UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP KEMUNGKINAN MENERIMA BANTUAN SISWA MISKIN (BSM)
LAPORAN MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
SABRINA SABATINI BELLADO 0706164132
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DEPOK JULI 2013
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
ii
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
iii
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia- Nya, saya dapat menyelesaikan laporan magang ini dengan baik. Penulisan laporan magang ini merupakan persyaratan untuk memenuhi kriteria kelulusan dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selama penulisan, penulis tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1) Bapak Aufa Doarest, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam penulisan laporan ini sampai selesai; 2) Pihak TNP2K, terutama untuk Mercoledi Nikman Nasiir dan Wisnu Harto Adi Wijoyo, yang telah meluangkan waktu memberikan masukan dalam penulisan laporan ini; 3) Ibu Omas Bulan Samosir dan Bapak Rus’an Nasrudin, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan laporan ini; 4) Keluarga tercinta, I am born into my family and my family is born into me. No returns. No exchanges. Untuk Bapak, Bunda, Mas Fuad Iqbal Muhammad, dan Mbak Masyita Winastuti yang selalu memberi dukungan serta do’a kepada penulis; 5) Rakhmadian Purnama yang selalu memberi semangat dan bantuan di selasela kesibukannya belajar untuk melewati sertifikasi CCIE dengan nilai sempurna, Allah knows you worth it; 6) Teman-teman Ilmu Ekonomi, terutama Safyra Primadhyta, Diah Arlina, dan Yokeu Radityatama. Terima kasih untuk kebersamaan dan keramahan yang telah diberikan kepada penulis; 7) Keluarga besar FEUI, terutama untuk Bapak Emil Salim dan Bapak Andi Fahmi Lubis yang telah memberi ilmu dan pengalaman yang sangat menginsipirasi penulis; 8) Departemen Ilmu Ekonomi beserta stafnya, untuk Mbak Nanin dan Mbak iv
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
Illah yang telah membantu semua urusan administrasi mulai dari SPM sampai sidang; 9) Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam penyusunan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan magang ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 11 Juli 2013 Sabrina Sabatini Bellado
v
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Sabrina Sabatini Bellado
NPM
: 0706164132
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Fakultas
: Ekonomi
Jenis Karya
: Laporan Magang
demi pengembangan Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
vi
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
ABSTRAK Nama : Sabrina Sabatini Bellado Program studi : Ilmu Ekonomi Judul : Analisis Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) Penelitian ini ditujukan untuk melihat pengaruh karakteristik rumah tangga terhadap kemungkinan menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM). Data yang digunanakan merupakan data sekunder yaitu Susenas Juli 2009, dengan metode logit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel dummy desil 1, pendidikan kepala rumah tangga, jawa, jenis kelamin, jumlah angota rumah tangga, lokasi desa kota, dan variabel pengeluaran per kapita memiliki pengaruh yang signifikan dengan hubungan negatif terhadap kemungkinan menerima BSM. Sementara itu, variabel dummy tingkat pendidikan siswa dan status pekerjaan kepala rumah tangga memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan positif terhadap kemungkinan menerima BSM. Kata Kunci : Bantuan Siswa Miskin (BSM), karakteristik rumah tangga, model logit
vii
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
ABSTRACT Name Study Program Title
: Sabrina Sabatini Bellado : Economics : Analysis of Household Characteristic that Influence the Probability to Receive Cash Transfer for Poor Students
This study aims to determine the impact of household characteristic on the probability to receive Cash Transfer for Poor Students (BSM). The data used are secondary data, namely Susenas 2009, using logit models. This study found that the dummy variable of decile1, jawa, gender, household members, rural, per capita expenditure has a significant effect with a negative relationship to the probability to receive BSM. Meanwhile, the dummy variable of education and working status of household head has a significant positive effect on the probability to receive BSM. Keyword : Cash transfer for poor students (BSM), household characteristics, logit models.
viii
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ ABSTRAK ....................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... 1. PENDAHULUAN 1.1 Profil Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan .... 1.2 Latar Belakang ............................................................................... 1.3 Perumusan Masalah ....................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................... 2. TINJAUAN LITERATUR 2.1 Peran Pendidikan dalam Pembangunan ......................................... 2.2 Kondisi Pendidikan di Indonesia ................................................... 2.3 Permintaan dan Penawaran Pendidikan ......................................... 2.4 Eksternalitas Positif pendidikan .................................................... 2.5 Efektifitas Penargetan .................................................................... 2.6 Kajian Terdahulu yang Terkait ...................................................... 3. BANTUAN SISWA MISKIN DI INDONESIA 3.1 Program Bantuan Pendidikan di Indonesia.................................... 3.2 Program Bantuan Siswa Miskin .................................................... 3.2.1 Landasan Hukum Pelaksanaan Bantuan Siswa Miskin ..... 3.2.2 Target Bantuan Siswa Miskin ........................................... 3.2.3 Besaran Nilai Bantuan Siswa Miskin ................................ 3.2.4 Penanggungjawab Pelaksanaan Program BSM ................. 3.2.5 Kewajiban Siswa Penerima Bantuan Siswa Miskin .......... 3.2.6 Peta Alokasi Anggaran Dana Bantuan Siwa Miskin ......... 4. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data................................................................... 4.2 Spesifikasi Model dan Deskripsi Variabel .................................... 4.3 Metode Analisis Data .................................................................... 4.3.1 Uji Signifikansi Parsial ...................................................... 4.3.2 Koefisien Determinasi ....................................................... 5. PEMBAHASAN DAN ANALISIS 5.1 Karakteristik Rumah Tangga Penerima dan Non Penerima BSM. 5.1.1 Pengeluaran Per Kapita ..................................................... 5.1.2 Tingkat Pendidikan Penerima............................................ 5.1.3 Pendidikan Kepala Rumah Tangga ................................... ix
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
i ii iii iv vi vii ix xi xii xiii 1 3 5 6 6 6 8 8 11 12 13 14 17 19 21 21 22 23 24 24 26 26 28 31 32 33 33 35 35
5.1.4 Lokasi Tempat Tinggal...................................................... 5.1.5 Jenis Kelamin .................................................................... 5.1.6 Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga ........................... 5.1.7 Jumlah Anggota Rumah Tangga ....................................... 5.2 Analisis Kesalahan Sasaran Secara Umum ................................... 5.3 Analisis Ekonometrik Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap kemungkinan Menerima Program BSM ........................ 5.3.1 Analisis Secara Umum ...................................................... 5.3.2 Analisis Sensitivitas Beberapa Model ............................... 5.3.3 Analisis Secara Spesifik .................................................... 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Rekomendasi.................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
x
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
36 37 38 39 40 43 43 48 50 53 54 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM di Tiap Desil Pengeluaran Per Kapita ............................................................... Gambar 5.2 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Tingkat Pendidikan ..................................................................... Gambar 5.3 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Pendidikan Kepala Rumah Tangga………………………………......................................... Gambar 5.4 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Lokasi Tempat Tinggal ............................................................... Gambar 5.5 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Jenis Kelamin ...................................................................................... Gambar 5.6 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga ............................................... Gambar 5.7 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Jumlah Anggota Rumah Tangga (Ukuran Rumah Tangga) ....................
xi
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
34 35 36 37 38 39 40
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Angka Partisipasi Sekolah Indonesia 2007-2011............................. Tabel 2.2 Angka Partisipasi Kasar Indonesia 2007-2011 ................................ Tabel 2.3 Angka Partisipasi Murni Indonesia 2007-2011 ............................... Tabel 2.4 Perhitungan Undercoverage Rate dan Leakage Rate ...................... Tabel 3.1 Nilai BSM dan Jumlah penerima BSM Tiap Jenjang Pendidikan ... Tabel 3.2 Ringkasan Pengeluaran Dana untuk BSM ....................................... Tabel 3.3 Dana BSM dalam RPJM ................................................................. Tabel 5.1 Jumlah Penerima dan Non Penerima BSM 2009 ............................. Tabel 5.2 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM di Tiap Desil .......... Tabel 5.3 Jumlah dan Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Target dan Non Target .................................................... Tabel 5.4 Undercoverage Rate dan Leakage Rate Program BSM................... Tabel 5.5 Hasil Regresi Logit- Marginal Effects- Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima BSM .............. Tabel 5.6 Hasil Regresi Logit- Marginal Effects- Perbandingan Beberapa Model Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima BSM………………………… ................ Tabel 5.7 Analisis Spesifik Model Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima BSM........................................
xii
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
10 10 11 13 22 23 24 33 34 41 41 43 49 52
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Regresi Logit ....................................................................... Lampiran 2 Odds Ratio .................................................................................... Lampiran 3 Marginal Effects ........................................................................... Lampiran 4 Hasil Uji Goodness of Fit ............................................................. Lampiran 5 Hasil Regresi Logit Model 2 ........................................................ Lampiran 6 Odds Ratio Model 2 ...................................................................... Lampiran 7 Marginal Effects Model 2 ............................................................ Lampiran 8 Hasil Uji Goodness of Fit Model 2 .............................................. Lampiran 9 Hasil Regresi Logit Model 3 ........................................................ Lampiran 10 Odds Ratio Model 3 ................................................................... Lampiran 11 Marginal Effects Model 3 ........................................................... Lampiran 12 Hasil Uji Goodness of Fit Model 3 ............................................. Lampiran 13 Hasil Marginal Effects dengan Model A .................................... Lampiran 14 Hasil Marginal Effects dengan Model B .................................... Lampiran 15 Hasil Marginal Effects dengan Model C .................................... Lampiran 16 Hasil Marginal Effects dengan Model D ....................................
xiii
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
57 58 58 59 59 60 60 61 61 62 62 63 63 64 64 65
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Profil Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dibentuk berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. TNP2K merupakan wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan untuk penanggulangan kemiskinan di tingkat nasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Kelembagaan TNP2K diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. TNP2K mempunyai beberapa kebijakan utama yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan antara lain: 1. Kebijakan
dalam
hal
penetapan
sasaran
(targeting)
dengan
menggunakan metode dan daftar rumah tangga sasaran yang sama untuk semua program bantuan sosial. 2. Kebijakan berkaitan dengan rancangan program agar tidak terjadi duplikasi pemberian bantuan. 3. Kebijakan berkaitan dengan pengendalian pelaksanaan program agar efisien dan efektif. 4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi agar dampak dari program penanggulangan kemiskinan dapat cepat diketahui dan ditindaklanjuti. Berdasar Peraturan Presiden yang sama, dibentuk pula Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di propinsi dan kabupaten/kota. TKPD di tingkat propinsi dan kabupaten/kota berfungsi sebagai mitra kerja TNP2K. TKPKD tingkat propinsi dan kabupaten/kota bertugas melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan dan mengendalikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah. Pelaporan pelaksanaan program oleh TKPD ini adalah kepada TNP2K dan gubernur.
1
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
2
Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan empat prinsip utama penanggulangan kemiskinan yang komprehensif, yaitu: memperbaiki program perlindungan sosial, meningkatkan akses pelayanan dasar; memberdayakan kelompok masyarakat miskin, dan pembangunan yang inklusif. Dengan mengacu kepada empat prinsip utama tersebut, penanggulangan kemiskinan atau percepatannya diupayakan dengan beberapa strategi, yaitu: 1. Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin 2. Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin 3. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil 4. Membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan Program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh TNP2K terbagi menjadi tiga klaster, yaitu: 1. Klaster 1 (Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga) Klaster 1 merupakan kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pada pemenuhan hak dasar ini ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan,
dan
pendidikan.
Beberapa
program
penanggulangan
kemiskinan yang termasuk dalam kelompok program ini, yaitu: Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), dan Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN). 2. Klaster Dua (Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat) Klaster dua ini menekankan pada masyarakat sebagai unit pemberdayaan. Program penanggulangan kemiskinan pada klaster ini merupakan sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan dari program ini dimaksudkan tidak hanya untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat miskin tentang potensi dan Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
3
sumberdaya yang dimiliki tetapi juga mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam skala yang lebih luas terutama dalam proses pembangunan di daerah. Program penanggulangan kemiskinan yang termasuk dalam kelompok program ini adalah Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM) dan
Program
Perluasan
Dan
Pengembangan Kesempatan Kerja/Padat Karya Produktif. 3. Klaster Tiga (Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil) Program pada klaster ini bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Adapun program penanggulangan kemiskinan yang termasuk dalam kelompok program ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Bersama (KUBE). 1.2 Latar Belakang Pendidikan merupakan pilar sentral dalam pembangunan suatu bangsa dan negara karena memegang peranan penting dalam pembentukan watak generasi muda di masa yang akan datang. Pendidikan adalah hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala dalam Aziz, 2009).
Pendidikan bahkan
merupakan sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan suatu bangsa mencapai kemakmuran. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyebutkan bahwa Negara harus bisa mencapai tujuan mencerdaskan bangsa. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 31 ayat (1) telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Pasal tersebut memberikan penjelasan bahwa pendidikan merupakan hak yang harus dapat dirasakan oleh masyarakat tanpa kecuali, bukan hanya pada golongan ekonomi kuat, namun juga golongan ekonomi lemah. Hal tersebut mempertegas kewajiban pemerintah dalam mengupayakan akses yang mudah bagi masyarakat dalam memperoleh pendidikan secara layak.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
4
Sebagai upaya nyata untuk melaksanakan amanat Undang-Undang tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia. Undang-Undang tersebut juga membahas tentang hak serta kewajiban pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam pasal 11. Dalam pasal 11 disebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu tanpa diskriminasi. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas, produktif, dan berakhlak mulia. Komitmen yang kuat dari pemerintah pada tingkat pusat maupun daerah dibutuhkan agar visi pendidikan nasional dapat terwujud. Guna menyokong terwujudnya visi tersebut, maka pendidikan nasional melalui Kementrian Pendidikan Nasional memiliki misi yang harus dilaksanakan sebaik mungkin yaitu: (1) menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar, (2) mewujudkan sistem pendidikan efektif, efisien dan bertanggung jawab (3) mewujudkan pendidikan nasional yang merata dan bermutu. Dalam rangka mewujudkan misi pendidikan nasional perlu dilakukan langkah dan strategi diantaranya adalah pelaksanaan program wajib belajar. Wajib belajar yang merupakan salah satu program yang digalakkan oleh Kemeterian Pendidikan Nasional ini mewajibkan setiap warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama sembilan tahun, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Sasaran program wajib belajar ini adalah setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun. Artinya setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dengan mengikuti program wajib belajar. Demi tercapainya program wajib belajar untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia, pemerintah melakukan berbagai upaya seperti melaksanakan bantuan pendidikan kepada masyarakat, terutama bagi rumah tangga miskin.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
5
Sebagai contohnya pada awal tahun 2008 pemerintah memperkenalkan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) untuk membantu siswa miskin meringankan biaya pendidikan termasuk untuk kebutuhan lain yang menyangkut keperluan sekolah. Bantuan ini ditujukan secara khusus untuk membantu mencukupi kebutuhan non operasional sekolah, seperti untuk biaya transportasi ke sekolah dan biaya membeli seragam sekolah. Bantuan ini memberi peluang bagi siswa untuk mengikuti pendidikan di level yang lebih tinggi. Selain itu, bertujuan untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan (TNP2K, 2011). Program BSM juga diharapkan mampu meningkatkan APK dan APM pada kelompok marjinal. Program ini bersifat bantuan langsung yang diberikan kepada siswa berdasarkan kondisi ekonomi. BSM diberikan kepada siswa mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Adapun besarnya dana BSM yang diberikan adalah Rp. 360,000 per tahun untuk siswa SD/MI, Rp. 550,000 per tahun untuk siswa SMP/MTs, Rp. 780,000 per tahun untuk siswa SMA/SMK/MA, dan Rp. 1,200,000 untuk perguruan tinggi. Adapun pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan BSM ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. 1.3 Perumusan Masalah Pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan seperti Bantuan Siswa Miskin guna membantu masyarakat miskin memperoleh akses pendidikan. Menurut laporan World Bank (2012), pada tahun 2009 pencapaian target BSM baru sebesar 2.3 persen dari anak yang berusia enam sampai delapan belas tahun di Indonesia dari yang ditargetkan yaitu 3.2 persen. World Bank (2012) dan TNP2K (2013) juga menyebutkan adanya kesalahan dalam proses penargetan penerima BSM karena kurangnya kriteria yang jelas tentang status penerima yang berhak. Dalam pelaksanaan program BSM ini terkadang masih belum sesuai dengan penentuan target secara tepat. Sebagai contoh adalah adanya siswa yang bukan termasuk ke dalam rumah tangga miskin tapi menerima BSM (exclusion error) atau siswa dari kalangan bukan rumah tangga miskin tetapi menerima BSM (inclusion error). Berdasar permasalahan seperti yang telah dijabarkan di atas, maka perlu diajukan beberapa pertanyaan yang menjadi pokok bahasan penelitian ini.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
6
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah seberapa besar inclusion dan exclusion error dalam pelaksanaan program BSM pada tahun 2009. Pertanyaan penelitian kedua adalah karakteristik rumah tangga apa saja yang mempengaruhi kemungkinan untuk menerima BSM. 1.4 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitia ini adalah untuk melihat seberapa besar nilai kesalahan sasaran pelaksanaan program BSM. Kedua, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat karakteristik rumah tangga apa saja yang dapat mempengaruhi kemungkinan untuk mendapatkan BSM. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan beberapa manfaat yaitu secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengembangan ilmu ekonomi khususnya dalam bidang kebijakan pendidikan di Indonesia. Dari aspek praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas bernagai kebijakan di bidang pendidikan guna menunjang kemajuan pendidikan Indonesia. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian serta merangkum penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. BAB III: BANTUAN SISWA MISKIN DI INDONESIA Bab ini berisi paparan perkembangan kebijakan-kebijakan pemerintah berkenaan dengan program bantuan pendidikan, khususnya Bantuan Siswa Miskin, untuk menunjang tercapainya kebijakan pendidikan di Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
7
BAB IV: METODE PENELITIAN Membahas metode dan model yang digunakan berikut sumber dan data yang digunakan dalam penelitian. BAB V: PEMBAHASAN DAN ANALISIS Bab ini secara umum membahas hasil analisis empiris yang mengacu pada model yang telah dikembangkan apakah kenyataan yang ada sesuai dengan hipotesa awal penelitian atau tidak. BAB VI: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian penutup yang berisi hasil penelitian dan saran-saran yang dapat digunakan dari hasil penelitian untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Peran Pendidikan dalam Pembangunan Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan sebuah negara. Pendidikan dapat dipandang sebagai konsumsi, investasi, serta sebagai konsumsi dan investasi secara komplementer (Aziz, 2009). Pendidikan sebagai konsumsi secara umum didasari oleh motivasi yang bersifat untuk memenuhi kebutuhan akan pengembangan kepribadian, kebutuhan sosial, serta pengetahuan dan pemahaman akan suatu hal. Jika dilihat dari motivasi yang melatarbelakangi, pendidikan sebagai konsumsi merupakan hak dasar manusia dan salah satu hak demokrasi yang dimiliki oleh setiap warga negara. Merujuk pada pentingnya peran pendidikan dalam pembangunan, maka pemerintah menetapkan program wajib belajar untuk tingkat pendidikan dasar. Sebagai akibatnya pendidikan pada tingkat dasar ini bukan lagi sebagai hak, tapi merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh warga negara. 2.2 Kondisi Pendidikan di Indonesia Pendidikan sesungguhnya merupakan upaya seseorang atau masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta memperluas wawasan (Aziz, 2009). Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan manusia yang berkualitas dan handal sesuai dengan tuntutan kebutuhan jaman yang semakin maju. Dalam konteks untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang lebih tinggi di masa depan, pendidikan adalah suatu sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Kendala utama dalam pembangunan manusia (pendidikan) saat ini adalah kemiskinan atau masalah ekonomi (Bappenas, 2010). Bagi keluarga yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, biaya pendidikan anak merupakan biaya yang relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatannya. Oleh karenanya sebagian dari mereka tidak bisa menyekolahkan anaknya baik laki-laki maupun perempuan, dan cenderung mengarahkan anak-anaknya untuk bekerja membantu perekonomian rumah tangga.
8 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
9
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur partisipasi pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APS adalah perbandingan jumlah murid sekolah usia tertentu dengan jumlah penduduk usia tertentu. APS digunakan untuk mengetahui cakupan pelayanan pendidikan untuk setiap kelompok usia sekolah dan menggambarkan jumlah anak kelompok usia tertentu yang sedang sekolah tanpa membedakan jenjang pendidikan yang ditempuh. APK adalah proporsi anak sekolah baik laki-laki maupun perempuan pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Angka ini memberikan gambaran secara umum mengenai jumlah anak yang menerima pendidikan pada jenjang tertentu, dan biasanya tidak memperhatikan umur siswa. APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Nilai APK bisa lebih dari 100 persen. Hal ini disebabkan karena populasi murid yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan mencakup anak berusia di luar batas usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Sebagai contoh, banyak anak-anak usia diatas 12 tahun, tetapi masih sekolah di tingkat SD atau juga banyak anakanak yang belum berusia 7 tahun tetapi telah masuk SD. Angka Partisipasi Murni adalah persentase jumlah anak pada kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang bersangkutan. Bila APK digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu tanpa melihat berapa usianya, maka Angka Partisipasi Murni (APM) mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu. Bila seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu, maka APM akan mencapai nilai 100 persen. Secara umum, nilai APM akan selalu lebih rendah dari APK karena nilai APK mencakup anak diluar usia sekolah pada jenjang pendidikan yang
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
10
bersangkutan. Selisih antara APK dan APM menunjukkan proporsi siswa yang terlambat atau terlalu cepat bersekolah. Kekurangan APM adalah kemungkinan adanya under estimate value karena adanya siswa diluar kelompok usia yang standar di tingkat pendidikan tertentu. Sebagai contoh adalah seorang anak yang berusia 6 tahun bersekolah di SD kelas 1 tidak akan masuk dalam penghitungan APM karena usianya lebih rendah dibanding kelompok usia standar SD yaitu 7 sampai 12 tahun. Besarnya nilai APK dan APM Indonesia selama sembilan tahun tersaji dalam tabel 2.1, 2.2, dan 2.3 berikut: Tabel 2.1 Angka Partisipasi Sekolah Indonesia 2007-2011 Indikator Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 th Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 th Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 th Angka Partisipasi Sekolah (APS) 19-24 th
2007
2008
2009
2010
2011
97.60
97.83
97.95
97.97
97.49
84.26
84.41
85.43
86.11
87.58
54.61
54.70
55.05
55.83
57.57
12.20
12.43
12.66
13.67
13.91
Sumber: BPS
Tabel 2.2 Angka Partisipasi Kasar Indonesia 2007-2011 Indikator Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs Angka Partisipasi Kasar (APK) SM/MA Angka Partisipasi Kasar (APK) PT
2007
2008
2009
2010
2011
109.41
110.35
111.63
102.44
82.03
81.38
81.09
80.35
89.09
56.71
57.42
62.37
62.53
63.86
13.31
14.42
14.59
16.35
17.28
110.35
Sumber: BPS
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
11
Tabel 2.3 Angka Partisipasi Murni Indonesia 2007-2011 Indikator Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs Angka Partisipasi Murni (APM) SM/MA Angka Partisipasi Murni (APM) PT
2007
2008
2009
2010
2011
93.75
93.99
94.37
94.72
90.95
66.64
66.98
67.40
67.62
67.98
44.56
44.75
45.06
45.48
47.81
9.64
10.07
10.30
11.01
11.99
Sumber: BPS
Dari tabel di atas terlihat bahwa secara umum nilai APS, APK dan APM di Indonesia meningkat dari tahun 2007 sampai 2011. Tentu saja kenaikan nilai APS, APK, dan APM dari tahun ke tahun tersebut merupakan kabar yang menggembirakan karena mencerminkan kenaikan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Kenaikan beberapa indikator pendidikan tersebut diharapkan akan terus meningkat sejalan dengan pelaksanaan program bantuan pendidikan. 2.3 Permintaan dan Penawaran Pendidikan Pada dasarnya pendidikan dapat disamakan dengan barang dan jasa sehingga ketersediaannya ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Hector Corea dalam Aziz (2009) mengemukakan bahwa permintaan pendidikan mencerminkan kebutuhan dan dimanifestasikan oleh keinginan untuk diberi pelajaran tertentu. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pendidikan adalah ekonomi, politik, dan budaya. Sedangkan secara perorangan, permintaan pendidikan dipengaruhi oleh pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, biaya pendidikan, kebijaksanaan pemerintah dan lembaga, serta persepsi indiividu terhadap pendidikan. Todaro dan Smith (2003) menyatakan ada dua hal yang mempengaruhi permintaan pendidikan, yaitu (1) harapan bagi seorang siswa yang lebih terdidik untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi; (2) perhitungan terhadap biaya pendidikan baik yang bersifat langsung maupun tak langsung yang harus dikeluarkan. Faktor pertama yang mempengaruhi permintaan pendidikan secara tidak langsung menunjukkan bahwa permintaan akan pendidikan merupakan turunan (derived demand) dari permintaan terhadap memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi. Pekerjaan dengan
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
12
penghasilan lebih tinggi ini mengacu pada pekerjaan di sektor modern yang mempunyai kecenderungan bergengsi, berpenghasilan lebih tinggi dibanding sektor tradisional, dan bertempat di perkotaan. Beberapa contoh pekerjaan di sektor modern adalah akuntan, manajer, dan pegawai negara. Kondisi ini pada umumnya terjadi di masyarakat negara berkembang seperti di Indonesia, dimana masyarakat menginginkan pendidikan bukan karena alasan nonekonomis seperti adanya kepuasan batin dan kedudukan sosial masyarakat, tetapi untuk penghidupan yang lebih layak di masa mendatang. Todaro dan Smith (2003) juga menyatakan bahwa permintaan pendidikan yang merupakan derived demand dari memperoleh pekerjaan perpenghasilan tinggi dipengaruhi oleh empat faktor variabel, yaitu: (1) selisih upah antara sektor modern dan tradisional, (2) probabilitas keberhasilan untuk memperoleh pekerjaan di sektor modern dengan adanya pendidikan, (3) biaya pendidikan langsung yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pendidikan, dan (4) opportunity cost dari pendidikan. 2.4 Eksternalitas Positif Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu contoh nyata dari esternalitas positif yang ada di masyarakat. Untuk memudahkan penjelasan, berikut adalah ilustrasinya: yayasan pendidikan mendirikan sekolah sebagai sarana pendidikan untuk menampung anak-anak di suatu tempat. Setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut, anak-anak yang menjadi siswa di sekolah tersebut menjadi memiliki kemampuan dan ketrampilan yang memadai. Beberapa tahun kemudian, siswa di sekolah tersebut banyak memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan bekal ilmu dan ketrampilan, para siswa dari sekolah tersebut bisa membuka industri rumah tangga memproduksi sepatu, menjadi guru, dokter, teknisi listrik, dan pekerjaan lainnya, sehingga seiring dengan berjalannya waktu masyarakat sekitarnya menjadi masyarakat yang maju. Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat memberikan manfaat bagi pihak lain secara positif.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
13
2.5 Efektifitas Penargetan Secara umum tujuan penargetan dari program sosial seperti BSM adalah untuk menjamin penerima benar-benar berasal dari rumah tangga miskin sesuai dengan target yang seharusnya. Penargetan yang tepat akan membuat rumah tangga miskin menerima manfaat secara maksimal (Ikhsan dan Alatas, 2011). Kebocoran yang umumnya terjadi dalam program bantuan sosial adalah inclusion error dan exclusion error. Ikhsan dan Alatas (2011) mendefinisikan inclusion error sebagai kebocoran dimana rumah tangga bukan miskin yang seharusnya tidak menerima bantuan, tetapi dalam kenyataannya menerima bantuan. Sedangkan bila terdapat rumah tangga miskin yang seharusnya menerima bantuan tetapi tidak menerima disebut exclusion error. Menurut Hoddinot (1999), inclusion error merupakan penerima program yang tidak berasal dari target, sedangkan exclusion error adalah target yang tidak ikut berpartisipasi menerima program. Selain inclusion dan exclusion error, kesalahan target suatu program juga dapat dilihat dari leakage rate dan undercoverage rate. Sebagai ilustrasi perhitungannya dapat dilihat dari tabel di bawah: Tabel 2.4 Perhitungan Undercoverage Rate dan Leakage Rate Target
Bukan Target
Total
Menerima Program
A
B
E
Tidak Menerima Program
C
D
F
Total
G
H
Sumber: Hoddinot, 2009
Dari tabel di atas nilai undercoverage rate adalah perbandingan nilai C terhadap G dan leakage rate adalah B terhadap E. Sedangkan nilai inclusion error adalah B dan exclusion error sebesar C. Nilai undercoverage rate, leakage rate, inclusion error, dan exclusion error, yang bernilai kecil berarti sasaran pencapaian program dapat dikatan baik. Hoddinot (1999) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan nilai undercoverage rate yang tinggi adalah kurangnya informasi tentang adanya program, sedangkan tingginya leakage rate adalah karena kesalahan desain atau implementasi program.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
14
2.6 Kajian Terdahulu yang Terkait Secara umum penelitian tentang bantuan tunai kepada masyarakat miskin banyak dilakukan di Negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Meksiko, namun untuk penelitian mengenai Bantuan Siswa Miskin (Cash Transfer for Poor Students) sampai saat ini relatif sedikit. Oleh karena keterbatasan sumber penelitian mengenai BSM, maka penulis merujuk penelitian ini kepada penelitian tentang beberapa program bantuan yang memiliki persamaan karakteristik. Kajian pertama adalah Cash Transfer for Poor Students. Social Assistance Program and Public Expenditure Review yang ditulis oleh World Bank pada 2012. Kajian ini menyajikan review tentang pelaksanaan BSM pada tahun 2009 secara umum terutama dari segi pengeluaran pemerintah. Hasil kajian ini di antaranya menyebutkan bawa program BSM baru mencakup sebagian kecil siswa dan proses penargetannya masih belum efektif dalam identifikasi kriteria target yang seharusnya menjadi penerima program. Selain belum tepatnya target penerima, program BSM ini juga belum mampu mencakup tingginya biaya sekolah ketika di masa transisi, yaitu masa pergantian dari SD ke SMP dan SMP ke SMA. Pada pada periode transisi ini akan terdapat banyak siswa yang tidak melanjutkan pendidikan karena biaya pendaftaran dan biaya lain-lain yang tinggi. Dalam menentukan besarnya kesalahan sasaran, World Bank mengelompokkan observasi ke dalam desil pengeluaran per kapita. Dengan adanya kesalahan sasaran yang masih tinggi tersebut, maka diperlukan adanya proses monitoring di tingkat sekolah karena di tingkat inilah banyak terjadi kesalahan dalam penentuan penerima program, seperti misalnya siswa yang menerima biasanya adalah siswa yang sudah dikenal oleh guru dan kepala sekolah. Penelitian kedua yang dijadikan rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Eko dan Widhiarih (2009) tentang analisis penyaluran Raskin di kota Semarang. Penelitian tersebut menggunakan data Susenas tahun 2006 dengan metode regresi logistik dan secara umum hasil peneltian tersebut menunjukkan penyaluran Raskin di Kota Semarang sudah sesuai dengan kriteria miskin dari BPS. Adapun variabel yang memliki pengaruh signifikan terhadap status penerimaan Raskin adalah penggunaan fasilitas buang air besar, sumber air
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
15
minum, bahan bakar untuk memasak, kesanggupan membayar biaya pengobatan di puskesmas, jumlah pendapatan kepala rumah tangga, dan pendidikan kepala rumah tangga. Selanjutnya, Robert Sparrow (2007) juga melakukan penelitian tentang pemberian dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang berjudul Protecting Education for the Poor in Times of Crisis: An Evaluation of a Scholarship Programme in Indonesia. Penelitian ini menganalisis dampak dari program beasiswa (JPS) di Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 1998 untuk melihat akses pendidikan bagi masyarakat miskin selama terjadinya krisis menggunakan data SUSENAS 1998 dan SUSENAS 1999. Variabel yang digunakan merupakan variabel demografis seperti subgroup persentil konsumsi per kapita, jenis kelamin, dan lokasi tempat tinggal (desa/kota). Penelitian ini juga dilakukan dengan mengelompokkan observasi berdasarkan desil dan persentil pengeluaran per kapita serta dalam tingkat pendidikan observasi. Hasil penelitain menunjukkan bahwa program JPS telah meningkatkan jumlah yang bersekolah, khususnya untuk anak-anak usia sekolah dasar dari rumah tangga pedesaan miskin. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan program JPS telah membantu konsumsi rumah tangga miskin selama krisis, menghilangkan tekanan pada investasi pendidikan rumah tangga dan menurunkan jumlah tenaga kerja anak. Penelitian keempat yang digunakan sebagai acuan adalah Analisis Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga terhadap Permintaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penelitian yang dilakukan oleh Sadida (2012) ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi rumah tangga terhadap permintaan KUR. Data yang dipakai merupakan data sekunder, yaitu Susenas Kor tahun 2010, dengan menggunakan model probit. Penelitian ini menemukan bahwa variabel dummy jawa, jenis kelamin, umur kuadrat, status perkawinan, jumlah anggota rumah tangga, pengeluaran perkapita, kepemilikan rumah, dan motor memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif terhadap permintaan KUR. Sementara itu, variabel umur, pendidikan, dan sumber penghasilan utama memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan positif terhadap permintaan KUR.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
16
Selanjutnya, penelitian dari Marhamah (2012) yang berjudul Analisis Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kesalahan Sasaran Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin), juga digunakan sebagai rujukan. Penelitian yang dilakukan secara kualitatif ini membahas kesalahan sasaran terhadap penerima Raskin jika dilihat dari beberapa indikator kemiskinan BPS. Hasil dari penelitian ini antara lain adalah terdapat persamaan karakteristik rumah tanga antara penerima dan buka penerima Raskin pada variabel ukuran rumah tangga dan jenis kelamin. Sedangkan perbedaan karakteristik penerima dan bukan penerima ada pada variabel kepemilikan motor, pendidikan kepala rumah tangga, pengeluaran per kapita dan kondisi tempat tinggal. Kesalahan sasaran yang terjadi pada program Raskin ini adalah sebesar 55.59 persen untuk leakage rate dan 23.34 persen untuk undercoverage rate. Hal menarik yang didapat dari penelitian ini adalah besarnya leakage rate yang jauh lebih besar daripada undercoverage rate, sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam pendistribusian Raskin jauh lebih banyak terdapat pihak yang seharusnya buka merupakan target tapi menerima manfaat program Raskin.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
BAB 3 BANTUAN SISWA MISKIN DI INDONESIA 3.1 Program Bantuan Biaya Pendidikan di Indonesia Peningkatan akses pendidikan memang telah lama menjadi tujuan kebijakan di Indonesia, namun masyarakat miskin dirasa tetap berada jauh di belakang masyarakat non-miskin untuk mengakses pendidikan di tiap jenjangnya. Jika dilihat dari sejarahnya, peningkatan akses pendidikan telah lama menjadi tujuan eksplisit kebijakan pendidikan di Indonesia. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengelola sumber daya untuk memprakarsai perluasan akses pendidikan pada jenjang primer, sekunder, dan tersier bagi seluruh warga negara. Dewasa ini, pemerintah telah menetapkan berbagai instrumen nasional bagi pendidikan melalui beasiswa dan keringanan biaya diperkenalkan untuk meningkatkan akses pendidikan di kalangan warga miskin. Pada tahun 1973, dikeluarkanlah Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres RI) Nomor 10 Tahun 1973 tentang program bantuan pembangunan gedung SD. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di daerah pedesaan. Tahap pertama dari kebijakan ini adalah pembangunan 6000 gedung SD. Adanya oil boom dimana harga penjualan minyak bumi meningkat hamper 300 persen menjadi sumber dana dalam pembangunan gedung-gedung SD tersebut. Di tahap awal ini program SD Inpres ini berhasil dibangun puluhan ribu gedung SD di tiap tahunnya. Tahun 1978 dibentuklah program kelompok belajar (Kejar) yang merupakan program pengenalan buta huruf dan angka bagi masyarakat buta huruf yang berusia 10 sampai 45 tahun. Keberhasilan program Kejar ini antara lain adalah jumlah penduduk yang buta huruf menurun pada angka statistik. Pada sensus 1971, Indonesia memiliki 39.1 persen penduduk berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf, dari total penduduk sebanyak 80 juta jiwa. Pada sensus 1980, persentase penduduk yang buta huruf menurun menjadi 28.8 persen, serta pada sensus 1990, angka ini terus menyusut menjadi 15.9 persen. Berdasar data dari BPS, tingkat buta huruf penduduk yang berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2010 adalah 7.09 persen. 17 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
18
Pada tanggal 15 Maret 1982 dikeluarkanlah Inpres RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembanguna SD tahun 1982/1983. Hingga periode tahun 1993/1994 dicatat telah dibangun hampir 150,000 unit SD Inpres. Selain itu, ditempatkan pula guru-guru di tiap SD tersebut dengan total jumlah lebih dari satu juta guru. Akhir tahun 1990-an, Pemerintah Indonesia juga memperkenalkan adanya program Hibah Sekolah (school grant) yang dimaksudkan untuk menutupi biaya sekolah dan biaya lain untuk rumah tangga. Inpres RI Nomor 4 Tahun 1994 yang tertanggal 15 April 1994 mengatur tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Gerakan Wajib Belajar ini diselenggarakan secara serentak di Indonesia bagi tiap warna negara yang berusia 7 sampai 15 tahun. Pada tahun 1997 dikeluarkan Inpres RI Nomor 1 Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan fisik siswa SD/MI negeri dan swasta melalui perbaikan gizi dan kesehatan. Program ini dilaksanakan sebagai penyokong program Wajib Belajar. Pada awal tahun 2000an, program beasiswa untuk anak-anak dari rumah tangga miskin merupakan program pengurangan subsidi BBM. Pada tahun 2003, setelah disahkannya UU Pendidikan nomor 20, secara eksplisit disebutkan bahwa pemerintah wajib memastikan adanya kesempatan yang sama dalam akses pendidikan bagi setiap warga negara dengan mencanangkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Pada tahun 2005, progam Bantuan Operasi Sekolah (BOS) juga dijalankan untuk membebaskan biaya pendidikan. Setelah pemerintah menetapkan kebijakan BOS sebagai salah satu pendukung program Wajar Dikdas 9 tahun, ternyata kebijakan tersebut belum mampu menjamin seluruh masyarakat untuk bersekolah, terutama bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin (Kementerian
Agama,
2012).
Kemudian
pada
tahun
2008
pemerintah
memperkenalkan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) untuk membantu siswa miskin meringankan biaya pendidikan termasuk untuk kebutuhan lain yang menyangkut keperluan sekolah. Kesulitan utama bagi rumah tangga miskin secara umum adalah masalah keuangan, dimana biaya pendidikan dasar menengah dapat menghabiskan sekitar 20 persen dari pengeluaran rumah tangga secara keseluruhan (World Bank, 2012).
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
19
Biaya lain yang juga harus diperhitungkan adalah opportunity cost yaitu pendapatan yang hilang ketika seorang anak bersekolah bukannya bekerja. Adanya opportunity cost ini membuat biaya pendidikan, terutama pendidikan menengah dua kali lipat lebih mahal. 3.2 Program Bantuan Siswa Miskin Bantuan Siswa Miskin (BSM) merupakan bantuan berupa uang tunai yang diberikan kepada siswa dari rumah tangga miskin. Program yang diperkenalkan pada tahun 2008 ini ada di semua sekolah umum maupun swasta di semua tingkat pendidikan dan menargetkan siswa yang saat ini terdaftar merupakan dari rumah tangga miskin. Pengeluaran dana untuk program BSM ini secara umum meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula jumlah siswa penerimanya (World Bank, 2012) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu BSM ditargetkan untuk siswa dari rumah tangga miskin, bantuan ini bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi kesenjangan pendidikan antara rumah tangga miskin dan mampu. Selain itu, program BSM bisa mengatasi kesenjangan gender yang potensial terjadi di sekolah menengah, khususnya bagi kalangan rumah tangga miskin. Dalam rumah tangga miskin seringkali terjadi adanya ketidaksetaraan gender dalam pendidikan, yaitu seringkali anak laki-laki yang mendapat pendidikan menengah, sementara adik perempuannya tinggal di rumah atau bekerja. Hal tersebut disebabkan semata-mata karena biaya pendidikan yang tinggi. Program BSM ini diharapkan dapat membantu mencapai pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi bagi semua warga negara serta mempprakarsai pembangunan pro-miskin dan menghadapi tantangan Millenium Development Goals. Adapun tujuan dari program Bantuan Siswa Miskin ini adalah: 1.
Memberikan bantuan kepada siswa miskin di sekolah umum maupun swasta pada tiap jenjang pendidikan.
2.
Membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan sekolah selama duduk di bangku sekolah.
3.
Mencegah siswa dari kemungkinan putus sekolah akibat kesulitan ekonomi.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
20
4.
Menarik siswa miskin yang tidk mampu sekolah untuk masuk sekolah lagi.
5.
Mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan rintisan wajib belajar dua belas tahun.
Adapun persyaratan siswa untuk dapat menerima BSM adalah (Kementerian Agama, 2012): 1. Berasal dari keluaraga kurang mampu/miskin yang dibuktikan dengan surat keterangan dari RT dan RW setempat. 2. Siswa yang terancam putus sekolah karena kesulitan biaya. 3. Tidak dalam kondisi menerima beasiswa sejenis dari sumber manapun. 4. Diprioritaskan bagi siswa yang merupakan anggota Program Keluarga Harapan (PKH), yang dibuktikan dengan menunjukkan kartu PKH dari Kementrian Sosial. 5. Memiliki kepribadian terpuji. 6. Diputuskan melalui rapat komite sekolah. Sedangkan persyaratan sekolah yang dapat menjadi peserta program BSM adalah (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010): 1.
Diutamakan merupakan sekolah yang berada dalam wilayah atau peta angka kemiskinan tinggi dan daerah tertinggal dimana banyak terdapat siswa yang rawan putus sekolah.
2.
Sekolah yang memiliki ijin operasional /kelembagaan sekolah yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota setempat.
Dana BSM yang diberikan kepada siswa dapat dimanfaatkan untuk pembelian perlengkapan siswa (misalnya buku pelajaran, alat tulis, sepatu, dan seragam sekolah), biaya transportasi ke sekolah, serta sebagai uang saku siswa di sekolah. Apabila dalam pengawasannya ditemukan adanya penyimpangan penggunaan dana BSM ini, maka pemberian BSM dapat dibatalkan. BSM dapat dibatalkan jika siswa penerimanya: (1) berhenti sekolah, (2) menerima beasiswa dari instansi atau sumber lain, (3) telah didakwa dan terbukti melakukan tindakan kriminal, (4) mengundurkan diri, dan (5) tidak lagi masuk dalam kriteria siswa miskin (Kementerian Agama, 2012). Kepala sekolah bertanggungjawab dan
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
21
berwenang untuk membatalkan BSM dan dapat memilih siswa penggantinya. Jika ada penggantian penerima BSM, kepala sekolah harus menyerahkan nama pengganti tersebut kepada dinas pendidikan propinsi. 3.2.1 Landasan Hukum Pelaksanaan Bantuan Siswa Miskin a.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat (1)
b.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
c.
Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
d.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
e.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
g.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
h.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
i.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1994 tentang Wajib Belajar Pendidikan Dasar
j.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
3.2.2 Target Bantuan Siswa Miskin Program BSM diberikan kepada lebih dari tiga juta siswa miskin pada tahun 2008 di semua jenjang sekolah dan besarnya dana BSM ini meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan. Pada tahun 2010, jumlah penerima BSM telah mencapai hampir enam juta siswa di semua jenjang pendidikan. Tabel 3.1 merangkum jumlah siswa penerima dana BSM serta besarnya dana yang diterima tiap siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya. Transfer dana BSM untuk setiap tahun ajaran tergantung pada penyelesaian tahun akademik dan pemberian ke siswa pada tahun ajaran berikutnya tentu dengan syarat yang berlaku. Dana disalurkan kepada siswa baik secara langsung melalui rekening bank PT. Pos atau disampaikan oleh personil sekolah secara kolektif.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
22
Tabel 3.1 Nilai BSM dan Jumlah Penerima BSM Tiap Jenjang Pendidikan 2008 Kemdikbud Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Universitas Kemenag Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Universitas Total
Jumlah Penerima 2009
2010
Jumlah Penerimaan (Rp)
2,136,473 898,105 499,105
2,983,628 1,796,800 523,667
4,123,204 2,277,039 591,129
360,000 531,000
732,620
577,791
613,967
780,000
6348 886,411 358,492 274,027
90,370 1,571,873 645,556 544,861
641,069 1,820,360 714,642 645,033
1,200,000
204,922
316,282
382,903
780,000
3,022,884 3,022,884
65,175 4,560,501
77,781 5,943,564
1,200,000
360,000 720,000
Sumber: World Bank
BSM ditujukan untuk siswa sekolah negeri dan swasta dari rumah tangga miskin, tetapi di lapangan banyak ditemukan siswa yang bukan berasal dari rumah tangga miskin juga mendapat BSM. Transfer dana BSM terdapat di setiap provinsi dan kabupaten di Indonesia, tetapi hanya mencakup 2.3 persen dari seluruh anak usia 6 sampai 18 tahun (World Bank, 2012). 3.2.3 Besaran Nilai Bantuan Siswa Miskin Seperti kebanyakan program bantuan tunai lain di Indonesia, tingkat besaran BSM tidak disesuaikan setiap tahunnya untuk inflasi dan tetap tidak berubah sejak peluncuran pertamanya pada tahun 2008. Besaran dana BSM yang diberikan kepada tiap siswa secara nominal relatif tidak berubah dari tahun ke tahun, yaitu Rp. 360,000 untuk siswa SD/MI, Rp. 580,000 untuk siswa SMP dan Rp. 720,000 untuk siswa MTs, Rp. 780,000 untuk siswa SMA/MA, serta Rp 1,200,000 untuk siswa perguruan tinggi. Karena tiap tahun jumlah uang yang diberikan adalah relatif sama, maka bisa dibilang besarnya bantuan ini tidak disesuaikan dengan tingkat inflasi. Hal tersebut menyebabkan adanya undervalue dari besaran yang diterima secara riil oleh siswa. Selain itu, terdapat data dari hasil survei World Bank (2012) bahwa pengeluaran pendidikan bagi rumah tangga miskin meningkat secara riil sebesar 20 sampai 50 persen antara tahun 2006 dan
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
23
2009, sehingga manfaat BSM menjadi kurang memadai baik dalam hal ketentuan pendidikan riil dan daya beli masyarakat. Besaran dana BSM ini secara umum mencakup sekitar 30 persen dari biaya pendidikan dari masyarakat rumah tangga miskin (World Bank, 2012). Program BSM mengkonsumsi kurang dari 5 persen dari anggaran pemerintah pusat untuk pendidikan tetapi yang merupakan terbesar ketiga untuk program bantuan sosial di Indonesia. Pada tahun 2010, sebanyak Rp 3.6 triliun atau sekitar 397 juta dolar AS dikeluarkan untuk program ini, dimaan besarnya dana ini hanya 4 persen dari belanja pendidikan pemerintah pusat dan merupakan proporsi yang sama dari anggaran gabungan Kemdikbud dan Kemenag. Dari tabel 3.2 dapat kita lihat bahwa dari tahun 2008 sampai 2010 besarnya proporsi BSM terhadap keseluruhan program bantuan pendidikan terus meningkat. Pada tahun 2008, BSM hanya sebesar 3 persen terhadap keseluruhan program bantuan sosial, namun pada tahun 2010 meningkat pesat menjadi 13.7 persen. Tabel 3.2 Ringkasan Pengeluaran Dana untuk BSM Total BSM (harga konstan 2009, miliar rupiah) Total BSM (US $, miliar rupiah) Proporsi dari pengeluaran pendidikan (%) Proporsi dari pengeluaran Kemdikbud dan Kemenag (%) Proporsi dari total pengeluaran Bantuan Sosial (%)
2008 1.343 127 2.2 2.1
2009 5.856 247 3.0 3.0
2010 3.339 397 4.0 4.1
3.9
10.0
13.7
Sumber: World Bank
3.2.4 Penanggungjawab Pelaksanaan Program Bantuan Siswa Miskin Secara umum pelaksanaan program BSM merupakan tanggung jawab dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. BSM bagi siswa sekolah umum sekuler dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), sedangkan siswa sekolah umum agama dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
24
3.2.5 Kewajiban Siswa Penerima Bantuan Siswa Miskin Siswa yang menerima dana BSM secara berkala akan dievaluasi, oleh karena itu mereka harus mematuhi dan melakukan kewajibannya dengan baik, seperti: 1.
Menunjukkan kerajinan dalam mengerjakan tugas sekolah.
2.
Menunjukkan kepribadian yang terpuji.
3.
Menggunakan dan BSM sesuai dengan yang seharusnya.
4.
Memanfaatkan dana BSM secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
5.
Memenuhi kewajibkan yang telah ditentukan oleh sekolah.
3.2.6 Peta Alokasi Anggaran Dana Bantuan Siswa Miskin Melihat pentingya program BSM secara keseluruhan, maka pemerintah telah membuat rencana anggaran (RPJM) sampai tahun 2014. Implikasi anggaran program BSM disajikan pada tabel 3.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 menguraikan rencana ekspansi besar untuk program BSM dengan jumlah target direncanakan sekitar dua kali lipat dari 2009. Pada tahun 2011, penerima BSM telah mnecapai 11 juta siswa. Jika biaya unit rata-rata tetap tidak berubah maka pengeluaran tahunan untuk BSM akan meningkat dari Rp 2.56 triliun di 2009 menjadi sekitar 4.1 triliun pada tahun 2014. Jumlah ini akan menjaga agar anggaran dana BSM relatif tidak berubah dari total belanja pemerintah pusat, yiatu sekitar 0.4 sampai 0.5 persen. Tabel 3.3 Dana BSM dalam RPJM RPJM Total Alokasi Dana (Miliar Rp) Persen dari Pengeluaran Pemerintah Pusat Rata-rata penerimaan Target Total jumlah penerima
2009 2.562
2010 3.607
2011 4.132
2012 4.151
0.4
0.5
0.5
0.5
561,759 4,560,501
606,912 5,942,564
527,615 7,830,735
538,851 7,703,654
Sumber: World Bank
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
25
Terlihat dari besarnya dana dalam RPJM untuk program BSM yang meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan pentingnya program tersebut bagi perkembangan pendidikan di indonesia. Pelaksanaan program BSM menjadi sangat penting karena program ini menjangkau masyarakat miskin dalam memperoleh akses pedidikan bermutu demi tercapainya tujuan pembangunan negara. Dengan koordinasi yang baik antar instansi terkait baik di pusat maupun di daerah diharapkan program BSM ini dapat berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Juli tahun 2009. Susenas merupakan survei yang menggambarkan kesejahteraan masyarakat yang diukur berdasarkan beberapa indikator, yaitu kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pengeluaran rumah tangga, fertilitas dan KB serta variabel sosial ekonomi lainnya. Peneliti melakukan olah data terlebih dahulu agar diperoleh sampel rumah tangga yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang siap diolah. Penelitian ini dibatasi pada observasi yang berusia 6 sampai 18 tahun sehingga diperoleh sebanyak 48,904,983 observasi. 4.2 Spesifikasi Model dan Deskripsi Variabel Menurut Gujarati (2003), model logit adalah model regresi non-linear yang menghasilkan sebuah persamaan dimana variabel dependen bersifat kategorikal. Kategori paling dasar dari model tersebut menghasilkan binary values seperti angka 0 dan 1. Angka yang dihasilkan mewakilkan suatu kategori tertentu yang dihasilkan dari penghitungan probabilitas terjadinya kategori tersebut. Persamaan regresi model logit diperoleh dari penurunan persamaan probabilitas dari kategori yang akan diestimasi. Persamaan probabilitas tersebut adalah (Gujarati, 2003): Pr (xi) = β0 + β1 xi + εi……………………….……………………… (4.1) Karena persamaan regresi linear tidak dapat memenuhi syarat nilai probabilitas yang berkisar pada interval 1 dan 0, maka dibuatlah model logit yang menggunakan persamaan eksponensial untuk mendapatkan nilai probabilitas pada interval antara 1 dan 0. Pr 𝑥 =
! !!!!! !!
=
! !! ! !(!!!"!!!)
……………...…………………… (4.2)
26 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
27
lalu persamaan tersebut disederhanakan menjadi: 𝑃𝑖 =
! !!! !!"
!!
= !!! ! ………………………………….…………..……. (4.3)
dimana: zi = β1+β2 Xi Merujuk pada Bernoully probability distribution, maka persamaan kejadian gagal: !!
1 − Pr 𝑥 = 1 − = !!! !
! !!! !
………………………………………… (4.4)
setelah didapatkan persamaan kejadian sukses dan tidak sukses (gagal), maka akan didapat odds ratio yang merupakan peluang sukses dibagi peluang gagal seperti di bawah: !"(!) !!!"(!)
= 𝑒 ! …………………………………………………….……. (4.5)
langkah terakhir adalah mengalikan persmaan odds ratio dengan logaritma natural yang bertujuan untuk membuat persamaan menjadi linear. ln
𝑃𝑟(𝑥) = 𝑧 = 𝛼 + 𝛽𝑥1 + 𝜀 … … … … … … … . … … … … … … … … … (4.6) 1 − 𝑃𝑟(𝑥)
sedangkan untuk mengetahui besarnya marginal effects harus dilakukan derivasi parsial (Hun Myoung, 2009): 𝜕Pr (𝑥) exp (𝑥𝛽) = 𝜕𝑥 1 + exp 𝑥𝛽
!
= ∆ 𝑥𝛽 1 − ∆ 𝑥𝛽 𝛽 … … … . … . … … … … (4.7)
Model yang digunakan terdiri dari satu variabel terikat yang merupakan dummy variable dan variabel independen yang merupakan karakteristik demografi, sosial dan ekonomi rumah tangga. Model diadaptasi dari Eko dan Widhiarih (2009), Sparrow (2007), dan Sadida (2012). Pr (Y=1|X) = G(ß0+ß1decile1+β2smp+β3sma+β4jawa+β5male+β6head_edu2+β7head_edu3+ β8head_edu4+β9head_edu5+β10head_work+β11art+β12lnpce+β13rural).....(4.8) dimana G merupakan fungsi yang yang bernilai antara 0 dan 1 (0 < G(z) < 1) untuk semua nilai z (Wooldridge, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
28
Simbol Variabel Y
Penjelasan Variabel (Dummy) 1 = jika observasi menerima BSM
Deskripsi
Keterangan
Merupakan variabel terikat.
0 = jika observasi tidak menerima BSM
Model diadaptasi dari Eko dan Widhiarih (2009)
Decile1
1 = jika observasi berada Variabel ini pada desil 1 dimasukkan untuk melihat kemungkinan 0 = jika observasi berada menerima BSM pada selain desil 1 obeservasi yang berada pada desil 1 (10% pengeluaran per kapita terendah).
Variabel diadaptasi dari Sparrow (2007)
Smp
1 = jika observasi sedang duduk di bangku SMP/ Mts
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada siswa SMP/MTs dibandingkan SD/MI
Variabel diadaptasi dari Sparrow (2007)
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada siswa SMA/MA/SMK dibandingkan SD/MI
Variabel diadaptasi dari Sparrow (2007)
Untuk melihat probabilitas menerima program BSM di Jawa dan selain Jawa.
Variabel diadaptasi dari Sadida (2012)
Untuk melihat probabilitas penerima BSM jika didasarkan pada klasifikasi jenis kelamin.
Variabel diadaptasi dari Sparrow (2007)
0 = jika observasi sedang duduk di bangku SD/MI Sma
1 = jika observasi sedang duduk di bangku SMA/MA/SMK 0 = jika observasi sedang duduk di bangku SD/MI
Jawa
1 = jika observasi berlokasi di Jawa 0 = jika observasi berlokasi di luar Jawa
Male
1 = jenis kelamin observasi laki-laki 0 = jenis kelamin observasi perempuan
Head_edu2
1 = jika KRT memiliki
Untuk melihat Variabel kemungkinan menerima diadaptasi
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
29
ijazah SD/MI 0 = jika KRT tidak memiliki ijazah
Head_edu3
1 = jika KRT memiliki ijazah SMP/MTs 0 = jika KRT tidak memiliki ijazah
Head_edu4
1 = jika KRT memiliki ijazah SMA/MA 0 = jika KRT tidak memiliki ijazah
Head_edu5
1 = jika KRT memiliki ijazah PT 0 = jika KRT tidak memiliki ijazah
Head_work 1= jika KRT berstatus bekerja 0 = jika KRT berstatus tidak bekerja
Art
Jumlah anggota rumah tangga
BSM pada observasi dimana KRTnya memiliki ijazah SD/MI dibandingkan yang tidak memiliki ijazah.
dari Eko dan Widhiarih (2009) dan Sadida (2012)
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada observasi dimana KRTnya memliki ijazah SMP/MTs dibandingkan yang tidak memiliki ijazah.
Variabel diadaptasi dari Eko dan Widhiarih (2009) dan Sadida (2012)
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada observasi dimana KRTnya memiliki ijazah SMA/MA dibandingkan yang tidak memiliki ijazah.
Variabel diadaptasi dari Eko dan Wihiarih (2009) dan Sadida (2012)
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada observasi dimana KRTnya memiliki ijazah PT dibandingkan yang tidak memiliki ijazah.
Variabel diadaptasi dari Eko dan Widhiarih (2009) dan Sadida (2012)
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada observasi dimana KRTnya berstatus bekerja dibandingkan dengan yang tidak bekerja.
Variabel diadaptasi dari Sadida (2012)
Untuk melihat pengaruh jumlah ART terhadap kemungkinan menerima BSM.
Variabel diadaptasi dari Sadida (2012)
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
30
Lnpce
Logaritma natural pengeluaran per kapita
Untuk melihat pengaruh pengeluaran per kapita terhadap kemungkinan menerima BSM.
Variabel diadaptasi dari Sadida (2012)
Rural
1 = jika observasi berlokasi di desa
Untuk melihat kemungkinan menerima BSM pada observasi yang berlokasi di pedesaan dibandingkan dengan di kota.
Variabel diadaptasi dari Sparrow (2007)
0 = jika observasi berlokasi di kota
4.3 Metode Analisis Data Analisis probabilitas penerima program BSM adalah dengan model logit seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, kejadian dikatakan sukses adalah ketika observasi menerima BSM sementara itu kejadian dikatakan gagal ketika observasi tidak menerima BSM. Analisis data (variabel) dalam pengujian dengan model logit ini bisa dilihat dari odds ratio dan marginal effects (Suwardi, 2011). Odds ratio mewakili kemungkinan untuk kejadian sukses (y=1) ketika variabel berubah sebesar satu satuan. Sedangkan nilai marginal effects mewakili nilai rata-rata kemungkinan untuk kejadian sukses ketika nilai variabel berubah sebesar satu satuan. Nilai marginal effects merupkan hasil derivasi parsial dari variabel-variabelnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tanda negatif dan positif dari hasil output STATA untuk nilai marginal effects menunjukkan hubungan variabel independen dan dependennya. Adapun dalam analisi data penelitian ini digunakan nilai dari marginal effects untuk mengetahui nilai kemungkinan secara rata-rata untuk kejadian suksesnya. Untuk mengetahui besarnya nilai marginal effects ini harus dilakukan pengujian dengan perintah mfx dalam STATA. Setelah melakukan regresi, kemudian dilakukan uji goodness of fit untuk menjelaskan tingkat signifikansi dari hasil regresi yang dilakukan atau seberapa akurat model yang digunakan untuk mengolah data yang ada. Hasil pengujian goodness of fit dapat terlihat dari beberapa indikator berikut (Suwardi, 2011):
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
31
1. Pseudo R2: menunjukkan keakuratan variabel-variabel bebas dalam menjelasakan variabel terikatnya. Semakin tinggi nilai pseudo R2 maka model dapat dikatakan semakin baik. 2. Sensitivity: menunjukkan seberapa besar hasil observasi positif dapat dinyatakan positif secara tepat oleh model. 3. Specitivity: menunjukkan seberapa besar hasil observasi negatif dapat dinyatakan negatif secara tepat oleh model. 4. Correctly classified: menunjukkan seberapa besar kejadian sukses dan kejadian gagal mampu dijelaskan secara tepat oleh model. 4.3.1 Uji Signifikansi Parsial Uji signifikansi parsial dalam regresi secara umum adalah dengan menggunakan t-test untuk melihat secara individual apakah suatu variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Namun dalam regresi yang menggunakan metode logit, uji tersebut dilakukan dengan pendekatan normal, sehingga kriteria pengujian adalah dengan menggunakan nilai z. Dengan menggunakan z-test kita dapat mengambil kesimpulan hipotesis apakah H0 ditolak atau tidak ditolak. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut: 𝐻0:𝑋𝑖 =0 𝐻1:𝑋𝑖 ≠0 Kriteria penolakan adalah apabila nilai z-stat lebih besar dari nilai kritis maka H0 ditolak atau variabel independen tersebut mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Selain melihat nilai z-stat, pengambilan keputusan hipotesis juga dapat dilihat dengan melihat probabilitasnya (p-value). Jika nilai pvalue lebih kecil dari nilai alpha (α) maka dengan tingkat keyakinan 1 − 𝛼 kita dapat menolak hipotesis H0.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
32
4.3.2 Koefisien Determinasi Pada persamaan regresi yang menggunakan metode logit, determinasi suatu persamaan bervariasi berdasarkan perangkat yang digunakan. Penggunaan software STATA akan menghasilkan koefisien determinasi pseudo R2. Koefisien ini digunakan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabel dependennya dapat dijelaskan oleh variasi nilai dari variabel-variabel bebasnya. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut secara statistik mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang kita gunakan dalam memprediksi nilai variabel dependen atau mengetahui goodness of fit dari model tersebut. Nilai R2 memiliki rentang nilai antara nol hingga satu 0 < 𝑅2 < 1 . Semakin mendekati nilai satu maka hampir semua variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen dan model tersebut dapat dikatakan semakin baik. Nilai Mc.Fadden R-square atau nilai pseudo R2 akan menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai R2 pada regresi OLS biasa.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
BAB 5 PEMBAHASAN DAN ANALISIS 5.1 Karakteristik Rumah Tangga Penerima BSM dan Non Penerima BSM Bantuan Siswa Miskin merupakan program nasional yang baru mencakup sebagian kecil siswa di Indonesia yang berumur 6 sampai 18 tahun. Dari data Susenas Juli 2009 diperoleh jumlah penerima program dan non penerima program ditampilkan pada tabel 5.1 di bawah ini. Dari tabel dapat dilihat bahwa dari observasi anak yang berusia 6 sampai 18 tahun, yang mendapatan program ini baru sebesar 1.51 persen. Tabel 5.1 Jumlah Penerima dan Non Penerima BSM 2009 Penerima BSM Non Penerima Penerima Jumlah
Jumlah 48,164,302 740,681 48,904,983
Persentase 98.49 1.51 100
Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
5.1.1 Pengeluaran Per Kapita Target program BSM adalah siswa miskin, sehingga mengacu pada angka kemiskinan tahun 2009 dari BPS diperoleh bahwa target merupakan observasi yang berada pada desil satu atau pada 10 persen pengeluaran per kapita terbawah. Proporsi penerima program dan yang bukan penerima program dapat dilihat pada tabel 5.2. Dari tabel dapat dilihat bahwa umumnya persentase jumlah penerima program BSM menurun seiring dengan naiknya desil pengeluaran per kapita. Persentase tertinggi penerima program ada pada desil 1 yaitu sebesar 0.27 persen, sedangkan yang tidak merima pada desil 1 adalah sebesar 10.29 persen. Secara umum memang persentase jumlah penerima program BSM menurun seiring dengan naiknya desil, namun masih terdapat observasi yang menerima program sampai pada desil 10. Hal tersebut mencerminkan adanya kesalahan sasaran penerima program karena pihak yang seharusnya bukan merupakan target tetapi menerima program. Sedangkan pada desil 1 yang seharusnya menjadi target program masih terdapat 10.29 persen dari total observasi yang tidak mendapatkan program.
33 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
34
Tabel 5.2 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM di Tiap Desil Desil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 total (%)
Non BSM 10.29 10.35 10.23 10.17 10.22 10.05 10 9.6 9.39 8.2 98.49
Persen BSM 0.27 0.24 0.22 0.2 0.16 0.14 0.13 0.08 0.05 0.02 1.51
Total 10.56 10.59 10.45 10.38 10.38 10.19 10.13 9.68 9.44 8.22 100
Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
Gambar 5.1 Persentase Penerima BSM di Tiap Desil Pengeluaran Per Kapita Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
35
5.1.2 Tingkat Pendidikan Penerima
Gambar 5.2 Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Tingkat Pendidikan Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
Persentase jumlah penerima dan non penerima program BSM berdasar klasifikasi tigkat pendidikan disajikan dalam gambar 5.2 di atas. Jika dilihat berdasar tingkat pendidikannya, penerima program BSM sebagian besar masih duduk di bangku SD yaitu sebesar 54.35 persen sedangkan yang terkecil adalah pada tingkat pendidikan lainnya (perguruan tinggi) yaitu sebesar 0.67 persen. Untuk observasi yang tidak penerima program, persentase jumlahnya berdasar tingkat pendidikan tidak jauh berbeda dengan penerima program, yaitu persentase terbesar ada pada tingkat SD. Hasil yang menunjukkan penerima BSM terkonsentrasi di siswa SD memang sesuai dengan target yang telah diestimasi oleh World Bank dalam Public Expenditure Review: Cash Transfer for Poor Students (2012). 5.1.3 Pendidikan Kepala Rumah Tangga Gambar 5.3 di bawah menyajikan persentase penerima dan non penerima berdasar tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga ini dilihat dari kepemilikan ijazah. Dari gambar tersebut dapat
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
36
dilihat bahwa lebih dari 50 persen penerima BSM merupakan observasi yang berasal dari rumah tangga dengan kepala rumah tangga tidak memiliki ijazah (tidak sekolah) dan memiliki ijazah SD/MI. Sedangkan untuk non penerima, persentase terbesar adalah observasi dengan kepala keluarga memiliki ijazah SD/MI (33.13 persen) dan dari rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang memiliki ijazah SMA/MA/STM yaitu sebesar 24.51 persen. Gambaran ini mencerminkan bahwa penerima BSM mayoritas berasal dari keluarga dengan pendidikan kepala rumah tangga yang rendah.
Gambar 5.3 Persentase Penerima BSM dan Non Penerima BSM Berdasar Pendidikan Kepala Rumah Tangga Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
5.1.4 Lokasi Tempat Tinggal Berdasar lokasi observasi penerima program BSM, persentase penerima yang berada di Jawa adalah sebesar 37.17 persen sedangkan yang berada di luar Jawa adalah 62.83 persen. Sedangkan untuk observasi yang tidak menerima program yang berlokasi di Jawa adalah sebesar 54.51 persen dan yang berada di luar Jawa 45.49 persen.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
37
Gambar 5.4 Persentase Penerima BSM dan Non Penerima BSM Berdasar Lokasi Tempat Tinggal Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
Jika dilihat berdasar klasifikasi desa dan kota, persentase penerima program yang berada di desa adalah 62.77 persen dan 37.23 persen berada di kawasan kota. Untuk observasi yang tidak menerima program sebesar 52.19 persen berada di desa dan 47.81 berada di kota. Hal tersebut sejalan dengan laporan PER World Bank (2012) yang menyebutkan bahwa lebih dari 60 persen penerima program BSM yang berada di desa. 5.1.5 Jenis Kelamin Besarnya persentase penerima program BSM berdasar klasifikasi jenis kelamin disajikan dalam gambar 5.5. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin penerima dan bukan penerima program, tidak terdapat perbedaan yang terlalu mencolok. Pada penerima program BSM, persentase laki-laki yang menerima adalah 49.73 persen dan perempuan sebesar 50.27 persen. Penerima BSM berdasar jenis kelamin dirasakan sudah seimbang mengingat adanya isu gender dalam pendidikan di Indonesia. Sedangkan untuk yang tidak menerima program, proporsi laki-laki adalah 51.52 persen dan perempuan sebesar 48.48 persen.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
38
Gambar 5.5 Persentase Penerima BSM dan Non Penerima BSM Berdasar Jenis Kelamin Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
5.1.6 Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Berdasar klasifikasi status pekerjaan kepala rumah tangga, secara umum tidak terdapat perbedaan antara observasi penerima dan yang tidak menerima program. Gambar 5.6 di bawah menyajikan persentase penerima dan bukan penerima berdasar status pekerjaan kepala rumah tangga. Dari tabel tersebut dapat dilihat sebesar 93.33 persen penerima program merupakan observasi yang kepala rumah tangganya berstatus bekerja, dan hanya 6.67 persen penerim aprogram yang kepala rumah tangganya berstatus tidak bekerja. Untuk observasi yang tidak menerima program, sebanyak 93.65 persen kepala keluarganya berstatus bekerja dan 6.35 persen tidak bekerja.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
39
Gambar 5.6 Persentase Penerima BSM dan Non penerima BSM Berdasar Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
5.1.7 Jumlah Anggota Rumah Tangga Mengacu pada BKKBN tentang definisi keluarga kecil, sedang, dan besar, penerima dan non penerima program berdasar kategori jumlah anggota rumah tangga disajikan dalam gambar 5.5. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga kurang atau sama dengan empat orang, keluarga sedang beranggota lima sampai enam orang, dan keluarga besar beranggota lebih dari enam orang. Penerima program yang berasal dari keluarga kecil sebesar 40.93 persen, dari keluarga sedang 38.49 persen, dan dari keluarga besar sebesar 20.58 persen. Pedoman pemberian progam BSM menyebutkan target diutamakan dari keluarga yang memiliki jumlah anggota rumah tangga dengan jumlah anak usia sekolah lebih dari tiga orang. Sedangkan dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa penerima program sebagian besar berasal dari keluarga kecil dan sedang. Sedangkan persentase untuk observasi yang tidak menerima program tertinggi adalah pada keluarga kecil yaitu sebesar 43.44 persen dan yang terkecil adalah sebesar 15.21 persen dari keluarga besar.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
40
Gambar 5.7 Persentase Penerima BSM dan Non penerima BSM Berdasar Jumlah Anggota Rumah Tangga (Ukuran Rumah Tangga) Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
5.2 Analisis Kesalahan Sasaran Secara Umum Inclusion error merupakan penerima program yang tidak berasal dari target, sedangkan exclusion error adalah target yang tidak ikut berpartisipasi menerima program. Selain inclusion dan exclusion error, kesalahan target suatu program juga dapat dilihat dari leakage rate dan undercoverage rate. Perhitungan inclusion error dan exclusion error dilakukan dengan memperkirakan letak target berdasarkan persentil pengeluaran per kapita dengan angka kemiskinan menurut BPS pada tahun 2009 yaitu sebesar 14.15 persen. Dari hasil perbandingan tersebut didapatkan target penerima BSM merupakan individu yang berada pada persentil satu sampai dengan persentil 14. Sedangkan persentil 15 sampai dengan persentil 100 bukan merupakan target penerima BSM. Hasil pengolahan data yang disajikan dalam tabel 5.3 di bawah menunjukkan jumlah dan persentase penerima BSM dan non penerima BSM pada persentil 1 sampai persentil 14 yang merupakan target program, dan yang berada pada persentil 15 sampai 100. Hasil pengolahan ini menujukkan adanya inclusion error sebesar 1.15 persen dan exclusion error sebesar 14.42 persen. Nilai inclusion error dihitung dari persentase jumlah penerima BSM yang berada pada persentil 15 sampai persentil 100, sedangkan exclusion error dihitung dari menjumlahkan persentase yang tidak menerima BSM pada persentil 1 sampai
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
41
persentil 14. Nilai kesalahan ini relatif kecil karena dibandingkan dengan total keseluruhan observasi dalam persentil 1 sampai 100. Tabel 5.3 Jumlah dan Persentase Penerima dan Non Penerima BSM Berdasar Target dan Non Target Target Penerima Menurut Angka Kemiskinan Non Penerima Penerima BSM Total Non Target 41,109,960 560,519 41,670,479 84.06 1.15 85.21 Target 7,054,342 180,162 7,234,504 14.42 0.37 14.79 Total 48,164,302 740,681 48,904,983 98.49 1.51 100 Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
Kesalahan sasaran lebih tepat digambarkan dari Undercoverage Rate dan Leakage Rate (Hoddinot, 1999). Undercoverage rate merupakan persentase perbandingan jumlah target yang tidak menerima program BSM terhadap jumlah total target, sedangkan leakage rate adalah persentase perbandingan bukan target yang menerima program terhadap jumlah total penerima program BSM. Tabel 5.4 menampilkan Undercoverage Rate dan Leakage Rate. Nilai undercoverage rate penyaluran BSM adalah sebesar 97.51 persen yaitu perbandingan jumlah target yang tidak menerima program (7,054,342) dengan total target (7,234,504). Nilai leakage rate sebesar 75.68 persen merupakan perbandingan penerima program yang bukan merupakan target (560,519) dibandingkan dengan total penerima program (740,681). Tabel 5.4 Undercoverage Rate dan Leakage Rate Program BSM Target Menurut Angka Kemiskinan BPS 2009 Non Penerima Penerima Total 41,109,960 560,519 41,670,479 Non Target 98.65 1.35 100 85.35 75.68 85.21 7,054,342 180,162 7,234,504 Target 97.51 2.49 100 14.65 24.32 14.79 Total 48,164,302 740,681 48,904,983 98.49 1.51 100 100 100 100 Sumber: Susenas Juli 2009, diolah kembali
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
42
Tingginya nilai undercoverage rate mungkin disebabkan oleh kurangnya informasi tentang BSM baik di tingkat sekolah maupun masyarakat secara umum. Sedangkan nilai leakage rate yang tinggi kemungkinan disebabkan kesalahan implementasi program (Hoddinot, 1999). Selain itu, beberapa sumber menyebutkan bahwa dalam penentuan penerima BSM, pihak sekolah belum secara tepat melihat kriteria yang harus dipenuhi sebagai target program. Misalnya, kepala sekolah dan komite sekolah memberikan program BSM kepada siswa yang sudah “dikenali” sebelumnya, bukan melihat kondisi rumah tangga siswa secara rinci. Siswa yang berhak menerima BSM dipilih oleh kepala sekolah dan komite sekolah dengan melihat kehadiran siswa di sekolah dan menunjukkan kelakuan yang baik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kriteria tersebut dianggap kurang tepat menangkap siswa dari rumah tangga miskin karena kemungkinan siswa dari rumah tangga miskin tersebut sering membolos sekolah untuk bekerja. Hal tersebut berkaitan dengan tingginya opportunity cost untuk bersekolah (World Bank, 2012). Temuan di lapangan juga menyebutkan adanya dugaan bahwa dana BSM yang dicairkan dibelanjakan untuk seragam sepatu, dan lain-lain, dan kemudian dibagikan kepada siswa yang menerima program BSM maupun yang tidak menerima program (TNP2K, 2013). World Bank (2012) juga menyatakan bahwa keseluruhan program BSM hanya mencakup sangat sedikit jumlah anak sekolah dan siswa miskin belum secara tepat diprioritaskan. Poverty Reduction Support Facility (2011) juga menyebutkan target BSM masih belum sesuai dengan yang diharapkan karena belum mencakup rumah tangga miskin secara tepat. Dengan adanya kesalahan sasaran yang tercermin dari inclusion error, exclusion error, undercoverage rate, dan leakage rate, yang masih tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa proses penargetan program BSM masih jauh dari yang diharapkan. Proses pengawasan dan evaluasi sangat diperlukan untuk mengurangi kebocoran dan ketidaktepatan dalam penentuan target. Pengawasan dan evaluasi ini harus dilakukan di setiap tingkat pemangku kepentingan agar pelaksanaan program berjalan dengan efektif.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
43
5.3 Analisis Ekonometrika Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima Program BSM 5.3.1 Analisis Secara Umum Hasil regresi karakteristik rumah tangga yang dapat mempengaruhi kemungkinan menerima BSM disajikan dalam tabel 5.5. Dari hasil regresi didapat prob > chi2 bernilai 0.000 yang artinya variabel bebas secara bersama-sama dapat mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Selanjutnya dilakukan pengujian goodness of fit. Dari hasil pengujian tersebut didapakan bahwa secara keseluruhan model mampu menjelaskan seluruh hasil observasi dengan benar sebesar 98.54 %. Tabel 5.5 Hasil Regresi Logit – Marginal Effects- Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima BSM Variabel
Simbol Variabel Decile1 Smp
Desil Pendidikan (SMP/MTs) Pendidikan Sma (SMA/MA/STM) Lokasi Jawa (Jawa/non Jawa) Jenis kelamin Male Pendidikan KRT Head_edu2 (SD/MI) Pendidikan KRT Head_edu3 (SMP/MTs) Pendidikan KRT Head_edu4 (SMA/MA/STM) Pendidikan KRT Head_edu5 (PT) Status pekerjaan Head_work KRT Jumlah anggota Art rumah tangga Pengeluaran per Lnpce kapita Lokasi Rural (desa/kota) Prob>chi2 Pseudo R2 Correctly Classified Ket: **) signifikansi pada α = 5%
dy/dx -0.0028517 0.0059656
Std. Error 0.00004 0.00004
P>|z|
X
0.000** 0.097916 0.000** 0.220748
0.0079248
0.00006
0.000** 0.149862
-0.0089568
0.00003
0.000** 0.543535
-0.0006293 -0.001412
0.00003 0.00003
0.000** 0.514416 0.000** 0.332139
-0.0023614
0.00004
0.000** 0.160929
-0.0045978
0.00003
0.000** 0.243806
-0.0082852
0.00004
0.000** 0.083598
0.0001986
0.00006
0.000** 0.941241
-0.0005533
0.00001
0.000** 5.00259
-0.0133634
0.00004
0.000** 12.7896
-0.0022827
0.00003
0.000** 0.512333 0.0000
0.0488 98.54%
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
44
Observasi yang berada pada desil 1 memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif. Artinya, ketika observasi berada pada desil 1 maka kemungkinan untuk memperoleh BSM lebih kecil sebesar 0.29% dibandingkan dengan observasi yang berada di desil selain desil 1, ceteris paribus. Hasil ini tidak sejalan dengan target penerima program BSM yang ditujukan untuk masyarakat yang berasal dari rumah tangga miskin. Hal tersebut mencerminkan kurang tepatnya targeting penerima BSM seperti yang disebutkan dalam Public Expenditure Review World Bank tentang Bantuan Siswa Miskin (2012) yang menyatakan bahwa program BSM merupakan program yang mencakup skala nasional namun masih kurang baik dalam mengidentifikasi target yang berhak menerima. Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan karena kurang tepatnya proses seleksi penerima BSM. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai kesalahan sasaran, proses seleksi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan komite sekolah terkadang tidak mengacu kepada kriteria penerima yang seharusnya berasal dari rumah tangga miskin. Hasil studi lapangan TNP2K juga menunjukkan adanya penyimpangan dalam pemilihan penenerima BSM. Beberapa kasus yang sering terjadi adalah siswa yang menjadi penerima adalah siswa yang sudah dikenali oleh kepala sekolah dan guru meskipun siswa tersebut bukan berasal dari rumah tangga miskin. Pendidikan observasi dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Observasi yang sedang duduk di bangku SD/MI merupakan basis yang akan dijadikan pembanding analisis. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa observasi yang duduk di bangku SMP/MTs memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan positif. Hal tersebut berarti ketika observasi sedang duduk di bangku SMP maka kemungkinan untuk memperoleh BSM lebih besar 0.59% dibandingkan dengan observasi yang duduk di bangku SD/MI, ceteris paribus. Begitu pula dengan observasi yang duduk di bangku SMA/MA/STM memiliki hubungan yang positif yang berarti ketika observasi duduk di bangku SMA/MA/STM akan memiliki kemungkinan mendapatkan BSM lebih tinggi sebesar 0.79 persen dibandingkan dengan observasi yang duduk di bangku SD, ceteris paribus. Meskipun jumlah penerima BSM pada tahun 2009 di tingkat pendidikan dasar lebih banyak daripada pendidikan menengah, namun
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
45
hasil regresi ini sejalan dengan tujuan program BSM itu sendiri yaitu untuk menguragi jumlah putus sekolah yang umumnya meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan. Hasil regresi ini didukung oleh perhitungan perbandingan jumlah penerima program di tiap tingkatan sekolah terhadap jumlah siswa di tiap tingkatan tersebut. Sebagai contoh, proporsi siswa sekolah dasar yang menerima program dibanding total jumlah siswa sekolah dasar adalah 1.32 persen, sedangkan siswa sekolah menengah pertama adalah 1.95 persen dan sekolah menengah atas sebesar 1.72 persen. Besaran proporsi di tiap tingkatan tersebut dapat menunjukkan bahwa jumlah penerima program BSM akan meningkat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Proporsi yang meningkat di tiap jenjang ini didukung oleh data angka kelahiran dari BPS. Dari tahun 1971 sampai 2010 angka kelahiran Indonesia terus mengalami penurunan, yaitu dari 5.61 persen menjadi 2.41 persen. Adanya penurunan angka kelahiran ini mencerminkan turunnya jumlah penduduk berusia muda, sehingga tidak mengherankan bila proporsi penerima BSM akan naik seiring dengan naiknya tingkat pendidikan. Selain alasan penurunan tingkat kelahiran seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, program BSM juga dilaksanakan untuk mendukung wajib belajar sembilan tahun yang mencakup pendidikan menengah pertama dan rintisan wajib belajar 12 tahun yang mencakup pendidikan menengah atas. Selanjutnya observasi yang berlokasi di Jawa memiliki pengaruh yang signifikan dengan hubungan negatif. Hal tersebut berarti, ceteris paribus, jika observasi berada di Jawa maka kemungkinan untuk memperoleh BSM akan lebih kecil sebesar 0.9% dibandingkan observasi yang berlokasi di luar Jawa. Hasil ini didukung dengan data persentase penduduk miskin dari BPS yaitu secara umum persentase penduduk miskin berada di luar Jawa. Jenis kelamin (observasi laki-laki) memiliki pengaruh yang signifikan dan berhubungan secara negatif yang berarti individu berjenis kelamin laki-laki akan lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan BSM sebesar 0.06% dibandingkan dengan perempuan, ceteris paribus. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh salah satu syarat dalam penentuan penerima program yaitu perbandingan penerima antara laki-laki dan perempuan adalah 45 dibanding 55 persen (TNP2K, 2013). Faktor isu gender ini kemungkinan menyebabkan sekolah
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
46
lebih banyak memberikan program BSM kepada siswa perempuan daripada lakilaki untuk memenuhi kriteria tersebut. Banyak kajian yang meneliti tentang isu gender dalam pendidikan yang menyatakan masih adanya disparitas gender membuat pemerintah memperhatikan masalah ini. Kajian tersebut salah satunya adalah yang ditulis oleh Lockley, Tobias, dan Bah (2013). Oleh karena itu, dalam penentuan penerima program BSM dibuat kriteria persentase minimal penerima merupakan siswa perempuan. Pendidikan kepala rumah tangga yang dicerminkan dari ijazah yang dimiliki dibagi ke dalam lima kelompok dengan basis perbandingan analisis pada kepala rumah tangga yang tidak memiliki ijazah. Pendidikan kepala rumah tangga yaitu yang memiliki ijazah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/STM, dan perguruan tinggi (PT) memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan negatif. Di antara pendidikan kepala rumah tangga tersebut, pengaruh yang paling besar adalah pendidikan kepala rumah tangga dengan kepemilikan ijazah PT, yaitu sebesar 0.83 persen. Artinya jika kepala rumah tangga observasi memiliki ijazah perguruan tinggi maka kemungkinan observasi menerima program BSM lebih kecil sebesar 0.83 persen dibandingkan observasi dengan kepala rumah tangga yang tidak memiliki ijazah, ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga maka kemungkinan untuk menerima program BSM akan menurun. Hal itu sejalan dengan teori tentang hubungan
tingkat
pendidikan
dengan
kemiskinan,
yang
secara
umum
menyebutkan tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu indikator kemiskinan. Chaudury dan Okamura (2011) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang tinggi berhubungan secara positif dengan tingkat kesejahteraan. Menurut 14 kriteria kemiskinan menurut BPS, pendidikan kepala rumah tangga yang tergolong miskin adalah belum pernah sekolah atau tidak tamat SD. Todaro dan Smith (2003) juga menyatkan bahwa seiring dengan naiknya tingkat pendidikan maka bisa dikatakan suatu individu akan lebih sejahtera. Hasil regresi menunjukkan status pekerjaan kepala rumah tangga yang signifikan dengan hubungan positif. Jika observasi dengan status kepala rumah tangga bekerja maka kemungkinan mendapatkan BSM akan lebih tinggi sebesar
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
47
0.019 persen dibandingkan observasi dengan kepala rumah tangga yang berstatus tidak bekerja, ceteris paribus. Hal tersebut kurang sejalan dengan kriteria target yang seharusnya berasal dari rumah tangga miskin dimana kepala keluarga yang berstatus tidak bekerja seharusnya merupakan rumah tangga yang lebih miskin daripada yang berstatus bekerja. Definisi bekerja menurut BPS adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Jika mengacu pada definisi ini, maka bisa dikatakan bahwa mayoritas penduduk akan berstatus bekerja. Hal tersebut menyebabkan mayoritas penerima BSM berasal dari rumah tangga dengan status pekerjaan kepala rumah tangga bekerja. Alasan kedua adalah kurang tepatnya proses seleksi yang terjadi di tingkat sekolah. Dalam menentukan penerima BSM, kepala sekolah dan komite sekolah kurang memperhatikan tingkat ekonomi siswa apakan berasal dari rumah tangga miskin atau bukan (TNP2K, 2013). Berikutnya, jumlah anggota rumah tangga yang menggambarkan ukuran rumah tangga memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan negatif sebesar 0.05 persen. Hal tersebut berarti jika ada kenaikan jumlah anggota rumah tangga sebesar satu satuan maka akan kemungkinan observasi untuk menerima program BSM akan turun sebesar 0.05 persen, ceteris paribus. Besarnya jumlah anggota rumah tangga biasanya digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, dimana semakin kecil jumlah anggota rumah tangga maka kesejahteraan akan meningkat. Jika dikaitkan dengan hal tersebut, maka seharusnya jumlah anggota rumah tangga dan kemungkinan menerima BSM berhubungan secara positif. Namun hasil penelitian menunjukkan sebaliknya. Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chaudury dan Okamura (2012), yang menyebutkan bahwa Conditional Cash Transfer di Filipina berdampak lebih banyak pada rumah tangga katergori rumah tangga kecil. Logaritma natural pengeluaran per kapita memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan negatif, yaitu jika terdapat peningkatan pengeluaran per kapita
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
48
sebesar 1 persen maka kemungkinan untuk memperoleh program BSM akan lebih kecil 1.3 persen, ceteris paribus. Hasil regresi untuk variabel ini telah sesuai dengan teori yaitu dengan meningkatnya pengeluaran per kapita maka masyarakat dianggap semakin sejahtera. Dengan adanya peningkatan pengeluaran per kapita mengindikasikan bahwa rumah tangga tersebut makin sejahtera karena dapat membelanjakan pendapatannya yang semakin tinggi pula. Pendapatan yang tinggi tersebut dapat digunakan untuk membiayai pendidikan, sehingga semakin tinggi pengeluaran per kapita, semakin kecil kemungkinan untuk menerima BSM, ceteris paribus. Terakhir adalah lokasi observasi di desa memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan negatif. Artinya jika observasi berada di desa maka kemungkinan menerima BSM akan lebih kecil 0.23 persen dibandingkan observasi yang berada di kota, ceteris paribus. Data dari BPS yang secara umum menunjukkan angka kemiskinan akan relatif lebih tinggi di kawasan pedesaan. Namun hasil regresi menunjukkan hal yang sebaliknya. Hasil tersebut kemungkinan besar terjadi karena kurang tepatnya implementasi program dan kurangnya informasi mengenai program seperti yang dinyatakan oleh Hoddinot (2009). Dalam hal ini, kemungkinan yang terjadi adalah kurangnya informasi tentang program BSM di kawasan pedesaan, meskipun program BSM didesain untuk didistribusikan di seluruh propinsi di Indonesia. Jarak antara sekolah dan dinas pendidikan terkait yang jauh dapat pula menjadi penyebabnya. Jarak yang jauh
ini
menyebabkan
kurang
optimalnya
proses
koordinasi
sehingga
implementasi program juga kurang optimal (Sparrow, 2007). 5.3.2 Analisis Sensitivitas Beberapa Model Karena hasil regresi model menujukkan hubungan yang tidak sama pada observasi yang berada di desil 1 dan logaritma natural pengeluaran per kapita, maka pada bagian ini akan dilakukan analisis sensitivitas dengan membandingkan 3 model. Model pertama adalah model yang mencakup semua variabel seperti yang telah dilakukan dalam bagian sebelumnya. Model kedua merupakan model yang tidak memasukkan logaritma natural pengeluaran per kapita, sedangkan model ketiga adalah model yang tidak memasukkan letak observasi di desil 1.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
49
Analisis ini dilakukan karena seharusnya desil dan pengeluaran per kapita samasama menunjukkan tingkat kesejahteraan observasi. Tabel 5.6 Hasil Regresi Logit – Marginal Effects- Perbandingan Beberapa Model Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima BSM Variabel Desil Pendidikan (SMP/MTs) Pendidikan (SMA/MA/STM) Lokasi (Jawa/non Jawa) Jenis kelamin Pendidikan KRT (SD/MI) Pendidikan KRT (SMP/MTs) Pendidikan KRT (SMA/MA/STM) Pendidikan KRT (PT) Status pekerjaan KRT Jumlah anggota rumah tangga Pengeluaran per kapita Lokasi (desa/kota)
Simbol Variabel Decile1 Smp
Model 1 (dy/dx) -0.0028517 0.0059656
Model 2 (dy/dx) 0.0075298 0.0058831
Model 3 (dy/dx) 0.0061323
Sma
0.0079248
0.0060766
0.0080769
Jawa
-0.0089568
-0.0085288
-0.0090782
Male Head_edu2
-0.0006293 -0.001412
-0.0007043 -0.0019582
-0.0006451 -0.0013989
Head_edu3
-0.0023614
-0.0037568
-0.0023742
Head_edu4
-0.0045978
-0.007803
-0.0047634
Head_edu5
-0.0082852
-0.0118328
-0.0086023
Head_work
0.0001986
0.0006806
0.000232
Art
-0.0005533
0.0000938
-0.0005937
Lnpce
-0.0133634
Rural
-0.0022827
0.0003004
-0.0022769
0.0000 0.0488 98.54%
0.0000 0.0335 98.54%
0.0000 0.0481 98.54%
Prob > chi2 Pseudo R2 Correctly Classified
-
-0.0117382
Dari hasil pengolahan data yang tersaji di tabel 5.6 di atas dapat kita lihat jika letak desil dan logaritma natural pengeluaran per kapita diregresi secara terpisah akan terdapat perbedaan hasil. Pada model kedua yang menghilangkan logaritma natural pengeluaran per kapita, nilai marginal effects dari letak desil observasi bernilai positif. Hal tersebut memiliki arti jika observasi berada di desil 1, maka kemungkinan untuk menerima BSM akan lebih besar daripada observasi
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
50
yang berada di desil selain desil 1, ceteris paribus. Hasil ini sejalan dengan tujuan dilaksanakannya program BSM yang ditujukan untuk siswa yang berasal dari rumah tangga miskin. Perbedaan selanjutnya ada pada jumlah rumah tangga dan lokasi observasi di desa. Pada model ini jumlah anggota rumah tangga dan lokasi observasi di desa memiliki hubungan positif dengan kemungkinan menerima BSM. Artinya, ceteris paribus, jika terdapat kenaikan jumlah anggota rumah tangga sebesar satu satuan maka kemungkinan menerima BSM akan lebih besar pula, yaitu sebesar 0.009 persen. Hal itu mengindikasikan adanya hubungan positif antara jumlah anggota rumah tangga dengan status kemiskinan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa jumlah anggota rumah tangga biasanya digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, dimana semakin kecil jumlah anggota rumah tangga maka kesejahteraan akan meningkat. Kemudian jika observasi berlokasi di desa maka kemungkinan untuk menerima BSM akan lebih besar 0.03 persen dibandingkan dengan observasi yang berlokasi di kota, ceteris paribus. Hal tersebut diperkuat dengan data dari BPS yang menyebutkan bahwa secara umum tingkat kemiskinan di pedesaan lebih tinggi daripada perkotaan dari tahun ke tahun. Hasil regresi data dengan model 2 ini secara umum sesuai dengan teori dan data pendukung yang ada. Sedangkan pada model ketiga, yaitu ketika variabel desil tidak dimasukkan ke dalam model, secara umum hasilnya tidak berbeda jauh dengan model pertama. 5.3.3. Analisis Secara Spesifik Pada
bagian
ini
akan
dibahas
analisis
secara
spesifik
dengan
mengkondisikan variabel-variabel bebas pada kondisi tertentu sehingga didapatkan probabilitas dari masing-masing kondisi tersebut. Spesifikasi model diadaptasi dari Sadida (2012): 1.
Pada model A, pemilihan spesifikasi didasarkan pada hasil analisis secara umum, yaitu dengan memberikan nilai 1 pada variabel yang memiliki hubungan positif dan nilai 0 pada variabel dengan hubungan negatif. Sedangkan untuk variabel jumlah anggota rumah tangga dan logaritma natural pengeluaran per kapita akan diberikan nilai rata-ratanya. Hasil regresi dengan model ini memberikan nilai predicted probability sebesar 3.82 persen. Artinya jika observasi berada di desil selain desil 1, duduk di
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
51
bangku SMP/SMA, berlokasi di luar Jawa, berjenis kelamin perempuan, berasal dari rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD (tidak memiliki ijazah), berada di kota, dan kapala rumah tangga berstatus bekerja, maka kemungkinan untuk menerima BSM adalah sebesar 3.82 persen. 2.
Model B merupakan model yang sama dengan model A, perbedaannya hanya terletak pada variabel jenis kelamin (male). Pada model A, variabel jenis kelamin bernilai nol yang berarti perempuan. Sedangkan pada model B diberikan nilai 1, yaitu untuk laki-laki. Pembedaan kondisi ini dilakukan untuk melihat probabilitas menerima BSM antara laki-laki dan perempuan. Dengan kondisi seperti model B ini didapatkan nilai predicted probability sebesar 3.61 persen. Hasil ini lebih rendah daripada model A, yang berarti faktor jenis kelamin akan mempengaruhi probababilitas untuk menerima BSM, dimana obeservasi perempuan akan memiliki probabilitas lebih tinggi untuk mendapatkan BSM.
3.
Model C merupakan model yang dikondisikan dengan berdasar nilai ratarata variabel dari hasil regresi model secara umum. Variabel dengan ratarata di atas 0,5 diberi nilai 1 dan variabel yang memiliki rerata di bawah 0,5 diberikan nilai 0. Untuk jumlah anggota rumah tangga dan logaritma natural diberikan nilai rata-ratanya. Dengan spesifikasi model ini didapatkan nilai predicted probability yang sangat kecil, yaitu 0.58 persen.
4.
Model D merupakan model yang dikondisikan dengan memberikan nilai nol pada semua variabel dummy, dan untuk variabel jumlah anggota rumah tangga dan logaritma natural pengeluaran per kapita akan bernilai sesuai rata-ratanya. Model basis ini memberikan nilai predicted probability sebesar 1.63 persen. Artinya jika observasi berada pada kondisi: berada pada desil selain desil 1, duduk di bangku selain SMP dan SMA, berlokasi di luar Jawa, berjenis kelamin perempuan, berasal dari rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga tidak pernah sekolah (tidak memiliki ijazah), jumlah anggota rumah tangga dan logaritma natural pengeluaran per kapita berada pada nilai rata-rata, kepala rumah tangga tidak bekerja, dan
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
52
berlokasi di kota, maka kemungkinan untuk menerima BSM adalah sebesar 1.63 persen Tabel 5.7 Analisis Spesifik Model Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Menerima BSM Variabel
Simbol Variabel Decile1 Smp
Desil Pendidikan (SMP/MTs) Pendidikan Sma (SMA/MA/STM) Lokasi (Jawa/non Jawa Jawa) Jenis kelamin Male Pendidikan KRT Head_edu2 (SD/MI) Pendidikan KRT Head_edu3 (SMP/MTs) Pendidikan KRT Head_edu4 (SMA/MA/STM) Pendidikan KRT Head_edu5 (PT) Status pekerjaan Head_work KRT Jumlah anggota Art rumah tangga Pengeluaran per Lnpce kapita Lokasi (desa/kota) Rural Predicted Probability
Model A 0 1
Model B 0 1
Model C 0 0
Model D 0 0
1
1
0
0
0
0
1
0
0 0
1 0
1 0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
5
5
5
5
13
13
13
13
0 3,82%
0 3,61%
0 0,58%
0 1,63%
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan regresi, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerima program BSM masih tersebar di setiap desil pengeluaran per kapita, meskipun persentase terbesar penerima ada pada desil 1. 2. Terdapat beberapa persamaan karakteristik antara penerima dan non penerima program BSM. Persamaan karakteristik yang pertama adalah tingkat pendidikan antara penerima program dan non penerima program yang didominasi oleh siswa sekolah dasar dan terkecil adalah siswa perguruan tinggi. Persamaan kedua adalah dari segi jenis kelamin observasi yang secara umum seimbang antara laki-laki dan perempuan untuk penerima maupun non penerima BSM. Ketiga, penerima dan non penerima BSM sama-sama didominasi oleh observasi yang status kepala rumah tangganya bekerja. Terakhir adalah jumlah anggota rumah tangga yang mencerminkan ukuran rumah tangga observasi. Pada umumnya ukuran rumah tangga penerima dan non penerima BSM relatif sama, yaitu sekitar 80 persen merupakan dari rumah tangga kecil dan sedang. 3. Perbedaan karakteristik antara penerima dan non penerima BSM terletak pada tingkat pendidikan kepala rumah tangga, lokasi observasi berdasarkan klasifikasi Jawa dan luar Jawa serta desa dan kota. Penerima BSM didominasi oleh sekitar 63 persen observasi yang berlokasi di luar Jawa dan 63 persen berada di desa. Sedangkan non penerima BSM yang berada di Jawa adalah sekitar 55 persen dan yang berada di desa sebesar 52 persen. 4. Secara umum terdapat kesalahan sasaran yang besar dalam penyaluran program BSM yang tercermin dari adanya undercoverage rate dan leakage rate. Undercoverage rate penyaluran BSM adalah sebesar 97.5 persen yang berarti perbandingan target yang tidak menerima program dengan total target masih sangat besar. Nilai leakage rate yang merupakan 53 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
54
perbandingan penerima program yang bukan merupakan target dengan total penerima program adalah sebesar 75.68 persen. 5. Berdasarkan hasil regeresi, letak desil observasi, lokasi (Jawa/luar Jawa), jenis kelamin, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, pengeluaran per kapita, dan lokasi tempat tinggal observasi (desa/kota) memiliki pengaruh yang signifikan dengan hubungan negatif terhadap kemungkinan menerima BSM. 6. Tingkat pendidikan observasi, yaitu SMP dan SMA, dan status pekerjaan kepala rumah tangga berpengaruh signifikan dengan hubungan positif terhadap kemugkinan menerima BSM. 6.2 Rekomendasi Mengingat besarnya kesalahan sasaran yang terjadi dalam penyaluran BSM, adapun beberapa rekomendasi yang mungkin dapat dilakukan adalah: 1. Memperketat sistem monitoring dan evaluasi sampai ke tingkat sekolah. Monitoring dan evaluasi secara transparan dan berkala harus dilakukan di tiap tingkat pemangku kepentingan agar penentuan target merupakan siswa yang benar-benar membutuhkan manfaat program BSM. 2. Sosialisasi program BSM perlu ditingkatkan agar semua pihak terutama masyarakat
mendapatkan
informasi
secara
jelas
sehingga
dapat
meningkatkan angka partisipasi sekolah di tiap jenjang pendidikan.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. (2009). Pengaruh Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Departemen Pendidikan Nasional Terhadap Angka Partisipasi Kasar: 2006-2008. Tesis S-2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010. Jakarta: Bappenas. Chaudury, Nazmul dan Kamuro, Yuko. (Juli 2012). Conditional Cash Transfers and School Enrollment: Impact of the Conditional Cash Transfer Program in the Philippines. Philippine Social Protection Note Number 6. http://wwwwds.worldbank.org/servlet/WDSContentServer/WDSP/IB/2012/08/20/00 0386194_20120820023407/Rendered/PDF/719040BRI0P1180m0in0the0 Philippines.pdf Eko, R, dan Widhiarih. (2009). Analisis Penyaluran Raskin di Kota Semarang. Jawa Tengah: Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar N. (2003). Basic Econometrics Fourth Edition. Singapore: McGraw-Hill Higher Education. Hoddinot, J. (1999). Targeting: Principle and Practice. Washington: International Food Policy Research Institute. Ikhsan, Mohamad dan Alatas. (2011). Membuat program Kompensasi Sosial Efektif Menjangkau Orang Miskin dalam Kumpulan Esai Pemikiran. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Kementerian Agama Republik Indonesia. (2012). Pedoman Bantuan Beasiswa Siswa Miskin dan Berprestasi MI/MTs/MA. Jakarta. Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2010). Panduan Pelaksanaan Pemberian Beasiswa Siswa Miskin SMP. Jakarta. Lockley, Anne, Tobias, dan Bah. (2013). Hasil Kajian Gender dari Basis Data Terpadu. Jakarta: TNP2K dan AusAid. Marhamah, Dewi. (2012). Analisis Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Kesalahan Sasaran Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin). Skripsi S-1. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
55 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
56
Park, Hung Myoung. (2009). Regression Models for Binary Dependent Variables Using STATA, SAS, R, LIMDEP, and SPSS. Working Paper. The University Information Technology Services (UITS) Center for Statistical and Mathematical Computing. Bloomington: Indiana University. Poverty Reduction Support Facility. (2011). Inception Report September 2011. Jakarta: TNP2K. Sadida, Nida. (2012). Analisis Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Permintaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Laporan Magang S-1. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sparrow, Robert. (2007). Protecting Education for the Poor in Times of Crisis: An Evaluation of a Scholarship Programme in Indonesia. Oxford Bulletin of Economics and Statistics, 69, 0305-9049. doi: 10.1111/j.14680084.2006.00438.x Suwardi, Akbar. (2011). STATA: LPM, LOGIT, dan PROBIT MODEL Edisi 2011. Depok: Laboratorium Komputasi Dept. Ilmu Ekonomi. Todaro, Michael dan Stephen C Smith. (2003). Pembanguna Ekonomi di Dunia Ketiga (terjemahan) Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. (2011). Panduan Penanggulangan Kemiskinan: Buku Pegangan Resmi TKPK Daerah. Jakarta: TNP2K. TNP2K. (2013). Bantuan Siswa Miskin. Diunduh pada 14 Januari 2013 pukul 10.38. Bantuan%20Siswa%20Miskin(%20BSM)%20%7C%20TNP2K. Wooldridge, Jeffrey M. (2006). Introductory Econometrics: A Modern Approach Third Edition. Thompson South-Western. World Bank. (2012). Cash Transfer for Poor Students: Social Assistance Program and Public Expenditure Review 5. Jakarta: World Bank. -----------------. (2012). Protecting Poor and Vulnerable Households in Indonesia. Jakarta: World Bank. -----------------. (2012). Public Expenditure Review Summary: Social Assistane Program and Public Expenditure Review 1. Jakarta: World Bank.
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Regresi Logit Iteration 0:
log likelihood = -3549774.5
Iteration 1:
log likelihood =
Iteration 2:
log likelihood = -3376965.1
Iteration 3:
log likelihood =
Iteration 4:
log likelihood = -3376379.2
Iteration 5:
log likelihood = -3376379.2
-3403209 -3376380
Logistic regression
Log likelihood = -3376379.2
Std. Err.
z
Number of obs
=
46648621
LR chi2(13)
=
346790.53
Prob > chi2
=
0.0000
Pseudo R2
=
0.0488
bkmm
Coef.
P>|z|
[95% Conf. Interval]
decile1
-.3007396
.0042735
-70.37
0.000
-.3091156
-.2923636
smp
.4866407
.0028605
170.12
0.000
.4810342
.4922472
sma
.598848
.0034639
172.88
0.000
.5920589
.605637
jawa
-.7944013
.0026858
-295.78
0.000
-.7996655
-.7891372
male
-.0591026
.002454
-24.08
0.000
-.0639125
-.0542928
head_edu2
-.13564
.0030883
-43.92
0.000
-.1416929
-.129587
head_edu3
-.2398595
.0038952
-61.58
0.000
-.2474941
-.232225
head_edu4
-.483571
.0040734
-118.71
0.000
-.4915548
-.4755872
head_edu5
-1.204108
.009738
-123.65
0.000
-1.223194
-1.185022
rural
-.2136679
.0028015
-76.27
0.000
-.2191587
-.2081771
art
-.0520128
.0008106
-64.16
0.000
-.0536016
-.050424
lnpce
-1.256295
.0040098
-313.31
0.000
-1.264154
-1.248436
head_work
.0188255
.0053054
3.55
0.000
.0084271
.0292239
_cons
12.49432
.0523652
238.60
0.000
12.39168
12.59695
. mfx
57 Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
58
Lampiran 2. Odds Ratio Iteration 0:
log likelihood = -3549774.5
Iteration 1:
log likelihood =
Iteration 2:
log likelihood = -3376965.1
Iteration 3:
log likelihood =
Iteration 4:
log likelihood = -3376379.2
Iteration 5:
log likelihood = -3376379.2
-3403209 -3376380
Logistic regression
Log likelihood = -3376379.2
bkmm
Odds Ratio
Std. Err.
decile1
.7402705
.0031636
smp
1.626842
.0046536
z
Number of obs
=
46648621
LR chi2(13)
=
346790.53
Prob > chi2
=
0.0000
Pseudo R2
=
0.0488
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-70.37
0.000
.7340959
.746497
170.12
0.000
1.617747
1.635989
sma
1.820021
.0063043
172.88
0.000
1.807707
1.832419
jawa
.4518517
.0012136
-295.78
0.000
.4494793
.4542365
male
.94261
.0023132
-24.08
0.000
.9380871
.9471547
head_edu2
.8731569
.0026966
-43.92
0.000
.8678877
.8784582
head_edu3
.7867384
.0030645
-61.58
0.000
.7807549
.7927677
head_edu4
.6165777
.0025116
-118.71
0.000
.6116746
.62152
head_edu5
.2999594
.002921
-123.65
0.000
.2942886
.3057394
rural
.8076166
.0022625
-76.27
0.000
.8031943
.8120632
art
.9493167
.0007696
-64.16
0.000
.9478096
.9508262
lnpce
.2847068
.0011416
-313.31
0.000
.2824781
.2869532
head_work
1.019004
.0054062
3.55
0.000
1.008463
1.029655
_cons
266816.7
13971.9
238.60
0.000
240790.7
295655.8
. Lampiran 3. Marginal Effects Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.01075277 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
-.002922 -.002782
X
decile1*
-.0028517
.00004
-80.10
0.000
smp*
.0059656
.00004
149.09
0.000
.005887
.006044
.220748
sma*
.0079248
.00006
142.27
0.000
.007816
.008034
.149862
jawa*
-.0089568
.00003 -281.82
0.000
-.009019 -.008895
.543535
male*
-.0006293
.00003
-24.06
0.000
-.000681 -.000578
.514416
head_e~2*
-.001412
.00003
-44.80
0.000
-.001474
-.00135
.332139
head_e~3*
-.0023614
.00004
-66.45
0.000
-.002431 -.002292
.160929
head_e~4*
-.0045978
.00003 -132.38
0.000
-.004666
-.00453
.243806
head_e~5*
-.0082852
.00004 -209.15
0.000
-.008363 -.008208
.083598
rural*
-.0022827
.00003
-75.94
0.000
-.002342 -.002224
.512333
art
-.0005533
.00001
-64.32
0.000
-.00057 -.000536
5.00259
lnpce
-.0133634
.00004 -339.22
0.000
-.013441 -.013286
12.7896
.00006
0.000
head_w~k*
.0001986
3.58
.00009
.000307
.097916
.941241
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1 . estat gof
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
59
Lampiran 4. Hasil Uji Goodeness of Fit Classified + if predicted Pr(D) >= .5 True D defined as bkmm != 0 Sensitivity
Pr( +| D)
0.00%
Specificity
Pr( -|~D)
100.00%
Positive predictive value
Pr( D| +)
.%
Negative predictive value
Pr(~D| -)
98.54%
False + rate for true ~D
Pr( +|~D)
0.00%
False - rate for true D
Pr( -| D)
100.00%
False + rate for classified +
Pr(~D| +)
.%
False - rate for classified -
Pr( D| -)
1.46%
Correctly classified
98.54%
Lampiran 5. Hasil Regresi Logit Model 2 Iteration 0:
log likelihood = -3549774.5
Iteration 1:
log likelihood = -3445892.4
Iteration 2:
log likelihood = -3431153.8
Iteration 3:
log likelihood = -3430866.7
Iteration 4:
log likelihood = -3430866.4
Logistic regression
Log likelihood = -3430866.4
bkmm
Coef.
Std. Err.
decile1
.5142405
.0035011
smp
.4374052
.0028523
sma
.4382411
jawa
z
Number of obs
=
46648621
LR chi2(12)
=
237816.19
Prob > chi2
=
0.0000
Pseudo R2
=
0.0335
P>|z|
[95% Conf. Interval]
146.88
0.000
.5073784
.5211026
153.35
0.000
.4318147
.4429956
.0034272
127.87
0.000
.431524
.4449583
-.6863066
.0026484
-259.14
0.000
-.6914973
-.6811159
male
-.0593584
.0024504
-24.22
0.000
-.0641611
-.0545556
head_edu2
-.1696704
.0030844
-55.01
0.000
-.1757157
-.1636251
head_edu3
-.3547202
.0038864
-91.27
0.000
-.3623374
-.347103
head_edu4
-.7819155
.0040233
-194.34
0.000
-.7898011
-.7740298
head_edu5
-1.875399
.0095816
-195.73
0.000
-1.894178
-1.856619
rural
.0253532
.0027398
9.25
0.000
.0199833
.0307231
art
.0079123
.0007649
10.34
0.000
.0064132
.0094114
head_work
.058886
.0052977
11.12
0.000
.0485027
.0692693
_cons
-3.867142
.0073914
-523.19
0.000
-3.881629
-3.852655
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
60
Lampiran 6. Odds Ratio Model 2 Iteration 0:
log likelihood = -3549774.5
Iteration 1:
log likelihood = -3445892.4
Iteration 2:
log likelihood = -3431153.8
Iteration 3:
log likelihood = -3430866.7
Iteration 4:
log likelihood = -3430866.4
Logistic regression
Log likelihood = -3430866.4
bkmm
Odds Ratio
Std. Err.
decile1
1.672368
.0058552
smp
1.548683
.0044173
sma
1.549979
jawa
z
Number of obs
=
46648621
LR chi2(12)
=
237816.19
Prob > chi2
=
0.0000
Pseudo R2
=
0.0335
P>|z|
[95% Conf. Interval]
146.88
0.000
1.660931
1.683883
153.35
0.000
1.54005
1.557365
.0053121
127.87
0.000
1.539602
1.560425
.503432
.0013333
-259.14
0.000
.5008256
.506052
male
.942369
.0023092
-24.22
0.000
.9378539
.9469058
head_edu2
.8439429
.0026031
-55.01
0.000
.8388564
.8490603
head_edu3
.7013697
.0027258
-91.27
0.000
.6960475
.7067326
head_edu4
.4575288
.0018408
-194.34
0.000
.4539351
.4611509
head_edu5
.1532939
.0014688
-195.73
0.000
.1504419
.1561999
rural
1.025677
.0028102
9.25
0.000
1.020184
1.0312
art
1.007944
.000771
10.34
0.000
1.006434
1.009456
head_work
1.060654
.005619
11.12
0.000
1.049698
1.071725
_cons
.0209181
.0001546
-523.19
0.000
.0206172
.0212233
Lampiran 7. Marginal Effects Model 2 Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.01199757 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
X
decile1*
.0075298
.00006
120.87
0.000
.007408
.007652
.097916
smp*
.0058831
.00004
136.55
0.000
.005799
.005968
.220748
sma*
.0060766
.00005
110.72
0.000
.005969
.006184
.149862
jawa*
-.0085288
.00003 -251.08
0.000
-.008595 -.008462
.543535
male*
-.0007043
.00003
-24.20
0.000
-.000761 -.000647
.514416
head_e~2*
-.0019582
.00003
-56.42
0.000
-.002026
-.00189
.332139
head_e~3*
-.0037568
.00004 -102.26
0.000
-.003829 -.003685
.160929
head_e~4*
-.007803
.00003 -230.82
0.000
-.007869 -.007737
.243806
head_e~5*
-.0118328
.00003 -423.74
0.000
-.011888 -.011778
.083598
rural*
.0003004
.00003
9.26
0.000
.000237
.000364
.512333
art
.0000938
.00001
10.34
0.000
.000076
.000112
5.00259
.0006806
.00006
11.40
0.000
.000564
.000798
.941241
head_w~k*
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
61
Lampiran 8. Hasil Uji Goodness of Fit Model 2 Classified + if predicted Pr(D) >= .5 True D defined as bkmm != 0 Sensitivity
Pr( +| D)
0.00%
Specificity
Pr( -|~D)
100.00%
Positive predictive value
Pr( D| +)
.%
Negative predictive value
Pr(~D| -)
98.54%
False + rate for true ~D
Pr( +|~D)
0.00%
False - rate for true D
Pr( -| D)
100.00%
False + rate for classified +
Pr(~D| +)
.%
False - rate for classified -
Pr( D| -)
1.46%
Correctly classified
98.54%
Lampiran 9. Hasil Regresi Logit Model 3 Iteration 0:
log likelihood = -3549774.5
Iteration 1:
log likelihood = -3401616.6
Iteration 2:
log likelihood = -3379467.7
Iteration 3:
log likelihood = -3378907.8
Iteration 4:
log likelihood = -3378907.2
Iteration 5:
log likelihood = -3378907.2
Logistic regression
Number of obs
Log likelihood = -3378907.2
bkmm
Coef.
Std. Err.
smp
.4923398
.0028603
sma
.6012385
.003468
jawa
-.7938856
z
=
46648621
LR chi2(12)
=
341734.66
Prob > chi2
=
0.0000
Pseudo R2
=
0.0481
P>|z|
[95% Conf. Interval]
172.13
0.000
.4867338
173.37
0.000
.5944415
.6080356
.0026843
-295.75
0.000
-.7991468
-.7886245
.4979459
male
-.0597353
.0024541
-24.34
0.000
-.0645452
-.0549253
head_edu2
-.1324202
.0030886
-42.87
0.000
-.1384738
-.1263666
head_edu3
-.2375815
.0038981
-60.95
0.000
-.2452216
-.2299414
head_edu4
-.4951223
.0040812
-121.32
0.000
-.5031213
-.4871234
head_edu5
-1.25062
.0097295
-128.54
0.000
-1.26969
-1.231551
rural
-.2101407
.0028108
-74.76
0.000
-.2156497
-.2046318
lnpce
-1.087959
.003162
-344.08
0.000
-1.094156
-1.081761
art
-.0550309
.00081
-67.94
0.000
-.0566185
-.0534434
head_work
.0217093
.0053055
4.09
0.000
.0113107
.032108
_cons
10.3407
.0418623
247.02
0.000
10.25865
10.42275
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
62
Lampiran 10. Odds Ratio Model 3 Iteration 0:
log likelihood = -3549774.5
Iteration 1:
log likelihood = -3401616.6
Iteration 2:
log likelihood = -3379467.7
Iteration 3:
log likelihood = -3378907.8
Iteration 4:
log likelihood = -3378907.2
Iteration 5:
log likelihood = -3378907.2
Logistic regression
Log likelihood = -3378907.2
bkmm
Odds Ratio
Std. Err.
z
Number of obs
=
46648621
LR chi2(12)
=
341734.66
Prob > chi2
=
0.0000
Pseudo R2
=
0.0481
P>|z|
[95% Conf. Interval]
smp
1.63614
.0046798
172.13
0.000
1.626993
sma
1.824377
.0063269
173.37
0.000
1.812019
1.645338 1.83682
jawa
.4520847
.0012135
-295.75
0.000
.4497125
.4544695
male
.9420139
.0023118
-24.34
0.000
.9374937
.9465558
head_edu2
.8759728
.0027055
-42.87
0.000
.8706861
.8812917
head_edu3
.7885326
.0030738
-60.95
0.000
.7825311
.7945801
head_edu4
.6094963
.0024874
-121.32
0.000
.6046405
.6143912
head_edu5
.2863271
.0027858
-128.54
0.000
.2809188
.2918396
rural
.8104702
.002278
-74.76
0.000
.8060176
.8149474
lnpce
.3369036
.0010653
-344.08
0.000
.3348221
.338998
art
.9464559
.0007666
-67.94
0.000
.9449545
.9479596
head_work
1.021947
.005422
4.09
0.000
1.011375
1.032629
_cons
30967.74
1296.382
247.02
0.000
28528.32
33615.74
. mfx Lampiran 11. Marginal Effects Model 3 Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.01090822 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
X
smp*
.0061323
.00004
150.88
0.000
.006053
.006212
.220748
sma*
.0080769
.00006
142.71
0.000
.007966
.008188
.149862
jawa*
-.0090782
.00003 -282.66
0.000
-.009141 -.009015
.543535
male*
-.0006451
.00003
-24.32
0.000
-.000697 -.000593
.514416
head_e~2*
-.0013989
.00003
-43.71
0.000
-.001462 -.001336
.332139
head_e~3*
-.0023742
.00004
-65.74
0.000
-.002445 -.002303
.160929
head_e~4*
-.0047634
.00004 -135.87
0.000
-.004832 -.004695
.243806
head_e~5*
-.0086023
.00004 -222.48
0.000
-.008678 -.008527
.083598
rural*
-.0022769
.00003
-74.44
0.000
-.002337 -.002217
.512333
lnpce
-.0117382
.00003 -363.90
0.000
-.011801 -.011675
12.7896
art
-.0005937
.00001
-68.16
0.000
-.000611 -.000577
5.00259
.000232
.00006
4.13
0.000
head_w~k*
.000122
.000342
.941241
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1 . estat gof
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
63
Lampiran 12. Hasil Uji Goodness of Fit Model 3 Classified + if predicted Pr(D) >= .5 True D defined as bkmm != 0 Sensitivity
Pr( +| D)
0.00%
Specificity
Pr( -|~D)
100.00%
Positive predictive value
Pr( D| +)
.%
Negative predictive value
Pr(~D| -)
98.54%
False + rate for true ~D
Pr( +|~D)
0.00%
False - rate for true D
Pr( -| D)
100.00%
False + rate for classified +
Pr(~D| +)
.%
False - rate for classified -
Pr( D| -)
1.46%
Correctly classified
98.54%
Lampiran 13. Hasil Marginal Effects dengan Model A . mat A= (0,1,1,0,0,0,0,0,0,1,5,13,0) . mfx compute, at (A) Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.03820759 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
-.009896 -.009384
X
decile1*
-.0096401
.00013
-73.78
0.000
smp*
.0143709
.00014
106.42
0.000
.014106
.014636
1
sma*
.0168469
.00016
107.36
0.000
.016539
.017154
1
jawa*
-.0205741
.00015 -139.37
0.000
-.020863 -.020285
0
male*
-.0021136
.00009
-23.84
0.000
-.002287
-.00194
0
head_e~2*
-.0046839
.00011
-42.15
0.000
-.004902 -.004466
0
head_e~3*
-.0079013
.00013
-58.58
0.000
-.008166 -.007637
0
head_e~4*
-.0142994
.00015
-97.74
0.000
-.014586 -.014013
0
head_e~5*
-.0264319
.00022 -120.64
0.000
-.026861 -.026002
0
rural*
-.0086748
.00012
-69.49
0.000
-.008919
1
art
-.0019114
.00003
-59.02
0.000
-.001975 -.001848
5
lnpce
-.0461661
.00031 -148.98
0.000
-.046773 -.045559
13
head_w~k*
.0006978
.0002
3.57
0.000
.000315
-.00843
.001081
0
0
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1 . mat B= (0,1,1,0,1,0,0,0,0,1,5,13,0)
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
64
Lampiran 14. Hasil Marginal Effects dengan Model B . mat B= (0,1,1,0,1,0,0,0,0,1,5,13,0) . mfx compute, at (B) Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.036094 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
-.009365 -.008879
X
decile1*
-.0091218
.00012
-73.65
0.000
smp*
.0135945
.00013
105.87
0.000
.013343
.013846
1
sma*
.0159345
.00015
106.76
0.000
.015642
.016227
1
jawa*
-.0194557
.00014 -138.41
0.000
-.019731
-.01918
0
male*
-.0021136
.00009
-23.84
0.000
-.002287
-.00194
1
head_e~2*
-.0044333
.00011
-42.14
0.000
-.00464 -.004227
0
head_e~3*
-.0074772
.00013
-58.53
0.000
-.007728 -.007227
0
head_e~4*
-.0135269
.00014
-97.40
0.000
-.013799 -.013255
0
head_e~5*
-.0249866
.00021 -120.16
0.000
-.025394 -.024579
0
rural*
-.008217
.00012
-69.32
0.000
-.008449 -.007985
1
art
-.0018096
.00003
-58.93
0.000
-.00187 -.001749
5
lnpce
-.0437081
.0003 -147.70
0.000
-.044288 -.043128
13
head_w~k*
.0006607
.00018
3.57
0.000
.000298
0
.001023
0
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1 . mat C= (0,0,0,1,1,0,0,0,0,1,5,13,1)
Lampiran 15. Hasil Marginal Effects dengan Model C . mat C= (0,0,0,1,1,0,0,0,0,1,5,13,1) . mfx compute, at (C) Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.00578934 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
X
decile1*
-.0014972
.00002
-79.71
0.000
-.001534
-.00146
0
smp*
.0035949
.00003
133.83
0.000
.003542
.003648
0
sma*
.0046976
.00004
127.91
0.000
.004626
.00477
0
jawa*
-.0069338
.00003 -220.29
0.000
-.006995 -.006872
1
male*
-.0003503
.00001
-23.94
0.000
-.000379 -.000322
1
head_e~2*
-.0007306
.00002
-42.39
0.000
-.000764 -.000697
0
head_e~3*
-.001229
.00002
-60.93
0.000
-.001269 -.001189
0
head_e~4*
-.0022118
.00002 -109.55
0.000
-.002251 -.002172
0
head_e~5*
-.0040457
.00003 -151.20
0.000
-.004098 -.003993
0
rural*
-.0013692
.00002
-74.61
0.000
-.001405 -.001333
1
art
-.0002994
.00000
-65.38
0.000
-.000308
-.00029
5
lnpce
-.007231
.00003 -265.96
0.000
-.007284 -.007178
13
.0001074
.00003
0.000
head_w~k*
3.58
.000049
.000166
1
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1 .
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013
65
Lampiran 16. Hasil Marginal Effects dengan Model D
. mat D= (0,0,0,0,0,0,0,0,0,0,5,13,0) . mfx compute, at (D) Marginal effects after logit y
= Pr(bkmm) (predict) =
variable
.01634127 dy/dx
Std. Err.
z
P>|z|
[
95% C.I.
]
-.004303 -.004083
X
decile1*
-.0041927
.00006
-74.84
0.000
smp*
.0099738
.00008
117.45
0.000
.009807
.01014
0
sma*
.0130069
.00011
117.22
0.000
.012789
.013224
0
jawa*
-.0088907
.00006 -146.18
0.000
-.00901 -.008771
0
male*
-.0009234
.00004
-23.84
0.000
-.000999 -.000847
0
head_e~2*
-.0020431
.00005
-42.35
0.000
-.002138 -.001949
0
head_e~3*
-.00344
.00006
-58.69
0.000
-.003555 -.003325
0
head_e~4*
-.0062021
.00006
-98.49
0.000
-.006326 -.006079
0
head_e~5*
-.0113828
.00009 -127.23
0.000
-.011558 -.011207
0
rural*
-.0031022
.00004
-69.86
0.000
-.003189 -.003015
0
art
-.0008361
.00001
-59.52
0.000
-.000864 -.000809
5
lnpce
-.020194
.00013 -160.34
0.000
-.020441 -.019947
13
.0003054
.00009
0.000
head_w~k*
3.57
.000138
.000473
0
0
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1 .
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh..., Sabrina Sabatini, FE UI, 2013