ANALISIS PERANAN PAJAK PARKIR DALAM MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Oleh : Rizka Nova NPM : 29133072
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2013
ANALISIS PERANAN PAJAK PARKIR DALAM MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SURABAYA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya
Oleh : RIZKA NOVA NPM : 29133072
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2013
ANALISIS PERANAN PAJAK PARKIR DALAM MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SURABAYA
NAMA
: RIZKA NOVA
FAKULTAS
: EKONOMI
JURUSAN
: AKUNTANSI
NPM
: 29133072
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : DOSEN PEMBIMBING
RODHIYAH, SE.MM
HALAMAN PERSEMBHAN & MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an ) dan Rasul(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S. Annisa’ Ayat 59) “ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (al-Mujaadilah: 11) “ Seseorang yang mempelajari satu bab dari ilmu lebih baik dari dunia beserta isinya. ” (Nabi Muhammad SAW)
ABSTRAK Nova, Rizka. Analisis Peranan Pajak Parkir dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya . Skripsi. Program Studi Perpajakan S1 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Kata Kunci: Peran Pajak Parkir, Pendapatan Asli Daerah (PAD)Kota Surabaya.
Dengan berbagai macam permasalahan yang timbul dari pajak parkir di Kota surabaya seperti parkir ilegal, juru parkir yang tidak mengikuti peraturan – peraturan, pajak parkir masih bisa memenuhi targetnya dan masih bisa berperan dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah di Kota Surabaya. Berangkat dari latar belakang itulah penulis kemudian ingin membahasnya dalam skripsi dengan judul" Analisis Peranan Pajak Parkir dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya ". Adapun fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran pajak parkir dalam menunjang Pendapaan Asli Daerah Kota Surabaya, bagaimana dukungan pajak parkir dalam pembangunan Kota Surabaya. Penelitian yang peneliti lakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Penulis menggunakan metode observasi, dokumentasi dan interview. Sedangkan untuk analisis data penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu analisis data yang dilakukan dengan jalan mendiskripsikan data dengan penalaran data yang logis dengan mencerminkan kondisi objek penelitian. Hasil yang dilakukan penulis dapat disampaikan bahwasannya peran pajak parkir dalam menunjang Pendapatan Asli Kota Surabaya dapat dilihat dari target yang selalu terpenuhi bahkan selalu melebihi, dan terget yang dari tahun–ketahun semakin meningkat. Adanya pemungutan pajak parkir selain menunjang PAD, secara tidak langsung juga dapat memberikan dampak positif baik terhadap pemerintahan Kota Surabaya maupun terhadap masyarakat Kota Surabaya diantaranya, dapat memberikan/ membuka lowongan kerja masyarakat Kota Surabaya.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allh SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, walaupun dengan segala keterbatasan yang ada. Skripsi yang berjudul “Analisis Peranan Pajak Parkir Dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya” ini disusun sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) fakultas ekonomi jurusan akuntansi pada Universitas Wijaya Putra Surabaya. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan semua pihak yang ikut membantu serta memberikan bimbingan dan informasi tentang data-data yang diperlukan oleh penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak H. Budi Endarto, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya. 2. Ibu Dr. Soenarmi, SE., MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya. 3. Ibu Aminatuzzuhro, SE., M.Si, selaku Kepala Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya. 4. Ibu Rodiyah SE., MM. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini. 5. Bapak / Ibu dosen di Fakultas Ekonomi yang sudah banyak memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. 6. Pimpinan dan segenap staff karyawan di kantor Dinas Pendapatan Surabaya, yang dengan senang hati mau memberikan banyak informasi serta data yang penulis butuhkan. 7. Kedua orang tuaku dan keluarga tercinta yang selama ini selalu memberikan semangat, do’a serta dorongan moril selama penulis menuntut ilmu di Universitas wijaya Putra Surabaya.
8. Terimakasih kepada calon suamiku yang selalu memberikan semangat serta bantuannya kepada penulis, untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman - teman mahasiawa khususnya jurusan akuntansi, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu - persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis telah berusaha dengan segala upaya agar dapat menyajikan yang terbaik. Segala bentuk kritik dan saran yang membangun tetap penulis harapkan. Dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang membacanya.
Surabaya, 7 Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN ..........................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ..............................................iv ABSTRAK .........................................................................................................v KATA PENGANTAR .....................................................................................vii DAFTAR ISI ................................................................................................. ..ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ..............................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................9 1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................9 1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................10 1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................................10 1.4.2 Manfaat Praktis.................................................................................10 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori............................................................................................13 2.1.1 Pengertian Pajak ...............................................................................13 2.1.1.1 Fungsi Pajak..........................................................................15 2.1.1.2 Asas Pemungutan Pajak........................................................16 2.1.1.3 Jenis-jenis Pajak....................................................................17
2.1.1.4 Syarat Pemungutan Pajak.....................................................20 2.1.2 Pajak Parkir.......................................................................................21 2.1.2.1 Pengertian Pajak Parkir.........................................................21 2.1.2.2 Objek Pajak Parkir................................................................22 2.1.2.3 Pengecualian Pajak Parkir.....................................................22 2.1.2.4 Subyek Pajak Parkir..............................................................22 2.1.2.5 Wajib Pajak Parkir................................................................22 2.1.2.6 Dasar Hukum Pajak Parkir...................................................23 2.1.3 Pendapatan Daerah..........................................................................24 2.1.3.1 Pengertian Pendapatan Daerah............................................24 2.1.3.2 Sumber-sumber Pendapatan Daerah....................................24 2.1.3.3 Manfaat Pendapatan Daerah...............................................29 2.1.3.4 Penggunaan Pendapatan Daerah.........................................29 2.2 Penelitian terdahulu ..................................................................................31 2.3 Kerangka konseptual ................................................................................34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian..........................................................................................35 3.1.1 Penelitian Diskriptif .......................................................................35 3.1.2 Penelitian Kualitatif .......................................................................35 3.1.3 Penelitian Kuantitatif .....................................................................36 3.2 Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel...............................................36 3.2.1 Deskripsi Populasi .........................................................................36 3.2.2 Sampel ...........................................................................................37
3.3 Variabel dan Devinisi Operasional Variabel ............................................37 3.3.1 Variabel Penelitian..........................................................................37 3.3.2 Devinisi Operasional Variabel .......................................................38 3.4 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen penelitian .............................39 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................................39 3.4.2 Instrumen Penelitian ......................................................................41 3.5 Teknik Analisis Data ...............................................................................42 3.5.1 Pengecekan Keabsahan Data.........................................................43 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Penyajian Data ........................................................................................45 4.1.1 Letak Geografis Kota Surabaya....................................................45 4.1.2 Keadaan Sosial Budaya Kota Surabaya........................................46 4.1.3 Sejarah Singkat Kota Surabaya.....................................................49 4.1.4 Visi dan Misi.................................................................................52 4.1.5 Tugas dan Wewenang DISPENDA Surabaya..............................54 4.2 Analisis data............................................................................................69 4.2.1 Gambaran Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya......................70 4.2.2 Gambaran Kontribusi Pajak Parkir................................................71 4.2.3 Pajak Parkir Mendukung Pembangunan Daerah...........................74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan..............................................................................................78 5.2 Saran........................................................................................................79 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR 2.1 Penerimaan Pajak Parkir Kabupaten Bandung..........................................33 4.1 Daftar UPTD DISPENDA Surabaya.........................................................54 4.2 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Kota Surabaya...............................70
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan UUD 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditugaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya harus ditetapkan dengan Undang-Undang, demikian pula pendapatan daerah dan retribusi daerah juga harus di dasarkan pada UndangUndang yang berlaku. Sesuai dengan UU No 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No 25 Tahun 1999 tentang pembangunan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, anggaran pendapatan daerah bersumber dari PAD dan penerimaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara. PAD yang antara lain berupa pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai. Sumber-sumber penerimaan daerah ini dapat berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki
kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi daerah yang dimiliki akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensi yang kurang. Kiranya dengan ini pemerintah perlu memberikan jalan keluar agar seluruh daerah yang ada di Indonesia berkembang secara merata. Pelaksanaan UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004 telah menyebabkan perubahan mendasar dalam pengaturan hubungan pusat dan daerah khususnya dalam bidang administrasi pemerintah maupun dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini merupakan wujud nyata dari langkah pengalokasian kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme, dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan antar daerah tanpa mengurangi kewenangan yang diberikan. Penerapan Otonomi Daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Otonomi Daerah juga diharapkan mampu mendorong perbaikan pengelolahan sumber daya yang dimiliki setiap daerah. Dengan system desentralisasi, tidak dapat menggantugkan diri pada pasokan dana dari pemerintah pusat, sebaliknya daerah di dorong untuk lebih mandiri dalam membiayai pembangunannya. Otonomi daerah juga diharapkan mampu mendorong pemerintahan daerah untuk meningkatkan daya saing daerah dalam meningkatkan pembangunan perekonomian di daerah. Otonomi daerah memiliki implikasi yang luas pada kewenangan daerah untuk menggali dan mengelolah sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dengan demikian sebenarnya daerah memiliki peluang untuk lebih mengoptimalkan potensi-potensi daerah yang dimiliki. Namun diakui atau tidak bahwa sampai saat ini terbukti sebagian besar sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah masih berasal dari sektor pajak danretribusi daerah. Sehingga optimalisasi pengelolahan pajak harus ditingkatkan .Sumber-sumber pajak dan retribusi inilah yang nantinya diharapkan mampu menopang upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu modal dasar pemerintahan daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan untuk memenuhi belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan usaha daerah guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas . Dalam UU No 34 Tahun 2001 pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi/ badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Dari segi Pendapatan Asli Daerah sebagaimana tersebut di atas, maka pajak atau retribusi parkir merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang penting untuk senantiasa diupayakan secara optimal sesuai dengan subjek dan objeknya di samping retribusi lain seperti retribusi kebersihan pasar, retribusi diterminal. Dalam rangka penertiban dan peningkatan pendapatan daerah terutama dari pajak daerah, berbagai macam retribusi daerah, maka kepala daerah dalam hal
ini Bupati atau Walikota menetapkan peraturan daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). PAD memiliki peran penting dalam rangka pembiayaan pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah, peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Seiring dengan perkembangan perekonomian daeah yang semakin terintegrasi dengan perekonomian nasional dan internasional, maka kemampuan
daerah
dalam
mengoptimalkan
pemanfaatan
sumbersumber
penerimaan PAD menjadi sangat penting. Sumber-sumber penerimaan PAD tersebut dapat diuraikan lagi dalam bentuk penerimaan dari pajak daerah dan restribusi daerah. Pajak daerah tersebut seperti pajak hotel, restoran, hiburan, kendaran bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, bahan bakar kendaraan bermotor, air, rokok, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, bumi dan bangunan, bea perolehan atas tanah dan bangunan, air tanah, parkir, sarang burung wallet, dan pajak reklame. Berdasarkan pada Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah dapat diklasifikasikan mana yang merupakan pajak provinsi dan pajak kabupaten kota. Jenis pajak provinsi seperti pajak kendaraan bermotor, bea balik kendaraan bemotor, bahan bakar kendaraan bermotor, air permukaan dan pajak rokok. Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota seperti pajak hotel, restoran, reklame dan pajak parkir. Menurut undag-undang tersebut pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah
Peraturan daerah tersebut sudah barang tentu tidak boleh bertentangan Dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Ada pun yang dimaksud dengan peraturan daerah lain adalah peraturan daerah yang sejenis dan sama kecuali untuk perubahan.Peraturan daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar. Peraturan Daerah
yang
dimaksud adalah Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor Y Tahun X tentang Pajak parkir. Penerimaan pajak parkir rmerupakan salah satu penerimaan atau pendapatan asli daerah kota surabaya. Selain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian, pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukaan serta pajak sarang burung walet. Namun mengingat pendapatan dari sektor parkir ini cukup besar dan pengaturan pendapatan parkir ini cenderung kurang jelas serta sekaligus untuk mendongkrak PAD, maka kemudian perlu ditegaskan bahwa masalah perparkiran ini sebaiknya dibuat dalam bentuk Undang-Undang /Peraturan Daerah. Pada sisi lain berjalannya pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah dalam membiayai daerah, memberikan peluang untuk menggali potensi daerah melalui pungutan daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah ke dalam penetapan kebijakan hukum berupa Perda. Gejala yang tidak terhindarkan terjadi pada daerah adalah adanya beberapa perda yang menetapkan subjek dan objek pajak daerah dan retribusi daerah dibatalkan oleh pemerintah pusat, diantaranya dengan alasan objek yang
dipungut pada pajak daerah dan retribusi daerah tersebut pada dasarnya sudah dikenakan sebagai objek pajak pusat, terutama dalam memberikan jawaban atas adanya dugaan telah terjadi tumpang tindih objek pajak daerah dan retribusi daerah. Di samping itu adanya rumor yang berkembang, sejak era reformasi terkesan pada setiap daerah saling berlomba memperbesar tingkat pendapatan asli daerahnya melalui instrumen pajak daerah dan retribusi daerah, sehingga dinilai telah menambah beban bagi investor yang mau berusaha atau menanamkan modalnya di daerah yang bersangkutan. Surabaya Penarikan pajak parkir di mal-mal yang digalang Dinas Pendapatandan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya terindikasi bocor. Indikasi kebocoran itu diketahui akibat belum tercapainya target penerimaan pendapatan pajak parkir hingga akhir tahun di 2012 ini. Dari target yang ditetapkan sebesarRp 25.250 miliar, perolehan pajak parkir baru terkumpul sekitar 24 miliar saja. Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mochmad Machmud mengatakan bahwa indikasi itu mencuat akibat target yang dibebankan tidak tercapai. Tudingan kebocoran pajak parkir itu ,selain dilihat dari tidak tercapainya target tersebut juga dilihat dari besaran potensi pajaknya. potensi pajak parkir di Surabaya dari tahun ke tahun semakin banyak. pasalnya, di Surabaya banyak ditumbuhi mal-mal, hotel dan tempat-tempat usaha lain, Selain menyoroti dugaan kebocoran pajak parkir, Machmud juga mempertanya rendahnya penarikan retribusi parkir tepi jalan umum. Target peroleh retribusi tepi jalan umum di Surabaya tahun ini sekitar Rp 9miliar.Tapi, baru tercapai 7 miliar. Potensi kebocorannya sangat besar, bahkan
sejak awal 2012 lalu tarif parkir mobil naik dari Rp 1.500 menjadi Rp 3.000 per mobil/sekali parkir, ada juga pengelola parkir di mal-mal yang menerapkan sistim parkir progresif. Artinya, satu jam pertama mobil dikenai tarif Rp 3.000, sedangkan satu jam/kelipatannya
dikenakan tambahan Rp 500 perjam nya,
sedangkan pajak parkir sepeda motor tarifnya juga naik yang semula hanya Rp 500 per sekali parkir, sekarang naik menjadi Rp 1.000 per sepeda motor per sekali parkir. Selain itu juga penyebab tidak tercapainya suatu target dikarenakan sistem penerimaan pajak parkir masih dilakukan secara manual yang mengakibatkan kebocoran pajak parkir. Kemudian hal lain yang jelas dapat merugikan pemerintah daerah yaitu terdapatnya parkir liar di pinggir badan jalan dimana mengakibatkan kemacetan, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perparkiran pun semakin tidak jelas akibat parkir liar ini. Banyak tukang parkir liar yang menikmati hasil parkirannya tersebut. Tak sampai di situ, dampak yang ditimbulkan dengan maraknya parkir liar adalah keamanan. Beberapa fenomena secara umum diatas menunjukan bahwa masih banyak sekali potensi pajak parkir yang belum terealisasikan dan kesadaran wajib pajak yang masih rendah, yang menyebabkan penerimaan
pendapatan
asli
daerah
berkurang
sehingga
pelaksanaan
pembangunan yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah menjadi terhambat akibat dari penerimaan yang tidak optimal.
Selanjutnya penulis paparkan
mengenai fenomena khusus yaitu terdapatnya target pajak parkir yang telah ditetapkan tidak sebanding dengan potensi sebenarnya, terdapatnya target pendapatan asli daerah yang telah ditetapkan tidak sebanding dengan reakisasi
sebenarnya, ketidakseimbangan antara potensi sebenarnya yang dimiliki dengan realisasi penerimaan pajak parkir maupaun realisasi penerimaan pendapatan asli daerah yang sudah dilakukan dan belum adanya peraturan daerah yang menetapkan sanksi apabila parkir di pinggir badan jalan dan masih terbatasnya penyedia lahan parkir. Alasan Pemkot, tidak tercapainya retribusi parkir karena lokasi parkir tepi jalan umum, utamanya di jalan-jalan protokol sudah berkurang. Dan sekarang ini sudah banyak larang parkir tepi jalan umum dan ada larangan penarikan retribusi di ruang milik jalan sesuai yang tertuang di UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah Dari kenyataan di atas terdapat masalah yaitu penerimaan Pemerintah Daerah melalui Pajak Parkir sebenarnya masih dapat dioptimalkan dengan cara mensosialilsasikan kepada masyarakat solusi-solusi dan pengawasan sebaikbaiknya tentang ketentuan-ketentuan pajak parkir agar setiap wajib pajak mengerti, memahami serta melaksanakan ketentuan tersebut. Apabila hal tersebut berjalan dengan baik dan benar, maka akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama pajak parkir. Dimana setiap daerah harus dapat meninjau seberapa besar potensi daerah yang dapat digali dan dikembangkan yang selanjutnya dapat dilihat berapa target yang dapat dicapai dari potensi tersebut sehingga pada akhirnya seluruh potensi daerah yang ada dapat memberikan kontinuitas yang optimal terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Analisis Peranan pajak Parkir dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota surabaya”. 1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah adalah pengidentifikasian persoalan yang diteliti secara jelas, biasanya berisi pertanyaan kritis, sistematis, dan representatif untuk mencari jawaban dari persoalan yang ingin dipecahkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat difokuskan masalahnya yang kemudian akan dijadikan fokus masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana peran pajak parkir terhadap Pendapatan Daerah di Kota Surabaya? 2. Bagaimana dukungan pajak parkir dalam pembangunan daerah Kota Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, tentunya untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang terdapat dalam fokus masalah di atas yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana peranan pajak parkir terhadap pendapatan daerah di Kota Surabaya. 2. Untuk mengetahui bagaimana dukungan pajak parkir dalam pembangunan daerah Kota Surabaya
1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat riil bagi pihakpihak yang berkepentingan. Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu : 1.4.1
Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai
berikut: 1.
Bagi Ilmu Pajak Diharapkan dapat mengetahui efektivitas pajak parkir terhadap pendapatan daerah yang saling berhubungan dengan Perpajakan khususnya Pajak Daerah. Mata kuliah yang terkait yaitu Perpajakan dan Akuntansi Sektor Publik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat meningkatkan motivasi guna memiliki pengetahuan yang lebih luas dan dapat dijadikan bahan referensi bagi mahasiswa yang kelak akan membutuhkannya mengenai efektivitas pajak parkir terhadap pendapatan daerah. 1.4.2
Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini yaitu :
1. Bagi Penulis Diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan,
mendapat
wawasan
pembanding yang baik mengenai efektivitas pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah serta dapat mengetahui dan memahami bagaimana pelaksanaan
pajak parkir itu sendiri,serta sebagai latihan melakukan pengkajian terhadap kontribusi pajak parkir terhadap Pendapatan Daerah di Kota Surabaya. 2. Instansi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya mengenai keberadaan sektor pajak parkir yang sangat potensial untuk dipungut. 3. Bagian Pendapatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk perbaikan dan perkembangan pajak parkir juga pendapatan asli daerah, dapat menjadi
bahan
pertimbangan
bagi
bagian
pendapatan
untuk
lebih
memperhatikan dan mengawasi para wajib pajak parkir dan evaluasi dari hasil perparkiran dan seluruh kegiatan yang dilakukan juga dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan dimasa yang akan datang khususnya mengenai pajak parkir dan pendapatan asli daerah. Sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja menjadi lebih baik lagi, dan dapat melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang telah direncanakan. 4.Lembaga terkait Sebagai
masukan
dalampengambilan
bagi
kebijakan
Pemerintah dimasa
daerah yang
setempat akan
tertutama
datang
guna
meningkatkanpendapatan daerah melalui pajak parkir dan sebagai tolak ukur dalammenilai peran pajak parkir dalam menunjang pendapatan daerah. 5. Orang lain
Memberi gambaran dan pemahaman yang jelas mengenai pajak parkir.Dapat digunakan sebagai bacaan untuk menambah pengetahuan tentangpajak parkir serta informasi bagi peneliti yang sama dimasa yang akan datang.
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan belanja Negara (belanja rutin dan belanja pembangunan). Untuk itu, Negara memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Disamping sebagai sumber dana untuk mengisi anggaran Negara, Pajak juga digunakan sebagai sumber kebijakan di bidang moneter dan investasi yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan rakyat semakin baik. Pajak adalah iuran kepada Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan), dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak dapat menerimah imbalan secara langsung, imbalan berupah pelayanan yang baik oleh Negara baik secara fisik maupun non fisik. pelayanan ini bisa berupa fasilitas umum yang digunakan secara bersama- sama .berdasarkan definisi tersebut berikut adalah ciriciri pajak adalah : 1. Iuran rakyat bersifat wajib (berdasarkan undang-undang dan dapat dipaksakan) oleh Negara.
2. Rakyat sebagi pembayar pajak tidak memperoleh kontraprestasi secara langsung. 3. Pajak digunakan untuk membiayai penyelengaran pemerintah (negara). 4. Yang tujuannya untuk kesejahteraan rakyat.
Menurut Rochmat Sumitro (1988:12) Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum,Dapat di paksakan” mempunyai arti,apabila utang pajak tidak di bayar,utang tersebut di tagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang dan sandera. dengan demikian, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut.
1. Pajak di pungut berdasarkan Undang-Undang 2. Jasa timbal tidak di tunjukkan secara langsung 3. Pajak dipungut oleh pemerintah,baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Dapat di paksakan (bersifat yuridis)
Menurut Brotodiharjo,R (1982:2) Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat di paksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya berdasarkan peraturan-peraturan,dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat di tunjuk dan yang dapat di gunakan untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah”.
2.1.1.1 Fungsi Pajak
Dilihat dari definisi pajak diatas, Menurut Rochmat Sumitro (1988:12) pajak mempunyai fungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum. Namun sebenarnya fungsi membiayai pengeluaran secara umum hanyalah salah satu dari fungsi pajak sebab pajak memiliki dua macam fungsi yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (budgetair) Dalam fungsi budgetair pajak berfungsi sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara .contoh penerimaan yang berasal dari pajak sebesar 71,4% dari keseluruhan penerimaan negara pada RAPBN 2001. Fungsi ini menjelaskan bahwa penerimaan pajak dari rakyat dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara. 2. Fungsi Mengatur (Regulair) Pajak berfungsi sebagai alat untuk membantu atau melaksanakan kebijakan Negara dibidang social dan ekonomi. Contoh: adanya lapisan tarif pajak penghasilan dimana tarif yang tertinggi dikenakan untuk penghasilan tinggi, pajak untuk minuman keras dengan maksud untuk menguranggi kosumsi minuman keras, tarif tinggi yang dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk menguranggi gaya hidup konsumtif, tarif ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor. Fungsi ini menjelaskan bahwa pajak merupakan negara dalam mengatur kebijakan ekonomi dan sosialnya
2.1.1.2 Asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai
pemungutan pajak kepada
rakyat
maka harus
diperhatikan dasar-dasar pemungutan pajak. Adam smith memberikan lima dasar /asas pemungutan pajak sebagai berikut: 1. Asas falsafah hukum. Falsafah hukum adalah keadilan, artinya pemungutan pajak kepada rakyat harus adil dan merata sesuai dengan kemampuan rakyat untuk membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya. 2. Asas yuridis (kepastian hukum). Asas ini mengajurkan agar pemungutan pajak berdasarkan hukum (undangundang) sehingga ada kepastian tentang bagaimana prosedur dan dasar perhitungan pajak, berapa pajak yang harus dibayar oleh rakyat, kapan pajak dibayar, dan siapa saja yang harus membayar pajak sehingga tidak ada yang saling dirugikan dalam pemungutan pajak. Untuk itu, pemerintah bersama rakyat menciptakan undang-undang pajak. 3. Asas ketepatan. Dalam pemungutan pajak sebaiknya negara memperhatikan saat-saat wajib pajak tidak mengalami kesulitan membayar pajak, misalnya pajak dipungut pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan. 4. Asas ekonomi. Agar tidak mengganggu tingkat produktifitas rakyat, maka besarnya pajak yang ditanggung oleh rakyat harus sesuai dengan kemampuan rakyat. Jangan sampai
pembebanan pajak kepada rakyat dapat dapat menurunkan tingkat produktifitas rakyat dalam kegiatan ekonominya. 5. Asas efisiensi. Pemungutan pajak harus efektif dan efisien, artinya pemungutan pajak harus tepat sasaran dan hasil perolehan pajak harus lebih besar dari pada biaya pemungutan pajak yang dikeluarkan.
2.1.1.3 Jenis-Jenis Pajak Pajak dapat dibedakan menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutnya. 1. Jenis Pajak Menurut Golongannya. 1. Pajak langsung Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkut Contoh:Pajak
Penghasilan
(PPh)merupakan
pajak
langsung
karena
pengenaan pajak adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain. 2. Pajak tak langsung Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepihak lain. Contoh:Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah contoh dari pajak tak langsung sebab yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seharusnya adalah penjualnya, karena penjualanyalah yang mengakibatkan adanya pertambahan nilai, tetapi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat dilimpahkan kepada pembeli (pihak lain).
2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya 1. Pajak Subyektif Pajak yang didasarkan atas keadaan subjeknya, memperhatikan keadan diri Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan Wajib Pajak) . Contoh:Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak subjektif, karena pengenaan pajak penghasilan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima penghasilan. 2. Pajak Objektif Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak. Contoh: a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah peningkatan nilai dari suatu barang, bukan pada penjual yang meningkatkan nilai barang. b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena pajak bumi dan bangunan dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari keadaan pemiliknya. 3. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya 1. Pajak Pusat (Negara) Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Contoh:
a. Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn dan PPBM) c. Bea Materai d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) e. Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) 2. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP No.18 tahun 1997 sebagaimana diundang-undang dengan PP No.34 tahun 2000. Pajak daerah dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pajak propinsi Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Kabupaten / Kota Adapun jenis pajak di dalam kabupaten/ kota adalah 1. Pajak Hotel. 2. Pajak Restoran. 3. Pajak Hiburan. 4. Pajak Reklame. 5. Pajak Penerangan Jalan.
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. 7. Pajak Parkir.
2.1.1.4 Syarat Pemungutan Pajak Berdasarkan asas pemungutan pajak, dan untuk menghindari perlawanan pajak maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini: 1. Pemungutan pajak harus adil. pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan merata, sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak sesuai dengan manfaat yang diminta wajib pajak dari pemerintah. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Untuk mewujudkan pemungutan pajak yang adil, pemungut pajak harus dapat memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya. Untuk itu pemungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang yang disahkan oleh lembaga legislatif dan untuk mewujudkannya pemungutan pajak dilandaskan atas undang-undang yaitu pasal 23 ayat 22 UUD 1945. 3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian . Negara menghendaki agar perekonomian negara dan masyarakat dapat senantiasa meningkat. Oleh karena itu pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara. Oleh karena itu dimungkinkan pemberian fasilitas yang akan meengakibatkan kelesuan perekonomian negara
.4. Pemungutan pajak harus efesien. Biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin dan hasil pemungutan
pajak
hendaknya
digunakan
secara
optimal
untuk
membiayai pengeluaran negara seperti yang tercantum dalam APBN. Oleh karena itu pemungutan pajak harus merngunakan prinsip cost and benefit analysis , dalam artian biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pada pajak yang dipungut. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara sederhana sehingga syarat kesederhanaan akan memudahkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.dengan demikian kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak dapat terwujud.
2.1.2 Pajak Parkir 2.1.2.1 Pengertian Pajak Parkir Parkir adalah memangkalkan /menempatkan kendaraan bermotor diluar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.
Termasuk penyediaan tempat pentipan kendaran bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 2.1.2.2 Objek Pajak Parkir Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha. Termasuk penyediaan tempat pentipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 2.1.2.3 Pengecualian Pajak Parkir Pajak parkir dapat dikecualikan terhadap objek berikut: 1. Penyelenggara tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2. Penyelenggara tempat parkir oleh kedutaan, konsultan, perwakilan asing, dan lembaga lembaga internasional dengan asas timbal balik. 3. Penyelenggara tempat parkir lainnya diatur dalam peraturan daerah 2.1.2.4 Subjek Pajak Parkir Subjek pajak parkir adalah orang pribadi/badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. 2.1.2.5 Wajib Pajak Parkir Wajib pajak parkir adalah orang pribadi/badan yang menyelenggarakan pembayaran atas tempat parkir. 2.1.2.6 Dasar hukum Pajak Parkir a. Undang-Undang No 17 Tahun 1997 tentang badan penyelesaian sengketa pajak.
b. Undang-Undang No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. c. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang PEMDA. d. Undang-Undang No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. e. Undang-Undang No 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. f. Peraturan pemerintah tentang 105 Tahun 2000 tentang pengelolahan dan pertanggung jawaban keuangan daerah. g. Keputusan Menteri Dalam Negeri No 17 Tahun 1997 tentang pedoman tata cara pemungutan daerah 7. Tarif Pajak Parkir Tarif pajak parkir ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang pajak parkir. Tarif tersebut berlakunya sama dengan tarif yang terdapat dalam UU pajak daerah, namun sebenarnya dalam UU pajak daerah 3 ayat (2) di tetapkan tentang ketentuan tarif pajak kabupaten / kota yang mengatakan bahwa tarif pajak untuk pajak kabupaten / kota di tetapkan paling tinggi sebesar: o 10 % untuk pajak hotel o 10 % untuk pajak restoran o 35 % untuk pajak hiburan o 25 % untuk pajak reklame
o 10 % untuk pajak penerangan jalan o 20 % untuk pajak pengambilan bahan galian o 20 % untuk pajak parkir Keterangan ketentuan diatas memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah kabupaten / kota untuk mengatur sendiri besanya tarif yang diberlakukan dalam rangka pemungutan pajak kabupaten atau kota di wilayah masing-masing, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat di daerah masing-masing, termasuk membebaskan pajak bagi masyarakat yang tidak mampu. Penerapan tarif untuk pajak kabupaten / kota yakni perlakuan dan penetapan tarif pajak kabupaten / kota dalam suatu peraturan daerah tidak boleh melebihi tarif tertinggi / maksimal yang ditentukan oleh UU pajak daerah.
2.1.3 Pendapatan Daerah 2.1.3.1 Pengertian Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 2.1.3.2 Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Untuk memberikan
melaksanakan pelayanan
penyelenggarakan kepada
masyarakat
pemerintah dan
untuk
dalam
rangkah
melaksanakan
pembangunan. Pemerintah daerah sangat membutuhkan pembiayaan atau dana guna membiayai semua kegiatan daerah tersebut.untuk itu maka setiap daerah
harus memiliki sumber-sumber pendapatan daerah untuk dimanfaatkan bagi pembagunan daerah.. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang PEMDA dan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah c. Hasil pengelolahan kekayaan daerah yang di pisahkan dan d. Lain-lain PAD yang sah 2. Dana perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka prosentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari : a. Dana bagi hasil Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil terdiri dari: 1. Dana bagi hasil dari pajak yaitu: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
c. Pajak Penghasilan (Pph) pasal 21, pasal 25, dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri. 2. Dana bagi hasil dari bukan pajak yaitu: a. 90% atas tiap-tiap hasil penerimaan negara di sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan. b. 15% dari sektor pertambangan minyak bumi yangberasal dari wilayah daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. 30% dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagian daerah dari penerimaan PBB sektor pedesaan, perkotaan, dan perkebunan, serta penerimaan dari BPHTB diterima langsung oleh daerah penghasil, sedangkan bagian daerah dari sektor pertambangan dan perhutanan serta penerimaan SDA diterima oleh daerah penghasil dan daerah lainnya untuk pemerataan. b. Dana Alokasi Umum (DAU) Sumber dana perimbangan yang kedua yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan
antar
daerah
untuk
membiayai
kebutuhan
pengeluarannya.menurut pasal 7 ayat 1 dan 2 UU No.25 /1999, DAU ditetapkan minimal 25% dari penerimaaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN
dimana 90% nya untuk daerah Kabupaten / Kota dan 10% nya untuk daerah propensi. c. Dana Alokasi Khusus (DAK) Sumber dana perimbangan yang ketiga adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersediannya dana dalam APBN. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Menurut pasal 3 UU No 25 Tahun 1999 yang disebut dengan pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. Pinjaman daerah dilakukan atas persetujuan dari DPRD dengan memperhatikan kemampuan daerah untuk memenuhi kewajibannya dimana setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan daerah diumumkan dalam lembaran daerah agar setiap orang dapat mengetahuinya. Pada prinsipnya daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri. Pos pinjaman dari dalam negeri dapat berasal dari pinjaman pemerintahan pusat atau lembaga komersial (bank dan lembaga keuangan bukan bank) atau penerbitan obligasi daerah untuk membiayai anggarannya. Sementara pinjaman dari luar negeri dilakukan melalui pemerintahan pusat yang mekanismenya mengandung
pengertian bahwa pemerintahan pusat akan evaluasi dari berbagai aspek mengenai dapat atau tidaknya usulan pinjaman daerah tersebut diproses. Daerah dapat melakukan pinjaman yang bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang.
Pinjaman
jangka
panjang
dilakukan
guna
membiayai
pembagunan prasana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman tersebut, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. Jangka waktu pinjaman jangka panjang tidak boleh melebihi umur ekonomis prasarana tersebut. Untuk pinjaman daerah yang bersifat jangka pendek biasanya digunakan untuk pengaturan alur kas dalam pengelolahan kas daerah. Sedangkan sumber pembiayaan pemerintah daerah yang berasal dari lainlain yang sah antara lain berasal dari hibah, dan darurat dan penerimaan lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya kewenangan untuk mengenakan sejumlah pajak atau retribusi dalam rangka membiayai pelayanan publik merupakan unsur penting dalam setiap pemerintah baik kabupaten maupun kota. Ketentuan di atas jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak dan retribusi daerah serta hasil usaha daerah sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang No 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, khususnya yang bersumber dari pajak daerah perlu ditingkatkan sehingga kemandirian daerah dalam hal pembiayaan peyelenggaraan pemerintah didaerah dapat terwujud. 2.1.3.3 Manfaat Pendapatan Daerah Adapun manfaat pendapatan daerah diantaranya untuk melaksanakan urusan pemerintahan dalam melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan , kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial12. Juga untuk melaksanakan penyelenggarakan pemerintah dalam rangkah memberikan pelayanan kepada masyarakat dan untuk melaksanakan pembangunan. Sehingga mengurangi
ketergantungan
terhadap
pembiayaan
dari
pusat,
sehingga
meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah. 2.1.3.4 Penggunaan Pendapatan Daerah Sejalan dengan pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, maka kepada daerah diberikan sumber-sumber keuangan yang memadai agar masing-masing daerah otonom dapat menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah secara efisien. Ketidak seimbangan antara beban tugas-tugas pelayanan pada masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dengan kemampuan keuangan daerah maka diperlukan instrumen kebijakan penyusunan skala prioritas kegiatan dengan pemanfaatan keuangan
daerah yang efektif, efisien dan produktif. Oleh karena itu seluruh sumber pendapatan daerah termasuk aset milik daerah perlu dikelola secara efektif dan efisien. Permasalahan mendasar yang dihadapi dalam rangka penggunaan keuangan daerah adalah : (1) Terbatasnya sumber pendapatan daerah (2) Pendayagunaan aset daerah belum optimal (3) Pendapatan daerah belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Kebijakan penggunaan keuangan daerah pada prinsipnya melalui (1) Peningkatan pendapatan daerah yang dilakukan melalui: penajaman potensi riil sumber-sumber pendapatandaerah, pendayagunaan aset daerah sebagai salah satu sumber pendapatan, intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah; (2) Pengendalian dan pengawasan pengelolaan aset daerah diarahkan agar berdaya guna dan berhasil guna untuk peningkatan pendapatan daerah; (3) Belanja daerah diarahkan untuk menunjang kelancaran tugas-tugas pelayanan masyarakat, pembangunan dan pemerintahan secara efektif, efsisien dan produktif yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Tujuan, penggunaan keuangan daerah untuk : (1) meningkatkan penerimaan pendapatan daerah dari obyek-obyek baru dan
meningkatkan
penerimaan
dana
perimbangan
dan
dana
penyeimbang guna penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan;
(2) meningkatkan tertib administrasi pengelolaan aset-aset daerah guna memberikan kontribusi pendapatan daerah; (3) mencapai keluaran yang berhasil guna dan berdaya guna sesuai dengan tujuan, sasaran dan manfaat yang telah ditetapkan. Strategi, dalam pengelolaan keuangan daerah dilakukan melalui strategi (1) peningkatan pendapatan daerah yang setiap tahun diharapkan selalu meningkat,
sehingga
diperlukan
adanya
intensifikasi
dan
ekstensifikasi sumbersumber pendapatan daerah yang ada; (2) aset-aset daerah yang dimiliki Pemerintah Propinsi, untuk itu diperlukan inventarisasi terhadap aset- aset yang tersebar pada Badan/Dinas/Kantor serta Unit Kerja diseluruh Jawa Timur. Selanjutnya perlu diadakan identifikasi terhadap aset daerah yang produktif maupun yang tidak produktif; (3) pembelanjaan dilaksanakan dengan prinsip anggaran kinerja secara efektif, efisien dan ekonomis, sehingga terwujudnya kegiatan tepat waktu, tepat sasaran dan tepat manfaat. 2.2 PENELITIAN TERDAHULU Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang peran pajak parkir dalam menunjang pendapatan daerah. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1.Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Idil Gufron pada tahun 2009 dengan judul “TINJAUAN
ATAS
EFEKTIVITAS
PAJAK
PARKIR
DAN
KONTRIBUSINYA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH
PADA
DINAS
PENDAPATAN
DAN
PENGELOLAAN
KEUANGAN (DPPK) KABUPATEN BANDUNG.” Ada beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian yang kami lakukan dengan peneletian yang dilakukan oleh Moh. Idil Gufron. Persamaanya yaitu penelitian kami sama-sama membahas tentang peran pajak parkir dalam menunjang pendapatan daerah,persamaan yang lain yaitu sama-sama tidak tercapainya target pendapatan asli daerah yang telah ditetapkan serta, sama-sama tidak seimbang antara potensi sebenarnya yang dimiliki dengan realisasi peneriman pajak parkir yang sudah dilakukan. Selain itu juga penyebab tidak tercapainya suatu target dikarenakan sistem penerimaan pajak parkir masih dilakukan secara manual yang mengakibatkan kebocoran pajak parkir.sedangkan perbedaannya yaitu penelitian Moh. Idil Gufron bertempat di bandung dan penelitian kami terdapat disurabaya. Jika di kota bandung Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung merupakan salah satu bagian dari pemerintahan daerah yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan penagihan pajak daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah, disamping tugas-tugas lainnya. Berikut ini data mengenai penerimaan Pajak Parkir pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Tabel 2.1 Keuangan (DPPK) selama tahun anggaran 2005-2009 Penerimaan Pajak Parkir pada DPPK Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2005-2009
No
Thn Anggaran
Target pajak parkir
Realisasi pajak parkir
%
(RP)
(Rp)
(Rp)
1
2005
30.000.000
16.319.900
54,40
2
2006
26.963.000
34.097.900
126,46
3
2007
30.350.000
32.774.500
107,99
4
2008
30.000.000
76.244.400
254,08
5
2009
50.000.000
136.716.942
273,43
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK).2010
Dari tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa realisasi pajak parkir dari setiap tahunnya dapat dikatakan mengalami peningkatan meskipun pada tahun 2007 mengalami sedikit penurunan. Tetapi pada tahun 2008-2009 penerimaan pajak parkir mengalami peningkatan kembali. Setiap besarnya penerimaan pajak parkir dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung yang menunjukkan bahwa pajak daerah salah satunya pajak parkir mempunyai peranan yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Sedangkan pada penelitian kami, tidak mengalami peningkatan setiap tahunnya,tetapi sama-sama penerimaan pajak parkir dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah.
2.3. KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka konseptual penelitian menurut Sapto Haryoko dalam Iskandar (2008: 54) menjelaskan secara teoritis model konseptual variabelvariabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN Ada beberapa jenis penelitin yang dapat digunakan dalam melakukan penelitian, yang diantaranya adalah sebagai berikut : 3.1.1 Penelitian deskriptif Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. 3.1.2 Penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif adalah “ suatu bentuk penelitian yang menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan “ ( Drs.Sumanto.M.A. , 1995 ). 3.1.3 Penelitian kuantitatif Penelitian Kuantitatif adalah penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagain dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model. Sesuai dengan judul yang dikemukakan yakni “Analisis Peranan Pajak Parkir dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah di kota Surabaya”, maka penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Suharsimi : ada 3 macam pendekatan yang termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian studi kasus(case studies), penelitian kausal Sedangkan studi kasus menurut Bogdan dan Biklen penelitian yang menekankan pada pengungkapan secara mendalam dan rinci serta menyeluruh terhadap suatu peristiwa sangat tepat jika dilakukan dengan menggunakan penelitian studi kasus. Hal tersebut di dukung oleh Arikunto yang mengatakan bahwa penelitian kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, rinci, dan mendalam terhadap organisasi, lembaga, atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sempit. Tetapi, jika ditinjau dari sifat penelitian kasus ini lebih mendalam . 3.2 DESKRIPSI POPULASI DAN PENENTUAN SAMPEL 3.2.1 Deskripsi Populasi Agar dapat memberikan arah lebih baik dan jelas dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis perlu melakukan analisis dengan maksud agar tidak
terjadi pembahasan yang meluas dan tidak sesuai dengan pokok permasalahan yang di bahas sehimngga nantinya tidak terdapat kesimpangsiuran dengan masalah lain. Populasi adalah keseluruan subyek penelitian apabilah seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam penelitian maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Study atau penelitiannya juga disebut populasi atau study sensus. Menurut pendapat Sugiyono ( 2005 : 55 ) pengertian populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. 3.2.2 Sampel Menurut Sugiyono ( 2005 : 56 ) pengertian sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya : karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi.Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul – betul representatif ( mewakili ).
3.3 VARIABEL DAN DEVINISI OPERASIONAL VARIABEL 3.3.1 Variabel Penelitian variabel penelitian adalah merupakan suatu obyek, atau sifat, atau atribut atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai bermacam-macam variasi antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya. Variabel penelitian terbagi menjadi dua yaitu variabel dependen (terikat) dan Variabel independen (bebas).variabel terikat adalah variabel yang besarannya tergantung dari besaran variabel independen (bebas). Besarnya perubahan yang disebabkan oleh variabel independen ini, akan memberi peluang terhadap perubahan variabel dependen (terikat) sebesar koefisien (besaran) perubahan dalam variabel independen. Artinya, setiap terjadi perubahan sekian kali satuan variabel independen, diharapkan akan menyebakan variabel dependen berubah sekian satuan juga. Sebaliknya jika terjadi perubahan (penurunan) variabel indepnden (bebas) sekian satuan, diharapkan akan menyebabkan perubahan (penurunan) variabel dependen sebesar sekian satuan juga Dari penjelasan diatas maka peneliti menentukan dua variabel dalam penelitian tersebut, yaitu : a) Variabel Bebas ( Independen ) Peneliti menentukan bahwa peranan pajak parkir dalam menunjang pendapatan asli daerah merupakan variabel bebas ( independen ) karena pajak parkir atau retribusi parkir yang telah berpengaruh pada pendapatan asli daerah di kota Surabaya. b) Variabel Tetap ( Dependen ) Pendapatan Asli Daerah di kota Surabaya merupakan variabel Dependen atau tetap karena didalam penelitian ini terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah, salah satunya dari pajak parkir. 3.3.2 Devinisi Operasional Variabel
Devinisi Operasional Variabel adalah mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Alimul Hidayat, 2007) Devinisi Operasional Variabel ditentukan berdasarkan Parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran adalah Cara dimana variable dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya. 3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Teknik Dokumentasi Dalam melaksanakan metode ini, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, rotulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 2002:135).Di dalam metode ini data diperoleh dari literature dan buku-buku yang berhubungan dengan Sistem Akuntansi Penjualan.Metode ini akan dapat menunjang kelengkapan data. 2. Teknik Observasi Dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi observasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap (Arikunto, 2002:133). Secara umum, observasi adalah pengamatan langsung
suatu obyek yang akan diteliti yang dilakukan dalam waktu singkat dan digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan obyek penelitian. 3. Teknik Interview (wawancara) Menurut Sutrisno Hadi interview adalah suatu proses Tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Metode ini peneliti gunakan untuk mengetahui bagaimana peran Pajak Parkir dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah di Kota Surabaya. Dan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini antara lain: a. Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Surabaya b. Pegawai keuangan di pemerintahan kota Surabaya c. Juru parkir Pendekatan yang digunakan dalam wawancara penelitian ini adalah dengan mengunakan petunjuk umum dalam berwawancara, yaitu: Pertama, peneliti mengadakan sosialisasi terlebih dahulu sehingga peneliti diketahui / dikenal oleh responden: Kedua, diusahakan untuk menjalin keakraban peneliti dengan para informan: Ketiga, peneliti mengunakan pokok-pokok pertanyaan yang mudah dijawab oleh responden. Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara semi struktur. Menurut Arikunto dalam teknik ini mula-mula peneliti menanyakan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dengan mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh meliputi semua variable dengan keterangan yang mendalam.
3.4.2 Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2000:134), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya (Sugiyono, 2006 ). Dari penjelasan di atas maka kami menentukan beberapa instrumen penelitian yang akan kami gunakan dalam penelitain kami, yaitu : 1. Peneliti Sendiri Kami menentukan peneliti sendiri sebagai instrumen penelitian dikarenakan peneliti merupakan alat yang dapat berinteraksi dengan sumber data yang akan diteliti dan Peneliti merupakan instrumen yang dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul
seketika serta dapat mengambil keputusan serta kesimpulan dari sebuah penelitian.
3.5 TEKNIK ANALISIS DATA Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan dalam pola, kategori, dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif maka dalam analisis data yang dilakukan dengan jalan mendeskripsikan data dengan penalaran data yang logis yang mencerminkan kondisi objek penelitian . 1. Peyajian data Penyajian data yang digunakan dalam penelitian kualitatif deskriptif adalah berbentuk bahasa informal dalam susunan kalimat sehari-hari konsep asli responden cukup rinci dan tampa interprestasi dari peneliti. 2.Interprestasi Interprestasi atau penafsiran adalah menetapkan makna atau saling menghubungkan dari sumber dan fakta yang diperoleh. Penafsiran ini bukan berdasarkan suka atau tidak suka melainkan benar-benar tertumpu pada evidensievidensi objektif. Sebelum mengadakan penelitian peneliti mengenal dan memahami kondisi tempat penelitian terlebih dahulu. Selanjutnya secara resmi mengadakan observasi untuk mengumpulkan berbagai macam data, setelah data terkumpul baik dari segi dokumentasi maupun wawancara kemudian ditafsirkan .
3.5.1 Pengecekan Keabsahan Data Menurut Nasution (1989) untuk memperoleh keabsahan data, peneliti melakukan uji kredibilitas. Kredibilitas mengacu pada validitas atau kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh. Kredebilitas data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dilapangan. Sedangkan teknik keabsahan data mengunakan: 1) Ketentuan pengamatan Bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.hal in berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap factor-faktor yang menonjol , kemudian menelan secara rinci sehingga seluruh factor yang diteliti sudah dipahami. 2) Triangulasi Adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori.Disini peneliti
akan
mengunakan
triangulasi
dengan
sumber
yang
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal itu dicapai dengan jalan: a) Membandingkan data hasil pengamatan dan hasil wawancara. b) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. c) Membandingkan hasil wawancara dengan prespektif orang isu suatu dokumen yang berkaitan. 3) Peneliti juga mengunakan teknik membercheck. Menurut Lincolin(1993) teknik memberchek yaitu dengan mendatangi kembali informan sambil memperlihatkan data yang sudah diketik pada lembar catatan lapangan yang sudah disusun menjadi paparan data dan temuan penelitian. Intinya dalam memberchek informan dan peneliti mengadakan review terhadap data yang telah diperoleh dalam penelitian baik isi maupuin bahasa.
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
4.1 PENYAJIAN DATA
4.1.1 Letak Geografis Kota Surabaya
Surabaya merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Timur, selain dikenal dengan Surabaya kota Pahlawan, juga dikenal dengan kota Metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta. Letak geografis kota surabaya antara 07 derajat 9 menit – 07 derajat 21 menit Lintang selatan dan 112 derajat 36 menit – 112 derajat 54 menit Bujur Timur. Dengan ketinggian 3-6 meter diatas permukaan air laut (dataran rendah), kecuali dibagian selatan terdapat dua bukit landai di daerah lidah dan gayungan dengan ketinggian 25-50 meter diatas permukaan air laut.
Batas wilayah kota surabaya: - Sebelah Utara
: Selat madura.
- Sebelah Timur
: Selat Madura.
- Sebelah Selatan
: Kabupaten Sidoarjo.
- Sebelah Barat
: Kabupaten gresik.
4.1.2 Keadaan Sosial Budaya Kota Surabaya Surabaya merupakan kota multi etnis yang kaya akan budaya. Beragam etnis bermigrasi ke Surabaya. Sebut saja etnis Melayu, China, India, Arab dan Eropa sementara etnis Nusantara sendiri antara Lain Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi datang dan menetap, hidup bersama serta membaur dengan penduduk asli membentuk pluralisme budaya yang kemudian menjadi ciri khas kota Surabaya.Inilah yang membedakan kota Surabaya dengan kota-kota di Indonesia. Bahkan ciri khas ini sangat kental mewarnai kehidupan pergaulan sehari-hari. Sikap pergaulan yang sangat egaliter, terbuka, berterus terang, kritik dan mengkritik merupakan sikap hidup yang dapat ditemui sehari-hari. Bahkan kesenian tradisonal dan makanan khasnya mencerminkan pluralisme budaya Surabaya. Budaya daerah, tradisi dan gaya hidup yang berbeda di setiap daerah merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung. Budaya daerah ini antara lain, kesenian, pakaian adat, upacara adat, gaya hidup, dan kepercayaan. Sementara kesenian modern juga tumbuh pesat. Sejumlah sanggar tari berkonsentrasi mengembangkan perpaduan seni tradisional dan modern. Namun demikian banyak group tari mengembangkan kreasi modern, misalnya Marlupi Dance, Gito Maran.
Upaya
untuk
mewujudkan
kehidupan
berkesenian
di
Surabaya
dikembangkan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) maupun perkumpulanperkumpulan seni teater, seni lukis dan musik. Pameran seni lukis maupun seni teater seringkali diselenggarakan di Gedung Balai Pemuda. Sementara pagelaran seni tari tradisional selalu digelar di Taman Hiburan Rakyat (THR) dan Taman Budaya. Surabaya Symphony Orchestra (SSO) juga mengambil peran penting dalam menumbuhkan seni musik di Surabaya. Bahkan keadaan sosial ekonomi di kota Surabaya sudah mengklaim dirinya sebagai Kota Jasa dan Perdagangan. Lebih dari itu Kota Surabaya adalah Kota bisnis dengan berbagai aktivitas yang berlangsung. Ibarat sebuah toko, Surabaya adalah Toko Serba Ada. Didalamnya berlangsung segala aktivitas, serta tersedia segala fasilitas yang mendukung.Perdagangan adalah aktivitas utama Kota Surabaya. Secara geografis, Surabaya memang telah diciptakan sebagai Kota Perdagangan. Sejak zaman Majapahit, kolonial, hingga saat ini, perdagangan menjadi aktivitas utama. Kini, aktivitas perdagangan di Surabaya tak hanya melayani kebutuhan lokal serta nasional. Surabaya mulai berkembang menjadi kota dagang Internasional.Dengan predikat Surabaya sebagai kota dagang, terdapat beberapa pilar-pilar utama penyangganya. Lokasi-lokasi ini yang menjadi ruang-ruang terjadinya aktivitas perdagangan. Dengan posisi Surabaya sebagai Kota Perdagangan, Pasar Modern adalah pilar utamanya. Tampilan menarik, suasana nyaman, serta harga yang pasti merupakan keunggulan pasar modern yang sesuai dengan sibuknya aktivitas
masyarakat kota. Pasar modern tersebar di seluruh penjuru kota Surabaya, baik di pusat maupun di pinggiran kota. Keberadaan pasar modern yang banyak ini memberikan pilihan lebih banyak kepada masyarakat. Jumlahnya akan terus berkembang seiring meningkatnya investasi di Surabaya.Tanjung Perak merupakan pelabuhan penting di Indonesia Timur. Pelabuhan ini diakui sebagai pusat kolektor dan distributor barang ke kawasan Timur Indonesia. Tanjung Perak terhubung dengan beberapa kawasan industri dan pergudangan seperti SIER, Berbek, maupun Margomulyo. Aktivitas bongkar muat yang tak kenal henti menandakan pergerakan barang yang lancar. Untuk mendukung aktivitas perdagangan, di Surabaya juga terdapat pusat-pusat perkantoran. Layaknya pasar modern, perkantoran pun tersebar baik di pusat maupun pinggiran kota Surabaya. Di pusat kota, berdiri wisma Intiland, BRI Tower, Bumi Mandiri, dan lainnya. Selain itu pusat perkantoran berkembang pesat di kawasan Surabaya Barat seiring munculnya pusat bisnis baru di daerah HR Muhammad, kawasan perkantoran dan bisnis di Graha Family dan Pusat perbelanjaan Supermall Pakuwon. Dalam era modern, Bank mengambil peran sentral dalam aktivitas manusia. Di lingkungan masyarakat perkotaan seperti di Surabaya, bank dimanfaatkan oleh masyarakat dalam level kebutuhan pribadi, keluarga, maupun instansi bisnis. Keberadaan layanan perbankan di Surabaya mutlak diperlukan demi keamanan dan kemudahan bertransaksi. Di Surabaya berdiri 61 instansi perbankan yang terdiri atas 6 bank pemerintah, 2 bank pembangunan daerah, 42 Bank Swasta Nasional, serta 11
Bank Internasional. Sebagai kota bisnis, banyak wisatawan berkunjung ke Surabaya baik untuk kepentingan bisnis maupun berwisata. Untuk mendukung aktivitas tersebut, fasilitas hotel berbagai kelas terdapat di Surabaya. Surabaya memiliki berbagai tipe hotel di seluruh sisi kota. Beberapa hotel berbintang yang ada di Surabaya misalnya Shangri La, Sheraton, Majapahit, dan JW Marriot. Selain hotel berbintang, kini mulai muncul banyak pula hotel dengan tarif terjangkau atau ekonomis. Berdirinya banyak pusat perbelanjaan modern tak membuat pasar tradisional ditinggalkan. Di Surabaya, pasar tradisional masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat. Harga murah, keakraban suasana, serta seni tawar-menawar selalu menjadi daya pikat pasar tradisional ketimbang pasar modern. Pembenahan pasar-pasar tradisional terus dilakukan agar menjadi lebih nyaman dan aman. Kampung Surabaya menjadi ruang kehidupan bagi masyarakat Surabaya. Selain untuk tinggal, kampung-kampung di Surabaya pun adalah lokasi beraktivitas produksi. Kini muncul kampung-kampung yang menjadi pusat aktivitas industri kecil rumahan. Setiap kampung hadir dengan produk khasnya baik penganan, pernak-pernik, pakaian, dan lain-lain. Dengan sentuhan pemerintahan kota, kini kampung-kampung tersebut dilabeli kampung unggulan dan menjadi potensi pemberdayaan ekonomi kerakyatan. 4.1.3 Sejarah Singkat Kota Surabaya Surabaya secara resmi berdiri pada tahun 1293. Tanggal peristiwa yang diambil adalah kemenangan Raden Wijaya, Raja pertama Mojopahit melawan pasukan Cina. Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak
lama. Saat itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya. Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kemerdekaan. Puncaknya pada tanggal 10 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang saat itu menjadi simbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai hari Pahlawan. Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang tercantum dalam prasasti Trowulan I berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut terungkap bahwa Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Berantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai tersebut. Surabaya (Churabhaya) juga tercantum dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca tentang perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada tahun 1385 M dalam pupuh XVII (bait ke 5, baris terakhir), Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M Pprasasti Trowulan) dan 1365 M (Negara Kertagama), para ahli menduga bahwa Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut. Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil
menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh. Versi lain mengatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon setelah mengalahkan tentara Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah Keraton di Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu Buaya, Jayengrono makin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kekuatan dilakukan dipinggir sungai Kalimas dekat Peneleh. Perkelahian adu kesaktian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal kehabisan tenaga. Kata “ SURABAYA “ juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air, antara tanah dan air. Selain itu dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan Suro (Sura) dan Boyo (Baya atau Buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa nama Surabaya muncul setelah terjadinya peperangan antara ikan Sura dan Buaya (Baya), Supaya tidak menimbulkan kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Keputusan tersebut menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal tersebut ditetapkan atas kesepakatan sekelompok
sejarahwan yang dibentuk oleh Pemerintah Kota bahwa nama Surabaya berasal dari kata “Sura ing Bhaya” yang berarti “ Keberanian menghadapi bahaya “ diambil dari babak dikalahkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293. Tentang simbol kota Surabaya yang berupa ikan Sura dan Buaya terdapat banyak sekali cerita. Salah satu yang terkenal tentang pertarungan ikan Sura dan Buaya diceritakan oleh LCR. Breeman seorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada tahun 1918. Masih banyak cerita lain tentang makna dan semangat Surabaya. Semuanya mengilhami pembuatan lambang-lambang Kota Surabaya. Lambang kota Surabaya yang berlaku sampai saat ini ditetapkan oleh DPDRS kota besar Surabaya yang keputusan No. 34/DPRS tanggal 19 Juni 1955 diperkuat dengan Keputusan Presiden R.I No. 193 tahun 1955 tanggal 14 Desember 1956. 4.1.4 Visi dan Misi VISI Pembangunan kota Surabaya Berdasarkan beberapa permasalahan pokok yang telah diuraikan, maka Visi pembangunan kota Surabaya sampai dengan tahun 2010, adalah sebagai “SURABAYA CERDAS dan PEDULI (SURABAYA SMART and CARE)”. Terwujudnya kota Surabaya sebagai pusat perdagangan dan jasa yangcerdas dalam merespon semua peluang dan tuntutan global,
didukungoleh
kepedulian
tinggi
dalam
mewujudkan
struktur
pemerintahan dankemasyarakatan yang demokratis, bermartabat dalam tatanan
lingkunganyang sehat dan manusiawi. MISI Pembangunan Kota Surabaya Untuk mewujudkan visi yang menjadi tujuan akhir bagi segala bentuk penyelenggaraan pembangunan di Kota Surabaya, maka misi yang akan dijalankan dan menjadi sasaran bagi segala bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan oleh seluruh pelaku pembangunan – baik oleh penyelenggara pemerintahan maupun masyarakat selama lima tahun kedepan adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan pemerintahan yang demokratis, berkeadilan, transparan dan akuntabel didukung dengan struktur birokrasi yang berintegritas, berkompeten, efisien dan profesional. 2. Meningkatkan akselerasi pertumbuhan arus Perdagangan barang dan jasa dalam skala regional maupun internasional serta memadukan wilayah Greater Surabaya dalam suatu sistem tata ruang yang terintegrasi didukung infrastruktur, sistem transportasi dan sistem Teknologi Informasi yang memadai. 3. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta menciptakan keterpaduan antara pengusaha kecil, menengah dengan pengusaha besar yang di dukung oleh iklim usaha yang kondusif. 4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui fasilitasi kebutuhan dasar, penataan dan pembinaan PKL serta
usaha Informal lainnya. 5. Mewujudkan penataan lingkungan kota yang bersih sehat, hijau dan nyaman. 6. Meningkatkan
kualitas
pendidikan
berwawasan
kebangsaan
dan
berkualitas global yang terjangkau bagi warga kota serta menyiapkan generasi muda yang siap menghadapi tantangan kemajuan zaman. 7. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat kota serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang lingkungan sehat dan perilaku sehat. 8. Menggali
dan
meningkatkan
khasanah
budaya
lokal,
kegiatan
keagamaan, mengembangkan kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, bertoleransi dan berakhlakul karimah. 4.1.5 Tugas dan Wewenang Dinas Pendapatan Daerah Kota Surabaya. Tabel 4.1 Daftar UPTD Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan UPTD
KECAMATAN
ALAMAT
NO.TLP
SURABAYA 1
BUBUTAN
JL. JAKARTA
TLP:
PABEAN
BARAT NO.2A
031 3298091
CANTIKAN KREMBANGAN
SEMAMPIR SURABAYA 2
TEGALSARI
JL. TAMBAK
TLP :
SIMOKERTO
REJO V/3
031 3771012
GUBENG
JL.
TLP :
TAMBAK SARI
SUKODAMI
031 5941436
BULAK
NO.1
GENTENG SURABAYA 3
KENJERAN SURABAYA 4
ASEM ROWO
JL. DUKUH
TLP :
SUKOMANUNGGAL
KUPANG
031 5688116
SAWAHAN
BARAT 1/25
DUKUH PAKIS SURABAYA 5
PAKAL
JL. DARMO
TLP :
BENOWO
INDAH
031 7329474
TANDES
BARAT V/1
SAMBKEREP SURABAYA 6
KARANGPILANG
JL. RAYA
TLP :
WIYUNG
WIYUNG NO
031 7665094
LAKARSANTRI
89
JAMBANGAN SURABAYA 7
GAYUNGAN
JL.
TLP :
WONOKROMO
JEMURSARI
031 8419985
WONOCOLO
UTARA V/11
TENGGILIS MEJOYO SURABAYA 8
GUNUNG ANYAR
JL. RUNGKUT
TLP :
RUNGKUT
ASRI TIMUR
031 8791777
MULYOREJO
XVIII/2
SUKOLILO Sumber : www.DISPENDA SURABAYA.
Tugas pokok Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah
berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pendapatan dan pengelolaan keuangan.Bagian Ketigabelas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan.
Tugas Pokok Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan
di
bidang
pendapatan
dan
pengelolaan
keuangan.Bagian
Ketigabelas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan.
Dalam menyelenggarakan tugas , Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan mempunyai fungsi :
a.perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan dan pengelolaan
keuangan. b. penyelengaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum c. pembinaan dan pelaksanaan tugas. d. pengelolaan ketatausahaan Dinas e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. 1. Sekretariat Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan di bidang kesekretariatan. Rincian tugas Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193, sebagai berikut : a. pemrosesan administrasi perizinan/rekomendasi. b.pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana program anggaran dan laporan Dinas. c. pelaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan. d. pengelolaan administrasi kepegawaian. e. pengelolaan surat menyurat, dokumentasi, rumah tangga dinas, kearsipan dan perpustakaan. f. pemeliharaan rutin gedung dan perlengkapan/peralatan kantor. g. pelaksanaan hubungan masyarakat dan keprotokolan. h. pelaksanaan administrasi perizinan/pemberian rekomendasi. i. pelaksanaan penyelesaian sengketa hukum dan penyiapan perangkat hukum.
j. penilaian angka kredit jabatan fungsional. k. pelaksanaan pelayanan porporasi berkaitan dengan pemungutan pajak. l. pelaksanaan fasilitasi implementasi rencana tindak kota. m. penyusunan perumusan bahan penetapan Peraturan Daerah tentang pokok pokok pengelolaan keuangan daerah. n. penyusunan perumusan bahan penetapan kebijakan pengelolaan pinjaman dan obligasi daerah, serta BLU kota. 2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang umum dan kepegawaian. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang umum dan kepegawaian. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya. 3. Sub Bagian Keuangan mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan.
b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang keuangan. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang keuangan. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya. 4. Sub Bagian Penyusunan Perencanaan Kegiatan mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang penyusunan perencanaan kegiatan. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang penyusunan perencanaan kegiatan. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang penyusunan perencanaan kegiatan. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang penyusunan perencanaan kegiatan. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya. 5. tugas Bidang Pendapatan Pajak Daerah sebagai berikut : a. pemrosesan teknis perizinan/rekomendasi sesuai Bidangnya.
b. penyusunan perumusan bahan penetapan kebijakan pengelolaan pajak daerah. c. pelaksanaan pengelolaan pajak daerah. d. pembinaan dan pengawasan pajak daerah skala kota. 6. Seksi Pajak Hotel dan Restoran mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pajak hotel, restoran dan air tanah. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pajak hotel, restoran dan air tanah. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang pajak hotel, restoran dan air tanah. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang pajak hotel, restoran dan air tanah. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pendapatan Pajak Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. 7. Seksi Pajak Hiburan dan Reklame mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pajak hiburan, reklame dan sarang burung walet. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pajak hiburan, reklame dan sarang burung walet. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang pajak hiburan, reklame dan sarang burung walet
d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang pajak hiburan, reklame dan sarang burung walet. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pendapatan Pajak Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. 8. Seksi Pajak Penerangan Jalan dan Parkir mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pajak penerangan jalan, parkir, PBB dan BPHTB. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pajak penerangan jalan, parkir, PBB dan BPHTB. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang pajak penerangan jalan, parkir, PBB dan BPHTB. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang pajak penerangan jalan, parkir, PBB dan BPHTB. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pendapatan Pajak Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. 9. Bidang Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan. Bidang Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan di bidang perimbangan
dan lain-lain pendapatan. Rincian tugas Bidang
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan sebagai berikut :
a. penyusunan perumusan bahan penetapan kebijakan pengelolaan retribusi daerah. b. fasilitasi, supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan retribusi daerah. c. pembinaan dan pengawasan retribusi daerah skala kota. d. pelaksanaan pengelolaan pinjaman dan obligasi daerah, serta BLU kota. e. pengawasan pinjaman dan obligasi daerah, serta BLU kota. f. usulan program dan kegiatan kota untuk didanai dari DAK. g. penyiapan data realisasi penerima DBH kota. 10. Seksi Perimbangan Pajak mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang perimbangan pajak. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang perimbangan pajak. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang perimbangan pajak. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang perimbangan pajak. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. 11. Seksi Lain-lain Pendapatan mempunyai fungsi :
a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang lain-lain pendapatan. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang lain-lain pendapatan. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang lain-lain pendapatan. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang lain-lain pendapatan. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. 12. Bidang Anggaran dan Perbendaharaan. Bidang Anggaran dan Perbendaharaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan di bidang anggaran dan perbendaharaan. Rincian tugas Bidang Anggaran dan Perbendaharaan, sebagai berikut : a. penyusunan tata tertib bahan masukan penetapan DAU dan DAK bagi sidang DPOD. b. perencanaan anggaran penanganan urusan pemerintahan kota. c. penyusunan perumusan bahan penetapan Perda tentang APBD dan perubahan APBD. d. pengelolaan data dasar penghitungan alokasi DAU kota. e. pengelolaan DAU kota.
f. pengelolaan DAK. 13. Seksi Anggaran Pendapatan mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang anggaran pendapatan. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang anggaran pendapatan. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang anggaran pendapatan. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang anggaran pendapatan. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas . f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Anggaran dan Perbendaharaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. 14. Seksi Anggaran Belanja mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang anggaran belanja. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang anggaran belanja. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang anggaran belanja. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang anggaran belanja. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.
f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Anggaran dan Perbendaharaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. 15. Seksi Perbendaharaan mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang perbendaharaan. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang perbendaharaan. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang perbendaharaan. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang perbendaharaan. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Anggaran dan Perbendaharaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. 16. Bidang Kas dan Akuntansi. Bidang Kas dan Akuntansi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan di bidang kas dan akuntansi. Rincian
tugas
Bidang
Kas
dan
Akuntansi,
sebagai
berikut
:
a. pelaporan pengelolaan DAU kota. b. pengendalian dan pelaporan pengelolaan DAK. c. penyusunan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. d.
penyusunan
kebijakan
laporan
keuangan
dan
pertanggungjawaban
pelaksanaan pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama.
17. Seksi Kas mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang kas b. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang kas. c. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang kas. d. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. e. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Kas dan Akuntansi sesuai dengan tugas dan fungsinya. 18. Seksi Akuntansi mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang akuntansi. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang akuntansi. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang akuntansi. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang akuntansi. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Kas dan
Akuntansi sesuai dengan tugas dan fungsinya. 19. Seksi Evaluasi dan Pelaporan mempunyai fungsi : a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang evaluasi dan pelaporan. b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang evaluasi dan pelaporan. c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang evaluasi dan pelaporan. d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang evaluasi dan pelaporan. e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Kas dan Akuntansi sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.2 ANALISIS DATA. 4.2.1. Gambaran Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya. Persoalan klasik yang selalu dihadapi oleh semua daerah tidak terkecuali kota Surabaya adalah rendahnya pendapatan daerah yang pada masa lalu disentralisasikan ke pemerintahan pusat maupun ke Propinsi. Apabila dimasa lalu pendapatan daerah sangat tergantung pada bantuan pusat, maka pada era otonomi daerah , daerah harus mampu mengembangkan sumber pendapatan asli daerahnya
sehingga
dapat
membiayai
kegiatan
pembangunan
tanpa
mengantungkan harapan ke pusat. Hal ini mungkin dicapai apabila Kota Surabaya mampu menggali sumber pendapatan daerah melalui usaha ekonomi yang ada di Kota Surabaya. Ketergantungan daerah kepada pusat dalam sumbersumber keuangan daerah telah membuat ketidak mandirian daerah dalam mengelolah keuangan daerah. Masih rendahnya kontribusi pendapatan asli daerah terhadap APBD, berdampak pada kurang optimalnya penyelengaraan fungsi-fungsi pemerintah daerah kabupaten /kota. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini mengenai penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya selama lima tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011:
Tabel 4.2 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya Tahun 20092011, TAHUN
TARGET
REALISASI
EFEKTIVITAS(%)
2009
882.616.888.643
809.795.526.042
91,75
2010
1.059.891.415.591 908.647.775.730
85,73
2011
2.139.625.575.460 1.886.514.301.581 88,17
Sumber data : dinas pendapatan kota surbaya
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, jumlahpendapatan asli daerah yang diperoleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya pada tahun 2009 sebesar Rp. 809.795.526.042, lalu pada tahun 2010
meningkat menjadi Rp. 908.647.775.730dan pada tahun 2011 pendapatan asli daerah menjadi Rp. 1.886.514.301.581.Dilihat dari tingkat efektivitas antara target dan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya selama 3 tahun terakhir ini masuk dalam kategori belum efektif.
4.2.2 Gambaran Kontribusi Pajak Parkir
Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat Parkir yang diperoleh dari sewa/tarif parkir yang dikumpulkan. Dasar pengenaan Pajak Parkir dapat ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Jumlah yang seharusnya dibayar termasuk potongan harga Parkir dan Parkir cuma-Cuma yang diberikan kepada penerima jasa Parkir. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen). Tarif Pajak Parkir ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pajak Parkir yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Parkir berlokasi.
Penarikan pajak parkir di mal-mal ditengarai bocor. Hal ini diketahui dari rendahnya realisasi target pendapatan pajak parkir di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya di 2011 dan hingga pertengahan tahun di 2012 ini.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Moch Machmud mengungkapkan, perolehan pajak parkir di 2011 hanya tercapai Rp 21.841.038.427,00 dari target
sebesar Rp 25.250.000.000. Sedangkan pajak parkir di 2012 ini realisasinya belum mencapai 50%. Belum diketahui berapa pastinya pendapatan pajak parkir hingga pertengahan tahun ini, tapi infromasinya kurang dari 50%,
Kami
mencontohkan parkir di Ciputra World dan Surabaya Town Squar (Sutos) yang sudah menggunakan sistem komputerisasi. Dengan sistem komputerisasi itu, maka pencatatan jumlah mobil yang parkir di sana sudah bagus dan tepat. Hal ini sangat berbeda jika pencatatannya masih memakai sistem manual, yang sudah tentu Pemkot akan sangat mudah untuk dikibuli. tetapi, pajak parkir selalu tak memenuhi target, padahal pencatatan parkir di mal-mal sudah sebegitu canggih, dengan statusnya sebagai salah satu Kota Metropolis di Indonesia, sudah sepantasanya bila Kota Surabaya mencontoh pengelolaan parkir yang baik dan profesional seperti di Singapura. Parkir di negara itu sudah bisa dicatat dengan benar. Dalam satu bangunan sudah dapat dipastikan berapa kapasitas maksimal tempat parkir yang disediakan, sehingga tingkat kebocorannya rendah.
Adapun tata cara pembayaran pajak parkir di Kota Surabaya antara lain : 1. Pembayaran pajak dilakukan di dinas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh kepala daerah sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB,SKPDKBT dan STPD. 2. Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk ,hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas daerah selambat-lambatnya 1x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh kepala daerah. 3.Pembayaran pajak dilakukan dengan mengunakan SSPD. Di Kota Surabaya terdapat beberapa tempat parkir yang dikelola atau
dimiliki oleh orang atau badan yang menjadi objek pajak parkir antara lain: 1. Areal parkir yang berada di mall-mall kota surabaya seperti,Supermall, Ciputra Worl, Ramayana dan lain-lain. 2.Areal parkir badan usaha milik swasta seperti Warnet-warnet, Restoran, bank bank swasta, rumah sakit swasta , pertokoan dan lain-lain. Adanya pemungutan pajak parkir selain menunjang PAD, secara tidak langsung juga dapat memberikan dampak positif baik terhadap pemerintahan Kota Surabaya maupun terhadap masyarakat Kota Surabaya diantaranya, dapat memberikan/ membuka lowongan kerja masyarakat Kota Surabaya. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan bapak andik selaku juru parkir di ramayana yang mana beliau mengatakan : “Dengan adanya Pakir ini kami bisa mendapatkan pekerjaan sebagai juru perkir harian yang mana setiap harinya kami di gaji sebesar 25000 Rupiah dan itu cukup bagi kami untuk biaya hidup sehari-hari.” Bapak haris salah satu juru parkir di matahari juga mengatakan hal yang serupa: “Sekarang cari kerja sulit, pekerjaan saya ya …Cuma jadi jukir .upahnya tergantung rame dan sepinya pengunjung tapi biasanya 25.000 sampai 35.000 ,ya…lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.” Mas Ilham salah satu juru parkir di Ciputra Worl di Surabaya : “ kalau saya gajinya sudah UMR mbak karena di sini cara pembayaran parkirnya sudah tidak menggunakan cara manual,melainkan dengan cara komputer,jadi hasilnya langsung dikelola pihak mall,tapi lumayanlah mbak dan alhamdulillah cukup bwt kehidupan sehari-hari.”
Dari hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa selain untuk menunjang PAD .pajak parkir juga bermanfaat terhadap sebagian masyarakat karena pajak parkir bisa dijadikan sebagai salah satu pekerjaan bagi sebagian orang, hal ini tentunya bisa mengurangi walaupun sedikit pengangguran didaerah Surabaya ,mengingat kondisi sekarang dimana mencari kerja itu sangat sulit.
4.2.3.Pajak Parkir Mendukung Pembangunan Daerah Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada Negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Sejak tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka. Peran Pemerintah Pusat dalam konteks Desentralisasi ini adalah melakukan _supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah – langkah yang perlu dimbil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan
dalam
batas-batas
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Untuk
merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan PAD. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan
peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Kota Surabaya sebagai bagian dari Propinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai bidang. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber
dari
penerimaan
pemerintah
daerah
Kota
Surabaya
sendiri
Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan didaerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Untuk melihat kemampuan Pemeritah Kota Surabaya dalam menghimpun penerimaan daerah baik penerimaan yang berasal dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam APBD yang biayanya bersumber dari PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah. Komponen yang ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta penerimaan daerah lainnya. Jenis-jenis Pajak Daerah yang ditetapkan dan dapat dipungut oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya menghimpun dana guna meningkatkan kualitas maupun kuantitas pembangunan daerah saat ini terdiri atas delapan jenis Pajak Daerah (Dispenda Surabaya), antara lain Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Bahan galian Golongan C, Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Parkir dan Pajak Sarang Burung. Seperti yang diungkapkan oleh Bpk.Suhartoyo selaku Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan PEMKOT Surabaya : “walaupun tidak secara langsung akan tetapi pajak parkir yang merupakan salah satu dari komponen pajak daerah juga turut menunjang pembagunan daerah. Disini dapat kita lihat dari sumbangan yang diberikan pajak parkir terhadap PAD, sedangkan PAD itu merupakan penerimaan daerah yang digunakan untuk mengatur rumah tangga daerah selain itu untuk menunjang pembangunan daerah. PAD itu digunakan untuk membiayai kepentingan
daerah
dan
belanja
daerah
juga
digunakan
untuk
pembangunan daerah. Maka dari itu jika pendapatan daerah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan daerah maka kami harus mengevaluasi dan mengali lagi potensi-potensi dari sumber- sumber penerimaan daerah, barangkali ada kesalahan operasional “ Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pajak parkir juga ikut berperan dalam menunjang pembangunan daerah. Karena pajak parkir juga menjadi salah satu komponen yang tidak bisa dipisahkan dari komponenkomponen lainnya dalam menunjang PAD.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada masing-masing bab yang telah diuraikan sebelumnya,maka terdapat beberapa kesimpulan antara lain: 1.
Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari peranan
masing-masing
komponen
Pendapatan
Asli
Daerah.
Komponen yang ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta
penerimaan daerah lainnya. Pajak parkir yang merupakan salah satu dari pajak daerah juga menjadi salah satu penunjang PAD 2. Adanya pemungutan pajak parkir selain menunjang PAD, secara tidak langsung juga dapat memberikan dampak positif baik terhadap pemerintahan kota Surabaya maupun terhadap masyarakat kota Surabaya diantaranya, dapat memberikan /membuka lowongan kerja masyarakat kota Surabaya, Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pajak parkir menjadi salah satu komponen pajak daerah yang mendukung pembangunan kota Surabaya.
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti dalam pengelolaan pajak parkir adalah : 1. Demi terwujudnya efektifitas pajak parkir diharapkah pengelolaan pajak parkir lebih profesional dan jujur karena banyak pajak parkir yang ditarik secara illegal oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah kota Surabaya hendaknya lebih mempertegas sanksi dan juga perlu diadakan penertiban terhadap parkir-parkir illegal serta melakukan penyuluhan secara intensif tentang PERDA parkir. 2. Bagi dinas pendapatan Kota Surabaya agar lebih menggali lagi potensi pajak parkir karena masih banyak lagi tempat-tempat parkir yang masih belum terkena pajak parkir .
3. Penulis menyarankan untuk menggunakan sistim komputerisasi agar pencatatan jumlah mobil dan motor yang parkir lebih baik dan benar, sehingga dalam satu bangunan sudah dapat dipastikan berapa kapasitas maksimal tempat parkir yang disediakan, supaya tingkat kebocorannya rendah.
DAFTAR PUSTAKA Azhari.A.Samudra. 2005. Perpajakan di Indonesia :Keuangan,Pajak&Retribusi. Jakarta.HECCA Publising. Tatang , Amirin M. 1986. Menyusun rencana penelitian. Jakarta: CV rajawali. Wijaya, Agoeng. 2009. Dampak Pajak Daerah Terhadap PAD Mulai Terasa 2011.(http://jurnalskripsitesis) (on line) diakses tanggal 04 April 2013. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Penerbit, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 2002. Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif), Gaung Persada Press. Jakarta Tahun 2008 Jusup, Haryono, Dasar-dasar Akuntansi, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta, Tahun 2003. Bambang, Kesit Prakoso. 2003. Pendapatan Dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: Ull Press. Kurniawan, Panca .2004.Pendapatan Daerah Dan Retribusi Daerah Di Indonesia.: Bayu Media Publishing. Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Jakarta: Rajawali Pers . Kumalasari, Nike Dyah. 2008. “Implementasi Kebijakan Parkir Kota Surabaya Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah”.(online).(http://karyailmiah. um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/1268 ), diakses tanggal 11 Juni 2013 Setiawan, Setu. 2006. Perpajakan. Surabaya: Bayu Media. Widjaja. 2001. Titik Berat Otonomi . Jakarta: CV Rajawali press.