Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
1
KONTRIBUSI PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURABAYA Sulistiyoningsih
[email protected] Farida Idayati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to find out how much the contribution of advertisement tax to the local own-source revenue and efforts which have been performed by the Surabaya city government in order to increase tax revenue of Surabaya city. The result of the research shows that the management of advertisement tax in Surabaya city is less optimal. It can be seen from the contribution of advertisement tax to the average local own-source revenue in 2008-2012 is only 7.45% or very low in criteria. The average contribution of advertisement tax to the local tax is 12.26% or in low criteria. While from the effectiveness point of view, it has been found that the management of advertisement tax is in quite effective criteria. Keywords: Advertisement Tax, Contribution, Local Own-Source Revenue ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah dan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kota Surabaya untuk meningkatkan penerimaan pajak kota Surabaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan pajak reklame di kota Surabaya masih kurang optimal. Hal ini bisa dilihat dari kontribusi pajak reklame terhadap PAD pada tahun 2008-2012 yang rata-rata hanya mencapai 7,45% atau dalam kriteria sangat kurang. Kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah rata-rata 12,26% atau berada dalam kriteria kurang. Sedangkan, dari segi efektifitas, maka dapat diketahui bahwa pengelolaan pajak reklame berada pada kriteria cukup efektif. Kata kunci: pajak reklame, kontribusi, pendapatan asli daerah.
PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan negara yang menganut sistem otonomi daerah dalam menjalankan pemerintahannya. Otonomi daerah sendiri merupakan salah satu wujud reformasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota demi mengantisipasi berbagai tuntutan perubahan ketatanegaraan baik secara sosial maupun politik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dasar hukum pertama atas pemberlakuan otonomi daerah adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang juga telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Otonomi daerah menuntut masing-masing daerah untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang baik, sumber keuangan yang cukup serta sarana dan prasarana yang memadai dalam pelaksanaanya. Faktor keuangan merupakan aspek utama yang dititikberatkan dalam pelaksanaan otonomi daerah, karena pada hakikatnya otonomi daerah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
2
menuntut usaha pemerintah daerah untuk secara mandiri membiayai pengeluaranpengeluarannya sehubungan dengan program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah suatu daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus aktif menggali sumber-sumber pembiayaan, baik melalui intensifikasi yaitu dengan pemanfaatan secara optimal sumber pendapatan daerah maupun melalui ekstensifikasi objek pendapatan daerah yaitu dengan mencari sumber pendapatan yang baru, yang dalam peaksanaannya harus tetap memperhatikan ketentuan dan peraturan tertinggi yang berlaku yaitu Undang Undang. Pengelolaan keuangan daerah diwujudkan dalam bentuk penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah masing-masing. Keberhasilan pemerintah daerah dalam rangka pembangunan daerah yang mandiri dan berkelanjutan selain ditunjang dengan ketersediaan sumber daya alam juga tergantung pada kemampuan dan kreativitas sumber daya pemerintah daerah dalam menggali dan memberdayakan potensi-potensi daerah, tentu saja dalam hal ini sumber daya yang dimaksud adalah optimalisasi kinerja personel pemerintah daerah setempat, tidak saja terpaku pada perbaikan tetapi juga pengembangan profesionalisme kinerja perangkat daerah sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan keuangan daerah. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah dijelaskan bahwa sumber pembiayaan daerah adalah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, Lain-lain penerimaan daerah yang sah. Salah satu sumber penerimaan daerah adalah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD merupakan pendapatan yang berasal dari sumber-sumber penerimaan daerah dalam wilayahnya sendiri dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD yang merupakan sumber penerimaan yang murni berasal dari daerah sendiri perlu terus ditingkatkan penerimaannya, hal ini untuk membantu menyokong sebagian biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dari masa ke masa. Sebagai salah satu bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur juga merupakan daerah otonom, dimana Pemerintah daerahnya juga mendapatkan kewenangan dari pemerintah pusat untuk mengatur dan mengelola urusan rumah tangga sendiri. Sebagai kotaterbesar kedua di Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang, tentunya pemerintah kota Surabaya juga terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat di daerahnya yang diwujudkan dalamberbagai program pembangunan yang dilaksanakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Semua hal ini dilakukan tentu dengan satu tujuan utama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di wilayah kota Surabaya. Dalam rangka mewujudkan dan memperlancar jalannya program pembangunan tersebut maka dibutuhkan pula dana yang besar dimana salah satunya bisa diperoleh melalui optimalisasi pendapatan daerah. Dalam rangka optimalisasi pendapatan daerah, Pemerintah Daerah Kota Surabaya memberlakukan beragam jenis pajak daerah, yang tentunya pemberlakuannya juga disesuaikan dengan peraturan-peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang berlaku di Indonesia. DPRD sebagai lembaga tinggi legislatif daerah yang merupakan mitra pemerintah daerah, juga ikut berperan serta dalam rangka penetapan target masing-masing komponen penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah Kota Surabaya di setiap awal tahun anggaran. Dalam menentukan target penerimaan pajak daerah, aparatur pemerintah kota juga selalu memperhatikan aspek yang penting yang secara teknis berpengaruh pada penerimaan keuangan daerah pada umumnya yaitu situasi dan kondisi perekonomian serta suasana politik daerah. Penerimaan pajak daerah kota Surabaya digali dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak bumi dan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
3
bangunan, pajak bea hak atas tanah dan bangunan dan pajak air bawah tanah dan air permukaan. Dari berbagai jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kota Surabaya, pajak reklame merupakan salah satu jenis pajak yang memiliki prospek positif yang bisa dikembangkan dan peranannya dapat meningkatkan PAD. Surabaya merupakan kota yang pertumbuhan dan perkembangannya perekonomiannya bisa dikatakan relatif cepat. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan perekonomian di kota Surabaya dari berbagai sektor khususnya industri dan perdagangan tumbuh begitu pesat, jika dipantau dari segi perdagangan dapat dilihat dari semakin maraknya pusat-pusat perbelanjaan yang didirikan di kota Surabaya. Dengan melihat perkembangan ini maka penerimaan PAD dari sektor pajak reklame tentunya memiliki potensi yang cukup besar, karena setiap perusahaan ataupun perorangan akan lebih banyak menggunakan media reklame untuk mempromosikan berbagai jenis kegiatan usaha dan produk mereka. Hal ini dapat dilihat dari sudut-sudut kota Surabaya baik di pusat kota maupun pinggiran kota yang banyak terpampang berbagai macam reklame. Masalah umum yang dihadapi pada sektor pajak reklame ini adalah kurangnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam meningkatkan pajak reklame ini, disebabkan kurangnya sosialisasi pemerintah daerah kepada masyarakat tentang pajak reklame, selain itu juga kurangnya pengawasan dari aparatur pemerintah kota dalam rangka pengelolaannya. Salah satu contohnya adalah adanya reklame yang tanpa ijin pemasangan dari pemerintah kota ataupun reklame yang perijinannya sudah mati, selain itu juga banyaknya reklame politik reklame yang illegal dan tidak tertata dengan rapi sehingga dapat merusak pemandangan kota, serta banyak lagi hal-hal negatif lainnya yang dapat mengurangi penerimaan pajak reklame. Disisi lain, kontribusi pajak reklame terus diharapkan akan semakin meningkat dari tahun ketahun untuk menambah penerimaan PAD agar tujuan otonomi daerah untuk menciptakan kemandirian daerah di sektor keuangan akan dapat terwujud. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi dari pajak reklame terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah selama 5 (lima) tahun yaitu dari tahun 2008 sampai dengan 2012 selain itu juga untuk mengetahui bagaimanakah upayaupaya yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya untuk mengoptimalkan pajak reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. TINJAUAN TEORETIS Definisi Pajak Pajak secara umum merupakan iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang memberikan kontribusi besar terhadap Negara. Dalam rangka menjalankan kegiatankegiatannya, pemerintah memerlukan sumber dana guna membiayai aktivitas seluruh kementrian dan lembaga negara serta lembaga pemerintah lainnya untuk menjalankan berbagai fungsi pemerintahan. Dana yang diterima salah satunya adalah berasal dari penerimaan pajak. Fungsi Pajak Dalam Mardiasmo (2011:2), dijelaskan bahwa pajak memiliki dua fungsi, yaitu : 1. Fungsi Budgeter, artinya bahwa pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Pajak memberikan kontribusi yang sangat besar bagi APBN dalam rangka membiayai pengeluaran pemerintah baik pusat maupun daerah. 2 Fungsi Pengaturan, artinya bahwa pajak adalah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Dalam hal
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
4
ini pemerintah berwenang untuk mengatur kegiatan-kegiatan produsen dan konsumen mencapai tujuan masing-masing. Pengelompokan pajak
Dalam Mardiasmo (2011:3) dijelaskan bahwa pajak dikelompokkan menjadi tiga : 1. Menurut Golongan a. Pajak langsung, contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung, contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif,contoh : Pajak Penghasilan b. Pajak Objektif, contoh : PPN dan Pajak penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat, contoh : PPh, PPN, dan PPNBM dan Bea Materai. b. Pajak Daerah, dikelompokkan menjadi Pajak Provinsi dan Pajak kabupaten/kota. Pajak Provinsi, terdiri dari : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok adalah pajak atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Sedangkan pajak Ka Kabupaten/Kota, terdiri dari : Pajak Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Definisi Pajak Reklame Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, definisi Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Sedangkan, definisi dari reklame merupakan benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.Dalam rangka pengelolaan pajak reklame, pemerintah harus memiliki dasar hukum yang kuat dalam pemungutannya, sehingga dalam prosesnya tidak mengalami hambatan dan penolakan dari masyarakat daerah setempat. Menurut Marihot Siahaan (2013:383), dasar hukum pemungutan pajak reklame pada suatu kabupaten/kota adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah 2. Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undangundang Nomor 18 tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Reklame. 5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Reklame pada kabupaten/kota dimaksud. Objek Pajak Reklame Objek berarti suatu benda yang dapat dikenai suatu pekerjaan tertentu. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, ditetapkan bahwa objek pajak reklame sebagaimana yang dimaksud adalah : 1. Reklame Permanen dan Terbatas Reklame permanen merupakan reklame Megatron dan reklame Papan dengan luas bidang 8 m2 (delapan meter persegi) ke bawah yang diselenggarakan di persil atau reklame berjalan, sedangkan Reklame Terbatas adalah Reklame Megatron dan Reklame
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
5
Papan dengan luas bidang lebih dari 8 m2 (delapan meter persegi) yang diselenggarakan di lokasi persilatau yang diselenggarakan di lokasi bukan persil. Reklame Permanen dan terbatas terdiri dari : a. Reklame Papan/Billboard Merupakan reklame yang bersifat tetap atau tidak dapat dipindahkan dan terbuat dari papan, kayu, termasuk seng, tinplate, collibrite, vynil, aluminium, fiberglass, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau ditempel atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang, dan sebagainya baik bersinar, disinari maupun yang tidak bersinar. b. Reklame Megatron/Large Electronic Display (LED) Yaitu reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak, berupa gambar dan atau tulisan yang dapat berubah-ubah, terprogram, dan menggunakan tenaga listrik. Termasuk didalamnya videotron dan elektronik display. c. Reklame Berjalan Yaitu reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa/ditarik oleh orang. Termasuk didalamnya reklame pada gerobak/rombong, kendaraan baik bermotor ataupun tidak. 2. Reklame insidentil Reklame insidentil merupakan reklame yang diselenggarakan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun dan bersifat sementara.Reklame insidentil terdiri dari : a. Reklame Baliho Yaitu reklame yang terbuat dari papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan tujuan materinya mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil. b. Reklame Kain/Spanduk/umbul-umbul Yaitu reklame yang tujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenis. Termasuk didalamnya adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian bendera), tenda, krey, banner, giant banner dan standing banner. c. Reklame Melekat (Stiker) Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantung pada suatu benda. d. Reklame Selebaran Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan, atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau digantung pada suatu benda lain, termasuk didalamnya adalah brosur, leaflet, dan reklame dalam undangan. e. Reklame Udara Yaitu reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis. f. Reklame Suara Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat. g. Reklame Film/Slide Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise (celluloide) berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
6
h. Reklame Peragaan Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara. i. Reklame Apung Yaitu reklame insidentil yang diselnggarakan di permukaan air atau di atas permukaan air. Subjek Pajak Reklame. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, yang menjadi subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Wajib Pajak Reklame Dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame disebutkan bahwa wajib pajak reklame adalah penyelenggara reklame, yaitu orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Dasar Pengenaan Pajak Reklame Menurut Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR). NSR merupakan nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya Pajak Reklame. Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Pasal 2 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, besarnya Nilai Sewa Reklame dapat dihitung berdasarkan penjumlahan Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJOR) dan Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame (NSPR), atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
NSR =
NJOR +
NSPR
Menurut Marihot Siahaan (2013:388), Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame, termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan, dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame selesai dipancarkan, diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang di tempat yang telah diizinkan. Rumus perhitungan NJOR adalah sebagai berikut NJOR =
(Ukuran luas bidang reklame x Harga dasar ukuran reklame) + (Ketinggian reklame x Harga dasar ketinggian reklame)
Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame yang selanjutnya disingkat (NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi penyelenggaraan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha. Besarnya NSPR dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : NSPR =
((Nilai Lokasi x Skor)+ (Nilai Sudut Pandang x Skor) + (Nilai Ketinggian x Skor)) x Harga Dasar Nilai Strategis
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
7
Jaminan Biaya Bongkar Dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame dijelaskan bahwa jaminan biaya bongkar adalah biaya yang dibayarakan oleh penyelenggara reklame kepada Pemerintah Daerah yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk membongkar reklame dan untuk pemulihan atau perbaikan kembali lokasi atau tempat bekas di selenggarakannya reklame, apabila lokasi atau tempat tersebut merupakan milik atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Berikut ini merupakan ketentuan besarnya biaya bongkar yang harus dibayarkan pada tiap jenis penyelenggaraan reklame : 1. Setiap penyelenggaraan reklame wajib membayar biaya bongkar kecuali reklame berjalan. Nilai jaminan biaya bongkar untuk reklame berukuran sampai dengan 8 m 2 (delapan meter persegi) ditetapkan sebesar Rp 50.000,00/m2/tahun (lima puluh ribu rupiah per meter persegi per tahun). 2. Nilai jaminan biaya bongkar untuk reklame berukuran lebih dari 8 m2 (delapan meter persegi) ditetapkan sebesar Rp 200.000,00/m2/tahun (dua ratus ribu rupiah per meter persegi per tahun). 3. Nilai jaminan bongkar untuk reklame jenis baliho dan kain/spanduk/umbul-umbul ditetapkan sebesar Rp 5.000,00/m2 (lima ribu rupiah per meter persegi). 4. Nilai jaminan bongkar untuk reklame jenis stiker/melekat ditetapkan sebesar Rp 25,00/cm2 (dua puluh lima rupiah per sentimeter persegi). Tarif Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 disebutkan bahwa, untuk materi reklame rokok, besarnya nilai sewa reklame ditambah 25% (dua puluh lima persen). Tata Cara Perhitungan Pajak Reklame Besarnya pajak reklame yang terutang dapat dihitung berdasarkan hasil perkalian dari tarif pajak reklame sebesar 25% (dua puluh lima persen) dengan Nilai Sewa Reklame yang dapat dihitung dengan mempertimbangkan beberapa komponen penentu besarannya, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Pajak Reklame = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, definisi dari Pendapatan asli Daerah adalah pendapatan yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat (PAD) merupakan salah satu komponen penerimaan yang terbesar dalam sisi penerimaan daerah, sehingga sumber penerimaan ini harus terus ditingkatkan agar dapat menanggung pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah akandapat terlaksana secara optimal apabila diikuti dengan sumber-sumber penerimaan daerah yang cukup memadai. Penerimaan daerah merupakan wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal yang terdiri atas Pendapatan dan Pembiayaan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
8
Keuangan Antara Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa sumber PAD terdiri dari : Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah. Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Salah satu kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD adalah melalui upaya Intensifikasi. Sebagai contoh upaya intensifikasi yang bisa dilakukan adalah melalui Perubahan Tarif Pajak, Peningkatan Sumber Daya Manusia Pengelola Pajak Daerah, Meningkatkan kegiatan sosialisasi dan pengawasan kepada masyarakat, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya peran serta masyarakat dalam meningkatkan pajak daerah. Selain upaya intensifikasi, pemerintah daerah juga dapat memilih cara ekstensifikasi. Ekstensifikasi merupakan usahausaha yang dilakukan dengan menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah baru khususnya yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah, tetapi pada pelaksanaanya kegiatan ekstensifikasi ini tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah dan peraturan yang berlaku. Eko Agus Budiyanto (dalam Halim, 2004:137) menjelaskan bahwa kriteria yang harus dipenuhi dalam menetapkan jenis pajak baru adalah sebagai berikut : 1. Objek pajak bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi 2. Objek pajak terletak atau terdapat diwilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan hanya melayani masyarakat di wilayah daerah yang bersangkutan 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku 4. Objek pajak merupakan objek pajak kabupaten/kota 5. Potensinya memadai 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat 8. Menjaga kelestarian lingkungan. Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rima Adelina (2012) yang berjudul “Analisis efektivitas dan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap pendapatan daerah di kabupaten Gresik”. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan analisis efektivitas dan kontribusi dalam mengukur kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007-2011 dikatakan sangat efektif dengan presentase lebih dari 100%. Hindarto Prasetyo Utomo pada tahun 2006 melakukan penelitian dengan judul “Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2000-2004”. Persamaan pada penelitian ini adalah menggunakan analisis kontribusi, sedangkan perbedannya terletak pada lokasi penelitian, yaitu berada di kabupaten kudus. Dalam menghitung besarnya potensi Pajak Reklame di Kabupaten Kudus, peneliti menggunakan teknik analisis elastisitas dan analisis kontribusi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kontribusi Pajak Reklame di kabupaten Kudus terhadap Pendapatan Asli Daerah masih relatif kecil, yaitu rata-rata sekitar 0,97% tiap tahunnya. I Made Budi Kusum Arsana A.B (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efektivitas dan Efisiensi Pajak Reklame Serta Prospeknya di Kabupaten Badung”. Penelitian dihitung berdasarkan tahun anggaran 2002-2011. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis efektivitas dan efisiensi. Persamaan pada penelitian ini terletak pada salah satu tenknik analisisnya menggunakan analisis efektivitas, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, yaitu kota Badung. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
9
bahwa penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Badung dinilai sangat efektif, dengan ratarata sebesar 110,10%. Sedangkan, tingkat efisiensi Pajak Reklame di Kabupaten Badung juga dinilai sangat efisien, dengan rata-rata tingkat efisiensi sebesar 16,07% per tahun. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada dasarnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam proses penelitiannya tidak memerlukan perumusan hipotesis. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang mendeskripsikan variable penelitian secara kualitatif dan didukung dengan data kuantitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus (case study). Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: Menghitung prosentase (%) laju pertumbuhan pajak reklame, Mengintepretasikan kontribusi besarnya pajak reklame tersebut terhadap Pajak daerah dan PAD, Menghitung dan mengintepretasikan tingkat efektivitas pengelolaan pajak reklame, Evaluasi atas upaya-upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangankota Surabaya dalam meningkatkan penerimaan pajak reklame. Gambaran (Objek) Penelitian Adapun objek penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah target dan realisasi penerimaan pajak reklame pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Surabaya yang berlokasi di jalan Jimerto 25-27. Teknik pengumpulan data Sehubungan dengan data yang digunakan, dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data-data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah : Kondisi geografis kota Surabaya, Kondisi kependudukan kota Surabaya, Kondisi perekonomian kota Surabaya, Struktur Organisasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pemungutan pajak reklame, Pajak reklame kota Surabaya, Dasar pengenaan, tarif dan cara perhitungan pajak reklame kota Surabaya, Target dan realisasi penerimaan pajak reklame kota Surabaya, Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya dalam meningkatkan Pajak Reklame kota Surabaya. Teknik analisis data Mohamad Nasir (2004:346) menjelaskan bahwa analisis data adalah usaha untuk menganalisa atau mengubah data mentah yang telah dikumpulkan peneliti dari bentuk awalnya menjadi suatu bentuk sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab atas pertanyaan yang telah dirumuskan. Teknik Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa langkah-langkah sebagai berikut : 1. Membuat Tabel Penerimaan Pajak Reklame, penerimaan pajak daerah dan penerimaan PAD tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun 2012. 2. Membuat tabel analisis Laju Pertumbuhan Pajak Reklame selama 5 (lima) tahun yaitu tahun 2008-2012. Menurut Syafri Daud (Abdul Halim, 2004:164), untuk menghitung laju pertumbuhan pajak reklame digunakan rumusan sebagai berikut :
Gt =
Xt - X(t-1) X(t-1)
X 100%
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
3.
10
Keterangan : Gx : Laju Pertumbuhan Pajak Reklame pertahun Xt : Realisasi Penerimaan Pajak Reklame pada tahun tertentu X (t-1) : Realisasi penerimaan pajak reklame pada tahun sebelumnya. Menyusun tabel analisis kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah dan PAD, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kontribusi Pajak Reklame = Terhadap Pajak Daerah Kontribusi Pajak Terhadap PAD Keterangan :
Reklame
=
X Y X Z
X
X
100%
100%
X : Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Y : Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Z : Realisasi Penerimaan PAD
Berikut ini tabel penilaian kriteria kontribusi Pajak Reklame :
Presentase
Tabel 1 Kriteria Kontribusi Kriteria
0,00%-10%
Sangat Kurang
10,10%-20%
Kurang
20,10%-30%
Sedang
30,10%-40%
Cukup Baik
40,10%-50%
Baik
> 50% Sangat Baik Sumber : Tim Litbag Depdagri-Fisipol UGM 1991 (Dalam Rima Adelina : 2012) 4.
Menyusun tabel analisis efektivitas Pajak reklame Kota Surabaya, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Efektivitas =
Realisasi Penerimaan
X 100% Target Penerimaan Tabel berikut ini mengategorikan kriteria tingkat efektivitas keuangan daerah. Tabel 2 Kriteria efektivitas Presentase Efektivitas Kriteria Efektivitas Diatas 100% Sangat Efektif 90% - 100% Efektif 80% - 90% Cukup Efektif 60% - 80% Kurang Efektif Kurang dari 60% Tidak Efektif Sumber: Kepmendagri No.690.900-327, Tahun 1996 (dalam Rima Adelina : 2012)
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
11
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pajak Reklame Kota Surabaya Pajak reklame merupakan sektor pajak yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap penerimaan PAD kota Surabaya khususnya di sektor pajak daerah. Penyelenggaraan reklame dapat diselenggarakan melalui izin dari Kepala Daerah, sedangkan pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan kota Surabaya. Dasar hukum pemungutan Pajak Reklame pada Pemerintah Kota Surabaya adalah sebagai berikut : 1. Peraturan Daerah Kota Suarabaya Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame. 2 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006. 3 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. 4 Peraturan Walikota Surabaya Nomor 85 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame. 5 Peraturan Walikota Surabaya Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perubahan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 85 Tahun 2006. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara 6 Penyelenggaraan Reklame. 7 Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame. 8 Peraturan Walikota Surabaya Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Kawasan Khusus. Jenis-jenis reklame yang menjadi objek pajak reklame yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Surabaya antara lain ada dua jenis, yaitu reklame insidentil dan reklame tetap. Tabel 3 Penerimaan Pajak Reklame Insidentil Tahun Anggaran 2008-2012 Jenis Reklame Insindentil Total Penerimaan Banner Rp 19,349,127,000.00 Baliho Rp 16,558,791,450.00 Spanduk Umbul-umbul
Rp Rp
Kain Udara Selebaran/Brosur/Leafleat Stiker/Melekat Film/Slide tanpa suara Peragaan tidak permanen
Rp Rp
Undangan
11,845,178,400.00 11,427,442,300.00
2,461,154,900.00 320,691,900.00 Rp 228,604,600.00 Rp 147,331,300.00 Rp 72,123,800.00 Rp 1,008,500.00 Rp
237,600.00
Sumber : DPPK Kota Surabaya (2013), data diolah Jenis reklame insidentil yang dipungut oleh pemerintah kota Surabaya adalah reklame selebaran/brosur/leafleat, baliho, umbul-umbul, spanduk, udara, undangan, kain, stiker/melekat, peragaan tidak permanen, banner, film/slide tanpa suara. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari jenis reklame insidentil yang menyumbangkan penerimaan pajak terbesar adalah reklame Banner. Reklame dari jenis banner berkontribusi sebesar Rp
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
12
19.349.127.000,00, kemudian diikuti oleh reklame Baliho yang berkontribusi sebesar 16.558.791.450,00. Selanjutnya untuk jenis reklame tetap diantaranya adalah reklame billboard/papan menempel dengan penerangan, billboard/papan tiang tanpa penerangan, megatron/videotron/led, billboard/papan tiang dengan penerangan, berjalan/kendaraan, billboard/papan menempel tanpa penerangan, billboard/papan pada jpo/bando, billboard/papan menempel dinding/mural.Berikut ini adalah data penerimaan pajak reklame tetap pada tahun 2008 hingga 2012 : Tabel4 Penerimaan Pajak Reklame Tetap Tahun Anggaran 2008-2012 Jenis Reklame Tetap Total Penerimaan Billboard/papan tiang dengan penerangan Rp 198,105,302,027.00 Billboard/papan menempel dengan penerangan
Rp
86,492,976,324.00
Billboard/papan menempel tanpa penerangan
Rp
36,886,961,263.00
Billboard/papan tiang tanpa penerangan
Rp
22,135,614,156.00
Billboard/papan pada jpo/bando
Rp
8,686,779,300.00
Berjalan/kendaraan
Rp
4,882,860,700.00
Megatron/videotron/led
Rp
3,087,885,000.00
Rp
2,175,699,700.00
Billboard/papan menempel dinding/mural Sumber : DPPK Kota Surabaya (2013), data diolah
Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa dari jenis reklame tetap, penerimaan pajak reklame terbesar dalam kurun tahun 2008 hingga 2012 berasal dari reklame billboard/papan tiang dengan penerangan. Reklame dengan jenis ini berkontribusi mencapai Rp 198.105.302.027,00 dari total penerimaan pajak reklame tetap. Pada urutan kedua adalah reklame jenis billboard/papan menempel dengan penerangan. Reklame jenis billboard/papan dengan penerangan paling banyak diselenggarakan di kota Surabaya, karena pada dasarnya reklame ini bisa mendapat ruang yang cukup strategis di dalam kota dengan sudut pandang yang sesuai dengan kebutuhan penyelenggara reklame dan bisa jelas terlihat baik pada saat siang hari maupun malam hari. Untuk menilai kinerja tim reklame selama tahun 2008 hingga tahun 2012, secara garis besar bisa kita lihat dari perbandingan antara target dengan realisasi penerimaan pajak reklame. Berikut ini adalah data target dan realisasi penerimaan pajak reklame kota Surabaya pada tahun anggaran 2008-2012 : Tabel5 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2008-2012 Tahun Target 2008
Realisasi
Rp 57,092,944,334.00
Rp 51,867,059,246.00
2009 Rp 85,250,000,000.00 2010 Rp 119,000,000,000.00 2011 Rp 126,000,000,000.00 2012 Rp 112,998,024,000.00 Sumber : DPPK Kota Surabaya (2013), data diolah
Rp 75,625,320,129.00 Rp 98,705,063,186.00 Rp 90,232,362,728.00 Rp 117,601,450,951.00
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
13
Berdasarkan tabel5 dapat diketahui bahwa secara nominal, penerimaan pajak reklame rata-rata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun meskipun ada tahun dimana penerimaan pajak reklame mengalami penurunan. Peningkatan penerimaan ini berbanding lurus dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah. Rata-rata peningkatannya adalah sebesar Rp16.433.000,00 per tahunnya atau bila dihitung secara prosentase adalah sebesar 24,52% pertahun. Hal ini berbeda jika kita melihat dari sudut pandang pencapaian target. Data menunjukkan bahwa penerimaan pajak reklame masih jauh dari target yang diharapkan, terutama pada tahun 2008 sampai dengan 2011 data penerimaan pajak reklame menunjukkan bahwa realisasi penerimaan jauh dibawah target dengan rata-rata selisih antara target dengan realisasi pencapaian adalah sebesar 20,75% per tahunnya. Menurut data diatas selisih antara target dan realisasi terbesar terjadi pada tahun 2011 yang mencapai hingga lebih dari 30% (tiga puluh persen). Hal ini tentu menjadi sebuah pertanyaan, mengapa terjadi selisih yang cukup besar antara target dengan realisasi, apakah target yang ditetapkan terlalu tinggi ataukah kinerja dari aparat pemerintah yang kurang optimal. Jika dilihat dari segi potensi, Surabaya merupakan kota yang sangat potensial dalam menggali pajak reklame. Target penerimaan dari sektor pajak reklame seharusnya dapat tercapai, mengingat bahwa Surabaya merupakan kota dimana tingkat pertumbuhan ekonominya begitu pesat khususnya di sektor perdagangan dan jasa. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat ini maka sudah tentu banyak pihak baikperorangan atau badan usaha yang memakai media reklame dalam mempromosikan produk-produk mereka. Hal ini terbukti dengan maraknya berbagai jenis reklame yang terpampang baik di pusat maupun di pinggiran kota Surabaya. Kurang optimalnya penerimaan pajak reklame ini bisa disebabkan olehkurang optimalnya kinerja pemerintah dalam melaksanakan pemungutan dan pengelolaan pajak reklame. Dalam hal ini salah satu masalahnya tertuju pada kurangnya pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pajak reklame, misalnya saja banyaknya reklame yang perijinannya sudah mati tetapi masih tetap saja terpasang, banyaknya reklame yang ilegal atau tidak dibayar pajaknya, selain itu adanya isu tentang Peraturan Walikota Nomor 56 tentang Nilai Sewa Reklame dan 57 tahun 2010 tentang Nilai Sewa Reklame yang menuai kritik dari berbagai kalangan legislatif maupun dari penyelenggara reklame karena dianggap merugikan para penyelenggara reklame akibat dari kenaikan tarif pajak reklame yang cukup besar hingga mencapai 38% (tiga puluh persen) yang berdampak pada menurunnya pendapatan dari sektor pajak reklame. Melihat kondisi ini, tentu saja tidak membuat pemerintah kota Surabaya tinggal diam, Walikota Surabaya atas desakan dari berbagai kalangan, mulai mengoreksi peraturan-peraturan tentang penyelenggaraan reklame, hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota Nomor 70 dan 71 tahun 2010 tentang Nilai Sewa Reklame yang menggantikan Peraturan Walikota Nomor 56 dan 57 tahun 2010. Selain itu, pemerintah kota Surabaya juga melakukan kegiatan penataan dan penertiban reklame. Pemerintah kota menggandeng beberapa pihak untuk bekerja sama dalam rangka penertiban ini, diantaranya dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR), satpol PP, Dinas Pendapatan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Kegiatan penertiban reklame ini dilaksanakan dengan cara melakukan survey bersama-sama untuk mengecek keberadaan reklame yang diindikasikan bermasalah, misalnya jika terdapat reklame yang perijinannya sudah habis tapi masih terpasang maka reklame akan ditutup dengan kain atau dengan tanda silang dari satpol PP,selain itu reklame yang tidak berijin maka akan langsung dicopot. Penertiban ini tidak hanya berlangsung di ruang terbuka saja, melainkan juga di toko-toko dan reklame yang berada di dalam mal. Hal ini terkait dengan banyaknya reklame di mal yang diketahui jarang membayar pajak. Semua upaya ini dimaksudkan agar pemilik reklame segera mengurus ijin reklame dan bersedia membayar pajak secepatnya. Penertiban
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
14
reklame bukan hanya sekedar mendorong para pemilik reklame untuk membayar pajaknya, tetapi lebih dari itu penertiban reklame ini juga untuk menjaga kerapian dan keindahan kota. Satpol PP juga dikerahkan untuk menertibkan baliho-baliho khusunya dalam rangka kampanye politik, yang terpasang tidak rapi dan menyalahi aturan tata letak penyelenggaraan reklame yang baik dan benar. Semua upaya ini dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya dalam rangka mengoptimalkan pemungutan dan pengelolaan pajak reklame. Dan hasilnya bisa dilihat di tahun 2012, dimana terjadi perubahan positif pada target dan realisasi pendapatan pajak reklame. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2012 realisasi penerimaan pajak reklame telah berhasil melampaui target yang di tetapkan yaitu sebesar Rp 117.601.450.951,00 dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar Rp 112.998.024.000,00 atau secara prosentase naik sekitar 3,91%. Walaupun tidak terlalu besar, tetapi setidaknya ini merupakan perubahan positif yang bisa menginspirasi pemerintah untuk terus berusaha melakukan kegiatan-kegiatan positif yang bisa meningkatkan penerimaan pajak reklame kota Surabaya untuk kedepannya. Dampak positif dengan adanya kenaikan penerimaan ini diharapkan bisa memberikan angin segar bagi penerimaan pajak daerah dan kemudian berimbas pada Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya. Analisis Laju Pertumbuhan Pajak Reklame Analisis laju pertumbuhan pajak reklame pada dasarnya digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan penerimaan pajak reklame. Dengan analisis ini kita bisa mengetahui pertumbuhan penerimaan pajak reklame pertahun dan bagaimana prospek pajak reklame untuk tahun kedepannya. Untuk mengetahui laju pertumbuhan pajak reklame kota Surabaya dari tahun 2008 hingga 2012 dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini : Tabel 6 Laju Pertumbuhan Pajak Reklame Kota Surabaya Tahun 2008-2012 Tahun
Realisasi Pajak Reklame
2008 2009 2010 2011 2012
Rp Rp Rp Rp Rp
51,867,059,246.00 75,625,320,129.00 98,705,063,186.00 90,232,362,728.00 117,601,450,951.00
Rata-rata
Rp
86,806,251,248.00
Perkembangan
G (%)
Rp 23,758,260,883.00 Rp 23,079,743,057.00 Rp (8,472,700,458.00) Rp 27,369,088,223.00
45.81% 30.52% -8.58% 30.33% 19.61%
Sumber : DPPK kota Surabaya (2013), data diolah Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan pajak reklame selama tahun 2008 hingga 2012 tumbuh secara fluktuatif. Secara umum pertumbuhan PAD mengalami peningkatan rata-rata tahun 2008 hingga 2012 adalah sebesar 19,61%. Kenaikan terbesar terjadi di tahun 2009 yang mencapai 45,81%. Dimana pada tahun 2008 ke 2009 tren menunjukkan peningkatan yang cukup besar yaitu naik sekitar 45,81%, atau secara nominal dari Rp 51.867.059.246,00 menjadi Rp 75.625.320.129,00. Tetapi sayangnya, kenaikan ini tidak berlanjut di tahun selanjutnya. Di tahun selanjutnya, tren menunjukkan penurunan sebesar 15,29% dan terus mengalami penurunan di tahun berikutnya. Tren menunjukkan penurunan terbesar terjadi di tahun 2010 ke 2011 yang turun hingga minus 8,58%, atau secara nominal dari 98.705.063.186,00 menjadi sebesar Rp 90.232.362.728,00. Penurunan yang terjadi secara signifikan ini menunjukkan kurang optimalnya kinerja pemerintah dalam melaksanakan pemungutan dan pengelolaan pajak reklame. Oleh karena itu, pemerintah kota Surabaya
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
15
mulai melakukan penertiban dan penataan kembali reklame-reklame yang terpasang, dan mengoreksi peraturan-peraturan tentang penyelenggaraan reklame demi meningkatkan penerimaan pajak reklame. Hasilnya bisa dilihat, yaitu di tahun 2012 tren kembali mengalami peningkatan yang cukup berarti, yaitu sebesar 30,33% atau dari Rp 90.232.362.728,00 menjadi Rp 117.601.450.951,00. Upaya-upaya pemerintah dalam penertiban dan penataan pajak reklame membawa perubahan positif, dan perubahan ini diharapkan akan dapat menginspirasi kenaikan penerimaan pajak reklame di tahun berikutnya. Analisis Kontribusi Pajak Reklame terhadap Pajak Daerah Analisis kontribusi pajak reklame pada dasarnya digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan oleh pajak reklame terhadap penerimaan Pajak Daerah Kota Surabaya. Berikut ini adalah akan disajikan data analisis kontribusi pajak reklame tahun 2008 hingga tahun 2012 kota Surabaya : Tabel 7 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pajak Daerah Tahun 2008-2012 Tahun
Realisasi Pajak Reklame
Realisasi Pajak Daerah
Kontribusi
2008
Rp 51,867,059,246.00
Rp
397,990,195,606.00
13.03%
2009
Rp 75,625,320,129.00
Rp
442,852,257,428.00
17.08%
2010
Rp 98,705,063,186.00
Rp
525,403,484,538.00
18.79%
2011
Rp 90,232,362,728.00
Rp 1,488,358,147,753.00
6.06%
2012
Rp 117,601,450,951.00
Rp 1,852,977,636,886.55
6.35%
Rata-rata
12.26%
Sumber: DPPK Kota Surabaya (2013), data diolah Berdasarkan tabel 7 diatas maka dapat diketahui bahwa kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 berfluktuasi. Nilai kontribusi terbesar dari pajak reklame adalah pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 98.705.063.186,00 dari total penerimaan pajak daerah sebesar Rp 525.403.484.538,00. Nilai kontribusi terendah terjadi ditahun 2011, dimana kontribusi pajak reklame mengalami penurunan yang cukup tajam, yaitu sebesar Rp 90.232.362.728,00 dari total penerimaan pajak daerah sebesar Rp 1.488.358.147.753,00. Sedangkan di tahun 2012 kontribusi pajak reklame mulai menunjukkan kemajuan positif, penerimaan pajak reklame mengalami kenaikan seiring dengan naiknya penerimaan pajak daerah, yaitu sebesar Rp 117.601.450.951,00 dari total keseluruhan penerimaan pajak daerah sebesar Rp 1.852.977.636.886,55. Jika dilihat dari nilai rata-rata kontribusi, maka kriteria kontribusi pajak reklame pada tahun 2008 hingga 2012 berada pada kriteria kurang. Hal ini bisa dilihat dari nilai rata-rata kontribusi pajak reklame pada tahun tersebut yang berada pada kisaran 12,26%. Tingginya pertumbuhan pajak daerah pada tahun 2011 menyebabkan nilai kontribusi pajak reklame semakin terpuruk. Hal ini dikarenakan komponen bagi hasil pajak untuk PBB, BPHTB dan Pajak Air Permukaan dan Air Bawah Tanah yang semula merupakan dana perimbangan dari pemerintah pusat ke daerah menjadi pajak daerah. Disisi lain, pada tahun 2011 juga terjadi penurunan penerimaan pajak reklame. Dengan kondisi seperti ini secara otomatis akan menyebabkan kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah cenderung mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2012, data menunjukkan bahwa kontribusi pajak reklame kembali mengalami kenaikan walaupun tidak besar yaitu menjadi 6,35% terhadap pajak daerah. Meskipun kenaikannya hanya sebesar 0,29%, tetapi setidaknya ini merupakan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
16
perkembangan positif dari perkembangan penerimaan pajak reklame kota Surabaya. Dengan demikian bisa dilihat bahwa penerimaan dari sektor pajak reklame masih jauh dari yang diharapkan, karena di satu sisi penerimaan pajak daerah setiap tahun terus bertambah secara signifikan sedangkan disisi lain kenaikan penerimaan pajak reklame masih belum maksimal dan terkesan lambat. Hal ini yang mempengaruhi kecilnya kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah. Analisis Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD Seiring dengan perolehan pajak daerah yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, demikian pula pendapatan asli daerah yang juga mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan, komponen PAD yang berkontribusi paling besar berasal dari sektor pajak daerah. Berikut ini adalah data perhitungan kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD pada tahun 2008 sampai dengan 2012. Tabel 8 Kontribusi Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2008-2012 Tahun Realisasi Pajak Reklame Realisasi PAD Kontribusi 2008
Rp 51,867,059,246.00
Rp
729,213,391,344.00
7.11%
2009
Rp 75,625,320,129.00
Rp
808,795,526,042.00
9.35%
2010
Rp 98,705,063,186.00
Rp
908,647,775,730.00
10.86%
2011
Rp 90,232,362,728.00
Rp 1,886,514,301,581.00
4.78%
2012
Rp 117,601,450,951.00
Rp 2,279,613,848,823.00
5.16%
Rata-rata Sumber : DPPK Kota Surabaya (2013), data diolah.
7.45%
Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai kontribusi pajak reklame terhadap PAD adalah sebesar 7,45%. Jika dilihat dari klasifikasi kriteria kontribusi, nilai rata-rata kontribusi kurang dari 10% menunjukkan kriteria sangat kurang, hal ini berarti kriteria kontribusi pajak reklame terhadap PAD kota Surabaya masih sangat kurang. Selama tahun 2008 hingga tahun 2012 tren yang tertinggi berada pada angka 10,86% terjadi di tahun 2010. Seperti halnya Pajak Daerah, peningkatan PAD yang terbesar juga terjadi pada tahun 2011 yaitu dari Rp 908.647.775.730,00 menjadi Rp 1.886.514.301.581,00. Kenaikan yang sangat signifikan ini, menyebabkan kontribusi pajak reklame menurun tajam Pajak reklame hanya berkontribusi sebesar 4,78% dari total penerimaan PAD. Sebagaimana yang terjadi pada kenaikan pajak daerah, faktor penyebab kenaikan PAD di tahun 2011 ini juga dikarenakan komponen bagi hasil pajak untuk PBB dan BPHTB yang semula merupakan dana perimbangan dari pemerintah pusat diubah menjadi pajak daerah. Disisi lain, penyebab terjadinya penurunan juga didukung oleh menurunnya penerimaan pajak reklame yang terjadi pada tahun 2011. Di tahun 2012, kontribusi pajak reklame mulai menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar 0,38% menjadi 5,16%. Walaupun peningkatannya tidak terlalu besar tetapi hal ini menunjukkan bahwa pajak reklame masih memiliki potensi yang bisa dipertimbangkan dalam mendukung peningkatan PAD kota Surabaya. Analisis Efektivitas Pajak Reklame Tingkat efektivitas pengelolaan pajak reklame dapat dihitung dengan membandingkan antara realisasi penerimaan pajak reklame dengan target yang telah ditetapkan. Dengan adanya analisis ini, diharapkan dapat mendorong kinerja aparatur
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
17
pemerintah daerah sehingga dapat mencapai target yang ditetapkan.Tingkat efektivitas pengelolaan Pajak Reklame Kota Surabaya Tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut : Tabel 9 Perhitungan Tingkat Efektivitas Pajak Reklame Kota Surabaya Tahun 2008-2012 (Dalam ribuan) Tahun
Target
Realisasi
Efektivitas
Kriteria
2008 2009 2010 2011 2012
Rp 57,092,944 Rp 85,250,000 Rp 119,000,000 Rp 126,000,000 Rp 112,998,024
Rp 51,867,059 Rp 75,625,320 Rp 98,705,063 Rp 90,232,362 Rp 117,601,450
90.85% 88.71% 82.95% 71.61% 104.07%
Efektif Cukup efektif Cukup efektif Cukup efektif Sangat efektif
87.64%
Cukup efektif
Rata-rata Sumber : DPPK Kota Surabaya (2013), data diolah.
Efektivitas 104.07%
120.00%
88.71%
90.00% 60.00%
82.95%
87.99%
92.60% 71.61%
30.00% 0.00% 2008
2009
2010
2011
2012
Rata-rata
Efektivitas
Sumber : Olahan Penulis Gambar 1 Grafik Efektivitas Pajak Reklame Tahun 2008-2012 Berdasarkan data tabel 9, dapat diketahui bahwa tingkat kriteria efektivitas pajak reklame di kota Surabaya berubah-ubah. Pada tahun 2008 hinga tahun 2011, tingkat efektivitas pengelolaan pajak reklame kota Surabaya bisa dikatakan kurang memuaskan. Hal ini bisa dilihat dari perhitungan efektivitas yang hampir tidak pernah mencapai nilai 100%. Pada tahun 2008 tingkat nilai efektivitas yang diraih sebesar 90,85%, dan di dua tahun berikutnya tingkat efektivitasnya mengalami penurunan secara berturut-turut sebesar 88,71% dan selanjutnya 82,95%. Penurunan kembali terjadi pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2011, dimana tingkat efektivitas pajak reklame menjadi 71,61% dan ini merupakan nilai efektifitas terendah selama tahun 2008 hingga 2012. Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa selama tahun 2008 hingga 2012, tren tingkat kriteria efektifitas menunjukkan tingkat efektivitas yang paling rendah pencapaiannya adalah tahun 2011. Pada tahun 2011, nilai efektivitas hanya mencapai 71,61%, jauh dari tingkat normal efektivitas yaitu sebesar 100%. Sesuai pencapaiannya, kategori efektivitasnya berada pada level cukup efektif. Hal ini disebabkan oleh tidak tercapainya target pajak reklame yang sudah ditetapkan. Tetapi pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2012 tingkat
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
18
efektivitas pajak reklame bias dikatakan mulai membaik, tren menunjukkan kenaikan dimana pada tahun 2012 jika dinilai secara prosentase adalah sebesar 104.07% atau dalam kategori sangat efektif. Hal ini menunjukkan prestasi yang bagus, karena kenaikannya mencapai 32,46% dari tahun sebelumnya. Berbeda lagi jika kita lihat dari segi rata-rata tingkat efektivitas pengelolaan pajak reklame selama tahun 2008 hingga 2012. Nilai rata-rata efektivitas pengelolaan pajak reklame adalah sebesar 87,64% atau masih berada pada tingkat cukup efektif. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa nilai ini dipengaruhi oleh pencapaian selama tahun 2008 hingga 2011, yang pencapaiannya rata-rata berada di bawah 100%. Usaha-usaha Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Reklame Untuk memenuhi target yang diharapkan, pemerintah kota Surabaya harusterus berusaha untuk menggali potensi-potensi yang bisa dijadikan sebagai objek pajak reklame, selain itu pemerintah harus lebih bersikap proaktif dalam usaha pemungutannya. Staf koordinator pajak reklame Bapak Agus Dwinanto, menyatakan bahwa pemerintah kota Surabaya khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) juga telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak reklame, antara lain sebagai berikut : 1. DPPK kota Surabaya secara berkala melakukan pendataan objek-objek reklame dan menindaklanjuti hasil pendataan dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang 2. Mengirimkan surat pemberitahuan baik reklame permanen maupun terbatas yang akan habis masa berlakunya (expired) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum reklame habis berlaku. 3. Bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja melakukan pemberian sanksi berupa tanda silang pada materi reklame, antara lain : a. Reklame yang telah dicabut izinnya. b. Reklame yang tidak memiliki izin c. Reklame yang telah berakhir masa izinnya 4. Melakukan koordinasi dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DKCTR), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Pendapatan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dengan melakukan survey bersama-sama (joint survey) untuk penertiban reklame (khususnya reklame terbatas) dan mengecek keberadaan reklame ynag diindikasikan bermasalah. 5. Melakukan kegiatan operasi simpati/program jemput bola terhadap reklame indoor di beberapa mall atau plaza. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Laju pertumbuhan pajak reklame kota Surabaya di tahun 2008 hingga 2012 rata-rata mencapai 19,61% pertahun. 2. Kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah dari tahun 2008 sampai dengan 2012 berada dalam kriteria kurang. Hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil penelitian bahwa prosentase rata-rata kontribusi pajak reklame pada tahun 2008 hingga 2012 sebesar 12,26%. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2010 dimana pencapaiannya 18,79%, sedangkan kontribusi terendah terjadi pada tahun 2011, dimana nilai kontribusinya hanya mencapai 6,06%. 3. Kontribusi pajak reklame terhadap PAD dari tahun 2008 hingga 2012 dinilai masih sangat kurang. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengolahan data dimana nilai rata-rata
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
4.
5.
19
kontribusi pajak reklame terhadap PAD selama lima tahun tersebut hanya mencapai 7,45%. Sebagaimana dengan kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah yang pencapaian terendahnya adalah tahun 2011, kontribusi pajak reklame terhadap PAD juga mengalami hal yang sama. Tingkat efektivitas pajak reklame di kota Surabaya berfluktuasi, tetapi jika dilihat dari rata-rata dari tahun 2008 hingga 2012, tingkat efektivitas pajak reklame berada dalam kriteria culup efektif. Tingkat efektivitas pengelolaan pajak reklame kota Surabaya terjadi pada tahun 2012 dimana tingkat efektivitas pajak reklame mencapai 104% atau berada pada kriteria sangat efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dari sektor pajak reklame mulai mengalami kemajuan yang positif. Pemerintah kota Surabaya khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan telah berupaya menciptakan strategi dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak reklame. Salah satunya dengan menggalang kerjasama dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan masalah reklame untuk melakukan pengawasan serta penertiban atas penyelenggaraan reklame. Pemerintah kota menggandeng beberapa pihak untuk bekerja sama dalam rangka penertiban ini, diantaranya dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR), satpol PP, Dinas Pendapatan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil kesimpulan yang telah didapatkan, maka saran-saran dari penulis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perlu untuk meningkatkan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya peran serta masyarakat dalam meningkatkan pajak reklame. 2. Penyederhanaan prosedur administrasi penyelenggaraan reklame, sehingga dapat mempermudah masyarakat untuk membayar pajak, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan membayar pajak. 3. Peningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya aparatur pengelola pajak reklame, seperti misalnya dengan mengikutsertakan aparatnya dalam programprogram pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan daerah. 4. Adanya sanksi yang tegas di bidang perpajakan bagi pelanggar pajak, sehingga segala bentuk kecurangan bisa diminimalkan dan pemungutan pajak bisa dilaksanakan secara optimal. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah data target penerimaan pajak daerah yang diperoleh tidak disertai dengan langkah-langkah pemerintah daerah dalam menetapkan target dari masing-masing pajak daerah, dan untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih dapat dikembangkan lagi, sehingga hasil penelitian bisa dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. DAFTAR PUSTAKA Adelina, R. 2012. Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Gresik. Halaman 14. Di akses dari Ejournal.unesa.ac.id Bahar, U. 2009. Otonomi Daerah Terhadap Pinjaman Luar Negeri Antara Teori dan Praktik. Jakarta. Indeks. Nasir, M. 2004. Metodologi Penelitian. Ghalia, Indo.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 8 (2014)
20
Halim, A. 2004. Manajemen Keuangan Daerah Bunga Rampai. Edisi Revisi. Yogyakarta. UPP AMP YKKP. Halim, A. 2007. Akuntansi dan Pengendalian Pengelolaan Keuangan Keuangan Daeran. Edisi Revisi. Yogyakarta. UPP AMP YKKP. Mardiasmo, 2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2011. Yogyakarta. Andi. Darise, N. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta Barat. Indeks. Peraturan Daerah Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas Kawasan Khusus Di Kota Surabaya. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame. Prawito, A. 2011. Pengantar Keuangan Publik. Yogyakarta. BPFE. Siahaan, M. P. 2013. Pajak Daerah & Retribusi Daerah. Edisi revisi.Jakarta. Rajawali Pers. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. ●●●