SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT TERHADAP BERAS PADI (Oryza sativa) DAN BERAS SINGKONG (Manihot esculenta) SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat)
Oleh: SITI NURJANAH I34070101
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
ABSTRACT SITI NURJANAH. ATTITUDES AND CONSUMPTION BEHAVIOR OF RICE PADDY (Oryza sativa) AND RICE CASSAVA (Manihot esculenta) AS STAPLE FOOD (Adviced by Nurmala K. Panjaitan).
Indonesia has a high proportion of household, which have deficit food energy in every provinces, that is why diversification is needed, even become one of the main pillars in achieving the food security. However, in fact, Indonesian people are still depended on the rice paddy. Changing people's behavior in consuming the rice paddy is not easy, it is needed to learn first about how people's attitudes towards staple’s food of the rice paddy and the non rice paddy. That is because the attitudes can influence behavior. This study investigated the attitude and consumption behavior of Cireundeu Village community between the rice paddy and rice cassava. Some people of Cireundeu village have been consumed rice cassava as their staple food. Based on those case, people’s attitudes and consumption behavior can be interesting to be used as the implementation learning of food security or food diversification in other areas. The method used in this study are quantitative and supported by qualitative data. Quantitative data collected by interviewing peoples with questionnaires. The results of this study indicated that the group of respondents that consume rice paddy tended to have a positive attitude towards the rice paddy and a neutral attitude towards rice cassava. While the group of respondents who consume rice cassava and the group of respondents who consume both staple food have a tendency to a neutral attitude to both. However, attitudes toward food staples did not correlate consumption behavior, that’s meaning attitude did not determine the consumption behavior.
Keywords : the attitude, consumption behavior, rice paddy, rice cassava
iii
RINGKASAN
SITI NURJANAH. SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT TERHADAP BERAS PADI (Oryza sativa) DAN BERAS SINGKONG (Manihot esculenta) SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat). (dibawah bimbingan Nurmala K. Panjaitan).
Di Indonesia, jumlah proporsi rumahtangga yang defisit energi pangan pada setiap provinsi masih tinggi, sehingga diversifikasi sangatlah dibutuhkan bahkan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Tingkat produksi beras dari tahun ke tahun menurun, sedangkan tingkat konsumsi beras semakin meningkat seiring meningkatnya pertambahan penduduk. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencari alternatif bahan pangan pokok lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Umbi-umbian merupakan salah satu alternatif pengganti beras padi karena kandungan karbohidrat, protein, gizi, dan mineral kimia bermanfaat lainnya dari ubi kayu, jagung, sukun, dan ubi jalar tidak jauh berbeda dengan beras padi. Selain itu keberadaaan umbi-umbi ini pun mudah didapatkan di Indonesia. Pada saat ini, kenyataannya adalah masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada beras padi. Merubah perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi beras padi tidaklah mudah, perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok beras padi dan bahan pangan pokok non beras padi. Hal tersebut karena sikap sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Selain itu juga menganalisis hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi masyarakat serta sikap dan karakteristik individu terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survey, yang dilengkapi dengan wawancara untuk memperoleh informasi yang tidak dapat digali dari kuesioner.
iv
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum tempat penelitian. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel
2007 dan SPSS 16.0 for
windows. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel silang dan Uji korelasi rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap beras padi maupun beras singkong dapat dikatakan cenderung positif terutama pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi beras padi terhadap beras padi. Walaupun demikian pada kelompok masyarakat yang makan beras singkong ataupun campur beras singkong dan beras padi, bagi mereka beras padi maupun beras singkong dinilai sama baiknya. Namun dalam aspek kognitif, beras padi dinilai lebih positif daripada beras singkong. Dalam aspek afektif, masyarakat yang mengkonsumsi beras padi ternyata menilai beras singkong negatif, tetapi masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong menilai positif terhadap beras singkong maupun beras padi. Tidak ada hubungan antara karakteristik dan sikap terhadap beras padi dan beras singkong. Namun semakin rendah tingkat sosial ekonomi ternyata semakin positif terhadap beras padi, namun tidak demikian terhadap beras singkong. Tingkat pendidikan tidak menunjukkan kecenderungan preferensi (pilihan) terhadap beras padi maupun beras singkong. Akan tetapi, meskipun tidak berhubungan nyata ternyata Nampak kecenderungan semakin muda masyarakat semakin kurang menilai beras singkong sebagai positif. Artinya, ada kecenderungan
mereka
(usia
muda)
kurang menyukai
beras
singkong
dibandingkan yang usianya tua. Maka ada kemungkinan bahwa generasi mudalah yang akan mudah berubah pola makannya dari singkong ke padi. Studi ini menunjukkan bahwa frekuensi makan beras padi masih lebih tinggi daripada frekuensi makan beras singkong. Hanya sebagian masyarakat yang makan beras singkong secara teratur sebagai makanan pokok yang dimakan dengan lauk apa saja dan dihidangkan juga untuk tamu. Sebagian besar masyarakat lebih memilih makan beras padi dan menganggap beras singkong hanya sebagai selingan makan. Sikap terhadap beras padi dan beras singkong tidak berhubungan perilaku konsumsi kedua bahan pangan pokok tersebut. Masyarakat yang makan beras singkong bukan karena mereka menilai beras
v
singkong lebih baik daripada beras padi, tetapi lebih karena ketaatan mereka pada kepercayaan
yang
YME/Penghayat).
mereka
anut
(aliran
kepercayaan
terhadap
Tuhan
SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT TERHADAP BERAS PADI (Oryza sativa) DAN BERAS SINGKONG (Manihot esculenta) SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat)
Oleh: SITI NURJANAH I34070101
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vii
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama
: Siti Nurjanah
NRP
: I34070101
Judul
: Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) sebagai Bahan Pangan Pokok
(Kasus
Masyarakat
Kampung
Cireundeu,
Kelurahan
Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat).
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA. NIP. 19591114 198811 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus Ujian:
viii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) Sebagai Bahan Pangan Pokok (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Agustus 2011
Siti Nurjanah I34070101
ix
RIWAYAT HIDUP
Siti Nurjanah, nama lengkap penulis yang biasa disapa dengan nama kecil enung ini dilahirkan pada tanggal 13 Juli 1989. Penulis lahir dan besar di Jakarta serta merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Sumarno dan Kasiyem yang bersuku Jawa. Sebelum mengenyam pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, penulis memulai pendidikan formal dari TK Islam Sahabat, dilanjutkan ke SDN Kebonpala 02 Pagi, SLTPN 49 Jakarta, dan SMAN 48 Jakarta. Penulis telah aktif berorganisasi sejak Sekolah Menegah Atas (SMA), yaitu menjadi Sekretaris Umum OSIS periode 2005-2006 serta pengurus ROHIS selama tiga tahun. Aktivitas organisasi penulis pun masih dilanjutkan saat memasuki dunia kampus. Penulis menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2007 dan diterima dengan Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Sejak tingkat pertama, Penulis aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan IPB yaitu sebagai anggota Komisi Sosial Politik Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB). Beralih dari lembaga legislatif menjadi lembaga eksekutif yaitu pada tingkat dua, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB sebagai anggota Kementrian Pendidikan 2008-2009. Pada tahun yang sama, penulis juga mengikuti Bina Desa Mitra Fakultas Ekologi Manusia (Samisaena). Aktivitas berorganisasi selanjutnya digeluti di Fakultas Ekologi Manusia, kembali dalam kelembagaan legislatif yaitu sebagai Ketua Komisi Internal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (DPM FEMA) pada tahun 2009-2010. Saat ini (2011), penulis masih aktif berorganisasi di BEM KM IPB sebagai Sekretaris Umum. Selain itu pada tahun 2010, penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Sosiologi Umum.
x
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan pertolongan-Nya dalam menyelesaikan Skripsi yang berjudul ” Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) sebagai Bahan Pangan Pokok” ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah ke pangkuan Nabi Muhammad SAW. Terselesaikannya skripsi ini tidaklah luput dari bantuan banyak pihak, sehingga penulis ingin mengucapkan terimakasih atas jasa dan bantuannya sejak memulai skripsi ini hingga akhirnya dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih ini ingin penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA. sebagai dosen pembimbing skripsi yang selama ini telah memberikan saran, kritik, arahan, serta semangat agar tidak putus asa dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. sebagai dosen penguji utama. 3. Ir. Dwi Sadono, MSi. sebagai dosen penguji wakil departemen SKPM 4. Ir. Fredian Tonny, MS. sebagai dosen penguji petik. 5. Keluarga tercinta, Mama, Bapak, Mas Ipin, Mba Mar, Uda Indra, Mba Itoh, Ninir, Kak Nina yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan moral maupun materil selama di IPB, serta keponakanku Keiza yang selalu membuatku bisa tertawa menghilangkan kepenatan kampus di setiap kali pulang ke rumah. 6. Hasan, Arina, Ary, Linda, Bengbeng, Wida, Lida, Iman, Rafli yang telah membantu dalam penelitian maupun saat penyusunan skripsi, juga sahabat-sahabat seperjuanganku lainnya di BEM KM Kabinet IPB Bersahabat yang selalu meyalurkan semangat dan persahabatannya. 7. Akira, Zessy, Risma, Nana, Ami, Nendy, dan sahabatku lainnya di KPM yang selalu saling mengingatkan, dan saling sokong dalam menempuh aktivitas-aktivitas di KPM. Terima kasih atas kebersamaan. 8. Ratih, Nurina, Niken, Nia, Jalimas, Ana, Dini, Fitri, dan Icha yang setiap harinya membuat keceriaan dan “kegaduhan” di kost tercinta dan terima kasih atas bantuan-bantuannya.
xi
9. Para dialektiker, d‟patz, kemdikers yang selalu bisa membuatku kembali bersemangat disetiap kali berkumpul dengan kalian. 10. Sahabat-sahabat SKPM 44 yang selalu ceria setiap kali bertemu dalam kelas maupun saat sedang dirundung tugas-tugas. Semoga kita semua sukses! Amin…….. 11. Masyarakat
Kampung
Cireundeu
yang
telah
banyak
membantu
memberikan informasi terkait penelitian ini. 12. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi pengembangan penerapan diversifikasi pangan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang..................................................................................................... 1 1.2. Masalah Penelitian............................................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................................. 5 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 5
BAB II. PENDEKATAN TEORITIS .................................................................. 7 2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 7 2.1.1. Beras Padi .................................................................................................. 7 2.1.2. Singkong..................................................................................................... 8 2.1.3. Sikap ........................................................................................................ 12 2.1.4. Perilaku Konsumsi Pangan....................................................................... 13 2.1.5. Hubungan Sikap terhadap Perilaku .......................................................... 15 2.2. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 16 2.3. Hipotesis.............................................................................................................. 18 2.4. Definisi Operasional .......................................................................................... 19
BAB III. PENDEKATAN LAPANGAN ........................................................... 23 3.1. Lokasi dan Waktu.............................................................................................. 23 3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 23 3.3. Pengolahan dan Analisis Data .......................................................................... 24
BAB IV. GAMBARAN LOKASI ...................................................................... 25 4.1. Kondisi Geografis .............................................................................................. 25 4.2. Kondisi Penduduk ............................................................................................. 26 4.3. Kelembagaan Bahan Pangan Pokok ................................................................ 28
BAB V. SIKAP TERHADAP BAHAN PANGAN POKOK ........................... 32 5.1. Sikap terhadap Beras Padi................................................................................ 34 5.1.1. Komponen Kognitif terhadap Beras Padi ................................................ 34 5.1.2. Komponen Afektif terhadap Beras Padi .................................................... 39 5.1.3. Iktisar ........................................................................................................ 42
xiii
5.2. Sikap terhadap Beras Singkong ....................................................................... 43 5.2.1. Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong......................................... 43 5.2.2. Komponen Afektif terhadap Beras Singkong........................................... 49 5.2.3. Iktisar ........................................................................................................ 52
BAB VI. SIKAP BERDASARKAN KARAKTERISTIK................................ 53 6.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ............................................................ 53 6.2. Karakteristik Usia................................................................................................ 55 6.3. Karakteristik Pendidikan.................................................................................... 57 6.4.
Iktisar ................................................................................................................. 58
BAB VII. PERILAKU KONSUMSI ................................................................. 59 7.1. Frekuensi Konsumsi ............................................................................................ 59 7.2. Cara Konsumsi Bahan Pangan Pokok ............................................................... 61 7.3. Iktisar .................................................................................................................... 65
BAB VIII. HUBUNGAN SIKAP TERHADAP BAHAN PANGAN POKOK DAN PERILAKU KONSUMSI......................................................... 66 BAB IX. PENUTUP .......................................................................................... 70 8.1. Kesimpulan......................................................................................................... 70 8.2. Saran ................................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73 LAMPIRAN ......................................................................................................... 76
DAFTAR TABEL No.
Halaman
Tabel 1. Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan menurut Kelompok Barang Makanan, Indonesia, 1999, 2002-2009 .................... 2 Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Singkong (per 100 gram bahan) ............................ 9 Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pekerjaan ....... 26 Tabel 4. Jumlah penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pendidikan ..... 27 Tabel 5. Jumlah Penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan Pekerjaan .......... 27 Tabel 6. Jumlah Responden dan Persentase pada Setiap Kelompok berdasaran Sikap terhadap Bahan Pangan Pokok ................................................... 32 Tabel 7. Jumlah Responden dan Persentase pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Kognitif tentang Beras Padi ............................................... 34 Tabel 8. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Beras Padi .............................................................................. 38 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Afektif tentang Beras Padi ................................................ 40 Tabel 10. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Afektif terhadap Beras Padi .............................................................................. 42 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Kognitif tentang Beras Singkong...................................... 44 Tabel 12. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong ...................................................................... 48 Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Afektif tentang Beras Singkong........................................ 49 Tabel 14. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Afektif terhadap Beras Singkong ...................................................................... 51 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Kampung Cireunde ................................ 53 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Usia di Kampung Cireundeu ............................................................................. 56 Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Pendidikan di Kampung Cireundeu ............................................................................. 57 Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Frekuensi Konsumsi Beras Padi dan Beras Singkong di Kampung Cireundeu ..................... 59 Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Cara Konsumsi Beras Padi di Kampung Cireundeu ................................................................ 62 Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Cara Konsumsi Beras Padi di Kampung Cireundeu ................................................................ 64
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat Terhadap Bahan Pangan Pokok ............................................................ 18
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
Lampiran 1. Peta Lokasi ....................................................................................... 77 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian .................................................................... 78 Lampiran 3. Hasil Olah Data ................................................................................ 79 Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi ............................................................................. 82 Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ......................................................................... 85 Lampiran 6. Data Responden ................................................................................ 92 Lampiran 7. Kerangka Sampling .......................................................................... 93
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis,
mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1995 tentang Pangan dan PP nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata serta terjangkau (BBKP 2003). Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan bahwa jumlah proporsi rumahtangga yang defisit energi pangan di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal itu, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi pangan adalah penganekaragaman jenis pangan untuk meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Tujuan diversifikasi konsumsi pangan dalam penerapannya lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras karena hingga saat ini beras masih dianggap sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia (Martianto 2005). Tingkat produksi beras dari tahun ke tahun menurun, seperti yang dikemukakan oleh Chairil (2011) bahwa pada Tahun 2010 berdasarkan Angka Ramalan III (ARAM III) yang diterbitkan BPS, produksi padi diperkirakan mencapai 65.98 juta ton atau naik 2.46 persen dibanding tahun 2009. Kenaikan produksi Tahun 2010 ini jauh di bawah tingkat kenaikan produksi berturut-turut dalam tiga tahun sebelumnya, sehingga tidak mengimbangi kebutuhan beras Indonesia saat ini. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia sangat tinggi yakni mencapai 139 kg per kapita per tahun, sedangkan negara-negara Asia lainnya tidak lebih dari 100 kg per kapita per tahun. Dengan demikian, total permintaan beras Indonesia menjadi sangat besar mengingat jumlah penduduknya lebih dari 230 juta jiwa. Selain itu, daya beli masyarakat Indonesia pun menurun. Maka diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk menurunkan ketergantungan
2
masyarakat pada beras. Pada Tabel 1 disajikan persentase pengeluaran rata-rata per kapita masyarakat Indonesia menurut kelompok barang makanan .
Tabel 1. Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan menurut Kelompok Barang Makanan, Indonesia, 1999, 2002-2009 Kelompok Barang Makanan
1999
2002
2003
2004
2005
2006
2007
16,78
12,47
10,36
9,44
8,54
11,37
10,15
9,57
8,86
Umbi-umbian
0,78
0,64
0,65
0,76
0,58
0,59
0,56
0,53
0,51
Ikan
5,58
5,17
5,37
5,06
4,66
4,72
3,91
3,96
4,29
Daging
2,29
2,86
2,90
2,85
2,44
1,85
1,95
1,84
1,89
Telur dan susu
2,91
3,28
3,04
3,05
3,12
2,96
2,97
3,12
3,27
Sayur-sayuran
6,23
4,73
4,80
4,33
4,05
4,42
3,87
4,02
3,91
Kacang- kacangan
2,33
2,02
1,90
1,75
1,70
1,63
1,47
1,55
1,57
Buah-buahan
2,07
2,84
2,97
2,61
2,16
2,10
2,56
2,27
2,05
Minyak dan lemak
3,04
2,25
2,23
2,31
1,93
1,97
1,69
2,16
1,96
Bahan minuman
3,12
2,71
2,52
2,48
2,23
2,50
2,21
2,13
2,02
Bumbu-bumbuan
1,65
1,55
1,46
1,43
1,33
1,37
1,10
1,12
1,08
Konsumsi lainnya
1,29
1,37
1,24
1,23
1,34
1,27
1,34
1,39
1,33
Makanan jadi
9,48
9,70
9,81
10,28
11,44
10,29
10,48
11,44
12,63
Minuman beralkohol
0,05
0,08
0,08
0,08
0
0
0
0
0
Tembakau dan sirih
5,33
6,80
7,56
6,89
6,18
5,97
4,97
5,08
5,26
62,94
58,47
56,89
54,59
51,37
53,01
49,24
50,17
50,62
Padi-padian
Jumlah makanan
2008
2009
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, Modul Konsumsi 1999, 2002 dan 2005 (2003, 2004 dan 2006 (2003, 2004 dan 2006 hanya mencakup panel 10.000 rumahtangga, sedangkan 2007, 2008 dan 2009 mencakup panel 68.800 rumahtangga)
Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa pengeluaran untuk makanan kelompok padi-padian merupakan pengeluaran tertinggi bahkan persentasenya sangat jauh dibandingkan dengan pengeluaran kelompok makanan lainnya. Umbiumbian berada pada persentase yang paling rendah. Palimbong (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya kandungan karbohidrat, protein, gizi, dan mineral kimia bermanfaat lainnya dari ubi kayu, jagung, sukun dan ubi jalar tidak jauh berbeda dengan beras padi, bahkan khususnya ubi kayu bukan hanya umbinya akan tetapi daunnya juga mempunyai manfaat yang sangat baik sebagai
3
sayuran. Oleh karena itu, umbi-umbian sebenarnya dapat menggantikan atau mengurangi ketergantungan masyarakat dari mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok. Pada saat ini, kenyataannya adalah masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada beras padi. Merubah perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi beras padi tidaklah mudah, perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok beras padi dan bahan pangan pokok non beras padi. Hal tersebut karena sikap sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Sarwono dalam Sianturi (2007), pada sikap yang positif cenderung tindakannya adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada objek tersebut, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tersebut. Jika sikap masyarakat tehadap suatu bahan pangan negatif, akan cenderung sulit untuk mengharapkan masyarakat memiliki perilaku mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Jadi dapat diduga bahwa diversifikasi pangan belum optimal dilakukan masyarakat salah satunya disebabkan karena adanya sikap yang negatif terhadap bahan pangan pengganti beras padi. Di tengah kondisi yang telah dijabarkan di atas maka menjadi hal yang sangat menarik jika ternyata ada suatu daerah yang telah berhasil tidak lagi bergantung pada beras padi. Kampung Cireundeu, di Kota Cimahi merupakan salah satu kampung yang sebagian masyarakatnya turun-temurun telah menjadikan beras singkong sebagai bahan pangan pokoknya. Dengan demikian, perlu
dipelajari
bagaimana
kondisi
kampung
tersebut
terutama
sikap
masyarakatnya untuk dijadikan contoh atau pertimbangan dalam penerapan diversifikasi pangan di daerah lain. Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi yang selama ini dianggap sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya dan beras singkong yang menjadi bahan pangan pokok sebagian masyarakat Kampung Cireundeu.
4
1.2.
Masalah Penelitian Program diversifikasi pangan telah diluncurkan sejak tahun 1974 dan
disempurnakan dengan Inpres 20/1979, namun hingga saat ini belum terlaksana dengan efektif. Masyarakat Indonesia masih bergantung pada beras padi sebagai bahan pangan pokok. Sementara itu pada tahun 2011, Bulog kesulitan untuk memenuhi target untuk dapat menyerap 3,5 juta ton beras, sedangkan stok yang tersedia saat ini baru 1,5 juta ton (Munjin 2011). Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk akan sulit terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi padi. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya sumber daya terutama ketersedian lahan sehingga diperlukan bahan pangan lain yang dapat menggantikan beras baik dari segi gizi, kepraktisan, dan ketersediaannya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Hasil studi Harya dalam Ariani (2003) menjelaskan bahwa belum optimalnya diversifikasi pangan salah satunya yaitu karena terdapat faktor psikologis yang sangat mempengaruhi. Faktor-faktor psikologis tersebut yaitu budaya makan nasi yang sudah sulit diubah, merasa belum makan jika belum makan nasi, perasaan gengsi karena beras menjadi indikator kesejahteraan masyarakat, dan rasa nasi yang cocok di lidah masyarakat Indonesia. Mengingat faktor-faktor psikologis tersebut alangkah tepat jika kita mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok non-beras padi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah masyarakat dapat menganggap bahan pangan non-beras padi tersebut sebagai bahan pangan pokok yang nantinya memungkinkan akan menggantikan beras padi atau setidaknya mengurangi tingkat konsumsi beras padi. Bahan pangan non-beras padi yang akan diteliti pada penelitian ini adalah beras singkong. Sikap masyarakat terhadap bahan pangan pengganti tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsi mereka. Perilaku konsumsi ini dilihat dari apakah mereka mengkonsumsi bahan pangan tersebut atau tidak dan juga apakah menganggapnya sebagai bahan pangan pokok. Pada penelitian ini, sebagian masyarakat pada lokasi yang diteliti telah menganggap beras singkong sebagai bahan pangan pokok mereka. Kasus ini menjadi menarik untuk diteliti untuk mengetahui mengapa dan bagaimana mereka
5
dapat menganggap beras singkong sebagai bahan pangan pokok untuk dijadikan pembelajaran penerapan diversifikasi di daerah lain. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini ingin menjawab : 1. Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok? 2. Bagaimanakah hubungan antara sikap dan karakteristik individu (status sosial ekonomi, usia, dan pendidikan) terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok? 3. Bagaimanakah perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok? 4. Bagaimana hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi sikap masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. 2. Menganalisis hubungan antara sikap dan karakteristik individu (status sosial ekonomi, usia, dan pendidikan) terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. 3. Mengidentifikasi perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. 4. Menganalisis hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat berguna sebagai informasi awal untuk dapat
memahami permasalahan di lapangan dalam mensosialisasikan diversifikasi pangan, yaitu dengan mengambil pembelajaran dari daerah yang tidak bergantung pada beras padi terutama dalam hal sikap dan perilaku konsumsinya. Selain itu,
6
penelitian ini dapat menjadi awal untuk riset-riset lebih lanjut yang lebih mendalam tentang penelitian sejenis dan masalah pengembangan diversifikasi pangan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Beras Padi Beras Padi 1 (Oryza Sativa) adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma' (bagian yang menutupi). Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam makanan dan kue-kue yang utamanya berasal dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin. Pada bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras. Beras juga dijadikan sebagai salah satu sumber pangan bebas gluten dalam bentuk berondong untuk diet. Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Status ini merupakan kehormatan dan kebanggaan negara di tingkat dunia, namun yang menjadi masalah adalah seberapa besar kebanggaan tingkat negara ini menjadi kebanggaan di tingkat petani. Hal tersebut karena pada kenyataannya hingga tahun 2001 sekitar 70 persen petani padi (termasuk petani kecil dan buruh tani) termasuk golongan masyarakat miskin (Suryana dalam Tarigan 2003). Swasembada beras kini benar-benar telah membuat masyarakat Indonesia sangat bergantung dalam mengkonsumsi beras. Beras telah membudaya sehingga sulit untuk mengalihkan ke bahan pangan lainnya, sedangkan ketersediaan beras mulai tidak mencukupi. Oleh karena jenis makanan pokok keluarga merupakan bentuk konkrit dari sebuah budaya maka proses perubahannya hanya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Ada indikasi bahwa beras 1
http://id.wikipedia.org/wiki/Beras
8
dikonstruksikan sebagai makanan yang enak dan melambangkan status sosial yang lebih baik. Ini bisa dilihat pada masyarakat pedesaan di Jawa, yang mengkonsumsi gaplek atau jagung jika dan hanya jika ketersediaan beras terbatas (tidak tersedia di wilayah atau rumahtangga tidak mampu membelinya). Hal yang sama
terjadi
di
Maluku,
hampir
tidak
ditemukan
rumahtangga
yang
mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Sarapan pagi dengan papeda menjadi momen yang langka, padahal agroekosistem yang memungkinkan untuk ditanami padi sangat terbatas (Tarigan 2003).
2.1.2. Singkong Singkong 2 (Manihot esculenta) yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Tanaman „rakyat‟ ini dapat dikatakan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, bukan hanya umbinya yang memiliki rasa yang khas, namun daun singkong pun bisa menjadi sayuran yang sangat nikmat. Sebagai pangan, umbi singkong diminati hampir di semua wilayah di tanah air. Umbi singkong juga dikenal sebagai makanan pokok di daerah tertentu. Tren produksi singkong mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir ini. Data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian menunjukkan produksi singkong pada Tahun 2000 sebesar 16,1 juta ton naik menjadi 19,4 juta ton pada Tahun 2004 dan terus meningkat menjadi 22 juta ton pada Tahun 2009. Kenaikan tersebut disebabkan oleh membaiknya produktivitas tanaman singkong di sejumlah sentra produksi seperti Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat (Hasniawati 2010). Dari data UNIDO, sejak tahun 1982, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil manihot terbesar ke-3 (13.300 juta ton) setelah Brasil (24.554 juta ton), kemudian Thailand (13.500 juta ton), serta disusul oleh negara-negara seperti Nigeria (11.000 juta ton), India (6.500 juta ton), dan sebagainya, dari total produk dunia sebesar 122.134 juta ton per tahun. Meskipun dari hasil kebun per hektar 2
http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong
9
(ha), Indonesia masih rendah, yaitu 9,4 ton, jika dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton), Thailand (13,30 ton), Cina (13,06 ton), Brasil (10,95 ton). Akan tetapi lahan yang tersedia untuk budi daya singkong cukup luas, terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan di dataran tinggi berdekatan dengan kawasan hutan (Suriawiria 2008). Ditinjau dari nilai gizinya, singkong memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Pada Tabel 2 disajikan data kandungan gizi singkong.
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Singkong (per 100 gram bahan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Zat Gizi Energi Karbohidrat Protein Lemak Zat besi Kalsium Fosfor Vitamin C Vitamin B Air
Kadar Gizi 146 kal 34,7 g 1,2 g 0,3 g 0,7 mg 33 mg 40 mg 30 mg 0,06 mg 62,50 g
Sumber : Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan, Jurusan GMSK , IPB 2010
Beberapa daerah telah memanfaatkan singkong sebagai bahan baku makanan pokok, seperti di Bangka Belitung membuat beras Aruk berbahan baku singkong, di Kampung Cirendeu, Kecamatan Cimahi Selatan mengolah beras singkong (rasi), dan Suku Dayak Tegalan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur mengolah singkong menjadi eloi sebagai makanan pokok. Menu makan Eloi dihidangkan dan dikonsumsi rata-rata masyarakat tersebut minimal 2 kali dalam sehari. Berdasarkan data-data yang telah dijabarkan sebelumnya baik mengenai manfaat, gizi, dan kelebihan singkong maka dapat dikatakan bahwa singkong memiliki potensi sebagai pengganti beras padi. Terlebih lagi, kini telah ada beras yang berasal dari singkong. Teknologi pembuatan beras singkong secara
10
tradisional hampir sama untuk semua wilayah, baik dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan atau dari Filipina (Anwar 2004). Berikut adalah cara pembuatan beras singkong : 1.
Singkong direndam beberapa hari,
2.
kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan bau dan kotoran,
3.
Selanjutnya dibuat tepung dan dikeringkan.
4.
Untuk membuat butiran seperti beras tepung dipercikkan air kemudian dikukus dan dikeringkan.
5.
Pengeringan biasanya dilakukan di panas matahari.
6.
Beras singkong ini dapat disimpan cukup lama apabila pengeringan cukup sempurna atau kadar airnya cukup rendah. Selain itu, sejalan dengan berkembangnya teknologi, telah ada teknologi
yang digunakan dalam pembuatan beras singkong semi instan yaitu teknologi pembuatan beras instan atau nasi instan dengan sedikit modifikasi. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam pembuatan beras singkong semi instan, yaitu perendaman, pengukusan, dan pengeringan. Perendaman dan pengukusan ditujukan agar terjadi gelatinasi dan pengembangan granula pati. Pati yang mengalami gelatinasi setelah dikeringkan mulekulnya dapat lebih mudah menyerap air kembali dalam jumlah besar karena perendaman dengan larutan soda kue atau dengan larutan perendaman metafosfat menjadikan tekstur produk semi instan lebih poros. Struktur pati yang poros setelah pengeringan memudahkan air untuk meresap ke dalam beras-singkong semi instan pada waktu rehidrasi. Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan pangan instan. Diharapkan dengan menggunakan teknologi semi instan ini tidak menjadikan beras singkong inferior lagi (Anwar 2004). Berikut adalah proses pembuatan beras singkong semi instan (Anwar 2004) : 1.
Pembersihan kulit dan pemotongan secara melintang singkong segar dengan ukuran panjang 2 cm.
2.
Direndam dalam air perendam pertama (1) dengan menggunakan larutan soda kue 2 persen (NaHCO3) atau dapat juga menggunakan campuran dua pelarut,
11
yaitu perendam ke dua (2) dengan larutan perendam soda kue 2 persen (NaHCO3) dan larutan metafosfat 0.1 persen (Na24) masing-masing selama enam jam. Cuci bersih sampai bahan kimia perendam habis, dan selanjutnya potong dengan ukuran 0,2 cm x 2 cm (seukuran beras). 3.
Tahap selanjutnya dikukus selama lima menit, ditiriskan dan dikeringkan dengan pengering buatan seperti oven. Setelah kering, disimpan dalam toples atau kantong plastik yang digunakan untuk makanan dan beras-singkong semi instan siap digunakan. Teknologi terpadu dan sederhana ini akan lebih mudah dan cepat diserap
oleh masyarakat dalam perbaikan mutu produk makanan tradisional. Selain sederhana, teknologi pembuatan beras singkong semi instan lebih higienis dan lebih cepat serta mutu produk lebih baik. Teknologi proses beras singkong semi instan ini menggunakan dua cara perendaman, yaitu perendaman dengan menggunakan larutan soda kue dan perendaman campuran larutan soda kue dengan larutan meta fosfat. Penggunaan larutan perendam soda kue lebih mudah dan praktis karena soda kue sudah sangat biasa digunakan di rumahtangga sehingga penerimaan dapat lebih baik. Porositas beras singkong semi instan sangat baik dan juga waktu pemasakan atau pengukusan cukup cepat, yaitu selama lima menit. Adapun penggunaan larutan perendam yang kedua, yaitu campuran pelarut soda kue dengan larutan metafosfat menghasilkan tekstur sedikit lebih baik dan porosita yang juga sedikit lebih baik. Waktu pemasakan juga lebih pendek. Penyajian beras singkong semi-instan dalam bentuk yang sudah matang ditujukan sebagai makanan pokok dan sebagai makanan selingan. Untuk makanan selingan lebih diutamakan rasa yang manis, sedangkan untuk makanan pokok tidak. Untuk membuat beras singkong siap untuk dikonsumsi perlu dilakukan pengukusan kembali setelah direndam beberapa menit. Keuntungan dilakukan pengukusan ini adalah dapat menambahkan beberapa rasa atau aroma sehingga lebih bervariasi dan beragam. Sebelum dikukus sebaiknya beras singkong semi instan direndam dalam air beberapa menit, lalu dilakukan pemasakan atau pengukusan. Sewaktu mengukus dapat ditambahkan daun pandan atau aroma pandan, vanili dan aroma lainnya sesuai dengan selera sehingga menambah cita
12
rasa produk, baik untuk digunakan sebagai makanan pokok atau sebagai makanan selingan karena aroma pandan dan vanili sangat familiar bagi masyarakat dan dapat diterima. Sebagai makanan pokok, beras singkong semi instan dapat digunakan sebagai simulasi pengganti beras atau nasi. Sewaktu mengukus dapat ditambahkan satu sendok makan santan kelapa kental sehingga nasi singkong yang terbentuk lebih gurih. Nasi singkong semi instan ini dapat dimakan bersama lauk yang biasa digunakan sebagai makanan pendamping nasi. Cara mengonsumsinya juga sama seperti mengonsumsi beras nasi seperti yang dilakukan sehari-hari (Anwar 2004).
2.1.3. Sikap Sikap
adalah
gejala
internal
yang
berdimensi
afektif
berupa
kecenderungan untuk merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek (orang atau barang), jasa, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah dalam Prayifto 2010). Robbins (2001) mendefinisikan sikap sebagai pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai suatu objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Rakmat (2001) menjabarkan sikap sebagai kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sifat. Menurut Sarwono yang dikutip oleh Sianturi (2007) mendefinisikan sikap seseorang terhadap suatu objek merupakan manifestasi dari konstelasi tiga komponen sikap yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap objek sikap . Sikap mempunyai ciri khas yaitu mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda), juga mengandung penilaian setuju-tidak setuju atau suka-tidak suka. Perbedaan terletak pada proses selanjutnya dan penerapan konsep tentang sikap mengenai proses terjadinya, sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap merupakan suatu yang dipelajari (bukan bawaan). Oleh sebab itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.
13
Azwar (2003) mengemukakan bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu : 1. Komponen Kognitif : Kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku bagi objek sikap. Komponen kognitif juga berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu 2. Komponen Afektif : Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang akan mungkin mengubah sikap seseorang 3. Komponen Konatif : Kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.
2.1.4. Perilaku Konsumsi Pangan Menurut Kurn Lewin dalam Azwar (2003) merumuskan suatu model perilaku bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan fungsi lingkungan. Fungsi karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian karakteristik individu tersebut berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Calhuon dan Joan yang dikutip oleh Mulyandari (2006) juga menekankan bahwa perilaku dipengaruhi lingkungan. Perilaku seseorang terhadap suatu objek dapat dilihat dari beberapa dimensi : 1. Frekuensi : Menunjukkan jumlah atau kuantitas dari perilaku seseorang.
14
2. Kepada siapa berperilaku : Perilaku yang dilakukan tidak hanya ditujukan untuk diri sendiri tetapi juga ditujukan bagi orang lain. 3. Untuk apa : Perilaku yang dilakukan oleh seseorang mempunyai manfaat atau tujuan baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain. 4. Bagaimana : Menunjukkan upaya atau cara yang dilakukan oleh seseorang dalam berperilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Susanto (1993), seseorang menentukan dan memilih makanannya tidak didasarkan kepada pemenuhan kebutuhan perut lapar semata, melainkan berkaitan dengan adanya pengendalian perilaku konsumsi makanan yang bersumber pada kebenaran menurut adat istiadat yang bersifat tradisional, kebenaran menurut agama, dan kebenaran menurut ilmu pengetahuan. Faktor pengendali perilaku konsumsi makan dipengaruhi juga oleh budaya iklan dan aspek pengembangan ilmu dan teknologi, serta proses modernisasi yang lambat laun dapat merubah perilaku konsumsi, dan pada gilirannya mempengaruhi kebiasaan makan. Oleh karena itu, kebiasaan makan umumnya dianggap sebagai fenomena yang bersifat dinamis dan dapat berubah. Susanto (1993) juga menjelaskan bahwa kebiasaan makan terbentuk pada diri seseorang melalui proses tertentu dalam waktu yang lama sejak dilahirkan. Setiap orang butuh makan agar dapat tetap hidup karena dilandasi oleh tiga jenis dorongan untuk memenuhi tiga kebutuhan, yaitu dorongan kebutuhan biogenik, psikogenik, dan sosiogenik. Dorongan kebutuhan biogenik muncul saat seseorang merasa lapar. Dorongan psikogenik yaitu mengenali makanan-makanan yang disukai, disenangi, dan cocok dengan selera, sedangkan dorongan pemenuhan kebutuhan sosiogenik yang termasuk sistem sosial budaya yaitu seseorang yang telah mempunyai kebiasaan makan itu umumnya terpanggil untuk memenuhi aturan atau tatanan, yang didasari pada adat istiadat dan agama. Sanjur yang dikutip oleh Nikmawati (1999) menyatakan bahwa dalam kebiasaan makan
15
seseorang terdapat makna ideologi makan, artinya ada batasan pada diri seseorang mengenai apa yang boleh ia makan dan apa yang tidak boleh ia makan.
2.1.5. Hubungan Sikap terhadap Perilaku Menurut Sarwono dalam Sianturi (2007), pada sikap yang positif cenderung tindakannya adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. Namun tidak selalu sikap berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut, hal ini terjadi jika terdapat tekanan yang besar pada individu untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai (Sarwono 2002). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Leon Frestinger dalam Baron dan Byrne (2003), teori ketidaksesuaian yang difokuskan pada suatu sumber pokok ketidakkonsistenan sikap-perilaku yaitu akibat pengambilan keputusan dan akibat perilaku yang saling bertentangan dengan sikap (counterattitudinal behavior). Sikap mempengaruhi tingkah laku tergantung pada aspek situasi dan aspek dari sikap itu sendiri (Baron dan Byrne 2003). Konteks aspek situasi adalah situasi tersebut yang mencegah sikap diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak, namun juga bisa individu cenderung memilih situasi dimana mereka dapat bertingkah laku sesuai dengan sikapnya. Aspek sikap itu sendiri yaitu sumber suatu sikap, kekuatan sikap, dan kekhususan sikap juga mempengaruhi hubungan antara sikap dan tingkah laku. Terdapat tiga postulat guna mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulate of consistency, postulate of independent variation, dan postulate of contingent consistency (Warner dan DeFleur dalam Azwar 2003). 1) Postulat konsistensi menyatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi, postulat ini mengasumsikan adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku 2) Postulat variasi independen menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten. Sikap
16
dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku. 3) Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan, dsb.
merupakan kondisi
ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauhmana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap, postulat terakhir inilah yang paling masuk akal dan paling berguna dalam menjelaskan hubungan sikap dengan perilaku (Allen, Guy, dan Adgley dalam Azwar 2003)
2.2.
Kerangka Pemikiran Sikap terhadap suatu objek muncul karena adanya stimulus dari objek
yang memiliki suatu nilai yang berarti bagi pemilik sikap. Stimulus dalam penelitian ini adalah dua bahan pangan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, yaitu padi dan singkong yang berbentuk beras. Masyarakat Kampung Cireundeu ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada pula yang mengkonsumsi beras singkong. Oleh karena kedua bahan pangan tersebut dekat dengan keseharian mereka maka mereka akan memiliki sikap terhadap kedua bahan pangan tersebut. Perbedaan masyarakat yang mengkonsumsi beras padi dan beras singkong diduga karena terdapat perbedaan sikap terhadap kedua bahan pangan tersebut. Sikap mengandung penilaian positif dan negatif yang dapat dilihat melalui 3 komponen yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Namun pada penelitian ini, sikap dilihat dari dua komponen saja, yaitu komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif dijabarkan melalui empat dimensi kognitif yang diteliti, yaitu dimensi manfaat, budaya, keunggulan, dan harga. Demikian juga dengan dimensi afektif
yang diteliti yaitu dimensi rasa, aroma, bentuk, dan
perasaan (perasaaan bangga dan tidak bosan). Sikap positif maupun negatif terhadap kedua bahan pangan ini juga diduga berbeda pada setiap karakteristik individu. Pada penelitian ini, karakteristik individu yang diteliti adalah status sosial ekonomi rumahtangga, usia dan
17
pendidikan. Semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi diduga dalam memilih dan mempertimbangkan bahan pangan pokok akan lebih memperhatikan kualitas makanan dan tidak terlalu mempermasalahkan harga. Usia yang berbeda diduga berbeda dalam penyikapan terhadap suatu hal terkait dengan pengalamannya. Tingkat pendidikan yang berbeda diduga akan berbeda pula pola pikir dan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga berbeda pula pertimbangan dalam memilih bahan pangannya.
Oleh karena itu, ketiga karakteristik tersebut diduga
memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok. Perilaku adalah fungsi dari sikap. Pada penelitian ini, perilaku dilihat dari apakah masyarakat mengkonsumsi kedua bahan pangan tersebut sebagai makanan pokok yaitu diteliti dari aspek berupa frekuesi konsumsi dan cara konsumsi. Meskipun kecenderungannya adalah sikap yang positif terhadap bahan pangan yang diteliti akan menghasilkan perilaku yaitu mengkonsumsi pangan tersebut sebagai bahan pangan pokok, namun dapat juga sebaliknya. Masyarakat mungkin memiliki sikap positif terhadap bahan pangan tersebut tetapi tidak menjadikannya sebagai bahan pangan pokok. Hal ini karena hubungan sikap dan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Baron dan Byane (2003), sikap mempengaruhi perilaku tergantung pada aspek situasi dan aspek dari sikap itu sendiri. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi hubungan sikap dan perilaku tidak akan diteliti lebih lanjut. Sikap dan perilaku konsumsi ini diduga kecenderungannya akan berbeda pada setiap kelompok yang diteliti. Terdapat tiga kelompok responden yang diteliti, 1.) kelompok responden dengan seluruh anggota keluarga mengkonsumsi beras padi (K.BP), 2.) kelompok responden dengan seluruh anggota keluarga mengkonsumsi beras singkong (K.BS), dan 3.) kelompok responden dengan anggota keluarga ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada yang mengkonsumsi beras singkong (K.BC). Pada gambar 1 disajikan bagan kerangka pemikiran penelitian ini.
18
Sikap terhadap Bahan Pangan Pokok 1. Komponen Kognitif Dimensi manfaat, budaya, keunggulan, dan harga 2. Komponen Afektif Dimensi rasa, bentuk, aroma dan perasaan
Positif
Karakteristik Individu
1. Status Sosial Ekonomi Rumahtangga
2. Usia 3. Pendidikan
Negatif
Perilaku Komsumsi Bahan Pangan Pokok 1. Frekuensi Konsumsi 2. Cara Konsumsi
Faktor Pengaruh 1. Aspek Situasi 2. Aspek Sikap a.Sumber Sikap b.Kekuatan Sikap c.Kekhususan Sikap
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sikap dan Perilaku Konusumsi Masyarakat Terhadap Bahan Pangan Pokok
Keterangan : Hubungan : Fokus Penelitian : Mempengaruhi
2.3.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Kelompok K.BP cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras padi dan negatif terhadap beras singkong. 2. Kelompok K.BS cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras singkong dan negatif terhadap beras padi.
19
3. Kelompok K.BC cenderung memiliki sikap yang netral terhadap beras padi dan beras singkong. 4. Terdapat hubungan antara sikap dengan karakteristik individu yaitu tingkat sosial ekonomi, usia, dan pendidikan. 5. Terdapat hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
2.4. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini berkaitan dengan kerangka pemikiran yaitu sikap terhadap bahan pangan pokok yang terdiri komponen kognitif dan afektif, karakteristik yaitu tingkat sosial ekonomi, usia, dan pendidikan, perilaku konsumsi yang terdiri dari frekuensi konsumsi dan cara konsumsi yang diukur secara kuantitatif. Selain itu juga terdapat definisi operasional ketiga kelompok responden yang diteliti. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sikap masyarakat adalah kecenderungan masyarakat dalam menanggapi bahan pangan (beras padi dan beras singkong) sebagai bahan pangan pokok dalam bentuk tanggapan positif maupun negatif. Pada penelitian ini sikap dilihat melalui 2 komponen sikap yaitu kognitif dan afektif. Pernyataan yang diajukan memiliki empat pilihan jawaban dengan skor : sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), dan sangat setuju (skor 4) yang akan dijawab oleh 30 responden a. Komponen kognitif adalah aspek sikap yang menyangkut pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Komponen kognitif dilihat melalui 13 pernyataan yang terdiri dari dimensi manfaat, budaya, keunggulan serta harga beras padi dan beras singkong. Komponen kognitif dibagi menjadi tiga katagori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tinggi (39 ≤ x ≤ 52 ) = skor 3 Sedang (26 ≤ x < 39 ) = skor 2 Rendah (13 ≤ x < 26 ) = skor 1
20
b. Komponen afektif adalah aspek sikap yang menyangkut perasaan serta penilaian masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Komponen afektif
dlihat melalui 5 pernyataan
dengan dimensi rasa, aroma, bentuk, dan perasaan. Komponen afektif dibagi menjadi tiga katagori, yaitu positif, netral, dan negatif. Positif ( 15 ≤ x ≤ 20 ) = skor 3 Netral (10 ≤ x < 15 ) = skor 2 Negatif ( 5 ≤ x < 10 ) = skor 1 c. Pengukuran sikap merupakan penjumlahan dari total nilai komponen kognitif dan afektif yang dibagi menjadi tiga katagori, yaitu sikap yang positif, netral, dan negatif. Positif ( 54 ≤ x ≤ 72 ) = skor 3 Netral ( 36 ≤ x < 54 ) = skor 2 Negatif ( 18 ≤ x < 36 ) = skor 1 2. Karakteristik responden adalah keadaan responden yang berkaitan dengan dirinya yang terdiri atas status sosial ekonomi keluarga, pendidikan , dan usia. a. Status sosial ekonomi keluarga adalah taraf hidup rumahtangga yang dilihat dari dua belas variabel yaitu : pengeluaran, pendapatan, kondisi bangunan rumah, luas lahan pekarangan, status rumah dan pekarangan, sumber air bersih, penggunaan bahan bakar untuk memasak, penggunaan listrik, kepemilikan kamar mandi, kepemilikan sepeda motor, tempat berobat, dan penilaian perkembangan kesejahteraan keluarga. Status sosial ekonomi keluarga dibagi menjadi tiga katagori berdasarkan persentase sebaran normal, yaitu status sosial ekonomi tinggi, sedang, dan rendah. Setiap
variabel
dipersentasekan
terlebih
dahulu,
setelah
dipersentasekan dengan persentase rata-rata dari seluruh variabel. Nilai setiap variabel = (Xi/Xn)/100 Ket : Xi = persentase setiap variabel Xn = persentase rata-rata variabel Tingkat sosial ekonomi tinggi ( 103 ≤ x ≤ 123) = skor 3
itu
21
Tingkat sosial ekonomi sedang ( 86 ≤ x < 103) = skor 2 Tingkat sosial ekonomi rendah ( 67 ≤ x < 86 ) = skor 1 b. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan yang dibagi menjadi 3 katagori berdasarkan sebaran normal, yaitu : Usia tua (50-63 tahun) = skor 3 Usia paruh baya (35-49 tahun) = skor 2 Usia muda (21-34 tahun) = skor 1 c. Pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga katagori, yaitu : Tingkat pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) = skor 3 Tingkat pendidikan sedang (SLTP atau SMA) = skor 2 Tingkat pendidikan rendah (tidak tamat SD atau SD) = skor 1 2. Perilaku konsumsi adalah tingkah laku seseorang dalam mengkonsumsi bahan pangan yaitu beras padi dan beras singkong, baik mengkonsumsinya sebagai bahan pangan pokok, bahan pangan tambahan, atau bahkan tidak mengkonsumsi pangan tersebut. Perilaku konsumsi dilihat dari frekuensi konsumsi dan cara konsumsi. a. Frekuensi konsumsi -
Selalu/ setiap hari = skor 4
-
Sering = skor 3
-
Kadang-kadang = skor 2
-
Tidak pernah = skor 1
b. Cara Konsumsi -
Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan juga untuk tamu = skor 6
-
Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan juga untuk tamu = skor 5
-
Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga, diberi skor = 4
22
-
Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan untuk keluarga, diberi skor = 3
-
Dikonsumsi hanya sebagai makanan selingan/cemilan = skor 2
-
Tidak pernah dikonsumsi dan dihidangkan untuk keluarga maupun tamu = skor 1
3. Kelompok responden adalah responden-responden yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik yang sama,
yaitu jenis konsumsi bahan pangan
pokok keluarga setiap hari. Pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok responden. a. K.BP adalah singkatan dari kelompok responden yang seluruh anggota keluarganya (dalam satu KK) mengkonsumsi beras padi setiap hari. Responden kelompok K.BP memasak beras padi saja setiap harinya yang dijadikan bahan pangan pokok. Kelompok K.BP ini kemungkinan juga pernah mengkonsumsi beras singkong, hanya saja dalam frekuensi yang jarang dan kebanyakan masih mengganggap beras singkong sebagai makanan selingan atau cemilan. b. K.BS adalah singkatan dari kelompok responden yang seluruh anggota keluarganya (dalam satu KK) mengkonsumsi beras singkong. Responden kelompok K.BS memasak beras singkong saja setiap harinya yang dijadikan bahan pangan pokok. Kelompok K.BS ini tidak pernah mengkonsumsi beras padi. Masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong identik dengan kelompok penghayat yang memiliki pantangan mengkonsumsi beras padi. c. K.BC adalah singkatan dari kelompok responden yang anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada juga yang mengkonsumsi beras singkong. Kelompok responden ini setiap harinya memasak dua bahan pangan pokok yaitu beras padi dan beras singkong. Anggota keluarga yang makan beras singkong tidak pernah mengkonsumsi beras padi, sedangkan anggota keluarga yang mengkonsumsi beras padi kadang-kadang juga ikut makan beras singkong.
Pada keluarga ini
membebaskan anggota keluarganya untuk memilih tanpa dipaksa harus makan beras padi maupun beras singkong.
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah,
Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat (gambar lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1). Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kampung Cireundeu ini terdapat masyarakat yang telah mengkonsumsi beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2011.
3.2.
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan pendekatan kuantitatif melalui metode survey yang dilengkapi dengan wawancara untuk memperoleh informasi yang tidak dapat digali melalui kuesioner. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Selain itu juga pertanyaan mengenai karakteristik individu. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum tempat penelitian. Unit analisis penelitian ini adalah rumahtangga dengan populasi yaitu masyarakat Kampung Cireundeu. Sampel dalam penelitian ini yaitu 30 responden ibu rumahtagga Kampung Cireundeu. Ibu rumahtangga dipilih dengan asumsi bahwa Ibu rumahtanggalah yang akan mengatur pola makan keluarga serta mempengaruhi perilaku makan dalam keluarganya. Sampel diambil secara cluster random sampling yaitu dengan meng-cluster RT berdasarkan informasi bahwa pada RT 02 dan 03 terdapat masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong. Sementara RT 01,04, dan 05 masyarakatnya mayoritas makan nasi dan hanya dua orang saja diketiga RT tersebut yang mengkonsumsi beras singkong. Selain itu, kedua kelompok cluster tersebut letaknya secara geografis dipisahkan oleh bukit.
24
Maka kerangka sampling awal penelitian adalah cluster random sampling dengan pembagian RT seperti yang telah dipaparkan diatas dengan pengambilan 15-20 responden pada setiap cluster-nya dengan total responden yang digunakan adalah 30 orang. Dalam analisis data selanjutnya, responden dibagi kedalam tiga kelompok responden berdasarkan jenis konsumsi makanan pokok keluarga, yaitu 1) 10 responden K.BP, 2) 10 responden K.BS, dan 3) 10 responden K.BC. Penjelasan kerangka sampling lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.3.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data meliputi coding, entry, editing, cleaning, dan analisis
data. Seluruh data di entry ke dalam komputer dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel silang dan uji korelasi rank Spearman. Analisis tabel silang digunakan untuk mengolah informasi sikap pada komponen kognitif dan afektif, sikap pada setiap karakteristik individu, dan mengolah data perilaku konsumsi. Berdasarkan Sarwono (2005), Uji korelasi rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel berskala ordinal dan bersifat nonparametrik. Uji korelasi rank Spearman ini dapat menghasilkan angka korelasi positif (+) yang memiliki arti hubungan kedua variabel searah dan negatif (-) yang memiliki arti hubungan kedua variabel tidak searah. Uji korelasi rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan sikap dengan karakterisik individu dan untuk mengetahui hubungan sikap dan perilaku komsumsi masyarakat. Data-data hasil wawancara digunakan sebagai ilustrasi untuk melengkapi hasil statistik tersebut.
25
BAB IV GAMBARAN LOKASI
4.1.
Kondisi Geografis
Kelurahan Leuwigajah Kelurahan Leuwigajah merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kota Cimahi. Sebelah utara Kelurahan Leuwigajah berbatasan dengan Kelurahan Baros, Kelurahan Utama di sebelah timur, Kabupaten Bandung Barat disebelah selatan dan Kelurahan Cibeber di sebelah barat. Kondisi geografis Kelurahan Leuwigajah secara umum memiliki ketinggian 700 m dari permukaan laut dengan suhu maksimum 29 derajat Celcius dan suhu minimum 21 derajat Celcius. Kelurahan Leuwigajah memiliki topografi 80 persen datar sampai berombak, 15 persen berombak sampai berbukit, dan 5 persen berbukit sampai bergunung. Kelurahan Leuwigajah memiliki luas sebesar 393.473 km2.
Kampung Cireundeu Kampung Cireundeu atau RW 10 merupakan salah satu rukun warga (RW) dari 20 RW yang ada di Kelurahan Leuwigajah. Kampung Cireundeu berbatasan dengan RW 09 di sebelah utara, Kabupaten Bandung Barat di sebelah selatan dan barat, serta berbatasan dengan RT 17 Kelurahan Leuwigajah. Jarak dari kampung Cireundeu ke Kelurahan Leuwigajah ± 3 km dan 4 km ke kecamatan serta 6 km ke kota atau Pemerintah Kota Cimahi. Keadaan topografi Kampung Cireundeu yaitu datar, bergelombang sampai berbukit. Terdapat 5 rukun tangga (RT) di Kampung Cirendeu yang seperti terbagi menjadi dua bagian, yaitu RT 01 dan 04 yang terpisahkan oleh bukit dengan RT 02, 03, dan 05. Kampung Cireundeu dikelilingi oleh Gunung Gajah Langu dan Gunung Jambul di sebelah utara, Gunung Puncak Salam di sebelah timur, Gunung Cimenteng di sebelah selatan serta Pasir Panji, TPA dan Gunung Kunci di sebelah barat.
26
4.2.
Kondisi Penduduk
Kelurahan Leuwigajah Jumlah penduduk Kelurahan Leuwigajah berjumlah 38.283 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.312 orang. Jumlah laki-laki sebanyak 16.948 orang dan perempuan 19.335 orang. Tidak terdapat warga negara asing yang tinggal menetap di kelurahan ini. Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan jumlah 35.240 orang, lalu Khatolik 1.001 orang, Protestan 867 orang, Hindu 76 orang, dan Budha 41 orang. Selain itu juga terdapat penganut aliran kepercayaan sebanyak 58 orang yang sebagian besar tinggal di Kampung Cireundeu. Usia penduduk Kelurahan Leuwigajah paling banyak berada pada kisaran usia 30-34 tahun (4.161 orang ), 25-29 tahun (3.965 orang), dan 35-39 tahun (3.587 orang). Penduduk Kelurahan Leuwigajah mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta
(15.190 orang) dan buruh harian lepas (4.983 orang). Pada Tabel 3
disajikan data penduduk berdasarkan mata pencahariannya.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pekerjaan, Tahun 2010 Jenis Pekerjaan Wiraswasta Karyawan Swasta Karyawan BUMN/ BUMD PNS Buruh Harian Lepas Kelompok Profesi Bidang Kesehatan Pertanian Lain-lain Pensiunan Tidak Bekerja Total
Jumlah
Persentase
5.895
15,39
15.190
39,68
406
1,06
3.032 4.983 738 184 176 568 435 6.676 38.283
7,92 13,02 1,93 0,48 0,46 1,48 1,14 17,44 100
Sumber : Data Monografi Penduduk Kelurahan Leuwigajah, Juni 2010
27
Dalam hal pendidikan, mayoritas penduduk Kelurahan Leuwigajah adalah lulusan SMU dan SLTP. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Leuwigajah sudah tergolong menengah atau sedang. Terdapat masyarakat yang buta huruf sebanyak 50 orang dan yang belum sekolah sebnayak 5.302 orang. Pada Tabel 4 disajikan data penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan pendidikannya.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pendidikan, Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat Sekolah Dasar Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP dan SMU Diatas SMU Total
Jumlah (orang) 3.464 6.698 18.583 4.186 32.931
Persentase (%) 10,52 20,33 56,43 12,72 100
Sumber : Data Monografi Penduduk Kelurahan Leuwigajah, Juni 2010
Kampung Cireundeu Penduduk Kampung Cireundeu berjumlah 1.034 orang dengan komposisi laki-laki 490 orang dan perempuan 544 orang. Mata pencaharian masyarakat Kampung Cireundeu beragam. Pada Tabel 5 disajikan data penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan pekerjaannya.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan Pekerjaan Jenis Pekerjaan Petani Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Jumlah (orang) 117 2
Persentase
Supir 7 Pengemudi Ojeg 9 Buruh Tani 30 Buruh Swasta 50 Total 215 Sumber : Data Perkiraan dari Sekretaris RW Kampung Cirundeu, 2011.
54,42 0,93 3,26 4,18 13,95 23,26 100
28
Jumlah masyarakat yang bekerja yaitu sebanyak 215 orang. Sisa penduduk lainnya adalah masyarakat usia belum bekerja (balita dan usia sekolah) dan lansia yang sudah tidak dapat bekerja. Mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu beragama Islam yaitu sebanyak 814 orang, selain itu juga terdapat penganut kepercayaan terhadap Tuhan sebanyak 119 orang. Suku atau etnis yang terdapat di Kampung Cireundeu yaitu 1.006 orang etnis Sunda dan 5 orang etnis Jawa, sisanya adalah etnis Cina. Data tingkat pendidikan masyarakat Kampung Cirendeu masih berupa perkiraan yaitu sekitar 3 orang yang berpendidikan sampai S1, 1 orang D3, 7 orang D1, 25-30 persen yang tingkat pendidikannya adalah SMA, 15-25 persen SMP, 25-30 persen yang hanya sampai Sekolah Dasar (SD) terutama penduduk yang sekarang usianya 40 tahun ke atas.
4.3.
Kelembagaan Bahan Pangan Pokok Kelembagaan menurut Uphoff (1993) dikutip oleh Soekanto (1990) adalah
seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Sebagian besar sosiolog berpendapat bahwa kelembagaan merupakan suatu konsepsi dan bukan sesuatu yang kongkrit atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Dengan demikian kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai sedangkan segi struktural berupa pelbagai peranan sosial. Keduanya saling berhubungan erat satu sama lain. Kelembagaan bahan pangan pokok masyarakat Kampung Cireundeu yaitu seperangkat norma dan perilaku masyarakat Kampung Cireundeu yang berkaitan dengan konsumsi bahan pangan pokok. Terdapat dua bahan pangan pokok yang dikenal di Kampung Cireundeu ini, yaitu beras padi dan beras singkong. Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu masih mengkonsumsi beras padi. Selain karena akses beras padi yang sangat mudah didapatkan di warung maupun pasar terdekat, mereka pun telah terbiasa mengkonsumsi beras padi sejak kecil sehingga sudah menjadi kebiasaan. Masyarakat kampung Cireundeu juga mendapatkan alokasi Raskin (beras miskin) sebanyak 2 ton setiap bulannya untuk satu RW yang artinya 50 persen KK
29
mendapatkan beras Raskin sebanyak 5 kg/KK. Harga Raskin dari pemerintaha yaitu Rp. 1.600/kg, sedangkan harga beras sekarang pada umumnya berkirsar Rp. 6.500- 7.000/ liter. Oleh karena itu warga yang miskin pun masih dapat mengkonsumsi beras padi. Terdapat 199 orang warga yang setiap harinya mengkonsumsi beras singkong yang tersebar di 56 KK (Data ini diperoleh berdasarkan perkiraan sementara dari sekretaris RW, belum pernah diadakan pendataan kembali dari pemerintah). Beras singkong dapat tersedia di Kampung Cireundeu karena disokong oleh oleh potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh daerah ini. Jenis pertanian yang terdapat di Kampung Cireundeu yaitu pertanian padi, singkong, jagung, dan kacang tanah. Terdapat 42 hektar kebun yang ditanami singkong sehingga akses untuk mendapatkan bahan baku beras singkong mudah. Selain itu juga telah terkoordinir mengenai pengolahan dan pemasaran beras singkong yang berpusat di sebuah balai di RT 02. Di Kampung Cireundeu, warga yang mengkonsumsi beras singkong identik dengan sebutan penghayat atau penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME. Pada awalnya, mereka juga mengkonsumsi beras padi sama seperti masyarakat pada umumnya. Sejak tahun 1924, penganut kepercayaan ini beralih mengkonsumsi beras singkong. Hal ini seperti yang dituturkan oleh abah ES (74), tokoh penganut kepercayaan ini, mengenai sejarah mengkonsumsi singkong :
“Saat itu di zaman penjajahan Belanda, lahan sawah yang telah ditanami padi mengering dan puso. Sementara suplai beras dari pemerintah Belanda saat itu sangatlah sulit. Di tengah masa yang teramat sulit itu, Haji Ali, tokoh masyarakat Cirendeu, mulai mencari jalan keluarnya. Jalan keluarnya adalah dengan mengganti sawah menjadi kebun singkong. Sejak itulah warga Cirendeu membiasakan diri makan singkong. Hal ini didahului dengan keluarnya wejangan dari Haji Ali, yang intinya meminta masyarakat menunda mengonsumsi beras, dan beralih ke umbiumbian. Rupanya wejangan itu tetap melekat pada warga masyarakat Cirendeu hingga saat ini.” Tradisi yang dijalankan penganut kepercayaan ini adalah mengkonsumsi singkong serta tidak memakan nasi. Pantangan bagi mereka hanyalah nasi, selain
30
nasi mereka mau mengkonsumsinya. Hal tersebut diperkuat oleh Ibu IM (55 tahun) akan pantangan mereka mengkonsumsi nasi “…. kalo ga ada lagi beras singkong ya bisa makan yang lain, yang penting bukan nasi. Bisa makan mie, jagung, ubi, kentang…..”. Masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong masih bertahan hingga sekarang disebabkan karena patuhnya mereka pada wejangan yang diberikah oleh sesepuh. Selain itu penganut kepercayaan ini juga berpedoman pada suatu prinsip hidup yaitu Teu nyawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat (tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat). Prinsip ini yang membuat penganut aliran ini lepas dari ketergantungan mengkonsumsi beras padi. Abah ES (74 tahun) sebagai tokoh paling tua dalam kelompok ini pun memberikan penekanan melalui prinsip ini bahwa yang paling penting adalah menjadi kuat dan untuk menjadi kuat tidak harus mengkonsumsi beras padi. Melalui prinsip ini pula Abah ES ( 74 tahun ) lebih menjabarkan pentingnya prinsip ini untuk dijalani “Masyarakat tidak dipaksa untuk makan rasi, mereka tetap makan rasi karena udah terbukti, kalo orang Cireundeu tidak mau terkena bencana maka pantang makan nasi”. Satu hal yang menyolok dari kegiatan penganut kepercayaan ini adalah rutinitas menggelar hajat peringatan tahun baru Saka 1 Sura. Upacara Suraan memiliki makna yang dalam bahwa manusia itu harus memahami bahwa ia hidup berdampingan dengan mahluk hidup lainnya dan juga sebagai rasa syukur. Ketaatan penganut aliran kepercayaan ini tidak mengekang anak atau menantunya untuk mengikuti mereka yang mengkonsumsi beras singkong sehingga jumlahnya tidak banyak bertambah bahkan berkurang. Sebenarnya, selain alasan taat pada leluhur, kebiasaan mengkonsumsi beras singkong yang dilakukan oleh penganut kepercayaan ini memiliki manfaat dan keuntungan. Selain karena harganya yang lebih murah daripada beras padi, yaitu Rp.3.000, Hal ini juga sejalan dengan yang dituturkan oleh Bapak YR (33 tahun), sebagai sekretaris RW Kampung Cireundeu:
31
“ … Belum banyak yang sadar bahwa mengkonsumsi beras singkong sangat menguntungkan apalagi dari segi ekonomi. Semua bagian dari tanaman singkong bisa dimanfaatkan, cara mengolahnya juga mudah. Saya sendiri meskipun sehari-hari makan nasi tapi kalo disuruh buat rasi juga bisa kok. Beras singkong juga lebih murah, tapi tetep aja masih banyak warga yang makan nasi karena tidak terbiasa makan rasi“ Keuntungan mengkonsumsi beras singkong ternyata tidak begitu saja membuat masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi beras padi beralih menjadi beras singkong. Beras singkong tetap diterima sebagai kewajaran di tengah masyarakat Kampung Cireundeu, namun bagi sebagian besar masyarakat yang tidak mengkonsumsi beras singkong hanya menganggap beras singkong sebagai cemilan saja atau baru mencicipinya jika ada yang memberi. Kebiasaan makan mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu masih tetap mengkonsumsi beras padi.
BAB V SIKAP TERHADAP BAHAN PANGAN POKOK
Sikap
masyarakat
terhadap
beras
padi/beras
singkong
adalah
kecenderungan masyarakat dalam menanggapi beras padi/beras singkong sebagai bahan pangan pokok dalam bentuk tanggapan positif maupun negatif. Pada penelitian ini sikap dilihat melalui 2 komponen sikap yaitu kognitif dan afektif. Pengukuran komponen-komponen tersebut pun dilihat pada setiap kelompok responden, yaitu: 1.) kelompok responden yang seluruh anggota keluarganya (dalam satu KK) mengkonsumsi beras padi setiap hari (K.BP), 2.) kelompok responden yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras singkong setiap hari (K.BS), dan 3.) kelompok responden yang setiap hari anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras padi dan beras singkong (K.BC). Pada Tabel 6 disajikan hasil pengukuran sikap terhadap bahan pangan pokok yaitu beras padi dan beras singkong.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Sikap terhadap Bahan Pangan Pokok
Bahan Pangan Pokok
Beras Padi
Beras Singkong
Kelompok (n=10) K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS
Positif Jml % 6 60 0 0 0 0 0 0 2 20 4 40
Sikap Total Netral Negatif Jml % Jml % Jml % 4 40 0 0 10 100 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 10 100 8 80 0 0 10 100 6 60 0 0 10 100
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kelompok responden K.BC dan K.BS memiliki kecenderungan sikap yang netral baik terhadap beras singkong maupun beras padi. Kelompok responden K.BP memiliki sikap yang sangat positif terhadap beras padi (60 persen) dan ternyata sikap terhadap beras singkongnya sama dengan kelompok lainnya yaitu netral. Kelompok yang memiliki sikap
33
terhadap beras padi yang lebih positif dibandingkan kelompok lainnya yaitu K.BP, sedangkan kelompok yang memiliki sikap terhadap beras singkong yang lebih positif dibandingkan kelompok lainnya yaitu K.BS. Hal ini karena kelompok K.BP yang paling sering mengkonsumsi beras padi sehingga memiliki sikap yang paling positif terhadap beras padi dibandingkan kelompok lainnya. Demikian pula dengan kelompok K.BS yang memiliki sikap paling positif terhadap beras singkong karena kelompok inilah yang setiap harinya mengkonsumsi beras singkong. Artinya, semakin dekat dan khusus suatu bahan pangan dalam keluarga maka terlihat semakin positif terhadap bahan pangan tersebut. Namun ternyata sikap yang positif terhadap bahan pangan pokok yang dimakannya, yaitu lebih banyak persentase sikap positif kelompok K.BP terhadap beras padi (positif 60 persen, netral 40 persen) daripada K.BS terhadap beras singkong (positif 40 persen, netral 60 persen). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang makan beras padi lebih memiliki sikap yang positif terhadap makanan yang dimakannya daripada orang yang mengkonsumsi beras singkong. Selain itu juga artinya ternyata orang makan beras singkong bukan karena dilandasi sikap yang sungguh-sungguh positif terhadap beras singkong, namun lebih disebabkan oleh nilai-nilai yang dianut. Pada Tabel 6 juga dapat diketahui bahwa tidak ada kelompok yang memiliki sikap yang negatif baik terhadap beras padi maupun beras singkong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa responden yang tidak mengkonsumsi beras padi bukanlah karena memiliki sikap yang negatif terhadap beras padi. Demikian juga responden yang tidak mengkonsumsi beras singkong, ternyata bukanlah karena alasan tidak suka atau memiliki sikap yang negatif terhadap beras singkong. Selain itu, Pada sub bab berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hasil sikap terhadap beras padi dan beras singkong ini dengan melihat pada setiap komponen yang diteliti.
34
5.1.
Sikap terhadap Beras Padi
5.1.1. Komponen Kognitif terhadap Beras Padi Komponen kognitif terhadap beras padi ini merupakan aspek sikap yang menyangkut pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap beras padi sebagai bahan pangan pokok. Komponen kognitif dilihat adalah dari dimensi manfaat, budaya, keunggulan serta harga beras padi. Keempat dimensi tersebut diterjemahkan ke dalam 13 pernyataan yang disusun dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat sekitar peneliti sebelum dilakukan penelitian. Pertanyaan yang diajukan memiliki empat pilihan jawaban yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), dan sangat setuju (skor 4) yang dijawab oleh 30 responden. Secara keseluruhan, sebagian besar responden ( 96,67 persen ) memiliki pengetahuan yang sedang tentang beras padi. Hanya 3,33 persen yang tingkat pengetahuan tentang beras padi tergolong tinggi. Selain itu juga tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang beras padi. Pada Tabel 7 dapat dilihat persebaran tingkat pengetahuan disetiap kelompok responden.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Kognitif tentang Beras Padi Jumlah Tingkat Pengetahuan Persen K.BP K.BC K. BS dan Keyakinan Total tase (n=10) (n=10) (n=10) tentang Beras Padi (%) Jml % Jml % Jml % Tinggi 1 10 0 0 0 0 1 3,33 Sedang 9 90 10 100 10 100 29 96,67 Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 10 100 10 100 10 100 30 100
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa kelompok K.BP memiliki tingkat pengetahuan tentang beras padi lebih tinggi (10 persen) dibandingkan kelompok K.BC dan K.BS yang 100 persen tergolong pengetahuan sedang. Tingkat pengetahuan yang tinggi pada kelompok K.BP ini memperjelas bahwa
35
beras padi dianggap sebagai bahan pangan pokok terbaik. Meskipun pada kelompok K.BC dan K.BS tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang beras padi, namun kecenderungan kedua kelompok ini sama dengan kelompok K.BP. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa kelompok K.BC dan K.BS berarti juga menganggap beras padi sebagai bahan pangan pokok yang baik. Tingkat pengetahuan yang tergolong sedang terhadap beras padi ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki tingkat pengetahuan dan keyakinan yang cukup terhadap beras padi, baik itu tentang manfaat, budaya, keunggulan, dan harga. Berikut adalah pembahasan mengenai masing-masing dimensi (persentase hasil masing-masing dimensi dapat dilihat pada Lampiran 4).
Dimensi pada Komponen Kognitif terhadap Beras Padi Dimensi manfaat yaitu pengetahuan dan keyakinan bahwa beras padi membuat tubuh bertenaga, menyehatkan, dan dapat mencegah penyakit terutama diabetes. Seluruh responden tahu bahwa tubuh akan menjadi bertenaga setelah mengkonsumsi beras padi. Selain itu, hampir seluruh responden memiliki pandangan bahwa beras padi juga dapat membuat tubuh sehat, hanya sebagian kecil responden yang tidak memiliki pandangan demikian. Responden yang tidak memiliki pandangan bahwa beras padi dapat membuat tubuh sehat ini berasal dari kelompok responden K.BC. Ia berpendapat bahwa tubuh menjadi sehat bukan hanya karena makan beras padi tetapi juga karena mengkonsumsi pangan lainnya. Sebagian besar responden (43 persen) tidak setuju dengan pernyataan beras padi dapat mencegah penyakit diabetes. Menurut mereka beras padi tidak dapat mencegah penyakit diabetes tetapi sebaliknya yaitu dapat menyebabkan penyakit diabetes jika dimakan berlebihan dan beras singkonglah yang dapat mencegah penyakit diabetes. Ini menunjukkan bahwa walaupun keyakinan mereka cukup positif tentang beras padi, namun mereka tetap menyadari bahayanya makan beras padi secara berlebihan. Sebaliknya dalam hal ini mereka menyadari bahwa beras singkonglah yang bermanfaat dalam mencegah penyakit diabetes. Keyakinan ini ternyata merupakan hasil belajar dari lingkungan yaitu dari tetangga-tetangga mereka yang dianjurkan dokter untuk mengurangi makan beras padi karena mengidap penyakit diabetes.
36
Dalam dimensi budaya, mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu memandang bahwa makan beras padi sudah menjadi kebiasaan mereka sejak kecil. Namun bagi kelompok responden yang terbiasa mengkonsumsi beras singkong sejak kecil tidak setuju dengan pernyataan bahwa beras padi sudah terbiasa dimakan sejak kecil ( 26,7 persen dari K.BS dan 6,67 persen dari K.BC ). Selanjutnya, sebagian besar responden meyakini bahwa beras padi merupakan simbol kesejahteraan keluarga. Hanya 10 persen
responden yang tidak
berkeyakinan demikian (6,67 persen dari kelompok K.BC dan 3,33 dari kelompok K.BP). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat responden yang memakan beras padi bukanlah karena alasan gengsi bahwa beras padi sebagai simbol kesejahteraan. Mereka tidak begitu peduli dengan hal tersebut. Bagi mereka, yang paling terpenting dari makan adalah mengenyangkan dan juga masalah kebiasaan, bukan karena gengsi. Dalam dimensi keunggulan, sebagian besar responden berpendapat bahwa beras padi kurang memiliki keunggulan dalam hal masa penyimpanan. Masa simpan beras padi dinilai hanya sebentar dibandingkan dengan beras singkong yang cenderung bisa bertahan lebih lama. Terdapat 56,7 persen responden yang menganggap bahwa beras padi tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dibandingkan dengan beras singkong, dalam hal pengolahan terdapat 63,33 persen responden menganggap beras padi lebih mudah diolah. Selanjutnya, sebagian besar responden juga mengakui bahwa padi mudah untuk ditanam yaitu sebanyak 76,67 persen responden. Hanya terdapat 23,33 persen responden yang berpendapat bahwa menanam padi itu sulit dan penuh dengan resiko serta hambatan. Mereka menganggap menanam padi mudah rupanya karena menanam padi merupakan kebiasaan atau budaya sehingga dianggap mudah ditanam walaupun sesungguhnya menanam padi membutuhkan tenaga, waktu, dan biaya yang lebih besar daripada menanam singkong. Sebagian besar respoden yaitu 66,67 persen responden menganggap bahwa masa tanam padi pendek yaitu 3 bulan, sedangkan 33,33 persen responden lainnya beranggapan bahwa masa tanam padi lama. Masa tanam yang dianggap sebentar ini ternyata berhubungan dengan anggapan bahwa padi mudah ditanam. Jika dibandingkan dengan masa tanam singkong yang satu tahun, wajar jika
37
masyarakat menganggap bahwa masa tanam padi pendek sehingga juga dianggap mudah ditanam. Selain itu, sebagian besar responden setuju bahwa beras padi dapat membuat kenyang, namun mereka juga menambahkan pendapat bahwa lebih kenyang mengkonsumsi beras singkong daripada beras padi. Hanya ada 10 persen responden yang berpendapat bahwa beras padi tidak mengenyangkan yaitu responden yang mengkonsumsi beras singkong. Pada dimensi harga, responden menganggap bahwa harga beras padi murah yaitu sebanyak 66,67 pesen responden. Mereka menganggap murah karena masih bisa terjangkau oleh mereka, terutama yang sering mereka konsumsi adalah beras Raskin. Harga beras Raskin dari Pemerintah hanya Rp.1600. Responden yang menganggap beras padi mahal yaitu sebanyak 33,33 persen (16,67 persen dari K.BP, 10 persen dari K.BC, dan 6,66 persen dari K.BS), namun sebagian dari mereka juga berpendapat meskipun mahal tetapi masih tetap terjangkau. Oleh karena itu, mereka masih banyak yang memilih beras padi sebagai bahan pangan pokoknya. Terlebih lagi mereka juga banyak yang mendapatkan Raskin (beras miskin) sehingga masih sanggup untuk membeli beras. Meskipun demikian, terdapat 3,33 persen ( dari kelompok K.BP ) responden yang akan mengkonsumsi beras singkong jika sedang tidak punya uang untuk membeli beras karena harga beras singkong jauh lebih murah daripada beras padi.
Perbandingan Dimensi pada Komponen Kognitif terhadap Beras Padi Pada Tabel 8 dapat dilihat hasil intensitas pengetahuan dan keyakinan responden pada masing-masing dimensi kognisi terhadap beras padi. Secara keseluruhan, pandangan yang paling menonjol dalam menyatakan beras padi sebagai bahan pangan pokok yaitu beras padi dapat membuat tubuh bertenaga, terlihat dari rata-rata seluruh kelompok pada pernyataan ini sama yaitu dengan skor rata-rata di atas 3. Hal tersebut berarti beras padi dianggap sebagai sumber penghasil tenaga yang cukup untuk tubuh, sehingga ada sebutan bahwa “belum terasa makan jika belum makan nasi”. Oleh karena itulah beras padi menjadi sumber pangan pokok dan tidak mengherankan bila tidak ada responden yang menganggapnya sebagai cemilan. Terbukti dengan skor rata-rata pernyataan beras
38
padi merupakan makanan cemilan mendapat skor rata-rata keseluruhan yang terendah.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Beras Padi
No.
Pengetahuan dan Keyakinan tentang Beras Padi
Manfaat 1 Membuat tubuh bertenaga 2 Membuat tubuh sehat 3 Mencegah penyakit diabetes Budaya Sudah terbiasa dimakan sejak 4 kecil 5 Makanan cemilan Simbol kesejahteraan 6 masyarakat Keunggulan Dapat disimpan dalam waktu 7 yang lama 8 Mudah diolah 9 Mengenyangkan 10 Mudah ditanam 11 Masa tanam pendek Dapat dikombinasikan dengan 12 berbagai macam lauk Harga 13 Harga murah Rata-Rata Skor Kognitif
Skor Rata-Rata Kelompok K. BP K.BC K.BS
Skor Rata-Rata Keseluruhan Jml
3,8 3,1 2,4
3,2 2,9 2,3
3,0 3,0 3,0
3,33 3,00 2,57
3,6 2,1
2,9 2,1
2,2 2,3
2,90 2,17
3,0
2,8
3,0
2,93
2,2 2,7 3,1 2,4 2,4
2,3 2,3 2,8 2,9 2,6
2,8 3,0 3,0 3.0 2,0
2,43 2,67 2,97 2,77 2,33
3,5
2,6
3,0
3,03
2,4 2,8
2,6 2,6
2,8 2,8
2,60 2,73
Pandangan yang relatif berbeda pada ketiga kelompok tersebut yaitu pada pernyataan beras
padi
membuat
tubuh
sehat,
mengenyangkan,
simbol
kesejahteraan, dan dapat dikombinasikan dengan berbagai macam lauk (skor ratarata K.BC dibawah 3, sedangkan K.BP dan K.BS di atas 3). Hal yang wajar jika Kelompok K.BP memiliki pengetahuan dan keyakinan yang cukup tinggi pada terhadap keempat penyataan tersebut, namun menarik jika ternyata kelompok K.BS juga memiliki keyakinan yang sama, padahal tidak pernah mengkonsumsi beras padi. Hal tersebut karena sumber pengetahuan kelompok K.BS bukanlah
39
dari pengalaman pribadi, namun berasal dari lingkungan sekitar mereka, yaitu tetangga-tetangga yang mengkonsumsi beras padi. Jadi K.BS memiliki pengetahuan yang sama dengan K.BP. Merupakan hal yang wajar jika K.BC memiliki keyakinan yang lebih rendah pada keempat pernyataan tersebut karena K.BC setiap harinya dihadapkan pada kedua bahan pangan tersebut. Bagi K.BC yang dapat membuat tubuh sehat, mengenyangkan, simbol kesejahteraan, dan dapat dikombinasikan dengan berbagai macam lauk bukan hanya beras padi, namun demikian juga dengan beras singkong. Kelompok K.BP dan K.BC memiliki pengetahuan dan keyakinan yang relatif sama dan lebih rendah daripada K.BS yaitu pada pernyataan beras padi dapat mencegah penyakit diabetes, mudah diolah dan mudah ditanam. Hal tersebut karena K.BS tidak mengetahui pengetahuan yang sebenarnya tentang beras padi. Kelompok K.BS tidak pernah merasakan langsung, tetapi mendapatkan pengetahuan tersebut dari luar. Kelompok K.BS dan K.BC tidak sepakat pada pernyataan beras padi sudah terbiasa dimakan sejak kecil. Hal ini karena K.BS tidak pernah mengkonsumsi beras padi dan K.BC juga bukan hanya mengkonsumsi beras padi saja setiap harinya. Sementara K.BP memiliki pandangan bahwa beras padi sudah terbiasa dikonsumsi sejak kecil karena kenyataannya demikian bagi mereka.
5.1.2. Komponen Afektif terhadap Beras Padi Komponen afektif terhadap beras padi adalah aspek sikap yang menyangkut perasaan serta penilaian masyarakat terhadap beras padi sebagai bahan pangan pokok. Komponen afektif dlihat dari dimensi rasa (tidak enakenak), aroma (apek - wangi), bentuk (tidak menarik – menarik), dan perasaan (malu - bangga dan
bosan – tidak bosan). Setiap komponen afektif ini
mendapatkan skor terendah 1 dan tertinggi 4. Pada Tabel 9 disajikan sikap responden terhadap beras padi pada komponen afektifnya.
40
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Afektif tentang Beras Padi
Tingkat Perasaan tentang Beras Padi Positif Netral Negatif Total
K.BP (n=10) Jml % 10 100 0 0 0 0 10 100
Jumlah K.BC (n=10) Jml % 10 100 0 0 0 0 10 100
K. BS (n=10) Jml % 10 100 0 0 0 0 10 100
Total 30 0 0 30
Presentase (%) 100 0 0 100
Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa semua responden memiliki perasaan yang positif terhadap beras padi (100 persen). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengakui rasa beras padi yang enak, bentuknya menarik, aromanya yang wangi, tidak membosankan, serta bangga terhadap beras padi. Responden yang belum pernah mencicipi beras padi pun mengakui rasa beras padi enak berdasarkan informasi dari tetangga-tetangganya dan melalui pemahamannya bahwa mengapa banyak orang tetap lebih memilih mengkonsumsi beras padi adalah karena beras padi rasanya enak dan belum ada yang bisa menandingi rasa beras padi untuk dijadikan bahan pangan pokok.
Dimensi pada Komponen Afektif terhadap Beras Padi Dimensi afektif yang positif pada semua kelompok responden dapat dijabarkan lebih rinci (dapat dilihat pada Lampiran 4) yaitu bahwa terdapat 63,33 persen responden yang menyukai rasa beras padi dan 36,67 persen responden yang sangat menyukai rasanya. Selain rasa, tingkat afektif yang positif ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden menyukai aroma beras padi. Terdapat 23,33 persen responden yang berpendapat bahwa aroma beras padi sangat wangi, 76,76 persen responden berpendapat aroma beras padi wangi. Aroma wangi yang dimaksud oleh kebanyakan responden adalah untuk beras yang bagus dan cukup mahal, sedangkan aroma Raskin (beras miskin) yang biasa mereka dapatkan tidak begitu wangi aromanya atau kadang-kadang beraroma apek.
41
Komponen afektif yang positif ini juga menunjukkan kecenderungan perasaan bangga jika bisa mengkonsumsi beras padi karena bagi mereka hal tersebut adalah pertanda mereka dapat memenuhi kebutuhan pokok yaitu makan. Bagi responden yang setiap harinya mengkonsumsi beras padi, mereka merasa belum makan jika belum makan nasi, namun bagi responden yang setiap harinya makan beras singkong cukup bingung menggambarkan perasaannya terhadap beras padi, karena mereka tidak memiliki pengalaman langsung dalam mengkonsumsi beras padi. Semua perasaan terhadap beras padi yang dimikilinnya adalah hasil dari pengamatan dan pembelajaran dari orang lain. Mereka yang tidak mengkonsumsi beras padi bukanlah karena malu mengkonsumsi beras padi. Mereka tetap bangga terhadap beras padi karena saudara-saudara dan tetanggatetangga mereka juga banyak yang mengkonsumsi beras padi setiap harinya. Terdapat 23,33 persen responden yang sangat bangga mengkonsumsi beras padi dan 76,67 persen responden yang bangga mengkonsumsi beras padi. Bentuk yang menarik juga merupakan salah satu penilaian positif responden terhadap beras padi. Terdapat 16,67 persen responden yang berpendapat bahwa bentuk beras padi sangat menarik dan 83,33 persen responden lainnya berpendapat bahwa bentuk beras padi menarik. Selanjutnya, dalam hal kebosanan mengkonsumsi, responden yang masih mengkonsumsi beras padi setiap hari adalah pertanda mereka tidak bosan dalam mengkonsumsi beras padi. Terdapat 46,67 persen responden yang merasa sangat tidak bosan mengkonsumsi beras padi dan baginya tidak ada yang dapat menandingi rasa nasi, sedangkan responden lainnya juga tidak bosan mengkonsumsi beras padi karena sudah menjadi kebiasaan. Responden yang tidak mengkonsumsi beras padi juga berpendapat bahwa beras padi tidak membosankan berdasarkan pengamatannya terhadap tetangga-tetangganya yang mengkonsumsi beras padi dan tetap mengkonsumsi beras padi hingga saat ini, meskipun ada alternatif pilihan pangan lain di daerah tersebut yaitu beras singkong. Tidak beralihnya konsumsi pangan harian tersebut membuat masyarakat yang tidak pernah mengkonsumsi beras padi juga berpendapat bahwa beras padi tidak membosankan.
42
Perbandingan Dimensi pada Komponen Afektif terhadap Beras Padi Pada Tabel 10 dapat dilihat intensitas perasaan responden pada masingmasing dimensi afektif terhadap beras padi.
Tabel 10. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Afektif terhadap Beras Padi No
Dimensi Afektif terhadap Beras Padi
1 Enak 2 Wangi 3 Menarik 4 Bangga 5 Tidak bosan Rata-Rata Afektif
Skor Rata-Rata Kelompok K. BP K.BC K.BS 3.8 3.3 3 3.5 3.2 3 3.4 3 3 3.6 3.1 3 3.9 3.5 3 3.64 3.22 3
Skor Rata-Rata Keseluruhan Jml 3,37 3,23 3,13 3,23 3,47 3,29
Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa terdapat kecenderungan perasaan yang sama mengenai beras padi pada ketiga kelompok ini, yaitu cenderung perasaan yang positif. Kecenderungan afeksi yang positif ini memiliki arti bahwa baik kelompok K.BP, K.BS, maupun K.BC mengakui bahwa beras padi rasanya enak, aromanya wangi, bentuknya menarik, serta bangga dan tidak bosan dalam mengkonsumsinya. Dilihat dari seluruh dimensi afektif yang diteliti, kelompok K.BP lah yang paling positif terhadap seluruh dimensi afektif tersebut. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semakin responden tersebut dekat (mengkonsumsinya) dengan beras padi maka akan semakin positif perasaannya terhadap beras padi. Kelompok K.BS memiliki skor yang paling rendah dibandingkan lainnya karena kelompok K.BS inilah yang paling jauh terkait kedekatan dengan beras padi, yaitu tidak pernah mengkonsumsi beras padi. Penilaian yang diberikan K.BS pada setiap dimensi pun sama, karena tidak pernah mencicipi beras padi sehingga kelompok ini tidak memiliki perasaan yang kuat terhadap beras padi.
5.1.3. Iktisar Meskipun kecenderungan tingkat pengetahuan dan keyakinan terhadap beras padi pada setiap kelompok sama, yaitu sedang, namun masih terlihat
43
perbedaan keyakinan tersebut, terutama K.BP dan K.BC dibandingkan dengan K.BS. Akan tetapi dalam afeksi ternyata semua kelompok sangat positif, walaupun memang K.BP lah yang paling positif terhadap beras padi. Semakin dekat dan khusus bahan pangan tersebut bagi keluarga maka akan semakin positif terhadap bahan pangan tersebut. Penelitian ini membuktikan hipotesis bahwa kelompok K.BP cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras padi dan kelompok K.BC cenderung memiliki sikap yang netral terhadap beras padi. Namun hipotesis bahwa kelompok K.BS cenderung memiliki sikap yang negatif terhadap beras padi tidaklah terbukti. Kelompk K.BS dan K.BC memiliki sikap yang netral terhadap beras padi. Sikap yang netral ini memiliki arti bahwa K.BS dan K.BC sikapnya terhadap beras padi biasa saja, tidak terlalu positif dan juga tidak terlalu negatif. Kedua kelompok tersebut memiliki pengetahuan dan believe yang cukup terhadap beras padi.
5.2.
Sikap terhadap Beras Singkong Komponen kognitif terhadap beras singkong merupakan aspek sikap yang
menyangkut pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Komponen kognitif yang dilihat adalah dari dimensi manfaat, budaya, keunggulan serta harga beras padi yang dijabarkan ke dalam 13 pernyataan.
5.2.1. Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan setiap kelompok responden memiliki tingkat pengetahuan dan keyakinan yang sedang terhadap beras singkong, yaitu 100 persen. Hal ini artinya, baik kelompok K.BP, K.BC, maupun K.BS memiliki pengetahuan yang sama mengenai beras singkong. Tingkat pengetahuan dan keyakinan mengenai beras singkong yang sedang ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki tingkat pengetahuan dan keyakinan yang cukup tentang manfaat, budaya, keunggulan, dan harga beras singkong. Pada tabel berikut (Tabel 11) juga dapat dilihat persebaran komponen kognitif disetiap kelompok responden.
44
Tabel 11. Jumlah Responden dan Persentase pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Kognitif tentang Beras Singkong Tingkat Pengetahuan dan Keyakinan tentang Beras Singkong Tinggi Sedang Rendah Total
K.BP (n=10) Jml % 0 0 10 100 0 0 10 100
Jumlah K.BC K. BS (n=10) (n=10) Jml % Jml % 0 0 0 0 10 100 10 100 0 0 0 0 10 100 10 100
Total
Presentase (%)
0 30 0 30
0 100 0 100
Pembahasan mengenai komponen kognitif ini lebih rinci akan dijabarkan dengan masing-masing dimensinya (persentase hasil masing-masing dimensi dapat dilihat pada Lampiran 4).
Dimensi pada Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong Pengetahuan dan keyakinan mengenai manfaat yaitu pengetahuan dan keyakinan bahwa beras singkong menyehatkan, membuat tubuh bertenaga, dapat menyembuhkan penyakit diabetetes. Mayoritas responden tahu bahwa tubuh akan menjadi bertenaga setelah mengkonsumsi beras singkong. Hanya ada 6,67 persen responden yang termasuk K.BP yang berpendapat bahwa tubuh tidak bertenaga jika mengkonsumsi beras singkong. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata bukan hanya beras padi yang dianggap dapat membuat tubuh bertenaga, tatapi beras singkong juga, bahkan sebagian besar K.BP pun mengakui bahwa beras singkong dapat
membuat
tubuh
bertenaga
meskipun
jarang
atau
tidak
pernah
mengkonsumsinya. Demikian juga dengan manfaaat beras singkong dapat membuat tubuh menjadi sehat, mayoritas responden setuju akan hal tersebut. Hanya terdapat 13,33 persen responden (dari K.BP) yang tidak setuju bahwa beras singkong dapat menyehatkan tubuh karena mereka sudah terbiasa mengkonsumsi beras padi dan tidak mengetahui manfaat beras singkong. Selanjutnya, pengetahuan mengenai beras singkong dapat mencegah penyakit diabetes merupakan kebanggaan bagi masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong setiap hari. Demikian pula dengan masyarakat yang tidak mengkomsumsinya
45
setiap hari juga mengetahui bahwa beras singkong dapat mencegah penyakit diabetes. Mengkonsumsi beras singkong akan menjadi alternatif mereka jika terkena penyakit diabetes. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan mengenai beras singkong dapat mencegah penyakit diabetes sudah menjadi pengetahuan bersama dalam Kampung ini. Hanya terdapat 13,33 persen responden yang tidak setuju mengenai manfaat beras singkong yang dapat menyembuhkan penyakit diabetes. Komponen kognitif terhadap beras singkong terkait dengan budaya makan yaitu beras singkong sudah terbiasa dikonsumsi sejak kecil, beras singkong yang dianggap sebagai cemilan, dan juga dianggap sebagai simbol kesejahteraan. Terdapat 46,67 persen responden yang termasuk ke dalam K.BP dan K.BC yang tidak setuju bahwa mengkonsumsi beras singkong adalah kebiasaannya sejak kecil, hal tersebut karena yang biasa mereka konsumsi sejak kecil adalah beras padi. Responden lainnya (53,33 persen) yang termasuk ke dalam K.BS serta K.BC setuju dan sesuai dengan kebiasaan mereka mengkonsumsi beras singkong yaitu sejak kecil. Selain itu, karena mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu mengkonsumsi beras padi sehingga mayoritas responden yang diteliti masih ada yang menganggap bahwa beras singkong sebagai cemilan. Tetapi mayoritas responden (56,67 persen) tidak menganggap beras singkong sebagai cemilan karena mereka mengkonsumsi beras singkong setiap hari bersama dengan laukpauk. Dapat dikatakan pula bahwa keberadaan beras singkong sebagai bahan pangan pokok sebagai masyarakat Kampung Cireundeu sudah diakui dan tidak lagi dianggap aneh di wilayah tersebut. Oleh karena itu, di Kampung Cireundeu ini, bahan pangan yang dianggap menjadi simbol kesejahteraan keluarga bukan saja hanya beras padi tetapi juga beras singkong. Hal ini terlihat dari sebagian besar responden (66,67 persen) yang berpendapat bahwa beras singkong adalah simbol kesejahteraan keluarga. Jumlah responden yang tidak setuju beras singkong menjadi simbol kesejahteraan keluarga sebanyak 33,33 persen. Menurut pengamatan dan hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa pada realitasnya di Kampung Cireundeu ini, masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong memiliki rumah dan
fasilitas rumah yang lebih bagus dari pada
masyarakat yang mengkonsumsi beras padi. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan stategi ekonomi yaitu “irit” dalam pengeluaran makan sehingga dapat
46
membeli kebutuhan sekunder lainnya. Strategi ekonomi seperti ini merupakan gambaran yang telah melekat pada sebagian Suku Sunda. Keunggulan beras singkong yang sudah diketahui dan diyakini oleh mayoritas responden yaitu terkait masa penyimpanan beras singkong yang cenderung bisa bertahan lebih lama dari pada beras padi, cara mengolah beras singkong yang mudah, begitu juga dengan cara menanam singkong yang mudah. Terdapat 70 persen responden yang berpendapat bahwa beras singkong dapat disimpan dalam waktu yang lama. Ukuran mereka berpendapat bahwa beras singkong dapat disimpan dalam waktu lama yaitu jika dibandingkan dengan masa simpan beras padi. Di sisi lain, 70 persen responden berpendapat bahwa beras singkong mudah untuk diolah.
Responden tersebut merupakan berasal dari
kelompok responden K.BP (23,33 persen) dan K.BC (6,67 persen) yang yang setiap harinya mengkonsumsi beras padi sehingga tidak begitu mengetahui tentang pengetahuan masa simpan dan pengolahan beras singkong. Semua responden baik yang mengkonsumsi beras singkong maupun beras padi berpendapat bahwa singkong mudah ditanam. Meskipun cara menanam singkong sangat mudah, namun mereka juga mengakui bahwa masa tanam singkong lama. Hanya terdapat 13,33 persen responden yang berpendapat bahwa masa tanam singkong pendek, yaitu responden dari kelompok K.BP (10 persen) dan K.BC (3,33
persen).
Beras
singkong
sama
dengan
beras
padi
dalam
hal
pengkonsumsiannya yaitu seluruh responden mengetahui bahwa beras singkong dapat dikombinasikan dengan berbagai macam lauk. Bagi masyarakat Kampung Cireundeu, beras singkong sudah sangat familiar dengan keseharian mereka, bahkan yang tidak mengkonsumsi beras singkong setiap hari pun sebagian besar mengetahui bahwa beras singkong mengenyangkan bahkan lebih mengenyangkan dari pada beras padi. Hanya terdapat 20 persen responden (dari K.BP 3,33 persen dan K.BC 16,67 persen) yang tidak berpendapat bahwa beras singkong mengenyangkan. Hal ini karena responden tersebut setiap harinya mengkonsumsi beras padi dan mereka jarang mengkonsumsi beras singkong. Seluruh responden mengetahui bahwa harga beras singkong murah, bahkan lebih murah dari pada beras padi. Harga beras singkong yang lebih murah dari beras padi ini karena sumber singkong yang merupakan bahan baku beras
47
singkong mudah didapatkan dan banyak ditanam di kebun dekat kampung mereka. Mereka pun banyak yang bisa mengolah langsung dari awal bentuk singkong menjadi beras singkong sehingga harga beras singkong menjadi lebih murah dari pada beras padi
Perbadingan Dimensi pada Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong Pada Tabel 12 dapat dilihat intensitas pengetahuan dan keyakinan responden pada masing-masing dimensi kognisi terhadapa beras singkong. Pendangan yang relatif sama pada ketiga kelompok tersebut adalah singkong yang mudah ditaman dan harga singkong yang mudrah. Dengan kata lain, beras singkong dapat diterima dan dijadikan sebagai bahan pangan pokok adalah karena harganya yang murah dan kemudahannya untuk ditanam. Harga yang murah ini dapat menjadi alternatif pembelian bahan pangan pokok ketika beras padi sedang mahal. Mudahnya menanam singkong juga menjadi salah satu pertimbangan menjadikan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Selain karena banyak warga yang memiliki kebun singkong, juga resiko gagal panen yang mereka tanggung juga lebih sedikit. Akses mendapatkannya pun juga mudah karena sudah terlembaga dari mulai penanaman hingga pendistribusian beras singkong. Kelompok K.BP memiliki banyak perbedaan pandangan dengan K.BC dan K.BS mengenai beras singkong ini. Hal tersebut terlihat dari rata-rata skor K.BP yang berbeda yaitu pada pernyataan beras singkong dapat membuat tubuh bertenaga, mencegah penyakit diabetes, mengenyangkan, dan beras singkong sebagai makanan cemilan. Bagi kelompok K.BP, beras singkong tidak membuat tubuh bertenaga dan juga tidak mengenyangkan karena memang masih dianggap sebagai cemilan. Anggapan sebagai cemilan ini juga karena kelompok K.BP jarang bahkan ada yang tidak pernah mengkonsumsi beras singkong, sehingga tidak begitu tahu dan yakin bahwa beras dapat membuat tubuh bertenaga dan mengenyangkan, terlebih pengetahuan tentang manfaat beras singkong yang dapat mencegah penyakit diabetes.
48
Tabel 12. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong
No.
Pengetahuan dan Keyakinan terhadap Beras Singkong
Manfaat 1 Membuat tubuh bertenaga 2 Membuat tubuh sehat 3 Mencegah penyait diabetes Budaya Sudah terbiasa dimakan sejak 4 kecil 5 Makanan cemilan Simbol kesejahteraan 6 masyarakat Keunggulan Dapat disimpan dalam waktu 7 yang lama 8 Mudah diolah 9 Mengenyangkan 10 Mudah ditanam 11 Masa tanam pendek Dapat dikombinasikan dengan 12 berbagai macam lauk Harga 13 Harga murah Rata-Rata Skor Kognitif
Skor Rata-Rata Kelompok K. BP K.BC K.BS
Skor Rata-Rata Keseluruhan Jml
2,8 2,7 2,7
3,1 2,9 3,1
3 3 3
2,97 2,87 2,93
2 3
2.6 2,5
3 2,3
2,67 2,67
2,5
2,6
3
2,7
2,6 2,3 2,3 3,1 2.3
2.7 2,9 3 3 2,1
2,8 3 3 3 2
2,7 2,73 2,77 3,03 2,13
2,7
2,9
3
2,87
2,9 2,6
3,2 2,81
3,1 2,8
3,07 2,77
Terdapat pula pandangan yang berbeda antara K.BS dengan K.BP dan K.BC yaitu pada pernyataan beras padi dapat membuat tubuh sehat, sudah terbiasa dimakan sejak kecil, simbol kesejahteraan masyarakat, mudah diolah, dan dapat dikombinasikan dengan berbagai macam lauk. Pada pernyataan-pernyataan ini, K.BS memiliki skor rata-rata di atas 3, sedangkan K.BP dan K.BC di bawah 3. Dapat dipahami bahwa keyakinan yang tinggi K.BS pada pernyataan-pernyataan tersebut adalah karena semuanya memang telah melekat bagi K.BS sebagai masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong. Beras singkong dianggap mudah diolah karena memang sudah menjadi kebiasaan mereka setiap harinya mengolah beras singkong, meskipun orang luar yang melihatnya dan tidak terbiasa akan beranggapan bahwa mengolah beras singkong sulit. Begitu juga dengan simbol kesejahteraan, mereka merasa diri mereka selama ini sejahtera dengan
49
mengkonsumsi beras singkong, maka wajar mereka menganggap bahwa beras singkonglah simbol kesejahteraan bagi mereka. Demikian juga dengan mengkombinasikan beras singkong dengan berbagai macam lauk.
5.2.2. Komponen Afektif terhadap Beras Singkong Komponen afektif terhadap beras singkong adalah aspek sikap yang menyangkut perasaan serta penilaian masyarakat terhadap beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Komponen afektif dlihat dari dimensi rasa (tidak enakenak), aroma (apek - wangi ), bentuk ( tidak menarik – menarik), dan perasaan (malu - bangga dan
bosan – tidak bosan). Setiap komponen afektif ini
mendapatkan skor terendah 1 dan tertinggi 4. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat kecenderungan tingkat afektif yang berbeda pada setiap kelompok responden. Kelompok K.BP cenderung memiliki perasaan yang negatif terhadap beras singkong (40 persen), meskipun terdapat responden dari kelompok ini yang netral (40 persen) dan positif hanya 20 persen. Sementara kelompok K.BC (80 persen) dan K. BS (100 persen) memiliki perasaan yang sangat positif terhadap beras singkong.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Afektif tentang Beras Singkong Tingkat Perasaan tentang Beras Singkong Positif Netral Negatif Total
K.BP (n=10) Jml % 2 20 4 40 4 40 10 100
Jumlah K. BC (n=10) Jml % 8 80 2 20 0 0 10 100
K. BS (n=10) Jml % 10 100 0 0 0 0 10 100
Total 20 6 4 30
Presentase (%) 66,67 20 13,33 100
Dimensi pada Komponen Afektif terhadap Beras Singkong Perasaan positif, netral, dan negatif terhadap beras singkong yang berbedabeda pada setiap kelompok responden merupakan kecenderungan perasaaan
50
responden mengenai beras singkong tentang rasanya, bentuk, aroma, perasaan bosan, dan bangga. Bila dijabarkan lebih rinci (dapat dilihat pada Lampiran 4) maka dapat diketahui bahwa terdapat 3,33 persen responden (dari K.BP) yang berpendapat bahwa rasa beras singkong sangat tidak enak dan tidak enak sebanyak 6,67 persen responden. Selain itu juga terdapat 6,67 persen responden (pada K.BP dan K.BC) yang berpendapat bahwa aroma beras singkong apek atau tidak wangi dan 13,33 persen responden berpendapat aroma beras singkong sangat tidak wangi (dari K.BP). Pada K.BP juga terdapat 10 persen responden yang berpendapat bahwa beras singkong tidak menarik dan 10 persen sangat tidak menarik. Pada K.BC juga terdapat 3,33 persen yang berpendapat beras singkong sangat tidak menarik. Selain itu juga terdapat 13,33 persen responden yang merasa malu mengkonsumsi beras singkong dan 10 persen yang sangat malu mengkonsumsi beras singkong. Responden yang merasa sangat malu dan malu mengkonsumsi beras singkong ini adalah termasuk K.BP. Salah satu alasan responden merasa malu mengkonsumsi beras singkong karena ia malu pada teman-teman kantornya jika memakan beras singkong yang dianggap belum wajar di umum. Beras singkong juga dianggap sangat membosankan yaitu oleh 16,67 persen dan membosankan bagi 3,33 persen responden sehingga beras singkong hanya mereka makan jika mereka sedang ingin saja atau jika diberikan oleh tetangga. Seluruh responden yang menganggap beras singkong membosankan tersebut adalah kelompok responden K.BP. Seluruh responden pada K.BS memiliki perasaan yang positif terhadap beras singkong. Perasaan dan penilaian yang positif terhadap beras singkong ini adalah karena mereka setiap harinya sudah terbiasa memakan beras singkong sejak kecil, sehingga semua responden pada kelompok ini menyukai rasa, aroma, dan bentuk dari beras singkong. Mereka pun bangga tetap memakan beras singkong untuk mengikuti kebiasaan nenek moyangnya. Beras singkong tidak membuat mereka bosan sehingga mereka masih mengkonsumsi beras singkong hingga saat ini. Kelompok K.BP memiliki perasaan yang negatif terhadap beras singkong adalah karena budaya sebagian besar masyarakat di Indonesia adalah makan beras, sehingga agak aneh jika beras singkong dikonsumsi di luar wilayah ini,
51
meskipun sudah dianggap wajar di Kampung Cireundeu. Hal ini terkait dengan kebiasaan. Seluruh responden mengakui bahwa beras padi rasanya enak, aromanya wangi, dan bentuknya pun menarik karena memang belum ada yang bisa menggantikan beras padi dalam hal rasanya, sedangkan beras singkong, hanya beberapa orang saja yang mengkonsumsi beras singkong setiap harinya. Mereka yang mengkonsumsi beras singkong pun tetap bertahan mengkonsumsi beras singkong karena juga sudah terbiasa diberikan makan beras singkong sejak kecil, sehingga meskipun banyak orang yang mengatakan bentuk beras singkong yang tidak menarik dan rasanya yang tidak pulen pun tidak akan terlalu mempengaruhi mereka, sekali lagi karena sudah terbiasa. Selain itu juga karena kepercayaan kuat yang mereka anut memberikan pantangan bagi mereka untuk mengkonsumsi beras padi.
Perbandingan Dimensi pada Komponen Afektif terhadap Beras Singkong Pada Tabel 14 disajikan skor rata-rata pada setiap pernyataan komponen afektif terhadap beras singkong.
Tabel 14. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Afektif terhadap Beras Singkong
No
Dimensi Afektif terhadap Beras Padi
1 Enak 2 Wangi 3 Menarik 4 Bangga 5 Tidak bosan Rata-Rata Afektif
Skor Rata-Rata Kelompok K. BP K.BC K.BS 2,6 3,3 3,1 2,3 3 3,1 2,3 2,7 3 2,1 3 3,3 2 3,4 3,3 2,26 3,08 3,16
Skor Rata-Rata Keseluruhan Jml 3 2,8 2,67 2,8 2,9 2,83
Pada Tabel 14 dapat diketahui intensitas perasaan responden pada masingmasing dimensi afektif terhadap beras singkong. Terdapat perasaan yang berbeda antara K.BP dengan K.BC dan K.BS (skor rata-rata K.BP di bawah 3, sedangkan K.BC dan K.BS di atas 3) yaitu hampir pada seluruh dimensi afektif kecuali pada dimensi bentuk. Perasaan K.BS dan K.BC sangat positif pada dimensi rasa,
52
aroma, perasaan tidak bosan, dan perasaan bangga, sedangkan K.BP cenderung negatif terhadap keempat dimensi tersebut. Dapat dikatakan kelompok K.BC dan K.BS sepakat bahwa beras singkong rasanya enak, aromanya wangi, tidak membosankan, serta bangga mengkonsumsi beras singkong, namun K.BP tidak sepakat dengan hal tersebut. Responden kelompok K.BP jarang mengkonsumsi bahkan ada yang tidak pernah mengkonsumsi beras singkong, sehingga wajar jika memiliki perasaan tersebut jika dibandingkan dengan beras padi. Terdapat perasaan yang sama antara K.BP dan K.BC yaitu kedua kelompok ini sepakat bahwa bentuk beras singkong kurang menarik, sedangkan bagi K.BS sudah terbiasa mengkonsumsi beras singkong setiap hari sehingga mengganggap bentuk beras singkong tentu saja menarik. Tidak adanya dimensi afektif pada K.BP yang positif menggambarkan bahwa memang belum ada yang bisa menggantikan beras padi dibenak mayoritas masyarakat Indonesia, baik dalam hal rasa,aroma, maupun bentuk. Bahkan saat masa Suharto, beras padi dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat sehingga mengkonsumsi beras padi dapat juga dikatakan sebagai salah satu cara mempertahankan prestise.
5.2.3. Iktisar Meskipun kecenderungan tingkat pengetahuan dan keyakinan terhadap beras singkong pada setiap kelompok sama, yaitu sedang, namun masih terlihat perbedaan keyakinan tersebut, terutama K.BS dan K.BC dibandingkan dengan K.BP. Demikian juga dalam afektif, kelompok K.BP memiliki kecenderungan yang negatif disemua dimensi afektif, sedangkan kelompok K.BC dan K.BS sangat positif terhadap beras singkong. Penelitian ini membuktikan hipotesis bahwa kelompok K.BC cenderung memiliki sikap yang netral terhadap beras singkong. Namun hipotesis bahwa kelompok K.BP cenderung memiliki sikap yang negatif terhadap beras singkong dan K.BS cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras singkong tidaklah terbukti. Kelompok K.BP dan K.BS ternyata juga memiliki sikap yang netral terhadap beras singkong.
BAB VI SIKAP BERDASARKAN KARAKTERISTIK
Karakteristik individu yang diteliti pada penelitian ini adalah keadaan seseorang yang berkaitan dengan dirinya yang terdiri atas status sosial ekonomi keluarga, usia dan pendidikan.
6.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Status sosial ekonomi keluarga adalah taraf hidup rumahtangga yang dilihat dari dua belas variabel yaitu : pengeluaran, pendapatan, kondisi bangunan rumah, luas lahan pekarangan, status rumah dan pekarangan, sumber air bersih, penggunaan bahan bakar untuk memasak, penggunaan listrik, kepemilikan kamar mandi, kepemilikan sepeda motor, tempat berobat, dan penilaian perkembagan kesejahteraan keluarga. Status sosial ekonomi keluarga dibagi menjadi tiga katagori berdasarkan persentase sebaran normal, yaitu status sosial ekonomi tinggi, sedang, dan rendah. Pada Tabel 15 disajikan sikap responden terhadap beras padi dan beras singkong berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga.
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden menurut Sikap dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Kampung Cireundeu Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga Tinggi Sedang Rendah Sikap Beras Padi
Jml
Jumlah
Jml
%
Jml
%
Positif
0
0
4
20
2
100
Netral
8 100
16
80
0
0
Negatif
0
0
0
Jumlah Beras Singkong
%
0
0
8 100
20
100
2
100
Positif
3
37,5
3
15
0
0
Netral
5
62,5
17
85
2
100
Negatif
0
0
0
0
0
0
8 100
20
100
2
100
54
Jumlah responden yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang tinggi sebanyak 26,67 persen (8 responden), sedang sebanyak 66,67 persen (20 responden), dan rendah sebanyak 6,67 persen (2 responden). Terdapat kecenderungan sikap terhadap beras padi yang berbeda antara responden tingkat sosial ekonomi tinggi dan sedang dengan yang sosial ekonominya rendah. Responden dengan tingkat sosial ekonomi tinggi dan sedang cenderung memiliki sikap netral terhadap beras padi, sedangkan pada sosial ekonomi rendah cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras padi. Berbeda dengan sikap terhadap beras singkong, responden dengan ketiga tingkat ekonomi ini memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sikap yang netral, sehingga juga dapat dikatakan bahwa sikap terhadap singkong, kecenderungannya adalah sikap yang netral baik pada yang berstatus sosial ekonomi tinggi, sedang, maupun rendah. Sikap netral disini memiliki arti bahwa sikapnya tidak terlalu positif dan juga tidak terlalu negatif atau dengan kata lain sikapnya biasa saja. Sikap terhadap beras padi yang paling positif adalah responnden dengan tingkat status sosial ekonominya rendah dan yang paling netral adalah yang tingkat sosial ekonominya tinggi. Namun sebaliknya dengan beras singkong. Sikap terhadap beras singkong yang paling positif adalah yang tingkat sosial ekonominya tinggi dan yang paling netral adalah yang tingkat sosial ekonominya rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa ternyata semakin tinggi tingkat sosial ekonomi masyarakat maka cenderung akan memiliki sikap yang semakin netral terhadap beras padi, sedangkan terhadap beras singkong sikapnya semakin positif. Pada penelitian ini, masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah semakin positif terhadap beras padi kemungkinannya adalah karena mereka mendapatkan Raskin yang harganya Rp. 1600, artinya masyarakat miskin dapat mengkonsumsi beras padi dengan harga yang murah, sedangkan masyarakat yang kaya membeli beras padi dengan harga yang mahal yaitu saat ini sekitar Rp.6.500. Selain itu, orang yang tingkat status sosial ekonominya tinggi, meskipun harga beras yang dibelinya mahal tetapi tetap saja masih dapat membelinya, sedangkan yang tingkat sosial ekonominya rendah meskipun mendapatkan harga beras yang sangat mudah (Raskin) tetapi tetap saja sering kesulitan untuk membeli beras. Jadi
55
semakin mudah mendapatkan sesuatu maka keinginan terhadap sesuatu itupun tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara tingkat sosial ekonomi dan sikap terhadap beras padi menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.010 < 0.05 level of significant (α), artinya tingkat sosial ekonomi berkorelasi dengan sikap terhadap beras padi. Namun karena koefisien korelasinya negative maka arah korelasinya berlawanan. Artinya semakin tinggi tingakt sosial ekonomi maka sikapnya semakin rendah terhadap beras padi. Hasil uji korelasi ini sesuai dengan hasil tabel silang pada Tabel 15. Berbeda dengan sikap terhadap beras padi, sikap terhadap beras singkong tidak berkorelasi dengan tingkat sosial ekonomi, hal ini berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara tingkat sosial ekonomi dan sikap terhadap beras singkong menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.135 > 0.05 level of significant (α), artinya tingkat sosial ekonomi tidak berkorelasi dengan sikap terhadap beras singkong.
6.2. Karakteristik Usia Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan yang dibagi menjadi 3 katagori berdasarkan sebaran normal, yaitu katagori muda (21-34 tahun), paruh baya (35-49 tahun), dan tua (5063 tahun). Pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang termasuk katagori tua yaitu sebanyak 23,33 persen (7 responden), katagori paruh baya sebanyak 36,67 persen (11 responden), dan katagori muda sebanyak 40 persen (12 responden). Pada Tabel 16 disajikan sikap responden terhadap beras padi dan beras singkong berdasarkan usia. Pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan yang sama antara responden yang berusia tua, paruh baya, maupun muda, yaitu memiliki sikap yang cenderung netral baik terhadap beras padi maupun beras singkong. Sikap terhadap beras padi yang paling positif adalah yang usianya tergolong muda dan yang paling netral adalah yang usianya tergolong tua. Sebaliknya terhadap beras singkong, sikap yang paling positif adalah yang tergolong tua usianya, sedangkan yang paling netral adalah yang tergolong usia muda. Selain itu juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat usia maka sikap terhadap beras padi
56
semakin netral. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat usia maka sikapnya cenderung semakin positif terhadap beras singkong. Kebanyakan masyarakat yang masih mengkonsumsi beras singkong usianya sudah tergolong paruh baya sampai tua, hanya sedikit masyarakat yang termasuk usia muda yang mengkonsumsi beras singkong. Masyarakat yang tergolong paruh baya dan tua inilah yang masih memegang nilai-nilai yang mereka anut. Biasanya masyarakat yang termasuk usia muda lebih mudah terbawa oleh kebiasaan teman-temannya yang mayoritas mengkonsumsi beras padi dan juga lebih responsive terhadap dunia luar (barat). Sikap yang semakin netral seiring dengan pertambahan usia kemungkinan adalah karena konsumsi beras padi pun semakin menjadi kebiasaan, artinya mengkonsumsi pun sudah tanpa pertimbangan lagi. Usia muda lebih positif terhadap beras padi kemungkinan karena lebih responsive terhadap dunia barat yang menawarkan makanan-makanan yang masih banyak menggunakan bahan bakunya nasi.
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Usia di Kampung Cireundeu Usia Sikap
Tua Jml
Beras Padi
Jumlah
Muda
%
Jml
%
Jml
%
Positif
1
14,29
2
18,18
3
25
Netral
6
85,71
9
81,82
9
75
Negatif
0
0
0
0
0
0
7
100
11
100
12
100
Positif
3
42,86
2
18,18
1
8,33
Netral
4
57,14
9
81,82
11
91,67
Negatif
0
0
0
0
0
0
7
100
11
100
12
100
Jumlah Beras Singkong
Paruh baya
Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara usia dan sikap terhadap beras padi menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.570 > 0.05 level of significant (α), artinya usia tidak berkorelasi dengan sikap terhadap
57
beras padi. Begitu juga sikap terhadap beras singkong, berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara usia dan sikap terhadap beras singkong menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.091 > 0.05 level of significant (α), artinya usia tidak berkorelasi dengan sikap terhadap beras singkong.
6.3. Karakteristik Pendidikan Pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga katagori yang tingkat pendidikan rendah jika tidak tamat SD dan lulus SD, tingkat pendidikan sedang jika lulus SMP atau SMA. Tingkat pendidikan tinggi jika lulus Perguruan Tinggi. Jumlah responden yang berpendidikan tinggi yaitu 3,33 persen (1 responden), tingkat pendidikan sedang 40 persen (12 responden), dan tingkat pendidikan tinggi yaitu 56,67 persen (7 orang). Pada Tabel 17 disajikan sikap responden terhadap beras padi dan beras singkong berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Pendidikan di Kampung Cireundeu Pendidikan Sikap
Tinggi Jml
Beras Padi
Jumlah
%
Jml
Rendah
%
Jml
%
Positif
0
0
1
8,33
5
29,41
Netral
1
100
11
91,67
12
70,59
Negatif
0
0
0
0
0
0
1
100
12
100
17
100
Positif
0
0
2
16,67
4
23,53
Netral
1
100
10
83,33
13
76,47
Negatif
0
0
0
0
0
0
1
100
12
100
17
100
Jumlah Beras Singkong
Sedang
Pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan yang sama antara responden yang berpendidikan tinggi, sedang, maupun rendah, yaitu memiliki sikap yang cenderung netral baik terhadap beras padi maupun beras
58
singkong. Sikap teradap beras padi dan beras singkong yang paling positif adalah yang pendidikannya tergolong rendah dan yang paling netral adalah yang pendidikannya tergolonng tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kecenderungan sikapnya semakin netral baik terhadap beras padi maupun beras singkong. Pada penelitian ini, pendidikan tidak mempengaruhi dalam memilih konsumsi bahan pangan pokok. Masyarakat yang mengkonsumsi beras padi setiap hari adalah sudah terbiasa mengkonsumsi beras padi setiap hari. Begitu juga dengan masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong, ketaatannya pada kepercayaan yang mereka anut yaitu untuk mengkonsumsi beras singkong pun sudah berubah menjadi kebiasaan mengkonsumsi beras singkong karena sudah makan beras singkong sejak lahir. Jadi, pilihan bahan pangan pokok yang mereka makan bukanlah karena pengetahuan yang mereka dapatkan dari hasil pendidikan. Masyarakat yang tidak berpendidikan pun dapat memiliki pengetahuan mengenai beras padi maupun beras singkong dari lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, berarti pendidikan tidak mempengaruhi seseorang dalam memilih bahan pangan. Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara tingkat pendidikan dan sikap terhadap beras padi menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2tailed) 0.091 > 0.05 level of significant (α), artinya tingkat pendidikan tidak berkorelasi dengan sikap terhadap beras padi. Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara tingkat pendidikan dan sikap terhadap beras singkong menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.560 > 0.05 level of significant (α), artinya tingkat pendidikan tidak berkorelasi dengan sikap terhadap beras singkong.
6.4.
Iktisar Seluruh karakteristik yang diteliti memiliki kecenderungan yang sama
dalam sikap terhadap beras padi maupun beras singkong, yaitu sikap yang cenderung netral, sikapnya tidak kuat atau tidak terlalu positif maupun negatif. Selain itu juga tidak ada hubungan antara sikap terhadap beras padi maupun beras singkong dengan ketiga karakteristik yang diteliti, kecuali antara sikap terhadap beras
padi
dengan
tingkat
sosial
ekonomi.
BAB VII PERILAKU KONSUMSI
7.1. Frekuensi Konsumsi Frekuensi konsumsi dilihat dari seberapa sering responden mengkonsumsi beras padi dan beras singkong. Pada Tabel 18 disajikan frekuensi konsumsi beras padi dan beras singkong pada setiap kelompok responden.
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Frekuensi Konsumsi Beras Padi dan Beras Singkong di Kampung Cireundeu Jumlah (n=30) Frekuensi Konsumsi Tidak Pernah Beras Padi
K.BS
0
Kadang-kadang
0
0
0
0
0
0
Sering
0
0
0
0
0
0
10
100
7
70
0
0
10
100
10
100
10
100
Tidak Pernah
1
10
1
10
0
0
Kadang-kadang
9
90
5
50
0
0
Sering
0
0
1
10
0
0
0 10
0 100
3 10
30 100
10 10
100 100
Total
Setiap Hari Total
K.BC Jml 0 3
Setiap Hari
Beras Singkong
K. BP % Jml
% Jml 30 10
% 100
Pada Tabel 18 dapat dilihat perbandingan frekuensi konsumsi ketiga kelompok responden terhadap beras padi dan beras singkong. Seluruh responden pada kelompok K.BP mengkonsumsi beras padi setiap hari, sedangkan mengkonsumsi beras singkong hanya kadang-kadang saja (90 persen) bahkan ada yang tidak pernah mengkonsumsi beras singkong (10 persen). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya kelompok K.BP memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengkonsumsi beras singkong. Artinya, sebenarnya ada potensi orang yang makan beras padi untuk bisa beralih makan beras singkong. Persentase
60
90 persen frekuensi konsumsi beras singkong yang kadang-kadang ini juga menunjukkan bahwa kelompok K.BP meskipun mengkonsumsi beras padi setiap hari namun ternyata cukup mengenal beras singkong. Pada kelompok responden K.BC frekuensi konsumsinya beragam baik konsumsi beras padi maupun beras singkong . Terdapat 30 persen responden pada K.BC yang tidak pernah mengkonsumsi beras padi, dan mayoritasnya (70 persen) mengkonsumsi beras singkong setiap hari. Kelompok responden K.BC mayoritas mengkonsusmsi beras singkong dengan frekuensi kadang-kadang, yaitu sebanyak 50 persen. Hanya 10 persen yang mengkonsumsinya dengan frekuensi sering. Selain itu terdapat responden pada kelompok ini yang makan beras singkong setiap hari (30 persen) dan juga ada 10 persen responden yang tidak pernah mengkonsumsi beras singkong. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok responden K.BC masih memiliki kecenderungan mengkonsumsi beras padi. Namun dengan pola konsumsi beras singkong pada K.BC ini juga dapat menggambarkan bahwa ada peluang untuk menggeser pola konsumsi beras padi menjadi beras singkong. Kelompok responden K.BS tidak pernah mengkonsumsi beras padi dan semuanya mengkonsumsi beras singkong setiap hari. Kelompok ini tidak mengkonsumsi beras padi bukan karena tidak menyukai beras padi, namun lebih karena taat pada nilai-nilai yang mereka anut. Nilai-nilai tersebut menganjurkan mereka tidak mengkonsumsi beras padi jika ingin makmur dan tidak ingin celaka. Jadi dapat dikatakan bahwa kelompok responden K.BS dalam mengkonsumsi bahan pangan pokok dilandasi oleh dorongan sosiogenik (Susanto 1993), yaitu seseorang yang telah mempunyai kebiasaan makan beras singkong ini umumnya terpanggil untuk memenuhi aturan atau tatanan yang didasari pada kepercayaan. Responden yang mengkonsumsi beras padi maupun beras singkong setiap hari dapat dikatakan memiliki perilaku konsumsi yang tinggi terhadap bahan pangan tersebut. Bahan pangan yang dikonsumsi setiap hari adalah bahan pangan yang mereka anggap sebagai bahan pangan pokok bagi mereka, sedangkan yang frekuensi konsumsinya kadang-kadang atau sering belum dapat dikatakan sebagai bahan pagan pokok. Frekuensi makan beras singkong setiap hari memiliki perbedaan dengan yang mengkonsumsi beras padi setiap hari. Biasanya orang yang mengkonsumsi beras padi, makannya sehari tiga kali, yaitu pagi, siang, dan
61
sore/malam, sedangkan yang mengkonsumsi beras singkong biasanya hanya makan sehari dua kali, yaitu pada pagi menjelang siang (jam 11) dan malam hari. Pada penelitian ini, masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong identik dengan penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME. Makanan yang tidak boleh dimakan oleh penganut aliran ini adalah beras padi. Jadi, masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong ini belum pernah mengkonsumsi beras padi. Dengan kata lain, mesyarakat yang tidak mengkonsumsi beras singkong pada Kampung Cireundeu ini bukanlah dari kesadaran mereka sendiri memilih mengkonsumsi beras singkong untuk melakukan diversifikasi pangan. Baik beras padi sebagai bahan pangan pokok masyarakat yang mengkonsumsi beras padi setiap hari maupun beras singkong sebagai bahan pangan pokok masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong setiap hari, hal ini karena dorongan sosiogenik. Namun terdapat masyarakat yang memang memilih antara mengkonsumsi beras padi atau beras singkong yaitu pada kelompok K.BC. Pada kelompok K.BC ini, meskipun ada yang sudah terbiasa mengkonsumsi beras padi dan juga ada yang sudah terbiasa mengkonsumsi beras singkong, namun setiap harinya semua anggota keluarga dihadapkan pada pilihan dua bahan pangan pokok tersebut, karena kedua bahan pangan pokok tersebut tersaji setiap harinya di rumah mereka.
7.2. Cara Konsumsi Bahan Pangan Pokok Cara konsumsi masyarakat terhadap beras padi maupun beras singkong memiliki perbedaan. Pilihan cara konsumsi pada penelitian ini yaitu 1.) Tidak pernah dikonsumsi dan di hidangkan, 2.) Dikonsumsi hanya sebagai makanan selingan/cemilan, 3.) Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan untuk keluarga, 4.) Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga, 5.) Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan juga untuk tamu, dan 6.) Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan juga untuk tamu. Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai cara konsumsi beras padi dan beras singkong.
62
Beras Padi Pada Tabel 19 disajikan cara konsumsi beras padi di Kampung Cireundeu.
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Cara Konsumsi Beras Padi di Kampung Cireundeu Jumlah (n=30) Cara Konsumsi Beras Padi
K. BP (n=10) Jml
Tidak pernah dikonsumsi dan di hidangkan Dikonsumsi hanya sebagai makanan selingan/cemilan Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan untuk keluarga Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan juga untuk tamu Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan juga untuk tamu Total
K. BC (n=10)
K. BS (n=10)
%
Jml
%
Jml
%
0
0
0
0
10
100
1
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
30
1
10
0
0
0
0
1
10
0
0
6 10
60 100
8 10
80 100
0 10
0 100
Pada Tabel 19 juga dapat diketahui bahwa tidak ada yang menganggap beras padi hanya sebagai cemilan atau selingan makan. Selain itu juga tidak ada responden yang mengkonsumsi beras padi hanya dengan lauk tertentu saja dan hanya dihidangkan di keluarga. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa mayoritas K.BP dan K.BC mengkonsumsi beras padi dengan lauk apapun yang tersedia dan juga menghidangkannya untuk tamu, sedangkan seluruh responden K.BS
tidak
pernah
mengkonsumsi
beras
padi
sehingga
juga
tidak
menghidangkannya untuk keluarga maupun tamu. Lauk-lauk yang biasa dikonsumsi bersama dengan beras padi di Kampung Cireundeu ini sangatlah beragam, lauk apapun cocok , sama halnya dengan masyarakat Indonesia lainnya
63
dalam mengkonsumsi beras padi. Cara makan yang khas terutama bagi suku sunda adalah makan dengan lalapan. Di Kampung Cireundeu, beras padi dapat dengan mudah didapatkan di warung-warung terdekat, selain itu biasanya juga ada penjual beras keliling. Setiap bulannya pun, kampung ini mendapatkan beras miskin (Raskin) 2 ton dengan harga Rp.1.600. Beras miskin (Raskin) ini rasanya tidak seenak beras biasa, teksturnya pun tidak begitu pulen. Setengah KK miskin yang ada di Kampung Cireundeu mendapatkan Raskin setiap bulannya, sehingga wajar jika masyarakat Kampung Cireundeu tidak banyak yang akhirnya beralih mengkonsumsi beras singkong. Hal ini karena mereka masih dapat membeli beras padi yang jelas lebih enak dan praktis daripada beras singkong dengan harga yang sangat murah. Meskipun beras singkong murah (Rp.3.000), ternyata lebih murah harga Raskin.
Beras Singkong Pada Tabel 20 disajikan cara konsumsi beras singkong di Kampung Cireundeu. Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa mayoritas kelompok responden K.BP masihh menganggap beras singkong sebagai cemilan. Hanya 10 persen responden dari K.BP yang mengkonsumsi beras singkong dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga. Sselain itu juga hanya 10 persen dari kelompok K.BP yang mengkonsumsi beras singkong dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan juga untuk tamu. Ternyata, pada kelompok responden K.BC masih ada yang menganggap beras singkong sebagai cemilan, yaitu 30 persen. Selain itu juga terdapat 20 persen dari kelompok K.BC yang mengkonsumsi beras singkong dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga. Sama dengan kelompok K.BS, pada kelompok K.BC meyoritas mengkonsumsi beras singkong dengan lauk apapun yang tersedia dan juga dihidangkan untuk keluarga. Pada kelompok responden K.BS, seluruh responden mengkonsumsi beras singkong dengan lauk apapun yang tersedia dan juga dihidangkan untuk tamu.
64
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Cara Konsumsi Beras Singkong di Kampung Cireundeu Jumlah (n=30) Cara Konsumsi Beras Singkong
K. BP Jml %
K. BC Jml %
K. BS Jml %
Tidak pernah mengkonsumsi dan menghidangkan untuk keluarga maupun tamu
0
0
0
0
0
0
Dianggap hanya sebagai makanan selingan/cemilan
8
80
3
30
0
0
Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan untuk keluarga
0
0
0
0
0
0
Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga
1
10
2
20
0
0
1
10
0
0
0
0
0 10
0 100
5 10
50 100
10 10
100 100
Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan juga untuk tamu Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan juga untuk tamu Total
Jika bahan pangan ini (beras singkong) telah dapat dikonsumsi dengan lauk apapun dan juga dihidangkan pada tamu maka dapat dikatakan bahwa beras singkong dianggap sebagai bahan pangan pokok bagi responden tersebut. Bagi masyarakat yang tidak terbiasa mengkonsumsi beras singkong maka akan menganggap beras singkong sangat repot dalam pengolahannya. Namun bagi yang sudah terbiasa, menganggap hal tersebut mudah. Berikut adalah cara pembuatan singkong menjadi beras singkong
(gambar dapat dilihat pada
Lampiran 2) : 1. Singkong dikupas, dicuci, lalu digiling dengan menggunakan mesin 2. Selanjutnya diperas dengan menggunakan kain tahu 3. Ampas hasil perasan tersebut didiamkan dikarung, dijemur 4. Setelah kering dari hasil penjemuran, lalu digiling kembali 5. Setelah digiling, lalu ditapih-tapih lagi jika masih ada bentuk butiran beras sigkong yang besar. 6. Jadilah beras singkong kering.
65
7. 1 kg beras singkong kering ditambahkan dengan 4 gelas air mentah, lalu didiamkan sebentar hingga agak mengembang 8. Beras singkong yang sudah mengembang tersebut dimasukkan ke kain jaring. Lalu dikukus selama 10 menit. 9. Jadilah beras singkong yang siap dimakan Bentuk beras singkong ini tidak jauh berbeda dengan nasi, hanya saja warnanya putihnya lebih pudar, bentuknya agak tidak beraturan (lebih bulat daripada nasi), dan masih terasa agak berserat ketika dimakan. Beras singkong inipun dapat dikonsumsi dengan berbagai macam lauk, hanya saja berdasarkan hasil pengamatan, beras singkong lebih cenderung dikonsumsi dengan lauk-lauk kering. Masyarakat Kampung Cireundeu bisa mendapatkan beras singkong siap dimasak yaitu dengan membelinya di Balai Rt 02. Dibalai ini lah pusat pengolahan beras singkong dan tempat mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaan mereka. Harga beras singkong yaitu Rp. 3.000. Selain itu, pada umumnya mereka yang mengkonsumsi beras singkong juga memiliki perkebunan singkong. Persediaan beras singkong ini baru cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kampung Cireundeu, sehingga belum dilakukan pemasaran ke daerah-daerah lain. Adapun jika daerah lain ingin mencicipi beras singkong, maka harus berkunjung ke Cireundeu dan membelinya langsung, namun memang tidak bisa dalam porsi yang banyak.
7.3. Iktisar Beras padi dianggap sebagai bahan pangan pokok jika dilihat dari frekuensi konsumsinya yaitu setiap hari dan dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia serta dihidangkan juga untuk tamu. Beras singkong belum dapat dikatakan sebagai bahan pangan pokok masyarakat Kampung Cireundeu karena frekuensi konsumsinya mayoritas masih jarang, adapun yang mengkonsumsi setiap hari adalah karena ketaatan ada aliran yang mereka anut. Namun kecenderungan cara konsumsi beras singkong sudah sama seperti beras padi yaitu dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia serta dihidangkan juga untuk tamu.
67
generasi selanjutnya, sehingga yang terjadi adalah pengikutan pada leluhur tanpa memahami mengapa harus mengkonsumsi beras singkong dan mengapa seperti dilarang
mengkonsumsi
beras
padi.
Hampir
seluruh
responden
yang
mengkonsumsi beras singkong yang peneliti wawancarai, tidak dapat menjelaskan mengapa mereka mengkonsumsi beras singkong. Alasan yang mereka banyak katakan adalah “sudah dari kecil”, “dari leluhur”, “ga mau aja makan nasi”. Tidak ada yang memiliki alasan bahwa beras singkong lebih baik daripada beras padi, karena ternyata memang mereka tidak memahami apa keunggulan beras singkong dibandingkan dengan beras padi. Semua yang dilakukan adalah karena mengikuti leluhur, tanpa pemahaman kuat. Hal ini berarti, masyarakat Kampung Cireunde belum mengarah pada usaha secara sadar untuk meningkatkan ketahanan pangan didaerah mereka dengan melakukan diversifikasi pangan, sehingga wajar jika yang mengkonsumsi beras singkong semakin berkurang. Ketaatan yang tidak didukung oleh pemahaman kuat pada akhirnya lama-lama akan pudar seiring waktu. Kelompok masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong ini ternyata masih memiliki hubungan darah, sehingga ada rasa saling sepenanggunagan dalam penyediaan beras singkong. Kelompok ini pun memiliki tokoh atau biasa mereka sebut sebagai tokoh adat mereka, yaitu seorang laki-laki dengan usia sudah tua dan seorang laki-laki dengan usia paruh baya (tokoh pemuda). Melalui kedua tokoh inilah kebiasaan mengkonsumsi beras singkong pada kelompok tersebut masih terjaga. Terlihat adanya penerus (tokoh pemuda) dalam penokohan dalam kelompok ini, sehingga dapat diasumsikan kepercayaan ini masih dapat bertahan di Kampung Cireundeu. Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara sikap terhadap beras padi dan perilaku konsumsi beras padi menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.162 > 0.05 level of significant (α), artinya sikap terhadap beras padi tidak berkorelasi dengan perilaku konsumsi beras padi. Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman antara sikap terhadap beras singkong dan perilaku konsumsi beras singkong menunjukkan nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) 0.250 > 0.05 level of significant (α), artinya sikap terhadap beras singkong tidak berkorelasi dengan perilaku konsumsi beras singkong. Hasil uji ini sejalan dengan
68
hasil pemaparan sebelumnya, bahwa masyrakat mengkonsumsi kedua bahan pangan pokok ini bukanlah karena memiliki sikap yang sangat positif terhadap bahan pangan tersebut, melainkan karena sudah menjadi kebiasaan mereka. Masyarakat yang makan beras singkong memiliki sikap yang cukup positif terhadap beras padi, namun kenyataannya tidak mengkonsumsi beras padi. Tidak adanya hubungan antara sikap terhadap bahan pangan pokok dengan perilaku konsumsi ini sesuai dengan teori postulat konsistensi tergantung (Allen, Guy, dan Adgley dalam Azwar 2003) yang menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional. Pada studi ini, faktor situasionalnya adalah keanggotaan dalam kelompok dan norma-norma dalam kelompok tersebut (larangan mengkonsumsi beras padi). Pada kasus ini dapat diambil pembelajaran untuk penerapan diversifikasi pangan didaerah lain bahwa yang harus dibangun adalah pemahaman mengapa melakukan atau memilih bahan pangan tersebut, mengapa harus melakukan diversifikasi pangan. Jika hanya mengandalkan masyarakat mengikuti perilaku tokoh yang mereka hormati maka hanya akan bertahan sebentar karena 1.) jika tokohnya sudah tidak ada maka tidak ada lagi yang memberi contoh 2.) yang sudah mencontoh pun karena hanya mencontoh tetapi tidak memeliki pemahaman sehingga pada akhirnya tidak bisa menularkan pada yang lain. Tekanan masyarakat dari konformitas terhadap beras padi masih sangat kuat di Indonesia, karena mayoritas masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras padi, sehingga sebenarnya sangat sulit mengubah perilaku konsumsi masyarakat Indonesia dari beras padi menjadi bahan pangan pengganti lainnya. Masyarakat pun semakin logis dalam berfikir, sehingga kepatuhan tanpa pondasi pemahaman yang kuat akan bisa hilang seiring waktu. Maka, pada era sekarang, yang dibangun untuk melakukan suatu perubahan adalah pengutan pondasi pemahamannya terlebih dahulu. Hal ini memang akan membutuhkan waktu yang lama, namun keberlangsungannya pun akan lama ketika sudah tertanam pemahaman yang baik dibandingkan suatu yang instan akan selesai dengan cepat pula. Perilaku mengkonsumsi beras padi inipun diasumsikan tidak akan berubah jika pemerintah tidak menyokong dalam penyediaan dan pendistribusian bahan pangan pokok lainnya. Di Kampung Cireundeu ini, persediaan beras singkong
69
baru cukup untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kampung Cireundeu, belum ada bantuan pemerintah untuk menggalakkan penanaman dan memudahkan akses daerah lain untuk mendapatkannya. Selain itu,pemerintah pun masih mensubsidi beras dengan harga yang sangat murah yaitu Rp. 1.600 untuk Raskin, sehingga wajar jika masyarakat Indonesia sulit untuk mengubah bahan pangan pokoknya.
BAB IX PENUTUP
Kesimpulan
8.1.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sikap masyarakat terhadap beras padi maupun beras singkong dapat dikatakan cenderung positif terutama pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi beras padi terhadap beras padi. Walaupun demikian pada kelompok masyarakat yang makan beras singkong ataupun campur beras singkong dan beras padi, bagi mereka beras padi maupun beras singkong dinilai sama baiknya. Namun dalam aspek kognitif, beras padi dinilai lebih positif daripada beras singkong. Dalam aspek afektif, masyarakat yang mengkonsumsi beras padi ternyata menilai beras singkong negatif, tetapi masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong menilai positif terhadap beras singkong maupun beras padi. 2. Tidak ada hubungan antara karakteristik dan sikap terhadap beras padi dan beras singkong. Namun semakin rendah tingkat sosial ekonomi ternyata semakin positif terhadap beras padi, namun tidak demikian terhadap beras singkong. Tingkat pendidikan tidak menunjukkan kecenderungan preferensi (pilihan) terhadap beras padi maupun beras singkong. Akan tetapi, meskipun tidak berhubungan nyata ternyata Nampak kecenderungan semakin muda masyarakat semakin kurang menilai beras singkong sebagai positif. Artinya, ada kecenderungan mereka (usia muda) kurang menyukai beras singkong dibandingkan yang usianya tua. Maka ada kemungkinan bahwa generasi mudalah yang akan mudah berubah pola makannya dari singkong ke padi. 3. Studi ini menunjukkan bahwa frekuensi makan beras padi masih lebih tinggi daripada frekuensi makan beras singkong. Hanya sebagian masyarakat yang makan beras singkong secara teratur sebagai makanan pokok yang dimakan dengan lauk apa saja dan dihidangkan juga untuk tamu. Sebagian besar masyarakat lebih memilih makan beras padi dan menganggap beras singkong hanya sebagai selingan makan.
71
4. Sikap terhadap beras padi dan beras singkong tidak berhubungan perilaku konsumsi kedua bahan pangan pokok tersebut. Masyarakat yang makan beras singkong bukan karena mereka menilai beras singkong lebih baik daripada beras padi, tetapi lebih karena ketaatan mereka pada kepercayaan yang mereka anut (aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME/Penghayat).
8.2.
Saran
Beberapa hal yang menjadi rekomendasi dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Ketiga kelompok responden masih dalam satu wilayah yang berdekatan, sehingga kecenderungan sikapnya pun relatif sama (karena faktor lingkungan yang sama). Disarankan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis mengambil kelompok responden pada wilayah yang berbeda-beda agar terlihat jelas perbedaan sikapnya. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap ternyata tidak terlalu menentukan perilaku konsumsi bahan pangan pokok. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi perilaku yaitu terkait dengan kepercayaan, maka saran untuk para decision maker adalah mempertimbangkan kebiasaan dan kepercayaan warga setempat ketika melakukan diversifikasi pangan. 3. Pemerintah harus sungguh-sungguh membantu menggalakkan bahan pangan pokok non-beras padi dan mempermudah aksesnya jika benarbenar ingin melakukan diversifikasi pangan. Selama pemerintah masih menyediakan beras dan mensubsidi beras menjadi murah, maka selama itulah masyarakat tidak akan mungkin lepas dari ketergantungan mengkonsumsi beras padi. 4. Upaya sosialisasi diversifikasi pangan nampaknya harus lebih gencar ke masyarakat yang usianya masih muda. Karena golongan inilah yang lebih responsif terhadap dunia luar (barat) yang menawarkan makanan-makanan yang ternyata masih banyak yang menggunakan bahan bakunya nasi, contoh KFC (ayam goring dengan nasi), masakan-masakan jepang yang
72
juga dengan nasi. Oleh kerena itu harus dipikirkan upaya untuk menyadarkan kaum muda untuk mengubah dari bahan pangan pokok beras ke bahan pangan pokok beras ke bahan pangan pokok alternatif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar F. 2004. [Beras Singkong Semi Instan]. [Internet]. [diunduh 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari : http://www.unisosdem.org/article_printfriendly.php?aid=3788&coid=1&caid=56 Ariani M. 2003. Diversifikasi Konsumsi Pangan Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-7.pdf. Azwar S. 2003. Sikap manusia : Teori dan Pengukurannya. Jakarta [ID] : Pustaka Pelajar. BBKP. 2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Jakarta [ID] : Departemen Pertanian. Baron AR, Byane D. 2003. Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh. Jakarta [ID] : Erlangga Beras. [tidak ada tahun]. [Internet]. [diunduh 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Beras. Chairil. 2011. Inflasi dan Kenaikan Harga Beras. [Internet]. [diunduh 11 Maret 2011]. Dapat diunduh dari : http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5171&It emid=29 Hasniawati A. 2010. Tren Produksi Singkong Terus Meningkat. [Internet]. [diunduh 11 Maret 2011]. Dapat diunduh dari : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/04/22/19460234/Tren.Produksi.Sing kong.Terus.Meningkat Martianto D. 2005. Analisis Konsumsi Pangan. Seminar Pengembangan Diversifikasi Konsumsi Pangan 21 Oktober. Jakarta [ID] : Bappenas. Martianto D, Ariani M. 2004. Analisis Konsumsi Pangan Rumahtangga. Prosiding Widyakarya Nasional Pengan dan Gizi VIII.17-19 Mei. Jakarta [ID]: LIPI. Mulyandari. 2006. Sikap dan Perilaku Mahasiswa Terhadap Penggunaan Ponsel.[Skripsi]. Bogor [ID] : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
74
Munjin A. 2011. Bulog Sulit Serap 3,5 juta ton Beras. [Internet]. [diunduh 11 Maret 2011]. Dapat diunduh dari : http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1310562/bulog-sulit-serap-35-juta-tonberas. Nikmawati EE. 1999. Pola Konsumsi Pangan, Tingkat KEcukupan Gizi, dan Status Gizi Kaitannya dengan Budaya Makan Onggok Singkong pada Masyarakat Cireundeuu Cimahi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pasca Sarjana IPB Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statika Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta [ID] : Andi Offset. Palimbong P. 2010. Pangan Non-Beras dalam Rangka Ketahanan Pangan. [Internet]. [diunduh 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari : http://kabarlandak.blogspot.com/2010/04/pangan-non-beras-dalam-rangka ketahanan.html. Prayifto R. 2010. Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Telepon Seluler (Studi Kasus Remaja Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID] : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rakmat J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung [ID] : PT Remaja Rosdakarya. Robbins SP. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta [ID] : PT Prenhallindo Sarwono SW. 2002. Psikologi sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta [ID] : Balai pustaka. Sianturi J. 2007. Sikap dan Partisipasi Masyarakat Lokal Terhadap Pengembangan Wana Wisata Curug Kembar Batu Layang (Studi Kasus di Desa Batu Layang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID] : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Singkong. [tidak ada tahun]. [Internet]. [diunduh 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID] : PT Raja Grafindo Persada. Suriawiria HU. 2008. Potensi Singkong. [Internet]. [diunduh 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari malamindah.wordpress.com/2008/.../potensi-singkongrenungan/
75
Susanto. 1993. Faktor Sosial Budaya Masyarakat Indonesia dalam Menentukan dan Memilih Makanan. Bogor [ID] : Pusat Penelitian dan Pengembanagan Gizi Bogor. Tarigan H. 2003. Dilema Pangan Beras Indonesia. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Maret 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/28445516/DilemaPangan-Beras-Indonesia.
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Peta Lokasi
Sketsa Lokasi Penelitian Keterangan : A = Kecamatan Cimahi Selatan
01 02 03 04 06 06 05
02 03 04
01 02 03
05
04
07
02 05
08 03 05 09
09
08
07
05
07
05
02
03
08
07
12
10
03 03
02
03
04
01
06
01 04
08
04
08
06
07 06 02
04
09 01
10
05
03
11
07
04
05
02
01 01
01
02 05
06
04
02
04
01
05 03
02
02
01
06
05 06
01
07 03
08 04
07 08
09 03 04
04
11
09
10
01
03
04
04
03
02
09
10 06
03
KELURAHAN UTAMA
07
01
02 05 07 06 05 02
08
01 04 05 06
03
02
01
08
07
04 02
03 05
01 06 07
03 03 01 02
02 04
05 05
04 01
KECAMATANBATUJAJAR
Lokasi Penelitian : Kampung Cireundeu (RW 10), Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat
78
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Gerbang Cireundeu
Balai
Beras Singkong
Alat untuk mengolah singkong menjadi beras singkong
79
Lampiran 3. Hasil Olah Data No. x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x14
x15
Kognitif terhadap Beras Padi Kelompok K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS
Jml
STS TS S % Jml % Jml % 0 0 0 0 2 6,67 0 0 0 0 8 26,67 0 0 0 0 10 33,33 0 0 0 0 9 30 0 0 1 3,33 9 30 0 0 0 0 10 33,33 0 0 6 20 4 13,33 1 3,33 5 16,7 4 13,33 0 0 1 3,33 8 26,67 0 0 0 0 4 13,33 0 0 2 6,67 7 23,33 0 0 8 26,7 2 6,67 1 3,33 7 23,3 2 6,67 0 0 9 30 1 3,33 0 0 7 23,3 3 10 0 0 1 3,33 8 26,67 0 0 2 6,67 7 23,33 0 0 0 0 10 33,33 0 0 9 30 1 3,33 0 0 8 26,7 2 6,67 0 0 2 6,67 8 26,67 0 0 4 13,3 5 16,67 0 0 7 23,3 3 10 0 0 0 0 10 33,33 0 0 1 3,33 7 23,33 0 0 2 6,67 8 26,67 0 0 0 0 10 33,33 0 0 6 20 4 13,33 0 0 1 3,33 9 30 0 0 0 0 10 33,33 0 0 6 20 4 13,33 0 0 4 13,3 6 20 0 0 10 33,3 0 0 1 3,33 4 13,3 5 16,67 1 3,33 2 6,67 7 23,33 0 0 2 6,67 8 26,67 0 0 0 0 5 16,67 0 0 0 0 10 33,33 0 0 0 0 10 33,33
Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju, TS: Tidak Setuju, S: Setuju, ST: Sangat Tidak Setuju
Jml
SS % 8 2 0 1 0 0 0 0 1 5 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0
27 6,7 0 3,3 0 0 0 0 3,3 17 3,3 0 0 0 0 3,3 0 0 0 0 0 3,3 0 0 6,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0
80
No. x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
x14
x15
Kognitif terhadap Beras Singkong Kelompok K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS
Jml
STS TS S SS % Jml % Jml % Jml % 0 0 2 6,667 8 26,7 0 0 0 0 0 9 30 1 0 0 0 0 10 33,3 0 0 0 3 10 7 23,3 0 0 0 1 3,333 9 30 0 0 0 0 0 10 33,3 0 0 0 3 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 3,333 0 0 1 2 6,667 6 20 2 6,67 0 0 0 5 16,67 4 13,3 1 0 0 1 3,333 8 26,7 1 0 0 1 3,333 8 26,7 0 0 0 5 16,67 5 16,7 0 0 0 7 23,33 3 10 0 0 0 6 20 3 10 1 0 0 4 13,33 6 20 0 0 0 0 0 10 33,3 0 0 0 4 13,33 6 20 0 0 0 4 13,33 5 16,7 1 0 0 1 3,333 9 30 0 0 0 7 23,33 3 10 0 0 0 2 6,667 7 23,3 1 0 0 0 0 10 33,3 0 1 3,333 4 13,33 5 16,7 0 0 0 1 3,333 8 26,7 1 0 0 0 0 10 33,3 0 0 0 0 0 9 30 1 0 0 0 0 10 33,3 0 0 0 0 0 10 33,3 0 0 0 7 23,33 3 10 0 0 0 9 30 1 3,33 0 0 0 10 33,33 0 0 0 0 0 1 3,333 9 30 0 0 0 0 0 8 26,7 2 0 0 0 0 9 30 1 0 0 5 16,67 0 0 2 0 0 1 3,333 9 30 0 0 0 0 0 10 33,3 0
Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju, TS: Tidak Setuju, S: Setuju, ST: Sangat Tidak Setuju
0 3,3 0 0 0 0 0 3,3 3,3 0 3,3 3,3 0 0 0 3,3 0 0 0 3,3 0 0 3,3 0 0 3,3 0 3,3 0 0 0 0 0 0 6,7 3,3 6,7 0 0
81
Afektif terhadap Beras Padi No.
x1
Kelompok K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS
x2
x3
x4
x5
1 2 Jml % Jml % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Jml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 7 10 5 8 10 4 9 10 4 10 10 1 5 10
4 % Jml % 6,67 8 26,67 23,33 3 10 33,33 0 0 16,67 5 16,67 26,67 2 6,67 33,33 0 0 13,33 6 20 30 1 3,33 33,33 0 0 13,33 5 16,67 33,33 0 0 33,33 0 0 3,33 9 30 16,67 5 16,67 33,33 0 0
Keterangan : 1-4 : tingkat Afeksi
Afektif terhadap Beras Singkong No.
x1
x2
x3
x4
x5
Kelompok K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS K.BP K.BC K.BS
1 Jml 2 0 0 2 0 0 3 0 0 3 1 0 5 0 0
Keterangan : 1-4 : tingkat Afeksi
% Jml 6,67 1 0 0 0 0 6,67 3 0 1 0 0 10 3 0 1 0 0 10 3 3,33 1 0 0 16,67 0 0 1 0 0
2 3 4 % Jml % Jml % 3,33 6 20 1 3,33 0 7 23,33 3 10 0 9 30 1 3,33 10 5 16,67 0 0 3,33 8 26,67 1 3,33 0 9 30 1 3,33 10 4 13,33 0 0 3,33 8 26,67 1 3,33 0 7 23,33 3 10 10 2 6,67 2 6,67 3,33 8 26,67 0 0 0 10 33,33 0 0 0 5 16,67 0 0 3,33 4 13,33 5 16,67 0 7 23,33 3 10
82
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Correlations Sikap terhadap Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
1.000
-.108
.
.570
30
30
-.108
1.000
.570
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Sikap terhadap Beras Padi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Beras Padi
N
Correlations Sikap terhadap Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
1.000
.314
.
.091
30
30
Correlation Coefficient
.314
1.000
Sig. (2-tailed)
.091
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Sikap terhadap Beras Singkong
Beras Singkong
N
Correlations
Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Sikap terhadap Beras Padi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat
Sikap terhadap
Pendidikan
Beras Padi
1.000
-.271
.
.147
30
30
-.271
1.000
.147
.
30
30
83
Correlations
Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient
Tingkat
Sikap terhadap
Pendidikan
Beras Singkong
1.000
-.111
.
.560
30
30
-.111
1.000
.560
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Sikap terhadap Beras Singkong
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations
Spearman's rho
Tingkat Sosial Ekonomi
Correlation Coefficient
Tingkat Sosial
Sikap terhadap
Ekonomi
Beras Padi
1.000
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
**
.
.010
30
30
**
1.000
.010
.
30
30
N Sikap terhadap Beras Padi
-.465
-.465
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
Tingkat Sosial Ekonomi
Correlation Coefficient
Ekonomi
Beras Singkong .279
.
.135
30
30
Correlation Coefficient
.279
1.000
Sig. (2-tailed)
.135
.
30
30
N
Singkong
Sikap terhadap
1.000
Sig. (2-tailed)
Sikap terhadap Beras
Tingkat Sosial
N
84
Correlations Perilaku Sikap terhadap Konsumsi Beras Beras Padi Spearman's rho
Sikap terhadap Beras Padi
Correlation Coefficient
Padi
1.000
.262
.
.162
30
30
Correlation Coefficient
.262
1.000
Sig. (2-tailed)
.162
.
30
30
Sig. (2-tailed) N Perilaku Konsumsii Beras Padi
N
Correlations Perilaku Sikap terhadap Konsumsi Beras Beras Singkong Spearman's rho
Sikap terhadap Beras Singkong
Correlation Coefficient
1.000
.217
.
.250
30
30
Correlation Coefficient
.217
1.000
Sig. (2-tailed)
.250
.
30
30
Sig. (2-tailed) N
Perilaku Konsumsi Beras Singkong
Singkong
N
85
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian No. Responden : ……
Tanggal : ………………….
KUESIONER Sikap dan Respon Masyarakat Terhadap Beras Padi dan Beras Singkong Sebagai Bahan Pangan Pokok A. Identitas dan Karakteristik Responden 1. Nama : …………………………………………………………….. : …………………………………………………………….. 2. Alamat …………………………………………………………….. 3. Usia : ……. Tahun 4. Pendidikan : a. tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. Perguruan Tinggi 5. Pekerjaan kepala keluarga : ………………………. 6. Sumber penghasilan : Nama
Status dalam keluarga
Pendapatan yang diberikan ke Ibu Per bulan
7. Jumlah tanggungan keluarga : …………………. orang B. Status Sosial Ekonomi Keluarga Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai dengan Anda 1. Berapa rata-rata pengeluaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk biaya untuk pendidikan, kesehatan, kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan rekreasi rumahtangga Ibu setiap bulan selama tahun 2010-2011 ini? a. Kurang dari Rp. 1.100.000 b. Rp. 1.100.000- Rp. 3.300.000 c. Lebih besar dari Rp. 3.300.000 2. Berapa rata-rata pendapatan total rumahtangga (pendapatan responden dan anggota rumahtangga lainnya) Bapak/Ibu setiap bulan selama tahun 20102011 a. Kurang dari Rp. 1.100.000
86
b. Rp. 1.100.000- Rp. 3.300.000 c. Lebih besar dari Rp. 3.300.000 3. Bagaimana kondisi bangunan rumah yang Ibu tempati sekarang? a. Gedek b. Separuh tembok/gedek/kayu c. Seluruhnya tembok d. Mewah 4. Berapa luar (m2) lahan pekarangan rumah Ibu tempati sekarang? Seluas ……….........(m2) (sudah termasuk rumah) 5. Apa status rumah dan lahan pekarangan yang Ibu tempati sekarang? a. Milik sendiri b. Sewa (kontak) c. Bukan milik sendiri dan bukan sewa, tetapi……………… 6. Dari mana sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari rumahtangga Ibu? a. PAM b. Sumur c. Mata air d. Lainnya, ……………….. 7. Apakah bahan bakar (energi) yang digunakan untuk masak sehari-hari di rumahtangga Ibu? a. Listrik b. Gas c. Minyak tanah d. Arang dan/atau kayu bakar 8. Jenis penerangan yang digunakan dirumahtangga Ibu? a. Lampu listrik, bersumber dari ….. b. Lampu minyak tanah c. Lainnya, ……….. 9. Dimana anggota rumahtangga Ibu mandi dan buang air besar sehar-hari? a. Kamar mandi sendiri dengan septic tank b. Kamar mandi sendiri tanpa septic tank c. Kamar mandi umum dengan septic tank d. Kamar mandi umum tanpa septic tanak e. Lainnya,…….. 10. Berapa banyak Ibu dan anggota rumahtangga Bapak/Ibu memiliki: a. Mobil ? sebanyak ….unit b. Sepeda motor ? sebanyak …. Unit c. Komputer/laptop? sebanyak …. Unit d. TV? sebanyak …. Unit e. Video? sebanyak …. Unit f. Lemari es? sebanyak …. Unit g. Mesin cuci ? sebanyak …. Unit h. Sawah ? sebanyak ……….. ha 11. Apabila Ibu atau anggota rumahtangga Bapak/Ibu sakit, kemana Ibu atau anggota rumahtangga Ibu paling sering berobat? a. Dokter praktek
87
b. Puskesmas/pembantu puskesmas c. Mantri/perawat d. Dukun/pengobatan alternative e. Rumah sakit f. Lainnya,……. 12. Menurut penilaian Ibu, bagaimana tingkat kesejahteraan atau taraf hidup rumahtangga Bapak/Ibu sejak tahun 2005 sampai sekarang? a. Semakin menurun b. Semakin membaik c. Tidak ada perubahan C. Bahan Pangan Pokok 1. Menurut Ibu, Apakah yang dimaksud dengan bahan pangan pokok? ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… 2. Ketika Ibu dan keluarga Ibu makan, apakah hal yang paling penting ? (nasinya?, lauknya?, dll?) Jelaskan….. ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………....................................................................................... ........................................................................................................................... 3. Bahan pangan apakah yang Ibu makan setiap hari ? a. Nasi (beras padi) b. Rasi (beras singkong) c. Dll, ……………………………………………………………………. 4. Mangapa Ibu mengkonsumsi bahan pangan tersebut (pada No.3)? Jelaskan alasannya, ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… 5. Sejak kapan Ibu mengkonsumsi bahan pangan tersebut? …………………………………………………………………………………
88
D. Sikap tehadap Beras Padi dan Beras Singkong sebagai Bahan Pangan Pokok Petunjuk : Pilihlah jawaban dari pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (x) di setiap bahan pangan. Pilihan dibedakan menjadi Keterangan :
STS TS S SS
: Sangat Tidak Setuju : Tidak Setuju : Setuju : Sangat Setuju
Kognitif (Beras Padi) No
Pernyataan (Kognitif)
Beras Padi (Nasi) STS
1
membuat tubuh bertenaga
2
membuat tubuh sehat
3
mencegah penyakit diabetes
4
sudah terbiasa dimakan sejak kecil
5
makanan cemilan
6
simbol kesejahteraan masyarakat
7
dapat disimpan dalam waktu yang lama
8
mudah diolah
9
mengenyangkan
10
mudah ditanam
11
Masa tanam pendek
12
memiliki kualitas yang baik
13
Biaya dalam menanam dan mengolah padi lebih murah
TS
S
SS
daripada biaya menanam dan mengolah singkong menjadi rasi 14
Harga beras murah
15
mudah dikombinasikan dengan berbagai macam lauk
Kognitif (Beras Singkong/Rasi) No
Pernyataan (Konatif)
Beras Singkong (Rasi) STS
1
membuat tubuh bertenaga
2
membuat tubuh sehat
3
mencegah penyakit diabetes
4
sudah terbiasa dimakan sejak kecil
TS
S
SS
89
5
makanan cemilan
6
simbol kesejahteraan masyarakat
7
dapat disimpan dalam waktu yang lama
8
mudah diolah
9
mengenyangkan
10
mudah ditanam
11
Masa tanam pendek
12
memiliki kualitas yang baik
13
Biaya dalam menanam dan mengolah padi lebih murah daripada biaya menanam dan mengolah singkong menjadi rasi
14
Harga beras murah
15
mudah dikombinasikan dengan berbagai macam lauk
Konatif (Beras Padi) No
Pernyataan
1 Bersedia mengubah pola makan harian dari nasi menjadi rasi Mau mengolah beras padi menjadi bentuk makanan lain selain 2 nasi Akan mengkonsumsi bahan pangan lain jika beras padi ini 3 tidak ada Konatif (Beras Singkong) No Pernyataan 1 Bersedia mengubah pola makan harian dari rasi menjadi nasi Mau mengolah beras singkong menjadi bentuk makanan lain 2 selain rasi 3 Mau mengkonsumsi bahan pangan lain jika rasi ini tidak ada
Beras padi STS
TS
S
SS
Beras Singkong STS TS S SS
90
Petunjuk : Pilihlah score dari 1-4(negatif-positif) yang sesuai dengan perasaan anda terhadap bahan pangan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (x). Afektif (Beras Padi) No.
Negatif
Tingkat Skor 1
2
3
Positif 4
1
Rasa : tidak enak
Enak/ nikmat
2
Aroma : apek
wangi
3
Malu
Bangga
4
Bentuk tidak menarik
Bentuk menarik
5
Membosankan
Tidak membosankan
Afektif (Beras Singkong) No.
Negatif
Tingkat Skor 1
2
3
Positif 4
1
Rasa : tidak enak
Enak/ nikmat
2
Aroma : apek
Wangi
3
Malu
Bangga
4
Bentuk tidak menarik
Bentuk menarik
5
Membosankan
Tidak membosankan
E. Respon terhadap Beras Padi dan Beras Singkong sebagai Bahan Pangan Pokok Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan mengisi kolam kosong yang disediakan sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan No 1
Pertanyaan Seberapa sering Ibu mengkonsumsi bahan pangan ini? (Pilihan jawaban: a.) Selalu/setiap hari b.) Sering c.)Kadang-kadang d.)Tidak pernah Jelaskan alasanya …..
Beras Padi
Beras Singkong
91
2.
Berapa banyak Ibu mengkonsumsi bahan pangan ini?
3
Bagaimanakah cara yang sering Ibu lakukan dalam mengkonsumsi bahan pangan pokok (beras padi/beras singkong)?(Jawaban boleh pilih lebih dari satu) a. Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja b. Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia c. Dihidangkan hanya untuk keluarga d. Dihidangkan juga untuk tamu e. Bahan pangan ini hanya sebagai selingan makan. Apakah cara yang paling sering Ibu lakukan dalam mengolah bahan pangan ini menjadi bahan pangan pokok? (jawaban boleh pilih lebih dari satu) a. Mengolahnya sendiri di rumah b. Mengolahnya bersama-sama dalam suatu kelompok c. Tidak mengolahnya tetapi membeli dalam bentuk jadi (siap dimakan) d. Tidak mengolahnya tetapi diberikan oleh tetangga dalam bentuk siap dimakan. Bentuk/ jenis makanan apasajakah yang pernah Ibu buat dari bahan pangan ini? Sebutkan, …….
4
5
Keterangan :
(…….) liter dalam (….) hari, untuk dikonsumsi (…..) orang anggota keluarga
Tidak digunakan/tidak diolah
(…….) liter dalam (….) hari, untuk dikonsumsi (…) orang anggota keluarga.
92
Lampiran 6. Data Responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok Responden K.BP Nama kokom komala sari Karnasih Elih Juliama Imas Popon Suciroh Rohanah Dini Maria Rosati Taryati
Alamat Rt 01 Rt 01 Rt 04 Rt 04 Rt 05 Rt 05 Rt 05 Rt 04 Rt 05 Rt 05
36 th 38 th 28 th 26 th 34 th 52 th 37 th 28 th 27 th 34 th
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok Responden K.BC Nama Eka Susilawati Meladewi Neneng Suryani Minarti Wulan Ryani Rita Daikah Sumarni Yuliawati Enah Cantika
Alamat Rt 05 Rt 05 Rt 03 Rt 03 Rt 02 Rt 02 Rt 02 Rt 05 Rt 02 Rt 02
Usia 21 th 25 th 34 th 36 th 22 th 33 th 43 th 44 th 36 th 27 th
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok Responden K.BS Nama Cicih Winati Aan Komanah Imas Rokayah Neneng Suminar Kokom Atikah Karyati tati karnati Rosita
Alamat Rt 03 Rt 02 Rt 02 Rt 02 Rt 02 Rt 02 Rt 02 Rt 03 Rt 02 Rt 03
Usia 60 th 41 th 45 th 55 th 30 th 49 th 61 th 54 th 63 th 50 th
Usia
93
Lampiran 7. Kerangka Sampling
Pada awalnya, peneliti membuat kerangka sampling dengan meng-cluster RT berdasarkan informasi bahwa pada RT 02 dan 03 terdapat masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong. Sementara RT 01,04, dan 05 masyarakatnya mayoritas makan nasi dan hanya dua orang saja diketiga RT tersebut yang mengkonsumsi beras singkong. Maka kerangka sampling awal penelitian ada cluster random sampling dengan pembagian RT seperti yang telah dipaparkan diatas dengan pengambilan 15 responden pada setiap cluster-nya (total 30 responden). Namun setelah pengambilan data selesai dan dilakukan perapihan data serta analisis data maka ditemukan adanya tiga kelompok jenis keluarga berdasarkan jenis konsumsi bahan pangan pokok harian keluarga, yaitu 1) keluarga yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras padi (K.BP), 2)keluarga yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras singkong (K.BS), dan 3)keluarga yang anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada juga yang mengkonsumsi beras singkong (K.BC). Dari 30 responden yang sudah didapatkan, ternyata ditemukan 11 responden K.BP, 8 responden K.BS, dan 11 responden K.BC. Berdasarkan perkiraan sekretaris RW Kamoung Cireunde, terdapat 244 KK yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras padi (K.BP), 16 KK yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras singkong (K.BS), dan 40 KK yang anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada juga yang mengkonsumsi beras singkong (K.BC). Maka selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah mencari tahu keluarga-keluarga yang seluruh anggota keluarganya hanya mengkonsumsi beras singkong saja, yaitu 16 keluarga. Data yang didapatkan ini juga hanyalah perkiraan dari salah satu tokoh di kampung tersebut. Jadi kembali diambil sampling acak dari data tersebut secara acak 2 responden lagi dari ke-16 keluarga tersebut, sehingga jumlah responden yang digunakan adalah 10 responden K.BP, 10 responden K.BS, dan 10 responden K.BC. Berikut adalah data populasi dan sampel penelitian :
94
No
Nama
RT
No
Nama
RT
No
Nama
RT
No
Nama
RT
1
maryati
1
43
Engkay
1
85
Dedeh Herawati
5
127
Nani Sulilawati
5
2
Enok
1
44
Nurhayati
4
86
Eutik Rohanah
5
128
Patimah
5
3
Matiah
1
45
Uwen
4
87
Anih Rohani
5
129
Ita
5
4
Siti Mariam
1
46
Uta
4
88
Okes
5
130
Winarsih
5
5
Kokom Komalasari
1
47
Mimah Sapitri
4
89
Rohaeti
5
131
Saripah
5
6
Marni Suwardi
1
48
Dini Maria
4
90
Tarsiah
5
132
Julaeha
5
7
Dewi Susanti
1
49
Elih Juliani
4
91
Cicih
5
133
Maladewi
5
8
Ecin
1
50
Idik
4
92
Suwarni
5
134
Ai Hayati
5
9
Ageng Sukarya
1
51
Nanih Y
4
93
Ocih
5
135
Yati
5
10
Reni
1
52
Hani Mulyasari
4
94
Iyoh
5
136
Asih Mulyasari
5
11
Enas
1
53
Komara
4
95
Sulastri
5
137
Yani
5
12
Winda Wulansari
1
54
Naning
4
96
Ade Suhaeti
5
138
Suminar
5
13
Ijah
1
55
Eha Julaeha
4
97
Omi
5
139
Caryati
5
14
Iin Kartini
1
56
Titi Suparsih
4
98
Neni Supriantin
5
140
Rumsih
5
15
Sulastri
1
57
Warti
4
99
Maryanah
5
141
Maryati
5
16
Entin
1
58
Mulyati
4
100
Ida Farida
5
142
Onih
5
17
Sukaersih
1
59
Cucu A
4
101
Cici
5
143
Yani Rahmawati
5
18
Winarsih
1
60
Imas
4
102
Rohanah
5
144
Atikah
5
19
Rina Karmilawati
1
61
Evie Aprilia
4
103
Eni Rohaeni
5
145
Esih
5
20
Anih Rohaeni
1
62
Aisah
4
104
Suciroh
5
146
Sukanah
5
21
Iin Sinta
1
63
Lamintem
4
105
Fatimah
5
147
Rosati
5
22
Enes
1
64
Dewi
4
106
Waridah
5
148
Sutini
5
23
Hesti
1
65
Komala Sari
4
107
Masrohan
5
149
Ai Karwati
5
24
Sri Kartika
1
66
Juarsih
4
108
Popon
5
150
Taryati
5
25
Dede
1
67
Suani
4
109
Karnasih
5
151
Neni
5
26
Sari
1
68
Caryanah
4
110
Yani
5
152
Odah
5
27
Nunug
1
69
Esih
4
111
Nina Rahayu
5
153
Ade Rohibah
5
28
Enik
1
70
Kiki Sandra
4
112
Imas
5
154
Uneh
5
29
Yuli
1
71
Asih
4
113
Noneng
5
155
Icih
5
30
Karnasih
1
72
Maryati
4
114
Ai
5
156
Winarsih
5
31
Nurhasanah
1
73
Anih
4
115
Winda
5
157
Lilis Hasanah
5
32
Heni
1
74
Santika
4
116
Emar
5
158
Eka Susilawati
5
33
Minaryati
1
75
Ninah
4
117
Karminah
5
159
Titi
5
34
Nurina Opta
1
76
Casminah
4
118
Eti Sukaesih
5
160
Rini Handayani
5
35
Maisaroh
1
77
Duriah
4
119
Rokayah
5
161
Cantika
5
36
maryati
1
78
Sinta Susilawati
4
120
Darsih
5
162
Isna Baroza
5
37
Lia Maryana
1
79
Atikah
5
121
Tohangsih
5
163
Atin
5
38
Sariah
1
80
Suryaningsih
5
122
Kokom
5
39
Ikim
1
81
Sumarni Y
5
123
Ecin
5
40
Komariah
1
82
Euis Widaryah
5
124
Winarsih J
5
41
Itik
1
83
Rosmaya
5
125
Dewi
5
42
Tika Kartika
1
84
Siti Aisah
5
126
Irma
5
95
No.
Nama
RT
No
Nama
RT
No
Nama
RT
No
Nama
RT
1
Ecin
5
41
Daikah
2
81
Enung Wahyuni
2
121
Maman
3
2
Winarsih J
5
42
E.Maryani
2
82
Sumirat
2
122
Ahya Nugraha
3
3
Dewi
5
43
Warlikah
2
83
Eni R
2
123
Ijah
3
4
Irma
5
44
Noneng
2
84
Rohmanah
2
124
Iros
3
5
Atin
5
45
Neneng
2
85
Siti Julaeha
2
125
Witarmana
3
6
Atikah
2
46
Daryati
2
86
Emut
2
126
Cicih
3
7
Imas Rokayah
2
47
Cantika sari
2
87
Widya
3
127
Agus Setiawan
3
8
Widaningsih
2
48
Yuliani
2
88
Dede Sampena
3
128
Rosita
3
9
Ratningsih
2
49
Eulis N
2
89
Rohana
3
129
Dedi
3
10
Uni
2
50
Sri Rohayati
2
90
Redih
3
130
Ei
3
11
Enah
2
51
Acin
2
91
Kurnia Ginanjar
3
131
Riswani
3
12
Mulyana
2
52
Nining
2
92
Karyati
3
132
Asep Wadirman
3
13
Yanti
2
53
Ade R
2
93
Jajang
3
133
Yogi
3
14
Isar
2
54
Kokom
2
94
Nanang
3
134
Neni
3
15
Karna
2
55
Martini
2
95
Adi Karna
3
16
Aah Komanah
2
56
Minah
2
96
Tuparsa
3
17
Minarti
2
57
Marelah
2
97
Koswara
3
18
Wangsih
2
58
Warsih
2
98
Ade
3
19
Kasmanah
2
59
Dian
2
99
Suciman
3
20
Neneng Suminar
2
60
Dartiwi
2
100
Adwar
3
21
Tati
2
61
Turkiah
2
101
Abdullah
3
22
Tuti Setiawati
2
62
Atna
2
102
Dana
3
23
Kurnia
2
63
Winati
2
103
Sumarna
3
24
Karnasih
2
64
Surtiah
2
104
Aam
3
25
Siti Jaelani
2
65
Atikah
2
105
Sukirman
3
26
Engkay
2
66
Neneng
2
106
Herry
3
27
Mamay
2
67
Dewi
2
107
Oma
3
28
Titi
2
68
Sukanah
2
108
Suparsa
3
29
Amah
2
69
Lia
2
109
Baryat
3
30
Ika Ningsih
2
70
Susianti
2
110
Ahmad
3
31
Susi
2
71
Rohaeni
2
111
Dede Kurnia
3
32
Rita
2
72
Nunung
2
112
Ratim
3
33
Muryani
2
73
Suryani
2
113
Kustofa
3
34
Vera
2
74
Dewi yani
2
114
Bambang
3
35
Mety
2
75
Siti Nursadah
2
115
Enjang
3
36
Wulan
2
76
Dewi Lisnuryanah
2
116
Wahyu
3
37
Nengsih
2
77
Yuli
2
117
Usep
3
38
Tarailah
2
78
Linda S
2
118
Karjali
3
39
Daryani
2
79
Rika Supitri
2
119
Warna
3
40
Aulia
2
80
Anisah
2
120
Kahya
3