ANALISIS PERBANDINGAN PEMBIAYAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN MUSYARAKAH BANK SYARIAH UNTUK BERBAGAI SEKTOR USAHA Maulida Luthfiyah, Naning Aranti Wessiani, Ahmad Rusdiansyah Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Abstrak Perbankan syariah merupakan salah satu alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank. Jumlah aset perbankan syariah di Indonesia dari tahun per tahun mengalami peningkatan. Sistem operasi bank syariah menggunakan sistem bagi hasil, sedangkan bank konvensional menggunakan sistem bunga. Sistem tersebut akan berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh bank dan nasabah. Produk pembiayaan musyarakah merupakan produk pembiayaan antar satu orang atau lebih yang menggunakan akad bagi hasil. Jika nasabah mengalami kerugian, maka pokok pembiayaan tidak perlu dilunasi. Jika di bank konvensional, bagaimanapun keadaan usaha yang dibiayai, perusahaan wajib melunasi pokok dan bunga yang dibebankan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem dinamik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bank syariah, keuntungan yang diperoleh bergerak secara dinamis dari waktu ke waktu sesuai dengan laba kotor yang dimiliki nasabah dan memiliki tren yang menurun. Sedangkan untuk sistem bunga bank konvensional, pola keuntungan menurun secara linier. Nisbah bagi hasil bank syariah yang ekuivalen dengan bank konvensional akan semakin tinggi jika tingkat risiko kegagalan usaha semakin tinggi. Kata kunci: Perbankan, Syariah, Musyarakah, Risiko, Nisbah
ABSTRACT Islamic banking is one of the mutually beneficial banking system alternatives for people and bank itself. There are the increasing number of islamic banks for every year. The conventional banking operation uses profit sharing system, whereas islamic banking uses interest acquired system. The banking system choosen will affect to the profit gained by the bank and the people included. Musyarakah financing product is the financing system between one or more uses profit sharing akad (agreement). In islamic banking system, if the creditur has a financial loss, the creditur has no duties to pay the principal debt. On the other hand, conventional banking system obligate to every creditur for paying the principal debt and interest borne, even in the financial losses condition. This research use system dynamic method. The result conclude that the pattern of profit sharing system for all sector is dynamic with decreasing trend. On the other hand, the conventional system of bank interest, profits declined in a linear pattern. Profit sharing ratio of Islamic banks are equivalent to conventional banks will be higher if the level of higher risk of business failure. Keywords: Banking, Shariah, Musyarakah, Risk, Profit-Loss Sharing
1
Pendahuluan Perbankan syariah merupakan alternatif sistem perbankan yang slaing menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan (BI,2010). Meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrument keuangan syariah akan merekatkan hubungan antar sektor keuangan dengan sektor rii, oleh karena itu sistem
perbankan syariah akan mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Bank Syariah di Indonesia sudah cukup banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun, hingga Tahun 2011, aset bank syariah hanya 3,5% dari aset bank konvensional(BI,2011c). Selain aset, jumlah pembiayaan dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga masih berbeda jauh dengan bank konvensional. Pada bank konvensional, keuntungan bank didapatkan dari sistem bunga yang dibebankan kepada pemilik usaha yang meminjam uang pada bank. Sedangkan bank
syariah memperoleh keuntungan dari sistem bagi hasil untuk ketika bank memberikan pembiayaan. Perbedaan selanjutnya adalah asumsi keuntungan usaha. Pada sistem bunga, bank konvensional mengasumsikan bahwa usaha yang dibiayai oleh bank selalu mendapatkan keuntungan. Berbeda dengan sistem bagi hasil, bank syariah masih mempertimbangkan keuntungan dan kerugian usaha. Oleh karena itu, bank syariah tidak menggunakan agunan dalam penyaluran pembiayaannya. Namun, berdasar pengamatan, Bank Syariah di Indonesia masih menggunakan agunan. Hal ini dikarenakan peraturan Bank Sentral yang mewajibkan seluruh pembiayaan yang dilakukan oleh bank wajib menggunakan agunan. Penelitian mengenai bank syariah, khususnya simulasi mengenai perbankan syariah yang telah dilakukan adalah penelitian mengenai perbandingan keuntungan antara bank konvensional dan bank syariah baik untuk nasabah maupun untuk bank dalam produk pembiayaan mudharabah (Wardhani, 2011). Produk mudharabah merupakan produk pembiayaan, dimana bank sebagai shahibul maal atau pemberi modal memberikan 100% modal kepada usaha nasabah. Produk pembiayaan mudharabah pada beberapa bank syariah digunakan hanya untuk pembiayaan investasi untuk koperasi saja, bahkan ada pula beberapa bank yang tidak menggunakan produk pembiayaan ini. Selain itu terdapat pula penelitian mengenai produk musyarakah jika dibandingkan dengan produk murabahah dan ishtishna dengan menggunakan sistem dinamik oleh Fajarningtyas (2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa produk musyarakah juga termasuk salah satu produk yang berpotensi untuk pembiayaan sektor usaha peternakan dan pertanian. Saat ini, musyarakah merupakan produk produk pembiayaan yang sedang berkembang (Ascarya, 2011). Produk ini dilandaskan adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama (PKES, 2008). Dalam artian, pihak bank tidak memberikan modal 100% kepada nasabah, tetapi komposisi modal usaha tersebut bebas ditentukan oleh pemilik usaha. Berdasar perkembangan penelitian mengenai perbankan syariah yang ada, belum ada penelitian yang dapat mendefinisikan persentase bagi hasil (nisbah) yang setara
dengan keuntungan bank konvensional. Persentase tersebut akan mendefinisikan keuntungan yang setara antara bank konvensional dan bank syariah dengan mempertimbangkan perbedaan karakteristik antar keduanya.
MITRA USAHA
AKAD MUSYARAKAH
MITRA USAHA
MODAL DAN SKILL
MODAL DAN SKILL
KEGIATAN USAHA
Bagian Keuntungan X
KEUNTUNGAN
Bagian Keuntungan Y
MODAL
Gambar 1 Gambaran Musyarakah
Sektor usaha yang telah diteliti adalah koperasi, pertanian, dan peternakan. Penelitian untuk sektor lain belum dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis mengenai persentase ekuivalen antara pembiayaan musyarakah bank syariah dengan pembiayaan bank konvensional dengan mempertimbangkan risiko gagal usaha yang dibiayai untuk berbagai sektor usaha. Penelitian ini menggunakan beberapa batasan dan asumsi, diantaranya adalah belum mempertimbangkan inflasi, biaya operasional bank, dan perkembangan sektor usaha secara makro. Selain itu, bunga bank yang digunakan adalah suku bunga kredit menurut jumah pembiayaan yang diberikan. Oleh karena itu, keuntungan yang ada adalah keuntungan kotor bank. 2
Metodologi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem bagi hasil yang dijalankan pada objek penelitian, sistem bunga bank konvensional, perbedaan bunga dan bagi hasil, serta perbedaan antara kedua bank. Berdasar sistem bagi hasil yang telah diketahui, diidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap sistem tersebut. Setelah mengetahui variabel-variabel yang ada, harus diketahui pula pola hubungan dari masingmasing variabel yang ditemukan. Data yang diidentifikasi termasuk pula bunga yang
2
dibebankan pada nasabah yang menerima pembiayaan dan melakukan perbandingan terhadap bank syariah. Pada bank syariah, diidentifikasi pula mengenai sektor yang dibiayai oleh produk musyarakah dan diteliti mengenai karakter dari masing-masing sektor usaha. Karaktersitik tersebut meliputi nisbah yang ditetapkan pada setiap sektor, rentang jumlah pembiayaan yang diberikan, rata-rata laba kotor yang dimiliki oleh nasabah, serta jangka waktu pembiayaan untuk setiap sektor usaha. Untuk mengetahui karakteristik tersebut lebih jelas, diperlukan studi kasus pembiayaan musyarakah pada masing-masing sektor usaha. Pada tahap ini, dilakukan penyusunan model sistem bagi hasil produk pembiayaan musyarakah dan sistem bunga dengan menggunakan sistem dinamik. Sistem bunga dan bagi hasil tersebut akan mengarahkan pada keuntungan yang diterima oleh pihak bank dan nasabah. Model konseptual yang dimaksud berupa causal loop atau hubungan sebab akibat yang akan menggambarkan aliran sistem bagi hasil serta hubungan variabel-variabel yang berpengaruh dalam sistem bagi hasil pembiayaan musyarakah. Setelah selesai memodelkan sistem dalam causal loop, selanjutnya model konseptual yang berupa causal loop akan diterjemahkan di dalam permodelan software STELLA. Tahap selanjutnya adalah tahap simulasi. Tahap ini terdiri dari formulasi model, simulasi model itu sendiri, validasi dan verifikasi, dan simulasi skenario kebijakan. Pada tahap formulasi model, merancang dan memasukkan formulasi yang mendukung model sistem bagi hasil pembiayaan musyarakah agar representatif terhadap sistem riil nya. Setelah itu, dilakukan running simulasi terhadap model tersebut sehingga didapatkan hasil simulasi berupa grafik ataupun tabel. Sebelum penyusunan skenario kebijakan, perlu dilakukan verifikasi model dengan cara check units pada software STELLA. Setelah model dikatakan verified, selanjutnya dilakukan validasi model dengan cara menguji hasil simulasi dengan menggunakan uji hipotesis dan wawancara dengan pihak expert. Perubahan kondisi pada model dilakukan dengan membuat skenario kebijakan baru atau mengubah nilai parameter variabel pada model sistem. Parameter yang diubah-ubah pada penelitian ini adalah waktu gagal dan nisbah bagi hasil. Waktu gagal tersebut merepresentasikan tingkat kegagalan
pada pembiayaan untuk setiap sektor yang dibiayai. Sedangkan perubahan pada nisbah digunakan untuk uji pada tingkat nisbah berapa, keuntungan nasabah pada bank konvensional sama dengan keuntungan bank syariah. Perubahan tersebut digunakan untuk menemukan persentase nisbah bagi hasil yang ekuivalen dengan keuntungan yang diterima oleh nasabah bank konvensional. 3
Perhitungan Bunga Bank Konvensional Secara umum, dalam kredit bank konvensional terdapat dua macam metode pembayaran. Metode tersebut yaitu dengan perhitungan bunga efektif dan perhitungan bunga flat (BI, 2011a). Metode perhitungan bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga efektif, dimana metode ini menghitung bunga yang harus dibayar setiap bulan sesuai dengan saldo pokok pinjaman buan sebelumnya. Fomulasi yang digunakan pada metode ini adalah formulasi 2.2. Bunga = SP x i x (30/360) .......... (2.2) SP = Saldo pokok pinjaman sebelumnya i = Suku bunga per tahun 30 = Jumlah hari per bulan 360 = Jumlah hari dalam 1 tahun
bulan
Bunga efektif bulan 1 = Rp 24.000.000 x 10% x (30/360) = Rp 200.000 Angsuran pada bulan 1 = Rp 1.000.000 + Rp 200.000 = Rp 1.200.000 Bunga efektif bulan 2 = (Rp 24.000.000-Rp 1.000.000) x 10% x (30/360) = Rp 191.666,67 Angsuran bulan pada bulan 2 = Rp 1.000.000 + Rp. 191.666,67 = Rp 1.191.666,67 Angsuran bulan kedua lebih kecil dari angsuran bulan pertama. Demikian pula untuk bulan-bulan selanjutnya, besar angsuran akan semakin menurun dari waktu ke waktu.
3
4
Perhitungan Nisbah Bagi Hasil Bagi hasil dalam perbankan islam diberikan pada produk-produk baik tabungan dan deposito bagi hasil maupun pembiayaan. Komposisi pembiayaan yang dimiliki oleh nasabah produk musyarakah tidak terbatas, bisa kombinasi antara bank dan nasabah atau kombinasi antara beberapa bank, lembaga keuangan, dan nasabah. Nasabah pengguna produk bagi hasil diwajibkan untuk membayar bagi hasil pada bank syariah setiap bulannya. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka nasabah harus melaporkan laporan keuangan (financial statement) pada bank syariah setiap bulannya. Perhitungan bagi hasil pada setiap bank syariah memiliki kebijakan masing-masing. Perhitungan bagi hasil Bank BNI Syariah untuk pembiayaan musyarakah ditunjukkan pada persamaan 2. Bagi Hasil = Nisbah x Laba Usaha x
Sisa Pokok
Total Pembiayaan ....................2
Perhitungan tersebut digunakan pula untuk bagi hasil produk deposito tabungan dan deposito mudharabah. Laba kotor tersebut disebut sebagai pendapatan dikurangi dengan harga pokok produksi dan belum dikurangi biaya administrasi dan umum. Sisa pokok pada bulan pertama masih dianggap utuh, pembayaran pokok pada bulan pertama diakumulasikan pada bulan kedua, pembayaran pokok pada bulan kedua diakumulasikan pada bulan ketiga, begitu pula dengan bulan-bulan selanjutnya. Sebagai contoh, Bank BNI Syariah memberi pembiayaan kepada BMT (Koperasi) Nurul Fikri sebesar Rp. 1.000.000.000 selama 36 bulan atau 3 tahun. Nisbah yang disepakati pada awal pembiayaan 80:20, dalam artian 80% untuk bank dan 20% untuk BMT. Pokok dibayarkan pada Bank BNI setiap bulan dengan jumlah pokok yang sama. Laba bulan pertama diperoleh BMT sebesar Rp.55.000.000. Maka bagi hasil yang diberikan pada Bank BNI adalah Rp.44.000.000. Nilai tersebut diperoleh dari perhitungan berikut. Diketahui : Nisbah Bank Pendapatan Sisa Pokok Jumlah Pembiayaan
Maka, bagi hasil yang harus dibayarkan pada bank oleh BMT adalah Rp. 44.000.000. Bagi Hasil = 0.8 x Rp.55.000.000 x Rp.1.000.000.000 Rp.1.000.000.000 = Rp. 44.000.000
Maka setelah diketahui bagi hasil yang harus dibayarkan pada bank, keuntungan nasabah dapat diketahui dengan mengurangkan pendapatan kotor dengan bagi hasil. Keuntungan nasabah adalah Rp. 11.000.000. Keuntungan BMT
= =
Rp. 55.000.00– Rp. 44.000.000 Rp. 11.000.000
Keuntungan BMT akan menjadi lebih banyak ketika sisa pokok lebih sedikit. Bagi hasil yang diperoleh bank dianggap sebagai keuntungan kotor bank. Selanjutnya laba kotor tersebut dijadikan sebagai laba ditahan yang akan digunakan untuk tambahan investasi pihak bank dan pembayaran biaya-biaya seperti biaya tenaga kerja dan biaya operasional bank. 5
Pemodelan Sistem Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pemodelan sistem yang dirancang. Pemodelan sistem tersebut meliputi penghimpunan dana musyarakah, perputaran modal musyarakah, dan keuntungan dari masing-masing bank. 5.1 Model Konseptual Penyusunan diagram causal loop ini didasarkan pada pembuatan model sistem secara umum. Informasi sistem yang akan dimodelkan didapatkan dari artikel dan jurnal terkait serta hasil wawancara secara langsung oleh bank terkait. Gambar 2 merupakan causal loop diagram yang digambarkan dan menjadi dasar pada penyusunan diagram stock flow.
= 0.8 = Rp. 55.000.000 = Rp.1.000.000 = Rp.1.000.000 Gambar 2 Causal Loop Diagram
4
5.2
Stock and Flow Diagram Diagram stock flow merupakan suatu model simulasi dalam software. Pembuatan sub model sistem harus disesuaikan dengan variabel terukur yang ada pada hubungan causal loop. Selain menggambarkan model, diperlukan juga input berupa formulasi model pada masingmasing submodel. Penghimpunan DPK Sub model penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) menggambarkan sistem penghimpunan dana melalui produk pendanaan yang ada pada objek penelitian. Produk pembiayaan tersebut adalah tabungan, deposito, dan produk lainnya. Tabungan dan deposito merupakan produk yang memiliki porsi terbesar dalam total DPK. Sub model ini diharapkan mampu menggambarkan berapa dana yang dimiliki bank untuk pembiayaan musyarakah. Besaran biaya tersebut nantinya menjadi input pada sub model musyarakah. Gambar 3 menunjukkan model simulasi penghimpunan dana.
Model ini akan digunakan untuk tiga sektor usaha yang dibiayai oleh bank syariah. Setiap sektor memiliki jumlah pembiayaan yang berbeda-beda. Selain jumlah pembiayaan, nisbah, dan jangka waktu pembiayaan tiap sektor berbeda pula.
5.2.1
Gambar 5 Submodel Perputaran Pokok 2
Gambar 4 menunjukkan perputaran modal yang keluar, sedangkan Gambar 5 menunjukkan modal yang masuk dari masingmasing sumber pemasukan. 5.2.3
Keuntungan Bank Syariah Sub model keuntungan bank syariah akan menggambarkan keuntungan yang akan diterima baik nasabah maupun pihak bank. Gambar 6 menunjukkan model tersebut. Selain itu, dalam model ini juga akan memperlihatkan mengenai persentase ekuivalen antara bagi hasil yang disetorkan oleh nasabah menurut penghasilan kotor yang nasabah dapatkan.
Gambar 3 Submodel Penghimpunan Dana
5.2.2
Perputaran Modal Musyarakah Sub model perputaran modal digambarkan untuk mengetahui setiap waktu nya, bank mampu membiayai berapa nasabah. Gambar 6 Submodel Keuntungan Bank Syariah
5.2.4
Gambar 4 Submodel Perputaran Pokok 1
Keuntungan Bank Konvensional Keuntungan bank konvensional diperoleh dari bunga yang dibebankan pada nasabah pembiayaan. Model simulasi keuntungan konvensional dapat diihat pada Gambar 7. Keuntungan yang diteliti adalah keuntungan bank dan keuntungan nasabah. Guna mendapatkan keuntungan nasabah, perlu
5
pula diinputkan variabel pendapatan kotor dari masing-masing nasabah pembiayaan.
Gambar 7 Keuntungan Bank Konvensional
5.3
Verifikasi dan Validasi Model Tahapan selanjutnya setelah pembuatan model adalah verifikasi dan validasi. Tahap verifikasi dilakukan untuk membuktikan bahwa tidak terjadi error pada model. Sedangkan tahap validasi dilakukan untuk membuktikan bahwa model yang dibangun sesuai dengan keadaan aktual. 5.3.1 Verifikasi Model Tahapan verifikasi model dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software STELLA. Perintah yang dilakukan adalah check unit dan model verification. Check unit digunakan untuk melihat kesetaraan unit pada masing-masing variabel yang terdapat dalam model. Gambar 8 merupakan output dari perintah check unit yang dilakukan.
5.3.2
Validasi Model Proses validasi dilakukan dengan expert judgement dan uji perilaku model. Proses validasi oleh expert dilakukan melalui wawancara secara langsung mengenai asumsiasumsi dalam model serta hal-hal lain yang dapat memastikan bahwa model yang dibuat telah sesuai dengan kondisi aktual. Proses validasi selanjutnya adalah uji perilaku model. Menurut Barlas (1996), validasi model secara kuantitatif dalam sistem dinamik dapat menggunakan uji perilaku model. Model uji validasi ini dikatakan metode black box. Uji perilaku model dilakukan dengan membandingkan rata-rata nilai pada aktual dengan rata-rata nilai simulasi. Perbandingan rata-rata nilai dilakukan untuk mengetahui error yang terjadi. Variansi error pada uji perilaku model dihitung dengan menggunakan persamaan 5.1. E = [(S-A)/A].................(5.1) Keterangan : A = Data aktual S = Data hasil simulasi E = Variansi error anatara data aktual dan data simulasi, dimana jika E < 0,1 maka model dikatakan valid. Setelah dilakukan perhitungan variansi error, rekap uji validasi menggunakan uji perilaku model dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Uji Perilaku Model Keuntungan Nasabah Dagang A
Gambar 8 Check Unit
Model verification dilakukan untuk membuktikan bahwa dalam model yang dibuat tidak terjadi error. Error yang dideteksi adalah error dalam penyimpanan variabel. Gambar 9 menunjukkan output dari perintah model verification.
Bulan
Simulasi
Aktual
E
1
Rp2.637.988
Rp2.765.667
0,04616562
2
Rp3.412.204
Rp3.798.565
0,10171228
3
Rp4.518.482
Rp4.527.161
0,0019172
4
Rp4.123.822
Rp5.511.866
0,25182838
5
Rp5.874.271
Rp5.261.067
0,11655498
6
Rp7.081.615
Rp8.305.440
0,14735218
7
Rp7.518.979
Rp7.394.618
0,0168178
8
Rp9.172.380
Rp8.655.913
0,05966641
9
Rp11.132.841
Rp9.934.698
0,12060188
10
Rp10.155.121
Rp11.361.231
0,10616019
11
Rp11.003.088
Rp12.016.285
0,08431864
12
Rp13.070.009
Rp12.120.406
0,07834743
Rp7.637.743
0,094287
Pada Tabel 1 kolom E, menunjukkan bahwa rata-rata error yang terjadi pada model simulasi Gambar 9 Model Verification
6
pada keuntungan nasabah dagang A adalah 0.094287. Karena nilai rata-rata error tersebut kurang dari 0.1 maka model dikatakan valid secara kuantitatif. 6
Hasil Simulasi Berdasar hasil running simulasi model yang telah dilakukan, dapat dilakukan analisis mengenai keuntungan bank syariah, bank konvensional, serta persentase ekuivalen yang ditemukan. 6.1
Keuntungan Bank Syariah Keuntungan yang akan dianalisis pada bab ini adalah analisis keuntungan bank syariah dari sudut pandang bank dan nasabah untuk setiap sektor yang dibiayai oleh bank menggunakan akad musyarakah. Keuntungan disini merupakan keuntungan bank syariah terapan di Indonesia. Keuntungan bank syariah diperoleh dari bagi hasil yang diterima oleh akibat dari pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada sektor-sektor usaha yang menjalin kerjasama dengan Bank BNI Syariah Malang. Sektor tersebut adalah sektor perdagangan, industri dan BMT atau koperasi Pembiayaan bank syariah tidak menempatkan pengusaha yang dibiayai sebagai nasabah, melainkan sebagai partner usaha, artinya jika pengusaha menghasilkan keuntungan, maka keuntungan akan dibagi bersama. Begitupun sebaliknya, jika pengusaha mengalami kerugian, maa kerugian pun juga akan ditanggung bersama. Sektor perdagangan merupakan sektor yang banyak dibiayai oleh bank syariah dengan akad musyarakah. Saat ini, sekitar lima pengusaha dalam sektor perdagangan dibiayai oleh bank syariah. Pembiayaan pada sektor ini memiliki jangka waktu satu tahun. Nominal pembiayaan yang diberikan pada pengusaha perdagangan berada pada rentang Rp. 350.000.000 hingga Rp. 1.000.000.000. Namun, untuk di Bank BNI Syariah sendiri, nominal pembiayaan terbanyak berada pada rentang Rp. 500.000.000 hingga Rp. 750.000.000. Nisbah yang dibebankan pada pengusaha adalah 81%. Penentuan nisbah ini menurut pemaparan pihak bank BNI Syariah berdasarkan pada beberapa hal, diantaranya adalah risiko usaha dan karakteristik dari usaha tersebut. Sektor perdagangan memiliki karakteristik usaha yang sedikit berbeda dengan sektor industri dan koperasi. Sektor ini memiliki persaingan yang cukup sulit, dikarenakan saat ini banyak barang luar negeri yang masuk di
Indonesia. Hal ini tentunya menjadi ancaman yang cukup berarti untuk sektor perdagangan. Ancaman tersebut menyebabkan risiko kegagalan pada sektor ini diniilai cukup tinggi. Pendapatan yang diperoleh sektor ini juga tidak terlalu besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Menurut Jusuf (2008), penentuan nisbah pembiayaan musyarakah yang paling utama adalah marjin atau keuntungan yang dikehendaki oleh bank. Jika memang faktor tersebut termasuk dalam salah satu faktor penentu nisbah bagi hasil, maka wajar jika nisbah untuk sektor ini cukup besar. Hal ini disebabkan oleh risiko usaha yang tinggi serta pendapatan nasabah yang cukup kecil. Jika bank memasang nisbah yang kecil, maka keuntungan yang diberikan pada bank juga sedikit, padahal risiko pengusaha tidak memberikan bagi hasil dan pokok juga tinggi. Gambar 6.1 merupakan pola bagi hasil yang diterima oleh bank syariah akibat pembiayaan yang diberikan pada pengusaha perdagangan A. Pola bagi hasil yang diberikan pada bank cenderung menurun dari waktu ke waktu. Persamaan yang digunakan untuk menghitung bagi hasil yang diberikan pada bank syariah ikut mempertimbangkan persentase pokok terbayar. Penyebab penurunan tersebut adalah asumsi pokok yang dibayar rutin tiap bulan. Jika pengusaha membayar pokok per bulan secara rutin dalam jumlah yang sama, maka persentase pokok terbayar akan menurun setiap bulannya. Sebagai contoh pengusaha A dibiayai sebayak Rp 1.200.000 selama satu tahun, maka pokok yang dibayarkan per bulannya sebesar Rp 120.000. Bulan pertama persentase pokok terbayar adalah 100%. Persentase terbayar tersebut didapatkan dari sisa pokok dibagi dengan jumlah pembiayaan. Bulan kedua, persentase pokok terbayar didapatkan dari Rp.118.000 dibagi dengan Rp. 120.000, sehingga nilai persentase adalah 90%. Begitu pula pada bulan-bulan selanjutnya. Jika didasarkan pada persentase pokok terbayar saja, maka kemungkina pola yang dihasilkan akan linier. Namun, jika dilihat kembali pada Gambar 6.1, pola bagi hasil tidak linier. Penyebab ketidaklinieran tersebut adalah pola laba kotor usaha yang berubah tiap waktunya. Ketidaklineieran tersebut mengakibatkan pihak bank dan nasabah kesulitan untuk memperkirakan bagi hasil yang ada selama proses pembiayaan.
7
Juta (Rp)
15
Perbandingan Keuntungan Nasabah dan Bank Syariah Sektor Perdagangan
10 5 0 0
10
20keBulan
Nasabah Syariah
30
40
Bank Syariah
Gambar 10 Keuntungan Bank Syariah Sektor Perdagangan A
Pada Gambar 6.1 ditunjukkan pula bahwasannya nilai keuntungan baik nasabah maupun bank syaraiah pada bulan ke 13, dan bulan ke 26 hingga bulan ke 29 berada pada titik nol, nilai nol tersebut bukan disebabkan oleh laba kotor pengusaha sedang merugi, melainkan pada bulan tersebut nasabah tidak sedang dibiayai oleh bank syariah. Pembiayaan ini bersifat perpanjangan, jika masa pembiayaan telah habis, maka nasabah boleh mengajukan pembiayaan kembali. Jika bank memiliki cukup dana untuk pembiayaan, maka bank syariah bisa memenuhi permintaan perpanjangan. Namun, jika bank tidak memiliki dana, maka nasabah akan diberikan pembiayaan pada bulan dimana modal bank untuk pembiayaan sektor dagang cukup untuk membiayai usaha tersebut. Seperti terlihat pada Gambar 10 keuntungan berada pada titik nol, artinya pada bulan ke-13 hinggan bulan ke-14 pengusaha masih dalam proses perpanjangan, dan pada bulan ke-14 pengusaha diberikan pembiayaan. Tapi untuk pembiayaan ketiga, pada bulan ke-26 pengusaha mengajukan perpanjangan, namun bank baru mampu membiayai pada bulan ke-30.
Juta (Rp)
Rp80
Perbandingan Keuntungan Nasabah dan Bank Syariah Sektor Industri
Rp60 Rp40 Rp20 Rp0
10Bulan ke- 20 Nasabah Syariah
30
40
Bank Syariah
Gambar 11 Keuntungan Bank Syariah Sektor Industri A
Gambar 11 menunjukkan perbandingan keuntungan bank syariah dan nasabah syariah pada sektor industri A. Keuntungan bank syariah mengalami fluktuasi, dikarenakan keuntungan bank syariah mengikuti laba kotor yang dimiliki oleh pengusaha. Tren dari keuntungan bank syariah ini menurun, dikarenakan keuntungan ini dipengaruhi oleh sisa pokok terbayarkan dan semakin bertambahnya waktu, sisa pokok tersebut akan menjadi sedikit. Sektor industri ini memiliki jangka waktu pembiayaan 36 bulan. Oleh karena itu berbeda dengan sektor perdagangan, angka nol hanya terlihat pada bulan ke-0 dan bulan ke36. Pada Gambar 11 hanya menggambarkan pola keuntungan ketika nasabah bukan merupakan nasabah yang gagal bayar. Fluktuasi yang terjadi pada nasabah dan bank memiliki pola fluktuasi yang hampir sama. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh bank, maka semakin rendah keuntuntungan nasabah. Pada sektor industri tidak terjadi perpotongan dimana keuntungan nasabah sama dengan keuntungan bank. Pola yang terjadi pada sektor perdagangan, keuntungan nasabah syariah selalu lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan bank syariah. Hal ini dikarenakan nisbah persentase bagi hasil pada sektor industri hanya 28% untuk bank dan 72% untuk nasabah. Nisbah 28% tersebut bernilai rendah jika dibandingkan dengan jumlah keuntungan yang diperoleh bank syariah. Persentase nisbah yang ditetapkan oleh bank syariah rendah dikarenakan dikarenakan perputaran usaha sektor industri cukup lama. Selain itu, harga penjualan relatif stabil dikarenakan penawaran lebih disesuaikan dengan permintaan, metode persaingan dan output lebih mudah diperbaiki atau diubah dengan lebih fleksibel. Alasan lainnya yang terpenting adalah proporsi biaya yang dibebankan pada sektor industri ini lebih banyak. Gambar 11 menunjukkan bahwasannya keuntungan nasabah syariah lebih besar dibandingkan dengan keuntungan bank konvensional. Pembiayaan yang diberikan pada sektor industri ini berada diantara rentang Rp. 1.000.000.000 hingga Rp. 7.000.000.000. Akibatnya, pembayaran pokok tiap bulannya tidak sebesar sektor perdagangan, sehingga persentase pelunasan pokok tidak menurun drastis dari waktu ke waktu. Hal yang dapat dilihat pada Gambar 11 bahwasannya gap antar waktu tidak berbeda signifikan dan tetap menunjukkan tren yang negatif.
8
Juta (Rp)
Rp80
Perbandingan Keuntungan Nasabah dan Bank Syariah Sektor BMT
Rp60 Rp40 Rp20 Rp0
10
Bulan ke-
Nasabah Syariah
20
30
40
Bank Syariah
Gambar 12 Perbandingan Keuntungan Nasabah dan Bank Syariah Sektor BMT
Tren kenaikan keuntungan nasabah dikarenakan semakin berjalan dari bulan ke bulan, keuntungan bank akan menurun. Hal ini disebabkan keuntungan nasabah diperoleh dari pengurangan laba kotor dan bagi hasil yang dibayarkan pada bank. Semakin banyak bagi hasil yang diberikan pada bank, maka keuntungan nasabah semakin sedikit. Bulan ke 1 pada Gambar 12 memperlihatkan bukti bahwa pada tahun pertama keuntungan bank syariah berada pada titik tertinggi dan keuntungan nasabah berada pada titik yang rendah.
perubahan keadaan ekonomi makro. Keuntungan tersebut berupa nominal bunga yang diberikan oleh nasabah pembiayaan. Jika ada nasabah yang memberikan Dana Pihak Ketiga (DPK), selisih antara DPK dan nominal bunga yang biasa disebut spread menjadi keuntungan nasabah. Nominal bunga dapat ditelusuri oleh pihak nasabah pembiayaan pada saat pertama kali melakukan pembiayaan. Pembayaran angsuran dan bunga terdiri dari dua macam pilihan. Pilihan pertama adalah dengan membyara pokok tetap dan bunga menyesuaikan pada sisa pokok yang ada. Perhitungan bunga seperti pilihan satu disebut dengan metode bunga efektif. Sedangkan pilihan kedua adalah pembayaran dengan menggunakan jumlah yang sama tiap bulannya atau yang biasa disebut dengan anuitas. Pada model konvensional yang dipakai, pola pembayaran nasabah menggunakan pola pembayaran metode efektif. Pilihan pembayaran menggunakan metode efektif mengakibatkan keuntungan bank konvensional menurun secara linier. Kelinieran tersebut disebabkan oleh pengurangan sisa pokok yang sama setiap bulannya, menyebabkan selisih bunga yang dibayarkan juga tetap dari waktu per waktu. Pola linier tersebut dapat terlihat pada Gambar 13. Keuntungan terbesar yang diperoleh bank konvensional dari sektor BMT atau koperasi. Penyebab tinggi nya keuntungan bank konvensional adalah jumlah pembiayaan yang diberikan pada sektor BMT cukup tinggi dibandingkan jumlah pembiayaan lainnya. Pada sektor perdagangan bulan ke 13 keuntungan bank konvensional berada pada titik nol. Hal ini dikarenakan pada bula tersebut nasabah tidak sedang dalam rentang waktu pembiayaan. Keuntungan Bank Konvensional
Rp20 Juta (Rp)
Sektor yang akan dibahas selanjutnya adalah sektor Baitul Mal Tanwil yang biasa disebut koperasi. Pembiayaan ini memiliki pola yang hampir sama dengan sektor perdagangan, pola keuntungannya benar-benar dapat terlihat fluktuatif dan tren untuk keuntungan nasabah meningkat, sedangkan tren bank syariah mengalami penurunan Nisbah yang ditetapan oleh. Sektor BMT ini memiliki rentang waktu pembiayaan 36 bulan dan jumlah pembiayaan diantara Rp.1.000.000.000 hingga Rp. 7.000.000.000. Nisbah bagi hasil untuk bank pada sektor ini sebesar 75%. Gambar 12 menunjukkan perbandingan keuntungan yang diterima oleh nasabah dan bank pada saat kondisi tingkat kegagalan sama dengan nol. Titik potong pada sektor BMT terjadi dikarenakan untuk keuntungan nasabah akan mengalami tren naik, sedangkan keuntungan bank memiliki tren turun.
Rp15 Rp10 Rp5 Rp-
0
6.2 Keuntungan Bank Konvensional Keuntungan yang akan diperoleh bank konvensional berasal dari pembiayaan yang bank berikan kepada nasabah. Pada dasarnya, bank konvensional bergerak pada industri money for money yang sangat rentan terhadap
10 Bulan ke-20 Perdagangan Industri
30
40 BMT
Gambar 13 Grafik Keuntungan Bank Konvensional untuk setiap Sektor
Persentase bunga yang dijadikan perhitungan nominal bunga bank konvensional
9
ditetapkan berdasar pada jumlah pembiayaan. Hal ini dikarenakan penetapan bunga pada bank konvensional tidak didasarkan pada faktor sektor usaha, namun faktor besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan. Gambar 13 menunjukkan bahwa keuntungan terbesar dari ketiga sektor yang dibiayai adalah sektor BMT. Alasan yang menyebabkan keuntungan BMT tinggi adalah laba kotor yang ada pada BMT paling tinggi dibandingkan dengan sektor yang lain. Selain itu, faktor yang mempengaruhi bunga hanya jumlah pembiayaan, maka laba kotor tidak diperhitungkan dalam perhitungan bunga. Jadi semakin tinggi pendapatan usaha yang dibiayai, semakin banyak pula pendapatan yang diterima oleh nasabah. Pola keuntungan sektor industri dan sektor BMT memiliki pola yang hampir sama, dikarenakan hasil random laba kotor yang dijalankan memiliki pola yang sama. Selain itu, persentase bunga yang dibebankan pada masingmasing sektor tidak berbeda. Keuntungan Nasabah Bank Konvensional
Rp100 Juta (Rp)
Rp80
Rp60 Rp40 Rp20 Rp0
10 Bulan kePerdagangan
20
30 Industri
40 BMT
Gambar 14 Grafik Keuntungan Nasabah Bank Konvensional
Pola keuntungan pada Gambar 14 menggambarkan pola keuntungan nasabah jika pendapatan usaha masih melebihi jumlah pokok dan bunga. Hal ini menjadi berbeda ketika ada nasabah yang tidak mampu membayar pokok dan bunga pembiayaan dikarenakan usaha nasabah bankrupt. Keuntungan nasabah akan bernilai negatif, karena sistem bunga tidak memperdulikan laba kotor yang diterima oleh nasabah. Bagaimanapun keadaan usaha nasabah, nasabah diwajibkan melunasi pokok dan bunga yang dibebankan. Meskipun tidak melakukan pembayaran secara tunai, bank masih memiliki hak untuk menjual agunan yang diberikan nasabah kepada bank untuk menutup kerugian yang ditanggung oleh bank.
6.3
Persentase Ekuivalen Persentase nisbah bagi hasil yang dimaksud adalah persentase yang mengakibatkan keuntungan nasabah bank konvensional ekuivalen dengan keuntungan nasabah bank syariah. Perbandingan dilakukan pada keuntungan nasabah dikarenakan keuntungan tersebut yang mampu mengarahkan bank syariah untuk lebih kompetitif dengan bank konvensional dikarenakan keuntungan tersebut yang akan dianlisis oleh pengusaha yang sedang mencari pembiayaan. Bank syariah yang dilakukan percobaan dalam penelitian kali ini ada dua macam, yakni Bank syariah terapan sebagai representatif perbankan syariah di Indonesia dan bank syariah. Perbedaan antara bank syariah terapan dan bank konvensional terletak pada risiko gagal usaha nya. Jika sistem bagi hasil di bank syariah terapan, ketika pengusaha mengalami kerugian, maka kerugian pokok dari usaha tersebut dibebankan pada nasabah melalui agunan yang diberikan nasabah pada bank. Sedangkan untuk Bank syariah murni, pokok tersebut akan dibebankan pada bank, jadi ada pengurangan keuntungan akibat kerugian pada pokok yang hilang. Sehingga perbandingan yang dilakukan terhadap tiga macam bank, yaitu bank konvensional, Bank syariah terapan, dan bank syariah murni. Uji coba ini dilakukan dengan cara running model simulasi dengan tingkat kegagalan 0%, kemudian dapat ditemukan keuntungan baik bagi pihak bank maupun pihak nasabah pada masing-masing jenis bank di setiap sektor. Lalu dilakukan kembali percobaan untuk tingkat kegagalan 10% dan 20%. 6.3.1 Sektor Perdagangan Pada sub bab ini akan dianalisis mengenai hasil simulasi yang telah dilakukan dengan mengubah persentase nisbah yang ada pada sektor perdagangan. Nisbah awal untuk sektor perdagangan adalah 81% dimana jangka waktu pembiayaan sektor ini adalah 12 bulan. Tabel 2 merupakan kondisi nisbah bagi hasil dan keuntungan dari pihak bank dan nasabah untuk sektor perdagangan. Berdasar Tabel 2, akumulasi keuntungan bank syariah terapan pada periode kegagalan 0% sama dengan keuntungan bank syariah murni, dikarenakan tidak ada nasabah yang merugi, sehingga tidak ada pengurangan terhadap kentungan nasabah dan bank. Jika dilakukan dalam percobaan, dapat ditemukan bahwa nisbah yang
10
menyebabkan keuntungan nasabah bank konvensional setara dengan nasabah bank murni syariah adalah 33%. Percobaan selanjutnya dilakukan dengan memberikan tingkat kegagalan 10%, maka losses yang ada adalah Rp. 475.000.000. Dengan mempertimbangkan kerugian tersebut, jika nasabah menerima pembiayaan melalui bank konvensional, maka akumulasi keuntungan yang akan diterima hanya Rp.956.000.000. Angka tersebut didapatkan dari penjumlahan dari keuntungan dan kerugian yang ditanggung oleh nasabah. Jika nasabah menabung di bank syariah dengan keuntungan yang sama dengan bank konvensional, maka nisbah yang dibebankan pada pelanggan bisa lebih rendah daripada nisbah yang sudah ditetapkan diawal. Gejala yang berbeda terlihat ketika tingkat kegagalan yang terjadi adalah 20%, keuntungan nasabah konvensional adalah Rp.247.000.000, sedangkan untuk bank syariah Rp.739.000.000. Maka untuk menyamakan nilai tersebut, seharusnya persentase nisbah tersebut diturunkan, tetapi yang terjadi jika nisbah diturunkan maka keuntungan nasabah akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan laba kotor yang diterima oleh nasabah cukup besar, sehingga jika di-set nisbah 100% pengusaha tetap memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional. Sektor Perdagangan Keuntungan Syariah Murni (Juta)
Nisbah
Pengusaha
Bank
Nasabah
0%
81%
Rp916
Rp1.141
Rp916
Rp1.141
Rp348
Rp1.686
33%
Rp516
Rp1.692
Rp516
Rp1.692
Rp348
Rp1.686
81%
Rp832
Rp459
Rp357
Rp934
Rp336
Rp956
79%
Rp812
Rp480
Rp337
Rp955
Rp336
Rp956
81%
Rp767
-Rp191
-Rp163
Rp739
Rp329
Rp247
100%
Rp947
-Rp371
Rp17
Rp559
Rp329
Rp247
10%
20%
Pengusaha
Bank
Sektor BMT Rate Gag al 0%
10%
Nisb ah
Keuntungan BNI Syariah (Juta)
Keuntungan Syariah Murni (Juta) Pengusah a
Keuntungan BK (Juta)
Bank
Pengus aha
Bank
75%
Rp3.214
Rp3.759
Rp3.214
Rp3.759
Rp1.153
Rp5.856
28%
Rp578
Rp5.862
Rp578
Rp5.862
Rp1.153
Rp5.856
75%
Rp2.811
Rp1.983
Rp1.997
Rp2.797
Rp1.071
Rp4.537
30%
Rp1.125
Rp3.670
Rp310
Rp4.484
Rp1.071
Rp4.537
75%
Rp2.213
Rp218
Rp604
Rp2.446
Rp1.012
Rp1.419
89%
Rp.2.62 6
-Rp.195
Rp.1.01 7
Rp.1.414
Rp1.012
Rp1.419
Bank
Nasabah
Keuntungan BK (Juta)
Rate Gagal
Bank
Tabel 3 Simulasi Gagal Sektor BMT
20%
Tabel 2 Simulasi Gagal Sektor Perdagangan Keuntungan BNI Syariah (Juta)
kegagalan akan menjadi berbeda dikarenakan dalam model ditetapkan bahwasannya jika pokok tidak dikembalikan, maka untuk pembiayaan selanjutnya, waktu pembiayaan akan bergeser. Pergeseran tersebut disebabkan pada pemodelan pokok digambarkan bahwasannya jika dana pembiayaan belum terkumpul, maka pembiayaan akan tertunda hingga dana pembiayaan terkumpul. 6.3.2 Sektor BMT Analisis yang dilakukan pada sub bab ini adalah analisis hasil simulasi yang dijalankan pada sektor BMT. Nisbah awal pada sektor ini adalah 75%. Percobaan dengan menggunakan tingkat kegagalan 0% menghasilkan keuntungan bank yang terbesar terletak pada bank syariah. Sedangkan untuk keuntungan nasabah tertinggi pada keuntungan nasabah bank konvensional. Hal ini disebabkan beban bunga yang ada tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan oleh bank. Selain itu, bunga bank tidak bergantung pada jumlah laba yang diterima oleh nasabah bank syariah.
Sedangkan untuk bank syariah murni, keuntungan yang akan didapat hanya Rp.17.000.000 dikarenakan untuk sektor dagang ini pokok yang dibayarkan per bulan cukup besar, sehingga pengurangan keuntungan bank sangatlah besar. Jika menggunakan bank syariah terapan, dapat dilihat bahwa nasabah akan merugi Rp. 371.000.000 dan bank mendapat keuntungan sebanyak Rp. 947.000.000. Pendapatan bank konvensional seharusnya bernilai sama bagaimanapun tingkat kegagalan nasabah. Namun, pada Tabel 2 terdapat sedikit perbedaan dikarenakan pola pembiayaan untuk masing-masing tingkat
Keuntungan nasabah bank syariah ternyata lebih rendah daripada keuntungan nasabah bank konvensional. Oleh karena itu, pada tingkat kegagalan 0%, nisbah 81% harus diturunkan. Persentase nisbah bagi hasil untuk bank yang dapat mengakibatkan keuntungan nasabah bank konvensional sama dengan bank syariah adalah 28%. Jika tingkat kegagalan 10%, dengan nisbah bagi hasil 75%, keuntungan nasabah terbesar masih berada pada bank konvensional. Oleh karena itu, bank perlu untuk menurunkan nisbah dibawah 75%, persentase yang didapatkan adalah 30%. Sedangkan untuk tingkat kegagalan 20%, gejala keuntungan berbeda dengan tingkat kegagalan 0% dan 10%. Keuntungan nasabah yang terbesar terletak pada keuntungan nasabah syariah murni. Keuntungan tersebut besar dikarenakan sebelum gagal, Laba kotor pengusaha besar. Keuntungan dari nasabah murni syariah lebih besar dibandingkan
11
keuntungan nasabah bank konvensional. Oleh sebab itu, nisbah perlu dinaikkan dari nisbah 75%. Nisbah yang ekuivalen dengan keuntungan nasabah bank konvensional adalah 89%, dimana keuntungan nasabah bank syariah murni adalah Rp.1.414.000.000. Hal yang berbeda ketika nisbah 89% keuntungan bank syariah terapan akan lebih tinggi dibandingkan semua bank yang ada, tetapi pegusaha bank syariah terapan mengalami kerugian sebesar Rp. 195.000.000. Pada dasarnya, penerapan bank syariah terapan di Indonesia belum cukup menguntungkan bagi nasabah. 6.3.3 Sektor Industri Sektor industri merupakan sektor yang dibiayai oleh bank syariah dengan persentase nisbah bagi hasil yang kecil dibandingkan dua sektor lainnya. Pada tingkat kegagalan nol, keuntungan nasabah terbesar terletak pada bank konvensional. Artinya, bagi hasil yang diberikan pada bank syariah masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nominal bunga yang dibayarkan pada bank konvensional. Keuntungan nasabah syariah lebih sedikit dibanding dengan nasabah konvensional. Oleh karena itu, bank syariah perlu menguji nisbah yang tepat dengan menurunkan persentase nisbah bagi hasil yang ada. Nisbah bagi hasil yang ditetapkan diawal adalah 28%. Meskipun nisbah sudah relatif kecil, tetapi bank konvensional masih lebih menguntungkan dibanding dengan bank syariah. Melalui simulasi, nisbah bagi hasil 27% memberikan keuntungan nasabah bank syariah yang setara dengan keuntungan nasabah konvensional. Jika tingkat kegagalan 0%, nisbah tersebut masih mungkin diterapkan oleh bank syariah, dikarenakan selisih antara keuntungan bank syariah dengan nisbah 28% dan 27% tidak berbeda jauh. Pada tingkat kegagalan 0% keuntungan antara bank syariah terapan dan bank syariah murni tidak signifikan berbeda. Berbeda dengan tingkat kegagalan 10%, keuntungan bank syariah murni lebih tinggi dibandingkan sistem perbankan yang lain. Oleh karena itu, untuk memeperoleh nilai ekuivalen, perlu menaikkan bagi hasil. Persentase bagi hasil tersebut adalah 46%, dimana keuntungan yang akan diperoleh oleh nasabah adalah Rp.2.650.000.000. Gejala yang berbeda terjadi jika tingkat kegagalan 20%. Pada bank syariah murni akan mengalami kerugian, dikarenakan pokok yang ditanggung lebih besar dibandingkan nominal bagi
hasil yang diberikan nasabah pada bank. Tetapi keuntungan yang diterima oleh nasabah merupakan keuntungan terbesar dibandingkan kedua bank yang ada. Hal ini dapat disimpulkan bahwasannya prinsip keadilan belum terpenuhi. Maka nisbah 28% tidak mungkin diterapkan, dan bank harus meninggikan nisbahnya. Setelah dilakukan simulasi, maka nisbah yang menyebabkan keuntungan nasabah bank syariah murni sama dengan nasabah konvensional adalah 46%. Tabel 4 Simulasi Gagal Sektor Industri Sektor Industri Keuntungan BNI Syariah (Juta)
Keuntungan Syariah Murni (Juta)
Keuntungan BK (Juta)
Rate Gagal
Nisbah
Pengusaha
Bank
Nasabah
0%
28%
Rp912
Rp3.982
Rp912
Rp3.982
Rp870
Rp4.029
27%
Rp879
Rp4.015
Rp879
Rp4.015
Rp870
Rp4.029
28%
Rp849
Rp2.654
Rp307
Rp3.196
Rp870
Rp2.633
46%
Rp1.395
Rp2.108
Rp853
Rp2.650
Rp870
Rp2.633
28%
Rp669
Rp1.333
-Rp349
Rp2.351
Rp870
Rp1.237
74%
Rp1.768
Rp235
Rp750
Rp1.252
Rp870
Rp1.237
Bank
10%
20%
Pengusaha
Bank
7
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah : 1. Pola keuntungan nasabah dan bank syariah bergerak secara dinamis dari waktu ke waktu sesuai dengan laba kotor yang diterima oleh nasabah, sedangkan bank konvensional menurun secara linier sesuai dengan penurunan pokok yang tersisa. 2. Nisbah bagi hasil yang ekuivalen untuk sektor perdagangan ketika risiko 0% yaitu 33:77, risiko 10% yaitu 79:21, sedangkan risiko 20% yaitu 100:0 3. Nisbah bagi hasil yang ekuivalen untuk sektor industri ketika risiko 0% yaitu 27:78, risiko 10% yaitu 46:54, sedangkan risiko 20% yaitu 74:26 4. Nisbah bagi hasil yang ekuivalen untuk sektor koperasi (BMT) ketika risiko 0% yaitu 28:77, risiko 10% yaitu 30:70, sedangkan risiko 20% yaitu 89:11 8
Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Model dapat dikembangkan dengan menambahkan pengaruh perkembangan usaha setiap sektor yang dibiayai terhadap nisbah yang dibebankan pada nasabah. 2. Model dikembangkan dengan mempertimbangkan biaya-biaya operasional untuk mendapatkan keuntungan bersih antar kedua bank.
12
9 Daftar Pustaka Antonio, M. S. 2001. Bank Syariah dari Terori ke Prkatek, Jakarta, Gema Insani. Ascarya 2008. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Ascarya 2011. The Persistence of Low ProfitAnd-Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia. Islamic Banking. Barlas, Y. 1996. Format Aspects of Model Validity and Validation in System Dynamics. System Dynamic Review, 183210. BI. 2010. Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia. Available: http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Pe rbankan+Syariah/. BI 2011a. Memahami Bunga Kredit. In: INDONESIA, B. (ed.). Jakarta. BI. 2011b. Statistik Perbankan Indonesia Juni 2011. Available: http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Stati stik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Ind onesia/spi_0611.htm. BI. 2011c. Statistik Perbankan Syariah Juni 2011. Available: http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Stati stik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Sya riah/sps_0611.htm. Fajarningtyas, L. 2009. Pemodelan Sistem Pembiayaan di Bank Syari’ah dengan Pendekatan Metodologi Sistem Dinamik : Studi Kasus Pembiayaan pada Usaha Sapi Perah dan Perkebunan Tebu. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri ITS. Fauzi, P. R. 2011. Potret Perbankan Syariah di 3 Negara Malaysia, Inggris, dan Malaysia. Masjidalamanah. Hakim, Z. 2009. Evaluasi tingginya risiko pembiayaan murabahah dibandingkan dengan risiko pembiayaan bagi hasil: (Analisis risiko dengan metode internal). Thesis Jurusan Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia. Herlambang, R. D. 2005. Analisa Ketepatan Penerapan Pembiayaan Murabahah dan Perlakuan Akuntansi Bank Syariah Mandiri. Tugas Akhir, Jurusan Akuntansi Universitas Airlangga. Irianto, W. 2011. RE: In-Depth Interview. Type to LUTHFIYAH, M. & FAJARETA, A. Jusuf, A. H. 2008. Analisis Faktor Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil atas Pembiayaan
Musyarakah pada Bank Syariah. Universitas Airlangga. Mayendra, E. 2008. Perbandingan Penggunaan Pembiayaan Musyarakah dan Modal Sendiri dalam Kebijakan Struktur Modal (Studi Kasus PT Eksindo Telaga Said Darat). Paca Sarjana, Universitas Indonesia. Muhammadi 2001. Analisa Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen, Jakarta, UMJ Press. PKES 2008. Perbankan Syariah. Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (pkes publishing). Sawitri, P. 2011. Produk Bank Syariah. Available: http://peni.staff.gunadarma.ac.id/. Usmani, M. T. 1999. An Introduction to Islamic Finance, Karachi, Idaratul Ma'arif. Wardhani, R. P. 2011. Analisis Perbandingan Keuntungan Bank dan Nasabah antara Pembiayaan Mudharabah pada Bank Muamalat Surabaya dan Pembiayaan Konvensional dengan Metode Sistem Dinamik. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri ITS. Yudhawirawan, F. 2010. Analisis FaktorFaktor yang Mempertimbangkan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil atas Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah. Tugas Akhir Jurusan Akuntansi Universitas Airlangga.
13