ANALISIS EKUALISASI PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. TBP Grace, Tjhin Tjiap Lung Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11530 Phone +62.21 53696969 - +62.21 53696999
[email protected]
ABSTRACT PT. TBP is a company engaged in the field of construction and development and so many transactions that occur in this company. The approach taken in this study is a qualitative case study method. This study has the objective to find out the role of equalization report for PT. TBP-related in the course of the reporting period SPT Income Tax Article 21, 23, 4 paragraph 2, and VAT. This was done by comparing the accounts in the financial statements with SPT. So from these results, the results that can be obtained with the equalization, the company can explain what factors are the cause of the difference between income tax return with the tax period income statement. So if one day the examination by tax inspectors, the company can explain what happened to cause this difference and the management can justify it if there is either an error in the calculation of tax or correcting on the factors that cause the difference occurs. So in this case the company can avoid errors in tax reporting that resulted in the loss of large amounts Keywords: equalization tax, Income Tax, Value Added Tax, and SPT
ABSTRAK PT. TBP merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi dan pengembang dan begitu banyak transaksi yang terjadi pada perusahaan ini. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan laporan ekualisasi bagi PT. TBP terkait dalam rangka penyelenggaraan laporan SPT Masa PPh 21, 23, 4 ayat 2 dan PPN. Hal itu dilakukan dengan cara membandingkan akun-akun yang ada di laporan keuangan dengan SPT. Maka dari hasil penelitian tersebut, dapat diperoleh hasil bahwa dengan adanya ekualisasi tersebut, perusahaan dapat menjelaskan faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya selisih antara SPT Masa Pajak Penghasilan dengan laporan laba rugi. Sehingga jika suatu saat dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak, perusahaan dapat menjelaskan apa yang menjadi penyebab terjadi selisih tersebut dan dengan manajemen dapat melakukan pembenaran jika terdapat kesalahan baik itu dalam perhitungan pajaknya atau pembetulan atas faktor-faktor yang menyebabkan selisih itu terjadi. Sehingga dalam hal ini perusahaan dapat menghindari kesalahan dalam pelaporan pajak yang berakibat kerugian dalam jumlah yang besar Kata kunci :ekualisasi pajak, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan SPT
Pendahuluan PT. TBP adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa konstruksi dan pengembang sehingga dalam penghasilannya terdapat penghasilan yang dikenakan pajak final dan tidak final ditambah lagi untuk penjualannya semua dikenakan PPN. Maka mungkin saja terdapat perbedaan antara laporan keuangan dan SPT yang dilaporkan karena perbedaan waktu , pencatatan, dan pengakuan transaksi, salah satunya adalah perlakuan akuntansi pajak untuk Pajak Penghasilan menganut sistem accrual basis
yaitu transaksi dicatat pada saat penyerahan/ penerimaan barang, sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai menganut cash basis, yaitu pencatatan transaksi pada saat kas diterima/ dikeluarkan. Sebagai ilustrasinya penerimaan uang muka atas penjualan barang kena pajak di lihat dari sisi pembeli. Menurut aturan Pajak Penghasilan transaksi tersebut belum merupakan objek Pajak Penghasilan karena belum ada penyerahan barang. Namun dalam ketentuan Pajak Pertambahan Nilai, transaksi tersebut sudah diakui karena telah terjadi pembayaran. Maka dari itu diperlukan ekualisasi pajak agar dapat diketahui darimana sebenarnya perbedaan itu muncul. Masih banyak Wajib Pajak yang melupakan sinkronisasi atau equalisasi antara Surat Pemberitahuan dengan laporan keuangan. Sekedar diingatkan kembali, bahwa fiskus akan dan harus berpatokan kepada Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan berfungsi sebagai laporan pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak kepada kantor pajak. Sedangkan Neraca dan Laporan Laba Rugi hanyalah lampiran atau pelengkap dari Surat Pemberitahuan. Keduanya (Neraca & Laporan Laba Rugi) bukan laporan Wajib Pajak tentang kewajiban perpajakan. Karena itu, laporan keuangan saja belum cukup. Bagi fiskus, administrasi perpajakan yang baik mungkin lebih penting daripada laporan keuangan yang cantik. Apalagi Direktorat Jenderal Pajak berencana menerapkan sistem administrasi perpajakan modern dan bebas kolusi secara ‘sistemik’ di tahun 2010. Kalau sudah bebas kolusi secara sistemik, mudah-mudah terealisasi, maka tidak ada ruang lagi bagi Wajib Pajak dan pejabat pajak untuk menyembunyikan potensi pajak dan pembayaran pajak ke negara.
Metode Penelitian Metode-metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis selama penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Studi lapangan (field research) Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengunjungi perusahaan secara langsung dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi dari objek penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan beberapa prosedur seperti : 1. Wawancara Merupakan suatu metode pengumpulan informasi dengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan pihak-pihak yang berwenang baik itu pimpinan maupun staf perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. 2. Prosedur analitis Adalah suatu metode pengumpulan informasi dengan menganalisis data yang diperoleh dari narasumber. Kesimpulan dari hasil analisis tersebut yang akan menjadi sumber informasi. b. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan teori yang relevan dengan pembahasan yang akan dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang berasal dari literatur atau buku-buku untuk mendapatkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan beserta pokok permasalahannya. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan landasan teori yang akan diterapkan untuk menganalisis permasalahan yang akan diteliti dengan harapan bahwa penerapan dan penggunaan suatu metode analisa serta pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan tepat.
Hasil dan Bahasan Ekualisasi Pajak adalah pemeriksaan tingkat keseimbangan antara satu jenis pajak dengan jenis pajak yang lain yang memiliki hubungan antara elemen-elemen laporan suatu jenis pajak yang lain (baik itu sebagian maupun keseluruhan). Ekualisasi yang dilakukan dalam proses pemeriksaan, antara lain: 1.Ekualisasi SPT Masa PPN dengan Omset penjualan SPT Badan/ OP dan akun-akun yang ada di neraca atau laporan posisi keuangan. 2.Ekualisasi SPT Masa PPh Pasal 21, 22, 23, 26, dan 4 ayat 2 dengan akun-akun biaya pada laporan laba rugi dan akun-akun biaya yang dikapitalisasi sebagai aset pada neraca atau laporan posisi keuangan.
Adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagangan, peraturan perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersial. Wajib Pajak seharusnya membuat ekualisasi antara pos-pos di laporan keuangan komersial dan angkaangka di SPT Tahunan PPh Badan. Setiap perpedaan angka antara laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak wajib kudu mempersiapkan alasan-alasan yang rasional dan berdasar. Berdasar maksudnya, bahwa perbedaan tersebut dikarenakan peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan maupun keputusan direktur jenderal pajak. SPT Tahunan PPh Pasal 21 berfungsi sebagai rekapitulasi dari semua objek-objek PPh Pasal 21. Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 21 seperti laporan keuangan interim, dilihat dari teknis perhitungan pajak, hanya sementara. Tetapi sementara lebih baik daripada tidak sama sekali. Seandainya tidak membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetapi taat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21, maka SPT Masa tersebut tetap diakui dan Wajib Pajak telah melaksanakan sebagian kewajibannya. Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dapat dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 kita harus membuat ekualisasi antara pos-pos biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Ekualisasi ini akan sangat bermanfaat. Setidaknya tidak akan terjadi penghitungan ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21. Pemeriksa menduga objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi penghitungan ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri. Teknik ekualisasi PPh Pasl 21, seperti yang diuraikan diatas, sama dengan PPh Pasal 23. Hanya saja karena PPh Pasal 23 tidak ada SPT Tahunan maka Wajib Pajak tetap harus membuat rekapitulasi SPT Masa. Harus jelas berapa pembayaran PPh Pasal 23 atas royalti, atas sewa, atas jasa teknik selama setahun. Total pembayaran selama setahun masing-masing tahun pajak dapat diperinci. Kemudian sandingkan dengan biaya-biaya yang dilaporkan di Laporan Laba Rugi. Sedangkan untuk Pasal 4 ayat 2, teknik ekualisasinya sama dengan PPh pasal 23 yang berbeda hanya jenis penghasilannya. Pembayaran yang sudah dikenakan PPh Pasal 23 tidak dapat dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu jika dilakukan ekualisasi, maka kita akan dapat mengetahui akun-akun atau pos-pos mana yang dipotong PPh 23 atau PPh Pasal 4 ayat 2. Sebagian besar pemeriksa pajak, ketika menerima SPT Masa PPN selalu melihat SPT Masa Desember. Dilihatnya kolom “s.d. bulan ini”. Seandainya angka di kolom tersebut tidak sama dengan angka di SPT Tahunan PPh Badan, maka timbul pertanyaan, “kenapa?” Kenapa angkanya berbeda? Itulah yang harus dijawab dengan cara ekualisasi SPT Masa PPN dengan SPT Tahunan PPh Badan. Angka peredaran usaha pada SPT Masa PPN harusnya sama dengan angka peredaran usaha yang ada pada SPT Tahunan PPh Badan. Jika berbeda, ada beberapa macam kemungkinan yang terjadi, antara lain: 1. 2. 3. 4.
Beda waktu pelaporan Beda waktu pengakuan pendapatan Pemakaian sendiri dan bonus Selisih kurs
Untuk hasil ekualisasi SPT Tahunan badan antara laporan keuangan komersil dan laporan keuangan fiskal Mengacu kepada PMK No 02/PMK.03/2010 dijelaskan bahwa biaya promosi tidak dapat dijadikan biaya pengurang apabila Wajib Pajak yang terhadap produk ataupun penghasilannya sudah dikenakan PPh Final. Oleh karena itu harus dikoreksi sebesar Rp 5.464.200 di bagian biaya pemasaran. Sanksi dari kesalahan ini adalah denda bunga sebesar 2% per bulan selama 24 bulan dari saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak (Pasal 8 ayat 2 UU KUP) atau bila sudah dilakukan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak maka sanksi yang dikenakan adalah sanksi kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak (Pasal 13 ayat 2 UU
KUP). Saran dari penulis, perusahaan sebaiknya melakukan pembetulan sendiri agar terhindar dari sanksi kenaikan. Objek PPh Pasal 21 menurut pembiayaan di PPh Badan Gaji dan Tunjangan
2010
2011
2012
1.612.342.050
889.932.000
1.007.301.750
49.232.700
22.700.000
37.222.550
Total Objek PPh 21 menurut pembiayaan di PPh Badan Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan pada SPT PPh Pasal 21
1.661.574.750
912.632.000
1.044.524.300
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap
1.436.250.000
804.150.000
869.800.000
Biaya PPh 21
Penghasilan Bruto Pegawai Tidak Tetap Total Objek PPh 21 menurut pembiayaan di SPT PPh 21 Selisih Ekualisasi
176.092.050
85.782.000
-
1.612.342.050
889.932.000
869.800.000
49.232.700
22.700.000
174.724.300
Cara perhitungan PPh Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara perhitungan Pajak Penghasilan pada umumnya. Namun, dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima-penerima penghasilan tertentu wajib pajak dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan-pengurangan penghasilan berupa biaya jabatan. Selain itu, tarif yang ditetapkan juga bervariasi yaitu tarif sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan atau tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah atau aturan pelaksanaan lainnya. Sistem perpajakan yang digunakan untuk pemotongan PPh pasal 21 menggunakan withholding system. Withholding adalah suatu sistem pemotongan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang seseorang berada pada pihak ketiga dan bukan oleh fiskus maupun oleh wajib pajak itu sendiri. Pihak yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah pihak PT. TBP, selaku pemberi kerja. Dimana besarnya potongan tergantung pada berapa besarnya penghasilan yang diterima setiap pegawai. Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 mengacu kepada formulir SPT Masa PPh Pasal 21 formulir 172. Terdapat selisih sebesar Rp 49.232.700, Rp 22.700.000, dan Rp 37.222.550 untuk tahun 2010, 2011, dan 2012 dikarenakan adanya biaya-biaya yang seharusnya menjadi objek pph 21namun tidak dimasukkan ke dalam objek PPh 21 oleh perusahaan. Sesuai dengan peraturan DirJen Pajak Nomor PER – 31/PJ/2009 Jo. PER – 57/PJ/2009 Jo. PER – 31/PJ/2012 tentang pedoman teknis dan tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/ atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi pasal 5 ayat 2 dijelaskan bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit) sehingga biaya pph 21 yang ada di laporan laba rugi perusahaan seharusnya dimasukkan ke dalam penghitungan objek pph 21 di dalam SPT PPh Pasal 21. Sedangkan selisih sebesar Rp 137.501.750 di tahun 2012 disebabkan karena perusahaan tidak memasukkan gaji upah di dalam SPT PPh Pasal 21. Sesuai dengan PER 31/PJ/2012 pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepaws, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. Oleh karena itu seharusnya perusahaan memasukkan gaji upah ke dalam penghitungan objek PPh 21. Akibat dari kesalahan ini adalah perusahaan dapat dikenakan sanksi bunga atau kenaikan. Sesuai dengan UU KUP Pasal 8 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa jika terdapat kekeliruan dalam pengisian SPT maka Wajib Pajak atas kemauan sendiri berhak untuk melakukan pembetulan SPT nya, dengan syarat adalah : (1) diajukan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, (2) belum dilakukan tindakan pemeriksaan, (3) melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar beserta bunganya sebesar 2% (dua persen) per bulan,
dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran kekurangan pajak dan akibat pembetulan tersebut. Namun apabila perusahaan sudah dilakukan tindakan pemeriksaan maka perusahaan akan diterbitkan SKPKB oleh Dirjen Pajak lalu dikenakan sanksi kenaikan sesuai dengan UU KUP Pasal 13 ayat 3 sebesar 100% (seratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan dan ditambah lagi sanksi bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB (pasal 13 ayat 2 UU KUP) 2010
2011
2012
Biaya Pemasaran Pers/Iklan/Promosi
5.464.200
-
-
Seragam Marketing
1.460.000
-
-
Cetakan Brosur/Kop/Kartu
4.044.000
-
-
-
-
1.800.000
Iklan, Pameran Total Objek PPh 23 setelah diperiksa
9.508.200
1.800.000
Total Objek PPh 23 yang dipotong
4.050.000
-
1.800.000
Selisih ekualisasi
5.458.200
-
-
-
-
-
Pemeliharaan Peralatan & Perlengkapan
4.260.000
3.555.500
2.920.000
Pemeliharaan Gedung
1.538.182
2.715.000
-
41.993.570
11.478.527
-
Biaya Pemeliharaan dan Reparasi Pemeliharaan & Reparasi
Pemeliharaan Kendaraan Pemeliharaan komputer+Network
812.000
3.390.000
-
Total Objek PPh 23 setelah diperiksa
48.603.752
21.139.027
2.920.000
Total Objek PPh 23 yang dipotong Selisih ekualisasi
47.139.632 1.464.120
21.600.000 (460.973)
2.920.000
Untuk PPh Pasal 23 mengacu kepada ketentuan perundang-perundangan perpajakan tentang Pajak Penghasilan Pasal 23, dimana objek pajak penghasilan pasal 23 antara lain jasa penyediaan tempat dan/ atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi dengan kata lain iklan. Oleh karena itu perusahaan seharusnya memasukkan DPP biaya iklan ke dalam objek pemotongan PPh 23. Akibat dari kesalahan ini adalah dapat dikenakan sanksi bunga sebesar 2% menurut UU KUP Pasal 8 ayat 2 apabila perusaaan melakukan pembetulan. Untuk tahun 2011 dan 2012 objek pph 23 perusahaan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan untuk rekapitulasi objek pph 23 sehubungan dengan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah atau bangunan sudah sesuai dengan peraturan pajak penghasilan pasal 23 yang berlaku. Untuk pemotongan DPP PPh Pasal 23 yang lain, perusahaan memasukkan objek tersebut bukan di laporan laba rugi melainkan di neraca karena masih dalam proyek dalam pelaksanaan sehingga belum diakui sebagai biaya oleh perusahaan namun sudah dipotong PPh pasal 23 oleh pihak ketiga.
Keterangan
2010
Objek PPh Final menurut Laporan Keuangan Bunga Deposito Penghasilan Pengalihan hak atas tanah/ bangunan Sewa Atas Tanah/ Bangunan
5.063.510 99.000.000
3.647.294 6.456.484.000 18.000.000
2.350.173 949.688.273 26.666.667
104.063.510
6.478.131.294
978.705.113
5.063.510 99.000.000
3.647.294 6.456.484.000 18.000.000
2.350.173 949.688.273 26.666.667
104.063.510
6.478.131.294
978.705.113
-
-
-
Total Objek PPh Final menurut SPT Badan Bunga Deposito Penghasilan Pengalihan hak atas tanah/ bangunan Sewa Atas Tanah/ Bangunan Total Selisih
2011
2012
Salah satu objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 adalah penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan yang berarti penghasilan dari PT. TBP wajib dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atau PPh Final. Berdasarkan keterangan yang penulis terima, penghitungan PPh final atas jasa konstruksi dan persewaan atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh PT. TBP secara garis besar dapat dirumuskan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh PT. TBP dan pihak kedua. Dari perjanjian tersebut timbullah besarnya harga yang sudah disepakati, dimana nilai harga tersebut akan dikenai PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas jasa konstruksi dan atas sewa tanah dan atau bangunan dan pajak ini diakui pada saat pembayaran atau pada saat dicatatnya hutang tergantung mana yang terlebih dahulu. Mengacu kepada PP Nomor 51 Tahun 2008 yang sebagaimana telah diubah menjadi PP Nomor 40 Tahun 2009 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi, perusahaan telah sesuai memotong, melapor, dan menyetorkan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena perusahaan bergerakn di bidang jasa konstruksi dan developer maka pendapatan yang didapat oleh perusahaan tidak dihitung di dalam SPT Badan melainkan langsung dikenakan pajak final. Uraian
PPh Badan
DPP PPN
Penjualan Lain-Lain
479.587.949 479.587.949
107.003.100 107.003.100
Total
479.587.949
107.003.100
-
1.595.325.115
Jumlah Objek Pajak Menurut Undang-Undang
479.587.949
1.702.328.215
Jumlah Objek Pajak Menurut Wajib Pajak Selisih Ekualisasi
479.587.949 -
1.595.325.115 107.003.100
Peredaran Usaha
Perbedaan Waktu Uang Muka Tahun 2009
Uraian
PPh Badan
DPP PPN
Penjualan
7.090.766.399
5.694.663.052
Penjualan Lain-Lain
143.194.611 7.233.961.010
5.694.663.052
Uang Muka Tahun 2011 Jumlah Objek Pajak Menurut Undang-Undang
7.233.961.010
602.498.625 7.289.988.167
Jumlah Objek Pajak Menurut Wajib Pajak
7.233.961.010
7.289.988.167
-
-
Peredaran Usaha
Perbedaan Waktu
Selisih Ekualisasi
Uraian
PPh Badan
DPP PPN
1.162.752.023 52.829.945 1.215.581.968
1.245.498.715 1.245.498.715
Peredaran Usaha Penjualan Penjualan Lain-Lain Perbedaan Waktu Uang Muka Tahun 2011 Jumlah Objek Pajak Menurut Undang-Undang Jumlah Objek Pajak Menurut Wajib Pajak Selisih Ekualisasi
-
602.498.625
1.215.581.968 1.215.581.968
1.847.997.340 1.847.997.340
-
-
Untuk Analisis Ekualisasi Pajak Pertambahan Nilai mengacu Kepada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, terdapat perbedaan yang cukup signifikan di tahun 2010 dan 2012. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010, perusahaan belum mengakui uang muka sebagai pendapatan. Sedangkan di dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai pasal 11 ayat 2 dijelaskan bahwa dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Oleh karena itu uang muka disebut sebagai pembayaran sebelum diserahkan Barang Kena Pajak. Begitu juga untuk tahun 2012, selisih antara omset PPh Badan dan PPN dikarenakan adanya pembayaran uang muka yang belum diakui sebagai pendapatan oleh perusahaan, adanya penghasilan lain-lain yang menjadi objek PPN, adanya pemakaian sendiri, dan beda waktu pelaporan.
Simpulan dan Saran PT. TBP adalah salah satu badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi sebagai seorang Wajib Pajak. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab 4, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1.
2.
3. 4.
Mekanisme perhitungan, pencatatan, penyetoran dan pelaporan mengenai Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang PT. TBP selama periode 2010-2012 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal penyetoran PPh 21 terjadi selisih antara yang dilaporkan didalam SPT PPh 21 dengan biaya yang ada di SPT Badan dikarenakan adanya tunjangan yang dimasukkan ke dalam biaya gaji di dalam laporan keuangan. Dalam hal pemotongan PPh 23 dan PPh final pasal 4 ayat 2 PT TBP telah melakukannya dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Untuk ekualisasi SPT PPh Badan dengan SPT Masa PPN masih banyak terdapat perbedaan karena berbagai macam faktor seperti: perbedaan pencatatan penerimaan uang muka, penjualan yang dilakukan secara kredit, penjualan kepada pemungut PPN, dan pemakaian sendiri secara cuma-cuma.
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran-saran yang mungkin dapat membantu PT. TBP dalam meningkatkan dan memperbaiki penerapan kewajiban perpajakannya yaitu sebagai berikut: 1. 2.
3.
Untuk mencegah adanya pemeriksaan pajak, maka sebaiknya PT. TBP melakukan ekualisasi untuk seluruh pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Pada saat pembuatan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai sebaiknya menggunakan e-SPT karena jumlah transaksi penyerahan maupun perolehan perusahaan telah melebihi jumlah yaitu diatas 25 transaksi dalam satu masa pajak. Ada baiknya perusahaan selalu waspada dalam pelaporan pajak dengan cara membeli dan memanfaatkan buku-buku mengenai perpajakan yang terdapat di toko buku maupun
menggunakan fasilitas online yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu www.pajak.go.id.
Referensi Astuti, Y.R. 2010. Ekualisasi antara total penyerahan menurut SPT Masa PPN dengan jumlah peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh pada PT. X. Tesis S1 Tidak Dipublikasikan, Universitas Kristen Petra. Christianty, Fita & Pandiangan, Liberti. 2012. Analisis Ekualisasi Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai di PT. KAS. Tesis S1 Tidak Dipublikasikan, Universitas Bina Nusantara. Jakarta. Djuanda, G. & Lubis, I. 2010. Pelaporan Pajak Penghasilan, Edisi Revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo, Prof. Dr. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta. Ngadiman. 2008. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan di FKIP Universitas Sebelas Maret. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia Vol. VI. No. 2. 2008. Jakarta. Parwito.Bisnis Indonesia. 29 Agustus 2006. Ekualisasi PPh dan PPN sudah ada sejak dulu Prianti, Martina & Idris, Umar. Harian Kontan. 22 November 2008. Jasa Konstruksi Resmi Kena Pajak Final, Tahun 2009. Jakarta Purwono, J, Dr. 2012. Perpajakan Jasa Konstruksi, Edisi Pertama, Penerbit Gava Media, Yogyakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Setiawan, A. & Musri, B, Drs. 2007. Tax Audit dan Tax Review, Edisi Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta. S.R. Soemarso. Perpajakan – Pendekatan Komprehensif, Salemba Empat, Jakarta. Supramono, Prof. & Damayanti, T.W. 2010. Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan Perhitungan, Edisi Pertama, Andi, Yogyakarta. Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Riwayat Penulis Grace lahir di kota Jakarta pada 02 Juli 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang akuntansi pada tahun 2013.