ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI KEPADA PERUSAHAAN NEGARA DAN PERUSAHAAN SWASTA PADA PT. PIPA MAS PUTIH Devi Mayangsarie Binus University, Jalan Kemandoran Pluis No.21, 085711142199,
[email protected] Hanggoro Pamungkas., Drs., M.Sc.
Abstrak PT. Pipa Mas Putih bergerak dibidang industri pengadaan barang dimana PT. Pipa Mas Putih menyediakan pipa berteknogi tinggi untuk menunjang industri besar industri perminyakan (KPS Migas (kontraktor Production sharing Minyak dan Gas)) maupun perusahaan industri lainnya. Penulis ingin mengetahui bagaimana perlakuan PPN yang membedakan perusahaan Negara dengan perusahaan Swasta. Serta bagaimana aspek PPN dan terkait dengan perhitungan dan pelaporan PPN terutama pada setiap transaksi yang mengandung PPN. Penelitian ini bertujuan memberikan manfaat untuk perusahaan dalam melakukan evaluasi perhitungan dan pelaporan PPN, Pengisian SPT Masa PPN serta cara menyetorkan dan melaporkan pajak terutangnya. Hasil penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan antara perusahaan yang dimiliki oleh negara atau yang berstatuskan pemungut dengan perusahaan yang dimiliki swasta yang berstatuskan PKP. Hasil temuan adanya Faktur Pajak Keluaran yang dikatagorikan sebagai Faktur Pajak cacat karna identitas pembeli yang tidak lengkap. selain itu analisa pencatatan dan perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang ada di perusahaan. Diketahui bahwa perusahaan sering terjadi telat setor dan telat lapor, perusahaan masih belum mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku. terdapat pula permasalah dalam Fasilitas Pajak yakni ketidak lengkapan dari dokumen terkait dengan penyerahan di Pulau Batam baik penyerahan untuk dalam maupun luar negeri. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa PT. Pipa Mas Putih memiliki beberapa kendala dalam pemenuhan atas kewajiban perpajakannya. Baik dari pembuatan Faktur Pajak, Penyetoran dan Pelaporan, hal tersebut memiliki dampak negatif dalam aspek perpajakannya. Saran penulis adalah melakukan optimalisasi terhadap aspek tersebut dengan cara melakukan pemeriksaan ulang dan mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku dan memperbarui informasi tentang perpajakan. Kata Kunci: Pajak Pertambahan Nilai, Pemungut, Kewajiban PKP dalam PPN.
Abstrack PT. Pipa Mas Putih moves in the field Pipe Mas industry procurement of goods where pt. White plumbing Pipe Mas provides high berteknogi to bolster big industry petroleum industry (oil & gas KPS (Production sharing contractors, oil and Gas)) as well as other industrial companies. The author would like to learn more about how VAT treatment that distinguishes State companies with private companies. As well as how aspects of VAT and related to the calculation and reporting of VAT mainly on every transaction that contain VAT. This research aims to provide benefits to the company in carrying out an evaluation of the
calculation and reporting of VAT, VAT and Charging The way SPT deposit and report taxes payable. Results of research conducted there is a difference between a company owned by the State or who is a collector with a private-owned company which is a PKP (Taxable Entrepreneur). Results of the output that is found on the Invoicing Taxes as a tax receipt identifying the defect karna buyer is not complete. Besides recording analysis and calculation of the Input Tax and Output Tax on the company. It is known that the company often occur late in the remittance and the late report, companies are still not following the conditions of taxation in force. There is also the problem of operational Facilities of the Tax documents related to a submission on the island of Batam to surrender both within and outside the country. It is known that the company often occur late remittance and late reporting, companies are still not following the conditions of taxation in force. There is also the problem of operational Facilities of the Tax documents related to a submission on the island of Batam to surrender both within and outside the country. Of research results can be inferred that PT. Pipe White has some constraints of Mas in fulfillment of obligations of the taxation. Both the creation of Invoices, Tax reporting and Remittance, it would have a negative impact in the taxation aspect. The author's suggestion is to do the optimization of these aspects by re-examination and follow rules of taxation policies and update information about taxation. Keyword: value added tax, Tax Liabilities, PKP (Taxable Entrepreneur) in VAT.
PENDAHULUAN
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mendominasi dalam APBN. Salah astu jenis pajak yang memberikan kontribusi yang cukup besar adalah Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas kegiatan konsumsi yang bersifat objektif dan tidak langsung dimana dalam pembebannya dapat dilimpahkan ke orang lain dan terkait dengan kegiatan dari produsen ke konsumen. Dalam perlakuan Pajak Pertambahan Nilai memiliki perbedaan antara perusahaan negara dan perusahaan swasta. Hal ini berlandasakan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 563/PMK.03/2003, tentang 4 (empat) instansi yang ditunjuk sebagai pemungut yakni, Instansi Pemerintah, Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, Perbendaharaan Pemerintah Pusat dan Daerah, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil Perminyakan atau yang sering disebut KPS Migas. PT. Pipa Mas Putih yang bergerak dibidang pengadaan barang industri KPS Migas dalam penyediaan pipa saringan untuk perusahaan KPS Migas dan perusahaan lain. Karena hal tersebut PT. Pipa Mas Putih dapat dikatagorikan sebagai Rekanan dari salah satu pemungut yakni KPS Migas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perlakuan Pajak Pertambahan Nilai antara perusahaan negara yang berstatuskan sebagai pemungut dan perusahaan swasta yang berstatuskan non pemungut, melakukan evaluasi terhadap kewajiban PT. Pipa Mas Putih dalam PPN yakni, Menghitung, Menyetor dan Melapor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, Pemanfaatan Fasilitas Pajak yang dimiliki oleh PT. Pipa Mas Putih yang memiliki cabang di Batam yang berdasarkan peraturan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan 45/ PJ/2009 tentang Fasilitas Pajak dibebaskan pada Pulau Batam.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik penelitian yakni penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara melakukan observasi langung, wawancara, kemudian di dokumentasikan dan dilakukan konfirmasi kepada bagian terkait atas kebenaran data yang telah didapat dan dilakukan analisis setelah proses analisis telah selesai maka data tersebut disajikan kembali berserta dengan hasil analisis yang dilakukan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah riset eksploratoris yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan, wawasan, pengetahuan, ide, gagasan, pemahaman sebagai upaya untuk merumuskan dan mendefinisikan masalah pada PT. Pipa Mas Putih. Dimensi waktu penelitan dengan melibatkan urutan waktu 2008, 2009 dan 2010 ( Time Series ). Data yang dikumpulkan secara primer berupa arsip, dokumen yang ada di perusahaan. Data yang disajikan dalam bentuk tabulasi agar mempermudah dalam pemahaman data yang telah dianalisis.
PEMBAHASAN
1. Analisis Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Antara Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dan Perusahaan Swasta. Pada dasarnya perlakuan untuk Pajak Pertambahan Nilai kepada setiap perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama menyetorkannya ke Kas Negara namun terdapat perbedaan dalam beberapa perlakuan terhadap aspek yang memberikan perbedaan kepada perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan perusahan yang dimiliki oleh perusahaan swasta. PT. Pipa Mas Putih yang bergerak diindustri pengadaan barang untuk industri, seperti Industri pengadaan barang perminyakan dimana salah satu rekannya adalah Pertamina EP, Chevron dan KPS Migas lainnya atau perusahaan industri lainnya yang membutuhkan pipa saluran yang berukuran besar dan berteknologi tinggi untuk mendukung kegiatan usaha perusahaan tersebut dimana didalam setiap penyerahan barang yang dilakukan mengandung Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetorkan ke Kas Negara berdasarkan S-348/PJ.03/2005 dijelaskan Pertamina merupakan Industri Pertambangan yang mengikuti PMK Nomor 11/PMK.03/2005, yang mana harus menyetor, memungut dan melaporkan sesuai dengan UU No.18 pasal 1 angka 27 . Berdasarkan Analisis yang diakukan dalam PT. Pipa Mas Putih mengenai perbedaan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai antara perusahaan yang kepemilikannya milik negara dan perusahaan yang kepemilikannya adalah milik swasta sebagai berikut.
Tabel 1. Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dengan Perusahaan Milik Swasta.
Keterangan Sistem Pemungutan
Peraturan
Birokrasi
Perusahaan Milik Negara (Pemungut) Perusahaan Milik Swasta Dipungut oleh perusahaan perusahaan Dipungut oleh PKP yang yang telah dikukukan sebagai melakukan penyerahaan Barang pemungut atau milik negara. Kena Pajak. Dipungut oleh (Pertamina EP, Chevron). perusahaan (PT. Pipa Mas Putih). • Undang- Undang Nomor 18 • Diatur dalam Undang- Undang tahun 2000 PPN. Nomor 18 tahun 2000 PPN. • Perubahan ketiga Undang• Perubahan ketiga UndangUndang No 42 Tahun 2009 PPN Undang Nomor 42 Tahun 2009 PPN • PMK Nomor11/PMK.03/2005. • PMK Nomor 73/PMK.03/2005 Sebagian besar perusahaan • Diatur dalam Perpres Nomor 54 melakukan proses birokrasi dalam tahun 2010. pembayaran tiap transaksi dengan • Diatur dalam Peraturan Menteri • Menerbitkan formulir KeuanganNo.134/PMK.06/2005 pembelian dan penjualan tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran • Penerbitan invoice dan Pendapatan dan Belanja Negara
• 170/PMK.05/2010 Tentang Penyelesaian Tagihan Atas BebanAnggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja. Pembuatan Faktur Pajak
Pembuatan Faktur Pajak pada perusahaan Rekanan Pemerintah atau kepada Rekanan perusahaan yangn telah dikukuhakan sebagai pemotong diatur dalam -PMK Nomor 11/PMK. 03/2005 Pasal 5 ayat 1, Pasal 2 - PMK Nomor. 73/PMK.03/2010 Pembuatan Faktur Pajak diataur dalam pasal 6 (mengikuti mekanisme umum) Status Pengusaha Pemungut Tarif 10% Kode Transaksi 03 Sumber : Data diolah dari literatur
• Faktur pajak Hal tersebut dilakukan dengan bagian- bagian yang saling terkait dalam satu perusahaan. Pembuatan faktur pajak mengikuti mekanisme umum yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
Pengusaha Kena Pajak Biasa 10% 01
2. Analisis Pemungutan Pajak Masukan Dalam Pajak Pertambahan Nilai terdapat aspek Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Pajak Masukan yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. “Pajak Masukan ialah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak”. (Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 pasal 1 ayat 24). Hasil analisis Pajak Keluaran yang diperhitungkan dan Pajak Masukan pada PT. Pipa Mas Putih selama tahun 2008, 2009 dan 2010. Tabel 2. Pajak Keluaran yang diperhitungkan dan Pajak Masukan pada PT. Pipa Mas Putih selama tahun 2008, 2009 dan 2010. Tahun
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
Kompensasi
Kurang/Lebih Bayar
2008
Rp257.104.423
Rp196.904.557
Rp19.912.184
Rp40.287.862
2009
Rp437.863.749
Rp244.856.035
Rp95.621.434
Rp97.386.280
2010
Rp348.966.393
Rp213.985.379
Rp231.073.924
(Rp96.092.910)
Sumber: Data Diolah dari rekapitulasi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Berdasarkan hasil analisa kondisi Wajib Pajak terakhir dimana Pajak Keluaran yang diperhitungkan PT. Pipa Mas Putih pada tahun 2008 jumlahnya lebih kecil dari Pajak Keluaran yang diperhitungkan pada tahun 2009 sebesar Rp257.104.423, hal ini dikarnakan PT. Pipa Mas Putih belum melakukan sentralisasi pada tempat pajak terutang sehingga pajak keluaran yang diperhitungkan hanya yang berada diJakarta, Pajak Masukan yang ada pada PT. Pipa Mas Putih pada tahun 2008 jumlahnya sebesar Rp196.904.557. Pada Tahun 2009 jumlah Pajak Keluaran yang diperhitungkan jumlahnya sebesar Rp437.863.749 jumlah ini lebih besar dari tahun sebelumnya karena pada tahun ini tepatnya bulan Febuari 2009 dilakukannya
sentralisasi Tempat Pajak Terutang dan untuk Pajak Masukan pada Tahun 2009 sebesar Rp244.856.035. Jumlah tersebut lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 Wajib Pajak memiliki Pajak Keluaran yang diperhitungkan sebesar Rp348.966.393 jumlah tersebut lebih kecil dikarnakan adanya Fasilitas Pajak Dibebaskan sehingga mempengaruhi jumlah Pajak Keluaran yang diperhitungkan pada Wajib Pajak. Dan Pajak Masukan pada tahun tersebut sebesar Rp213.985.379 jumlah tersebut lebih sedikit dari tahun 2009 hal ini dikarnakan Wajib Pajak juga melakukan pembelian Barang Kena Pajak dengan memanfaatkan Fasilitas Pajak dibebaskan pada cabang Wajib Pajak di Pulau Batam Jurnal yang digunakan dalam transaksi yang dilakukan atas Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. Pipa Mas Putih adalah sebagai berikut: Jurnal Transaksi Perolehan Dr. Pembelian
Rp.xxx
Dr. Pajak Masukan
Rp.xxx
Cr. Hutang Pajak
Rp.xxx
Jurnal Transaksi Penyerahan (Dengan Pemungut) Dr. Piutang Dagang
Rp.xxx
Cr. Penjualan
Rp.xxx
Jurnal Transaksi Penyerahan (Dengan Non Pemungut) Dr. Piutang Dagang
Rp.xxx
Cr. Penjualan
Rp.xxx
Cr. Pajak Keluaran
Rp.xxx
Jurnal Lebih Bayar Dr. Pajak Keluaran
Rp.xxx
Dr. Lebih Bayar
Rp.xxx
Cr. Pajak Masukan
Rp.xxx
Jurnal Kurang Bayar Dr. Pajak Keluaran
Rp.xxx
Cr. Kurang Bayar
Rp.xxx
Cr. Pajak Masukan
Rp.xxx
3. Analisis Pajak Keluaran Selain Pajak Masukan terdapat Pajak Keluaran yang merupakan salah satu aspek penting dalam Pajak Pertambahan Nilai dimana Pajak Keluaran itu sendiri timbul karena adanya transaksi penjualan. “Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak (UndangUndang No. 42 Tahun 2010 pasal 1 ayat 25).” Analisis yang digunakan untuk Pajak Keluaran adalah ekualisasi antara saldo laporan laba rugi dan SPT PPh Badan dengan SPT Masa PPN yang dilaporkan setiap Bulannya. Hasil Analisis Ekualisasi Tahun 2008 Ekspor Jumlah penyerahan yang dipungut sendiri Jumlah penyerahan yang di pungut oleh pemungut Jumlah penyerahan yang tidak dipungut PPN Jumlah PPN yang dibebaskan Jumlah seluruh penyerahan Selisih Jumlah Peredaran usaha di SPT PPh Penjualan Bersih Pada Laporan Laba Rugi
Rp 0 Rp2.554.165.241 Rp16.879.100 Rp. 0 Rp 0 Rp2.571.044.341 Rp58.035.291.942 Rp60.606.336.182 Rp60.606.336.182
Pada tahun 2008 nilai total penjualan bersih PT. Pipa Mas Putih pada Laporan Laba Rugi sebesar Rp60.606.336.182,- jumlah Peredaran Usaha berdasarkan SPT PPh Badan Rp60.606.336.182 (Lampiran I). Jumlah tersebut sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak selama tahun 2008. Pada tabel ekualisasi terlihat jumlah Pajak Keluaran yang jumlahnya lebih kecil dari pada jumlah seluruh penyerahan Hal ini terjadi dikarnakan: 1.
Belum tersentralisasinya kegiatan pada cabang-cabang PT. Pipa Mas Putih yakni cabang DuriDumai (kep. Riau) dan Batam, sehingga pencatatan pada transaksi penyerahan masih dihitung dan dilaporkan di tempat cabang berkedudukan. Sehingga yang diperhitungkan hanya kegiatan penyerahan yang terjadi di Jakarta. Dimana transaksi yang dilakukan pada cabang-cabang PT. Pipa Mas Putih: a) Jumlah penyerahan yang dilakukan di Duri-Dumai Rp3.693.244.820 b) Jumlah penyerahan yang dilakukan di Pulau Batam Rp49.924.327.274
2.
3.
Kegiatan dengan Pemungut, Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan dengan pemungut yang mana Pajak Pertambahan Nilainya disetorkan langsung oleh pemungut sehingga Pajak Keluaran tersebut tidak menjadi tanggungan PT. Pipa Mas Putih dalam penyetoran dan pelaporannya. Ekspor yang dilakukan dilakukan sebagaian besar di cabang-cabang sehingga salah satu penyebab terjadinya selisih dalam ekualisasi tahun 2008. Jumlah ekspor yang dilakukan selama tahun 2008 sebesar Rp.6.988.784.082.
Hasil Analisis Ekualisasi Tahun 2009 Ekspor Jumlah penyerahan yang dipungut sendiri Jumlah penyerahan yang di pungut oleh pemungut Jumlah penyerahan yang tidak dipungut PPN Jumlah PPN yang dibebaskan Jumlah seluruh penyerahan Jumlah penyerahan dan ekspor
Rp7.031.553.449 Rp4.378.637.804 Rp161.781.806.055 Rp4.541.404.428 Rp. 0 Rp177.733.401.736 Rp177.733.401.736
Selisih Jumlah Peredaran usaha di SPT PPh Penjualan Bersih Pada Laporan Laba Rugi
Rp1.927.918.918 Rp179.661260.451, Rp179.661260.451,
Pada tahun 2009 berdasarkan hasil evaluasi dari akumulasi SPT Masa PPN (jumlah seluruh Penyerahan (Induk 1107)) sebesar Rp177.733.401.736,- yang mana memiliki selisih sebesar Rp1.927.918.918 dari Nilai total penjualan bersih Wajib Pajak pada Laporan Laba Rugi sebesar Rp179.661260.451,- dan jumlah Peredaran Usaha berdasarkan SPT PPh Badan Rp179.661260.451,(Lampiran I). Selisih tersebut tejadi disebabkan karena : 1.
2.
Pada bulan Januari masih belum dilakukan sentralisasi pada tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak baru melakukan Sentralisasi untuk tempat pajak terutang pada bulan Febuari 2009 sehingga didapatkan selisih yang mana jumlah tersebut didapat dari transaksi yang dilakukan Duri-Dumai dan Batam baik penyerahan yang dilakukan dengan perusahaan biasa atau perusahaan yang bertstatuskan sebagai pemungut. a) Jumlah transaksi yang terjadi di Duri-Dumai sebesar Rp614.067.076 b) Jumlah transaksi di Batam sebesar Rp1.313.791.755 Pada bulan Januari tidak terdapatnya jumlah ekspor yang dilakukan oleh perusahaan sehingga terjadi selisih dimana jumlah ekspor pada bulan januari sebesar Rp153.531.900. Jumlah tersebut telah diakumulasikan dalam jumlah transaksi.
Hasil Analisis Ekualisasi Tahun 2010 Ekspor Jumlah Penyerahan yang PPN-nya diPungut Sendiri Jumlah Penyerahan yang PPN-nya Dipungut Pemungut Jumlah seluruh penyerahan Penyerahan yang PPN-Nya dibebaskan dari pengenaan PPN Jumlah Peredaran usaha di SPT PPh Penjualan Bersih Pada Laporan Laba Rugi
Rp7.386.769.996 Rp3.318.031.776 Rp70.665.953.898 Rp70.665.953.628 Rp51.881.318.628 Rp122.547.272.525 Rp122.547.272.525
Dari hasil analisis tersebut PT. Pipa Mas Putih memiliki jumlah penyerahan selama tahun 2010 sebesar Rp70.665.953.898,- jumlah tersebut merupakan jumlah penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak mendapatkan Fasilitas Pajak. Namun berdasarkan pencatatan diketahui terdapat penyerahan barang yang mendapatkan Fasilitas Pajak dibebaskan sesuai dengan PMK-45/PJ./2009 dan penyerahan tersebut tidak tercatat dalam SPT Masa PPN karena tidak diterbitkannya Faktur Pajak. Namun perusahaan melakukan pencatatan agar sesuai dengan penjualan yang dilakukan Wajib Pajak selama Tahun 2010. Jumlah penyerahan yang mendapatkan Fasilitas Pajak sebesar Rp51.881.318.628,- sehingga ketika dilakukan penjumlahan sebesar Rp122.547.272.525,- Selain itu jumlah Penjualan Bersih Wajib Pajak selama tahun 2010 berdasarkan Laporan Keuangan, yakni laporan laba rugi sebesar Rp122.547.272.525 dan jumlah saldo Peredaran Usaha dalam SPT PPh Tahunan Badan Tahun 2010 sebesa Rp122.547.272.525. PT. Pipa Mas Putih merupakan perusahaan industri manufaktur dimana produk yang dihasilkan merupakan produk yang digunakan di industri pembangunan maupun industri perminyakan. Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan dengan perusahaan industri perusahaan perusahaan yang ada di dalam maupun luar negeri. Salah satu konsumen yang sering melakukan kegiatan penyerahaan dengan Wajib Pajak adalah Pertamina, Chevron serta perusahaan minyak lainnya yang menggunakan pipa-pipa besar untuk itu Wajib Pajak dapat dikatakan sebagai perusahaan rekanan pemungut. Peraturan pelaksanaan yang mendasari instansi dan badan-badan tertentu sebagai pemungut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1289/KMK.04/1988. Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1988. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.04/2000. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 549/KMK.04/2000. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005.
7. 8.
Surat Direktur Jendral Pajak Nomor S-348/PJ.322/2005 Peraturan Meteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan penunjukan badan-badan tertentu sebagai pemungut maka Wajib Pajak melakukan mekanisme yang beda dengan kegiatan penyerahan dengan perusahaan biasa. Sesuai dengan PMK Nomor 11/PMK. 03/2005 yang telah di ubah menjadi PMK Nomor 73/PMK.03/2010. Ketika Wajib Pajak Melakukan kegiatan penyerahan dengan Pemungut maka Pajak Pertambahan Nilai yang terkandung dalam kegiatan penyerahan harus dipungut oleh pemungut dan disetorkan oleh pemungut.
4. Analisis Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN Dari hasil analisis yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat bahwa SPT Masa PPN JanuariDesember tahun 2008, 2009 dan 2010 Wajib Pajak tidak melaporkan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambatlambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir , sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai paling lambat disampaikan akhir bulan berikutnya setelah berakhirya Masa Pajak. Karna PT. Pipa Mas Putih tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Yang berlaku untuk melaporkan SPT Masa PPN sesuai dengan waktu yang telah ditentukan Berdasarkan Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 7 ayat 1, “Apabila Pengusaha Kena Pajak terlambat dalam melakukan Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maka akan dikenai sanksi sebesar Rp500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).” Akibat dari keterlambatan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai maka Wajib Pajak mendapatkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) untuk satu Masa Pajak dikalikan jumlah masa pajak telat lapor maksimal selama 24 bulan. Sebagai contoh pada bulan Juni 2008 Wajib Pajak terlambat melaporkan SPT Masa PPN. Kemudian disampaikan pada tanggal 16 September 2008. Maka perhitungan sanksi administratifnya sebesar Rp500.000 x 3 bulan = Rp1.500.000,Sanksi keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan akan disajikan dalam bentuk tabel pembayaran sanksi telat lapor Wajib Pajak untuk masa Januari sampai dengan Desember tahun terkait.
5. Analisis Uji Kepatuhan Pembuatan Faktur Pajak Pembuatan Faktur Pajak Yang dilakukan oleh PT. Pipa Mas Putih telah sesuai dengan Ketentuan dan perundang-undangan dan selama 5 (lima) tahun terakhir telah dilakukan penertiban pembuatan Faktur Pajak Pada Wajib Pajak sehingga jarang sekali ditemui Faktur Pajak Cacat yang tidak bisa dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Namun dalam hasil analisis yang terdapat dalam Perusahaan dalam kondisi terakhir ditemukan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketetapan Undang-Undang, hal ini disebabkan lawan perusahaan dalam bertransaksi memiliki beberapa kelemahan seperti tidak memiliki NPWP atau identitas tidak lengkap, seperti: a.
b.
NPWP Pembeli Nama Pembeli Alamat Kode dan Nomor Seri Tanggal DPP Pajak Keluaran NPWP Pembeli Nama Pembeli Alamat Kode dan Nomor Seri
:? : CV. Indra Rahmat Buana : Jl. Raya Banjaran No.41 : 010.000.10.00000137 : 08 Oktober 2010 : Rp10.090.909 : Rp1.009.091 :? : CV. Indra Rahmat Buana : Jl. Raya Banjaran No.41 : 010.000.10.00000140
c.
Tanggal DPP Pajak Keluaran NPWP Pembeli Nama Pembeli Alamat Kode dan Nomor Seri Tanggal DPP Pajak Keluaran
: 20 Oktober 2010 : Rp9.090.909 : Rp909.091 :? : CV. Indra Rahmat Buana : Jl. Raya Banjaran No.41 : 010.000.10.00000142 : 21 Oktober 2010 : Rp46.204.546 : Rp4.620.454
Hal tersebut terjadi dikarnakan keterbatasan pengetahuan dari lawan transaksi sehingga terdapat Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan syarat formal yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Akibat dari kesalahan dalam pembuatan Faktur Pajak tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Hal tersebut diatur dalam padal 14 ayat (4) Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 yakni sanksi terhadap pembuatan Faktur Pajak yang tidak mengisi dengan lengkap.
6. Analisis Pemanfaatan Fasilitas Pajak PT. Pipa Mas Putih memiliki cabang di Pulau Batam yang memiliki Fasilitas Pajak tidak dipungut dan diubah menjadi Fasilitas Pajak dibebaskan berdasarkan peraturan-peraturan berikut: Peraturan terkait dengan Fasilitas Pajak Undang-Undang No 42 Tahun 2009 Pasal 16B (Fasilitas Pajak) PMK Nomor 16/PMK.03/2005 (kawasan berikat) PMK Nomor 01/PMK.011/2009 (kawasan berikat) KMK Nomor 583/KMK.03/2003 (kawasan berikat) KMK Nomor 393/KMK.03/2004 (kawasan berikat) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 (kawasan bebas) PMK Nomor 45/PMK.03/2009 (kawasan bebas) Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-37/PJ/2009 (kawasan bebas) Fasilitas Pajak terkait dengan Kawasan Berikat Pulau Batam yang diubah menjadi kawasan bebas memberikan keuntungan pada Wajib Pajak yakni dimana jika Wajib Pajak melakukan transaksi di Pulau Batam dibebaskan dari pengenaan PPN untuk kegiatan impor untuk perolehan barang mentah Wajib Pajak melakukan transaksi Impor atau perolehan dalam negeri dengan memanfaatkan Fasilitas Pajak, sehingga hal tersebut sering dijadikan sebagai pengolahan perpajakan untuk mengurangi pengenaan PPN pada Wajib Pajak. Setelah dilakukan pemaksimalan Fasilitas Pajak Wajib Pajak dapat menekan kerugian atas Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang yang seharusnya dibebankan kepada pembeli. Namun pada tanggal 1 April 2009 terkait dengan daerah kawasan berikat, yakni pulau Batam telah di cabut di gantikan sebagai kawasan yang memiliki fasilitas pajak DIBEBASKAN dimana hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 ini ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 tanggal 5 Maret 2009 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2009 tanggal 30 Maret 2009. Kedua Fasilitas tersebut memiliki pengaruh terhadap Pajak yang terutang Wajib Pajak dimana pengaruhnya sangat menguntungkan Wajib Pajak. Namun terdapat dampak negatif terkait dengan pemanfaatan Fasilitas Pajak pada PT. Pipa Mas Putih yakni, PT. Pipa Mas Putih sering melakukan impor barang jadi dan mendapatkan dokumen PIB (penyerahan Impor Barang) dimana Wajib Pajak sebagai Importir kemudian barang tersebut dijual kembali, dan Barang Kena Pajak tersebut jika keluar dari wilayah Pulau Batam harus melakukan pembayaran pajak ke Beacukai. Jika penyerahan barang dilakukan ke luar negeri yang termaksud dalam kegiatan ekspor dan jika penyerahan dilakukan ke dalam negeri yang termaksud dalam kegiatan impor dan memerlukan dokumen pendukung seperti PEB (penyerahan ekspor barang) dan PIB (penyerahan impor barang), namun konsumen sering melakukan penyerahan dan pengambilan Barang Kena Pajak langsung dari Pulau Batam dan konsumen tersebut seharusnya mengurus dokumen terkait dengan
kegiatan transaksi yang dilakukan baik kegiatan ekspor barang maupun impor barang, pada prakteknya customer tidak jarang menggunakan Provider (agen). Karena hal tersebut maka Wajib Pajak tidak menggunakan nama Company dalam kegiatan tersebut. Karena kelalaian dari petugas dan karyawan dari bagian pengeluaran barang dokumen terkait dengan kegiatan transaksi petugas tersebut hanya meminta tanda tangan dari agen saja bukan tanda tangan dari konsumen tersebut. Sehingga dokumen pendukung tidak dapat dilengkapi dikarnakan tidak adanya keterangan jelas dan tanda tangan dari customer yang sebenarnya, yang mana mereka bukanlah agen untuk transaksi tersebut. Akibat kelalaian tidak mengurus dokumen pengeluaran yang mana mereka menganggap telah mendapatkan Fasilitas Pajak. Hal ini menyebabkan Wajib Pajak tercatat sebagai importir dalam Beacukai sehingga dampak dari kejadian tersebut adalah Wajib Pajak yang telah melakukan perolehan BKP dengan cara Impor dan telah melakukan penyerahan yang mana penyerahan tersebut dilakukan di kawasan bebas Pulau Batam membuat Wajib Pajak hanya melakukan pemasukan barang jadi (BKP) dengan cara impor dan tidak melakukan penyerahan atas Barang Kena Pajak tersebut karena tidak tercatat di Beacukai pulau Batam sehingga perusahaan sering dijadikan objek pemeriksaan dari petugas pajak beacukai.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. 2.
3.
4. 5. 6.
7. 8.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas peredaran barang dan jasa dari keprodusen ke konsumen. Pada dasarnya perlakukan Pajak Pertambahan Nilai pada perusahaan semua sama. Namun terdapat perbedaan antara perusahaan yang dimilki pemerintah dan perusahaan yang miliki status pemungut dengan perusahaan swasta yang rata-rata memiliki status sebagai Pengusaha Kena Pajak biasa Dalam analisa Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Wajib Pajak dalam kondisi terakhir yang mana mengalamiKurang Bayar selama periode 2008 dan 2009 kemudian mengalami Lebih Bayar pada periode 2010. Ekualisasi terkait dengan Pajak Keluaran Wajib Pajak terdapat selisih namun hal tersebut dikarnakan pemusatan tempat pajak terutang (sentralisasi) dan juga Fasilitas Pajak. Dalam pembuatan Faktur Pajak PT. Pipa Mas Putih ditemukan adanya Pajak Yang tidak sesuai dengan ketentuan. Dalam pemenuhan kewajiban PT. Pipa Mas Putih sebagai PKP masih belum sesuai dengan Peraturan yang berlaku seperti keterlambatan setor atas Pajak yang terutang dan juga Keterlambatan dalam Penyertoran yang mana hal ini memberikan dampak buruk yakni dikenakannya sanksi administrasi dan sanksi berupa denda. Fasilitas Pajak tidak hanya memberikan dampak Positif tapi juga dampak negatif pada PT. Pipa Mas Putih karena kelalaian dari karyawan (human Error) Tidak seluruh karyawan PT. Pipa Mas Putih yang ada dalam divisi keuangan dan perpajakan menegetahui Peraturan perpajakan terbaru.
Saran 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Melakukan pemeriksaan kembali dalam pembuatan Faktur Pajak agar dapat dihindari terjadinya Faktur Pajak cacat Melakukan pembetuan sesegera mungkin jika ditemukan Faktur Pajak cacat agar dapat terhindar dari pengenaan sanksi atas pembuatan Faktur Pajak cacat Melakukan pencadangan dana untuk pelunasan pajak yang terutang sehingga dapat tidak terjadi keterlambatan dalam penyetoran jumlah pajak terutang Melakuka pembayaran uang muka atas pajak yang terutang Pemeriksaan kembali item-item yang ada dalam SPT Masa PPN telah sesuai dengan peraturan dan perhitungannya telah benar Penertiban atas dokumen-dokumen terkait dengan transaski dalam kawasan yang mendapat Fasilitas Pajak
7. 8.
Perekrutan karyawan dengan kualifikasi yang lebih baik terutama untuk bagian perpajakan yang mana calon karyawan harus mengerti tidak hanya keuangan tetapi juga tentang perpajakan Perbaruan informasi tentang Perpajakan untuk seluruh karyawan PT. Pipa Mas Putih.
REFERENSI
Ilyas, W. B, Burton, R. (2010). Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat. Manihuruk, W. (2010). Pajak Pertambahan Nilai: Pokok Pokok Perubahan Sesuai UU No.42 Tahun 2009. Jakarta: PT. Kharisma Bintang Kreativitas Prima. Mardiasmo. (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. Sukardji, Untung. (2009). Pajak Pertambahan Nilai (edisi revisi 2009). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Waluyo. (2009). Perpajakan Indonesia (edisi 8). Buku 2. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia (edisi 10). Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Yapari. Deni. (2012). Tata Cara Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa. http://hukum.kompasiana.com/2012/03/10/tata-cara-pembayaran-dalam-pengadaan-barang-danjasa/. Diakses Tanggal 8 Mei 2012. Syafrianto. (2009). Fasilitas PPN untuk Kawasan Bebas. http://syafrianto.blogspot.com/2009/04/fasilitas-ppn-untuk-kawasan-bebas.html. Diakses Tanggal 12 April 2012. Wikipedia. (2011). Pajak Pertambahan Nilai. http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai. Diakses Tanggal 12 April 2012. Ortax. (2012). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=12761. Diakses Tanggal 13 April 2012. Pajak Online.com(2012). Bentuk Surat Setoran Pajak. http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=210. Diakses tanggal 10 Mei 2012. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 42 Tahun 2009.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak.go.id. (2012). Peraturan Menteri Keuangan No.73/PMK.03/2010. Tentang: “Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusaha Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan Atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan.” http://www.pajak.go.id/peraturan_tkb. Diakses Tanggal 12 April 2012. Pajak.go.id. (2012). Peraturan Menteri Keuangan No.11/PMK.03/2005. Tentang:“Petunjuk Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambangan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, penyetoran dan Pelaporan.” http://www.pajak.go.id/peraturan_tkb. Diakses Tanggal 12 April 2012. Pajak.go.id. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03./2009 Tentang: “Tata cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran Serta Pelunasab PPN dan/atau PPn BM atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan BKP dan atau JKP dari Tempat Lain dalam daerah pabean ke kawasan Bebas”. http://www.pajak.go.id/peraturan_tkb. Diakses Tanggal 18 Mei 2012.