ANALISIS PENGELOLAAN PENEMPATAN TKI KE LUAR NEGERI OLEH DEPNAKERTRANS DAN BNP2TKI Ali Hanif, Amy Yayuk S. Rahayu Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia Email:
[email protected], (email bu amy)
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai pengelolaan penempatan TKI ke luar negeri oleh Depnakertrans dan BNP2TKI. berbagai permalasalahan TKI saat ini sudah begitu kompleks dan belum bisa terselesaikan meskipun telah ada Depnakertrans dan BNP2TKI. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan pengelolaan penempatan TKI oleh Depnakertrans dan BNP2TKI serta faktor-faktor yan mempengaruhinya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan post positivist dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam, dan studi pustaka dengan teknik analisa data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan masih belum terdapat pengelolaan penempatan TKI yang baik oleh Depnakertrans dan BNP2TKI dan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain, sistem, kelembagaan, otonomi daerah, pendidikan, sosial, dan ekonomi Kata kunci : Pengelolaan, Penempatan, TKI, Depnakertrans, BNP2TKI
Abstract This essay discusses the management of TKI placement abroad by Depnakertrans and BNP2TKI. The problem now are so complex and have not yet been resolved although there Depnakertrans and BNP2TKI. The purpose of this study was to describe the management of TKI placement Depnakertrans and BNP2TKI and the factors influencing yarn. The approach used in this study were post positivist approach with in-depth interview method of data collection, and study library with qualitative data analysis techniques. The results showed that there is still no good stewardship TKI placement by Depnakertrans and BNP2TKI and there are several other factors that affect the system, institutional, regional autonomy, education, social, and economic Keywords: Management, Placement, TKI, Depnakertrans, BNP2TKI
Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan hak setiap warga negara. Hal tersebut tercantum dalam UndangUndang Dasar1945 Republik Indonesia Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi : “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan. Hal tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa dalam pembangunan nasional, tenaga kerja
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Permasalahan yang terjadi adalah jumlah angkatan tersebut terus meningkat tanpa di imbangi jumlah lapangan yang tersedia. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan dan mengurangi angka pengangguran yang salah satunya adalah dengan menempatkan tenaga kerja ke luar negeri. Hal tersebut tercantum dalam UU Nomor 39 tahun 2004 Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Di Luar Negeri bahwa penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kekesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pembenahan dalam pelaksanaannya. Melalui regulasi, pemerintah telah membuat instrumen peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penempatan dan perlindungan TKI. Selain itu, dibentuk juga badan tersendiri yaitu Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dibentuk dengan Perpres Nomor 81 Tahun 2006. Berbagai upaya pemerintah dalam membenahi permasalahan penempatan dan perlindungan TKI tersebut layak untuk di apresiasi, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat masalah yang sangat kompleks terkait penempatan dan perlindungan TKI. B. Permasalahan Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia dimulai dari terus bertumbuhnya jumlah angkatan kerja tanpa diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) mengatakan, kondisi proses penempatan dan perlindungan TKI sangat memprihatinkan, terlebih lagi saat ini bisa dibilang terparah (buruhmigran.or.id). Lebih lanjut lagi menurut beliau semua (instansi pemerintah terkait) sibuk dengan anggaran dan proyeknya masing-masing. Bahkan, dalam empat bulan terakhir, semua infrastruktur sistem penempatan dan perlindungan TKI sudah rusak, sudah tidak ada yang jelas. Yang jadi pertanyaan, mengapa pengelolaan seperti ini masih dipertahankan. Kondisi tersebut menunjukkan sistem yang dibangun pemerintah melalui instansi terkait tidak berjalan dengan optimal. Atau tepatnya, tidak ada sistem maupun desain baku dalam pelayanan penempatan dan perlindungan TKI (buruhmigran.or.id)
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
Selain itu peran pemerintah dalam melakukan tugas pengawasan penempatan dan perlindungan TKI masih sangat kurang. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, Priyono, yang mengakui pemerintah masih sangat kurang dalam mengawasi Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) (bnp2tki.go.id). Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan, walaupun sudah terdapat BNP2TKI dan Depnakertrans sebagai leading sector dalam penempatan dan perlindungan TKI, belum dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut, permasalahan yang diteliti adalah “Bagaimana pengelolaan penempatan TKI oleh Depnakertrans dan BNP2TKI?” C. Tujuan Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
penelitian
ini
memiliki
tujuan
untuk
menggambarkan pengelolaan penempatan TKI oleh Depnakertrans dan BNP2TKI Tinjauan Teoritis Pada penelitian ini terdapat sejumlah konsep yang dipergunakan peneliti antara lain konsep hubungan industrial, konsep Antar Kerja Antar Negara, permasalahan pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik, pentingnya manajemen dalam pemeintahan, dan fungsifungsi manajemen. Menurut Payaman Simanjuntak (2003) hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Sedangkan AKAN adalah proses antar kerja yang melibatkan sedikitnya dua negara. Pada satu pihak terdapat negara yang menyediakan tenaga kerja dan di lain pihak terdapat suatu negara yang memberi kerja (Daryanto, 1980) Kondisi terkini dalam penyediaan pelayanan publik, ditandai dengan adanya transformasi sebagai akibat dari penyesuaian terhadap konteks global yang dikarakteristikan dengan ideologi pasar, demonisasi negara kesejahteraan, tumbuhnya rezim neoliberal, penyebaran kebijakan yang lebih pro pasar serta mengikisnya pelayanan publik dari sisi ruang lingkup, peranan, kapasitas, dan komitmennya (Haque:1999). Kondisi ini menurut Haque (1999) menumbuhkan aliansi antara negara dan pasar sehingga menyebabkan hubungan kerjasama yang lebih intim antara birokrasi publik dan perusahaan swasta di satu sisi sementara di sisi lainnya terjadi pelemahan hubungan antara pemerintah dengan masyarakat biasa.
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
Dalam mencapai tujuan dan fungsi Negara tersebut, pada negara berkembang seringkali terdapat kompleksitas permasalahan yang disebabkan keterbelakangan di segala bidang kehidupan. Mengingat bahwa manajemen bersumber pada tujuan, maka semakin kompleks sifat tujuan tersebut maka semnakin diperlukan kemampuan manajemen yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan pelaksanaan fungsi manajemen dalam pemerintahan dengan perencanaan yang baik, pengorganisasian yang memadai, kepemimpinan yang bermutu tinggi, diferensiasi dan spesialisasi tenaga kerja, serta pengawasan yang efektif (LAN, 1982:85). Stoner et al (1996) mendefinisikan empat fungsi spesifik manajemen yaitu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan. 1. Perencanaan (planning), yaitu menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu. 2. Pengorganisasian (organization), yaitu mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu. 3. Memimpin (to lead) yaitu, menggunakan orang lain untuk melaksanakan tugas tertentu, Dengan menciptakan suasana tepat, mereka membantu bawahannya bekerja sebaik mungkin. 4. Pengendalian (controlling), mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif dimana perlu. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis. Berdasarkan pada tujuan penelitian, jenis penelitian ini tergolong pada penelitian deskriptif karena merupakan penelitian yang dilakukan dalam rangka pembuatan gambaran mengenai situasi ataupun kejadian tertentu (Nazir, 1988:50). Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu penelitian, penelitian tergolong pada jenis penelitian cross sectional, dimana penelitian ini dilakukan pada periode waktu tertentu yaitu pada bulan Januari 2014 hingga Juni 2014.
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data primer pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam, dimana kemudian data primer tersebut akan dipadukan dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu peneliti hanya berfokus pada aspek penempatan TKI.
Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Pengelolaan Penempatan TKI Oleh Depnakertrans dan BNP2TKI Depnakertrans dan BNP2TKI merupakan dua lembaga pemerintah yang mengurus segala hal yang terkait dengan TKI. Persoalan yang yang terjadi yang terkait dengan peran dan tanggung jawab antara Depnakertrans dan BNP2TKI. apabila dilihat secara garis besarnya, yang menjadi permasalahan dalam peran tersebut adalah apakah BNP2TKI hanya melakukan penempatan dan perlindungan TKI yang dilaksanakan pemerintah G to G dan G to P saja. Permasalahan tersebut dimulai dengan diterbitkannya Permen No.22/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan Permen No.23/2008 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Dengan diterbitkannya dua Permen itu berdampak pada pengalihan sejumlah pelayanan administrasi yang sebelumnya menjadi wewenang BNP2TKI. Kondisi itu menjadikan wewenang BNP2TKI hanya menempatkan tenaga kerja sesuai dengan perjanjian negara asal dan negara tujuan (G to G) yang kini terbatas pada penempatan ke Korea Selatan dan Jepang (khusus perawat). Peran BNP2TKI kemudian hanya sebagai operator penempatan TKI secara G to G. Pihak BNP2TKI mengemukakan dengan terbitnya Permakertrans nomor 22 thun 2008 tersebut menimbulkan beberapa implikasi terhadap penempatan dan perlindungan TKI. hal tersebut antara lain, dengan munculnya pungutan-pungutan liar yang ditujukan kepada TKI dari pihak sponsor. Kemudian BNP2TKI melakukan uji materil kepada Mahkamah Agung terkait dengan Permenakertrans nomor 22 tahun 2008. Sehingga pada akhirnya permohonan BNP2TKI tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Sehingga dengan
dihapuskannya
Permenakertrans
tersebut
menjadi
titik
tolek
penyelesaian
permaslahan kerancuan peran antara Depnakertrans dan BNP2TKI. Kebijakan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri diarahkan untuk memaksimalkan penempatan dan perlindungan terhadap TKI dengan
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
mengedepankan aspek perlindungan terhadap harkat dan martabat serta keselamatan dan kesehatan TKI sejak masa pra-penempatan, selama bekerja di negara penempatan sampai kembali ke tanah air di daerah asal TKI. Sebagai sebuah kebijakan dan atau program yang melibatkan warga negara, maka sesuai amanat Konstitusi, pemerintah memikul tanggung jawab yang sangat besar. Tanggung jawab ini juga sangat luas, terutama yang berkaitan dengan perlindungan terhadap keselamatan warga negara atau TKI yang bekerja di luar negeri. Pemerintah yang tidak dapat memberikan lapangan pekerjaan yang cukup bagi warga negaranya di dalam negeri melakukan alternatif untuk menempatkan tenaga kerjanya untuk bekerja di luar negeri. Pemerintah memberikan peran kepada pihak swasta untuk melaksanakan penempatan TKI dengan diatur oleh undang-undang. Berdasarkan tinjauan peneliti terhadap mekanisme penempatan TKI ke luar negeri, PPTKIS memiliki peran yang cukup besar dalam melaksanakan penempatan TKI ke luar negeri. Peran PPTKIS tersebut dimulai dari merekrut calon TKI di daerah, mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan oleh calon TKI, melakukan pelatihan dan pendidikan, melakukan pemeriksaan kesehatan, mendampingi calon TKI dalam pembekalan akhir pemberangkatan (PAP), membuat perjanjian kerja antara calon TKI dengan pengguna TKI, menyiapkan asuransi calon TKI, hinga bertanggung jawab atas keberangkatan dan kepulangan TKI. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa telah terjadi perluasan peran swasta dalam pelayanan publik yang seharusnya disediakan oleh pemerintah. Dalam hal melaksanakan penempatan TKI tersebut, seolah-olah pemerintah melepaskan tugas tanggung jawab pelayanan penempatan TKI ke luar negeri kepada swasta. Dimana seharusnya negara menjadi pelindung bagi setiap warga negaranya dimanapun mereka berada. Dengan semakin luasnya peran swasta tersebut, dimungkinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak calon TKI, sehingga calon TKI tersebut menjadi tidak terlindung dikarenakan telah terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak swasta, seperti pemalsuan data, penempatan TKI ilegal, dan sebagainya. Sehingga TKI tersebut menjadi tidak terlindungi dikarenakan tidak terdapat data-data yang benar dalam sistem pemerintah. Pada sisi lain PPTKIS merasa diberatkan dengan adanya peraturan-peraturan pemerintah yang seringkali menyulitkan PPTKIS untuk melaksanakan penempatan TKI. Hal tersebut antara lain dengan adanya peraturan pemerintah daerah yang mewejibkan PPTKIS
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
untuk mendirikan cabang pada daerah dimana PPTKIS tersebut ingin melakukan rekrutmen calon TKI dan juga harus menyerahkan deposito. Sehingga berdasarkan kedua sisi pernyataan tersebut, pemerintah dan swasta yang telah diberikan kewenanangan oleh untuk melakukan pelayanan publik dalam menempatkan tenaga kerja ke luar negeri, belum terdapat suatu kerjasama atau kemitraan yang baik, yang seharusnya melihat penempatan dan perlindungan TKI sebagai suatu program nasional yang harus dilakukan secara bersama-sama untuk kepentingan nasional. Selain itu, Berdasarkan temuan di lapangan, pemerintah dalam memberikan pelayanan, terindikasi adanya penetapan tarif dalam pelayanan dimana seharusnya pemerintah dalam memberikan pelayanan tidak menetapkan tarif sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Ke Luar Negeri. Berdasarkan hal tersebut, telah terjadi suatu pelanggaran terhadap etika pelayanan publik, dimana aparat publik menggunakan wewenangnya untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dengan mengambil tarif tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan akan tercapai dengan baik, diperlukan adanya suatu pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, begitu pula dengan pelaksanaan dalam bidang pemerintahan. Pihak pemerintah yang berwenang dalam mengelola penempatan TKI adalah Depnakertrans, dan juga BNP2TKI. Berdasarkan hasil temuan di lapangan berupa informasi dari pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan penempatan TKI, terdapat berbagai permasalahan dalam peran yang seharusnya dilakukan pemerintah terkait penempatan TKI. Apabila dilihat secara garis besar tanggung jawab pemerintah seperti yang telah diuraikan, pemerintah memiiki peran untuk memberikan pelayanan yang terkait dengan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Selain itu, Pemerintah juga memiliki peran untuk membuat peraturan-peraturan atau regulasi yang terkait dengan penempatan dan perlindungan, membina stakehoder yang terkait, mengawasi pelaksanaan, melaksanakan penempatan, menerbitkan dan mencabut izin bagi PPTKIS, dan sebagainya. Berikut ini peneliti akan memaparkan analisis mengenai peran pememrintah yaitu Depnakertrans dan BNP2TKI dilihat melalui fungsi-fungsi manajemen menurut Stoner. a. Perencanaan Penempatan TKI Oleh Depnakertrans dan BNP2TKI Pada tahap yang pertama yaitu penetapan tujuan, secara nasional penetapan tujuan mengenai penempatan TKI tersebut terdapat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
Tentang Penempatan TKI Ke Luar Negeri. Kemudian hal tersebut diwujudkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dimana salah satunya yang terkait penempatan TKI adalah dengan memfokuskan pada pelayanan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Apabila dilihat berdasarkan penetapan tujuan dalam RPJMN Depnakertrans 2010-2014, telah terdapat kesesuaian dengan amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, dengan adanya perencanaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan kepada TKI Berdasarkan temuan penelti di lapangan atas informasi yang di dapatkan berdasarkan hasil wawancara dengan phak-pihak yang terkait, pemerintah telah mencanangkan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas TKI. Pertama, hal yang akan dilakukan ke depannya adalah dengan melakukan sosialisasi untuk memastikan bahwa hanya TKI yang siap yang diperbolehkan untuk berangkat kerja ke luar negeri. Terdapat empat kategori siap yang dirancang oleh pemerintah, yaitu siap mental, siap bahasa, siap dokumen, dan siap keterampilan. Akan tetapi, berdasarkan apa yang peneliti dapatkan dan tinjau, peran pemerintah dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat desa yang akan menjadi calon TKI masih sangat kurang. Selain itu, pemerintah juga merencanakan pada tahun 2017 yang disebut Zero PRT. Zero PRT tersebut merupakan program untuk mengarahkan penempatan TKI ke luar negeri tidak lagi pada sektor informal pembantu rumah tangga, melainkan mengarah kepada jabatanjabatan yang telah ditentukan dengan memiliki sertifikansi pada setiap jabatan. Langkah lainnya yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan merevitalisasi Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK-LN). Revitaliasi tersebut dimaksudkan pemerintah untuk dirancang agar dapat melatih TKI yang telah pulang untuk tidak pergi kembali menjadi TKI. Melainkan akan diarahkan, dibina, dan dilatih oleh pemerintah agar TKI yang telah pulang tersebut dapat hidup mandiri, dengan menjadi wirausahawan padat karya, budidaya ternak, petani, dan sebagainya. Selain dari Depnakertrans sebagai regulator yang membuat perencanaan, BNP2TKI sebagai pelaksana juga membuat perencanaan untuk membenahi permasalahan penempatan dan perlindungan TKI. BNP2TKI ke depannya akan memperkuat proses pelayanan melalui sistem yang didukung dengan sistem online. Melalui sistem online tersebut akan diperbaiki juga proses pendataan, pengawasan terhadap proses pelaksanaan agar sesuai dengan prosedur, seperti pengawasan durasi pelatihan, pengawasan pembuatan sertifikat, dan sebagainya.
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
Selain itu juga akan dilakukan pembinaan secara terus menerus kepada stakeholder-stakholder yang terlibat dalam proses pelaksanaan seperti PPTKIS, BLK-LN, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), dan Sarana Kesehatan. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah bahwa perencanaan tersebut telah berjalan selama 4 tahun semenjak RPJMN tersebut dibuat, sedangkan pelaksanaan dari strategi umum yang telah dijabarkan tersebut tidak terlaksana atau belum terlaksana. b. Pengorganisasian Antar Instansi Terkait Penempatan TKI Oleh depnakertrans dan BNP2TKI Apabila dilihat berdasarkan pembagian kerja antara Depnakertrans dan BNP2TKI, dapat dilihat perbedaan antara pembagian kerja yang ada di Direktorat Penempatan Kerja Luar Negeri Depnakertrans dan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI. Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans lebih berfungsi sebagai lembaga yang membentuk regulasi terkait dengan penempatan TKI ke luar negeri, sedangkan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI lebih berfungsi sebagai pelaksana dalam penempatan TKI. Oleh karenaitu sebenarnya dalam pemabgian tugas antar lembaga yang sama-sama mengelola mengenai penepatan TKI ini sudah terdapat suatu pembagian tugas dan wewenang masingmasing secara jelas. Berdasarkan temuan peneliti, yang menjadi permasalahan dalam pengorganisasian adalah terkait dengan koordinasi. Berbagai permasalahan yang menunjukkan kurangnya koordinasi antara instansi yang terkait dalam hal pelaksanaan disebabkan karena tidak adanya pengaturan atau regulasi mengenai mekanisme koordinasi. Dari tidak adaya koordinasi tersebut menyebabkan antara instansi dan lembaga lain yang terkait itu saling melemparkan tanggung jawab satu sama lain. Implikasi lain dari tidak adanya mekanisme koordinasi tersebut juga memunculkan adanya ego sektoral antara kementerian yang menyebabkan koordinasi tidak berjalan dengan baik. Dengan masih adanya ego sektoral, tentu dapat menghambat implementasi dan integrasi peraturan-peraturan yang bersifat operasional. Hal tersebut juga dikarenakan antara instansi dan lembaga yang terkait tidak memiliki satu visi misi yang sama dalam hal penempatan dan perlindungan TKI. Selain masalah koordinasi dalam hal ego sektoral, masalah koordinasi lainnya adalah terkait pemalsuan data. bahwa ada sejumlah dinas imigrasi sehingga memungkinkan terjadinya pemalsuan Passport. Kementrian dalam negeri yang mengeluarkan KTP, masih dimungkinkan banyaknya KTP palsu, dan lain sebagainya. Untuk melakukan koordinasi antar
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
instansi tersebut, sebenarnya BNP2TKI telah sering mengadakan pertemuan-pertemuan dengan instansi-instansi lain, dan juga stakeholder-stakeholder yang terlibat dalam rangka mengitegrasikan sistem dan juga dalam menetapkan kebijakan-kebijakan operasional terkait penempatan dan perlindungan TKI. c. Kepemimpinan Depnakertrans dan BNP2TKI Berdasarkan hasil evaluasi dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) terdapat beberapa kementrian yang mendapatkan rapor merah dikarenakan capaian-capaiannya yang rendah. Kemenakertrans merupakan salah satu dari kementrian yang mendapatkan hasil evaluasi rapor merah tersebut (indonesiamedia.com). berdasarkan hal tersebut, pencapaian tujuan yang dicapai oleh Depnakertrans dinliai masih rendah, sehingga peran pemimpin di dalam Depnakertrans juga disimpulkan belum mencapai hasil yang baik. Selain itu juga terdapat permasalahan kepemimpinan yang sering disorot antara Depnakertrans dan BNP2TKI. hal tersebut adalah adanya dualisme kepemimpinan antara kedua instansi tersebut yang kemudian juga berimplikasi dengan adanya dualisme pelayanan. Dengan adanya dualisme kepemimpinan, menurut Idris Zaini sebagai sekertaris Jendral Apjati hal tersebut membuat kedua lembaga tersebut tidak dapat berkoordinasi dengan baik d. Pengawasan Penempatan TKI Oleh Depnakertrans dan BNP2TKI Berdasarkan hasil temuan peneliti, sistem pengawasan dalam penempatan TKI yang ada adalah pengawasan yang dilakukan dengan menguunakan sistem berbasiskan online. Terkait dengan faktor-faktor organisasi yang menciptakan kebutuhan akan pengawasan yang pertama yaitu dengan adanya perubahan organisasi dengen menerapkan sistem online, menimbulkan berbagai resistensi dari berbagai pihak. Selain itu, dengan kompleksnya instansi dan stakeholder yang terlibat dalam penempatan TKI, menimbulkan kesulitan dalan pengawasan penempatan TKI. hal tersebut tercermin dengan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran dalam pengiriman TKI, seperti dokumendokumen palsu, TKI ilegal, dan sebagainya. Dalam hal pendelegasian wewenang, pengawasan juga belum tercapai dengan baik, hal tersebut tercermin dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang berbenturan dengan pemerintah pusat, dan juga dinas-dinas yang menetapkan tarif dalam memberikan pelayanan
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
Selain itu juga ditemukan bahwa tidak terdapat sistem pra pengawasan dalam penempatan TKI. walaupun sudah terdapat sistem online yang menjadi basis data-data TKI, namun sistem tersebut tidak dapat dijadikan sistem verifikasi dalam pelaksanaan pengawasan. Sehingga sistem tersebut hanya menjadi suatu sistem pendataan. Selain itu, pengawasan pemerintah terhadap TKI yang telah berangkat ke luar negeri masih dianggap kurang, karena tidak ada mekanisme verifikasi oleh pemerintah kepada negara tempat TKI di tempatkan 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Penempatan TKI Peneliti menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi pengelolaan penempatan TKI, yaitu sebagai berikut: a. Sistem, carut mautnya pengelolaan penempatan TKI saat ini ditengarai karena tdak adanya sistem baku dalam penempatan TKI. Ketiadaan sistem tersebut, disebabkan antara lain karena Undang-Undang Nomor 39 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Ke Luar Negeri dirasa belum jelas mengatur mengenai bagaimana sistem penempatan dan perlindungan tersebut secara jelas. Ketiadaan sistem itu juga mengakibatkan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan penempatan TKI. Karena lemahnya pengawasan tersebut, terjadi kebocoran-kebocoran dalam pelaksanaanya b. Kelembagaan, terdapat 18 instansi yang terlibat dalam pengelolaan penempatan TKI. hal tersebut menunjukkan begitu banyaknya instansi yang terlibat dan mengakibatkan sulitnya koordinasi antara satu instansi dengan instansi lainnya. Walaupun Kemenakertrans bertindak sebagai leading sektor, akan tetapi koordinasi antar instansi tersebut sangat sulit untuk dilaksanakan karena setiap instansi memiliki keentingannya masing-masing. Hal tersebut disebabkan salah satunya karena tidak ada kebijakan yang
baku
yang
memandatkan
Kemenakertrans
atau
BNP2TKI
untuk
mengkoordinasikan lembaga-lembaga dan instansi lain terkait agar terdapat satu visi misi dalam melaksanakan penempatan TKI. Selain itu, juga dikarenakan adanya ego sektoral dari masing-masing instansi dan lembaga yang terkait dikarenakan memiliki programnya masing-masing, c. Otonomi daerah, dalam kenyataannya telah terjadi tumpang tindih kebijakan yang dapat disebut dengan mensalah tafsirkan undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Selain itu juga seringkali ditemukan pada dinas-dinas di daerah yang mengurus soal penempatan tenaga kerja ke
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
luar negeri mengenakan tarif dalam prosesnya, yang seharusnya tidak boleh dikenakan tarif. Dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan TKI dan Perlindungan TKI ke luar negeri disebutkan bahwa pihak swasta ‘dapat’ mendirikan cabang di daerah tempat melaksanakan rekrutmen calon TKI. Akan tetapi, pada kenyataannya di beberapa daerah ha tersebut menjadi suatu kewajiban bagi pihak swasta apabila ingin merekrut calon TKI di daerahnya. Selain itu juga pihak swasta diwajibkan untuk menyerahkan deposito kepada kas daerah. Hal tersebut dirasa memberatkan dan mempersulit pihak swasta. Lebih lanjut lagi, menurut Bapak Soes Kepala Sub Direktorat Perlindungan Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, dengan adanya kebijakan tersebut, yang membuat pihak swasta merasa dipersulit dan dirugikan, berimplikasi pada bertumbuhnya dan maraknya calo di daerah.
Hal tersebut dikarenakan, perusahaan swasta tidak dapat melakukan
rekrutmen di daerah, sehingga muncul calo yang dengan berbagai cara mengambil tenaga kerja dari daerah tersebut untuk dikirim ke luar negeri tanpa melalui prosedur yang benar melalui pemerintah daerah. d. Sosial, permasalahan pada faktor sosial adalah bahwa TKI yang bekerja di luar negeri itu terdapat pula yang tidak benar-benar berniat ingin bekerja di luar negeri. Melainkan dikarenakan faktor-faktor sosial seperti anggapan bahwa apabila bekerja di luar negeri akan memiliki lebh banyak penghasilan dibanding di dalam negeri. Dikarenakan salah satu contohnya adalah ketika melihat tetangga yang telah pulang bekerja dari luar negeri dilihat dapat membeli barang-barang baru dan sebagainya, sehingga ia berkeinginan pula untuk bekerja di luar negeri. Ada pula yang disebabkan permasalahan keluarganya, seperti misalkan selalu bertengkar dengan suami, dan berpikir dibandingkan selalu bertengkar ia memilih untuk bekerja di luar negeri. Ada pula TKI yang bekerja di luar negeri dikarenakan niat awalnya adalah karena ingin melaksanakan ibadah umroh. Sehingga untuk TKI semacam ini yang ditempatkan keluar negeri tidak memiliki niat yang benar dalam mencari pekerjaan di luar negeri e. Pendidikan, faktor pendidikan yang mempengaruhi adalah dikarenakan sebagan besar TKI yang ditempatkan ke luar negeri itu pendidikannya masih Sekolah Menengah ke bawah. Hal tersebut megakibatkan kurangnya keterampilan dari tenaga kerja yang berangkat tersebut, dan juga kurang bisa menyerap pelatihan-pelatihan yang diberikan dikarenakan kurangnya wawasan. Akan tetapi, bagaimanapun, pendidikan masyarakat adalah merupakan tanggung jawab dari pemerintah. Begitu pula hak untuk bekerja
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
sebagaimana telah diatur di Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bekerja adalah hak asasi setiap masyarakat f. Ekonomi, TKI yang bekerja di luar negeri memberikan kontribusi dalam pemasukan devisa, sehingga menjadi salah satu solusi dalam mengentaskan masalah pengangguran dan kemiskinan. Remitan yang dikirim oleh TKI dari luar negeri ke dalam negeri mendorong kemampuan negara untuk membayar utang-utang luar negeri dan mengimpor barang-barang untuk menunjang pembangunan nasional. Remitan melalui pengiriman TKI merupakan devisa yang paling efisien, dibandingkan dengan devisa yang lainnya, karena tidak membutuhkan modal terlalu besar (bnp2tki.go.id). Dengan adanya TKI yang bekerja ke luar negeri, merangsang dan mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya di daerah asal TKI yang menyebabkan perputaran
uang
menjadi
lebih
cepat,
sehingga
mendorong
pertumbuhan
perekonomian masyarakat disekitarnya (multy player effect economi). Kegiatan ekonomi yang ditimbulkan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan daerah melalui peningkatan permintaan barang dan jasa (bnp2tki.go.id). Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah bahwa pemerintah yang seharusnya melihat penempatan TKI ke luar negeri adalah sebagai program nasional untuk mengurangi angka pengangguran, melainkan cenderung melihat penempatan tenaga kerja ke luar negeri sebagai penambah devisa bagi negara dengan jumlah remitansi yang sangat besar. Kesimpulan 1. Pengelolaan TKI dapat dikatakan belum tercapai dengan baik. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan hasil temuan peneliti, masih belum terdapat suatu koordinasi antara instansi-instansi yang saling berkaitan dalam pelaksanaan penempatan TKI, baik dari pihak pemerintah, maupun swasta. Pada sisi fungsi-fungsi manajemen dalam melihat pengelolaan penempatan TKI juga masih ditemukan beberapa permasalahan. Oleh karena itu dikatakan pengelolaan penempatan TKI oleh depnakertrans dan BNP2TKI masih belum baik. 2. Peneliti mendapatkan dan membagi faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan penempatan TKI tersebut dalam enam faktor yaitu :
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
1) Faktor sistem, carut mautnya pengelolaan penepatan TKI saat ini ditengarai karena tdak adanya sistem baku dalam penempatan TKI 2) Faktor Kelembagaan, terdapat 18 instansi yang terlibat dalam pengelolaan penempatan TKI. hal tersebut menunjukkan begitu banyaknya instansi yang terlibat dan mengakibatkan sulitnya koordinasi antara satu instansi dengan instansi lainnya 3) Faktor otonomi daerah, dikarenakan dapat menimbulkan perbedaan regulasi yang terdapat di pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. 4) Faktor sosial, yang menjadi permasalahan adalah bahwa TKI yang bekerja di luar negeri itu terdapat pula yang tidak benar-benar berniat ingin bekerja di luar negeri 5) Faktor pendidikan, dikarenakan sebagan besar TKI yang ditempatkan ke luar negeri itu pendidikannya masih Sekolah Menengah ke bawah 6) Faktor ekonomi yang pada satu sis memberikan hasil yang baik bagi devisa pemerintah, akan tetapi pada sisi lain pemerintah yang seharusnya melihat penempatan TKI ke luar negeri adalah sebagai program nasional untuk mengurangi angka pengangguran, melainkan cenderung melihat penempatan tenaga kerja ke luar negeri sebagai penambah devisa bagi negara dengan jumlah remitansi yang sangat besar. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti dapat, berikut saran-saran yang dapat peneliti berikat terkait dengan pengelolaan penempatan TKI ke luar negeri : 1. Merevisi undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI, agar lebih terdapat suatu sistem baku dan kebijakan yang lebih tegas dalam penempatan TKI ke luar negeri. 2. Pemerintah perlu menguatkan sistem koordinasi antar instansi, memperkuat sistem pengawasan, dan memperkuat pembinaan kepada staeholder-stakeholder yang terkait, dan membina calon TKI dengan lebih baik.
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014
3. Perlu terdapat suatu kerjasama atau kemitraan yang baik antara pemerintah dengan swasta agar terdapat satu visi untk memperbaiki pengelolaan penempatan TKI ke luar negeri ke arah yang lebih baik.
Kepustakaan Buku Daryanto. 1980. Antar Kerja Umum. Ditjen Pembinaan dan Penggunaan Tenag Kerja, Depnaker: Jakarta Haque, M. Shamsul. 1999. Restructuring Development Theories and Policies: .A critical Study. State University of New York Press: Albany Lembaga Administrasi Negara.1982. Manajemen Dalam Pemerintahan. Jakarta: Yayasan Penerbit Administrasi Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Simanjuntak, Payaman. 2003. Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Stoner, J.A.F. et.al. 1996. Manajemen (alih bahasa : Alexander Sindoro dan Bambang Sayaka). Jakarta: PT Prenhallindo Website Proses penempatan TKI perlu di evaluasi http://buruhmigran.or.id/2011/04/11/proses-penempatan-tki-perlu-dievaluasi/ Permasalahan Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri http://www.bnp2tki.go.id/hasil-penelitian-mainmenu-276/226-permasalahan-pelayanan-dan-perlindungantenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri.html Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang Republik IndonesiaNomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri
Analisis Pengelolaan..., Ali Hanif, FISIP UI, 2014