ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA (Periode Januari 2011 – Desember 2016)
Skripsi Diajukan kepada Fakutas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Irmawati NIM: 1113086000052
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA (Periode Januari 2011 – Desember 2016)
Skripsi Diajukan kepada Fakutas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Irmawati NIM: 1113086000052
Di Bawah Bimbingan:
Yoghi Citra Pratama, M. Si NIP. 19830717 201101 1 011
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin, 06 Maret 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswi: 1. 2. 3. 4.
Nama : Irmawati NIM : 1113086000052 Jurusan : Ekonomi Syariah Judul Skripsi : “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia”
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Senin 06 Maret 2017
1.
Yoghi Citra Pratama, SE., M.Si NIP. 19830717 201101 1 011
(...........................................) Penguji I
2.
Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM NUPN. 9903017434
(............................................) Penguji II
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu 29 Maret 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi: 5. 6. 7. 8.
Nama : Irmawati NIM : 1113086000052 Jurusan : Ekonomi Syariah Judul Skripsi : “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia”
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, Rabu 29 Maret 2017
3.
Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si NIP. 19720818 199803 2 003
(...........................................) Ketua
4.
Yoghi Citra Pratama, SE., M.Si NIP. 19830717 201101 1 011
(............................................) Sekretaris
5.
Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM NUPN. 9903017434
(............................................) Penguji Ahli
6.
Yoghi Citra Pratama, SE., M.Si NIP. 19830717 201101 1 011
(............................................) Pembimbing
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini: 9. 10. 11. 12.
Nama NIM Jurusan Fakultas
: Irmawati : 1113086000052 : Ekonomi Syariah : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. 2. 3. 4. 5.
Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidatuyatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 26 Februari 2017
(Irmawati)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
DATA PRIBADI
1.
Nama Lengkap
: Irmawati
2.
Tempat, Tanggal Lahir
: Tangerang, 26 Mei 1995
3.
Alamat
: Jl. Mandar Dalam RT 03/05 Pondok Karya,
Pondok Aren, Tangerang Selatan
II.
III.
4.
Telepon
: 083872621373
5.
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1.
SDN Pondok Karya II Lusus Tahun 2007
2.
SMPN 13 Tangerang Selatan Lulus Tahun 2010
3.
SMKN 2 Tangerang Selatan Lulus Tahun 2013
4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta S1 Ekonomi Lulus Tahun 2017
PENGALAMAN ORGANISASI
1.
Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Departemen Kemahasiswaan 2015-2016
2.
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ekonomi Syariah Departemen KomInfo 2016-2017
3.
Anggota biasa kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Cputat Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
i
IV.
LATAR BELAKANG KELUARGA
1.
Ayah
: M. Dahri
2.
Tempat, Tanggal Lahir
: Ujung Pandang, 10 Januari 1966
3.
Ibu
: Sri Hartini
4.
Tempat, Tanggal Lahir
: Madiun, 01 April 1966
5.
Alamat
: Jl. Mandar Dalam RT 03/05 Pondok Karya,
Pondok Aren, Tangerang Selatan 6.
Anak ke
: 4 dari 4 bersadara
ii
ABSTRACT
This study aimed to analyze the comparative impact of Islamic and conventional monetary instruments towards micro, small and medium enterprises (MSME) from January 2011 to December 2015. Two of the system was taken because Indonesia has a dual financial system, so this study has two models. The study employs Vector Auto Regression (VAR) model, Impulse Response Function (IRF) and Forecast Error Variance Decompotition (FEVD). Variables used in the conventional consist are Bank Indonesia Certificates (SBI), interest rate of Interbank Money Market (PUAB) and interest rate of loan. While on the sharia side variables used are Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS), Interbank Money Market Sharia (PUAS) and Profit Loss Sharing (PLS) of financing. The result of IRF shows conventional monetary instrument which represented of Bank Indonesia Certificates (SBI) significantly affect to credit of MSME positively and Islamic monetary instrument which represented of Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) significantly affect to financing of MSME positively. The result of FEVD shows Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) is more likely affect to financing by Islamic banking than Bank Indonesia Certificates (SBI) to credit by conventional banking. The result indicates that the significant role of SBIS is more effective to monetary transmission through funding than the role of SBI.
Keywords: Monetary Transmission Mechanism Conventional and Islamic, Islamic and Conventional Economic Policy, MSME funding, banking Sector.
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Januari 2011 hingga Desember 2015. Dua sistem tersebut diambil karena Indonesia memiliki dual system financial, sehingga penelitian ini memiliki dua model. Analisis data menggunakan model Vector Auto Regression (VAR), teknik Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Variabel yang digunakan pada sisi konvensional adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), dan suku bunga kredit. Sedangkan pada sisi syariah variabel yang digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), imbal hasil Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), dan Profit Loss Sharing (PLS). Berdasarkan hasil IRF menunjukkan instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara signifikan berpengaruh positif terhadap kredit UMKM dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara signifikan berpengaruh positif terhadap pembiayaan UMKM. Berdasarkan hasil FEVD menunjukkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki pengaruh yang besar pada jalur pembiayaan perbankan syariah dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki pengaruh yang kecil pada jalur kredit perbankan konvensional. Hal ini mengindikasikan peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan.
Kata Kunci: Mekanisme Tansmisi Moneter Konvensional dan Syariah, Kebijakan Ekonomi Konvensional dan Syariah, Kredit/Pembiayaan UMKM, Sektor Perbankan.
iv
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia” ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berusaha dan berdoa seperti hadits Rasulullah “Man Jadda Wajada” yang artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkannya. Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tapi untuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor diri sendiri dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari yang lebih baik. Itulah sepenggal kalimat yang menjadi penggugah demi terselesaikannya skripsi ini. Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mengizinkan saya untuk dapat berkuliah di Universitas ini dan dapat menyelesaikan studi dengan sangat baik. Tanpa ridho dan berkah-Mu semua ini sulit terjadi.
2.
Kedua orang tuaku untuk kasih sayangnya yang tulus, Ibu Sri Hartini dan Bapak M. Dahri. Doa kalian selalu tercurahkan untuk setiap kesuksesan langkah-langkahku. Terimakasih juga atas dukungan materi maupun nonmateri untuk melancarkan studi ini. Tiada patut diucapkan oleh seorang anak, kecuali doa untuk kedua orang tuanya “Rabbigfirlii Waliwalidayya Warhamhumaa Kamaa Rabbayani Shogiiraa”.
v
3.
Bapak Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen Pembimbing Akademik saya yang telah memberikan masukkannya setiap pergantian semester.
4.
Bapak Yoghi Citra Pratama, M. Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan cepat dan baik. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas segala kebaikannya dengan sebaik-baiknya balasan.
5.
Bapak Yoghi Citra Pratama, M. Si selaku ketua Jurusan Ekonomi Syariah. Semoga dapat menjadi ketua jurusan yang lebih baik lagi dalam memajukkan Ekonomi Syariah.
6.
Bapak Dr. Ir. H. Roikhan MA. MM. HAH. SLM sebagai penemu teori H bahwa petunjuk jalan lurus manusia ke Allah dengan ibadah dan penguji ahli skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan ilmu yang bermanfaat sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
7.
Terimakasih kepada dosen-dosen Ekonomi Syariah yang telah memberikan saya ilmu selama berkuliah di Universitas ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bantuan kalian dalam menyampaikan materi yang sangat membantu saya dalam memahami materi perkuliahan. Semoga ini dapat menjadi nilai ibadah dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas semua jasamu.
8.
Sahabat-sahabatku “Man Jadda wajada” Riska, Awaliyah, Maya, Aliyah, Via, Gita, Putri, Lita, Putri yang telah menemaniku dalam menempuh perjalanan mencari ilmu dari awal semester sampai akhirnya terselesaikan skripsi ini. Saling menyemangati dalam suka dan duka. Semoga kita semua bisa menjadi orang sukses dan bermanfaat bagi orang sekitar. Aamiin.
9.
Teman-teman seperjuangan Ekonomi Syariah B angkatan 2013, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas waktu, tawa, dan pengalaman baru selama ini. Setiap langkah adalah cerita maka lakukanlah yang terbaik untuk setiap langkahmu. Semoga kita semua dapat menjadi bagian dari impian-inpian kita. vi
10.
Teman-teman seperjuangan DEMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis angkatan 2015 dan HMJ Ekonomi Syariah angkatan 2016 yang telah bekerjasama dan mendukung setiap kegiatan organisasi selama ini.
11.
Seluruh anggota KKN CEMERLANG yang telah berjuang bersama-sama selama sebulan mengabdi di Desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
12.
Orang-orang
berjasa
tanpa
kenal
lelah
atas
segala
pelayanan
administrasinya, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencatat dan membalas segala kebaikannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb. Jakarta, 29 Januari 2017
Irmawati
vii
DAFTAR ISI
COVER LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH DAFTAR RIWAYAT HIDUP .....................................................................
i
ABSTACT ......................................................................................................
iii
ABSTAK ........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xiii
BAB I: PENDAHULUAN .............................................................................
1
A.
Latar Belakang Penelitian ............................................................
1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................
11
C.
Tujuan Penelitian ..........................................................................
12
D.
Batasan Masalah ...........................................................................
12
E.
Manfaat Penelitian ........................................................................
13
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
14
A.
Teori yang Berkenaan dengan Variabel .......................................
14
1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia .........
14
viii
2. Transmisi Kebijakan Moneter Islam .......................................
20
3. Teori H dalam Ekonomi ..........................................................
25
4. Kebijakan Moneter Konvensional ...........................................
27
5. Kebijakan Moneter Menurut Islam .........................................
30
6. Instrumen Moneter ..................................................................
32
7. PUAB dan PUAS ....................................................................
37
8. Profit and Loss Sharing (PLS) dan Suku Bunga Bank ...........
46
9. Pembiayaan dan Kredit ............................................................
52
10. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah .........................................
59
B.
Keterkaitan Antar Variabel ..........................................................
64
C.
Penelitian Sebelumnya .................................................................
68
D.
Kerangka Berpikir ........................................................................
76
E.
Hipotesis Penelitian ......................................................................
80
BAB III: METODELOGI PENELITIAN ..................................................
81
A.
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
81
B.
Metode Pengumpulan Data ..........................................................
81
C.
Metode Analisis Data ...................................................................
82
1. Uji Stasioneritas Data ..............................................................
83
2. Uji Lag Optimum ....................................................................
84
3. Uji Stabilitas VAR ...................................................................
84
4. Uji Kointegrasi ........................................................................
84
5. Uji Kausalitas Granger ............................................................
85
6. Model Empiris dalam VAR .....................................................
85
7. Impulse Response Function (IRF) ...........................................
87
8. Variance Decomposition (FEVD) ...........................................
88
D.
Model Penelitian ..........................................................................
89
E.
Operasional Variabel Penelitian ...................................................
90
ix
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................... A.
96
Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .................................
96
1. Perkembangan Penyaluran Dana UMKM di Indonesia ..........
96
2. Perkembangan SBI dan SBIS ..................................................
100
3. Perkembangan PUAB dan PUAS ............................................
103
4. Perkembangan Suku Bunga Bank dan PLS .............................
106
Analisis Uji Ekonometrik .............................................................
109
1. Uji Stasioneritas Data ..............................................................
109
2. Uji Lag Optimum ....................................................................
111
3. Uji Stabilitas VAR ...................................................................
111
4. Uji Kointegrasi ........................................................................
112
5. Uji Kausalitas Granger ............................................................
114
6. Uji Estimasi VAR ....................................................................
116
7. Uji Impulse Response Function (IRF) .....................................
118
8. Uji Variance Decomposition (FEVD) .....................................
121
Analisis Penelitian ........................................................................
124
BAB V: KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...............................................
128
B.
C.
A.
Kesimpulan ....................................................................
128
B.
Implikasi .........................................................................
131
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
132
LAMPIRAN ...................................................................................................
142
x
DAFTAR TABEL Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Data Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Suku Bunga Kredit,
8
Pasar Uang Antar Bank (PUAB), dan Kredit UMKM Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen 1.2
Data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Profit Loss
9
Sharing Pembiayaan, Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), dan Pembiayaan UMKM Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen 2.1
Perhitungan Imbalan Bardasarkan Jangka Waktu
44
2.2
Perbedaan Sistem Konvensional dan Sistem Syariah
58
Lembaga Keuangan 2.3
Ringkasan Penelitian Terdahulu
71
3.1
Model Penelitian Instrumen Moneter Terhadap Penyaluran
89
Dana UMKM 4.1
Hasil Uji Stasioneritas Variabel dengan Metode ADF Test
110
4.2
Hasil Uji Lag Optimum
111
4.3
Hasil Uji Stabilitas sistem Vector Autoregression
112
4.4
Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model I)
113
4.5
Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model II)
113
4.6
Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi
114
4.7
Hasil Uji Kausalitas Granger
114
4.8
Hasil Estimasi VAR (Model I)
116
4.9
Hasil Estimasi VAR (Model II)
117
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Saluran Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
20
2.2
Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
36
2.3
Mekanime Transmisi PUAB
39
2.4
Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
42
2.5
Kerangka Berpikir Penelitian
79
4.1
Perkembangan Kredit UMKM dari Bank Konvensional
98
Periode Januari 2011 s.d. Desember2016 4.2
Perkembangan Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah
99
Periode Januari 2011 s.d Desember 2016 4.3
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Periode
101
Januari 2011 s.d. Desember 2016 4.4
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) Periode
102
Januari 2011 s.d. Desember 2016 4.5
Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Periode
104
Januari 2011 s.d. Desember 2016 4.6
Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
106
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016 4.7
Perkembangan Suku Bunga Kredit Periode Januari 2011
108
s.d. Desember 2016 4.8
Perkembangan Profit Loss Sharing Pembiayaan Periode
109
Januari 2011 s.d. Desember 2016 4.9
Hasil Impulse Response Function (Model I)
119
4.10
Hasil Impulse Response Function (Model II)
120
4.11
Hasil Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang
121
Kredit UMKM (CRD) Model I 4.12
Hasil
Variace
Decomposition
(FEVD)
Pembiayaan UMKM (PYD) Model II xii
Penyumbang
123
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Keterangan
Halaman
1
Data dari Variabel-Variabel yang digunakan
142
2
Hasil Uji Stasioneritas Variabel
144
3
Hasil Lag Optimum Model I (Konvensional)
148
4
Hasil Lag Optimum Model II (Syariah)
149
5
Hasil Uji Stabilitas VAR Model I (Konvensional)
149
6
Hasil Uji Stabilitas VAR Model II (Syariah)
150
7
Hasil Uji Kointegrasi Model I (Konvensional)
150
8
Hasil Uji Kointegrasi Model II (Syariah)
151
9
Hasil Uji Kausalitas Grenger Model I (Konvensional)
151
10
Hasil Uji Kausalitas Grenger Model II (Syariah)
152
11
Hasil Estimasi VAR Model I (Konvensional)
152
12
Hasil Estimasi VAR Model II (Syariah)
153
13
Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model I
154
14
Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model II
155
15
Hasil Uji Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang
157
Kredit UMKM Model I (Konvensional) 16
Hasil Uji Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang Pembiayaan UMKM Model II (Syariah)
xiii
158
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Pemahaman sistem ekonomi yang Islami senantiasa mengacu pada konsep Islam yang menyeluruh atau kafah. Pendekatan Islam kafah ini mengandung makna adanya ekspos mengenai iman, Islam, dan ihsan. Tiga hal diskursus ini diperkuat oleh rukun Islam yaitu: 1) Syahadat , 2) Shalat, 3) Zakat dan keempat puasa serta kelima haji. Resultan dari 3 pilar dalam Islam ini terejawantahkan pada teori dasar ekonomi Islam yang terdiri dari: 1) Teori Tauhid, 2) Teori Ibadah, 3) Teori Maslahah.
Implementasi dari pilar utama ekonomi ini sejalan dengan
perkembangan perbankan yang ada di Indonesia (Aziz, 2017). Grand Building Theory berupa bangunan teori dari Islam Dan Ekonomi adalah Teori TIM atau Tauhid-Ibadah-Maslahah yang berasal dari Quran (QS. Al-Haj 22.78) sehingga memunculkan konsep utama dari pembagian struktur ekonomi maupun keuangan.. QS. Al-Haj [22]: 78 فأقيموا الصالةوآتوا الزكاة واعتصموا بالله Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
1
Tabel Bangunan Teori TIM Ekonomi Islam Teori Tauhid Ibadah Maslahah
No 1 4 6
Rukun Fikih Metodologi
Ihsan Aqidah TSR
Islam Syariah Hahslm
7
Penemu
Masudul
Roikhan
Kapitalis
Islam
13 Ekonomi Sumber: Aziz, 2017
Iman Ahlak Maqashid Syariah Ibnu Khaldun Sosialis
Pengembangan ekonomi Islam selama ini berbasiskan pola berpikir linier dengan pendekatan sekuler, memisahkan keilmuan dengan keagamaan, sehingga otomatis makna ibadah tercerabut dengan sendirinya. Makna ibadah merupakan proses yang alami dalam setiap aktivitas kehidupan manusia termasuk ekonomi. Petunjuk mengenai ibadah yang diberikan Allah SWT berasal dari ayat kauliyah yaitu Al-Qur‟an dan As Sunnah serta ayat kauniyah yaitu alam semesta. Hal tersebut sesuai dengan Az-Dzariyat: 56 yang berbunyi: س ا َِّْل ِل َي ْعبُد ُْو ِن ِ ْ َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو َ اْل ْن Artinya: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” Fenomena alam dan ekonomi sudah ada sejak sebelum wahyu kauliyah diturunkan. Makna beribadah pasti sudah bisa diejawantahkan oleh pendahulu umat sebelum Nabi Muhammad SAW, dengan mempelajari ayat kauniyah yang terjadi dari fenomenaalam dan ekonomi tersebut. Kemudian pada era risalah Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT fenomena alam dan ekonomi tersebut dikodifikasi serta diintegrasikan dalam ayat kauliyah. Ayat kauliyah 2
memberikan inti kodifikasi dar keberekonomian yang ada, sedangkan detil penjabaran para peneliti muslim wajib merujuk pada sumber utamanya. Allah menegaskan bahwa penciptaan pasti mengandung makna ibadah, maka ini bisa menjadi dasar bahwa kewajiban peneliti muslim untuk menjadikan alat analisis juga terdapat nilai ibadah. Selama ini keilmuan ekonomi mengopipastekan alat analisis dari barat seperti program linier, regresi berganda dan lain sebagainya. Probabilitas besar terhadap alat analisis tersebut kurang memiliki nilai ibadah karena kalangan barat membangun alat analisis tersebut selalu meniadakan faktor agama dalam sains. Untuk itu, peneliti muslim perlu didorong secara berjamaah, merubah konsep alat analisis sesuai dengan model berpikir Islami, sehingga mampu memberikan tolak ukur yamg sesuai dengan nilai Islam. Jumlah pelaku usaha industri UMKM di Indonesia termasuk paling banyak di antara Negara lainnya. Hingga tahun 2016, jumlah pelaku UMKM di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan. Saat ini populasi penduduk dengan usia produktif lebih banyak daripada jumlah lapangan kerja yang tersedia. Hal ini memicu khususnya para pemuda untuk menciptakan peluangnya sendiri dengan membuka bisnis. Sebagian besar tergolong sebagai pelaku usaha sektor industri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Bank Indonesia (BI) menilai porsi penyaluran kredit untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih sangat minim. BI mencatat 3
sampai saat ini penyaluran kredit ke UMKM baru sebesar 19,7% terhadap total penyaluran kredit perbankan. Jika dibandingkan dengan Negara lain masih sangat kecil seperti di Thailand sebesar 35% dan Korea sebesar 40%. Bank Indonesia meminta perbankan nasional untuk dapat menyalurkan kredit UMKM-nya sebesar minimum 20% dari total kredit bank secara bertahap. Jumlah unit usaha UMKM sendiri tercatat 57,89 juta. Angka tersebut mendominasi total pelaku usaha dengan porsi 99,99%. UMKM sendiri mempekerjakan sekitar 114,14 juta orang. Angka tersebut sekira 96,99% dari total lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia. Melihat hal tersebut, UMKM memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan kontribusi sebesar 60,3% terhadap PDB serta 97,2% penyerapan tenaga kerja. Pengembangan UMKM merupakan salah satu kunci untuk mendorong pertumbuhan nasional (Nisaputra, 2016). Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada periode laporan Triwulan I 2016 sebesar 20,1%, meningkat dari pangsa Triwulan sebelumnya sebesar 19,9%. Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha menengah yaitu 45,4% dan selebihnya kepada kredit usaha kecil 29,5% dan usaha mikro sebesar 25,2%. Menurut jenis penggunaan, kredit UMKM terutama disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 72,6%, sedangkan untuk kredit investasi tercatat 27,4%. Pada kenyataannya perkembangan sektor UMKM di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai masalah. Salah satu masalah mendasar yang 4
dihadapi adalah keterbatasan modal kerja dan investasi. Sebagian besar pinjaman UMKM berasal dari perorangan, bukan dari lembaga keuangan formal atau perbankan. Permodalan mereka tergantung sepenuhnya pada tabungan sendiri atau sumber-sumber informal seperti keluarga. Sejak tahun 1970-an, pemerintah telah memfasilitasi penyaluran dana ke sektor usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) yang diawali dengan dua skema kredit dari Bank Indonesia yaitu Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Selain itu Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 yang mewajibkan perbankan untuk menyediakan 20% dari total kreditnya kepada usaha kecil. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mendorong perbankan agar meningkatkan penyaluran dana ke sektor UMKM. Melihat besarnya peran UMKM di Indonesia maka wajar apabila sektor ini mendapat perhatian lebih, khususnya dari segi akses dan permodalan yang selama ini menjadi permasalahan utama dalam pengembangan UMKM. Baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional memiliki tugas utama sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak surplus ke pihak yang memerlukan dana secara optimal. Salah satu jalur intermediasi perbankan adalah melalui penyaluran dana kepada UMKM, yaitu penyaluran dana yang dialokasikan untuk investasi atau pengembangan usaha masyarakat berskala mikro, kecil atau menengah. Pemberian kredit kepada dunia usaha khususnya di sektor UMKM perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan peran perbankan nasional sebagai lembaga intermediasi. 5
Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus dapat mengelola saluran kredit dan pembiayaan secara tepat sehingga dapat menjembatani sektor keuangan dan sektor rill. Selain itu, bank sebagai lembaga keuangan yang dominan di Indonesia seharusnya mendukung penuh keberadaan dan perkembangan UMKM mengingat peran UMKM yang sangat besar bagi perekonomian (Meydianawathi, 2007:35). Sebagai Negara yang menganut sistem moneter ganda, Bank Indonesia telah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter syariah yang berdampingan dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai sebagai instrumen moneter konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. SBIS mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008 menggantikan peran instrumen moneter syariah sebelumnya, yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Perbedaan SBIS dan SWBI hanya terletak pada akad yang digunakan. Sebagai Instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan peyaluran kredit kepada sektor riil (Ramadhan, 2013:176). Pembiayaan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat keuntungan yang dapat dihimpun oleh bank syariah. Dalam kegiatan operasionalnya, bank syariah melarang penggunaan bunga bank (riba) dan menggunakan nisbah 6
bagi hasil (profit /loss sharing contract) sebagai penggantinya. Pada pembiayaan bagi hasil bank syariah menggunakan metode nisbah atau tingkat bagi hasil untuk menetapkan jumlah keuntungan yang akan dibagi antara nasabah dengan pihak bank (Nasaruddin, 2009:6). Semakin tinggi tingkat bagi hasil berarti semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh bank dan akan meningkatkan jumlah penyaluran pembiayaan. Selain itu, besarnya suku bunga yang dibebankan bank konvensional untuk berbagai kredit, sebagian besar ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang berada diluar kontrol bank, yaitu suku bunga di pasar dan kekuatan pesaing. Sehingga semakin rendah suku bunga kredit yang ditetapkan oleh bank, akan menaikkan jumlah kredit yang akan diminta oleh nasabah, demikian pula sebaliknya (Priambodo, 2012). Pada operasi pasar terbuka para pelaku usaha menggunakan instrumen keuangan jangka pendek seperti PUAB untuk perbankan konvensional dan PUAS untuk perbankan syariah. Semakin tinggi tingkat suku bunga PUAB, maka motivasi bank untuk tidak melepas likuiditas menjadi semakin tinggi dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas. Begitu pula dengan PUAS, dimana semakin besar imbal hasil PUAS maka semakin besar penempatan dana pada instrumen PUAS sehingga mengurangi porsi penempatan dana pada pembiayaan UMKM.
7
Tabel 1.1 Data Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Suku Bunga Kredit, Pasar Uang Antar Bank (PUAB), dan Kredit UMKM Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen SUKU KREDIT BUNGA PUAB UMKM KREDIT 2011 119.777 11,98% 4,55% 458.163 2012 78.873 11,50% 4,45% 526.397 2013 91.392 12,14% 6,23% 608.822 2014 88.899 12,81% 6,12% 671.721 2015 32.300 12,48% 7,33% 739.801 2016 94.582 11,38% 4,24% 802.113 Sumber: Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) TAHUN
SBI
Berdasarkan data pada tabel 1.1 menunjukan kecenderungan penurunan nilai SBI dari tahun 2011 sampai tahun 2016. Dikatakan dalam artikel IBPA (Indonesia Bond Pricing Agency) 2015, SBI cenderung mengalami penurunan dikarenakan aliran dana perbankan di SBI semakin surut sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank Indonesia, dimana BI sengaja mengurangi penyerapan dana melalui SBI agar bank lebih giat menyalurkan kreditnya sehingga akan berdampak pada kurs rupiah yang tetap stabil. Jika dana bank di SBI semakin menumpuk, BI harus menanggung beban bunga yang semakin besar. Selain itu kecenderungan mengalami penurunan juga terjadi pada suku bunga kredit perbankan dan suku bunga PUAB hingga tahun 2016. Lain halnya dengan variabel kredit UMKM yang menunjukan kecenderungan kenaikan dari tahun 2011 hingga tahun 2016 yaitu sebesar 802.113 milyar.
8
Tabel 1.2 Data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Profit Loss Sharing Pembiayaan, Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), dan Pembiayaan UMKM Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen PLS PEMBIAYAAN PUAS PEMBIAYAAN UMKM 2011 3.476 13,64% 5,08% 71.810 2012 3.455 13,44% 4,42% 90.860 2013 4.712 13,51% 6,25% 110.086 2014 8.130 13,61% 6,30% 59.806 2015 6.280 11,35% 6,73% 50.291 2016 6.357 11,07% 6,08% 54.530 Sumber: Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
TAHUN
SBIS
Berdasarkan
data
pada
tabel
1.2
menunjukan
kecenderungan
peningkatan nilai SBIS dari tahun 2011 hingga tahun 2014 dengan nilai 8.130 milyar tetapi hingga tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 6.357 milyar. Begitu pula dengan variable PLS pembiayaan yang mengalami peningkatan hingga tahun 2014 namun mengalami penurunan hingga tahun 2016 menjadi sebesar 11,07% dan pembiayaan UMKM yang mengalami peningkatan hingga tahun 2013 sebesar 110.086 milyar dan cenderung mengalami penurunan hingga tahun 2016 sebesar 54.530 milyar. Lain halnya dengan variabel tingkat imbalan PUAS yang mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu sebesar 6,08%. Jika imbal hasil yang ditetapkan Bank Indonesia terhadap SBIS dan PUAS relatif besar maka hal ini akan menarik perhatian perbankan syariah untuk menempatkan dananya pada SBIS ataupun PUAS,
9
dan secara langsung akan mereduksi jumlah penyaluran dana terhadap pembiayaan dan juga akan berakibat kepada pendapatan perbankan syariah Penyaluran dana ke sektor UMKM melalui perbankan tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dari berbagai studi terdahulu, faktor internal yang mempengaruhi penyaluran kredit dari perbankan antara lain faktor rentabilitas dan profitabilitas. Sedangkan dari faktor eksternal, penyaluran kredit dari perbankan dipengaruhi oleh instrumen moneter. Bank Indonesia mengadakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) sebagai salah satu kebijakannya dalam mempengaruhi stabilitas keuangan. Tentunya instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka adalah SBI untuk perbankan konvensional dan SBIS untuk perbankan syariah. Kedua instrumen tersebut dapat dimanfaatkan oleh perbankan ketika mengalami kelebihan maupun kekurangan likuiditas. Fasilitas tersebut dapat membantu kelancaran perbankan dalam memenuhi likuiditas serta dapat dijadikan sebagai sarana pengalokasian dana perbankan di Indonesia. Pada operasi pasar terbuka para pelaku usaha menggunakan instrumen keuangan jangka pendek seperti SBI dan PUAB untuk perbankan konvensional, SBIS dan PUAS untuk perbankan syariah. Adanya instrumen moneter tersebut menimbulkan anomali yang menyatakan apakah instrumen-instrumen moneter dapat mempengaruhi secara positif maupun negatif atau tidak memberikan pengaruh terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM. Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM
dicerminkan
melalui
total
kredit
UMKM
dari
perbankan 10
konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit dan presentase profit dan loss sharing pembiayaan adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit. Manakah instrumen yang masih lebih efektif dalam penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Berangkat dari penjelasan tersebut, maka penulis pada penelitian ini mengambil judul “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh intrumen moneter konvensional terhadap kredit UMKM di Indonesia?
2.
Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indoensia?
3.
Bagaimana perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dalam mempengaruhi pembiayaan UMKM dan pengaruh instrumen moneter konvensional dalam mempengaruhi kredit UMKM di Indonesia?
11
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi pengaruh instrumen konvensional terhadap kredit UMKM di Indonesia.
2.
Mengidentifikasi pengaruh instrumen syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia.
3.
Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dalam mempengaruhi pembiayaan UMKM dan pengaruh instrumen moneter konvensional dalam mempengaruhi kredit UMKM di Indonesia?
D. Batasan Masalah Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh karena itu, penulis membatasi diri dengan menggunakan 2 (dua) model dalam penelitian ini, yaitu instrumen moneter konvensional dan isntrumen moneter syariah. Dengan model pertama yaitu instrumen moneter konvensional yang terdiri dari data SBI, suku bunga PUAB, dan suku bunga kredit terhadap kredit UMKM pada perbankan konvensional di Indonesia, dan model kedua yaitu instrumen moneter syariah yang terdiri dari data SBIS, imbal hasil 12
PUAS, dan profit loss sharing terhadap pembiayaan UMKM pada perbankan syariah di Indonesia. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan atau inspirasi dan pedoman bagi peneliti lainnya yang berminat di bidang ini: 1.
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menyelaraskan ilmu pengetahuan yang didapat dalam kegiatan akademik sehingga dapat menambah pengetahuan bagi peneliti dalam bidang ekonomi syariah dengan konsentrasi ekonomi moneter syariah.
2.
Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk penelitian selanjutnya dikemudian hari, serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode yang lain.
3.
Bagi universitas, penelitian ini juga dapat dipergunakan untuk menambah bahan pustaka dalam mengembangkan kualitas pendidikan universitas tersebut dalam masa yang akan datang.
4.
Bagi pembuat kebijakan, khususnya Bank Indonesia hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk lebih mendalami serta mengevaluasi kebijakan instrumen moneter syariah dan konvensional yang diterapkan dan atau untuk merumuskan kebijakan instrumen baru.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel 1.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Mekanisme
transmisi
kebijakan
moneter
pada
dasarnya
menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktifitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan. Secara spesifik, Taylor (1995) mengatakan bahwa transmisi kebijakan moneter adalah “The process through which monetary policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation” (Warjiyo, 2004:4). Kompleksitas mekanisme transmisi kebijakan moneter juga berkaitan dengan perubahan pada peran dan cara kerjanya saluransaluran transmisi moneter dalam perekonomian. Pada perekonomian terbuka, perkembangan ekonomi dan keuangan di suatu Negara akan dipengaruhi pula oleh perkembangan ekonomi dan keuangan Negara lain melalui perubahan nilai tukar, volume ekspor impor, ataupun besarannya arus dana masuk dan keluar dari Negara yang bersangkutan. Pada kondisi demikian, peranan saluran yang lain, seperti suku bunga, kredit, dan nilai tukar juga semakin penting dalam transmisi kebijakan 14
moneter. Peran saluran harga aset seperti obligasi dan saham dan saluran ekspektasi juga semakin perlu diperhatikan (Warjiyo, 2004:6). Menurut warjiyo (2004:7), transmisi moneter saling berkaitan dengan proses perputaran uang dalam perekonomian. Transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menunjukkan interaksi antar bank sentral, perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dan pelaku ekonomi di sektor riil melalui dua tahap proses perputaran uang, yaitu interaksi yang terjadi di pasar keuangan dan interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi. Dalam perkembangan lanjutan, dengan kemajuan dibidang keuangan dan perubahan dalam struktur perekonomian, terdapat lima saluran mekanisme transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, saluran suku bunga, saluran harga aset, saluran kredit dan saluran ekspektasi. Berikut penjelasan yang lebih rinci (Warjiyo, 2004:14). a.
Saluran Uang Melalui saluran uang mengacu pada dominasi peran uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh quantity teory of money (Fisher, 1991). Teori ini pada dasarnya menggambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan uang beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “the equation of exchange” sebagai berikut: 15
MV = PT Dalam keseimbangan jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output nominal, dihitung dengan harga yang berlaku yang ditransaksikan dalam ekonomi (PT). Mekanisme transmisi saluran uang dibagi dalam dua tahap proses perputaran uang tersebut. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran uang dimulai dengan tindakan bank sentral mengendalikan uang primer sesuai dengan sasaran akhir yang ingin dicapai. Kemudian dengan proses money multiplier ditransmisikan ke jumlah uang beredar (M1 dan M2) sesuai dengan permintaan masyarakat. Pada akhirnya uang beredar akan mempengaruhi berbagai kegiatan ekonomi, khususnya inflasi dan output riil karena peranannya untuk pemenuhan kebutuhan transaksi ekonomi oleh para pelaku ekonomi. b. Saluran Kredit Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1 dan M2) oleh perbankan selalu disalurkan sebagai kredit kepada dunia usaha. Perbedaan antara saluran uang dengan saluran kredit terletak pada tahapan selanjutnya dari proses perputaran uang dalam ekonomi. 16
Saluran kredit menekankan pentingnya pasar kredit yang tidak selalu dalam kondisi keseimbangan karena adanya assymetric information atau sebab-sebab lain. Terdapat dua jenis saluran kredit yang mempengaruhi transmisi kebijakan moneter dari sektor keuangan ke sektor riil, yaitu kredit bank dan neraca perusahaan. Perkembangan kredit perbankan selanjutnya akan berpengaruh pada inflasi dan sektor riil melalui perkembangan investasi dan konsumsi. c.
Saluran Suku Bunga Aspek ini lebih mementingkan aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktifitas ekonomi disektor riil. Tahap pertama pada saluran ini adalah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan mempengaruhi perkembangan suku bunga jangka pendek di pasar uang (misalnya suku bunga SBI dan PUAB) di pasar uang rupiah. Tahap kedua, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi dalam perekonomian.
d.
Saluran Nilai Tukar Transmisi saluran ini menekankan pentingnya pengaruh perubahan hara aset finnsial terhadap berbagai aktifitas ekonomi. Aset finansial berbentuk valuta asing, selanjutnya perkembangan nilai tukar dan dana aliran dana luar negeri tersebut akan 17
berpengaruh pada output riil dan inflasi Negara. Perubahan perkembangan nilai tukar pasar valuta asing pengaruh tidak langsung terhadap nilai tukar tersebut karena kebijakan moneter akan mempengaruhi perkembangan suku bunga di pasar, yang selanjutnya berpengaruh terhadap besarnya aliran dana ke luar negeri serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing. Pada tahap selanjutnya, pengaruh nilai tukar terhadap inflasi juga dapat terjadi secara langsung karena perkembangan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi di masyarakat, maupun secara tidak langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi komponen ekspor impor dalam permintaan agregat. Perkembangan ini akan berdampak pada besarnya output riil dalam ekonomi yang pada akhirnya akan menentukan besarnya tekanan inflasi dari sisi kesenjangan output. e.
Saluran Harga Aset Kebijakan moneter juga berpengaruh terhadap perkembangan harga-harga aset lain, baik harga aset financial seperti yield obligasi dan harga saham, maupun aset fisik khususnya harga property dan emas. Perubahan suku bunga dan nilai tukar maupun besarnya investasi di pasar uang rupiah dan valuta asing akan berpengaruh pula terhadap volume dan harga obligasi, saham, dan aset fisik 18
tersebut, dan selanjutnya perkembangan tersebut akan berdampak pada berbagai aktifitas di sektor riil. Pengaruh harga aset pada konsumsi dan investasi akan mempengaruhi pula permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan tingkat output riil dan inflasi dalam ekonomi. f.
Saluran Ekspektasi Para pelaku ekonomi, dalam menentukan tindakan bisnisnya akan mendasarkan pada prospek ekonomi dan keuangan ke depan. Berdasarkan kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral akan memunculkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi, akibatnya
akan
mempengaruhi
tindakan
masyarakat
untuk
melakukan aktifitas pada sektor riil. Pada permintaan agregat tingkat suku bunga akan menentukan besarnya konsumsi dan investasi. Sedangkan pada penawaran agregat terjadi melalui pola pembentukan harga produk. Sehingga pengaruh ekspektasi inflasi terhadap permintaan dan penawaran agregat akan menentukan tingkat inflasi dan output riil dalam ekonomi. Dengan demikian semakin kredible kebijakan moneter, semakin rendah pula distorsi yang ditimbulkannya baik terhadap perkembangan output riil maupun efektifitas kebijakan moneter dalam pencapaian sasaran inflasi tersebut. 19
Gambar 2.1 Saluran Transmisi Kebijakan Moneter di Indoneisa
Suku Bunga Pasar
Kredit Bank
INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER
Uang Beredar Permintaa n Domestik
Permint aan Agregat
Harga Aset
Ekspektasi
Permintaa n Eksternal
Tekanan Inflasi Domestik
Inflasi
Output Gap
Nilai Tukar Harga Traded Goods
Sumber: Priadi Asmanto, 2006 2.
Transmisi Kebijakan Moneter Islam Ontologi dari konsep Kaffah adalah Islam. Bahwa sistem kehidupan yang ada pada diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam semesta berawal dari konsep Islam. Dengan kata lain konsep penciptaan awal adalah Islam. Kata Islam memiliki akar dari 3 huruf, yaitu “s” atau “sin”, huruf “i” atau “lam” dan “m” “mim” (Aziz, 2015). Ada ayat yang mendukung makna ontologi dari Islam pada Q.S Ali Imran (3) ayat 19: ْ اْلس ََْل ُم ۙ َو َما ِ ا َِّن ال ِ ّديْنَ ِع ْن َد ه ب ا َِّْل ِم ْۢ ْن َب ْع ِد َما َجا ٓ َء ُه ُم ْال ِع ْل ُم َب ْغيًا ْۢ َب ْينَ ُه ْم ِ ْ ّٰللا َ ف الَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِك ٰت َ َاختَل ِت ه ب ِ ؕ َو َم ْن َّي ْكُُ ْْ ِب ٰا ٰي ِ سا َ ِِ س ِْ ْي ُُ ْال َ ّٰللا َ ّٰللا ََا َِّن ه
20
Artinya: “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam”. Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu secara bersamaan, yaitu ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh muamalat. Sumber fiqh muamalat adalah wahyu yang didasarkan pada petunjuk Al-Qur‟an, Hadist Nabi dan sumber ilmu ekonomi Islam adalah pikiran manusia (akal). Wahyu dalam Islam merupakan sumber ilmu pengetahuan dan sekaligus penuntun (guide) dalam kehidupan manusia, karena ia merupakan emanasi kebenaran yang bersumber dari kebenaran yang sejati. Sedangkan akal merupakan instrumen untuk mencapai
pengetahuan,
alat
untuk
mempersepsi,
memahami,
mengamati, menerima, membedakan, dan menimbang mashlahat serta mafsadat (Aziz, 2008). Dalam ontologi dari semua ciptaan atau makhluk atau alam semesta adalah sistem dan sistem dasar yang bernama Islam. Pada dasar dari sistem ini (Islam) maka unsur sub sistem yang ada telah diciptakan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia atau makhluk lainnya (Aziz, 2015). Islam dimaknai sebagai suatu sistem yang holistik, komprehensif atau menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi
epistimologi
dari
konsep
institusi
keuangan
yang
dikembangkan, yaitu Kaffah. Institusi keuangan yang kaffah merupakan epistimologi yang muncul karena beranggapan bahwa konsep dasar
21
kehidupan adalah Islam dan Islam dianggap suatu sistem (Aziz, 2015). Epistimologi ini didukung oleh Q.S Al Baqarah (3): 208 yang berbunyi: ُ س ْل ِم َکآََّةً ۖ َو َْل تَتَّبِعُ ْوا ُخ َّ ت ال شي ْٰط ِن ؕ اِنَّهٗ لَـ ُک ْم َعد ٌُّو ُّمبِيْن ِ ط ٰو ّ ِ ٰ ٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا ا ْد ُخلُ ْوا َِى ال Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. Secara epistimologi dalam istilah ekonomi, ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata oikonomia, kata oikonomia berasal dari dua kata oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga, yang dalam bahasa Inggris disebut economics (Samuelson, 2004: 3). Kata economics tidak ditemukan dalam Al-Qur‟an. Menurut Hans Wehr (1961) yang diedit oleh J. Milton Cowan, dijumpai kata dasar “qa sha da”, yang dilahirkan “qasd” yang berarti (endeavor, aspiration, intentions, intent, design, purpose, resolution, object, goal, aim, end, frugality, thrift, dan economy), “qasdan” (intentional, intendend), “qasid” (aspired, desired, zimed at, intended), “maqshid” atau “maqashid” (destination), dan iqtishad” (saving, economization, refrencment, thriftness, thrift, providence, economic). Dari sini lahirlah istilah “ilm al iqtishadi” (ilmu ekonomi) dan “al-iqtishadiyah” (the economy). Secara terminologi, Samuelson mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan 22
dengan pemanfaatan sumber-sumber perspektif yang langka untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk di konsumsi (Samuelson, 2004: 3). Berdasarkan ruang lingkup ekonomi tersebut, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam kaitan ini Yusuf Halim al Alim (1975) mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai “ilmu-ilmu tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan, dan cara-cara membelanjakan harta”. Definisi ini menunjukkan bahwa fokus kajian ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku muamalah masyarakat Islam yang sesuai dengan Al-Qur‟an, Sunnah, Qiyas, dan Ijma‟ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari ridha Allah. Diawali dari ontologis berupa Islam sebagai alasan kehidupan termasuk ekonomi, kemudian epistimologi yang digunakan adalah kaffah sebagai suatu sistem dalam institusi keuangan dan terakhir adalah aksiologi yang lebih sederhana berupa penerapan dalam pengembangan institusi, yaitu adanya keseimbangan dari dua hal. Dalam aksiologi ini, hubungan tersebut selalu ada dua hal yang merupakan hubungan antara fungsi horizontal dan struktur vertikal. Munculnya Islam, membentuk konsep kaffah yang memiliki dua sisi berdampingan secara fitrah. Dua hal ini dianalogikan sebagai hal yang
23
berbeda seperti laki-laki dan perempuan, terang dan gelap (Aziz, 2015). Sesuai Q.S Yasin (36): 36 menyatakan dua hal: ََض َو ِم ْن ا َ ْنُُ ِس ِه ْم َو ِم َّما َْل َي ْعلَ ُم ْون ُ ُ ْْ َي َخلَقَ ْاْلَ ْز َوا َج ُكلَّ َها ِم َّما ت ُ ْۢ ْنبِتُ ْاْل ْ سبِْٰ نَ الَّ ِذ
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasanganpasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. Menurut Islahi (2004), transmisi kebijakan moneter muncul sejak munculnya otoritas moneter yang terpisah dari otoritas fiskal. Otoritas moneter berkembang sejalan dengan berkembangnya bank sentral dari bank sirkulasi (menerbitkan uang kertas dan fiat money) yang ditandai oleh munculnya Bank of England (BOE) pada tahun 1694 (Capie, 1994). Karena uang kertas sifatnya inflatoir (karena tidak memiliki niai intrinsik), maka tugas bank sentral berkembang termasuk mengatur jumlah uang yang beredar untuk mengendalikan nilai mata uang atau inflasi. Hal ini tidak diperlukan ketika uang yang digunakan adalah uang intrinsic, seperti Dinar emas dan Dirham perak di masa masih adanya kekhalifahan Islam. Khilafah Islamiyah terakhir yaitu Dinasti Utsmaniyah di Turki, runtuh pada tahun 1924 (Ascarya, 2012:296). Menurut Siddiqui (2007), setting institusi keuangan Islam kontemporer tidak jauh berbeda dengan setting institusi keuangan konvensional yang sudah established, sehingga instrumen-instrumen kebijakan moneter Islam juga banyak yang mirip dengan instrumen24
instrumen kebijakan moneter konvensional. Namun, karena cara kerja instrumen kebijakan moneter Islam memiliki persamaan dan berbedaan prinsip dengan cara kerja instrumen kebijakan moneter konvensional, transmisi kebijakan moneter Islam dapat sama atau berbeda dengan transmisi kebijakan moneter konvensional. Menurut Chapra (1985), tidak mendiskusikan secara spesifik masalah transmisi kebijakan moneter Islam ini. Perkembangan teori moneter Islam selanjutnya juga belum ada yang menyinggung tentang transmisi kebijakan moneter Islam, termasuk pass-through atau jalur-jalurnya (Ascarya, 2012:296). 3.
Teori H dalam Ekonomi Konsep dalam alat analisis ekonomi memperoleh apresiasi dari berbagai sudut pandang. Ada yang memulai dari filosofi tauhid, ada yang berangkat dari perspektif mashlahah dan ada pula yang melihat dari makna ibadah. Dalam teori H yang merupakan singkatan dari HAHSLM menggunakan sudut pandang makna ibadah. Definisi teori H dari kata HAHSLM menurut Aziz (2015) adalah: a.
Secara sempit, teori H diartikan sebagai teori dasar tiga dominan dengan konteks tertentu dalam lima dimensi susunan invariant.
b.
Secara luas, penggunaan paling umum teori H dapat diartikan sebagai teori konsep dasar pola penciptaan dengan hubungan tertentu. H berasal dari rumus H=A.H(S,L,M). Al-Qur‟an surat Hijr, juga singkatan dari Huda atau Hidup. 25
Sedangkan makna teori H antara lain (Aziz, 2015): a.
Sebuah himpunan utuh atau sistem menyeluruh atau bagian terintegrasi akan terdiri dari 3 (tiga) unsur utama yaitu primer (pencipta/intermediari), sekunder (ciptaan/penerima) dan tertier (ibadah/pemancar) yang bisa bermuatan positif atau negatif.
b.
Tiga untur tersebut akan memenuhi pernyataan bahwa sekunder dibawah primer akan melakukan tertier (manusia diciptakan Tuhan untuk beribadah). Untuk mengetahui filosofi dari teori H ini diperlukan pendalaman
mengenai ontologinya yang selalu dikaitkan dengan Islam baik secara harfiah
maupun
secara
maknawi.
Selanjutnya
perkembangan
epistimologi dalam institusi Islam yang kaffah seperti perbankan syariah menghadirkan terminologi baru menjadi suatu pendekatan lebih komprehensif. Secara umum filosofi teori H dapat dilogikakan secara berurut bahwa latar belakang teori ini adalah nilai Islam dengan konsep yang
menyeluruh
melalui
cra
yang
seimbang
dengan
mengejawantahkan makna ibadah dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan isi Al-Qur‟an yang berbunyi „silmi kaffah‟, dengan penjelasan bahwa kata „silmi‟ merupakan derivasi dari huruf sin lam mim. Kata dasar „sinlammim‟ ini secara umum merupakan salah satu solusi untuk menembus pengembangan konsep dalam rangka memecahkan permasalahan mendasar. Hal ini perlunya suatu metode 26
yang lebih baik untuk menjadikan perimbangan dalam mengatasi keterbatasan metodologi dalam studi Islam. 4.
Kebijakan Moneter Konvensional Kebijakan
moneter
adalah
upaya
mengendalikan
atau
mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi yang lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi (Rahardja dan Manurung, 2002:435). Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif. Sebaliknya, jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan uang ketat (Rahardja dan Manurung, 2002:435). Jumlah uang beredar dapat dirumuskan sebagai berikut: Jumlah uang yang beredar = Alat likuiditas atau uang tunai Cadangan wajib minimum
27
Menurut Rahardja dan Manurung (2002: 435-437), ada tiga instrumen utama yang digunakan dalam kebijakan moneter, yaitu: a.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Jika ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah menjual surat-surat berharga, dan jika ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut. Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskontro adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Sebaliknya jika ingin menahan laju pertambahan uang beredar, pemerintah menaikkan bunga pinjaman. c.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
28
Penetapan ratio cadangan wajib dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya 10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian anga multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10. Jika rasio wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplier uang dari sistem perbankan turun menjadi 5. d. Imbauan Moral (Moral Persuasion) Dengan
imbauan
moral,
otoritas
moneter
mencoba
mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar. Misalnya, gubernur Bank Indonesia dapat memberi saran agar perbankan berhati-hati dalam memberikan kredit atau membatasi keinginannya meminjam uang dari bank sentral (berhati-hati menggunakan fasilitas diskontro). Selain instrumen kebijakan moneter tersebut, terdapat pula kebijakan moneter Plafon Credit Policy (politik pagu kredit) artinya kebijakan untuk memperketat atau mempermudah dalam pembelian pinjaman kepada masyarakat. 29
5.
Kebijakan Moneter Menurut Islam Menurut Chapra (2000:134), strategi dalam perekonomian Islam sangat diperlukan, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya
oleh
tingkatan
pendapatan
uang
dan
distribusinya.
Permintaan uang pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Penghapusan bunga dan kewajiban membayar zakat dengan laju 2% per tahun tidak saja meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang dan mengurangi efek suku bunga, tetapi dapat memberikan stabilitas yang lebih besar bagi permintaan total terhadap uang. Preferensi likuiditas yang terjadi karena motif spekulasi akan kurang berarti dalam sebuah perekonomian Islam. Stabilitas yang relatif lebih besar dalam permintaan uang untuk tujuan transaksi akan cenderung mendorong stabilitas yang lebih besar bagi kecepatan peredaran uang dalam suatu fase daur bisnis dalam sebuah perekonomian Islam dan dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik. Karena itu, variabel yang digunakan dalam suatu kebijakan moneter yang diformulasikan dalam sebuah perekonomian Islam adalah cadangan uang daripada suku bunga. Oleh karena itu suplai uang dalam perekonomian. Praktik-praktik monopolistik perlu dihilangkan dan setiap usaha harus dilakukan untuk menghapuskan kekakuan struktural
30
dan menggalakan semua faktor yang mampu menghasilkan peningkatan barang dan jasa (Chapra, 2000:136). Menurut
Chapra
pertumbuhan moneter
(2000:137), mencukupi
untuk
menjamin
bahwa
dan tidak berlebihan, perlu
memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter. Pertama adalah membiayai defisit anggaran, ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersial dan bersifat eksternal atau menggunakan surplus neraca pembayaran. Menurut Chapra (2000:141), dalam kerangka strategi yang dijelaskan diatas, dapat diajukan mekanisme kebijakan moneter yang tidak saja akan membantu mengatur penawaran uang seirama dengan permintaan riil terhadap uang, tetapi juga membantu memenuhi kebutuhan untuk membiayai defisit pemerintah yang benar-benar riil dan mencapai sasaran sosio-ekonomi masyarakat Islam lainnya. Menurut Chapra (2000:2), tujuan kebijakan moneter Islam adalah kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pemdapatan dan kesejahteraan, stabilitas nilai uang sehingga kemungkinan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai suatu perhitungan, patokan yang stabil, serta penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
31
Pada kesimpulannya dalam kebijakan moneter menurut Islam, ketersediaan sebagian instrumen tradisional kebijakan moneter tidak harus menimbulkan persoalan serius dalam mengelola suatu kebijakan moneter yang efektif dengan syarat bahwa realisasi uang berdaya tinggi diatur dengan baik pada pusatnya. Hal ini dengan sendirinya mengandung arti bahwa dalam sistem Islam seperti halnya pada sistemsistem yang lain, kerjasama antar bank sentral dan pemerintah sangat diperlukan. Apabila pemerintah tidak bertekad memiliki stabilitas harga sebagai suatu sasaran kebijakan yang tidak dapat diatur pada pusatnya, penyesuaian minor yang diperlukan karena perubahan kondisi perekonomian atau karena terjadi kesalahan dalam memprediksi harus dilakukan oleh bank sentral melalui penggunaan instrumen yang apa adanya (Chapra, 2000:15). 6.
Instrumen Moneter Operasi Pasar Terbuka merupakan instrumen kebijakan tidak langsung yang penting karena melalui OPT bank sentral dapat mempengaruhi sasaran operasionalnya (yaitu suku bunga dan jumlah uang beredar) secara lebih efektif. Dikatakan demikian karena sinyal arah kebijakan moneter dapat disampaikan melalui OPT, yang pelaksanaannya dilakukan secara terbuka dan pembentukan suku bunganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Dilakukan atas inisiatif bank sentral dengan frekuensi dan kuantitas sesuai yang diinginkan.
32
OPT berbentuk kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral (Ascarya, 2005:17). a.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indoneisa Syariah (SBIS) merupakan bagian dari instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). Dilansir dalam Wikipedia (2015) yang dimaksud dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan
mekanisme
BI
rate
yaitu
Bank
Indoneisa
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
33
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki karakteristik utama dalam peranannya sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). berdasarkan surat edaran Bank Indonesia tahun 2006, yaitu: 1)
SBI memiliki satuan unit sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
2)
Jumlah waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan jatuh tempo waktu;
3)
SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
4)
SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless);
5)
SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder;
6)
Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni;
7)
Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai.
b. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Di Indonesia menganut sistem transmisi moneter ganda, maka dalam OPT terdapat pula Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter syariah. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah. SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata 34
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut: 1)
Menggunakan akad ju’alah, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah;
2)
Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
3)
Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan;
4)
SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless);
5)
Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia;
6)
Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekuder. Sedangkan menurut Arifin (2009:198), Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek. SBIS merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada Bank Syariah yang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter. Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan dapat dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk mengatasi bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas (Ridho, 2014:26).
35
Sertifikat
Bank
Indonesia Syariah merupakan piranti
instrumen moneter yang dilakukan Bank Indonesia dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar dalam mekanisme perbankan syariah. Perbedaan yang mendasar dari SBI Syariah dengan SBI konvensional adalah dari penerapan mekanismenya. SBI Syariah menerapkan sistem imbalan dan SBI konvensional menggunakan mekanisme suku bunga/diskonto (Ridho, 2014:27). Gambar 2.2 Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Sumber: Ascarya, 2012 Pada gambar 2.2 menjelaskan bahwa dalam rangka mencapai tujuan akhir kebijakan moneter yaitu pengendalian output dan inflasi, instrumen moneter syariah yang menggunakan bagi hasil atau margin dan instrumen moneter konvensional yang menggunakan suku bunga akan mempengaruhi kredit dan pembiayaan melalui suku bunga pinjaman dan bagi hasil atau margin pembiayaan. Dengan demikian, 36
dalam sistem moneter ganda, interest rate pass-through lebih tepat disebut
policy
rate
pass-through,
dimana
policy
rate
untuk
konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin. 7.
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Menurut Syafi‟I (2001:183), pasar uang (money market) adalah dimana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek. Pasar valuta asing adalah (foreign exchange market) adalah pasar dimana diperdagangkan surat-surat berharga dalam satu mata uang dengan melibatkan mata uang lain. Dalam sistem moneter ganda, terdapat 2 (dua) pasar uang yaitu Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). a.
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pasar uang antar bank (PUAB) atau sering disebut dengan Interbank Call Money merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong pengembangan pasar uang. Pasar uang antar bank sendiri adalah tingkat suku bunga yang ditentukan dan dikenakan oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman di pasar uang antar bank atas penerbitan PUAB. Suku bunga tersebut diukur dalam persen. Dalam hal ini, bank yang kelebihan dana (surplus
37
unit) akan meminjamkan dana kepada bank yang kekurangan dana dengan memberikan kompensasi tingkat suku bunga tertentu. Bank pelaku transaksi PUAB adalah bank-bank umum yang menjadi anggota JIBOR (Jakarta Interbank Offered rate), penentuan tingkat suku bunga PUAB disesuaikan dengan tingat suku bunga pasar. Berdasarkan Perpu BI No. 6/11/PBI/2004 tentang
penjaminan
PUAB,
yaitu
dalam
rangka
program
penjaminan oleh Bank Indonesia, bagi bank yang memberikan suku bunga PUAB lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang ditetapkan maka pemerintah hanya menjamin PUAB sebesar pokok pinjaman ditambah bunga sesuai dengan suku bunga maksimum yang ditetapkan. Proses transaksi peminjaman dana PUAB hanya berlangsung dalam jangka pendek antara satu hingga tujuh hari, karena dana PUAB ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan harian. Pasar uang antar bank (PUAB) merupakan media pertama bagi transmisi kebijakan moneter. Melalui transaksi pinjaman antar bank yang sebagian besar berjangka pendek (harian/overnight) sinyal kebijakan moneter ditransmisikan (disalurkan) kepada suku bunga instrumen lainnya di pasar keuangan. Dalam kerangka inflation targeting, Suku bunga jangka pendek antara satu hari hingga tujuh hari. PUAB terdiri dari Rupiah Pagi, PUAB Rupiah Sore, dan PUAB valas. 38
PUAB menjadi salah satu pilihan target operasional kebijakan moneter karena peranannya yang semakin penting dalam mempengaruhi stabilitas harga. Melalui intervensi pasar uang secara periodik bank sentral mempengaruhi level reserve bank– bank sekaligus mengendalikan volatilitas suku bunga agar mencapai target yang dikehendaki. Sedangkan bagi perbankan, PUAB menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan likuiditas harian (Utami, 2011:26). Gambar 2.3 Mekanisme Transmisi PUAB
Sumber: Bank Indonesia UOPM (Urusan Operasi Pengendalian Moneter) Berdasarkan
gambar
2.3 dapat
dijelaskan
bagaimana
mekanisme transmisi PUAB, sebagai berikut:
39
1)
Sarana pinjam meminjam dan yang dilakukan antar bank dengan menggunakan sarana tertentu. Setiap bank peminjam akan menerbitkan promes, sedangkan bank pemberi pinjaman akan menerbitkan nota kredit.
2)
Mekanisme PUAB diawali dengan adanya pemberian limit atau batasan jumlah dana dan waktu antar bank satu dengan bank yang lainnya. Bank sebagai pemberi pinjaman pada saat meminjamkan dana pada suatu bank akan memperhatikan total aset, tingkat kesehatan bank, kemampuan likuiditasnya, manajemen dan hubungan kerja (kelompok/individu).
3)
Setelah itu, akan dilakukan perjanjian dan persetujuan (deal), sehingga bank sebagai peminjam akan memperhatikan likuiditas yang ada di pasar dan risiko yang dialami oleh bank pemberi pinjaman.
4)
Jika persetujuan ini telah tercapai maka pihak lending bank 30 menit setelah kliring retur selesai harus menyerahkan bilyet giro Bank Indonesia untuk memindahkan dananya ke rekening peserta yang meminjam sejumlah transaksi yang disetujui kedua belah pihak.
5)
Pihak borrowing bank mengeluarkan surat promes yang ditunjukkan pada lending bank, yaitu pernyataan janji akan membayar kemabali dana transaksi tersebut pada waktu yang disebutkan dalam surat promes tersebut. 40
b. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Menurut
fatwa
DSN
MUI
No.
37/DSN-MUI/2002,
pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar perserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Mennurut Pasal 1 bulir (4) Peraturan Bank Indonesia No. 7/26/PBI/2005 pengertian PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. Sedangkan pengertian mudharabah pada Pasal 1 bulir (5) PBI tersebut adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kdua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (Wardyaningsih dkk, 2005:142). Instrumen yang digunakan dalam PUAS saat ini adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank (IMA). Hal ini berarti akad yang digunakan adalah mudharabah (bagi hasil) di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS adalah rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan sertifikat investasi mudharabah antarbank yang terjadi di PUAS, yang tercatat pada Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU).
41
Mekanisme
perdagangan
surat-surat
berharga
berbasis
syariah harus tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentuan berdasarkan syariah. Untuk memahami mekanisme Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.4 Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
Sumber: Muhammad, 2005:39 Berdasarkan gambar 2.4 dapat dijelaskan skema Pasar Uang Antarbank
berdasarkan
prinsip
Syariah
(PUAS)
dengan
menggunakan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank (IMA) sebagai piranti yang digunakan dalam PUAS, sebagai berikut: 1)
Bank penanam dana pada sertifikat IMA melakukan pembayaran kepada bank penerbit dengan menggunakan nota 42
kredit melalui kliring, bliyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis, desertai tembusan sertifikat IMA. 2)
Pemindahan sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama, sedangkan dana kedua tidak diperkenankan lagi memindahtangankan kepada bank lain sampai berakhirnya jangka waktu. Agar bank penerbit sertifikat wajib memberitahuakan kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit.
3)
Pada saat sertifikat IMA jatuh waktu, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank penerbit dengan melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal investasi, sedangkan imbalan dibayar pada awal bulan berikutnya. Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis.
4)
Selanjutnya, perhitungan imbalan sertifikat IMA dihitung berdasarkan tingkat realisasi imbalan sertifikat IMA mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sesuai dengan jangka waktu penanaman. Besarnya imbalan sertifikat IMA yang dibayarkan pada awal
bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit imbalan dimaksud sesuai 43
dengan jangka waktu deposito investasi mudharabah seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Penghitungan Imbalan Berdasarkan Jangka Waktu Jangka Waktu Sertifikat IMA
Tingkat Imbalan yang digunakan
1 hari s.d. 30 hari
Deposito Investasi Mudharabah 1 bulan
32 hari s.d. 90 hari
Deposito Investasi Mudharabah 3 bulan
Sumber: Muhammad, 2005:394) Rumus perhitungan imbalan sertifikat IMA adalah sebagai berikut: X = P x R x t/360 x k Keterangan: X: Besarnya imbalan yang diterbitkan kepada bank penanam dana, P: Nilai nominal investasi, R: Tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah (sebelum didistribusikan), t: Jangka waktu investasi, dan k: Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana. c.
Perbandingan PUAB dengan PUAS Dari seluruh uraian tentang PUAS diatas, maka dapat kita tarik perbandingan antara Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah
(PUAS)
dengan
Pasar
Uang
Antarbank
44
Konvensional (PUAB). Dalam perbandingan ini dapat kita lihat persamaan dan perbedaan antara keduanya. Pada prinsipnya terdapat persamaan antara PUAS dengan PUAB. Persamaan tersebut antara lain sebagai berikut: 1)
Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya memudahkan perbankan yang mengalami kesulitas likuiditas, baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas.
2)
Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan investasi jangka pendek.
3)
Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit atau melalui kliring atau bilyet giro BI atau transfer dana secara elektronis. Perbedaan antara
PUAS dengan PUAB tampak pada
beberapa hal sebagai berikut: 1)
PUAS tidak mendasarkan transaksinya pada suku bunga melainkan pola bagi hasil. Sedangkan PUAB seluruhnya berdasarkan transaksinya pada bunga.
2)
Peserta PUAS meliputi bank syariah dan bank konvensional, sedangakan PUAB hanya bank konvensional.
3)
Piranti yang digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA, sedangkan piranti umum yang digunakan dalam PUAB adalah promes atau promissory notes.
45
4)
Sertifikat IMA sebagai piranti PUAS hanya dapat dialihkan 1 (satu) kali, sedangkan promes dapat dipindahtangankan berulang kali selama belum jatuh tempo.
5)
Dalam perhitungan imbal piranti utama PUAS tidak mengikutsertakan sama sekali komponen utama perhitungan imbalan dalam PUAB.
6)
Risiko yang timbul dari aktifitas transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB.
7)
Sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS diterbitkan sebagai bukti tanda penyertaan, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali. Sedangkan promes merupakan suatu nogitible instrument, dimana pihak tidak dibatasi dalam menegosiasikannya
hingga
jatuh
tempo
berakhir
(Widyaningsih dkk, 2005: 147).
8.
Profit and Loss Sharing (PLS) / Bagi Hasil dan Suku Bunga Bank a.
Profit and Loss Sharing (PLS) / Bagi Hasil Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Dalam pengertian menurut terminologi asing (Inggris), bagi hasil dikenal dengan profit sharing. Profit sharing secara definitif diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba dari para pegawai dari suatu perusahaan dan dapat berupa suatu bonus uang 46
tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Pada mekanisme lembaga keuangan syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan baik penyertaan menyeluruh
(mudharabah),
maupun
sebagian-sebagian
(musyarakah), atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihakpihak yang terlibat dalam suatu akad bisnis tersebut harus melakukan transparansi atau kemitraan secara baik dan ideal (Muhammad, 2008:18). Keuntungan dari proyek atau usaha akan dibagihasilkan sesuai nisbah (rasio) yang disepakati. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian dimaksud dapat ditanggung baik oleh bank maupun nasabah debitur, tergantung dari prinsip bagi hasil yang disepakati. Dalam akad pembiayaan ada 2 (dua) prinsip bagi hasil yang digunakan, yaitu revenue sharing dan profit/loss sharing. Dalam revenue sharing, jumlah yang dibagihasilkan adalah penghasilan kotor sebelum dikurangi dengan biaya operasional. Sedangkan dalam profit/loss sharing, jumlah yang dibagihasilkan adalah laba/rugi bersih setelah seluruh biaya operasional diperhitungkan (Suryapraja, 2007).
47
Konsep risk sharing yang digunakan dalam pembiayaan musyarakah dan mudharabah merupakan suatu konsep untuk membagi kerugian secara bersama-sama antara pihak yang berkaitan. Risk sharing bagi shahibul maal dengan cara mengoptimalkan return yang didapat setelah dikurangi bagian dari mudharib, sedangkan mudharib mengoptimalkan pendapatan atas opportunity cost (Nasution dan Wiliasih, 2007:108). b. Suku Bunga Bank Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) (Kasmir, 2008:135). Suku bunga merupakan salah satu faktor yang cukup menarik bagi pemilik dana untuk menyimpan uangnya pada suatu bank. Tingkat suku bunga yang diberikan hendaknya dapat bersaing dengan tingkat suku bunga yang diberikan bank lain. Tingkat suku bunga biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dari jumlah yang dipinjamkan dan dengan dasar tahunan (annual basis/perannum).
48
Menurut Kasmir (2008:136), dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 (dua) macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu: 1)
Bunga Simpanan Adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh: jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.
2)
Bunga Pinjaman Adalah bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank, sebagai contoh bunga kredit. Suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman merupakan
komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah peminjan (debitur). Agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal, maka pihak manajemen bank harus pandai dalam menentukan besar kecilnya komponen suku bunga. Menurut Kasmir (2008: 137-140), 49
faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut: 1)
Kebutuhan Dana. Faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan, yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, yang dilakukan oleh bank agar
dana
tersebut
cepat
terpenuhi
adalah
dengan
meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan suku bunga simpanan akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit, maka bunga simpanan akan turun karena hal ini merupakan beban. 2)
Target Laba yang diinginkan. Faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman.
3)
Kualitas Jaminan. Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan,
semakin
rendah
bunga
kredit
yang
dibebankan dan sebaliknya.
50
4)
Kebijaksanaan Pemerintah. Dalam menentukan baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
5)
Jangka Waktu. Faktor jangka waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko macet di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya, jika pinjaman berjangka pendek, bunganya relatif rendah.
6)
Reputasi Perusahaan. Reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya,
karena
biasanya
perusahaan
yang
bonafid
kemungkinan resiko kredit macet di masa mendatang. 7)
Produk yang Kompetitif. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan produk yang kompetitif tingkat perputaran produknya tinggi sehingga pembayarannya diharapkan lancar.
8)
Hubungan Baik. Biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan faktor kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam praktiknya, bank menggolongkan nasabah antara nasabah utama dan nasabah biasa. Penggolongan ini didasarkan 51
kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan kepada bank. Nasabah yang memiliki hubungan baik dengan bank tentu penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa. 9)
Persaingan. Dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana, sementara tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat, maka bank harus bersaing keras dengan bank lainnya. Untuk bunga pinjaman, harus berada di bawah bunga pesaing agar dana yang menumpuk dapat tersalurkan, meskipun margin laba mengecil.
10)
Jaminan Pihak Ketiga. Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada bank untuk menanggung segala risiko yang dibebankan kepada penerima kredit. Biasanya apabila pihak yang memberikan
jaminan bonafide, baik
dari segi
kemampuan membayar, nama baik, maupun loyalitasnya terhadap bank, bunga yang dibebankan pun juga berbeda begitu pun sebaliknya.
9.
Pembiayaan dan Kredit a.
Pembiayaan Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan oleh itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan 52
pihak lain
yang mewajibkan pihak
yang dibiayai
untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pengertian lain dari pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit (Antonio, 2001:160). Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1)
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk membeli barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2)
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3)
Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Secara umum produk-produk penyaluran dana bank syariah
dapat dilakukan dengan beberapa akad, diantaranya: 1)
Pembiayaan atas dasar akad Muḍārabah. Muḍārabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. 53
2)
Pembiayaan
atas
dasar
akad
Musyarakah.
Transaksi
penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. 3)
Pembiayaan atas dasar akad Murābahah. Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh kedua belah pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
4)
Pembiayaan atas dasar akad Salam. Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
5)
Pembiayaan atas dasar akad Istishna’. Transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
6)
Pembiayaan atas dasar akad Ijarah. Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk pemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. 54
7)
Pembiayaan atas dasar akad Qardh. Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Untuk menyesuaikan dengan aturan-aturan dan norma-norma
Islam lima segi religius, yang berkedudukan kuat dalam literatur, harus diterapkan dalam perilaku investasi. Lima segi menurut Algoud dan Lewis (2004:48) tersebut adalah sebagai berikut: 1)
Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);
2)
Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat;
3)
Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai Islam (haram);
4)
Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir, judi dan gharar (ketidakpastian);
5)
Penyediaan takaful (asuransi Islam).
b. Kredit Menurut UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan
itu,
berdasarkan
persetujuan
atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
55
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Siamat, 2004 :56). Adapun unsur - unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008): 1)
Kepercayaan. Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
2)
Kesepakatan. Yaitu adanya kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3)
Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu
tertentu,
jangka
waktu
ini
mencakup
masa
pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang. 4)
Risiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya / macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin 56
besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja. 5)
Balas Jasa. Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil. Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat
maka bank akan melakukan penelitian terhadap resiko kredit yang diberikan dengan memperhatikan prinsip 5 C, yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition. Pemahaman 5 C ini kepada calaon nasalah akan memberikan informasi mengenai iktikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.
c.
Perbedaan Pembiayaan Perbankan Syariah dan Konvensional Istilah pembiayaan sebenarnya sama halnya dengan kredit, keduanya merupakan produk penyaluran dana yang ada pada lembaga keuangan, dimana perbedaan dari keduanya terletak dalam penyebutan.
Penyebutan
kredit
untuk
lembaga
keuangan 57
konvensional, sedangkan pembiayaan untuk lembaga keuangan syariah. Terdapat perbedaan mendasar antara sistem konvensional dan sistem syariah di dalam lembaga keuangan. Perbedaan keduanya dapat disajikan dalam tabel menurut Sulhan (2008:129) adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Perbedaan Sistem Konvensional dan Sistem Syariah Lembaga Keuangan
Pokok-pokok Perbedaan
Sistem Konvensional Sistem Syariah
Dasar perhitungan bunga/imbalan
Berdasarkan prosentase tertentu dari total dana yang dipinjam (bunga) yang sudah ditetapkan di awal perjanjian
Berdasarkan profit sharing didasarkan atas jumlah keuntungan yang diperoleh nasabah
Kewajiban pembayaran bunga
a. Harus terus dilakukan walaupun usaha nasabah rugi b. Besarnya pembayaran bunga tetap meskipun keuntungan nasabah lebih besar
a. Dilakukan jika nasabah untung, jika rugi ditanggung bersama b. Besarnya imbalan berubah sesuai keuntungan
Persyaratan Jaminan pembiayaan Obyek pembiayaan Pandangan sistem syariah terhadap sistem bunga Penentuan besarnya bunga/imbalan
Berupa barang/harta nasabah Jenis usaha tidak dibatasi asal memenuhi persyaratan Pengenaan bunga kepada debitur dianggap haram Sebelum kegiatan usaha dilakukan
Tidak mutlak Jenis usaha yang dibiayai harus sesuai syariah Pembayaran imbalan berdasarkan bagi hasil sifatnya halal Sesudah kegiatan usaha 58
Ditanggung oleh satu pihak saja Sumber: Sulhan, 2008:129 Jika terjadi kerugian
10.
Ditanggung kedua belah pihak
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah a.
Usaha Mikro Usaha mikro sebagaimana dimaksud menurut undang-undang dasar Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah menyebutkan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Adapun kriterianya memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (limu puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah). Adapun ciri-ciri usaha mikro menurut Edward (2008:46) adalah sebagai berikut: 1)
Jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktuwaktu dapat berganti;
2)
Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu waktu dapat berpindah tempat;
3)
Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun dan tidak memiliki keuangan keluarga; 59
4)
Sumber daya manusianya belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;
5)
Tingkat pendidikan relatif sangat rendah;
6)
Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7)
Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
Contoh usaha mikro: 1)
Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan, dan pembudidaya;
2)
Industri makanan dan minuman, industri meubel air pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat;
3)
Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar;
4)
Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek, dan penjahit.
b. Usaha Kecil Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha 60
besar
yang
memenuhi
kriteria
usaha
kecil
sebagaimana
dimaksudkan dalam undang-undang ini. Adapun kriterianya adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Ciri-ciri usaha kecil: 1)
Jenis barang/ komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
2)
Lokasi/ tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
3)
Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
4)
Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
5)
Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwirausaha;
6)
Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; 61
7)
Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business bplanning.
Contoh usaha kecil: 1)
Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;
2)
Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;
3)
Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel air, kayu, dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi, dan industri kerajinan tangan;
c.
4)
Peternak ayam, itik, dan perikanan;
5)
Koperasi berskala kecil.
Usaha Menengah Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Adapun kriterianya adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp 62
10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah: 1)
Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran, dan bagian produksi;
2)
Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
3)
Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada jamsostek, pemelihaan kesehatan, dll;
4)
Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain, izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan, dll;
5)
Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
6)
Pada umumnya sudah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik. 63
Contoh usaha menengah: 1)
Usaha pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah;
2)
Usaha perdagangan (grosir) termasuk ekspor dan imhapor;
3)
Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar provinsi;
4)
Usaha industri makanan dan minuman, elektronik, dan logam;
5)
Usaha pertambangan batu gunung untuk konstruksi dan marmer buatan.
B. Keterkaitan Antar Variabel Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter, apakah operasi pasar terbuka atau dengan menggunakan instrumen
yang lain, dalam
melaksanakan kebijakan
moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai transmisi kebijkan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Target kebijakan moneter akan berpengaruh dibidang keuangan maupun di sektor riil hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan moneter (Warjiyo, 2004:4). Indonesia memiliki sistem transmisi kebijakan moneter ganda, yaitu kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter syariah. Penerapan 64
sistem moneter ganda di Indonesia yang dilandasi oleh Undang-undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 mendorong Bank Indonesia menjalankan kebijakan moneter konvensional dengan prinsip suku bunga dan kebijakan moneter syariah dengan prinsip profit dan loss sharing secara bersamaan. Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan adanya sistem bagi hasil maka distribusi kekayaan dan pendapatan akan semakn merata sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010). Bagi hasil yang merupakan nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya seperti musyarakah dan mudharabah (Karim, 2010). Tingkat bagi hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan perbankan syariah. Hal ini yang mempengaruhi besaran pembiayaan dikarenakan semakin tinggi tingkat bagi hasil berarti semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh bank dan akan meningkatkan jumlah penyaluran pembiayaan. Sedangkan ditinjau dari pemberian kredit kepada masyarakat, perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan. Dimana semakin tinggi tingkat suku bunga kredit maka semakin turun jumlah 65
penyaluran kredit, disebut juga pengaruh negatif. Bunga yang dibebankan kepada nasabah bank yang meminjam kepada bank tersebut adalah imbalan yang akan diterima oleh bank dalam sejumlah uang, karena bunga pinjaman adalah pendapatan yang diterima bank atas pinjaman yang telah diberikan kepada nasabah (Hasibuan, 2002:25). Bank Indonesia mengadakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) sebagai salah satu kebijakannya dalam mempengaruhi stabilitas keuangan. Pada operasi pasar terbuka para pelaku usaha menggunakan instrumen ke uangan jangka pendek seperti SBI dan PUAB untuk perbankan konvensional serta SBIS dan PUAS untuk perbankan syariah. Kedua instrumen tersebut dapat membantu kelancaran perbankan dalam memenuhi likuiditas serta dapat dijadikan sebagai sarana pengalokasian dana perbankan di Indonesia. Dalam melaksanakan tujuan perbankan yang selama ini dikenal sebagai lembaga intermediasi antara orang yang kelebihan likuiditas dengan pihak yang memerlukan likuiditas maka dibentuklah yang namanya mekanisme bunga. Untuk mengatur tingkat bunga perbankan nasional, bank sentral salah satunya menggunakan instrumen penentuan tingkat bunga acuan dalam hal ini adalah BI Rate. BI rate kemudian akan menjadi patokan dalam penentuan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Suku bunga SBI dan PUAB ini yang nantinya mempengaruhi suku bunga deposito dan kredit di perbankan nasional.
66
Dalam kaitannya dengan peningkatan kredit dan penyaluran dana, Bank Indonesia mengeluarkan instrumen jangka pendek yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan perangkat kebijakan moneter dalam bentuk suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang akan mempengaruhi penyaluran kredit, dimana semakin besar penempatan dana yang dialokasikan pada SBI maka porsi penyaluran kredit akan semakin menurun. Begitu pula dengan PUAB, dimana semakin kecil suku bunga PUAB maka bank lebih tertarik menempatkan dana likuiditasnya pada instrumen PUAB sehingga porsi penyaluran kredit akan semakin menurun. Dalam kaitannya dengan peningkatan pembiayaan dan penyaluran dana yang mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu dan kualitas perbankan yaitu penempatan dana pada SBIS dan penempatan dana pada PUAS. Bank Indonesia mengeluarkan perangkat kebijakan moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai wahana penitipan dana jangka pendek oleh bank syariah pada Bank Indonesia, yang juga berfungsi sebagai secondary reserve bagi bank tersebut. Selain itu Bank Indonesia juga mengeluarkan perangkat kebijakan moneter dalam bentuk Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Namun semakin banyak penempatan dana yang dialokasikan pada SBIS dan PUAS maka pembiayaan semakin menurun (Mustafidan, 2013:7).
67
C. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit atau pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikan suku bunga maka akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif. Selain itu, penelitian yang dilakukan Ayuniyyah (2010) menyatakan bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrumen konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97% dari share perbankan nasional Indonesia. Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvensional karena lebih cepat menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrument suku bunga SBI, tidak mampu mempengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum, 68
hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak berlangsung di Indonesia selama periode 2001-2007. Van Leuvensteijn et al. (2008) melakukan studi tentang dampak kompetisi bank pada interest rate pass-through di Euro area selama periode 1994-2004 dengan dua tahap. Tahap pertama mengukur tingkat kompetisi dengan metode Boone indicator. Tahap kedua mengukur pengaruh kompetisi terhadap interest rate pass-through dari suku bunga kebijakan ke suku bunga Perbankan dengan metode Panelerror Correction Model (ECM). Hasil tahap pertama menunjukkan bahwa kompetisi yang semakin ketat membuat spread antara suku bunga kebijakan (market rate) dan suku bunga perbankan, khususnya kredit, semakin kecil. Hasil tahap kedua menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kompetisi perbankan di suatu negara, bank semakin menetapkan suku bunga kreditnya sesuai dengan suku bunga kebijakan. Selain itu, tekanan kompetisi lebih berat di pinjaman dari pada di simpanan. Suku bunga perbankan pada pasar yang lebih kompetitif merespon lebih kuat terhadap perubahan suku bunga kebijakan. Implikasinya adalah ketentuan untuk meningkatkan persaingan Perbankan akan meningkatkan efektivitas (kekuatan dan kecepatan) mekanisme transmisi kebijakan moneter. Penelitian yang dilakukan Sukmana dan Kasim (2010) menunjukkan bahwa pendanaan dan deposito berperan penting pada perbankan syariah dalam proses transmisi moneter dalam perekonomian Malaysia. Secara khusus, baik Islam deposito dan pendanaan terbukti secara statistik signifikan dalam menghubungkan indikator kebijakan moneter ke output riil. Implikasi 69
praktis menyiratkan bahwa otoritas moneter juga harus mempertimbangkan bank syariah dalam pelaksanaan kebijakan moneter di Malaysia. Hasil ini juga menyiratkan bahwa menjamin stabilitas lembaga keuangan Islam adalah sama pentingnya seperti konvensional yaitu untuk mencapai transmisi kebijakan moneter yang efektif dalam perekonomian. Kobayashi (2008) membahas incomplete interest-rate pass-through di Euro area dan bagaimana kebijakan moneter yang optimal. Dia menyatakan bahwa jika tidak semua bank komersial langsung merespon perubahan suku bunga kebijakan, maka kebijakan moneter tidak akan memberikan dampak yang sama terhadap keseluruhan ekonomi. Hasilnya menunjukkan bahwa jika hanya sebagian dari suku bunga pinjaman Perbankan yang disesuaikan dengan adanya perubahan suku bunga kebijakan, fluktuasi rata-rata suku bunga pinjaman menimbulkan biaya kesejahteraan, sehingga bank sentral perlu melakukan stabilisasi perubahan suku bunga pinjaman dengan cara policy rate smoothing. Namun, perubahan drastis suku bunga kebijakan tetap diperlukan ketika terdapat shock yang secara langsung mempengaruhi suku bunga pinjaman. Selain itu, penelitian yang dilakukan Maulida Cahyaning Putri (2013) menunjukkan bahwa adanya pengaruh instrumen SWBI/SBIS, PUAS, dan PUAB terhadap total pembiayaan perbankan syariah, namun instrumen SBI belum mampu mempengaruhi total pembiayaan perbankan syariah. Hal tersebut membuktikan bahwa kebijakan oleh Bank Indonesia mengenai instrumen moneter sangat mendukung kegiatan operasional perbankan 70
syariah sehingga perbankan syariah mampu memberi kontribusi yang bertambah dari tahun ke tahun terhadap industri perbankan nasional meskipun proporsi perbankan syariah masih lebih kecil dibandingkan dengan perbankan konvensional. Selanjtnya penelitian yang dilakukan oleh Masyitha Mutiara Ramadhan (2013) menunjukkan bahwa SBI dan SBIS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM, baik dari jalur perbankan syariah maupun konvensional. Selain itu, pembiayaan UMKM perbankan syariah lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM perbankan konvensional saat terjadi guncangan moneter. Sedangkan hasil FEVD menunjukan bahwa pengaruh SBIS terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM lebih besar dibandingkan SBI. Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti
Judul
Variabel
Metode dan Hasil
Aam Slamet Rusyidiana (2009) (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan)
Mekanisme Transmisi Syariah Pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Pembiayaan perbankan syariah (LNFINCG), SBIS, SBI, PUAS, PUAB, Inflasi (LNIHK).
Analisis VAR/VECM Hasil: Menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank 71
2
Qurroh „Ayuniyyah (2010) (Jurnal Ekonomi Islam Republika)
Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia
IPI, SBI, SBIS, Total Kredit, Total Pembiayaan, Total DPK, Total, DPK Syariah.
sentral menaikan suku bunga maka akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif. Analisis VAR/VECM Hasil: menyatakan bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrumen konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97% dari share perbankan nasional Indonesia. Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvensional karena lebih cepat menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional. Selain itu,dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrument suku bunga SBI, tidak mampu mempengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum, hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak 72
3
Michiel van Leuvensteijn, Christoffer Kok Sørensen, Jacob A. Bikker dan Adrian A.R.J.M. van Rixtel (2008) (Jurnal Internasional)
Impact of Bank Competition On The Interest Rate PassThrough In The Euro Area
Mortgage rates, consumer lending rates, rates on shortterm loans to enterprises, rates on long-term loans to enterprises, current account deposit rates, and time deposit rates.
4
Raditya Roles of The Industrial Sukmana dan Islamic production
berlangsung di Indonesia selama periode 2001-2007. Analisis metode Boone Indicator Hasil: Dalam mengukur tingkat kompetisi menunjukkan bahwa kompetisi yang semakin ketat membuat spread antara suku bunga kebijakan (market rate) dan suku bunga perbankan, khususnya kredit, semakin kecil. Analisis metode ECM Hasil: Dalam mengukur pengaruh kompetisi terhadap interest rate pass-through dari suku bunga kebijakan ke suku bunga perbankan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kompetisi perbankan di suatu negara, bank semakin menetapkan suku bunga kreditnya sesuai dengan suku bunga kebijakan. Selain itu, tekanan kompetisi lebih berat di pinjaman dari pada di simpanan. Suku bunga perbankan pada pasar yang lebih kompetitif merespon lebih kuat terhadap perubahan suku bunga kebijakan. Implikasinya adalah ketentuan untuk meningkatkan persaingan Perbankan akan meningkatkan efektivitas (kekuatan dan kecepatan) mekanisme transmisi kebijakan moneter. Analisis VAR/VECM Hasil: 73
Salina H. Kassim (2010) (Jurnal Internasional)
5
Banks in The Monetary Transmission Process in Malaysia
index, Islamic financing, Islamic deposits, and overnight interest rate
Menunjukkan bahwa pendanaan dan deposito berperan penting pada perbankan syariah dalam proses transmisi moneter dalam perekonomian Malaysia. Secara khusus, baik deposito Islam dan pendanaan terbukti secara statistik signifikan dalam menghubungkan indikator kebijakan moneter ke output riil. Implikasi praktis menyiratkan bahwa otoritas moneter juga harus mempertimbangkan bank syariah dalam pelaksanaan kebijakan moneter di Malaysia. Hasil ini juga menyiratkan bahwa menjamin stabilitas lembaga keuangan Islam adalah sama pentingnya seperti konvensional yaitu untuk mencapai transmisi kebijakan moneter yang efektif dalam perekonomian. Teruyoshi Incomplete Long-Term Analisis Baseline Kobayashi Interest Rate Interest Parameters (2008) PassRates, Hasil: (Jurnal Through and deposit Dalam penelitian ini Internasional) Optimal rates, membahas incomplete Monetary average loan interest-rate pass-through Policy rate, policy di Euro area dan bagaimana rate. kebijakan moneter yang optimal yang menyatakan bahwa jika tidak semua bank komersial langsung merespon perubahan suku bunga kebijakan, maka kebijakan moneter tidak akan memberikan dampak yang sama terhadap keseluruhan ekonomi. Hasilnya menunjukkan 74
6
Maulida Cahyaning Putri (2013) (Skripsi: Fakultas Ekonomi, Universitas Jember)
bahwa jika hanya sebagian dari suku bunga pinjaman Perbankan yang disesuaikan dengan adanya perubahan suku bunga kebijakan, fluktuasi ratarata suku bunga pinjaman menimbulkan biaya kesejahteraan, sehingga bank sentral perlu melakukan stabilisasi perubahan suku bunga pinjaman dengan cara policy rate smoothing. Namun, perubahan drastis suku bunga kebijakan tetap diperlukan ketika terdapat shock yang secara langsung mempengaruhi suku bunga pinjaman. Pengaruh SWBI/SBIS, Analisis DOLS dan VECM Instrumen PUAS, SBI, Hasil: Moneter PUAB. Menunjukkan bahwa Syariah dan adanya pengaruh instrumen Non Syariah SWBI/SBIS, PUAS, dan Terhadap PUAB terhadap total Total pembiayaan perbankan Pembiayaan syariah, namun instrumen Perbankan di SBI belum mampu Indonesia mempengaruhi total pembiayaan perbankan syariah. Hal tersebut membuktikan bahwa kebijakan oleh Bank Indonesia mengenai instrumen moneter sangat mendukung kegiatan operasional perbankan syariah sehingga perbankan syariah mampu memberi kontribusi yang bertambah dari tahun ke tahun terhadap industri perbankan nasional meskipun proporsi perbankan syariah masih lebih kecil dibandingkan 75
7
dengan perbankan konvensional. Masyitha Analisis SBI, SBIS, Analisis: VAR/ VECM Mutiara Pengaruh proit loss Hasil: Ramadhan Instrumen sharing, menunjukkan bahwa SBI (2013) Moneter suku bunga dan SBIS memiliki (Skripsi: Syariah dan kredit, pengaruh yang signifikan Fakultas Konvensional margin, terhadap penyaluran dana Ekonomi dan Terhadap kredit ke sektor UMKM, baik Manajemen, Penyaluran UMKM, dari jalur perbankan Istitut Dana ke pembiayaan syariah maupun Pertanian Sektor Usaha UMKM konvensional. Selain itu, Bogor) Mikro Kecil pembiayaan UMKM dan perbankan syariah lebih Menengah cepat stabil dibandingkan (UMKM) di dengan kredit UMKM Indonesia perbankan konvensional saat terjadi guncangan moneter. Sedangkan hasil FEVD menunjukan bahwa pengaruh SBIS terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM lebih besar dibandingkan SBI.
D. Kerangka Berpikir Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia dan membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Kerangka berpikir yang digunakan dalam peneltitian ini merujuk pada model Alur Transmisi Moneter Ganda (Konvensional dan Syariah) pada penelitian Ascarya (2012). Berdasarkan kerangka berfikir di bawah ini dapat 76
dilihat bahwa di Indonesia memiliki sistem transmisi kebijakan moneter ganda, yaitu kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter syariah. Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga mempengaruhi perbankan syariah, karena mekanisme transmisi dapat juga melewati jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, interest rate passthrough lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil (Ascarya, 2012: 286). Transmisi kebijakan moneter konvensional menggunakan instrumen moneter operasi pasar terbuka yaitu dengan variabel SBI dan variabel PUAB. Sedangkan sebagai instrumen moneter syariah menggunakan variabel SBIS dan variabel PUAS. Kemudian instrumen kebijakan moneter tersebut memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen moneter ini akan menengaruhi besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada UMKM. Alur transmisi moneter ganda dengan tujuan akhir kredit UMKM di sisi konvensional yaitu adanya kesinambungan antara SBI ke PUAB dan suku bunga kredit, dari PUAB ke suku bunga kredit, dari suku bunga kredit ke kredit UMKM dan kembali ke SBI dan PUAB. Secara umum kenaikan SBI meningkatkan suku bunga kredit dan menurunkan kredit UMKM. Hal 77
tersebut mengacu pada hasil Granger Causality pada penelitian Ascarya (2012). Sedangkan dari sisi sistem syariah, alur transmisi moneter ganda dengan tujuan akhir pembiayaan UMKM yaitu tidak adanya kesinambungan jalur imbal hasil dari SBIS sampai ke pembiayaan UMKM. SBIS hanya mempengaruhi pasar keuangan ke PUAS. Sementara itu, PLS mempengaruhi pembiayaan UMKM, sedangkan pembiayaan UMKM mempengaruhi PUAS. Secara umum kenaikan SBIS hanya meningkatkan imbal hasil PUAS. Sedangkan peningkatan imbal hasil PLS meningkatkan pembiayaan UMKM. Hal tersebut mengacu pada hasil Granger Causality pada penelitian Ascarya (2012). Perilaku suku bunga kredit dan PLS ditunjukkan senada oleh perilaku kredit UMKM dari konvensional dan pembiayaan UMKM dari syariah, karena kredit UMKM dipengaruhi oleh suku bunganya, sedangkan pembiayaan UMKM dipengaruhi oleh bagi hasilnya. Sedangkan suku bunga kredit dan PLS juga ditunjukkan oleh suku bunga pasar uang antarbank konvensional (PUAB) dan imbal hasil pasar uang antarbank syariah (PUAS), karena suku bunga PUAB merupakan acuan suku bunga perbankan konvensional, sedangkan imbal hasil PUAS dengan akad mudharabah berbasis imbal hasil di sektor riil, seperti imbal hasil pembiayaan (PLS) (Ascarya, 2012: 309).
78
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Penelitian
Penerapan Sistem Ganda di Indonesia
Instrumen Moneter Konvensional
Instrumen Moneter Syariah
SBI
SBIS
PUAB
PUAS
Suku Bunga Kredit
Profit Loss Sharing
Kredit UMKM
Pembiayaan UMKM
Metode Analisis (VAR/VECM)
Kesimpulan
79
E. Hipotesis Penelitian Hepotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Diduga terdapat pengaruh instrumen konvensional terhadap kredit UMKM dari perbankan konvensional.
2.
Diduga terdapat pengaruh instrumen syariah terhadap pembiayaan UMKM dari perbankan syariah.
3.
Diduga terdapat hubungan yang lebih berpengaruh antara instrumen moneter konvensional terhadap kredit UMKM dari perbankan konvensonal dengan instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia.
80
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penghitungan dan pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak komputer yaitu E-Views. Luasnya objek penelitian ini sehingga ruang lingkup variabel yang akan digunakan berdasarkan pada data-data berikut ini: 1.
Data statistik Bank Indonesia (BI) berupa data bulanan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank (PUAB), dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) periode Januari 2011 – Desember 2016.
2.
Data Statistik Perbankan Indonesia
(SPI) dan Statistik Perbankan
Syariah (SPS) melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa data bulanan suku bunga kredit, profit and loss sharing (PLS) pembiayaan, kredit UMKM, dan pembiayaan UMKM periode Januari 2011 – Desember 2016.
B. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini adalah penelitian statistik deskriptif dan menggunakan data sekunder maka metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Library Research 81
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid.
2.
Internet Research Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadarluasa, karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat sekunder yang diperoleh dari website Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
C. Metode Analisis Data Metode analisis ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Autoregression (VAR) jika data yang digunakan adalah stasioner dan tidak terdapat kointegrasi, atau Vector Error Correction Model (VECM) jika data yang digunakan kemudian diketahui stasioner dan terdapat kointegrasi. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu Granger Causality Test, 82
Impuls
Response
Function
(IRF),
dan
Forecast
Error
Variance
Decomposition (FEVD). 1.
Uji Stasioneritas Data Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak stasioner). Data yang mengandung akar unit (tidak stasioner) jika dimasukan dalam pengolahan stastistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi, R2 dan t-statistik signifikan, tetapi penafsiran hubungannya tidak memiliki arti secara ekonomi. Augmented dickey-fuller test (ADF test) merupakan prosedur standar, untuk menyelidiki adanya akar unit pada data time series. Uji akar unit ADF memerlukan estimasi regresi: ∑
………………………(1)
Dalam persamaan seperti ini hipotesis yang digunakan adalah: H0 : β = 0 (mengandung akar unit-series tidak stasioner) H1 : β < 0 (tidak mengandung akar unit-series stasioner) Jika nilai statistik ADF secara absolut lebih kecil dibandingkan nilai kritis MacKinnon, maka Ho diterima. Dengan kata lain, Yt mengandung satu akar unit atau data tidak stasioner. Data time series yang belum stasioner pada tingkat level dapat dijadikan stasioner, melalui proses diferensiasi agar data menjadi stasioner. 83
2.
Uji Lag Optimum Penentuan jumlah lag optimal yang digunakan merupakan langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR maupun VECM. Untuk penentuan panjang lag optimal dapat digunakan beberapa kriteria yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Pengujian panjang lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR maupun VECM. Dalam penelitian ini digunakan semua kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model diestimasi dengan lag yang berbeda-beda lalu dibandingkan nilai kriterianya. Lag optimum yang dipilih berdasarkan nilai kriteria yang terkecil.
3.
Uji Stabilitas VAR Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga Impuls Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid.
4.
Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test)
84
Uji kointegrasi bertujuan untuk menetukan apakah variabelvariabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linier dari dua atau lebih variable yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linier ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel. Jika
trace
statistic>critical
value,
persamaan
tersebut
terkointegrasi. Dengan demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi. Jika trace statistic>critical value, kita tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. Setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui maka tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model. 5.
Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan arah hubungan jangka pendek antarvariabel. Dalam pengujian Kausalitas Granger, jika nilai probabilitasnya kurang dari lima persen, artinya variabel tersebut mempunyai hubungan kausalitas.
6.
Model Empiris dalam VAR Penggunaan pendekatan struktural atau teoritis atas permodelan persamaan simultan biasanya menerapkan teori ekonomi di dalam usahanya untuk mendeskripsikan hubungan antar variabel yang ingin di 85
uji. Disebut persamaan struktural karena hubungan variabel di dalam persamaan dibentuk atas dasar teori ekonomi. Estimasi persamaan struktural tersebut akan menyediakan informasi numerik dan sekaligus alat uji kepada teori. Akan tetapi sering kali teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Widarjono (2007:345) teori ekonomi terlalu komplek sehingga semlifikasi harus dijelaskan dengan teori yang ada. VAR muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan ini, model VAR dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. Dengan demikian VAR adalah model non struktural atau merupakan model tidak teoritis. Dalam VAR hanya perlu memperhatikan dua hal, yang pertama adalah tidak perlu membedakan mana yang merupakan variabel endogen dan eksogen. Semua variabel baik endogen maupun eksogen yang dipercaya saling berhubungan seharusnya dimasukan di dalam model. Namun kita juga bisa memasukan variabel eksogen di dalam VAR, dan yang kedua adalah untuk melihat hubungan antar variabel di dalam VAR membutuhkan sejumlah kelambanan variabel yang ada. Kelambanan variabel ini diperlukan untuk menangkap efek dari variabel tersebut terhadap variabel yang lain di dalam model (Widarjono, 2007:346). Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan
metode
ini,
pertama
akan
dilakukan
pengujian 86
stasioneritas dari setiap series yang digunakan di dalam model. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR pada dua pilihan VAR, VAR dalam bentuk difference atau VECM (Vector Error Correction Model). Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini adalah sebagai berikut: a.
VAR (Unrestricted VAR) VAR biasa atau tanpa restriksi digunakan jika data yang digunakan di dalam pembentukan VAR, stasioner di tingkat level. Variasi VAR tanpa restriksi biasanya terjadi akibat adanya perbedaan derajat integritas data variabelnya ketika data yang digunakan memiliki bentuk stasioner dalam level. Sementara, jika data tidak stasioner dalam level tetapi tidak memiliki hubungan kointegrasi, maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk difference.
b.
VECM (Restricted VAR) Model VECM digunakan di dalam model VAR non struktural apabila data time series tidak stasioner pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkoentegrasi sehingga menunjukan adanya hubungan teoritis antar veriabel.
7.
Impulse Response Function (IRF) Suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu variable endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan 87
shock variable misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VECM atau dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang. Sementara itu, IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum. 8.
Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adala FEVD. Metode ini
mencirikan suatu struktur
dinamis
dalam model
VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponenkomponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k88
tahap ke depan dari sebuah varabel akibat inovasi dalam varabelvariabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu.
D. Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) model, yaitu instrumen moneter konvensional dan instrumen moneter syariah. Dengan model pertama yaitu instrumen moneter konvensional terhadap kredit UMKM di Indonesia, dan model kedua yaitu instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia. Model I dan II dijabarkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3.1 Model Penelitian Instrumen Moneter Terhadap Penyaluran Dana UMKM
Model
Penjabaran
I
CRDt= f ( SBIt , PUABt ,IRt )
II
PYDt= f ( SBISt , PUASt , PLSt)
Dimana: CRDt
= Kredit UMKM Konvensional
PYDt
= Pembiayaan UMKM Syariah 89
SBIt
= Sertifikat Bank Indonesia
SBISt
= Sertifikat Bank Indonesia Syariah
PUABt
= Pasar Uang Antar Bank
PUASt
= Pasar Uang Antarbank Syariah
IRt
= Suku Bunga Rata-Rata Kredit
PLSt
= Profit and Loss Sharing Pembiayaan
E. Operasional Variabel Penelitian Sebagaimana disebutkan sebelumnya, berikut ini definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian: 1.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) SBI adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1 – 3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk miliar rupiah.
2.
Sertifikat Bank Indoonesia Syariah (SBIS) SBIS adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek. SBIS merupakan piranti moneter yang 90
sesuai prinsip pada Bank Syariah untuk mengatasi bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk miliar rupiah. 3.
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pasar uang antar bank (PUAB) atau sering disebut dengan Interbank Call Money merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong pengembangan pasar uang. Pasar uang antar bank sendiri adalah tingkat suku bunga yang ditentukan dan dikenakan oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman di pasar uang antar bank atas penerbitan PUAB. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
4.
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar perserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah dengan menggunakan sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS diterbitkan sebagai bukti tanda penyertaan. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan hitunngan
91
bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen. 5.
Suku Bunga Bank Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
6.
Profit and Loss Sharing (PLS) Profit sharing secara definitif diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba dari para pegawai dari suatu perusahaan dan dapat berupa suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Syariah (SPS) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
92
7.
Kredit UMKM Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen. 8.
Pembiayaan UMKM Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan oleh itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Syariah (SPS) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
9.
Pendekatan H Metodologi memiliki fleksibilitas dalam penentuan variabel yang akan diuji. Hal ini untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi 93
intepretasi dari hasil olah data yang dilakukan. Secara prosedural proses rekayasa metodologi H ini dilakukan dari pengumpulan data dari obyek yang dijadikan sampel dalam implementasi teori ini. a.
Pertama melakukan pendataan untuk memperoleh besaran dari obyek yang akan ditinjau dalam nilai, harga, indeks, persentase, atau nominal yaitu dalam bentuk harga asli.
b.
Kedua meninjau laju besaran dari obyek yang akan dihitung dalam skala persentase berupa selisih dari harga awal dengan harga berikutnya atau perbedaan dari besaran pertama dengan besaran kedua dan selanjutnya.
c.
Ketiga membuat pola rata-rata dari obyek yang akan ditinjau dengan perspektif teori ini dibandingkan dengan obyek-obyek lain yang sejenis atau meninjau posisi obyek dikomparasi dengan ratarata obyek yang sejenis.
d.
Setelah memperoleh nominal, laju, dan rata-rata laju, selanjutnya dibutuhkan data lain dari obyek yang sama berupa data yang bersifat intangible atau berkaitan dengan nilai religiusitas untuk didapatkan besaran bobotnya dibandingkan dengan obyek lain. Cara melakukan nilai bobot yaitu: 1) Membuat rasio bobot berdasarkan data lain dari obyek yang sama kemudian dibandingkan dengan bobot dari obyek lain dengan data yang untuk diperoleh ranking atau urutan bobot antara obyek utama dengan obyek pembanding yang lain. 94
2) Selain menggunakan sumber data dari obyek yang diteliti, dikombinasikan dengan expert adjustment / wawancara terstruktur dengan pakar sains yang memiliki otoritas untuk menilai bobot suatu obyek. 3) Kemudian melakukan perangkingan obyek berdasarkan bobot yang diperoleh dari berbagai sumber data tersebut, sehingga urutan tersebut juga merepresentasikan besaran bobot dari obyek yang diteliti tersebut. e.
Selanjutnya setelah diperoleh data nominal, laju, dan bobot maka dilakukan penghitungan berupa perkalian dari data obyek tersebut berupa: nominal x laju x bobot.
f.
Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan dari obyek yang diteliti maka dilakukan perlakuan matriks untuk memperoleh kategori hasil sesuai format dalam hal ini obyek akan dikategorikan dalam formasi straight, loads, dan impact: 1) Jika hasil positif adalah straight (jika minus adalah turn) 2) Jika hasil lebih besar dari 0,1 adalah loadpilihan 3) Jika hasil lebih besar dari rata-rata nilai berarti impact
95
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Bank Indonesia mengadakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) sebagai salah satu kebijakannya dalam mempengaruhi stabilitas keuangan. Tentunya instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka adalah SBI untuk perbankan konvensional dan SBIS untuk perbankan syariah. Kedua instrumen tersebut dapat dimanfaatkan oleh perbankan ketika mengalami kelebihan maupun kekurangan likuiditas. Pada operasi pasar terbuka, para pelaku usaha menggunakan instrumen keuangan jangka pendek seperti SBI dan PUAB untuk perbankan konvensional, SBIS dan PUAS untuk perbankan syariah. Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM dicerminkan melalui total kredit UMKM dari perbankan konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit dan presentase profit dan loss sharing pembiayaan adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit. 1.
Perkembangan Penyaluran Dana UMKM di Indonesia Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Setiap tahun kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit perbankan. 96
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di Negara-negara berkembang seperti Indonesia tetapi juga di negara-negara maju. Di Indonesia peranan UMKM selain berperan dalam pertumbuhan pembangunan dan ekonomi, UMKM juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatasi masalah pengangguran. Tumbuhnya usaha mikro menjadikannya sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja dan pendapatan. Dengan banyak menyerap tenaga kerja berarti UMKM juga mempunyai peran strategis dalam upaya pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran. Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. a.
Kredit UMKM dari Bank Konvensional Kredit UMKM yang disalurkan bank kovensional memiliki kecenderungan yang terus meningkat. Terlihat hingga Desember 2016 porsi kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional sebesar 802.113 miliar. Setiap tahun kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit perbankan. 97
Disajikan dalam gambar 4.1 berikut mengenai perkembangan kredit UMKM dari bank konvensional dalam periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.1 Perkembangan Kredit UMKM dari Bank Konvensional Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Kredit UMKM
Rp 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000
Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
0
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (data diolah) b. Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah Pembiayaan UMKM yang disalurkan dari bank syariah memiliki kecenderungan terus meningkat dari mulai dari bulan Januari 2011 hingga April 2014, tetapi cenderung mengalami penurunan di bulan Mei 2014 hingga Desember 2016. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Februari 2015, pembiayaan UMKM mencapai Rp 57,780 triliun, turun dari Rp 58,12 triliun pada Januari 2015. Dibanding pembiayaan UMKM pada Februari 2014 yang mencapai Rp 107,080 triliun, nilai pembiayaan UMKM 98
turun 45,04 persen. Perlambatan pembiayaan UMKM ini terjadi adalah bagian imbas dari kondisi ekonomi makro nasional yang kurang baik. Selain pembiayaan UMKM yang terkena dampak, yaitu korporasi dan mereka yang bertransaksi dengan mata uang dolar AS juga terkena imbasnya. Terlihat hingga Desember 2016 porsi pembiayaan UMKM yang disalurkan bank syariah sebesar 54.530 miliar. Disajikan dalam gambar 4.2 berikut mengenai perkembangan pembiayaan UMKM dari bank syariah dalam periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.2 Perkembangan Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016 Rp
Pembiayaan UMKM
Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (data diolah)
99
2.
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) a.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia melakukan
perhitungan
suku
bunga
SBI
dengan
cara
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelanggan pada periode tertentu. Dari gambar 4.3, posisi SBI cenderung terus mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga Desember 2015. Terlihat hingga Desember 2015 porsi SBI sebesar Rp 32.300 miliar. SBI cenderung mengalami penurunan dikarenakan aliran dana perbankan di SBI semakin surut sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank Indonesia, dimana BI sengaja mengurangi penyerapan dana melalui SBI agar bank lebih giat menyalurkan kreditnya sehingga akan berdampak pada kurs rupiah yang tetap stabil. Jika dana bank di SBI semakin menumpuk, BI harus menanggung beban bunga yang semakin besar. Sedangkan hingga Desember 2016 porsi SBI cenderung mengalami peningkatan yaitu sebesar 94.582 miliar. 100
Disajikan pada gambar 4.3 berikut mengenai perkembangan SBI di Indonesia dalam periode Januari 2011 hingga Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.3 Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
SBI
Rp 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000
Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
0
Sumber: Bank Indonesia (data diolah) b. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) maka peraturan mengenai SWBI resmi dicabut. SBIS diterbitkan Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. SBIS diterbitkan dengan akad Ju’alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk
101
memberikan imbalan tertentu (‘iwadhuju’i) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Posisi SBIS cenderung mengalami kenaikkan. Terlihat pada bulan Februari 2015 SBIS mencapai titik tertinggi sebesar Rp 9.040 miliar dan hingga Desember 2016 porsi SBIS mengalami penurunan hingga sebesar Rp 6.357 miliar dimana porsi SBIS terlihat
masih jauh
lebih kecil
dibandingkan
porsi SBI.
Pertumbuhan porsi SBIS yang merupakan instrumen moneter syariah
setiap
tahunnya
merupakan
langkah
awal
untuk
memantapkan dan meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah. Disajikan pada gambar 4.4 berikut mengenai perkembangan SBIS di Indonesia dalam periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.4 Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
SBIS
Rp 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000
Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
0
102
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
3.
Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) a.
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Suku bunga PUAB menjadi media pertama bagi transmisi kebijakan moneter. PUAB menjadi salah satu pilihan target operasional kebijakan moneter karena peranannya yang semakin penting dalam mempengaruhi stabilitas harga. Melalui intervensi pasar uang secara periodik bank sentral mempengaruhi level reserve bank-bank sekaligus mengendalikan volatilitas suku bunga agar
mencapai
target
yang
dikehendaki.
Sedangkan
bagi
perbankan, PUAB menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan likuiditas harian. Dari gambar 4.5 posisi suku bunga PUAB cenderung stabil, tetapi mengalami penurunan pada bulan Januari 2012 hingga April 2013 dan terus mengalami peningkatan hingga Desember 2015 sebesar 7,33 persen. Tetapi hingga Desember 2016 suku bunga PUAB mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar 4,24 persen. Suku bunga PUAB overnight (O/N) tercatat di level 8,12 persen pada September 2015, meningkat tajam 245 bps dibandingkan Juni 2015, dengan spread terhadap JIBOR mencapai 236 bps. Kenaikkan suku bunga PUAB didorong oleh kebutuhan likuiditas 103
rupiah untuk keperluan hedging valas di pasar forward. Sehingga likuiditas perbankan mengalami pengetatatn. Likuiditas yang ketat di perbankan ditandai dengan meningkatnya suku bunga PUAB dan spread yang semakin melebar antara harga beli dan jual. Dalam hal ini, motivasi bank untuk tidak melepas likuiditas menjadi semakin tinggi dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas. Disajikan pada gambar berikut mengenai perkembangan PUAB di Indonesia dalam periode Januari 2011 hingga Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.5 Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
PUAB 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
0,00%
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
104
b. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. Instrumen yang digunakan dalam PUAS saat ini adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank (IMA). Hal ini berarti akad yang digunakan adalah mudharabah (bagi hasil) di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat
IMA) berdasarkan nisbah
yang telah disepakati
sebelumnya. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS adalah rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan sertifikat investasi mudharabah antarbank yang terjadi di PUAS, yang tercatat pada Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU). Dari gambar 4.6 posisi imbal hasil PUAS cenderung stabil dan mengalami peningkatan dimana titik tertinggi PUAS berada pada bulan Juli 2014 sebesar 7,3 persen hingga Desember 2016 porsi PUAS sebesar 6,08 persen. Semakin besar imbal hasil yang diberikan maka semakin besar pula penempatan dana dalam instrumen PUAS dan akan mengurangi porsi pembiayaan yang akan disalurkan kepada masyarakat, sehingga akan terlihat tarik menarik keputusan bank dalam penyaluran pembiayaan yang dilakukan dan penempatan dana pada PUAS.
105
Disajikan pada gambar 4.6 berikut mengenai perkembangan PUAS di Indonesia dalam periode Januari 2011 hingga Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.6 Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
PUAS 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
0,00%
Sumber: Bank Indonesia (data diolah) 4.
Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Profit Loss Sharing (PLS) Pembiayaan Faktor suku bunga dan bagi hasil tentunya menjadi pertimbangan para bankir dalam menentukan besar kecilnya dana yang akan disalurkan ke sektor UMKM. Secara teori, semakin tinggi return (suku bunga dan profit loss sharing pembiayaan) maka penawaran pemberian dana dari perbankan melalui kredit atau pembiayaan akan semakin besar karena bank akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Akan tetapi dari sisi permintaan, tingginya tingkat return cenderung
106
menurunkan permintaan kredit karena peminjam diharuskan membayar bunga yang lebih besar. a.
Suku Bunga Kredit Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Dari gambar 4.7 posisi suku bunga kredit cenderung stabil dan mengalami peningkatan dimana titik tertinggi suku bunga kredit berada pada bulan November 2014 sebesar 12,85 persen tetapi hingga Desember 2016 cenderung mengalami penurunan dimana porsi suku bunga kredit sebesar 11,38 persen. Penurunan suku bunga kredit tersebut merupakan dikarenakan Bank Indonesia menurunkan BI Rate sehingga suku bunga kredit perbankan juga mengalami penurunan dengan upaya penurunan tersebut akan menaikkan harga asset, misalnya saham dan surat-surat berharga lainnya. Kondisi tersebut akan mendorong kemampuan pemilik asset
untuk
melakukan
kegiatan
investasi
dan
konsumsi.
Selanjutnya kegiatan tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi. 107
Gambar 4.7 Perkembangan Suku Bunga Kredit Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Suku Bunga Kredit 13,00% 12,50% 12,00% 11,50% 11,00% Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
10,50%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI) (data diolah)
b. Profit and Loss Sharing Profit Loss Sharing merupakan keuntungan dari proyek atau usaha akan dibagihasilkan sesuai nisbah (rasio) yang disepakati. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian
dimaksud
dapat
ditanggung baik oleh bank maupun nasabah debitur, tergantung dari prinsip bagi hasil yang disepakati. Dalam profit/loss sharing, jumlah yang dibagihasilkan adalah laba/rugi bersih setelah seluruh biaya operasional diperhitungkan. Dari gambar 4.8 posisi profit loss sharing cenderung mengalami penurunan hingga bulan Desember 2016 porsi profit loss sharing sebesar 11,07 persen. Hal tersebut dikarenakan bisnis
108
dengan akad mudharabah dan musyarakah mengalami penurunan maka jumlah bagi hasil pun ikut menurun. Saat ini rata-rata perbankan syariah lebih mengedepankan skim murabahah, dimana total komposisi murabahah mencapai 50 persen, sementara 50 persen lainnya terbagi antara skim mudharabah dan musyarakah. Gambar 4.8 Perkembangan Profit Loss Sharing Pembiayaan Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Profit Loss Sharing 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16
0,00%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (SPS) (data diolah)
B. Analisis Uji Ekonometrik 1.
Uji Stasioneritas Data Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression) karena data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit root pada tingkat 109
level. Uji stasioneritas ini dilakukan pada tingkat level dan first difference dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritisnya, maka data tersebut stasioner. Nilai kritis yang dipakai pada penelitian ini adalah 5 persen. Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Variabel dengan Metode ADF Test
Variabel LN_SBI LN_SBIS PUAB PUAS IR PLS LN_CRD LN_PYD
Prob. ADF
Uji Stasioneritas Variabel dengan Metode ADF Test Level First Difference t-statistic Prob. t-statistic p-value p-value ADF ADF ADF
0.1516
-2.378061
-2.903566
0.0000
-5.480738
-2.903566
0.6291 0.3807 0.3027 0.0573 0.7281 0.0001 0.6410
-1.292013 -1.793573 -1.962056 -2.847643 -1.056835 -5.137631 -1.265957
-2.902953 -2.904848 -2.903566 -2.906923 -2.904198 -2.910860 -2.902953
0.0000 0.0000 0.0001 0.0130 0.0001 0.0000 0.0000
-7.044895 -9.320558 -11.88829 -3.436565 -10.02000 -9.664690 -9.674371
-2.903566 -2.904198 -2.903566 -2.904848 -2.904198 -2.903566 -2.903566
Sumber: Data penelitian (diolah) Hasil dari uji stasioner untuk kedelapan variabel ditampilkan dalam tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat satu variabel yang stationer pada tingkatan level, yaitu variabel kredit UMKM (LN_CRD). Untuk alasan tersebut, maka dilakukan uji integrasi pada first difference. Pada tingkat first difference semua variabel telah stasioner, yaitu variabel LN_SBI, LN_SBIS, PUAB, PUAS, IR, PLS, LN_CRD, LN_PYD. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas ADF seluruh variabel menunjukan nilai kurang dari α = 0,05, maka semua variabel tidak terjadi unit root pada tingkat first difference.
110
2.
Pengujian Lag Optimum Penetapan lag optimum bertujuan untuk menunjukan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Pengujian panjang lag ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) yang terkecil. Pada penelitian ini model VAR diestimasi
dengan
tingkat
lag
yang
berbeda-beda
kemudian
dibandingkan nilai SC-nya. Nilai SC terkecil dipakai sebagai acuan nilai lag optimal. Berdasarkan hasil pengujian lag optimum, model I dan model II optimum pada lag ke-1 Tabel 4.2 Hasil Uji Lag Optimum Lag
LogL
LR
0 1 2 3
514.5499 848.2807 867.6857 879.6765
NA 616.8964 33.51759* 19.25795
0 1 2 3
414.2493 617.8562 637.5372 654.9261
NA 376.3643 33.99445 27.92765*
FPE Model I 2.24e-12 1.48e-16 1.34e-16* 1.54e-16 Model II 4.69e-11 1.59e-13 1.43e-13 1.39e-13*
AIC
SC
HQ
-15.47121 -25.09942 -25.20260* -25.08110
-15.33850 -24.43588* -24.00824 -23.35592
-15.41877 -24.83722* -24.73065 -24.39940
-12.43180 -18.11686 -18.22840 -18.27049*
-12.29909 -17.45332* -17.03404 -16.54531
-12.37936 -17.85466* -17.75645 -17.58879
Sumber: Data penelitian (diolah)
3.
Uji Stabilitas VAR Uji Stabilitas VAR digunakan untuk melihat kestabilan dari sistem VAR. Apabila seluruh akar-akarnya memiliki modulus yang nilai absolutnya lebih kecil dari satu dan terletak pada unit circlenya, maka 111
model VAR tersebut stabil sehingga analisis IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid. Dari hasil uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa sistem VAR bersifat stabil karena root yang diuji memiliki kisaran kurang dari satu, yatu berkisar antara 0.588261 – 0.979824 pada model I dan berkisar antara 0.451872 – 0.939653 pada model II. Tabel 4.3 Hasil Uji Stabilitas sistem Vector Autoregression Root
Modulus
Model I 0.979824 0.950267 - 0.015408i 0.950267 + 0.015408i 0.588261 Model II 0.938481 - 0.046933i 0.938481 + 0.046933i 0.809362 0.451872
0.979824 0.950392 0.950392 0.588261 0.939653 0.939653 0.809362 0.451872
Sumber: Data penelitian (diolah)
4.
Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test) Uji Kointegrasi dilakukan untuk menentukan apakah variabelvariabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first difference
memiliki
kointegrasi
atau
tidak.
Uji
Kointegrasi
mengimplikasikan bahwa dalam sistem persamaan tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya. Kointegrasi
mempresentasikan
hubungan
keseimbangan
jangka
panjang. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan 112
Johansen dengan membandingkan trace statistic dengan nilai kritis sebesar 5 persen. Jika nilai trace statistik lebih besar dibandingkan nilai kritisnya maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut (Masyitha, 2012:51). Berikut ini adalah hasil uji kointegrasi Johansen model I sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model I) Hypothesized No. of CE(s)
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3
30.91844 15.96303 4.554940 0.967997
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.6709 0.7149 0.8541 0.3252
Kesimpulan Tidak Terkointegrasi Tidak Terkointegrasi Tidak Terkointegrasi Tidak Terkointegrasi
Sumber: Data penelitian (diolah) Pada tabel 4.4 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan kointegrasi pada model I. Hal ini dikarenakan nilai kritis lebih besar dibandingkan nilai trace statistiknya. Sehingga untuk uji selanjutnya tidak dapat lanjut untuk uji jangka panjang yaitu pada uji VECM, namun hanya sampai uji VAR saja. Berikut ini hasil uji kointegrasi Johansen model II sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model II) Hypothesized No. of CE(s)
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
Kesimpulan Tidak Terkointegrasi
None * At most 1 At most 2 At most 3
43.36117 25.92968 12.43969 1.934485
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.1240 0.1308 0.1370 0.1643
Tidak Terkointegrasi Tidak Terkointegrasi Tidak Terkointegrasi
Sumber: Data penelitian (diolah) 113
Pada tabel 4.5 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan kointegrasi pada model II. Hal ini dikarenakan nilai kritis lebih besar dibandingkan nilai trace statistiknya. Sehingga untuk uji selanjutnya tidak dapat lanjut untuk uji jangka panjang yaitu pada uji VECM, namun hanya sampai uji VAR saja. Sehingga kesimpulan pada tabel 4.6 dari hasil uji kointegrasi Johansen dari kedua model diatas adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Model Kesimpulan Tidak Terkointegrasi, Model VAR I Tidak Terkointegrasi, Model VAR II Sumber: Data penelitian (diolah)
5.
Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan arah hubungan jangka pendek antar variabel. Dalam pengujian Kausalitas Granger, jika nilai probabilitasnya kurang dari lima persen, artinya variabel tersebut mempunyai hubungan kausalitas. Tabel 4.7 Hasil Uji Kausalitas Granger Hipotesis
Probability
Kesimpulan
PUAB does not Granger Cause IR
0.0144
IR -> PUAB
Model II LNSBIS does not Granger Cause LNPYD PUAS does not Granger Cause LNPYD
0.0104 0.0411
LNPYD -> LNSBIS LNPYD -> PUAS
Model I
114
PLS does not Granger Cause LNPYD LNSBIS does not Granger Cause PLS
0.0331 0.0123
LNPYD -> PLS PLS -> LNSBIS
Sumber: Data penelitian (diolah) Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada model I bahwa variabel suku bunga kredit secara signifikan mempengaruhi variabel kredit UMKM (Prob = 0.0144) tetapi variabel kredit UMKM tidak signifikan mempengaruhi suku bunga kredit sehingga hanya terjadi kausalitas searah antara variabel suku bunga kredit dan kredit UMKM. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada model II bahwa variabel pembiayaan UMKM secara signifikan mempengaruhi variabel SBIS (Prob = 0.0104) tetapi variabel SBIS tidak signifikan mempengaruhi variabel pembiayaan UMKM sehingga hanya terjadi kausalitas searah antara variabel SBIS dan pembiayaan UMKM. Variabel pembiayaan UMKM secara signifikan mempengaruhi variabel PUAS (Prob = 0.0411) tetapi variabel PUAS tidak signifikan mempengaruhi variabel pembiayaan UMKM sehingga hanya terjadi kausalitas searah antara variabel PUAS dan pembiayaan UMKM. Variabel pembiayaan UMKM secara signifikan mempengaruhi variabel PLS (Prob = 0.0331) tetapi variabel PLS tidak signifikan mempengaruhi variabel pembiayaan UMKM sehingga hanya terjadi kausalitas searah antara variabel PLS dan pembiayaan UMKM. Variabel PLS secara signifikan mempengaruhi variabel SBIS (Prob = 0.0123) tetapi variabel SBIS tidak signifikan mempengaruhi variabel 115
PLS sehingga hanya terjadi kausalitas searah antara variabel SBIS dan PLS. 6.
Estimasi VAR Dari hasil uji kointegrasi sebelumnya terbukti bahwa tidak terdapat kointegrasi pada model II. Untuk itu digunakanlah model VAR untuk menganalisis responsivitas pembiayaan UMKM (PYD) terhadap instrumen moneter syariah. Dengan analisis VAR dapat diketahui hubungan jangka pendek saja antar variabel. Tabel 4.8 menyajikan hasil estimasi dengan VAR. Uji-t dilakukan pada level of significant (α = 5%) dengan nilai t-tabel 1.66757. Berikut ini hasil dari estimasi VAR model I: Tabel 4.8 Hasil Estimasi VAR (Model I) LN_CRD(-1) LN_SBI(-1) PUAB(-1) IR(-1) LN_CRD t-tabel
LN_CRD(-1) 59.5817 1.66757
LN_CRD 59.5817 0.82352 -1.34966 1.08655 LN_SBI(-1) 0.01293 1.66757
t-tabel 1.66757 1.66757 1.66757 1.66757 PUAB(-1) 0.66098 1.66757
IR(-1) 0.14263 1.66757
Sumber: Data penelitian (diolah) Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa variabel kredit UMKM memiliki pengaruh besar terhadap variabel itu sendiri. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dalam jangka pendek tidak ada variabel instrumen moneter konvensional yang mempengaruhi kredit UMKM 116
begitupun sebaliknya. Dikarenakan nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabelnya. Tabel 4.9 menyajikan hasil estimasi dengan VAR. Uji-t dilakukan pada level of significant (α = 5%) dengan nilai t-tabel 1.66757. Berikut ini hasil dari estimasi VAR model II: Tabel 4.9 Hasil Estimasi VAR (Model II) LN_PYD(-1) LN_SBIS(-1) PUAS(-1) PLS(-1) LN_PYD t-tabel
LN_PYD(-1) 23.8332 1.66757
LN_PYD 23.8332 -0.82490 -1.71241 1.21573
t-tabel 1.66757 1.66757 1.66757 1.66757
LN_SBIS(-1) 1.50827 1.66757
PUAS(-1) 0.40208 1.66757
PLS(-1) 1.49483 1.66757
Sumber: Data penelitian (diolah) Berdasarkan hasil uji estimasi VAR pada Model II dapat dijelaskan bahwa variabel pembiayaan UMKM memiliki pengaruh besar terhadap variabel itu sendiri. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dalam jangka pendek variabel PUAS memiliki pengaruh negatif terhadap pembiayaan UMKM artinya adalah apabila imbal hasil PUAS meningkat 1% akan menurunkan pembiayaan UMKM sebesar 1,71 persen. Hal sebaliknya variabel pembiayaan UMKM tidak memiliki pengaruh terhadap instrumen moneter syariah dikarenakan nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabelnya.
117
7.
Impulse Response Function (IRF) Analisis Impulse Response Function (IRF) melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan. Jika gambar IRF menunjukkan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan (convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya bermakna respon suatu variabel akibat suatu kejutan makin lama akan menghilang sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap variabel tersebut. Hasil Impulse Response Function (IRF) untuk pengaruh insrumen moneter syariah dan konvensional menyatakan bahwa jika hasil tersebut mengalami tren negatif artinya adalah variabel tersebut mempengaruhi penurunan penyaluran dana UMKM, sedangkan jika mengalami tren positif artinya adalah variabel tersebut mempengaruhi kenaikkan penyaluran dana UMKM.
118
Gambar 4.9 Hasil Impulse Response Function (Model I)
Sumber: Data penelitian (diolah) Hasil uji IRF pada variabel-variabel dalam Model I adalah sebagai berikut: a) Variabel SBI pada awal periode belum direspon oleh kredit UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 variabel SBI menunjukkan tren positif. b) Variabel PUAB pada awal periode belum direspon oleh kredit UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 variabel PUAB menunjukkan tren negatif. c) Variabel IR pada awal periode belum direspon oleh kredit UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 variabel IR menunjukkan tren positif.
119
Gambar 4.10 Hasil Impulse Response Function (Model II)
Sumber: Data peneitian (diolah) Hasil uji IRF pada variabel-variabel dalam Model II adalah sebagai berikut: a) Variabel SBIS pada awal periode belum direspon oleh pembiayaan UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-66 variabel SBIS menunjukkan tren negatif, tetapi pada periode ke-67 hingga periode ke-72 variabel SBIS menunjukkan tren positif. b) Variabel PUAS pada awal periode belum direspon oleh pembiayaan UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-31 variabel PUAS menunjukkan tren negatif, tetapi pada periode ke32 hingga periode ke-72 variabel PUAS menunjukkan tren positif. c) Variabel PLS pada awal periode belum direspon oleh pembiayaan UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-65 variabel PLS 120
menunjukkan tren positif, tetapi pada periode ke-66 hingga periode ke-72 variabel PLS menunjukkan tren negatif.
8.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Variance Decomposition (FEVD) bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi
dari
masing-masing
variabel
terhadap
shock
yang
ditimbulkannya terhadap variabel endogen utama yang diamati. FEVD memiliki tujuan untuk menjelaskan seberapa besar persentase kontribusi masing-masing guncangan (shock) dalam variabel yang mempengaruhi kredit dan pembiayaan UMKM di Indonesia. Dapat kita lihat pada tabel dibawah ini merupakan tabel yang menggambarkan variance decomposition periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2016. Berikut adalah hasil variance decomposition pada model I: Gambar 4.11 Hasil Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang Kredit UMKM (CRD) Model I
121
Sumber: Data penelitian (diolah) Berdasarkan hasil Variance Decomposition (FEVD) pada model I yang ditunjukkan diatas, dapat diidentifikasi seberapa besar pengaruh variabel penelitian terhadap kredit UMKM. Pada periode pertama, variabel kredit UMKM secara signifikan dipengaruhi oleh variabel kredit itu sendiri sebesar 100 persen. Kontribusi variabel lain mulai berpengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM memasuki periode kedua dengan persentase untuk SBI sebesar 0,19 persen, PUAB sebesar 0,69 persen, dan suku bunga kredit sebesar 0,12 persen. Memasuki periode ke-72 (tahun ke-6), kontribusi masing-masing variabel mengalami perubahan terhadap penyaluran kredit UMKM. Pengaruh kredit UMKM terhadap penyaluran kredit itu sendiri menurun hingga menjadi sebesar 84,51 persen. Lalu diikuti variabel SBI yang meningkat menjadi 10,06 persen, PUAB menjadi 4,06 persen, dan suku bunga kredit menjadi 1,35 persen. Hal ini juga meberikan kesimpulan bahwa variabel-variabel konvensional memberikan sumbangan pada variabel kredit UMKM sebesar 15,47 persen. Berikut adalah hasil variance decomposition pada model II:
122
Gambar 4.12 Hasil Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang Pembiayaan UMKM (PYD) Model II
Sumber: Data penelitian (diolah) Berdasarkan hasil Variance Decomposition (FEVD) pada model II yang ditunjukkan diatas, dapat diidentifikasi seberapa besar pengaruh variabel penelitian terhadap pembiayaan UMKM. Pada periode pertama, variabel pembiayaan UMKM secara signifikan dipengaruhi oleh variabel pembiayaan itu sendiri sebesar 100 persen. Kontribusi variabel lain mulai berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan UMKM memasuki periode kedua dengan persentase untuk SBIS sebesar 0,12 persen, PUAS sebesar 1,01 persen, dan PLS sebesar 0,81 persen. Memasuki periode ke-72 (tahun ke-6), kontribusi masingmasing variabel mengalami perubahan terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
Pengaruh
pembiayaan
UMKM
terhadap
penyaluran
pembiayaan itu sendiri menurun hingga menjadi sebesar 30,56 persen. 123
Variabel SBIS mengalami peningkatan menjadi sebesar 51,47 persen, PUAS menjadi sebesar 7,03 persen, dan PLS menjadi sebesar 6,73 persen. Hal ini juga meberikan kesimpulan bahwa variabel-variabel syariah memberikan sumbangan pada variabel pembiayaan UMKM sebesar 69,43 persen. C. Analisis Penelitian Pada penelitian kali ini akan melakukan pembahasan mengenai perbandingan instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Berdasarkan hasil uji IRF, respon kredit UMKM terhadap guncangan suku bunga kredit (IR) pada periode ke-2 hingga ke-72 adalah positif karena pada periode tersebut suku bunga kredit cenderung mengalami penurunan sesuai dengan teori dimana semakin turun tingkat suku bunga kredit maka semakin meningkat jumlah penyaluran kredit yang disalurkan sehingga penempatan dana pada penyaluran kredit UMKM mengalami peningkatan. Respon kredit UMKM terhadap guncangan SBI pada periode ke-2 hingga ke-72 adalah positif karena pada periode tersebut penempatan dana pada variabel SBI cenderung mengalami penurunan sehingga penempatan dana pada penyaluran kredit UMKM mengalami peningkatan. Begitu pula dengan respon kredit UMKM terhadap guncangan suku bunga PUAB pada periode ke-2 hingga ke-72 adalah negatif karena pada periode tersebut suku bunga 124
PUAB cenderung mengalami penurunan sehingga bank lebih tertarik menempatkan dana likuiditasnya pada instrumen PUAB sehingga porsi penyaluran kredit mengalami penurunan. Hasil uji IRF pada guncangan PUAB ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan Kassim (2010) bahwa suku bunga overnight di pasar uang antarbank sebagai indikator kebijakan moneter direspon negatif oleh deposito Islam, menyiratkan bahwa ketika terjadi kebijakan suku bunga tinggi, maka akan diikuti oleh penurunan deposito Islam. Respon pembiayaan UMKM terhadap guncangan Profit Loss Sharing (PLS) pada periode ke-2 hingga ke-65 adalah positif karena pada periode tersebut PLS cenderung mengalami peningkatan sehingga semakin besar keuntungan yang akan diperoleh bank yang akan berdampak pada penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami peningkatan. Tetapi pada periode ke-66 hingga ke-72 respon pembiayaan terhadap guncangan PLS adalah negatif karena pada periode tersebut PLS cenderung mengalami penurunan sehingga keuntungan yang diperoleh bank mengalami penurunan yang akan berdampak pada penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami penurunan. Respon pembiayaan UMKM terhadap guncangan SBIS pada periode ke-2 hingga ke-66 adalah negatif karena pada periode tersebut penempatan dana pada variabel SBIS cenderung mengalami peningkatan sehingga penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami penurunan. Tetapi pada periode ke-67 hingga ke-72 respon pembiayaan 125
UMKM terhadap guncangan SBIS adalah positif karena pada periode tersebut penempatan dana pada variabel SBIS cenderung mengalami penurunan sehingga penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami peningkatan. Hasil pengujian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusyidiana (2009) bahwa terdapat hubungan negatif antara SBI dengan pembiayaan syariah dan SWBI dengan pembiayaan syariah dimana semakin tinggi tingkat SWBI dan SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Respon pembiayaan UMKM terhadap gunncangan imbal hasil PUAS pada periode ke-2 hingga ke-31 adalah negatif karena pada periode tersebut imbal hasil PUAS cenderung mengalami peningkatan sehingga semakin besar penempatan dana pada instrumen PUAS dan akan mengurangi porsi penempatan dana pada pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode ke-32 hingga ke-72 respon pembiayaan UMKM terhadap guncangan imbal hasil PUAS adalah positif karena pada periode tersebut imbal hasil PUAS cenderung mengalami penurunan sehingga semakin kecil penempatan dana pada instrumen PUAS semakin besar porsi penempatan dana pada pembiayaan UMKM. Berdasarkan estimasi pengujian FEVD, variabel-variabel syariah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap pembiayaan UMKM pada perbankan syariah sebesar 69,43 persen dibandingkan dengan variabelvariabel konvensional terhadap kredit UMKM pada perbankan konvensional yang hanya sebesar 15,47 persen. Selain itu, instrumen SBIS dari jalur 126
perbankan syariah memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan instrumen SBI dari jalur perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah mendapatkan pengaruh langsung dari SBIS sebagai salah satu instrumen moneter syariah pada saat transmisi moneter. Hal ini mengindikasikan bahwa peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan.
127
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada bab IV, maka pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil estimasi VAR pada model I dapat disimpulkan bahwa variabel kredit UMKM memiliki pengaruh besar terhadap variabel itu sendiri. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dalam jangka pendek tidak ada variabel instrumen moneter konvensional yang mempengaruhi kredit UMKM begitupun sebaliknya. Dikarenakan nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabelnya.
2.
Berdasarkan hasil estimasi VAR pada model II dapat disimpulkan bahwa dalam jangka pendek variabel PUAS memiliki pengaruh negatif terhadap pembiayaan UMKM artinya adalah apabila imbal hasil PUAS meningkat 1% akan menurunkan pembiayaan UMKM sebesar 1,71 persen. Hal sebaliknya variabel pembiayaan UMKM tidak memiliki pengaruh terhadap instrumen moneter syariah dikarenakan nilai tstatistik lebih kecil dari nilai t-tabelnya.
3.
Berdasarkan hasil uji Impulse Response Function (IRF) pada pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM pada model I dan model II adalah sebagai berikut: 128
a) Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 kejutan SBI menunjukkan tren positif yang berarti variabel SBI mempengaruhi kenaikkan kredit UMKM. b) Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 kejutan PUAB menunjukkan
tren
negatif
yang
berarti
variabel
PUAB
mempengaruhi penurunan kredit UMKM. c) Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 kejutan IR menunjukkan tren positif yang berarti variabel IR mempengaruhi kenaikkan kredit UMKM. d) Pada
periode
menunjukkan
ke-2 tren
hingga negatif
periode yang
ke-66 berarti
kejutan
SBIS
variabel
SBIS
mempengaruhi penuruan pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode ke-67 hingga periode ke-72 kejutan SBIS menunjukkan tren positif yang berarti variabel SBIS mempengaruhi kenaikkan pembiayaan UMKM. e) Pada periode ke-2 hingga periode ke-31 menunjukkan
tren
negatif
yang
berarti
kejutan PUAS variabel
PUAS
mempengaruhi penurunan pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode ke-32 hingga periode ke-72 kejutan PUAS menunjukkan tren positif yang berarti variabel PUAS mempengaruhi kenaikkan pembiayaan UMKM. f)
Pada periode ke-2 hingga periode ke-65 kejutan PLS menunjukkan tren positif yang berarti variabel PLS mempengaruhi kenaikkan 129
pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode ke 66 hingga periode ke72 kejutan PLS menunjukkan tren negatif yang berarti variabel PLS mempengaruhi penurunan pembiayaan UMKM. 4.
Berdasarkan hasil uji FEVD pada model I dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel konvensional meliputi SBI 10,06 persen, PUAB 4,06 persen, dan IR 1,35 persen yang memberikan sumbangan terhadap kredit UMKM sebesar 15,47 persen. Sedangkan dalam hasil uji FEVD model II dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel syariah meliputi SBIS 51,47 persen, PUAS 7,03 persen, dan PLS 10,93 persen yang memberikan sumbangan terhadap pembiayaan UMKM sebesar 69,43 persen. Sehingga dapat dikatakan berdasarkan hasil uji FEVD, bahwa variabel-variabel syariah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap pembiayaan UMKM pada perbankan syariah dibandingkan dengan variabel-variabel konvensional terhadap kredit UMKM pada perbankan konvensional. Selain itu, instrumen SBIS dari jalur perbankan syariah memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan instrumen SBI dari jalur perbankan konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan.
130
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Peran SBIS yang semakin signifikan melalui jalur pembiayaan perbankan syariah mengindikasikan kinerja instrumen moneter syariah semakin baik. Untuk lebih mengefektifkan SBIS sebagai instrumen moneter syariah yang mampu mendorong bertumbuhnya sektor riil, perbankan syariah kedepannya harus mengoptimalkan intermediasi ke sektor UMKM sehingga mampu memberikan dampak yang positif terhadap sektor UMKM.
2.
Transmisi kebijakan moneter lewat jalur kredit perbankan konvensional berjalan kurang optimal terlihat dari hasil FEVD yang menunjukan pengaruh instrumen moneter SBI yang tidak terlalu besar. Untuk itu, otoritas moneter harus ikut berpartisipasi mendorong penyaluran dana perbankan ke sektor UMKM mengingat potensi sektor UMKM yang masih sangat besar bagi perekonomian Indonesia.
131
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Ridho Alfin. “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar, Inflasi, dan IHSG terhadap Jakarta Islamic Index (JII)”. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2014. Algound, Latifa M dan Mervyn K. Lewis. “Perbankan Syariah”. Cetakan Ke-1. Jakarta: Serambi, 2004. Andari, Yuni dan Ike Yuli Andjani. “Analisis Pengaruh Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Terhadap Kredit Bank di Indonesia”. Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), 2015. Ascarya. “Buletin Ekonomi dan Perbankan: Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”. Jakarta: Bank Indonesia, 2012. Ascarya. “Instrumen-Instrumen Pengendalian Moneter: Seri Kebanksentralan”. Jakarta: Bank Indonesia, 2005. Awawin, Mirsad. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia”. Bogor: Skripsi Institut Pertanian Bogor, 2014. Ayuniyyah, Qurroh. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia”. Bogor: Skripsi Institut Pertanian Bogor, 2010. Aziz, Roikhan Mochamad. 2004. Islamic Micro Macro Economics. Module 1, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Aziz, Roikhan Mochamad. 2005. Sinlammim Kode Tuhan. Esa Alam, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2006. Jejak Islam Yang Hilang. Sinlammim, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2008. Analisis Pemodelan Sukuk Indonesia Malaysia Dengan System Dynamics. Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. January-April 2008. Comparative Study of Islamic Bonds in Indonesia and Malaysia on System Dynamics Approach. Jurnal Ekonomi
Kemasyarakatan
Equilibirium,
http://www.stiead.ac.id.
132
Vol,5,
No.
2
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2008. Kaffah Approach In Islamic Economics Theory. Journal. University Islamic Indonesia (UII), Jogjakarta, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. August 2008. Holistic Thinking To Develop Islamic Bonds In Indonesia. Proceeding. IAEI – University Airlangga (Unair), Surabaya, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. September 2008. Sukuk Dynamics In System Thinking. School Of Business (SBM), Institute Technology Bandung (ITB), Bandung, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Application Of Mathematics In Information System Based On Al-Quran. Working Paper, Studium General, State Islamic University (UIN) Jakarta, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Assimilation of Sinlammim Into System Thinking In The Quantitative Method With Modeling On Sukuk As Islamic Economic Instrument. Proceeding. University of Malahayati, Lampung, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Future of Sukuk Between Malaysia and Indonesia Based on System Thinking. Proceeding. Monash University, Sunway Campus, Malaysia. Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Mistery of Digital Root Based On Sinlammim Method. Proceeding. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Root Of Mathematics And Science Is level Compared With Religious Thinking. Proceeding. State Islamic University (UIN) Jakarta, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochamad. November 2008. The Sukuk Competition Between Indonesia and Malaysia With System Dynamics. Proceeding. University Malaysia Sabah, Labuan, Malaysia. Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Kaffah Thinking on Sinlammim Method Through Digital Root. Proceeding, ISOIT International Seminar on Islamic Thought, UKM, Bangi, Malaysia.
133
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Education on Root Of Islam. Proceeding, International Seminar On Islamic Education. UNJ, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Pasar Modal Syariah. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Moneter Syariah. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Perekonomian Indonesia. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Ekonomi Makromikro Syariah. Modul Kuliah, Pasca Sarjana, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, Lampung. Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. New Paradigm on Sinlammim Kaffah In Islamic Economics. Jurnal Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. March 2009. The Application of Kaffah Economics on Sukuk As Islamic Economic Instrument In OIC Countries. IRTI-IDB, IIUM, Kuala Lumpur, Malaysia. Aziz, Roikhan Mochamad. April 2009. Pemodelan Institusi Keuangan Islam Berbasis Metode Sinlammim Kaffah (Studi Kelayakan Pada Bofsa), UII, Jogjakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. August 2009. Islamic Principle and Financial Aspect in Sukuk on Asset Becked securities. IALE Hukumonline.com, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. October 2009. Kaffah Thinking on Sinlammim Method Through Digital Root. Proceeding, UKM Malaysia. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Makro Islam Tuga Dimensi. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
134
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Islamic Civilization Versus western System. Proceeding. International Conference on Islamic Civilization. Kahorem Pakistam. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Moneter Tiga Dimensi. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Perbankan Syariah. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Islam Tiga Dimensi. Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. The Prospect Of Islamic Revival In Indonesia 2015 Based on Development of Sukuk The Sukuk Through Sinlammim Kaffah Method. Approved Paper For Seminar Sharia Economics Days (Second), UI, Depok. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. New Paradigm in On Sinlammim Kaffah In Islamic Economics. Jurnal Signifikan, Vol. 9, No.2, Mei-Agustus, Jakarta. http://www.uinjkt.ac.id. Aziz,
Roikhan
Mochamad.
2010.
Academic
Literature,
Haji
Finance
Management, Ministerial of Religious, Affair. Directorate General of Haji, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Education on Root of Islam. Proceeding International Seminar Islam's Contribution in Education to Empower Human Resources. Aziz, Roikhan Mochamad. April 2010. The prospect of IslamicRevival in Indonesia 2015 Based on Development of Sukuk The Skuk Through Sinlamim Kaffaf Method. Approved Paper For Seminar Sharia Economics Days (Second), UI, Depok. Aziz, Roikhan Mochamad. 2011. New Paradigm on System Thinking. Jurnal Ekonotika. Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP), Jakarta. 135
Aziz, Roikhan Mochamad. 2011. Draft regulation Act of Haji Finance Management, Ministerial of Religious, Affair. Directorate General of Haji, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Sinlamim: Kode Tuhan, Esa Alam, Jakarta. Http://www.tokogunungagung.co.id. Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Information System on Islam. Book Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Comunication Information Techonology, Faculty of Techniquem University of Indonesia, Depok. Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Five Pillars of Economy, Economy Development In Islamic Perspective. Book of Journal, Development Studdies, Fauculty Economics Bussiniess, State Islamic University. Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Islamic Economic. Book of Article, University Of Islam Riau (UIR). Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Keterkaitan Indikator Moneter Syariah Terhadap Pendapatan Domestik Bruto. Jurnal Signifikan Vol. 1 No. 1. Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. New Paradigm on Islamic Kafah in Islamic Economics. Jurnal Signifikan Vol. 1 No. 2. Aziz, Roikhan Mochamad. April 2012. Islamic Micro Economy. Book of Article, IESP Program FEB, UIN Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. May 2012. Macro Economy in Islam. Book of Article Accounting Program FEB, UIN Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. June 2012. Islamic Economic. Book of Article, University of Islam Riau (UIR). Azis, Roikhan Mochamad. Oktober 2012. Five Pillars of Economy. Economy Press. Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. November 2012. Information System on Islam. Book Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Communication Information Technology, Faculty Of Techniquem University Of Indonesia, Depok.
136
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Pemodalan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7 No.2, Jakarta. http://www.uhamka.ac.id. Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Islamic Monetary Based On Method. Book of Journal. Islamic Monetary Program State Islamic University, Faculty of Economics Bussiness. Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. The Simulation of Islamic Economic Instrument as Sukuk. Jurnal Nalar Fiqh Vol. 8 No. 2. Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Determinan Tabungan Mudharabah di Indonesia. Jurnal Signifikan Vol. 2 No. 2. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. Januari 2013. Islamic Monetary Based On Method. Book of Islam. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN Press, Jakarta. Azis, Roikhan Mochamad. Januari – April 2013. Pemodelan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7 No.2, Jakarta http://www.uhamka.ac.id. Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan Filosofis dan Simbolik. Integrasi Keilmuan. UIN Press, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Dida dan Kada dalam Bahasa, Agama, serta Keragaman Budaya. Dialektika, Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 1 No. 1. Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Economic is Universal Compliance. The 1st International Conference on Thoughts on Human Science in Islam (ICThuSI) Sadra International Institute & STFI Sadra Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Islamic Physics. Proceeding of Islam, Science, and Civilization UIN Walisongo dan Universitas Teknologi Malaysia. Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Peran Kata Ganti Dalam Membangun Karakter Generasi Muda. Prosiding Seminar Nasional STKIP Siliwangi Bandung.
137
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Investasi Pasar Modal Syariah. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN Press, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Ekonomi Makro Mikro Dalam Prespektif Islam. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN Press, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Teori H dalam Islam Sebagai Wahyu dan Turats. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Schumpeter Thought and Islamic Worldview. Proceedings of International Seminar on Islamic Economics FEB UIN Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Hahslm Islamic Economic Methodology. Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness Toward Global Universitas Negri Solo, Surakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. The Influence of Household's Income, Price and Religiosity Towards Consumption of Halal Product. Proceeding of Call For Paper And International Seminar on Thoughts of Schumpeter and Islamic Economics Jakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Hahslm Psychology in Family System. Book of Abstract International Conference on Islamic Psychology (ICONYPSY). Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Rumus Tuhan Hahslm Dalam Ekonomi. Buku Program Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Peer Review of Teaching as an Integral Part of The Programme Accreditation Self Evaluation in FEB SIU Jakarta. International Collaborative Research antara FEB UIN Jakarta dengan University of Graz (Austria), University of Applied Sciences WurzburgSchweinfurt (Jerman), dan University of Rhein Waal (Jerman). Aziz, Roikhan Mochamad. Agustus 2015. Rumus Tuhan Hahslm Dalam Berpikir Menyeluruh Sebagai Metedologi Ekonomi Islam. Procedding ICIEF15: Strengthning Islamic Economics and Financial Institution for Financial Institution for the Welfare of Ummah. Universitas Mataram, Lombok. 138
Aziz, Roikhan Mochamad. September 2015. Hahslm Islamic Economics Methodology. Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness Toward Global Universitas Negeri Solo, Surakarta. Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Teori H Sebagai Wahyu Dan Turats Dalam Islam. Jurnal Ushuluddin Vol 24 No 1. Universitas Islam Negeri Riau. Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Gold Pawn in Indonesian Islamic Banks and Pawnshop for Asset Growth of Islamic Pawnshop. The 3rd Sebelas Maret International Conference on Business, Economics and Social Science Solo. Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Factors of Internal, External And Religiosity To Influence Lecture Performance By Peer Review Teaching on HAHSLM Approach. The 3rd International Conference on Socio-Cultural Relationship and Education Pedagogy Learning Science Bali. Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Bazis Scholarship Funds And Student Achievement. Jurnal Shirkah Vol. 1 No. 2. Chapra, Umar. “Sistem Moneter Islam”. Jakarta: Gema Insani, 2000. Edward, Deddy. “Ciri-Ciri Usaha UMKM: Pengertian dan Ciri-Ciri UMKM”, artikel diakses tanggal 8 Desember 2016, dari http://usahaumkm.blog.com/2008/8/?page=4 Fauziah, Farah. “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional dan Syariah Melalui Jalur Harga Aset Terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2011-2014”. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2015. Kasmir. “Pemasaran Bank”. Edisi Revisi. Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Kobayashi, Teruyoshi. “Incomplete Monetary Pass-Through and Optimal Monetary Policy”. International Journal of Central Banking Vol. 4 No. 3 September 2008. Meydianawathi, L. H. “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006)”. Buletin Studi Ekonomi, Volume 12 Nomor 2, 2007. Muhammad. “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”. Yogyakarta: AMP YKPN, 2005. Muhammad. “Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah”. Yogyakarta: UII Press, 2004.
139
Muslim, Fauzal. “Analisis Transmisi Kebijakan Moneter (Credit Chanelling) Terhadap Posisi Kredit Investasi di Indonesia Periode 2001:1 – 2007:6”. Bandung: Skripsi Universitas Padjajaran, 2008. Mustafidan, Rafikha Rustianah. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Likuiditas Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2007-2012”. Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Klijaga, 2013. Nasaruddin, Indoyama. “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Terhadap Pembiayaan Pada Bank Syariah di Indonesia (Studi Kasus Pada PT Bank Syariah Mandiri)”. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2009. Nasution, Mustofa Edwin dan Ranti Wiliasih. “Profit Sharing dan Moral Hazzard dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia Vol. VIII No. 2 Januari, 2007. Nisaputra, Rezkiana. “Kredit UMKM: Beyond Banking & Money Business”, artikel diakses tanggal 4 Desember 2016, dari www.infobanknews.com Priambodo, Fajar Bayu. “Pengaruh Jumlah Simpanan dan Tingkat Bunga Kredit Terhadap Penyaluran Kredit Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur”. Portalgaruda.org, Volume 1 No. 1, 2012. Putri, Maulida Cahyaning. “Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Non Syariah Terhadap Total Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia”. Jember: Skripsi Universitas Jember, 2013. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi: Makroekonomi dan Mikroekonomi”. Jakarta: FEUI, 2008. Ramadhan, Masyitha Mutiara. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia”. Jurnal al-Muzaki‟ah, Vol I, No. 2, 2013. Rusydiana, Aam Slamet. “Mekanisme Transmisi Syariah Pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 11 No. 4, 2009. Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Jakarta: LPFE-UI, 2004. Sukmana, Raditya dan Salina H. Kassim. “Roles Of The Islamic Banks In The Monetary Transmission Process In Malaysia”. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 3 No. 1, 2010. Sulhan, Muhammad. “Manajemen Bank: Konvensional dan Syariah”. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
140
Suryapraja, Dadan. “Bank Syariah Bukan Bank Murabahah”, artikel diakses tanggal tanggal 5 Desember 2016, dari www.republikaonline.com Syafi‟i, Muhammad Antonio. “Bank Syariah dari Teori ke Praktik”. Jakarta: Gema Insani, 2001. Utami, Dyah. “Pengaruh SIBOR, SBI, KURS Terhadap Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Periode Tahun 2000 Q.1 sampai 2009 Q.14”. Semarang: Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2011. Van Leuvensteijn, Michael et al. “Impact of Bank Competition On The Interest Rate Pass-Through In The Euro Area”. ECB Working Paper Series No. 885, 2008. Warjiyo, Perry. “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia”. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2004. Wirdianingsih, dkk. “Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana, 2005.
Website: www.bi.go.id www.ojk.go.id http://roikhanma.wordpress.com http://roikhanmochamadaziz.wordpress.com
141
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data dari Variabel-Variabel yang digunakan Bulan
SBI
SBIS
PUAB
PUAS
IR
PLS
CRD
PYD
Jan-11
195394
3296
6,03%
6,14%
12,45%
13,96%
360665
52519
Feb-11
194635
3326
6,10%
6,24%
12,44%
14,01%
367617
52411
Mar-11
230148
3376
6,14%
6,25%
11,69%
14,43%
391757
54641
Apr-11
230071
3701
6,31%
5,25%
11,81%
14,15%
392400
56085
Mei-11
197871
3271
6,24%
6,24%
11,79%
14,33%
405171
57913
Jun-11
185946
3042
6,17%
6,05%
11,77%
14,41%
417619
60695
Jul-11
181996
1604
5,82%
5,62%
12,29%
14,23%
419417
61962
Agst-11
171228
1819
5,88%
6,16%
12,22%
14,18%
428535
64925
Sep-11
149228
1989
5,31%
5,75%
12,11%
13,81%
435999
66517
Okt-11
143069
2574
5,05%
5,25%
12,09%
13,75%
439849
68840
Nov-11
138010
3144
4,53%
5,10%
12,00%
13,48%
445505
69197
Des-11
119777
3476
4,55%
5,08%
11,98%
13,64%
458163
71810
Jan-12
106355
3799
4,02%
4,25%
12,16%
13,76%
421458
72524
Feb-12
99074
3806
3,76%
3,96%
12,04%
13,59%
448825
73392
Mar-12
94497
3567
3,77%
4,13%
12,02%
13,80%
458311
76941
Apr-12
95497
3155
3,76%
4,09%
11,87%
13,82%
468141
75339
Mei-12
95664
3160
3,93%
4,09%
11,79%
13,81%
482899
78120
Jun-12
89734
3155
4,06%
4,74%
11,80%
13,65%
506195
81218
Jul-12
82178
2662
4,06%
4,17%
11,79%
13,70%
505406
83471
Agst-12
81477
2372
4,09%
4,30%
11,74%
13,80%
487917
76304
Sep-12
68188
2495
4,11%
4,43%
11,71%
13,93%
486251
80456
Okt-12
69560
2382
4,19%
4,70%
11,69%
13,68%
497045
83092
Nov-12
75805
2763
4,15%
4,33%
11,62%
13,70%
516304
86218
Des-12
78873
3455
4,45%
4,42%
11,50%
13,44%
526397
90860
Jan-13
84272
3970
4,18%
4,51%
11,50%
13,54%
506793
92672
Feb-13
88070
4595
4,20%
4,23%
11,46%
13,45%
514518
96493
Mar-13
91999
4855
4,25%
4,28%
11,45%
13,13%
529452
100793
Apr-13
95379
4958
4,16%
4,29%
11,45%
12,97%
543033
102206
Mei-13
94729
5048
4,17%
4,14%
11,47%
12,52%
558532
103489
Jun-13
81920
4623
4,60%
5,01%
11,42%
12,32%
583741
103816
Jul-13
74101
4423
4,89%
5,38%
11,68%
14,97%
583859
108932
142
Agst-13
66079
3848
5,42%
5,56%
11,65%
14,31%
579308
104724
Sep-13
64974
3610
5,70%
6,11%
11,81%
12,74%
589361
106577
Okt-13
89260
4472
5,70%
6,19%
11,95%
12,80%
589228
107500
Nov-13
89295
4467
5,96%
6,54%
12,08%
12,67%
595372
108311
Des-13
91392
4712
6,23%
6,25%
12,14%
13,51%
608822
110086
Jan-14
91447
4847
5,88%
6,48%
12,24%
12,57%
594725
108138
Feb-14
91857
5237
5,86%
6,31%
12,35%
12,64%
604802
107080
Mar-14
103510
5377
5,89%
6,62%
12,39%
14,79%
619401
108327
Apr-14
110566
5977
5,85%
6,47%
12,40%
11,91%
627522
109506
Mei-14
114342
6414
5,85%
6,57%
12,65%
13,28%
635429
63747
Jun-14
109957
6792
5,87%
6,35%
12,64%
13,48%
651280
63835
Jul-14
85272
5890
6,55%
7,30%
12,72%
12,67%
651180
62747
Agst-14
85272
6120
5,85%
6,73%
12,78%
13,22%
648640
65862
Sep-14
79175
6490
5,84%
6,36%
12,79%
13,18%
655628
53606
Okt-14
81730
6680
5,81%
6,17%
12,83%
13,49%
654520
64980
Nov-14
82605
6530
5,80%
5,19%
12,85%
13,46%
660850
59148
Des-14
88899
8130
6,12%
6,30%
12,81%
13,61%
671721
59806
Jan-15
88290
8050
5,84%
6,27%
12,78%
12,21%
653287
58142
Feb-15
87290
9040
5,65%
5,87%
12,75%
12,30%
662660
57780
Mar-15
87290
8810
6,45%
6,89%
12,84%
11,96%
684494
57203
Apr-15
77290
9130
5,74%
5,84%
12,77%
11,79%
688297
54812
Mei-15
69290
8858
5,60%
5,77%
12,73%
11,56%
694690
51602
Jun-15
64290
8458
5,67%
5,21%
12,71%
11,82%
710888
52792
Jul-15
52015
8163
5,62%
5,87%
12,67%
11,50%
708305
50073
Agst-15
55155
8585
5,74%
5,73%
12,65%
11,80%
710097
41738
Sep-15
42631
7720
8,12%
6,95%
12,60%
11,80%
715358
46425
Okt-15
39016
7330
5,87%
5,84%
12,59%
11,25%
716367
46057
Nov-15
37510
6495
5,87%
6,01%
12,56%
11,26%
721470
46798
Des-15
32300
6280
7,33%
6,73%
12,48%
11,35%
739801
50291
Jan-16
38.237
5.355
5,40%
5,13%
12,48%
11,92%
719.199
49.119
Feb-16
47.414
6.043
5,11%
5,20%
12,41%
11,86%
728.971
48.718
Mar-16
67.534
5.793
4,86%
4,82%
12,28%
11,73%
737.997
49.410
Apr-16
82.189
6.188
4,99%
4,67%
12,15%
11,70%
745.277
49.508
Mei-16
81.224
5.380
4,86%
4,93%
11,98%
10,78%
756.332
49.883
Jun-16
78.619
5.550
4,84%
5,53%
11,84%
10,60%
774.577
51.952
Jul-16
89.494
5.960
4,62%
4,82%
11,79%
10,75%
765.061
51.325
Agst-16
98.720
6.227
4,79%
4,67%
11,72%
10,91%
773.297
50.862
Sep-16
107.499
6.722
5,45%
4,66%
11,62%
10,88%
781.905
52.932
Okt-16
111.639
6.931
4,19%
4,83%
11,60%
11,51%
796.343
53.051
143
Nov-16
106.992
6.597
4,17%
4,68%
11,52%
11,31%
804.076
53.795
Des-16
94.582
6.357
4,24%
6,08%
11,38%
11,07%
802.113
54.530
Lampiran 2 Hasil Uji Stasioneritas Variabel 1.
SBI (Level)
Null Hypothesis: LN_SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.378061 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.1516
t-Statistic
Prob.*
-5.480738 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.292013 -3.525618 -2.902953 -2.588902
0.6291
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
SBI (First Difference) Null Hypothesis: D(LN_SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
2.
SBIS (Level)
Null Hypothesis: LN_SBIS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
144
SBIS (First Difference) Null Hypothesis: D(LN_SBIS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.044895 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.793573 -3.530030 -2.904848 -2.589907
0.3807
t-Statistic
Prob.*
-9.320558 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.0000
t-Statistic
Prob.*
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
3.
PUAB (Level)
Null Hypothesis: PUAB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PUAB (First Difference) Null Hypothesis: D(PUAB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
4.
PUAS (Level)
Null Hypothesis: PUAS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
145
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
-1.962056 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.3027
t-Statistic
Prob.*
-11.88829 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.0001
t-Statistic3807
Prob.*
-2.847643 -3.534868 -2.906923 -2.591006
0.0573
t-Statistic
Prob.*
-3.436565 -3.530030 -2.904848 -2.589907
0.0130
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PUAS (First Difference) Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
5.
IR (Level)
Null Hypothesis: IR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 6 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
IR (First Difference) Null Hypothesis: D(IR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
146
6.
PLS (Level)
Null Hypothesis: PLS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.056835 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.7281
t-Statistic
Prob.*
-10.02000 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.0001
t-Statistic
Prob.*
-5.137631 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.0001
t-Statistic
Prob.*
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PLS (First Difference) Null Hypothesis: D(PLS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
7.
CRD (Level)
Null Hypothesis: LN_CRD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 11 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
CRD (First Difference) Null Hypothesis: LN_CRD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 11 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
147
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
-5.137631 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.0001
t-Statistic
Prob.*
-1.265957 -3.525618 -2.902953 -2.588902
0.6410
t-Statistic
Prob.*
-9.674371 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
8.
PYD (Level)
Null Hypothesis: LN_PYD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PYD (First Difference) Null Hypothesis: D(LN_PYD) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3 Hasil Lag Optimum Model I (Konvensional) VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_CRD LN_SBI PUAB IR Exogenous variables: C Date: 04/03/17 Time: 10:47 Sample: 1 72 Included observations: 66 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2
514.5499 848.2807 867.6857
NA 616.8964 33.51759*
2.24e-12 1.48e-16 1.34e-16*
-15.47121 -25.09942 -25.20260*
-15.33850 -24.43588* -24.00824
-15.41877 -24.83722* -24.73065
148
3 4 5 6
879.6765 892.2639 899.8523 917.0837
19.25795 18.69051 10.34777 21.40870
1.54e-16 1.75e-16 2.36e-16 2.43e-16
-25.08110 -24.97770 -24.72280 -24.76011
-23.35592 -22.72169 -21.93596 -21.44245
-24.39940 -24.08624 -23.62159 -23.44915
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 4 Hasil Lag Optimum Model II (Syariah) VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS Exogenous variables: C Date: 04/03/17 Time: 10:48 Sample: 1 72 Included observations: 66 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6
414.2493 617.8562 637.5372 654.9261 665.2494 676.9231 693.6036
NA 376.3643 33.99445 27.92765* 15.32852 15.91857 20.72437
4.69e-11 1.59e-13 1.43e-13 1.39e-13* 1.70e-13 2.03e-13 2.12e-13
-12.43180 -18.11686 -18.22840 -18.27049* -18.09847 -17.96737 -17.98799
-12.29909 -17.45332* -17.03404 -16.54531 -15.84246 -15.18053 -14.67033
-12.37936 -17.85466* -17.75645 -17.58879 -17.20701 -16.86616 -16.67702
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 5 Hasil Uji Stabilitas VAR Model I (Konvensional) Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LN_CRD LN_SBI PUAB IR Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 04/03/17 Time: 10:50 Root
Modulus
149
0.979824 0.950267 - 0.015408i 0.950267 + 0.015408i 0.588261
0.979824 0.950392 0.950392 0.588261
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 6 Hasil Uji Stabilitas VAR Model II (Syariah) Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 04/03/17 Time: 10:51 Root
Modulus
0.938481 - 0.046933i 0.938481 + 0.046933i 0.809362 0.451872
0.939653 0.939653 0.809362 0.451872
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 7 Hasil Uji Kointegrasi Model I (Konvensional) Date: 04/03/17 Time: 10:51 Sample (adjusted): 3 72 Included observations: 70 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LN_CRD LN_SBI PUAB IR Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1 At most 2 At most 3
0.192368 0.150386 0.049951 0.013733
30.91844 15.96303 4.554940 0.967997
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.6709 0.7149 0.8541 0.3252
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
150
Lampiran 8 Hasil Uji Kointegrasi Model II (Syariah) Date: 04/03/17 Time: 10:52 Sample (adjusted): 3 72 Included observations: 70 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1 At most 2 At most 3
0.220437 0.175282 0.139356 0.027257
43.36117 25.92968 12.43969 1.934485
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.1240 0.1308 0.1370 0.1643
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 9 Hasil Uji Kausalitas Grenger Model I (Konvensional) Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/03/17 Time: 10:54 Sample: 1 72 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
LN_SBI does not Granger Cause LN_CRD LN_CRD does not Granger Cause LN_SBI
71
0.31077 0.01158
0.5790 0.9146
PUAB does not Granger Cause LN_CRD LN_CRD does not Granger Cause PUAB
71
0.60083 0.31774
0.4410 0.5748
IR does not Granger Cause LN_CRD LN_CRD does not Granger Cause IR
71
0.07690 0.16786
0.7824 0.6833
PUAB does not Granger Cause LN_SBI LN_SBI does not Granger Cause PUAB
71
0.00109 0.00703
0.9738 0.9334
IR does not Granger Cause LN_SBI LN_SBI does not Granger Cause IR
71
0.89291 0.02022
0.3480 0.8874
IR does not Granger Cause PUAB PUAB does not Granger Cause IR
71
3.47100 6.30318
0.0668 0.0144
151
Lampiran 10 Hasil Uji Kausalitas Grenger Model II (Syariah) Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/03/17 Time: 10:56 Sample: 1 72 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
LN_SBIS does not Granger Cause LN_PYD LN_PYD does not Granger Cause LN_SBIS
71
6.94700 0.81785
0.0104 0.3690
PUAS does not Granger Cause LN_PYD LN_PYD does not Granger Cause PUAS
71
4.33390 0.03208
0.0411 0.8584
PLS does not Granger Cause LN_PYD LN_PYD does not Granger Cause PLS
71
4.73267 2.26123
0.0331 0.1373
PUAS does not Granger Cause LN_SBIS LN_SBIS does not Granger Cause PUAS
71
0.11729 2.05264
0.7330 0.1565
PLS does not Granger Cause LN_SBIS LN_SBIS does not Granger Cause PLS
71
1.61340 6.61003
0.2083 0.0123
PLS does not Granger Cause PUAS PUAS does not Granger Cause PLS
71
0.07522 0.00836
0.7847 0.9274
Lampiran 11 Hasil Estimasi VAR Model I (Konvensional) Vector Autoregression Estimates Date: 04/03/17 Time: 10:58 Sample (adjusted): 2 72 Included observations: 71 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] LN_CRD
LN_SBI
PUAB
IR
LN_CRD(-1)
0.983730 (0.01651) [ 59.5817]
0.001105 (0.08550) [ 0.01293]
0.002780 (0.00421) [ 0.66098]
0.000148 (0.00104) [ 0.14263]
LN_SBI(-1)
0.007196 (0.00874) [ 0.82352]
0.923561 (0.04525) [ 20.4084]
0.002066 (0.00223) [ 0.92801]
-0.000183 (0.00055) [-0.33281]
PUAB(-1)
-0.504866 (0.37407)
1.638367 (1.93713)
0.676335 (0.09528)
0.059102 (0.02358)
152
[-1.34966]
[ 0.84577]
[ 7.09809]
[ 2.50600]
IR(-1)
0.848958 (0.78134) [ 1.08655]
-5.099626 (4.04619) [-1.26035]
0.374056 (0.19903) [ 1.87944]
0.884994 (0.04926) [ 17.9653]
C
0.068612 (0.30054) [ 0.22830]
1.379602 (1.55636) [ 0.88643]
-0.089039 (0.07655) [-1.16308]
0.010812 (0.01895) [ 0.57060]
0.990474 0.989897 0.030732 0.021579 1715.685 174.2072 -4.766401 -4.607057 13.27925 0.214686
0.925480 0.920963 0.824158 0.111746 204.9166 57.44596 -1.477351 -1.318007 11.39829 0.397484
0.664375 0.644034 0.001994 0.005497 32.66196 271.3050 -7.501549 -7.342205 0.052408 0.009213
0.917496 0.912496 0.000122 0.001360 183.4912 370.4419 -10.29414 -10.13480 0.121173 0.004599
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
2.42E-16 1.81E-16 883.8269 -24.33315 -23.69578
Lampiran 12 Hasil Estimasi VAR Model II (Syariah) Vector Autoregression Estimates Date: 04/03/17 Time: 10:59 Sample (adjusted): 2 72 Included observations: 71 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] LN_PYD
LN_SBIS
PUAS
PLS
LN_PYD(-1)
0.902151 (0.03785) [ 23.8332]
0.088376 (0.05859) [ 1.50827]
0.001032 (0.00257) [ 0.40208]
0.004515 (0.00302) [ 1.49483]
LN_SBIS(-1)
-0.027638 (0.03350) [-0.82490]
0.900927 (0.05186) [ 17.3710]
0.003955 (0.00227) [ 1.74151]
-0.007366 (0.00267) [-2.75568]
PUAS(-1)
-2.014313 (1.17630) [-1.71241]
1.630248 (1.82086) [ 0.89532]
0.746833 (0.07974) [ 9.36575]
0.116181 (0.09385) [ 1.23792]
PLS(-1)
1.530465 (1.25888) [ 1.21573]
-3.596708 (1.94870) [-1.84570]
0.070122 (0.08534) [ 0.82169]
0.588285 (0.10044) [ 5.85702]
153
C
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
1.235800 (0.54268) [ 2.27724]
0.238289 (0.84004) [ 0.28366]
-0.040181 (0.03679) [-1.09225]
0.058375 (0.04330) [ 1.34823]
0.928670 0.924347 0.413922 0.079193 214.8196 81.89425 -2.166035 -2.006692 11.12907 0.287922
0.919887 0.915032 0.991830 0.122588 189.4600 50.87173 -1.292162 -1.132818 8.467247 0.420551
0.655943 0.635091 0.001902 0.005368 31.45713 272.9800 -7.548731 -7.389387 0.054499 0.008887
0.711099 0.693589 0.002635 0.006318 40.61292 261.4113 -7.222855 -7.063511 0.128444 0.011415
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1.06E-13 7.94E-14 667.8480 -18.24924 -17.61186
Lampiran 13 Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model I (Konvensional) Period
LN_CRD
LN_SBI
PUAB
IR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
0.021579 0.020347 0.019492 0.018862 0.018367 0.017953 0.017591 0.017260 0.016952 0.016658 0.016374 0.016099 0.015831 0.015569 0.015312 0.015060 0.014812 0.014568 0.014329 0.014093 0.013861 0.013632 0.013407 0.013186 0.012967 0.012752
0.000000 0.001310 0.002165 0.002745 0.003158 0.003466 0.003708 0.003905 0.004070 0.004213 0.004338 0.004447 0.004544 0.004629 0.004704 0.004770 0.004826 0.004875 0.004915 0.004948 0.004975 0.004994 0.005008 0.005016 0.005019 0.005017
0.000000 -0.002486 -0.003812 -0.004467 -0.004737 -0.004789 -0.004721 -0.004591 -0.004432 -0.004261 -0.004090 -0.003925 -0.003769 -0.003622 -0.003486 -0.003360 -0.003243 -0.003136 -0.003037 -0.002946 -0.002863 -0.002786 -0.002715 -0.002650 -0.002591 -0.002536
0.000000 0.001059 0.001698 0.002085 0.002318 0.002458 0.002539 0.002581 0.002599 0.002599 0.002586 0.002563 0.002534 0.002498 0.002458 0.002413 0.002365 0.002314 0.002261 0.002206 0.002149 0.002091 0.002032 0.001973 0.001913 0.001852
154
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
0.012540 0.012331 0.012126 0.011923 0.011722 0.011525 0.011331 0.011139 0.010950 0.010763 0.010580 0.010399 0.010220 0.010044 0.009870 0.009699 0.009531 0.009364 0.009200 0.009039 0.008880 0.008723 0.008569 0.008416 0.008266 0.008119 0.007973 0.007830 0.007689 0.007550 0.007413 0.007279 0.007146 0.007015 0.006887 0.006761 0.006636 0.006514 0.006393 0.006275 0.006158 0.006043 0.005931 0.005820 0.005711 0.005603
0.005009 0.004998 0.004982 0.004963 0.004939 0.004913 0.004883 0.004851 0.004816 0.004778 0.004738 0.004696 0.004653 0.004607 0.004560 0.004511 0.004461 0.004410 0.004358 0.004305 0.004251 0.004197 0.004142 0.004086 0.004030 0.003974 0.003918 0.003861 0.003804 0.003747 0.003691 0.003634 0.003577 0.003521 0.003465 0.003409 0.003353 0.003298 0.003243 0.003189 0.003135 0.003081 0.003028 0.002976 0.002924 0.002873
-0.002485 -0.002438 -0.002395 -0.002355 -0.002318 -0.002283 -0.002251 -0.002221 -0.002192 -0.002166 -0.002141 -0.002117 -0.002094 -0.002072 -0.002052 -0.002031 -0.002012 -0.001993 -0.001975 -0.001957 -0.001939 -0.001922 -0.001905 -0.001887 -0.001871 -0.001854 -0.001837 -0.001820 -0.001803 -0.001787 -0.001770 -0.001753 -0.001736 -0.001719 -0.001702 -0.001684 -0.001667 -0.001650 -0.001632 -0.001615 -0.001597 -0.001579 -0.001561 -0.001543 -0.001525 -0.001507
0.001792 0.001732 0.001672 0.001613 0.001555 0.001497 0.001440 0.001384 0.001329 0.001274 0.001222 0.001170 0.001119 0.001070 0.001022 0.000975 0.000930 0.000885 0.000843 0.000801 0.000761 0.000722 0.000684 0.000648 0.000613 0.000579 0.000547 0.000515 0.000485 0.000456 0.000428 0.000401 0.000376 0.000351 0.000327 0.000305 0.000283 0.000262 0.000243 0.000224 0.000206 0.000189 0.000172 0.000157 0.000142 0.000128
Lampiran 14 Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model II (Syariah) Period
LN_PYD
LN_SBIS
PUAS
155
PLS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
0.079193 0.069736 0.061977 0.055135 0.048874 0.043055 0.037619 0.032544 0.027820 0.023438 0.019393 0.015674 0.012272 0.009174 0.006368 0.003838 0.001571 -0.000450 -0.002238 -0.003809 -0.005178 -0.006360 -0.007368 -0.008217 -0.008919 -0.009488 -0.009934 -0.010269 -0.010505 -0.010651 -0.010717 -0.010711 -0.010642 -0.010518 -0.010345 -0.010131 -0.009882 -0.009603 -0.009299 -0.008975 -0.008635 -0.008283 -0.007923 -0.007558 -0.007190 -0.006823 -0.006457 -0.006096 -0.005740 -0.005392 -0.005052 -0.004722 -0.004402 -0.004093 -0.003796 -0.003511 -0.003238
0.000000 -0.003763 -0.008978 -0.014522 -0.019884 -0.024835 -0.029278 -0.033181 -0.036543 -0.039381 -0.041721 -0.043592 -0.045027 -0.046060 -0.046726 -0.047057 -0.047086 -0.046845 -0.046364 -0.045671 -0.044795 -0.043759 -0.042588 -0.041303 -0.039925 -0.038471 -0.036960 -0.035406 -0.033824 -0.032225 -0.030622 -0.029024 -0.027439 -0.025877 -0.024342 -0.022842 -0.021381 -0.019964 -0.018592 -0.017271 -0.016000 -0.014783 -0.013619 -0.012511 -0.011457 -0.010458 -0.009513 -0.008622 -0.007784 -0.006997 -0.006261 -0.005573 -0.004932 -0.004337 -0.003786 -0.003276 -0.002807
0.000000 -0.010744 -0.017011 -0.020691 -0.022760 -0.023759 -0.024013 -0.023733 -0.023067 -0.022125 -0.020988 -0.019720 -0.018372 -0.016982 -0.015580 -0.014190 -0.012831 -0.011516 -0.010255 -0.009055 -0.007920 -0.006855 -0.005860 -0.004936 -0.004081 -0.003295 -0.002576 -0.001921 -0.001327 -0.000792 -0.000312 0.000116 0.000494 0.000826 0.001116 0.001366 0.001579 0.001758 0.001907 0.002026 0.002120 0.002191 0.002240 0.002271 0.002284 0.002282 0.002267 0.002240 0.002203 0.002157 0.002103 0.002044 0.001979 0.001909 0.001837 0.001762 0.001685
156
0.000000 0.009615 0.014068 0.016280 0.017530 0.018362 0.018997 0.019520 0.019955 0.020307 0.020572 0.020748 0.020833 0.020827 0.020732 0.020554 0.020297 0.019968 0.019573 0.019120 0.018616 0.018067 0.017481 0.016864 0.016223 0.015564 0.014891 0.014210 0.013526 0.012842 0.012162 0.011491 0.010830 0.010182 0.009549 0.008934 0.008338 0.007762 0.007207 0.006674 0.006163 0.005676 0.005212 0.004770 0.004353 0.003958 0.003585 0.003235 0.002906 0.002599 0.002312 0.002044 0.001796 0.001566 0.001354 0.001158 0.000978
58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
-0.002978 -0.002730 -0.002495 -0.002273 -0.002063 -0.001865 -0.001680 -0.001506 -0.001343 -0.001191 -0.001050 -0.000919 -0.000798 -0.000687 -0.000584
-0.002375 -0.001980 -0.001619 -0.001291 -0.000994 -0.000725 -0.000483 -0.000267 -7.48E-05 9.55E-05 0.000245 0.000376 0.000490 0.000587 0.000669
0.001607 0.001529 0.001451 0.001373 0.001296 0.001220 0.001146 0.001074 0.001003 0.000935 0.000870 0.000806 0.000746 0.000688 0.000632
0.000814 0.000664 0.000527 0.000404 0.000292 0.000192 0.000102 2.23E-05 -4.83E-05 -0.000110 -0.000164 -0.000211 -0.000251 -0.000285 -0.000313
Lampiran 15 Hasil Uji Variance Decomposition Penyumbang Kredit UMKM Model I (Konvensional) Period
S.E.
LN_CRD
LN_SBI
PUAB
IR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0.021579 0.029811 0.035927 0.040967 0.045315 0.049160 0.052618 0.055764 0.058651 0.061319 0.063800 0.066116 0.068288 0.070331 0.072258 0.074080 0.075806 0.077445 0.079004 0.080488 0.081902 0.083252 0.084541 0.085774 0.086953 0.088082 0.089164 0.090201 0.091195 0.092150
100.0000 98.98529 97.58900 96.24899 95.09427 94.13572 93.34670 92.69365 92.14636 91.68047 91.27723 90.92247 90.60563 90.31878 90.05601 89.81285 89.58593 89.37266 89.17105 88.97956 88.79697 88.62232 88.45484 88.29390 88.13900 87.98970 87.84564 87.70653 87.57211 87.44213
0.000000 0.193104 0.495938 0.830276 1.164129 1.486209 1.793802 2.087435 2.368634 2.639031 2.900052 3.152835 3.398254 3.636957 3.869414 4.095965 4.316853 4.532248 4.742275 4.947023 5.146560 5.340941 5.530213 5.714422 5.893612 6.067829 6.237124 6.401549 6.561164 6.716031
0.000000 0.695319 1.604677 2.423069 3.073100 3.560065 3.912694 4.161637 4.332933 4.446923 4.518936 4.560333 4.579490 4.582572 4.574135 4.557549 4.535322 4.509323 4.480948 4.451245 4.420994 4.390779 4.361033 4.332072 4.304127 4.277359 4.251879 4.227758 4.205033 4.183723
0.000000 0.126287 0.310387 0.497664 0.668503 0.818001 0.946801 1.057280 1.152074 1.233572 1.303785 1.364358 1.416630 1.461693 1.500445 1.533635 1.561896 1.585769 1.605723 1.622170 1.635473 1.645956 1.653911 1.659601 1.663264 1.665116 1.665355 1.664161 1.661697 1.658115
157
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
0.093065 0.093944 0.094789 0.095600 0.096380 0.097129 0.097849 0.098542 0.099208 0.099849 0.100465 0.101058 0.101629 0.102178 0.102706 0.103215 0.103704 0.104175 0.104629 0.105065 0.105485 0.105889 0.106279 0.106653 0.107014 0.107361 0.107696 0.108018 0.108327 0.108626 0.108913 0.109189 0.109455 0.109711 0.109957 0.110194 0.110422 0.110642 0.110853 0.111057 0.111252 0.111441
87.31641 87.19476 87.07701 86.96302 86.85265 86.74578 86.64228 86.54203 86.44495 86.35092 86.25985 86.17164 86.08621 86.00348 85.92335 85.84577 85.77063 85.69789 85.62745 85.55926 85.49325 85.42935 85.36750 85.30764 85.24971 85.19366 85.13942 85.08695 85.03618 84.98708 84.93959 84.89366 84.84925 84.80631 84.76479 84.72466 84.68587 84.64838 84.61215 84.57714 84.54332 84.51064
6.866217 7.011796 7.152842 7.289435 7.421658 7.549597 7.673341 7.792979 7.908605 8.020313 8.128197 8.232352 8.332876 8.429863 8.523411 8.613615 8.700569 8.784370 8.865109 8.942880 9.017774 9.089880 9.159287 9.226082 9.290349 9.352173 9.411634 9.468813 9.523788 9.576634 9.627427 9.676238 9.723137 9.768194 9.811474 9.853042 9.892961 9.931292 9.968094 10.00342 10.03734 10.06989
4.163823 4.145318 4.128181 4.112378 4.097868 4.084606 4.072545 4.061635 4.051827 4.043068 4.035309 4.028499 4.022587 4.017526 4.013266 4.009763 4.006971 4.004845 4.003345 4.002429 4.002059 4.002196 4.002805 4.003851 4.005301 4.007124 4.009289 4.011768 4.014534 4.017561 4.020824 4.024300 4.027966 4.031803 4.035789 4.039908 4.044140 4.048471 4.052884 4.057364 4.061900 4.066476
1.653551 1.648130 1.641967 1.635166 1.627821 1.620020 1.611839 1.603351 1.594619 1.585701 1.576649 1.567510 1.558327 1.549135 1.539969 1.530857 1.521827 1.512899 1.504094 1.495429 1.486918 1.478574 1.470407 1.462426 1.454637 1.447046 1.439657 1.432472 1.425494 1.418723 1.412158 1.405800 1.399646 1.393696 1.387945 1.382391 1.377030 1.371860 1.366875 1.362072 1.357447 1.352994
Lampiran 16 Hasil Uji Variance Decomposition Penyumbang Pembiayaan UMKM Model II (Syariah) Period
S.E.
LN_PYD
LN_SBIS
PUAS
PLS
1 2 3
0.079193 0.106568 0.125562
100.0000 98.04487 94.98961
0.000000 0.124708 0.601039
0.000000 1.016359 2.567664
0.000000 0.814063 1.841688
158
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.140391 0.152706 0.163375 0.172920 0.181674 0.189856 0.197604 0.205007 0.212116 0.218958 0.225545 0.231877 0.237949 0.243754 0.249283 0.254528 0.259485 0.264150 0.268522 0.272602 0.276395 0.279906 0.283144 0.286119 0.288840 0.291320 0.293573 0.295611 0.297447 0.299096 0.300571 0.301886 0.303053 0.304085 0.304995 0.305794 0.306492 0.307100 0.307627 0.308083 0.308474 0.308810 0.309096 0.309339 0.309544 0.309717 0.309861 0.309981 0.310081 0.310163 0.310230 0.310284 0.310329 0.310365 0.310393 0.310416 0.310434
91.40526 87.50072 83.39099 79.17183 74.93421 70.76227 66.72869 62.89145 59.29259 55.95887 52.90361 50.12913 47.62930 45.39199 43.40111 41.63830 40.08420 38.71939 37.52499 36.48312 35.57712 34.79165 34.11274 33.52777 33.02537 32.59539 32.22876 31.91740 31.65415 31.43267 31.24735 31.09323 30.96594 30.86163 30.77693 30.70888 30.65488 30.61268 30.58033 30.55611 30.53858 30.52646 30.51870 30.51437 30.51271 30.51307 30.51493 30.51783 30.52144 30.52545 30.52964 30.53384 30.53792 30.54178 30.54536 30.54861 30.55151
1.550729 3.006267 4.937320 7.274137 9.925675 12.79343 15.78160 18.80403 21.78814 24.67655 27.42680 30.00998 32.40873 34.61499 36.62786 38.45170 40.09452 41.56667 42.87989 44.04654 45.07905 45.98962 46.78990 47.49087 48.10281 48.63517 49.09665 49.49518 49.83799 50.13161 50.38193 50.59428 50.77342 50.92364 51.04875 51.15217 51.23692 51.30570 51.36088 51.40455 51.43854 51.46447 51.48371 51.49749 51.50683 51.51263 51.51564 51.51650 51.51574 51.51380 51.51104 51.50777 51.50420 51.50053 51.49689 51.49340 51.49012
159
4.226063 5.793401 7.176338 8.334310 9.256932 9.952524 10.44098 10.74868 10.90463 10.93777 10.87514 10.74076 10.55522 10.33558 10.09561 9.846078 9.595250 9.349249 9.112472 8.887934 8.677570 8.482478 8.303124 8.139504 7.991272 7.857837 7.738447 7.632241 7.538302 7.455683 7.383438 7.320638 7.266387 7.219826 7.180144 7.146583 7.118434 7.095044 7.075813 7.060193 7.047689 7.037851 7.030279 7.024614 7.020540 7.017779 7.016086 7.015251 7.015093 7.015454 7.016206 7.017237 7.018456 7.019790 7.021177 7.022572 7.023937
2.817951 3.699609 4.495354 5.219721 5.883181 6.491782 7.048725 7.555849 8.014647 8.426811 8.794455 9.120132 9.406749 9.657437 9.875424 10.06392 10.22603 10.36469 10.48265 10.58241 10.66626 10.73625 10.79424 10.84185 10.88055 10.91160 10.93615 10.95518 10.96956 10.98004 10.98728 10.99185 10.99425 10.99490 10.99418 10.99237 10.98977 10.98657 10.98298 10.97915 10.97519 10.97122 10.96731 10.96353 10.95992 10.95652 10.95335 10.95042 10.94773 10.94530 10.94311 10.94116 10.93942 10.93790 10.93657 10.93542 10.93444
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
0.310448 0.310460 0.310469 0.310476 0.310481 0.310486 0.310489 0.310493 0.310495 0.310498 0.310500 0.310502
30.55405 30.55625 30.55810 30.55964 30.56089 30.56186 30.56260 30.56313 30.56347 30.56366 30.56371 30.56366
51.48710 51.48438 51.48197 51.47988 51.47809 51.47659 51.47536 51.47439 51.47363 51.47308 51.47271 51.47249
160
7.025245 7.026476 7.027618 7.028661 7.029602 7.030441 7.031179 7.031822 7.032373 7.032841 7.033232 7.033553
10.93360 10.93289 10.93231 10.93182 10.93142 10.93111 10.93086 10.93066 10.93052 10.93042 10.93035 10.93030