ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN DAN KONSUMSI BUAH DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN
RAHMI PARHATI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Perilaku Pembelian dan Konsumsi Buah di Perdesaan dan Perkotaan adalah karya saya pribadi dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Januari2011
Rahmi Parhati NIM I24061666
ABSTRACT RAHMI PARHATI. Analysis of Fruit Purchasing and Consumption Behavior in Rural and Urban Area. Supervised by RETNANINGSIH and MEGAWATI SIMANJUNTAK. Nowadays, consumption of fruit is decreasing. There are so many factor influence that condition. Level income, fruit knowledge, purchasing and consumption behavior are factors which analyze in this research. The main objective of this research is to analyze fruit purchasing and consumption behavior in rural and urban area. Design methode is cross sectional study, which is held in Kelurahan Panaragan, Kecamatan Bogor Tengah. Bogor City was chosen as representative of urban area and Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, as representative of rural area. It is drawn about 100 samples (50:50) for urban and rural respectively. Systematic sampling method is conducted based on house position. The best selling fruits in rural is import orange, local snake fruit, import apple, and import mango and the most often fruit purchasing is once in a four months. In urban area, the best selling fruits are import orange, import apple, and local mango. It’s common with rural area once in a four months purchasing. The most often fruits that consumed by sample in rural areas are orange and snake fruit; by buying, and banana; by harvest their own garden. In urban areas, the most often fruits that consumed by sample are orange, banana, and mango by buying. The frequency of fruit consumption in rural and urban area is four times in a month. The factors that influenced a number of fruit purchasing and origin of fruit purchasing are age, length of education, income, and knowledge of sample. The only factor that influenced fruit consumption frequency is age of sample. The length of education influenced the number of fruit consumption. The factor that influenced of fruit purchasing frequency is location of sample. Keywords: Purchasing behavior, consumption behavior, fruits, rural, urban
RINGKASAN RAHMI PARHATI. Analisis Perilaku Pembelian dan Konsumsi Buah di Perdesaan dan Perkotaan. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan MEGAWATI SIMANJUNTAK. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jasmani, baik yang mengandung karbohidrat, protein, mineral serta vitamin dalam menu keseharian manusia dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh adalah vitamin. Sumber vitamin dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi buah. Kandungan vitamin dan mineral yang terdapat dalam buah terbukti dapat membantu mengurangi peningkatan kolesterol dalam darah dan mengurangi peningkatan gula darah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan, sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: (1) Menganalisis perilaku pembelian buah pada keluarga di perdesaan dan perkotaan, (2) Menganalisis perilaku konsumsi buah pada keluarga di perdesaan dan perkotaan, (3) Menganalisis perbedaan perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan, (4) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah, (5) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Panaragan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, sebagai perwakilan daerah perkotaan dan di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, sebagai perwakilan daerah perdesaan. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa tempat tersebut berdekatan dengan pasar yang merupakan salah satu tempat penjualan buah. Pengambilan data berlangsung selama bulan Mei hingga Juni 2010. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 100 contoh dengan proporsi 50 contoh di perkotaan dan 50 contoh di perdesaan. Penarikan contoh dilakukan secara acak sistematis berdasarkan posisi rumah. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer (karakteristik contoh, pengetahuan, sumber informasi, perilaku pembelian dan konsumsi buah), dan data sekunder (gambaran umum tempat penelitian). Data primer diperoleh dari wawancara kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari Kelurahan Panaragan dan Desa Cihideung Ilir. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia (uji beda t-test dan uji regresi linier berganda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia suami di perdesaan berada pada fase dewasa madya, sedangkan usia suami di perkotaan berada pada fase dewasa muda. Usia istri baik di perdesaan maupun di perkotaan berada pada fase dewasa muda. Persentase terbesar pendidikan suami di perdesaan adalah tamat SD, sedangkan suami di perkotaan adalah tamat SMA. Pendidikan istri di perdesaan rata-rata berpendidikan tamat SD, dan istri di perkotaan rata-rata berpendidikan tamat SMA. Persentase terbesar pekerjaan suami di perdesaan bekerja sebagai buruh, sedangkan pekerjaan suami di perkotaan adalah sebagai pegawai negri sipil. Persentase terbesar pekerjaan istri baik di perdesaan maupun di perkotaan adalah sebagai ibu rumahtangga. Contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil
dengan anggota 3-4 orang. Rata-rata pendapatan per kap/bl contoh adalah Rp 2.532.142, 85. Pengetahuan responden yang berada di wilayah berbeda ini memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda pula. Hal ini tergantung dari tingkat pendidikan dan sumber informasi yang dimiliki. Contoh baik di perdesaan dan di perkotaan memiliki pengetahuan yang baik tentang buah, akan tetapi jumlah proporsinya berbeda. Hampir tiga per empat (70,0%) responden di perdesaan dan hampir seluruh contoh di perkotaan (92,0%) memilki pengetahuan baik tentang buah. Sumber informasi yang paling banyak didapat contoh baik yang berada di perdesaan (30,0%) maupun di perkotaan (24,7%) adalah sumber informasi yang berasal dari penjual. Terdapat beberapa alasan yang memotivasi contoh dalam megkonsumsi buah. Hampir separuh (42,0%) contoh di perdesaan dan hampir sebagian (48,0%) contoh di perkotaan mengkonsumsi buah karena alasan bergizi. Jenis buah yang paling banyak dibeli adalah buah jeruk dengan asal impor, buah salak dengan asal lokal, buah apel dengan asal impor. Frekuensi pembelian buah paling sering adalah 4x1 bulan. Rata-rata jumlah pembelian buah adalah 435,1 g/kap/bl. Untuk wilayah perkotaan, jenis buah yang paling banyak dibeli adalah buah jeruk dengan asal impor, buah apel dengan asal impor, dan buah mangga dengan asal lokal. Rata-rata frekuensi pembelian contoh adalah 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 546,6 g/kap/bl. Buah yang paling sering dikonsumsi oleh contoh di perdesaan adalah buah jeruk dengan asal membeli, buah salak dengan asal membeli, dan buah pisang dengan asal panen sendiri. Frekuensi dalam mengkonsumsi buah rata-rata termasuk kategori kurang dengan rata-rata jumlah buah yang dikonsumsi contoh adalah sedikit. Untuk wilayah perkotaan, buah yang paling sering dikonsumsi adalah buah jeruk dengan asal membeli, buah pisang dengan asal membeli, buah mangga dengan asal membeli. Frekuensi konsumsi buah rata-rata adalah jarang dan jumlah konsumsinya pun sedikit. Faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya jenis buah yang dibeli adalah usia responden, lama pendidikan responden, dan pengetahuan tentang buah. Faktor yang berpengaruh terhadap asal buah adalah usia responden, lama pendidikan responden, pendapatan responden, dan pengetahuan tentang buah. Faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi pembelian buah adalah usia responden. Faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya jenis buah yang dikonsumsi adalah usia dan lama pendidikan responden. Faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi konsumsi buah adalah lokasi wilayah responden. Terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi pembelian dan konsumsi contoh di perdesaan dan perkotaan. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Kata kunci: perilaku pembelian, perilaku konsumsi, buah, perdesaan, perkotaan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN DAN KONSUMSI BUAH DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN
RAHMI PARHATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
HALAMAN PENGESAHAN Judul
: Analisis Perilaku Pembelian dan Konsumsi Buah di Perdesaan dan Perkotaan
Nama
: Rahmi Parhati
NIM
: I24061666
Disetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing I
Megawati Simanjuntak, SP, M.Si. Pembimbing II
Diketahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.
Tanggal Ujian: 18 Januari 2011
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tidak terkira sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Perilaku Pembelian dan Konsumsi Buah di Perdesaan dan Perkotaan” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains setelah penulis menyelesaikan studi pada program Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Retnaningsih, M.Si dan Megawati simanjuntak, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan pengertian telah memberikan bimbingan, saran dan waktunya untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. 2. Irni Rahmayani Johan SP, MM selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Ir. Melly Latifah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pemandu dalam seminar hasil penelitian. 4. Seluruh dosen dan staf penunjang di IKK dan FEMA yang telah banyak membantu selama perkuliahan hingga selesai. 5. Sekretariat camat beserta seluruh aparat Pemerintahan Kota dan Kabupaten Bogor, Aparat Pemerintah Kelurahan Panaragan dan Desa Cihideung Ilir, serta ibu responden penelitian ini. Tanpa beliau-beliau semua, penelitian ini tidak akan pernah terselesaikan. 6. Apa, Mama, Aa, Teteh, Kakak ipar, Sepupu, Keponakan, dan seluruh anggota keluarga besar Ismail yang telah memberikan penulis semangat, cinta kasih, keceriaan dan kehidupan pembelajaran yang bermakna dan sangat berharga. 7. GGG (Rania, Riska, Sancez, Sani) yang memberikan kenangan indah selama tinggal bersama kalian semua di tempat yang nyaman dan menyenangkan.
8. Sahabat-sahabat selama di IPB: Debo, Yeyen, Ica, Awal, Vivit, Adis, Esha, Nia, yang selalu mendukung dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman IKK 43 dan adik-adik IKK 44, 45 untuk kebersamaan dan bantuan yang telah diberikan selama ini kepada penulis. Khususnya Uni, Fatma, Liaw, Uun, Arin, Uut, dan Silvia, yang telah menjadi teman dalam menimba ilmu. 10. Someone special yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi. 11. Pihak-pihak lain yang telah membantu proses belajar dan penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan kelapangan rezeki kepada semua orang yang telah berbuat kebajikan kepada penulis baik yang namanya telah disebutkan atau yang belum disebutkan. Semoga hasil karya ini bisa bermanfaat luas bagi masyarakat, institusi pendidikan.
Bogor, Januari 2011
Rahmi Parhati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 06 Mei 1988. Penulis merupakan putri keenam dari enam bersaudara dari keluarga Bapak H. Munir Ismail dan Ibu Hj. O. Rogayah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SDN Cinunuk Hilir. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan sekolah di MTs. Darul Arqam hingga tahun 2003, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di MA. Darul Arqam dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut pertanian Bogor pada bulan Juli tahun 2006 melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Setelah seleksi penyaringan masuk di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), akhirnya penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa di Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen dengan Minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan maupun non kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) periode 20072008 sebagai anggota divisi keprofesian. Pada periode yang sama, penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan keluarga daerah yaitu Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA). Pada tahun 2008-2009 penulis merupakan anggota dari Klub Konsumen, dan pada periode yang sama juga penulis menjadi pengurus Bina Desa (BINDES) BEM FEMA sebagai ketua divisi pendidikan. Selain itu, penulis aktif mengikuti berbagai kepanitiaan, diantaranya F n C (Family and Consumer) dengan tema “Reach Prosperity Trought Quality of Family” pada tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2009 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pada kegiatan KKP tersebut, penulis melaksanakan program yang didanai LPPM (Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat) IPB dengan judul “Multiple Intelligence pada Anak Sekolah Dasar”. Selain itu, pada tahun 2010 penulis juga telah membantu beberapa penelitian dosen yang berjudul “Penguatan Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Konsumsi Barang Kebutuhan Rumahtangga Pasca ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement) Pada Keluarga Miskin Perkotaan” dan ”Studi Evaluasi Program PAUD Holistik Integratif di Kabupaten Bogor Tahun Kedua”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxiii PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 Perumusan Masalah .................................................................................. 3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4 Kegunaan Penelitian ................................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 7 Perilaku Konsumen .................................................................................. 7 Perilaku Pembelian ................................................................................... 8 Proses Keputusan Pembelian ............................................................. 9 Tipe-tipe Perilaku Pembelian .......................................................... 10 Motivasi ................................................................................................. 11 Definisi Motivasi ............................................................................ 11 Proses Terbentuknya Motivasi ........................................................ 11 Perilaku Konsumsi Konsumen ................................................................ 14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen ........................................ 15 Karakteristik Keluarga............................................................................ 15 Sumber Informasi ................................................................................... 21 Konsumsi Buah ...................................................................................... 23 Penelitian Terdahulu............................................................................... 24 KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 29 METODE PENELITIAN ................................................................................... 33 Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 33 Teknik Pengambilan Contoh .................................................................. 33 Jenis dan Cara Pengambilan Data ........................................................... 34 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 35 Definisi Operasional ............................................................................... 36 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 39 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 39 Desa Cihideung Ilir ........................................................................ 39 Kelurahan Panaragan ..................................................................... 40 Karakteristik Keluarga............................................................................ 41 Besar Keluarga .............................................................................. 41 Usia Istri dan Suami ...................................................................... 42 Tingkat Pendidikan Istri dan Suami ............................................... 43 Pekerjaan Istri dan Suami .............................................................. 44 Pendapatan Keluarga ..................................................................... 45 Pengeluaran Keluarga .................................................................... 57 Pengetahuan Tentang Buah .................................................................... 50
Sumber Informasi ................................................................................... 53 Perilaku Pembelian Buah ........................................................................ 54 Halaman Jenis dan Asal Buah yang Dibeli .................................................... 55 Frekuensi dan Jumlah Pembelian Buah .......................................... 57 Ketersediaan Buah di Tempat Pembelian ....................................... 58 Perilaku Konsumsi Buah ........................................................................ 62 Jenis dan Asal Buah yang Dikonsumsi ........................................... 63 Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Buah........................................... 64 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Buah per Hari…………………...... 66 Rata-rata Jumlah Konsumsi Buah per Hari……………………….. 68 Peningkatan dan Penurunan Konsumsi Buah ................................. 69 Motivasi dalam Mengkonsumsi Buah ............................................ 70 Hubungan Antar Variabel Karakteristik Keluarga Contoh dengan Pengetahuan ........................................................................................... 71 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Buah di Perdesaan dan Perkotaan ........................................................................ 72 Banyaknya Jenis Buah dan Asal Buah yang Dibeli ........................ 72 Frekuensi dan Jumlah Pembelian Buah .......................................... 76 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Buah di Perdesaan dan Perkotaan ........................................................................ 78 Banyaknya Jenis Buah dan Asal Buah yang Dikonsumsi ............... 78 Frekuensi Konsumsi Buah ............................................................. 80 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 83 Kesimpulan ............................................................................................ 83 Saran ...................................................................................................... 84 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 85
DAFTAR TABEL 1
Halaman Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................. 35
2
Kategori variabel, definisi, skala data, dan pengelompokan data ..............
36
3
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .............................................
41
4
Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri .....................................
42
5
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami dan istri ...............
44
6
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri.............................
45
7
Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga ...................................
46
8
Sebaran contoh berdasarkan kategori pendapatan keluarga ......................
47
9
Rata-rata dan persentase pengeluaran contoh berdasarkan kelompok pengeluaran (Rp/kap/bl) ..........................................................
48
10 Persentase responden berdasarkan jawaban yang benar tentang pengetahuan buah ...................................................................................
51
11 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang buah ......................
53
12 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi tentang buah ...................
54
13 Rata-rata dan sebaran contoh berdasarkan perilaku pembelian jenis dan asal buah .................................................................................................
56
14 Rata-rata perilaku pembelian contoh berdasarkan jenis buah dengan frekuensi dan jumlah pembelian buah ......................................................
58
15 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan buah .......................................
59
16 Sebaran contoh berdasarkan tindakan jika buah tidak tersedia di tempat pembelian ....................................................................................
59
17 Sebaran contoh berdasarkan tempat pembelian buah ...............................
60
18 Sebaran contoh berdasarkan anggaran uang untuk membeli buah ............
61
19 Sebaran contoh berdasarkan prioritas anggota keluarga mengkonsumsi buah………………………………………………………
62
20 Sebaran perilaku konsumsi contoh berdasarkan jenis dan asal buah yang dikonsumsi. .............................................................................................
64
21 Rata-rata perilaku konsumsi contoh berdasarkan frekuensi dan jumlah konsumsi buah.............................................................................
66
22 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata frekuensi mengkonsumsi buah ......
67
23 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata jumlah konsumsi buah...................
68
24 Sebaran contoh berdasarkan waktu penyebab peningkatan konsumsi buah ........................................................................................
69
Halaman 25 Sebaran contoh berdasarkan waktu penyebab penurunan konsumsi buah.
70
26 Sebaran contoh berdasarkan motivasi mengkonsumsi buah .....................
71
27 Hubungan antara usia, pendidikan, sumber informasi dengan pengetahuan contoh tentang buah ............................................................
71
28 Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya jenis dan asal buah yang dibeli ......................................................................................................
74
29 Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan jumlah pembelian buah
76
30 Faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman jenis buah dan asal buah yang dikonsumsi .....................................................................................
79
31 Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi konsumsi buah ...................
80
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Proses perilaku konsumen ..........................................................................................
8
2 Proses keputusan pembelian .......................................................................................
9
3 Proses terbentuknya motivasi .....................................................................................
12
4 Piramida makanan yang dianjurkan untuk hidup sehat ............................................
24
5 Kerangka pemikiranan ................................................................................................
31
6 Teknik penarikan contoh.............................................................................................
34
PENDAHULUAN
Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000, jumlah penduduk meningkat 3,25 juta jiwa (BPS 2010). Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan semakin meningkatnya konsumsi pangan masyarakat di Indonesia. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Untuk dapat hidup sehat, setiap orang memerlukan berbagai jenis zat gizi. Menurut Hardinsyah, Briawan, Retnaningsih, Herawati, dan Wijaya (2002), tidak ada satu jenis pangan yang dapat memenuhi zat gizi kecuali ASI. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut, harus ada asupan gizi yang seimbang tidak hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam makanan yang salah satunya adalah dengan mengkonsumsi buah. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jasmani, baik yang mengandung karbohidrat, protein, mineral serta vitamin dalam menu keseharian manusia dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh adalah vitamin. Sumber vitamin dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi buah. Kandungan vitamin dan mineral yang terdapat dalam buah terbukti dapat membantu mengurangi peningkatan kolesterol dalam darah dan mengurangi peningkatan gula darah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa tingginya konsumsi serat dapat mengurangi resiko terjadinya kanker usus. Manfaat buah-buahan bagi kesehatan tubuh telah banyak diketahui. Namun, masih banyak anggota masyarakat yang belum menempatkan buah-buahan sebagai bagian yang harus ada dalam menu sehari-hari. Hasil Susenas menunjukkan bahwa pengeluaran rata-rata per kapita untuk buah-buahan masih sangat rendah, yaitu 5,3 persen; 5,5 persen; dan 4,8 persen dari total pengeluaran untuk makanan (Sjaifullah 1993).
Menurut hasil survei BPS (2009), konsumsi buah di Indonesia masih rendah, yaitu sebesar 60,4 persen masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi satu porsi buah atau bahkan kurang dalam satu hari. Selain itu, konsumsi buah-buahan di Indonesia hanya 40,1 kg/kap/th, masih cukup jauh dari rekomendasi Organisasi Pangan Dunia (FAO) yaitu 65,7 kg. Penyebab kematian sekitar 2,7 juta warga dunia setiap tahunnya disebabkan tidak cukupnya makan sayur-sayuran dan buahbuahan. Rendahnya konsumsi kedua sumber serat tersebut menjadikannya masuk ke dalam 10 besar faktor penyebab kematian di dunia (Anonim 2010). Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pertanian, salah satunya adalah buah-buahan. Buah-buahan sebagai salah satu tanaman hortikultura memegang peran penting untuk meningkatkan mutu gizi dalam makanan sehari-hari yang dibutuhkan oleh setiap orang. Buah mengandung banyak vitamin serta mineral yang merupakan komponen gizi penting bagi tubuh setiap manusia. Selain itu, buah merupakan sumber serat (fibre) yang sangat berguna bagi pencernaan makanan dalam tubuh manusia (Sjaifullah 1993). Oleh karena itu, buah merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi bagi kesehatan tubuh. Saat ini buah sudah menjadi komoditas perdagangan internasional yang tanpa batas. Buah-buahan lokal dapat dijumpai di pasaran, baik buah subtropis maupun buah tropis yang selalu ada dari waktu ke waktu. Pada tahun 2000 jenis buah-buahan lokal di pasaran antara lain pisang (40,0%), jeruk (27,0%), apel dan pir (17,0%), anggur (7,0 %), strawberry (1,0%), dan lain-lain sebesar (8,0%) (Ashari 2006). Perlu disadari bahwa produk impor tidak selalu dapat dijamin mutu dan keamanannya, karena Indonesia sendiri belum mempunyai peraturan-peraturan mengenai sistem inspeksi dan sertifikasi makanan impor. Akhir-akhir ini, kecenderungan konsumen dalam memilih buah bermutu dan aman untuk dikonsumsi sudah semakin tinggi. Hal ini sangat didukung oleh semakin tingginya tingkat pendidikan konsumen. Oleh karena itu, bukan hal mustahil kalau produk buah dalam negeri akhirnya tersisih karena kalah bersaing dengan produk buah impor.
Jumlah buah-buahan impor cukup berlimpah di Indonesia. Data BPS (2009) menunjukkan bahwa impor buah-buahan dari China sepanjang bulan Desember 2009 mencapai US $ 42,5 juta atau naik US $ 147,4 persen dibandingkan dengan posisi bulan November 2009 senilai US $ 17,1 juta. Pada tahun 2008, nilai impor buah dari China mencapai US $ 330,9 juta. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak produk buah berasal dari China masuk ke pasar Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia banyak yang mengkonsumsi buah impor. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar bagi produknya. Perumusan Masalah Kegunaan buah sebagai bahan pangan yang kaya vitamin dan zat-zat yang penting untuk kesehatan, serta kelebihan berupa rasa yang spesifik membuat komoditi ini selalu dibutuhkan dan tidak mudah disubstitusi oleh bahan pangan lain. Produk China akan semakin membanjiri pasar Indonesia seiring diberlakukannya perdagangan bebas Asean dan China (ACFTA). Dengan adanya perdagangan bebas ini, buah menjadi komoditas perdagangan impor. Dalam penelitian ini, ibu rumahtangga menjadi pengambil keputusan produk perdagangan tersebut yaitu buah. Ibu rumahtangga biasanya menjadi orang yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan pembelian. Oleh sebab itu, ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu, disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumahtangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumahtangga. Dalam hal ini ibu rumahtangga yang membuat keputusan untuk membeli dan mengkonsumsi buah. Dengan kondisi semacam itu, pola konsumsi tetap mengacu pada formula “4 sehat 5 sempurna” yang diyakini mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur. Untuk memenuhi ketiga unsur gizi penting itu, manusia dianjurkan tidak hanya mengkonsumsi bahan makanan secara proporsional, tetapi juga mengkonsumsi buah. Buah merupakan sumber vitamin yang kaya akan nilai gizi dan mudah cerna yang dapat menunjang kebutuhan gizi tubuh. Pemenuhan serat melalui konsumsi buah dengan jumlah dan frekuensi sesuai anjuran merupakan alternatif yang paling efektif.
Adanya produk dan pengetahuan tentang buah serta kebiasaan berbeda masyarakat di perdesaan dan perkotaan dengan latar belakang keadaan tempat lokasi, apakah akan mempengaruhi perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan? Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perilaku pembelian buah pada keluarga di perdesaan dan perkotaan? 2. Bagaimana perilaku konsumsi buah pada keluarga di perdesaan dan perkotaan? 3. Bagaimana perbedaan perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan? 4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah? 5. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perilaku pembelian buah pada keluarga di perdesaan dan perkotaan. 2. Menganalisis perilaku konsumsi buah pada keluarga di perdesaan dan perkotaan. 3. Menganalisis perbedaan perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. 4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah. 5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Departemen Kesehatan, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan memperbaiki kualitas pelayanan. 2. Departemen Pertanian, sebagai lembaga yang mengelola ketersediaan buah agar tetap stabil di pasaran. 3. Departemen Perdagangan, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan peraturan-peraturan sistem inspeksi dan sertifikasi makanan impor. 4. Penulis, sebagai bahan pembelajaran dalam memahami konsep perilaku konsumen, menambah pengetahuan tentang buah, serta mengetahui perilaku masyarakat Panaragan dan Cihideung Ilir terhadap konsumsi buah. 5. Pembaca, sebagai referensi dan sumber informasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai konsumsi buah 6. Konsumen, sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam
pembelian dan konsumsi buah.
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Schiffman dan Kanuk (2007) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk serta jasa yang konsumen harapkan akan memuaskan kebutuhannya. Selain itu, studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi). Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mengartikannya sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk serta jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Peter dan Olson (2010) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar manusia dimana manusia tersebut melakukan aspek pertukaran dalam hidupnya. Afeksi dan kognisi mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan sementara kognisi melibatkan pemikiran. Perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Dalam memahami perilaku konsumen, menurut (Griffin & Ebert 2003) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu: 1) pengaruh psikologis mencakup motivasi, persepsi, kemampuan belajar, dan sikap perseorangan, 2) pengaruh pribadi/individu mencakup gaya hidup, kepribadian dan status ekonomi, dan 3) pengaruh lingkungan yang terbagi atas pengaruh sosial dan pengaruh budaya. Pengaruh sosial mencakup keluarga, pendapat pemimpin, dan kelompok referensi lainnya seperti teman, rekan sekerja, dan rekan seprofesi.
Pengaruh budaya mencakup budaya, subkultur, dan kelas sosial (kelompokkelompok berdasarkan peringkat budaya menurut kriteria seperti latar belakang, pekerjaan, dan pendapatan). Prasetijo dan Ihalauw (2005) mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap yaitu: Tahap perolehan (acquisition): mencari (searching) dan membeli (purchasing). Tahap konsumsi (consumption): menggunakan (using) dan mengevalusi (evaluating). Tahap tindakan pasca beli (dispotion): apa yang dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi. Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut: Mendapatkan Produk Kebutuhan
Konsumsi
Mencari: Menggunakan - Informasi - Alternatif Mengevaluasi - Keputusan membeli Perilaku Pembelian
Pasca Beli Perilaku Pasca Beli
Gambar 1 Proses perilaku konsumen
Perilaku Pembelian Menurut Peter dan Olson (2010), pengambilan keputusan konsumen pada dasarnya adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari pengintegrasian ini adalah pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Keinginan berperilaku adalah suatu rencana (disebut juga rencana keputusan) untuk terlibat dalam beberapa perilaku. Konsekuensi dasar, kebutuhan, atau nilai yang ingin dicapai atau dipuaskan konsumen sebagai tujuan akhir. Tujuan memberikan fokus pada keseluruhan pemecahan masalah. Menurut Kotler (2000), dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat sub-keputusan pembelian: keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu, dan keputusan metode pembayaran.
Menurut Engel et al. (1994) terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam proses pembelian yaitu kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membeli. Menurut Sumarwan (2004), pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Pentingnya pembelian bersumber dari kuatnya kebutuhan seseorang akan produk, keterlibatan ego seseorang terhadap produk, dan kerasnya konsekuensi sosial, dan keuangan dari pengambilan keputusan yang buruk. Hal ini menyebabkan konsumen cenderung mencari informasi tambahan tentang produk. Konsumen dalam pencarian dan penggunaan informasi memiliki nilai atau manfaat yang diperoleh
dari informasi tersebut. Informasi yang bernilai
membantu konsumen untuk membuat keputusan pembelian yang lebih memuaskan dan menghindarkan dari konsekuensi negatif sehubungan dengan pengambilan keputusan yang buruk (Boyd, Walker, Larreche 2000). Proses Keputusan Pembelian Proses keputusan pembelian (Gambar 2) terdiri dari lima langkah tahapan proses, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil (Engel et al 1994). Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Hasil
Gambar 2 Proses keputusan pembelian 1. Pengenalan Kebutuhan Konsumen mempersepsikan perbedaan antara kondisi yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. 2. Pencarian Informasi. 3. Konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). 4. Evaluasi Alternatif
Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan mengecilkan pilihan hingga alternatif yang dipilih. 5. Pembelian Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu niat dan pengaruh lingkungan dan/atau perbedaan individu. Pembelian dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pembelian terencana dan pembelian tidak terencana. Pembelian tidak terencana seringkali dikarenakan pembelian berdasarkan impuls. Menurut penelitian Rook, penelitian berdasarkan impuls mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik berikut : (1) spontanitas; (2) kekuatan, kompulsif,
dan
intensitas;
(3)
kegairahan
dan
stimulasi;
dan
(4)
ketidakpedulian akan akibat. 6. Hasil Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan selanjutnya setelah digunakan. Tipe-Tipe Perilaku Pembelian Tipe-tipe perilaku pembelian terdiri dari empat tipe perilaku yaitu perilaku pembelian kompleks, perilaku pembelian pengurangan disonansi, perilaku pembelian mencari keragaman, dan perilaku kebiasan pembelian (Kotler 2008). 1. Perilaku pembelian kompleks Perilaku pembelian kompleks terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, berisiko, jarang dibeli, dan sangat memperlihatkan ekspresi diri. 2. Perilaku pembelian pengurangan disonansi Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antar merek. 3. Perilaku pembelian mencari keragaman Konsumen melakukan perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah tetapi anggapan perbedaan merek signifikan. 4. Perilaku pembelian kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. Motivasi Definisi Motivasi Schiffman dan Kanuk (2007) mengemukakan bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa individu untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Individu secara sadar maupun tanpa sadar berjuang untuk mengurangi ketegangan melalui perilaku yang mereka harapkan akan memenuhi kebutuhan konsumen dan dengan demikian akan membebaskan dari tekanan yang dirasakannya. Selain itu, motivasi juga merupakan tenaga penggerak dalam diri individu yang mendorong konsumen untuk bertindak. Tenaga penggerak ini ditimbulkan oleh tekanan yang tidak menyenangkan, yang muncul sebagai akibat dari kebutuhan yang tidak terpenuhi. Semua individu mempunyai kebutuhan, hasrat, dan keinginan. Dorongan bawah sadar individu untuk mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh kebutuhan menghasilkan perilaku yang diharapkannya akan memenuhi kebutuhan dan dengan demikian akan menimbulkan keadaan yang lebih menyenangkan dalam dirinya. Proses terbentuknya motivasi Rangsangan atau stimulus akan menyebabkan pengenalan kebutuhan. Rangsangan tersebut bisa datang dari dalam diri sendiri (faktor intrinsik) ataupun dari luar (faktor ekstrinsik). Rangsangan tersebut terjadi karena adanya kesenjangan antara apa yang sebenarnya dirasakan dengan yang seharusnya dirasakan. Pengenalan kebutuhan akan menimbulkan tekanan kepada seseorang sehingga ada dorongan pada dirinya untuk melakukan tindakan dalam rangka pencapaian tujuan. Apabila tujuan atau kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka tekanan pun akan berkurang (Sumarwan 2004). Gambar 3 memperlihatkan bagaimana proses motivasi terjadi.
Belajar
Kebutuhan, keinginan, dan hasrat yang belum terpenuhi
Ketegangan
Perilaku
Dorongan
Pemenuhan Tujuan atau kebutuhan
Proses Kesadaran
Pengurangan Ketegangan
Gambar 3 Proses terbentuknya motivasi (Schiffman & Kanuk 2007) Teori motivasi yang terkenal adalah teori hierarki kebutuhan manusia oleh Maslow. Menurut Maslow mengacu dalam Schiffman dan Kanuk (2007) terdapat lima tingkat kebutuhan dari yang paling dasar sampai ke tingkat yang paling tinggi, yaitu: 1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan biologis, meliputi makanan, air, udara, perumahan, pakaian dan sebagainya. 2. Kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan ini jauh lebih besar dari sekedar keamanan fisik,
meliputi ketertiban,
stabilitas,
kebiasaan sehari-hari,
keakraban, dan pengendalian atas kehidupan diri dan lingkungan. 3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini meliputi berbagai kebutuhan seperti cinta, kasih sayang, pemilikan, dan penerimaan. 4. Kebutuhan akan kepentingan diri sendiri. Kebutuhan ini dapat berorientasi ke dalam maupun ke luar diri atau kedua-duanya. Kebutuhan ego yang terarah ke dalam diri mencerminkan kebutuhan individu akan penerimaan diri, harga diri, kesuksesan, kemandirian, kepuasan pribadi atas pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik. Kebutuhan ego yang terarah ke luar diri meliputi kebutuhan akan martabat, nama baik, status, dan pengakuan dari orang lain.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan ini mengacu pada keinginan individu untuk melengkapi kemampuannya, untuk menjadi apa saja yang mampu diraih. Engel et al (1994) menyatakan bahwa perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika terdapat ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai. Jika ketidakcocokan ini meningkat, akan mengakibatkan pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang mengacu sebagai dorongan atau drive. Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya diekspresikan menjadi perilaku pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yang diharapkan, yaitu: (1) manfaat utilitarian, dan (2) manfaat hedonik atau pengalaman. Manfaat utilitarian merupakan atribut produk fungsional yang objektif. Manfaat hedonik merupakan respon emosional, kesenangan panca indera, dan pertimbangan estetis. Kriteria digunakan sewaktu mempertimbangkan manfaat hedonik bersifat subjektif. Kedua jenis manfaat tersebut dapat diekspresikan sebagai kriteria evaluatif yang digunakan di dalam proses penimbangan dan penyeleksian alternatif terbaik. Pembelian tidak pernah dilakukan kecuali jika kebutuhan atau motif yang mendasari diaktifkan dan dipenuhi. Tindakan membeli tidak dijalankan sebelum alternatif dipandang secara positif. Kebutuhan harus sudah ada, walaupun sebagian besar belum dikenali, dan kebutuhan ini tidak diciptakan oleh pemasar. Komunikasi pemasaran hanya berfungsi untuk menstimulasi keinginan membeli suatu produk untuk memenuhi kebutuhan. Peranan utama dari upaya pemasaran adalah menempatkan produk atau jasa pada posisi yang paling menguntungkan berkenaan dengan potensi untuk memenuhi kebutuhan (Engel et al 1994). Menurut Sumarwan (2004), motivasi merupakan salah satu faktor pribadi yang dapat mempengaruhi perceptual selection atau perhatian konsumen terhadap stimulus. Konsumen yang merasa lapar tentu akan sangat cepat memperhatikan segala stimulus yang berkaitan dengan makanan, misalnya aroma makanan atau restoran yang dijumpainya. Konsumen akan sengaja memberikan perhatian kepada stimulus yang akan memberikan solusi terhadap kebutuhannya.
Perilaku Konsumsi Konsumen Istilah konsumsi memiliki arti yang luas, dan terkait dengan jenis kategori produk dan jasa yang dibeli atau dipakai. Arti konsumsi untuk jenis produk makanan adalah dimakan, sedangkan arti konsumsi untuk jenis produk minuman adalah diminum. Konsumsi produk atau penggunaan produk (product use) dapat diketahui melalui tiga hal, yaitu: (1) frekuensi konsumsi, (2) jumlah konsumsi, dan (3) tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menggambarkan kuantitas produk yang digunakan oleh konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar bagi produknya. Tujuan konsumsi menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen. Konsumen mengkonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan (Sumarwan 2004). Menurut Engel et al (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan
yang
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan,
mengkonsumsi,
menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual, serta proses psikologis. Menurut Sumarwan (2004) secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal-hal sebagai berikut apa yang dibeli konsumen? (what do the buy?), mengapa konsumen membelinya? (why do they buy it?), kapan mereka membelinya? (when do they buy it?), dimana mereka membelinya? (where do they buy it?), berapa sering mereka membelinya? (how often do they by it?), berapa sering mereka menggunakannya? (how often do they use it?) Perilaku konsumsi suatu produk merupakan bagian dari perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukannya. Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia (waktu, usaha, uang) guna membeli barang-barang yang terkait dengan konsumsi. Konsumen dihadapkan pada memilih dan menggunakan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari proses memilih dan mengkonsumsi pangan
merupakan bagian dari perilaku konsumen. Jadi, perilaku konsumsi merupakan bagian dari perilaku konsumen (Sumarwan 2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Kotler (2002) membagi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ke dalam empat faktor, yaitu faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis. Pendapat
lain dikemukakan oleh Suryani
(2008)
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi konsumsi seseorang adalah faktor eksternal (keluarga, sumber informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya dan sub budaya) dan faktor internal (motivasi, pengamatan, belajar). Engel et al (1995) menyebutkan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk, yaitu faktor lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologi, sedangkan Karakteristik Keluarga Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan. Konsumen yang memiliki kepribadian sebagai pencari informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya (Sumarwan 2004). Suryani (2008) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai peran penting dalam perilaku konsumen. Konsumen sebagai anggota keluarga yang sering berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, perilakunya secara tidak langsung dipengaruhi oleh hasil interaksi tersebut. Keluarga mempengaruhi proses pembelajaran, sikap, persepsi dan perilaku orang-orang yang ada didalamnya. Oleh karena itu, perilaku konsumen secara langsung atau tidak langsung sangat dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga merupakan sumber pengaruh dan terkadang penentu dalam perilaku konsumen. Pemasar juga tertarik pada jenis-jenis keluarga dan
komposisinya, tidak saja demi segmentasi akan tetapi juga dalam menentukan sasaran promosinya. Fungsi keluarga juga relevan dalam hal sosialisasi anggota keluarga untuk menjadi konsumen. Dukungan finansial dan emosional diperlukan oleh anggota keluarga untuk menjadi konsumen. Dukungan finansial dan emosional diperlukan oleh anggota keluarga, hal ini juga mempengaruhi mereka dalam memutuskan membeli dan mengkonsumsi. Selanjutnya membentuk gaya hidup yang diikuti oleh konsumen yang bersangkutan (Prasetijo & Ihalauw 2005). Kotler (2002)
mengemukakan bahwa keluarga adalah organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah menjadi objek penelitian yang ekstensif. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga dapat dibedakan dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orangtua dan saudara kandung seseorang. Dari orangtua, seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Bahkan jika pembeli tidak lagi berinteraksi secara intensif dengan keluarganya, pengaruh keluarga terhadap perilaku pembeli tetap signifikan. Di negara-negara di mana orangtua tinggal dengan anak-anak mereka yang sudah dewasa, pengaruh mereka dapat menjadi sangat besar. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian seharihari adalah keluarga prokreasi, yaitu pasangan dan anak-anak seseorang. Usia. Menurut Sumarwan (2004), memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Namun, pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan dasar untuk segmentasi pasar produknya. Dengan demikian, pemasar perlu mengetahui pasar potensial dari produk yang dipasarkannya. Artinya pemasar perlu mengetahui komposisi dan distribusi usia penduduk dari suatu wilayah atau daerah yang dijadikan target pasarnya. Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, manusia telah menjadi konsumen, dan terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Para pemasar harus memahami
apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai usia tersebut, kemudian membuat beragam produk yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut (Sumarwan 2004). Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Semua konsumen memakan-makanan bayi dalam tahun awal hidupnya, banyak ragam makanan dalam tahun-tahun pertumbuhan dan dewasa, serta diet khusus dalam tahun-tahun berikutnya. Selera orang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Pemasar sering memilih kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sasaran produsen (Kotler 2002). Pendidikan dan Pekerjaan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Winarno 1993). Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan cenderung mempunyai korelasi yang erat dan nyaris merupakan hubungan sebab-akibat. Pekerjaan tingkat tinggi yang menghasilkan pendapatan yang tinggi biasanya membutuhkan pelatihan pendidikan lanjutan. Orang-orang yang mempunyai pendidikan yang agak rendah jarang memenuhi syarat untuk pekerjaan tingkat tinggi (Schiffman & Kanuk 2007). Pendapatan. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen, agar konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Karena alasan inilah, para pemasar perlu mengetahui pendapatan
konsumen akan menjadi indikator penting besarnya jumlah produk yang bisa dibeli konsumen. Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa pendapatan yang diukur dari seorang konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dimana konsumen berada. Daya beli sebuah rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang (misalnya ayah saja), tetapi dari seluruh anggota rumahtangga yang bekerja. Sebuah rumahtangga akan menyatukan semua pendapatan yang diterima. Pendapatan termasuk variabel yang sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kelas sosial. Semakin tinggi pendapatan semakin makmur, sejahtera dan dihargai di masyarakat. Seringkali pendapatan yang tinggi diikuti dengan pengeluaran yang tinggi karena gaya hidup atau pola konsumsi yang konsumtif yang menyebabkan secara ekonomi mungkin tidak baik posisinya di masyarakat (Suryani 2008). Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat, kestabilan, pola waktu), tabungan dan aktiva (persentase yang lancar/likuid), hutang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap atas belanja atau menabung. Pemasar barang-barang yang peka terhadap harga terus menerus memperhatikan trend penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga. Jika indikator ekonomi menandakan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, melakukan penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produknya sehingga produsen dapat terus menawarkan nilai pada pelanggan sasaran (Kotler 2002). Menurut Soekirman (2000) penurunan pendapatan berhubungan langsung dengan penurunan ketahanan pangan di tingkat rumahtangga dan pada jangka waktu yang lama akan menyebabkan kekurangan gizi. Hal ini dapat dijelaskan dengan hukum Engel yang menyatakan bahwa: “Pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat”.
Peningkatan pendapatan akan meningkatkan perhatian terhadap kandungan gizi makanan yang akan dikonsumsi sehingga kualitas konsumsi pangan meningkat. Pada tingkat pendapatan yang rendah, konsumsi diutamakan pada pangan sumber energi terutama padi-padian (Soekirman 2000). Menurut Hardinsyah et al (2002), terdapat kecenderungan dengan peningkatan pendapatan seseorang maka jenis pangan yang dikonsumsi akan semakin beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak meningkatkan keragaman jenis pangan tetapi pangan yang dibeli harganya lebih mahal. Di Indonesia terdapat kecenderungan proporsi pengeluaran untuk pangan daging, telur, susu, buah, minyak dan lemak pada penduduk lapisan atas lebih tinggi jika dibanding dengan penduduk lapisan bawah. Schiffman dan Kanuk (2007) mengemukakan bahwa pendapatan sudah lama menjadi variabel yang penting untuk membedakan berbagai segmen pasar. Para pemasar umumnya membagi pasar berdasarkan pendapatan karena mereka merasa bahwa pendapatan merupakan indikator yang kuat mengenai kemampuan (atau ketidakmampuan) untuk membayar produk atau model produk yang khusus. Besar Keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga. Hurlock (1993) membagi jenis keluarga berdasarkan jumlah anggota yang ada dalam keluarga tersebut. Keluarga kecil memiliki dua atau tiga orang anak. Keluarga sedang memiliki tiga, empat, atau lima anak. Keluarga besar memiliki enam atau lebih. Masing-masing kategori keluarga tersebut dapat menghasilkan beragam suasana di rumah dan akan menentukan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa jumlah anggota keluarga atau rumahtangga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Rumahtangga dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan mengkonsumsi beras, daging, sayuran, dan buah-buahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Jumlah
anggota keluarga akan menggambarkan potensi permintaan terhadap suatu produk dari sebuah rumahtangga. Pemasar perlu mengetahui jumlah rumahtangga, namun dapat diketahui pula jumlah anggota rumahtangga, karena jumlah anggota rumahtangga secara keseluruhan akan menggambarkan jumlah penduduk dan sekaligus perbedaan gaya hidup dan pola konsumsi dari rumahtangga. Pengetahuan. Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel et al. 1995). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut serta informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan ini timbul karena konsumen mencari informasi-informasi dari sebuah produk dan konsumen menyimpannya di dalam ingatannya, dimana proses pencarian informasi ini bertujuan untuk proses pencapaian tujuan akhir dari penggunaan produk yaitu tercapainya keseimbangan antara harapan konsumen dengan nilai yang diberikan oleh produk (Sumarwan 2004). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selain itu pengetahuan pun dapat diperoleh dari beberapa macam proses belajar, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan perilaku yang didasari dengan pengetahuan (Winarno 1993). Peter dan Olson (2010) menjelaskan bahwa sistem pengetahuan manusia dapat menginterpretasikan berbagai jenis informasi dan oleh karena itu menghasilkan pengetahuan, arti, dan kepercayaan. Secara umum, seseorang memiliki dua jenis pengetahuan: 1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan 2) pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu. Mowen dan Minor (1995) mengacu dalam Sumarwan (2004) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga kategori: a) pengetahuan objektif, b) pengetahuan subjektif, dan c) informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah
persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang konsumen ketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki berbagai informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan mengembangkan sistem kognitif yang mengungkapkan proses mental yang lebih tinggi untuk pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan, dan berpikir. Pengertian adalah menginterpretasikan, atau menetapkan arti aspek khusus lingkungan seseorang. Penilaian menetapkan suatu aspek lingkungan atau perilaku pribadi seseorang adalah baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Perencanaan menetapkan bagaimana memecahkan suatu permasalahan atau mencapai suatu tujuan. Penetapan adalah membandingkan alternatif pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan, dan mencari alternatif terbaik. Berpikir adalah aktivitas kognitif yang muncul disepanjang proses di atas. Konsumen memiliki tingkatan pengetahuan produk yang berbeda, yang dipergunakan untuk menerjemahkan informasi baru dan membuat pilihan pembelian (Peter & Olson 2010). Sumber Informasi Informasi dapat datang dari berbagai sumber termasuk sumber teman, anggota keluarga, dan media massa. Engel et al (1994) membagi sumber informasi ke dalam personal (teman dan keluarga) dan impersonal (media massa dan informasi dalam toko). Bahasa dapat mempengaruhi pilihan media, dan informasi yang terkandung didalamnya memberikan dampak pada kuantitas dan kualitas informasi yang diterima. Selain itu informasi yang diperoleh bermacam-macam, misalnya dari iklan di surat kabar, dari brosur-brosur yang tersedia di pameran atau bahkan mendatangi pengembang secara langsung. Proses pencarian informasi dilakukan untuk menjawab adanya pengenalan kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Menurut Sutisna (2001), terdapat dua tipe pencarian informasi. Pertama yaitu tipe pencarian informasi sebelum terjadi pembelian (prepurchase search). Proses pencarian prepurchase terjadi ketika pengenalan kebutuhan diketahui. Kedua, tipe pencarian informasi yang terus-menerus bahkan ketika keputusan pembelian telah dilakukan. Tipe pencarian informasi ini disebut on going search. Tujuan dari
pencarian informasi yang berlangsung terus-menerus bahkan ketika harus melakukan pembelian secara mendadak, tidak perlu lagi mencari dan mengumpulkan informasi. Engel et al (1994) mengemukakan bahwa proses informasi dapat dirinci menjadi lima tahap dasar. Tahap-tahap ini, yang didasarkan pada model pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh William Mc Guire. Tahap ini terdiri dari pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan pemerolehan kembali (retensi). Pemaparan didefenisikan sebagai pencapaian kedekatan dengan suatu stimulus sehingga ada peluang untuk mengaktifkan suatu indera atau lebih. Perhatian menggambarkan alokasi kapasitas pemrosesan pada stimulus yang baru masuk. Perhatian dipengaruhi oleh dua determinan utama yaitu pribadi dan stimulus. Pemahaman berkaitan dengan penafsiran stimulus. Pemahaman dipengaruhi oleh beberapa faktor dimana tingkat pengetahuan konsumen dan motivasi atau keterlibatan dan harapannya adalah faktor yang kritis. Penerimaan berfokus pada sejauh mana persuasi terjadi dalam bentuk pengetahuan dan sikap yang baru atau dimodifikasi. Tahap terakhir yaitu retensi, yang melibatkan pemindahan informasi ke dalam ingatan jangka panjang. Konsumen membutuhkan informasi karena informasi mempunyai berbagai fungsi bagi konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko ketidakpastian. Konsumen membutuhkan informasi yang benar karena informasi yang salah bukan hanya akan berakibat fatal, tetapi juga akan menghilangkan kepercayaan konsumen kepada produsen (Mather 2006). Kebutuhan informasi semakin penting pada era industrialisasi ini karena beragam produk makanan dan minuman menghadirkan berbagai macam merek kepada konsumen. Kotler (2002) menggolongkan informasi konsumen ke dalam empat kelompok, yaitu (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), (2) sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko), (3) sumber publik (media massa), dan (4) sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk). Selain itu, Kotler (2002)
menyatakan bahwa jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi tersebut berbeda tergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli. Menurut Kotler (2002), pada umumnya konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang suatu produk dari sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi pemberi informasi, sedangkan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi dan evaluasi. Konsumsi Buah Konsumsi buah merupakan informasi tentang jenis dan jumlah buah yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa telaah konsumsi buah dapat ditinjau dari aspek jenis buah dan jumlah buah yang dikonsumsi. Manusia perlu mengkonsumsi makanan dan minuman dengan jumlah yang cukup secara teratur setiap harinya untuk dapat hidup sehat. Mengkonsumsi buah yang termasuk ke dalam jenis pangan tidak hanya penting untuk kesehatan, tetapi juga untuk kecerdasan dan kemampuan fisik tubuh. Pangan sebagai sumber zat gizi merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Namun kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya, karena kelebihan atau kekurangan pangan akan berdampak terhadap kesehatan (Hardinsyah, Briawan, Retnaningsih, Herawati, dan Wijaya 2002). Dari piramida (Gambar 4) tampak jelas bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar kesehatan penduduk terjamin. Sedemikian pentingnya sayuran dan buah-buahan, sehingga World Health Organization (WHO) dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar kita paling sedikit mengkonsumsi lima porsi sayuran dan buah-buahan setiap harinya. Satu porsi buah-buahan setara dengan 150 gram, sedangkan satu porsi sayuran setara dengan 75 gram sayuran mentah (Astawan dan Kasih 2008). Secara sederhana, jumlah bahan pangan yang sebaiknya dikonsumsi dapat digambarkan sebagai sebuah piramida makanan (Gambar 4). Piramida makanan
ini banyak diacu oleh berbagai negara untuk mewujudkan kesehatan penduduknya.
Gambar 4 Piramida makanan yang dianjurkan untuk hidup sehat. Bagian bawah piramida tersusun dari bahan-bahan pangan sumber karbohidrat (roti, nasi, sereal, pasta, dan lain-lain) yang dianjurkan dikonsumsi sebanyak 6-11 porsi per hari. Bagian tengah piramida terdiri atas 2-4 porsi buahbuahan, 3-5 porsi sayur-sayuran, 2-3 porsi susu dan produk olahannya, 2-3 porsi daging, unggas, ikan, telur, dan kacang-kacangan. Bagian atas (ujung) piramida hanya terdiri atas sedikit lemak, minyak, dan gula (pemanis). Penelitian Terdahulu Penelitian Setiowati (2000) mengenai konsumsi dan preferensi sayur dan buah pada remaja di SMU 1 Bogor dan SMU 1 Pamekasan mengungkapkan bahwa rata-rata jumlah konsumsi sayur dan buah yang sering dikonsumsi contoh dalam seminggu terakhir adalah tomat dan pisang. Sayur yang paling disukai contoh di SMU 1 Bogor adalah jagung manis dan di SMU 1 Pamekasan adalah bayam, sedangkan buah yang paling disukai di kedua SMU adalah jeruk. Sikap contoh tidak berbeda nyata dikedua SMU, namun berbeda nyata untuk tingkat pengetahuan gizi. Contoh di SMU 1 Bogor memiliki tingkat pengetahuan gizi yang lebih baik. Sumber informasi yang paling mempengaruhi contoh untuk mengkonsumsi sayur dan buah adalah orangtua. Alasan yang diberikan contoh dalam mengkonsumsi sayur dan buah pada umumnya karena alasan kesehatan.
Waktu mengkonsumsi sayur dan buah adalah pada malam hari untuk contoh di SMU 1 Bogor dan siang hari untuk contoh di SMU 1 Pamekasan. Sayur dan buah yang sering dihidangkan dalam keluarga adalah bayam, wortel dan kangkung serta jeruk, pisang dan pepaya. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (1999) dengan judul menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses keputusan pembelian buah, mengungkapkan bahwa dari sejumlah variabel penelitian yang dianalisis dapat ditentukan lima variabel yang memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumen dalam melakukan pembelian buah lokal dan impor. Lima variabel yang paling besar pengaruhnya pada proses pembelian buah lokal di Kotamadya Bogor adalah pertimbangan awal pemilihan buah lokal, jumlah anggota keluarga yang menyukai buah-buahan lokal, lingkungan keluarga konsumen buah lokal. Sementara lima variabel yang memiliki pengaruh terbesar dalam proses keputusan pembelian buah impor adalah manfaat yang dicari konsumen dari konsumsi buah impor, kenaikan harga buah impor dan indikator mutu buah impor. Wulansari (2009) melakukan penelitian tentang konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi buah di SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hr lebih rendah dibandingkan dengan SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hr). Hasil uji beda independent samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah di kedua sekolah (P>0,05). Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam sebulan terakhir adalah jeruk manis, yaitu 5,28 kl/mg untuk SMAN 2 Bogor dan 2,23 kl/mg untuk SMAN 1 Ciampea. Buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea adalah jeruk. Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2 Bogor adalah mengkudu sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah durian. Pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Syamsuri (2003) dengan judul analisis efisiensi pemasaran buah lokal dan buah Impor di DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta dengan menelusuri jalur pemasaran buah
impor dan buah lokal dari tingkat produsen dan importir hingga ke konsumen. Perilaku pasar buah impor antara importir dan pedagang grosir adalah dengan prinsip saling kenal, sedangkan untuk buah lokal antara pedagang pengumpul dengan pedagang grosir adalah hubungan keluarga atau sekampung. Marjin pemasaran buah impor antara 22,77 persen sampai dengan 24,20 persen, sedangkan marjin pemasaran buah lokal antara 45,50 persen sampai 53,3 persen. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar diketahui rendahnya integrasi pasar antara pasar grosir di Pasar Induk Kramatjati dengan pasar-pasar pengecer. Hal ini berarti Pasar Induk Kramatjati sebagai pasar grosir tidak sepenuhnya sebagai jalur pemasaran buah masuk ke Jakarta. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran maka diketahui bahwa pemasaran buah impor lebih efisien dibanding buah lokal. Buah yang paling efisien adalah apel impor, sedangkan di antara buah lokal maka buah salak yang lebih efisien. Dahri
(2006)
melakukan
penelitian
mengenai
analisis
dampak
kebijaksanaan impor buah segar terhadap harga dan produksi buah Indonesia. Volume impor buah jeruk, apel dan anggur segar masing-masing dipengaruhi oleh harga buah impor, tingkat pendapatan, nilai tukar rupiah terhadap US dolar, kebijakan tataniaga buah, tarif impor, serta lag impor buah. Peubah tingkat pendapatan, nilai tukar dan tarif impor memberi pengaruh yang nyata terhadap volume impor tersebut. Volume impor masing-masing buah segar ini sangat responsif terhadap perubahan variabel yang nyata di atas. Peubah yang mempengaruhi produksi buah pisang di Indonesia secara nyata adalah peubah upah, harga pupuk dan lag produksi buah pisang dalam negeri. Demikian juga dengan pendugaan elastisitas, produksi buah pisang dalam negeri responsif terhadap harga mangga di tingkat produsen dan tingkat upah tenaga kerja. Perilaku produksi buah lain (jeruk dan mangga) yang dianalisis menunjukkan pola yang hampir sama dengan pisang. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Herlani (2010) mengenai konsumsi buah dan sayur
pada Murid Taman
Kanak-Kanak
dan faktor
yang
mempengaruhinya. Rata-rata konsumsi buah di kota adalah 59,3 g/hr lebih rendah dibanding di Desa (61,5/hr). Rata-rata konsumsi sayur di Kota adalah 71,6 g/hr, sedangkan rata-rata konsumsi sayur di Desa adalah 84,7 g/hr. Buah yang paling
sering dikonsumsi anak TK dalam sebulan terakhir di Kota adalah jeruk manis sedangkan buah yang sering dikonsumsi contoh di Desa adalah buah pisang. Sayur yang paling sering dikonsumsi anak TK di kedua sekolah dalam sebulan terakhir adalah wortel. Sebagian contoh mengkonsumsi buah dan sayur pada siang hari. Sebagian besar anak TK di kedua sekolah menyukai buah dalam bentuk segar. Pengolahan sayur yang paling disukai TK di kedua sekolah yaitu dengan cara disayur bening. Pengetahuan gizi ibu, sikap gizi, dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak berhubungan dengan konsumsi buah. Variabel yang berhubungan dengan konsumsi sayur antara lain pengetahuan gizi, sikap ibu, dan besar keluarga. Susilowati (2010) melakukan penelitian mengenai analisis hubungan antara pengetahuan gizi, preferensi, dan frekuensi konsumsi buah dan sayur Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner frekuensi makan (Food Frequency Questionare/FFQ) yang bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Pengetahuan gizi berhubungan erat dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi maka seseorang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang dalam jumlah takaran dan kuantitas. Perilaku makan penduduk Indonesia masih belum menempatkan buah dan sayur pada menu makan sehari-hari secara proporsional. Hal ini terbukti dengan diketahui bahwa konsumsi buah dan sayur di Indonesia masih di bawah dari rekomendasi FAO, yaitu hanya sebesar 35,52 kg/th/kap (buah) pada tahun 2008. Secara umum tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi terhadap preferensi mahasiswa terhadap buah dan sayur (P>0,05). Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan korelasi Spearman diketahui bahwa preferensi buah dan sayur berkorelasi positif dan signifikan terhadap frekuensi makan (r=0,500; p=0,000). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat preferensi maka semakin tinggi pula frekuensi konsumsi buah dan sayur mahasiswa.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu, yaitu pada tujuan penelitian selain menganalisis perilaku konsumsi buah, penelitian ini menganalisis perilaku pembelian buah, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode FFQ (Food Frequency Questinare) yang sama dengan penelitian Susilowati (2010).
KERANGKA PEMIKIRAN Berbagai jenis buah yang beredar di pasaran memberikan banyak pilihan kepada konsumen untuk mendapatkannya sesuai dengan keinginan, kemauan, dan kemampuan untuk memperoleh dan mengkonsumsi yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Zat gizi tersebut sebagian besar tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga perlu asupan dari luar. Kebutuhan akan vitamin dan mineral relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karbohidrat, protein, maupun lemak. Namun jika kebutuhan yang sedikit tersebut tidak dipenuhi secara cukup maka akan terjadi defisiensi pada tubuh manusia yang dapat mengakibatkan menurunnya imunitas tubuh (Suhardjo 1989). Sebenarnya buah-buahan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang belum dapat tergantikan. Buah-buahan mengandung berbagai macam vitamin yang dibutuhkan dalam keseimbangan tubuh manusia. Beberapa jenis vitamin sudah lama dikenal sebagai antioksidan, yaitu suatu bahan penetral radikal bebas dalam tubuh yang bisa merusak sel dan bahkan menimbulkan kanker serta penyakit jantung. Namun banyak orang mencari antioksidan itu dengan meminum berbagai tablet yang mengandung vitamin tambahan (suplemen). Menurut sejumlah penelitian, konsumsi suplemen tidak memberikan manfaat yang sama bila dibandingkan dengan mengkonsumsi buah dan sayuran segar (Syamsuri 2003). Perilaku konsumen buah didefinisikan sebagai tahapan mengkonsumsi produk buah impor sebagai tahapan mengkonsumsi buah-buahan mulai dari tahap menerima informasi, mendapatkan pengetahuan, perilaku pembelian, sampai tahap mengkonsumsi buah. Pengetahuan adalah berbagai gejala informasi yang diperoleh konsumen melalui pengamatan inderawi dan disimpan dalam ingatannya. Informasi yang diperoleh dan disimpan dalam ingatan konsumen terhadap suatu produk kemudian akan membentuk perilaku konsumen dalam pembelian buah. Perilaku pembelian buah dapat meliputi jumlah buah, waktu pembelian buah serta tempat pembelian buah. Perilaku konsumsi buah meliputi jenis buah, frekuensi konsumsi buah, serta jumlah konsumsi buah.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah meliputi karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, sumber informasi, dan pengetahuan). Setelah konsumen mengkonsumsi suatu produk maka akan muncul tingkat kepuasan dan evaluasi. Pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang suatu jenis produk. Perilaku konsumsi merupakan cara seseorang dalam memikirkan, merasakan, melakukan tindakan memilih suatu produk yang dikonsumsi. Agar produk dapat dikonsumsi oleh konsumen, diperlukan informasi dari produk baik melalui personal (teman dan keluarga) ataupun impersonal (media massa dan informasi dalam toko). Dalam
mengkonsumsi
suatu
produk,
konsumen
juga
akan
mempertimbangkan kandungan gizi, rasa, dan manfaat dari produk yang dikonsumsi sehingga dengan adanya informasi, pengetahuan serta motivasi akan semakin mendorong konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk. Secara lengkap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perilaku konsumsi buah impor disajikan pada Gambar 5.
Faktor Internal: Usia KK dan Istri Usia KK dKK dan Pendidikan Istri Pendidikan K Pekerjaan KK dan Pendapatan Istri Pendapatan Pengetahuan Besar Keluarga Pengetahuan
Faktor Eksternal: Harga Merek Asal Negara
Sumber Informasi tentang Buah
Pengambilan Keputusan Pembelian Perilaku Pembelian Buah: Frekuensi Pembelian Buah Jumlah Pembelian Buah Tempat Pembelian Buah
Perilaku Konsumsi Buah: Jenis Buah Frekuensi Konsumsi Buah Jumlah Konsumsi Buah Motivasi Konsumsi buah
Pasca Pembelian Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 5 Kerangka pemikiran analisis perilaku pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan
METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian ini adalah cross sectional study, yakni cara mempelajari objek riset dalam suatu waktu tertentu saja atau tidak berkesinambungan dalam jangka waktu panjang (Umar 2003). Penelitian ini dilakukan di wilayah yang mewakili Kota dan Kabupaten Bogor dengan alasan bahwa Kota dan Kabupaten Bogor memiliki karakteristik penduduk yang heterogen, sehingga riset mengenai perilaku konsumsi berdasarkan persepsi konsumen dapat dilakukan di kota ini. Di sisi lain letak Kota dan Kabupaten Bogor yang relatif dekat dengan ibukota yaitu Jakarta, dan merupakan salah satu kota besar di Indonesia sehingga memberikan implikasi strategis pada cepatnya arus informasi, teknologi, budaya, dan distribusi produk-produk yang dipasarkan yang akan mempengaruhi masyarakat baik di Kota maupun di Kabupaten Bogor, termasuk dalam hal konsumsi. Tempat penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan tempat penelitian berdekatan dengan pasar sebagai akses untuk memenuhi kebutuhan salah satunya dalam mengkonsumsi buah. Oleh karena itu dipilih Kelurahan Panaragan Kecamatan Bogor Tengah sebagai perwakilan wilayah Perkotaan Bogor dan Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea sebagai perwakilan wilayah perdesaan. Pengambilan sampel di Kota dan Kabupaten Bogor diharapkan dapat menunjukkan data yang cukup representatif untuk dijadikan
dasar
pertimbangan
dalam
perumusan
strategi
pemasaran.
Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2010. Teknik Pengambilan Contoh Contoh adalah keluarga yang membeli dan mengkonsumsi buah. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Umar 2003) sebagai berikut: Rumus Slovin: N n= 1 + Ne² 4257 1 + 4257 (0,1)²
= 97,7 ≈ 100 Contoh
Keterangan: n = Jumlah contoh yang diteliti N = Jumlah populasi (4257 orang) e = kesalahan dalam penarikan contoh (10%)
Dari rumus tersebut didapatkan hasil jumlah sampel, yaitu sebanyak 100 responden. Pada penelitian ini, Wilayah Bogor dibagi menjadi dua bagian, yaitu rumahtangga yang berada di Kota Bogor, dan rumahtangga yang berada di Kabupaten Bogor. Setelah kelompok ditentukan, dilakukan pemilihan kelurahan yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) pada setiap kecamatan dengan memilih satu kelurahan yang memiliki jumlah rumahtangga terbanyak dalam suatu kecamatan serta memiliki karakteristik sampel yang mendekati karakteristik populasinya (kecamatan). Penarikan contoh dilakukan secara acak sistematis berdasarkan posisi rumah. Cara pemilihan contoh dapat dilihat pada Gambar 5.
purposive
Bogor Kota Bogor (6 Kecamatan)
Kabupaten Bogor (40 Kecamatan)
purposive
Kecamatan Bogor Tengah (11 Kelurahan)
Kecamatan Ciampea (13 Kelurahan)
purposive
Kelurahan Panaragan (7 RW)
Desa Cihideung Ilir (5 RW)
RW 1 dan RW 3
RW 3 dan RW 5
n=50
n=50
purposive
Acak Acak Sistematis
Gambar 5 Teknik penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
yang diambil adalah karakteristik keluarga (umur, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, pengetahuan), sumber informasi tentang buah, perilaku pembelian buah (waktu, jumlah, tempat), perilaku konsumsi buah
(jenis, frekuensi, jumlah dan tempat pembelian) dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Data sekunder diperoleh dari literatur perpustakaan, dan tulisan atau laporan yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Selain itu, bisa didapat dari buku, artikel, internet, dan literatur yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder digunakan sebagai acuan dalam penelitian sehingga permasalahan yang diteliti dapat dipahami secara lebih mendalam. Data sekunder yang diambil berupa populasi penduduk Kota dan Kabupaten Bogor, jumlah ketersediaan serta permintaan buah Kota dan Kabupaten Bogor, data perdagangan buah ekspor dan impor. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Jenis Data Data Cara Pengambilan Data Primer Karakteristik keluarga Wawancara Pengetahuan tentang buah Wawancara Sumber informasi buah Wawancara Motivasi membeli buah Wawancara Perilaku pembelian buah Wawancara Perilaku konsumsi buah Wawancara Sekunder Gambaran umum wilayah Data kelurahan Potensi wilayah Data kelurahan Data buah Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Instrumen Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner -
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 for windows. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, besar keluarga, dan pengetahuan tentang buah). Data diolah dengan menggunakan uji beda T-test untuk menganalisis perbedaan dua kelompok, dan uji regresi linier berganda digunakan untuk uji pengaruh. Untuk mengukur reliabilitas pengetahuan responden mengenai buah akan dilakukan uji coba kuesioner sebelum penelitian dilakukan. Hasil dari
uji coba tersebut cukup signifikan yaitu dengan nilai 0.5. Pengukuran reliabilitas alat ukur digunakan uji Alpha Cronbach. Kategori variabel, definisi, skala data, dan pengelompokan data dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori variabel, definisi, skala data, dan pengelompokkan data Skala Data Rasio
Variabel
Definisi
Usia (th)
Lama hidup kepala keluarga dan istri
Pendidikan (th)
Lama pendidikan suami dan istri bersekolah
Ordinal
Jenis pekerjaan
Kegiatan setiap anggota keluarga contoh yang menghasilkan uang sebagai sumber pendapatan utama
Nominal
Pendapatan keluarga (Rp/kap/bl)
Jumlah uang yang diperoleh anggota keluarga contoh tiap bulannya
Rasio
Jumlah Jumlah orang yang tinggal anggota satu rumah keluarga (org)
Rasio
Tingkat pengetahuan (skor)
Ordinal
Informasi yang dimiliki istri tentang buah
Pengelompokan Papalia & Old (2009) : -Dewasa awal (18-40 tahun) -Dewasa madya (41-60 tahun) -Dewasa akhir (> 60 tahun) -Tidak sekolah (0) -Tidak tamat SD (1-5) -Tamat SD (6) -Tamat SMP (9) -Tidak tamat SMU (10-11) -Tamat SMU (12) -Pendidikan tinggi (>15) -Tidak bekerja -Buruh -Pegawai negeri sipil -Pegawai swasta -Wiraswasta/Pedagang -Jasa angkutan -BUMN -Pensiunan -Lainnya BPS Jawa Barat (2009) 1= < Rp. 191.985 2= Rp. 191.985 - 239.981,25 3= Rp. 239.981,25 – 287.977,50 4= > Rp.287.977,50 BKKBN (1998) : -Keluarga kecil (≤ 4 orang) -Keluarga sedang (5-6 orang) -Keluarga besar (≥ 7 orang) Khomsan (2002): -Baik (>80%) -Sedang (60-80%) -Kurang (<60%)
Definisi Operasional Responden adalah ibu rumahtangga yang sedang mengkonsumsi buah dalam tiga bulan terakhir. Perdesaan adalah wilayah penelitian yang terletak di Kabupaten Bogor.
Perkotaan adalah wilayah penelitian yang terletak di Kota Bogor. Karakteristik keluarga adalah informasi seputar usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, besar keluarga, dan pengetahuan tentang buah. Usia contoh adalah lama hidupnya contoh yang dihitung dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh contoh, setara dengan jumlah tahun sekolah, tidak termasuk tinggal kelas. Pekerjaan adalah setiap kegiatan yang menghasilkan uang sebagai sumber penghasilan utama. Pendapatan adalah jumlah seluruh uang yang diperoleh keluarga selama satu bulan terakhir. Pengeluaran adalah pengeluaran konsumsi keluarga yang dibagi menjadi dua, yakni untuk pangan dan non pangan. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang dinyatakan dengan satuan orang. Besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 org), keluarga sedang (5-6 org), dan keluarga besar ( ≥ 7 org). Pengetahuan mengenai buah adalah semua informasi yang dimiliki oleh contoh mengenai buah dan disimpan dalam memori jangka panjang. Informasi tentang buah adalah informasi yang paling dominan bagi konsumen dalam mengkonsumsi buah dan membuat konsumen mengetahui banyak hal tentang buah. Sumber informasi adalah segala sesuatu yang dijadikan informasi mengenai produk buah, yang terdiri dari personal (teman dan keluarga), dan impersonal (meliputi media massa, TV, radio, majalah, tabloid, surat kabar). Motivasi adalah alasan contoh untuk mengkonsumsi jenis buah tertentu. Perilaku pembelian adalah pengambilan keputusan yang mendorong contoh untuk membeli atau tidak membeli buah. Perilaku konsumsi adalah tahap yang dilalui konsumen dalam mengkonsumsi buah mulai dari sumber informasi, pengetahuan, motivasi dan konsumsi. Mengkonsumsi adalah tahap yang memberikan gambaran tentang jenis buah dan banyaknya buah yang dikonsumsi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cihideung Ilir Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Batas administratif Desa Cihideung Ilir di sebelah utara adalah berbatasan dengan Desa Cibanteng, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cihideung Udik, sebelah timur berbatasan dengan Desa Babakan, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cihideung Udik dan Desa Cibanteng. Desa Cihideung Ilir memiliki luas wilayah 182,5 ha. Sebesar 80,0 ha lahan dimanfaatkan untuk persawahan, sebesar 79,0 ha digunakan sebagai pemukiman, dan selebihnya untuk pekarangan 5,0 ha, kuburan 5,0 ha, perkantoran 1,5 ha serta prasarana umum lainnya 12,0 ha. Secara administratif, Desa Cihideung Ilir terbagi dalam lima rukun warga (RW) dan 24 rukun tetangga (RT) dengan total penduduk sebanyak 9.393 jiwa dengan komposisi perempuan sebanyak 4.525 jiwa dan laki-laki sebanyak 4.868 jiwa. Jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Cihideung Ilir sebanyak 2.490 kepala keluarga (Laporan Kinerja Tahunan Desa Cihideung Ilir tahun 2010). Adapun keadaan penduduk di Desa Cihideung Ilir berdasarkan tingkat pendidikan, persentase terbesar penduduk Desa Cihideung Ilir adalah SD (61,2%). Keadaan penduduk juga dapat dilihat berdasarkan mata pencaharian penduduk. Persentase terbesar penduduk Desa Cihideung Ilir berprofesi sebagai petani (548 jiwa). Adapun mata pencaharian penduduk lainnya adalah pegawai negeri sipil, swasta, buruh tani, sopir, usaha jasa dan pertukangan. Hampir seluruh penduduk Desa Cihideung Ilir beragama islam. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat tergantung kepada upaya peningkatan pendidikan masyarakat, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, pengetahuan kesehatan dan kehidupan sosial budaya. Sarana dan prasarana yang mendukung antara lain posyandu 5 buah, adanya praktek dokter kulit 1 orang, PAUD 2 buah, SD 1 buah, dan MTs 1 buah. Adapun sarana perhubungan yang ada di Desa Cihideung Ilir, yaitu angkutan umum, angkutan pedesaan, dan ojek.
Kelurahan Panaragan Secara geografis, Kelurahan Panaragan terletak di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor dengan batas wilayah sebelah utara adalah Jl. Veteran, sebelah timur adalah Paledang, sebelah barat adalah Kali Cisadane, dan sebelah selatan dibatasi oleh Pasir Jaya. Kota Panaragan memiliki luas wilayah 27,0 ha yang terdiri dari 7 rukun warga (RW) dengan 34 rukun tetangga (RT). Sebagian besar lahan di Kelurahan Panaragan dimanfaatkan untuk pemukiman (80,0%), dan selebihnya digunakan untuk pekarangan (3,0%), perkantoran serta prasarana umum lainnya (17,0%). Kota Panaragan memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap dibidang air bersih, olah raga, kesehatan, pendidikan, perhubungan dan perekonomian. Sumber air bersih berasal dari sumur gali, air ledeng dan PAM. Prasarana olahraga di Kota Panaragan memiliki 7 buah lapangan bulu tangkis. Sarana dan prasarana kesehatan terdiri dari 1 buah puskesmas, 9 buah posyandu, 1 org praktik dokter kulit, dan 2 org praktik bidan. Prasarana pendidikan terdiri dari 2 buah PAUD, 1 buah TK, 4 buah SD, 1 buah SMA. Sarana perekonomian meliputi 1 buah pasar dan 1 buah plaza. Pertumbuhan perekonomian di Kelurahan Panaragan lebih tinggi dibandingkan dengan perekonomian di Desa Cihideung Ilir, dikarenakan lokasi wilayahnya lebih mudah untuk mengakses sumber informasi dan teknologi. Sarana perhubungan yang ada adalah sarana transportasi darat, yaitu angkutan umum dan becak yang tersedia setiap saat. Selain itu, terdapat 1 buah pabrik roti, 2 buah pabrik sepatu dan 1 buah pabrik keripik yang merupakan home industry. Data bulan April 2010 menunjukkan bahwa penduduk di Kelurahan Panaragan berjumlah 1.767 kepala keluarga yang terdiri atas 6.923 orang (3.370 laki-laki dan 3.553 perempuan). Jumlah penduduk paling banyak tersebar pada kelompok umur balita yaitu sebanyak 763 orang. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Kota Panaragan adalah pegawai swasta. Adapun mata pencaharian penduduk lainnya adalah pegawai negeri, pedagang, pengusaha, dan TNI/Polri. Sebagian besar penduduk Kota Panaragan beragama Islam. Adapun agama yang dianut lainnya adalah Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha.
Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu atap. Jumlah anggota keluarga contoh dalam penelitian dibagi ke dalam tiga kelompok seperti yang disajikan pada Tabel 3. Pengkategorian besar keluarga mengacu pada penetapan BKKBN (1998), yaitu, 1) keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat, 2) keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak lima sampai enam orang, dan 3) keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan tujuh orang. Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga (org) Kecil (≤ 4) Sedang (5-6) Besar (≥ 7) Rata-rata ± SD Kisaran (min-max) p-value
Perdesaan (n=50) 62,0 24,0 14,0 4,38 ± 1,59 2-8
Perkotaan (n=50) 70,0 26,0 4,0 3,86 ± 1,35 1-7 0,081*
Total (n=100) 66,0 25,0 9,0 4,12 ± 1,49 1-8
Keterangan: *=nyata pada p<0,1
Besar keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi buah. Rumahtangga dengan jumlah anggota yang lebih banyak biasanya akan membeli dan mengkonsumsi buah lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa besar keluarga contoh baik di perdesaan maupun perkotaan jumlah anggota keluarganya adalah kurang dari atau sama dengan empat orang. Contoh di perkotaan lebih banyak (70,0%) bila dibandingkan dengan di perdesaan (62,0%). Secara keseluruhan rata-rata besar keluarga contoh pada dua wilayah tersebut sebanyak empat orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga contoh termasuk ke dalam kategori
keluarga kecil, yaitu keluarga yang memiliki satu sampai dua orang anak. Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan (p<0,1) antara besar keluarga contoh di perdesaan dan di perkotaan. Usia Istri dan Suami Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh (92,0%) keluarga dengan ibu rumahtangga yang masih memiliki suami. Usia suami berkisar antara 23-74 tahun dengan rata-rata usia suami secara keseluruhan 43,2 tahun (Tabel 4). Sebanyak 47,8 persen di antaranya berusia 18-40 tahun, sedangkan yang berusia antara 4160 tahun sebanyak 43,4 persen, dan yang berusia di atas 61 tahun adalah 8,7 persen. Usia suami di perdesaan berkisar antara 25-72 tahun, dengan rata-rata usia 43,7 tahun. Sebanyak 50,0 persen usia suami contoh di perdesaan berkisar antara 41-60 tahun. Sementara di perkotaan, umur suami contoh berkisar antara 23-74 tahun. Sebanyak 52,2 persen usia suami contoh di perkotaan berada pada kisaran antara 18-40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata suami contoh di perkotaan tergolong ke dalam dewasa muda (18-40 th) dan rata-rata suami contoh di perdesaan tergolong ke dalam dewasa madya (41-60 th). Pembagian usia dibagi kepada tiga kategori, pertama usia muda (18-40 th), kedua usia madya (4160 th), dan ketiga adalah usia lanjut ( > 61 th) (Papalia & Olds 2009). Hasil uji
statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan (p>0,05) antara usia suami contoh di perdesaan dan perkotaan (Tabel 4). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri Perdesaan Suami Istri (n=46)* (n=50) 18-40 43,5 58,0 41-60 50,0 40,0 > 61 6,5 2,0 Rata-rata ± SD 43,7 38,2 ±12,1 ±10,4 Kisaran (min-max) 25-72 22-61 p-value (suami;istri) Kategori Usia (th)
Perkotaan Suami Istri (n=46)* (n=50) 52,2 60,0 36,9 32,0 10,9 8,0 42,8 40,4 ±12,7 ±12,2 23-74 21-68
Total Suami Istri (n=92) (n=100) 47,9 59,0 43,4 36,0 8,7 5,0 43,2 39,3 ±12,4 ±11,3 23-74 21-68
0,789 ; 0,339
Ket*: Meninggal sebanyak 4 orang
Usia istri berkisar antara 21-67 tahun dengan rata-rata 39,3 tahun, artinya istri termasuk dalam kategori dewasa muda. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4, persentase terbesar istri termasuk dalam kategori dewasa muda (47,8%).
Lebih dari separuh (60,0%) istri di perkotaan termasuk dalam kategori dewasa muda, sama halnya dengan di perdesaan sebanyak 58,0 persen istri termasuk dalam kategori dewasa muda. Rata-rata usia istri di perdesaan adalah 38,2 tahun, sedangkan istri di perkotaan adalah sebesar 40,4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa istri di perdesaan dan di perkotaan termasuk dalam kategori dewasa muda, usia istri berkisar antara 22 tahun sampai 58 tahun. Usia istri lebih muda daripada usia suami. Rata-rata usia istri adalah 38,2 tahun dan rata-rata usia suami adalah 43,7 tahun. Hasil uji beda t-test menyatakan tidak terdapat perbedaan (p>0,05) antara usia contoh di perdesaan dan di perkotaan. Tingkat Pendidikan Istri dan Suami Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat menentukan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM). Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi sosial ekonomi seseorang yang akan berimplikasi pada pemilihan pangan dan pembelian jenis makanan serta pembentukan kebiasaan makan seperti kebiasaan makan buah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda (Sumarwan 2004). Pada Tabel 5 terlihat bahwa separuh (50,0%) suami contoh di perdesaan berpendidikan SD, 19,6 persen berpendidikan SMP, 17,4 persen berpendidikan SMA, dan 4,3 persen berpendidikan tinggi. Sementara di perkotaan, terdapat 6,5 persen suami contoh yang berpendidikan SD, 4,3 persen berpendidikan SMP, terdapat 67,4 persen pendidikan suami contoh adalah SMA, dan sebanyak 21,7 persen berpendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa suami contoh di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada suami contoh di perdesaan. Diduga tingginya biaya pendidikan dan masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di perdesaan daripada di perkotaan mengakibatkan masih banyak masyarakat perdesaan yang belum dapat mengakses pendidikan karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Meskipun pada saat ini pendidikan sudah gratis, akan tetapi kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang. Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan
(p<0,01) antara pendidikan suami contoh di perdesaan dan perkotaan. Pendidikan suami contoh di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan suami contoh di perdesaan. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri Lama Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Diploma, S1, S2 Rata-rata ± SD Kisaran (min-max) p-value (suami ; istri)
Perdesaan Suami Istri (n=46)* (n=50) 0,0 6,0 8,7 10,0 50,0 58,0 19,6 14,0 17,4 12,0 4,3 0,0 7,9 6,5 ± 3,5 ±2,9 2-20 0-12
Perkotaan Total Suami Istri Suami Istri (n=46)* (n=50) (n=92) (n=100) 0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 0,0 4,3 5,0 6,5 14,0 28,3 36,0 4,4 4,0 11,9 9,0 67,4 58,0 42,4 35,0 21,7 24,0 13,1 12,0 12,2 11,8 10,0 9,2 ± 2,3 ±12,2 ± 3,7 ±19,2 6-16 21-68 2-20 0-68 0,000*** ; 0,000***
Ket*: Meninggal sebanyak 4 orang; *=nyata pada p<0,01
Pada Tabel 5 dapat diketahui juga bahwa lebih dari separuh (58,0%) istri di perdesaan berpendidikan SD, 6,0 persen yang tidak sekolah, 10,0 persen tidak tamat SD. Sebanyak 14,0 persen istri berpendidikan SMP, dan 12,0 persen istri berpendidikan SMA. Lebih dari separuh (58,0%) istri di perkotaan berpendidikan SMA, 24,0 persen berpendidikan tinggi, 4,0 persen berpendidikan SMP, dan sebanyak 14,0 persen berpendidikan SD. Hal ini menunjukkan bahwa istri di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada istri yang berada di perdesaan. Diduga masih terbatasnya jumlah bangunan sekolah sebagai akibat dari ketidakmerataan hasil pembangunan di perdesaan telah menyebabkan sulitnya mengakses pendidikan di perdesaan. Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan (p<0,01) antara pendidikan istri di perdesaan dan perkotaan. Pendidikan istri di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan istri di perdesaan. Pekerjaan Istri dan Suami Alokasi tenaga kerja dan struktur pendapatan sangat dipengaruhi oleh kualitas Sumberdaya Manusia
(SDM). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa
pekerjaan suami contoh di perdesaan dan perkotaan cukup beragam. Secara keseluruhan, sebanyak 20,6 persen pekerjaan suami contoh baik di perdesaan
maupun perkotaan adalah sebagai wiraswasta/pedagang dan pekerjaan lainnya seperti buruh, jasa angkutan, dan pegawai swasta. Sementara itu, lebih dari separuh (79,0%) istri contoh tidak bekerja, sedangkan sisanya bekerja sebagai pedagang dan pegawai negeri sipil (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri Pekerjaan Tidak bekerja Buruh Pegawai negeri sipil Pegawai swasta Wiraswasta/pedagang Jasa angkutan BUMN Pensiunan
Perdesaan Suami Istri (n=46)* (n=50) 2,2 80,0 32,6 8,0 2,2 0,0 19,5 0,0 28,3 12,0 15,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Perkotaan Suami Istri (n=46)* (n=50) 0,0 78,0 4,3 0,0 47,8 6,0 21,7 2,0 13,1 12,0 2,2 0,0 2,2 0,0 8,7 2,0
Total Suami Istri (n=92) (n=100) 1,1 79,0 18,5 4,0 25,0 3,0 20,6 1,0 20,6 12,0 8,8 0,0 1,1 0,0 4.3 1,0
Ket*: Meninggal sebanyak 4 orang
Hampir separuh (47,8%) suami contoh di perkotaan bekerja sebagai pegawai negeri sipil, sementara sisanya tersebar sebagai pegawai swasta, wiraswasta/pedagang, pensiunan, buruh, jasa angkutan dan BUMN. Diduga kantor-kantor pemerintahan yang sebagian besar terletak di wilayah perkotaan menyebabkan sebagian besar suami contoh di perkotaan bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Di perdesaan seperti di Desa Cihideung Ilir suami contoh lebih banyak bekerja sebagai buruh (32,6%). Sementara sisanya memiliki pekerjaan yang beragam, yaitu sebagai wiraswasta/pedagang (28,3%), pegawai swasta (19,6%), jasa angkutan (15,2%), pegawai negeri sipil (2,2%), dan tidak bekerja (2,2%). Sebagian besar (80,0%) istri di perdesaan dan tiga per empat (78,0%) istri di perkotaan tidak bekerja. Sebanyak 12,0 persen istri di perdesaan dan di perkotaan bekerja sebagai wiraswasta/pedagang. Pekerjaan sebagai buruh di perdesaan sebanyak 8,0 persen, dan yang bekerja sebagai pegawai swasta di perkotaan adalah 2,0 persen. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf kehidupannya. Efek tersebut berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, di mana perbaikan pendapatan ekonomi akan
meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas makanan dan semakin tinggi pendapatan, semakin bertambah besar pula persentase pertambahan pembelian termasuk untuk buahbuahan, sayur-sayuran, dan jenis makanan lainnya. Sumarwan (2004), menjelaskan bahwa pendapatan yang diukur dari seorang konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga di mana konsumen berada. Daya beli sebuah rumah tangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang (misalnya ayah saja), tetapi dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja. Sebuah rumahtangga akan menyatukan semua pendapatannya dalam satu pengelolaan terpadu, dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Suatu keluarga dapat dikatakan sejahtera, apabila pendapatan perkapitanya di bawah garis kemiskinan, sedangkan keluarga dikatakan tidak sejahtera, apabila pendapatan perkapitanya di bawah garis kemiskinan (BPS 2009). Kriteria kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan Jawa Barat (2009), yaitu sebesar Rp 191.985,00. Kategori pendapatan per kap/bl dalam penelitian ini mengacu pada kriteria dari Berita Resmi Statistik No.47/IX/I September 2006 dalam Simanjuntak (2010) yaitu, miskin: < garis kemiskinan (GK), hampir miskin: 1,00-1,25 GK, hampir tidak miskin: 1,25-1,50 GK, dan tidak miskin: > 1,50 GK. Berdasarkan Tabel 7, hampir seluruh contoh baik di perdesaan maupun di perkotaan sama-sama berada pada sebaran pendapatan keluarga kurang dari Rp 2.532.142,85 yaitu sebanyak (98,0%). Terdapat sedikitnya 2,0 persen contoh diperkotaan memiliki pendapatan antara Rp 2.532.142,85 - 5.021.428,56, dan terdapat 2,0 persen contoh yang berada di perdesaan dengan jumlah pendapatan lebih dari Rp 7.510.714,27 (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga No 1 2 3 4
Pendapatan keluarga (kap/bl) < 2.532.142,85 2.532.142,85-5.021.428,56 5.021.428,56-7.510.714,27 >7.510.714,27 Rata-rata ± SD Kisaran (min-max)
Perdesaan (n=50) 98,0 0,0 0,0 2,0 488.310±1.385.155,88 42.857,14-10.000.000
Perkotaan (n=50) 98,0 2,0 0,0 0,0 807.490±687.148,31 100.000-4.500.000
p-value
0,148
Berdasarkan Tabel 8, lebih dari separuh (65,0%) contoh termasuk pada kategori tidak miskin (42,0% pada keluarga contoh di perdesaan dan 88,0% pada keluarga contoh di perkotaan). Pendapatan contoh berkisar antara Rp 42.857,14 sampai Rp 10.000.000,00
per kap/bl pada keluarga contoh di perdesaan,
sedangkan pada keluarga contoh berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 4.500.000,00 per kap/bl. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori pendapatan keluarga No 1 2 3 4
Pendapatan keluarga (bl) Miskin Hampir Miskin Hampir Tidak Miskin Tidak Miskin Rata-rata ± SD Kisaran (min-max) p-value
Perdesaan (n=50)
Perkotaan (n=50) n % 4 8,0 0 0,0 2 14,0 44 88,0 807.490±687.148,31 100.000-4.500.000
n % 18 36,0 3 6,0 8 16,0 21 42,0 488.310±1.3851.55,88 42857,14-10.000.000 0,148
Sumber: Menggunakan kriteria dari Berita Resmi Statistik No.47/IX/I September 2006 (Miskin < GK, Hampir miskin: 1,00-1,25 GK, Hampir tidak miskin: 1,25-1,50 GK, dan Tidak miskin: > 1,50 GK) diacu oleh Simanjuntak (2010) .
Sebaran kategori pendapatan per kap/bl pada keluarga contoh di perdesaan, yaitu kategori tidak miskin (42,0%), hampir tidak miskin (16,0%), hampir miskin (6,0%), dan kategori miskin (36,0%). Disamping itu, pada keluarga contoh di perkotaan terdapat 88,0 persen dalam kategori tidak miskin, hampir tidak miskin (14,0%), hampir miskin (3,0%), dan miskin (22,0%). Rata-rata pendapatan per kap/bl pada keluarga contoh di perdesaan sebesar Rp 488.310,00, sedangkan keluarga contoh di perkotaan sebesar Rp 807.490,00 (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan per kap/bl keluarga contoh di perkotaan lebih besar dibandingkan keluarga contoh perdesaan. Berdasarkan hasil uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) antara pendapatan per kap/bl keluarga contoh perdesaan dan perkotaan. Pengeluaran Keluarga Selain menghitung pendapatan contoh dan kepala keluarga, penelitian ini menggunakan metode lain dalam mengukur pendapatan seorang rumahtangga, yaitu dengan pendekatan pengeluaran rumahtangga. Kepada contoh ditanyakan
jumlah seluruh pengeluaran selama sebulan untuk semua kebutuhan rumahtangga (makanan, minuman dan kebutuhan bukan makanan lainnya yang sangat beragam). Jumlah pengeluaran rumahtangga inilah yang bisa dianggap sebagai indikator pendapatan rumahtangga (Sumarwan 2004). Pengeluaran rata-rata per kap/bl adalah biaya yang dikeluarkan untuk semua anggota rumahtangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumahtangga. Pengelompokan pengeluaran terbagi menjadi dua, yaitu pangan dan non pangan, yang mengacu pada BPS (2009) (Tabel 9). Tabel 9 Rata-rata dan persentase pengeluaran contoh berdasarkan kelompok pengeluaran (Rp/kap/bl) No
Kelompok Pengeluaran
Perdesaan (n=50)
Perkotaan (n=50)
Rp
%
Rp
%
Pangan 1 Beras 2 Umbi-umbian 3 Daging 4 Ikan 5 Telur dan Susu 6 Sayur-sayuran 7 Buah-buahan 8 Kacang-kacangan 9 Minyak 10 Bumbu 11 Gula 12 Tea 13 Kopi 14 Jajan Total Pangan
40.232,40 5.932,19 18.968,15 18.100,24 24.837,62 16.501,07 14.376,90 5.010,52 11.680,29 13.954,29 4.792,38 3.081,33 5.367,12 68.286,19 251.120,69
7,7 1,1 3,6 3,5 4,8 3,2 2,8 1,0 2,2 2,7 0,9 0,6 1,0 13,1 48,2
44.968,77 6.388,76 43.399,24 46.537,81 48.645,45 34.952,90 21.494.43 8.568,60 14.102,29 12.821,31 5.221,95 1.376,55 8.908,71 70.505,95 367.892,70
5,6 0,8 5,4 5,8 6,1 4,4 2,7 1,1 1,8 1,6 0,7 0,2 1,1 8,8 46,0
Non Pangan 1 Pendidikan 2 Kesehatan 3 Pakaian 4 Alas kaki 5 Transportasi 6 Rekreasi 7 Sosial 8 Kredit 9 Rokok 10 Pajak 11 Koran 12 Telepon dan pulsa 13 Tabungan 14 Air 15 Listrik 16 Gas
11.206,76 14.785,14 27.623,42 15.775,39 21.083,47 15.816,86 28.487,29 33.021,33 35.909,81 1.095,96 597,57 7.704,19 8.876,00 1.783,33 20.054,4 12.632,14
2,2 2,8 5,3 3,0 4,0 3,0 5,5 6,3 6,9 0,2 0,1 1,5 1,7 0,3 3,8 2,4
9.562,62 24.461,43 17.287,9 12.237,5 30.472,38 26.887,61 48.026,52 61.208,33 36.768,00 2.829,26 7.154,62 34.529,52 27.093,33 15.196,52 16.952,48 31.228,57
1,2 3,1 2,2 1,5 3,8 3,4 6,0 7,7 4,6 0,4 0,9 4,3 3,4 1,9 2,1 3,9
17 BBM Total Non Pangan Total Pengeluaran
12.632,14 269.085,20 520.205,89
2,4 51,8 100,0
31.228,57 433.125,2 801.017,90
3,9 54,0 100,0
Berdasarkan hasil penelitian, pengeluaran pangan keluarga contoh di perdesaan tidak berbeda jauh (48,2%) bila dibandingkan dengan keluarga contoh diperkotaan (46,0%). Persentase terbesar (13,1% pada keluarga contoh di perdesaan dan 8,8% pada keluarga contoh di perkotaan) digunakan untuk membeli jajan atau makanan ringan (Tabel 9). Pengeluaran kedua terbesar pada kelompok pangan, yaitu untuk beras (7,7%) pada keluarga contoh yang berada di perdesaan, dan pengeluaran untuk telur dan susu (6,1%) pada keluarga contoh di perkotaan. Pengeluaran ketiga terbesar adalah untuk telur dan susu (4,8%) pada keluarga contoh di perdesaan, dan untuk pengeluaran ikan (5,8%) pada keluarga contoh yang berada di perkotaan. Pengeluaran rata-rata per kap/bl untuk biaya pembelian buah adalah Rp 14.376,90 untuk contoh yang berada di perdesaan, dan Rp 21.494.43 untuk contoh yang berada di perkotaan. Berdasarkan Tabel 9, pengeluaran pada kelompok non pangan, persentase terbesar keluarga contoh yang berada di perdesaan adalah untuk rokok (6,9%) dan untuk kredit (7,7%) pada keluarga contoh di perkotaan. Pengeluaran kedua terbesar pada kelompok non pangan, yaitu untuk kredit (6,3%) pada keluarga contoh yang berada di perdesaan, dan pengeluaran untuk sosial (6,0%) pada keluarga contoh di perkotaan. Pengeluaran ketiga terbesar adalah untuk sosial (5,5%) pada keluarga contoh di perdesaan, dan untuk pengeluaran rokok (4,6%) pada keluarga contoh yang berada di perkotaan. Pengeluaran untuk rokok ini baik di perdesaan maupun di perkotaan mengalahkan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran rata-rata per kap/bl keluarga contoh mempunyai persentase terbesar untuk pengeluaran non pangan per bulan (51,8% pada keluarga contoh di perdesaan, dan 54,0% pada keluarga contoh di perkotaan), sedangkan pengeluaran untuk pangan adalah 48,2 persen pada keluarga contoh di perdesaan, dan 46,0 persen pada keluarga contoh di perkotaan. Menurut Suhardjo (1989), golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan (makanan), oleh karena itu, dapat disimpulkan responden dalam penelitian tergolong tidak miskin. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari
separuh responden menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan non pangan, baik responden yang tinggal di perdesaan (51,8%) maupun yang tinggal di perkotaan (54,0%). Hal ini diduga karena contoh lebih mengutamakan pengeluaran non pangan dibandingkan pengeluaran pangan. Seperti halnya pendidikan, contoh menganggap bahwa pendidikan sangat penting, sehingga harus dipenuhi meskipun kebutuhan akan pangan sangat terbatas. Pengetahuan tentang Buah Menurut Sumarwan (2004) pengetahuan konsumen merupakan semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut serta informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan ini timbul karena konsumen mencari informasi-informasi dari sebuah produk dan konsumen menyimpannya di dalam ingatannya, dimana proses pencarian informasi ini bertujuan untuk proses pencapaian tujuan akhir dari penggunaan produk yaitu tercapainya keseimbangan antara harapan konsumen dengan nilainilai yang diberikan oleh produk. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang menjelaskan bahwa responden di perkotaan lebih banyak memperoleh sumber informasi mengenai buah dari penjual, media cetak, dan media elektronik untuk mengkonsumsi buah. Oleh karena itu pengetahuan yang diperoleh responden di perkotaan lebih banyak daripada responden di perdesaan. Tabel 10 menunjukkan keberagaman jawaban contoh berdasarkan informasi yang tersimpan dalam ingatannya. Sebagian besar responden di perdesaan (94,0%) dan responden di perkotaan dua pertiga (70,0%) menjawab salah tentang vitamin yang terkandung di dalam buah. Hal ini terkait dengan pendidikan yang ditempuh oleh responden. Terdapat dalam proporsi cukup besar responden di perdesaan (56,0%) yang belum mengetahui berbagai jenis buah impor. Hal ini terkait dengan ketersedian buah impor di perdesaan yang masih jarang. Lebih dari separuh (52,0%) responden yang berada di perdesaan menjawab salah tentang tata cara mengkonsumsi buah, dan 60,0 persen responden di perdesaan tidak mengetahui berbagai manfaat buah. Hal ini terkait dengan masih kurangnya responden dalam hal mengkonsumsi buah.
No
Pertanyaan
Perdesaan
Tabel 10 Persentase responden berdasarkan jawaban yang benar tentang pengetahuan buah
Perkotaan
1. 2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Buah merupakan sumber vitamin Buah berwarna kuning tidak mengandung Vit C Jeruk memiliki kandungan Vit C terbesar dibandingkan dengan buah lainnya Jambu biji tidak memiliki kandungan vit C. Vit C yang ada pada buah dapat mencegah dan mengobati sariawan Tomat dan timun adalah sayuran yang berbentuk buah. Buah durian baik dikonsumsi oleh penderita hipertensi Berbagai jenis buah seperti pisang dan jeruk tersedia sepanjang tahun Buah melon dan semangka tidak termasuk dalam kategori buah berair Bengkoang merupakan buah dengan kandungan zat gizi terbesar berupa karbohidrat Buah lengkeng, rambutan, salak merupakan buah tidak berbiji Manggis merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia. Apel fuji, jeruk sunkis, mangga manalagi merupakan contoh buah lokal Buah impor memiliki harga yang lebih mahal daripada buah lokal Jambu biji bukan obat diare. Buah kaleng lebih aman untuk dikonsumsi daripada buah segar Saat ini buah impor dapat ditemui dan dibeli di mana saja Buah lokal lebih disukai daripada buah impor karena mudah diperoleh dan harganya lebih murah Ketika membeli buah kaleng, harus dibaca label pangannya terlebih dahulu Sering terjadi tawar menawar ketika akan membeli buah di departemen store Pemilihan kondisi fisik buah dan kematangannya sebelum pembelian sangat diperlukan Pembelian buah dalam bentuk olahan biasanya lebih mahal Tidak ada satupun toko buah yang menyediakan pelayanan mengemas buah sebagai parsel. Buah dapat digadaikan kepada tengkulak. Sebelum dikonsumsi buah sebaiknya dikupas baru dicuci bersih. Kulit jeruk dapat digunakan sebagai pengharum ruangan. Biji nangka, labu, durian dapat dikonsumsi setelah diolah. Setiap hari sebaiknya mengkonsumsi buah 2-4 porsi Selain dapat dikonsumsi langsung, buah juga dapat dikonsumsi dalam bentuk lain, misalnya jus Berbagai buah seperti apel dan bengkoang dapat digunakan sebagai masker wajah. Buah nangka dan apel bisa dijadikan kripik. Buah yang akan dikonsumsi sebaiknya tidak diletakkan di wadah yang terbuat dari kaleng atau seng.
(n=50) 96,0 88,0 6,0
(n=50) 100,0 92,0 30,0
56,0 98,0 86,0 84,0 100,0 78,0 46,0
78,0 100,0 96,0 98,0 94,0 88,0 52,0
92,0 70,0 44,0
96,0 48,0 64,0
14,0 66,0 76,0 90,0 74,0
80,0 60,0 94,0 90,0 74,0
92,0
98,0
90,0
96,0
94,0
98,0
88,0 56,0
94,0 86,0
80,0 48,0 90,0 96,0 66,0 100,0
56,0 74,0 88,0 98,0 72,0 100,0
94,0
100,0
40,0 66,0
92,0 72,0
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 10, seluruh (100,0%) responden yang tinggal di perkotaan mengetahui bahwa buah merupakan sumber vitamin dan
kegunaan vitamin C yang dapat mencegah dan mengobati sariawan. Hal ini dapat disebabkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh responden lebih tinggi dibandingkan responden yang tinggal di perdesaan. Selain itu, responden yang tinggal di perkotaan lebih banyak mengetahui pemanfaatan buah, seperti buah apel dan bengkoang yang dapat dijadikan sebagai masker wajah (100,0%). Selain itu,
responden di perkotaan dan perdesaan (100,0%) mengetahui buah dapat
dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk lain, seperti jus buah. Persentase responden berdasarkan jawaban benar tentang pengetahuan buah dapat dilihat pada Tabel 10. Pengetahuan responden yang berada di wilayah berbeda ini memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda pula. Hal ini tergantung dari tingkat pendidikan dan sumber informasi yang dimiliki. Responden baik di perdesaan dan di perkotaan memiliki pengetahuan yang baik tentang buah, akan tetapi jumlah proporsinya berbeda. Hampir tiga per empat (70,0%) responden di perdesaan dan hampir seluruh responden di perkotaan (92,0%) memiliki pengetahuan baik tentang buah. Engel et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang tersimpan dalam bentuk ingatan yang menjadi penentu utama perilaku konsumen. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, media massa, dan orang lain. Pengetahuan tentang buah akan mempengaruhi perilaku konsumsi buah. Rata-rata tingkat pengetahuan responden di perdesaan termasuk dalam kategori baik, yaitu 23,6 (dari total skor 32). Tingkat pendidikan responden di perdesaan masih rendah, akan tetapi pengetahuan tentang buah baik. Hal ini diduga karena responden mendapatkan pengetahuan tidak hanya dari pendidikan formal saja, akan tetapi bisa memperolehnya dari pendidikan non formal. Ratarata responden mampu menjawab dengan benar (73,9%) dari 32 item pertanyaan yang ada. Sama halnya dengan di perkotaan, pengetahuan responden termasuk dalam kategori baik, dari rata-rata skor 25,9. Rata-rata responden mampu menjawab dengan benar sebesar 81,2 persen (Tabel 11).
Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang buah Tingkat Pengetahuan
Perdesaan
Perkotaan
Total
Tentang Buah Kurang Sedang Baik Rata-rata ± SD Kisaran (min-max) p-value
(n=50) 10,0 20,0 70,0 23,6 ± 2,8 13-29
(n=50) 0,0 8,0 92,0 25,9 ± 1,9 21-29 0,000***
(n=100) 5,0 14,0 81,0 24,8 ± 2,6 13-29
Keterangan : ***= nyata pada p<0,01
Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh responden di perdesaan berbedabeda. Hal ini tergantung dari tingkat pendidikan dan sumber informasi tentang buah. Proporsi terbesar responden (70,0%) termasuk ke dalam kategori tingkat pengetahuan yang baik. Namun, masih terdapat sebagian kecil responden (5,0%) yang
memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang buah. Sementara itu, di
perkotaan sebagian besar (92,0%) responden memiliki tingkat pengetahuan baik, dan sisanya 8,0 persen termasuk kategori cukup baik. Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan (p<0,01) antara pengetahuan responden di perdesaan dan perkotaan. Sumber Informasi Informasi dapat datang dari berbagai sumber termasuk teman, anggota keluarga, dan media massa. Engel et al (1994) membagi sumber informasi ke dalam personal (teman dan keluarga) dan impersonal (media massa dan informasi dalam toko). Engel et al (1994) juga menyebutkan bahwa bahasa dapat mempengaruhi pilihan media, dan informasi yang terkandung didalamnya memberikan dampak pada kuantitas dan kualitas informasi yang diterima. Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi tentang buah dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 12 terlihat bahwa proporsi terbesar sumber informasi mengenai buah yang diterima responden berasal dari penjual (27,0%), selain itu tetangga (15,8%) menjadi sumber informasi responden tentang buah yang akan dibeli dan dikonsumsi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan lingkungan meso ekosistem ikut berpengaruh dalam pencarian informasi keluarga.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi tentang buah No
Sumber Informasi
Perdesaan
Perkotaan
Total
1 2 3 4 5 6 7 8
Penjual Tetangga Keluarga Media Elektronik Media Cetak Teman Dinas Kesehatan Sekolah
(n=50) 30,0 16,9 22,3 13,8 5,4 3,1 5,4 3,1
(n=50) 24,7 14,7 6,7 15,3 18,7 10,0 5,3 4,7
(n=100) 27,3 15,8 14,5 14,5 12,0 6,5 5,3 3,9
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa sumber informasi yang paling banyak didapat contoh baik yang berada di perdesaan (30,0%) maupun di perkotaan (24,7%) adalah sumber informasi yang berasal dari penjual. Selain itu, sumber informasi dari keluarga (22,3%) dan tetangga (16,9%) merupakan sumber informasi bagi contoh yang berada di perdesaan. Sementara di perkotaan media cetak seperti buku, majalah, koran (18,7%) dianggap contoh sebagai media sumber informasi tentang buah. Selain media cetak, media elektronik juga seperti televisi dipercaya contoh di perkotaan sebagai media sumber informasi. Hasil di atas menunjukkan bahwa rata-rata sumber informasi yang paling banyak diterima oleh contoh di perdesaan adalah sumber informasi personal (teman dan keluarga), sedangkan sumber informasi yang diterima contoh di perkotaan rata-rata berasal dari sumber impersonal (media massa dan informasi dalam toko). Untuk rata-rata sumber informasi kedua contoh adalah sumber komersial yaitu penjual. Perilaku Pembelian Buah Perilaku pembelian merupakan fungsi dari niat pembelian dan pengaruh lingkungan atau perbedaan individu (Engel et al 1994). Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara pembayarannya. Kebiasaan pembelian buah setiap rumahtangga hampir berbeda-beda. Hal ini tergantung dari kebutuhan akan buah, ketersediaan buah, pendapatan yang diperoleh dan kebiasaan mengkonsumsi buah. Jika dilihat dari tipe pembelian, perilaku pembelian buah ini termasuk kepada tipe perilaku pembelian kebiasaan, yaitu perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek.
Jenis dan Asal Buah Menurut
Kotler
(2000),
faktor
budaya,
sosial,
dan kepribadian
mempengaruhi konsumen dalam pembelian suatu produk. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian, dimana responden di perkotaan lebih banyak membeli buah impor dibandingkan responden di perdesaan yang lebih banyak membeli buah lokal. Hal ini disebabkan oleh kelas sosial, status, tingkatan kehidupan, dan gaya hidup responden perkotaan berbeda dengan responden di perdesaan, selain itu ketersediaan buah impor yang beragam di perkotaan menjadi salah satu alasan, sehingga kebiasaan membeli buah impor di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Terdapat 22 jenis buah yang dibeli oleh contoh yang berada di wilayah perdesaan. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa jenis buah yang paling banyak dibeli oleh contoh adalah buah
jeruk (48 contoh)
dengan asal buah impor
(50,0%) dan lokal (50,0%). Sebanyak 30 contoh yang berada di perdesaan membeli buah salak dengan asal buah lokal (100,0%). Buah apel menjadi urutan ketiga yang banyak dibeli contoh yaitu sebanyak 21 contoh, dengan asal buah impor (52,4%). Selain itu, contoh di perdesaan melakukan perilaku pembelian buah semangka (15 contoh), mangga (14 contoh), dengan asal buah-buahan tersebut adalah dari lokal. Buah yang paling sedikit dibeli oleh contoh di perdesaan adalah bengkuang, durian, alpukat, manggis, ketimun, nangka, dan jambu air. Buah yang dibeli oleh contoh di perdesaan dan di perkotaan sedikit berbeda, buah yang tidak dibeli oleh contoh di perdesaan akan tetapi contoh di perkotaan membeli adalah buah nanas, buah naga, sawo, belimbing, dan buah sirsak. Tabel 13 menjelaskan bahwa terdapat 25 jenis buah yang dibeli oleh contoh yang berada di wilayah perkotaan. Jenis buah yang paling banyak dibeli oleh contoh adalah buah jeruk (47contoh) dengan asal buah impor ( 70,2%). Jenis buah kedua yang banyak dibeli contoh adalah buah apel dan buah pisang (31 responden) dengan asal impor (67,7%) untuk buah apel, dan asal buah lokal (87,1%) untuk buah pisang. Rata-rata ketiga, buah yang dibeli contoh adalah buah mangga (30 contoh) dengan asal buah lokal (100,0%). Selain itu, contoh di perkotaan melakukan perilaku pembelian buah pepaya (18 contoh), buah pir dan
rambutan (17 contoh), buah salak (13 contoh), dengan asal buah tersebut adalah 100,0 persen dari lokal. Buah yang paling sedikit dibeli oleh contoh di perkotaan adalah buah nangka, ketimun, buah naga, jambu air, dan nanas. Buah yang tidak dibeli oleh contoh di perkotaan akan tetapi dibeli oleh contoh perdesaan adalah buah duku dan bengkuang. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan (p<0,01) yang signifikan antara banyaknya jenis buah yang dibeli contoh di wilayah perdesaan dan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan buah di wilayah perkotaan lebih banyak daripada di perdesaan (Tabel 13). Tabel 13 Rata-rata dan sebaran contoh berdasarkan perilaku pembelian jenis dan asal buah Desa Kota Asal Buah (Desa) (n=49*) (n=50) Impor (%) Lokal (%) 1 Jeruk 48 47 50,0 50,0 2 Apel 21 31 52,4 47,6 3 Pisang 11 31 0,0 100,0 4 Mangga 14 30 0,0 100,0 5 Pepaya 11 18 0,0 100,0 6 Pir 5 17 0,0 0,0 7 Rambutan 11 17 0,0 100,0 8 Semangka 15 14 0,0 100,0 9 Salak 30 13 0,0 100,0 10 Melon 14 9 0,0 100,0 11 Kelengkeng 6 2 16,7 83,3 12 Anggur 7 7 42,8 57,2 13 Jambu biji 6 5 0,0 100,0 14 Tomat 3 3 0,0 100,0 15 Durian 1 6 100,0 0,0 16 Alpukat 1 7 0,0 100,0 17 Duku 1 0 80,0 20,0 18 Manggis 1 2 0,0 100,0 19 Bengkuang 1 0 0,0 100,0 20 Ketimun 1 1 0,0 100,0 21 Nangka 1 1 0,0 100,0 22 Jambu air 1 1 0,0 100,0 23 Nanas 0 1 0,0 0,0 24 Buah naga 0 1 0,0 0,0 25 Sawo 0 2 0,0 0,0 26 Belimbing 0 3 0,0 0,0 27 Sirsak 0 2 0,0 0,0 Rata-rata 7,8 10,0 12,7 65,1 p-value banyaknya jenis pembelian buah No
Jenis Buah
Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang, ***signifikan pada taraf 0,01
Asal buah (Kota) Impor (%) Lokal (%) 70,2 29,8 67,7 32,3 12,9 87,1 0,0 100,0 0,0 100,0 100,0 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 0,0 0,0 100,0 71,4 28,6 0,0 100,0 0,0 100,0 83,3 16,7 0,0 100,0 0,0 0,0 0,0 100,0 0,0 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 12,0 73,9 0,002***
Frekuensi dan Jumlah Pembelian Buah Pangan dibeli oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia, harga terjangkau, faktor sosial, dan alasan kesehatan. Tabel 14 menunjukkan bahwa jenis buah paling banyak dibeli contoh yang berada di perdesaan adalah buah jeruk dengan frekuensi pembelian 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 382,3 g/kap/bl. Jenis buah kedua yang banyak dibeli contoh adalah buah salak dengan frekuensi 1x1 bulan dengan jumlah 390,8 g/kap/bl. Buah apel dibeli contoh dengan frekuensi 4x1 bulan dengan jumlah 365,9 g/kap/bl. Selain ketiga buah di atas, contoh juga melakukan perilaku pembelian terhadap buah semangka dengan frekuensi 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 946,7 g/kap/bl. Buah melon dan rambutan dibeli contoh dengan frekuensi 4x1 bulan, jumlah yang dibeli contoh adalah 1019,0 g/kap/bl untuk buah melon dan 866,7 g/kap/bl untuk buah rambutan. Jenis buah yang jarang dibeli contoh adalah buah pir dengan frekuensi 0,3 kl/bl, buah durian dengan frekuensi 0,5 kl/b, dan buah manggis dengan frekuensi 0,1 kl/bl. Jenis buah paling banyak dibeli contoh yang berada di perkotaan adalah buah jeruk dengan frekuensi pembelian 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 562,6 g/kap/bl. Rata-rata kedua yang banyak dibeli contoh adalah buah apel dan pisang dengan frekuensi 4x1 bulan dengan jumlah 483,9 g/kap/bl untuk buah apel dan 1226,9 g/kap/bl untuk buah pisang. Buah mangga dibeli contoh yang berada di
perkotaan dengan frekuensi 4x1 bulan dengan jumlah 716 g/kap/bl. Selain keempat buah di atas contoh juga melakukan perilaku pembelian terhadap buah pir dan rambutan dengan frekuensi 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 737,3 g/kap/bl untuk buah pir, dan 479,5 g/kap/bl untuk buah rambutan. Buah yang paling jarang dibeli oleh contoh di perkotaan adalah buah alpukat dengan frekuensi 0,1 kl/bl. Berdasarkan hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan (p<0,05) yang signifikan antara jumlah jenis buah yang dibeli contoh di wilayah perdesaan dan perkotaan (Tabel 14).
Tabel 14 Rata-rata perilaku pembelian contoh berdasarkan jenis buah dengan frekuensi dan jumlah pembelian buah. No
Jenis Buah
1 Jeruk 2 Apel 3 Pisang 4 Mangga 5 Pepaya 6 Pir 7 Rambutan 8 Semangka 9 Salak 10 Melon 11 Kelengkeng 12 Anggur 13 Jambu biji 14 Tomat 15 Durian 16 Alpukat 17 Duku 18 Manggis 19 Bengkuang 20 Ketimun 21 Nangka 22 Jambu air 23 Nanas 24 Buah naga 25 Sawo 26 Belimbing 27 Sirsak Rata-rata p-value
Frekuensi (kl/bl/kap) Desa Kota 4 4 4 4 4 4 1 4 10 4 0,3 4 4 4 4 3 1 1 4 0 1 1 1 4 1 1 30 30 0,5 4 4 0,1 4 0 0,1 4 4 0,0 30 1 2 1 1 4 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 4,2 3,2
Jumlah (g/kap/bl) Desa Kota 382,3 562,6 365,9 483,9 757,6 1226,9 571,4 716 757,6 975,3 400 479,5 866,7 737,3 946,7 2579,4 390,8 109,0 1019,0 222,2 333,3 83,3 261,9 71,4 194,4 755,6 111,1 468,9 1000 2000 666,7 301,6 333,3 0 333,3 11,1 54,7 0 333,3 1893,3 1333,3 55,6 333,3 444,4 0 100 0 222,2 0 111,1 0 37,0 0 111,1 435,0 546,6 0,013**
Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang
Ketersediaan Buah di Tempat Pembelian Pada daerah penelitian, ketersediaan buah di rumahtangga terutama ditentukan oleh daya beli, pendidikan dan pengetahuan ibu. Hal ini disebabkan adanya pasar yang menyediakan buah secara lengkap dan letak pasar yang relatif dekat dengan pemukiman penduduk. Berdasarkan Tabel 15 contoh yang berada di perdesaan merasa buah selalu tersedia (83,7%) di tempat penjualan buah yang sering dikunjungi oleh contoh. Sisanya 16,3 persen contoh merasa bahwa buah tidak selalu tersedia di tempat penjualan buah yang biasa dikunjungi oleh contoh. Ketersediaan buah di tempat yang biasa selalu dikunjungi oleh contoh yang
berada di perkotaan untuk membeli buah
sebesar 68,0%. Sebaran contoh
berdasarkan ketersediaan buah dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan buah Ketersediaan buah Tersedia Tidak tersedia
Perdesaan (n=49) 83,7 16,3
Perkotaan (n=50) 68,0 32,0
Total 75,85 24,15
Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang
Produk atau barang yang dipajang di tempat penjualan bisa berfungsi sebagai rangsangan yang menarik konsumen untuk melihat dan membeli produk tersebut. Produk yang habis atau tidak tersedia di tempat penjualan akan mendorong konsumen mencari produk atau barang lain. Konsumen biasanya akan tertarik untuk datang ke toko atau tempat penjualan yang banyak barang dagangannya karena akan lebih banyak pilihan. Konsumen cenderung lebih enggan masuk toko yang persediaan barangnya sedikit. Banyaknya barang dan kelengkapan barang seringkali menjadi daya tarik konsumen untuk datang ke sebuah toko (Sumarwan 2004). Sebaran contoh berdasarkan tindakan jika buah tidak tersedia di tempat pembelian dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tindakan jika buah tidak tersedia di tempat pembelian Tindakan jika buah tidak tersedia Membeli buah lain Mencari tempat lain Tidak jadi membeli
Perdesaan (n=49)* 22,5 36,7 40,8
Perkotaan (n=50) 24,0 38,0 38,0
Total (n=99) 23,3 37,3 39,4
Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang
Berdasarkan Tabel 16, jika buah tidak tersedia di tempat contoh biasa membeli, maka contoh baik yang di perdesaan (40,8%) maupun di perkotaan (38,0%) tidak jadi membeli buah. Selain itu, yang dilakukan contoh di perdesaan (36,7%) dan di perkotaan (38,0%) jika buah tidak tersedia, maka contoh akan mencari ke tempat pembelian buah lainnya. Adapun jika contoh ingin membeli buah akan tetapi buah yang diinginkan tidak tersedia di tempat yang biasa dibeli contoh, maka contoh yang berada di perdesaan (22,5%) dan contoh yang berada di perkotaan (24,0%) akan membeli jenis buah lain di tempat yang biasa dilakukan untuk membeli buah.
Hal ini sesuai dengan Sutisna (2001) yang mengemukakan bahwa sangat memungkinkan perilaku konsumen dalam pembeliannya dipengaruhi oleh situasi pembelian itu sendiri. Ketika konsumen menginginkan merek produk tertentu misalnya, tetapi produk itu tidak tersedia, maka pada saat itu konsumen akan memutuskan untuk membeli produk lain atau menunda pembeliaanya, bergantung pada derajat kepentingan yang ada pada dirinya. Jika misalnya pada saat itu sangat membutuhkan produk itu, sementara merek yang diinginkan tidak tersedia, dan hanya ada merek lain, maka mungkin konsumen akan beralih ke merek yang tersedia di tempat penjualan. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa persentase terbesar contoh (45,4 %) di perdesaan membeli buah di pasar. Adapun contoh di perkotaan dengan persentase 45,4 persen membeli buah di supermarket. Persentase terbesar kedua untuk tempat pembelian buah di perdesaan adalah kios buah (27,1%) dengan alasan dekat dengan tempat tinggal contoh, sedangkan di perkotaan persentase terbesar keduanya adalah di pasar (37,9%). Alasan pasar menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh contoh untuk membeli buah adalah karena letaknya yang dekat dengan tempat tinggal contoh, sehingga mudah dijangkau dan harga buah yang dijual lebih sedikit murah bila dibandingkan dengan di supermarket. Alasan supermarket menjadi tempat yang paling sering dikunjungi contoh yang berada di perkotaan untuk membeli buah adalah karena buah yang dijual di supermarket kualitasnya lebih bagus. Sebaran contoh berdasarkan tempat pembelian buah dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tempat pembelian buah Perdesaan Perkotaan No Tempat pembelian buah (n=49)* (n=50) 1 Pasar 37,9 45,4 2 Supermarket 7,7 45,4 3 Kios buah 1,5 27,1 4 Penjual buah keliling 4,1 14,5 5 Mal 0,0 10,0 6 Warung 0,4 1,9 7 Penjual sayur 0,0 1,4 8 Tetangga 0,0 1,0 9 Penjual rujak 0,0 0,7 10 Pedagang kaki lima 0,0 0,5 11 Tengkulak 0,0 0,5 Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang
Total (n=99) 83,3 53,1 28,6 18,6 10,0 2,3 1,4 1,0 0,7 0,5 0,5
Alasan pemilihan tempat pembelian diantaranya adalah tempat yang strategis, kedekatan lokasi, serta kualitas dari produk yang diperjualbelikan. Halhal tersebut dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk. Perilaku pembelian terkait juga dengan tempat pembelian atau berhubungan dengan toko. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa lokasi yang jauh dari jangkauan konsumen tidak akan diminati untuk dikunjungi. Sebaran contoh berdasarkan anggaran uang membeli buah dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan anggaran uang untuk membeli buah Penggolongan Alasan Menganggarkan Uang Kepentingan/kebutuhan Kebiasaan Keinginan Mempersiapkan uang Ada uang Tidak Menganggarkan Uang Tergantung situasi Uang tidak cukup Ada yang memberi dan membeli buah Tidak butuh Uang disatukan dengan kebutuhan lain
Perdesaan (n=49)* 38,8 6,1 14,3 10,2 4,1 4,1 61,2 26,5 26,5 4,1 4,1 0,0
Perkotaan (n=50) 50,0 36,0 2,0 4,0 6,0 2,0 50,0 18,0 22,0 2,0 4,0 4,0
Total (n=99) 45,4 21,0 8,1 7,1 5,1 1,1 54,6 22,2 24,2 3,1 4,1 2,0
Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang
Berdasarkan Tabel 18, lebih dari sebagian contoh (61,2%) yang berada di perdesaan tidak menganggarkan uang untuk membeli buah. Sebagian contoh (50,0%) yang berada di perkotaan menganggarkan uang untuk membeli buah, dan sebagiannya (50,0%) lagi contoh tidak menganggarkan uang untuk buah. Hal ini dikarenakan contoh di perkotaan yang menganggarkan uang (36,0%) untuk membeli buah karena buah merupakan kepentingan/kebutuhan untuk tubuh, oleh karena itu buah harus selalu dikonsumsi oleh keluarga sehingga contoh menggarkan uang untuk membeli buah. Sesuai dengan teori kebutuhan Maslow, kebutuhan akan pangan buah ini merupakan kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan biologis, meliputi makanan, air, udara, perumahan, pakaian dan sebagainya. Tabel 18 menggambarkan alasan contoh di perdesaan yang menggarkan uang untuk membeli buah adalah karena kebiasaan contoh dalam mengkonsumsi buah (14,3%) dan keinginan contoh untuk mengkonsumsi buah juga menjadi
alasan keluarga dalam menganggarkan biaya (10,2%). Alasan contoh di perdesaan dan di perkotaan yang tidak menganggarkan uang dikarenakan keterbatasan biaya untuk membeli buah (26,5% pada contoh di perdesaan dan 22,0% pada responden di perkotaan). Secara umum, baik contoh di perkotaan dan di perdesaan memiliki alasan menganggarkan biaya untuk mengkonsumsi buah adalah karena kepentingan/kebutuhan (21,0%), sedangkan alasan tidak menganggarkan biaya untuk mengkonsumsi buah karena ketidakcukupan biaya sebesar 24,2 persen. Sebaran contoh berdasarkan prioritas anggota keluarga mengkonsumsi buah dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan prioritas anggota keluarga mengkonsumsi buah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Anggota Keluarga
Perdesaan (n=49)*
Perkotaan (n=50)
Total (n=99)
36,0 24,0 16,0 14,0 4,0 4,0 2,0 0,0 0,0
44,0 12,0 18,0 12,0 6,0 2,0 2,0 2,0 2,0
40,0 18,0 17,0 13,0 5,0 3,0 2,0 1,0 1,0
Anak Semua anggota keluarga Tidak ada Istri Suami Istri dan anak Cucu Istri dan suami Suami dan anak
Ket *: Tidak melakukan perilaku pembelian sebanyak 1 orang
Berdasarkan Tabel 19, anggota keluarga yang diprioritaskan contoh baik di perdesaan (36,0%) maupun di perkotaan (44,0%) untuk mengkonsumsi buah adalah anak karena menurut contoh anak sangat membutuhkan asupan vitamin dan gizi yang terkandung di dalam buah. Semua anggota keluarga (24,0%) merupakan prioritas contoh yang berada di perdesaan untuk mengkonsumsi buah. Menurut contoh di perkotaan tidak ada (18,0%) anggota keluarga yang diprioritaskan untuk mengkonsumsi buah, artinya buah yang tersedia di rumah contoh dapat dikonsumsi oleh siapa saja anggota keluarga yang ingin mengkonsumsinya. Perilaku Konsumsi Buah Setelah konsumen membeli atau memperoleh produk atau jasa, biasanya akan diikuti oleh proses konsumsi. Istilah konsumsi memiliki arti yang luas dan arti ini terkait dengan jenis atau kategori produk dan jasa yang dibeli atau dipakai
(Sumarwan 2004). Perilaku konsumsi buah ini meliputi jenis buah, asal buah (yang berasal dari membeli buah, panen buah, serta pemberian buah), frekuensi mengkonsumsi buah, dan jumlah konsumsi buah. Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku konsumsi buah baik responden di perkotaan maupun di perdesaan masih terbilang kurang. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kesadaran untuk mengkonsumsi buah yang rendah, dimana pengetahuan yang dimiliki responden tidak ditunjang dengan perilaku untuk mengkonsumsi buah. Jenis dan Asal Buah yang Dikonsumsi Contoh dapat mengkonsumsi buah dengan cara yang berbeda. Bisa dari membeli buah, panen buah, atau dari pemberian orang lain. Asal buah yang dikonsumsi merupakan asal atau sumber contoh mengkonsumsi buah yang terdiri dari membeli, panen sendiri, atau pemberian. Tabel 20 menunjukkan bahwa jenis buah yang paling banyak dikonsumsi contoh di perdesaan adalah buah jeruk (48 contoh) dengan cara membeli (78,0%). Buah salak dikonsumsi 33 contoh dengan cara membeli. Contoh di perdesaan mengkonsumsi buah pisang (29 contoh) dari hasil panen sendiri (45,4%). Selain membeli dan penen buah, contoh juga mengkonsumsi buah dengan diberi (45,4%) oleh orang lain seperti buah jambu biji (45,4%). Jenis buah yang tidak dikonsumsi oleh contoh di perdesaan akan tetapi dikonsumsi oleh contoh perkotaan adalah buah naga, campedak, dan nanas. Jenis buah yang dikonsumsi contoh di perkotaan dengan rata-rata terbesar adalah buah jeruk (46 contoh) yaitu dengan cara membeli (81,0%). Berbeda dengan contoh di perdesaan, contoh di perkotaan mengkonsumsi buah pisang dari membeli (81,2%), sedangkan di perdesaan mengkonsumsi buah pisang dari hasil panen sendiri. Buah mangga dikonsumsi 33
contoh dengan cara membeli
(71,4%). Selain membeli dan panen buah, contoh juga mengkonsumsi buah dengan diberi oleh orang lain seperti buah jambu biji (45,4%). Buah yang tidak dikonsumsi contoh di perkotaan, akan tetapi dikonsumsi oleh contoh perdesaan adalah bengkuang. Berdasarkan hasil uji beda t-test, terdapat perbedaan (p<0,05) yang signifikan antar banyaknya jenis buah yang dikonsumsi contoh di wilayah perdesaan dan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan buah di wilayah perkotaan lebih beragam daripada di perdesaan (Tabel 20).
Tabel 20 Sebaran perilaku konsumsi contoh berdasarkan jenis dan asal buah yang dikonsumsi Desa Kota Asal (Desa) (n=50) (n=50) Beli Panen Diberi 1 Jeruk 48 46 78,3 0,0 21,7 2 Pisang 29 40 33,3 45,4 21,2 3 Mangga 19 33 73,7 5,3 21,0 4 Apel 23 33 75,9 0,0 24,1 5 Rambutan 15 26 68,7 25,0 6,2 6 Pir 5 20 0,0 0,0 0,0 7 Pepaya 18 19 52,4 28,6 19,0 8 Semangka 16 14 88,2 0,0 11,8 9 Jambu biji 20 13 27,3 27,3 45,4 10 Salak 33 13 88,2 0,0 11,8 11 Alpukat 1 12 0,0 0,0 0,0 12 Kelengkeng 9 3 55,5 11,1 33,3 13 Nangka 9 4 11,1 66,7 22,2 14 Duku 2 2 50,0 0,0 50,0 15 Manggis 2 2 50,0 50,0 0,0 16 Bengkuang 2 0 50,0 0,0 50,0 17 Sirsak 2 4 0,0 100,0 0,0 18 Belimbing 1 7 0,0 100,0 0,0 19 Durian 1 7 100,0 0,0 0,0 20 Sawo 1 3 0,0 0,0 100,0 21 Jambu air 1 3 100,0 0,0 0,0 22 Sarikaya 1 0 0,0 0,0 100,0 23 Tomat 3 3 0,0 100,0 0,0 24 Anggur 8 9 87,5 0,0 12,5 25 Melon 14 9 100,0 0,0 0,0 26 Ketimun 1 1 100,0 0,0 0,0 27 Buah naga 0 1 0,0 0,0 0,0 28 Campedak 0 2 0,0 0,0 0,0 29 Nanas 0 2 0,0 0,0 0,0 Rata-rata 9,8 11,4 44,5 19,3 18,9 p-value banyaknya jenis buah yang dikonsumsi No
Jenis Buah
Beli 81,0 81,2 77,8 81,6 51,6 80,9 85,7 31,2 81,2 93,3 53,8 66,7 20,0 0,0 100,0 0,0 50,0 42,8 85,7 100,0 33,3 0,0 100,0 77,8 90,0 100,0 100,0 0,0 50,0 62,6
Asal (Kota) Panen Diberi 1,7 17,2 0,0 18,8 0,0 19,2 0,0 18,4 24,2 24,0 0,0 19,1 4,8 9,5 56,2 12,5 0,0 18,8 0,0 6,7 15,4 30,7 0,0 33,3 60,0 20,0 0,0 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0 50,0 0,0 14,4 42,8 0,0 14,3 0,0 0,0 66,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 22,2 0,0 10,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 0,0 50,0 0,0 15,3 15,1 0,013**
Keterangan: **signifikan pada taraf 0,05
Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Buah Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, maupun kali per bulan, dalam hal ini disamakan menjadi kali per bulan untuk mempermudah perhitungan. Pada penelitian ini, jumlah buah yang dikonsumsi contoh adalah beratnya yang diukur dengan satuan gram (g) (Sulistijani 2005). Jumlah konsumsi buah adalah banyaknya buah yang dikonsumsi contoh yang dihitung dalan tiga bulan terakhir. Frekuensi konsumsi buah merupakan sesuatu yang menggambarkan kebiasaan makan buah dengan menghitung keseringan di dalam mengkonsumsi
buah. Frekuensi konsumsi buah dalam penelitian ini dibagi menjadi tujuh kriteria yaitu, 10x1 bulan, 4x1 bulan, 1x1 bulan, 0,1x1 bulan, 0,2x1 bulan, 0,3x1 bulan, dan 0,5x1 bulan. Kelompok contoh perdesaan sering mengkonsumsi buah jeruk dengan frekuensi 4x1 bulan dengan jumlah konsumsi 350,3 g/kap/bl. Buah mangga dikosumsi 16 contoh dengan frekuensi 10x1 bulan, dengan jumlah konsumsi 4974 g/kap/bl. Contoh yang berada di perdesaan mengkonsumsi buah semangka (13 contoh) dengan frekuensi 1x1 bulan dengan jumlah 319,4 g/kap/bl. Buah yang jarang dikonsumsi oleh contoh di perdesaan adalah buah manggis dengan frekuensi 0,1 (kl/bl), buah sarikaya dan nangka dengan frekuensi 0,2 (kl/bl). Menurut Hardono (1998) dalam Setiowati (2000), masih rendahnya konsumsi buah di Indonesia terkait dengan beberapa faktor, disamping pendapatan, konsumsi buah tersebut tampaknya juga terkait dengan masalah masih rendahnya kesadaran mengkonsumsi buah (sebagai sumber vitamin, mineral, atau protein nabati), rendahnya ketersediaan buah, dan kurangnya keterjangkauan konsumsi produk oleh rumahtangga. Untuk mengukur konsumsi buah pada contoh, selain dari segi jumlah, frekuensi yang dikonsumsi juga penting. Frekuensi konsumsi jenis buah adalah seberapa sering contoh mengkonsumsi buah dalam periode satu bulan. Kelompok contoh perkotaan sering mengkonsumsi buah jeruk (46 contoh) dengan frekuensi 4x1 bl, dengan jumlah konsumsi 529,9 g/kap/bl. Buah pisang menjadi urutan kedua contoh yang banyak dikonsumsi dengan frekuensi 4x1 bl yang berjumlah 1051,8 g/kap/bl. Selanjutnya contoh mengkonsumsi buah melon dengan frekuensi 1x1 bl
dengan jumlah konsumsi 3185,2 g/kap/bl. Contoh yang berada di perkotaan mengkonsumsi buah pir dengan frekuensi 1x1 bl dengan jumlah 460,8 g/kap/bl. Terkait dengan tingkat pendapatan contoh di perdesaan yang lebih rendah, cenderung memilih buah dengan harga yang lebih murah merupakan alternatif menyesuaikan dengan daya beli contoh di perdesaan, sedangkan contoh di perkotaan dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi mengkonsumsi pisang yang memiliki harga yang lebih mahal. Buah yang sangat jarang dikonsumsi oleh contoh pada kedua kelompok pendapatan dan wilayah adalah buah manggis dan duku. Hal ini diduga ketersediaan buah tersebut yang jarang dan harga buah yang
dianggap cukup mahal sehingga jarang dikonsumsi oleh contoh (Tabel 21). Berdasarkan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p<0,01) yang signifikan antara frekuensi konsumsi buah contoh di wilayah perdesaan dan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan buah di wilayah perkotaan lebih beragam daripada di perdesaan (Tabel 21). Tabel 21 Rata-rata perilaku konsumsi contoh berdasarkan frekuensi dan jumlah konsumsi buah No
Jenis Buah
1 Jeruk 2 Pisang 3 Mangga 4 Apel 5 Rambutan 6 Pir 7 Pepaya 8 Semangka 9 Jambu biji 10 Salak 11 Alpukat 12 Kelengkeng 13 Nangka 14 Duku 15 Manggis 16 Bengkuang 17 Sirsak 18 Belimbing 19 Durian 20 Sawo 21 Jambu air 22 Sarikaya 23 Tomat 24 Anggur 25 Melon 26 Ketimun 27 Buah naga 28 Campedak 29 Nanas Rata-rata p-value
Frekuensi (kl//bl/kap) Perdesaan Perkotaan 4 4 4 4 10 4 4 4 4 4 1 1 1 4 1 4 1 1 4 4 4 0,1 1 0,2 0,2 1 4 0,1 0,1 0,1 4 0 0,3 4 0,5 4 0,5 1 1 10 1 4 0,2 0 30 30 1 1 1 1 30 30 0 4 0 0,1 0 4 3,9 4,4 0,000***
Jumlah (g/kap/bl) Perdesaan Perkotaan 350,3 529,9 230,9 1051,8 4974 1777,4 368,6 99,1 833,3 468,9 330,4 460,8 254,8 233,3 319,4 1132,3 67,7 67,9 2719,3 3911,0 74,01 25,93 125 430,0 666,7 96.6 125 426.3 250 27.8 7975 3660.3 87,5 11.1 82 1893.3 2500 685.4 407,6 700 285,2 285,7 20,8 6333,3 500 1111,1 25 888,9 83,3 3185,2 350,2 422,2 230,9 283,3 4974 529,9 368,62 1051,8 819,1 1095,9 0,837
Keterangan: ***=nyata pada p<0,01
Rata-rata Frekuensi Konsumsi Buah per Hari Kebiasaan mengkonsumsi buah sekelompok orang dapat dilihat salah satunya melalui frekuensi konsumsi buah. Metode yang digunakan untuk mengetahui frekuensi makan buah contoh adalah Food Frequency Questionnaire
(FFQ) yang bertujuan untuk menilai frekuensi pangan atau kelompok pangan yang dikonsumsi pada selang waktu tertentu. Sebenarnya FFQ didisain untuk menyediakan data mengenai pola konsumsi pangan secara deskriptif kualitatif. Akan tetapi dengan menambahkan perkiraan jumlah porsi yang dikonsumsi, metode menjadi semi-kuantitatif sehingga memungkinkan penghitungan energi dan zat gizi terpilih (Willet et al. 1985, Block et al. 1086 dalam Gibson 2005). Metode ini dilakukan dengan mengingat buah apa saja yang dikonsumsi tiga bulan terakhir sebelum data diambil karena terkait dengan ketersediaan buah yang tidak selalu ada tiap harinya atau musiman. Keuntungan FFQ terletak pada beban kerja yang relatif rendah bagi responden disamping analisis kuesioner ini yang cukup sederhana dan murah karena dapat dilakukan sendiri serta dapat dipindai dengan mesin. Kerugian FFQ terdapat pada keharusan responden melakukan tugas kognitif yang levelnya cukup tinggi untuk memperkirakan frekuensi dan ukuran takaran saji yang lazim. Frekuensi makan buah digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu sering (>60 kl/bl), sedang (30-60 kl/bl), dan jarang (<30 kl/bl) (Tabel 22). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata mengkonsumsi buah No 1 2 3
Frekuensi makan buah (kl/bl) Sering (>60) Sedang (30-60) Jarang (<30) Total Rata-rata±SD Kisaran (min-max) p-value
Perdesaan (n=50) 14,0 24,0 62,0 100,0 29,9±27,1 2-112
Perkotaan (n=50) 6,0 30,0 64,0 100,0 28,4±19,9 4-88
Total (n=100) 10,0 27,0 63,0 100,0 29,1±23,7 2-112 0,763
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa presentase terbesar frekuensi contoh baik di perdesaan maupun perkotaan mengkonsumsi buah dalam kategori jarang. Rata-rata frekuensi konsumsi buah 29,1 kl/bl. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wulansari (2009) yang menyatakan bahwa rata-rata frekuensi buah SMAN 2 Bogor adalah 5,28 kl/mg, dan 2,23 kl/mg untuk SMAN 1 Ciampea. Sering tidaknya seseorang mengkonsumsi buah dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain faktor-faktor pribadi, pola sosial budaya dan ketersediaan pangan (Suhardjo 1989). Selain itu, juga lebih dari 65% kebiasaan makan
ditentukan oleh kebiasaan makan sewaktu kanak-kanak (Sanjur 1982). Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi rata-rata konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Rata-rata Jumlah Konsumsi Buah per Hari Pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar contoh baik contoh yang berada di perdesaan maupun di perkotaan mengkonsumsi buah/hr dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari 200 g/hr. Rata-rata jumlah konsumsi buah sebanyak 103,1 g/kap/hr. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wulansari (2009) yang menyatakan bahwa rata-rata konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hr lebih rendah dibandingkan rata-rata konsumsi buah SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hr). Banyak tidaknya contoh mengkonsumsi beragam jenis buah diduga terkait dengan tingkat pengetahuan gizi yang dimilikinya. Adanya pantangan untuk mengkonsumsi buah tertentu seperti durian akibat menderita suatu penyakit dapat menurunkan jumlah konsumsi buah. (Tabel 23).
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata jumlah konsumsi buah No 1 2 3
Jumlah makan buah (g/hr) Banyak (>300) Sedang (200-300) Sedikit (<200) Total
Perdesaan (n=50) 10,0 8,0 82,0 100,0
Perkotaan (n=50) 20,0 2,0 78,0 100,0
Total (n=100) 15,0 5,0 80,0 100,0
Rata-rata±SD Kisaran (min-max) p-value
93,2±162,5 0,8-1020,2
113,1±164,4 13,1-702,6
103,1±162,9 0,8-1020,2 0,543
Menurut Almatsier (2009), porsi buah yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari berupa papaya atau buah lain. Tabel 23 menunjukkan bahwa contoh baik di perdesaan maupun perkotaan mengkonsumsi buah rata-rata per hari kurang dari 150 g. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0,05) rata-rata jumlah konsumsi buah antara perdesaan dan perkotaan.
Peningkatan dan Penurunan Konsumsi Buah Jumlah buah yang dikonsumsi oleh keluarga ternyata berubah-ubah, tergantung pada situasi dan kondisi yang dialami contoh. Terkadang jumlah konsumsi buah mengalami peningkatan dan penurunan. Contoh yang berada di perdesaan mengalami peningkatan konsumsi buah, yaitu pada saat ada acara (32,0%), musim buah (24,0%), dan ketika ada uang (22,0%). Sebaran contoh berdasarkan peningkatan konsumsi buah dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan waktu penyebab peningkatan konsumsi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penyebab Peningkatan Konsumsi Buah Musim buah Cuaca panas Sakit Sehat Ada tamu Ada acara Bulan puasa Harga murah Hamil Ada uang Tidak ada
Perdesaan (n=50) 24,0 2,0 4,0 0,0 0,0 32,0 2,0 2,0 4,0 22,0 8,0
Perkotaan (n=50) 40,0 8,0 6,0 2,0 8,0 6,0 2,0 4,0 4,0 4,0 10,0
Total (n=100) 32,0 5,0 5,0 1,0 4,0 19,0 2,0 3,0 4,0 13,0 9,0
buah Berdasarkan Tabel 24, sebanyak 40,0 persen contoh yang berada di perkotaan mengalami peningkatan konsumsi buah yaitu pada saat musim buah, sementara sisanya tersebar merata pada saat cuaca panas (8,0%), sakit (6,0%), sehat (2,0%), ada tamu (8,0%), ada acara (6,0%), bulan puasa (2,0%), harga murah (4,0%), hamil (4,0%), ada uang (4,0%), awal bulan (2,0%), tidak tentu (2,0%), biasa saja (2,0%), dan tidak ada peningkatan (10,0%). Berdasarkan Tabel 25 sebagian contoh (50,0%) yang berada di perdesaan mengalami penurunan konsumsi buah pada saat tidak ada uang (50,0%). Proporsi terbesar contoh (24,0%) yang berada di perkotaan mengalami penurunan dalam mengkonsumsi buah pada saat tidak ada uang. Sedikitnya 22,0 persen contoh tidak ada penurunan dalam mengkonsumsi buah, dan pada saat musim hujan (12,0%) contoh mengalami penurunan dalam mengkonsumsi buah.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan penyebab penurunan konsumsi buah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyebab Penurunan Konsumsi Buah Tidak ada uang Pertengahan bulan Tidak musim buah Musim hujan Bosan Sakit Mahal Sehat Banyak makanan di rumah Tidak ada penurunan
Perdesaan (n=50) 50,0 0,0 18,0 2,0 6,0 2,0 6,0 2,0 2,0 12,0
Perkotaan (n=50) 24,0 6,0 8,0 12,0 10,0 6,0 10,0 0,0 2,0 22,0
Total (50) 37,0 3,0 13,0 7,0 8,0 4,0 8,0 1,0 2,0 17,0
Muchtadi (2001) mengungkapkan bahwa perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia telah menyebabkan berkurangnya atau menurunya konsumsi sayuran dan buah-buahan pada semua provinsi di Indonesia. Saat ini orang cenderung mengkonsumsi makanan yang serba instan dan praktis. Adanya kecenderungan tersebut menyebabkan penurunan konsumsi buah pada masyarakat, karena adanya upaya pemenuhan kebutuhan vitamin melalui konsumsi berbagai suplemen vitamin yang tersedia di pasaran. Motivasi dalam Mengkonsumsi Buah Salah satu
faktor
yang
mempengaruhi kebiasaan contoh untuk
mengkonsumsi buah adalah motivasi. Sumarwan (2004) menyatakan motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu akan muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Terdapat beberapa alasan yang memotivasi contoh dalam mengkonsumsi buah. Hampir separuh (42,0%) contoh di perdesaan mengkonsumsi buah karena alasan bergizi. Hampir sepertiga contoh (32,0%) mengkonsumsi buah karena untuk kesehatan, dan sebagian kecil (14,0%) diantaranya mengkonsumsi buah karena rasa yang enak/segar. Selain itu, kesukaan terhadap buah (6,0%) menjadi motivasi contoh dalam mengkonsumsi buah. Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa hampir sebagian (48,0%) contoh di perkotaan mengkonsumsi buah karena alasan bergizi. Hampir sepertiga contoh (32,0%) mengkonsumsi buah karena untuk kesehatan, dan sebagian kecil (8,0%) diantaranya mengkonsumsi buah karena kesukaan contoh terhadap buah. Sedikitnya 4,0 persen contoh memilih rasa yang enak/segar sebagai motivasi
dalam mengkonsumsinya. Berdasarkan hasil uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,1) antara motivasi mengkonsumsi buah di perdesaan dengan di perkotaan (Tabel 26). Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan motivasi mengkonsumsi buah Motivasi No Mengkonsumsi 1 Buah D K 1 Bergizi 42,0 48,0 2 Murah 2,0 2,0 3 Enak/segar 14,0 4,0 4 Pengganti 0,0 2,0 makan 5 Kesukaan 6,0 8,0 6 Kesehatan 32,0 32,0 7 Mudah didapat 2,0 2,0 8 Lainnya* 2,0 2,0 p-value
D 36,0 12,0 16,0 2,0
Peringkat Motivasi 2 3 4 K D K D K 32,0 12,0 6,0 2,0 8,0 10,0 12,0 8,0 16,0 16,0 24,0 24,0 28,0 22,0 18,0 2,0
6,0
4,0
6,0
5 D K 4,0 2,0 20,0 26,0 12,0 10,0
12,0
14,0 12,0
8,0 8,0 26,0 28,0 26,0 26,0 26,0 24,0 16,0 22,0 16,0 12,0 0,0 0,0 4,0 4,0 12,0 8,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,901
20,0 14,0 4,0 6,0 26,0 28,0 0,0 2,0
Ket: * Lainnya termasuk permintaan anak, ketersediaan, keinginan. D= Perdesaan; K= Perkotaan
Hubungan Antar Variabel Karakteristik Keluarga Contoh dengan Pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang berada pada kategori dewasa muda memiliki tingkat pengetahuan tentang buah yang lebih baik dibandingkan dengan kategori usia lainnya. Namun, hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara usia contoh dengan tingkat pengetahuan contoh tentang buah (P>0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa perbedaan usia tidak berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang buah. Baik atau tidaknya pengetahuan seseorang nampaknya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal lain di luar usia (Tabel 27). Tabel 27
Hubungan antara usia, pendidikan, sumber informasi dengan pengetahuan responden tentang buah
Variabel Usia Responden Tingkat Pendidikan Sumber Informasi Keterangan : ***= nyata pada p<0,01
Pengetahuan tentang Buah (n=100) r Nilai p 0,027 0,790 0,371 0,00*** 0,653(khi kuadrat)
Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui bahwa contoh dengan pendidikan tamat SMA memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pada jenjang pendidikan lainnya. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan positif antara tingkat pendidikan contoh dengan pengetahuan contoh tentang buah (p = 0,000, r = 0,371). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan contoh maka pengetahuannya terhadap buah semakin baik. Menurut Sumarwan (2004), contoh yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi baru sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan contoh maka pengetahuannya akan mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis sumber informasi dengan pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa dari manapun informasi yang diperoleh contoh ternyata tidak terkait dengan tingkat pengetahuannya. Karakteristik individu lain diduga lebih terkait dengan tingkat pengetahuan contoh dari pada sumber informasi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Buah di Perdesaan dan Perkotaan Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah di perdesaan dan perkotaan. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah dilakukan dengan uji regresi linier berganda. Variabel bebas dalam pengujian ini adalah faktor internal responden yang terdiri dari besar keluarga, usia responden, pendidikan responden, pekerjaan responden, pengetahuan responden, dan lokasi wilayah tempat tinggal, sedangkan variabel terikatnya adalah perilaku pembelian buah yang dilihat dari keragaman jenis buah yang dibeli, asal buah, frekuensi pembelian buah dan jumlah pembelian buah. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa tidak semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap banyaknya jenis buah yang dibeli, asal buah, frekuensi pembelian buah dan jumlah pembelian buah. Banyaknya Jenis Buah dan Asal Buah yang Dibeli Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 28 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas memiliki nilai yang signifikan. Nilai Adjusted R Square dari model ini adalah 0,193. Hal ini berarti bahwa sebesar 19,3 persen banyaknya jenis
buah yang dibeli dapat diterangkan oleh faktor internal dan sisanya 80,7 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keragaman jenis buah adalah usia, lama pendidikan, dan pengetahuan responden. Usia responden memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keragaman jenis buah yang dibeli. Artinya semakin bertambahnya usia responden, jenis buah yang dibeli semakin beragam. Hal ini dikarenakan usia responden tergolong dalam usia produktif. Pada usia ini responden banyak membutuhkan asupan gizi yang seimbang salah satunya dengan mengkonsumsi buah yang beragam. Sebelum mengkonsumsi buah, responden melakukan perilaku pembelian terlebih dahulu untuk memperoleh buah yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasatya
(1998), bahwa adanya perubahan-perubahan
fisiologis pada tubuh seseorang menyebabkan pola konsumsi buahnya berbeda. Secara umum, diidentifikasi bahwa faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi buah seseorang adalah faktor individu dan sosial ekonomi. Faktor individu adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yaitu usia, besar keluarga, pengetahuan, dan keadaan kesehatan.
Faktor sosial ekonomi
terdiri dari pendapatan dan pendidikan. Lama pendidikan responden memiliki pengaruh yang signifikan terhadap banyaknya jenis buah yang dibeli. Responden adalah ibu rumahtangga yang berperan dalam penyelenggaraan semua jenis makanan untuk keluarga, termasuk dalam pemilihan jenis buah. Hal ini disebabkan karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan semua makanan keluarga termasuk jenis buah yang dibeli. Lama pendidikan responden menunjukkan semakin banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh selama sekolah. Seseorang yang berpendidikan tinggi berarti memiliki pengetahuan yang cukup termasuk dalam membeli banyak jenis buah untuk dikonsumsi oleh keluarga. Hal ini diperkuat dengan hasil uji regresi yang menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jenis buah yang dibeli dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,191. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki skor pengetahuan yang tinggi tentang buah cenderung mendorong responden untuk membeli buah dalam jumlah yang banyak (Tabel 28).
Tabel 28 Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya jenis dan asal buah yang dibeli Variabel Bebas Konstanta Lokasi (1=perkotaan 0=perdesaan) Besar keluarga (orang) Usia responden (th) Lama pendidikan responden (th) Pendapatan responden (Rp) Pekerjaan responden (1=bekerja, 0=tidak bekerja) Pengetahuan (skor) Adjusted R Square
Jenis Buah Beta Sig 0,118 -0,087 0,534 0,114 0,296 0,297 0,005*** 0,457 0,003*** -0,024 0,834
Asal Buah Beta Sig 0,206 -0,156 0,299 0,042 0,718 0,201 0,074* 0,282 0,083* -0,228 0,069*
0,051
0,581
-0,002
0,985
0,191
0,065* 0,193
0,253
0,023** 0,081
Keterangan: *signifikan pada taraf 0,1; ** signifikan pada taraf 0,05; *** signifikan pada taraf 0,01
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 28 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas memiliki nilai yang signifikan. Nilai Adjusted R Square dari model ini adalah 0,081. Hal ini berarti bahwa sebesar 8,1 persen asal buah yang dibeli dapat diterangkan oleh faktor internal dan sisanya 91,9 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap asal buah adalah usia, lama pendidikan, pendapatan dan pengetahuan responden. Usia responden memiliki pengaruh yang signifikan terhadap asal buah. Artinya semakin bertambahnya usia responden, maka semakin banyak responden membeli buah lokal. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman yang dimiliki responden dalam mengkonsumsi buah. Semakin tua usia responden pengalaman dalam mengkonsumsi buah lokal lebih banyak daripada responden yang lebih muda. Menurut Sutisna (2001), konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku masa lalunya itu. Pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalamannya dalam pembelian produk, mengkonsumsi produk, dan merek produk apa yang disukainya. Konsumen akan menyesuaikan perilakunya dengan pengalamannya di masa lalu. Pendapatan keluarga responden berpengaruh secara signifikan terhadap asal buah yang dibeli, semakin tinggi pendapatan keluarga maka keluarga lebih mampu untuk membeli jenis buah lokal. Menurut Berg (1986) penambahan
pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada pola konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran untuk pangan belum tentu kualitas dan kuantitas makanan yang dibeli lebih baik. Lama pendidikan responden memiliki pengaruh yang nyata terhadap asal buah. Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh responden, semakin pandai responden dalam menentukan asal buah yang akan dibeli dengan nilai koefisien regresinya sebesar 0,282. Artinya, apabila lama pendidikan meningkat satu-satuan dan variabel lainnya bernilai tetap, maka asal buah meningkat sebesar 0,282 (Tabel 28). Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang. Pendidikan formal maupun informal dapat mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang sehingga diharapkan seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki informasi gizi yang lebih baik (Suhardjo 2003) termasuk informasi mengenai asal buah yang baik untuk dikonsumsi anggota keluarga. Selain itu, pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap asal buah yang dibeli. Hal ini dikarenakan pembelian erat hubungannya dengan pendapatan yang diperoleh keluarga, juga terkait dengan harga buah di pasar. Harga buah impor umumnya lebih mahal daripada buah lokal. Hal ini sesuai dengan kualitas buah impor yang lebih baik, namun untuk sebagian buah lokal juga memiliki harga yang relatif mahal, misalnya pada buah Apel Malang. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi pendapatan contoh semakin cenderung untuk membeli buah lokal. Biasanya harga buah impor dan lokal berbeda, ada yang lebih mahal buah lokal ataupun sebaliknya tergantung jenis buah yang dibeli. Menurut Puspitawati (2004), orang yang memiliki pengalaman akan memberikan persepsi yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, karena seseorang yang berpengalaman akan semakin memiliki kemampuan dan keterampilan serta akan lebih pandai memilih sesuatu. Hal ini selaras dengan hasil peneilitian yang menunjukkan responden yang memiliki pengetahuan lebih tinggi akan memiliki pengalaman yang lebih banyak pula dalam membeli buah. Pengetahuan memiliki pengaruh yang signifikan dengan asal buah yang dibeli responden dengan koefisien regresi 0,253. Artinya, apabila pengetahuan meningkat satu-satuan dan variabel lainnya bernilai tetap, maka asal buah meningkat sebesar 0,253. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan responden maka pemilihan asal buah semakin baik. Responden telah dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam penentuan konsumsi makan sehari-hari termasuk konsumsi buah. Frekuensi dan jumlah Pembelian Buah Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas memiliki nilai yang signifikan. Nilai Adjusted R Square dari model ini adalah 0,124. Hal ini berarti bahwa sebesar 12,4 persen frekuensi pembelian buah dapat diterangkan oleh faktor internal dan sisanya 87,6 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap frekuensi pembelian buah adalah usia responden. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan jumlah pembelian buah dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan jumlah pembelian buah Variabel Bebas Konstanta Lokasi (1=perkotaan 0=perdesaan) Besar keluarga (orang) Usia responden (th) Lama pendidikan responden (th) Pendapatan responden (Rp) Pekerjaan responden (1=bekerja, 0=tidak bekerja) Pengetahuan (skor) Adjusted R Square
Frekuensi Beta Sig 0,808 0,085 0,566 -0,137 0,235 0,333 0,003*** 0,140 0,385 -0,100 0,422
Jumlah Buah Beta Sig 0,094 -0,084 0,565 0,208 0,068* 0,231 0,036** 0,418 0,009*** 0,008 0,945
0,086
0,382
0,043
0,653
-0,018
0,865 0,124
0,130
0,227 0,126
Keterangan: *signifikan pada taraf 0,1; ** signifikan pada taraf 0,05; *** signifikan pada taraf 0,01
Usia responden berpengaruh secara siginifikan terhadap frekuensi pembelian buah. Menurut Sumarwan (2004), konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Semakin tinggi usia tingkat akan kebutuhan gizi pun semakin tinggi, sehingga frekuensi akan pembelian dan konsumsi buah akan semakin sering. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas memiliki nilai yang signifikan. Nilai Adjusted R Square dari model ini adalah 0,126. Hal ini berarti bahwa sebesar 12,6 persen jumlah buah yang dibeli dapat diterangkan oleh faktor internal dan sisanya 87,4 persen
dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah buah yang dibeli adalah besar keluarga, usia contoh, dan lama pendidikan. Pendapatan responden tidak berpengaruh terhadap jumlah buah yang dibeli, hal ini berhubungan dengan kesukaan seseorang terhadap buah. Orang yang berpendapatan tinggi atau rendah belum tentu menyukai buah. Analisis pengaruh besar keluarga terhadap jumlah buah yang dibeli, menunjukkan terdapat pengaruh yang nyata (p<0,1). Keluarga
yang baik
seharusnya dapat memilih pangan dengan mutu yang lebih baik dan beragam, akan tetapi faktor ekonomi akan mendorong keluarga untuk melakukan pemilihan sehingga konsumsi zat tertentu menjadi terbatas (Soekirman 2000). Hal ini diduga karena keluarga semakin meningkatkan konsumsi zat gizi untuk anggota keluarga dari sumber pangan buah-buahan dengan bertambahnya anggota keluarga. Salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam mengkonsumsi makanan adalah usia. Hal ini sesuai dengan hasil uji regresi linier bahwa usia berpengaruh secara signifikan (p<0,05) terhadap jumlah konsumsi buah. Berdasarkan angka kecukupan gizi (2004) semakin tinggi tingkat usia maka semakin besar kebutuhan akan vitamin A, E dan serat yang bisa didapatkan dengan mengkonsumsi buah. Sehingga semakin tinggi usia maka konsumsi buah akan semakin beragam. Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Menurut Suharjdo (1989), pendidikan formal maupun informal dapat mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang sehingga diharapkan seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki informasi gizi yang lebih baik. Pendidikan orangtua terutama pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan keadaan gizi dalam suatu keluarga. Peran ibu sekaligus sebagai seorang istri di dalam keluarga akan berpengaruh dalam proses penyusunan pola makan yang baik dan sehat untuk keluarga. Berdasarkan hasil uji regresi linier, diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) dari pendidikan responden terhadap jumlah pembelian buah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Buah Di Perdesaan dan Perkotaan Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah di perdesaan dan di perkotaan. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah dilakukan dengan uji regresi logistik dan regresi linier berganda. Variabel bebas dalam pengujian ini adalah faktor internal responden yang terdiri dari wilayah tempat tinggal responden, besar keluarga, usia responden, pendidikan responden, pekerjaan responden, pengetahuan, sedangkan variabel terikatnya adalah perilaku konsumsi buah yang dilihat dari banyaknya jenis konsumsi buah, asal buah, frekuensi konsumsi buah dan jumlah konsumsi buah. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa tidak semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap jenis yang dikonsumsi, asal buah, frekuensi konsumsi buah dan jumlah konsumsi buah. Banyaknya Jenis Buah dan Asal Buah yang Dikonsumsi Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas memiliki nilai yang signifikan. Nilai Adjusted R Square dari model ini adalah 0,114. Hal ini berarti bahwa sebesar 11,4 persen frekuensi pembelian buah dapat diterangkan oleh faktor internal dan sisanya 88,6 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap banyaknya jenis buah yang dikonsumsi adalah usia dan lama pendidikan responden. Lama pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah jenis buah yang dikonsumsi. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan, termasuk didalamnya pola mengkonsumsi buah. Suhardjo (1989)
mengatakan bahwa orang yang
berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Untuk memenuhi zat gizi tersebut, responden yang berpendidikan tinggi akan mengkonsumsi buah dengan jumlah jenis buah yang berbeda-beda. Hasil penelitian selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ampera (2006) bahwa lama pendidikan berpengaruh positif terhadap jumlah buah yang
dikonsumsi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keragaman jenis buah dan asal buah yang dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 30. Usia responden memiliki pengaruh yang signifikan terhadap banyaknya jenis buah yang dikonsumsi. Artinya semakin bertambahnya usia responden, jenis buah yang dikonsumsi semakin banyak atau beragam. Sama halnya dengan banyaknya jenis buah yang dibeli, pada usia ini responden banyak membutuhkan asupan gizi salah satunya dengan mengkonsumsi buah yang beragam. Oleh karena itu, usia responden berpengaruh terhadap banyaknya jenis buah yang dikonsumsi. Kebiasaan makan setiap individu berbeda satu sama lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah usia. Menurut Sanjur (1982), freperensi pangan dan kebiasaan makan terbentuk sejak awal kehidupan. Sejak bayi dan dan masa kanak-kanak, kebiasaan makan telah dibentuk dalam lingkungan keluarga. Keluarga akan menyediakan jenis-jenis makanan yang mudah didapat di sekitarnya, harganya sesuai dengan kondisi ekonomi sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga yang bersangkutan. Tabel 30 Faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman jenis buah dan asal buah yang dikonsumsi contoh Variabel Bebas Konstanta Lokasi (1=perkotaan 0=perdesaan) Besar keluarga (orang) Usia responden (th) Lama pendidikan responden (th) Pendapatan responden (Rp) Pekerjaan responden (1=bekerja, 0=tidak bekerja) Pengetahuan (skor) Adjusted R Square
Jenis Buah Beta Sig 0,651 -0,054 0,710 0,154 0,179 0,261 0,019** 0,423 0,009*** -0,027 0,828
Asal Buah Beta Sig 0,952 0,015 0,925 0,124 0,304 0,139 0,233 0,179 0,287 -0,092 0,477
-0,039
0,684
-0,077
0,454
0,089
0,411 0,114
0,084
0,461 0,005
Keterangan: ** signifikan pada taraf 0,05; *** signifikan pada taraf 0,01
Pada perilaku pembelian buah ada beberapa faktor yang berpengaruh, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah. Hal ini terjadi dikarenakan buah yang dibeli oleh responden belum tentu dikonsumsinya. Bisa saja responden membeli buah akan tetapi buah tersebut tidak dikonsumsi oleh keluarga malahan diberikan kepada orang lain. Semua variabel bebas tidak berpengaruh terhadap asal buah yang dikonsumsi. Hal ini diduga karena asal buah yang dikonsumsi oleh responden beragam, yang terdiri dari asal pembelian,
panen, dan pemberian orang lain, sehingga menyebabkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap asal buah yang dikonsumsi responden. Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Buah Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas memiliki nilai yang signifikan. Nilai Adjusted R Square dari model ini adalah 0,107. Hal ini berarti bahwa sebesar 10,7 persen frekuensi konsumsi buah dapat diterangkan oleh faktor internal dan sisanya 89,3 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel yang berpengaruh signifikan dengan frekuensi konsumsi buah adalah lokasi responden (Tabel 31). Wilayah penelitian mencakup Kelurahan Panaragan dan Desa Cihideung Ilir. Berdasarkan uji regresi linier lokasi berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi konsumsi buah. Artinya responden yang tinggal di wilayah perkotaan lebih sering mengkonsumsi buah daripada responden yang tinggal di wilayah perdesaan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,257. Berdasarkan Sumarwan (2004), dimana konsumen tinggal akan mempengaruhi pola konsumsinya. Orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas terhadap berbagai produk dan jasa. Sebaliknya, akses di perkotaan lebih luas daripada di pedesaan, salah satunya dalam memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan. Tabel 31 Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi konsumsi buah Variabel Bebas Konstanta Lokasi (1=perkotaan 0=perdesaan) Besar keluarga (orang) Usia responden (th) Lama pendidikan responden (th) Pekerjaan responden (1=bekerja, 0=tidak bekerja) Pengetahuan (skor) Adjusted R Square Keterangan: *signifikan pada taraf 0,1;
Frekuensi Beta 0,257 -0,106 0,156 0,136
Sig 0,601 0,083* 0,300 0,157 0,378
-0,040
0,681
-0,051
0,637 0,107
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pada pengambilan data dimana informasi mengenai buah dikumpulkan dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) yang bertujuan untuk menilai frekuensi pangan atau kelompok pangan yang dikonsumsi pada selang waktu tertentu. Selang waktu yang digunakan adalah tiga bulan sebelum informasi dikumpulkan. Metode pengambilan data yang lebih baik adalah dengan menggunakan metode food recad, dimana responden mencatat buah apa saja yang telah dikonsumsinya setiap hari, sehingga responden tidak lupa akan buah yang telah dikonsumsinya serta data yang telah dikumpulkan lebih beragam dan akurat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terdapat 22 jenis buah dibeli oleh contoh yang berada di wilayah perdesaan. Jenis buah yang paling banyak dibeli adalah buah jeruk dengan asal impor, buah salak dengan asal lokal, buah apel dengan asal impor. Frekuensi pembelian buah paling sering adalah 4x1 bulan. Rata-rata jumlah pembelian buah adalah 435,1 g/kap/bl. Untuk wilayah perkotaan, sebanyak 25 jenis buah yang dibeli oleh contoh. Jenis buah yang paling banyak dibeli adalah buah jeruk dengan asal impor, buah apel dengan asal impor, dan buah mangga dengan asal lokal. Rata-rata frekuensi pembelian contoh adalah 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 546,6 g/kap/bl. Buah yang paling sering dikonsumsi oleh contoh di perdesaan adalah buah jeruk dengan asal membeli, buah salak dengan asal membeli, dan buah pisang dengan asal panen sendiri. Frekuensi dalam mengkonsumsi buah rata-rata termasuk kategori kurang dengan rata-rata jumlah buah yang dikonsumsi contoh adalah sedikit. Untuk wilayah perkotaan, buah yang paling sering dikonsumsi adalah buah jeruk dengan asal membeli, buah pisang dengan asal membeli, buah mangga dengan asal membeli. Frekuensi konsumsi buah rata-rata adalah jarang dan jumlah konsumsinya pun sedikit. Faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya jenis buah yang dibeli adalah usia, lama pendidikan, dan pengetahuan responden tentang buah. Faktor yang berpengaruh terhadap asal buah adalah usia, lama pendidikan, pendapatan, pengetahuan responden tentang buah. Faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi pembelian buah adalah usia responden. Faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya jenis buah yang dikonsumsi adalah usia dan lama pendidikan responden. Faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi konsumsi buah adalah lokasi wilayah responden. Terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi
pembelian dan konsumsi contoh di perdesaan dan perkotaan. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan.
Saran 1. Perlu peningkatan konsumsi buah pada semua anggota keluarga, mengingat pentingnya mengkonsumsi buah dalam jumlah dan frekuensi yang cukup agar kebutuhan tubuh akan zat gizi yang terkandung dalam buah dapat terpenuhi. Penyebaran atau pemberian informasi mengenai manfaat dan pentingnya mengkonsumsi buah perlu dilakukan agar semua anggota keluarga terpengaruh untuk mengkonsumsi buah. 2. Bagi konsumen, diharapkan lebih memperhatikan asal buah yang akan dikonsumsi. Hal ini terkait dengan kemasan buah impor yang bagus dan segar, akan tetapi belum tentu kandungannya bagus dan sehat. Konsumen buah diharapkan dapat mengkonsumsi berbagai jenis buah bukan hanya mengkonsumsi buah kesukaan saja. Bagi produsen lokal diharapkan bisa lebih memperhatikan keinginan konsumen, menyediakan berbagai jenis buah. Selain itu, diharapkan para pemasar lebih distributif dalam memasarkan produknya agar konsumen mudah dalam mendapatkan jenis produk (buah) yang diinginkan. 3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat meneliti mengenai preferensi konsumsi buah dengan metode recall, agar data yang diperoleh lebih beragam. 4. Perlu adanya sosialisasi gemar makan buah, agar masyarakat mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi buah dan khasiat yang diberikan setelah mengkonsumsi buah.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ampera. 2006. Analisis perilaku konsumsi makanan instan pada rumahtangga karyawan perkebunan (Kasus di PTPN V Kebun Lubuk Dalam, Riau) [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2010. Sehat Makan Buah wikipedia.com [3 April 2010].
[terhubung
berkala].
http://www.
Ashari S. 2006. Bebuahan Tropis. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Astawan, Made, Kasih. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Badan Pusat Statistik [BPS] 2009. Jumlah Penduduk Miskin di Perkotaan Jawa Barat. Badan Pusat Statistika Indonesia. ________________________. 2009. Statistik Holtikultura. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ________________________. 2010. Jumlah Penduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. BKKBN. 1998. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Kantor Menteri Negara Kependudukan. Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Boyd WH, Walker CO, Larreche J. 2000. Manajemen Pemasaran. Ed ke-2. Nurmawan, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Manajement. Dahri. 2006. Analisis dampak kebijaksanaan impor buah segar terhadap harga dan produksi buah Indonesia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.
Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. ___________. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Ginting. 1999. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses keputusan pembelian buah [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Griffin R, Ebert R. 2003. Bisnis Jilid 1. Ed ke-6.Tarmidzi C, penerjemah. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi. Terjemahan dari:Business, Sixth Edition. Hardinsyah, Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, dan Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan konsumsi Pangan. Di dalam: Modul Ketahanan Pangan. Jakarta: Deptan. Herlani R. 2010. Konsumsi buah dan sayur pada Murid Taman Kanak-Kanak dan faktor yang mempengaruhinya (studi di Perkotaan dan Perdesaan Tasikmalaya) [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi Ke-enam. Penerjemah: Tjandrasa MM. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Child Development Sixth Ed. Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran Jilid ke-1. (Molan B, penerjemah). Jakarta: Prenhalindo. ________. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Indeks. Mather. 2006. Foundation of Perception. Univercity of Sussex. New York: Psychologi Press. Muchtadi D. 2001. Kajian terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Laporan penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Papalia DE, Old SW. 2009. Human Development perkembangan Manusia Ed ke10 Buku 2. Marswendsdy B, penerjemah; Widyaningrum R, editor. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Terjemahan dari Human Development ed 10th. Peter PJ, Olson JC. 2010. Consumer Behaviour dan Marketing Strategy Ninth Edition. North American. McGraw-Hill Companies, Inc.
Prasatya R. 1998. Faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi dan frekuensi konsumsi buah pada golongan lanjut usia di Lembaga Seni Pernafasan Satria Nusantara Bogor [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prasetijo R, Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi. Puspitawati E. 2004. Analisis kemitraan antara PT Petani (Persero) dengan petani penangkar benih padi di Kabupaten Karawang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. USA: Prentice Hall. Schiffman, Leon G. dan Kanuk, Leslie Lazar. 2007. Consumer Behavior Ninth Edition. New Jersey Amerika:.Pearson Education, Inc. Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Setiowati N. 2000. Konsumsi dan preferensi sayur dan buah pada remaja di SMU 1 Bogor dan SMU 1 Pamekasan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima program keluarga harapan (PKH). [tesis]. Bogor: program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. Sjaifullah. 1993. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta: Penebar Swadaya. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sukandar Dadang. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, gizi, dan Sanitasi Petani SawahSyamsuri P. 2003. Analisis efisiensi pemasaran buah lokal dan buah impor di DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Sulistijani DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. Suryani T. 2008. Perilaku konsumen: Implikasi pada Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. Susilowati. 2010. Analisis hubungan antara pengetahuan gizi, preferensi, dan frekuensi konsumsi buah dan sayur mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Departemen
Statistika Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia dengan MMA IPB. Syamsuri. 2003. Analisis efisiensi pemasaran buah lokal dan buah impor di DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Winarno F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wulansari D. 2009. Konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.