86
BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan perilaku konsumsi dengan sikap terhadap singkong, jagung, dan ubi. Perilaku konsumsi yang akan dibahas terdiri dari tingkat konsumsi, frekuensi konsumsi, cara konsumsi, dan cara penyajian. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai perilaku konsumsi singkong, jagung, dan ubi dengan sikap terhadap ketiga bahan makanan tersebut.
7.1
Hubungan Perilaku Konsumsi Singkong dengan Sikap terhadap Singkong Pada Tabel 37 disajikan perilaku konsumsi singkong berdasarkan sikap
responden terhadap singkong.
Tabel 37. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Konsumsi Singkong dan Sikap terhadap Singkong Sikap terhadap Singkong Negatif Netral Positif Total
Perilaku Konsumsi Singkong Rendah Sedang Tinggi Jml % Jml % Jml % 0 0 0 0 0 0 3 33,33 19 79,16 14 82,35 6 66,67 5 20,84 3 17,65 9 100 24 100 17 100
Total Jml 0 36 14 50
% 0 72 28 100
Tabel 37 memperlihatkan bahwa tidak ada responden yang memiliki sikap negatif terhadap singkong. Hal ini disebabkan oleh responden yang masih tetap mengkonsumsi singkong walaupun bukan sebagai makanan pokok. Secara keseluruhan, responden cenderung bersikap netral terhadap singkong, namun perilaku konsumsinya berbeda-beda. Sikap netral ini disebabkan responden menganggap singkong sebagai komoditas yang sudah familiar (akrab dalam kehidupan masyarakat) dibandingkan beras. Selain itu, status sosial masyarakat yang menganggap singkong sebagai komoditas inferior dapat mempengaruhi responden dalam menanggapi singkong sebagai makanan pokok. Responden
87
cenderung memiliki rasa gengsi jika singkong dijadikan sebagai makanan pokok. Sikap melekat dengan budaya, dalam hal ini budaya yang terdapat pada responden adalah singkong sebagai makanan cemilan dan tambahan, karena beraslah yang menjadi makanan pokok. Sementara itu, responden yang jarang mengkonsumsi singkong, maka sikapnya cenderung lebih positif terhadap singkong. Artinya, semakin jarang responden mengkonsumsi singkong, maka sikapnya terhadap singkong menjadi lebih positif. Jika dihubungkan dengan pendapatan, maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan responden, maka responden tersebut lebih beragam konsumsinya dibandingkan dengan responden dengan pendapatan rendah,
sehingga
responden
dengan
pendapatan
tinggi
karena
jarang
mengkonsumsi singkong, maka sikapnya cenderung positif terhadap singkong. Sementara itu, responden yang lebih sering mengkonsumsi singkong dalam hal ini responden dengan pendapatan rendah, maka sikap terhadap singkong cenderung netral atau biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi mempengaruhi sikap responden terhadap singkong, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara dugaan peneliti dengan hasil penelitian. Perilaku dapat mempengaruhi sikap responden terhadap singkong juga dapat terjadi jika seseorang tidak memiliki pilihan lain selain singkong sebagai makanan pokok, sehingga sikapnya akan positif terhadap singkong. Namun, pada kenyataannya responden di desa ini memiliki pilihan lain sebagai makanan pokok mereka yaitu beras, karena beras masih mudah ditemukan di Desa Cibatok Satu. Artinya, faktor ketersediaan bahan pangan dalam hal ini beras juga mempengaruhi perilaku konsumsi responden. Selama beras masih mudah di dapat dan didukung oleh faktor lingkungan lahan yang subur untuk menanam padi, maka perilaku konsumsi responden terhadap beras semakin tinggi. Berdasarkan gambaran umum Desa Cibatok Satu dapat diketahui bahwa petani sebagian besar menanam singkong, jagung, dan ubi di sawahnya, namun lebih sering dijual dibandingkan untuk dikonsumsi sendiri dengan alasan memiliki nilai jual yang cukup tinggi sehingga tingkat konsumsi non beras pada petani lebih rendah dibandingkan non petani. Seharusnya petani lebih tinggi tingkat konsumsi non berasnya karena didukung oleh faktor ketersediaan bahan pangan non beras yang lebih mudah didapatkan dibandingkan non petani.
88
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara perilaku singkong dengan sikap terhadap singkong, maka akan diuji dengan uji statistik Chi-square. Berdasarkan hasil analisis uji statistik Chi-square didapatkan koefisien kontingensi sebesar 0.375 dengan tingkat signifikansi 0.017 < 0.05 level of significant (α). Artinya, terdapat perbedaan perilaku konsumsi singkong dengan sikap responden terhadap singkong, walaupun hubungan keduanya lemah, namun menunjukkan hubungan yang positif. Dengan kata lain, semakin tinggi perilaku konsumsi singkong, maka sikapnya cenderung netral, dan sebaliknya semakin jarang mengkonsumsi singkong, maka sikapnya semakin positif terhadap singkong. Dengan demikian, hasil analisis tabel silang dengan uji statistik Chisquare memberikan hasil yang sama yaitu kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan.
7.2
Hubungan Perilaku Konsumsi Jagung dengan Sikap terhadap Jagung Pada Tabel 38 disajikan perilaku konsumsi jagung berdasarkan sikap
responden terhadap jagung. Berdasarkan Tabel 38 dapat diketahui bahwa perilaku konsumsi jagung tidak mempengaruhi sikap responden terhadap jagung. Namun, secara garis besar dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang cenderung netral. Selain itu terdapat perbedaan dengan sikap terhadap singkong, karena pada hubungan antara perilaku konsumsi jagung tidak memberikan perbedaan terhadap sikap responden terhadap jagung. Jika perilaku konsumsi singkong rendah atau jarang mengkonsumsi singkong, maka sikap responden terhadap singkong cenderung positif. Namun, pada perilaku konsumsi jagung tidak dapat dikatakan demikian, sebab responden yang jarang mengkonsumsi jagung memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan responden yang perilaku konsumsi jagungnya sedang dan sikapnya positif. Artinya, perilaku konsumsi jagung tidak mempengaruhi sikap responden terhadap jagung, sebab jagung yang memiliki harga jual yang cukup tinggi membuat responden petani lebih memilih untuk menjual jagung dibandingkan untuk dikonsumsi sendiri. Demikan pula dengan responden non petani yang enggan mengkonsumsi jagung karena harga cukup mahal dibandingkan dengan singkong dan ubi. Hal ini juga diperkuat berdasarkan uji statistik Chi-square yang
89
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara perilaku konsumsi jagung dengan sikap terhadap jagung.
Tabel 38. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Konsumsi Jagung dan Sikap terhadap Jagung Sikap terhadap Jagung Negatif Netral Positif Total
Perilaku Konsumsi Jagung Rendah Sedang Tinggi Jml % Jml % Jml % 0 0 0 0 0 0 21 84 15 79,16 5 82,35 4 16 4 20,84 1 17,65 25 100 19 100 6 100
Total Jml
% 0 41 9 50
0 72 28 100
Hasil yang sama juga dibuktikan oleh uji statistik Chi-square. Berdasarkan hasil analisis uji statistik Chi-square antara perilaku konsumsi jagung dengan sikap terhadap jagung didapatkan koefisien kontingensi sebesar 0.062 dengan tingkat signifikansi 0.907 > 0.05 level of significant (α). Artinya, hubungan antara perilaku konsumsi jagung dengan sikap terhadap jagung sangat lemah. Selain itu, angka signifikasi yang jauh diatas 0.05 menunjukkan tidak adanya perbedaan antara perilaku konsumsi jagung dengan sikap terhadap jagung.
7.3
Hubungan Perilaku Konsumsi Ubi dengan Sikap terhadap Ubi Pada Tabel 39 disajikan perilaku konsumsi ubi berdasarkan sikap
responden terhadap ubi. Tabel 39 memperlihatkan bahwa sikap negatif tidak dimiliki oleh semua responden. Umumnya responden yang memiliki sikap netral terhadap ubi, karena ubi dianggap sebagai komoditas yang sudah familiar dibandingkan beras, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi konsumsi ubi, maka sikap responden terhadap ubi semakin netral. Begitu pula dengan responden yang jarang mengkonsumsi ubi, maka sikapnya cenderung netral. Artinya, responden yang jarang mengkonsumsi ubi dan responden yang sering mengkonsumsi ubi memiliki sikap yang cenderung netral. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan faktor ketersediaan bahan pangan. Faktor budaya yang terdapat di masyarakat yang menganggap ubi sebagai makanan cemilan mempengaruhi perilaku responden, sehingga sikapnya netral. Begitu pula faktor ketersediaan bahan pangan dalam hal ini beras yang masih mudah ditemukan di desa ini
90
mempengaruhi perilaku responden terhadap ubi, sehingga responden masih memiliki pilihan lain sebagai makanan pokok yaitu beras. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perilaku konsumsi ubi tidak mempengaruhi sikapnya terhadap ubi. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada uji statistik Chi-square yaitu tidak terdapat perbedaan antara perilaku konsumsi ubi dengan sikap terhadap ubi.
Tabel 39. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Konsumsi Ubi dan Sikap terhadap Ubi Sikap terhadap Ubi Negatif Netral Positif Total
Perilaku Konsumsi Ubi Rendah Sedang Tinggi Jml % Jml % Jml % 0 0 0 0 0 0 15 75 10 71,43 11 68,75 5 25 4 28,57 5 31,25 20 100 14 100 16 100
Total Jml 0 36 14 50
% 0 72 28 100
Berdasarkan hasil analisis uji statistik Chi-square antara perilaku konsumsi ubi dengan sikap terhadap ubi didapatkan koefisien kontingensi sebesar 0.059 dengan tingkat signifikansi 0.916 > 0.05 level of significant (α). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara perilaku konsumsi ubi dengan sikap terhadap ubi. Selain itu, hubungan antara perilaku konsumsi ubi dengan sikap terhadap ubi menunjukkan hubungan yang sangat lemah. Dengan demikian, hasil antara uji tabel silang dengan uji statistik Chi-square memberikan hasil yang sama. 7.4
Ikhtisar Sikap responden terhadap singkong, jagung, dan ubi cenderung netral,
disebabkan oleh ketiga bahan makanan tersebut dianggap sebagai komoditas yang sudah familiar (akrab dalam kehidupan masyarakat). Semakin sering responden mengkonsumsi singkong, maka sikapnya cenderung netral, dan sebaliknya semakin jarang responden mengkonsumsi singkong, maka sikapnya semakin positif terhadap singkong. Hal ini juga diperkuat oleh hasil uji statistik Chisquare. Berdasarkan hasil uji korelasi Chi-square terdapat hubungan antara perilaku konsumsi singkong dengan perilaku konsumsinya, karena angka signifikasi pada variabel tersebut berada dibawah 0.05 level of significant (α).
91
Artinya, terdapat perbedaan antara perilaku konsumsi singkong dengan sikap terhadap singkong, walaupun hubungan antara perilaku konsumsi singkong dengan sikapnya terhadap singkong lemah, namun menunjukkan hubungan yang positif.