ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA (Suitability Analysis and Carrying Capacity for Coastal Ecotourism, Diving and Snorkeling in Pulau Berhala North Sumatra) Amrullah Angga Syahputra1, Yunasfi2, Ani Suryanti2 1
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2 Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155
ABSTRACK This study aims to determine the condition of coral reef ecosystems, suitability and carrying capacity of beaches, diving and snorkeling. This study was conducted in November-December 2015 in the Berhala Island Serdang Bedagai North Sumatra Province. The data used primary data. The data obtained directly from approximate measurement, surveys, observations, interviews with travelers and relevant parties. The secondary data is the data obtained from the study of literature and documents related agencies. The results showed that the percent coral cover is very appropriate category (S1) by 75%. Suitability shore excursions including highly appropriate category (S1) amounted to 81.19% and the carrying capacity of the region amounted to 382 tourists/day. Suitability dive tourism including appropriate category (S2) of 74.07% and a carrying capacity of 494 regional tourist/day. Suitability snorkel tours including highly appropriate category (S1) of 78.39% and a carrying capacity of 214 regional tourist/day. Keywords: Ecotourism, Fish, Coral Reef, Berhala Island PENDAHULUAN Pulau Berhala secara administratif masuk ke dalam wilayah kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar di indonesia yang berjarak 25 mill dari kecamatan Tanjung Beringin dengan luas 44,75 Ha. Berdasarkan Perda Kabupaten No. 12 tahun 2006 Pulau Berhala juga berperan sebagai kawasan wisata bahari berwawasan lingkunggan (Eco Marine Tourism). Hasil tata ruang wilayah kabupaten Serdang Bedagai
tahun 2006-2016 Pulau Berhala sebagai kawasan wisata bahari berwawasan lingkungan termasuk ke dalam pulaupulau kecil (Fadilillah, 2013). Pulau–pulau kecil memiliki potensi yang cukup tinggi. Potensi tersebut berupa keanekaragaman hayati ikan, kerang, teripang dan karang. Keanekaragaman hayati tersebut memberikan berbagai bentuk dan warna yang mampu menyajikan keindahan alam di pulau-pulau kecil. Keindahan alam di pulau-pulau kecil ini berpotensi untuk pengembangan ekowisata bahari. Kegiatan ekowisata bahari memiliki
nilai keuntungan ekonomi yang tinggi jika pemanfaatannya dilakukan secara lestari (Cesar dkk., 2003). Pulau–pulau kecil memiliki potensi yang cukup tinggi. Potensi tersebut berupa keanekaragaman hayati ikan, kerang, teripang dan karang. Keanekaragaman hayati tersebut memberikan berbagai bentuk dan warna yang mampu menyajikan keindahan alam di pulau-pulau kecil. Keindahan alam di pulau-pulau kecil ini berpotensi untuk pengembangan ekowisata bahari. Kegiatan ekowisata bahari memiliki nilai keuntungan ekonomi yang tinggi jika pemanfaatannya dilakukan secara lestari (Cesar dkk., 2003). Kegiatan wisata dan rekreasi yang utama di Pulau Berhala saat ini adalah kegiatan wisata pantai, wisata snorkeling dan selam. Hal ini menuntut diperhatikannya kelestarian ekosistem terumbu karang, karena pariwisata merupakan industri yang sangat peka terhadap perubahan eksternal, sehingga pemberdayaan masyarakat juga perlu jadi perhatian. Pemberdayaan masyarakat disini mencakup pemahaman akan potensi wisata. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini harus diarahkan pada peningkatan kesadaran dan kepedulian sehingga kelestarian lingkungan perairan dan daratannya dapat terjaga. Disamping kajian mengenai kegiatan wisata pantai, snorkeling dan selam juga diperlukan kajian ilmiah mengenai daya dukung wisata untuk menentukan jumlah maksimum pengunjung wisata yang masih dapat ditolerir suatu kawasan ekowisata. Perkembangan ekowisata bahari perlu penentuan daya dukung kawasan agar kegiatan ekowisata yang dilakukan dapat berlangsung secara terus menerus dan merumuskan pengelolaan yang
tepat dan efektif guna meningkatkan potensi Kawasan Pulau Berhala bagi masyarakat sekitar, pendapatan anggaran daerah (PAD) dan juga sebagai sumber devisa bagi Negara. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada Bulan November 2015 hingga Desember 2015. Penelitian ini berlokasi di Pulau Berhala yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah alat perekam, Global Positioning System (GPS), peralatan snorkeling, kamera digital, bola duga, kompas, stopwatch, termometer, Secchi disk, tali skala yang dilengkapi pemberat, meteran dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah lembar isian (kuisioner) yang dibagikan kepada pengunjung, data sekunder dari dinas–dinas Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai, dan buku panduan pengamatan karang dan jenis ikan karang. Penentuan Potensi Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang yang terdapat di sekitar perairan Pulau Berhala ditentukan besar potensinya untuk dijadikan objek snorkeling dan selam. Potensi tersebut berdasarkan pengamatan terhadap tutupan karang, keragaman jenis ikan karang dan keragaman lifeform karang dan beberapa parameter fisik perairan. Hasil pengamatan tersebut dijadikan dasar untuk menentukan nilai kesesuaiannya untuk dijadikan objek wisata berdasarkan kriteria menurut Yulianda (2007).
Pengamatan Karang Data karang diamati per kedalaman sesuai dengan kondisi perairan di lapangan, bila terumbu karang terdapat sampai kedalaman lebih dari 10 meter, maka pengamatan dilakukan pada dua kedalaman, yaitu kedalaman 10 meter yang mewakili daerah dalam dan kedalaman 3 meter mewakili daerah yang dangkal. Namun, bila terumbu karang hanya terdapat sampai kedalaman ± 5 meter, maka pengamatan dilakukan pada satu kedalaman yang mewakili. Pengambilan data dilakukan pada interval waktu antara pukul 08.30 WIB sampai 17.00 WIB dengan menggunakan alat snorkeling menggunakan metode Transek Garis Menyinggung (LIT). LIT dibuat dengan cara transek garis dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar garis pantai pada kedalaman 1-5 meter, kemudian dicatat transisi transek, jenis dangenus karang yang bersinggungan dengan transek garis tersebut. Persen penutupan karang dihitung berdasarkan panjangnya transek yang menyinggung koloni karang dibagi dengan total pajang transek garis. Pengamatan biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan karang (Tabel 4) untuk mengetahui jenis dan jumlah bentuk pertumbuhan karang di daerah tersebut sesuai dengan parameter yang dibutuhkan pada matriks analisis kesesuaian untuk wisata bahari kategori snorkeling dan selam (Yulianda, 2007). Pengamatan Ikan Karang Potensi ekosistem terumbu karang sebagai objek wisata selam dan snorkeling, dilakukan juga pengamatan terhadap komunitas ikan karang. Pengamatan ikan karang menggunakan metode sensus visual (visual census) pada transek garis yang sama untuk pengamatan biota karang, yaitu transek garis yang dibentangkan sepanjang 50
meter sejajar garis pantai dan menggunakan peralatan snorkeling. Setelah transek garis dibentangkan, stasiun pengamatan dibiarkan beberapa saat agar ikan-ikan karang yang lari dan bersembunyi pada saat pemasangan transek keluar dari tempat persembunyiannya. Pencatat data ikan karang berenang di atas transek garis sepanjang 50 meter sambil mencatat seluruh spesies ikan dan kelimpahannya yang ditemukan sejauh 2,5 meter ke kiri dan kanan transek. Pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis ikan karang dilakukan pada interval waktu antara jam 08.30 sampai 17.00 agar data ikan yang diambil merupakan ikan karang yang bersifat diurnal, karena jenis ikan yang teramati sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan pengamatan. Identifikasi ikan karang yang teramati berdasarkan English dkk (1994). Adapun cara pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode sensus visual seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengamatan ikan karang metode sensus visual (English dkk.,1994) Penentuan Responden Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling (sampel dengan sengaja), yaitu pengambilan sampel dengan cara disengaja dengan tujuan sampel tersebut dapat mewakili unsur yang ada dalam populasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Berhala. Pemilihan sampel harus mewakili populasi dengan kriteria cukup dewasa (umur 17 tahun ke atas), sehat jasmani dan mampu berkomunikasi dengan baik. Menurut Arikunto (2002), jika subjek penelitian atau wisatawan kurang dari 100 orang maka lebih baik semuanya sebagai sampel dan jika lebih dari 100 orang maka sampel dapat diambil antara 10-15 % sebagai ukuran sampel. Dengan rumus Slovin diacu Sumampouw dkk (2000) : N n= 1+N e Keterangan : n = Ukuran sampel dibutuhkan N = Ukuran populasi e = Margin error diperkenankan (10%-15%) Persen Penutupan Karang Hidup dan Jumlah Lifeform Karang Persen penutupan karang hidup dapat dihitung dengan menggunakan persamaan menurut English dkk (1994). Jumlah bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dari tiap kategori dicatat dan dihitung jumlahnya pada tiap stasiun pengamatan. : % Tutupan Karang Hidup =
Total Panjang Tiap Kategori x 100% Panjang Total Transek
Jumlah Spesies Ikan Karang Pengamatan ikan karang dilakukan pada transek garis sepanjang 50 meter dan 2,5 meter ke kiri dan kanan transek. Hal tersebut berarti dilakukan pengamatan dalam dimensi persegi panjang dengan panjang 50 meter dan lebar 5 meter. Maka akan terdata jumlah spesies ikan karang dalam luasan 250 m2 (Yulianda, 2007). Kecerahan Perairan Setelah didapatkan nilai D1 dan D2 dalam satuan meter, maka kecerahan perairan dapat dihitung dengan persamaan (Yulianda, 2007) :
K=
D1+D2 2
Keterangan : K : Kecerahan secchi D1 : Kedalaman perairan saat keping secchi mulai tidak terlihat D2 : Kedalaman perairan saat keping secchi mulai terlihat Kecepatan Arus Kecepatan arus (V) perairan dapat diketahui dengan menggunaan persamaan umum berikut (Yulianda, 2007) : S V= T Keterangan : V : Kecepatan arus (m/detik) S : Jarak yang ditempuh (m) T : Waktu tempuh (detik). Analisis Kesesuaian Wisata Snorkeling Data yang telah dikumpukan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam matriks kesesuaian untuk mengetahui kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut sebagai objek wisata bahari. Masing-masing parameter di dalam matriks kesesuaian ini memiliki skor dan bobot yang berbeda berdasarkan tingkat kepentingan terhadap pariwisata bahari. Penentuan kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut menggunakan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkeling seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Wisata Bahari untuk Kategori Wisata Snorkeling No
Parameter
Bobot
S1
Skor
S2
Skor
S3
Skor
N
Skor
1
Kecerahan perairan (%) Tutupan Komunitas Karang (%) Jumlah Life Form
5
100
3
80-<100
1
20-<80
1
<20
0
5
>75
3
50-75
1
25-50
1
<25
0
3
>12
3
<7-12
1
4-7
1
<4
0
Jumlah (Spesies) Ikan Karang Kecepatan Arus (cm/dtk) Kedalaman Terumbu Karang
3
>50
3
30-50
1
10-<30
1
<10
0
1
0-15
3
>15-30
1
>30-50
1
<50
0
1
1 s/d 3
3
>6-10
1
>6-10
1
>10<1
0
2 3 4 5 6
Sumber : Yulianda (2007)
Keterangan : Nilai maksimum = 54 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80 100 % S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 60 <80 % S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35 <60 % N = Tidak sesuai, dengan nilai < 35 % Penghitungan nilai kesesuaian untuk wisata snorkeling dan menggunakan persamaan berikut (Yulianda, 2007) : IKW = Σ [ Ni/ Nmaks] x 100 % Keterangan : IKW : Indeks Kesesuaian Wisata NI : Nilai Parameter Ke-i (Bobot x Skor)
Nmaks : Maksimum dari suatu kategori wisata Analisis Kesesuaian Wisata Selam Data yang telah dikumpukan kemudian dimasukkan ke dalam matriks kesesuaian untuk mengetahui kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut sebagai objek wisata bahari. Masing-masing parameter di dalam matriks kesesuaian ini memiliki skor dan bobot yang berbeda berdasarkan tingkat kepentingan terhadap pariwisata bahari. Penentuan kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut menggunakan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata selam seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Matriks Kesesuaian Wisata Bahari untuk Kategori Wisata Selam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Parameter Bobot S1 Kecerahan Perairan 5 >80 (%) Komunitas 5 >75 terumbu karang (%) Jumlah Lifeform 3 >12 Jenis (Spesies) 3 >100 Ikan Karang Kecepatan Arus 1 0-15 (cm/dtk) Kedalaman 1 15-6 Terumbu Karang
Sumber : Yulianda (2007)
Skor 3
S2 50-80
Skor 2
S3 20-50
Skor 1
N <20
Skor 0
3
>50-75
2
25-50
1
<25
0
3 3
<7-12 50-100
2 2
4-7 20-<50
1 1
<4 <20
0 0
3
>15-30
2
>30-50
1
>50
0
3
>15-20
2
>20-30
1
>30-<3
0
Penghitungan nilai kesesuaian untuk wisata selam menggunakan persamaan berikut (Yulianda, 2007) : IKW= Σ [ Ni/ Nmaks] x 100 % Keterangan : IKW : Indeks Kesesuaian Wisata NI : Nilai Parameter Ke-i (Bobot x Skor) Nmaks : Maksimum dari suatu kategori wisata Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Data yang telah dikumpukan kemudian dimasukkan ke dalam matriks
kesesuaian untuk mengetahui kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut sebagai objek wisata bahari. Masing-masing parameter di dalam matriks kesesuaian ini memiliki skor dan bobot yang berbeda berdasarkan tingkat kepentingan terhadap pariwisata bahari. Penentuan kelas kesesuaian ekosistem terumbu karang tersebut menggunakan matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata pantai seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Rekreasi No. 1.
Parameter
Bobot
Kategori Kategori Skor S1 S2 0-3 4 >3-6
Skor
Kedalaman Perairan (m) Tipe Pantai
5 5
Pasir putih
4
Pasir putih, sedikit karang
3
Lebar Pantai (m) Material Dasar Perairan) Kecepatan Arus (m/dt Kemiringan Pantai Kecerahan Perairan (m) Penutupan Lahan Pantai
5
>15
4
10-25 m
3
4
Pasir
4
Karang berpasir
3
4
0-0.17
4
0.17-0.34
4
Landai
4
3
>10
4
Sedikit terjal >5-10
3
Kelapa, lahan terbuka
4
9.
Biota Berbahaya
3
Tidak ada
4
10.
Ketersediaan air Tawar (Jarak/km)
3
<0.5 (km)
4
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
3
Kategori S3 >6-10
Skor 2
Kategori N >10
Skor 1
Pasir Hitam, berkarang , sedikit terjal 3-<10
2
Lumpur, berbatu, terjal
1
2
<3
1
2
Lumpur
1
3
Pasir berlumpu r 0.34-0.51
2
>0.51
1
3
Terjal
2
Sangat Terjal
1
3
3-<5
2
<2
1
Semak, belukar, rendah, savana Bulu babi
3
Belukar tinggi
2
Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan
1
3
2
3
Bulu babi, ikan pari, lepu, ikan hiu >2
1
>0.5-1 (km)
Bulu babi, ikan pari >1-2
2
1
Sumber : Yulianda (2007)
Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Daya dukung kawasan (DDK) terdiri dari akomodasi, fasilitas
komunikasi, pelayanan dan fasilitas rekreasi. Adapun urutan dari analisis DDK wisata pantai adalah : (a) Analisis panjang pantai berpasir, area
ketersediaan lahan untuk akomodasi, dan ketersediaan air tawar, (b) Perbandingan antara ukuran area dengan standar yang dibutuhkan. Analisis menggunakan lima parameter berikut : (1) Panjang pantai bepasir, (2) area ketersediaan lahan untuk akomodasi, (3) ketersediaan air tawar, (4) Ukuran area/lahan untuk pembuangan sampah, (5) Kemampuan perairan laut sebagai tempat aktivitas wisata pantai. Penghitungan jumlah pengunjung optimum yang secara fisik dapat dipenuhi oleh ruangan yang tersedia secara periodik menggunakan formula yang dikenalkan oleh Cifuentes (1992) berikut : U PCC = A x x Rf a Keterangan : PCC : Jumlah pengunjung optimum A : Area yang tersedia untuk umum U/A : Area yang dibutuhkan oleh per wisatawan (1 pengunjung per m) Rf : Faktor rotasi (jumlah kunjungan per hari) Analisis Daya Dukung Wisata Pantai Daya dukung wisata pantai dihitung hanya pada hamparan pasir putih sepanjang pantai yang biasa menjadi area utama akitivitas wisatawan, bukan seluruh ruang terbuka yang terdapat di dalam kawasan wisata. Menghitung daya dukung area untuk menampung sejumlah wisatawan, terdapat beberapa asumsi potensi maksimum wisatawan per unit area per
kategori wisata dan waktu yang digunakan untuk tiap kegiatan wisata tersebut. Potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata adalah sebagai berikut: jenis kegiatan rekreasi pantai untuk 1 orang setiap 20 meter. Adapun waktu yang tersedia untuk wisata pantai adalah 6 jam dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan wisata pantai adalah selama 3 jam. Dengan demikian, faktor rotasi (Rf) adalah 2. Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling Konsep daya dukung wisata di ekosistem terumbu karang, belum mampu menghasilkan sebuah nilai numerik yang menentukan jumlah wisatawan dan penyelam, tetapi dinilai melalui kriteria yang dapat mempengaruhi kapasitas dan menyebabkan penurunan dalam kapasitas tersebut. Konsep tradisional dari daya dukung adalah bukan tanpa pembatasan-pembatasan daya dukung itu sendiri, dan dimodifikasi untuk melihat tindakan-tindakan yang mungkin diambil untuk meminimalkan atau membatasi dampak yang bersifat merugikan terhadap lingkungan terumbu karang. Penghitungan jumlah pengunjung optimum secara fisik dapat dipenuhi oleh ruangan yang tersedia secara periodik untuk wisata selam dan snorkeling juga menggunakan formula yang dikenalkan oleh Cifuentes (1992) dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4.Waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu Berwisata Waktu yang Tersedia 1. Selam 2 8 2. 3 6 Snorkeling
Faktor Rotasi (Rf) 4 2
Sumber : Cifuentes (1992)
Potensi daya dukung kawasan untuk pengunjung dan luas area dalam
melakukan kegiatan wisata dihitung untuk menampung sejumlah wisatawan,
terdapat beberapa asumsi dasar seperti
pada Tabel 5.
Tabel 5. Potensi pengunjung dan luas area kegiatan No. 1. 2. 3.
Jenis Kegiatan K (Jlh Pengunjung) Selam 2 1 Snorkeling Rekreasi 1 Pantai Sumber : Cifuentes (1992)
Presepsi Wisatawan Terhadap Keindahan dan Kenyamanan Kawasan Analisis mengenai presepsi wisatawan digunakan untuk mengetahui tingkat keindahan dan kenyamanan objek wisata di Pulau Berhala. Tingkat keindahan dan kenyamanan menurut Yulianda (2007) dibagi atas keindahan dan kenyamanan lokasi wisata. Penilaian terhadap keindahan kawasan dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan (kuisioner) yang ditujkan kepada masyarakat setempat dan wisatawan.Keindahan yang dinilai adalah keindahan alami, tidak termasuk buatan manusia. Secara kuantitatif dapat dihitung dengan rumus (Yulianda, 2007) : ERs x 100% Ka = ERo Keterangan : ERs : Jumlah responden yang mengatakan indah ERo : Jumlah seluruh responden Ka : Nilai keindahan alam (%) Kenyaman kawasan merupakan nilai yang diberikan oleh wisatwan
Unit Area (Lt) 1000 m2 250 m2 20 m2
Keterangan 2 org dalam 100m x 10m 1 org dalam 50m x 5m 1 org dalam 2m x 10m
terhadap kelapanagn, keterntraman, dan keamanan.Nilai kenyamanan dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan yang diajukan kepada wisatawan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus (Yulianda, 2007) : Na =
ERs x 100% ERo
Keterangan : ERs : Jumlah responden yang mengatakan nyaman ERo : Jumlah seluruh responden Na : Nilai keindahan alam (%) Hasil Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu atraksi dan daya tarik utama pariwisata di daerah pesisir. Umumnya, ekosistem terumbu karang yang berkondisi baik lebih disukai oleh wisatawan daripada terumbu karang yang tutupan karang hidupnya terkategori sedang dan tidak bagus. Hasil pengamatan komunitas terumbu karang di Pulau Berhala disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengamatan komunitas terumbu karang di Pulau Berhala Jenis (%) Stasiun 1 Stasiun 2 HC (Hard Coral) 75.00 70.33 DC (Death Coral) 5.00 6.00 DCA (Death Coral with Algae) 4.00 7.00 OT (Others) 2.33 1.67 S (Sand) 6.67 8.33 R (Rubble) 7.00 6.67
Stasiun 3 80.67 3.00 3.67 0.66 6.67 5.33
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di setiap stasiun pengamatan di Pulau Berhala, maka didapatkan data jumlah famili, spesies dan kelimpahan ikan karang yang ditampilkan pada Tabel 7.
Kondisi Ikan Karang Pengamatan terhadap ikan karang dilakukan dengan metode transek garis yang sama dengan pengamatan persen penutupan karang, yaitu 2,5 meter ke kiri dan kanan transek garis sepanjang 50 meter.
Tabel 7. Jumlah spesies dan kelimpahan ikan karang di Pulau Berhala Stasiun Penelitian Σ spesies Kelimpahan (ind/250 m2) Stasiun 1 41 229 Stasiun 2 40 142 Stasiun 3 44 116 diperoleh matriks kesesuaian wisata untuk kategori wisata pantai, selam dan snorkeling. Nilai perhitungan indeks kesesuaian wisata pada setiap stasiun pengamatan di Pulau Berhala seperti yang disajikan pada Tabel 8.
Indeks Kesesuaian Wisata Indeks kesesuaian wisata menyatakan seberapa sesuai suatu kawasan atau daerah untuk dijadikan suatu objek wisata pantai, selam dan snorkeling. Berdasarkan data hasil pengamatan di lapangan, kemudian
Tabel 8. Nilai indeks kesesuaian wisata tiap stasiun pengamatan IKW (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Pantai 82.05 84.61 76.92 74.07 74.07 87.03 Snorkeling Selam 72.22 72.22 77.78 panjang pantai dapat dikatakan relatif Daya Dukung Kawasan Wisata Daya dukung kawasan wisata tetap dan tidak dipengaruhi oleh kondisi pantai tersebut dihitung berdasarkan pasang surut. Selain berdasarkan hasil data luasan pantai. Luasan pantai Pulau pengukuran langsung, informasi Berhala diketahui dari hasil perkalian mengenai lebar pantai juga berdasarkan panjang dan lebar pantai. Luasan pantai keterangan nelayan atau masyarakat tersebut dihitung pada saat air laut setempat agar lebih mendekati kondisi sedang pasang dan surut. Hal tersebut yang sebenarnya. Dengan demikian dilakukan, karena lebar dan luasan didapatkan luasan pantai pada saat pantai berubah-ubah tergantung kondisi pasang dan pada saat surut di pantai pasang surut air laut, sedangkan tersebut pada Tabel 9. Tabel 9. Daya dukung wisata pantai kategori rekreasi Stasiun
Lebar (Pasang) (m)
Lebar (Surut) (m)
Panjang (m)
Luas Area (Pasang) (m2)
Luas Area (Surut) (m2)
DDK Pantai (Pasang) (Orang/hari)
DDK Pantai (Surut) (Orang/hari)
1 2 3
22 17 14
28 24 20
180 260 97
3960 4420 1358
5040 6240 1940
132 147 45
168 208 64
Daya dukung wisata selam dan snorkeling pada penelitian ini
digunakan untuk menduga berapa banyak jumlah wisatawan yang dapat
ditampung oleh ekosistem terumbu karang yang terdapat di perairan Pulau Berhala dalam sehari. Untuk dapat mengetahui seberapa besar daya dukung tersebut menggunakan persamaan Cifuentes (1992), maka diperlukan data mengenai luasan area terumbu karang yang diperuntukkan untuk wisata selam
dan snorkeling tersebut maka dapat diketahui besarnya daya dukung ekologinya. Hasil pengamatan daya dukung kawasan wisata selam dan snorkeling disajikan pada Tabel 10 serta total daya dukung kawasan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 10. Daya dukung wisata selam dan snorkeling Stasiun Luas Area Luas Area DDK Snorkeling (Snorkeling) (Selam) (Orang) (m2) (m2) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
27000 39000 14550
41400 59800 22310
Tabel 11. Total daya dukung kawasan Daya Dukung Kawasan (DDK) Wisata Pantai Wisata Snorkeling Wisata Selam Presepsi Wisatawan Terhadap Keindahan dan Kenyamanan Kawasan Analisis mengenai presepsi wisatawan diperlukan untuk menegetahui tingkat keindahan dan kenyamanan objek wisata di Pulau Berhala. Tingkat keindahan dan kenyamanan lokasi wisata disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
KEINDAHAN 15.38
3.84 0
Sangat indah Indah Cukup Indah
Tidak Indah 80.76 Gambar 2. Presepsi Wisatawan Terhadap Keindahan Kawasan
DDK Selam (Orang)
72 104 38
165 239 89
Jumlah keseluruhan 382 orang/hari 214 orang/hari 494 orang/hari
KENYAMANAN 7.69 1.92 13.46
Sangat Nyaman Nyaman
76.92 Gambar 3. Presepsi Wisatawan Terhadap Kenyamanan Kawasan Pembahasan Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Hasil pengamatan terumbu karang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan HC (Hard Coral) tertinggi terdapat di stasiun tiga sebesar 80.67% dan tergolong sebagai ekosistem terumbu karang yang terkategori S1 (sangat sesuai) dengan penutupan karang hidup > 75%. Sedangkan, HC terendah terdapat di stasiun dua sebesar 70.33%.. Rendahnya HC di stasiun dua disebabkan stasiun dua merupakan pusat aktivitas wisata di pulau ini yang
menyebabkan tutupan karang hidup di stasiun dua tergolong rendah dari seluruh stasiun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tulungen dkk (2002), bahwa peningkatan kegiatan manusia sepanjang garis pantai dapat membuat kondisi terumbu karang rusak. Pengamatan komunitas terumbu karang di Pulau Berhala yang disajikan pada Tabel 6 diketahui Death Coral with Algae (DCA) tertinggi terdapat pada stasiun dua sebesar 7.00% dan terendah pada stasiun tiga sebesar 3.67%. Rendahnya DCA pada stasiun tiga disebabkan derasnya arus sebesar 57 cm/detik yang menyebabkan alga terlepas, robek dan tidak dapat menempel dengan baik di karang mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gufron (2012) gerakan air mengalir (Arus) yang baik untuk pertumbuhan alga antara 20-40 cm/detik, sehingga arus air lebih cepat dapat menyebabkan alga robek, rusak, dan terlepas dari substratnya. Kondisi Ikan Karang Pengamatan ikan karang di Pulau Berhala yang disajikan pada Tabel 7 diperoleh 125 spesies ikan karang dengan kelimpahan total sebanyak 435 ekor ikan/750 m2. Kelimpahan tertinggi pada stasiun tiga sebesar 229 ind/250 m2 dan terendah pada stasiun satu sebesar 116 ind/250m2. Tingginya kelimpahan ikan karang di stasiun tiga disebabkan tutupan terumbu karang yang masih baik yang menjadi tempat tinggal ikan karang (Tabel 7). Pernyataan ini sesuai dengan Nybakken (1993), menyatakan keberadaan ikan karang di perairan sangat tergantung pada kesehatan terumbu yang ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup. Indeks Kesesuaian Wisata Indeks kesesuaian wisata pantai di Pulau Berhala yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan nilai IKW
tertinggi terdapat pada stasiun dua sebesar 84.61% dan terendah sebesar 76.92%.. Tingginya nilai IKW di stasiun dua disebabkan parameter kedalaman pantai, lebar pantai, ketersedian air tawar, pasir putih, lebar pantai dan kondisi perairan memiliki bobot paling besar (Kategori S1). Pada indeks ini seluruh pengamatan memiliki indeks diatas 75% (S1) (Yulianda, 2007). Indeks kesesuaian wisata untuk jenis wisata snorkeling yang disajikan Tabel 8 menunjukkan nilai tertinggi terdapat pada stasiun tiga sebesar 87.03% dan terendah pada stasiun satu dan dua dengan nilai yang sama sebesar 74.07%. Rendahnya nilai IKW pada stasiun satu dan dua disebabkan kecepatan arus yang sangat deras sebesar 57 cm/detik sehingga mengurangi nilai IKW. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda dengan yang dikemukakan Dahuri (2003) yang menyatakan kecepatan arus optimal untuk snorkeling berkisar antara 0-15 cm/detik. Hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata untuk jenis wisata selam yang disajikan Tabel 8 menunjukkan nilai tertinggi terdapat pada stasiun tiga 77.78% dan terendah stasiun satu dan dua sebesar 72.22%. Rendahnya nilai IKW pada stasiun satu dan dua disebabkan kecepatan arus yang sangat deras sebesar 74 cm/detik sehingga mengurangi nilai IKW. Kondisi tersebut sanagt jauh berbeda dengan yang dikemukakan Dahuri (2003) yang menyatakan kecepatan arus optimal untuk selam berkisar antara 015 cm/detik. Daya Dukung Kawasan Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi dari Tentara Nasional Indonesi (TNI) di lokasi tersebut, aktifitas wisatawan biasanya pada jam 08:00 WIB pagi sampai sekitar pukul
16:00 WIB. Dengan demikian, dapat diasumsikan waktu yang tersedia bagi wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata pantai (Wt) di Pulau Berhala adalah selama 8 jam/hari. Total nilai daya dukung kawasan wisata pantai di Pulau Berhala yang disajikan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pada saat surut, pantai Pulau Berhala dapat menampung wisatawan sebanyak 440 orang/hari, sedangkan pada sat air laut pasang, pantai tersebut dapat menampung wisatawan sebanyak 324 orang/hari. Nilai daya dukung kawasan untuk wisata Snorkeling di Pulau Berhala disajikan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa DDK paling banyak pada stasiun dua sebesar 104 orang/hari dan terendah stasiun tiga sebesar 38 orang/hari. Rendahnya DDK di stasiun tiga karena luas hamparan terumbu karang yang sempit sehingga memepengaruhi nilai DDK wisata Snorkeling. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Salm (1986) dan Che (2004) bahwa wisata Snorkeling selam lebih mempertimbangkan luas hamparan terumbu karang untuk dapat menikmati keindahan karang dari atas permukaan air dan mempunyai kecerahan yang tinggi. Nilai daya dukung kawasan untuk wisata selam di Pulau Berhala yang disajikan pada Tabel 9. Menunjukkan bahwa DDK terbanyak terdapat di stasiun dua sebesar 239 orang/hari dan terendah terdapat di stasiun tiga sebesar 89 orang/hari. DDK pada stasiun tiga mendapat nilai terendah disebabkan luas hamparan terumbu karang yang sempit sehingga memepengaruhi nilai DDK wisata selam. Pernyataan yang dimaksud sesuai dengan pendapat Salm (1986) dan Che (2004) bahwa wisata Snorkeling dan selam lebih mempertimbangkan luas hamparan
terumbu karang untuk dapat menikmati keindahan karang dari atas permukaan air dan mempunyai kecerahan yang tinggi. Presepsi Wisatawan Terhadap Keindahan dan Kenyamanan Kawasan Hasil yang diperoleh terhadap presepsi 52 wisatawan terhadap keindahan yang di sajikan pada Gambar 2 menunjukkan bahwa Pulau Berhala termasuk kategori sangat indah dengan nilai 80,76% berdasarkan kriteria Yulianda (2007). Hal ini dikarenakan Pulau ini memiliki panorama yang indah, air laut yang jernih, dan ombak yang besar membuat pulau ini semakin indah sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Hal ini sesuai dengan Yulianda (2007) keindahan suatu objek wisata dicirikan dengan air yang jernih, panorama yang indah, dan memiliki ombak yang besar. Presepsi 52 wisatawan terhadap kenyamanan berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa Pulau Berhala termasuk kategori sangat nyaman dengan nilai sebesar 76,92% berdasarkan kriteria Yulianda (2007). Hal ini dikarenakan pulau ini memiliki daerah yang luas, ketentraman, dan keamanan sehingga pengunjung merasa nyaman. Adanya TNI yang selalu menjaga pulau ini membuat rasa aman wisatawan semakin bertambah walaupun pulau ini merupakan pulau terluar. Hal ini sesuai dengan Yulianda (2007) kenyamanan suatu objek wisata dicirikan dengan adanya pihak keamanan setempat (Polisi, TNI, Ormas) dan daya dukung kawasan yang optimum untuk melakukan kegiatan wisata. Strategi Pengelolaan Kelengkapan sarana dan prasarana di Pulau Berhala sebagai bagian dari komponen wisata diharapkan akan memberikan kepuasan
kepada wisatawan sebagai pelaku dan pengguna jasa tersebut yang tidak terlepas dari segmen pasar pariwisata. Penggunaan transportasi memudahkan perpindahan dan memperlancar aktivitas. Seperti sudah adanya jalan, air bersih, listrik, penginapan, dan tempat ibadah sedangkan prasarana dan sarana yang ada sekarang masih harus lebih dioptimalkan lagi. Alat transportasi ke Pulau Berhala masih menjadi kendala, dengan menggunakan kapal nelayan tanpa kursi duduk dan pelindung dari terik matahari atau hujan serta waktu tempuh yang lama dapat menurunkan niat wisatawan untuk berkunjung ke pulau tersebut. Salah satu solusinya adalah dengan disediakannya kapal wisata yang layak dan berkapasitas mesin yang cepat sehingga minat wisata ke pulau tersebut dapat meningkat mengingat belum melibihi daya dukung dan mengoptimalkan pendapatan bagi masyarakat sekitar. Kegiatan wisata andalan berupa wisata pantai, selam, dan snorkeling di kawasan ini dapat membuka kesempatan pada masyarakat setempat untuk menyewakan peralatan seperti sampan, scuba dive, snorkel, alat pancing, pelampung renang, tikar untuk duduk-duduk di pantai atau tenda untuk berkemah. Masyarakat setempat juga bisa membuat cinderamata merupakan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu objek wisata. Cinderamata yang dijual di suatu objek wisata dapat berupa kalung, gelang dan kerajinan tangan lainnya. Dengan membeli cinderamata merupakan kenangan tersendiri bagi wisatawan saat kembali ke tempat asalnya. Masyarakat setempat dapat menjadi pemandu kegiatan ekowisata di Pulau Berhala, mengingat masyarakat lokal mengerti betul kondisi lingkungan dan budaya setempat. Namun
diperlukan ketrampilan khusus untuk menjadi pemandu wisata yang berkualitas, karena hal ini sangat penting bagi ekowisata. Selain dibutuhkan ketrampilan dalam bahasa, juga diperlukan ketrampilan interpretasi tentang lingkungan, alam, sejarah budaya dan prinsip-prinsip etnik, serta adanya pelayanan dan komunikasi. Pada produk ekowisata, tingkat kepentingan secara keseluruhan yang terutama adalah kealamian, kemudian pemandu wisata, selanjutnya diikuti oleh aktivitas wisata termasuk semua paket ekowisata, area yang dilindungi, program-program pendidikan, pengalaman budaya dan komunikasi sesuai bahasa wisatawan yang dipandu. Hasil penelitian data pada Tabel. 15 memperlihatkan bahwa wisata selam memiliki daya dukung yang lebih besar dibandingkan wisata snorkeling, tetapi ada yang menjadi catatan penting dalam melakukan kegiatan wisata bahari tersebut yaitu kecepatan arus yang tinggi dan adanya hewan berbahaya seperi bulu babi dan ikan hiu di sekitar pulau ini sehingga perlu adanya informasi dan bimbingan dari pengelola atau pelaku wisata. Hal ini sesusai dengan Akbar (2013) terdapatnya biota berbahaya, wisatawan harus waspada terhadap kegiatan wisata yang akan dilakaukan. Walaupun demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kedua objek wisata tersebut selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa wisatawan tetap merasa puas dengan pengalaman wisata pantainya. Namun, untuk meminimal terjadinya kerusakan lingkungan, sebaiknya wisatawan lebih diedukasi dengan cara pemasangan poster atau peringatan untuk tetap menjaga kelestarian dan keindahan alam. Daya dukung kawasan wisata pantai, selam dan snorkeling dapat
menjadi dasar untuk pengelolaan objek wisata di Pulau Berhala agar menjadi lebih baik lagi. Tingkat kepuasan pengunjung adalah hal yang perlu diperhatikan secara serius oleh pihak pengelola dan pemerintah daerah, karena hal tersebut dapat berpengaruh pada kenyamanan wisatawan saat berada di dalam kawasan objek wisata dan juga dapat berpengaruh pada jumlah pengunjung yang datang atau banyaknya pengunjung yang akan berkunjung kembali di masa datang. Hal yang perlu dilengkapi adalah fasilitas-fasilitas penunjang wisata yang dapat digunakan oleh wisatawan seperti kamar bilas, kamar ganti dan mushola. Sebagai daerah yang sedang berupaya untuk mengembangkan sektor wisata, pemerintah dan pihak pengelola daerah harus lebih kreatif dalam membuat acara sebagai atraksi untuk menarik wisatawan datang berwisata. Hal ini sesuai dengan fadilillah (2013) yang menyatakan atraksi budaya oleh masyarakat sekitar dapat menjadai masukkan untuk pengembangan wisata di Pulau Berhala.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan pada penelitian ini adalah : 1. Hasil persen penutupan karang hidup di Pulau Berhala adalah sebesar 75% nilai tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekosistem terumbu karang masih tergolong sangat sesuai (S1). 2. Kesesuaian wisata pantai di Pulau Berhala tergolong sangat sesuai (S1) dengan nilai 81.19% dan daya dukung untuk aktivitas wisata pantai di Pulau Berhala adalah sebesar 382 wisatawan/hari. 3. Pulau Berhala memiliki kesesuaian wisata selam 74.07% yang tergolong sesuai (S2) dan daya dukung kawasan untuk wisata selam sebesar 494 wisatawan/hari. Kesesuaian
wisata snorkeling 78.39% yang tergolong sangat sesuai (S1) dan daya dukung kawasan untuk wisata snorkeling 214 wisatawan/hari. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas, maka hal-hal yang dapat disarankan adalah penelitian sebaiknya dilakukan lebih lama untuk mendapatkan data time series, sehingga hasil yang didapat dapat lebih baik lagi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk dapat menggali potensi sumber daya wisata pantai dan bahari lainnya. Akbar, R. 2013. Pengantar Falsafah Sains. Environmental Marketing pada Ekowisata Pesisir. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arikunto, M. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramitha. Jakarta. Cesar H, L., Burke, dan Pet – Soede. 2003. The Economic of World Wide Coral Reef Degradation. Cesar Environmental Economic. Consulting: Arnhen (Netherlands). Cifuentes, M. 1992. Tourism Principles and Practice. Longman Group. London. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. English S., C Wilkinson, dan V Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. ASEAN-Australian Marina
Science Project: Living Coastal Resources. Australian Institut of Marine Science. Fadilillah, 2013. Kajian Objek Wisata Pulau Berhala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. [Skripsi]. Medan. Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED. Gufron, M. 2012. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramitha. Jakarta. Nybakken J., W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Marine Biology and Ecological Approach. Jakarta Salm, S., C., dan Che, G., J. 2004. Influence of Social Biophysical, and Managerial Condition on Tourism Experiences Within the Great Barrier Reef World Heritage Area. Journal Environmental Management. 26 (1): 73-87. Yulianda, 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir Berbasis Konservasi. [Makalah]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.