Rancang Bangun Meja Tata Cara Kerja yang Ergonomis Berdasarkan Data Antropometri untuk Praktikum Pengukuran Waktu Kerja Erik Ferdian Raymundus Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura
[email protected] Abstract– Using a desk working on a system is needed to help the work done by human beings. In the industrial world that considering time in working will be useful to increase worker productivity, product quality, and efficiency. Practicum activity design and ergonomics analysis of Industrial Engineering University Tanjungpura was conducted an observation study and measurement of working time. Meanwhile, today the implementation of the laboratorium has not be done optimally in because lack of some tool namely a table working procedures as tool to support implementation of practicum. The purpose of this research was to get an idea of the condition the proceedings of the table used in the laboratory today. The production of product for instance desk work procedures in appropriate with the design that has been created. Researched by using anthropometric data was used as a indicator in determining the size of the table suitable with working procedures and the result become ergonomic. Questionnaire method was used in this research to determine the importance of the attributes the consumer needs and user satisfaction. Determination of level consumer demand for the priority order of attributes table derived from the proceedings of the recommendation using the QFD (Quality Function Deployment). The conclusion from this results the proceedings of the last table was not ergonomic because there were some complaints from users of the table working procedures. Anthropometric data student dimensions body was used in the design, there were 10. Methods QFD (Quality Function Deployment) to give recommendations for acquire the technical requirements from table. The end result of this research is to produce a product according to the design. Keywords– Desk Working Procedures, Ergonomics, Anthropometry, Product Design, Quality Function Deployment 1. Pendahuluan Kegiatan praktikum analisis perancangan kerja dan ergonomi Teknik Industri Universitas Tanjungpura, dilakukan studi pengamatan dan pengukuran waktu kerja. Sampai saat ini, pelaksanaan praktikum belum dapat dilakukan secara maksimal karena tidak adanya suatu alat bantu berupa meja tata cara kerja sebagai sarana untuk menunjang pelaksanaan praktikum. Meja tata cara kerja sangat dibutuhkan agar tujuan ataupun hasil praktikum
sesuai dengan yang diharapkan. Meja tata cara kerja dibutuhkan sebagai stasiun kerja dimana pada meja tersebut dilakukan pekerjaan praktikum yang di rekam dengan menggunakan handycam yang kemudian hasil rekaman dapat diputar ulang untuk dianalisa penentuan waktu baku dan perhitungan line balancing sebagai upaya perbaikan stasiun kerja. Rancang bangun meja tata cara kerja yang baik harus memenuhi standar mutu, kenyamanan, dan keamanan bagi pekerja atau operator. Selanjutnya untuk menciptakan lingkungan kerja fisik yang sehat, nyaman, aman, dan produktif maka rancang bangun meja tata cara kerja ini akan dilengkapi dengan penerangan yang langsung ter-integrasi pada meja tata cara kerja ini. Antropometri merupakan salah satu aspek penting untuk merancang sebuah produk yang akan digunakan oleh manusia karena terdiri dari keteranganketerangan mengenai kondisi fisik manusia itu sendiri. Kesesuaian hubungan antara antropometri pekerja dengan alat yang digunakan sangat berpengaruh pada sikap kerja, tingkat kelelahan, kemampuan kerja dan produktivitas kerja. Penelitian rancang bangun meja tata cara kerja ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu dari metode perancangan kuisioner yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan konsumen serta tingkat kepuasan terhadap produk yang telah ada untuk kemudian dijadikan dasar dalam perancangan produk dengan tahapan QFD (Quality Function Deployment). Perbedaan lain dari penelitian terdahulu yaitu penggunaan dimensi tubuh antropometri yang dibutuhkan pada penelitian untuk melakukan perancangan meja tata cara kerja ini berjumlah 10 dimensi tubuh dengan objek penelitian pada fasilitas kerja yaitu meja tata cara kerja. 2. Teori Dasar Teori yang mendukung dalam penelitian ini yaitu: a) Ergonomi Pengertian Ergonomi menurut (Wignjosoebroto, S., 2008:54) adalah Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum, dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Perkembangan selanjutnya, ergonomi dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan (Sutalaksana, 2012), yaitu penyelidikan tentang tampilan (display), penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia, penyelidikan tentang ukuran tempat kerja,
dan penyelidikan tentang lingkungan kerja. Berkenaan dengan bidang-bidang penyelidikan yang tersebut maka terlihat sejumlah disiplin dalam ergonomi (Wignjosoebroto, S., 2008:58), yaitu anatomi dan fisiologi, antropometri, fisiologi psikologi, dan Psikologi eksperimen. Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik ataupun psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan. Mesin atau peralatan kerja juga berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress tambahan akibat beban kerja dan membantu melaksanakan kerjakerja tertentu yang dibutuhkan tetapi berada diatas kapasitas atau kemampuan yang dimiliki manusia (Wignjosoebroto, S., 2008:75). b) Antropometri Menurut Wignjosoebroto, S. (2008:60) Istilah antropometri berasal dari "anthro" yang berarti manusia dan "metri" yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar dsb.) berat dll. Yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas (Wignjosoebroto, S., 2008:61), yaitu perancangan areal kerja, perancangan peralatan kerja, perancangan produk-produk konsumtif, dan perancangan lingkungan kerja fisik. Berkaitan dengan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan produk tersebut. Perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh. Pengukuran antropometri dibagi atas dua bagian (Wignjosoebroto, S., 2008:62-63), yaitu antropometri statis dan antropometri dinamis. Tiga filosofi dasar untuk suatu desain yang digunakan oleh ahli-ahli ergonomi sebagai data antropometri yang diaplikasikan (Wignjosoebroto, S., 2008:68), yaitu : 1. Perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. 2. Perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran tertentu. 3. Perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
c) Penerangan Ditempat Kerja Ditempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti; faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja (Tarwaka, Bakri. S, Sudiajeng. L, 2004:33). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja. d) Proses-Proses dalam Perancangan Produk Perancangan produk terbagi atas tujuh langkah yang mempunyai yang masing-masing mempunyai metode tersendiri. Ketujuh langkah tersebut diuraikan sebagai berikut (Cross. N, 1994) : 1. Klarifikasi tujuan 2. Penetapan fungsi 3. Menyusun Kebutuhan 4. Menetapkan karakteristik 5. Pembangunan alternatif 6. Evaluasi alternatif 7. Rincian perbaikan e) Dimensi Kualitas Produk Aspek kualitas atau dimensi kualitas ada delapan (Garvin. A. David, 1987:101-109), yaitu kinerja (performance), kehandalan (reliability), daya tahan (durability), kemampuan melayani (serviceability), estetika (aesthetic), keistimewaan tambahan (features), kualitas yang dirasakan (perceived quality), kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to standards). f) Quality Function Deployment (QFD) Cohen. L dalam Prakosa (2010:51) menyatakan bahwa QFD merupakan metode perencanaan dan pengembangan produk yang terstruktur yang memungkinkan dibuatnya spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen secara terspesifikasi kemudian mengevaluasi sesuai dengan kemampuan produk atau jasa yang dipunyai sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. QFD dalam prosesnya menggunakan alat House of Quality (HoQ). Perancangan diawali dengan melakukan riset pemasaran untuk menentukan atribut produk spesifik yang diinginkan konsumen dengan segmen pasar yang telah ditetapkan derajat kepentingan relatif masing-masing atribut. House of Quality tersusun atas 6 matrik interrelasi (Cohen. L, 1995), yaitu the customer requirements (keinginan konsumen), technical requirements (karakteristik teknis), interrelationship matrix (matriks keterkaitan), technical priorities, benchmark, and target, technical correlations (matriks korelasi), planning matrix. Hasil dari pengolahan data akan menghasilkan spesifikasi produk yang diinginkan oleh konsumen dan dapat memberikan solusi suatu desain produk. Gambar 1 menunjukan House of Quality.
Technical Correlations HOW Technical requirements
WHAT Customer Requirements
Interrelationships
11. Planning matrix To help prorities custumer needs
Technical Priorities, benchmarks and targets
Gambar 1. House of Quality Tahap tahap dalam pembuatan House of Quality (HoQ) mencerminkan prosedur pada quality function deployment, (Cohen. L, 1995) tahap-tahap tersebut yaitu: 1. Memasukan atribut-atribut kualitas produk yang diinginkanoleh konsumen (custumer requirements) kebagian vertikal dari HoQ. 2. Memasukan nilai kepentingan relatif dari masingmasing kebutuhan konsume tersebut ke dalam kolom custumer importance pada planning matrix. 3. Memasukan nilai performansi relatif (tingkat kepuasan konsumen) dari perusahaan dan pesaingnya ke dalam current satisfaction performance dan competitor satisfaction performance pada planning matrix. 4. Menentukan kebutuhan-kebutuhan teknis (technical requirements) sebagai terjemahan dari customer requirements dan menetapkan target dari masing-masing kebutuhan teknis. 5. Memasukan technical requirements ke dalam bagian horisontal dari HoQ. 6. Menentukan arah perbaiikan untuk setiap technical requirements. 7. Menentukan hubungan antara customer requirements dan technical requirements. 8. Menentukan hubungan antara technical requirements yang diposisikan pada technical correlation matrix, yaitu yang menentukan apakah technical requirements saling mendukung satu sama lain atau tidak. 9. Menetapkan goal yang akan dicapai oleh perusahaan yang nilainya dari keinginan konsumen atas produk tersebut. 10. Menghitung improvement ratio Improvement ratio adalah performa kepuasan yang diinginkan dibandingkan dengan performa kepuasan sekarang. Improvement ratio digunakan untuk mengetahui tingkat perbaikan yang akan dilakukan. Rumus yang digunakan : Improvement
ratio
=
Semakin tinggi nilai improvement ratio maka semakin sulit perbaikan yang akan dilakukan karena performa kepuasan sekarang terpaut jauh
12.
13. 14.
15.
dengan performa yang diharapkan oleh konsumen. Data yang digunakan adalah hasil perhitungan rata-rata tingkat kepuasan yang diharapkan konsumen terhadap produk. Menentukan sales point Sales point berisi informasi yang menunjukan kemampuan untuk menjual produk maupun menjual jasa berdasarkan pada seberapa jauh kebutuhan konsumen terpenuhi. Nilai yang digunakan untuk sales point adalah sebagai berikut : 1,0 = sama sekali tidak memenuhi kebutuhan 1,2 = cukup memenuhi kebutuhan 1,5 = sangat memenuhi kebutuhan Menghitung raw weight (bobot mentah) raw weight berisi nilai-nilai yang telah terhitung dari data dan kepuasan yang telah dibuat. Semakin tinggi nilai raw weight maka semakin penting pula nilai kebutuhan konsumen yang berhubungan. Raw weight merupakan ukuran pencapaian kepuasan, pelaksanaan usaha, dan potensi penjualan. Rumus yang digunakan : Raw weight = importance rating x improvement ratio x sales point Kemudian dihitung normalized raw weight yang merupakan persentase dari masing-masing atribut produk tersebut. Normalized raw weight akan digunakan sebagai nilai keseimbangan sehinggga normalized raw weight memiliki kesamaan dengan raw weight. Memasukan nilai target dari technical relations ke dalam technical target. Menghitung absolute importance dari masingmasing technical requirements. Absolute importance berisi nilai-nilai yang terhitung dari hubungan antara setiap customer requirements dan technical requirements dengan tingkat kepentingan setiap kebutuhan konsumen. Absolute importance untuk menentukan urutan setiap technical requirements. Rumus yang digunakan : Absolute importance = relationship strenght x importance rating Menghitung relative importance dengan cara menghitung persentase masing-masing nilai absolute importance. Informasi yang diperoleh dari relativee importance sama dengan informasi yang dihasilkan oleh absolute importance.
3. Hasil Eksperimen a) Pengukuran Sampel Kuisioner Penentuan jumlah sampel pada peneitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan mengunakan judgement sampling. Besarnya sampel penelitian yang diperlukan ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin,sebagai berikut : Diasumsikan tingkat kepercayaan 90% maka diperoleh taraf signifikansi α = 100% - 90% = 10% atau 0,1 dan
c) Prioritas Kebutuhan Hasil penentuan Prioritas Kebutuhan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Perhitungan Absolute Importance dan Relative Importance Kebutuhan Teknik
d) House of Quality Meja Tata Cara Kerja ↑ = simbol ini diberikan pada kebutuhan teknik yang akan meningkatkan kepuasan konsumen apabila lebih atau dapat diartikan ditingkatkan. ↓ =
●
● 4,19
Meja yang ajustable
4,29
Tidak menyebabkan sakit/ keluhan pada tubuh
4,56
kemampuan melayani
Meja dapat dengan cepat dan mudah diperbaiki ketika rusak
3,66
kualitas yang dirasakan
Meja memiliki kualitas bahan yang terbaik dan terjamin
3,77
Penggunaan fitur lampu tambahan pada meja untuk penerangan
3,75
keistimewaan tambahan
Adanya fungsi tambahan pijakan kaki Meja memiliki laci atau lemari keci Tempat meletakan Handycam Penggunaan roda
Estetika menarik
estetika
Requirement priorities
Bentuk meja kerja yang ergonomis Tata letak fitur meja yang sesuai Pemberian dan pemilihan warna meja
Absolute importance
D
●
●
D D
● ● ● ● ●
● ● ●
D
● ●
● ●
● ●
●
● ● ●
● ●
●
107,2 382,7 308,67 153,4 178,35 218,1 147,5
1,5
11,92
6,79
1,77
1,5
11,14
6,35
5
1,99
1,5
13,10
7,47
5
2,56
1,5
16,95
9,66
5
2,59
1,5
16,68
9,50
5
1,74
1,5
11,90
6,78
5
1,88
1,2
8,25
4,70
5
1,81
1,2
8,16
4,65
2,73
1,2
12,30
7,01
5
2,25
1,2
9,35
5,33
5
2,25
1,2
9,81
5
2,33
1,5
13,89
5
●
2,01
Sales point
1,77
5
5
●
D
D
5
goal
Ukuran tempat meletakan lampu
Ukuran roda
Variasi bentuk meja
Bentuk tata letak fitur
Variasi tambahan bahan meja
Ukuran tempat meletakan handycam Bentuk tempat meletakan handycam
● ●
D
3,77 2,66
● ● ●
● ● ●
● ● ● ● ●
3,88
D
●
●
3,46
2,95
D
●
● ●
● ●
3,98
D
↑
D
● ● ● ● ● ●
3,63
●
● Ukuran box
● ● ● ● ●
4,41
kehandalan
Kinerja baik
●
4,39
↑ ↑ ↑ ↓ ↓
Normalized raw weight (%)
4,49
Meja memiliki ketahanan yang lama (masa pakai yang lama)
apabila
Raw weight
Fungsi utama membantu dalam pelaksanaan praktikum pengukuran waktu kerja
Tinggi meja yang sesuai untuk pengguna Box tempat menyimpan parts yang mudah dijangkau
Ukuran laci atau lemari kecil
Kinerja
kesesuian dengan spesifikasi
Bentuk pijakan kaki
Customer requirements
↑ ↑ ↑ Variasi fitur tambahan
↑ ↑ ↑ ↑
Technical requirements
Bentuk laci atau lemari kecil
keduanya (nilai 1)
ketahanan
●
●
= menunjukan hubungan yang sedang (nilai 6) = menunjukan hubungan yang lemah antara
●
= menunjukan hubungan yang kuat (nilai 9)
* D
ini diberikan pada kebutuhan teknik yang
=simbol ini diberikan pada kebutuhan teknik yang akan meningkatkan kepuasan konsumen apabila terdapat pada target atau jangkauan nilai tertentu.
●
●
simbol
akan meningkatkan kepuasan konsumen kurang atau dapat diartikan diturunkan.
○
Improvement ratio
= korelasi sedang negatif
Warna meja
= korelasi kuat negatif
D
●
= korelasi kuat positif = korelasi sedang positif
▲
● ●
● ○
Bentuk box
b) Hasil Pengolahan Kuisioner awal Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner awal maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengikuti kuisioner adalah pria sebanyak 32 responden atau 78,05% sedangkan wanita sebanyak 9 responden atau 21,95%. Mahasiswa yang diambil sampel berasal dari Program Studi Teknik Industri Universitas Tanjungpura dengan syarat telah mengikuti mata kuliah praktikum analisis peracangan kerja yaitu angkatan 2008 sebanyak 9 orang atau 21,95%, angkatan 2009 sebanyak 17 orang atau 41,46% dan angkatan 2010 sebanyak 15 orang atau 36,59%. Responden yang sudah melaksanakan praktikum pengukuran waktu kerja pada penelitian ini berjumlah 41 orang atau 100% yang berarti semua sampel dapat memenuhi syarat sebagai responden penelitian. Pendapat responden mengenai perlu atau tidak menggunakan meja tata cara kerja untuk merakit benda kerja dalam pelaksanaan praktikum pengukuran kerja yaitu sebanyak 41 orang responden atau 100% berpendapat perlu. Persepsi responden terhadap meja tata cara kerja yang selama ini digunakan dalam proses praktikum adalah tidak memadai sebanyak 31 responden atau 75,61%, memadai sebanyak 9 responden atau 21,95%, dan sangat memadai sebanyak 1 responden atau 2,44%. Kekurangan yang terdapat pada meja tata cara kerja yang sudah ada adalah ukuran tinggi meja yang terlalu tinggi sebanyak 26 responden atau 63,41% dan terlalu rendah 8 responden atau 19,51%. Sedangkan yang berpendapat ukuran tinggi meja sedang sebanyak 2 responden atau 4,88%. Mengeluhkan tidak adanya tempat untuk menyimpan parts benda kerja sebanyak 37 responden atau 90,24%. Susah dalam menjangkau parts benda kerja sebanyak 16 responden atau 39,02% mengeluhkan perlu adanya perbaikan. Begitu pula dalam hal penerangan diatas meja tata cara kerja ketika sedang merakit benda kerja sebanyak 23 responden atau 56,10% mengeluhkan perbaikan penerangan. Tidak adanya pijakan kaki pada meja tata cara kerja yang sudah ada dikeluhkan oleh 20 responden atau sebanyak 48,78%. Jenis bahan pembuat meja tata cara kerja sebanyak 11 responden atau 26,83% perlu adanya perbaikan. Responden sebanyak 14 orang atau 34,15% mengeluhkan estetika bentuk meja tata cara kerja yang dapat berguna untuk mempermudah dalam proses perakitan benda kerja. Kekurangan yang terdapat pada meja tata cara kerja yang sudah ada dirasakan perlu adanya pengembangan dan perbaikan meja tata cara kerja diinginkan oleh 41 responden atau 100% agar fungsi utama meja untuk membantu dalam proses praktikum pengukuran waktu kerja menjadi lebih baik. Dalam hal ini, pengembangan
Bentuk meja
41 (dibulatkan ke atas)
Ukuran meja
n = 40,47
Jenis bahan meja
α
maupun perbaikan yang perlu dilakukan adalah ukuran tinggi meja oleh 32 responden atau 78,05%. Sebanyak 38 responden atau 92,68% menginginkan adanya pengembangan agar disediakannya tempat khusus untuk menyimpan parts benda kerja di atas meja tata cara kerja baru. Perbaikan juga diharapkan responden sebanyak 20 orang atau 48,78% untuk jarak dalm menjangkau parts benda kerja yang selama ini dirasakan tidak sesuai. Perbaikan penerangan diatas meja tata cara kerja dirasa perlu oleh 24 responden atau 58,53%. Sementara responden sebanyak 21 orang atau 51,22% menginginkan adanya tempat pijakan kaki. Bahan pembuat meja tata cara kerja juga dirasakan perlu adanya perbaikan agar lebih baik. Bentuk estetika meja tata cara kerja perlu adanya pengembangan atau inovasi baru agar menjadi lebih ergonomis diinginkan oleh 10 responden atau 24,39%. Kelebihan lain ataupun fitur baru yang diinginkan yang terdapat pada meja tata cara kerja adalah adanya penambahan lampu untuk penerangan sebanyak 27 responden atau 65,85%, tempat meletakan handycam agar proses perakitan dapat direkam utnuk dievaluasi sebanyak 33 responden atau 80,49%, penambahan box khusus tempat meletakan parts benda kerja diinginkan oleh 10 responden atau 24,39%, penambahan laci pada meja tata cara kerja untuk menaruh barang sebanyak 4 responden atau 9,75%, penambahan tempat pijakan kaki diperlukan oleh 5 responden atau 12,20%.
Customer importance
jumlah populasi 68 orang, maka akan didapat nilai n yaitu:
3,6
13
10,5
5,2
6,1
7,4
5
2,8
3,2
4,9
4,6
10,02
12,6
4,1
1,82
0,9
4,2
Urutan prioritas
13
1
3
7
6
5
8
15
14
9
10
4
2
12
16
17
11
7,92 3,38
2,18
1,2
12,68
7,23
5
2,20
1,5
9,92
5,65
5
1,88
1
5
2,85
1
83,06 94,37 145,7 134,4 295,08 372,1 120,5 53,56 28,13 122,5
Relative importance (%)
5,59
5,93
5
Gambar 2. House of Quality Meja Tata Cara Kerja
e) Pengolahan Data Antropometri Data antropometri yang telah dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan rancang bangun meja tata cara kerja. Data antropometri diambil sebanyak 62 sampel dari total 68 orang populasi. Pengolahan data antropometri meliputi uji kecukupan data, uji keseragaman data dan perhitungan persentil. 1. Uji kecukupan data Tabel 2. Hasil Uji Kecukupan Data Dimensi tubuh N N’ Kesimpulan Tinggi siku duduk 62 40,76 cukup Tinggi lulut duduk 62 39,59 cukup Rentangan tangan 62 26,62 cukup Jangkauan tangan 62 9,24 cukup ke depan Lebar tangan 62 13,70 cukup Pangkal ke tangan 62 18,83 cukup Tinggi jangkauan 62 48,06 cukup tangan ke atas menggenggam duduk Tinggi mata duduk 62 7,6 cukup Lebar bahu 62 34,79 cukup Panjang jari tengah 62 18,30 cukup
2. Uji Keseragaman Data Tabel 3. Hasil Uji Keseragaman Data
3. Perhitungan Persentil Tabel 4. Hasil Perhitungan Persentil Dimensi tubuh Persentil (cm) 5 – th
50 – th
95 – th
Tinggi siku duduk
17,47
23,85
29,94
Tinggi lutut duduk
40,86
47,55
54,23
Rentangan tangan
149
163,87
178,73
Jangkauan tangan ke depan Lebar tangan
66,13
75,89
85,65
7,59
9,01
10,43
Pangkal ke tangan
7,81
9,57
11,32
Tinggi jangkauan tangan ke atas duduk Tinggi mata duduk
188,18
206,2
223,85
66,46
73,18
79,89
Lebar bahu
30,10
40,11
50,12
Panjang jari tengah
6,39
7,44
8,49
f) Penentuan Ukuran Meja Tata Cara Kerja Aplikasi data Antropometri yang diperlukan dalam perancangan meja tata cara kerja adalah sebagai berikut : 1. Ketinggian meja tata cara kerja menggunakan ukuran dimensi tubuh tinggi siku duduk ditambah dengan tinggi lutut duduk ukuran persentil yang digunakan adalah p50 – th yaitu 71,4 cm dibulatkan menjadi 72 cm. 2. Lebar meja tata cara kerja menggunakan ukuran dimensi tubuh jangkauan tangan ke depan dikurangi dengan pangkal ke tangan ukuran persentil yang digunakan adalah p50 – th yaitu 66,32 cm dibulatkan menjadi 67 cm. 3. Panjang meja tata cara kerja menggunakan ukuran dimensi tubuh rentangan tangan ukuran persentil yang digunakan adalah p5 – th yaitu 149 cm. 4. Lebar box menggunakan ukuran dimensi tubuh pangkal ke tangan di tambah panjang jari tengah ukuran persentil yang digunakan adalah p95 – th yaitu 19,81 cm dibulatkan menjadi 20 cm. 5. Panjang box menggunakan ukuran dimensi tubuh lebar tangan ukuran persentil yang digunakan adalah p95 – th yaitu 10,43 cm dibulatkan menjadi 11 cm. 6. Tinggi tempat untuk meletakkan handycam dari permukaan meja menggunakan ukuran dimensi tubuh jangkauan tangan ke atas kurangi dengan ukuran ketinggian meja dikurangi ukuran pangkal telapak tangan ditambah panjang jari tengah ukuran persentil yang digunakan adalah p5 – th yaitu 101,98 cm dibulatkan menjadi 102 cm. 7. Panjang meja tengah menggunakan ukuran dimensi tubuh lebar bahu ukuran persentil yang digunakan adalah p95 – th yaitu 50,12 cm dibulatkan menjadi 51 cm. 8. Tinggi tempat untuk meletakkan lampu menggunakan ukuran dimensi tubuh tinggi mata duduk ukuran persentil yang digunakan adalah p5 – th yaitu 66,46 cm dibulatkan menjadi 67 cm. g) Perbandingan Spesifikasi Meja Tata Cara Kerja yang Lama dan Meja Tata Cara Kerja yang Baru Setelah meja tata cara kerja hasil perancangan selesai dibuat maka dilakukan perbandingan spesifikasi terhadap meja tata cara kerja yang lama. Perbandingan spesifikasi antara meja tata cara kerja yang baru hasil rancangan dan meja tata cara kerja yang lama. Tabel 5. Perbandingan Spesifikasi Meja Tata Cara Kerja Yang Lama Dan Yang Baru Hasil Perancangan No. Spesifikasi Meja tata Meja tata cara kerja cara kerja yang lama yang baru 1. Ukuran tinggi meja 80 cm 72 cm 2. Ukuran lebar meja 80 cm 67 cm 3. Ukuran panjang meja 140 cm 149 cm 4. Tempat pijakan kaki Tidak ada ada adjustable 5. Meja untuk tempat Tidak ada ada merakit adjustable 6. Box tempat meletakkan Tidak ada ada parts benda kerja 7. Laci dan lemari Tidak ada ada 8. Fitur tambahan tempat Tidak ada ada
9.
meletakkan handycam adjustable Fitur tambahan tempat meletakkan lampu adjustable
Tidak ada
pengukuran waktu kerja pada Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan ergonomi Prodi Teknik Industri Universitas Tanjungpura.
ada
4. Kesimpulan Setelah melakukan pengamatan, penyebaran kuisioner kebutuhan pengguna, kuisioner kepuasan terhadap meja lama, analisa kebutuhan pengguna, analisa kebutuhan teknik, perhitungan antropometri dimensi tubuh, dan analisa keseluruhan, maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Hasil pengamatan dan penyebaran kuisioner dapat disimpulkan bahwa meja lama kurang ergonomis karena terdapat beberapa keluhan dari responden seperti meja yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, tidak ada tempat penyimpanan parts benda kerja, penerangan yang kurang ketika merakit benda kerja dan ukuran lebar meja yang tidak sesuai sehingga menyebabkan pengguna atau praktikan susah dalam menjangkau parts-parts benda kerja. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perancangan meja tata cara kerja yang baru untuk mendukung proses praktikum pengukuran waktu kerja. 2. Penggunaan metode QFD (Quality Function Deployment) dalam proses perancangan meja tata cara kerja sangat dibutuhkan untuk mengetahui tingkat prioritas atribut kebutuhan teknik yang akan dimasukan dalam perancangan. QFD dalam prosesnya menggunakan alat House of Quality (HoQ). Kebutuhan teknik berdasarkan urutan prioritas dari yang pertama sampai yang terakhir adalah bentuk meja, variasi bentuk meja, ukuran meja, bentuk tata letak fitur, variasi fitur tambahan, ukuran box, bentuk box, bentuk pijakan kaki, ukuran tempat meletakan handycam, bentuk tempat meletakan handycam, ukuran tempat meletakan lampu, variasi tambahan bahan meja, jenis bahan meja, ukuran laci atau lemari kecil, bentuk laci atau lemari kecil, ukuran roda, warna meja. 3. Penggunaan data antropometri dimensi tubuh mahasiswa sangat dibutuhkan karena akan menjadi dasar atau acuan dalam penentuan ukuran yang diaplikasikan pada perancangan meja tata cara kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh mahasiswa. Data antropometri dimensi tubuh mahasiswa yang digunakan dalam perancangan ada 10 yaitu tinggi siku duduk, tinggi lutut duduk, rentangan tangan, jangkauan tangan ke depan, lebar tangan, pangkal ke tangan, tinggi jangkauan tangan ke atas duduk, tinggi mata duduk, lebar bahu, panjang jari tengah. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode QFD (Quality Function Deployment) dan analisa data antropometri serta pertimbangan mengenai penentuan ukuran yang akan digunakan, maka dapat diperoleh suatu rancangan meja tata cara kerja. 4. Menghasilkan sebuah meja tata cara kerja yang sesuai dengan rancangan yang telah dilakukan sebelumnya. Meja ini ditujukan untuk membantu proses praktikum
Gambar 3. Meja Tata Cara Kerja Hasil Rancang Bangun Referensi [1]
Cohen, L. 1995. Quality Function Deployment : How make QFD Work for You, Adisson-Wesley Publishing Company: Massachusetts. [2] Cross, N. 1994. Engineering Design Method 2th, John Willey and Sons Inc: England. [3] Garvin A. David. 1987. Competiting on the eight dimensions of quality, Havard Business Review. [4] Ginting, R. 2010. Perancangan Produk, Graha Ilmu: Yogyakarta. [5] Nurmianto, E. 2008. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya: Jakarta. [6] Prakosa, Rudy Firman. 2010. Perbandingan Metode Rasional dengan Kreatif untuk Mendesain Alat Bantu Pasang Lampu, Thesis, Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. [7] Sutalaksana, Iftikar Z. 2012. Teknik Perancangan Sistem Kerja, Institut Teknologi Bandung: Bandung. [8] Tarwaka, Bakri. S, Sudiajeng. L, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, UNIBA press: Surakarta. [9] Ulrich, Karl T. dan Eppinger, Steven D. 2000. Product Design and Development, Irwin McGraw-Hill Co: Boston. [10] Wignjosoebroto, S. 2008. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya: Jakarta.
Biografi Erik Ferdian Raymundus lahir di Ketapang pada tanggal 6 Januari 1990. Anak ke-empat dari Bapak Krisantus dan Ibu Yuliana Anem. Penulis memulai pendidikan dasar di SD USABA, Ketapang dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SLTP St. Albertus, Ketapang lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA St. Paulus, Pontianak dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun 2008 di Universitas Tanjungpura, pada program studi Teknik Industri, jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik sampai pada tahun 2013 mendapatkan gelar Sarjana Teknik.