ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR
SITI ANNI MAKRIFAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Dampaknya Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2010
Siti Anni Makrifah NIM : H151080464
ABSTRACT SITI ANNI MAKRIFAH. An Analysis of Regional Financial Management and Its Impact on Development Growth East Java Province. Under direction of BAMBANG JUANDA and BUDIASIH. Since the implementation of fiscal decentralization, local government has bigger authority to manage regional income and regional spending integrated in spending budget. As outcomes, local government can raise the independency on finance and government accountability to boost economic development. The aims of this research are to analyze improvment of regional finance management, economic development and effects of government spending allocation on economic development in East Java Province from 2002 to 2008. A descriptive analysis is utilized as methodology to find out development of regional finance accountability and results of economic development. A panel vector auto regression model, is utilized to analyze the effects of government spending allocation on economic growth, human development index (HDI) and poverty rate. The result provides that ratio of of Local Own Revenue (PAD) in comparison to the total local income and or total local spending is still low and it tends to decline every year. It means that the local government did not yet optimally exploit the income sources from their potencies. In other word, there is dependency on central government funding for regional development. The indicators of economic development which are HDI, poverty rate and disparity have better results, even though in the beginning of implementation of fiscal decentralization the regional development disparity getting wider. Indeed, it takes time and needs good preparation to obtain the expected result of economic development since the implementation of fiscal decentralization. Government spending allocation has impacts on Gross Regional Domestic Product (GRDP) and Human Development Index (HDI) in the long and short term. Capital spending has significant effect on economic development. Capital spending variable has the biggest effect on prediction of variance percentage contribution, but the effect on government spending total is not that big. It means that private sector and society participate actively on economic development and government only acts as a stimulator through spending allocation Keywords : Fiscal Decentralization, Regional Finance, Economic Development, Panel Vector Autoregresion (PVARs) .
RINGKASAN SITI ANNI MAKRIFAH. Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Dampaknya Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan BUDIASIH. Implikasi pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemerintah daerah mendapat keleluasaan yang lebih besar dalam mengelola keuangan daerah yang dituangkan dalam anggaran belanja, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Keleluasaan yang dimiliki daerah diharapkan dapat meningkatkan kemandirian keuangan daerah serta kinerja pemerintah untuk mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang lebih baik. Hal ini didasarkan anggapan bahwa daerah yang lebih tahu kondisi, potensi dan kebutuhan masyarakatnya. Desentralisasi fiskal tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan kemampuan finansial yang cukup memadai oleh pemerintah daerah. Selama kurun waktu tahun 2002-2008, proporsi penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dengan BHPBP (Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak) terhadap total penerimaan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur rata-rata di bawah 20%, sedangkan DAU (Dana Alokasi Umum) proporsinya lebih dari 70%. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih tergolong tinggi. Jumlah keseluruhan dana APBD baik yang berasal dari PAD maupun dana perimbangan digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan suatu daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah melalui alokasi sumber-sumber pendanaan yang tercermin pada alokasi belanjanya. Apabila alokasi belanja daerah dibagi menurut jenis belanjanya, maka selama kurun waktu 2002-2008, porsi belanja pegawai masih menempati peringkat tertinggi yaitu rata-rata diatas 46.62% dari total belanjanya. Sementara itu porsi belanja barang mencapai 12.52%, belanja modal 27.93% dan belanja lainnya 12.93%. Hal ini menunjukkan belanja modal yang diharapkan dapat memacu perkembangan pembangunan ekonomi nampaknya masih menunjukkan proporsi yang masih kecil. Beberapa indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur, selama kurun waktu 2002-2008 menunjukkan kondisi yang membaik. IPM, indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat dari 62.64 pada tahun 2002 menjadi 69.14 pada tahun 2008. Persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan dari 20.34% pada tahun 2002 menjadi 16.97% pada tahun 2008. Indikator lain adalah laju pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 3.80% pada tahun 2002 menjadi 5.90% pada tahun 2008. Ukuran agregat yang memperlihatkan peningkatan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut di atas, merupakan indikasi dampak peningkatan jumlah dana yang dibelanjakan di daerah, baik melalui mekanisme dana desentralisasi maupun dana-dana lain di daerah, sebagaimana dikemukakan oleh Keynes (Todaro, 2006). Namun umumnya pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan perekonomian suatu negara. Hal ini dapat dijelaskan dalam kaidah yang dikenal dengan hukum Wagner (Todaro, 2006), yaitu dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara
relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Bertolak dari hal-hal tersebut di atas maka perlu diketahui ada tidaknya pengaruh perubahan pengelolaan keuangan daerah baik dari sisi penerimaan dan pengeluaran terhadap pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis perkembangan kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dari sisi penerimaan maupun pengeluaran; (2) Menganalisis perkembangan pertumbuhan ekonomi, IPM, persentase penduduk miskin dan kesenjangan pembangunan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur; (3) Mengidentifikasi pengaruh alokasi belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, IPM, dan jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur. Metode analisis deskriptif yang digunakan untuk melihat perkembangan kinerja keuangan daerah, pertumbuhan ekonomi, IPM, persentase penduduk miskin adalah analisis boxplot, analisis GIS dan analisis cluster. Analisis inferensia dengan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR) dalam data panel digunakan untuk mengkaji pengaruh alokasi belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan jumlah penduduk miskin. Hasil analisis kinerja keuangan daerah menunjukkan bahwa rasio PAD terhadap total penerimaan daerah dalam kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2008 cenderung menunjukkan penyebaran data yang semakin konvergen akan tetapi mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya karena kenaikan PAD lebih kecil dari pada kenaikan total penerimaan, sehingga proporsinya menurun. Kenaikan PAD yang kecil disebabkan daerah masih belum mampu menggali potensi PAD yang ada secara optimal karena adanya keterbatasan sumber daya alam maupun manusia selain juga masalah kebijakan pemerintah. Beberapa kabupaten/kota, seperti Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Kediri adalah kabupaten/ kota yang mempunyai rasio PAD terhadap total penerimaan yang lebih besar dibandingkan daerah lain. Hal ini disebabkan kabupaten/kota tersebut kegiatan perekonomian hampir 30% didominasi oleh sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor-sektor ini adalah salah satu sektor penyumbang penerimaan daerah dari pajak. Daerah yang rasio PAD terhadap total penerimaan besar, maka Rasio DAU terhadap total penerimaan adalah lebih kecil di banding daerah lain. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Setiaji dan Adi (2007). Jika dilihat dari sisi pengeluaran, hampir semua kabupaten/kota, rasio belanja rutin terhadap total belanja daerah masih diatas 50%, artinya sebagian besar anggaran masih digunakan untuk belanja rutin. Menurut kategori Tankilisan (2005) daerah yang mempunyai kategori cukup, dalam arti rasio PAD terhadap total penerimaan maupun rasio PAD terhadap total belanja rutin lebih dari 20% hanya kota Surabaya, sedangkan daerah lainnya masih dalam kategori kurang. Sehingga dapat dikatakan, salah satu tujuan desentralisasi fiskal yaitu meningkatnya rasio PAD terhadap total penerimaan belum bisa diwujudkan oleh sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Kinerja pembangunan yang dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, IPM, persentase penduduk miskin serta ketimpangan pembangunan menunjukkan hasil yang berbeda. Secara umum pertumbuhan ekonomi dan IPM kabupaten/kota dalam kurun waktu 2002-2008, menunjukkan kondisi yang membaik dan semakin konvergen antar daerah. Akan tetapi untuk persentase penduduk miskin kabupaten/kota tingkat konvergennya tidak lebih baik dari tahun sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator-indikator pembangunan antar daerah tidak bisa dilaksanakan secara bersama-sama, selalu ada yang diprioritaskan. Tujuan pembangunan selain meningkatkan kesejahteraan juga mewujudkan pemerataan pembangunan antar daerah artinya tidak terjadi ketimpangan. Ukuran untuk melihat ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan Indeks Theil. Hasil analisis dengan indeks Theil menunjukkan ketimpangan pembangunan kabupaten/kota pada tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2002 yaitu dari 0.425 menjadi 0.409. Walaupun pada awal-awal pelaksanaan desentralisasi fiskal terjadi kenaikan ketimpangan pembangunan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kesiapan dan tanggapan masing-masing daerah terhadap pelaksanaan desentralisasi fiskal. Wilayah yang menjadi pemicu ketimpangan pembangunan yang terjadi di Jawa Timur adalah Kota Surabaya, Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang, Kabupaten Gresik, Kota Probolinggo dan Kota Mojokerto. Alokasi belanja daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan IPM baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jenis belanja pegawai berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun tidak terjadi untuk jangka panjang. Jenis belanja modal dan belanja barang berpengaruh positif dalam jangka panjang namun tidak dalam jangka pendek. Kontribusi alokasi belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum tidak begitu besar. Hal ini menunjukkan bahwa peran swasta dalam menggerakkan perekonomian Jawa Timur lebih besar dari peran pemerintah. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Alfirman (2006). Alokasi belanja modal secara signifikan berpengaruh positif dalam jangka pendek pada IPM namun tidak dalam jangka panjang. Jenis alokasi belanja yang berpengaruh secara signifikan terhadap IPM baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek adalah belanja barang. Secara umum, dapat dikatakan bahwa belanja daerah mempunyai dampak terhadap pembangunan ekonomi Jawa Timur. Jenis belanja yang berpengaruh tergantung pada jenis indikator pembangunan ekonomi yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa teori Keynes yang menyatakan belanja pemerintah akan mempengaruhi hasil pembangunan berlaku di Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian maka beberapa saran ke depan antara lain : (1) untuk meningkatkan PAD perlu mencari alternatif lain dengan melihat kondisi dan potensi daerah masing-masing serta tidak menghambat investor untuk menanamkan modalnya di daerah, (2) Pemerintah daerah hendaknya tidak hanya fokus dalam mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam waktu yang cepat, tetapi juga harus memperhatikan pemerataan, (3) Pemerintah daerah hendaknya dalam membuat alokasi belanja memperhatikan kebutuhan masyarakatnya, dan meningkatkan kontrol dalam penggunaan keuangan daerah sehingga dapat mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, Keuangan Daerah, Pembangunan Ekonomi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR
SITI ANNI MAKRIFAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tesis
: Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Dampaknya Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi Jawa Timur
Nama
: Siti Anni Makrifah
NRP
: H151080464
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Ketua
Dr. Budiasih Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 29 Januari 2010
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si