) ............................................................................ 11 2.1.3 Posisi Menyusui ................................................................................ 13 2.2 Ergonomi ................................................................................................................ 25 2.2.1 Pengertian Ergonomi ......................................................................... 25
2.2.2 Prinsip Ergonomi ............................................................................... 27 2.3 Kenyamanan ........................................................................................................... 29 2.3.1 Pengertian ...................................................................................... 29 2.4 Kelelahan ............................................................................................................. 31 2.4.1 Pengertian ....................................................................................... 31 2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDS) .................................................................... 33 2.5.1 Pengertian ........................................................................................ 33 2.6 Tempat Duduk ...................................................................................................... 34 2.6.1 Dasar-dasar Tempat Duduk .............................................................. 34 2.6.2 Tulang Belakang Saat Duduk ........................................................... 36 2.7 Antropometri ......................................................................................................... 41 2.7.1 Nilai Percentile ................................................................................. 41 2.7.2 Desain Kursi ..................................................................................... 43 2.7.3 Dimensi Kursi .................................................................................. 46 BAB III ALUR PIKIR PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 56 3.2 Definisi Operasional............................................................................................... 57 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metodologi Penelitian ........................................................................................... 59 4.1.1 Langkah-langkah Rancang bangun .................................................. 59 4.1.2 Diagram Alir Rancang Bangun ....................................................... 61 4.2 Sampel Penelitian.................................................................................................. 62 4.3 Desain Penelitian .................................................................................................. 64 4.4 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 64 4.5 Instrumen Penelitian dan Sumber Data ................................................................. 64 4.6 Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 64 4.7 Pengolahan Data ................................................................................................... 65 4.8 Analisis Data ......................................................................................................... 65 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Data Antropometri ....................................................................................... 66
5.1.1 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia tahun 2010 ............ 66 5.1.2 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita di Kelurahan Pisangan tahun 2013 ........................................................................ 67 5.1.3 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia tahun 2010 dan kelurahan Pisangan tahun 2013 dalam percentile ..................... 69 5.1.4 Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi ................................... 78 5.1.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomi ............................................... 79 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 82 6.2 Rancangan Kursi ................................................................................................... 82 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 91 7.2 Saran ..................................................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Daftar Tabel
Halaman
2.1
Faktor yang mempengaruhi kenyamanan duduk
36
2.2
Values of z for selected percentile (p)
42
2.3
Data Antropometri Wanita Indonesia tahun 2010
55
3.1
Definisi Operasional
57
5.1
Data Antropometri Wanita Indonesia 2010
53
5.2
Data Antropometri Wanita Di Kelurahan Pisangan 2013
67
5.3
Data Percentile Anntropometri Wanita Indonesia 2010 dan
69
Kelurahan Pisangan tahun 2013 5.4
Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi
78
DAFTAR BAGAN Daftar bagan 3.1
Kerangka Konsep
Halaman 56
DAFTAR GAMBAR Daftar Gambar
Halaman
2.1
Posisi menyusui dengan berdiri yang benar
13
2.2
Posisi menyusui dengan duduk yang benar
13
2.3
Posisi Menyusui dengan rebahan yang benar
14
2.4
Posisi Cradle Hold
17
2.5
Posisi Cross Cradle
17
2.6
Posisi Football Hold
17
2.7
Posisi menyusui balita pada kondisi normal
18
2.8
Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan
18
2.9
Menyusui bayi baru lahir dengan posisi berbaring miring
18
2.10
Posisi menyusui bayi bila ASI penuh
18
2.11
Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan
18
2.12
Cara meletakkan bayi
20
2.13
Cara memegang payudara
20
2.14
Cara merangsang mulut bayi
20
2.15
Perlekatan yang benar
21
2.16
Perlekatan yang salah
21
2.17
Posisi tulang belakang saat keadaan duduk
38
2.18
Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Tinggi
44
2.19
Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Rendah
45
2.20
Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Panjang
45
2.21
Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Pendek
46
2.22
Dimensi Kursi
48
2.23
Sandaran Kursi Yang Benar dan Sandaran Kursi Yang Salah
52
2.24
Sudut Sandaran kursi dan Alas kursi
53
4.1
Diagram Alir Metode Perancangan Produk
61
5.1
Dimensi Tubuh Saat Duduk
70
5.2
Dimensi Tubuh Saat Duduk
73
5.3
Dimensi Tubuh Saat Duduk
75
5.4
Dimensi Tubuh Saat Duduk
77
5.5
Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak Kiri
80
5.6
Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak Kanan
80
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran 1
Judul Lembar Observasi Data Antropometri Ibu Menyusui
Lampran 2
Gambar Rancangan Kursi Ergonomi
Lampran 3
Data Antropometri Ibu Menyusui Di Kelurahan Pisangan tahun 2013
Lampiran 4
Data Output Antropometri Ibu Menyusui Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini sudah begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Pada masa kini dalam melakukan pekerjaan dibutuhkan peralatan yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dalam menggunakan alat untuk melakukan suatu pekerjaan harus diperhatikan beberapa hal contohnya yaitu desain dari alat tersebut, apakah desain alat tersebut sesuai atau tidak dengan pekerjaan tersebut. Bila alat itu tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut maka dapat muncul resiko yang dapat membahayakan manusia yang melakukan pekerjaan. Desain alat sangat penting dalam menentukan keselamatan dan kesehatan dari para pekerja (Puskesja Depkes, 2004). Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingannya. Kepentingan desain dalam aspek kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk menjamin kesehatan dan keselamatan bagi pekerja, maka dari itu diperlukan penyesuaian alat dengan proses kerja yang dilakukan oleh para pekerja
yang melakukan pekerjaanya. Penyesuaian antara pekerjaan yang dilakukan dengan alat yang digunakan dan juga antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja di kenal dengan pendekatan ergonomi. Ergonomi adalah ilmu tentang kerja, dimana mempertimbangkan faktor manusia sebagai pelaku pekerjaan, bagaimana cara melakukan pekerjaan tersebut, peralatan yang digunakan, tempat dilakukannya pekerjaan, dan aspek psikososial dari situasi pekerjaan (Pheasant, 2003). Esensi dasar dari ergonomi dalam proses perancangan desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah “man made object” (Sritomo, 2000). Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian penyesuaian antara pekerjaan dan alat yang digunakan agar dapat memenuhi kepentingan manusia yakni perihal keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Menurut Suma‟mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara kerja (postur tubuh), beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai, dan kerja yang berulang-ulang. Awal dari efek pengaruhpengaruh tersebut adalah akan terjadinya ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini dapat terjadi karena prinsip ergonomi
belum diterapkan dalam hal melakukan
pekerjaan. Setelah terjadi ketidaknyamanan maka tubuh akan mengalami perasaan lelah. Grandjen (1988) dalam Pheasant (2003) mengatakan bahwasanya faktor yang
mempengaruhi kelelahan adalah intensitas lamanya pembebanan fisik (masa kerja) dan mental. Proses kerja atau pekerjaan yang dilakukan manusia sangat banyak sekali, salah satunya adalah menyusui. Ibu menyusui melakukan pekerjaan menyusui secara rutin untuk bayi pada enam bulan pertama. Pentingnya pemberian ASI pada 6 bulan pertama tertuang pada ketetapan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk menggunakan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi. (Fredregill, 2010) Setiap ibu yang menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi nyaman karena hal ini akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Behrman (2000) dalam Rahayu dan Sudarmiati (2012) bahwa kegagalan dalam menyusui seringkali disebabkan oleh kesalahan posisi menyusui sehingga menyebabkan puting ibu lecet lalu ibu enggan untuk menyusui yang dapat berakibat produksi ASI menurun dan bayi tidak puas menyusu. Selama kegiatan menyusui berlangsung, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin, sesuai dengan permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan selama masa pemberian ASI. Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masamasa awal menyusui adalah posisi duduk berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold. Posisi ibu selama menyusui menentukan bagaimana postur tubuh ibu selama kegiatan menyusui berlangsung. Edy dan Samad (2011) menyebutkan bahwa postur tubuh merupakan salah satu dari hal yang paling sering dihubungkan dengan faktor risiko ergonomi. Suryana (2001) dalam Rahmawati dan Sugiharto (2011) menyatakan bahwa seorang pekerja bila bekerja tidak pada posisi ergonomis, maka akan cepat merasa lelah, sering mengeluh sakit leher, sakit pinggang, rasa semutan, pegal-pegal di lengan dan tungkai serta gangguan kesehatan lainnya Kegiatan menyusui tersebut dilakukan berulang-ulang dalam satu siklus, sehingga sangat rentan bagi ibu mengalami gangguan MSDs. Gangguan MSDs ini biasanya terjadi bukan hanya karena jenis pekerjaannya yang berulang, tetapi juga
banyak faktor lainnya yang menyebabkan hal ini seperti cara kerja, kondisi tempat kerja dan peralatan yang tidak ergonomis. Menurut Roberts (2011), terjadinya MSDs ini dikarenakan oleh masalah psikologis, perubahan posisi dan kegiatan fisik yang menempatkan wanita menyusui dalam resiko gejala MSDs. Menurut BorgStein dan Dugan (2007) dalam Roberts (2011) setelah dilakukan pengestimasian secara virtual kepada seluruh wanita yang melakukan menyusui Sakit pada punggung adalah kejadian paling umum yang dikeluhkan oleh ibu menyusui dengan presentase sebesar 50%. Untuk permasalahan ibu menyusui ini diperlukan alat untuk membantu ibu terhindar dari resiko-resiko ini yaitu kursi ergonomis. Kursi merupakan salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ke tidak nyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi W, 2005). Rancangan sebuah kursi kerja harus didasarkan pada data antropometrik yang dipilih dengan tepat, karena jika tidak maka akan muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut akan dapat menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Saat menentukan ukuran kursi, aspekaspek antropometri harus dihubungkan dengan kebutuhan biomekanika yang terlibat. Stabilisasi tubuh bukan hanya melibatkan landasan duduk saja, tetapi juga kaki, telapak kaki, punggung yang juga bersandar pada bagian lain permukaan kursi. Jika karena perancangan antropemetrik yang tidak tepat dan terbentuk suatu kursi yang tidak memungkinkan pemakainya untuk menyandarkan punggung atau kakinya pada permukaan, maka ketidakstabilan tubuh akan meningkat dan tenaga
otot tambahan akan diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Makin besar tingkat tenaga atau kontrol otot yang diperlukan, makin besar pula kelelahan fisik dan ketidaknyamananan yang ditimbulkan. (Panero, dkk, 2003 dalam Fahma, dkk, 2010). Sebagian besar kursi di pasaran tidak menerapkan prinsip ergonomi. Kursikursi yang ada di pasaran kebanyakan tidak sesuai dengan postur tubuh kita. Hal tersebut di karenakan kursi-kursi di pasaran tidak melakukan pengukuran terhadap ukuran tubuh untuk para konsumennya. Sehingga banyak orang-orang mengalami pegal-pegal leher, punggung, pinggang, tangan, dan kaki akibat terlalu lama duduk di kursi yang tidak ergonomis. Ada banyak penelitian telah dilakukan dalam merancang kursi dengan pendekatan ergonomis, tetapi belum ada kursi yang cocok untuk
aplikasi
ibu
menyusui.
Hal
tersebut
di
karenakan
masih
tidak
dipertimbangkannya sebuah kursi ergonomis bagi ibu menyusui untuk mengurangi rasa sakit yang dihadapi oleh ibu dan juga mempertimbangkan kenyamanan bayi. Saat merancang kursi yang ergonomis, perancangannya dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran antropometri. Antropometri sendiri adalah ilmu yang berkaitan dengan pengukuran dimensi dan cara untuk mengaplikasikan karakteristik tertentu dari tubuh manusia (Roebuck, 1994) dalam Wardani (2004). Menurut Pheasant (1988) Anthropometri dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang secara khusus berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang digunakan untuk menentukan perbedaan pada individu, kelompok, dan sebagainya. Perbandingan fungsional individual orang dewasa dan anak-anak dapat diketahui dengan system proporsi anthromorfis didasarkan pada dimensi-dimensi tubuh manusia. Salah satu
caranya adalah dengan mengukur tubuh dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak (static anthropometry), serta saat melakukan gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan (dynamic anthropometry). Salah satu tujuan dalam pengukuran ini adalah untuk memberikan posisi yang nyaman saat ibu menyusui anaknya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada ibu menyusui yang dilaksanakan di kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Juli 2013 dengan cara mengobservasi tentang MSDs, kelelahan, dan kenyamanan. Adapun hasil studi pendahuluan mengenai MSDs diketahui dari 10 responden yang mengeluhkan MSDs sebanyak 90% (9 orang). Dengan rincian keluhan berdasarkan area tubuh sebagai berikut pada bagian leher sebesar 40%, bagian bahu sebesar 70%, bagian lengan atas dan bawah sebesar 70%, bagian pergelangan tangan sebesar 40%, bagian tangan sebesar 30%, bagian punggung sebesar 70%, bagian pinggang sebesar 50%, bagian bokong sebesar 40%, bagian pantat sebesar 50%, bagian paha sebesar 20%, bagian lutut sebesar 40%, bagian betis sebesar 40%, pergelangan kaki sebesar 40%, bagian kaki sebesar 70%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai kelelahan adalah sebagai berikut pada 10 ibu menyusui dibawah 6 bulan diketahui rata-rata ibu menyusui mengalami kelelahan ringan 80% dan kelelahan menengah 20% Artinya, dari 10 orang yang diwawancarai diketahui seluruh ibu menyusui mengalami kelelahan dalam meyusui. Meskipun tingkat kelelahannya berbeda-beda namun jika terjadi secara
berulang-ulang
berakibat
kepada
kelelahan
kronis
yang
mampu
mempengaruhi pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh dan jika
dipaksakan terus menerus kelelahan akan bertambah dan sangat menganggu hingga menyebabkan kelelahan klinis yang berdampak pada peningkatan angka sakit (Suma‟mur, 1986). Hasil studi pendahuluan mengenai ketidaknyamanan menunjukkan bahwa ada dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%). Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik, yaitu ibu agak membungkuk, pandangan ibu mengarah ke bayi sehingga ibu menekukkan kepala dan membengkokkan leher, lengan atas dan lengan bawah ibu menyangga beban bayi yang rata-rata lebih dari 4,5 kg sehingga hal ini menyebabkan juga bahu ibu tidak relaks. Ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung, tinggi sandaran, dan sandaran tangan yang ada. Berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh, yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Kursi yang digunakan oleh ibu saat menyusui ini saat diukur ternyata ada beberapa dimensi kursi yang kurang sesuai dengan antropometri ibu. Dimensi kursi yang kurang sesuai ini adalah kedalaman alas kursi dan tinggi sandaran kursi. Untuk kedalaman alas kursi yang ukurannya 56 cm ternyata ukuran antropometri tubuh ibu untuk dimensi kedalaman alas kursi ini sebesar 46,7 cm. Bila dilihat dari ukuran itu
ada perbedaan 9-10 cm, sehingga ibu berpeluang tidak menggunakan sandaran kursi tersebut untuk posisi yang relaks dan akan memposisikan punggung agak membungkuk kedepan dan bagian alas kursi akan menekan daerah tepat dibelakang lutut, hal ini dapat menghambat aliran darah kekaki dan menimbulkan ketidaknyamanan. Berdasarkan studi pendahuluan di atas, maka saya bermaksud untuk melakukan pengembangan model kursi ergonomis bagi ibu menyusui untuk dapat membuat ibu merasa nyaman, tidak merasa lelah dan terhindar dari keluhan dan gangguan MSDs dengan bantuan kursi ergonomis ini. Penelitian ini merupakan ruang lingkup penelitian Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dimana kajian penelitian ini mencakup masalah ergonomi yang masih termasuk cakupan kajian Kesehatan dan keselamatan kerja (K3). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Juli 2013 Kelurahan Pisangan Ciputat Timur 2013. Adapun hasil studi pendahuluan mengenai MSDs diketahui dari 10 responden yang mengeluhkan MSDs sebanyak 90% (9 orang). Dengan keluhan paling sering berdasarkan area tubuh sebagai adalah pada bagian bahu, bagian lengan atas, lengan bawah dan bagian punggung sebesar 70%. Mengenai tentang kelelahan, pada 10 ibu menyusui dibawah 6 bulan diketahui rata-rata ibu menyusui mengalami kelelahan ringan 80% dan kelelahan menengah 20% Artinya, dari 10 orang yang diwawancarai diketahui seluruh ibu menyusui mengalami kelelahan dalam menyusui.
Mengenai tentang ketidaknyamanan, Berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh, yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini disebabkan sebagian besar karena tidak adanya alat bantu untuk membantu menopang postur tubuh ibu saat menyusui, sehingga banyak posisi-posisi ibu yang membuat tubuh menjadi tidak nyaman. Berdasarkan permasalahan ini peneliti ingin membuat sebuah rancangan kursi yang ergonomis untuk membantu ibu saat menyusui bayinya. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana hasil pengukuran antropometri pada ibu menyusui? 2. Bagaimana rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui?? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk pengembangan model kursi yang ergonomis untuk ibu menyusui melalui perhitungan antropometri di kelurahan Pisangan Ciputat Timur 2013. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diperolehnya informasi ukuran antropometri wanita nasional dan kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013. 2. Diperolehnya rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan ukuran antropometri wanita nasional dan kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013. 3.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Ibu Menyusui Hasil Penelitian ini yang berupa produk kursi ergonomis ini dapat menjadi salah satu solusi ibu menyusui dalam menyelesaikan salah satu resiko kesehatan seperti MSDs. 1.5.2 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk melakukan perancangan kursi ergonomis bagi ibu menyusui. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kesehatan dan keselamatan kerja yang dilaksanakan oleh mahasiswa Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan pada bulan Juni sampai September 2013. Adapun lokasinya di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Peneliti akan melakukan perancangan dengan menggunakan dua data yaitu data ukuran antropometri wanita Indonesia tahun 2010 yang didapatkan dengan melakukan studi literature dan data ukuran antropometri wanita di kelurahan Pisangan tahun 2013 dengan melakukan pengukuran langsung dengan menggunakan alat. Kedua data tersebut akan dibandingkan untuk mendapatkan suatu ukuran untuk membuat rancangan kursi. Setelah peneliti mendapatkan data-data tersebut, peneliti akan memulai membuat rancangan dengan hasil akhir sebuah prototype dari kursi ergonomis tersebut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menyusui 2.1.1 Pengertian dan Definisi Menyusui adalah proses pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi, dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI. Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama suami ( Roesli, 2000), Lawrence (1994) dalam Roesli (2001), menyatakan bahwa menyusui adalah pemberian sangat berharga yang dapat diberikan seorang ibu pada bayinya. Dalam keadaan miskin, sakit atau kurang gizi, menyusui merupakan pemberian yang dapat menyelamatkan kehidupan bayi. Hal tersebut sejalan dengan Suryaatmaja dalam Soetjiningsih (1997), yang mengatakan menyusui adalah realisasi dari tugas yang wajar dan mulia seorang ibu. 2.1.2 Air Susu Ibu (ASI) ASI adalah makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada anaknya yang baru dilahirkannya. Komposisi ASI berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan bayi dan bila diberikan dengan baik dan benar dapat memenuhi
kebutuhan untuk tumbuh kembang bayi secara optimal sampai 6 (enam) bulan. Selain itu ASI mengandung makrofag, limfosit dan antibodi yang dapat mencegah bayi terinfeksi dengan penyakit tertentu. Pemberian ASI mempunyai pengaruh biologis dan emosional yang luar biasa terhadap kesehatan ibu dan anak serta terdapatnya hubungan yang erat antara menyusui ekslusif dan penjarangan kelahiran (Suradi, 2001). Hal yang sama juga diunkapkan oleh Roesli (2000), ASI sebagai makanan tunggal yang akan mencukupi kebutuhan tumbuh bayi sampai 6 bulan. Setelah usia 6 (enam) bulan, bayi harus. mulai mendapatkan makanan padat, sedangkan pemberian ASI dapat terus dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. 2.1.3 Posisi Menyusui Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.3 Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu: a. Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri. b. Duduk. Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi. Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang) memaksimalkan bentuk payudaranya dan memberi ruang untuk menggerakkan bayinya ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala
yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya. Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk yang berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold. a. Cradle Hold Posisi ini adalah yang paling banyak dipraktekkan ibu menyusui. Posisi ini baik digunakan untuk wanita yang baru saja operasi Caesar, bayi yang berusia satu bulan atau lebih, dan menyusui saat sedang bepergian karena tidak terlalu memerlukan penyangga (lengan ibu sebagai penyangga). Cara: 1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah. 2) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan). 3) Kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku. 4) Dekatkan kepala (bibir) bayi pada payudara dengan mengangkat lengan (bukan membungkuk).
b. Cross Cradle Posisi ini baik digunakan pada hari-hari pertama setelah melahirkan, ibu yang baru belajar menyusui, dan bayi prematur. Pada saat ibu berada pada posisi ini, ibu sebaiknya duduk tegak dengan bayi didekatkan pada payudara dan bukan ibu yang membungkuk untuk mendekatkan payudara ke bayi. Cara: 1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah. 2) Tangan ibu pada sisi yang berseberangan dengan payudara yang menyusui, memegang kepala dan leher bayi (tangan kanan digunakan bila akan menyusui dengan payudara kiri, dan sebaliknya). 3) Punggung dan bokong bayi disangga dengan lengan bawah ibu pada tangan yang sama. 4) Tangan dapat digunakan untuk mengarahkan bayi ke payudara. c. Football Hold Dinamakan football karena Anda memegang bayi seperti memegang bola football pada sisi tubuh (di bawah ketiak). Posisi ini baik untuk ibu yang baru menjalani operasi Caesar (yang sudah boleh duduk), bayi kembar, dan untuk ibu yang memiliki ukuran payudara sangat besar.
Cara: 1) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu, dengan daerah bokong pada lipat siku ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan). 2) Lengan ibu tidak ditempatkan di depan tubuh, namun di samping (seperti mengapit tas). 3) Telapak tangan ibu menyangga kepala dan leher bayi, seluruh tubuh bayi menghadap ke payudara (sisi tubuh) ibu. 4) Letakkan penyangga (bantal atau bantal menyusui) pada sisi tubuh yang digunakan, di bawah lengan ibu dan tubuh bayi.
Gambar 2.4 Posisi Cradle Hold
Gambar 2.5 Posisi Cross Cradle
Gambar 2.6 Posisi Football Hold
Tanda bayi telah berada dalam posisi menyusu yang baik: (Bahiyatun, 2009) a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu. b. Mulut dan dagunya berdekatan dengan payudara.
c. Areola tidak terlihat dengan jelas. d. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan ASInya. e. Bayi terlihat tenang dan senang. f. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada puting susu. Ada situasi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pascaoperasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. (Saleha, 2009).
Gambar 2.7 Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.8 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.9 Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.10 Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.11 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
1. Langkah-langkah Menyusui yang Benar a. Langkah-langkah menyusui yang benar menurut Bahiyatun (2009) adalah sebagai berikut: 1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga kelembaban puting susu. 2) Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu. 3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong bayi disokong dengan telapak tangan). 5) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan. 6) Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). 7) Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus. 8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang. 9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja. 10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (refleks rooting) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan ke mulut bayi. 11) Usahakan sebagian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaitu bila bayi hanya mengisap puting susu saja, yang akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
12) Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
Gambar 2.12 Cara Meletakkan Bayi
Gambar 2.13 Cara Memegang Payudara
Gambar 2.14 Cara Merangsang Mulut Bayi
\
Gambar 2.16 Perlekatan yang Salah
Gambar 2.15 Perlekatan yang Benar
Apabila
bayi
telah
menyusu
dengan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Bayi tampak tenang.
benar,
maka
akan
2) Badan bayi menempel pada perut ibu. 3) Mulut bayi terbuka lebar. 4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu. 5) Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk. 6) Bayi nampak mengisap dengan ritme perlahan-lahan. 7) Puting susu tidak terasa nyeri. 8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 9) Kepala bayi agak menengadah. a. Latch-On Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Ini akan menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (nipple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian besar dari areola akan masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya. Ibu
dapat
membantu
bayi
untuk
latch-on
dengan
memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di
bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi. Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika proses latch-on menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar: 1) Aliran ASI lebih lancar. 2) Mencegah lecet pada puting susu ibu. 3) Menjaga bayi agar puas dalam menyusui. 4) Menstimulasi produksi ASI yang kuat. 5) Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara. Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap yang baik ditandai dengan ciri-ciri berikut: 1) Lidah bayi berada di bawah puting susu. 2) Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses menelan yang dapat dilihat dan didengar.
3) Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat selama proses menyusui berlangsung. Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan dalam posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusu berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui. (Saleha, 2009). b. Let-Down Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan rasa geli atau sedikit nyeri pada payudara ibu atau ASI mulai keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down. Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya. (Saleha, 2009)
Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (Saleha, 2009) 1) Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong punggung dan lengan ibu. 2) Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on). 3) Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk ibu selama proses menyusui. 4) Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam proses menyusui. Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama proses menyusui berlangsung. Menurut Saleha (2009), terdapat berbagai menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah duduk, berdiri, atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pascaoperasi Caesar. Bayi diletakan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. Menurut Dewi (2012) posisi cradle (klasik) dan posisi cross cradle adalah posisi yang nyaman untuk menyusui bagi ibu saat ibu sedang santai dan posisi duduk ini dapat dilakukan dengan posisi ibu sedang duduk. Posisi ini mengharuskan ibu menyusui pada kursi yang berlengan agar ibu
dapat menyangga bayi dan siku ibu pada lengan kursi agar ibu dan bayi merasa nyaman. 2.2 Ergonomi 2.2.1 Pengertian Ergonomi Kata ergonomis berasal dari kata Yunani ergon (kerja) dan nomos (hukum). Di beberapa negara, faktor manusia Istilah ini juga digunakan. Sebuah definisi singkat mengatakan bahwa ergonomi bertujuan untuk desain peralatan, sebuah sistem teknis dan suatu tugas untuk meningkatkan keselamatan, kesehatan manusia, kenyamanan dan kinerja. Sebuah definisi formal tentang ergonomi yang distujui oleh IEA, berbunyi sebagai berikut: Ergonomi (atau faktor manusia) adalah disiplin ilmu yang bersangkutan dengan pemahaman tentang interaksi antara manusia dan elemen lain dari sistem, dan profesi yang berlaku teori, prinsip, data dan metode untuk merancang, dalam rangka mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara keseluruhan (Dul and Weerdmeester, 2008). Menurut Bennet dan Rumondang (1995) dalam Romadhona (2010), ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh keluaran yang optimum. Jika seluruh peralatan dan perlengkapan dijadikan sub-sistem lain, maka ergonomi bertujuan untuk menciptakan satu kombinasi yang paling serasi antara sub-sistem pertama dengan sub-sistem kedua. Sub-sistem pertama dinamakan “tekno-struktural, dan yang kedua “sosio-prosesual.
Menurut Dul dan Weerdmeester (2008) dalam desain situasi kerja dan kehidupan sehari-hari, fokus dari ergonomi adalah manusia. Tidak aman, tidak sehat, tidak nyaman atau tidak efisiennya situasi di tempat kerja atau dalam sehari-hari kehidupan dapat dihindari dengan memperhitungkan kemampuan fisik dan psikologis dan keterbatasan manusia. Sejumlah besar faktor memainkan peran dalam ergonomi; termasuk
postur tubuh dan gerakan
(duduk, berdiri, mengangkat, menarik dan mendorong), faktor lingkungan (kebisingan, getaran, pencahayaan, iklim, zat kimia), informasi dan operasi (memperoleh informasi visual atau melalui cara yang lain, hubungan antara tampilan dan kontrol), serta organisasi kerja (tugas yang sesuai). Faktor ini yang sebagian besar dapat menentukan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan efisien kinerja di tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Fokus ergonomi adalah manusia, hal ini didukung oleh Dul dan Weerdmeester (2001) yaitu ergonomi (atau faktor manusia) adalah disiplin ilmu berkaitan dengan pemahaman dari interaksi antar manusia dan unsurunsur lain dari sistem, dan profesi yang berlaku teori, prinsip, data dan metode untuk
merancang
dan
mengoptimalkan
kesejahteraan
manusia
dan
keseluruhan kinerja sistem. 2.2.2 Prinsip Ergonomi Selama beberapa dekade terakhir sejumlah prinsip-prinsip dasar telah muncul dari bidang ergonomi. Sementara banyak dari prinsip-prinsip ini mungkin tampak sederhana, seseorang tidak seharusnya meremehkan kekuatan ide-ide dasar baru diterapkan secara sistematis. Dalam ide dasar
yang mereka bentuk, prinsip-prinsip ini harus mengikuti agar karya desain bisa fit untuk pekerja. Prinsip-prinsipnya adalah kenyamanan, keamanan, kemudahan penggunaan, estetika dan produktivitas / kinerja (Dul dan Weerdmesster, 2001) Menurut Dul dan Weerdmeester (2001) prinsip pertama dari ergonomi adalah kenyamanan. Ini dikenal sebagai salah satu kriteria yang diinginkan dalam merancang sebuah produk. Orang-orang di dunia saat ini selalu ingin nyaman di semua hal. Ini menjadi elemen pertama ketika mereka ingin memilih sesuatu yang berhubungan dengan tubuh mereka. Prinsip berikutnya adalah keamanan. Keamanan sangat penting karena merupakan elemen yang semua orang perhatikan saat melakukan tugas. Ergonomi mempromosikan keselamatan dalam merancang tugas bagi para pekerja. Pekerjaan yang aman sangat relevan dan praktis untuk digunakan di seluruh dunia. Keselamatan juga mencakup lingkungan kerja dan juga alat-alat kerja. Prinsip-prinsip lainnya adalah kemudahan dalam menggunakan. Prinsipprinsip dasarnya terkait dengan aksesoris dan peralatan kerja. Untuk memudahkan, kita harus menjaga alat atau semuanya agar mudah dijangkau. Jangkauan yang sulit di jangkau dapat menyulitkan tubuh dan membuat pekerjaan lebih sulit, ditambah membuang-buang waktu. Satu hal yang harus dipertimbangkan dan hampir sama untuk semua alat adalah alat-alat itu perlu kemudahan penggunaan. Prinsip-prinsip keempat estetika. Keindahan estetika umumnya tentang
hal-hal seperti pakaian, mobil, rumah, dan banyak lagi. Semua orang menyukai hal-hal tentang kecantikan dan keindahan. Sesuatu yang memiliki unsur-unsur keindahan yang orang suka. Elemen itu akan membuat orang merasa nyaman dan cocok untuk menggunakannya. Bahkan kursi perlu estetika dalam rangka untuk meningkatkan daya jual. Membuat tempat kerja penuh dengan nilai estetika akan membuat pekerja berkurang rasa stressnya ketika melakukan pekerjaan. Prinsip terakhir adalah produktivitas, dan kinerja juga salah satu dari prinsip ergonomi. Produktivitas yang berkorelasi dengan kinerja. Kita dapat mengatakan bahwa kinerja berbanding lurus dengan produktivitas. Kinerja pekerja terletak dalam aspek kerja termasuk ergonomi itu sendiri. Untuk menghasilkan produktivitas dan kinerja, ergonomi akan merancang pekerjaan yang akan cocok untuk para pekerja sesuai dengan kebutuhan dasar para pekerja. 2.3 Kenyamanan 2.3.1 Pengertian Kenyamanan dalam bahasa inggris kontemporer memiliki empat makna. Makna pertama adalah kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort). Makna ini memiliki arti yang sama dengan “ukuran kenyamanan” karena itu menunjukan penyebab dari kenyamanan. Makna yang kedua dari kenyamanan adalah keadaan kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state of
ease and peaceful contentment). Makna yang ketiga adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). Sedangkan makna yang keempat adalah segala sesuatu yang membuat hidup lebih mudah dan nyaman (comfort is whatever makes life easy or comfortable) (Kolcaba, 1991). Kenyamanan secara teoritis didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan, ketentraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for ease, relief, dan transcendence) (Kolcaba, 2001). Secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan. Kenyamanan adalah keadaan pikiran yang dihasilkan dari adanya sensasi tubuh tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuha untuk konsep kenyamanan yang kompleks secara umum (Kolcaba, 1992). Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu (Oborne, 1995). Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat keridanyamanan (Oborne, 1995). Branton dalam Osborne, 1995) untuk pertama kalinya mendefinisikan istilah kenyamanan sebagai the absence of dis comfort. Sementarta itu, Branton (dalam Oborne, 1995) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih baik dari ketidakhadiran perasaan tidak nyaman yang dalam kalimatnya.
Kenyamanan bukan merupakan suatu kontinium perasaan dari paling senang sampai paling menderita, juga bukan merupakan perasaan bersifat sesaat, tetapi kenyamanan merupakan suatu kontinium dari hilanhnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaaan yang tertahankan (Ardiana, 2007). Sanders
dan
McCormick
(1993)
dalam
Ardiana
(2007)
juga
mengambarkan konsep kenyamanan yang kurang lebih sama dengan Branton, yaitu: Kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat bergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observvasi;
kita
harus
menanyakan
pada
orang
tersebut
untuk
memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman atau mengkhawatirkan (Ardiana, 2007). 2.4 Kelelahan 2.4.1 Pengertian Lelah bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan tentu saja subyektif sifatnya. Lelah merupakan suatu perasaan. Kelelahan disini adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanna dalam bekerja. Kelelahan dengan turunnya efisiensi dan ketahanan dalam bekerja meliputi segenap kelelahan tanpa pandangan apapun sebabnya . kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari
kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Suma‟mur, 1989). Menurut Tarwaka (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan merupakan suatu perasaan yang subyekktif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industry. Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan. Pendapat lain mengatakan bahwasanya kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivasis menurun (Rizeddin, 2000 dalam Noval, 2010). Pada umumnya orang yang lelah akan menunjukan tanda-tanda sebagai berikut: a. Penurunan perhatian b. Perlambatan dan hambatan persepsi c. Lamban dan sukar berfikir d. Penurunan kemampuan atau dorongan untuk bekerja e. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya
timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja (Budiono, dkk.2003). Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh : a.
Kelelahan sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual).
b.
Kelelahan fisik umum.
c.
Kelelahan syaraf.
d.
Kelelahan oleh lingkungan yang monoton.
e.
Kelelahan oleh lingkungan kronis terus menerus sebagai faktor secara menetap (Suma‟mur, 1989).
2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDs) 2.5.1 Pengertian Istilah Musculoskeletal disorders (MSDs) pada beberapa Negara memiliki sebutan berbeda, misalnya di Amerika istilah ini dikenal dengan nama Cumulative Trauma Disorders (CTD), sedangkan di Inggris dan Australia istilah ini dikenal dengan Repetitive Strain Injury (RSI), dan istilah lain yang sering beredar adalah Overuse Sindrome (Pheasant, 1991) Definisi MSDs adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Humantech, 1995 dalam Nur Jannah 2008).
Menurut Cohen et al (1997) MSDs merupakan kelainan pada jaringan otot, sistem saraf, tendon, persendian tulang (ligament), tulang sendi, tulang rawan (kartilago)dan cakram tulang belakang. Gangguan MSDs biasanya merupakan suatu akumulasi dari benturan-benturan kecil atau besar, yang terjadi dalam waktu yang bisa pendek dan bisa lama, dalam hitungan beberapa hari akan terbentuk cedera cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau gerakan minim atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang terkena trauma (Humantech 1995 dalam Nur Jannah 2008). Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-ulangnya proses pengguna yang berlebih (over exertion), peregangan lebih (over streaching), atau penekanan lebih (over compression) pada suatu jaringan. Jaringan yang biasa terjadi kerusakan adalah otot, tendon, sarung tendon, ligament, persendian, saraf, kartilago dan discus invertebralis. Sedangkan organ tubuh manusia yang sering mengalami MSDs adalah bagian tulang belakang (batang tubuh) leher, lengan atas, bahu, lengan bawah, siku dan pergelangan tangan yang termasuk dalam ekstrimitas atas, serta lutut dan kaki yang termasuk dalam ekstrimitas bawah. Gejala MSDs biasanya sering di sertai dengan keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan penyakit tersebut. Menurut Humantech (1995) dalam Nur Jannah (2008), terdapat beberapa tanda awal yang menunjukan terjadinya masalah musculoskeletal yaitu : bengkak, gemetar, kesemutan, tidak nyaman, rasa terbakar, iritasi,
insomnia dan rasa kaku.Sedangkan menurut Dinardi (1997) dalam Nur Jannah (2008) gejala yang biasanya dirasakan untuk MSDs antara lain kondisi nyeri, mati rasa, perasaan geli, sendi kaku, susah gerak, nyeri pada punggung, otot melemah, kelelahan, nyeri atau kram otot dan kadang-kadang kelumpuhan. 2.6 Tempat Duduk 2.6.1 Dasar-dasar tempat duduk Menurut Pheasant (2003) Tujuan dari kursi adalah untuk memberikan dukungan yang stabil pada tubuh yaitu: 1. Nyaman dalam periode tertentu 2. Fisiologis yang memuaskan 3. Sesuai dengan tugas atau kegiatan yang bersangkutan Semua kursi tidaklah nyaman dalam jangka panjang, tetapi beberapa kursi menjadi tidak nyaman lebih cepat dari yang lain, dan di kursi tertentu, beberapa orang akan lebih tidak nyaman daripada yang lain. Kenyamanan juga dapat dipengaruhi oleh tugas atau kegiatan bahwa pengguna bergerak dalam pada saat itu. Dengan kata lain, kenyamanan (atau lebih tepat laju timbulnya rasa tidak nyaman) akan tergantung pada interaksi karakteristik kursi, karakteristik pengguna, dan karakteristik tugas (Tabel 4.1). Dalam pencocokan kursi kepada pengguna, faktor antropometri adalah hal yang sangat penting, tetapi tidak berarti terlalu unik begitu. Sebuah perbandingan yang tepat antara dimensi kursi dan para penggunanya diperlukan untuk kenyamanan, tetapi tidak cukup. Kita akan kembali ke aspek antropometrik tempat duduk.
Secara umum, tempat duduk yang nyaman dalam jangka (relatif) panjang akan membuat aspek fisiologis memuaskan. Di satu sisi sulit untuk melihat bagaimana ini tidak bisa menjadi kasus, mengingat tanda dari syaraf kita saat memberitahu kita bahwa kita 'tidak nyaman' mungkin dalam aspek fisiologis dianggap sebagai tanda-tanda peringatan kerusakan jaringan yang akan datang. Kita mungkin mengira karena hal tersebut, bahwa dengan tidak adanya peringatan seperti itu, tidak ada kerusakan. Ini mungkin tidak sesederhana ini, namun ada orang yang percaya bahwa rahasia kerusakan yang luas karena “postur duduk yang tidak benar” dapat terjadi tanpa adanya rasa ketidaknyamanan. Ini sebenarnya adalah argumen yang sangat sulit untuk diselesaikan dengan cara yang baik. Untuk mendapatkan beberapa wawasan lebih lanjut ke masalah ini, sekarang kita beralih ke pertimbangan fisiologi dan biomekanik dari posisi duduk, dengan referensi khusus pada struktur dan fungsi tulang belakang lumbal (pinggang).
Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi kenyamanan duduk Karakteristik No
Karakteristik kursi
Karakteristik beban kerja pengguna
1
Dimensi kursi
Durasi
Dimensi tubuh
Tuntutan fisik 2
Sudut kursi
a. Tangan
Keadaan pikiran
b. Kaki 3
Jenis kursi
Tuntutan visual
Sirkulasi
4
Kain pelapis
Tuntutan mental
Nyeri tubuh dan kesakitan
Sumber:Pheasant Bodyspace Second Edition 2003 2.6.2 Tulang belakang saat keadaan duduk Kolom vertebra manusia (tulang punggung) terdiri dari dua puluh empat tulang vertebrae yang dapat bergerak dipisahkan dengan bantalan hidrolik deformasi dari fibrocartilage dikenal sebagai intervertebralis disk. (Hingga 10% orang memiliki sejumlah besar atau lebih kecil dari vertebra tetapi 'anomali' tampaknya memiliki sedikit konsekuensi fungsional.). Kolom ini diatasi oleh tengkorak, dan bersandar pada sakrum yang tegas terikat ke tulang pinggul pada sendi sakro-iliaka. Tulang belakang dapat dikelompokkan secara alami dalam tujuh cervical (di dalam leher), dada dua belas (tulang rusuk yang melekat) dan lima lumbal (di punggung, di antara tulang rusuk dan panggul).
Tulang belakang adalah struktur yang fleksibel, dengan konfigurasi yang dikendalikan oleh banyak otot dan ligament (Pheasant, 2003). Dalam posisi Anda melenturkan lutut anda dengan sudut
90 ° dan
membuat sudut 90 ° lain antara paha dan punggung. Sebagian besar berat badan anda akan membebani tulang duduk dua prominences iskia tulang yang dapat anda rasakan dalam jaringan lunak dari pantat anda jika anda dalam posisi duduk. Bagian dari sudut yang tepat antara paha dan punggung dicapai dengan fleksi di sendi panggul. Setelah sudut 60 ° tercapai gerakan ini akan menjadi masalah, kecuali orang tersebut sangat fleksibel, oleh kelenturan otot hamstring (terletak di bagian belakang paha) maka kita cenderung untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan gerakan rotasi mundur dari pelvis 30 ° atau lebih. Rotasi mundur ini harus dikompensasi dengan sudut derajat yang setara dengan fleksi lumbal pada tulang belakang, jika garis keseluruhan batang tulang adalah untuk tetap vertikal. Oleh karena itu dalam duduk kita cenderung untuk meratakan bagian yang cekung (lordosis) dari wilayah lumbal. Kalau duduk tidak secara rileks, lumbal tulang belakang mungkin akan tertekuk dengan membatasi jangkauan gerak. Dalam posisi ini, otot-otot akan santai, karena berat tulang akan didukung oleh ketegangan dalam struktur pasif seperti ligamen. Hal ini dapat dicapai, namun dengan mengorbankan sudut derajat yang deformasi dari diskus intervertebralis, bantalan dari
fibrocartilage atau tulang 'rawan' yang memisahkan tulang vertebra. Ini secara luas dianggap sebagai hal yang buruk bagi lumbal tulang belakang.
Gambar 2.17 Dalam duduk santai (kiri) panggul berputar ke belakang dan tulang belakang tertekuk. Untuk duduk lurus (benar) membutuhkan tenaga untuk menarik otot panggul ke depan. Para iskia tuberositas (TI) bertindak sebagai titik tumpu
Untuk 'duduk tegak dan mendapatkan kembali lordosis kita yang hilang kita harus membuat otot supaya untuk mengatasi ketegangan di paha belakang. (Upaya mungkin berasal dari otot di dalam panggul yang disebut iliopsoas.) Kita tidak bisa hanya mengendurkan paha belakang karena ketegangan mereka adalah pasif, yang disebabkan oleh peregangan jaringan
(hanya seperti sebuah benda elastic) bukan oleh kontraksi otot yang sebenarnya. Kita mungkin juga perlu mengaktifkan otot punggung kita untuk mendukung berat tubuh kita. Jika ini berkepanjangan, beban otot statis ini dapat menjadi sumber utama postural ketidaknyamanan, terutama seseorang yang memiliki kecenderungan yang memiliki riwayat keluhan sebelumnya. Oleh karena itu dalam merancang tempat duduk, tujuannya adalah untuk mendukung lumbal tulang belakang dalam posisi normal (yaitu dengan tingkat sederhana lordosis) tanpa perlu otot untuk berusaha, sehingga memungkinkan pengguna untuk mengadopsi posisi yang bersifat fisiologis memuaskan dan nyaman santai. Secara umum ini akan dicapai dengan: 1. posisi duduk setengah berbaring (sejauh ini diizinkan oleh tuntutan tugas kerja) 2. kursi yang bukan lebih rendah atau lebih dalam dari yang diperlukan (lihat di bawah) 3. sandaran yang membuat sudut tumpul pada permukaan tempat duduk (sehingga meminimalkan butuhkan untuk fleksi panggul) dan berkontur dengan bentuk tulang belakang lumbal pengguna Sejauh mana sandaran kursi mendukung berat tulang (dan dengan demikian mengurangi beban mekanis pada lumbal tulang belakang) adalah fungsi langsung dari sudut inklinasi ke vertikal. Ini dapat diperkirakan secara teoritis (seperti masalah sederhana dari cosinus) dan telah dikonfirmasi oleh Andersson dkk (1974) dalam Pheasent (2003), di dalam serangkaian eksperimental studi dimana tekanan hidrostatik dalam nucleus pulposus
diukur langsung dengan menggunakan jarum mount transduser. Andersson dkk. (1974) dalam Pheasent (2003) juga menemukan bahwa untuk setiap sudut kemiringan sandaran cenderung diberikan tekanan intra discal adalah kurang terukur jika sandaran itu berkontur dengan bentuk dari lumbal tulang belakang. Grandjean (1988) dalam Pheasent (2003) melaporkan hasil serangkaian uji coba menggunakan apa yang disebut 'mesin duduk'. Ini merupakan rig tes disesuaikan dengan cara yang itu mungkin untuk menentukan profil pilihan kursi subyek eksperimen (atau lebih khusus, profil yang diminimalkan dilaporkan sakit dan nyeri selama duduk). Pengukuran tekanan Anderson dan uji coba Grandjean telah dikonfirmasi bahwa tempat duduk yang memungkinkan pengguna untuk mengadopsi posisi setengah berbaring dan memiliki sandaran yang berkontur dengan bentuk dari lumbal tulang belakang akan baik meminimalkan beban mekanis pada lumbal tulang belakang dan memaksimalkan keseluruhan tingkat kenyamanan yang dilaporkan (baik untuk pengguna yang menderita masalah kembali dan untuk mereka yang tidak). Sebuah masalah timbul, namun, dalam tugas-tugas seperti menulis yang juga dilakukan dengan condong ke depan dan di mana dukungan dari sandaran akan cenderung hilang. Sandaran tetap penting dalam kegiatan tersebut, namun, selama istirahat jeda. Grandjean (1988) dalam Pheasent (2003) menjelaskan penelitian terhadap pekerja kantor menggunakan selang waktu fotografi, yang menunjukkan mereka berada di kontak dengan sandaran untuk 42% dari waktu tersebut.
2.7 Antropometri Antropometri adalah ilmu yang berkaitan dengan pengukuran dimensi dan cara untuk mengaplikasikan karakteristik tertentu dari tubuh manusia (Roebuck, 1994 dalam Wardani, 2004). Antropometri berasal dari kata antropos yang berarti manusia, dan metrikos yang berarti pengukuran. Sehingga antropometri diartikan sebagai suatu ilmu yang secara khusus berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang digunakan untuk menentukan perbedaan pada individu, kelompok, dan sebagainya (Pheasant, 1988). Menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (2004), antropometri adalah suatu kumpulan data numeric yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Perbandingan fungsional individual orang dewasa dan anak-anak dapat diketahui dengan sistem proporsi antromorfis didasarkan dimensi-dimensi tubuh manusia. Salah satu caranya adalah dengan mengukur tubuh dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak, serta saat melakukan gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Misalnya, perancangan kursi mobil (gerakan mengoperasikan kemudi, pedal, tangkai pemindah gigi). Gerakan yang biasa dilakukan anggota tubuh dapat dibagi dalam bentuk rentangan gerakan, kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan ketelitian (Sritomo, 2000 dalam Wardani, 2004). 2.7.1 Nilai Percentile Menurut Pheasant (2003), nilai percentile adalah nilai sebuah variable yang menggambarkan batas nilai dari jumlah persentase di bawahnya. Persentil ke 95 (95th percentile) maksudnya adalah ada 95% jumlah orang
yang dapat menggunakan ukuran di bawah nilai ini. Data yang berdistribusi normal di sini sangat dipengaruhi oleh nilai mean dan SD (standard deviation). Data percentile ini bisa di dapat dengan rumus dibawah ini :
Nilai z di sini adalah tetap untuk nilai percentile ini.Berikut adalah tabel rincian nilai antara p (percentile) dan nilai z. Tabel 2.2 Values of z for selected percentiles (p) Percentile (p)
Nilai z
1
-2,33
2,5
-1,96
5
-1,64
10
-1,28
25
-0,67
50
0
75
2,67
90
1,28
95
1,64
97,5
1,96
99
2,33
Sumber: Pheasant Bodyspace Second Edition 2003
Berikut adalah contoh bagaimana cara menentukan dimensi ukuran berdasarkan ukuran percentilenya (Pheasant, 2003). Misalkan kita ingin hitung 90th Percentile dari penduduk laki-laki dewasa dengan nilai means adalah 1740 mm dengan standar deviasi 70 mm. Dari tabel 2.2 kita melihat bahwa p = 90, z = 1,28. Oleh karena itu , maka nilai 90th percentilenya adalah = 1740 + 70 x 1,28 = 1829,6 mm. 2.7.2 Desain Kursi Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi W, 2005 dalam Pratomo, 2007).Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi sesuai dengan criteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003 dalam Pratomo 2007). Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Nurmianto, 2004).
Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit, karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk. Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja tetap dibawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan dengan kelonggaran-kelonggarannya (Purnomo, 2003 dalam Pratomo 2007). Menurut Panero dan Zelnik (2003) perancangan yang salah akan menyebabkan posisi duduk yang salah dan dapat mengakibatkan dampak negative, serta akan berpengaruh buruk pada kenyamanan seseorang seperti: 1. Jika tinggi alas kursi terlalu tinggi dari lantai maka menyebabkan bagian tubuh paha akan tertekan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan peredaran darah terhambat. Selain itu juga menyebabkan telapak kaki tidak dapat menapak dengan baik di lantai, sehingga menyebabkan melemahnya stabilitas tubuh, seperti ditunjukan pada gambar 2.18
Gambar 2.18 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Tinggi
Sebaliknya jika tinggi alas kursi terlalu rendah dari lantai maka dapat menyebabkan kaki condong terjulur ke depan, menjauhkan punggung dari sandaran sehingga penopangan lumbal tidak terjaga dengan tepat, seperti di tunjukan gambar 2.19
Gambar 2.19 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Rendah 2. Panjang alas kursi (kedalaman kursi) juga faktor penting yang menimbulkan ketidaknyamanan duduk seseorang. Bila alas kursi terlalu panjang maka bagian ujung dari alas kursi menekan daerah tepat dibelakang lutut (popliteal), hal ini akan menghambat aliran darah ke kaki sehingga timbul ketidaknyamanan, seperti pada gambar 2.20
Gambar 2.20 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Panjang Panjang alas kursi yang terlalu pendek juga tidak baik karena seseorang cenderung merasa akan jatuh ke depan, disebabkan kecilnya daerah pada
bagian bawah paha. Akibat yang lain, alas kursi yang terlalu pendek akan menimbulkan tekanan pada pertengahan paha, seperti ditunjukan pada gambar 2.21
Gambar 2.21 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Pendek 2.7.3 Dimensi Kursi Menurut Pheasant (2003) ada beberapa aspek yang mesti diperhatikan dalam mendesain kursi. Kita harus mengukur dimensi kursi untuk dapat menentukan ukuran yang sesuai untuk pengguna kursi tersebut. Pengukuran dimensi kursi ini merujuk pada pengukuran antropometri tubuh dari pengguna kursi. Berikut adalah dimensi yang harus di perhatikan dalam mendesain kursi: 1. Ketinggian kursi Bila ketinggian kursi meningkat, melampui ketinggian popliteal dari pengguna, tekanan akan dirasakan pada bagian bawah paha. Penurunan yang dihasilkan dari sirkulasi untuk ekstremitas bawah dapat menyebabkan kaki bengkak dan ketidaknyamanan. Bila ketinggian kursi menurun pengguna akan merasakan hal sebagai berikut:
a. Cenderung lebih sering melenturkan tulang belakang (karena kebutuhan untuk mencapai sudut lancip antara paha dan kaki). b. Menjadi masalah besar saat berdiri dan duduk, karena jarak yang dilalui pusat gravitasi yang bergerak. c. Memerlukan ruang kaki yang lebih besar. Secara umum, ketinggian kursi yang optimal untuk berbagai tujuan harus dekat dengan tinggi popliteal pengguna, dan dimana hal ini tidak dapat dicapai, jika kursi yang terlalu rendah diperuntukkan untuk pengguna yang lebih tinggi. Untuk kepentingan dan berbagai tujuan, maka 5th percentile tinggi popliteal perempuan merupakan ukuran yang terbaik. Jika diperlukan untuk membuat kursi yang lebih tinggi dari ini (misalnya untuk mencocokkan meja atau karena ruang kaki yang terbatas), efek buruk mungkin diatasi dengan memperpendek kursi dan pembulatan tepi depan dalam rangka untuk meminimalkan tekanan di bawah paha. Hal ini penting bahwa tinggi kursi harus sesuai dengan meja yang terkait.
Gambar 2.22 Dimensi Kursi 2. Kedalaman Kursi Jika kedalaman kursi terlalu panjang melampui panjang bokong popliteal (5th percentile wanita), pengguna tidak akan dapat menggunakan sandaran secara efektif tanpa mengurangi tekanan pada bagian punggung lutut. Selain itu, semakin dalam kursi semakin besar masalah yang ditimbulkan saat berdiri dan duduk. Batasan minimal kedalaman kursi tidak mudah untuk di tentukan. Orang tinggi kadang-kadang mengeluh bahwa kursi terlalu pendek. Sandaran kursi mungkin menjadi penyebabnya. 3. Lebar Kursi Untuk tujuan mendukung lebar kursi yang baik kurangi 25 mm pada kedua sisi dari luas maksimum pinggul yang dibutuhkan,. Namun, jarak
antara lengan kursi harus cukup untuk pengguna yang memiliki pinggul yang besar. Luas pinggul wanita 95th percentile ukuran yang cocok. 4. Dimensi Sandaran Semakin tinggi sandaran, semakin efektif dalam mendukuing berat tubuh. Hal ini selalu diinginkan tetapi dalam beberapa keadaan persyaratan lain seperti mobilitas bahu mungkin lebih penting. Kita dapat membedakan tiga varietas sandaran, masing-masing yang mungkin sesuai dalam keadaan tertentu : sandaran tingkat rendah, sandaran tingkat menengah, dan sandaran tingkat tinggi. Sandaran tingkat rendah menyediakan dukungan untuk lumbal dan wilayah rendah toraks dan selesai di bawah tingkat tulang belikat, sehingga memungkinkan kebebasan gerakan untuk bahu dan lengan. Kursi kuno juru ketik‟umumnya memiliki sandaran, seperti halnya banyaknya tujuan umum kursi. Untuk mendukung punggung bagian bawah dan meninggalkan daerah bahu, tiinggi keseluruhan sandaran sekitar 400 mm yang diperlukan. Sandaran tingkat menengah juga mendukung punggung atas dan daerah bahu. Kursi kantor yang paling modern masuk ke dalam kategori ini, seperti hal kursi auditorium, dll. Sandaran tingkat tinggi memberikan dukungan pada kepala secara penuh dan dukungan pada leher. Apapun ketinggiannya, umumnya akan disukai dan kadang-kadang sandaran itu penting untuk berkontur dengan bentuk tulang belakang, dan khususnya untuk memberikan „dukungan positif‟ ke daerah lumbal dalam bentuk konveksitas.
Untuk mencapai posisi ini, sandaran harus mendukung tubuh anda di tempat yang sama seperti anda akan mendukung diri anda dengan tangan anda untuk meringankan sakit. Untuk menggunakan menyangga lumbal untuk mencapai posisi yang menguntungkan bagi tubuh anda, juga perlu untuk memberikan jarak untuk bokong sehingga dalam beberapa jenis kursi (termasuk kursi kerja) mungkin tepat untuk meninggalkan kesenjangan antara permukaan kursi dan tepi bawah sandaran. Untuk kursi kerja sandaran biasanya disesuaikan dengan keinginan dan dalam beberapa konteks penting. Sebuah sandaran tingkat menengah atau tinggi harus datar atau sediking cekung di atas tingkat pada lumbal. Namun permukaan dari sandaran tidak boleh terlalu cekung atau jangan sampai tidak ada bentuk cekung mungkin dapat memperburuk desain. Anderson at al (1974) dalam Pheasant (2003) menemukan bahwa lumbal yang menjorok 40 mm dari sandaran pada titik maksimum akan mendukung kembali dalam posisi yang mendekati saat posisi berdiri normal 5. Sudut Sandaran Dengan meningkatnya sudut sandaran, proporsi yang lebih besar dari berat tubuh yang didukung, maka gaya tekan antara tubuh dan panggul berkurang. Selain itu, meningkatkan sudut antara tubuh dna paha meningkatkan lordosis. Namun, komponen horizontal dari kekuatan tekanan akan meningkat. Hal ini akan cenderung mendorong bokong maju dan orang tersebut akan jatuh dari kursi kecuali:
a. Kemiringan kursi yang memadai. b. Tinggi gesekan alas kursi, atau. c. Otot dari subjek. Meningkatkan sudut sandaran juga menyebabkan kesulitan untuk berdiri dan tindakan duduk. Interaksi dari faktor-faktor ini, bersama-sama dengan pertimbangan tuntutan tugas, akan menentukan sudut sandaran optimal yang umumnya akan berada di antara 100 derajat dan 110 derajat. Sudut sandaran (misalnya lebih besar dari 110 derajat) tidak kompatibel dengan sandaran tingkat rendah atau sandaran tingkat menengah karena bagian atas tubuh menjadi sangat tidak stabil. 6. Sandaran Tangan Sandaran tangan dapat memberikan dukungan postur tambahan dan menjadi bantuan untuk kita berdiri dan duduk. Sandaran tangan harus mendukung bagian berdaging dari lengan bawah, tetapi sangat baik jika bahan pelapis berbahan empuk, sehingga mereka tidak harus melibatkan bagian-bagian tulang siku di mana saraf ulnar sangat sensitive. Jika kursi tersebut akan digunakan dengan sandaran tangan harus tidak membatasi akses, karena lengan kursi tidak boleh dalam keadaan lebih panjang di depan sandaran kursi. Sebuah sandaran siku yang agak lebih rendah daripada tinggi dudukan siku mungkin lebih baik untuk pengguna yang berbadan lebih tinggi sehingga pengguna yang berbadan lebih rendah juga dapat menggunakannya.
Gambar 2.23 Sandaran tangan kursi yang benar dan sandaran tangan kursi yang salah 7. Sudut Alas Kursi (b) Sebuah sudut kursi yang benar membantu pengguna untuk mempertahankan interaksi yang baik dengan sandaran dan membantu untuk melawan setiap kecenderungan tubuh untuk dapat jatuh dari kursi. Kemiringan yang berlebihan dapat mengurangi pinggul/ sudut tubuh dan membantu kemudahan berdiri dan duduk. Untuk sebagian besar rekomendasi untuk sudut kemiringan alas kursi ini adalah 5-10 derajat sudah dianggap cocok.
Gambar 2.24 Sudut Sandaran kursi dan Alas kursi
2.7.4 Data Antropometri Indonesia Tabel 2.3 Data antropometri wanita Indonesia tahun 2010 (dalam cm) No
Dimensi Tubuh
5th
50th
95th
SD
1
Tinggi posisi duduk
78
83
90
4.7
19
25
32
5.19
37
43
51
4.21
38
44
50
3.92
37
43
53
5.43
37
43
50
4.27
29
35
45
7.22
2
3
4 5 6 7
Tinggi siku dalam posisi duduk Panjang pantat hingga lipatan dalam lutut Tinggi lipatan dalam lutut Lebar bahu (Bideltoid) Panjang jari tangan hingga siku Lebar pinggul
Sumber: Sumber: Tan Kay Chuan, Markus Hartono, Naresh Kumar Antropometry of Singaporean and Indonesian Populations 2010
Data diatas merupakan data yang akan jadi acuan pembuatan kursi ergonomis untuk ibu menyusui. Data diatas merupakan data wanita nasional pada tahun 2010, akan tetapi data ini menurut jurnal Antropometry of Singaporean and Indonesian Population 2010 dibedakan menjadi data antropometri dari penduduk keturunan Cina dan data antropometri dari penduduk lokal. Data diatas merupakan data antropometri dari penduduk lokal, karena ada beberapa ukuran antropometri penduduk lokal memliki perbedaan dibandingkan dengan data antropometri dari penduduk keturunan Cina. Hal yang membedakan misalkan keturunan Cina memiliki ukuran tulang pinggul yang lebih kecil daripada penduduk lokal.
BAB III ALUR PIKIR PENELITIAN
3.1 Kerangka konsep Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengembangan model kursi yang ergonomis untuk ibu menyusui melalui perhitungan antropometri di kelurahan Ciputat Timur. Alur pikir penelitian ini terdiri dari langkah-langkah dalam perancangan kursi ergonomis
untuk ibu menyusui. Langkah yang pertama
dengan melakukan analisis postur tubuh ibu menyusui, lalu dilanjutkan dengan melakukan pengukuran antropometri pada ibu menyusui untuk mendapatkan ukuran antropometri yang akan digunakan dalam merancang kursi dan terakhir dilakukan perancangan kursi ergonominya. Berikut ini adalah bagan kerangka konsep:
Pengukuran antropometri ibu menyusui
Perancangan Kursi Ergonomi untuk ibu menyusui
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1
2
3
4
Variabel Antropometri
Definisi
Ilmu yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia dan cara mengaplikasikan karakteristik tertentu dari tubuh manusia.(Roebuck, 1994 dalam Wardani, 2004) Tinggi posisi Jarak vertikal dari duduk permukaan duduk sampai ujung kepala (Pheasant, 2003) Tinggi siku pada Jarak vertikal dari posisi duduk permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku (Pheasant, 2003) Panjang pantat Jarak horizontal dari hingga lipatan permukaan terluar dalam lutut pantat hingga bagian belakang kaki bagian bawah (Pheasant, 2003)
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
- Observasi
Body Measuremant Instrument, Meteran jahit, lembar observasi
Ukuran antropometr i
Ratio
- Observasi
Body Measuremant Instrument,lem bar observasi Meteran jahit, lembar observasi
Ukuran antropometr i
Ratio
Ukuran antropometr i
Ratio
Meteran jahit, lembar observasi
Ukuran antropometr i
Ratio
- Observasi
- Observasi
5
Tinggi bagian dalam lutut
6
Lebar bahu (Bideltoid)
7
Jarak jari tangan hingga siku
8
Lebar pinggul
Jarak vertikal dari permukaan lantai sampai sudut bagian dalam lutut (Pheasant, 2003) Jarak horizontal dari lebar maksimum lebar bahu, diukur dari bagian terluar bahu sebelah kanan hingga bagian terluar bahu sebelah kiri (Pheasant, 2003) Jarak dari siku bagian belakang sampai jari tangan bagian tengah (Pheasant, 2003) Jarak horizontal dari lebar maksimum pinggul, diukur dari bagian terluar pantat sebelah kanan hingga bagian terluar pantat sebelah kiri (Pheasant, 2003)
- Observasi
Body Measuremant Instrument, lembar observasi Meteran jahit, lembar observasi
Ukuran antropometr i
Ratio
Ukuran antropometr i
Ratio
- Observasi
Meteran jahit, lembar observasi
Ukuran antropometr i
Ratio
- Observasi
Meteran jahit, lembar observasi
Ukuran antropometr i
Ratio
- Observasi
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metodologi Penelitian Pada metodologi penelitian ini akan ditentukan langkah-langkah yang digunakan untuk membuat kursi ergono mis dari awal sampai pembuatan prototype kursi ergonomis pada ibu menyusui. Selanjutnya akan ditentukan juga langkah-langkah yang dilakukan untuk modifikasi model kursi untuk ibu menyusui. 4.1.1 Langkah-langkah Rancang Bangun Perancangan dan membangun kursi ergonomis untuk ibu menyusui harus sesuai dengan fungsi dan material yang tepat, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut. a. Studi Literatur Pada tahap ini seluruh referensi dipelajari untuk dapat membuat kursi ergonomis yang tepat untuk ibu menyusui. Dari mulai menentukan postur yang ideal bagi ibu menyusui, ukuran dimensi kursi, sampai merancang kursi agar dapat sesuai dengan fungsi untuk ibu menyusui. b. Penyusunan konsep dan seleksi konsep Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja dan bentuk kerja. Sebuah konsep biasanya
diekspresikan sebagai sebuah sketsa atau sebagai sebuah model 3 dimensi secara garis besar dan seringkali disertai oleh sebuah uraian gambar. Proses penyusunan konsep dimulai dengan serangkaian kebutuhan pelanggan dan spesifikasi target dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai sebuah pilihan akhir. c. Pengujian konsep Pengujian konsep merupakan tahapan dalam perancangan produk. Dari hasil konsep yang didapat melalui seleksi konsep, selanjutnya dilakukan pengujian. Konsep yang terpilih diuji dengan perhitungan kekuatan, ergonomic, estetika, proses manufaktur dan proses assembly. d. Membuat Prototipe Pembuatan prototipe merupakan tahapan menuju akhir dari sebuah perancangan, oleh sebab itu pembuatan prototype bisa dilakukan dengan tujuan pembelajaran, komunikasi, dan penggabungan. Setelah menentukan tujuan dari pembuatan prototype, maka selanjutnya dilakukan pembuatan prototipe dengan membuat alat tersebut.
4.1.2 Diagram Alir Rancang Bangun START
STUDI LITERATUR
MEMBUAT RANCANGAN KURSI ERGONOMIS IBU MENYUSUI
SESUAI DENGAN ANTROPOMETRI TUBUH IBU MENYUSUI ?
TIDAK
YA ANALISIS RANCANGAN YAITU ANALISIS ERGONOMIC
TIDAK APAKAH SESUAI ANALISIS RANCANGAN ?
YA PEMBUATAN PROTOTYPE
Gambar 4.1 Diagram Alir Metode Perancangan Produk
1. Studi literature dilakukan untuk memperdalam wawasan peneliti dalam merancang kursi ergonomi ini. 2. Proses membuat rancangan meliputi pemilihan konsep yang sesuai dan tepat sasaran yaitu sesuai dengan ukuran antropometri tubuh ibu menyusui. 3. Analisis rancangan meliputi: a. Analisis teknis dilakukan dengan menghitung bagaimana kekuatan beberapa komponen pendukung sehingga komponen yang ada kuat terhadap pembebanan yang mungkin terjadi b. Analisis bahan, pemilihan bahan yang tepat tidak hanya untuk keamanan pemakai saja namun juga dapat mempengaruhi proses dan biaya c. Analisis ergonomic, analisis ini dilakukan dengan melakukan riset dengan mengukur antropometri tubuh ibu menyusui. 4. Pembuatan prototipe 4.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah ibu menyusui yang ada di sekitar kelurahan Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan yang berjumlah 228 orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah ibu menyusui yang mewakili populasi. Sampel penelitian ini bertujuan untuk membandingkan data yang diperoleh dari data ukuran antropometri nasional dengan data ukuran antropometri Kelurahan Pisangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan estimasi rata-rata pada sampel acak dengan menggunakan rumus dibawah ini:
(
)
Keterangan : n
: Besar sampel
Z21-/2
:
d
: Nilai presisi
pada uji dua sisi (two tail), = 5%
: Standar deviasi N
: Jumlah Populasi
Bersadarkan rumus di atas, maka besar sampel yang dibutuhkan adalah
(
)
= 7,61 = 8 orang
Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan estimasi rata-rata di atas, diperoleh besar sampel adalah sebesar 8 orang. Maka, sampel yang digunakan untuk membandingkan data ukuran antropometri ini minimal adalah 8 orang.
4.3 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium karena pengukuran ukuran antropometri tubuh dilakukan dengan menggunakan alat Body Measuremant Instrument dan merancang kursi di dalam laboratorium 4.4 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 - Februari 2013 di kelurahan Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. 4.5 Instrumen Penelitian dan Sumber Data Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Body Measuremant Instrument, lembar observasi dan dikombinasikan dengan meteran jahit untuk mengukur ukuran dimensi tubuh ibu menyusui. Data yang digunakan adalah data antropometri ibu menyusui. Data ini didapatkan dengan melakukan pengukuran dimensi-dimensi tubuh pada ibu menyusui saat dalam posisi duduk. Data dimensi tubuh ini yang akan menjadi ukuran-ukuran dalam perancangan kursi ergonomis atau data ini yang akan diaplikasikan pada ukuran dalam mendesain kursi ergonomis ini, misalkan untuk ukuran tinggi sandaran kursi. 4.6 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu data primer dan data sekunder. Hal ini dilakukan untuk melakukan perbandingan data yang akan digunakan antara data ukuran antropometri wanita nasional dan data ukuran antropometri di kelurahan Pisangan.
1. Data primer yaitu data dimensi tubuh atau ukuran tubuh yang diperoleh secara langsung dari ibu menyusui setelah dilakukan pengukuran dengan alat Body Measurement Instrument. 2. Data sekunder yaitu data dimensi tubuh yang diperoleh dari literature yaitu data antropometri tubuh wanita Indonesia. 4.7 Pengolahan data Seluruh data yang terkumpul baik data primer dan data sekunder akan diolah dengan memeriksa kembali kelengkapan dan ketetapan pengisian lembar observasi. Setelah itu dilakukan pengelompokan data dimensi tubuh dan data di masukan ke dalam program excel. Kemudian, dihitung rata-rata mean dari setiap ukuran dimensi tubuh agar dapat tentukan ukuran percentilenya. 4.8 Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah dengan menganalisis data antropometri tubuh ibu menyusui dengan cara menentukan ukuran percentile yang akan digunakan pada rancangan kursi ibu menyusui. Ukuran percentile ini yang akan menjadi pertimbangan dalam menentukan ukuran-ukuran yang akan dirancang di dalam membuat kursi ergonomis ini.
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Data Antropometri 5.1.1 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia 2010 Tabel 5.1 Data antropometri wanita Indonesia tahun 2010 (dalam cm) Dimensi Tubuh
Mean
5th
50th
95th
SD
Tinggi posisi duduk
83
78
83
90
4.7
Tinggi siku pada posisi duduk
25
19
25
32
5.19
Panjang pantat hingga lipatan
43
37
43
53
4.12
Tinggi lipatan dalam lutut
44
38
44
50
3.92
Lebar bahu
43
37
43
53
5.43
Panjang jari tangan hingga siku
43
37
43
50
4.27
Lebar pinggul
35
29
35
45
7.22
dalam lutut
Sumber: Tan Kay Chuan, Markus Hartono, Naresh Kumar Antropometry of Singaporean and Indonesian Populations 2010
Data pada tabel diatas didapatkan dari sebuah hasil pengukuran antropometri wanita di Indonesia. Data ini digunakan untuk dijadikan perbandingan antara data antropometri wanita skala nasional dengan data antropometri wanita di kelurahan Pisangan. Tujuan dilakukan perbandingan
data ini adalah untuk melihat apakah data ukuran antropometri wanita nasional ini masih sesuai dengan data ukuran antropometri wanita yang ada di kelurahan Pisanganyang menjadi tempat penelitian dari peneliti. 5.1.2 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Di Kelurahan Pisangan 2013 Tabel 5.2 Data antropometri wanita di kelurahan Pisangan tahun 2013 (dalam cm) Dimensi Tubuh
Mean
Median
SD
Min-Max
CI 95
Tinggi posisi duduk
78.48
78.50
2.184
74.40-82.40
77.27-79.69
Tinggi siku pada posisi
22.83
22.40
2.806
18.5-27.5
21.27-24.38
44.45
44.5
1.751
41.7-47.1
43.48-45.42
41.43
41.7
1.652
38.0-45.0
40.51-42.34
Lebar bahu
46.13
46.0
5.969`
38.0-56.0
42.83-49.44
Panjang jari tangan
41.98
42.0
1.471
38.8-44.0
41.16-42.79
39.12
37.5
6.163
31.2-49.1
35.70-42.53
duduk Panjang pantat hingga lipatan dalam lutut Tinggi lipatan dalam lutut
hingga siku Lebar pinggul
Data antropometri wanita di kelurahan Pisangan ini didapatkan dengan melakukan pengukuran langsung kepada ibu menyusui yang ada di kelurahan Pisangan. Data ini didapatkan dengan melakukan pengukuran melalui alat Body Measuremant Instrument, dan meteran jahit sebagai alat bantu karena ada beberapa dimensi tubuh yang tidak bisa diukur dengan alat Body Measurement Instrument karena keterbatasan alat. Dimensi tubuh yang dapat diukur dengan alat Body measurement Instrument adalah tinggi posisi duduk, Jarak dari pantat hingga lipatan dalam lutut, dan tinggi lipatan dalam lutut.Dimensi tubuh yang tidak dapat diukur adalah tinggi siku pada posisi duduk, lebar bahu, lebar pinggul, dan rentang jari tangan hingga siku. Dimensi tubuh yang tidak dapat diukur oleh alat Body Measurement Instrument diukur dengan menggunakan alat meteran jahit, walaupun tingkat ketelitian dari meteran jahit masih kurang dibandingkan dengan alat Body Measurement Instrument, tetapi meteran jahit ini dapat membantu mengukur dimensi tubuh seperti tinggi siku pada posisi duduk, lebar bahu, lebar pinggul, dan rentang jari tangan hingga siku agar didapatkannya data dimensi tersebut. Data ukuran antropometri wanita nasional dan data antropometri wanita di kelurahan Pisangan akan menjadi dasar untuk pembuatan rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui. Data antropometri wanita di kelurahan Pisangan ini hanya digunakan untuk uji coba apakah data ukuran antropometri wanita nasional masih bisa dipakai dan data nasional ini masih bisa dijadikan acuan untuk membuat rancangan kursi ergonomis sesuai ukuran wanita Indonesia.
5.1.3 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia 2010 dan Kelurahan Pisangan 2013 dalam Percentile Tabel 5.3 Data percentile antropometri wanita Indonesia 2010 dan kelurahan Pisangan tahun 2013 (dalam cm) No
Dimensi Tubuh
Data nasional
Kelurahan Pisangan
5th
50th
95th
5th
50th
95th
1
Tinggi posisi duduk
78
83
90
74.9
78.48
82.06
2
Tinggi siku pada posisi duduk
19
25
32
18.23
22.83
27.43
3
panjang pantat hingga lipatan
37
43
53
41.58
44.45
47.32
dalam lutut 4
Tinggi lipatan dalam lutut
38
44
50
38.72
41.43
44.14
5
Lebar bahu
37
43
53
36.34
46.13
55.92
6
Panjang jari tangan hingga
37
43
50
39.57
41.98
44.39
29
35
45
29.01
39.12
49.23
siku 7
Lebar pinggul
Tabel di atas menampilkan perbandingan data antara ukuran antropometri wanita nasional dan data ukuran antropometri wanita di kelurahan Pisangan. Di antara dua data tersebut, data nasional yang akan dijadikan ukuran dimensi rancangan kursi yang akan dibuat prototipenya. Penjelasan tentang ukuran bagian tubuh yang diukur untuk gambaran antropometri berdasarkan data tabel diatas akan dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 5.1 Dimensi Tubuh Saat Duduk 1. Tinggi posisi duduk ( nomor 8 ) Dimensi tubuh ini diukur secara vertikal dari permukaan duduk sampai ujung kepala. Pada gambar terdapat pada nomor delapan. Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan tinggi sandaran kursi. Dimensi tubuh ini diukur menggunakan alat Body Measurement Instrumen. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari tinggi posisi duduk adalah 78.48 5th = 78.48 + 2.184 (-1.64) = 78.48 + (-3.58176) = 74.89 cm (data kelurahan Pisangan) : 78 cm (data nasional) 95th = 78.48 + 2.184 x 1.64 = 78.48 + 3.58176 = 82.06 cm (data kelurahan Pisangan) : 90 cm (data nasional)
Tinggi posisi duduk ukuran yang digunakan adalah 95th percentile. Hal ini agar seluruh populasi ibu yang berbadan tinggi dan pendek dapat menggunakan sandaran ini. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar 90 cm. 2. Tinggi siku pada posisi duduk (nomor 11) Dimensi tubuh ini diukur secara vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku tangan.Pada gambar 5.1 terdapat pada nomor sebelas. Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan tinggi dudukan tangan kursi dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur tinggi dari siku pada posisi duduk. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari tinggi siku pada posisi duduk adalah 22.83 5th = 22.83 + 2.806 (-1.64) = 22.83 + (-4.60184) = 18.23 cm (data kelurahan Pisangan) : 19 cm (data nasional) 95th = 22.83 + 2.806 x 1.64 = 22.83 + 4.60184 = 27.43 cm (data kelurahan Pisangan) : 32 cm (data nasional) Tinggi siku pada posisi duduk ukuran yang digunakan adalah 5th percentile. Hal ini agar ibu yang ukuran tinggi siku pada posisi duduknya rendah bisa menggunakan ukuran ini. Ibu yang memiliki ukuran tinggi siku pada posisi duduknya yang tinggi dapat juga menggunakan ukuran ini,
karena ibu tersebut bisa mencapai ukuran 5th percentile tersebut. Bila menggunakan ukuran diatas 5th percentile maka ibu yang memiliki tinggi siku yang rendah tidak akan dapat menggunakan dudukan tangan ini. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar 19 cm. 3. Tinggi lipatan dalam lutut (nomor 16) Dimensi tubuh ini diukur secara vertikal dari lantai hingga bagian dibelakang lutut dalam posisi duduk tegak, dalam keadaan lutut dan pergelangan kaki dalam posisi tegak lurus, dengan bagian bawah paha dan bagian bawah lutut langsung menyentuh permukaan tempat duduk.Pada gambar 5.1 terdapat pada nomor enam belas. Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan tinggi alas kursi dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah Body Measurement Instrument. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari tinggi lipatan dalam lutut adalah 41.43 5th = 41.43 + 1.652 (-1.64) = 41.43 + (-2.70928) = 38.72 cm (data kelurahan Pisangan) : 38 cm (data nasional) 95th = 41.43 + 1.652 x 1.64 = 41.43 + 2.70928 = 44.14 cm (data kelurahan Pisangan) : 50 cm (data nasional) Tinggi lipatan dalam lutut ukuran yang digunakan adalah 5th percentile. Hal ini menurut Pheasant (2003) merupakan ukuran yang
terbaik. Ukuran ini dikhususkan untuk ibu yang memiliki tinggi badannya pendek. Ibu yang memiliki tinggi badannya tinggi dapat menggunakan ukuran tinggi lipatan dalam lutut ini dengan mengkombinasikan dari ukuran panjang pantat hingga lipatan dalam lutut. Perancang tidak ingin tinggi alas kursi ini terlalu tinggi dari lantai karena akan menyebabkan bagian paha akan tertekan. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar 38 cm.
Gambar 5.2 Dimensi Tubuh Saat Duduk 4. Panjang pantat hingga lipatan dalam lutut (nomor 14) Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal dari permukaan terluar pantat hingga bagian belakang kaki bagian bawah. Pada gambar 5.2 terdapat pada nomor empat belas. Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan kedalaman alas kursi dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur panjang pantat hingga lipatan dalam lutut. Nilai percentile di atas
didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari panjang pantat hingga lipatan dalam lutut adalah 44.45 5th = 44.45 + 1.751 (-1.64) = 44.45 + (-2.87164) = 41.58 cm (data kelurahan Pisangan) : 37 cm (data nasional) 95th = 44.45 + 1.751 x 1.64 = 44.45 + 2.87164 = 47.32 cm (data kelurahan Pisangan) : 53 cm (data nasional) Panjang pantat hingga lipatan dalam lutut ukuran yang digunakan adalah 50th percentile. Menurut Pheasant (2003) batasan minimal ukuran ini tidak mudah ditentukan, maka perancang menggunakan ukuran 50th ini agar kursi bisa digunakan oleh seluruh populasi. Bila penentuan panjang pantat hingga lipatan dalam lutut ini terlalu panjang, maka bagian ujung kursi dapat menekan daerah tepat dibelakang lutut. Sebaliknya bila ukuran ini terlalu pendek akan menimbulkan tekanan pada bagian tengah paha, oleh sebab itu pengambilan ukuran 50th ini menurut saya sangat tepat karena perancang tidak ingin kursi ini terlalu panjang atau terlalu pendek untuk pengguna kursi ini. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar 43 cm
Gambar 5.3 Dimensi tubuh Saat Duduk 5. Lebar Bahu (nomor 17) Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal antara kedua lengan atas dari lengan terluar sebelah kiri hingga lengan terluar sebelah kanan. Pada gambar 5.3 terdapat pada nomor tujuh belas.Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan lebar sandaran dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur lebar bahu. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari lebar bahu adalah 46.13 5th = 46.13 + 5.969 (-1.64) = 46.13 + (-9.78916) = 36.34 cm (data kelurahan Pisangan) : 37 cm (data nasional) 95th = 46.13 + 5.969 x 1.64
= 46.13 + 9.78916 = 55.92 cm (data kelurahan Pisangan) : 53 cm (data nasional) Lebar bahu ukuran yang digunakan adalah 95th percentile. Ukuran maksimum ini digunakan agar pengguna yang memiliki lebar yang bahu kecil dan lebar bisa dengan nyaman menggunakannya. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar 53 cm 6. Lebar pinggul (nomor 19) Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal dari tubuh yang diukur melintasi bagian terbesar dari pinggul dari kiri hinga ke kanan pinggul. Pada gambar 5.3 terdapat pada nomor sembilan belas.Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan lebar alas kursi dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur lebar bahu. Ukuran dimensi ini tidak ada perubahan setelah melihat perbandingan data antara data wanita Indonesia tahun 2010 dengan data wanita di kelurahan Pisangan 2013. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari lebar pinggul adalah 39.12 5th = 39.12 + 6.163 (-1.64) = 39.12 + (-10.10732) = 29.01 cm (data kelurahan Pisangan) : 29 cm (data nasional) 95th = 39.12 + 6.163 x 1.64 = 39.12 + 10.10732
= 49.23 cm (data kelurahan Pisangan) : 45 cm (data nasional) Ukuran lebar pinggul yang digunakan adalah 95th percentile. Hal ini bertujuan agar pengguna yang memiliki lebar pinggul yang kecil dan lebar bisa dengan nyaman menggunakan ukuran ini. Ukuran ini menggunakan data kelurahan Pisangan sebesar 49 cm.
Gambar 5.4 Dimensi tubuh Saat Duduk 7. Panjang jari tangan hingga siku (nomor 23) Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal dari ujung jari tangan hingga siku. Pada gambar 5.4 terdapat pada nomor sembilan belas.Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan panjang dudukan tangan kursi dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur panjang jari tangan hingga siku. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya : Nilai mean dari panjang jari tangan hingga siku adalah 41.98
5th = 41.98 + 1.471 (-1.64) = 41.98 + (-2.41244) = 39.57 cm (data kelurahan Pisangan) : 37 cm (data nasional) 95th = 41.98 + 1.471 x 1.64 = 41.98 + 2.41244 = 44.39 cm (data kelurahan Pisangan) : 50 cm (data nasional) Ukuran Panjang jari tangan hingga siku yang digunakan adalah 50th percentile. Hal ini agar pengguna yang berlengan pendek dan panjang dapat dengan nyaman menggunakan ukuran ini. 5.1.4 Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi Tabel 5.4 Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi No
Dimensi Kursi
Ukuran
1
Sudut Sandaran Kursi
>100 derajat
2
Sudut Alas Kursi
10 derajat
3
Ketebalan Bantalan
4 cm
Sumber :Pheasant Bodyspace Second Edition 2003 1. Sudut Sandaran Kursi Sudut sandaran kursi yang digunakan adalah lebih dari
derajat.,
dikarenakan rancangan sandaran kursi yang akan dibuat dapat disetel sudut kemiringannya sehingga lebih adjustable, sehingga jenis sandaran kursi tingkat atas yang cocok adalah menggunakan sudut sandaran yang lebih
dari
. Sudut sandaran ini berdasarkan dari rekomendasi Pheasant
(2003) untuk memberikan kenyamanan pada ibu saat menyusui. Karena pada saat menyusui ibu harus berada pada posisi nyaman dan bersender pada suatu benda untuk menopang badan ibu seperti pada gambar 2.4. 2. Sudut Alas Kursi Sudut alas kursi yang digunakan adalah
derajat. Hal ini untuk
membuat pengguna dapat menggunakan sandaran secara efektif. 3. Ketebalan Bantalan Bantalan atau pelapis digunakan untuk memberikan kenyamanan pada pengguna kursi agar mengurangi tekanan yang terjadi antara tubuh dengan kursi. Ketebalan bantalan ini setebal 4 cm agar pengguna nyaman saat duduk.Bantalan ini melapisi bagian alas kursi dan sandaran kursi. 5.1.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomi Setelah perancang melakukan pengukuran dan perhitungan secara keseluruhan, dilanjutkan dengan membuat rancangan berupa gambar rancangan 3D kursi ergonomis tersebut dibuat menggunakan software 3dsmax 2011 dengan penggambaran dari tampak samping kanan dan samping kiri.Gambar rancangan dapat dilihat pada gambar 5.5 dan 5.6 di bawah ini.
Gambar 5.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kiri dengan rincian: a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi.
Gambar 5.6 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kanan dengan rincian: a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi
Gambar diatas merupakan gambar rancangan kursi yang akan dibuat oleh perancang. Ukuran dimensi kursi diatas sudah memakai hasil perbandingan data antara data nasional dengan data yang ada di kelurahan Pisangan.Gambar diatas merupakan gambar tampak samping kiri dan kanan.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian 1. Saat pengukuran berlangsung ada beberapa ibu yang tidak bisa melepas bayinya sehingga saat pengukuran ada kemungkinan adanya ketidaktepatan ukuran dimensi tubuh yang diukur. 2. Desain kursi yang dibuat perancang tidak dapat secara teliti membuat nyaman sebanyak 100 % pada pengguna saat menggunakan kursi ini. Hal ini dikarenakan banyaknya variasi ukuran pada tiap manusia. 3. Pengukuran dimensi tubuh pada ibu menyusui ini menggunakan beberapa alat, salah satunya adalah meteran jahit. Meteran jahit ini ketepatan presisinya agak kurang akurat sehingga kemungkinan ukuran dimensi tubuh pada ibu menyusui ini menjadi kurang keakuratannya. 4. Responden yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 orang, dan tujuan pembuatan kursi ini di desain untuk ukuran nasional, sehingga pengambilan responden sebanyak 15 orang ini untuk uji coba kursi kurang mewakili untuk keseluruhan populasi Indonesia.
6.2 Rancangan Kursi 1. Sandaran Kursi (Backrest) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran Tinggi posisi duduk. Ukuran yang digunakan adalah ukuran tinggi posisi duduk 95th percentile dari data nasional yaitu 90 cm. Secara statistik, untuk ukuran 90 cm dari data nasional ini, semua ibu yang dijadikan sampel 100 % sudah terwakili, karena untuk dimensi tinggi posisi duduk ibu di kelurahan Pisangan ini tidak ada yang melebihi 90 cm. Hal ini digunakan agar tinggi sandaran menjadi golongan sandaran tipe tinggi dan seluruh populasi dapat menggunakan sandaran ini. Menurut Pheasant (2003) penggunaan sandaran bertipe tinggi ini dapat memberikan dukungan pada kepala secara penuh dan juga pada leher. Hal ini sejalan dengan perancangan kursi ini karena target pengguna kursi ini adalah ibu menyusui yang membutuhkan kenyamanan saat menyusui dengan adanya dukungan pada anggota tubuh bagian kepala dan leher. Pada desain juga dapat dilihat pada bagian bawah sandaran didesain bentuknya agak sedikit cekung. Bila tidak dibentuk cekung maka pengguna tidak dapat memaksimalkan penggunaan sandaran kursi ini. Menurut Anderson at al (1974) dalam Pheasant (2003) desain yang cekung pada sandaran dekat tulang lumbal akan mendukung posisi duduk ibu agar membantu ibu saat ingin berdiri normal dari kursi. Dari segi perancangannya kursi ini didesain agar dapat mengurangi gangguan kesehatan saat memposisikan tubuh saat ibu menyusui.
Menurut Bahiyatun (2009) untuk membantu posisi ibu saat menyusui yang benar saat duduk adalah dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu. Hal ini agar posisi ibu tidak membungkuk karena akan cepat lelah. Posisi ibu menyusui yang banyak dipakai ibu salah satunya adalah cradle hold yang harus menggunakan sandaran punggung untuk menopang ibu. Posisi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4. 2. Sandaran Tangan (Armrest) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran tinggi siku dalam posisi duduk. Ukuran yang digunakan adalah 5th dari data nasional yaitu 19 cm. Ukuran terkecil ini diambil karena menurut Pheasant (2003) sebuah tinggi dudukan siku yang agak lebih rendah lebih baik untuk pengguna yang berbadan lebih tinggi dan untuk pengguna yang berbadan lebih rendah juga dapat menggunakannya. Secara statistik untuk ukuran 19 cm dari data nasional ini ada 94 % ibu yang sudah terwakili untuk ukuran tinggi siku dalam posisi duduknya, sehingga bisa dikatakan ukuran ini sudah nyaman digunakan pada ibu di kelurahan Pisangan. Dudukan siku berguna untuk menopang bayi saat ibu sedang menyusui sehingga tekanan akibat beban bayi yang terjadi pada ibu dapat dikurangi. Menurut Pheasant (2003) sandaran tangan harus mendukung bagian berdaging dari lengan bawah. Sangat baik jika bahan pelapis berbahan empuk. Pada dudukan siku ini akan dilapisi oleh pelapis seperti busa yang berbahan empuk. Bila dudukan siku ini tidak dilapisi dengan pelapis akan menimbulkan ketidaknyamanan pada pengguna yang menggunakan dudukan siku ini. Hal itu
dikarenakan pada bagian tulang-tulang siku banyak saraf-saraf ulnar yang sangat sensitif sehingga bagian ini dilapisi oleh bahan busa untuk memberikan kenyamanan pengguna. Pada posisi menyusui cradle hold ibu disarankan duduk pada kursi berlengan yang nyaman untuk membantu ibu menopang badan bayi saat menyusui. Posisi ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Dudukan tangan ini bila digunakan paling baik digunakan pada saat menyusui bayi yang berumur 1-6 bulan, karena beban bayi masih belum terlalu berat untuk sang ibu. Bila umur bayi sudah lebih dari 6 bulan dianjurkan dapat menambahkan bantal sebagai ganjalan tangan ibu saat menopang sang bayi. 3. Kedalaman Alas Kursi (Seat Depth) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran panjang pantat hingga lipatan dalam lutut. Ukuran yang digunakan adalah 50th dari data nasional yaitu 43 cm. Hal ini agar dapat disesuaikan dengan pengguna yang memiliki tinggi badan tinggi dan tinggi badan yang rendah. Melihat dari data statistik terdapat 60 % yang tidak terwakili dari ukuran ini karena ada ukuran ibu yang panjangnya di atas 43 cm. Menurut Pheasant (2003) batasan minimal kedalaman kursi ini tidak mudah untuk ditentukan maka perancang menggunakan ukuran 50th ini agar kursi bisa disesuaikan dengan ukuran para pengguna. Menurut Panero dan Zelnik (2003) faktor penting yang menimbulkan kenyamanan duduk seseorang adalah kedalaman kursi ini. Bila kedalaman kursi terlalu panjang maka bagian ujung dari alas kursi dapat menekan daerah tepat dibelakang lutu, hal ini akan
menghambat aliran darah ke kaki sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Sebaliknya Panjang alas kursi yang terlalu pendek juga tidak baik karena seseorang cenderung merasa akan jatuh ke depan, disebabkan karena kecilnya daerah pada bawah paha. Akibat yang lain, kedalaman kursi yang terlalu pendek akan menimbulkan tekanan pada bagian tengah paha. Maka dari pertimbangan hal itu perancang memilih menggunakan ukuran 50th agar ukuran dapat disesuaikan pada seluruh pengguna. 4. Ketinggian Alas Kursi (Seat Height) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran Tinggi lipatan dalam lutut. Ukuran yang digunakan adalah 5th dari data nasional yaitu 38 cm. Menurut Pheasant (2003) ukuran 5th adalah ukuran yang terbaik agar ketinggian kursi secara optimal dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan harus dekat dengan tinggi lipatan dalam lutut pengguna. Dalam data frekuensi ukuran antropometri ibu menyusui di kelurahan Pisangan, terdapat ukuran ibu yang jarak perbedaan ukurannya dengan ukuran yang disarankan berjarak 5-7 cm. Perbedaan yang agak besar tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pengguna, sehingga dapat dikatakan sebanyak 87 % ibu sudah terwakili dengan ukuran ini.. Pemilihan 5th dikarenakan saat melihat perbandingan data nasional dengan data subjek di kelurahan Pisangan ukuran ini yang paling mendekati antara kedua data ini. Desain ini juga disesuaikan menurut Panero dan Zelnik (2003) yaitu bila tinggi alas kursi terlalu tinggi dari lantai akan menyebabkan bagian paha akan tertekan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan peredaran darah
terhambat. Selain itu juga dapat menyebabkan telapak kaki tidak dapat menapak dengan baik di lantai, sehingga menyebabkan melemahnya stabilitas tubuh. Sebaliknya jika tinggi alas kursi terlalu rendah dari lantai maka dapat menyebabkan kaki condong terjulur ke depan, menjauhkan punggung dari sandaran sehingga penopangan lumbal tidak terjaga dengan tepat. Pada desain ini perancang mencoba membuat agar ketinggian kursi secara tepat dapat digunakan oleh para ibu agar para ibu dapat menyusui secara nyaman dan mengurangi resiko permasalahan kesehatan. Pada ujung alas kursi perancang mendesain
agar
ujung
tepi
alas
berbentuk
membulat
dalam
rangka
meminimalkan tekanan di bawah paha. 5. Lebar Alas Kursi (Seat width) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran lebar pinggul. Ukuran yang digunakan adalah 95th dari data kelurahan Pisangan yaitu 49 cm. Menurut Pheasant (2003) demi tujuan mendukung lebar kursi yang baik untuk ukuran lebar kursi ini lebih baik digunakan ukuran yang maksimum. Pada ukuran 49 cm ini ada beberapa ibu yang akan mengalami tidak nyaman menggunakan kursi ini, karena ada sebesar 100 % ukuran ibu sudah terwakili dengan ukuran ini, sehingga ibu dapat dengan nyaman menggunkan dimensi ini. Ukuran 95th dari lebar pinggul perempuan dianggap cocok karena untuk pengguna yang memiliki lebar pinggul lebih kecil dapat menggunakan secara nyaman. Menurut Pheasant (2003) lebar kursi ini lebih baik kurangi 2,5 cm pada kedua sisi dari luas maksimum pinggul. Hal tersebut dikarenakan untuk
mendukung lebar antara lengan kursi agar dapat digunakan untuk pengguna yang memiliki pinggul yang besar. 6. Sudut Sandaran (Backrest angle) Pada desain kursi ini perancang memberikan sudut miring untuk bagian sandaran kursi sebesar 110 derajat. Hal ini sejalan menurut Pheasant (2003) bahwa pemberian sudut sandaran pada kursi sangat diperlukan untuk menambah tipe kenyamanan, tetapi pemberian sudut sandaran yang terlalu besar dapat menyebabkan kesulitan untuk berdiri. Penentuan sudut sandaran yang optimal sangat diperlukan agar dapat mendukung posisi tubuh pengguna lebih nyaman. Pheasant (2003) merekomendasikan antara 100 sampai 110 derajat merupakan ukuran sudut yang optimal yang dapat digunakan. Perancang menggunakan sudut sebesar 110 karena pada tipe sandaran yang dirancang merupakan tipe sandaran tinggi yang hanya cocok dengan sandaran sebesar 110 derajat atau lebih. Pemberian sudut inipun menurut Bahiyatun (2009) dapat memaksimalkan bentuk payudara ibu dan memberi ruang untuk menggerakkan bayinya ke posisi yang baik. Sudut sandaran ini dapat mencegah ibu untuk membungkuk saat menyusui, karena saat menyusui kalau ibu membungkuk akan membuat leher dan punggung ibu mengalami kelelahan sehingga pemberian sudut ini dapat meminimalisir kelelahan pada bagian punggung dan leher ibu saat menyusui. 7. Sudut Alas Kursi (Seat angle) Pada rancangan kursi ini perancang juga menggunakan sudut alas kursi. Sudut alas kursi ini menurut Pheasant (2003) berguna untuk mempertahankan interaksi yang baik dengan sandaran dan membantu untuk melawan setiap
kecenderungan tubuh untuk dapat jatuh dari kursi. Kemiringan yang berlebihan dapat mengurangi pengguna dalam hal berdiri dan posisi akan duduk. Sudut yang optimal menurut Pheasant (2003) adalah 10 derajat. Perancang menggunakan sudut alas kursi ini agar tubuh dapat memaksimalkan fungsi sandaran kursi yaitu menopang tubuh pengguna agar pengguna bisa nyaman duduk untuk waktu yang cukup lama. 8. Panjang Sandaran Tangan (Armrest Length) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran yaitu panjang jari tangan hingga siku. Ukuran yang digunakan adalah 50th dari data nasional yaitu 43 cm. Sebenarnya kegunaan dimensi kursi ini bagi ibu menyusui adalah untuk menopang tangan ibu saat menyusui. Ukuran ini mengambil ukuran yang dapat disesuaikan untuk semua ukuran, maka dapat dikatakan 100 % ibu sudah terwakili dengan ukuran ini dan ibu dapat dengan nyaman menggunakan kursi ini. Menurut Pheasant (2003) panjang sandaran tangan ini tidak boleh membatasi akses tangan, karena lengan kursi tidak boleh lebih panjang di depan sandaran kursi, maka dari itu perancang membuat ukuran 50th agar bisa disesuaikan ke semua populasi ibu yang memiliki lengan yang pendek dan populasi ibu yang memiliki lengan yang panjang. 9. Lebar Sandaran Kursi (Backrest Breadth) Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi ukuran yaitu lebar bahu (Bideltoid). Ukuran yang digunakan adalah 95th dari data nasional yaitu 53 cm. Pada data ukuran antropometri ibu menyusui di kelurahan
Pisangan ini terdapat 2 ibu yang ukuran bahunya melebihi ukuran yang disarankan, sehingga kemungkinan terdapat 87 % ibu yang sudah terwakili dengan ukuran ini dan nyaman dalam menggunakan dimensi kursi ini. Pada ukuran 95th ini diharapkan kursi dapat digunakan untuk seluruh populasi. Ukuran maksimum ini digunakan agar pengguna yang memliki lebar bahu yang kecil bisa menggunakannya. Menurut Pheasant (2003) ukuran ini harus diperhatikan agar mobilitas bahu pengguna bisa secara bebas digerakkan. Pada saat menyusui ibu bisa leluasa menggunakan bahu bila lebar sandaran kursi ini lebih lebar dari bahu ibu, sehingga ibu bisa secara nyaman saat posisi menyusui menggunakan sandaran kursi ini.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Informasi ukuran antropometri wanita Indonesia tahun 2010 dan ukuran antopometri wanita di kelurahan Pisangan 2013 a. Ukuran data antropometri wanita Indonesia tahun 2010 1) Ukuran sitting height dengan rata-rata 83 cm, dengan 5th adalah 78 cm, dan 95th adalah 90 cm. 2) Ukuran sitting elbow height dengan rata-rata 25 cm, dengan 5th adalah 19 cm, dan 95th adalah 32 cm. 3) Ukuran buttock popliteal length dengan rata-rata 43 cm, dengan 5th adalah 37 cm, dan 95th adalah 53 cm 4) Ukuran popliteal height dengan rata-rata 44 cm, dengan 5th adalah 38 cm, dan 95th adalah 50 cm 5) Ukuran shoulder breadth dengan rata-rata 43 cm, dengan 5th adalah 37 cm, dan 95th adalah 53 cm 6) Ukuran elbow fingertip length dengan rata-rata 43 cm, dengan 5th adalah 37 cm, dan 95th adalah 50 cm
7) Ukuran hip breadth dengan rata-rata 35 cm, dengan 5th adalah 29 cm, dan 95th adalah 45 cm b. Ukuran data antropometri wanita di kelurahan Pisangan 2013 1) Ukuran sitting height dengan rata-rata 78,48 cm, dengan 5th adalah 74,9 cm, dan 95th adalah 82,06 cm. 2) Ukuran sitting elbow height dengan rata-rata 22,83 cm, dengan 5th adalah 18,23 cm, dan 95th adalah 27,43 cm. 3) Ukuran buttock popliteal length dengan rata-rata 44,45 cm, dengan 5th adalah 41,58 cm, dan 95th adalah 47,32 cm 4) Ukuran popliteal height dengan rata-rata 41,43 cm, dengan 5th adalah 38,72 cm, dan 95th adalah 44,14 cm 5) Ukuran shoulder breadth dengan rata-rata 46,13 cm, dengan 5th adalah 36,34 cm, dan 95th adalah 55,92 cm 6) Ukuran elbow fingertip length dengan rata-rata 41,98 cm, dengan 5th adalah 39,57 cm, dan 95th adalah 44,39 cm 7) Ukuran hip breadth dengan rata-rata 39,12 cm, dengan 5th adalah 29,01 cm, dan 95th adalah 49,23 cm 2. Dimensi rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan ukuran antropometri wanita Indonesia tahun 2010 dan wanita di kelurahan Pisangan 2013 1) Ukuran tinggi sandaran kursi adalah 90 cm. 2) Ukuran tinggi sandaran tangan adalah 19 cm. 3) Ukuran kedalaman alas kursi adalah 43 cm.
4) Ukuran tinggi alas kursi adalah 38 cm. 5) Ukuran lebar sandaran kursi adalah 53 cm 6) Ukuran panjang sandaran tangan adalah 43 cm 7) Ukuran lebar alas kursi adalah 49 cm. 7.2 Saran 1. Saran Bagi Ibu Menyusui a. Saat ibu menyusui selalu menggunakan kursi untuk menopang tubuh ibu agar dapat terhindar dari bahaya kesehatan. b. Saat ibu menyusui dan ibu tidak memiliki kursi usahakan memakai benda lain yang empuk untuk menopang bagian belakang tubuh sang ibu. 2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya a. Untuk
penelitian
selanjutnya
diharapkan
peneliti
lain
dapat
menggembangkan pembuatan rancangan kursi untuk ibu menyusui yang dapat di setel ketinggian kursi, tinggi sandaran tangan, sudut sandaran tangan. b. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lain dapat memperhatikan rancangan melalui pemilihan bahan yang akan digunakan agar bisa lebih terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, Lintang. 2007. Persepsi Ketidaknyamanan Lingkungan di Kehidupan Perkotaan. Available: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124448155.942%20ARD%20p%20-%20Persepsi%20ketidaknyamanan-Literatur.pdf di akses pada tanggal 30 Oktober 2012 pukul 12.54 Wib
Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Budiono, Sugeng, A.M. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan penerbit UNDIP
Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based on Workplace Evaluations of Musculosceletal Disorders. America: U.S. Departement of Health and Human Services. NIOSH
Dul, Jan. Weerdmeester, B. 2001. Ergonomics for Beginner. 2nd Edition. New York: Taylor & Francis Inc
Dul, Jan. Weerdmeester, B. 2008. Ergonomics for Beginner. 3rd Edition. London: CRC Press
Edy, Sarwo dan Rasmidar Samad. 2011. Aplikasi Postur yang Ergonomi Dokter Gigi Selama Perawatan Klinis di Kota Makassar. Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar
Fahma, Fakhrina, dkk. 2010. Perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan pendekatan antropometri (studi kasus: Diruang laktasi rumah sakit XYZ). National conference on Applied ergonomics. 2010
Fredregill, Suzanne dan Ray Fredregill. 2010. The Everything Breastfeeding Book. Second Edition. U.S.A: F+W Media Inc
Jannah, Nur. 2008. Analisa Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Divisi Kasir, Grocery, Dan Receiving Giant Hypermarket Cimanggis Tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah.
Kolcaba, Katharine. 1991. A Taxonomic Structure for The Concept Comfort. IMAGE: Journal of Nursing Scholarship Vol. 23, No. 4.
Kolcaba, Katharine. 1992. Holistic comfort: Operationalizing The Construct as A NurseSensitive Outcome. Advance in Nursing Science
Kolcaba, Katharine. 2001. Evolution of the mid range theory of comfort for outcomes research, Nursing Outlook 2001 volume 49
Mauludi, noval, (2010). Factor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Diproses Produksi Kantong Semen PBD (Paper Bag Devision) PT.INDOCEMENT TUNGGAL PRAKASA TBK CITEUREUP BOGOR. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2. Surabaya: Guna Widya
Panero, Julius, Zelnik, Martin. 2003. Dimensi Manusia dan Ruang interior. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif
Pheasant, S., 1988. Anthropometry Ergonomics and Design. London : Taylor and Francis inc,
Pheasant, S., 2003. Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and Design of Work. 2nd Edition London: Taylor & Francis,
Pratomo, Aji Wiro. 2007. Hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan Nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung di java Atbm (alat tenun bukan mesin) desa kebunan kecamatan Taman kabupaten pemalang tahun 2006. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Univ Negeri Semarang.
Pusat Kesehatan Kerja. 2004. Ergonomi. Jakarta: Depkes Rahayu, Rizka Yulianti dan Sari Sudarmiati. 2012. Pengetahuan Ibu Primipara tentang FaktorFaktor yang Dapat Mempengaruhi Produksi ASI. Jurnal Nursing Studies Vol. 1 No. 1. Available on: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing
Rahmawati, Yulita dan Sugiharto. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Kejadian Cumulative Trauma Disorder Pekerja Pengamplasan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 7 No. 1. Available on: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
Roberts, Debbie. 2011. Preventing Musculoskeletal Pain In Mothers. United States Lactation Consultant Association : Clinical Lactation, vol 2-4, No 13-20
Roesli, Utami. 2009. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda. Cet. I
Roesli.2000, Mengenal ASI Eksklusif. Tubhus Agrimidya
Romadhona, Andri. 2010. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Aktivitas Mengangkat Dan Mendorong Pasien Pada Perawat IGD RSUD DR Adjidarmo Rangkas Bitung Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sigit Wasi W.2005. Bekerja Dengan Komputer secara ergonomis dan sehat. www.wahanako.com
Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cetakan I (Ed)
Suma‟mur, 1989 Ergonomi Untuk Produktifitas Kerja. CV Haji Masaagung
Suma‟mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung.
Suradi, Rulina. 2001. Bahan Bacaan manajemen Laktasi, cetakan ke-1. Jakarta: Perkumpulan Perinatologi Indonesia
Stevenson, M.G. 1989. Lecture notes on the principles of ergonomic, Sydney : Centre for safety science Univ. of New South Wales.
Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi untuk keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktifitas, Surakarta. UNIBA Press.
Wardani, Laksmi Kusuma. 2004. Evaluasi Ergonomi Dalam Perancangan Desain. Surabaya: Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya.
Widodo, Ariani Dewi. 2011. Posisi Menyusui yang Nyaman Bagi Ibu dan Buah Hati. Available on: http://www.tanyadok.com/anak/posisi-menyusui-yang-nyaman-bagiibu-dan-buah-hati. Diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pukul 5.39
Wignjosoebroto, Sritomo. 2000, Ergonomi, Studi Gerak & Waktu (Teknik Analisa untuk produktifitas kerja), Edisi kedua, Jakarta: PT. Guna Widya
Lampiran
LEMBAR OBSERVASI DATA ANTROPOMETRI TUBUH IBU MENYUSUI Data Antropometri Ibu Menyusui No
Nama
1
2
1 2 3 4 5 Keterangan Dimensi pada tabel: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sitting Height Sitting Elbow Heigth Buttock Popliteal Length Popliteal Height Shoulder Breadth Elbow Fingertip Length
Keterangan dimensi pada gambar: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sitting Height = no 8 Sitting Elbow Heigth = no 11 Buttock Popliteal Length = no 14 Popliteal Heigth = no 16 Shoulder Breadth = no 17 Elbow Fingertip Length = no 23
Dimensi (cm) 3 4
5
6
Lampiran
Lampiran Data Antropometri Ibu Menyusui di Kelurahan Pisangan 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 79.80 78.90 78.20 79.70 74.40 82.40 78.50 79.80 82.10 79.00 76.30 77.60 77.10 75.60 77.80
2 22.30 18.50 22.80 22.50 19.50 26.00 21.50 27.50 22.00 22.40 19.00 25.00 26.00 21.00 26.40
3 43.50 46.00 47.10 46.70 43.50 43.00 44.20 45.80 44.50 41.70 42.20 46.60 44.70 45.20 45.00
Dimensi (cm) 4 40.70 41.90 41.20 41.90 39.70 41.70 45.00 42.50 39.60 42.40 41.10 38.00 41.70 43.30 40.70
Keterangan Dimensi pada tabel: 7. Sitting Height 8. Sitting Elbow Heigth 9. Buttock Popliteal Length 10. Popliteal Height 11. Shoulder Breadth 12. Elbow Fingertip Length 13. Hip Breadth
Keterangan dimensi pada gambar: 7. Sitting Height = no 8 8. Sitting Elbow Heigth = no 11 9. Buttock Popliteal Length = no 14 10. Popliteal Heigth = no 16 11. Shoulder Breadth = no 18
5 38.50 48.40 49.50 48.50 39.70 45.70 41.00 55.00 52.50 46.00 40.10 50.50 38.00 56.00 42.60
6 40.50 43.90 40.50 43.50 38.80 43.50 41.80 41.00 44.00 42.00 41.50 43.20 41.20 42.00 42.30
7 31.50 42.40 40.50 41.00 31.20 37.20 49.10 47.00 46.30 34.50 35.60 34.50 31.50 47.00 37.50
12. Elbow Fingertip Length = no 23 13. Hip Breadth = no 19
.Lampiran Statistics sit_height N
Valid Missing
Mean Std. Deviation
sitting_elbow
butt_pop
shoulder_br eadth hip_breadth elbow_finger
pop_height
15
15
15
15
15
15
15
0 78.4800 2.18443
0 22.8267 2.80623
0 44.4467 1.75168
0 41.4267 1.65291
0 46.1333 5.96953
0 39.1200 6.16316
0 41.9800 1.47125
Valid Percent
Cumulative Percent
sit_height
Frequency Valid
Percent
74.4
1
6.7
6.7
6.7
75.6
1
6.7
6.7
13.3
76.3
1
6.7
6.7
20.0
77.1
1
6.7
6.7
26.7
77.6
1
6.7
6.7
33.3
77.8
1
6.7
6.7
40.0
78.2
1
6.7
6.7
46.7
78.5
1
6.7
6.7
53.3
78.9
1
6.7
6.7
60.0
79
1
6.7
6.7
66.7
79.7
1
6.7
6.7
73.3
79.8
2
13.3
13.3
86.7
82.1
1
6.7
6.7
93.3
82.4
1
6.7
6.7
100.0
Total
15
100.0
100.0
sitting_elbow Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
18.5
1
6.7
6.7
6.7
19
1
6.7
6.7
13.3
19.5
1
6.7
6.7
20.0
21
1
6.7
6.7
26.7
21.5
1
6.7
6.7
33.3
22
1
6.7
6.7
40.0
22.3
1
6.7
6.7
46.7
22.4
1
6.7
6.7
53.3
22.5
1
6.7
6.7
60.0
22.8
1
6.7
6.7
66.7
25
1
6.7
6.7
73.3
26
2
13.3
13.3
86.7
26.4
1
6.7
6.7
93.3
27.5
1
6.7
6.7
100.0
Total
15
100.0
100.0
butt_pop Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
41.7
1
6.7
6.7
6.7
42.2
2
13.3
13.3
20.0
43
1
6.7
6.7
26.7
43.5
2
13.3
13.3
40.0
44.2
1
6.7
6.7
46.7
44.5
1
6.7
6.7
53.3
44.7
1
6.7
6.7
60.0
45
1
6.7
6.7
66.7
45.8
1
6.7
6.7
73.3
46
1
6.7
6.7
80.0
46.6
1
6.7
6.7
86.7
46.7
1
6.7
6.7
93.3
47.1
1
6.7
6.7
100.0
Total
15
100.0
100.0
pop_height Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
38
1
6.7
6.7
6.7
39.6
1
6.7
6.7
13.3
39.7
1
6.7
6.7
20.0
40.7
2
13.3
13.3
33.3
41.1
1
6.7
6.7
40.0
41.2
1
6.7
6.7
46.7
41.7
2
13.3
13.3
60.0
41.9
2
13.3
13.3
73.3
42.4
1
6.7
6.7
80.0
42.5
1
6.7
6.7
86.7
43.3
1
6.7
6.7
93.3
45
1
6.7
6.7
100.0
15
100.0
100.0
Total
shoulder_breadth Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
38
1
6.7
6.7
6.7
38.5
1
6.7
6.7
13.3
39.7
1
6.7
6.7
20.0
40.1
1
6.7
6.7
26.7
41
1
6.7
6.7
33.3
42.6
1
6.7
6.7
40.0
45.7
1
6.7
6.7
46.7
46
1
6.7
6.7
53.3
48.4
1
6.7
6.7
60.0
48.5
1
6.7
6.7
66.7
49.5
1
6.7
6.7
73.3
50.5
1
6.7
6.7
80.0
52.5
1
6.7
6.7
86.7
55
1
6.7
6.7
93.3
56
1
6.7
6.7
100.0
15
100.0
100.0
Total
hip_breadth Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
31.2
1
6.7
6.7
6.7
31.5
2
13.3
13.3
20.0
34.5
2
13.3
13.3
33.3
35.6
1
6.7
6.7
40.0
37.2
1
6.7
6.7
46.7
37.5
1
6.7
6.7
53.3
40.5
1
6.7
6.7
60.0
41
1
6.7
6.7
66.7
42.4
1
6.7
6.7
73.3
46.3
1
6.7
6.7
80.0
47
2
13.3
13.3
93.3
49.1
1
6.7
6.7
100.0
Total
15
100.0
100.0
elbow_finger Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
38.8
1
6.7
6.7
6.7
40.5
2
13.3
13.3
20.0
41
1
6.7
6.7
26.7
41.2
1
6.7
6.7
33.3
41.5
1
6.7
6.7
40.0
41.8
1
6.7
6.7
46.7
42
2
13.3
13.3
60.0
42.3
1
6.7
6.7
66.7
43.2
1
6.7
6.7
73.3
43.5
2
13.3
13.3
86.7
43.9
1
6.7
6.7
93.3
44
1
6.7
6.7
100.0
15
100.0
100.0
Total