1
PENGARUH NILAI TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU PENGURANGAN KONSUMSI BERAS PADA IBU RUMAH TANGGA DI WILAYAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN
TRI YULIYANTI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
5
ABSTRAK TRI YULIYANTI. Pengaruh Nilai Terhadap Sikap dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Pada Ibu Rumah Tangga Di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan IRNI RAHMAYANI JOHAN. Pengurangan konsumsi beras dengan cara mengkonsumsi jenis pangan yang beragam dianggap menjadi solusi terkait kelebihan konsumsi beras di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai terhadap sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras pada ibu rumah tangga di wilayah perdesaan dan perkotaan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu di Desa Cikarawang dan Kelurahan Sempur. Tehnik contoh dalam penelitian ini adalah proposional random sampling dengan jumlah contoh sebanyak 109 orang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel nilai, sikap (kognitif, afektif, konatif) dan perilaku pengurangan konsumsi beras pada kedua kelompok contoh. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, terdapat hubungan negatif antara nilai yang dianut contoh dengan aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif dan perilaku pengurangan konsumsi beras. Variabel sikap (kognitif,afektif,konatif) berhubungan positif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Variabel karakteristik contoh dan karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pendapatan, dan pengeluaran) memiliki hubungan nyata secara negatif dengan nilai, sedangkan variabel sikap (kognitif,afektif,konatif) dan perilaku pengurangan konsumsi beras memiliki hubungan yang nyata positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel nilai dan aspek afektif berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Kata kunci : nilai, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif, dan perilaku pengurangan konsumsi beras
ABSTRACT TRI YULIYANTI. The Influence of Values and Attitudes toward Housewife Behavior on Rice Consumption Reduction in Village and Urban Area. Guided by LILIK NOOR YULIATI and IRNI RAHMAYANI JOHAN.
Public should be advised to reduce the rice consumption through diversification, related with rice over consumption in Indonesia. This study aimed to analyze the influence of value toward housewife’s attitudes and cutback behavior of rice consumption in Bogor rural and urban area. This study utilized cross sectional study. Research location was selected purposively, in Cikarawang and Sempur. Sample selection on this study was utilizing proposional random sampling; with the number of sample were 109. The result showed statistically significant differences between the two group of sample on values, attitude (cognitive, affective, and conative), and cutback behavior of rice consumption. Based on the result of Pearson correlation, there were significant and negative associations among values with cognitive, affective, and conative aspect of attitude; also with cutback behavior on rice consumption. Attitudes (cognitive, affective, conative) was positively associated with cutback behavior of rice consumption. Sample characteristics and family characteristics (age, education, income, and outcome) were significant and positively related with values, while attitudes (cognitive, affective, conative) and cutback behavior of rice consumption were significant and positively related with it. This research also showed that the values and affective aspect of attitudes were affected rice consumption reduction behavior.
Key words:
values, cognitive aspect, affective aspect, conative aspect, cutback behavior of rice consumption
7
RINGKASAN TRI YULIYANTI. Pengaruh Nilai Terhadap Sikap dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Pada Ibu Rumah Tangga Di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan IRNI RAHMAYANI JOHAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai sebagai bahan makanan pokok, sehingga ketergantungan akan konsumsi beras terus meningkat. Apabila ketersediaan beras tidak mampu mengimbangi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, maka pemerintah harus melakukan impor beras dari negara lain. Padahal dengan melakukan impor beras akan merugikan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program one day no rice agar konsumsi beras berkurang. Pengurangan konsumsi beras dapat dilakukan dengan cara melakukan keragaman jenis pangan agar makanan yang dikonsumsi lebih bervariasi Secara umum, tujuan penelitian ini untuk: (1) Menganalisis perbedaan nilai yang dianut konsumen perdesaan dan perkotaan dalam mengkonsumsi beras. (2) Menganalisis perbedaan sikap pada konsumen perdesaan dan perkotaan dalam mengurangi konsumsi beras. (3) Menganalisis perbedaan perilaku pengurangan konsumsi beras pada konsumen perdesaan dan perkotaan. (4) Menganalisis hubungan nilai dengan sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras. (5) Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. (6) Menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor sebagai perwakilan wilayah perkotaan dan Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor sebagai perwakilan wilayah Perdesaan. Contoh dipilih secara proposional random sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan dari wawancara dengan bantuan kuesioner meliputi data karakteristik contoh (usia, suku, pendidikan, dan pekerjaan), karakteristik keluarga (pekerjaan suami, pendapatan, pengeluaran, dan jumlah anggota keluarga), pernyataan mengenai nilai (internal, eksternal, interpersonal), pernyataan mengenai sikap (kognitif, afektif, konatif) dan pernyataan mengenai perilaku pengurangan konsumsi beras, sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi keadaan Desa Cikarawang dan Kelurahan Sempur serta data konsumsi beras pertahun dari BPS. Data yang diperoleh kemudian di-coding, di-entry, dan di-cleaning menggunakan program Microsoft Excel dan dianalisis menggunakan program SPSS Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia contoh perdesaan persentase terbesar berada pada fase dewasa awal, sedangkan usia contoh perkotaan berada pada fase dewasa madya. Suku contoh perdesaan dan perkotaan dominan berasal dari sunda. Persentase terbesar pendidikan contoh perdesaan adalah tamat SD, sedangkan contoh perkotaan adalah tamat SMA, D3, dan S1. Persentase terbesar pekerjaan contoh baik di perdesaan dan perkotaan adalah sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja, sedangkan persentase terbesar pekerjaan suami contoh perdesaan adalah sebagai buruh dan suami contoh perkotaan sebagai pegawai swasta. Besar keluarga contoh perdesaan dan perkotaan termasuk kedalam keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga 3-4 orang. Rata-rata pendapatan per kap/bl contoh perdesaan adalah Rp 428.000,00 dan contoh perkotaan Rp 978.911,00. Rata-rata pengeluaran keluarga contoh perdesaan sebesar Rp 1.476.274,00/bl, sedangkan perkotaan sebesar Rp 3.575.455,00/bln dan untuk rata-rata pengeluaran beras contoh perdesaan Rp 167.453,00/bln, sedangkan contoh perkotaan sebesar Rp 169.000,00/bln Rata-rata nilai internal contoh perdesaan (3,78) lebih besar dari pada contoh perkotaan (3,48). Pada nilai eksternal rata-rata contoh perdesaan (3,83) juga lebih besar dari contoh perkotan (3,33), begitu pula dengan nilai interpersonal, rata-rata contoh perdesaan sebesar 3,97 dan contoh perkotaan 3,75. Total skor rata-rata dari ketiga dimensi nilai tersebut juga menunjukkan bahwa contoh perdesaan lebih meyakini nilai terhadap beras dibandingkan contoh perkotaan.
8
Sikap contoh dianalisis melalui tiga aspek, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif pengurangan konsumsi beras contoh perdesaan berada pada kategori rendah yaitu sebesar 47,2 persen dan lebih dari setengah (57,1%) contoh perkotaan berada pada kategori sedang. Hampir setengah (45,3%) contoh perdesaan memiliki aspek afektif netral terhadap pengurangan konsumsi beras dan pada contoh perkotaan sebesar 58,9 persen memiliki aspek afektif menyukai pengurangan konsumsi beras. Baik pada contoh perdesaan dan perkotaan memiliki aspek konatif berkeinginan mengurangi konsumsi beras dengan persentase pada contoh perdesaan sebesar 56,6 persen dan contoh perkotaan sebesar 78,6 persen. Perilaku pengurangan konsumsi beras pada contoh perdesaan sebesar 77,4% tidak pernah berperilaku mengurangi konsumsi beras dan hampir dari setengah (46,4%) contoh perkotan kadang-kadang berperilaku mengurangi konsumsi beras. Hasil uji beda t-test menunjukan adanya perbedaan antara nilai yang dianut contoh terhadap beras di perdesaan dan perkotaan. Begitu pula dengan aspek kognitif, afektif, dan konatif serta perilaku pengurangan konsumsi beras pada kedua kelompok contoh Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang nyata secara negatif antara nilai yang dianut contoh terhadap beras dengan aspek kognitif (r=-0,292), aspek afektif (r=-0,452), dan aspek konatif (r=-0,395) serta perilaku pengurangan konsumsi beras (r=-0,506). Variabel sikap yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan konatif memiliki hubungan yang nyata positif dengan perilaku pengurangan konsumsi beras dengan nilai koefisien korelasi aspek kognitif sebesar 0,331; pada aspek afektif sebesar 0,659; dan pada aspek konatif sebesar 0,541. Variabel karakteristik contoh dan karakteristik keluarga berhubungan nyata secara negatif dengan nilai adalah umur (r=-0,220), pendidikan (r=-0,352), pendapatan (r=-0,346) dan pengeluaran (r=-0,350). Sedangkan variabel sikap (kognitif,afektif,konatif) dan perilaku pengurangan konsumsi beras memiliki hubungan yang nyata secara positif dengan karakteristik contoh dan keluarga. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras dilakukan dengan dua model. Pada model pertama dengan memasukkan variabel karakteristik contoh dan keluarga, nilai dan tiga komponen sikap yang menjadi variabel independent menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) sebesar 0,512. Artinya sebesar 51,2 persen variabel dependen perilaku pengurangan konsumsi beras dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan pada model dua hanya memasukan variabel nilai dan tiga komponen sikap yang menjadi variabel independent menghasilkan nilai Adjusted R square sebesar 0,475. Artinya sebesar 47,5 persen variabel dependent perilaku pengurangan konsumsi beras dijelaskan oleh variabel independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari hasil uji regresi pada model pertama menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras adalah perbedaan wilayah, nilai, dan aspek afektif, sedangkan pada model kedua variabel nilai dan aspek afektif masih tetap memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Saran yang diberikan pada penelitian ini sebaiknya perlu diadakan iklan layanan masyarakat dan penyuluhan/sosialisasi kembali secara aktif mengenai perlunya mengurangi konsumsi beras dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa bukan beras saja yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan pokok penghasil karbohidrat. Pendidikan konsumen yang intensif mengenai pengetahuan pentingnya mengkonsumsi beragam jenis pangan juga perlu dilakukan kepada ibu rumah tangga dan anak sekolah
Kata kunci : Nilai, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif, dan perilaku pengurangan konsumsi beras
11
PENGARUH NILAI TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU PENGURANGAN KONSUMSI BERAS PADA IBU RUMAH TANGGA DI WILAYAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN
TRI YULIYANTI
Skripsi Sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Nilai Terhadap Sikap dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,September 2011
Tri Yuliyanti NIM. I24070040
9
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor.
13
Judul skripsi
:
Pengaruh Nilai terhadap Sikap dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras pada Ibu Rumah Tangga Di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan
Nama
:
Tri Yuliyanti
NIM
:
I24070040
Disetujui,
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.FSA Pembimbing I
Irni Rahmayani Johan, SP, MM Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal lulus :
Tanggal ujian :
Daftar Riwayat Hidup Penulis bernama Tri Yuliyanti dan dilahirkan di Jakarta, 7 Juli 1989. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Maryanto dan Suciah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Islam Ruhama dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Ciputat hingga lulus tahun 2004. Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Ciputat hingga lulus tahun 2007. Penulis kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis mengambil minor, komunikasi. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi staff divisi PBOS (Budaya dan Organisasi Seni) Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi manusia (tahun 2008/2009) dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) sebagai staf divisi Consumer Club (tahun 2009/2010). Selain itu penulis juga aktif diberbagai kepanitian yang diadakan baik diluar maupun didalam kampus. Penulis memperoleh beasiswa BBM selama empat semester periode tahun 2010/2011 dan 2011/2012
15
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Pengaruh Nilai terhadap Sikap dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras pada Ibu Rumah Tangga Di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan”. Skripsi ini disusun oleh penulis untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung, memotivasi, dan memberikan doa serta semangat, sehingga skripsi penelitian ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.FSA dan Ibu Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, perhatian, sumbangan pikiran dan kerja sama dalam penulisan skripsi penelitian ini 2. Dosen pembimbing akademik Ibu Dr. Ir Herien Puspitawati M.Sc, M.Sc atas bimbingannya selama masa perkuliahan di departemen Ilmu Keluarga dan konsumen 3. Ibu Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan Ibu Megawati Simanjutak, SP, M.Si selaku dosen penguji 4. Pemerintah Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor dan Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor atas bantuan dan kerjasamanya 5. Seluruh staf dan jajaran dosen Institut Pertanian Bogor pada umumnya dan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen pada khususnya yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama kuliah di IPB 6. Kedua orang tua saya Maryanto dan Suciah, kakakku Lilis Suciani dan Fany Suciani serta adikku Satriyo Wildan Rahmanto yang senantiasa mendukung, menyemangati, memberikan doa yang tulus kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 7. Riky Ariyanto atas dorongan, semangat serta bantuan yang tak hentihentinya diberikan selama ini kepada penulis 8. Bapak Samuel Tampubolon SE, MM yang telah menyumbangkan ide dan memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini
16
9. Khaerun Nissa dan Arissa teman seperjuangan yang selalu bersedia berbagi kesulitan dan memberikan masukan, kritik, dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini 10. Teman-teman yang selalu membantu, mendorong, dan menyemangati (Atira, Metha, Ayunda, Nadia, Agus, Astari, Karimah, Elmanora, Umu, Mustika Dewanggi dan Gilar) yang telah memberikan ide-ide pemikiran dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan teman-teman IKK khususnya angkatan 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, dorongan, dan kebersamaanya selama ini. 11. Teman-teman
BEM
FEMA
periode
2008/2009,
Himaiko
periode
2009/2010 untuk semua kebersamaan dan pengalaman luar biasa dalam rangka bersama-sama mengembangkan diri. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Harapan penulis penelitian ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, September 2011
Penulis
17
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................ ix DAFTAR TABEL .....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xii
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Rumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................. Kegunaan Penelitian .........................................................................
1 3 5 6
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
7
Perilaku Konsumen ........................................................................... Nilai Konsumen ................................................................................ Sikap Konsumen .............................................................................. Aspek Kognitif ............................................................................. Aspek Afektif ............................................................................... Aspek Konatif .............................................................................. Konsumsi Beras ................................................................................ Penelitian Terdahulu ........................................................................
7 8 11 11 12 13 14 15
KERANGKA PENELITIAN ......................................................................
17
METODE PENELITIAN ...........................................................................
20
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian .............................................. Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh ............................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................. Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... Definisi Operasional ........................................................................
20 20 22 23 28
HASIL .....................................................................................................
30
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ....................................................... Karakteristik Contoh .......................................................................... Karakteristik Keluarga Contoh .......................................................... Orientasi Nilai ................................................................................... Sikap ................................................................................................ Aspek Kognitif ............................................................................... Aspek Afektif ................................................................................. Aspek Konatif ................................................................................ Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras .............................................. Kebiasaan Memasak Beras ............................................................... Hubungan Antar Variabel Penelitian .................................................. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras .................................................................................
30 32 35 39 44 45 47 49 50 52 53 57
x
PEMBAHASAN .......................................................................................
60
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
70
Simpulan ............................................................................................... Saran ....................................................................................................
70 71
DATAR PUSTAKA ..................................................................................
73
LAMPIRAN .............................................................................................
76
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1
Daftar komposisi bahan makanan ....................................................
1
2
Jenis, Bahan, dan Cara Pengumpulan Data ....................................
23
3
Hasil uji validitas dan realibilitas .......................................................
23
4
Variabel, Jenis Data, dan Kategori Data Penelitian ..........................
26
5
Usia contoh .....................................................................................
33
6
Suku contoh .....................................................................................
33
7
Pendidikan contoh ...........................................................................
34
8
Pekerjaan contoh .............................................................................
35
9
Pendapatan perkapita keluarga .......................................................
35
10 Pengeluaran keluarga ......................................................................
37
11 Pengeluaran beras per bulan ...........................................................
38
12 Besar keluarga ................................................................................
39
13 Pekerjaan suami contoh ...................................................................
39
14 Skor rata-rata nilai internal contoh ...................................................
40
15 Skor rata-rata nilai eksternal contoh .................................................
42
16 Skor rata-rata nilai interpersonal Contoh ..........................................
43
17 Sebaran contoh berdasarkan tiga orientasi nilai ...............................
44
18 Sebaran contoh berdasarkan orientasi nilai .....................................
44
19 Persentase jawaban aspek kognitif/pengetahuan ............................
46
20 Sebaran contoh berdasarkan kategori aspek kognitif penurunan konsumsi beras ................................................................................
47
21 Skor rata-rata contoh berdasarkan jawaban aspek afektif ................
48
22 Sebaran contoh berdasarkan kategori aspek afektif penurunan konsumsi beras ...............................................................................
48
23 Skor rata-rata contoh berdasarkan jawaban aspek konatif ...............
49
24 Sebaran contoh berdasarkan kategori aspek konatif penurunan konsumsi beras .............................................................
50
25 Skor rata-rata contoh berdasarkan jawaban perilaku pengurangan konsumsi beras ................................................................................
51
26 Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku pengurangan konsumsi beras ................................................................................
52
27 Sebaran contoh berdasarkan jumlah memasak beras per hari ........
52
28 Sebaran contoh berdasarkan jumlah konsumsi nasi per tahun ........
53
xii
29 Hubungan antara variabel karakteristik individu dan keluarga dengan variabel nilai, kognitif, afektif, konatif dan perilaku pengurangan konsumsi beras ................................................................................
55
30 Hubungan antara variabel nilai, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif, dan perilaku pengurangan konsumsi beras .........................
57
31 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan pengurangan konsumsi beras ..........................................................
59
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Model metodelogis nilai ....................................................................
9
2
Kerangka berpikir penelitian .............................................................
19
3
Skema cara penarikan contoh ..........................................................
22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil uji realibilitas ...........................................................................
76
2
Hasil uji korelasi ...............................................................................
77
3
Hasil uji regresi ................................................................................
79
4
Daftar riwayat hidup .........................................................................
81
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan merupakan negara yang komoditas utama nya adalah beras. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia yang memberikan energi dan karbohidrat cukup tinggi. Masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan dasar pokok pencipta energi. Beras merupakan komoditi yang sangat penting karena sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok (Sinaga 2010). Padahal tidak hanya beras saja yang dapat dijadikan makanan pokok. Masih banyak jenis pangan lainnya seperti jagung, kentang, singkong, dan ubi yang dapat dijadikan makanan pokok dan tentunya memiliki kadar energi dan karbohidrat hampir sama dengan beras Sediaoetama, (2006) beras merupakan sumber energi paling tinggi dibandingkan dengan jenis pangan lainnya. Beras juga merupakan sumber karbohidrat tertinggi dibandingkan dengan jenis pangan lainnya, yaitu mencapai 360 kalori dan 78.9 gram, maka tidak heran beras paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Perbandingan jumlah energi dan karbohidrat beberapa jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Komposisi beberapa jenis bahan pangan No 1 2 3 4 5
Nama pangan Beras Jagung Singkong Ubi Kentang
Energi (kal) 360 140 146 123 83
Karbohidrat (gram) 78.9 33.1 36.7 27.9 19.1
Sumber Sediaoetama (2006)
Menurut Suswono konsumsi sumber karbohidrat masyarakat Indonesia saat ini sekitar 78% didominasi beras, 17% terigu, dan hanya 5% berasal dari umbi dan biji-bijian. Sumber karbohidrat dari umbi dan biji-bijian ini dikonsumsi sebagai aneka makanan ringan dan belum sebagai bahan pangan seperti halnya dengan beras, padahal jika sumber pangan dari umbi-umbian dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, tentu saja masyarakat Indonesia dapat mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras. 1 1
http://rakyatindonesia.poskota.com/konsusmsi-beras-rata-rata-139-kg/tahun.htm
2
Pada tahun 2003 konsumsi beras masyarakat Indonesia sebesar 135 kg tiap orang pertahun, sedangkan pada tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi 139 kg per orang tiap tahun yang seharusnya rata-rata konsumsi beras internasional hanya sekitar 60 kg per orang per tahun, angka konsumsi tersebut meletakan masyarakat Indonesia sebagai konsumen beras tertinggi di dunia 2. Kondisi yang ditunjukkan oleh data tersebut dapat berdampak pada semakin tingginya kebutuhan beras dalam negeri yang menyebabkan produksi beras tidak mencukupi
untuk
kebutuhan
konsumsi
masyarakat
Indonesia
sehingga
mengharuskan negara melakukan impor beras, padahal dengan melakukan impor
beras
tentunya
akan
merugikan
perekonomian
Indonesia,
dan
menimbulkan kerugian bagi para petani lokal, karena hasil panennya dibeli dengan harga murah. Strategi untuk mengurangi konsumsi beras di Indonesia diantaranya dapat dilakukan dengan cara meragamkan jenis pangan, selain untuk mengurangi konsumsi pangan terhadap beras, Keragaman pangan dapat berfungsi untuk peningkatkan gizi masyarakat karena jenis makanan yang dikonsumsi akan lebih bervariasi, sehingga asupan gizi yang dikonsumsi pun akan lebih banyak. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk melakukan keragaman pangan adalah dengan mencanangkan program One Day No rice (satu hari tanpa nasi). Hal ini bertujuan untuk menurunkan tingkat konsumsi beras dan mengajak masyarakat Indonesia agar tidak selalu bergantung pada beras sebagai makanan pokok. Selain itu program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas keragaman pangan masyarakat Indonesia. Pemerintah menginginkan agar masyarakat Indonesia tidak hanya mengkonsumsi beras saja tetapi juga dapat meningkatkan varian pangan lainnya seperti: daging, telur, singkong, jagung dan umbi-umbian. Beragam jenis makanan yang dikonsumsi tentu saja membuat kadar gizi yang masuk kedalam tubuh akan lebih banyak. Kualitas pangan masyarakat Indonesia menunjukan bahwa makanan yang dikonsumsi lebih didominasi oleh karbohidrat dan proteinnya masih kurang. Masyarakat Indonesia menganggap bahwa sumber karbohidrat paling banyak ada pada beras dan beras merupakan jenis makanan
2
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/18/214641042/BatasiKonsumsiberas
3
yang paling bagus dikonsumsi oleh tubuh, padahal masih banyak asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dan itu tidak selalu ada diberas. Kecenderungan
masyarakat
Indonesia
terhadap
konsumsi
beras
biasanya dipengaruhi oleh nilai yang tertanam dalam jiwa setiap individu. Nilai merupakan sesuatu hal yang diyakini dan dapat mengarahkan setiap individu dalam berperilaku. Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan nilai, biasanya dipengaruhi oleh lingkungan setempat (lingkungan tempat individu tinggal). Dimana individu yang tinggal di daerah perkotaan biasanya akan memiliki nilai yang berbeda dengan individu yang tinggal di perdesaan. Melalui nilai-nilai tersebut dapat membentuk sikap, dan selanjutnya melalui sikap akan menentukan perilaku konsumsi (Mowen & Minor 2002). Nilai yang dianut setiap individu menjadi hal mendasar mengapa masyarakat Indonesia sangat bergantung pada beras sebagai makanan pokok, sehingga dibutuhkan penelitian mengenai pengaruh nilai terhadap beras dan bagaimana sikap serta perilaku konsumen dalam mengurangi konsumsi beras.
Perumusan Masalah Makanan pokok masyarakat Indonesia saat ini masih didominasi oleh beras, sehingga ketergantungan pada beras semakin tinggi. Hal ini terbukti dengan jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia tahun 2009 mencapai 139 kg per orang per tahun. Sedangkan jumlah produksi pada tahun 2009 sebesar 64.398.890 ton (BPS 2010). Adanya ketimpangan tersebut membuat pemerintah membuka jalur impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras yang berasal dari negara lain sebesar 193.621.498 kg (BPS 2010). Padahal Indonesia merupakan negara agraris, yang komoditi utamanya adalah pertanian khususnya beras. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas atau mengurangi permintaan terhadap beras. Salah satu cara untuk mengurangi permintaan terhadap beras, pemerintah memiliki program diversifikasi pangan salah satunya adalah one day no rice (sehari tanpa nasi). Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras timbul dari pandangan atau anggapan setiap individu bahwa dengan mengkonsumsi beras baru dapat dikatakan sudah makan. Pandangan atau anggapan tersebut terbentuk dari nilai yang diyakini setiap individu. Nilai-nilai yang diyakini berfokus pada tiga jenis nilai, yaitu nilai internal, nilai eksternal, dan nilai interpersonal.
4
Nilai internal merupakan nilai-nilai individual yang muncul secara pribadi, jadi jika seseorang mengkonsumsi beras lebih karena nilai yang tertanam dalam diri sendiri bahwa beras yang paling cocok untuk dijadikan sebagai makanan pokok, sedangkan nilai eksternal merupakan nilai-nilai individu karena adanya pegaruh dari faktor luar, jadi jika seseorang mengkonsumsi beras lebih karena pengaruh dari lingkungan dan nilai interpersonal merupakan nilai untuk mengukur orientasi antar pribadi. Dari tiga tipe nilai tersebut diduga akan membentuk sikap setiap individu dalam menurunkan konsumsi beras. Sikap sendiri terdiri dari tiga aspek, dimana aspek kognitif merupakan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk, aspek afektif merupakan hal yang dirasakan konsumen terhadap suatu produk/perasaan suka atau tidak suka konsumen terhadap suatu produk, dan aspek konatif merupakan kecenderungan/keinginan konsumen dalam mengkonsumsi produk tersebut Kegunaan nilai sendiri dapat memberi arahan kepada setiap individu untuk mencapai tujuan, memberi informasi kepada individu untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan dan sebagai dasar pada proses management, dimana manajemen merupakan wadah untuk menjelaskan nilai itu sendiri Guhardja et.al (1992). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai seseorang adalah apa yang dianggap baik, berguna dan penting bagi dirinya. Nilai yang dianut setiap individu akan berbeda. Adanya nilai yang dianut terhadap beras akan membentuk sikap mengurangi konsumsi beras. Pada masyarakat perdesaan dan perkotaan dengan latar belakang keadaan tempat lokasi yang berbeda, tentunya akan mempengaruhi perilaku pengurangan konsumsi beras. Berdasarkan ulasan tersebut, maka diperlukan penelitian mengenai analisis pengaruh nilai terhadap sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras pada ibu rumah tangga perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai apa yang dianut konsumen perdesaan dan perkotaan dalam mengkonsumsi beras ? 2. Bagaimana sikap konsumen perdesaan dan perkotaan dalam mengurangi konsumsi beras ? 3. Bagaimana perilaku pengurangan konsumsi beras pada konsumen perdesaan dan perkotaan ?
5
4. Bagaimana hubungan nilai dengan sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras ? 5. Bagaimana hubungan sikap dengan perilaku pengurangan konsumsi beras ? 6. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras ?
Tujuan Penelitian Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai terhadap sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras pada ibu rumah tangga di wilayah perdesaan dan perkotaan
Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis perbedaan nilai-nilai yang dianut konsumen perdesaan dan perkotaan dalam mengkonsumsi beras. 2. Menganalisis perbedaan sikap pada konsumen perdesaan dan perkotaan dalam mengurangi konsumsi beras. 3. Menganalisis perbedaan perilaku pengurangan konsumsi beras pada konsumen perdesaan dan perkotaan. 4. Menganalisis hubungan nilai dengan sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras 5. Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. 6. Menganalisis
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
perilaku
pengurangan konsumsi beras. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah 1. Peneliti/mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dan mahasiswa agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dibangku kuliah, sehingga dapat diterapkan dalam masyarakat dan dapat bermanfaat bagi lingkungan sosial
6
2. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang berkaitan
dengan
pendidikan
konsumen
khususnya
mengenai
pengurangan konsumsi beras serta menambah penelitian tentang konsumen 3. Konsumen Memberikan informasi mengenai nilai yang diyakini terhadap beras dan bagaimana sikap serta perilaku pengurangan konsumsi beras, sehingga dapat melakukan penganekargaman jenis pangan 4. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan referensi
dalam
merumuskan
penganekaragaman
jenis
kebijakan
pangan
yang
sehingga
berkaitan pemerintah
menetapkan kebijakan yang bersifat holistik dan solutif.
dengan dapat
7
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Solomon (2002), menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan ilmu yang dipelajari untuk mengetahui proses yang dilakukan individu atau kelompok untuk menyeleksi, membeli atau menggunakan dan mengkonsumsi produk, pelayanan, ide atau pengalaman sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan. Menurut Hawkins, Best dan Coney (2001), perilaku konsumen adalah studi yang mempelajari tentang individu, kelompok atau organisasi dan proses untuk menyeleksi, menjamin, menggunakan, dan mengkonsumsi produk, pelayanan, dan pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak prosesnya terdapat pada konsumen dan masyarakat. Sumarwan (2002), mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk atau jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), perilaku konsumen adalah tindakan konsumen yang langsung terlibat dalam upaya, mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Solomon (1999) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi mengenai proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menghabiskan produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Kotler (1997), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli/mengkonsumsi produk antara lain adalah faktor budaya, sosial, pribadi (perbedaan individu), dan psikologis. Tingginya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam proses keputusan konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk dan jasa. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli (Assael 1998). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen, maka konsumen akan semakin menyadari dan mengerti tentang pentingnya mengurangi konsumsi beras, sehingga konsumen dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih berpeluang untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan pokok lainnya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu bentuk perilaku
8
konsumen yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat yaitu, perilaku mengkonsumsi bahan makanan pokok salah satunya adalah beras. Konsumsi beras dipilih sebagai makanan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaan beras dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengelolahannya, memberikan kenikmatan pada saat menyantapnya dan aman dari segi kesehatan (Haryadi 2008). Kebiasaan konsumsi beras biasanya terjadi karena adanya faktor budaya, dimana nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat (Sumarwan 2002). Nilai Konsumen Nilai merupakan salah satu unsur budaya. Budaya merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian pada konsumen. Konsumen merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup bersama dengan orang lain dan berinteraksi dengan sesamanya. Konsumen saling berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dalam membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianggap penting (Sumarwan 2002). Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam (Sutisna 2001). Dari budaya itulah nilai terbentuk. Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Dalam berperilaku seseorang diarahkan oleh nilai yang sesuai dengan budayanya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai akan membentuk sikap seseorang, yang kemudian melalui sikap akan mempengaruhi perilaku seseorang (Sumarwan 2002). Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu (Homer & Kahle 1988 diacu dalam De Groot & Steg 2006). Nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai
9
merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach 1973 & Danandjaja 1985 diacu dalam Ndraha 2005). Nilai hanya dapat dipahami jika dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku dalam sebuah model metodologis (Soebijanta 1988, diacu dalam Ndraha 2005)
Nilai
Sikap
Tingkah laku
Gambar 1. Model Metodologis Nilai (Sobijanto 1988)
Rokeach (1973) diacu dalam De Groot & Steg (2006), mengatakan nilai sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif yaitu meliputi pemikiran individu tentang apa yang diinginkan, afektif yaitu dapat menjelaskan perasaan individu atau kelompok, dimana individu atau kelompok tersebut memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan dan tingkah laku yaitu nilai merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan. Nilai dapat dijadikan kriteria penting bagi setiap individu dalam malakukan evaluasi dan membuat keputusan (Homer & Kahle 1988 diacu dalam De Groot & Steg 2006). Engel, Blackwell dan Miniard (1994), menjelaskan bahwa nilai merupakan kepercayaan (dengan komponen kognitif, afektif, dan tingkah laku) mengenai apa yang harusnya dikerjakan seseorang (tetapi tidak selalu dikerjakan), baik mengenai tujuan (keadaan akhir atau elemen terminal) dan cara berperilaku (komponen instrumental) untuk mencapai tujuan. Nilai pribadi biasanya diukur sebagai instrumental atau terminal. Nilai instrumental adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai nilai-nilai terminal, sedangkan nilai terminal merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dan dapat diaplikasikan di berbagai budaya/sistem nilai (Kasali 2005). Rokeach (1973), diacu dalam Solomon (2002) menyatakan bahwa nilainilai instrumental adalah tindakan-tindakan atau cara-cara yang dilakukan untuk mencapai nilai terminal tersebut dan merupakan perilaku ideal, yang termasuk jenis nilai instrumental yaitu ambisius, berpikiran luas, mampu melakukan sesuatu, ceria, bersih, berani, pemaaf, cepat kaki ringan tangan, jujur, berimajinasi, independen, intelektual, logis, pecinta, patuh, bertanggung jawab, sopan, dan pengendalian diri, sedangkan yang termasuk pada nilai-nilai terminal yaitu hidup yang menyenangkan, hidup yang bergairah, pencapaian prestasi, dunia yang damai, dunia yang indah, persamaan hak, rasa aman keluarga, kebahagian, kebebasan, keseimbangan diri, cinta yang dewasa, keamanan
10
nasional, keselamatan, harga diri, bersenang-senang, pengakuan sosial, persahabatan sejati, dan bijaksana. Rokeach (1973), diacu dalam De Groot dan Steg (2006) menyatakan bahwa ciri-ciri nilai terdiri dari lima komponen yaitu: (1) Nilai yang menetap, karena nilai merupakan sesuatu yang awalnya diajarkan secara terpisah dari nilai yang lain sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, (2) nilai sebagai keyakinan yang mendasari individu untuk bertindak sesuai keinginannya, (3) nilai mengacu pada cara bertindak atau kondisi akhir yang ingin dicapai, (4) nilai sebagai pilihan yang didasarkan pada keinginan, dan (5) Nilai merupakan konsepsi dari sesuatu yang dikehendaki secara personal ataupun sosial, sedangkan Kadarwati (1998), menyatakan bahwa ada tiga fungsi nilai yaitu: (1) Nilai sebagai suatu standar yang mengarahkan tingkah laku, (2) Nilai berfungsi sebagai pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, dan (3) Nilai sebagai motivasi dalam mencapai tujuan tertentu Untuk mengetahui nilai yang dianut setiap individu dalam hubungannya dengan perilaku konsumen diperlukan alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur nilai tersebut. Penelitian ini menggunakan alat ukur The List Of Value (LOV). Alat ukur/instrument nilai ini dikembangkan oleh Lynn R. Kahle pada tahun 1983 (kasali 2005). Skala LOV disediakan untuk penelitian masyarakat, sehingga tingkat keabsahan dan reliabilitasnya dapat dinilai (Mowen dan Minor 2002). Skala LOV yang berhasil disusun oleh Kahle (1983), diacu dalam Mowen & Minor (2002) berfokus pada tiga orientasi: 1). Nilai internal merupakan jenis nilai yang muncul dari dalam diri sendiri, yang termasuk nilai internal adalah pemenuhan diri, kegembiraan, pencapaian prestasi, dan harga diri. 2). Nilai eksternal merupakan jenis nilai yang berfokus pada dunia luar, nilai tersebut terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan yang termasuk nilai eksternal adalah
rasa
kebersamaan,
dihormati,
dan
rasa
aman.
3).
Nilai
interpersonal/mengukur orientasi antar pribadi merupakan jenis nilai yang terbentuk dari dalam diri sendiri dan adanya pengaruh dari lingkungan yang termasuk nilai interpersonal adalah kesenangan hidup dan kehangatan hubungan dengan orang lain. LOV memfokuskan
mendefinisikan pada
dimensi
konsumen nilai
dengan
internal,
tiga
nilai
dimensinya
eksternal,
dan
yang nilai
interpersonal/antarpribadi secara baik. Individu yang menganut tiga dimensi nilai
11
tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumsi. Pengaruh tersebut membentuk sebuah kesadaran akan manfaat yang diperoleh setelah mengkonsumsi
barang
tersebut.
Sebagai
contoh,
sebuah
studi
baru
mengungkapkan bahwa orang dengan penekanan pada nilai-nilai internal akan berusaha mengendalikan hidup mereka. Keinginan untuk mengendalikan ini memperluas keputusan konsumen seperti dimana mereka akan makan dan dimana mereka akan berbelanja, serta diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memeperoleh gizi yang baik dengan membeli makanan alami. Sebaliknya mereka yang berorientasi eksternal cenderung menghindari makanan alami, yang mungkin disebabkan oleh keinginan untuk menyesuaikan diri dengan preferensi masyarakat lebih luas. Riset skala LOV menyatakan bahwa nilai yang dianut setiap individu akan mempengaruhi sikap, dan kemudian dari sikap tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsinya (Mowen & Minor 2002). Sikap Konsumen Schiffman dan Kanuk (2004), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan
yang
dipelajari
dalam
berperilaku
dengan
cara
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu, sedangkan Hawkins, Best, dan Coney (2001), menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga aspek yang dinyatakan dalam model konsistensi komponen, yaitu: aspek kognitif/pengetahuan, aspek afektif, dan aspek konatif. 1. Aspek pengetahuan merupakan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk. 2. Aspek afektif, merupakan perasaan atau reaksi emosional terhadap objek. 3. Aspek konatif, merupakan kecenderungan seseorang dalam merespon beberapa
ragam
pada
objek
atau
aktivitas.
Komponen
konatif
memberikan kecenderungan respon atau maksud untuk berperilaku. Pernyataan yang sama pun disampaikan oleh Suryani (2008) yang menyebutkan bahwa sikap terbentuk melalui tiga komponen atau yang sering dikenal
sebagai
model
ABC
yang
artinya
sikap
mengandung
aspek
Affective/perasaan, Behavior/keinginan berprilaku, dan Cognitive/pengetahuan Aspek Kognitif (Pengetahuan) Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan pengetahuan seseorang sebagai pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi dari
12
pengalaman langsung terhadap suatu objek dan informasi yang berkaitan dari berbagai sumber, sedangkan Solomon (1999), mendefinisikan pengetahuan sebagai kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Mowen
dan
Minor
(2002),
menyatakan
bahwa
ada
tiga
jenis
pengetahuan, yaitu (1) Pengetahuan objektif merupakan pengetahuan mengenai informasi tentang kelas produk dimana konsumen telah menyimpannya dalam memori jangka panjang. (2) Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen tentang apa atau seberapa banyak pengetahuan konsumen mengenai kelas produknya, dan (3) Pengetahuan lainnya merupakan pemahaman tentang seberapa banyak pengetahuan konsumen terhadap suatu produk. Antara pengetahuan objektif dan pengetahuan subjektif tidak berkolerasi satu sama lain. Para
ahli
psikologi
kognitif
dalam
Sumarwan
(2002),
membagi
pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur. Pengetahuan deklaratif adalah fakta subjektif yang diketahui oleh seseorang. sedangkan pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai bahan-bahan yang akan digunakan. Suryani
(2008)
menjelaskan
bahwa
komponen
kognitif
biasanya
dipengaruhi oleh pengalaman individu, pengamatan langsung serta informasi yang diperoleh mengenai objek sikap. Aspek Afektif Afektif adalah ungkapan perasaan konsumen terhadap suatu objek, apakah konsumen menyukai atau tidak menyukai objek tersebut. Afektif konsumen merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen, karena afektif sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku Sumarwan (2002). Peter dan Olson (1999) mendefinisikan afektif sebagai evaluasi keseluruhan seseorang terhadap sebuah konsep. Hal yang sama, disampaikan oleh Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan afektif sebagai emosi atau perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu. Emosi dan perasaan mencakup penilaian seseorang terhadap suatu objek secara langsung dan menyeluruh. Afektif merupakan gabungan dari motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif dengan perhatian kepada beberapa aspek yang terdapat di lingkungan. Hal ini adalah kecenderungan belajar untuk merespon rangsangan yang diharapkan maupun tidak dengan memberikan perhatian kepada objek tersebut (Hawkins, Best & Coney 2001)
13
Konatif (Maksud Berperilaku) Konatif
adalah
sikap
yang
menggambarkan
kecenderungan
dari
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Konatif bisa juga meliputi perilaku yang sesungguhnya terjadi Sumarwan (2002). Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2004)
mendefinisikan
komponen
konatif
sebagai
kemungkinan
atau
kecenderungan yang akan dilakukan seseorang melalui tindakan khusus atau berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap tertentu. Dalam riset pemasaran dan konsumen, komponen konatif sering dianggap sebagai pernyataan maksud konsumen untuk membeli/berperilaku. Sumarwan (2002) menjelaskan bahwa ada empat fungsi sikap yaitu: 1. Fungsi Utilitarian Seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk karena ingin memperoleh manfaat dari produk tersebut atau menghindari resiko dari produk. Sikap ini berfungsi mengarahkan perilaku untuk mendapatkan penguatan positif atau menghindari resiko, karena itu sikap berperan seperti Operant conditioning. 2. Fungsi mempertahankan Ego Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut berfungsi untuk meningkatkan rasa aman dari ancaman yang datang dan menghilangkan keraguan yang ada dalam diri konsumen. Sikap akan menimbulkan kepercayaan diri yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi ancaman dari luar. 3. Fungsi Ekspresi nilai Sikap ini berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seorang konsumen. 4. Fungsi pengetahuan Keingintahuan adalah salah satu sifat konsumen yang penting, keingintahuan tersebut merupakan kebutuhan konsumen. Konsumen perlu tahu produk terlebih dahulu sebelum ia menyukai kemudian membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk sering kali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut.
14
Karena sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk. Konsumsi Beras Pola konsumsi pangan pokok ditentukan dari sumbangan energi dari masing-masing pangan pokok terhadap total energi dari konsumsi pangan pokok. Berdasarkan sumbangan energi tersebut pola konsumsi pangan pokok lebih dari satu jenis seperti beras dengan umbi-umbian atau beras dengan umbi-umbian dan jagung (Muttaqin 2008). Lubis (2005) menyebutkan bahwa konsumsi pangan pokok Indonesia yang paling banyak adalah beras, kemudian jagung, terigu, ubi jalar, dan ubi kayu. Sebagian besar penduduk dibeberapa negara Asia Tenggara sangat menggantungkan hidupnya pada beras yang ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok (Haryadi 2008). Menurut Khimaidi (1997) makanan pokok adalah makanan yang dalam sehari-hari mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar, sedangkan pangan pokok utama adalah pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain Beras menjadi pangan pokok utama tidak hanya karena tingkat konsumsinya yang tinggi tetapi juga sumbangannya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi. Kebutuhan konsumsi protein juga lebih dari 40 persen disumbang dari konsumsi beras Harianto (2001), diacu dalam Muttaqin (2008). Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terkait dengan nilai dan sikap konsumen terhadap perilaku konsumsi, termasuk perilaku konsumsi terhadap pangan telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan perilaku konsumsi pangan yaitu. Penelitian yang dilakukan oleh Hasnu dan Humayun (2009), yang berjudul “An Analisysis of Consumer Values, Needs and Behavior for Liquid Milk in Hazara, Pakistan”. Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis nilai konsumen,
kebutuhan,
perilaku
pembelian
dan
konsumsi
susu
cair.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 100 konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe nilai yang ada pada teori LOV memiliki peranan penting bagi responden dalam hal
15
keputusan pembelian susu cair, selain itu responden memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi akan kebutuhan konsumsi pangannya. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kesadaran akan kesehatan berada pada peringkat pertama atau menjadi perioritas utama dalam hal keputusan pembelian dan jenis pangan yang akan dikonsumsinya, kemudian kesadaran akan rasa menjadi peringkat kedua setelah kesadaran akan kesehatan, dan kesadaran akan lingkungan menjadi peringkat terakhir dalam diri responden. Dengan menggunakan uji korelasi, penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara nilai-nilai konsumen dengan kebutuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2001), yang berjudul “Analisis Sikap Konsumen berdasarkan List Of Value dalam Melakukan Pembelian Produk Sepatu Jenis High Fashion PT Sepatu Bata TBK di DKI Jakarta. Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 200 konsumen dari lima wilayah gerai sepatu high fashion di DKI Jakarta yang berbeda. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat tiga nilai dari List Of Value bervariasi secara signifikan diantara kelompok konsumen. Kemudian nilainilai dari List Of Value tidak memiliki hubungan dengan karakteristik konsumen, yaitu jenis kelamin, pendidikan, dan kelas sosial-ekonomi. Selanjutnya analisis terhadap pertimbangan konsumen berdasarkan List of Value, dalam melakukan pembelian sepatu high fashion menghasilkan lima faktor yang dominan yang dilakukan oleh konsumen dalam melakukan pembelian sepatu high fashion. Penelitian yang dilakukan oleh Syifa (2010), mengenai nilai yang dianut konsumen dalam perilaku pembelian buah-buahan yang diikuti oleh kesadaran tanggung jawab dan norma personal dalam membeli buah lokal. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 162 mahasiswa IPB Darmaga. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji korelasi Pearson menunjukan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara nilai dengan kesadaran berperilaku dan tanggung jawab, terdapat hubungan yang nyata dan positif pada kesadaran berperilaku dengan tanggung jawab dan norma personal. Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara norma personal dan perilaku kebiasaan. Sehingga terdapat kecenderungan bahwa dengan peningkatan nilai, kesadaran berperilaku, tanggung jawab, dan norma personal akan mendorong peningkatan pembelian buah lokal.
16
Penelitian yang dilakukan oleh Parhati (2011) yang berjudul “Analisis Perilaku dan Konsumsi Buah di perdesaan dan perkotaan”. Menunjukan bahwa pengetahuan konsumen yang berbeda wilayah, tentu saja akan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda pula sehingga dapat berpengaruh pada perilaku konsumsinya. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji beda independent ttes, terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) berjudul ”Analisis Sikap dan Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumah Tangga di Kota Bogor”. Penelitian ini merupakan studi
mengenai analisis
sikap
dan perilaku
penghematan listrik pada sektor rumahtangga di Kota Bogor. Hasil uji korelasi antarvariabel menunjukkan bahwa aspek kognitif, afektif, dan konatif, terdapat satu variabel yang memiliki hubungan nyata terhadap perilaku penghematan listrik, yaitu aspek kognitif (r=0,290). Aspek kognitif penghematan listrik juga berhubungan nyata positif dengan aspek afektif penghematan listrik (r=0,201). Variabel aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan aspek konatif penghematan listrik (r=0,289). Aspek konatif contoh tidak berhubungan nyata dengan perilaku penghematan listrik, jadi penelitian ini menunjukkan bahwa variabel sikap yang memiliki hubungan dengan perilaku pengurangan konsumsi beras hanya aspek kognitif saja.
KERANGKA PEMIKIRAN
Konsumsi beras masyarakat Indonesia saat ini mencapai sekitar 139 kg per orang per tahun, sedangkan jumlah pasokan beras yang tersedia tidak mencukupi
untuk
memenuhi
permintaan
terhadap
beras,
sehingga
mengharuskan melakukan impor beras. Ketergantungan akan beras terjadi karena masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa hanya beras yang dapat dijadikan sebagai makanan pokok. Anggapan tersebut sangat erat kaitannya dengan nilai yang dianut oleh setiap individu terhadap beras. Nilai merupakan salah satu unsur budaya. Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh setiap individu (Sumarwan 2002). Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Dalam berperilaku setiap individu diarahkan oleh nilai yang diyakininya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai-nilai individual yang terbentuk akan mempengaruhi perilaku konsumen (Kasali 2005). Akan tetapi nilai yang dimiliki setiap individu belum tentu memiliki tingkatan yang sama. Permasalahan yang muncul saat ini adalah kecenderungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai makanan pokok dimana hal tersebut terbentuk melalui nilai-nilai yang dianut. Nilai-nilai individual yang dianut dikategorikan menjadi tiga jenis nilai yaitu nilai internal, nilai eksternal dan nilai interpersonal. Dari ketiga jenis nilai tersebut akan berhubungan dengan sikap mengurangi konsumsi beras. Sikap sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif merupakan pengetahuan konsumen terhadap pengurangan konsumsi beras, aspek afektif merupakan perasaan suka atau tidak suka konsumen terhadap pengurangan konsumsi beras dan aspek konatif merupakan maksud berperilaku atau keinginan konsumen dalam mengurangi konsumsi beras. Dari ketiga aspek sikap tersebutlah yang nantinya akan berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Melihat realitas fenomena ini, nilai yang dianut individu saat ini menjadi sangat penting. Hal ini dipandang sebagai salah satu usaha untuk menekan konsumsi beras dan meningkatkan penganekaragaman jenis pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh nilai yang dianut terhadap sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras.
18
Nilai terbentuk melaui dua hal yaitu, pertama melalui karakteristik individu (usia,
pendidikan,
pekerjaan,
suku),
karakteristik
keluarga (pendapatan,
pengeluaran, dan besar keluarga) dan tempat tinggal (wilayah). Karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing individu akan berbeda-beda, karakteristik yang berbeda akan mempengaruhi nilai yang dianut oleh masing-masing individu. Kedua melalui karakteristik lingkungan seperti harga beras, ketersedian produk, kelompok acuan, peran dan status merupakan pendorong dari luar individu yang berpengaruh dalam pembentukan nilai sehingga dapat mempengaruhi individu dalam mengkonsumsi beras, karena setiap individu dalam meyakini sebuah nilai tidak terlepas karena adanya pengaruh dari lingkungan sosial yang dijalankan oleh lingkungan setempat, namun pada penelitian ini tidak mengkaji lebih mendalam mengenai hubungan karakteristik lingkungan dalam pembentukan nilai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2
19
Karakteristik individu • Usia • Suku • pendidikan • Pekerjaan Karakteristik keluarga • Pendapatan • Pengeluaran • Jumlah keluarga Tempat tinggal (wilayah) • Desa dan Kota
Sikap Pengurangan Konsumsi Beras Kognitif Nilai Terhadap Beras
Afektif
Perilaku pengurangan konsumsi beras
Konatif Karakteristik lingkungan • Harga beras • Ketersedian produk • Kelompok acuan • Peran dan status
Keterangan : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
19
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Nilai terhadap Sikap dan Perilaku Pengurangan konsumsi Beras pada Ibu Rumah Tangga Di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan
20
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus untuk satu kali penelitian dan menggambarkan situasi pada saat tertentu tentang cakupan data (Umar 2005), serta dengan menggunakan metode survei. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat utama pengumpul data. Penelitian dilakukan di wilayah yang mewakili Kota dan Kabupaten Bogor dengan alasan bahwa Kota dan Kabupaten Bogor memiliki karakteristik penduduk yang berbeda. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu, di Kelurahan Sempur Kecamatan Bogor Tengah sebagai perwakilan wilayah Perkotaan Bogor dan Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga sebagai perwakilan wilayah Perdesaan Bogor. Kelurahan Sempur dipilih menjadi lokasi penelitian, karena kelurahan tersebut merupakan kelurahan yang memiliki keragaman demografi dan berada dekat dengan pusat kota. Desa Cikarawang dipilih sebagai tempat penelitian karena desa tersebut masih memiliki lahan persawahan dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Waktu penelitian termasuk persiapan, pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data serta penulisan laporan dilaksanakan dalam jangka waktu tujuh bulan, terhitung mulai Februari sampai September 2011. Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh Teknik pengambilan contoh yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik probability sampling berupa proposional random sampling, karena setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Populasi pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga di RT terpilih. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai ibu rumah tangga sebagai contoh, karena seorang ibu dianggap sebagai pengambil keputusan utama dalam pembelian bahan pangan yang akan dikonsumsi oleh anggota keluarganya. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua wilayah. Pada Kelurahan Sempur RT yang dipilih menjadi anggota populasi adalah keluarga yang tinggal di RT 1, 2, dan 3 sebagai perwakilan wilayah
21
perkotaan, karena di RT tersebut karakteristik masyarakat perkotaanya lebih terlihat dengan jumlah populasi 260 ibu rumah tangga dan pada Desa Cikarawang RT yang dipilih menjadi anggota populasi adalah keluarga yang tinggal RT 2, 3 dan 4 sebagai pewakilan wilayah perdesaan, karena di RT tersebut karakteristik masyarakat perdesaan lebih terlihat dengan jumlah populasi 224 ibu rumah tangga. Total populasi di wilayah penelitian sebanyak 504 ibu rumah tangga. Tujuan pemisahan wilayah ini untuk mengetahui keragaman nilai yang dianut terhadap beras dan bagaimana sikap serta perilaku pengurangan konsumsi beras. Penentuan jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus Slovin, yaitu salah satu teknik penentuan jumlah responden untuk penelitian sosial dengan taraf nyata sebesar 8,5 persen (Umar 2005).
Keterangan: n = Jumlah contoh yang diambil N = Jumlah populasi rumah tangga di wilayah penelitian e = Kesalahan sebesar 8,5 persen
Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 109 contoh, dari total populasi 504. Dari 109 responden dibagi menjadi dua wilayah. Pembagian jumlah responden terhadap kedua wilayah ditentukan berdasarkan perhitungan propotional yaitu:
keterangan: Ni = Total subpopulasi N = Total populasi n = besarnya contoh ni = Besarnya contoh untuk setiap populasi
Wilayah perdesaan jumlah 244 ibu rumah tangga
Wilayah perkotaan dengan jumlah 260 ibu rumah tangga
Berdasarkan perhitungan proposional tersebut dapat ditentukan bahwa jumlah contoh yang berada pada wilayah perdesaan sebanyak 53 orang, sedangkan jumlah contoh yang berada pada wilayah perkotaan sebanyak 56 orang. Cara pemilihan contoh dapat dilihat pada Gambar 3
22
Bogor
Kecamatan Bogor Tengah (11 Kelurahan)
Kecamatan Darmaga (10 Desa)
Kelurahan Sempur (7 RW)
Desa Cikarawang (7 RW)
RW 3
RW
3
RT 1,2 dan 3
RT 2, 3 dan 4
n = 56
n = 53
Purposive
Purposive Proposional random sampling
Total n = 109
Gambar 3. Teknik pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data langsung yang diperoleh dari responden dengan cara wawancara langsung dan mengisi kuesioner yang mencakup karakteristik individu (usia, suku, pekerjaan, dan pendidikan) karakteristik keluarga (pendapatan, pengeluaran, dan jumlah anggota keluarga), variabel nilai (nilai internal, eksternal, dan interpersonal), sikap (kognitif, afektif, dan konatif), dan perilaku pengurangan konsumsi beras dengan pertanyaan terbuka dan tertutup. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Survey Sosial Ekonomi Nasional, buku, artikel, internet, jurnal dan literatur-literatur yang dikeluarkan oleh lembagalembaga terkait serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder digunakan sebagai acuan dalam penelitian sehingga
23
permasalahan yang diteliti dapat dipahami secara lebih mendalam. Tabel 2 Jenis, data, dan cara pengumpulan data No 1
2
Data Karakteristik individu (Usia, suku, pendidikan, pekerjaan) Karakteristik keluarga (pendapatan, pengeluaran, jumlah anggota keluarga) Nilai (internal,eksternal,interpersonal)
Jenis data Primer
3
Sikap (kognitif, afektif,konatif)
Primer
4
Perilaku pengurangan konsumsi beras
Primer
5
Profil Kelurahan
Sekunder
6
Profil Desa
Sekunder
Primer
Cara Pengumpulan Wawancara dan kuesioner
Wawancara dan kuesioner Wawancara dan kuesioner Wawancara dan kuesioner Permohonan data Kelurahan Sempur Permohonan data kantor Desa Cikarawang
Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang telah disusun diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Uji validitas dilakukan sehingga instrumen dapat menjadi alat ukur yang mampu memperoleh data secara valid. Agar instrumen memiliki keterandalan dan dapat dipercaya, dilakukan uji reliabilitas. Jika hasil pengukuran yang dilakukan secara berulang menghasilkan hasil yang sama. Maka pengukuran tersebut memiliki reliabilitas yang baik. Hasil uji reliabilitas dan validitas instrumen disajikan pada Tabel 3 Tabel 3 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Nilai internal Nilai eksternal Nilai interpersonal Aspek kognitif Aspek afektif Aspek konatif Perilaku pengurangan konsumsi beras
Reliabilitas 0,841 0,644 0,690 0,632 0,763 0.780 0.685
Kisaran validitas 0.492**-0.685** 0.292*-0.647** 0.420**-0.668** 0.293*-0.593** 0.413**-0.767** 0.429**-0.686** 0.534**-0.657**
Data yang diperoleh dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan inferensia Analisis deskriptif merupakan metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat
24
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1988) Analisis statistik inferensia yang digunakan yaitu uji korelasi Pearson, regresi linier berganda, Mann Whitney dan independent t test. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Exel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16.0 for windows. Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan sebagai berikut: 1. Karakteristik individu dan keluarga dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan tabulasi silang. Statistik deskriptif bertujuan untuk menganalisis metode pendekatan kuantitatif dengan menggunakan rataan, standar deviasi, minimum, maksimum, dan pengkategorian peubah sehingga dapat memberikan makna terhadap data. 2. Nilai-nilai yang dianut konsumen dalam konsumsi beras dianalisis melalui statistik deskriptif dan tabulasi silang. Statistik deskriptif dan tabulasi silang dapat digunakan untuk memberikan makna terhadap data tersebut. Untuk mengukur nilai digunakan 27 pertanyaan yang terdiri dari tiga komponen yaitu nilai internal, eksternal, dan interpersonal. Skala yang digunakan dalam pengukuran nilai, menggunakan skala likert yang dibagi kedalam lima interval kelas. Berdasarkan rumus berikut Slamet (1993) :
Kemudian didapat selang untuk variabel nilai menjadi: sangat tidak setuju (1,00-1,80), tidak setuju (1,81-2,60), netral (2,61-3,40), setuju (3,41-4,20), dan sangat setuju (4,21-5,00). Dari lima rentang tersebut kemudian dipersempit lagi menjadi tiga yaitu tidak menyakini (1,00-2,60), netral (2,61-3,40) dan menyakini (3,41-5,00) 3. Sikap konsumen dalam konsumsi beras dianalisis melalui statistik deskriptif dan tabulasi silang. Pengukuran sikap terdiri dari tiga aspek yaitu, kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif penurunan konsumsi beras diukur dengan menggunakan sembilan pertanyaan. Terdapat tiga pilihan jawaban, yaitu benar, salah, dan tidak tahu. Jawaban benar diberi bobot satu, jawaban salah dan tidak tahu diberi bobot nol. Untuk melihat kognitif contoh, peneliti menggunakan Khomsan (2002) dimana:
25
Rendah (<60) Sedang (60 – 80) Tinggi (>80) Aspek afektif diukur dengan menggunakan sembilan pertanyaan dan konatif diukur dengan menggunakan 10 pertanyaan. Pada aspek afektif dan konatif, skala yang digunakan adalah skala likert yang dibagi menjadi lima interval kelas, yaitu sangat tidak setuju (1,00-1,80), tidak setuju (1,81-2,60), netral (2,61-3,40), setuju (3,41-4,20), dan sangat setuju (4,21-5,00). Dari lima rentang tersebut kemudian dipersempit lagi menjadi tiga yaitu tidak menyukai (1,00-2,60), netral (2,61-3,40) dan menyukai (3,41-5,00). Demikian pula dengan aspek konatif yang dibagi kedalam lima interval kelas, kemudian dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak berkeinginan mengurangi (1-2.60), netral (2.61-3.40), dan berkeinginan mengurangi (3.41-5). Variabel perilaku pengurangan konsumsi beras diukur dengan tujuh pertanyaan. Skala yang digunakan adalah skala likert yang terdiri dari lima interval kelas, yaitu tidak pernah (1,00-1,80), jarang (1,81-2,60), kadang-kadang (2,61-3,40), sering (3,41-4,20), dan selalu (4,21-5,00). Untuk melihat perilaku pengurangan konsumsi beras peneliti membaginya menjadi tiga kategori yang interval kelasnya berdasarkan rumus Slamet (1993). Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu tidak mengurangi (1,00-2,60), kadang-kadang (2,61-3,40), dan selalu (3,41-5,00). 4. Hubungan nilai terhadap beras dengan sikap mengurangi konsumsi beras dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan tabulasi silang. Bentuk persamaanya adalah:
di mana: r = Koefisien korelasi Pearson x = variabel bebas y = variabel terikat 5. Hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga
(usia, pendidikan
pendapatan, pengeluaran, jumlah anggota keluarga) dengan nilai, sikap (kognitif,afektif,konatif) serta perilaku pengurangan konsumsi beras diuji dengan korelasi Pearson dan tabulasi silang
26
6. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras diuji dengan regresi linier berganda. Menurut Hasan (2002) uji regresi linier berganda adalah regresi linier dimana sebuah variabel terikat dihubungkan dengan dua atau lebih variabel bebas. Bentuk umum dari persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6+ β7X7 + β8X8 + β9X9 Keterangan : Y α β X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
= = = = = = = = = = = =
Perilaku pengurangan konsumsi beras Konstanta Regresi Koefisien Regresi Wilayah (0=perdesaan 1=perkotaan) Usia (tahun) Pendidikan (tahun) Pendapatan (rupiah) Jumlah anggota keluarga (orang) Nilai (skor) Aspek kognitif (skor) Aspek afektif (skor) Aspek konatif (skor)
7. Uji beda T (Independent Sample T-test) digunakan untuk melihat perbedaan skor (jumlah total) pada variabel yang diamati yaitu melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel kedua kelompok contoh (desa dan kota yang menjadi tempat penelitian).
Rumus pengujian dengan
uji T adalah sebagai berikut:
8. Uni beda Mann Whitney digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan setiap item pernyataan pada masing-masing variabel kedua kelompok contoh. Rumus pengujian dengan uji Mann Whitney adalah sebagai berikut: U=n1n1 +n1(n1 + 1) – R1 2 Ket :
u = Uji beda n = Jumlah sampel R = Jumlah peringkat
Variable-variabel yang diteliti menggunakan skala dan kategori yang diuraikan pada Tabel 4. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah nominal, ordinal, dan rasio. Pengkategorian telah disesuaikan dengan jenis variabel yang diukur
27
Tabel 4 Variabel, jenis data, dan kategori data penelitian No 1
Variabel Usia
Jenis data yang di uji Rasio
2
Jumlah keluarga
Rasio
3
Lama pendidikan
Rasio
4
Pekerjaan
Nominal
5
Suku
Nominal
6
Pendapatan per kapita keluarga
Rasio
7
Pengeluaran keluarga
Rasio
8
Pengeluaran beras
Rasio
8
Nilai (internal, eksternal, interpersonal)
Ordinal
9
Sikap (aspek kognitif)
Ordinal
Kategori Berdasarkan Hurlock (1980) 1. Dewasa awal (20-30 tahun) 2. Dewasa madya (31-40 tahun) 3. Dewasa akhir (>40tahun) Berdasarkan BKKBN (2005) 1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-6 orang) 3. Keluarga besar (≥ 7 orang) 1. Tidak Tamat SD (0 tahun) 2. SD (6 tahun) 3. SMP (9 tahun) 4. SMU (12 tahun) 5. Diploma (15 tahun) 6. Sarjana (16 tahun) 1. Ibu rumah tangga 2. Wiraswasta 3. PNS 4. BUMN 5. Swasta 6. Lain-lain 1. Jawa 2. Sunda 3. Betawi 4. Melayu 5. Minang 6. Batak 7. Bugis 8. Aceh Berdasarkan BPS (2010) 1. <185.335 2. 185.336 – 212.210 3. 212.211 – 1.000.0000 4. 1.000.001 – 2.000.000 5. >2.000.001 Berdasarkan SES AC Nielsen (2010) 1. SES E = <700.000 2. SES D = 700.000-1.000.000 3. SES C2 = 1.000.001-1.5000.000 4. SES C1 = 1.500.001-2.000.000 5. SES B = 2.000.001-3.000.000 6. SES A = >3.000.001 1. ≤90.000 2. 91.000 – 166.000 3. 167.000 – 242.000 4. 243.000 – 318 5. ≥ 319.000 Berdasarkan Slamet (1993) 1. Tidak menyakini 2. Netral 3. Menyakini Berdasarkan Khomsan (2002) 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
28
Lanjutan Tabel 4 Variabel, jenis data, dan kategori data penelitian No 10
Variabel Sikap (aspek afektif)
Jenis data yang di uji Ordinal
11
Sikap (aspek konatif)
Ordinal
12
Perilaku pengurangan konsumsi beras
Ordinal
Kategori Berdasarkan Slamet (1993) 1. Tidak menyukai mengurangi 2. Netral 3. Menyukai mengurangi Berdasarkan Slamet (1993) 1. Tidak berkeinginan mengurangi 2. Netral 3. Berkeinginan mengurangi Berdasarkan Slamet (1993) 1. Tidak pernah mengurangi 2. Kadang-kadang mengurangi 3. Selalu mengurangi
Definisi Operasional Contoh adalah ibu rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah bersama keluarga dan bersedia diwawancarai serta tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan Karakteristik individu adalah ciri-ciri contoh yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, dan suku •
Usia adalah lama hidupnya masing-masing contoh yang dihitung dalam tahun.
•
Pekerjaan adalah setiap kegiatan yang menghasilkan uang sebagai sumber penghasilan utama
•
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang dilalui oleh contoh
•
Suku adalah asal budaya atau latar belakang seseorang berdasarkan garis keturunannya .
Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri keluarga yang meliputi pengeluaran, pendapatan, dan jumlah keluarga •
Pendapatan perkapita keluarga adalah adalah jumlah total penghasilan keluarga dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
•
Pengeluaran keluarga adalah jumlah uang yang dihabiskan keluarga rata-rata dalam sebulan baik untuk pangan maupun non pangan termasuk pembayaran cicilan atau angsuran/kredit dan tidak termasuk asuransi
•
Jumlah anggota keluarga adalah banyak jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
29
Nilai
adalah keyakinan atau kepercayaan yang dianut contoh dalam mengkonsumsi beras yang dikategorikan menjadi tiga dimensi, yaitu nilai internal, nilai eksternal, dan nilai interpersonal.
Sikap adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan contoh dalam mengurangi konsumsi beras yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman (internal) atau pengaruh lingkungan (eksternal) dan terdiri dari tiga aspek yaitu; aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif Beras adalah salah satu jenis bahan pangan yang diolah menjadi nasi yang memiliki sumber energi dan karbohidrat Perilaku pengurangan konsumsi beras adalah tindakan yang dilakukan contoh dalam mengurangi konsumsi beras sebagai makanan pokok.
30
HASIL
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara umum Desa ini berupa dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian antara 193 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 25˚C s/d 30 ˚C. Batas administratif Desa Cikarawang di sebelah utara adalah berbatasan dengan Sungai Cisadane, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede, sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Ciapus, dan sebelah barat berbatasan dengan Sungai Ciapus dan Sungai Cisadane. Desa Cikarawang memiliki luas wilayah 226,56 Ha. Sebesar 128,109 Ha lahan dimanfaatkan untuk persawahan,
sebesar
41,465
Ha
digunakan
sebagai
pemukiman
dan
perkarangan, kemudian selebihnya digunakan untuk perladangan 35,226 Ha, jalanan 7,5 Ha, kuburan 0,60 Ha, perkantoran 0,160 Ha, serta prasarana umum lainnya 3,5 Ha. Secara administratif, Desa Cikarawang terdiri dari tiga dusun, tujuh rukun warga (RW) dan 32 rukun tetangga (RT) dengan total penduduk sebanyak 8.263 jiwa dengan komposisi perempuan sebanyak 4.048 jiwa dan laki-laki sebanyak 4.215 jiwa. Jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Cikarawang sebanyak 2.119 kepala keluarga (Laporan Kinerja Tahunan Desa Cikarawang tahun 2010). Adapun keadaan penduduk Desa Cikarawang berdasarkan tingkat pendidikan, persentase terbesar penduduk Desa Cikarawang adalah SD (1.350 jiwa). Keadaan penduduk juga dapat dilihat berdasarkan mata pencaharian penduduk. Persentase terbesar penduduk Desa Cikarawang berprofesi sebagai petani dan buruh tani (535 jiwa). Adapun mata pencaharian penduduk lainnya adalah pedagang, pegawai negeri sipil, TNI/Polri, karyawan swasta, dan wirausaha lainnya. Hampir seluruh penduduk Desa Cikarawang beragama islam. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat tergantung kepada upaya peningkatan pendidikan masyarakat, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, pengetahuan kesehatan dan kehidupan sosial budaya. Sarana dan prasarana kesehatan yang mendukung antara lain puskesmas satu unit, posyandu tujuh unit, poliklinik satu unit, bidan desa empat orang, dukun terlatih tujuh orang dan
31
adanya dokter satu orang. Sedangkan sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung antara lain empat buah PAUD, dua buah TK, empat buah SD, dan satu buah SMP. Adapun sarana perhubungan yang ada di Desa Cikarawang, yaitu angkutan umum yang langsung menuju terminal merdeka, dengan waktu oprasional kurang dari 18 jam perhari dan ojeg. Potensi sumber daya alam yang ada di wilayah Desa Cikarawang sangat berlimpah, Berdasarkan data monografi kelurahan Sukaresmi. Diketahui bahwa Desa Cikarawang memiliki potensi yang besar terhadap komoditas padi disamping komoditas lain seperti ubi jalar. Hampir semua lahan persawahan ditanami oleh padi, dimana lahan persawahan tersebut menggunakan sistem irigasi sederhana dan sistem irigasi setengah teknis. Mayoritas mata pencaharian warga Desa Cikarawang adalah dalam bidang pertanian, sehingga keberadaan situ-situ sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa dalam mengelola area persawahan. Desa ini memiliki empat kelompok tani untuk memudahkan kegiatan pertanian di desa tersebut Kelurahan Sempur Secara geografis, Kelurahan Sempur terletak di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Bantar jati, sebelah selatan dengan Paledang, sebelah timur dengan Babakan, dan sebelah barat dengan Pabaton. Kelurahan Sempur memiliki luas wilayah 60,3 Ha yang terdiri tujuh rukun warga (RW) dengan 32 rukun tetangga (RT). Sebagian besar lahan di Kelurahan Sempur dimanfaatkan untuk pemukiman 50 Ha dan selebihnya digunakan untuk perkarangan 8 Ha, taman 0,5 Ha, perkantoran 0,5 Ha serta prasarana umum lainnya 1,3 Ha. Data laporan kinerja Kelurahan Sempur tahun 2010 menunjukan bahwa penduduk di Kelurahan Sempur berjumlah 8.096 jiwa dengan komposisi perempuan sebanyak 3.956 jiwa dan laki-laki sebanyak 4.140 jiwa. Jumlah kepala keluarga yang ada di Kelurahan Sempur berjumlah 2.309 kepala keluarga. Sebagian besar kesejahteraan keluarga yang ada di Kelurahan sempur berada pada keluarga sejahtera 2 (KS 2) yaitu berjumlah 1.206 keluarga. Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Kelurahan Sempur yaitu Sarjana dan Diploma yaitu sebanyak 635 jiwa. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Kelurahan Sempur adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak 785 jiwa. Adapun mata pencaharian penduduk lainnya adalah karyawan swasta,
32
pensiunan PNS/TNI/POLRI, karyawan perusahaan pemerintah, dan wiraswasta. Sebagian besar penduduk Kelurahan Sempur beragama Islam yaitu sebanyak 7.896 jiwa. Adapun agama yang dianut lainnya adalah Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Mayoritas penduduk di Kelurahan Sempur berasal dari suku sunda yaitu sebanyak 7.978 jiwa. Kelurahan Sempur memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap dibidang air bersih, olah raga, kesehatan, pendidikan, perhubungan dan perekonomian. Sumber air bersih berasal dari sumur pompa dan sumur gali. Prasarana olahraga di Kelurahan Sempur memiliki dua buah lapangan bulu tangkis, dua buah meja pingpong, satu buah lapangan sepak bola, satu buah lapangan basket, satu buah lapangan voli, dan satu buah pusat kebugaran. Sarana dan prasarana kesehatan terdiri dari 11 unit posyandu, satu unit rumah sakit umum, satu unit puskesmas, satu unit apotik, satu unit rumah bersalin, satu orang dokter umum, dan satu orang praktik bidan. Prasarana pendidikan terdiri dari satu buah TK, tiga buah SD, dan satu buah SMP. Sarana perekonomian meliputi empat buah restoran, dua buah hotel, dan satu buah tempat bilyar. Pertumbuhan perekonomian di Kelurahan Sempur lebih tinggi dibandingkan dengan perekonomian di Desa Cikarawang, dikarenakan lokasi wilayahnya lebih mudah untuk mengakses sumber informasi dan teknologi. Sarana perhubungan yang ada adalah sarana transportasi darat, yaitu angkutan umum dan becak yang tersedia setiap saat. Karakteristik Contoh Usia Contoh Usia contoh berkisar antara 19 hingga 72 tahun. Menurut Hurlock (1980), usia dewasa terbagi menjadi tiga yaitu dewasa awal, madya, dan akhir. Usia dewasa awal dimulai pada usia matang secara hukum, yaitu usia 19-40 tahun, sedangkan usia dewasa madya berada pada usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir berada pada usia 61 tahun ke atas. Tabel 5 menunjukan bahwa lebih dari tiga perempat (77,4%) contoh perdesaan berada pada kategori usia dewasa awal sedangkan perkotaan hampir dari setengah contoh (46,4%) berada pada kategori usia dewasa madya. Rataan usia contoh perkotaan lebih tinggi daripada rataan usia contoh perdesaan. Rataan pada usia contoh perkotaan sebesar 43.68 tahun, sedangkan rataan usia contoh perdesaan 34,70 tahun. Hasil uji beda independent t-test
33
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara usia contoh perdesaan dengan perkotaan (p=0,000,p<0,005). Tabel 5 Sebaran usia contoh perdesaan dan perkotaan Usia Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir (≥61 tahun) Total Min-max(tahun) Rata-rata ± sd P.value t-test
Perdesaan n % 41 77,4 11 20,8 1 1,9 53 100,0 19-66 34,70 ± 9,77
Perkotaan n % 24 42,9 26 46,4 6 10,7 56 100,0 22-72 43,68 ± 11,72 0.000**
Jumlah n % 65 59,6 37 33,9 7 6,4 109 100,0 19-72 39,31 ± 11,66
Ket : ** signifikan
Suku bangsa Indonesia adalah negara kepulauan dengan keanekaragaman suku bangsa. Contoh yang diambil terdiri dari berbagai suku bangsa. Tabel 6 menggambarkan bahwa hampir seluruh (90,6%) contoh perdesaan berasal suku Sunda, hal yang sama pun ditunjukkan pada contoh perkotaan lebih dari setengah (58,9%) contoh berasal dari Sunda. Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa,
kapan,
dan bagaimana makanan
dikonsumsi keluarga. Kebudayaan tidak hanya menentukan makanan apa tetapi untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan individu juga dipengaruhi oleh kebiasaan makan keluarga dan dipengaruhi pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama (Suhardjo 1989) Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan suku Suku Jawa Sunda Betawi Melayu Minang Batak Banten Aceh Bugis Total
Perdesaan n % 1 1,9 48 90,6 1 1,9 1 1,9 0 0,0 0 0,0 2 3,8 0 0,0 0 0,0 53 100,0
Perkotaan n % 13 23,2 33 58,9 0 0,0 1 1,8 4 7,1 3 5,4 0 0,0 1 1,8 1 1,8 56 100,0
Jumlah n 14 81 1 2 4 3 2 1 1 109
% 12,8 74,3 0,9 1,8 3,7 2,8 1,8 0,9 0,9 100,0
Pendidikan contoh Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat menentukan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Tabel 7 memperlihatkan lebih dari
34
sepertiga (34,0%) contoh perdesaan tamat SD. Hal ini disebabkan karena penduduk di perdesaan tidak terlalu mementingkan pendidikan. Jenjang pendidikan contoh perkotaan cukup beragam yaitu mulai dari tamat SMP hingga lulus S1. Persentase terbesar contoh perkotaan berjenjang pendidikan tamat SMA dan Diploma yaitu sebesar 30,4 persen dan sebesar 28,9 persen lulus S1. Hasil uji beda independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenjang pendidikan kedua kelompok contoh (p=0,000). Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan Pendidikan 0 tahun (tidak tamat SD) 6 tahun (tamat SD) 9 tahun (tamat SMP) 12 tahun (tamat SMA) 15 tahun (tamat D3) 16 tahun (tamat S1) Total Min-max(tahun) Rata-rata ± sd P value
Perdesaan n % 11 20,8 18 34,0 10 18,9 11 20,8 1 1,9 2 3,8 53 100,0 0-16 7,81 ± 3,63
Perkotaan n % 1 1,8 0 0,0 5 8,9 17 30,4 17 30,4 16 28,6 56 100,0 0-16 13,63 ± 2,65 0,000**
Jumlah n % 12 11,0 18 16,5 15 13,8 28 25,7 18 16,5 18 16,5 109 100,0 0-16 10,79 ± 4,29
Ket : ** signifikan
Pekerjaan Contoh Tabel 8 menunjukkan lebih dari separuh (64,2%) contoh perdesaan bekerja sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja dan sebesar 17,0 persen contoh bekerja sebagai wiraswasta, demikian halnya di perkotaan lebih dari separuh (57,1%) contoh bekerja sebagai Ibu rumah tangga/tidak bekerja dan sebesar 12,5 persen contoh bekerja sebagai wiraswasta dan pegawai swasta. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Pekerjaan ibu Ibu Rumah tangga/tidak bekerja Wiraswasta PNS BUMN Swasta Lain-lain Total
Perdesaan n % 34 64,2 9 17,0 4 7,5 0 0,0 1 1,9 1 1,9 53 100,0
Perkotaan n % 32 57,1 7 12,5 3 5,4 2 3,6 7 12,5 2 3,6 56 100,0
Jumlah n % 66 60,6 16 14,7 7 6,4 2 1,8 8 7,3 3 2,8 109 100,0
35
Baik di perdesaan dan perkotaan pekerjaan contoh lebih dominan sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja. Hal ini diduga contoh yang tinggal di perdesaan hanya menempuh pendidikan tamat SD, sehingga peluang untuk bekerja disektor publik terbatas, sedangkan contoh yang tinggal di perkotaan meskipun telah memiliki jenjang pendidikan yang cukup baik (tamat SMA sampai S1) contoh lebih memilih untuk tidak bekerja atau sebagai Ibu rumah tangga. Berdasarkan pengamatan setidaknya ada dua alasan yang menjelaskan fenomena ini, yaitu 1) contoh merasa keperluan hidupnya sudah tercukupi dari penghasilan suami; dan 2) contoh memilih untuk mengalokasikan waktunya untuk keluarga dibandingkan untuk bekerja.
Karakteristik Keluarga Pendapatan Per kapita Keluarga Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf kehidupannya. Efek tersebut berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan ekonomi akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas makanan. Berdasarkan BPS (2010) Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat No.26/07/32/Th. XII, 1 Juli tentang GK (Garis kemiskinan Kabupaten/Kota) Jawa Barat 2010, ditetapkan nominal sebesar Rp 185.335,00 sebagai pendapatan perkapita per bulan Kabupaten Jawa Barat dan Rp 212.210,00 sebagai pendapatan perkapita per bulan Kota Jawa Barat. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan perbandingan pendapatan perkapita contoh Pendapatan perkapita < Rp 185.335 ≥ Rp 185.335
Perdesaan n % 8 15,1 46 84,9
pendapatan perkapita < Rp 212.210 ≥ Rp 212.210
Perkotaan n % 00 0,0 56 100,0
Tabel 9 menunjukkan bahwa keluarga contoh perdesaan hampir seluruhnya (83,0%) memiliki pendapatan perkapita diatas minimum Kabupaten Jawa Barat. Sedangkan di perkotaan seluruh (100%) contoh memiliki pendapatan perkapita diatas minimum Kota Jawa Barat.
36
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pada keluarga contoh perdesaan lebih dari separuh (69,8%) contoh memiliki pendapatan perkapita antara Rp 212.210,00 - Rp 1.000.000,00. Sama halnya pada contoh perkotaan sebesar 53,6 persen memiliki pendapatan perkapita antara Rp 212.210,00 - Rp 1.000.000,00 namun rataan pendapatan perkapita keluarga contoh perkotaan lebih tinggi daripada contoh perdesaan, yaitu di perkotaan sebesar
Rp 978.911,00 sedangkan di perdesaan sebesar Rp
431.184,00. Berdasarkan uji beda rataan yang dilakukan dalam penelitian terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000). Hal ini diduga penduduk di perdesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga pekerjaan yang diperolehnya menghasilkan pendapatan yang sedikit. Tabel 10 Sebaran berdasarkan jumlah pendapatan perkapita keluarga contoh perbulan Pendapatan perkapita keluarga (Rupiah) ≤185.335 185.336-212.210 212.210-1.000.000 1.000.001-2.000.000 ≥2.000.001 Total Min-max(rupiah) Rata-rata ± sd (Rp) P.value t-test
Perdesaan n
%
8 15,1 3 5,7 37 69,8 4 7,5 1 1,9 53 100 110.000-2.042.667 431.184±348.875
Perkotaan n
Jumlah
%
0 0,0 0 0,0 30 53,6 24 42,9 2 3,6 56 100 325.000-2.675.000 978.911±365.304 0,000**
n
%
8 7,3 3 2,8 67 61,5 28 25,7 3 2,8 109 100 110.000-2.675.000 705.794±429.826
Ket : ** signifikan
Pengeluaran keluarga per bulan Selain
menghitung
pendapatan
keluarga
contoh,
penelitian
ini
menggunakan metode lain dalam mengukur pendapatan contoh sebagai keluarga, yaitu dengan pendekatan pengeluaran keluarga. Contoh ditanyakan jumlah seluruh pengeluaran selama sebulan untuk semua kebutuhan rumah tangga (makanan, minuman dan kebutuhan bukan makanan lainnya yang sangat beragam). Jumlah pengeluaran rumahtangga inilah yang bisa dianggap sebagai indikator pendapatan rumah tangga (Sumarwan 2004). Rentang pengeluaran didasarkan pada Social Economic Status (SES) AC Nielsen tahun 2010 dapat menunjukkan kelas sosial contoh. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukan pada Tabel 11, hampir setengah (49,1%) keluarga contoh perdesaan memiliki pengeluaran antara Rp
37
1.000.00,00 - Rp 1.500.000,00 sedangkan di perkotaan lebih dari setengah contoh (57,1%) memiliki pengeluaran antara diatas Rp 3.000.001,00. Hasil uji beda independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran keluarga kedua kelompok contoh (p=0,000). Pengeluaran contoh perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran contoh perdesaan Tabel 11 Sebaran berdasarkan pengeluaran keluarga contoh (SES AC Nielsen 2010) Pengeluaran keluarga (Rupiah)
Kategori
≤ 700.000 SES E 700.001-1.000.000 SES D 1.000.001-1.500.000 SES C1 1.500.001-2.000.000 SES C2 2.000.001-3.000.000 SES B ≥ 3.000.001 SES A Total Min-max(rupiah) Rata-rata ± SD (rupiah)
Perdesaan
Perkotaan
Jumlah
n % 1 1,9 8 15,1 26 49,1 12 22,6 4 7,5 2 3,8 53 100,0 517.0004.550.000 1.476.274 ± 711.441
n % 0 0,0 1 1,8 3 5,4 5 8,9 15 26,8 32 57,1 56 100,0 1.000.0006.750.000 3.575.455 ± 1.612.977 0,000**
n % 1 0,9 9 8,3 29 26,6 17 15,6 19 17,4 34 31,2 109 100,0 517.0006.750.00 2.554.752 ± 1.636.960
P.value t-test Ket : ** signifikan
Pengeluaran beras per bulan Pengeluaran beras per bulan adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh keluarga setiap bulannya untuk membeli beras. Penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran contoh perdesaan dan perkotaan untuk membeli beras setiap bulan berkisar antara Rp 60.000,00 hingga Rp 400.000,00. Rata-rata pengeluaran beras per bulan pada kedua kelompok contoh adalah Rp 168.248,00. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran beras pada kedua kelompok contoh. Tabel 12 menampilkan sebaran contoh berdasarkan pengeluaran untuk beras per bulan. Hasil menunjukkan bahwa hampir setengah contoh perdesaan (47,2%) mengeluarkan uang sejumlah Rp 91.000,00 hingga Rp 166.000,00 untuk membeli beras, sedangkan pada contoh perkotaan sebesar 33,9 persen contoh mengeluarkan uang Rp 167.000,00 hingga Rp 150.000,00. Pengeluaran beras berkaitan dengan besar keluarga. Umumnya semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pengeluaran keluarga untuk membeli beras juga akan semakin besar. Hasi uji korelasi Pearson memperlihatkan bahwa terdapat hubungan nyata
38
antara
jumlah
anggota
keluarga
dengan
pengeluaran
beras
keluarga
(r=0,458,p=0,000). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengeluaran untuk beras per bulan Jumlah uang (Rupiah) ≤ 90.000 91.000 – 166.000 167.000 – 242.000 243.000 – 318.000 ≥ 319.000 Total Min-max (rupiah) Rataan ± SD P value t-test
Perdesaan n % 13 24,5 25 47,2 5 9,4 8 15,1 2 3,8 53 100 75.000 - 400.000 167.453 ± 81.750
Perkotaan n % 14 25,0 15 26,8 19 33,9 5 8,9 3 5,4 56 100 600.000 - 360.000 169.000 ± 77.121 0,919
Jumlah n % 27 24,8 40 36,7 24 22,0 13 11,9 5 4,6 109 100 60.000 - 400.000 168.248 ± 79.040
Besar keluarga Besar keluarga merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dari pengelolahan sumberdaya yang sama. Jumlah anggota keluarga contoh dalam penelitian dibagi ke dalam tiga kelompok seperti yang disajikan pada Tabel 13. Pengkategorian besar keluarga mengacu pada penetapan BKKBN (2005), yaitu 1) keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat, 2) keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak lima sampai enam orang, dan 3) keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan tujuh orang. Jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi beras. Rumahtangga dengan jumlah anggota yang lebih banyak biasanya akan membeli dan mengkonsumsi beras lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan besar keluarga contoh baik di perdesaan maupun perkotaan adalah kurang dari atau sama dengan empat orang. Contoh perkotaan memiliki proporsi keluarga kecil lebih banyak (71,4%) bila dibandingkan dengan di perdesaan (58,5%). Secara keseluruhan rata-rata besar keluarga contoh pada dua wilayah tersebut sebanyak tiga sampai empat orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga contoh termasuk ke dalam kategori keluarga kecil, yaitu keluarga yang memiliki satu sampai dua orang anak. Berdasarkan hasil uji independent t-test menunjukkan tidak adanya
39
perbedaan yang signifikan (p=0,175) antara besar keluarga contoh perdesaan dan perkotaan. Besar keluarga berkaitan dengan jumlah pengeluaran keluarga. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin besar alokasi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terutama dalam hal mengkonsumsi kebutuhan pangan. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang) Keluarga besar (≥ 7 orang Total Min-max Rataan ± SD P value t-test
Perdesaan n % 31 58,5 18 34,0 4 7,5 53 100 2 - 10 orang 4,43 ± 1,65
Perkotaan n % 40 71,4 15 26,8 1 1,8 56 100 2 - 8 orang 3,91 ± 1,10 0,175
Jumlah n % 72 66,1 32 29,4 5 4,6 109 100 2 - 10 orang 4,14 ± 1,49
Pekerjaan suami Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan suami perdesaan didominasi sebagai buruh dan pekerjaan suami perkotaan didominasi sebagai pegawai swasta. Tabel 14 menunjukan bahwa lebih dari setengah contoh yaitu sebesar 56,6 persen memiliki suami yang bekerja sebagai buruh, termasuk buruh tani. Hal ini dikarenakan di daerah desa penelitian masih banyaknya area persawahan yang dapat digarap sehingga sebagian besar penduduk di desa tersebut bekerja sebagai petani, sedangkan di perkotaan sepertiga contoh yaitu (32,1%) memiliki suami yang bekerja sebagai pegawai swasta. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami Pekerjaan bapak Tidak bekerja Wiraswasta PNS BUMN Swasta Buruh Total
Perdesaan n % 0 0,0 7 13,2 4 7,6 0 0,0 12 22,6 30 56,6 53 100,0
Perkotaan n % 0 0,0 9 16,1 12 21,5 0 0,0 18 32,1 17 30,4 56 100,0
Jumlah n % 0 0,0 16 14,7 16 14,7 0 0,0 30 27,5 47 87,0 109 100,0
Orientasi Nilai Nilai yang diyakini oleh setiap individu berbeda-beda karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya masing-masing. Mengacu pada Homer & Kahle 1988, diacu dalam De Groot & Steg 2006, nilai yang digunakan dalam mengukur
40
konsumsi beras yaitu orientasi nilai yang berfokus pada tiga dimensi, yaitu (1) internal (nilai yang timbul dari dalam sendiri) terdiri dari pemenuhan diri, kegembiraan, pencapaian prestasi, dan harga diri, (2) eksternal (nilai yang yang timbul karena adanya pengaruh dari luar) yang terdiri dari rasa kebersamaan, dihormati, dan rasa aman, dan (3) interpersonal (nilai yang terbentuk dari dalam diri sendiri dan adanya pengaruh dari lingkungan) yaitu kesenangan hidup dan kehangatan hubungan dengan orang lain. Tabel 15 Rataan skor nilai internal yang diyakini sebagai dasar mengkonsumsi beras No
Pernyataan
1
Nasi prioritas utama dalam makan
2
Kebutuhan pangan terpenuhi dengan mengkonsumsi nasi Nasi makanan pokok yang tidak dapat digantikan Senang memiliki persedian beras di rumah Senang mengkonsumsi nasi tiga kali sehari Gembira dapat mengkonsumsi nasi setiap hari Nasi menghilangkan rasa lapar Beras meningkatkan status sosial Bangga kalau makanan pokok utama beras Sukses dalam hidup ini, jika telah mampu mengkonsumsi nasi setiap harinya Gembira jika mampu mengalokasikan uang untuk membeli beras dalam sebulan Beras merupakan hal terpenting dalam hidup Skor total rata-rata ± sd
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
P value t-tes
Rata-rata skor Desa Kota Total 3,72 3,54 3,62
P value 0,324
3,09
3,34
3,22
0,270
3,81
3,34
3,61
0,072
4,23
4,27
4,25
0,452
3,77
3,50
3,63
0,146
4,28
3,88
4,07
0,031*
3,81 3,08 4,13
3,52 2,57 3,41
3,66 2,82 3,76
0,089 0,027* 0,000**
2,60
3,04
2,83
0,092
4,17
3,70
3,93
0,031*
4,66
3,55
4,12
0,000**
3,78 ± 0,48
3,48 ± 0,76 0,015*
3,62 ± 0,66
Ket : * signifikan
Tabel 15 memperlihatkan rataan skor nilai internal yang diyakini contoh. Berdasarkan orientasi nilai internal, menunjukkan bahwa total rataan skor terbesar yaitu 4,25 diperoleh dari pernyataan yang berhubungan dengan nilai kesenangan hidup, yakni contoh sangat menyakini bahwa dengan masih memiliki persedian beras di rumah maka akan menimbulkan kesenangan bagi dirinya, dengan skor rataan contoh perdesaan sebesar (4,23) dan perkotaan sebesar (4,27). Pada setiap item pernyataan dilakukan uji beda Mann-Whitney untuk melihat perbedaan jawaban pada kedua kelompok contoh. Hasil penelitian
41
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jawaban contoh pada item pernyataan yang berkaitan dengan rasa gembira yaitu contoh merasa senang dapat mengkonsumsi nasi setiap hari (p=0,031) dan senang jika telah mampu mengalokasikan uang setiap hari untuk membeli beras (p=0,031). Perbedaan lain yaitu ditunjukkan pada pernyataan yang berkaitan dengan harga diri seseorang, yaitu contoh bangga kalau makanan pokok utama beras (p=0,000) dan beras dapat meningkatkan status sosial (0,027), selain itu pada pernyataan yang berkaitan dengan pemenuhan diri seseorang, dimana contoh merasa beras merupakan kebutuhan terpenting dalam hidup (p=0,000). Secara umum hasil perhitungan menunjukkan bahwa total skor rata-rata contoh pada tipe nilai internal sebesar 3,62, yang artinya contoh menyakini bahwa nilai internal merupakan dasar nilai/keyakinan dalam mengkonsumsi beras. Rataan total skor nilai internal contoh perdesaan sebesar 3,78 dan di perkotaan sebesar 3,48, sehingga keyakinan nilai internal contoh perdesaan lebih tinggi dari pada contoh perkotaan. Hal ini berarti contoh perdesaan lebih menyakini nilai internal sebagai dasar mengkonsumsi beras dibandingkan dengan contoh perkotaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh total item pernyataan dengan menggunakan uji beda t-test, terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,015) antara nilai internal yang dianut contoh perdesaan dan perkotaan. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa, total rataan skor nilai eksternal contoh terbesar yaitu 3,79 yang diperoleh dari pernyataan yang berhubungan dengan nilai kebersamaan. Contoh menyakini bahwa beras dapat menciptakan rasa kebersamaan, sehingga bagi contoh yang disebut makan bersama dalah makan lengkap yang harus ada nasinya dengan rataan contoh perdesaan lebih besar (4,11) dibandingkan dengan contoh perkotaan (3,48). Secara umum total rataan skor dari seluruh pernyataan sebesar 3,57. Hal ini berarti contoh cukup menyakini bahwa nilai eksternal dapat dijadikan sebagai dasar keyakinan dalam mengkonsumsi beras. Rataan skor nilai eksternal contoh perkotaan sebesar 3,83 dan perdesaan sebesar 3,33. Berdasarkan hasil uji independent t-test dari seluruh total item pernyataan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p=0,000) antara nilai eksternal yang dianut pada kedua kelompok contoh. Hasil uji beda Mann-Whitney, menunjukkan bahwa dari seluruh item pernyataan pada dimensi nilai eksternal terdapat dua pernyataan yang tidak
42
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada contoh perdesaan dan perkotaan yaitu pada pernyataan yang berhubungan dengan rasa aman yaitu, merasa tidak ada masalah jika tidak ada persedian beras di rumah dan rasa kebersamaan yaitu, kesejahteraan suatu bangsa tidak dapat dilambangkan oleh beras. Tabel 16 Rataan skor nilai eksternal yang diyakini sebagai dasar mengkonsumsi beras No
Pernyataan
1
Nasi lebih bergizi dari pada makanan pokok lain Merasa ada masalah jika tidak ada persediaan beras dirumah Merasa khawatir akan kurangnya persediaan stock beras dipasaran,ketika musim paceklik Memberikan santunan berupa nasi (beras), akan lebih dihormati Kebersamaan dengan tetangga terjalin, ketika makan nasi bersama Yang disebut “makan bersama” adalah makan lengkap yang harus ada nasinya Beras melambangkan kesejahteraan bangsa Beras melambangkan persatuan bangsa Skor total rata-rata ± sd
2 3
4 5 6
7 8
Rata-rata skor Desa Kota Total 3,55 3,05 3,29
P value 0,016**
3,55
3,88
3,72
0,125
4,17
3,36
3,75
0,000**
3,45
2,82
3,13
0,001**
4,15
3,30
3,72
0,000**
4,11
3,48
3,79
0,005**
3,92
3,55
3,73
0,055
3,74
3,18
3,45
0,002**
3,83 ± 0,40
P value t-test
3,33 ± 0,59 0,000**
3,57 ± 0,56
Ket : ** signifikan
Berdasarkan orientasi nilai interpersonal, Tabel 17 memperlihatkan bahwa nilai total rataan skor terbesar yaitu 4,27 diperoleh dari pernyataan yang berhubungan dengan nilai untuk mendapatkan kesenangan hidup yang dirasakan dari hasil interaksi dengan orang lain, sehingga contoh merasa bahwa dengan memberikan beras kepada orang lain akan memperoleh kesenangan hidup, sedangkan total skor terendah diperoleh dari pernyataan yang berkaitan dengan rasa hormat dari orang lain diperoleh dengan memberikan nasi/beras kepada orang lain, total skor pada pernyataan tersebut sebesar 3,13 yang berarti bahwa contoh memiliki keyakinan netral pada pernyataan tersebut. Secara umum total rataan skor dari seluruh pernyataan sebesar 3,86 dengan rata-rata contoh perdesaan sebesar 3,97 dan perkotaan sebesar 3,75. Hal ini berarti pada kedua kelompok contoh menyakini nilai interpersonal dalam mengkonsumsi beras, namun dengan skor rata-rata yang berbeda.
43
Hasil uji beda Mann-Whitney, menunjukkan bahwa dari tujuh item pernyataan terdapat lima pernyataan yang memiliki perbedaan signifikan yaitu pada nilai yang berkaitan dengan kesenangan hidup dan kehangatan hubungan. Hasil uji independent t-test juga menunjukkan bahwa dari seluruh total item pernyataan pada dimensi nilai interpersonal terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,039) antara nilai interpersonal yang dianut pada contoh perdesaan dan perkotan. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa setiap individu memiliki keyakinan/nilai interpersonal yang berbeda-beda. Tabel 17 Skor nilai interpersonal yang diyakini sebagai dasar mengkonsumsi beras No
Pernyataan
1
Senang dapat memberikan nasi (beras) kepada orang lain yang mengalami kesulitan Makan nasi bersama, lebih menimbulkan rasa kebersamaan keluarga Sedih ketika memberikan nasi (beras) terhadap korban bencana/musibah Nasi (beras) dapat dijadikan alat pemersatu hubungan dengan orang lain Nasi (beras) merupakan makanan pokok yang dapat menciptakan suasanan kehangatan. Nasi (beras) alat untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga besar Tamu berkunjung ketika jam makan, lebih pantas dijamu dengan sajian lengkap (nasi) Skor total rata-rata ± sd
2
3 4
5
6 7
Desa 4,26
Rata-rata skor Kota Rataan 4,27 4,27
P value 0,784
4,13
3,68
3,90
0,040*
3,32
3,84
3,59
0,031*
3,85
3,27
3,56
0,000**
4,00
3,57
3,78
0,019**
4,32
3,61
3,95
0,000**
3,92
4,04
3,98
0,414
3,97 ± 0,43
3,75 ± 0,64 0,039*
3,86 ± 0,56
P value t-test Ket : * signifikan
Sebaran contoh perdesaan dan perkotaan berdasarkan tiga orientasi nilai diuraikan pada Tabel 18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 79,2 persen contoh perdesaan menyakini nilai internal sebagai nilai yang dianut dalam mengkonsumsi beras, sedangkan contoh perkotaan yang menyakini nilai internal sebesar 53,6 persen. Hal ini berarti contoh berorientasi pada diri sendiri dalam hal mengkonsumsi beras, seperti pemenuhan diri, kegembiraan, harga diri dan pencapaain prestasi. Artinya contoh memiliki keyakinan/nilai yang cukup erat terhadap beras dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan, perasaan gembira, status sosial dan pencapaiaan kesuksesan hidup.
44
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan indikator tiga orientasi nilai Orientasi
nilai
Kategori Tidak meyakini Netral Meyakini Total Rata-rata Orientasi nilai
Internal n % 1 1,9 10 18,9 42 79,2 53 100
Internal n % 5 8,9 21 37,5 30 53,6 56 100
Kategori Tidak meyakini Netral Meyakini Total Rata-rata
Perdesaan Eksternal Interpersonal n % n % 0 0,0 0 0,0 10 18,9 5 9,4 43 81,1 48 90,6 53 100 53 100 3,84 Perkotaan Eksternal Interpersonal n % n % 6 10,7 3 5,4 24 42,9 9 16,1 26 46,6 44 78,6 56 100 56 100 3,40
Total n 0 6 47 53
% 0,0 11,3 88,7 100
Total n 3 20 33 56
% 5,4 35,7 58,9 100
Tabel 19 menunjukkan bahwa secara keseluruhan orientasi nilai yang dianut oleh kedua kelompok contoh baik di perdesaan dan perkotaan menyakini nilai terhadap beras dengan persentase sebesar 88,7 persen pada contoh perdesaan dan sebesar 58,9 persen contoh perkotaan, namun di perkotaan sebesar 35,7 persen masih terdapat contoh yang memiliki keyakinan netral terhadap beras. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang dianut terhadap konsumsi beras pada contoh perdesaan lebih erat dibandingkan dengan contoh perkotaan. . Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan orientasi nilai Kategori Orientasi Nilai Tidak meyakini Netral Meyakini Total Rata-rata ± sd P value
Perdesaan n % 0 0,0 6 11,3 47 88,7 53 100 3,84 ± 0,35
Perkotaan n % 5 8,9 20 35,7 33 58,9 56 100 3,40 ± 0,60 0,001**
Jumlah n % 3 2,8 26 23,9 80 73,4 109 100 3,67 ± 0,52
Ket : ** signifikan
Rataan nilai contoh perdesaan sebesar 3,84 dan perkotaan sebesar 3,40. Berdasarkan hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p=0,001,p<0,01) antara orientasi nilai yang dianut contoh perdesaan dan perkotaan. Contoh perdesaan masih bergantung sekali terhadap beras sebagai bahan makanan pokok utama untuk memenuhi kebutuhan pangannya Sikap Konsumen Schiffman dan Kanuk (2004), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan
yang
dipelajari
dalam
berperilaku
dengan
cara
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek terentu. Mowen
45
dan Minor (2002) menyebutkan bahwa istilah pembentukan sikap konsumen seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap, dan perilaku. Kepercayaan
konsumen
adalah
pegetahuan
konsumen
menyangkut
kepercayaan dari suatu atribut produk dan manfaat yang diperoleh dari atribut tersebut. Sikap konsumen terhadap pengurangan konsumsi beras dapat diartikan sebagai
pengetahuan,
perasaan,
dan
keinginan
konsumen
terhadap
pengurangan konsumsi beras. Penelitian ini menggunakan model sikap tiga komponen yang meliputi komponen kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif terkait dengan kepercayaan konsumen tentang obyek sikap. Afektif mengacu pada perasaan konsumen terhadap sebuah obyek sikap. Konatif mencakup keinginan atau maksud berperilaku terhadap suatu objek. Aspek Kognitif (Pengetahuan) Pengurangan Konsumsi Beras Solomon (1999) mendefinisikan kognitif sebagai kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Hal ini didasarkan pada pernyataan Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) bahwa pengetahuan merupakan informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi sebuah pengetahuan yang kemudian menjadi penentu utama perilaku konsumsi. Tabel 20 menunjukkan bahwa dari seluruh item pernyataan baik pada contoh perdesaan maupun perkotaan sudah memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap pengurangan konsumsi beras. Persentase tertinggi (92,7%) pengetahuan contoh baik di perdesaan dan perkotaan, yakni contoh mengetahui dengan baik bahwa selain beras, jagung; kentang; singkong; dan ubi juga mengandung sumber energi dan sebesar 78,9 persen contoh mengetahui bahwa untuk hidup sehat harus mengkonsumsi beragam jenis pangan, sedangkan sebesar 21,1 persen contoh kurang mengetahui bahwa sayur-sayuran bukan merupakan jenis makanan yang mengandung sumber karbohidrat. Angka persentase ini merupakan angka terendah dari seluruh item pernyataan yang diberikan. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan contoh tentang kandungan nutrisi pada sayur-sayuran, sehingga menganggap bahwa sayur-sayuran merupakan jenis pangan yang mengandung karbohidrat. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan, pada item pernyataan yang berkaitan mengenai pengetahuan contoh terhadap bahan pangan lain yang dapat menggantikan beras (p=0,001) dan contoh menyadari bahwa beras tidak mengandung protein (p=0,000)
46
Secara keseluruhan total persentase tingkat pengetahuan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras pada contoh perkotaan lebih baik daripada contoh perdesaan yaitu pada perkotaan sebesar 66,4 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 52,6 persen, hal ini diduga tingkat pendidikan contoh
perkotaan
lebih
tinggi
dari
contoh
perdesaan
sehingga
kognitif/pengetahuan contoh perkotaan lebih baik. Tabel 20 Persentase jawaban aspek kognitif/pengetahuan No
Pernyataan
1
Sayur-sayuran sumber karbohidrat selain beras Selain beras, jagung; kentang; singkong; dan ubi juga mengandung sumber energi Mengurangi konsumsi nasi (beras), membantu menurunkan impor beras
2
3 4 5 6
7 8 9
Keragaman pangan salah satu cara mengurangi konsumsi beras Untuk hidup sehat, harus mengkonsumsi pangan yang beragam Keragaman pangan adalah mengkonsumsi jenis pangan yang bervariasi setiap harinya Jagung, kentang, singkong, dan ubi dapat menggantikan peran beras Beras tidak mengandung protein Program swasembada beras, masyarakat disarankan mengkonsumsi beragam pangan Rata-rata
Persentase Jawaban benar (%) Desa Kota Total 15,1 26,8 21,1
P value 0,137
88,7
96,4
92,7
0,123
39,6
41,1
40,4
0,878
75,5
73,2
74,3
0,788
75,5
82,1
78,9
0,096
64,2
75,0
69,7
0,220
50,9
80,4
66,1
0,001**
18,9 45,3
66,1 57,1
43,1 51,4
0,000** 0,218
52,6
66,4
59,7
Ket : ** signifikan
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 21, memperlihatkan bahwa aspek kognitif/pengetahuan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras pada kedua kelompok berbeda. Aspek kognitif contoh perdesaan berada pada kategori rendah yaitu sebesar 47,2 persen, sedangkan aspek kognitif contoh perkotaan berada di kategori sedang yaitu sebesar 57,1 persen. Perbedaan hal tersebut diduga karena tingkat pendidikan contoh perdesaan lebih rendah daripada contoh
perkotaan,
sehingga
pengetahuan
contoh
perdesaan
terhadap
pengurangan konsumsi beras pun lebih rendah dibandingkan dengan contoh perkotaan. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aspek kognitif kedua kelompok contoh (p=0.001,p<0.01).
47
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori aspek kognitif pengurangan konsumsi beras Kategori Rendah Sedang Tinggi Total Rata-rata ± sd P value
Perdesaan n % 25 47,2 20 37,7 8 15,1 53 100 5,71 ± 2,06
Perkotaan n % 12 21,4 32 57,1 12 21,4 56 100 6,79 ± 1,82 0,001**
Jumlah n % 37 33,9 52 47,7 20 18,3 109 100 6,26 ± 2,00
Ket : ** signifikan
Aspek Afektif Pengurangan konsumsi Beras Sumarwan (2002) menyatakan aspek afektif adalah ungkapan perasaan konsumen terhadap suatu objek, apakah konsumen menyukai atau tidak menyukai objek tersebut. Afektif konsumen merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen, karena afektif sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku Tabel 22 menunjukkan bahwa sebesar 4,06 total rataan skor diperoleh dari pernyataan yang berhubungan dengan aspek afektif mengenai kesukaan terhadap mengkonsumsi beragam jenis pangan agar asupan gizi yang diperoleh tubuh lebih seimbang dengan jumlah skor rataan di perdesaan sebesar (4,02) dan perkotaan sebesar (4,09). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada item pernyataan yang berkaitan dengan perasaan senang jika makan malam tanpa nasi (p=0,001) dan contoh merasa tertarik untuk mengkonsumsi pangan selain nasi ketika sarapan pagi (0,015) Total rataan skor dari seluruh pernyataan pada dua kelompok contoh sebesar 3,45 yang artinya contoh menyukai pengurangan konsumsi beras. Ratarata aspek afektif contoh perdesaan sebesar 3,27. Hal ini berarti aspek afektif contoh perdesaan lebih bersikap netral dalam pengurangan konsumsi beras, sedangkan rata-rata contoh perkotaan sebesar 3,61 yang berarti contoh perkotaan bersikap menyukai terhadap pengurangan konsumsi beras. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aspek afektif kedua kelompok contoh (p=0,010 p<0,05). Aspek afektif pengurangan konsumsi beras pada contoh perkotaan lebih tinggi dari pada di perdesaan. Hal ini di duga karena nilai beras yang diyakini contoh perdesaan lebih erat daripada contoh perkotaan, sehingga berpengaruh terhadap aspek afektif contoh dalam mengurangi konsumsi beras.
48
Tabel 22 Skor rata-rata contoh berdasarkan jawaban aspek afektif No
Pertanyaan
1
Senang makan singkong dan ubi, sebagai sumber karbohidrat
2 3
Senang makan malam tanpa nasi Senang mengurangi konsumsi nasi dari tiga menjadi dua kali sehari
2,66 3,32
4
Senang mengkonsumsi beragam jenis pangan agar asupan gizi lebih seimbang
5
Desa 3,38
Rata-rata Kota 3,61
P value Total 3,50
0,383
3,55 3,61
3,12 3,47
0,001** 0,541
4,02
4,09
4,06
0,474
Senang mengurangi makan nasi untuk membantu menurunkan impor beras
2,96
3,14
3,06
0,389
6
Tertarik mengkonsumsi pangan selain nasi pada saat sarapan pagi
2,66
3,34
3,01
0,015*
7
Senang mengurangi konsumsi nasi untuk menjaga berat badan
3,13
3,48
3,31
0,199
8
Senang mengurangi konsumsi nasi, untuk menjaga kesehatan tubuh
3,47
3,61
3,54
0,920
9
Tertarik mengurangi nasi agar terhindar dari penyakit diabetes dan kegemukan
3,87
4,05
3,96
0,997
Skor total rata-rata ± sd
3,27 ± 0,70
3,61 ± 0,64 0,010*
3,45 ± 0,69
P value t-test Ket : ** signifikan
Tabel 23 menunjukkan bahwa aspek afektif pada kedua kelompok berbeda. Hampir separuh (45,3%) contoh perdesaan lebih bersikap netral terhadap pengurangan konsumsi beras, sedangkan sebesar 58,9 persen contoh perkotaan bersikap menyukai pengurangan konsumsi beras. Perbedaan tersebut diduga karena hampir seluruh contoh perdesaan masih memiliki nilai ketergantungan terhadap beras, sedangkan hanya lebih dari setengah contoh perkotaan yang masih menyakini nilai beras. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kategori aspek afektif penurunan konsumsi beras Kategori Kurang menyukai Netral Menyukai Total
Perdesaan n % 9 17,0 24 45,3 20 37,7 53 100
Perkotaan n % 3 5,4 20 35,7 33 58,9 56 100
Jumlah n % 12 11,0 44 40,4 53 48,6 109 100
49
Aspek Konatif Pengurangan Konsumsi Beras Konatif adalah sikap yang menggambarkan tindakan seseorang atau kecenderungan
perilaku
terhadap
suatu
objek
(Engel,
Blackwell
dan
Miniard,1994). Konatif berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen Sumarwan (2002). Tabel 24 Skor rata-rata contoh berdasarkan jawaban aspek konatif No
Pertanyaan
1
Berencana mengkonsumsi pangan, selain nasi sebagai sumber energi Berencana mengurangi konsumsi nasi dari tiga menjadi dua kali sehari Bermaksud tidak makan nasi pada malam hari Berkeinginan mengkonsumsi beragam jenis pangan agar asupan gizi seimbang Berkeinginan untuk mengurangi konsumsi nasi untuk menjaga berat badan Berencana mengurangi nasi agar konsumsi pangan lebih beragam Berencana mengganti nasi dengan pangan lain untuk menurunkan impor beras Berminat mengganti nasi dengan makanan lain Berencana mengurangi konsumsi nasi untuk menjaga kesehatan tubuh Berencana mengurangi konsumsi nasi, agar terhindar dari penyakit diabetes dan kegemukan Total skor rata-rata ± sd
2 3 4
5
6 7
8 9 10
P value
Rata-rata skor Desa Kota Total 2,55 3,77 3,17
P value
3,62
4,12
3,88
0,037*
3,28
4,18
3,74
0,003**
3,92
4,45
4,19
0,000**
3,45
4,00
3,73
0,047*
3,81
4,04
3,93
0,406
3,02
2,77
2,89
0,454
2,96
2,82
2,89
0,795
3,77
4,04
3,91
0,162
4,08
4,29
4,18
0,952
3,45 ± 0,69
3,85 ± 0,64 0,002**
0,000**
3,65 ± 0,69
Ket : ** signifikan
Aspek konatif merupakan bagian dari sikap, Tabel 24 menunjukkan bahwa total rataan aspek konatif pada dua kelompok contoh terbesar yaitu 4,19 yang diperoleh dari pernyataan berkeinginan mengurangi konsumsi nasi agar memperoleh asupan gizi seimbang dengan jumlah skor rataan di perdesaan lebih kecil (3,92) daripada perkotaan (4,45). Hasil uji beda Mann Whitney memperlihatkan
bahwa
terdapat
perbedaan yang
signifikan
pada
item
pernyataan yang berkaitan dengan keinginan contoh untuk mengkonsumsi pangan lain selain beras sebagai sumber energi (p=0,000), rencana contoh untuk mengurangi makan nasi menjadai dua kali sehari (p=0,037), contoh bermaksud untuk tidak makan nasi pada malam hari (p=0,003), memiliki keinginan untuk
50
mengkonsumsi beragam jenis pangan agar asupan gizi yang diperoleh tubuh seimbang (p=0,000), dan contoh berkeinginan untuk mengurangi konsumsi nasi untuk menjaga berat badan agar tetap ideal (p=0,047). Secara umum total rataan skor dari seluruh pernyataan sebesar 3,65. Hal ini berarti contoh berkeinginan untuk mengurangi konsumsi beras. Total Ratarata aspek konatif contoh perdesaan sebesar 3,45 dan perkotaan sebesar 3,85. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aspek konatif kedua kelompok contoh (p=0,002,p<0,01). Aspek konatif pengurangan konsumsi beras merupakan kecenderungan seseorang untuk
melakukan pengurangan terhadap konsumsi beras dengan cara
menggantinya dengan bahan makanan pokok lain atau melakukan keragaman pangan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik pada contoh perdesaan (56,6%) dan perkotaan (78,6%) berkeinginan mengurangi konsumsi beras, namun pada contoh perdesaan sebesar 11,3 persen masih terdapat contoh yang tidak berkeinginan mengurangi konsumsi beras dan sebesar 32,1 persen bersikap netral terhadap pengurangan konsumsi beras (Tabel 25). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan kategori aspek konatif pengurangan konsumsi beras Aspek konatif Tidak berkeinginan mengurangi Netral Berkeinginan mengurangi Total
Perdesaan n % 6 11,3 17 32,1 30 56,6 53 100
Perkotaan n % 2 3,6 10 17,9 44 78,6 56 100
Jumlah n % 8 7,3 27 24,8 74 67,9 109 100
Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Hasil penelitian pada Tabel 26 memperlihatkan bahwa rataan skor terbesar yaitu 3,45 diperoleh dari pernyataan yang berkaitan dengan kebiasaan untuk mengurangi nasi dan memperbanyak mengkonsumsi sayur atau lauk-pauk dengan jumlah skor rataan perdesaan lebih kecil (3,06) daripada perkotaan (3,82). Hasil uji beda Mann Whitney yang dilakukan pada setiap item pernyataan menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan pada item pernyataan yang berkaitan dengan perilaku kebiasaan contoh dalam menyajikan nasi untuk kebutuhan makan (p=0,024), kebiasaan contoh yang mengharuskan kepada seluruh anggota keluarganya untuk mengkonsumsi nasi setiap hari (p=0,000), perilaku atau kebiasaan contoh untuk menyajikan makan malam selain nasi
51
(p=0,000), dan contoh berperilaku mengurangi konsumsi beras dengan cara mengkonsumsi sumber karbohidrat lain sebagai makanan pokok (p=0,001) Rataan perilaku pengurangan konsumsi beras contoh perdesaan sebesar 2,15 dan perkotaan sebesar 2,74. Artinya contoh perdesaan tidak pernah berperilaku mengurangi konsumsi beras, sedangkan contoh perkotaan kadangkadang berperilaku mengurangi konsumsi beras. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perilaku konsumsi beras kedua kelompok contoh (p=0,000). Secara keseluruhan total rataan skor dari seluruh pernyataan sebesar 2,46. Hal ini berarti rata-rata contoh cenderung tidak pernah berperilaku mengurangi konsumsi beras. Meskipun contoh sudah memiliki sikap yang baik terhadap pengurangan konsumsi beras, namun belum sepenuhnya dapat diaplikasikan dalam perilaku konsumsinya. Tabel 26 Skor rata-rata contoh berdasarkan jawaban perilaku pengurangan konsumsi beras No
Pertanyaan
1
Menyediakan nasi tiga kali sehari untuk makan keluarga saya Menyediakan nasi untuk sarapan keluarga Mengharuskan seluruh anggota keluarga untuk mengkonsumsi nasi setiap harinya Menyajikan makan malam selain nasi Mengurangi makan nasi dari tiga kali sehari menjadi dua kali sehari Mengkonsumsi sumber karbohidrat lain sebagai makanan pokok saya Mengurangi porsi nasi dan memperbanyak sayur atau laukpauknya Total skor rata-rata ± sd
2 3
4 5 6 7
Desa 1,26
Skor rata-rata Kota Total 1,66 1,47
P value 0,024*
1,70
1,79
1,74
0,499
1,11
1,84
1,49
0,000**
1,98
3,20
2,61
0,000**
3,30
3,48
3,39
0,589
2,64
3,46
3,06
0,001**
3,06
3,82
3,45
0,089
2,15 ± 0,60
2,74 ± 0,64 0,000**
2,46 ± 0,69
P value t-test Ket : ** signifikan
Tabel 27 memperlihatkan bahwa adanya perbedaan terhadap perilaku pengurangan
konsumsi
beras
pada
kedua
kelompok
contoh.
Perilaku
pengurangan konsumsi beras di perdesaan berada pada kategori tidak pernah mengurangi, yaitu sebesar 77,4 persen, sedangkan perilaku pengurangan konsumsi beras di perkotaan menunjukkan bahwa hampir dari setengah contoh (46,6%) kadang-kadang melakukan pengurangan konsumsi beras. Perbedaan tersebut diduga disebabkan karena penduduk di perdesaan masih memiliki lahan
52
sawah sendiri atau bekerja sebagai buruh tani, sehingga perilaku contoh terhadap konsumsi beras sebagai pemenuhan kebutuhan pangan lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perkotaan. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku pengurangan konsumsi beras Kategori Tidak pernah mengurangi Kadang-kadang mengurangi Selalu mengurangi Total
Perdesaan n % 41 77,4 9 17,0 3 5,7 53 100
Perkotaan n % 20 35,7 26 46,4 10 17,9 56 100
Jumlah n % 61 56,0 35 32,1 13 11,9 109 100
Kebiasaan memasak beras Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan terhadap jumlah memasak beras dalam sehari setiap keluarga (Tabel 28). Hampir setengah (49,1%) contoh perdesaan memasak beras antara 0,7 Kg – 1,1 Kg per hari, sedangkan contoh perkotaan sebesar 50,0 persen memasak beras antara 0,2 Kg - 0,6 Kg per hari. Perbedaan tersebut diduga karena nilai dan sikap contoh perkotaan berbeda daripada contoh perdesaan, sehingga contoh perkotaan memasak beras dalam jumlah yang sedikit karena lebih cenderung memiliki sikap dan berperilaku mengurangi konsumsi beras Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan jumlah memasak beras per hari Jumlah beras per hari (Kg) 0,2 – 0,6 0,7 – 1,1 1,2 – 1,6 ≥ 2,1 Total
Perdesaan n % 20 37,3 26 49,1 6 11,3 1 1,9 53 100
Perkotaan n % 28 50,0 24 42,9 4 7,1 0 0,0 56 100
Jumlah n % 48 44,0 50 45,9 10 9,2 1 1,9 109 100
Tabel 29, memperlihatkan bahwa jumlah konsumsi nasi per kapita per tahun. Persentase terbesar pada kedua kelompok contoh berkisar antara 48 Kg hingga 77 Kg, jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi beras nasional penduduk Indonesia yaitu sebesar 139 Kg per orang tiap tahun, maka contoh pada penelitian ini berada di bawah rata-rata konsumsi beras nasional penduduk Indonesia, namun terdapat 3,2 persen dari total contoh yang mengkonsumsi nasi diatas rata-rata konsumsi beras nasional penduduk Indonesia yaitu ≥ 137 Kg per tahun. Tingginya angka konsumsi tersebut menyebabkan pemerintah melakukan impor beras untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
53
Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan jumlah konsumsi nasi per kapita per tahun Jumlah beras per kapita per tahun (Kg) 18 – 47 48 – 77 78 – 107 ≥ 137 Total
Perdesaan n % 13 24,5 24 45,3 13 24,5 3 5,7 53 100
Perkotaan n % 18 32,1 30 53,6 7 12,5 1 1,8 56 100
Jumlah n % 31 28,4 54 49,5 20 18,3 4 3,2 109 100
Hubungan Antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Nilai, Aspek Kognitif, Aspek Afektif, Aspek Konatif, dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Nilai Hasil uji korelasi Pearson (Tabel 30) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata negatif (r=-0,201,p<0,05) antara variabel usia dengan nilai, yang artinya semakin tua usia seseorang maka nilai yang diyakini terhadap beras semakin rendah, diduga semakin bertambahnya usia seseorang, ia akan cenderung mengurangi konsumsi beras dan menggantinya dengan jenis pangan lain untuk menjaga kesehatan. Pendidikan contoh memiliki hubungan yang nyata negatif (r=-0,346,p<0,01), yang artinya semakin tinggi pendidikan seseorang maka nilai yang diyakini terhadap beras semakin rendah. Hal ini diduga contoh yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, lebih cenderung tidak menjadikan beras sebagai prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Uji korelasi memperlihatkan bahwa variabel pendapatan memiliki hubungan yang nyata negatif dengan nilai (r=-0,306,p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan seseorang maka nilai yang diyakini terhadap beras semakin rendah. Hal ini diduga semakin tinggi pendapatan seseorang lebih berpeluang untuk membeli beragam jenis pangan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat yang diperlukan tubuh. Variabel pengeluaran memiliki hubungan yang nyata negatif dengan nilai (r=-0,284,p<0,05), yang artinya semakin tinggi pengeluaran seseorang maka ketergantungan terhadap konsumsi beras semakin rendah. Hal ini diduga pengeluaran tersebut dilakukan untuk membeli jenis karbohidrat selain beras. Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Aspek Kognitif Uji korelasi Pearson yang dilakukan (Tabel 29) terhadap variabel usia menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara usia dengan aspek kognitif. Variabel pendidikan memiliki hubungan yang nyata positif dengan aspek kognitif
54
(r=0,525,p<0,01), yang artinya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka aspek kognitif terhadap pengurangan konsumsi beras semakin baik. Hal ini dikarenakan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menyerap informasi mengenai perlunya mengurangi nasi dengan cara melakukan penganeka ragaman jenis pangan. Hasil uji korelasi Pearson memperlihatkan bahwa pendapatan per kapita memiliki hubungan secara nyata (r=0,419,p<0,01) dengan aspek kognitif pengurangan konsumsi beras. Variabel pengeluaran keluarga juga memiliki hubungan
yang
nyata
positif
(r=0,356,p<0,01)
dengan
aspek
kognitif
pengurangan konsumsi beras. Variabel jumlah keluarga tidak memiliki hubungan dengan aspek kognitif Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Aspek afektif Berdasarkan uji korelasi Pearson (Tabel 29) yang dilakukan, terlihat bahwa ada hubungan nyata antara usia dengan aspek afektif pengurangan konsumsi beras (r=0,257). Uji statistik menyatakan bahwa lama pendidikan contoh memiliki hubungan yang nyata (r=0,263,p<0,01), dengan aspek afektif pengurangan konsumsi beras. Hasil uji korelasi memperlihatkan terdapat hubungan yang nyata positif (r=0,299,p<0,05) antara pendapatan per kapita dengan aspek afektif pengurangan konsumsi beras, begitu pula dengan variabel pengeluaran memiliki hubungan nyata positif (r=0,205,p<0,01) dengan aspek afektif.
Pada variabel jumlah keluarga, meskipun aspek kognitif
menunjukkan
adanya
hubungan,
namun
pada
variabel
aspek
tidak afektif
menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan negatif (r=-0,216,p<0,05). Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Aspek konatif Tabel 29 menjelaskan bahwa variabel usia memiliki hubungan yang nyata positif (r=0,218) dengan aspek konatif pengurangan konsumsi beras, sama halnya dengan variabel pendidikan berhubungan nyata positif (r=0,370,p<0,01) dengan aspek konatif pengurangan konsumsi beras. Hal ini sejalan dengan pernyataan pada aspek kognitif dan aspek afektif, bahwa pendidikan contoh dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam berperilaku Uji korelasi Pearson memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang nyata positif (r=0,441, p<0,01) antara pendapatan per kapita dengan aspek konatif pengurangan konsumsi beras. Sama halnya dengan pengeluaran memiliki hubungan nyata positif (r=0,391, p<0,01) dengan aspek konatif. Sama
55
halnya dengan aspek kognitif, variabel jumlah keluarga tidak memiliki hubungan dengan aspek konatif contoh. Dapat terlihat bahwa jumlah anggota keluarga hanya memiliki hubungan yang nyata dan positif terhadap aspek afektif contoh atau bersikap menyukai saja terhadap pengurangan konsumsi beras. Hubungan antara Karakteristik Contoh dengan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Variabel usia memiliki hubungan yang nyata positif (r=0,234,p<0,05) dengan perilaku pengurangan konsumsi beras (Tabel 29). Artinya semakin tua usia seseorang maka akan cenderung mengurangi konsumsi nasi. Lama pendidikan memiliki hubungan yang nyata positif (r=0,373,p<0,01) dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang maka perilaku pengurangan konsumsi beras semakin meningkat. Variabel pendapatan per kapita memiliki hubungan yang nyata positif r=0,502,p<0,05) dengan perilaku pengurangan konsumsi beras dan variabel pengeluaran memiliki hubungan yang nyata positif (r=0,430,p<0,01) dengan perilaku pengurangan konsumsi beras, sedangkan pada variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang nyata negatif (r=-0,211,p<0,05) dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. Artinya semakin banyak jumlah keluarga yang tinggal dalam satu rumah, maka semakin tidak mau melakukan pengurangan konsumsi beras. Tabel 30 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik individu dan keluarga dengan variabel nilai, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif dan perilaku pengurangan konsumsi beras Variabel
Nilai Terhadap Beras
Sikap Pengurangan Konsumsi Beras Aspek Aspek Aspek kognitif afektif konatif
Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras
Usia
-0,220*
0,158
0,257**
0,218*
0,267*
Pendidikan
-0,346**
0,525**
0,263**
0,370**
0,373**
Pendapatan
-0,346**
0,337**
0,275**
0,428**
0,405**
Pengeluaran Jumlah anggota keluarga
-0,350**
0,317**
0,261**
0,407**
0,363**
-0,018
-0,015
-0,216*
-0,065
-0,211*
Ket : * nyata pada p<0.05, ** nyata pada p<0.01
56
Hubungan Antarvariabel Nilai, Aspek Kognitif, Aspek Afektif, Aspek Konatif, dan Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Tabel 31 menunjukkan bahwa dari hasil uji korelasi Pearson variabel nilai terhadap beras memiliki hubungan yang nyata secara negatif (r=-0,292,p=0,002) dengan aspek kognitif pengurangan konsumsi beras. Artinya dengan hubungan yang cukup erat, semakin tinggi nilai beras yang diyakini contoh maka aspek kognitif contoh terhadap pengurangan konsumsi beras semakin rendah. Orientasi nilai yang diyakini, diartikan bahwa contoh tersebut seperti memiliki rasa pemenuhan diri yang erat terhadap konsumsi beras, sehingga aspek kognitif contoh terhadap pengurangan konsumsi beras rendah. Variabel nilai terhadap beras menunjukkan adanya hubungan yang nyata (p=0,000) dengan aspek afektif pengurangan konsumsi beras dengan korelasi negatif (r=-0,452). Hal ini berarti semakin tinggi orientasi nilai beras yang dimiliki contoh, maka aspek afektif/kesukaan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras semakin rendah Aspek konatif pengurangan konsumsi beras memiliki hubungan yang nyata secara negatif (r=-0,398,p=0,000) dengan nilai terhadap beras. Artinya, dengan adanya hubungan tersebut, maka semakin tinggi keyakinan nilai beras yang dianut contoh maka aspek konatif/keinginan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras semakin rendah. Hasil yang sama pun ditunjukkan pada uji korelasi pada Tabel 30 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata (p=0,000) dengan variabel nilai yang dianut contoh terhadap beras dengan perilaku pengurangan konsumsi beras dengan korelasi negatif (r=-0,483). Artinya, dengan adanya hubungan tersebut, semakin tinggi keyakinan nilai beras yang dimiliki contoh maka perilaku pengurangan konsumsi beras contoh semakin rendah. Terdapat hubungan yang nyata secara positif (r=0,331,p=0,000) antara aspek kognitif contoh dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. Artinya, dengan hubungan yang cukup erat, semakin tinggi aspek kognitif/pengetahuan terhadap pengurangan konsumsi beras yang dimiliki contoh maka semakin tinggi pula perilaku mengurangi konsumsi beras. Pada aspek afektif menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p=0,000) dengan perilaku pengurangan konsumsi beras dengan korelasi positif dan kuat (r=0,659). Hal tersebut berarti adanya hubungan yang cukup erat antara aspek afektif dengan perilaku pengurangan konsumsi beras, semakin tinggi
57
perasaan kesukaan (aspek afektif) terhadap pengurangan konsumsi beras yang dimiliki contoh, maka perilaku konsumsi contoh untuk mengurangi konsumsi beras semakin meningkat. Aspek afektif yang tinggi diartikan bahwa contoh tersebut memiliki kesukaan untuk melakukan pengurangan konsumsi beras dengan cara mengkonsumsi beragam jenis pangan, sehingga perilaku pengurangan konsumsi beras tinggi. Konatif contoh memiliki hubungan yang nyata positif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras (r=0,541,p=0,000). Artinya, dengan hubungan yang cukup erat, semakin tinggi keinginan (aspek konatif) yang dimiliki contoh terhadap pengurangan konsumsi beras, maka perilaku konsumsi contoh untuk mengurangi konsumsi beras semakin meningkat. Aspek konatif tinggi yang diartikan bahwa contoh tersebut memiliki keinginan/berencana untuk melakukan pengurangan konsumsi beras dengan cara mengkonsumsi beragam jenis pangan, sehingga perilaku pengurangan konsumsi beras contoh semakin tinggi Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek kognitif memiliki hubungan nyata secara positif dengan aspek afektif (r=0,359). Semakin tinggi aspek kognitif/pengetahuan contoh, maka contoh semakin bersikap menyukai pengurangan konsumsi beras. Aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan secara positif dengan aspek konatif (r=0,735), sehingga semakin tinggi kesukaan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras, maka semakin tinggi pula keinginan contoh untuk melakukan pegurangan terhadap konsumsi beras. Tabel 31 Hasil uji korelasi Pearson antar variabel nilai, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif dan perilaku pengurangan konsumsi beras Variabel Nilai
Nilai Terhadap Beras
Sikap Pengurangan Konsumsi Beras Aspek Aspek Aspek kognitif afektif konatif -0,292**
Aspek kognitif Aspek afektif Aspek konatif Perilaku pengurangan konsumsi beras Ket : * nyata pada p<0.05, ** nyata pada p<0.01
Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras
-0,452**
-0,395**
-0,506**
0,359**
0,540**
0,331**
0,735**
0,659** 0,541**
58
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras dengan melakukan dua model uji pengaruh. Pada model pertama terdapat variabel karakteristik individu dan keluarga serta wilayah, nilai dan tiga komponen sikap yang menjadi variabel independen. Hasil uji regresi yang dilakukan pada model pertama menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) sebesar 0,512. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa sebesar 51,2 persen variabel dependen perilaku pengurangan konsumsi beras dipengaruhi oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 48,8 persen dipengaruhi oleh variabel diluar variabel independen. Tabel 32 menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras contoh. Berdasarkan Tabel tersebut, dapat dilihat faktor-faktor apa saja yang memiliki signifikansi p<0,05 dan p<0,01 sehingga berpengaruh secara nyata terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Terdapat tiga variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras, yaitu wilayah tempat tinggal contoh, nilai dan aspek afektif. Perbedaan wilayah contoh dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi seseorang. Nilai/Kepercayaan yang dianut contoh berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras secara negatif karena contoh yang sangat menyakini nilai beras, maka tingkat ketergantungan terhadap beras semakin tinggi, sehingga akan sulit untuk berperilaku mengurangi konsumsi beras. Aspek afektif memiliki pengaruh positif terhadap perilaku konsumsi beras. Semakin tinggi perasaan kesukaan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras, maka perilaku mengurangi konsumsi beras pun semakin tinggi Pada model kedua dengan menghilangkan karakteristik individu, keluarga, dan wilayah pengujian kembali dilakukan dengan hanya memasukan variabel nilai dan tiga komponen sikap yang menjadi variabel independen. Hasil uji regresi yang dilakukan pada model kedua menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) sebesar 0,475 yang berarti bahwa sebesar 47,5 persen variabel dependen perilaku pengurangan konsumsi beras dijelaskan oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 52,5 persen dijelaskan oleh variabel diluar variabel independen. Sama halnya dengan uji regresi yang dilakukan pada model pertama bahwa variabel nilai dan aspek
59
afektif tetap menjadi variabel yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Dari kedua model uji regresi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras adalah variabel pada model kedua. Hal ini ditunjukkan dari nilai Adjusted R Square yang dihasilkan. Pada model pertama dengan memasukan delapan variabel yang menjadi variabel independen memiliki pengaruh sebesar 51,2 persen, sedangkan pada model kedua yang hanya memasukkan empat variabel utama yang menjadi variabel independen sudah memiliki pengaruh sebesar 47,5 persen. Baik model pertama dan kedua variabel utama yang berpengaruh nyata dengan perilaku pengurangan konsumsi beras adalah nilai dan aspek afektif. Nilai memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Semakin tinggi keyakinan nilai contoh terhadap beras, maka perilaku pengurangan konsumsi beras semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2001) yang menyatakan bahwa nilai yang dianut seseorang terhadap suatu barang maka, akan menentukan perilaku konsumsinya. Aspek afektif memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Semakin tinggi kesukaan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras, maka perilaku pengurangan konsumsi berasnya pun semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) yang
menyatakan bahwa sikap seseorang dapat menentukan perilaku
konsumsinya. Tabel 32 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras Variabel
Satuan
Standardized coefficients
Sig
Beta Konstanta Wilayah Usia Pendidikan Besar keuarga Pendapatan Nilai Aspek kognitif Aspek afektif Aspek konatif Adjusted R Square
Standardized coefficients
0,011 (0=desa 1=kota) (Tahun) (Tahun) (Orang) (Rupiah) (Skor) (Skor) (Skor) (Skor)
0,197
0,005
0,039
0,005 -0,055 -0,094 0,083 -0,203 0,034 0,457 0,038
Keterangan : nyata pada P<0,05, **nyata pada P<0,01
Sig
Beta
0,947 0,627 0,202 0,423 0,014* 0,708 0,000** 0,745 0,512
-0,249 0,054 0,485 0,056
0,002** 0,520 0,000** 0,623 0,475
60
PEMBAHASAN
Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya beberapa perbedaan antara kedua kelompok contoh. Pada contoh perdesaan usia contoh dominan berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun), sedangkan pada contoh di perkotaan berada pada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun). Hasil uji t-test menunjukkan adanya perbedaan antara usia contoh perdesaan dan perkotaan (p=0,000). Adanya perbedaan tersebut diduga contoh yang tinggal di perdesaan banyak yang menikah pada usia muda, sehingga usia contoh perdesaan lebih muda dari pada contoh perkotaan. Suku contoh perdesaan dan perkotaan menunjukkan tidak adanya perbedaan, yaitu contoh dominan berasal dari suku Sunda. Hal ini diduga pengambilan contoh dilakukan di Bogor yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Sunda. Di perdesaan rata-rata contoh hanya menempuh pendidikan selama enam tahun (tamat SD), sedangkan pada contoh perkotaan rata-rata contoh menempuh pendidikan selama 12 sampai 16 tahun (SMA, D3, dan S1). Berdasarkan hasil tersebut, maka ada perbedaan antara tingkat pendidikan contoh perdesaan dengan perkotaan (p=0,000). Hal ini diduga karena penduduk desa tidak terlalu mengutamakan pendidikan apalagi bagi kaum perempuan, selain itu juga diduga karena tingginya biaya pendidikan dan masih rendahnya tingkat
kesejahteraan
contoh
perdesaan
daripada
contoh
perkotaan
mengakibatkan masih banyak contoh perdesaan yang belum dapat mengakses pendidikan karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Lebih dari separuh contoh perdesaan dan perkotaan bekerja sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja. Hal ini dikarenakan ketika pengambilan data dilakukan responden yang bersedia dijadikan contoh adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja, sehingga tidak ada perbedaan antara pekerjaan pada dua kelompok contoh. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh perdesaan sebesar Rp 431.184,00 sedangkan di perkotaan sebesar Rp 978.911,00, sehingga terdapat perbedaan antara pendapatan perkapita keluarga pada kedua kelompok contoh. Hal ini disebabkan karena pekerjaan suami contoh perdesaan lebih dominan bekerja sebagai buruh, sedangkan perkotaan bekerja sebagai pegawai swasta. Tingkat pendapatan seseorang ditentukan oleh jenis pekerjannya. Berdasarkan rentang pengeluaran yang ditetapkan oleh SES AC Nielsen 2010, contoh
61
perdesaan memiliki pengeluaran keluarga antara berada pada kategori SES C1 (Rp 1.000.001,00 - Rp 1.500.000,00) sedangkan contoh perkotaan berada pada kategori SES A (Rp ≥ 3.000.001,00). Hal ini diduga biaya kehidupan di kota lebih tinggi dibandingkan di kabupaten. Pada jumlah anggota keluarga tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok contoh, berdasarkan data BKKBN (2005) menyebutkan bahwa besar keluarga contoh perdesaan dan perkotaan, termasuk pada kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Perilaku pengurangan konsumsi beras dapat dilihat melalui nilai yang dianut, karena nilai tersebut merupakan keyakinan yang dianut atau kepercayaan terhadap beras, dari nilai itulah maka akan membentuk sikap yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana perilakunya dalam melakukan pengurangan konsumsi beras (Moven & minor 2002). Seseorang yang memiliki nilai yang kuat terhadap beras, biasanya akan sulit untuk melakukan pengurangan konsumsi beras. Menurut Homer & Kahle (1988), diacu dalam Mowen & Minor (2002), nilai terdiri dari tiga dimensi, yaitu nilai internal, nilai eksternal, dan nilai interpersonal. Nilai internal merupakan respon positif atau negatif dari keyakinan yang dimiliki oleh setiap individu dan berfokus pada pengembangan diri sendiri serta nilai yang muncul dari dalam sendiri. Nilai eksternal adalah nilai yang berfokus pada dunia luar dan terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan dan cenderung berkeinginan untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat luar. Nilai interpersonal adalah nilai yang terbentuk dari keyakinan yang dianut oleh diri sendiri dan adanya pengaruh dari lingkungan luar. Berdasarkan uraian tersebut contoh perdesaan memiliki keyakinan nilai terhadap beras berada pada kategori tinggi, sama halnya dengan contoh perkotaan, namun total rata-rata skor contoh perdesaan lebih besar daripada contoh perkotaan, sehingga hasil uji beda yang dilakukan, menunjukkan adanya perbedaan antara nilai yang dianut oleh kedua kelompok contoh (p=0,001). Hal ini diduga bahwa di perdesaan beras masih dianggap sebagai status sosial. Seseorang yang mengkonsumsi beras dianggap berstatus lebih tinggi. Selain itu, tingkat pendidikan contoh perdesaan masih tergolong rendah, sehingga contoh berpandang bahwa hanya nasi saja yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan pokok. Sumarwan (2002) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya. Menurut Homer & Kahle (1973), diacu dalam De Groot & Steg (2006). Nilai menjadi kriteria yang dipegang individu dalam memilih dan memutuskan
62
sesuatu. Oleh sebab itu, nilai yang dianut akan mempengaruhi ketergantungan individu dalam mengkonsumsi beras, karena nilai dapat dijadikan kriteria penting bagi setiap individu dalam melakukan evaluasi dan membuat keputusan. Dalam membuat keputusan, dipengaruhi oleh sikap yang terbentuk dari nilai atau keyakinan yang dianut. Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa sikap terbagi menjadi tiga aspek yaitu; kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif seseorang didefinisikan sebagai pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi dari pengalaman langsung dan informasi dari berbagai sumber. Berdasarkan definisi tersebut aspek kognitif penurunan konsumsi beras merupakan pengetahuan konsumen mengenai perlunya mengurangi konsumsi beras dengan cara penganekaragaman jenis. Hampir seluruh contoh perdesaan memiliki aspek kognitif pada kategori rendah, sedangkan lebih dari setengah contoh perkotaan berada pada kategori sedang. Hasil uji beda yang dilakukan menunjukan adanya perbedaan antara aspek kognitif kedua kelompok contoh (p=0,001). Perbedaan tersebut terjadi karena tingkat pendidikan contoh di perdesaan lebih rendah dari pada contoh perkotaan, karena lama pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh (Sumarwan 2002). Aspek kognitif (pengetahuan) pengurangan konsumsi beras dapat mempengaruhi aspek afektif, aspek konatif (maksud berperilaku), serta perilaku pengurangan konsumsi beras. Aspek afektif diartikan sebagai emosi atau perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu. Emosi dan perasaan mencakup penilaian seseorang terhadap suatu objek secara langsung dan menyeluruh. Sebesar 45,3 persen contoh perdesaan memiliki perasaan yang netral terhadap pengurangan konsumsi beras, sedangkan lebih dari separuh contoh perkotaan memiliki perasaan menyukai pengurangan konsumsi beras. Berdasarkan hal tersebut maka adanya perbedaan antara aspek afektif contoh perdesaan dan perkotaan (p=0,010). Hal ini diduga contoh perdesaan memiliki kebiasaan yang erat terhadap konsumsi beras, sehingga lebih cenderung tidak menyukai pengurangan konsumsi beras. Aspek konatif didefinisikan sebagai kecenderungan yang akan dilakukan seseorang melalui tindakan khusus terhadap objek tertentu. Dalam riset pemasaran dan konsumen, aspek konatif sering dianggap sebagai pernyataan maksud konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi suatu barang/jasa. Baik
63
pada contoh perdesaan dan perkotaan memiliki keinginan untuk mengurangi konsumsi beras, namun hasil total skor rata-rata contoh perdesaan (3,45) lebih kecil dari pada contoh perkotaan (3,85). Dengan demikian, hasil uji t-test yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan antara aspek konatif kedua kelompok contoh (p=0,002). Perbedaan tersebut dikarenakan contoh perdesaan memiliki perasaan kesukaan (aspek afektif) netral terhadap pengurangan konsumsi beras, sedangkan pada contoh perkotaan bersikap menyukai terhadap pengurangan konsumsi beras, sehingga dari ketiga aspek sikap yang telah terbentuk dalam mengurangi konsumsi beras akan menentukan perilaku konsumsinya. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), perilaku konsumen adalah tindakan konsumen yang langsung terlibat dalam upaya, mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Salah satu bentuk perilaku konsumen yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat, yaitu perilaku mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Kebiasaan mengkonsumsi beras biasanya dipengaruh oleh nilai dan sikap yang dianut oleh setiap individu. Lebih dari tiga perempat contoh perdesaan tidak pernah melakukan pengurangan terhadap konsumsi beras, sedangkan hampir setengah contoh perkotaan kadang-kadang melakukan pengurangan terhadap konsumsi beras, sehingga hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku pengurangan konsumsi beras kedua kelompok contoh (p=0,000). Perbedaan tersebut dikarenakan keyakinan nilai beras yang dianut contoh perdesaan lebih tinggi daripada contoh perkotaan, dan sikap contoh perdesaan terhadap pengurangan konsumsi beras lebih rendah daripada contoh perkotaan, sehingga contoh perdesaan lebih cenderung tidak pernah melakukan pengurangan konsumsi beras. Meskipun contoh perdesaan sudah memiliki keinginan terhadap pengurangan konsumsi beras, namun tidak pernah berperilaku mengurangi konsumsi beras. Hal ini sejalan dengan pernyataan Solomon (1999) menyatakan bahwa niat untuk melakukan sesuatu tidak selalu menghasilkan perilaku aktual. Hal ini terlihat pada hasil penelitian contoh perdesaan dimana keinginan untuk mengurangi konsumsi beras belum sepenuhnya diaplikasikan pada perilaku pengurangan konsumsi beras. Variabel karakteristik contoh dan keluarga (usia, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan besar keluarga) memiliki hubungan yang nyata negatif dengan nilai (Tabel 29). Usia mempunyai hubungan yang negatif dan nyata dengan nilai
64
Artinya semakin tua usia contoh maka nilai yang dianut terhadap beras semakin rendah. Menurut Almatsier (2006), angka kecukupan energi yang dianjurkan wanita pada usia 20-45 tahun sebesar 2200 Kkal, usia 46-59 tahun sebesar 2100 Kkal, dan usia ≥ 60 tahun sebesar 1850 Kkal. Berdasarkan data tersebut, maka terlihat bahwa semakin tua usia seseorang maka energi yang dibutuhkan berkurang, sehingga akan lebih cenderung mengurangi nasi dan menggantinya dengan jenis makanan lain yang banyak mengandung kadar protein dan vitamin untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Hal ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina (2001) yang menyebutkan bahwa semakin tua usia seseorang maka energi yang dibutuhkan semakin berkurang. Pendidikan memiliki hubungan yang nyata negatif terhadap nilai, artinya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka ketergantungan terhadap beras, rendah. Hal ini diduga karena individu yang memiliki pendidikan tinggi tentu saja akan lebih memiliki pemahaman yang baik mengenai kadar kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumarwan (2002) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Pendapatan dan pengeluaran juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan negatif terhadap nilai. Artinya semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi alokasi uang yang digunakan untuk membeli kebutuhan pangan lain, sehingga dapat mengkonsumsi beragam jenis pangan. Sumarwan (2002), menjelaskan bahwa pendapatan yang diukur dari sebuah keluarga biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dimana konsumen berada. Daya beli sebuah rumah tangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang (misalnya ayah saja), tetapi dari seluruh anggota rumahtangga yang bekerja. Sebuah rumahtangga akan menyatukan semua pendapatannya dalam satu pengelolaan terpadu, dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Pendapatan pada umumnya diterima dalam bentuk uang yang kemudian dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Hasil uji korelasi Pearson (Tabel 29) antara karakteristik contoh dan keluarga dengan aspek kognitif. Variabel usia tidak memiliki hubungan yang nyata dengan aspek kognitif (r=0,158). Hal ini diduga karena tidak adanya hubungan peningkatan usia dengan aspek kognitif yang semakin baik terhadap
65
perilaku pengurangan konsumsi beras, namun pada aspek afektif (r=0,257) dan aspek konatif (r=0,218) memiliki hubungan yang nyata positif dengan usia. Hasil tersebut sejalan dengan pernyataan Sumarwan (2002) menjelaskan bahwa perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera kesukaan terhadap suatu objek, sehingga semakin tua usia contoh menunjukkan bahwa tingkat kesukaan dan keinginan terhadap pengurangan konsumsi beras semakin meningkat Pendidikan memiliki hubungan yang positif dan nyata terhadap aspek kognitif
(r=0,528).
Artinya
semakin
tinggi
pendidikan
seseorang
maka
pengetahuan (aspek kognitif) yang dimiliki dalam pengurangan konsumsi beras semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) bahwa pendidikan yang baik memungkinkan seseorang untuk merespon informasi dengan baik sehingga pengetahuannya (aspek kognitif) menjadi lebih baik. Hasil yang sama pun diperlihatkan pada aspek afektif dan aspek konatif contoh, bahwa pendidikan memiliki hubungan yang nyata positif terhadap kedua aspek tersebut. Hal ini didukung kembali oleh Engel Blackwell, dan Miniard (1994) yang menyatakan bahwa pendidikan yang baik memungkinkan contoh untuk memiliki sikap lebih responsif terhadap informasi, dimana semakin lama pendidikan contoh, akan semakin baik kognitif contoh. Aspek kognitif tersebut berkorelasi dengan aspek afektif contoh untuk menyukai pengurangan konsumsi beras dan aspek konatif contoh yang berkeinginan melakukan pengurangan konsumsi beras. Tabel 29 memperlihatkan bahwa variabel pendapatan perkapita keluarga contoh memiliki hubungan nyata positif terhadap aspek kognitif (r=0,337). Hal ini diduga contoh memiliki pendapatan yang tinggi biasanya berkaitan dengan tingkat pendidikan yang baik, sehingga tingkat pengetahuan contoh terhadap pengurangan konsumsi beras semakin baik. Hal ini didukung dengan pernyataan Sumarwan (2002), yang menyebutkan bahwa tingginya pendidikan umumnya berkorelasi dengan pendapatan perkapita yang semakin baik sehingga pendapatan yang tinggi, maka aspek kognitif pengurangan konsumsi beras semakin baik. Aspek afektif contoh memiliki hubungan yang nyata positif dengan pendapatan perkapita keluarga contoh (r=0,275), begitu pula dengan aspek konatif contoh (r=0,428). Sama halnya dengan variabel pendapatan keluarga contoh, uji korelasi menunjukan bahwa pengeluaran berhubungan dengan sikap (aspek kognitif, afektif, dan konatif) contoh, karena pengeluaran keluarga
66
berkaitan dengan jumlah pendapatan keluarga yang diperoleh. Variabel karakteristik contoh dan keluarga yang memiliki hubungan nyata positif dengan perilaku pengurangan konsumsi beras adalah usia, pendidikan, pendapatan, dan pengeluaran. Usia memiliki hubungan yang nyata dan positif (r=0,267) terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Semakin tua usia contoh, maka perilaku pengurangan konsumsi beras semakin tinggi. Hal ini di duga karena semakin tua usia contoh biasanya akan lebih cenderung untuk melakukan pengurangan konsumsi beras, untuk menjaga kesehatan tubuhnya, seperti yang telah diuraikan oleh Soeditomo (2006) bahwa kadar karbohidrat paling banyak ada pada beras dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya seperti (jagung, singkong, ubi, dan kentang). Hal yang sama pun disampaikan oleh Almatsier (2006) yang menyebutkan bahwa semakin tua usia seseorang maka energi yang dibutuhkan lebih sedikit dan biasanya pada lansia lebih memperbanyak mengkonsumsi protein dan sumber makanan lain yang sedikit mengandung kalori untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Pendidikan memiliki hubungan yang nyata positif dengan perilaku pengurangan konsumsi beras (r=0,337). Artinya semakin tinggi pendidikan seseorang tentunya akan lebih paham mengenai pentingnya mengurangi konsumsi beras dengan melakukan penganekaragaman jenis pangan. Hal ini diduga contoh yang memiliki pendidikan tinggi tentunya akan lebih paham mengenai pentingnya mengurangi konsumsi beras dengan cara menggantinya dengan jenis bahan pangan lain, agar asupan gizi yang diperoleh oleh tubuh lebih beragam. Pernyataan ini didukung oleh Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi sosial ekonomi seseorang yang akan berimplikasi pada pemilihan pangan dan pembelian jenis makanan serta pembentukan kebiasaan konsumsi makan. Pendapatan memiliki hubungan yang nyata positif dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan per kapita contoh maka perilaku pengurangan konsumsi beras semakin tinggi. Adanya hubungan tersebut diduga contoh yang memiliki pendapatan tinggi, akan mengkombinasikan beragam jenis pangan, karena contoh memiliki kemampuan finansial yang baik untuk membeli beragam kebutuhan pangan, sehingga contoh tidak terlalu bergantung pada beras untuk memenuhi kebutahan pangan. Sama halnya dengan variabel pendapatan perkapita, pengeluaran keluarga memiliki
67
hubungan yang nyata positif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Artinya semakin tinggi pengeluaran contoh maka perilaku pengurangan konsumsi beras semakin tinggi. Hal ini diduga contoh yang memiliki tingkat pengeluaran tinggi akan cenderung membeli beragam jenis pangan, sehingga contoh tidak menjadikan beras sebagai perioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan. Variabel besar keluarga memiliki hubungan yang nyata negatif dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. Artinya semakin banyak jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, maka perilaku pengurangan konsumsi beras akan semakin rendah. Hal ini diduga karena dengan banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, maka pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan semakin besar, sehingga contoh lebih cenderung memperioritaskan mengkonsumsi beras agar pengeluaran untuk kebutuhan pangan tidak semakin besar. Variabel nilai terhadap beras memiliki hubungan yang nyata dan negatif terhadap sikap (kognitif, afektif, dan konatif) serta perilaku pengurangan konsumsi beras (Tabel 30). Artinya semakin tinggi keyakinan nilai contoh terhadap beras, maka sikap contoh terhadap pengurangan konsumsi beras semakin rendah. Hal ini diduga karena seseorang yang sangat bergantung pada beras dalam memenuhi kebutuhan pangannya, maka akan memiliki sikap yang rendah terhadap pengurangan konsumsi beras, sehingga perilaku pengurangan konsumsi beras pun akan semakin rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sumarwan (2002) nilai akan membentuk sikap seseorang, yang kemudian akan mempengaruhi perilaku konsumsinya Variabel sikap (kognitif, afektif dan konatif) memiliki hubungan yang positif dan nyata terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras semakin tinggi sikap contoh terhadap pengurangan konsumsi beras, maka semakin tinggi pula perilaku pengurangan konsumsi beras contoh. Hal ini didukung oleh pernyataan Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) yang menyatakan bahwa sikap memiliki peranan utama dalam membentuk perilaku setiap individu. Aspek kognitif contoh memiliki hubungan dengan aspek afektif (r=0,359), kemudian aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan secara positif dengan aspek konatif (r=0,735). Hal ini sejalan dengan Solomon (1999) terdapat hubungan antara aspek kognitif, afektif dan konatif. Sementara itu, dengan menggunakan uji regresi menunjukkan bahwa perbedaan wilayah menunjukan adanya pengaruh positif terhadap perilaku
68
pengurangan konsumsi beras (p=0,039), hal ini diduga karena keadaan lingkungan setiap individu tinggal dapat mempengaruhi bagaimana individu tersebut berperilaku. Variabel nilai memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras (p=0,002) dengan menggunakan pengukuran nilai internal,eksternal, dan interpersonal. Artinya semakin tinggi nilai contoh maka semakin rendah perilaku pengurangan konsumsi beras. Apabila variabel nilai digabungkan dengan variabel lain seperti usia, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan jumlah keluarga dalam satu model regresi, ternyata nilai masih merupakan variabel yang berpengaruh pada perilaku pengurangan konsumsi beras. Selain variabel nilai, variabel aspek afektif memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras (p=0,000). Artinya semakin tinggi aspek afektif contoh maka perilaku pengurangan konsumsi beras pun meningkat. Sama hal nya seperti variabel nilai, jika variabel aspek afektif digabungkan dengan variabel lain seperti usia, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan jumlah keluarga dalam satu model regresi, ternyata aspek afektif masih memiliki pengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Hal ini selaras dengan pernyataan (Mowen & Minor 2002) yang menyatakan bahwa nilai yang dianut setiap individu akan mempengaruhi sikap, dan kemudian dari sikap tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsinya. Kedua persamaan regresi menunjukkan betapa kuatnya pengaruh nilai dan aspek afektif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras meskipun variabel aspek kognitif dan konatif
tidak berpengaruh, namun uji hubungan
seperti yang disajikan pada Tabel 26 menunjukkan bahwa aspek kognitif berhubungan positif dan nyata dengan perilaku pengurangan konsumsi beras (r=0,331,p<0,000) dan aspek konatif (r=0,541,p<0,000). Artinya semakin baik aspek kognitif dan aspek konatif contoh maka perilaku pengurangan konsumsi beras semakin baik. Dengan
demikian,
dapat
dikatakan
bahwa
nilai
terhadap
beras
berhubungan negatif dan nyata dengan sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras. Selanjutnya, sikap berhubungan positif dan nyata dengan perilaku pengurangan konsumsi beras. Akhirnya nilai berhubungan dan berpengaruh negatif dan nyata terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Hal ini menunjukkan untuk meningkatkan program pengurangan konsumsi beras, sebaiknya masyarakat harus mengurangi ketergantungan terhadap beras, melalui nilai-nilai yang dianutnya. Model pada penelitian ini memberikan
69
kontribusi terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras dengan besarnya nilai koefisien determinasi Adjusted R Square sebesar 47,5 persen dan 51,2 persen. Variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhi perilaku mengkonsumsi produk menurut Kotler (1997) adalah faktor budaya, sosial, pribadi (perbedaan individu), dan psikologis Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya adalah: 1. Responden yang diambil dalam penelitian ini hanya ibu rumah tangga, seharusnya bisa kepada siapa saja karena yang mengkonsumsi beras bukan lah ibu rumah tangga saja, seorang ibu hanya sebagai pengambil keputusan utama dalam menyediakan kebutuhan pangan anggota keluarganya. 2. Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan sendiri oleh penulis dengan membaca berbagai literatur dan pertama kali diujicobakan kepada responden, sehingga perlu lebih dikembangkan lagi 3. Lokasi penelitian hanya mencakup wilayah perdesaan dan perkotaan di Bogor saja tanpa batasan tertentu. Sebaiknya dilakukan di daerah yang masih menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok utama dengan daerah yang sudah melakukan peragaman bahan pangan pokok, agar nilai terhadap beras lebih tergambarkan 4. Pengambilan contoh hanya dilakukan pada satu RW dengan perwakilan tiga RT pada setiap lokasi penelitian, sehingga data yang diperoleh kurang bisa menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lokasi penelitian.
70
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Terdapat perbedaan yang nyata antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran) di perdesaan dan perkotaan. Bila dibandingkan antar dua kelompok wilayah menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara nilai yang dianut contoh perdesaan dengan contoh perkotaan. Hampir seluruh contoh perdesaan memiliki keyakinan nilai terhadap beras yang tinggi, sedangkan lebih dari setengah contoh perkotaan yang memiliki keyakinan nilai yang tinggi terhadap beras. Nilai yang dianut contoh akan membentuk sikap yang kemudian akan menentukan perilaku konsumsinya. Sikap terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif contoh perdesaan lebih rendah daripada contoh perkotaan. Hampir dari seluruh contoh perdesaan memiliki aspek kognitif/pengatahuan yang kurang terhadap pengurangan konsumsi beras, sedangkan di perkotaan lebih dari separuh contoh memiliki aspek kognitif/pengetahuan yang sedang. Terdapat perbedaan yang nyata antara aspek afektif contoh perdesaan dan perkotaan. Pada contoh perdesaan lebih cenderung bersikap netral terhadap perasaan kesukaan untuk mengurangi konsumsi beras, sedangkan contoh perkotaan lebih cenderung memiliki perasaan menyukai terhadap pengurangan konsumsi beras. Pada aspek konatif lebih dari setengah contoh perdesaan berkeinginan untuk mengurangi konsumsi beras, sedangkan lebih dari tiga perempat contoh perkotaan berkeinginan mengurangi konsumsi beras. Terdapat perbedaan aspek konatif pada kedua kelompok contoh. Perilaku pengurangan konsumsi beras pada kedua kelompok contoh menunjukan adanya perbedaan. Meskipun di perdesaan sudah hampir setengah contoh berkeinginan untuk mengurangi konsumi beras, namun lebih dari tiga perempat contoh tidak pernah melakukan pengurangan konsumsi beras. Di perkotaan lebih dari tiga perempat contoh sudah atau kadang-kadang melakukan pengurangan konsumsi beras, sehingga terdapat perbedaan yang nyata antara perilaku pengurangan konsumsi beras pada kedua kelompok contoh. Berdasarkan uji korelasi Pearson, variabel karakteristik contoh dan karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pendapatan, dan pengeluaran) memiliki hubungan yang nyata negatif dengan nilai, namun pada variabel sikap (kognitif,
71
afektif dan konatif), serta perilaku pengurangan konsumsi beras memiliki hubungan yang nyata positif. Masih menggunakan korelasi Pearson variabel nilai memiliki hubungan yang nyata dan negatif dengan sikap (kognitif, afektif, dan konatif) serta perilaku pengurangan konsumsi beras dan variabel sikap (kognitif, afektif, dan konatif) memiliki hubungan yang nyata dan positif terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa, terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras yaitu nilai dan aspek afektif. Hasil dari uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,475 yang berarti bahwa 47,5 persen variabel independen mempengaruhi perilaku pengurangan konsumsi beras. dan sisanya sebesar 52,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen, namun jika uji regresi dilakukan dengan menggabungkan variabel lain seperti usia, pendidikan, pendapatan, pengeluaran, dan jumlah keluarga dalam satu model regresi, ternyata tetap variabel nilai dan aspek afektif yang memiliki pengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras dengan nilai Adjusted R Square menjadi meningkat sebesar 0,512 yang berarti bahwa 51,2 persen variabel independen mempengaruhi perilaku pengurangan konsumsi beras dan sisanya sebesar 48,8 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen. Saran Ibu rumah tangga selaku pengambil keputusan pangan utama dalam keluarga hendaknya meragamkan sumber karbohidrat bagi keluarga, tidak hanya bersumber dari beras saja, sehingga konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras dapat berkurang dan kebutuhan gizi keluarga dapat terpenuhi dengan baik. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ketergantungan nilai contoh terhadap beras masih kuat, sehingga sikap dan perilaku pengurangan konsumsi beras masih rendah. Berdasarkan hasil tersebut maka pemerintah perlu mengadakan iklan layanan masyarakat dan penyuluhan/sosialisasi kembali secara aktif mengenai perlunya mengurangi konsumsi beras dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa bukan beras saja yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan pokok. Pendidikan konsumen yang
intensif
mengenai
pengetahuan
pentingnya
mengkonsumsi beragam jenis pangan juga perlu dilakukan kepada ibu rumah
72
tangga dan anak sekolah, karena ibu merupakan pengambil keputusan utama dalam menentukan jenis pangan yang akan dikonsumsi oleh anggota keluarganya dan anak sekolah merupakan agent of change yang dapat dipercaya memiliki pengetahuan yang baik untuk melakukan suatu perubahan. Dengan hal tersebut, maka pengurangan konsumsi beras dengan cara penganekaragaman
jenis
pangan
dapat
dilakukan
dan
ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap beras dapat berkurang, sehingga mutu gizi yang diperoleh masyarakat lebih baik dan pemerintah tidak perlu melakukan impor beras dari negara lain. Selain itu, perlu adanya penelitian lanjutan untuk melihat seberapa besar hubungan dan pengaruh nilai terhadap kesadaran dan tanggung jawab untuk mengurangi konsumsi beras dan mencari faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku pengurangan konsumsi beras dengan menggunakan contoh dan lokasi penelitian yang berbeda.
73
DAFTAR PUSTAKA Assael H. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action 6th Edition. Southwestern college publishing Cincinnati: New York (US). Almatsier, S. 2006. Prinsip Ilmu Gizi Dasar. Jakarta (ID). PT Gramedia Pustaka Utama. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. 2005. Kamus Istilah Kependudukan. Jakarta (ID): BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2010. Jumlah Konsumsi Beras 2009. [Internet] [diunduh 15 Februari 2011] . Tersedia dari: http:/bps.go.id. _________________________. 2010. Produksi beras 2009. [Internet] [diunduh 17 Februari 2011]. Tersedia dari: http//:www.bps.go.id.
_________________________. 2011. Jumlah dan Peresentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan(P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan(P2) menurut Provinsi. [Internet] [diunduh 18 Juli 2011] Tersedia dari: http//:www.bps.go.id. De Groot JIM, Steg L & Dicke M. 2006. Value Orientation in the field. In F. Columbus (Ed). Transportation Research Trends (in press), NOVA Publishers. Engel J.F, Blackwell RD & Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1(6th ed.). FX Budiyanto, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Consumer Behavior 6th ed. Guhardja S, Puspitawati, Hartoyo, Hastuti. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Jurusan Giza Keluarga dan Masyarakat, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor (ID). Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Hasnu S & Humayun K (2009). An Analysis Of Consumer Values, Needs and nd Behavior For Liquid Milk In Hazara, Pakistan Proceedings 2 CBRC, Lahore, Pakistan [14 November 2009] [Internet] [diunduh 28 Februari 2011].http://www.ciitlahore.edu.pk/pl/abrc/Proceedings/Consumer value.pdf Hasan I. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Hawkins Del I, Best RJ, Coney KA. 2001. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. 8th Edition. New York (US): The MCGraw-Hill Companies. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
74
Herlina L. 2001. Mempelajari Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Makan dan Status Gizi Lansia di Perdesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kasali R. 2005. Membidik Pasar Indonesia Segmentasi, Targeting, dan Poistioning. Jakartan (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Kompas. 2011. Kurangi Konsumsi Beras [internet] [diunduh 26 Maret 2011]. http://www.kompas.com Khomsan, A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): Gramedia. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 3. Jakarta (ID): PT. Prenhanllindo. Kadarwati, L. 1998. Hubungan antara Nilai dengan Perilaku Peduli Lingkungan pada Remaja [skripsi]. Depok (ID): Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Lubis A.D. 2005. Analisis Kebijakan Impor Beras dan Kaitannya dengan Diversifikasi Pangan Pokok [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Muttaqin A. 2008. Analisis Konsumsi Beras Rumahtangga dan Kecukupan Beras Nasional Tahun 2002-2007 [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mowen J.C, Minor M. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1 Edisi 5., Lina Salim; Penerjemah. Nurcahyo Mahanani; Editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari Consumer Behavior, Fifth Edition. Mowen J.C, Minor M. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 2 Edisi 5., Dwi Kartini; Penerjemah. Nurcahyo Mahanani; Editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari Consumer Behavior, Fifth Edition. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Ndraha T. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Parhati R. 2011. Analisis Perilaku Pembelian dan Konsumsi Buah di Perdesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Peter P.J, Olson J.C 1999. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Jilid 2 Edisi 4. Sihombing D; Penerjemah. Sumiharty; Editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari Consumer Behavior and Marketing Strategy. Pos kota. 2011. Rakyat Indonesia Konsumsi Beras Rata-rata 139 kg/tahun. [Internet]. [di unduh 4 januari 2011]. http://www.poskota.com .
75
Sari A. 2010. Analisis Sikap dan Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumahtangga di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sediaotama AD. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Schiffman LG. & Kanuk LL. 2004. Perilaku Konsumen Edisi 7. Kasip Z: Penerjemah. Maharani: Editor. Jakarta (ID): PT. Naragita Dinamika. Terjemahan dari Consumer Behaviour. Sinaga I. 2010. Analisis Sikap, Persepsi Konsumen, dan Rentang Harga pada Beras Organik SAE (Sehat Aman Enak) pada Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kabupaten Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Singarimbun, M. dan Sofian E. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Slamet. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher. Solomon M.R. 1999. Consumer Behavior. New Jersey (US): Prentice Hall. Solomon M.R. 2002. Consumer Behavior:Buying, Having, and Being. 6th Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Sumarwan, U. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapanya dalam pemasaran. Jakarta (ID): PT. Ghalia Indonesia dengan MMA-IPB Bogor. Suryani, T. 2008. Perilaku Konsumen: Implikasi pada Strategi Pemasaran. Yogyakarta (ID): PT. Ghalia Ilmu. Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya. Syifa Z. 2010. Pengaruh Nilai yang dianut terhadap Preferensi dan Perilaku Pembelian Buah-buahan [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tampubolon S.E.D. 2001. Analisis Sikap Konsumen Berdasarkan List Of Value Dalam Melakukan Pembelian Produk Sepatu Jenis High Fashion PT Sepatu Bata TBK di DKI [tesis]. Semarang (ID): Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Universitas Diponogoro Vidinur. 2010. SES-Socio Economy Status Indonesia. [internet] [diunduh 15 Agustus 2011]. Tersedia dari http//: www. vidinur.com. Umar H. 2005. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Output Realibilitas Kuesioner Hasil realibilitas variabel nilai (internal, eksternal, interpersonal), sikap (aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif) dan perilaku pengurangan konsumsi beras No Data Statistik Variabel Nilai Nilai Nilai Aspek Aspek Aspek Perilaku pengurangan internal eksternal interpersonal kognitif afektif konatif konsumsi beras 1 Alpha Cronbach 0,829 0,633 0,653 0,633 0,765 0,768 0,668 2 Alpha Cronbach standar 0,841 0,644 0,690 0,632 0,763 0,780 0,685 3 Rata-rata 43,50 28,58 27,02 5,38 31,02 36,52 17,21 4 Varian 61.882 20.339 15,240 4,070 38,111 47,678 23,057 5 Standar deviasi 7.867 4.510 3,904 2,017 6,173 6,905 4.802 6 Jumlah pertanyaan 12 8 7 9 9 10 7
Lampiran 2 Koefisien Korelasi Antara Variabel Correlations nltot nltot
Pearson Correlation
skkogtot 1
Sig. (2-tailed) N skkogtot
skafetot
skkontot
prikontot
Pearson Correlation
109 **
-.292
skafetot **
-.292
.000
109
109
109
109
1
**
**
109
109
**
**
.359
Sig. (2-tailed)
.000
.000
N
109
109
**
**
-.395
.540
.359
.000
109
109
109
1
**
109
109
109
**
1
.735
N
109
109
109
**
**
.659
109
109
**
1
.541
.000
.000
.000
.000
N
109
109
109
109
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
.541
.000
Sig. (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
.659
.000
.000
.331
.735
.000
.000
**
**
.331
.000
.000 -.506
.540
.000
Sig. (2-tailed) Pearson Correlation
**
-.506
.000
N
Pearson Correlation
**
-.395
.000
.002
-.452
**
-.452
prikontot
.002
Sig. (2-tailed) Pearson Correlation
skkontot
109
Lampiran 3 Koefisien Korelasi Antara Variabel Karakteristik contoh dan keluarga dengan Nilai, Sikap (Aspek Kognitif, Afektif, dan Konatif), Perilaku Pengurangan Konsumsi Beras Correlations usia usia
Pearson Correlation
pddk 1
Sig. (2-tailed) pddk
jmlklr
skkogtot
skafetot
skkontot
prikontot
.053
.284
.584
.272
.004
nltot **
.283
.003
skkogtot
skafetot
*
-.220
.158
.022
.100
skkontot **
.257
.007
prikontot *
.218
.267**
.023
.005
109
109
108
109
109
109
109
109
109
109
.104
1
-.179
.619**
.483**
-.352**
.528**
.254**
.362**
.373**
Sig. (2-tailed)
.284
.064
.000
.000
.000
.000
.008
.000
.000
N
109
109
108
109
109
109
109
109
109
109
Pearson Correlation
.053
-.179
1
-.051
.042
-.018
-.015
-.216*
-.065
-.211*
Sig. (2-tailed)
.584
.064
.597
.668
.853
.881
.025
.501
.028
Pearson Correlation
108
108
108
108
108
108
108
108
108
108
.272**
.619**
-.051
1
.874**
-.346**
.337**
.275**
.428**
.405**
.004
.000
.597
.000
.000
.000
.004
.000
.000
N
nltot
.104
pngl **
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed) pngl
pdpt
N
N pdpt
jmlklr
109
109
108
109
109
109
109
109
109
109
.283**
.483**
.042
.874**
1
-.350**
.317**
.261**
.407**
.363**
Sig. (2-tailed)
.003
.000
.668
.000
.000
.001
.006
.000
.000
N
109
109
108
109
109
109
109
109
109
109
*
**
-.018
**
**
1
**
**
**
-.506**
Pearson Correlation
Pearson Correlation
-.220
-.352
-.346
-.350
-.292
Sig. (2-tailed)
.022
.000
.853
.000
.000
N
109
109
108
109
109
109
Pearson Correlation
.158
**
-.015
**
**
**
Sig. (2-tailed)
.100
.000
.881
.000
.001
.002
N
109
109
108
109
109
109
109
**
**
*
**
**
**
**
Pearson Correlation
.257
.528
.254
-.216
.337
.275
.317
.261
-.292
-.452
-.452
-.395
.002
.000
.000
.000
109
109
109
109
1
**
**
.331**
.000
.000
.000
109
109
109
1
**
.659**
.000
.000
.359
.359
.540
.735
Sig. (2-tailed)
.007
.008
.025
.004
.006
.000
.000
N
109
109
108
109
109
109
109
109
109
109
Pearson Correlation
.218*
.362**
-.065
.428**
.407**
-.395**
.540**
.735**
1
.541**
Sig. (2-tailed)
.023
.000
.501
.000
.000
.000
.000
.000
N
109
109
108
109
109
109
109
109
109
109
.267**
.373**
-.211*
.405**
.363**
-.506**
.331**
.659**
.541**
1
Sig. (2-tailed)
.005
.000
.028
.000
.000
.000
.000
.000
.000
N
109
109
108
109
109
109
109
109
109
Pearson Correlation
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.000
109
Lampiran 4 Hasil uji regresi Model 1 Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Coefficients Beta
11.991
4.606
.002
.032
pddkth
-.061
jmlklr
t 2.604
.011
.005
.067
.947
.125
-.055
-.487
.627
-.302
.235
-.094
-1.284
.202
1.533E-7
.000
.083
.805
.423
wilayah
1.876
1.042
.197
1.801
.075
skkogtot
.080
.214
.034
.376
.708
skafetot
.352
.085
.457
4.149
.000
skkontot
.026
.081
.038
.326
.745
-.069
.027
-.203
-2.515
.014
usia
pdpt
nltot a. Dependent Variable: prikontot
Model Summary
Model 1
Sig.
R .744
R Square a
.553
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .512
3.339
a. Predictors: (Constant), nltot, jmlklr, usia, skkogtot, pdpt, skafetot, wilayah, pddkth, skkontot
Model 2 Model 2 Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error 11.778
4.077
-.085
.027
skkogtot
.128
skafetot skkontot
nltot
Beta
t
Sig. 2.889
.005
-.249
-3.144
.002
.199
.054
.645
.520
.378
.083
.485
4.535
.000
.039
.080
.056
.493
.623
a. Dependent Variable: perilaku pengurangan konsumsi beras
Model 2 Std. Error of the Model 1
R
R Square .703
a
.494
Adjusted R Square .475
a. Predictors: (Constant), nilaiu, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif
Estimate 3.480