ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR SECARA TERPADU DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA Analysis of Integrated Coastal Management in Serdang Bedagai North Sumatra Rasyid Kurnia Nst(1), Darma Bakti(2), Rusdi Leidonald(2)
1. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, USU (Email:
[email protected]) 2. Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, USU ABSTRACT Serdang Bedagai has lenght the coastline of 95km covers five districts namely, Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin dan Bandar Khalifah. This area has great potential to be used agriculture, marine ecotourism, fisheries, and research. From every potential that exists in the Serdang Bedagai coastal, there are still some problems, especially coastal ecological damaged. This research aims to determine the strategic direction of integrated coastal management in Serdang Bedagai.The research was conducted in May-July 2014 in the coastal areas of Serdang Bedagai. This study used a purposive random sampling. There have 4 station observations, station 1 Bagan Kuala Village , station 2 Sentang Village, station 3 Sei Nagalawan Village, station 4 Pantai Cermin Kiri Village. Results of the analysis showed that the need for the arrangement of space utilization concepts in Serdang bedagai coastal in more detail, so that the land use of coastal areas can be managed with attention to the link ages between environmental aspects of coastal and local government of Serdang Bedagai need to issue policy directives based coastal management zone to create coastal management in an integrated manner. Keywords:Coastal Community, Coastal Management, Serdang Bedagai PENDAHULUAN Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang memiliki kekayaan sumberdaya yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui.Sumberdaya pesisir juga memiliki potensi yang dapat dikelola menjadi kawasan perikanan, kawasan wisata bahari, kawasan pemanfaatan sumber energi serta kawasan pendidikan dan penelitian. Sebagai contoh kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 95 km mencangkup lima kecamatan yaitu : Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Meng-
kudu, Tanjung Beringin dan Bandar Khalifah. Wilayah pesisir Serdang Bedagai memiliki potensi besar untuk dijadikan pemanfaatan lahan budidaya, ekowisata bahari, indusrtri perikanan, pendidikan dan penelitian, dan lain-lain. Permasalahan ekologis yang terjadi di pesisir Serdang Bedagai adalah permasalahan kerusakan hutan mangrove, permasalahan muara sungai yang semakin sempit dan menghambat aktivitas nelayan, serta permasalahan abrasi pantai.Segala permasalahan ini dipicu akibat ada kesalahan pengelolaan kawasan pesisir dan tumpang tindih kebijakan pengelolaan wilayah pesisir yang masih belum memperhatikan kepentingan kelestarian
lingkungan. Maka dari itu perlu diterapkan konsep pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan permasalahan pengelolaan pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai maka perlu dilakukan penelitian mengenai konsep pengelolaan pesisir yang terpadu dengan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan pengelolaan yang memperhatikan keterkaitan antar kepentingan baik kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat. Selain itu juga diperlukannya strategi pengelolaan pesisir yang dituangkan dalam kebijakan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai mengenai pengelolaan kawasan pesisir yang sesuai dengan amanat UU No. 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2014 di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada 4 stasiun yaitu stasiun 1 Desa Bagan Kuala Ke-camatan Tanjung Beringin, stasiun 2 Desa Sentang Kecamatan Teluk Mengkudu, stasiun 3 Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan, dan stasiun 4
Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin. Alat dan Bahan Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah GPS (Global Positioning System), alat tulis, dan kamera digital. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Software Arcview. Pelaksananaan Penelitian Penentuan Stasiun Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi pengambilan sampel adalah purposive random sampling pada empat stasiun pengamatan. Penentuan stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1. Pembagian stasiun pengambilan sampel antara lain : - Stasiun 1, Pesisir Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin (99°13'55.16"BT, 3°30'46.06"LU) - Stasiun 2, Pesisir Desa Sentang Kecamatan Teluk Mengkudu (99°07'30.20"BT, 3°34'5.33"LU) - Stasiun 3, Pesisir Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan (99° 5'27.72"BT, 3°35'33.83"LU) - Stasiun 4, Pesisir Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin (98°59'12.99"BT, 3°39'14.35"LU)
Gambar 1.Lokasi Penelitian
Pengambilan Sampel Data Primer Data primer yang dikumpulkan meliputi perseps iterhadap kawasan, dan pengambilan foto kondisi lingkungan pesisir. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapangan. a.
Wawancara Bertujuan untuk memperoleh persepsi masyarakat pesisir dan pengunjung wisata peisir terkait pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu. Pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung kepada penduduk sekitar, pegawai dalam kawasan dan dinas yang terkait dengan pengelolaan di wilayah penelitian serta wisatawan. Penentuan responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena metode pengambilan sampel dengan cara ini sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan pengelolaan pesisir, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. b. Observasi lapangan Merupakan pengumpulan data primer dengan mengamati secara langsung kondisi lingkungan pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai. Posisi pengambilan data observasi lapangan ditentukan dengan bantuan GPS60 CS Garmin. Pemilihan empat stasiun pengamatan tersebut mewakili jenis pengelolaan kawasan pesisir yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai. Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kebijakan pengelolaan, isu–isu serta permasalahan yang terjadi, data
keadaan jumlah penduduk masyarakat pesisir dan data pemanfaatan lahan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait pengelolaan wilayah pesisir. Data sekunder ini digunakan sebagai informasi pendukung dalam melakukan penilaian terhadap pengelolaan kawasan pesisir dan kondisi masyarakat pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Sekunder Tipe Data Data RTRW Kabupaten Serdang Bedagai Data jumlah penduduk masyarakat pesisir Data Pemanfaatan Lahan
Cara Peroleh Data Instansi Pemerintah Instansi Pemerintah Instansi Pemerintah
Analisis Data Data hirarki kebijakan pengelolaan wilayah pesisir, data persepsi masyarakat dan wisatawan pesisir serta arahan prioritas kebijakan pengelolaan kawasan pesisir disajikan secara deskriptif. Data hirarki kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan teknik studi literatur dan juga membandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir. Analisis Hirarki Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Analisis ini berupa telaah dari beberapa peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan juga melakukan telaah studi literatur terkait kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Persepsi Masyarakat Pesisir dan Pengunjung Wisata Persepsi masyarakat pesisir dan pengunjung wisata pesisir ini bersifat deskriptif dimana mendapatkan gambaran faktual dan konkrit dari persepsi
masyarakat pesisir dan pengunjung kawasan pesisir. Data diambil dengan observasi langsung dilapangan dengan menggunakan metode wawancara dan kuisioner. Kuisioner yaitu pengumpulan data primer atau verifikasi data sekunder dengan memberikan pertanyaanpertanyaan singkat yang sama pada sejumlah responden. Metode ini memerlukan jumlah responden yang sah menurut ilmu statistik dibanding dengan jumlah populasi sasaran. Sedangkan wawancara yaitu menggali secara terarah pikiran orang lain dalam suatu bidang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Metode ini dapat digunakan untuk data khusus yang bersifat Non-statistik dan kualitatif atau subjektif (Tuwo, 2011). Menurut Setiawan . (2007) Apabila responden yang didapat <100, maka diambil seluruhnya. Namun, jika >100 maka jumlah responden yang diambil adalah 10% dari jumlah responden yang didapat. Sehingga dapat disimpulkan rumus sebagai berikut :
Keterangan: n = ukuran sampel = galat pendugaan (10 %) N = ukuran populasi
e
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas, didapatkan jumlah responden pada stasiun 1 Desa Bagan Kuala sebanyak 93 jiwa, stasiun 2 Desa Sentang sebanyak 95 Jiwa, stasiun 3 Desa Sei Nagalawan sebanyak 94 jiwa dan Desa Kuala Lama sebanyak 97 jiwa. Sedangkan responden pengunjung wisata pantai pada stasiun 3 sebanyak 35 jiwa dan stasiun 4 sebanyak 50 jiwa. Analisis SWOT Analisis yang digunakan untuk strategi perbaikan dan pengelolaan adalah analisis SWOT, yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perbaikan dan pengelolaan suatu kawasan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness), dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana srategi harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi (Amelia, 2009). Setelah berbagai analisis dilakukan, selanjutnya dianalisis dengan metode SWOT (kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman). Metode ini digunakan untuk menentukan strategi pengelolaan pesisir secara terpadu yang juga menjadi arahan pengembangan dalam memaksimalkan potensi dan meminimalisasi kendala yang ada dalam pengelolaan dan pengembangan pesisir. Dalam analisis SWOT pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Adapun pendekatan kualitatif dan kuantitatif tersaji dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Pendekatan Kualitatif Analisis SWOT Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu
No
1
Kekuatan (Strenght) LINGKUGAN INTERNAL
No
Kelemahan (Weakness)
1
LINGKUNAN INTERNAL
No
Peluang (Oppotunity)
No
Ancaman (Threat)
1
LINGKUNGAN EKSTERNAL
1
LINGKUNGAN EKSTERNAL
Tabel 3. Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu
No
Kekuatan (Strenght)
LINGKUNGAN INTERNAL Total Kekuatan No
Bobot
Rating
Skor
Bobot
Rating
Skor
1
Persepsi Masyarakat Pesisir Terkait Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu Adapun persentase persepsi masyarakat pesisir terhadap pengelolaan pesisir secara terpadu disajikan pada Gambar 3.
1
LINGKUNGAN INTERNAL Total Kekuatan
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Hirarki Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Berdasarkan studi literatur tentang hirarki pengelolaan wilayah pesisir, dapat dilihat pada skema hirarki kebijakan pengelolaan wilayah pesisir seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Skema Hirarki Kebijakan PengelolaanWilayah Pesisir
Adapun skema pada Gambar 2 dapat dilihat hirarki kebijakan pengelolaan wilayah pesisir harus mengacu kepada Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Rencana Detail Kawasan Pesisir Kabupaten, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Nasional Serta Undang-Undang Penataan Ruang.
Gambar
3.
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengolaan Pesisir Terpadu (a) DesaBagan Kuala; (b) Desa Sentang; (c)Desa Sei Nagalawan; (d) Desa Kuala Lama
Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat pesisir didapat persentase persepsi responden masyarakat pesisir terhadap pengelolaan pesisir terpadu pada ke 4 stasiun rata-rata responden menyatakan setuju yang persentasenya pada masing-masing stasiun sebesar 97%, 94%, 88%, dan 93%. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppotunity, Threat) Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai didapatkan faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan faktor eksternal (peluang, ancaman) yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Faktor Internal dan Eksternal Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai No 1
2
Kekuatan (Strength) Keterkaitan Ekologis (Mangrove, Pantai, Estuaria)
No
Partisipasi Masyarakat Terlibat dalam Pengelolaan
2
1
Kelemahan (Weakness) Belum adanya kebijakan yang dibuat pemerintah daerah dalam pengelolaan pesisir terpadu Tidak jelas tugas dan wewenang antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan pesisir
3
4
5
No 1
2
3 4
Pesisir Luas Lahan Pesisir Untuk dikelola Pemahaman Masyarakat akan Kelestarian Lingkungan Pesisir Adanya Sarana dan Prasarana Menuju Kawasan Pesisir
3
Pengelolaan pesisir yang tidak Optimal
4
Lemahnya perekono mian masyarakat pesisir
5
Masyarakat pesisir yang tidak memiliki modal
Peluang(Op putunity) Meningkatn ya investasi
No
Ancaman (Threat)
1
Masuknya tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu Meningkatk an jumlah wisatawan Perkembang an perhatian dunia yang meningkat terhadap pengemban gan kawasan pesisir
2
Pemanfaatan lahan pesisir yang berlebihan Persaingan tidak sehat antar investor Meningkat
3 4
pemerintah kabupaten. Hal ini sesuai dengan UU No. 1 tahun 2014 pasal 7 ayat 3, bahwa pemerintah daerah wajib menyusun semua rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangan daerah masingmasing. Adapun 4 rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan UU No. 1 tahun 2014 adalah RSP3K, RZWP3K, RPWP3K, RAPWP3K. Penyusunan 4 rencana pengelolaan pesisir tersebut harus menerapkan aspek keterkaitan antar sektor dinas provinsi dan kabupaten. Menurut Suparno (2008), Hirarki Sektor dinas terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilihat pada Gambar 4.
Perebutan lahan pesisir antar Stakeholder Meningkatnya alih fungsi lahan
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat faktor-faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT. Faktor internal dan eksternal didapatkan dari hasil wawancara dengan kepala desa, perangkat desa, masyarakat pesisir, nelayan, pengunjung wisata dan pengamatan langsung dilapangan. A. Pembahasan Analisis Hirarki Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat skema hirarki kebijakan pengelolaan pesisir bahwa wewenang pengelolaan wilayah pesisir diberikan kepada pemerintah provinsi dan
Gambar 4.Hirarki Wewenang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa wewenang dalam penyusunan rencana zonasi berada pada tingkat dinasdinas kabupaten. Maka dari itu dalam penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai berada dibawah wewenang pemerintah kabupaten itu sendiri. Hirarki kebijakan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil akan mampu memenuhi kebutuhan ruang laut dan pesisir yang dikelola secara terpadu. Sesuai dengan Gambar 4 yaitu hirarki wewenang pengelolaan pesisir maka dari itu dalam penyusunan peraturan
zonasi, pemerintah Serdang Bedagai memiliki wewenang. Berdasarkan Gambar 2 yaitu skema hirarki kebijakan pengelolaan pesisir maka dari itu pemerintah Serdang Bedagai dalam menyusun rencana zonasi terlebih dahulu menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan pesisir. Penyusunan zonasi wilayah pesisir ini akan menciptakan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan dapat mencegah kerusakan lingkungan akibat dari pemanfaatan tersebut. Menurut Abubakar (2010), suatu keyakinan besar bila rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu dapat dilaksanakan, maka kemungkinan dampak ekologi yang dikhawatirkan oleh berbagai aktivitas ekonomi di wilayah pesisir dapat diminimalisir. Persepsi Masyarakat Pesisir Terkait Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu Masyarakat yang diwawancarai ketika ditanya persepsinya tentang apabila dilakukan pengelolaan pesisir secara terpadu didaerah pesisir mereka rata-rata menyatakan sejutu. Adapun persentase persepsi masyarakat pesisir tentang pengelolaan pesisir terpadu adalah setuju sebanyak 93% dan tidak setuju sebanyak 3%. Peran masyarakat pesisir sangat penting dalam pengelolaan pesisir terpadu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, masyarakat pesisir Serdang Bedagai setuju
apabila kawasan pesisir dikelola secara terpadu. Persepsi masyarakat pesisir dalam pengelolaan kawasan pesisir itu sendiri sangatlah penting untuk diketahui dikarenakan masyarakat pesisir tersebut yang akan merasakan dampaknya dalam waktu jangka yang panjang. Menurut Supriharyono (2000), peningkatan kesadaran masyarakat ditujukan untuk meyakinkan kepada masyarakat pantai khususnya nelayan akan manfaat jangka panjang dari perlindungan kawasan yaitu manfaat berkelanjutan yang dihasilkan oleh usaha perlindungan kawasan. Oleh karena itu peran serta masyarakat harus dilibatkan pada identifikasi, perancangan dan pelaksanaan berbagai kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari usaha perlindungan kawasan konservasi. Analisis SWOT Matriks SWOT Sebelum menyusun matrik SWOT perlu terlebih dahulu disusun matriks Faktor Strategi Eksternal EFAS (eksternal strategic factors analysis summary) dan matriks Faktor Strategi Internal IFAS (Internal strategic factors analysis summary). EFAS adalah untuk merumuskan faktor-faktor strategi eksternal tersebut dalam kerangka Opportunity dan Threat dan IFAS adalah untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal tersebut dalam kerangka strength dan weakness (Juhardi, 2010).
Tabel 5. Matriks SWOT
SW
OT
Strength (S) 1. Keterkaitan Ekologis (Mangrove, Pantai, Estuaria) 2. Partisipasi Masyarakat Terlibat dalam Pengelolaan Pesisir 3. Luas Lahan Pesisir untuk dikelola 4. Pemahaman Masyarakat akan Kelestarian Lingkungan Pesisir 5. Adanya Sarana dan Prasarana Menuju Kawasan Pesisir
Weakness (W) 1. Belum adanya produk kebijakan yang dibuat pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan pesisir terpadu 2. Tidak jelasnya tugas dan wewenang antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan pesisir 3. Pengelolaan pesisir yang tidak optimal 4. Lemahnya taraf perekonomian
Opportunity (O) 1. Meningkatnya Investasi 2. Masuknya tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu 3. Meningkatkan jumlah wisatawan
masyarakat 5. Masyarakat pesisir yang tidak memiliki modal Strategi S-O Strategi W-O 1. Melakukan Pengelolaan 1. Memperbaiki sistem yang Optimal dengan kelembagaan dan Memperhatikan kebijakan yang sesuai Keterkaitan antar dengan perkembangan Lingkungan dunia
4. Perkembangan Perhatian dunia meningkat terhadap pengembangan kawasan pesisir
2. Meningkatkan kegiatan pelatihan pengembangan kawasan pesisir kepada masyarakat
Threat (T) 1. Pemanfaatan lahan pesisir yang berlebihan 2. Persaingan tidak sehat antar investor meningkat 3. Perebutan lahan pesisir antar stakeholder 4. Meningkatnya alih fungsi lahan
Strategi S-T 1. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan pesisir
2. Memaksimalkan risetriset pengembangan kawasan pesisir 3. Meningkatkan kerjasama antar masyarakat dengan para pemilik modal Strategi W-T 1. Membuat kebijakan hukum yang jelas dan tidak tumpang tindih 2. Meningkatkan perekonomian masyarakat dan menciptakan persaingan yang sehat
strategi yang dihasilkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Data bobot matriks IFAS dan EFAS dapat dilihat pada Lampiran 14.Adapun matriks IFAS, matrik EFAS dan alternatif strategi disajikan pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8.
Alternatif Strategi Setelah matriks SWOT telah selesai disusun sehingga didapatkan hasil strategi Strenght-Opportunity (S-O), strategi Weaknes-Opportunity (W-O), strategi Strenght-Threat (S-T), dan strategi Weaknes-Threat (W-T) selanjutnya unsurunsur tersebut disusun skala prioritas. Prioritas dari Tabel 6. Matriks IFAS Faktor Penentu
Faktor Internal
Rating
Bobot
Skor
3
0,09
0,27
4
0,09
0,36
4
0,15
0,60
3
0,09
0,27
3
0,09
0,27
0,09
0,27
Strength (Kekuatan) S1
S2 S3 S4
S5
Keterkaitan ekologis (Mangrove, Pantai, Estuaria). Partisipasi masyarakat terlibat dalam pengelolaan pesisir. Luas lahan pesisir untuk dikelola. Pemahaman masyarakat akan kelestarian lingkungan pesisir. Adanya sarana dan prasarana menuju kawasan pesisir
Weakness (Kelemahan) W1
Belum adanya kebijakan yang dibuat pemerintah daerah dalam pengelolaan pesisir
3
terpadu. Tidak jelas tugas dan wewenang antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan pesisir. Pengelolaan pesisir yang tidak optimal. Lemahnya perekonomian
W2
W3 W4
3
0,09
0,27
4
0,09
0,36
3
0,09
0,27
4
0,13
0,52
Rating Opportunity (Peluang) 4
Bobot
Skor
0,11
0,44
4
0,15
0,60
3
0,11
0,33
4
0,19
0,76
4
0,11
0,44
3
0,11
0,33
0,11
0,33
0,11
0,44
masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir yang tidak memiliki modal.
W5
Tabel 7. Matriks EFAS Faktor Penentu O1 O2 O3 O4
Faktor Eksternal Meningkatkan investasi. Masuknya tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu. Meningkatkan jumlah wisatawan. Perkembangan perhatian dunia yang meningkat terhadap pengembangan kawasan pesisir.
Threat (Ancaman) T1 T2 T3 T4
Pemanfaatan lahan pesisir yang berlebihan Persaingan tidak sehat antar investor meningkat Perebutan lahan pesisir antar stakeholder Meningkatknya alih fungsi lahan
3 4
Tabel 8. Alternatif Strategi No 1 2
3 4 5 6 7 8
Alternatif Strategi Melakukan pengelolaan yang optimal dengan memperhatikan keterkaitan antar lingkungan Meningkatkan kegiatan pelatihan pengembangan kawasan pesisir terhadap masyarakat Memperbaiki sistem kelembagaan dan kebijakan yang sesuai perkembangan dunia Memaksimalkan riset-riset terkait pengembangan kawasan pesisir Meningkatkan kerjasama antar masyarakat dengan para pemilik modal Meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan pesisir Membuat kebijakan hukum yang jelas dan tidak tumpang tindih Meningkatkan perekonomian masyarakat dan menciptakan persaingan yang sehat
Arahan Prioritas Kebijakan Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu Berdasarkan delapan alternatif strategi diperoleh tiga prioritas utama
Keterkaitan Aspek
Total Skor
Perioritas
S1,S3,O3,O1
1,91
III
S2,S4,O2,O4
1,99
II
W1,W2,O4
1,30
VI
W3,O2
0,87
VIII
W4,W5,O1,O3
1,56
IV
S2,S4,T4,T1
1,51
V
W1,W2,W3, T1,T3 ,T4
2,00
I
W4,W5,T2
1,12
VII
kegiatan untuk kebijakan pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun strategi-strategi tersebut adalah :
Pertama, membuat kebijakan hukum yang jelas dan tidak tumpang tindih. Pengelolaan pesisir terpadu harus didukung dengan produk hukum dan kelembagaan yang pasti. Dalam hal ini kepastian hukum dalam pengelolaan pesisir harus dilakukan agar ada aturan yang jelas dalam hal memanfaatkan ruang sumberdaya pesisir baik ruang untuk dieksplotasi maupun ruang untuk dikonservasi. Namun dengan adanya kebijakan dalam pemanfaatan ruang pesisir maka setiap masyarakat pesisir, pemilik modal dan stakeholder lainnya sudah terikat dengan suatu norma aturan yang jelas. Didalam suatu produk hukum juga harus mepertegas suatu tugas dan wewenang setiap lembaga dalam melaksanakan pengawasan agar dalam pengimplementasiannya tidak menimbulkan tumpang tindih suatu kebijakan. Menurut Wibowo (2009), untuk melihat keterhubungan antara hukum dan kelembagaan maka hukum haruslah dimaknai sebagai wewenang (authority) yang perumusannya dijumpai dalam berbagai peraturan perundang undangan, adapun lembaga (institusi), dalam hal ini berfungsi untuk mewujudkan apa yang telah menjadi isi wewenang tersebut. Tegasnya, lembaga atau institusi memerlukan legitimasi wewenang, tanpa wewenang lembaga atau institusi tidak memiliki arti apa-apa. Maka dari itu dalam hal mewujudkan pengelolaan pesisir secara terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai prioritas strategi utama yang harus dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai adalah membuat suatu norma hukum yang berbentuk peraturan daerah tentang pemanfaatan ruang pesisir Serdang Bedagai. Hal ini perlu dilakukan agar menciptakan suasana pemanfaatan ruang pesisir Serdang Bedagai yang tidak tumpang tindih. Kedua, Meningkatkan kegiatan pelatihan pengembangan kawasan pesisir terhadap masyarakat. Untuk meningkatkan
pelatihan dan pengembangan kawasan pesisir secara terpadu, maka diperlukannya tenaga-tenaga ahli yang datang langsung ke daerah pesisir Kabpaten Serdang Bedagai untuk melakukan kegiatan pelatihan pengembangan kawasan pesisir. Hal ini dapat dilakukan apabila ada kerjasama antar pemerintah, masyarakat pesisir dan stakeholder lainnya. Menurut Mardjoeki (2012), pemberdayaan masyarakat pesisir tidak dapat dilakukan secara sendiri akan tetapi perlu adanya kerja sama yang simultan dan lintas sektoral, pendekatan yang paling sesuai dengan kondisi tersebut adalah dengan cara pendekatan partisipatif yaitu suatu pendekatan yang melibatkan kerja sama antara masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama-sama dimana masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaan. Ketiga, melakukan pengelolaan yang optimal dan memperhatikan keterkaitan antar lingkungan. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir maka harus mengoptimalkan segala potensi sumberdaya pesisir yang ada. Pengoptimalan sumberdaya pesisir ini harus memerhatikan aspek keterkaitan lingkungan agar pengelolaan pesisir berlangsung atas asas keberlanjutan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hirarki kebijakan Rencana Pengelolaan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai mengacu pada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta Peraturan daerah (Perda) Kabupaten serdang Bedagai No. 12 tahun 2013 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten. 2. Rata-rata respon masyarakat menyatakan setuju terhadap pengelolaan pesisir secara terpadu
3.
dengan persentase tertinggi mencapai 97% dan pengunjung mencapai 94%. Respon masyarakat pesisir yang ingin terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu mencapai 98% serta pengunjung dengan persentase tertinggi 44% . Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan didapatkan 3 arahan prioritas kebijakan pengelolaan pesisir antara lain pertama membuat kebijakan hukum yang jelas dan tidak tumpang tindih, kedua meningkatkan kegiatan pelatihan dan pengembangan kawasan pesisir kepada masyarakat dan yang ketiga melakukan pengelolaan yang optimal dan memperhatikan keterkaitan lingkungan.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu yang berbasis zonasi sehingga diperoleh data pemanfaatan ruang pesisir yang lebih informatif lagi. Serta pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai perlu menyusun rencana pengelolaan pesisir yang lebih terperinci sesuai dengan hirarki kebijakan pengelolaan pesisir dan melakukan penanaman hutan mangrove untuk menghindari abrasi pantai dan sedimentasi. DAFTAR PUSTAKA Abubakar. 2010. Strategi Pengembangan Pengelolaan Berkelanjutan Pada Kawasan Konservasi Laut Gili Sulat: Satu Pendekatan Stakeholder. Jurnal. Bumi Lestari Vol 10 No. 2 ISSN: 256-262. Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta Amelia, L. 2009. Dampak Pengunjung Kawasan Wisata Terhadap Kelestarian Sumberdaya Pantai
Ancol, Jakarta Utara. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Asad, M., dan Erna, R. 2012.Daya Dukung Lingkungan Tambak di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambiliung, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.Jurnal.Ilmiah Kelautan dan Perikanan Vol 4. No 2. Dahuri, H. R., Jacob. R., Sapta, P. G., M. J. Sitepu. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta Djunaedi, A., dan M, Natsir. 2002. Perencanaan Pengembangan Kawasan Pesisir. Jurnal.TekNologi Lingkungan Vol 3, No. 3. Hakim, B, A., Suharyanto.,Wahyu, K, H. 2012. Efektifitas Penanggulangan Abrasi Menggunakan Bangunan Pantai di Pesisir Kota Semarang.Prosiding Seminar Nasional.Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Semarang. 11 September 2012. Iswahyudi, dan Rini, F. 2010. Evaluasi Kekritisan Lahan Hutan Mangrove di Kabupaten Aceh Timur.Jurnal. Hidrolitan 1:2:1-9 ISSN 20864825. Juhardi, U., Edi, N., dan Muhammad, S. 2010. Penerapan Analisis SWOT Guna Penyusunan Rencana Induk E-Goverment Kabupaten Kaur. Jurnal.TekNologi Informasi Vol 6 No 1 ISSN 1414-9999. Mardjoeki.2012. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Daerah Pantai Utara Cirebon.Jurnal. Ekonomi Vol 1. No 1 ISSN : 2302-7169.
Peraturan Daerah [Perda] Kabupaten Serdang Bedagai No. 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Serdang Bedagai. Purwoko, A. 2009.Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut).Jurnal.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Vol 4. No 3. Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suparno, 2008.Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai Salah Satu Dokumen Penting Untuk Disusun Oleh Pemerintah Daerah Propinsi/Kota.Jurnal.Mangrove dan Pesisir IX. ISSN: 1411-0679. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta. Tuwo, A. 2011.Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut.Brilian Internasional. Surabaya. Undang-Undang [UU] Republik Indonesia No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang [UU] Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Wibowo, H.D.G. 2009.Aspek Hukum dan Kelembagaan dalam Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan Wilayah Pesisir.Jurnal. Hukum.