ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA KETIMPANGAN KONSUMSI PANGAN DAN NONPANGAN ANTARDESA DAN KOTA DI INDONESIA TAHUN 2008
OLEH BARUDIN H14094011
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ii
RINGKASAN
BARUDIN. Analisis Perilaku Konsumen serta Ketimpangan Konsumsi Pangan dan Nonpangan Antardesa dan Kota di Indonesia Tahun 2008 (dibimbing oleh Sri Mulatsih).
Bidang perilaku konsumen, mempelajari bagaimana para individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli dan menggunakan barang dan jasa yang dapat memberikan kepuasan dan keinginan mereka. Hal ini tidak cukup mudah untuk memahami perilaku konsumen, karena sering kali apa yang dikemukakan oleh konsumen tentang kebutuhan dan keinginan mereka berbeda dengan tindakan yang mereka ambil. Untuk mengetahui tingkah laku dari konsumen terhadap jenis barang atau komoditi tertentu, diperlukan data mengenai pendapatan perkapita dan pengeluaran konsumsi perkapita untuk setiap jenis barang atau komoditi tertentu yang dikelompokan menurut golongan pendapatan pada waktu tertentu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section mengenai pengeluaran rata-rata konsumsi perkapita atas berbagai jenis komoditi yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008. Metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu jenis komoditi tertentu jika tingkat pendapatan berubah adalah teori Elastisitas Engel yang dihitung dari fungsi Engel. Elastisitas ini diperoleh dengan menggunakan persamaan Kakwani and Podder yang diperoleh dari Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan yang telah ditransformasikan koordinatnya dari X dan Y menjadi dan θ. Dari hasil pengolahan dengan metode tersebut diperoleh gambaran bahwa besarnya persentase pengeluaran untuk barang-barang kelompok pangan, yang diwakili oleh empat komoditi yang persentasenya terbesar dan merupakan barangbarang kebutuhan pokok bagi masyarakat yaitu : (1). Padi-padian dan umbiumbian, (2). Ikan, daging, telur dan susu, (3). Sayur-sayuran dan buah-buahan serta (4). Makanan dan minuman jadi dan juga (5). Total komoditi makanan secara keseluruhan, menunjukan kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya tingkat pendapatan yang diterima. Sedangkan untuk kelompok komoditi nonpangan yang diwakili oleh empat komoditi terbesar persentasenya dan termasuk barang-barang kebutuhan yang penting bagi masyarakat yaitu : (1). Perumahan dan fasilitas rumah tangga, (2). Aneka barang dan jasa, (3). Pakaian, alas kaki dan tutup kepala serta (4). Barang-barang tahan lama disertakan juga (5). Total komoditi bukan makanan, menunjukan kecenderungan yang rata-rata semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Keadaan ini hampir sama untuk daerah perdesaan maupun perkotaan. Elastisitas Engel yang diperoleh menunjukan bahwa rata-rata komoditi kelompok pangan elastisitasnya lebih rendah dan cenderung menurun pada tingkat
iii
pendapatan yang lebih besar dibanding dengan komoditi kelompok nonpangan yang elastisitas Engelnya lebih tinggi. Kelompok komoditi nonpangan rata-rata mempunyai elastisitas yang cenderung meningkat sampai pada tingkat tertentu dan akhirnya menurun kembali dengan semakin bertambahnya tingkat pendapatan yang diterima, meskipun ada beberapa komoditi yang akhirnya meningkat kembali seperti pakaian, alas kaki dan tutup kepala baik didaerah didaerah perdesaan maupun perkotaan. Pola elastisitas pengeluaran antara daerah perdesaan dan perkotaan hampir sama, namun untuk daerah perkotaan rata-rata cenderung lebih tinggi dibanding daerah perdesaan dan juga cukup berfluktuatif bahkan grafiknya sempat berpotongan pada beberapa tingkat pendapatan yang berbeda kecuali untuk komoditi perumahan dan fasilitas rumah tangga. Kurva Lorenz dan kurva Pemusatan yang diperoleh berdasarkan fungsi KP menunjukan tingkat ketimpangan yang rata-rata lebih besar untuk daerah perkotaan dibanding dengan daerah perdesaan. Hal ini ditunjukan dengan semakin melengkung kurva tersebut atau semakin jauh dari garis diagonal (egalitarian). Begitu juga untuk komoditi nonpangan yang rata-rata mempunyai kurva Pemusatan jauh dari garis diagonal, terutama untuk komoditi barang-barang tahan lama dibanding dengan komoditi pangan yang cenderung labih merata. Kurva Pemusatan yang cenderung menjauh dari garis diagonal berarti juga bahwa pengeluaran komoditi tersebut lebih mudah terpengaruh dengan adanya perubahan tingkat pendapatan atau dapat dikatakan lebih elastis. Tingkat ketidakmerataan pendapatan dan pengeluaran konsumsi antara kota dan desa pada berbagai tingkat pendapatan memperlihatkan ketimpangan yang lebih besar untuk daerah perkotaan dibandingkan untuk daerah perdesaan, kecuali pada komoditi padi-padian dan umbi-umbian mempunyai ketimpangan lebih besar didaerah perdesaan. Ketimpangan yang cukup tinggi terjadi pada pengeluaran konsumsi nonpangan, terutama untuk barang-barang tahan lama. Sedangkan komoditi pangan baik daerah perdesaan maupun perkotaan, mempunyai ketimpangan yang lebih rendah, terutama komoditi padi-padian dan umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat mempunyai ketimpangan yang rendah sekali yaitu dibawah 0,1. Hal ini berarti bahwa konsumsi masyarakat akan padipadian dan umbi-umbian sebagai makanan pokok mempunyai distribusi yang cukup merata. Kata Kunci : Pendapatan, Pengeluaran, Ketimpangan, Pangan, Nonpangan.
iv
ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA KETIMPANGAN KONSUMSI PANGAN DAN NONPANGAN ANTARDESA DAN KOTA DI INDONESIA TAHUN 2008
OLEH BARUDIN H14094011
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
v
Judul Skripsi
:
Analisis
Perilaku
Ketimpangan
Konsumen
Konsumsi
Pangan
serta dan
Nonpangan Antardesa dan Kota di Indonesia Tahun 2008 Nama Mahasiswa
:
Barudin
Nomor Registrasi Pokok
:
H14094011
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. NIP. 19640529 198903 2 001
Menyetujui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
vi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Oktober 2009
Barudin H14094011
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Barudin lahir pada tanggal 01 Oktober 1970 di Pemalang, sebuah kabupaten yang berada di pantai utara Provinsi Jawa Tengah. Penulis adalah anak terakhir dari empat bersaudara, dari pasangan Tasiban dan Andriyah. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri 01 Pesantren hingga tamat, kemudian melanjutkan ke SMP Islam Comal dan tamat pada tahun 1988. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA negeri 01 Pemalang dan tamat pada tahun 1991. Pada tahun 2000 penulis menamatkan pendidikan Diploma III di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan setahun kemudian di tempat yang sama, penulis menamatkan pendidikan Diploma IV dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST). Setelah tamat STIS, penulis bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS) yang berkedudukan di jalan Dr. Soetomo No. 6-8 Jakarta pada Subdirektorat Statistik Pariwisata hingga sekarang. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan ke program S2. Tapi sebelum mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti program alih jenjang dari Diploma IV ke Strata1 (sarjana).
viii
KATA PENGANTAR
Ucapan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Analisis Perilaku Konsumen serta Ketimpangan Konsumsi Pangan dan Nonpangan Antardesa dan Kota di Indonesia”. Perilaku konsumen dan ketimpangannya merupakan suatu hal yang menarik karena dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan suatu wilayah. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ibu Dr. Sri Mulatsih sebagai pembimbing skripsi yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga secara sabar dan sepenuh hati dalam memberikan bimbingan, saran dan nasehat kepada penulis.
2.
Bapak Dr. Muhammad Findi A. sebagai dosen penguji yang telah berkenan memberikan
masukan
dan
saran
yang
sangat
bermanfaat
dalam
penyempurnaan skripsi ini. 3.
Sekretariat Program Ilmu Ekonomi, terutama Penyelenggara Program PraS2 Mayor Ilmu Ekonomi serta seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB yang telah banyak membantu penulis.
4.
Kepala pusdiklat BPS beserta jajarnnya yang senantiasa memberikan bantuan baik moral maupun materiil.
5.
Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi dan Pariwisata yang selalu mendorong untuk senantiasa bekerja keras dan berdisiplin tinggi.
6.
Orang tua penulis yang selalu memberikan semangat dan dorongan.
7.
Yuliastuti, Nabilah dan Dzaky, istri dan kedua buah hati penulis, sebagai inspirasi dalam penulisan ini yang telah memberikan curahan kasih sayang dan doa yang tulus.
ix
8.
Rekan-rekan mahasiswa/si dan semua pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran hingga terselesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga
skripsi ini masih banyak kekurangan baik materi maupun susunannya. Oleh karena itu segala bentuk kritik, masukan dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk evaluasi dan perbaikan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat kepada berbagai pihak khususnya bagi penulis sendiri dan menjadi landasan yang baik menuju tahap berikutnya.
Bogor, Oktober 2009
Barudin H14094011
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
……....…….………………………………………...
xii
……………….……………………...……………
xiii
DAFTAR GAMBAR I.
II.
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
1.2.
Perumusan Masalah
1.3.
Tujuan
1.4.
Manfaat Penelitian
1 1
…………………………….………..
5
…………………………………………….……...
7
……………………………….………
Tinjauan Teori-teori
8
……
9
……………………..……………….
9
2.1.1.
Konsumsi Masyarakat
…..………………………
9
2.1.2.
Utilitas dan Pilihan
………………...……………
9
2.1.3.
Permintaan Individu
…..………………………...
11
2.1.4.
Ketimpangan Pendapatan dan Pengeluaran
….…
12
……………...…………..
14
……………………………………...
15
2.2.
Penelitian-penelitian Terdahulu
2.3.
Kerangka Pemikiran
2.4.
IV.
………………………….……….……….
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.
III.
……………………….………………………
2.3.1.
Model Penelitian
2.3.2.
Definisi Peubah Operasional
Hipotesis
…..…………………………… ……………………
17
…………………….……………………………
20
METODE PENELITIAN
……………………………………...…
3.1.
Jenis dan Sumber Data
3.2.
Metode Analisis
21
……………………..…………….
21
……………………………...…………..
21
3.2.1.
Analisis Engel
3.2.2.
Analisis Indeks Williamson (CVw)
HASIL DAN PEMBAHASAN
……..……………………………
22
……..………
29
………………………..……...…
31
4.1.
Pola Konsumsi Rumah Tangga
4.2.
Analisis Engel 4.2.1.
15
……………..…..……….
32
……………………...………...…………..
38
Deskripsi Hasil Penghitungan Fungsi K-P untuk Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan
……..…..…
38
xi
4.2.2.
Analisis Elastisitas Engel, Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan
Analisis Ketimpangan Williamson (CVw)
46
……………………….…………
50
…………….……………….……….……….
50
…………………………………………….………..
53
……....…….…………...………………………...
55
………………..……….……………………...……………
57
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan
5.2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
40
…...…
4.2.3. V.
……………….……………....………
xii
DAFTAR TABEL
Nomor 4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
Halaman
Persentase Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan menurut Kelompok Barang dan Golongan Pendapatan Perkapita Sebulan Tahun 2008 ……………...……………….………………………
33
Estimasi Koefisien Fungsi K-P untuk Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan serta Kelompok Komoditi Makanan dan Bukan Makanan, 2008 …..…
38
Elastisitas Engel (Elastisitas Pengeluaran) Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian menurut Golongan Tingkat Pendapatan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………….…..………..…
41
Indeks Ketimpangan Williamson pada Beberapa Jenis Komoditi menurut Perdesaan dan Perkotaan di Indonesia, 2008 ………...…
47
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman ……………………………………..…..…
2.1.
Maksimalisasi Utilitas
2.2.
Kerangka Pemikiran mengenai Perilaku Konsumen
2.3.
Kurva Lorenz
4.1.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian untuk Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………...…
11
…………..…
16
……………………………………………….....…
18
…
4.2.
Kurva Lorenz menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
4.3.
Grafik Indeks Williamson pada Beberapa Jenis Komoditi menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……...…...…………...…
42 45
48
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Pengeluaran Rata-rata Perkapita menurut Kelompok Barang dan Golongan Pendapatan Perkapita Sebulan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 …...….….…………………….…………………
57
2.
Penghitungan Fungsi K-P untuk Pendapatan (Total Pengeluaran) Perkapita Serbulan di Daerah Perkotaan, 2008 ……………..……
58
3.
Contoh Penghitungan Fungsi K-P, Kurva Pemusatan dan Elastisitas Engel Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian di Daerah Perkotaan, 2008 ……………………………...…………....…...…
59
Penghitungan Fungsi K-P untuk Pengeluaran Konsumsi Perkapita Perbulan Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian di Daerah Perkotaan, 2008 …...…………………..…………………….....…
62
Elastisitas Engel (Elastisitas Pengeluaran) menurut Komoditi Makanan dan Bukan Makanan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……………………………………………………….…...…
63
6.
Kurva Pemusatan Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……………...…
65
7.
Kurva Pemusatan Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………......…...…
65
8.
Kurva Pemusatan Komoditi Sayur-sayuran dan Buah-buahan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……………...…
66
9.
Kurva Pemusatan Komoditi Makanan dan Minuman Jadi menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………....….....…
66
10.
Kurva Pemusatan Komoditi Total Makanan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………………..……...…
67
11.
Kurva Pemusatan Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……..…
67
12.
Kurva Pemusatan Komoditi Aneka Barang dan Jasa menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………......…...…
68
13.
Kurva Pemusatan Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………….…..…
68
1.
4.
5.
xv
Nomor
Halaman
14.
Kurva Pemusatan Komoditi Barang-barang Tahan Lama menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 …………………..…...…
69
15.
Kurva Pemusatan Komoditi Total Bukan Makanan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……………..……………………
69
16.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………..…...……
70
17.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Sayur-sayuran dan Buah-buahan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 …………….....…...…
70
18.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Makanan dan Minuman Jadi di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 …...……..……...….....…
71
19.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Total Makanan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 …………………...…………...…
71
20.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ………………
72
21.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Aneka Barang dan Jasa di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……………...……......…
72
22.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ….………...…
73
23.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Barang-barang Tahan Lama di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 ……..…………....…...…
73
24.
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Total Bukan Makanan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 …………………………...…...…
74
25.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan di Daerah Perdesaan, 2008 ………………………………………………...….……...…
74
26.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Padipadian dan Umbi-umbian di Daerah Perdesaan, 2008 ….…......…
75
27.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu di Daerah Perdesaan, 2008 …….…….…
75
28.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Sayursayuran dan Buah-buahan di Daerah Perdesaan, 2008 ….……….
76
xvi
Nomor
Halaman
29.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Makanan dan Minuman Jadi di Daerah Perdesaan, 2008 …….…………….
76
30.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Makanan di Daerah Perdesaan, 2008 ………...……………….….
77
31.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga di Daerah Perdesaan, 2008
77
32.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Aneka Barang dan Jasa di Daerah Perdesaan, 2008 ……………..………
78
33.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala di Daerah Perdesaan, 2008 ……..…
78
34.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Barangbarang Tahan Lama di Daerah Perdesaan, 2008 …………………
79
35.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Bukan Makanan di Daerah Perdesaan, 2008 …...…………...……
79
36.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan di Daerah Perkotaan, 2008 ………………………………………………….………...…
80
37.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Padipadian dan Umbi-umbian di Daerah Perkotaan, 2008 ….…......…
80
38.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu di Daerah Perkotaan, 2008 ….……….…
81
39.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Sayursayuran dan Buah-buahan di Daerah Perkotaan, 2008. ………….
81
40.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Makanan dan Minuman Jadi di Daerah Perkotaan, 2008 ….……………….
82
41.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Makanan di Daerah Perkotaan, 2008 ………...……………….….
82
42.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga di Daerah Perkotaan, 2008
83
43.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Aneka Barang dan Jasa di Daerah Perkotaan, 2008 ……………..………
83
xvii
Nomor
Halaman
44.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala di Daerah Perkotaan, 2008 ……..…
84
45.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Barangbarang Tahan Lama di Daerah Perkotaan, 2008 …………………
84
46.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Bukan Makanan di Daerah Perkotaan, 2008 …...…………...……
85
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari banyak dari individu, perusahaan, dan
masyarakat akan selalu menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi, yaitu persoalan yang menghendaki seseorang, suatu perusahaan atau suatu masyarakat tertentu membuat keputusan tentang bagaimana caranya agar penggunaan sumber-sumber daya atau pendapatan yang jumlahnya terbatas dapat digunakan untuk memperoleh barang dan jasa yang dapat memberikan kepuasan dan kemakmuran yang maksimum dari suatu kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi meliputi usaha seseorang, suatu perusahaan, atau suatu masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya maupun menggunakan (mengkonsumsi) barang dan jasa tersebut oleh konsumen. Setiap hari banyak dijumpai anggota masyarakat berusaha untuk mendapatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku mereka merupakan salah satu variabel yang besar pengaruhnya dalam pasar dan bahkan dalam perekonomian secara keseluruhan. Kegiatan ini tidak saja bermanfaat dan menguntungkan bagi sektor rumah tangga tetapi juga bermanfaat bagi produsen, lembaga keuangan, dan pemerintah. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam setiap masyarakat mempunyai jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Biasanya manusia tidak pernah merasa puas dengan mendapatkan barang dan jasa yang mereka peroleh dan prestasi yang mereka capai. Apabila keinginan dan kebutuhan masa lalu sudah dipenuhi, maka
2
keinginan-keinginan baru akan muncul. Di negara-negara yang sedang berkembang keadaan seperti itu memang hal yang biasa. Konsumsi makanan yang masih rendah dan kondisi perumahan yang kurang memadahi mendorong masyarakat untuk berusaha mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Akan tetapi negara-negara yang kaya seperti Amerika dan Jepang pun, masyarakatnya masih mempunyai keinginan untuk mencapai kemakmuran yang lebih tinggi dari apa yang bisa mereka capai sekarang ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, dimana dinamika perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dibayangi oleh tekanan yang cukup berat, terimbas oleh ketidakpastian pasar finansial global yang meningkat, proses perlambatan ekonomi dunia yang signifikan, dan perubahan harga komoditas global yang sangat drastis. Meskipun secara keseluruhan mampu tumbuh hampir menyamai tahun sebelumnya, dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1 persen pada 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,3 persen. Kuatnya tekanan yang berasal dari sumber eksternal tercermin pada kinerja neraca pembayaran yang menurun, nilai tukar yang cenderung melemah dan inflasi yang tinggi. Namun demikian, perkembangan ekonomi Indonesia tidaklah terlampau buruk dibandingkan negara lain. Hal itu terutama terkait dengan masih kuatnya permintaan domestik yang didukung oleh respons kebijakan fiskal dan moneter yang relatif berhati-hati dan konsisten. Jika dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama didukung oleh konsumsi swasta dan ekspor.
3
Dilihat dari distribusi PDB, pangsa konsumsi swasta masih dominan dan merupakan kontributor terbesar terhadap total pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008, meskipun cenderung menurun dibanding dengan tahun 2007. Di sisi permintaan, imbas pelemahan permintaan global yang terjadi masih mampu diimbangi oleh tingginya harga komoditas dunia sampai dengan paruh pertama tahun 2008. Seiring dengan itu, ekspor dan investasi tumbuh meningkat. Tingginya pertumbuhan ekspor dan investasi mendorong kenaikan daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga mampu tumbuh relatif tinggi di paruh pertama 2008. Namun pada paruh kedua tahun 2008, merosotnya pertumbuhan ekonomi global dan tingginya faktor ketidakpastian di pasar finansial berimbas buruk pada ekspor Indonesia sehingga melambat secara signifikan terutama pada triwulan IV-2008. Memburuknya prospek perekonomian dunia tersebut pada gilirannya juga mendorong pengusaha untuk menunda pengeluaran investasi dan meningkatkan efisiensi sehingga pertumbuhan investasi melambat dan berimbas pada turunnya daya beli masyarakat, bahkan memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menekan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Sementara itu, melonjaknya harga minyak dan komoditas pangan dunia berimbas pada tingginya inflasi IHK Indonesia yang mencapai 11,06 persen pada tahun 2008. Berdasarkan disagregasi, kenaikan inflasi IHK terutama didorong oleh meningkatnya harga-harga yang diatur Pemerintah (administered prices). Sumbangan kelompok administered prices mencatat peningkatan hingga mencapai 2,24 persen dari 0,75 persen pada tahun 2007 menjadi 2,99 persen pada
4
tahun 2008. Kenaikan ini dipicu oleh tingginya lonjakan harga minyak dunia yang memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 28,7 persen pada Mei 2008. Dampak kenaikan minyak juga diperparah oleh terjadinya kelangkaan pasokan komoditas terkait seperti minyak tanah dan LPG di beberapa daerah. Disamping dampak langsung (first round effect) sebesar 1,22 persen, kenaikan harga BBM juga memengaruhi kenaikan tarif angkutan sebesar 0,82 persen (second round effect). Meskipun kondisi pasokan relatif terkendali, kenaikan harga pangan dunia juga mendorong peningkatan sumbangan kelompok volatile food dari 2,09 persen menjadi 2,59 persen. Beberapa faktor tersebut juga mendorong kenaikan inflasi inti sebesar 1,73 persen dari 6,29 persen pada tahun 2007 menjadi 8,29 persen pada tahun 2008. Faktor lain yang mendorong kenaikan inflasi inti adalah meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat terkait dengan kenaikan harga komoditas pangan dunia dan gangguan distribusi pasokan (Bank Indonesia, 2008). Pada tahun 2008 konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingginya konsumsi rumah tangga ditopang oleh stabilnya daya beli masyarakat dan membaiknya tingkat keyakinan konsumen. Faktor yang menopang daya beli masyarakat antara lain adalah meningkatnya pendapatan akibat lonjakan harga komoditas ekspor, kenaikan tingkat penghasilan pekerja kelas menengah ke atas dan implementasi penyaluran BLT (bantuan langsung tunai) oleh Pemerintah. Peningkatan daya beli juga terindikasi dari pertumbuhan disposable income riil yang cenderung meningkat. Searah dengan itu, beberapa indikator lain seperti nilai tukar petani dan tingkat upah buruh juga
5
mengindikasikan kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, tingkat keyakinan konsumen yang sempat melemah akibat kenaikan harga BBM pada pertengahan tahun kembali membaik sejalan dengan membaiknya daya beli dan ekspektasi penghasilan ke depan. Perubahan yang terjadi pada perilaku konsumen dalam mengkonsumsi pangan dan nonpangan serta ketidakmerataan konsumsi komoditi tersebut merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Pengeluaran konsumsi pada berbagai jenis komoditi pangan menggambarkan pemenuhan kebutuhan gizi, sedangkan pengeluaran untuk konsumsi kelompok komoditi nonpangan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Penggunaan pendekatan tingkat pengeluaran konsumsi atas pangan dan nonpangan diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat digambarkan secara lebih baik dan representatif. Beberapa peneliti telah melakukan analisis ini diantaranya Engel dan Beckerman. Disamping itu juga perlu dilihat tingkat pemerataan konsumsi masyarakat terhadap komoditi tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap perlu untuk melakukan suatu analisis guna mengetahui lebih dalam perubahan pola pengeluaran konsumsi masyarakat baik untuk komoditi pangan maupun nonpangan sebagai akibat adanya perubahan tingkat pendapatan yang diterima masyarakat beserta tingkat pemerataannya. 1.2.
Perumusan Masalah Beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat diantaranya adalah aspek pendapatan, tingkat konsumsi, dan pola
6
konsumsi beserta tingkat pemerataannya. Besarnya tingkat pendapatan seseorang sangat menentukan besarnya tingkat dan pola konsumsi rumah tangga, sedangkan tingkat pemerataan menggambarkan besarnya ketimpangan dan kesenjangan yang terjadi pada masyarakat. Salah satu indikator yang dapat menunjukan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum adalah pergeseran yang terjadi pada pola pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi pangan dan nonpangan. Pada kondisi ekonomi yang terbatas, pemenuhan kebutuhan akan pangan menjadi prioritas utama rumah tangga, akan tetapi jika kondisi ekonomi membaik, maka pilihan konsumsi akan beralih pada komoditas nonpangan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, maupun rekreasi. Pengeluaran untuk pangan menggambarkan pemenuhan gizi masyarakat, sedangkan pengeluaran untuk kelompok nonpangan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Konsumsi yang dimaksud dalam penulisan ini hanya terbatas pada pengeluaran konsumsi rumah tangga (consumtion expenditure). Bukan pada konsumsi pemerintah serta tidak juga berarti penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran konsumsi pemerintah. Kemudian pengeluaran konsumsi rumah tangga dibedakan kedalam kelompok makanan dan bukan makanan. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat melalui besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang bersangkutan. Mengingat data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, maka pendekatan yang sering digunakan dalam setiap survei, termasuk Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang
7
dilakukan oleh BPS, adalah melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga. Beberapa peneliti yang menggunakan pendekatan total pengeluaran rumah tangga sebagai proxi pendapatan, diantaranya adalah Sundrum (1973), Hendra Esmara (1974), Vounter Van Ginneken (1976), L.N. Pierra (1976), juga Dwight Y. King and Peter D. Weldon (1977). Berdasarkan uraian diatas, muncul pertanyaan bagaimanakah dampak yang terjadi akibat perubahan tingkat pendapatan terhadap perubahan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi berbagai komoditi baik pangan maupun nonpangan serta kecenderungan apa yang terjadi pada masyarakat Indonesia pada tahun 2008 dalam melakukan pengeluaran konsumsi. Disamping itu, seberapa besar kesenjangan pengeluaran yang terjadi terhadap konsumsi pangan dan nonpangan baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. 1.3.
Tujuan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk :
1.
Mengetahui besarnya pengaruh perubahan pendapatan terhadap perubahan perilaku (pola) konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi komoditi pangan dan nonpangan.
2.
Mengetahui kecenderungan konsumen dalam mengkonsumsi komoditi pangan dan nonpangan jika tingkat pendapatan masyarakat berubah.
3.
Mengetahui tingkat ketimpangan konsumen dalam mengkonsumsi komoditi pangan dan nonpangan pada berbagai tingkat pendapatan baik di daerah perdesaan maupun perkotaan.
8
1.4.
Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memerikan hasil yang bermanfaat,
diantaranya adalah : 1.
Dapat memperkaya kajian mengenai perubahan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi komoditi pangan dan nonpangan di Indonesia jika tingkat pendapatan berubah, serta besarnya tingkat kesenjangan yang terjadi.
2.
Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan kinerja perekonomian, khususnya mengenai tingkat konsumsi masyarakat di masa mendatang.
3.
Dapat digunakan sebagai rujukan dan masukan bagi rekan-rekan yang berminat
dan
tertarik
memperdalam
penelitian
mengenai
perilaku
konsumen. 4.
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perilaku konsumen dalam mengkonsumsi komoditi pangan dan nonpangan beserta tingkat kesenjangan yang terjadi di Indonesia.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Teori-teori Konsumsi Masyarakat Ketika kita menyantap makanan, mengenakan pakaian, atau pergi ke
tempat wisata, kita mengkonsumsi sebagian output perekonomian. Karena konsumsi begitu besar, maka para ahli makroekonomi menghabiskan banyak energi untuk mempelajari bagaimana rumah tangga memutuskan berapa banyak konsumsinya. Rumah tangga membagi pendapatan yang bisa dibelanjakan (disposible income) untuk konsumsi dan tabungan. Semakin tinggi pendapatan yang bisa dibelajakan, semakin besar konsumsi. Hubungan antara konsumsi dan pendapatan yang bisa dibelanjakan disebut fungsi konsumsi (consumption function) (Mankiw, 2007). Perilaku masyarakat dalam membelanjakan dari pendapatan yang diperoleh untuk membeli barang dan jasa dalam teori ekonomi makro disebut sebagai pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure) atau konsumsi. Graham Bannoch dan kawan-kawan dalam bukunya Economics memberi definisi konsumsi sebagai pengeluaran total untuk membeli barang dan jasa pada suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (Universitas Terbuka, 1986).
Utilitas dan Pilihan Setiap hari kita selalu membuat berbagai pilihan : kapan bangun tidur; apa yang akan dimakan; berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk bekerja,
10
belajar, atau istirahat; atupun pilihan kita akan membeli sesuatu atau menyimpan uang. Teori pilihan (theory of choice) menerangkan hubungan timbal balik antara preferensi (pilihan) dengan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menetukan pilihan-pilihannya. Model preferensi individu dirumuskan dengan menggunakan konsep utilitas, yaitu kepuasan yang diterima seseorang akibat aktivitas yang dilakukannya (Nicholson, 2002). Tingkah laku konsumen didefinisikan oleh Loudon (1993), adalah ….
the decision process and physical activity individuals engage in when
evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services. Teori tingkah laku konsumen menerangkan tentang bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang-barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya. Pilihan konsumen atas berbagai alternatif barang-barang yang dikonsumsi didasarkan pada asumsi : 1.
Complete preferences, yaitu konsumen dapat melakukan ranking atas semua kemungkinan pilihannya.
2.
Transitivity of preferences, yaitu jika konsumen lebih suka kombinasi pilihan barang A dari pada B dan B lebih disukai dari pada C, maka konsumen juga lebih suka pilihan A dari pada C.
3.
Non satiation, yaitu konsumen lebih suka jumlah yang lebih banyak dari pada yang sedikit. Pada dasarnya setiap orang menginginkan bahwa setiap kebutuhannya
dapat terpenuhi, namun hal ini dibatasi oleh beberapa kendala. Kendala ini dapat berupa keterbatasan pendapatan konsumen dan atau harga barang-barang yang
11
berlaku. Keterbatasan ini secara umum disebut sebagai kendala anggaran (budget line). Dimana seorang konsumen harus dapat membelanjakan dari pendapatan yang
diterimanya
untuk
memperoleh
kombinasi
barang-barang
yang
diinginkannya. Sebagaimana seperti yang digambarkan oleh kurva dibawah ini.
Kuantitas Y
Y max
Garis Anggaran (Budget Line)
Kurva Kepuasan Sama (Indifference Curve) X max
Kuantitas X
Gambar 2.1. Maksimalisasi Utilitas
Permintaan Individu Ekonom Prusia Ernst Engel (1821-1896) pernah meneliti tentang perilaku rumah tangga dalam berkonsumsi, yaitu dengan meneliti hubungan antara penghasilan dan konsumsi atas barang-barang tertentu. Dari data yang diperoleh, Engel menarik kesimpulan bahwa proporsi penghasilan yang dibelanjakan untuk makanan akan menurun ketika penghasilan meningkat. Hipotesis ini kemudian dikenal dengan Hukum Engel (Engel’s Law) (Nicholson, 2002).
12
Untuk mengetahui besarnya perubahan permintaan konsumen atas barang dan jasa sebagai akibat adanya perubahan pendapatan yang diterima masyarakat dapat ditunjukan melalui koefisien elastisitas pengeluaran, yaitu : Ei
PersentasePerubahanJumlahPengeluaranBarangdanJasa PersentasePerubahanJumlahPendapatan
Elastisitas pengeluaran dikatakan inelastis apabila mempunyai koefisien elastisitasnya adalah kurang dari satu, yaitu apabila perubahan pendapatan menimbulkan perubahan yang kecil saja terhadap perubahan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi. Namun jika jumlah yang dikonsumsi berubah relatif lebih banyak dibandingkan dengan perubahan jumlah pendapatan, maka hal ini dikatakan elastis (Sukirno, 1996).
Ketimpangan Pendapatan dan Pengeluaran Max Otto Lorenz (1905) seorang Statistisi Amerika menemukan kurva yang menggambarkan
distribusi
komulatif
pendapatan
masyarakat,
dan
menamakan kurva tersebut sesuai dengan namanya yaitu Kurva Lorenz. Dari kurva ini diturunkan juga kurva lainnya yaitu Kurva Pemusatan, dimana kurva pemusatan
menggambarkan
distribusi
komulatif
pengeluaran
masyarakat
(Armein, 1999). Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan diperoleh berdasarkan fungsi distribusi pendapatan dan fungsi distribusi pengeluaran. Namun fungsi tersebut sulit diperoleh dari data yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut, Kakwani and Podder (1976) mengajukan suatu cara yaitu dengan membuat suatu transformasi koordinat pada Kurva Lorenz dan kurva Pemusatan dari X dan Y menjadi θ dan .
13
Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan berhubungan langsung dengan garis egalitarian, tanpa terlebih dahulu harus mencari fungsi distribusi dari masing-masing kurva. Fungsi dari hasil pendugaan langsung terhadap kurva tersebut dinamakan fungsi K-P. Dari Kurva Lorenz juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan yang diterima oleh berbagai kelompok masyarakat, misalnya dengan menghitung rasio Gini. Rasio Gini adalah perbandingan antara luas daerah yang terletak antara kurva Lorenz dan diagonal dengan luas daerah segitiga. Disamping itu, dari kurva Lorenz juga dapat diperoleh Indeks Williamson dengan menghitung proporsi pendapatan perkapita tiap kelompok masyarakat dengan menggunakan penimbang proporsi penduduk sebagaimana yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Pada tahun 1965, Williamson memperkenalkan pengukuran ketimpangan pendapatan dengan menggunakan metode Indeks Williamson atau yang dikenal dengan nama indeks CVw. Indeks CVw. yang dihasilkan dari suatu perhitungan akan sangat peka terhadap perbedaan data yang digunakan, sehingga angka yang diperoleh cenderung lebih besar. Indeks ini biasanya digunakan dalam mengukur ketimpangan pendapatan antardaerah, namun pada penelitian ini akan dicoba untuk mengukur ketimpangan pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat menurut jenis komoditi baik didaerah perdesaan maupun perkotaan. Coefficient of variation atau CV merupakan ukuran ketimpangan lain yang memenuhi keempat kriteria seperti pada koefisien Gini. Keempat kriteria tersebut adalah :
14
1.
Prinsip anonimitas, yaitu ukuran ketimpangan seharusnya tidak tergantung pada siapa yang memperoleh pendapatan lebih tinggi
2.
Prinsip independensi skala, yaitu ukuran ketimpangan seharusnya tidak tergantung pada ukuran perekonomian suatu negara.
3.
Independensi populasi, yaitu ukuran ketimpangan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penerima pendapatan.
4.
Transfer (Pigou-Dalton), yaitu adanya asumsi bahwa semua pendapatan yang lain dianggap konstan.
CV lebih sering digunakan dalam statistik dan juga dalam studi konvergensi pendapatan internasional dan konvergensi indikator pembangunan yang lain seperti tingkat harapan hidup dan tingkat melek huruf (Todaro dan Smith, 2006). 2.2.
Penelitian-Penelitian Terdahulu Rajif
(1987)
menganalisis
berbagai
perilaku
konsumen
dalam
mengkonsumsi barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan Engel Law’s berdasarkan Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan. Disamping itu untuk mempertajam analisanya, Rajif menambahkan Rasio Gini dalam melihat ketimpangan pengeluaran dari berbagai tingkat pengeluaran. Elastisitas Engel yang diperoleh menunjukan bahwa rata-rata komoditi kelompok pangan mempunyai elastisitas yang cenderung menurun pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan kelompok komoditi nonpangan rata-rata mempunyai elastisitas yang lebih stabil dan lebih elastis seiring bertambahnya tingkat pendapatan.
15
Sari (1999) meneliti mengenai perilaku konsumen yang sangat penting artinya bagi seorang marketing. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa ketika pasar relatif kecil maka perilaku konsumen dapat dideteksi secara langsung. Tetapi kondisinya berbeda ketika pasar berkembang semakin besar. Krisis moneter yang berkepanjangan mengakibatkan perubahan pada pola konsumsi masyarakat.
Konsumen
menjadi
sangat
hati-hati
dan
rasional
dalam
membelanjakan uangnya. Hal ini membutuhkan kejelian dan kepintaran bagi seorang marketing dalam memandang konsumen, dimana tidak hanya menjadi objek tetapi juga sebagai subjek yang harus dimintakan partisipasinya. Prasojo (1999) menjelaskan perubahan perilaku masyarakat dalam membeli (buying behaviour) dimasa krisis moneter 1997 dan strategi apa yang seharusnya diterapkan oleh para marketing untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Dari hasil penelitiannya menunjukan bahwa dampak krisis ekonomi terhadap konsumsi rumah tangga menunjukan kecenderungan memburuk. Sebagian besar (63,74 persen) menjawab pola konsumsi mereka merosot tajam dan hanya 0,18 persen yang menjawab meningkat. Disamping itu juga bahwa sebagian besar pendapatan mereka menurun dan hanya 3,82 persen yang menjawab membaik.
2.3.
Kerangka Pemikiran
2.3.1. Model Penelitian Penelitian ini tentang keterkaitan antara tingkat pendapatan yang diterima masyarakat dengan besarnya konsumsi atas pangan dan nonpangan pada komoditi tertentu baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Disamping itu, penelitian ini
16
juga melihat seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan dan pengeluaran konsumsi atas komoditi-komoditi tersebut pada berbagai tingkat pendapatan di daerah perdesaan maupun perkotaan. Pendapatan Rumah Tangga Desa - Kota
Tabungan
Pengeluaran Konsumsi Pangan
Non Pangan Perilaku Konsumen dan Ketimpanagan Konsumsi Desa - Kota
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran mengenai Perilaku Konsumen Sebagaimana terlihat pada gambar di atas bahwa rumah tangga menerima pendapatan
dari
balas
jasa
faktor-faktor
produksi
dan
menggunakan
pendapatannya tersebut untuk memperoleh (mengkonsumsi) barang dan jasa serta sebagian lagi untuk di tabung. Penggunaan pendapatan untuk konsumsi (pengeluaran) dapat dibedakan menjadi pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan. Dengan melihat perilaku yang terjadi di masyarakat, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan, dalam membelanjakan pendapatannya untuk konsumsi pangan dan non pangan dapat digunakan untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat. Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan masyarakat akan menjadi prioritas utama yang ditandai dengan pola pengeluaran untuk pangan lebih besar dibanding dengan non pangan. Namun pada kondisi masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan relatif cukup tinggi, maka
17
pengeluaran untuk pangan mempunyai proporsi yang lebih kecil dibanding non pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah pada tingkat yang lebih sejahtera.
2.3.2. Definisi Peubah Operasional 1.
Dampak yang terjadi akibat perubahan pendapatan terhadap perubahan perilaku konsumen adalah akibat-akibat yang ditimbulkan dari berubahnya pendapatan yang diterima masyarakat terhadap besarnya perubahan yang dilakukan masyarakat dalam menggunakan (mengkonsumsi) komoditi kelompok pangan dan komoditi kelompok nonpangan.
2.
Elastisitas pengeluaran komoditi tertentu adalah rasio atau perbandingan antara perubahan relatif dari pengeluaran konsumsi komoditi tertentu dengan perubahan relatif dari pendapatan.
3.
Kurva Engel merupakan suatu grafik yang menggambarkan hubungan pengeluaran konsumsi untuk suatu jenis komoditi tertentu pada tingkat pendapatan yang berbeda, dan dalam bentuk fungsi disebut fungsi Engel. Sedangkan rasio antara proporsi perubahan pengeluaran konsumsi suatu komoditi tertentu dengan proporsi perubahan tingkat pendapatan dari rumah tangga disebut Elatisitas Pengeluaran atau Elastisitas Engel.
4.
Kurva Lorenz merupakan suatu kurva yang menunjukan hubungan antara proporsi komulatif dari jumlah pendapatan yang diterima dengan proporsi komulatif jumlah penduduk setelah dilakukan pengurutan pendapatan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
18
100
Kurva Lorenz Persentase Pendapatan
0
Persentase Penerima Pendapatan
100
Gambar 2.3. Kurva Lorenz 5.
Kurva Pemusatan merupakan suatu kurva yang menunjukan hubungan antara proporsi komulatif dari jumlah pengeluaran dengan proporsi komulatif jumlah penduduk setelah dilakukan pengurutan pendapatan dari yang terendah sampai yang tertinggi.
6.
Fungsi Kakwani and Podder atau disingkat fungsi K-P adalah suatu fungsi untuk Kurva Lorenz atau Kurva Pemusatan yang menunjukan hubungan antara garis Egalitarian dengan Kurva Lorenz atau Kurva Pemusatan dengan menggunakan koordinat θ dan hasil dari transformasi.
7.
Garis Egalitarian adalah suatu garis diagonal yang mempunyai sudut 45 o pada Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan yang menunjukan distribusi pendapatan atau pengeluaran yang merata secara sempurna yang dilakukan oleh masyarakat.
8.
Indeks Williamson atau yang dikenal dengan nama indeks CVw.adalah suatu angka indeks antara 0 dan 1 yang digunakan untuk mengukur tingkat
19
ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pengeluaran antara berbagai kelompok masyarakat. 9.
Pendapatan perkapita sebulan adalah perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh semua anggota masyarakat selama sebulan dengan banyaknya anggota masyarakat.
10.
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan adalah perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan baik yang berasal dari pembelian, pemberian maupun produksi sendiri dengan banyaknya anggota rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan atas konsumsi pangan maupun nonpangan tanpa memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk konsumsi atau pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
11.
Pengeluaran perkapita sebulan adalah perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota masyarakat selama sebulan dengan banyaknya anggota masyarakat.
12.
Proporsi jumlah penduduk adalah rasio atau perbandingan antara jumlah penduduk pada kelompok tertentu dengan jumlah penduduk seluruh kelompok pada daerah tertentu.
13.
Proporsi jumlah pendapatan adalah rasio atau perbandingan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh penduduk pada kelompok tertentu dengan jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh penduduk pada seluruh kelompok masyarakat.
20
14.
Proporsi jumlah pengeluaran adalah rasio atau perbandingan antara jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh penduduk pada kelompok tertentu dengan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh penduduk pada seluruh kelompok masyarakat.
15.
Proporsi komulatif jumlah penduduk adalah komulatif dari proporsi jumlah penduduk yang diurutkan sesuai dengan kelompok pendapatan, yaitu dari yang terendah sampai yang tertinggi.
16.
Proporsi komulatif jumlah pendapatan adalah komulatif dari proporsi jumlah pendapatan yang diurutkan sesuai dengan kelompok pendapatan, yaitu dari yang terendah sampai yang tertinggi.
17.
Proporsi komulatif jumlah pengeluaran adalah komulatif dari proporsi jumlah pengeluaran yang diurutkan sesuai dengan kelompok pendapatan, yaitu dari yang terendah sampai yang tertinggi.
2.4.
Hipotesis Skripsi ini meneliti mengenai pola atau perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi atas pangan dan nonpangan pada berbagai tingkat pendapatan yang diterima. Sebagai dugaan sementara terhadap analisis ini maka diajukan hipotesis bahwa proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan di Indonesia pada tahun 2008 akan cenderung menurun pada tingkat pendapatan yang semakin tinggi sedangkan untuk konsumsi nonpangan berlaku sebaliknya.
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pendapatan dan
pengeluaran rata-rata perkapita menurut komoditi kelompok makanan (pangan) dan bukan makanan (nonpangan) pada berbagai tingkat pendapatan. Sedangkan jenis datanya adalah data cross section. Data ini dikelompokkan berdasarkan daerah perdesaan dan perkotaan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang telah dipublikasikan.
3.2.
Metode Analisis Didalam teori ekonomi mikro, preferensi atau pemilihan oleh konsumen
terhadap komoditi yang akan dikonsumsi, biasanya dimulai dengan suatu rencana yang disebut rencana konsumsi. Rencana ini dibuat berdasarkan urutan-urutan kebutuhan dari yang paling penting sampai yang relatif kurang penting. Hal ini disebabkan karena terbatasnya alat-alat pemuas kebutuhan. Johannes dan Budiono (1986) berpendapat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi rencana konsumsi yaitu pendapatan, tingkat harga, dan selera. Pada penelitian ini hanya akan dibahas pengaruh dari perubahan tingkat pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi suatu komoditi atau sekelompok komoditi, sedangkan faktor-faktor yang lain diluar pendapatan dianggap konstan. Untuk itu perlu melihat pergeseran pendapatan melalui perubahan yang terjadi
22
pada tingkah laku dari pengeluaran (konsumsi) masyarakat sebagai akibat dari perubahan pendapatan yang diterima masyarakat. Pengeluaran konsumsi menurut Keynes, dipengaruhi oleh pendapatan. Sebagaimana ditulis dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money. Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume) adalah antara nol dan satu dari jumlah yang dikonsumsi untuk setiap tambahan satu dolar. Ia menulis bahwa hukum psikologis fundamental, yang harus kita yakini tanpa ragu, …..… adalah bahwa manusia sudah pasti, secara alamiah dan berdasarkan rata-rata, untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik, tetapi tidak sebanyak kenaikan pendapatan mereka. Analisis pengaruh kekuatan pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga atas pangan dan nonpangan digunakan beberapa metode yaitu analisis Engel dan analisis.Williamson. Analisis Engel untuk mengetahui pengaruh kekuatan pendapatan terhadap pola konsumsi, sedangkan analisis Williamson untuk mengetahui besarnya tingkat pemerataan.
3.2.1. Analisis Engel Pola pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat, dimana semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat perekonomian masyarakat, sebagaimana hukum Engel. Analisis tentang pengaruh dari perubahan pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi suatu komoditi atau
23
sekelompok komoditi dikenal dengan teori elastisitas, yang dapat diselesaikan berdasarkan suatu persamaan matematis. Persamaan yang digunakan dalam analisis ini didasarkan pada kurva Lorenz dan kurva Pemusatan yang satu sama lainnya diusahakan saling berhubungan. Untuk melihat hubungan tersebut, maka dilakukan transformasi koordinat untuk masing-masing kurva. Kurva Lorenz dan kurva Pemusatan yang ditrasformasikan oleh Kakwani and Podder tersebut menghasilkan suatu fungsi yang dinamakan fungsi Kakwani-Podder atau disingkat fungsi K-P. Kurva Lorenz dan kurva Pemusatan dinyatakan dalam bentuk fungsi peluang (probability distribution function) dari pendapatan dan pengeluaran. Misalnya Y adalah pendapatan sedangkan f(y) adalah fungsi peluangnya dengan rata-rata μ, maka : F(Y)
=
Y
f(y) dy
0
…………………………………………………. (1).
menyatakan proporsi jumlah penduduk yang mempunyai pendapatan kurang atau sama dengan Y, sedangkan F1(Y) =
1
Y
0
y f(y) dy
……………………………………………. (2).
menyatakan proporsi dari jumlah pendapatan yang diterima oleh penduduk yang mempunyai pendapatan kurang atau sama dengan Y. Kemudian untuk kurva Pemusatan, misalnya vi(Y) adalah suatu fungsi pengeluaran atau disebut juga fungsi Engel untuk komoditi ke-i dengan rata-rata μi, maka :
24
F1[vi(Y)] =
1
i
Y
0
vi(Y) f(y) dy
……………………………….….
(3).
menyatakan proporsi jumlah pengeluaran untuk komoditi ke-i oleh penduduk yang mempunyai pendapatan kurang atau sama dengan Y. Hubungan antara F(Y) dengan F1[vi(Y)] dalam bentuk fungsi disebut kurva Pemusatan. Kakwani and Podder melakukan transformasi terhadap koordinat pada kurva Lorenz dan kurva Pemusatan dengan maksud untuk memudahkan dalam melakukan estimasi. Koordinat baru hasil transformasi yaitu θ dan yang digunakan untuk melihat hubungan antara kurva Lorenz dan kurva Pemusatan. (0,1)
C (1,1) Garis Egalitarian θ D
F1(Y)
Kurva Lorenz B[F(Y),F1(Y)]
F(Y)
A (0,0)
(1,0)
Dengan menggunakan aturan vektor dari gambar diatas diperoleh : θ
=
=
[ F (Y ) F1 (Y )] 2 [ F (Y ) F1 (Y )] 2
…………………………………………
(4).
…………………………………………
(5).
25
dimana ; θ
= panjang vektor dari A menuju C
panjang vektor dari B menuju D maka persamaan kurva Lorenz adalah
= g(θ)
…………………………………………….…………
(6).
dimana θ bergerak dari 0 sampai √2. Kemudian diperoleh turunan pertama dan turunan kedua dari persamaan tersebut, yaitu :
= g1(θ)
11
=
= g (θ) =
Y Y
…………………………………………
2 2 2 ( y)3 f (Y )
…………………………………
(7).
(8).
Berdasarkan pada turunan pertama dari kurva Lorenz, maka dapat diperoleh fungsi pendapatan, yaitu : Y
[1 g 1 ( )] [1 g 1 ( )]
=
………………………………………………
(0,1)
C (1,1) Garis Egalitarian θ D
F1[vi(Y)]
Kurva Pemusatan B{F(Y),F1[vi(Y)]}
A (0,0)
F(Y)
(1,0)
(9).
26
Berdasarkan kurva Pemusatan, dengan cara yang sama seperti pada kurva Lorenz, diperoleh : [ F (Y ) F1{vi (Y )}]
θi
=
i
=
i
= gi(θ)
……………………...………………
(10).
………………………………..……
(11).
……………………………………………..………
(12).
2 [ F (Y ) F1{vi (Y )}] 2
Dari persamaan diatas maka dapat diperoleh turunan pertama dan turunan kedua, yaitu : i1
i
= g1(θi)
11
11
= g (θi)
=
i vi (Y ) i vi (Y )
=
2 2i2vi (Y ) [(i vi (Y )]3 f (Y )
………………………….………
………………....………
(13).
(14).
Berdasarkan turunan pertama dari kurva Pemusatan, diperoleh fungsi pengeluaran (fungsi Engel) untuk komoditi ke-i, yaitu : vi(Y)
=
i [1 g 1 ( i )] [1 g 1 ( i )]
………………………………………… (15).
Dalam menjelaskan hubungan-hubungan tersebut, Kakwani and Podder memberikan fungsi K-P untuk kurva Lorenz dengan memodifikasi β menjadi :
= ea θα (√2-θ)β
dimana : e
……………………….……………………… (16).
= 2,718281828459…………..
sehingga Ln = a + αLnθ + βLn(√2-θ) + e
………………………..………
Dan untuk fungsi K-P pada kurva Pemusatan adalah :
(17).
27
Lni = ai + αiLnθi + βiLn(√2-θi) + ei
……………………..………
(18).
dimana : a, α, dan β adalah koefisien-koefisien yang diestimasi dan i adalah komoditi ke i. Koefisien-koefisien dari masing-masing persamaan diatas, diestimasi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square = OLS). Penghitungannya menggunakan bantuan komputer melalui software Microsoft Exel 2003 dan SPSS (Statistical Package for Social Science) 9.0 for Windows. Jadi jika faktor-faktor lain selain pendapatan dianggap konstan, maka kurva Lorenz dan kurva Pemusatan berhubungan langsung satu sama lain melalui hubungan antara variabel pendapatan dengan variabel lain yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bermacam-macam komoditi. Bila sudah diketahui persamaan kurva Lorenz dan kurva Pemusatan untuk jenis komoditi tertentu, maka fungsi Engel untuk komoditi tersebut dapat diperoleh. Dengan menganggap bahwa ada suatu perubahan relatif pada pengeluaran konsumsi untuk komoditi tertentu jika terjadi perubahan relatif pada pendapatan, maka elastisitas pengeluaran yang kemudian dikenal dengan Elastisitas Engel dapat ditentukan dengan rumus : dEi dE Y E ni i i dY Ei dY Y
……………………………………………
dimana : ni
= elastisistas pengeluaran (Elatisistas Engel)
(19).
28
dEi / Ei
= perubahan
relatif
pada
pengeluaran
konsumsi
komoditi ke-i dY / Y
= perubahan relatif pada pendapatan
Ei = vi(Y) = fungsi pengeluaran (Fungsi Engel) komoditi ke-i Y
= pendapatan.
Sehingga elastisitas pengeluaran (Elastisitas Engel) menjadi :
vi1 (Y ) Y ni vi (Y ) Y 1
………………………………………………………
(20).
Dengan mencari turunan pertama dan turunan kedua dari kurva Lorenz dan kurva Pemusatan yang telah ditransformasikan oleh Kakwani and Podder menjadi fungsi K-P, maka elastisitas Engelnya menjadi :
ni
gi11 (i ) [1 g1 ( )]2 [1 g1 ( )] g11 ( ) [1 gi1 (i )]2 [1 gi1 (i )]
……………………………… (21).
Elastisitas Engel ini berbeda untuk setiap jenis komoditi dan setiap kelompok pendapatan. Nilai elastisitas bisa positif dan juga bisa negatif tergantung dari jenis komoditi yang dikonsumsi. Nilai elastisitas yang positif menunjukan bahwa jika tingkat pendapatan yang diterima meningkat maka pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat atas komoditi tertentu juga meningkat atau sebaliknya, dimana mempunyai arah perubahan yang sama. Komoditi yang mempunyai sifat elastisitas pendapatannya adalah demikian dinamakan
barang
normal.
Sedangkan
nilai
elastisitas
yang
negatif
menggambarkan perubahan kearah yang berlawanan, yaitu jika pendapatan yang diterima meningkat maka pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat atas
29
komoditi tertentu menjadi semakin berkurang atau sebaliknya. Komoditi yang mempunyai elastisitas pendapatan negatif dinamakan barang-barang inferior. Nilai koefisien elastisitas berkisar antara nol sampai dengan tak hingga. Elastisitas nol menunjukan bahwa jika terjadi perubahan pada pendapatan yang diterima masyarakat, tidak akan merubah jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat atas komoditi tersebut. Keadaan tersebut dinamakan inelastis sempurna. Sedangkan jika sebaliknya, dimana nilai koefisien elastisitasnya adalah tak hingga, hal ini dinamakan elastis sempurna.
3.2.2. Analisis Indeks Williamson (CVw) Data pengeluaran yang dibedakan menurut kelompok pangan dan nonpangan dapat digunakan untuk melihat pola pengeluaran masyarakat. Disamping itu, data pendapatan yang biasanya didekati dengan data pengeluaran, juga dapat digunakan untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pengeluaran menurut jenis komoditi baik pangan maupun nonpangan didaerah perdesaan dan perkotaan dapat diukur dengan menggunakan Indeks Williamson atau dikenal dengan metode CVw. Formula dari metode CVw adalah :
Y
i
CVw
Y
i
ni n
Y
dimana : CVw
= Weighted Coeficient of Variation
30
ni
= Jumlah penduduk pada golongan pendapatan ke i
n
= Jumlah penduduk total
Yi
= Pendapatan perkapita pada golongan pendapatan ke i
Y
= Rata-rata pendapatan perkapita untuk semua golongan pendapatan Semakin besar indeks Williamson atau mendekati satu berarti semakin
tinggi tingkat ketimpangan pendapatan dan pengeluaran konsumsi pangan maupun nonpangan, sebaliknya semakin rendah tingkat ketimpangan maka indeks Williamson akan semakin mendekati nol. Matolla (1985) mengemukakan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan berada pada taraf rendah, sedang atau tinggi. Kriteria yang dikemukaan tersebut adalah sebagai berikut : a.
Ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan kurang dari 0,35
b.
Ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan berkisar antara 0,35 hingga 0,50
c.
Ketimpangan taraf tinggi, bila indeks ketimpangan lebih dari 0,50.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pangan merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi manusia untuk tetap hidup, sehingga sebesar berapapun pendapatan seseorang namun mereka akan tetap berusaha untuk mendapatkan makanan yang memadai. Seseorang atau rumah tangga akan terus menambah konsumsi makanannya sejalan dengan bertambahnya tingkat pendapatan. Namun sampai batas tertentu penambahan pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, karena kebutuhan manusia akan makanan pada dasarnya mempunyai titik jenuh. Pada dasarnya pengeluaran konsumsi makanan sehari-hari oleh penduduk hendaknya memenuhi kecukupan akan kalori dan protein, yang dapat menggambarkan kecukupan pemenuhan asupan gizi. Tingkat kecukupan kalori dan protein adalah salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat, termasuk diantaranya adalah untuk menentukan tingkat masyarakat miskin. Semakin cukup asupan gizi seseorang diharapkan bahwa tingkat kesehatan dan kesejahteraan mereka akan meningkat. Bila secara kuantitas kebutuhan seseorang sudah terpenuhi maka lazimnya mereka akan mementingkan kualitas atau beralih pada pemenuhan kebutuhan nonpangan. Dengan demikian terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin berkurang persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan. Oleh karena itu komposisi pengeluaran rumah tangga setidaknya dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi
32
penduduk tersebut. Hal ini diasumsikan bahwa penurunan persentase pengeluaran untuk pangan terhadap kenaikan pendapatan merupakan gambaran membaiknya tingkat perekonomian masyarakat. Beberapa hasil analisis terhadap data pendapatan dan pengeluaran komoditi pangan dan nonpangan hasil Susenas 2008 akan diuraian berikut ini.
4.1.
Pola Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga khusunya untuk konsumsi, pada dasarnya
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Beberapa faktor kuantitatif yang diyakini mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga diantaranya adalah tingkat pendapatan yang diterima. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, pemenuhan pangan akan menjadi prioritas utama, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli pangan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk nonpangan. Pada tabel yang terdapat pada Lampiran 1 memperlihatkan data nominal mengenai pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut kelompok komoditi pangan maupun nonpangan dan golongan pendapatan yang terjadi di daerah perdesaan maupun perkotaan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008. Sedangkan untuk data persentasenya dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa persentase pengeluaran untuk pangan
33
khususnya komoditi padi-padian dan umbi-umbian cenderung menurun dengan penurunan yang semakin curam untuk golongan pendapatan yang semakin besar. Hal ini terjadi baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Misalnya untuk golongan pendapatan kurang dari Rp 100.000 perbulan di daerah perdesaan, pengeluaran konsumsi komoditi padi-padian dan umbi-umbian mencapai sebesar 33,27 persen, namun pada golongan pendapatan di atas Rp 1.000.000 perbulan menjadi hanya sebesar 2,82 persen. Sedangkan untuk daerah perkotaan penurunannya lebih tajam lagi, yaitu dari sebesar 34,77 persen pada golongan pendapatan kurang dari Rp 100.000 perbulan menjadi hanya sebesar 2,16 persen Tabel 4.1. Persentase Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan menurut Kelompok Barang dan Golongan Pendapatan Perkapita Sebulan Tahun 2008 Golongan Pendapatan (1)
< 100 000 100 000 149 999 150 000199 999 200 000299 999 300 000499 999 500 000749 999 750 000999 999 1 000 000 >
KB
Pr
SB
Ol
TP
Rm
BJ
Pk
BL
TN
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
33,27 34,78 27,60 24,20 24,46 18,66 17,81 13,96 12,42 8,97 7,95 5,79 5,54 4,11 2,82 2,16
5,40 4,27 7,04 5,74 8,49 7,15 9,49 9,03 10,44 9,72 10,31 9,82 9,66 8,91 5,95 6,37
9,07 7,74 8,71 7,61 9,13 7,20 8,38 7,43 7,79 6,33 6,79 5,55 6,10 4,80 3,67 3,31
5,60 8,12 7,09 9,98 8,65 11,63 9,96 13,62 10,22 13,57 9,82 13,49 9,20 13,39 6,67 10,38
69,72 71,84 68,81 65,29 70,96 62,72 64,57 62,28 57,93 53,24 48,74 45,86 41,96 40,01 25,51 27,20
15,70 14,46 15,19 17,44 13,26 18,44 15,11 17,88 16,11 21,40 16,51 23,74 17,13 24,42 12,63 27,16
9,51 9,59 10,03 11,62 9,55 12,86 12,00 12,80 14,00 16,52 15,58 19,20 17,29 21,94 24,14 25,20
3,55 3,04 3,82 3,96 3,35 3,80 3,70 3,31 3,74 3,32 3,44 3,32 3,47 3,19 2,27 3,02
0,76 0,36 1,22 0,87 1,75 1,20 3,20 2,23 6,29 3,75 12,56 5,53 15,40 7,13 26,55 11,35
30,28 28,16 31,19 34,71 29,04 37,28 35,43 37,72 42,07 46,76 51,26 54,14 58,04 59,99 74,49 72,80
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008
Keterangan : 1 : Desa KB : Padi-padian dan umbi-umbian Pr : Ikan, daging, telur dan susu SB : Sayur-sayuran dan buah-buahan Ol : Makanan dan minuman jadi TP : Total makanan
2 Rm BJ Pk BL TN
: : : : : :
Kota Perumahan dan fasilitas rumah tangga Aneka barang dan jasa Pakaian, alas kaki dan tutup kepala Barang-barang tahan lama. Total bukan makanan
34
pada golongan pendapatan di atas Rp 1.000.000. Pada komoditi selain padi-padian dan umbi-umbian pada kelompok pengeluaran konsumsi pangan seperti ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, buah-buahan serta makanan dan minuman jadi mempunyai kecenderungan yang menurun juga seperti komoditi padi-padian seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan, namun pada awalnya sedikit mengalami kenaikan persentasenya. Hal ini terjadi baik di daerah perdesaan maupun perkotaan, meskipun perubahannya tidak begitu mencolok seperti pada komoditi padi-padian dan umbi-umbian. Misalnya untuk pengeluaran konsumsi komoditi ikan, daging, telur dan susu di daerah perdesaan dari 5,40 persen pada pendapatan kurang dari Rp 100.000 menjadi 10,45 persen pada tingkat pendapatan antara Rp 300.000 sampai Rp 500.000 perbulan, namun pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 menjadi hanya sebesar 5,94 persen. Pengeluaran konsumsi komoditi total makanan terlihat lebih banyak dibandingkan dengan pengeluaran komoditi total bukan makanan pada tingkat pendapatan kurang dari Rp 500.000, yaitu masih di atas 50 persen. Pada tingkat pendapatan di atas Rp 500.000, pengeluaran konsumsi komoditi total makanan lebih rendah dibandingkan dengan komoditi total bukan makanan, bahkan cenderung menurun terus di bawah 50 persen, sebaliknya untuk total bukan makanan cenderung meningkat di atas 50 persen dari total pengeluaran konsumsi. Kejadian ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan yang diterima seseorang maka akan semakin besar keinginan untuk meningkatkan pemenuhan asupan gizi atau meningkatkan kecukupan kualitas atas makanan yang
35
dikonsumsinya. Namun pada tingkat pendapatan tertentu, konsumsi akan komoditi makanan akan mencapai tingkat jenuh, artinya asupan makanan yang dikonsumsi sudah mencukupi kebutuhan. Sehingga penambahan pendapatan akan dialihkan untuk memperoleh komoditi bukan makanan. Meskipun persentasenya menunjukan penurunan namun pada tabel angka nominalnya, seperti yang terlihat dalam Lampiran 1, menunjukan peningkatan mengikuti kenaikan tingkat pendapatan, meskipun kenaikannya tidak sebesar pada kelompok komoditi bukan makanan. Hal ini diduga bahwa masyarakat mempunyai keinginan untuk meningkatkan kualitas dari makanan yang mereka konsumsi, seperti tercukupinya gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Semakin tercukupinya gizi, diharapkan kesejahteraan mereka semakin meningkat. Namun terkadang hanya karena ingin memuaskan seleranya saja atau bahkan karena ingin mengikuti budaya maupun gaya hidup yang lagi semarak. Perubahan pada angka nominal yang cukup besar pada kelompok pangan antar golongan tingkat pendapatan adalah komoditi makanan dan minuman jadi di daerah perkotaan, yaitu dari Rp 7.376 rata-rata perkapita sebulan pada golongan tingkat pendapatan kurang dari Rp 100.000 perbulan menjadi sebesar Rp 168.387 rata-rata perkapita sebulan pada golongan tingkat pendapatan Rp 1.000.000 keatas. Hal ini kemungkinan karena banyak dari kalangan orang yang berpendapatan tinggi tidak mempunyai banyak waktu atau tidak cukup waktu luang untuk membuat masakan sendiri, atau mungkin karena waktu mereka lebih banyak digunakan diluar rumah. Lain halnya dengan komoditi padi-padian dan umbi-umbian di daerah perkotaan yang kelihatan relatif tidak berubah. Dimana kenaikan tingkat
36
pendapatan relatif tidak merubah jumlah pengeluaran konsumsi perkapita untuk komoditi tersebut, yaitu berkisar diantara tiga puluhan ribu rupiah. Hal ini justru relatif lebih tinggi jumlah pengeluaran konsumsi perkapita di daerah perdesaan pada tingkat pendapatan yang sama. Jika data ini benar, kemungkinan pengeluaran konsumsi komoditi padi-padian dan umbi-umbian di daerah perkotaan telah mencapai titik jenuh pada kisaran tiga puluh ribuan rupiah. Disamping itu pada tingkat pendapatan di atas Rp 750.000 untuk daerah perdesaan dan di atas Rp 1.000.000 untuk daerah perkotaan terjadi penurunan pengeluaran konsumsi padi-padian dan umbi-umbian yang masing-masing sebesar satu persen dan 0,6 persen. Hal ini diduga bahwa mereka mulai mengurangi konsumsi karbohidrat, namun barangkali mereka juga mulai beralih ke makananmakanan jadi yang dapat dibeli di warung atau rumah makan atau mulai mengurangi memasak nasi sendiri. Keadaan di atas jika dibandingkan dengan pengeluaran konsumsi untuk kelompok komoditi nonpangan menunjukan kecenderungan yang berbeda. Misalnya untuk komoditi perumakan dan fasilitas rumah tangga, kecenderungan persentasenya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat pendapatan yang diterima. Pada tingkat pendapatan kurang dari Rp 100.000 perbulan di daerah perkotaan, pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar 14,46 persen, sedangkan pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 mencapai sebesar 27,16 persen. Komoditi barang dan jasa baik di daerah perdesaan maupun perkotaan mempunyai kecenderungan meningkat persentase pengeluaran konsumsinya
37
mengikuti naiknya tingkat pendapatan yang diterima. Misalnya di daerah perkotaan pada tingkat pendapatan kurang dari Rp 100.000 perbulan, pengeluaran untuk komoditi barang dan jasa hanya sebesar 9,59 persen, namun pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 peningkatannya relatif besar yaitu menjadi sebesar 25,20 persen. Begitu pula untuk komoditi barang-barang tahan lama baik di daerah perdesaan maupun perkotaan mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu akan semakin banyak porsi dari pendapatan yang digunakan untuk memperoleh komoditi tersebut seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan yang diterimanya. Sedangkan untuk komoditi pakaian, alas kaki dan tutup kepala mempunyai kecenderungan yang berbeda, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan, dimana terjadinya peningkatan pendapatan tidak menyebabkan perubahan pengeluaran konsumsi relatif yaitu hanya berkisar antara tiga persen saja dari pendapatan yang diperolehnya. Hal ini berarti bahwa kebutuhan akan konsumsi barang-barang yang termasuk sandang rata-rata sebesar tiga persen dari jumlah pendapatan yang diperolehnya baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Berdasarkan gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa dari beberapa komoditi yang mempunyai persentase pengeluaran konsumsi terbesar untuk kelompok pangan dan nonpangan menunjukan bahwa semakin bertambahnya pendapatan yang diterima maka persentase pengeluaran untuk komoditi kelompok pangan sebagian besar mempunyai kecenderungan yang semakin menurun, sedangkan
untuk
komoditi
kelompok
nonpangan
rata-rata
mempunyai
kecenderungan yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat
38
pendapatan yang diterimanya, baik untuk daerah perkotaan maupun perdesaan, kecuali pada komoditi pakaian, alas kaki dan tutup kepala. Hal ini diduga bahwa kebutuhan menusia akan makanan pada dasarnya mempunyai titik jenuh.
4.2.
Analisis Engel
4.2.1. Deskripsi Hasil Penghitungan Fungsi K-P untuk Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan Hasil dari penghitungan fungsi K-P seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3, diperoleh beberapa bersamaan untuk kurva Lorenz dan kurva Pemusatan. Koefisien-koefisien dari semua persamaan fungsi K-P yang diperoleh, yaitu a, α, dan β untuk pendapatan dan pengeluaran konsumsi komoditi pangan dan nonpangan telah ditunjukan pada Tabel 4.2. di bawah ini. Tabel 4.2.
Estimasi Koefisien Fungsi K-P untuk Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan serta Kelompok Komoditi Makanan dan Bukan Makanan, 2008 Komoditi
Perdesaan a α β
Perkotaan a α β
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Pendapatan (total pengeluaran) Padi-padian dan umbi-umbian Ikan, daging, telur dan susu Sayur-sayuran dan buah-buahan Makanan dan minuman jadi Total Makanan Perumahan dan fasilitas rumah tangga Barang dan jasa Pakaian, alas kaki dan tutup kepala Barang-barang tahan lama Total bukan makanan
-1,33 -2,97 -1,13 -1,54 -1,18 -1,63
0,88 0,74 0,88 0,86 0,86 0,84
0,78 1,23 0,92 0,87 0,89 0,87
-1,07 -4,40 -1,06 -1,48 -1,09 -1,50
0,93 0,82 0,91 0,89 0,91 0,89
0,82 1,45 1,03 0,91 0,93 0,91
-1,19
0,93
0,85 -0,88
0,94
0,85
-0,98
0,93
0,81 -0,76
0,95
0,87
-1,33
0,89
0,86 -1,19
0,91
0,77
-0,36 -0,95
1,01 0,94
0,97 -0,43 0,81 -0,78
0,98 0,95
0,94 0,85
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2008 (diolah)
39
Persamaan fungsi K-P untuk kurva Pemusatan pada komoditi padi-padian dan umbi-umbian di daerah perkotaan berdasarkan rumus 18 bab III sesuai dengan koefisien yang diperoleh sebagai mana dapat dilihat pada tabel di atas adalah : Lni = -4,3954547 + 0,8223391 Lnθi + 1,4538540 Ln(√2 – θi) Sedangkan persamaan fungsi K-P untuk kuva Pemusatan pada komoditi yang lain dapat dianalogkan dengan persamaan di atas dengan mengganti koefisiennya sesuai dengan yang tercantum pada Tabel 4.2. di atas. Setelah fungsi K-P untuk pendapatan dan pengeluaran konsumsi masingmasing komoditi pangan dan non pangan baik di daerah perdesaan maupun perkotaan diperoleh berdasarkan estimasi koefisien-koefisien seperti yang tercantum dalam tabel di atas, maka kurva Lorenz dan kurva Pemusatan serta elastisitas Engel untuk beberapa jenis komoditi yang bersangkutan dapat dihitung. Gambaran dari hasil penghitungan kurva Lorenz dan kurva Pemusatan baik daerah perdesaan maupun perkotaan yang diolah berdasarkan metode Engel dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan rumus elastisitas Engel pada bab III, setelah dilakukan penurunan pertama dan kedua dari fungsi K-P untuk pengeluaran konsumsi masing-masing kelompok komoditi maka dapat diketahui nilai elastisitasnya. Contoh dari proses maupun pengolahan data sehingga dapat diperoleh nilai elastisitas Engel secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 4, dimana Lampiran 2 untuk proses pengolahan data pendapatan sehingga dihasilkan kurva Lorenz hingga turunan kedua dan Lampiran 4 untuk proses
40
pengolahan data pengeluaran hingga diperoleh kurva Pemusatan dan nilai dari elastisitas Engel.
4.2.2. Analisis Elastisitas Engel, Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan Elastisitas pengeluaran yang diperoleh dari pengolahan dan penghitungan data pendapatan dan pengeluaran berdasarkan metode Engel untuk masing-masing komoditi baik pangan maupun nonpangan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5 untuk nilainya sedangkan Lampiran 16 hingga Lampiran 24 untuk grafiknya. Pada lampiran itu terlihat berbagai macam pola dari perubahan pengeluaran konsumsi pangan dan nonpangan sebagai akibat adanya perubahan tingkat pendapatan yang tertercermin pada nilai-nilai dari elastisitas pengeluaran atau yang dikenal dengan nama elastisitas Engel. Misalnya untuk Elastisitas Engel pada komoditi padi-padian dan umbiumbian di daerah perdesaan dan perkotaan baik nilainya maupun grafiknya dapat dilihat di bawah ini. Dari tabel 4.3. tersebut terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan yang diterima maka elastisitasnya semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan pendapatan pada golongan pendapatan tinggi tidak akan banyak pengaruhnya pada perubahan pengeluaran konsumsi padipadian dan umbi-umbian. Namun pada tingkat pendapatan di atas Rp 300.000 untuk daerah perdesaan dan Rp 500.000 untuk daerah perkotaan, nilai elastisitasnya menjadi negatif, yang berarti bahwa jika pendapatan meningkat maka jumlah pengeluaran untuk komoditi padi-padian dan umbi-umbian malah terjadi penurunan. Kejadian ini seolah-olah menunjukan bahwa pengeluaran
41
konsumsi padi-padian dan umbi-umbian yang diolah sendiri mempunyai karakteristik seperti barang inferior. Hal ini diduga karena masyarakat yang mempunyai pendapatan cukup tinggi mulai beralih mengkonsumsi makanan dan minuman jadi yang dapat dibeli di warung atau rumah makan. Tabel 4.3. Elastisitas Engel (Elastisitas Pengeluaran) Komoditi Padi-padian dan Umbu-umbian menurut Golongan Tingkat Pendapatan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Tingkat Pendapatan
Padi-padian dan Umbi-umbian Perdesaan Perkotaan
(1)
(2)
(3)
(4)
1
< 100 000
0,531926985
0,093485205
2
100 000 - 149 999
0,386611978
0,091322763
3
150 000 - 199 999
0,273088468
0,082021306
4
200 000 - 299 999
0,120869907
0,057067750
5
300 000 - 499 999
-0,035021017
0,016259392
6
500 000 - 749 999
-0,108822557
-0,009678228
7
750 000 - 999 999
-0,134626692
-0,023573432
8
1 000 000 >
0
0
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2008 (diolah)
Nilai elastisitas Engel pada golongan tingkat pendapatan tertinggi yaitu pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 tidak bisa ditentukan. Hal ini karena pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 mempunyai θ = √2, sehingga pada saat √2-θ akan sama dengan 0. Untuk itu sebaiknya penggolongan tingkat pendapatan dapat dibuat lebih banyak lagi, namun karena keterbatasan data yang tersedia, maka hanya bisa diperoleh hasil sebagaimana yang terdapat pada penelitian ini.
42
Elastisistas
0,6 0,4 0,2 0,0 1
2
3
4
5
6
7
-0,2
Tingkat Pendapatan Desa
Kota
Gambar 4.1. Grafik Elastisitas Engel Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian untuk Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Grafik Elastisitas Engel komoditi padi-padian dan umbi-umbian di atas terlihat bahwa baik untuk daerah perdesaan maupun perkotaan elastisitasnya cenderung menurun mengikuti kenaikan tingkat pendapatan, bahkan untuk daerah perdesaan penurunannya sangat tajam, artinya bahwa apabila terjadi perubahan tingkat pendapatan akan menimbulkan perubahan yang kecil saja pada pengeluaran konsumsi barang tersebut. Meskipun pada tingkat pendapatan di bawah Rp 300.000, daerah perdesaan lebih elastis dibanding dengan daerah perkotaan, namun pada tingkat pendapatan di atas Rp 300.000 untuk daerah perdesaan elastisitasnya lebih kecil bahkan sangat rendah, sedangkan untuk daerah perkotaan elastisitasnya cenderung stabil dan grafiknya cenderung datar. Pada tabel di Lampiran 5 dan grafik di Lampiran 16 hingga 24 terlihat bahwa komoditi pangan yang lain seperti ikan, daging, telur dan susu sebagai sumber protein mempunyai elastisitas Pengeluaran yang cenderung menurun seiring dengan semakin besar tingkat pendapatan, demikian juga untuk komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan serta makanan dan minuman jadi yang mempunyai kecenderungan hampir sama, dimana semakin besar tingkat
43
pendapatan yang diterima maka elastisitas Pengeluarannya semakin menurun. Hal ini hampir sama baik untuk daerah perdesaan maupun perkotaan, meskipun untuk daerah perkotaan cenderung lebih besar elastisitasnya kecuali pada komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan. Pada komoditi kelompok nonpangan seperti perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, pakaian, alas kaki dan penutup kepala serta barang-barang tahan lama mempunyai kecenderungan yang sama yaitu semakin tinggi tingkat pendapatan yang diterima maka akan semakin meningkat pula elastisitas Engelnya. Meskipun sampai pada tingkat pendapatan tertentu, elastisitas Pengeluarannya akan menurun kembali. Keadaan ini hampir sama baik untuk daerah perdesaan maupun perkotaan, meskipun untuk daerah perkotaan cenderung lebih besar elastisitasnya, terutama untuk komoditi perumahan dan fasilitas rumah tangga. Pada komoditi nonpangan yang mempunyai elastisitas Engelnya cukup besar adalah komoditi perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa serta komoditi barang-barang tahan lama, dimana elastisitasnya hampir selalu di atas satu yang berarti pengeluaran untuk komoditi tersebut bersifat elastis atau mudah terpengaruh atas perubahan tingkat pendapatan. Gambaran atau ilustrasi tersebut berarti bahwa komoditi kelompok nonpangan akan semakin banyak digunakan (dikonsumsi) oleh masyarakat jika tingkat pendapatan mereka meningkat. Namun jika pendapatannya menurun, masyarakat akan lebih banyak mengurangi konsumsi komoditi nonpangan dan akan memfokuskan pada pemenuhan akan kebutuhan pangan.
44
Pola pengeluaran selain dapat dilihat dari elastisitas pengeluaran atau elastisitas Engel juga dapat ditunjukan dengan kurva Lorenz dan kurva Pemusatan. Dimana semakin melengkung kurva tersebut berarti semakin elastis atau semakin mudah berubah besarnya pengeluaran konsumsi suatu komoditi jika adanya perubahan tingkat pendapatan. Kurva Lorenz dan kurva Pemusatan untuk masing-masing komoditi baik pangan maupun nonpangan hasil pengolahan dan penghitungan data pendapatan dan pengeluaran berdasarkan fungsi K-P secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 15. Pada lampiran itu terlihat berbagai macam pola dari perubahan pengeluaran konsumsi pangan dan nonpangan sebagai akibat adanya perubahan tingkat pendapatan. Kurva Pemusatan untuk komoditi padi-padian dan umbi-umbian di daerah perdesaan
dan
perkotaan
seperti
yang
ditunjukan
pada
Lampiran
6,
memperlihatkan suatu tingkat elastisitas yang rendah atau mempunyai pengaruh yang relatif rendah jika terjadi perubahan tingkat pendapatan. Hal ini digambarkan oleh kurva Pemusatan yang relatif dekat dengan garis egalitarian (garis diagonal). Bandingkan dengan kurva Pemusatan kelompok komoditi ikan, daging, telur dan susu serta komoditi makanan dan minuman jadi yang cenderung jauh dari garis egalitarian, dimana berarti mempunyai tingkat elastisitas yang lebih besar dibanding dengan komoditi padi-padian dan umbi-umbian. Elastisitas Pengeluaran untuk komoditi kelompok nonpangan yang digambarkan oleh kurva Pemusatan menunjukan suatu tingkat elastisitas yang rata-rata lebih tinggi dibanding dengan komoditi kelompok pangan. Misalnya untuk komoditi barang-barang tahan lama yang bentuk kurvanya yang relatif
45
cukup jauh dari garis egalitarian. Hal ini berarti bahwa besarnya pengeluaran untuk komoditi barang-barang tahan lama mudah terpengaruh oleh adanya perubahan tingkat pendapatan. Kurva Lorenz dan kurva Pemusatan juga dapat digunakan untuk mengindikasikan tingkat ketimpangan pendapatan dan pengeluaran. Misalnya kurva Lorenz untuk daerah perdesaan dan perkotaan seperti terlihat pada gambar 4.2. di bawah ini memperlihatkan adanya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan untuk daerah perkotaan lebih besar jika dibandingkan dengan yang ada di daerah perdesaan. Hal ini dapat dilihat melalui kurva Lorenz untuk daerah perkotaan yang cenderung lebih jauh dari garis egalitarian atau kurvanya lebih melengkung dibandingkan dengan kurva Lorenz untuk daerah perdesaan. Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pendapatan
Proporsi Pendapatan
Perdesaan
0,6 0,4 0,2 0,0
0,6 0,4 0,2 0,0
0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Proporsi Penduduk
Gambar 4.2. Kurva Lorenz menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Di daerah perdesaan pada masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan di bawah Rp 500.000 terlihat bahwa lebih dari 90 persen masyarakat yang berada pada tingkatan tersebut hanya menikmati 77 persen dari seluruh pendapatan perdesaan. Hal ini berarti bahwa pada tingkat pendapatan tersebut
46
masyarakat di daerah perdesaan mempunyai ketimpangan yang cukup besar. Sedangkan di daerah perkotaan pada masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan di bawah Rp 1.000.000 terlihat bahwa lebih dari 92 persen masyarakat yang berada pada tingkatan tersebut hanya menikmati 75 persen dari seluruh pendapatan perkotaan. Hal ini berarti bahwa pada tingkat pendapatan tersebut masyarakat di daerah perkotaan mempunyai ketimpangan yang cukup besar.
4.3.
Analisis Ketimpangan Williamson (CVw) Ketimpangan pendapatan dan pengeluaran konsumsi suatu komoditi yang
dihitung dengan menggunakan rumus atau formula yang dikemukakan oleh Williamson dan dikenal dengan CV Williamson (CVw) dapat dilihat pada Tabel 4.4. di bawah. Nilai CVw yang kecil menggambarkan tingkat ketimpangan yang rendah atau tingkat pemerataan yang lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai CVw besar menunjukan tingkat ketimpangan yang tinggi atau semakin tidak merata. Pada tabel di bawah terlihat bahwa indeks ketimpangan pendapatan baik di daerah perdesaan maupun perkotaan cukup tinggi, dimana nilainya di atas 0,50, namun ketimpangan pendapatan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding dengan daerah perdesaan. Ketimpangan pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada tahun 2008 terhadap komoditi pangan dan nonpangan baik di daerah perdesaan maupun perkotaan pada berbagai tingkat pendapatan menunjukan bahwa ketimpangan pengeluaran untuk komoditi nonpangan lebih besar dibanding dengan komoditi pangan. Komoditi pangan yang mempunyai ketimpangan
47
pengeluaran cukup rendah adalah komoditi padi-padian dan umbi-umbian baik di daerah perdesaan maupun perkotaan, yaitu masih di bawah 0,10. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi makanan khususnya padi-padian dan umbi-umbian baik di daerah perdesaan maupun perkotaan mempunyai ketimpangan yang sangat rendah atau relatif hampir merata diantara berbagai tingkat golongan pendapatan. Jika kita lihat kembali pada Lampiran 1 terlihat bahwa jumlah pengeluaran konsumsi komoditi padi-padian dan umbi-umbian di daerah perkotaan pada berbagai tingkat pendapatan menunjukan angka yang cenderung sama yaitu berkisar pada angka tiga puluhan ribu rupiah. Tabel 4.4. Indeks Ketimpangan Williamson pada Beberapa Jenis Komoditi menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan di Indonesia, 2008 Jenis Komoditi
Perdesaan
Perkotaan
(1)
(2)
(3)
Pendapatan
0.573754739
0.720628477
Pengeluaran Makanan Padi-padian dan Umbia-umbian Ikan, Daging, Telur dan Susu Sayur-sayuran dan Buah-buahan Makanan dan Minuman Jadi
0.369617539 0.099007702 0.538252482 0.402620154 0.532511723
0.431192007 0.031004981 0.625650544 0.444968116 0.643126848
Pengeluaran Bukan Makanan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga Barang dan Jasa Pakaian, Alas kaki dan Tutup kepala Barang tahan lama
0.747134964 0.567233376 0.737688724 0.497007082 0.938195226
0,944326400 0,851726923 0,937093410 0,668860708 0,980822678
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2008 (diolah)
Tingkat ketimpangan untuk kelompok komoditi makanan di daerah perdesaan yang relatif cukup tinggi adalah komoditi ikan, daging, telur dan susu, dimana mencapai lebih dari 0,50 atau berarti mempunyai taraf tinggi. Gambaran ini berarti bahwa masyarakat di daerah perdesaan dalam mengkonsumsi jenis komoditi tersebut tidak begitu merata, karena mungkin harga komoditi tersebut
48
masih dianggap cukup mahal atau bahkan mungkin menganggap masih ada pengeluaran konsumsi komoditi lain yang lebih penting. Sedangkan untuk daerah perkotaan ketimpangan komoditi pangan yang relatif cukup tinggi adalah komoditi makanan dan minuman jadi, dimana mencapai lebih dari 0,60 atau tingkat ketimpangan taraf tinggi. Kejadian ini berarti bahwa masyarakat di daerah perkotaan dalam mengkonsumsi jenis komoditi tersebut kurang begitu merata, karena mungkin bagi golongan yang berpendapatan rendah akan memilih untuk memasak makanan sendiri dibanding makanan jadi. 1
Indeks Williamson
0,8
0,6
0,4
0,2
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Komoditi Desa
Kota
Gambar 4.3. Grafik Indeks Williamson pada Beberapa Jenis Komoditi menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Keterangan skala komoditi : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pendapatan Pengeluaran komoditi seluruh makanan Pengeluaran komoditi padi-padian dan umbi-umbian Pengeluaran komoditi ikan, daging, telur dan susu Pengeluaran komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan Pengeluaran komoditi makanan dan minuman jadi Pengeluaran komoditi bukan makanan Pengeluaran komoditi perumahan dan fasilitas rumah tangga Pengeluaran komoditi barang dan jasa Pengeluaran komoditi pakaian, alas kaki dan tutup kepala Pengeluaran komoditi barang-barang tahan lama.
49
Pengeluaran
konsumsi
komoditi
nonpangan
ternyata
mempunyai
ketimpangan yang relatif cukup tinggi dibanding dengan komoditi pangan bahkan untuk komoditi barang tahan lama baik di daerah perdesaan maupun perkotaan mempunyai ketimpangan yang cukup besar hingga hampir mencapai satu. Ini berarti mempunyai tingkat ketimpangan taraf tinggi sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Matolla. Kemudian diikuti oleh komoditi barang dan jasa yang mempunyai tingkat ketimpangan lebih dari 0,80. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi komoditi-komoditi tersebut didominasi oleh masyarakat yang mempunyai golongan tingkat pendapatan yang cukup tinggi karena mungkin harganya yang cukup tinggi atau mungkin bagi golongan yang berpendapatan rendah masih harus memaksimalkan kebutuhan-kebutuhan dasar.
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari uraian yang telah dibahas pada bab sebelumnya memperlihatkan
bahwa pola pengeluaran konsumsi yang digambarkan dengan menggunakan beberapa metode analisis di atas menunjukan bahwa : 1.
Besarnya persentase pengeluaran konsumsi atas pangan di Indonesia pada tahun 2008 rata-rata akan cenderung menurun khususnya komoditi padipadian dan umbi-umbian seiring dengan meningkatnya pendapatan yang diterima, sedangkan untuk konsumsi nonpangan mempunyai kecenderungan meningkat terutama komoditi barang-barang tahan lama khususnya di daerah perdesaan serta komoditi perumahan dan fasilitas rumah tangga dan komoditi aneka barang dan jasa khususnya di daerah perkotaan yang terlihat meningkat cukup tajam.
2.
Perubahan tingkat pendapatan akan berpengaruh pada perubahan pola pengeluaran konsumsi masyarakat.
3.
Perubahan pengeluaran konsumsi untuk komoditi nonpangan lebih besar jika dibanding dengan komoditi pangan. Misalnya pada golongan pendapatan antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000 untuk komoditi makanan dan minuman jadi dan komoditi ikan, daging, telur dan susu di daerah perkotaan akan mengalami peningkatan jumlah pengeluaran yang cukup besar hingga lebih dari 3,5 persen untuk makanan dan minuman jadi serta lebih dari 4,8 persen untuk komoditi ikan, daging, telur dan susu jika terjadi
51
peningkatan pendapatan sebesar satu persen, sedangkan pada komoditi barang-barang tahan lama baik di daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami peningkatan pengeluaran yang cukup besar jika pendapatan yang diterima meningkat satu persen yaitu sebesar 22,78 persen untuk daerah perkotaan dan 5,28 persen untuk daerah perdesaan. 4.
Dengan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka pengaruh perubahan pengeluaran konsumsi akan semakin kecil sebagai akibat adanya perubahan pendapatan, namun dengan kecenderungan yang berbeda antara komoditi pangan dengan komoditi nonpangan.
5.
Perubahan pengeluaran konsumsi komoditi pangan akan mempunyai kecenderungan yang semakin menurun sebagai akibat adanya perubahan pendapatan yang diterima masyarakat pada tingkat pendapatan yang semakin tinggi. Misalnya komoditi ikan, daging, telur dan susu di daerah perkotaan dari 2,4 persen pada tingkat pendapatan di bawah Rp 100.000 malah menjadi menurun hingga 0,5 persen pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 jika terjadi peningkatan pendapatan sebesar satu persen.
6.
Pengaruh perubahan pengeluaran konsumsi komoditi bukan pangan akibat adanya perubahan pendapatan sebagian besar akan cenderung semakin meningkat pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi meskipun berfluktuatif baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Misalnya pengeluaran konsumsi komoditi barang-barang tahan lama di daerah perdesaan dari 1,5 persen pada tingkat pendapatan di bawah Rp 100.000 menjadi 3,3 persen pada tingkat pendapatan Rp 100.000 hingga Rp 150.000, namun akhirnya
52
menurun kembali menjadi 0,5 persen pada tingkat pendapatan di atas Rp 1.000.000 jika tingkat pendapatan yang diterimanya bertambah satu persen. 7.
Pengaruh perubahan tingkat pendapatan untuk daerah perkotaan maupun perdesaan mempunyai pola yang hampir sama, meskipun rata-rata cenderung lebih besar pada daerah perkotaan dibanding dengan daerah perdesaan.
8.
Gambaran di atas diduga disebabkan karena kebutuhan pangan akan mempunyai titik jenuh pada tingkatan tertentu, sedangkan kebutuhan nonpangan tidak pernah mencapai titik jenuh atau paling tidak perlu waktu lama untuk mencapai titik jenuh.
9.
Tingkat ketidakmerataan pendapatan dan pengeluaran konsumsi antara kota dan desa pada berbagai tingkat pendapatan memperlihatkan ketimpangan yang lebih besar untuk daerah perkotaan dibandingkan untuk daerah perdesaan. Ketimpangan yang cukup tinggi terjadi pada pengeluaran konsumsi bukan pangan, terutama untuk barang-barang tahan lama. Sedangkan komoditi makanan baik daerah perdesaan maupun perkotaan, mempunyai ketimpangan yang lebih rendah, terutama komoditi padi-padian dan umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat mempunyai ketimpangan yang rendah sekali yaitu hanya 0,1. Hal ini berarti bahwa konsumsi masyarakat akan padi-padian dan umbi-umbian sebagai makanan pokok mempunyai distribusi yang cukup merata. Kesimpulan di atas didasarkan pada penelitian atas beberapa kelompok
komoditi makanan dan kelompok komoditi bukan makanan yang mempunyai
53
persentase pengeluarannya besar atau dianggap sebagai komoditi yang lebih diutamakan atau diprioritaskan dalam membelanjakan pendapatan yang diterima. 5.2.
Saran Berdasarkan temuan-temuan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, didapat beberapa saran yang mungkin dapat digunakan dalam penelitian-penelitian selanjutnya diantaranya adalah : 1.
Berdasarkan penelitian di atas menunjukan bahwa perubahan pola pengeluaran konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi juga oleh beberapa variable lain. Untuk itu dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti lebih lanjut variabel-variabel lain yang mempengaruhi pola pengeluaran konsumsi.
2.
Analisis yang menggunakan fungsi K-P terdapat beberapa kelemahan, misalnya besarnya elastisitas pada golongan pendapatan yang tertinggi tidak dapat dihitung. Sehingga peneliti yang ingin menggunakan metode Engel seperti di atas disarankan untuk memperhatikan kelemahan-kelemahan tersebut, misalnya dengan memperbanyak golongan pendapatan sehingga proporsi jumlah penduduk pada golongan pendapatan tertinggi akan semakin kecil.
3.
Meskipun metode Engel terdapat beberapa kelemahan, namun paling tidak dapat digunakan untuk perbandingan dengan hasil yang diperoleh dari metode lain.
54
4.
Analisis dalam penelitian ini meskipun sudah sering dilakukan oleh banyak peneliti, namun hal ini masih cukup relevan untuk dapat diteliti lebih lanjut, seiring dengan sangat dinamisnya kondisi masyarakat.
5.
Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam penyediaan berbagai kebutuhan pokok masyarakat dapat menggunakan hasil penelitian ini, misalnya dengan adanya implementasi penyaluran BLT oleh pemerintah sehingga pendapatan masyarakat miskin meningkat, maka dapat ditentukan kira-kira berapa terjadi kenaikan permintaan akan komoditi beras atau daging dan juga telur.
6.
Pemerintah juga bisa menetapkan komoditi-komoditi apa yang kira-kira layak untuk dikenakan pajak progresif, misalnya dengan menetapkan pajak yang lebih besar untuk barang-barang tahan lama karena komoditi tersebut sebagian besar dikonsumsi oleh masyarakat yang berpendapatan tinggi.
7.
Bagi para pengambil kebijakan seperti konsumen, produsen, distributor maupun pedagang pengecer ataupun para tenaga marketing bahkan hingga para birokrat yang berhubungan dengan sektor konsumsi masyarakat dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk digunakan sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Armein, E. 1999. “Analisis Ketimpangan dengan Kurva Lorenz”. Jurnal Ekonomi & Bisnis. Badan Pusat Statistik. 2008. Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Indonesia 2005, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Pengeluaran Konsumsi Penduduk Indonesia 2008, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2008, Jakarta. Bank Indonesia. 2009. Laporan Tahunan Perekonomian Indonesia 2008, Jakarta. Cullen, Charles G. 1988. Linear Algebra with Application. Scott, Foresman and Company. Gujarati, D. 1988. Ekonometrika Dasa. Zein dan Sumarno (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Loudon, David L. 1993. Consumer Behavior: Concepts and Application. Edisi Keempat. Mac Graw-Hill Book Co, Singapura. Mankiw, N. G. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Liza dan Nurmawan (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Mahendra dan Aziz (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Prasojo, P. 1999. “Menyiasati Pasar ditengah Krisis: Sebuah Kajian Terhadap Perilaku Konsumen”. Media Ekonomi & Bisnis, Vol.XI No.1-2, Semarang. Rajif, M. 1987. Analisis Engel Berdasarkan Kurva Lorenz dan Kurva Pemusatan (Skripsi). Universitas Padjajaran, Bandung. Sari, Dian P. 1999. “Menyiasati Perilaku Konsumen dalam Era Bisnis”. Media Ekonomi & TeknologiInformasi, Ed2, Semarang. Soelistyo. 1986. Teori Ekonomi Makro. Karunika UT, Jakarta.
56
Soetopo, R. W. S. 2009. Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Pulau di Indonesia (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. LPFEUI, Jakarta. Sukirno, S. 1996. Pengantar Teori Mikroekonomi. Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Todaro, M. P. dan S. C. Smith. Pembangunan Ekonomi Jilid I, Edisi Kesembilan. Munandar dan Puji (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Sydsaeter, Knut. and. Hammond, Peter J. 1995. Mathematics for Economic Analysis. Prentice Hall Inc, New Jersey. Williamson, J. G. 1965. Regional and Equity and the Process of National Development; A Description of Patern Economics and Cultural Change, Vol. 13, No. 4: 3-45.
LAMPIRAN
57
Lampiran 1.
Pengeluaran Rata-rata Perkapita menurut Kelompok Barang dan Golongan Pendapatan Perkapita Sebulan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Kelompok Barang
(1)
< 100 000 Desa
Kota
(2)
(3)
100 000 149 999 Desa Kota (4)
(5)
150 000 199 999 Desa Kota
Golongan Pendapatan (Rp) 200 000 300 000 500 000 299 999 499 999 749 999 Desa Kota Desa Kota Desa Kota
750 000 999 999 Desa Kota
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
1 000 000 > Desa
Kota
(16)
(17)
A. Makanan 1. Padi-padian dan umbi-umbian 2. Ikan, daging, telur dan susu 3. Sayur-sayuran dan buah-buahan 4. Makanan dan minuman jadi
60 912
65 221
88 805
85 955
123 750
111 401
158 837
154 731
217 974
207 264
290 439
278 132
354 814
343 165
405 953
441 146
29 065
31 570
35 617
31 858
42 652
33 146
43 798
34 672
46 748
34 911
47 395
35 115
46 835
35 286
44 959
35 071
4 722
3 876
9 086
7 552
14 803
12 697
23 339
22 445
39 298
37 840
61 413
59 549
81 659
76 465
94 634
103 286
7 925
7 027
11 240
10 015
15 921
12 782
20 617
18 452
29 310
24 655
40 455
33 655
51 624
41 153
58 485
53 719
4 891
7 376
9 156
13 140
15 081
20 648
24 506
33 825
38 466
52 822
58 533
81 800
77 758
114 854
106 184
168 387
B. Bukan Makanan 1. Perumahan dan fasilitas rumah tangga 2. Barang dan jasa 3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala 4. Barang-barang tahan lama
26 453
25 561
40 248
45 700
50 638
66 202
87 142
93 698
158 281
182 064
305 462
328 378
490 827
514 608
1 185 532
1 180 890
13 720
13 126
19 603
22 959
23 124
32 756
37 178
44 426
60 614
83 328
98 402
144 015
144 870
209 455
201 061
440 475
8 310
8 709
12 946
15 292
16 646
22 837
29 509
31 809
52 658
64 327
92 866
116 477
146 182
188 206
384 121
408 714
3 105
2 756
4 936
5 218
5 837
6 754
9 090
8 218
14 087
12 942
20 492
20 118
29 309
27 374
36 134
49 037
664
328
1 571
1 144
3 055
2 133
7 864
5 549
23 666
14 619
74 847
33 544
130 251
61 151
422 491
184 039
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008
58
Lampiran 2.
Penghitungan Fungsi K-P untuk Pendapatan (Total Pengeluaran) Perkapita Perbulan di Daerah Perkotaan, 2008
Golongan Pendapatan
Persentase Penduduk
Pendapatan Perkapita
Proporsi Penduduk
Proporsi Pendapatan
Komulatif Penduduk [F(Y)]
Komulatif Pendapatan [F1(Y)]
θ
( 2 )
Ln
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
0,0014442 0,0197791 0,0614010 0,1370659 0,1866578 0,1582399 0,1194481 0
0,0020913 0,0336782 0,1217397 0,3492821 0,7610067 1,0444073 1,1895480 1,4142136
1,41212222 1,38053537 1,29247391 1,06493145 0,65320684 0,36980624 0,22466557 0
-6,54020686 -3,92313063 -2,79032912 -1,98729322 -1,67847834 -1,84364313 -2,12487349 #NUM!
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,25 3,53 9,17 21,44 32,61 18,03 7,52 7,44
90 782 131 655 177 603 248 428 389 328 606 510 857 773 1 622 037
0,00250 0,03530 0,09170 0,21440 0,32620 0,18030 0,07520 0,07440
0,00045761 0,00937055 0,03283771 0,10739363 0,25606652 0,22048898 0,13005990 0,24332509
0,00250000 0,03780000 0,12950000 0,34390000 0,67010000 0,85040000 0,92560000 1
0,00045761 0,00982816 0,04266587 0,15005950 0,40612602 0,62661501 0,75667491 1
Jumlah
-20,8879548
Golongan Pendapatan
Ln θ
Ln (√2-θ)
(1)
(12)
(13)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
-6,16994827 -3,39090466 -2,10587050 -1,05187534 -0,27311309 0,04344957 0,17357340 -
0,34509369 0,32247137 0,25655814 0,06291043 -0,42586144 -0,99477610 -1,49314235 #NUM!
Jumlah
-12,7746889
-1,92674625
αθα-1(√2-θ)β βθα(√2-θ)β (14)
1,93092046 1,54672025 1,33395511 1,05388825 0,66720366 0,40917924 0,26951172 -
(15)
0,00356716 0,04601434 0,14345176 0,32516478 0,44851762 0,37749925 0,28319933 -
1 = g1(θ)
α(α-1)θα-2(√2-θ)β
2αβθα-1(√2-θ)β-1
β(β-1)θα(√2-θ)β-2
11 = g11(θ)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
-67,5559865890 -3,36037637339 -0,80174105713 -0,22077159037 -0,06414974010 -0,02866610292 -0,01657756173 -
2,2390067741 1,8345415085 1,6899845752 1,6204521739 1,6725187847 1,8117683776 1,9642847486 -
-0,00032429275 -0,00437680725 -0,01556759831 -0,05197799336 -0,19056246732 -0,50041112316 -1,01713475796 -
0,662941437 0,516189808 0,409491091 0,250655125 0,075220273 0,010896797 -0,004708053 -
-24,00712319 -1,78837367 -0,86242028 -0,65119451 -0,66289937 -0,80516818 -1,03120506 -
59
Lampiran 3.
1.
Contoh Penghitungan Fungsi K-P, Kurva Pemusatan dan Elastisitas Engel Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian di Daerah Perkotaan, 2008
Data pengeluaran untuk komoditi padi-padian dan umbi-umbian di daerah perkotaan disajikan perkolom, sebagaimana yang terlihat pada Lampiran 4. Kolom (1) berisi golongan pendapatan, persentase jumlah penduduk kolom (2), dan pengeluaran rata-rata perkapita pada kolom (3).
2.
Hitung proporsi jumlah penduduk berdasarkan data pada kolom (2) dan diisikan pada kolom (4). Kemudian hitung proporsi jumlah pengeluaran menurut golongan pendapatan dan diisikan pada kolom (5).
3.
Hitung proporsi komulatif jumlah penduduk berdasarkan kolom (4) dan isikan pada kolom (6), serta proporsi komulatif jumlah pengeluaran berdasarkan kolom (5) dimasukan pada kolom (7). Isian pada kolom (6) merupakan nilai F(Y) dan isian pada kolom (7) merupakan nilai F1[vi(Y)] sesuai dengan rumus 1, 2, 3.
4.
Hitung i serta θi berdasarkan rumus 10 dan 11, dan nilainya dimasukan pada kolom (8) untuk i dan kolom (9) untuk θi, sedangkan pada kolom (10) di isikan nilai dari (√2–θi).
5.
Hitung Lni dan Lnθi serta Ln(√2 – θi), kemudian masukan pada kolom (11), kolom (12), dan kolom (13). Dari hasil penghitungan tersebut, maka dapat diperoleh nilai-nilai sbb : ∑LnI
= -45,038617247;
∑Lnθi
= -10,72235678;
∑Ln(√2 – θi)
= -3,75073543;
∑(Lnθi)2
= 44,944735873;
60
∑(Lni*Lnθi)
= 78,22066665;
∑[Ln(√2 – θ i)]2
= 8,267642480;
∑[Ln i*Ln(√2 – θ i)] = 25,18659256; ∑[Lnθi* Ln(√2 – θi)]
= -4,03670453;
Dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), akan diperoleh vektor : 7 a 10 ,722356782 3,750735426
10 ,722356782 44 ,944735873 4,036704527
3,750735426 4,036704527 8,267642480
1
45,038617247 78,220666650 25,186592559
0,613045150 0,179085022 0,365555657 45,038617247 0,179085022 0,075584972 0,118149126 78,220666650 0,365555657 0,118149126 0,344479780 25,186592559 4,395454691 0,822339066 1,453853961
Jadi persamaan fungsi K-P untuk Kurva Pemusatan pada komoditi padi-padian dan umbi-umbian daerah perkotaan sesuai dengan rumus 18 adalah : Lni = -4,395454691 + 0,822339066 Lnθi + 1,453853961 Ln(√2 – θi) 6.
Pada kolom (16) merupakan turunan pertama dari fungsi K-P komoditi padipadian dan umbi-umbian [g1(θi)] yang diperoleh dari kolom (14) dikurangi dengan kolom (15), kemudian dikalikan dengan ea seperti pada rumus 13.
7.
Kolom (20) merupakan turunan kedua dari fungsi K-P komoditi padi-padian dan umbi-umbian [g11(θi)] yang diperoleh dari kolom (17) dikurangi kolom (18) dan ditambah kolom (19), kemudian dikalikan dengan ea seperti pada rumus 14.
61
8.
Turunan pertama [g1(θ)] dan turunan kedua [g11(θ)] dari fungsi K-P pendapatan ditunjukan pada Lampiran 2 di kolom (16) dan kolom (20) seperti pada rumus 7 dan 8.
9.
Hasil dari penghitungan elastisitas pengeluaran (Elastisitas Engel) komoditi padi-padian dan umbi-umbian berdasarkan rumus 21 ditunjukan pada bab IV Tabel 4.3.
62
Lampiran 4.
Penghitungan Fungsi K-P untuk Pengeluaran Konsumsi Perkapita Perbulan Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian di Daerah Perkotaan, 2008
Golongan Pendapatan
Persentase Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Proporsi Penduduk
Proporsi Pengeluaran
Komulatif Penduduk [F(Y)]
Komulatif Pengeluaran [F1{vi(Y)}]
i
θi
( 2 i )
Ln i
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
0,0001575 0,0021746 0,0050046 0,0049463 0,0032670 0,0015884 0,0006259 0
0,0033780 0,0512827 0,1781361 0,4814018 0,9443976 1,2010589 1,3083702 1,4142136
1,41083557 1,36293085 1,23607746 0,93281177 0,46981601 0,21315470 0,10584337 0
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,25 3,53 9,17 21,44 32,61 18,03 7,52 7,44
31 570 31 858 33 146 34 672 34 911 35 115 35 286 35 071
0,00250 0,03530 0,09170 0,21440 0,32620 0,18030 0,07520 0,07440
0,00227721 0,03244751 0,08769777 0,21448246 0,32857488 0,18267390 0,07656114 0,07528513
0,00250000 0,03780000 0,12950000 0,34390000 0,67010000 0,85040000 0,92560000 1
0,00227721 0,03472471 0,12242249 0,33690495 0,66547983 0,84815373 0,92471487 1
Jumlah
-8,7558456 -6,1309310 -5,2974065 -5,3091262 -5,7238972 -6,4450593 -7,3763514 #NUM! -45,038618
Golongan Pendapatan
Ln θi
Ln (√2-θi)
αθiα-1(√2-θi)β
βθiα(√2-θi)β
i1 = g1(θi)
α(α-1)θiα-2(√2-θi)β
2αβθiα-1(√2-θi)β-1
β(β-1)θiα(√2-θi)β-2
i11 = g11(θi)
(1)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
-5,69047259 -2,97040148 -1,72520741 -0,73105302 -0,05720806 0,18320355 0,26878224 -
0,34418213 0,30963741 0,21194303 -0,06955185 -0,75541413 -1,54573709 -2,24579493 #NUM!
0,04569886 0,02452144 0,01284676 0,00155429 -0,00228781 -0,00116561 -0,00048496 -
-196,047491511 -7,57469036216 -1,51643577663 -0,31233887603 -0,05211142750 -0,01244410146 -0,00406609144 -
7,6825055308 4,6646700543 3,5767543351 2,6381444614 1,7144264213 1,1476032302 0,8226270087 -
0,0050759910 0,0484343360 0,1422428930 0,3757054350 0,9510012908 1,7844170115 2,8061130372 -
-2,5125947074 -0,1503539979 -0,0610613749 -0,0317554342 -0,0100582336 0,0077005206 0,0244127230 -
Jumlah
-10,7223568
-3,75073543
3,727593119 2,186472256 1,520491583 0,846334040 0,277010277 0,084127095 0,029944416 -
0,022261659 0,198237066 0,478856980 0,720309890 0,462509436 0,178636437 0,069265400 -
Lampiran 5.
63 Elastisitas Engel (Elastisitas Pengeluaran) menurut Komoditi Makanan dan Bukan Makanan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Tingkat Pendapatan
Ikan, Daging, Telur dan Susu Perdesaan Perkotaan
(1)
(2)
1
< 100 000
1,771252720
2,435728182
0,958311022
1,002388262
2
100 000 - 149 999
1,485033545
1,619310939
0,938136753
0,903324874
3
150 000 - 199 999
1,382465518
1,408303085
0,905275739
0,835345665
4
200 000 - 299 999
1,220661958
1,255542348
0,828155345
0,780760419
5
300 000 - 499 999
0,868824156
1,049295428
0,708099038
0,699963210
6
500 000 - 749 999
0,633613164
0,771764656
0,682353353
0,623192165
7
750 000 - 999 999
8
1 000 000 >
0,589198764 0
0,540240464 0
0,778867223 0
0,581048650 0
Tingkat Pendapatan
(3)
(4)
Sayur-sayuran dan Buah-buahan Perdesaan Perkotaan
Makanan dan Minuman Jadi Perdesaan Perkotaan (4)
(6)
Total Makanan Perdesaan Perkotaan
(1)
(2)
1
< 100 000
1,911062046
1,904567529
1,026000874
0,863474938
2
100 000 - 149 999
1,453939095
1,403210480
0,911377964
0,835184065
3
150 000 - 199 999
1,305697857
1,234049511
0,845046524
0,795047806
4
200 000 - 299 999
1,152902897
1,124188356
0,753554885
0,760450414
5
300 000 - 499 999
0,892531562
1,011915557
0,649921840
0,686950169
6
500 000 - 749 999
0,729140680
0,874700759
0,648954993
0,611778748
7
750 000 - 999 999
8
1 000 000 >
0,703722932 0
0,764429061 0
0,750164174 0
0,570468196 0
Tingkat Pendapatan
(3)
(5)
Perumahan dan fasilitas rumah tangga Perdesaan Perkotaan (3)
(4)
(5)
(6)
Barang dan jasa Perdesaan
Perkotaan
(5)
(6)
(1)
(2)
1
< 100 000
0,6761273
1,281591879
1,036538681
1,317430718
2
100 000 - 149 999
1,0158652
1,229593453
1,273926310
1,344124602
3
150 000 - 199 999
1,1474735
1,240999908
1,350931074
1,401599140
4
200 000 - 299 999
1,1579149
1,222203927
1,361357770
1,372331899
5
300 000 - 499 999
0,9963461
1,186494613
1,216766731
1,313264004
6
500 000 - 749 999
0,8503729
1,140425723
0,956542896
1,237611624
7
750 000 - 999 999
8
1 000 000 >
0,8486320 0
1,073476135 0
0,758929363 0
1,136929459 0
64 Lampiran 5.
(Lanjutan)
Tingkat Pendapatan
Pakaian, alas kaki dan tutup kepala Perdesaan Perkotaan (4)
Perdesaan
Perkotaan
(5)
(6)
(1)
(2)
1
< 100 000
0,925419783
1,210322611
1,491411819
5,967436186
2
100 000 - 149 999
1,025990684
1,002560471
3,347591745
3,088490784
3
150 000 - 199 999
1,062857816
0,916651053
2,856941296
2,702810901
4
200 000 - 299 999
1,015684265
0,880842006
2,409855362
2,100554894
5
300 000 - 499 999
0,874398888
0,881857816
1,644411185
1,767756067
6
500 000 - 749 999
0,786631757
0,929162890
0,836056143
1,577770086
7
750 000 - 999 999
8
1 000 000 >
0,847153561 0
0,993375405 0
0,449025947 0
1,341710571 0
Tingkat Pendapatan
(3)
Barang-barang yang tahan lama
Total Bukan Makanan Perdesaan Perkotaan
(1)
(2)
(3)
(4)
1
< 100 000
0,858249530
1,338332810
2
100 000 - 149 999
1,237949332
1,318924907
3
150 000 - 199 999
1,368400312
1,355387611
4
200 000 - 299 999
1,398986492
1,325177604
5
300 000 - 499 999
1,224758928
1,279873491
6
500 000 - 749 999
0,949486377
1,228770854
7
750 000 - 999 999
8
1 000 000 >
0,761421976 0
1,148917733 0
65 Kurva Pemusatan Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 6.
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
Perdesaan
0,6 0,4 0,2
0,6 0,4 0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0
0,2
Proporsi Penduduk
Lampiran 7.
0,6
0,8
1,0
Proporsi Penduduk
Kurva Pemusatan Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Perdesaan
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
0,4
0,6
0,4 0,2
0,6
0,4 0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
66 Kurva Pemusatan Komoditi Sayur-sayuran dan Buah-buahan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 8.
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
Perdesaan
0,6
0,4 0,2
0,6
0,4 0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0
0,2
Proporsi Penduduk
Lampiran 9.
0,6
0,8
1,0
Kurva Pemusatan Komoditi Makanan dan Minuman Jadi menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Perdesaan
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
0,4
Proporsi Penduduk
0,6
0,4 0,2
0,6
0,4 0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
67 Kurva Pemusatan Komoditi Total Makanan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 10.
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
Perdesaan
0,6
0,4 0,2
0,6
0,4 0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
Proporsi Penduduk
Lampiran 11.
0,8
1,0
Kurva Pemusatan Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Perdesaan
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
0,6
Proporsi Penduduk
0,6 0,4
0,2
0,6 0,4
0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
68 Kurva Pemusatan Komoditi Aneka Barang dan Jasa menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 12.
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
Perdesaan
0,6 0,4
0,2
0,6 0,4
0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0
0,2
Proporsi Penduduk
Lampiran 13.
0,6
0,8
1,0
Kurva Pemusatan Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Perdesaan
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
0,4
Proporsi Penduduk
0,6 0,4
0,2
0,6 0,4
0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
69 Lampiran 14.
Kurva Pemusatan Komoditi Barang-barang Tahan Lama menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
Perdesaan
0,6 0,4
0,2
0,6 0,4
0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0
0,2
Proporsi Penduduk
Lampiran 15.
0,6
0,8
1,0
Proporsi Penduduk
Kurva Pemusatan Komoditi Total Bukan Makanan menurut Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008 Perdesaan
Perkotaan
1,0
1,0
0,8
0,8
Proporsi Pengeluaran
Proporsi Pengeluaran
0,4
0,6 0,4
0,2
0,6 0,4
0,2
0,0
0,0 0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
0,0
0,2
0,4
0,6
Proporsi Penduduk
0,8
1,0
70 Grafik Elastisitas Engel Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 16.
2,5
Elastisistas
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 1
2
3
4
5
6
7
Tingkat Pendapatan Desa
Lampiran 17.
Kota
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Sayur-sayuran dan Buah-buahan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
1,1
Elastisistas
1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 1
2
3
4
5
Tingkat Pendapatan Desa
Kota
6
7
71 Grafik Elastisitas Engel Komoditi Makanan dan Minuman Jadi di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 18.
2,0
Elastisistas
1,7 1,4 1,1 0,8 0,5 1
2
3
4
5
6
7
Tingkat Pendapatan Desa
Lampiran 19.
Kota
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Total Makanan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
1,1 1,0
Elastisistas
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 1
2
3
4
5
Tingkat Pendapatan Desa
Kota
6
7
72 Grafik Elastisitas Engel Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 20.
1,3
Elastisistas
1,1
0,9
0,7
0,5 1
2
3
4
5
6
7
Tingkat Pendapatan Desa
Lampiran 21.
Kota
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Aneka Barang dan Jasa di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
1,5
Elastisistas
1,3 1,1 0,9 0,7 0,5 1
2
3
4
5
Tingkat Pendapatan Desa
Kota
6
7
73 Grafik Elastisitas Engel Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 22.
1,3
Elastisistas
1,1
0,9
0,7
0,5 1
2
3
4
5
6
7
Tingkat Pendapatan Desa
Lampiran 23.
Kota
Grafik Elastisitas Engel Komoditi Barang-barang Tahan Lama di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
6,0
Elastisistas
5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 1
2
3
4
5
Tingkat Pendapatan Desa
Kota
6
7
74 Grafik Elastisitas Engel Komoditi Total Bukan Makanan di Daerah Perdesaan dan Perkotaan, 2008
Lampiran 24.
1,5
Elastisistas
1,3 1,1 0,9 0,7 0,5 1
2
3
4
5
6
7
Tingkat Pendapatan Desa
Lampiran 25.
Kota
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan di Daerah Perdesaan, 2008
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pendapatan Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
87 365 129 054 174 388 245 979 376 255 595 901 845 641 1 591 485
-0,41839350 -0,37670450 -0,33137050 -0,25977950 -0,12950350 0,09014250 0,33988250 1,08572650
Jumlah
1,0000
505 759
Indeks Williamson (CVw)
= 0,57375474
0,17505312 0,14190628 0,10980641 0,06748539 0,01677116 0,00812567 0,11552011 1,17880203
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00367612 0,01961145 0,02293856 0,02130514 0,00388085 0,00049729 0,00168659 0,01060922 0,08420521
Lampiran 26.
75 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
29 065 35 617 42 652 43 798 46 748 47 395 46 835 44 959
Jumlah
1,0000
42 134
Indeks Williamson (CVw)
Lampiran 27.
-0,01306863 -0,00651663 0,00051838 0,00166438 0,00461438 0,00526138 0,00470138 0,00282538
0,00017079 0,00004247 0,00000027 0,00000277 0,00002129 0,00002768 0,00002210 0,00000798
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000359 0,00000587 0,00000006 0,00000087 0,00000493 0,00000169 0,00000032 0,00000007 0,00001740
= 0,099008
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
4 722 9 086 14 803 23 339 39 298 61 413 81 659 94 634
-0,03639725 -0,03203325 -0,02631625 -0,01778025 -0,00182125 0,02029375 0,04053975 0,05351475
0,00132476 0,00102613 0,00069255 0,00031614 0,00000332 0,00041184 0,00164347 0,00286383
Jumlah
1,0000
41 119
Indeks Williamson (CVw)
= 0,5382525
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00002782 0,00014181 0,00014467 0,00009980 0,00000077 0,00002520 0,00002399 0,00002577 0,00048985
Lampiran 28.
76 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Sayursayuran dan Buah-buahan di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
7 925 11 240 15 921 20 617 29 310 40 455 51 624 58 485
-0,02152213 -0,01820713 -0,01352613 -0,00883013 -0,00013713 0,01100788 0,02217688 0,02903788
0,00046320 0,00033150 0,00018296 0,00007797 0,00000002 0,00012117 0,00049181 0,00084320
Jumlah
1,0000
29 447
Indeks Williamson (CVw)
Lampiran 29.
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000973 0,00004581 0,00003822 0,00002462 0,00000000 0,00000742 0,00000718 0,00000759 0,00014056
= 0,4026202
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Makanan dan Minuman Jadi di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
4 891 9 156 15 081 24 506 38 466 58 533 77 758 106 184
-0,03693088 -0,03266588 -0,02674088 -0,01731588 -0,00335588 0,01671113 0,03593613 0,06436213
0,00136389 0,00106706 0,00071507 0,00029984 0,00001126 0,00027926 0,00129141 0,00414248
Jumlah
1,0000
41 822
Indeks Williamson (CVw)
= 0,532512
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00002864 0,00014747 0,00014938 0,00009466 0,00000261 0,00001709 0,00001885 0,00003728 0,00049598
Lampiran 30.
77 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Makanan di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
60 912 88 805 123 750 158 837 217 974 290 439 354 814 405 953
-0,15177350 -0,12388050 -0,08893550 -0,05384850 0,00528850 0,07775350 0,14212850 0,19326750
0,02303520 0,01534638 0,00790952 0,00289966 0,00002797 0,00604561 0,02020051 0,03735233
Jumlah
1,0000
212 686
Indeks Williamson (CVw)
Lampiran 31.
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00048374 0,00212087 0,00165230 0,00091542 0,00000647 0,00036999 0,00029493 0,00033617 0,00617989
= 0,3696175
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
13 720 19 603 23 124 37 178 60 614 98 402 144 870 201 061
-0,06110150 -0,05521850 -0,05169750 -0,03764350 -0,01420750 0,02358050 0,07004850 0,12623950
0,00373339 0,00304908 0,00267263 0,00141703 0,00020185 0,00055604 0,00490679 0,01593641
Jumlah
1,0000
74 822
Indeks Williamson (CVw)
= 0,5672334
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00007840 0,00042138 0,00055831 0,00044736 0,00004671 0,00003403 0,00007164 0,00014343 0,00180126
Lampiran 32.
78 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Aneka Barang dan Jasa di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
8 310 12 946 16 646 29 509 52 658 92 866 146 182 384 121
-0,08459475 -0,07995875 -0,07625875 -0,06339575 -0,04024675 -0,00003875 0,05327725 0,29121625
0,00715627 0,00639340 0,00581540 0,00401902 0,00161980 0,00000000 0,00283847 0,08480690
Jumlah
1,0000
92 905
Indeks Williamson (CVw)
Lampiran 33.
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00015028 0,00088357 0,00121484 0,00126880 0,00037482 0,00000000 0,00004144 0,00076326 0,00469702
= 0,7376887
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
3 105 4 936 5 837 9 090 14 087 20 492 29 309 36 134
-0,01226875 -0,01043775 -0,00953675 -0,00628375 -0,00128675 0,00511825 0,01393525 0,02076025
0,00015052 0,00010895 0,00009095 0,00003949 0,00000166 0,00002620 0,00019419 0,00043099
Jumlah
1,0000
15 374
Indeks Williamson (CVw) = 0,4970071
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000316 0,00001506 0,00001900 0,00001247 0,00000038 0,00000160 0,00000284 0,00000388 0,00005838
Lampiran 34.
79 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Barangbarang Tahan Lama di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
664 1 571 3 055 7 864 23 666 74 847 130 251 422 491
-0,08238713 -0,08148013 -0,07999613 -0,07518713 -0,05938513 -0,00820413 0,04719988 0,33943988
0,00678764 0,00663901 0,00639938 0,00565310 0,00352659 0,00006731 0,00222783 0,11521943
Jumlah
1,0000
83 051
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00014254 0,00091751 0,00133683 0,00178468 0,00081605 0,00000412 0,00003253 0,00103697 0,00607124
Indeks Williamson (CVw) = 0,938195
Lampiran 35.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Bukan Makanan di Daerah Perdesaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0210 0,1382 0,2089 0,3157 0,2314 0,0612 0,0146 0,0090
26 453 40 248 50 638 87 142 158 281 305 462 490 827 1 185 532
-0,26661988 -0,25282488 -0,24243488 -0,20593088 -0,13479188 0,01238913 0,19775413 0,89245913
0,07108616 0,06392042 0,05877467 0,04240753 0,01816885 0,00015349 0,03910669 0,79648329
Jumlah
1,0000
293 073
Indeks Williamson (CVw) = 0,747135
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00149281 0,00883380 0,01227803 0,01338806 0,00420427 0,00000939 0,00057096 0,00716835 0,04794567
Lampiran 36.
80 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pendapatan Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
90 782 131 655 177 603 248 428 389 328 606 510 857 773 1 622 037
-0,42473250 -0,38385950 -0,33791150 -0,26708650 -0,12618650 0,09099550 0,34225850 1,10652250
0,18039770 0,14734812 0,11418418 0,07133520 0,01592303 0,00828018 0,11714088 1,22439204
Jumlah
1,0000
515 515
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00045099 0,00520139 0,01047069 0,01529427 0,00519409 0,00149292 0,00880899 0,09109477 0,13800811
Indeks Williamson (CVw) = 0,720628
Lampiran 37.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Padi-padian dan Umbi-umbian di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
-0,00238363 -0,00209563 -0,00080763 0,00071838 0,00095738 0,00116138 0,00133238 0,00111738
0,00000568 0,00000439 0,00000065 0,00000052 0,00000092 0,00000135 0,00000178 0,00000125
Jumlah
1,0000
31 570 31 858 33 146 34 672 34 911 35 115 35 286 35 071 33 954
Indeks Williamson (CVw) = 0,031005
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000001 0,00000016 0,00000006 0,00000011 0,00000030 0,00000024 0,00000013 0,00000009 0,00000111
81 Lampiran 38.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Ikan, Daging, Telur dan Susu di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
3 876 7 552 12 697 22 445 37 840 59 549 76 465 103 286
-0,03658775 -0,03291175 -0,02776675 -0,01801875 -0,00262375 0,01908525 0,03600125 0,06282225
0,00133866 0,00108318 0,00077099 0,00032468 0,00000688 0,00036425 0,00129609 0,00394664
Jumlah
1,0000
40 464
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000335 0,00003824 0,00007070 0,00006961 0,00000225 0,00006567 0,00009747 0,00029363 0,00064091
Indeks Williamson (CVw) = 0,625651
Lampiran 39.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Sayursayuran dan Buah-buahan di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
7 027 10 015 12 782 18 452 24 655 33 655 41 153 53 719
-0,01815525 -0,01516725 -0,01240025 -0,00673025 -0,00052725 0,00847275 0,01597075 0,02853675
0,00032961 0,00023005 0,00015377 0,00004530 0,00000028 0,00007179 0,00025506 0,00081435
Jumlah
1,0000
25 182
Indeks Williamson (CVw) = 0,444968
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000082 0,00000812 0,00001410 0,00000971 0,00000009 0,00001294 0,00001918 0,00006059 0,00012556
Lampiran 40.
82 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Makanan dan Minuman Jadi di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
7 376 13 140 20 648 33 825 52 822 81 800 114 854 168 387
-0,05423050 -0,04846650 -0,04095850 -0,02778150 -0,00878450 0,02019350 0,05324750 0,10678050
0,00294095 0,00234900 0,00167760 0,00077181 0,00007717 0,00040778 0,00283530 0,01140208
Jumlah
1,0000
61 607
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000735 0,00008292 0,00015384 0,00016548 0,00002517 0,00007352 0,00021321 0,00084831 0,00156981
Indeks Williamson (CVw) = 0,643127
Lampiran 41.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Makanan di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
65 221 85 955 111 401 154 731 207 264 278 132 343 165 441 146
-0,14565588 -0,12492188 -0,09947588 -0,05614588 -0,00361288 0,06725513 0,13228813 0,23026913
0,02121563 0,01560547 0,00989545 0,00315236 0,00001305 0,00452325 0,01750015 0,05302387
Jumlah
1,0000
210 877
Indeks Williamson (CVw) = 0,431192
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00005304 0,00055087 0,00090741 0,00067587 0,00000426 0,00081554 0,00131601 0,00394498 0,00826798
Lampiran 42.
83 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
13 126 22 959 32 756 44 426 83 328 144 015 209 455 440 475
-0,11069150 -0,10085850 -0,09106150 -0,07939150 -0,04048950 0,02019750 0,08563750 0,31665750
0,01225261 0,01017244 0,00829220 0,00630301 0,00163940 0,00040794 0,00733378 0,10027197
Jumlah
1,0000
123 818
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00003063 0,00035909 0,00076039 0,00135137 0,00053477 0,00007355 0,00055150 0,00746023 0,01112154
Indeks Williamson (CVw) = 0,8517269
Lampiran 43.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Aneka Barang dan Jasa di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
8 709 15 292 22 837 31 809 64 327 116 477 188 206 408 714
-0,09833738 -0,09175438 -0,08420938 -0,07523738 -0,04271938 0,00943063 0,08115963 0,30166763
0,00967024 0,00841887 0,00709122 0,00566066 0,00182495 0,00008894 0,00658688 0,09100336
Jumlah
1,0000
107 046
Indeks Williamson (CVw) = 0,937093
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00002418 0,00029719 0,00065026 0,00121365 0,00059530 0,00001604 0,00049533 0,00677065 0,01006259
Lampiran 44.
84 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
-0,01379613 -0,01133413 -0,00979813 -0,00833413 -0,00361013 0,00356588 0,01082188 0,03248488
0,00019033 0,00012846 0,00009600 0,00006946 0,00001303 0,00001272 0,00011711 0,00105527
Jumlah
1,0000
2 756 5 218 6 754 8 218 12 942 20 118 27 374 49 037 16 552
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000048 0,00000453 0,00000880 0,00001489 0,00000425 0,00000229 0,00000881 0,00007851 0,00012257
Indeks Williamson (CVw) = 0,668861
Lampiran 45.
Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Barangbarang Tahan Lama di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
328 1 144 2 133 5 549 14 619 33 544 61 151 184 039
-0,03748538 -0,03666938 -0,03568038 -0,03226438 -0,02319438 -0,00426938 0,02333763 0,14622563
0,00140515 0,00134464 0,00127309 0,00104099 0,00053798 0,00001823 0,00054464 0,02138193
Jumlah
1,0000
37 813
Indeks Williamson (CVw) = 0,980823
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00000351 0,00004747 0,00011674 0,00022319 0,00017549 0,00000329 0,00004096 0,00159082 0,00220146
Lampiran 46.
85 Penghitungan Nilai Ketimpangan Pengeluaran Komoditi Total Bukan Makanan di Daerah Perkotaan, 2008.
Golongan Pendapatan
Proporsi Penduduk
Pengeluaran Perkapita
Yi Y
(Yi Y ) 2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 100 000 100 000 – 149 999 150 000 – 199 999 200 000 – 299 999 300 000 – 499 999 500 000 – 749 999 750 000 – 999 999 1 000 000 >
0,0025 0,0353 0,0917 0,2144 0,3262 0,1803 0,0752 0,0744
25 561 45 700 66 202 93 698 182 064 328 378 514 608 1 180 890
-0,27907663 -0,25893763 -0,23843563 -0,21093963 -0,12257363 0,02374038 0,20997038 0,87625238
0,07788376 0,06704869 0,05685155 0,04449553 0,01502429 0,00056361 0,04408756 0,76781822
Jumlah
1,0000
304 638
Indeks Williamson (CVw) = 0,9443264
(Yi Y ) 2
ni n
(6)
0,00019471 0,00236682 0,00521329 0,00953984 0,00490092 0,00010162 0,00331538 0,05712568 0,08275826