ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT XYZ
EKA SANDRA PUTRI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Eka Sandra Putri NIM F34090074
ABSTRAK EKA SANDRA PUTRI. Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ. Dibimbing oleh MACHFUD. Total Productive Maintenance (TPM) merupakan konsep pemeliharaam dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas sekaligus meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan pada masing-masing pekerjaan yang mereka lakukan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan strategi terbaik untuk meningkatkan kinerja TPM melalui program kerja autonomous maintenance (AM) di lini pengemasan D sebagai lini model dari penerapan TPM. Kinerja dari program TPM diukur berdasarkan pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE merupakan metode pengukuran efektivitas mesin produksi yang terdiri atas pengukuran rasio ketersediaan waktu, rasio kinerja mesin, dan kualitas produk. Metode ini menjadi faktor kunci dalam pengukuran produktivitas dari proses produksi. Alternatif strategi terbaik ditentukan dengan menggunakan model proses hierarki analitik (AHP). Peningkatan berfokus pada penurunan waktu dari pengecekan dan pembersihan yang menjadi downtime tertinggi di lini pengemasan D. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan untuk menemukan strategi peningkatan terbaik. Kata Kunci :
Autonomous Maintenance, Overall Equipment Effectiveness, Proses Hierarki Analitik (AHP), Total Productive Maintenance
ABSTRACT EKA SANDRA PUTRI. Analysis of Total Productive Implementation in PT XYZ. Supervised by MACHFUD.
Maintenance
Total Productive Maintenance (TPM) is a maintenance concept that aims not only to improve productivity but also to improve morale and workers responsibilities to do they own job. The main objective of this research was to find the best strategy to improve the performance of TPM through the autonomous maintenance (AM) programs on the line sachet D as the line model of TPM implementation. Performance of TPM programs was measured based on measuring the value of Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE as measurement methods of the production machine effectiveness that involves measurement of the availability rate, performance rate, and quality rate. This method becomes a key factor in the productivity measurement of the production process. The best alternative strategy was determined by using of Analytical Hierarchy Process (AHP) model. Improvement was focused on reduced the cleaning and inspection time which is one of the highest downtime on the line sachet D. The result of this research will be able to identify the factors which influent productivity and to provide the best improvement strategy. Keywords : Analytical Hierarchy Process, Autonomous Maintenance, Overall Equipment Effectiveness, Total Productive Maintenance
ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT XYZ
EKA SANDRA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ Nama : Eka Sandra Putri NIM : F34090074
Disetujui oleh
Dr Ir Machfud MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Machfud, MS selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Jeany Shanti Devi selaku Manajer Produksi dari PT Sanghiang Perkasa, Bapak Marsono, Bapak Wisnu, serta Ibu Theo yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh sahabat TIN 46, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Eka Sandra Putri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE PENELITIAN
2
Kerangka Pemikiran
2
Tahapan Penelitian
3
Metode Pengumpulan Data
5
Metode Analisis Data
7
Lokasi dan Waktu Penelitian
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Penetapan Area dan Stasiun Kerja Kritis
11
Implementasi TPM di Area dan Stasiun Kerja Kritis
12
Pengukuran Kinerja TPM di Lini Pengemasan D
17
Identifikasi Permasalahan di Lini Pengemasan D
20
Identifikasi Sumber Kontaminasi Penyusunan Strategi untuk Pengembangan Implementasi TPM
25 31
Pemodelan Strategi Peningkatan Kinerja Autonomous Maintenance dengan AHP
31
Hasil Penentuan Strategi Peningkatan Kinerja
32
SIMPULAN DAN SARAN
35
Simpulan
35
Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
59
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty Nilai Random Index (RI) Nilai rataan OEE lini pengemasan D selama tahun 2013 Hasil perhitungan peringkat faktor Hasil perhitungan alternatif dari faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift Hasil perhitungan alternatif dari faktor menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan Hasil perhitungan alternatif dari faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) Bagian mesin yang kotor di lantai 1 lini pengemasan D Pendekatan 5 why untuk bagian mesin yang kotor di lantai 1 lini pengemasan D Bagian mesin yang kotor di lantai 2 lini pengemasan D Pendekatan 5 why untuk bagian mesin yang kotor di lantai 2 lini pengemasan D Bagian mesin yang kotor di lantai 3 lini pengemasan D Solusi perbaikan permasalahan kotornya area atau bagian mesin di lini pengemasan D Pendekatan 5 why untuk bagian mesin yang kotor di lantai 3 lini pengemasan D Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) supervisor produksi Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) supervisor engineering and maintenance Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) supervisor quality control Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) supervisor produksi Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) supervisor engineering and maintenance Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) supervisor quality control Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) supervisor produksi Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) supervisor engineering and maintenance Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) supervisor quality control
6 10 20 24 24 25
25 26 27 27 28 29 29 30 32 34 34 56 56 56 56 57 57 57 58 58
DAFTAR GAMBAR Kerangka penelitian Diagram alir penelitian Line stop di lini produksi Diagram pareto penyebab line stop di lini D Temuan initial cleaning lini pengemasan D Nilai OEE lini pengemasan D Pencapaian rasio ketersediaan waktu lini pengemasan D Pencapaian rasio kinerja mesin lini pengemasan D Pencapaian rasio kualitas produk lini pengemasan D Diagram pareto line stop lini pengemasan D Waktu pengecekan dan pembersihan Pemodelan AHP strategi menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan 13 Pemodelan AHP strategi pencapaian autonomous maintenance yang efektif 14 Hasil penggabungan perhitungan pembobotan level 2 (aktor) 15 Hasil penggabungan perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3 4 12 12 15 18 18 19 19 21 21 23 33 55 55
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner AHP strategi pencapaian autonomous maintenance yang efektif 2 Kuesioner AHP strategi menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan 3 Hasil pembobotan pendapat para pakar kuesioner AHP strategi pencapaian autonomous maintenance yang efektif
38 50 56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Total Productive Maintenance (TPM) merupakan teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada bagian pemeliharaan saja (Borris 2006). TPM menggabungkan praktik perawatan dengan preventive maintenance dan keterlibatan operator mesin melalui kegiatan autonomous maintenance. Keterlibatan operator ini bertujuan untuk mengembangkan budaya dimana operator membangun rasa memiliki terhadap perawatan mesin atau alat yang mereka gunakan dan membangun sinergi dengan bagian engineering dan pemeliharaan, serta manajemen untuk memastikan peralatan bekerja dengan baik. Teknik pemeliharaan dan perawatan ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Seiring dengan kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, penggunaan dari mesin-mesin produksi pun menjadi meningkat. Mesin-mesin produksi tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa adanya pemeliharaan dan perawatan. Mesin-mesin tersebut semakin lama akan mengalami kerusakan (breakdown) yang pada akhirnya akan menyebabkan permasalahan. Permasalahan yang muncul akibat kerusakan tersebut adalah rendahnya kualitas produk yang dihasilkan, tingginya biaya produksi, hingga keterlambatan waktu pengiriman produk. Oleh karena itu, agar mesin selalu berada dalam kondisi prima maka upaya perbaikan secara berkesinambungan melalui TPM perlu dilakukan secara teratur dan terencana. PT XYZ merupakan perusahaan yang memproduksi berbagai jenis makanan tambahan. Salah satunya adalah makanan tambahan bagi wanita hamil dan menyusui serta makanan dan susu bayi yang dapat disebut sebagai mother and baby food. Sedangkan untuk usia dalam masa pertumbuhan dan remaja disebut sebagai growing-up. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi produk-produk khusus makanan rumah sakit dan makanan kesehatan yang dinamakan sebagai prevention and clinical food. PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang sedang berkembang di industri makanan kesehatan. Perkembangan ini salah satunya dikarenakan perusahaan ini telah menerapkan sistem Total Productive Maintenance (TPM) di lingkungan kerjanya. Melihat pentingnya penerapan TPM di PT XYZ sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis penerapan TPM di perusahaan tersebut. Analisis dilakukan dengan mengukur peningkatan kinerja dari perusahaan dengan diterapkannya TPM pada bagian produksi berdasarkan nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE). Menurut Ericsson (1997) data kinerja mesin yang akurat sangat penting dalam menentukan keberhasilan dari aktivitas TPM. Jika kegagalan dari mesin dan alasan dari kerugian (losses) dari produksi tidak dipahami secara utuh, maka kegiatan TPM tidak dapat menyebar secara optimal untuk menyelesaikan masalah utama atau menghilangkan kinerja dari kerusakan. Kerugian (losses) dari produksi, serta biaya tidak langsung dan biaya yang tersembunyi masuk dalam biaya total produksi. Nakajima (1988) menyatakan bahwa OEE adalah ukuran
2
yang dapat menampilkan biaya-biaya yang tersembunyi tersebut. Nakajima (1988) juga menyatakan bahwa aplikasi dari penerapan nilai OEE yang paling efektif adalah melalui gabungan proses yang berhubungan dengan aplikasi dari quality control tools, seperti Pareto dan diagram sebab akibat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan area dan stasiun kerja kritis pada bagian produksi PT XYZ. 2. Mengetahui penerapan TPM di area dan stasiun kerja kritis. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis akar penyebab permasalahan dan menemukan alternatif solusi untuk meningkatkan nilai Overall Equipment Effectiveness. 4. Mendapatkan rekomendasi yang sesuai dalam menunjang pengembangan sistem implementasi TPM.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ dengan mengamati secara keseluruhan kegiatan TPM. Namun, pada penelitian ini pengkajian masalah hanya dilakukan pada bagian Produksi perusahaan. Selain itu, pengambilan data dan pengamatan dilakukan untuk mencari area dan stasiun kerja kritis pada bagian produksi perusahaan, serta menganalisis dampak penerapan TPM terhadap kinerja berdasarkan pada ukuran nilai OEE. Pengamatan (observasi) dan pengambilan data perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan TPM di salah satu lini produksi yang merupakan area kritis dan dijadikan lini model dalam penerapan TPM, yaitu lini pengemasan D.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Total Productive Maintenance merupakan konsep pemeliharaan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan juga bertujuan untuk meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaannya masing-masing. Peppard dan Philip (1997) menjelaskan bahwa dalam TPM, mesin-mesin dipelihara dan tim yang ada tidak menunggu hingga terjadi kerusakan untuk melakukan perbaikan mesin, tetapi secara rutin merawatnya untuk menjamin ketersediaan mesin secara terus-menerus.
3
Sistem Total Productive Maintenance yang diterapkan di PT XYZ dapat memberikan manfaat bagi perusahaan. Oleh karena itu, perlu diketahui pencapaian kinerja perusahaan dengan adanya penerapan sistem TPM tersebut. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan di lini pengemasan D yang merupakan area kritis dan dijadikan model lini dalam penerapan TPM di bagian produksi PT XYZ. Kinerja perusahaan tersebut diukur berdasarkan rasio ketersediaan waktu, kinerja mesin dan tingkat kualitas produk yang merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai OEE sebagai ukuran tingkat keberhasilan dalam penerapan TPM. Teridentifikasinya faktor yang berpengaruh serta pencapaian kinerja perusahaan dengan penerapan sistem TPM melalui ukuran OEE, maka dapat diberikan rekomendasi kepada manajemen perusahaan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan terus menerus (continuous improvement). Kinerja sistem TPM yang baik dapat mempengaruhi peningkatan kinerja perusahaan secara berkelanjutan dan menyeluruh. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Peningkatan Kinerja Perusahaan
Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ
Pencapaian Kinerja dengan adanya sistem TPM di lini produksi D
Rasio Ketersediaan Waktu Rasio Kinerja Mesin Rasio Kualitas Produk
Peningkatan Terus Menerus (continuous improvement)
Pelaksanaan TPM yang Efektif
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Tahapan Penelitian Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menentukan tujuan penelitian. Tujuan penelitian sangat penting untuk ditetapkan terlebih dahulu karena merupakan dasar mengapa penelitian ini dilakukan. Penelusuran studi pustaka
4
dilakukan untuk menunjang penelitian dengan ilmu-ilmu atau pun juga dengan informasi-informasi penting yang terdapat pada buku-buku literatur, laporan penelitian terdahulu, internet dan lain sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung di PT XYZ dan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait. Informasi yang dapat diperoleh mengenai gambaran umum perusahaan, proses produksi, penggunaan mesin-mesin produksi, dan pelaksanaan TPM di perusahaan. Analisis data yang diharapkan dapat memberikan output mengenai gambaran tentang aktivitas perusahaan dan area stasiun kerja kritis di perusahaan.
Mulai
Menentukan Tujuan Penelitian Studi Pustaka
Pengumpulan Data: Pengamatan Langsung Wawancara dengan Pihak Terkait Studi Dokumentasi Tidak Cukup Ya Pembentukan Alternatif Pengembangan Sistem TPM ke dalam Struktur AHP Penyebaran Kuesioner AHP untuk Para Pakar
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 2. Diagram alir penelitian Studi dokumentasi yang dilakukan untuk memperoleh data mengenai downtime mesin yang terjadi. Data downtime ini yang akan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan stasiun kerja kritis. Selain itu, studi dokumentasi juga dilakukan untuk memperoleh data mengenai jam kerja mesin, jumlah produksi
5
mesin, dan jumlah produk cacat pada area kerja kritis. Data ini digunakan untuk perhitungan efisiensi mesin dengan menggunakan formula Overall Equipment Effectiveness (OEE). Setelah diperoleh nilai OEE, kemudian dilakukan identifikasi akar penyebab permasalahan dengan membentuk diagram sebab akibat, sehingga diperoleh alternatif solusi untuk meningkatkan nilai OEE. Tahap selanjutnya adalah membentuk alternatif-alternatif pengembangan sistem implementasi TPM ke dalam struktur Analytical Hierarchy Process (AHP). Penetapan pihak-pihak yang akan mengisi kuesioner AHP dilakukan berdasarkan jabatan yang dimiliki, maupun justifikasi terhadap pengalaman, kepakaran dan pengetahuan mengenai kondisi aktual perusahaan. Teknik yang digunakan untuk menganalisis bobot setiap elemen, kriteria maupun alternatif adalah teknik pairwise comparison. Konsistensi pendapat para pakar tersebut diolah dengan menggunakan bantuan program Expert Choice 11. Alternatif yang memperoleh nilai tertinggi berdasarkan penilaian struktur AHP, patut dipertimbangkan paling serius untuk ditindaklanjuti, meskipun rencana yang lainnya tidak berarti dikesampingkan dalam hal mengembangkan sistem implementasi TPM di perusahaan. Tahap akhir adalah kesimpulan dan saran mengenai penelitian ini. Kesimpulan mencakup hasil penelitian tentang bagaimana dampak pelaksanaan TPM terhadap kinerja perusahaan yang dilihat melalui nilai OEE. Saran mencakup masukan-masukan yang penting bagi perusahaan dan penelitian ini terkait dengan penerapan TPM yang telah dilaksanakan. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara : 1. Pengamatan langsung di lapangan Pengamatan dilakukan dengan meninjau langsung kegiatan produksi dan pelaksanaan TPM di perusahaan. 2. Wawancara Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait sebagai narasumber yang memiliki pengalaman dan kompetensi di bidang produksi dan maintenance. Wawancara dilakukan kepada Manajer Produksi, Supervisor Produksi, Supervisor Engineering and Maintenance, serta operator produksi. 3. Kuesioner Kuesioner yang diedarkan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu kuesioner AHP dengan sasaran autonomous maintenance yang efektif dan kuesioner untuk pembobotan dari alternatif solusi untuk masalah menurunkan pengecekan dan pembersihan. Kuesioner AHP diedarkan kepada responden, yaitu para supervisor yang berperan dan bertanggung jawab dalam kegiatan autonomous maintenance diantaranya adalah supervisor produksi, supervisor Engineering and Maintenance, supervisor Quality Control, dan supervisor Human Resources. Adapun kuesioner AHP yang diedarkan dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan untuk kuesioner pembobotan alternatif solusi dapat
6
dilihat pada Lampiran 2. Jenis pertanyaan pada kuesioner tersebut adalah pertanyaan tertutup untuk memberikan pendapat dengan membandingkan secara berpasangan tingkat kepentingan antara suatu faktor dengan faktor yang lain. Perbandingan berpasangan (pairwise comparison) merupakan penilaian pendapat dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) setiap elemen dengan cara membandingkan satu dengan yang lainnya secara berpasangan sehingga didapat nilai kepentingan dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk memperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif), perlu digunakan skala penelitian. Menurut Saaty (1999), skala 1–9 adalah skala yang terbaik dalam mengkuantifikasi pendapat berdasarkan tingkat akurasi yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty Tingkat Keterangan Kepentingan 1 Sama penting 3
Sedikit lebih penting
5
Jelas lebih penting
7
Sangat nyata lebih penting
9
Mutlak lebih penting
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai berdekatan
1/(1-9)
Untuk pendapat kebalikannya
Data sekunder, diperoleh dari kegiatan : 1. Studi literatur Studi Literatur dengan mengumpulkan data dan informasi yang berasal dari buku-buku referensi, artikel dan internet yang relavan dengan topik penelitian yang sedang dilaksanakan. 2. Studi dokumentasi. Studi dokumentasi yaitu dengan mencari data dan informasi melalui dokumendokumen perusahaan mengenai proses produksi, jumlah produk yang dihasilkan, jam kerja mesin, downtime mesin yang terjadi dan jumlah produk cacat.
7
Metode Analisis Data Overall Equipment Effectiveness (OEE) Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode pengukuran efektivitas keseluruhan suatu mesin produksi yang melibatkan pengukuran tingkat efektivitas waktu, tingkat kinerja mesin, serta tingkat kualitas produk yang dihasilkan (Nakajima 1988). Selain itu Nakajima (1988) menyatakan bahwa ketersediaan waktu merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaaan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin dan peralatan. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur rasio ketersediaan waktu adalah sebagai berikut: Availability % =
waktu tersedia untuk produksi - downtime × 100 waktu tersedia untuk produksi
Kinerja mesin merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari mesin dan peralatan dalam menghasilkan produk. Rasio ini merupakan hasil dari rataan kecepatan mesin saat beroperasi (operating speed rate) dan rataan kecepatan waktu produksi (net operating rate). Rataan kecepatan mesin saat beroperasi mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain mesin atau peralatan) dan kecepatan operasi aktual, sedangkan rataan kecepatan waktu produksi mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama mesin atau peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah sebagai berikut: Performance % =
Jumlah unit yang diolah × 100 Jumlah unit yang mungkin diolah
Kualitas produk merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah sebagai berikut: Quality % =
Jumlah unit yang dihasilkan-jumlah produk cacat × 100 Jumlah unit yang dihasilkan
Berdasarkan keseluruhan data diatas dapat diperoleh perhitungan nilai OEE sebagai berikut: OEE = Availability (%) x Performance (%) x Quality (%)
Diagram Pareto Dalam penentuan masalah yang akan diteliti, identifikasi kategori atau penyebab dari masalah dikumpulkan lalu disajikan dalam bentuk diagram Pareto. Diagram Pareto merupakan grafik yang mengurutkan data secara menurun dari
8
kiri ke kanan. Data yang penting berada di sebelah kiri dan yang lainnya di sebelah kanan. Diagram Pareto adalah metode pengorganisasian kesalahan, problem atau cacat untuk membantu memfokuskan pada usaha-usaha pemecahan masalah (Marimin 2004). Diagram ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan masalah menurut sebab dan gejalanya. Masalah-masalah akan didiagramkan menurut prioritas atau kepentingannya dengan menggunakan diagram batang. Adapun langkah-langkah dalam pembuatan diagram Pareto adalah sebagai berikut: 1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategori-kategori atau penyebab dari masalah yang akan dibandingkan serta merencanakan periode pengumpulan data, lalu dilanjutkan dengan pengumpulan data 2. Membuat ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti 3. Membuat daftar masalah secara berurutan berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai terendah, serta menghitung frekuensi kumulatif, persentase dari total kejadian dan persentase dari total kejadian secara kumulatif. 4. Menggambar dua buah garis vertikal dan sebuah garis horizontal 5. Membuat histogram pada diagram Pareto 6. Menggambarkan kurva kumulatif 7. Mengambil tindakan atas penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi.
Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamis menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004). Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Expert Choice 11. Setelah mengumpulkan seluruh data perbandingan berpasangan dan memasukkan nila-nilai kebalikannya, serta memasukkan bilangan 1 sepanjang diagonal utama, selanjutnya dilakukan perhitungan consistency ratio. Penentuan parameter ini dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut.
9
Rumus perhitungan vektor prioritas atau eigen vector (VP) adalah sebagai berikut m
VPi =
Dimana
m k=1
m m i=1
𝑎𝑖𝑗
m k=1
𝑎𝑖𝑗
(aij)
= elemen baris ke-i kolom ke-j
m
= jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi persyaratan
𝑚 𝑘=1
= perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m
Perhitungan Weight Sum Vector (VA), dengan mengalikan matriks pendapat hasil perbandingan berpasangan dengan eigen vector menggunakan rumus : VA = (aij) x VP dengan VA = (vai) Kemudian dihitung Consistency Vector (VB) dengan cara menentukan nilai rata-rata dari Weight Sum Vector (VA) atau dengan kata lain : 𝑉𝐵 =
𝑉𝐴 𝑉𝑃
dengan VB = (vbi)
Nilai rata-rata dari elemen Consistency Vector (VB) disebut nilai eigen maksimum (λmaks) dengan rumus : 1
λmaks = 𝑛
n i=1 bi
untuk i = 1, 2, …, n
Nilai eigen maksimum (λmaks) tersebut digunakan untuk menghitung Consistency Index (CI) untuk mengetahui konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Adapun rumus dari Consistency Index (CI), yaitu 𝐶𝐼 =
λmaks − 𝑛 𝑛−1
Untuk mengetahui Consistency Ratio diperlukan nilai Random Index (RI), yaitu indeks acak yang diperoleh dari tabel Oak Ridge Laboratory dari matriks berorde 1 sampai 15 yang menggunakan sampel berukuran 100. Tabel RI dapat dilihat pada Tabel 2 berikut
10
Tabel 2. Nilai Random Index (RI) Orde (n) Random Index (RI) 0.00 1 0.00 2 0.58 3 0.90 4 1.12 5 1.24 6 1.32 7 1.41 8 1.45 9 1.49 10 1.51 11 1.48 12 1.56 13 1.57 14 1.59 15 Sumber : Oak Ridge Laboratory dalam Saaty (1996) Jika nilai Consistency Index (CI) dan Random Index (RI) telah diperoleh, selanjutnya nilai Consistency Ratio (CR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus 𝐶𝑅 =
𝐶𝐼 𝑅𝐼
Nilai Consistency Ratio (CR) ≤ 0.1 merupakan nilai yang memiliki tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolak ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan. Menurut Marimin (2004) metode AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun dalam aplikasinya penilaian dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya adalah pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Rumus ratarata geometrik adalah sebagai berikut : gij = dimana
aij m 𝑚 𝑘=1
𝑚
𝑚 𝑘=1
𝑎𝑖𝑗
= elemen baris ke-i kolom ke-j = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi persyaratan = perkalian dari elemen k=1 sampai dengan ke-m
11
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT XYZ yang beralamatkan di Jalan Raya Bekasi Kilometer 25, Cakung, Jakarta Timur. Pemilihan perusahaan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan program Total Productive Maintenance (TPM). Penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai pada bulan Maret hingga bulan Mei 2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Area dan Stasiun Kerja Kritis Menurut Assauri (2004), fasilitas-fasilitas produksi dapat digolongkan sebagai critical unit apabila kerusakan mesin menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi. Selain itu juga, kerusakan mesin dapat mempengaruhi kualitas produk, membahayakan kesehatan dan keselamatan para pekerja, serta modal yang diinvestasikan untuk fasilitas tersebut cukup mahal. Identifikasi stasiun kerja yang kritis dapat ditentukan melalui kasus breakdown mesin atau line stop yang terjadi. Breakdown mesin merupakan segala permasalahan yang terjadi pada mesin ketika kegiatan produksi berlangsung, sehingga mengakibatkan mesin berhenti beroperasi dan memerlukan tindakan reparasi. Menurut Borris (2006), kerusakan mesin dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kerusakan secara alami (natural deterioration) dan kerusakan yang disebabkan pengaruh dari luar mesin (forced deterioration). Mekanisme kegagalan atau kerusakan mesin dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegagalan total (total failures) dan kegagalan parsial (partial failures). Kegagalan parsial terjadi ketika mesin mengalami kerusakan akan tetapi mesin tersebut masih dapat dioperasikan. Sedangkan kegagalan total terjadi ketika mesin mengalami kerusakan dan tidak dapat dijalankan. Bagian produksi PT XYZ mempunyai delapan lini produksi, yaitu lini B, C, D, E, F, G, H dan I. Berdasarkan Gambar 3 dibawah ini, lini pengemasan D memiliki persentase line stop paling tinggi, yaitu sebesar 3.73% dari total jam kerja mulai dari minggu ke-1 hingga minggu ke-21 di tahun 2012. Besarnya persentase line stop tersebut mengindikasikan bahwa mesin pada lini pengemasan tersebut belum dalam kondisi ideal sehingga perlu adanya perhatian perhatian agar terjadinya line stop pada proses produksi dapat dikurangi. Oleh sebab itu, lini pengemasan D dijadikan line model dalam penerapan TPM di perusahaan ini.
12
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 3. Line stop di lini produksi Berdasarkan Gambar 4 dibawah ini, penyebab terjadinya line stop di lini pengemasan D mulai dari minggu ke-1 hingga minggu ke-21 di tahun 2012 yang tertinggi adalah terjadi di stasiun filling dengan persentase sebesar 69.1%. Oleh sebab itu, stasiun filling merupakan stasiun kritis yang perlu mendapat perhatian khusus melalui kegiatan TPM sehingga terjadinya line stop dapat dikurangi.
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 4. Diagram Pareto penyebab line stop di lini D
Implementasi TPM di Area dan Stasiun Kerja Kritis Total Productive Maintenance mulai diterapkan di PT XYZ pada bulan Juli 2012. Program sikap kerja 5S merupakan dasar dari diterapkannya TPM. Melalui program ini, PT XYZ mencoba membangun budaya kerja yang kondusif melalui perubahan tempat kerja. Dengan diterapkannya program 5S ini diharapkan dapat mewujudkan tempat kerja yang nyaman dan pekerjaan yang menyenangkan, melatih pekerja yang mampu untuk mengelola pekerjaannya secara mandiri, serta mewujudkan perusahaan memiliki citra yang positif di mata pelanggannya yang tercermin dari kondisi tempat kerja.
13
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pelaksanaan 5S di PT XYZ adalah sebagai berikut : 1. Seiri (Pemilahan) Kegiatan Seiri (pemilahan) di PT XYZ dilakukan dengan cara memilah semua barang menjadi tiga kategori, yaitu barang yang diperlukan, ragu-ragu, dan tidak diperlukan. Pemilahan ini dimaksudkan agar tidak terdapat barang yang tidak diperlukan berada di tempat kerja. Sebagai contoh dari kegiatan seiri, yaitu membuang dokumen-dokumen harian produksi yang tidak diperlukan lagi dari lemari penyimpanan dokumen. 2. Seiton (Penataan) Kegiatan Seiton (penataan) berarti semua barang yang berada di tempat kerja memiliki tempat yang tetap. Selain itu, semua barang dan tempat penyimpanannya memiliki nama dan kode yang distandarkan. Dalam penerapannya di PT XYZ, setiap barang dan tempat penyimpanannya diberi layout yang dibuat dengan menggunakan lakban berwarna kuning. 3. Seiso (Pembersihan) Kegiatan Seiso (pembersihan) dilakukan dengan cara membersihkan mesin dan tempat kerja agar terbebas dari debu, pengotoran padat atau cair, kerak, dan sampah. Pelaksanaan kegiatan seiso di PT XYZ dilakukan oleh petugas kebersihan. Kegiatan pembersihan ini dilakukan secara rutin oleh petugas kebersihan dengan mengisi ceklis pada form pembersihan rutin. Selain dibebankan kepada petugas kebersihan, para pekerja juga diberi tanggung jawab untuk memelihara tempat kerjanya masing-masing. 4. Seiketsu (Pemantapan) Kegiatan Seiketsu (pemantapan) meliputi kegiatan menjaga tempat kerja selalu rapi, pemeriksaan barang yang diperlukan dan tidak diperlukan, pemeriksaan tempat penyimpanan, serta pemeriksaan debu dan kotoran. Dalam penerapannya di PT XYZ, seiketsu diterapkan melalui kegiatan pengecekan (audit) yang dilakukan secara berkala oleh tim yang telah ditunjuk untuk melakukan pengawasan program 5S. 5. Shitsuke (Pembiasaan) Kegiatan Shitsuke (pembiasaan), yaitu menanamkan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar melalui proses dan praktik yang berulang. Menurut Yamashita (1996) terdapat delapan pilar TPM yang merupakan dasar-dasar penerapan TPM serta memiliki peranan yang besar dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan perusahaan. Pilar-pilar tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing dan saling melengkapi. Kedelapan pilar TPM tersebut diantaranya adalah: 1. Perbaikan per Mesin (Focused Improvement) 2. Pemeliharaan Mandiri (Autonomous Maintenance) 3. Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance) 4. Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) 5. Manajemen Mesin dan Produksi Baru 6. Pemeliharaan Mutu (Quality Maintenance) 7. TPM in Office 8. Manajemen Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja
14
PT XYZ yang merupakan industri makanan kesehatan menerapkan kedelapan pilar TPM tersebut secara bertahap. Dalam penerapannya dimulai dari pilar terendah, yaitu pilar pertama kemudian dilanjutkan dengan pilar yang lainnya. Pelaksanaan pilar TPM tersebut juga dapat dilakukan secara bersamaan. Pilar TPM yang pertama adalah perbaikan per mesin (focused improvement). Tahap ini merupakan tahap dasar dari penerapan TPM. Focused improvement merupakan semua kegiatan yang diarahkan untuk melakukan improvement (peningkatan) pada kinerja dan kapabilitas mesin, serta tidak terbatas hanya pada merawat kondisi dasar mesin saja. Selain itu, pilar ini difokuskan untuk mengeliminasi losses (kerugian) terutama yang terkait dengan mesin. Pada umumnya focused improvement ini juga diarahkan untuk mencegah berulangnya masalah yang sama dalam kaitannya dengan kinerja mesin. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan focused improvement, diantaranya adalah: 1. Pemilihan model mesin atau lini 2. Penetapan tim perbaikan (improvement) 3. Memahami losses yang terjadi 4. Menetapkan tema dan sasaran perbaikan 5. Menetapkan rencana perbaikan 6. Pelaksanaan dan evaluasi analisis untuk masing-masing perbaikan 7. Pelaksanaan perbaikan 8. Pengecekan hasil 9. Tindakan pencegahan berulangnya masalah 10. Pengembangan secara horizontal Di PT XYZ terdapat beberapa jenis focused improvement yang didasarkan pada alur informasinya. Jenis pertama adalah berdasarkan alur informasi bottom up. Dalam bottom up terdiri dari beberapa jenis focused improvement diantaranya adalah Suggestion Support (SS) dan One Point Lesson (OPL). Sedangkan untuk jenis yang kedua adalah yang didasarkan pada alur informasi top down. Dalam top down ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu QCC, QCP, dan A3 report. Pilar TPM yang kedua adalah pemeliharaan mandiri. Autonomous maintenance (pemeliharaan mandiri) merupakan program kerja dari TPM yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi operator untuk melakukan perawatan mesin mandiri secara konsisten. Selain itu, pemeliharaan mandiri juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan operator tentang mesin dan kemampuannya untuk identifikasi penyimpangan. AM terdiri dari beberapa langkah, yaitu: 1. Pembersihan Awal (Initial cleaning) 2. Pencegahan Sumber Kontaminasi dan Tempat yang Sulit dibersihkan (Counter measure to source of problem) 3. Pengembangan Standar Pembersihan dan Pelumasan 4. Inspeksi Menyeluruh (General inspection) 5. Pengembangan Standard Perawatan Mandiri (Autonomous inspection) 6. Standardisasi 7. Menjalankan Perawatan Mandiri dan Kegiatan Peningkatan Berkesinambungan (All out autonomous management). Kegiatan autonomous maintenance yang telah dijalankan oleh PT XYZ adalah basic autonomous maintenance, yaitu mulai dari tahap 1 hingga tahap
15
ketiga. Initial cleaning (pembersihan awal) yang merupakan tahap awal dari kegiatan autonomous maintenance dilakukan dengan menyingkirkan barangbarang yang tidak terpakai, membersihkan debu dan kotoran dari peralatan, serta menemukan permasalahan, seperti kerusakan kecil, sumber kontaminasi, dan area yang sulit dibersihkan, kemudian memulihkannya. Hasil dari kegiatan initial cleaning yang telah dilakukan di lini pengemasan D dapat dilihat di Gambar 5 dibawah ini. Berdasararkan Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis temuan (fuguai) yang memiliki jumlah terbanyak adalah jenis kerusakan, yaitu sebanyak 144 temuan.
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 5. Temuan initial cleaning lini pengemasan D Langkah kedua dari pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) adalah pencegahan terhadap sumber kontaminasi (counter measure to source of problem). Pencegahan sumber kontaminasi merupakan kegiatan mengendalikan sumber-sumber kontaminasi sehingga mencegah terjadinya penyebaran yang tidak diinginkan. Pencegahan sumber kontaminasi juga dapat dilakukan dengan memperbaiki tempat-tempat yang sulit dijangkau dengan tujuan untuk mempersingkat waktu dari pembersihan. Planned maintenance (pemeliharaan terencana) merupakan pilar TPM yang ketiga. Pemeliharaan terencana bertujuan untuk memaksimalkan produktivitas dengan biaya minimal dalam memelihara mesin. Adapun sasaran yang ingin dicapai dengan pemeliharaan terencana diantaranya adalah memberi dukungan kepada pilar autonomous maintenance dan zero breakdown. Dalam pelaksanaannya di PT XYZ dukungan dari PM dilakukan dalam kegiatan initial cleaning dan penyelesaian red tag. Sedangkan untuk mencapai sasaran zero breakdown dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pemeliharaan terencana diantaranya adalah corrective maintenance, preventive maintenance, dan predictive maintenance. PT XYZ mengkategorikan beberapa jenis kerusakan (breakdown) menjadi tiga kategori, yaitu minor breakdown, middle breakdown, dan major breakdown. Minor breakdown merupakan kerusakan atau kejadian berhentinya mesin saat proses produksi berlangsung dengan durasi 0-10 menit. Sedangkan middle breakdown merupakan kerusakan yang terjadi pada mesin dengan lama waktu 10 hingga 60 menit. Kerusakan mesin yang menyebabkan mesin berhenti beroperasi selama lebih dari 1 jam termasuk dalam kategori major breakdown. Pemeliharaan
16
terencana melalui kegiatan corrective action dilakukan ketika mesin mengalami kerusakan (breakdown) yang termasuk dalam kategori middle dan major breakdown. Corrective action merupakan kegiatan untuk memperbaiki atau penanggulangan kerusakan sementara agar mesin dapat beroperasi kembali. Dalam pelaksanaannya di PT XYZ, ketika mesin mengalami middle dan major breakdown maka dilakukan upaya perbaikan melalui kegiatan corrective action. Setelah kerusakan mesin dapat diperbaiki, tim pemeliharaan terencana akan melakukan analisis untuk memperoleh akar penyebab masalah dari kerusakan yang terjadi. Akar penyebab dari suatu masalah kerusakan yang diperoleh akan dijadikan acuan untuk kegiatan preventive maintenance. Preventive maintenance dilakukan melalui pembuatan standar mesin untuk kegiatan pembersihan (cleaning), inspeksi, pelumasan (lubricating), serta pengencangan (tightening). Predictive maintenance merupakan metode perawatan untuk melakukan perbaikan dan penggantian komponen mesin berdasarkan hasil prediksi dimana komponen mesin tersebut diperkirakan akan mengalami kerusakan. Pelaksanaan kegiatan predictive maintenance di PT XYZ dilakukan dengan kegiatan penggantian komponen mesin berdasarkan umur pakai komponen mesin tersebut. Sebelum komponen mesin tersebut mengalami kerusakan akibat pemakaian mesin produksi yang dilakukan secara kontinu, maka penggantian komponen mesin tersebut yang didasarkan pada umur pakainya perlu diperhatikan melalui kegiatan predictive maintenance. Kegiatan ini didasarkan pada histori mesin dan manual mesin. Pilar TPM yang berikutnya adalah pendidikan dan pelatihan. Pilar ini memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan keterampilan operator. Dalam pelaksanaannya di PT XYZ terdapat beberapa bagian fungsional perusahaan yang bertanggung jawab dalam kegiatan pelatihan ini, yaitu departemen produksi, departemen pengembangan SDM, serta departemen maintenance and engineering. Pelatihan yang telah dilakukan di bagian produksi PT XYZ untuk menunjang pelaksanaan TPM diantaranya adalah basic TPM, TPM autonomous maintenance, TPM preventive maintenance, focused improvement, 16 big losses, general 5S, general safety SMK3L, cleaning 5S mesin, tightening (bolts and nuts), struktur dasar mesin lini pengemasan D, dan quality maintenance. Secara umum, materi pelatihan yang diberikan kepada seluruh bagian fungsional perusahaan di PT XYZ adalah basic TPM, TPM autonomous maintenance, serta general 5S. Pemeliharaan mutu (quality maintenance) merupakan pilar TPM yang ke-6. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pemeliharaan mutu ini dilakukan dengan beberapa aktivitas diantaranya adalah menetapkan kondisi mesin agar tidak menghasilkan produk cacat, mencegah produk cacat dengan memelihara kondisi mesin sesuai dengan standar. Kegiatan pemeliharaan mutu ini menjadi tanggung jawab dari bagian quality control, bagian pemeliharaan, serta bagian produksi. Selain itu, kegiatan QM ini didasarkan pada peningkatan tingkat kualitas produk yang merupakan salah satu dari bagian perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Dalam pelaksanaannya PT XYZ melakukan kegiatan pembuatan QM matriks. Matriks ini merupakan tabel yang berisi data semua produk cacat (defect) yang terjadi dan analisa dimana produk cacat (defect) tersebut terjadi di rangkaian proses produksi. Setelah seluruh data defect
17
diperoleh, selanjutnya tim QM akan melakukan analisa terhadap masalah defect tersebut untuk memperoleh akar penyebab masalah dan menanggulanginya. Dalam kegiatan menganalisis masalah defect yang terjadi, tim QM menggunakan metode infinity loop untuk memperoleh akar penyebab dan menemukan solusi untuk menanggulangi defect. Dalam infinity loop terdiri dari beberapa langkah diantaranya adalah: 1. Identifikasi Situasi dan Kondisi yang ada 2. Memulihkan (Restore) 3. Analisis penyebab-penyebab 4. Eliminasi Masalah (Eradicate Cause) 5. Membentuk Kondisi (Establish Condition) 6. Peningkatan Kondisi (Improve Condition) 7. Pemeliharaan Kondisi (Maintain Condition) Pilar TPM berikutnya adalah manajemen mesin dan produk baru. Pilar ini memiliki tujuan untuk menangani masalah kestabilan mutu, penurunan biaya dan kekurangan tenaga kerja. Untuk menentukan spesifikasi mesin baru, disamping dilakukan oleh seorang desain dan perencanaan proses, melibatkan pula tim maintenance. Oleh karena itu, dalam pengembangan produk baru sejak tahap desain telah mempertimbangkan loss yang mungkin terjadi pada produk sejenis ataupun loss saat start up. Dalam pelaksanaannya di PT XYZ, kegiatan manajemen mesin dan produk baru ini belum dilakukan mengingat penerapan TPM di PT XYZ ini belum lama diimplementasikan. Pilar TPM berikutnya adalah TPM in office. Pilar ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pada fungsi administrasi dan identifikasi serta eliminasi losses. Dalam pelaksanaannya untuk meningkatkan efisiensi produksi, maka bagian produksi melakukan pengembangan berbagai macam kegiatan perbaikan dan standarisasi proses. Selain bagian produksi, bagian manajemen indirect juga melakukan perbaikan di sektor perkantoran. Kegiatan ini tidak akan berjalan dengan baik karena kurangnya kesadaran dari masing-masing jabatan pekerjaan. Oleh karena itu, dengan adanya pilar ini diharapkan agar keterlibatan semua orang pada support functions fokus pada performa perusahaan yang lebih baik. Pilar ini belum dilaksanakan di PT XYZ. Pilar TPM berikutnya adalah manajemen keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja. Sasaran dari pilar ini adalah menciptakan sistem yang aman dan ramah lingkungan, dimana dicapai keadaan zero accident dan zero pollution. Adapun bagian fungsional yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pilar ini diantaranya adalah bagian maintenance, general affairs, dan lingkungan. Dalam pelaksanaanya di PT XYZ, pilar ini belum dilakukan.
Pengukuran Kinerja TPM di Lini Pengemasan D Pengukuran kinerja dari penerapan Total Productive Maintenance dinilai berdasarkan persentase nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE merupakan metode pengukuran efektivitas keseluruhan suatu mesin produksi yang melibatkan pengukuran tingkat efektivitas waktu, tingkat kinerja mesin, serta tingkat kualitas produk yang dihasilkan (Nakajima, 1988). Nilai OEE ini penting
18
untuk mengukur tingkat efektivitas keseluruhan dari kegiatan produksi. Pengukuran OEE tidak hanya sebagai suatu parameter pengukuran produksi, namun juga sebagai parameter dalam keberhasilan implementasi dari Total Productive Maintenance (Stamatis 2010). Gambar 6 menunjukkan bahwa persentase nilai OEE di lini pengemasan D mengalami peningkatan sejak diterapkannya TPM. Persentase OEE diawal setelah diterapkannya TPM adalah sebesar 59.99% dan mengalami peningkatan hingga bulan Maret 2013 menjadi 83.01%. Namun, persentase OEE tersebut belum mencapai standar untuk perusahaan kelas dunia, yaitu sebesar 85% (Dal 2000).
Persentase OEE
80.00%
74.09%
72.72%
83.01%
Feb-13
Mar-13
78.53%
76.44% 71.56%
83.49%
75.07%
70.00% 63.89%
60.00%
59.66%
50.00% Jun-12
Jul-12
Aug - 12
Sep-12
Oct - 12 Nov - 12 Dec - 12
Jan-13
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 6. Nilai OEE lini pengemasan D 90.00% 87.13%
Rasio Ketersediaan Waktu
88.00%
85.96%
86.00%
84.83%
84.00%
82.00%
82.62% 81.04%
80.86%
79.92%
80.00%
78.00%
77.80% 75.95%
76.85%
76.00% 74.00% 72.00% 70.00%
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 7. Pencapaian rasio ketersediaan waktu lini pengemasan D Pengukuran dari rasio ketersediaan waktu di lini pengemasan D dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rasio ketersediaan waktu mengalami peningkatan mulai dari bulan Juni 2012 hingga bulan Maret 2013. Rasio ketersediaan waktu tertinggi di lini pengemasan D dicapai pada bulan Maret 2013, yaitu dengan persentase sebesar 85.96% dan rasio ketersediaan waktu terendahnya adalah 75.95% yang dicapai pada bulan September 2012.
19
Pencapaian persentase dari rasio ketersediaan waktu ini belum melampaui standar perusahaan kelas dunia yang mencapai 90% (Dal 2000). Rendahnya nilai ini terjadi karena banyaknya downtime yang terjadi akibat kerusakan mesin dan peralatan serta adanya pengaturan dan penyesuaian (setup and adjustment losses). Rasio kinerja mesin merupakan komponen lainnya yang mempengaruhi persentase nilai OEE yang menggambarkan tingkat kemampuan dari suatu mesin dan peralatan untuk menghasilkan suatu produk. Berdasarkan grafik pada Gambar 8 menunjukkan bahwa rasio kinerja mesin dari lini pengemasan D mengalami peningkatan sejak diterapkannya TPM. Rasio kinerja mesin tertinggi adalah sebesar 97.15% pada bulan Nopember 2012 dan yang terendah terjadi pada bulan Juni yaitu hanya mencapai 75.53%. Hingga bulan Maret 2013, persentase dari rasio kinerja mesin ini sudah mencapai standar untuk perusahaan kelas dunia, yaitu minimal sebesar 95%.
Rasio KInerja Mesin
100.00%
96.39%
95.00%
95.17%
92.67%
96.81% 97.55%
97.15% 93.42% 92.58%
90.00% 85.00% 78.65%
80.00% 75.53% 75.00% 70.00%
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ
Rasio Kualitas Produk
Gambar 8. Pencapaian rasio kinerja mesin lini pengemasan D 100.00% 98.00% 96.00% 94.00% 92.00% 90.00% 88.00% 86.00% 84.00% 82.00% 80.00%
98.83% 98.31% 99.25% 99.33% 99.33% 99.23% 99.17% 99.29% 98.98% 99.00%
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 9. Pencapaian rasio kualitas produk lini pengemasan D Faktor lainnya yang mempengaruhi nilai OEE adalah rasio kualitas produk. Rasio kualitas produk merupakan nilai yang menunjukkan rasio antara produk
20
yang memenuhi standar kualitas perusahaan dengan total produksi yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah produk yang memenuhi standat kualitas maka semakin tinggi nilai rasio kualitas produk. Berdasarkan grafik dari pencapaian rasio kualitas produk dari lini pengemasan D (Gambar 9) menunjukkan bahwa rasio kualitas produk telah memenuhi standar perusahaan kelas dunia, yaitu 99% (Dal 2000).
Identifikasi Permasalahan di Lini Pengemasan D Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan kondisi ideal sebagai standar dari perusahaan kelas dunia adalah 85%, dengan komposisi ketersediaan waktu minimal 90%, kinerja mesin minimal 95%, dan kualitas produk minimal 99% (Dal 2000). Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rataan OEE selama tahun 2013 di lini pengemasan D PT XYZ hanya mampu mencapai kisaran 81.86%. Pencapaian nilai OEE tersebut belum mencapai standar OEE untuk perusahaan kelas dunia, yaitu 85%. Tabel 3. Nilai rataan OEE lini pengemasan D selama tahun 2013 Bulan Ketersediaan Kinerja Mesin Kualitas OEE (%) Waktu (%) (%) Produk (%) Januari 84.83 93.25 99.29 78.53 Februari 87.13 96.81 98.98 83.49 Maret 85.96 97.55 99.00 83.01 Rataan 85.97 95.50 99.09 81.86 Hasil pengukuran nilai rasio ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk lini pengemasan D pada tahun 2013 dapat dilihat pula pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, persentase rataan rasio ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk pada lini pengemasan D secara berturut-turut mulai dari yang tertinggi adalah kualitas produk (99.09%), kinerja mesin (95.50%), dan ketersediaan waktu (85.97%). Dari hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa di lini pengemasan D memiliki kendala pada faktor ketersediaan waktu yang ditunjukkan dengan pencapaian nilai rataan rasio ketersediaan waktu yang rendah, yaitu sebesar 85.96%. Rendahnya nilai rasio ketersediaan waktu lini pengemasan D disebabkan oleh tingginya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pengecekan dan pembersihan (cleaning and inspection) yang dilakukan sebelum mesin dijalankan. Selain itu, ketersediaan waktu menjadi berkurang diakibatkan oleh sering terjadi line stop saat produksi berlangsung, seperti flushing, merapikan dus, penggantian batch, verifikasi dus, dan lain-lain. Untuk lebih jelas mengenai jenis-jenis line stop yang terjadi di lini pengemasan D dapat dilihat pada Gambar 10.
21
Sumber : Departemen Produksi PT XYZ Gambar 10. Diagram Pareto line stop lini pengemasan D Berdasarkan diagram Pareto tersebut, line stop tertinggi adalah kegiatan cleaning and inspection dengan persentase sebesar 14.1% dan menghabiskan waktu selama 377.05 menit/bulan. Setelah dilakukan pengamatan terhadap kegiatan pengecekan dan pembersihan selama bulan April diperoleh waktu dari pengecekan dan pembersihan per periode mingguan. Adapun grafik dari waktu pengecekan dan pembersihan selama bulan April dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 30 28
25
29
28 25
Waktu (Menit)
20
21
15 10 5
0 Minggu ke-1
Minggu ke-2
Minggu ke-3
Minggu ke-4
Minggu ke-5
April
Gambar 11. Waktu pengecekan dan pembersihan Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa rata-rata dari waktu pengecekan dan pembersihan yang dilakukan secara rutin setiap pergantian shift adalah sebesar 28 menit/hari. Waktu pengecekan dan pembersihan tersebut masih belum mencapai target waktu yang telah ditentukan, yaitu sebesar 24 menit/hari (2% dari waktu loading time per hari). Oleh sebab itu perlu dilakukan perbaikan (improvement) untuk dapat menurunkan waktu dari pengecekan dan pembersihan tersebut. Upaya perbaikan untuk menurunkan line stop waktu pengecekan dan pembersihan dilakukan dengan membentuk struktur model AHP. Struktur model
22
AHP yang dibentuk terdiri dari tiga tingkatan (level), dengan sasaran menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan pada level 1. Level kedua dari struktur hierarki adalah faktor. Faktor-faktor yang dinilai berpengaruh dalam upaya mencapai sasaran menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan, diantaranya adalah faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift, faktor menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan, serta faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan Cleaning and Inspection sesuai Standard Operation Procedure (SOP). Level ketiga dari struktur hierarki adalah alternatif. Setiap faktor pada level kedua dari struktur hierarki memiliki alternatif-alternatif kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan. Untuk faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift terdapat dua alternatif, yaitu menghilangkan sumber kontaminasi dan mengubah waktu pengecekan dan pembersihan dari beberapa item. Sedangkan untuk faktor menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan terdapat alternatif menyediakan alat untuk membersihkan lantai dan alternatif memberi label pada area mesin sesuai urutan kerja. Selain itu, untuk faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan Cleaning and Inspection sesuai Standard Operation Procedure (SOP) terdapat dua alternatif untuk mencapai sasaran menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan, yaitu alternatif melakukan audit secara berkala dan meningkatkan pengawasan. Untuk lebih jelas mengenai struktur hierarki dari model penentuan strategi dalam upaya untuk menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan dapat dilihat pada Gambar 12. Penilaian terhadap faktor dan alternatif dilakukan untuk mengetahui bobot dan peringkat faktor dan altenatif yang mempengaruhi upaya untuk menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa pertanyaan untuk menentukan pendapat dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) kepada para pakar atau responden yang memahami keadaan aktual perusahaan. Tabel 4 menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi upaya untuk menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan. Bobot yang diperoleh merupakan hasil perbandingan berpasangan dengan menggunakan software Expert Choice 11. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift memberikan pengaruh terhadap upaya menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan pada peringkat pertama dengan bobot sebesar 0.665. Sedangkan faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) berada di peringkat kedua dengan bobot sebesar 0.183, kemudian diikuti oleh faktor menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan pada peringkat terakhir dengan bobot sebesar 0.151.
23
Menurunkan Waktu Pengecekan dan Pembersihan
Level 1 : Sasaran
Level 2 : Faktor
Level 3 : Alternatif
Mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift (0.665)
Menghilangkan sumber kontaminasi (0.862)
Mengubah waktu pengecekan dan pembersihan beberapa item (0.138)
Menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan (0.183)
Menyediakan alat untuk membersihkan lantai (0.833)
Memberi label pada area mesin sesuai urutan kerja (0.167)
Meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan Cleaning and Inspection sesuai Standard Operation Procedure (SOP) (0.151)
Melakukan Audit Secara Berkala (0.634)
Meningkatkan Pengawasan (0.366)
Gambar 12. Pemodelan AHP strategi menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan
23
24
Tabel 4. Hasil perhitungan peringkat faktor Faktor Bobot 1. Mengurangi jumlah rincian yang perlu 0.665 dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift 2. Menyediakan sarana dan prasarana untuk 0.151 mempermudah pengecekan dan pembersihan 3. Meningkatkan kedisiplinan operator untuk 0.183 melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) Inconsistency
Peringkat 1
3 2
0.03
Faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift memiliki alternatif, yaitu alternatif menghilangkan sumber kontaminasi dan mengubah periode waktu pengecekan dan pembersihan beberapa ítem. Dengan mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan pada checklist dapat mengakibatkan pada turunnya waktu pengecekan dan pembersihan. Menghilangkan sumber kontaminasi merupakan kegiatan mengendalikan sumber-sumber kontaminasi dan mencegah penyebaran kontaminan yang tidak diinginkan menempel pada mesin dan peralatan. Menghilangkan sumber kontaminasi dapat dilakukan dengan menghilangkan penyebab kontaminasi langsung pada sumbernya atau memodifikasi mesin dan peralatan sehingga penyebaran dari sumber kontaminasi dapat dieliminasi dan memudahkan proses pembersihan rutin. Dengan mengeliminasi sumber kontaminasi, maka kegiatan pembersihan dan pengecekan secara rutin akan menghabiskan waktu lebih singkat. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa alternatif menghilangkan sumber kontaminasi merupakan alternatif yang memberikan pengaruh terhadap berkurangnya jumlah rincian pengecekan dan pembersihan pada peringkat pertama dengan bobot sebesar 0.862. Sedangkan alternatif mengubah periode waktu pengecekan dan pembersihan beberapa ítem memiliki bobot sebesar 0.138 dan berada pada peringkat kedua.
Tabel 5. Hasil perhitungan alternatif dari faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift Alternatif Bobot Peringkat 1. Menghilangkan sumber kontaminasi 0.862 1 2. Mengubah periode waktu pengecekan dan 0.138 2 pembersihan beberapa ítem Inconsistency 0.00 Setelah dilakukan pengamatan terhadap kegiatan pengecekan dan pembersihan rutin diperoleh bahwa operator mengalami kesulitan saat membersihkan area-area yang sulit dibersihkan seperti lantai. Untuk membersihkan lantai tersebut diperlukan mesin vacuum cleaner agar memudahkan proses pembersihan. Selain itu, operator juga mengalami kesulitan
25
untuk mengingat area mana saja yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan berdasarkan pada checklist yang telah dibuat. Oleh sebab itu, waktu banyak terbuang karena operator harus membaca checklist terlebih dahulu sebelum melakukan pengecekan dan pembersihan. Untuk menghilangkan kegiatan tersebut direkomendasikan untuk memberi label pada area mesin sesuai urutan dari kegiatan pengecekan dan pembersihan, sehingga operator dapat dengan mudah melakukan pengecekan dan pembersihan. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa alternatif menyediakan alat untuk membersihkan lantai merupakan alternatif yang memiliki bobot sebesar 0.833. Alternatif ini menunjang terhadap faktor menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan pada peringkat pertama. Sedangkan alternatif memberi label pada area mesin sesuai urutan dari kegiatan pengecekan dan pembersihan berada di peringkat kedua dengan bobot sebesar 0.167. Tabel 6. Hasil perhitungan alternatif dari faktor menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan Alternatif Bobot Peringkat 1. Menyediakan alat untuk membersihkan lantai 0.833 1 2. Memberi label pada area mesin sesuai urutan dari 0.167 2 kegiatan pengecekan dan pembersihan Inconsistency 0.00 Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa alternatif melakukan audit secara berkala merupakan alternatif yang memiliki bobot sebesar 0.634. Alternatif ini menunjang terhadap faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) pada peringkat pertama. Sedangkan alternatif meningkatkan pengawasan berada di peringkat kedua dengan bobot sebesar 0.366. Tabel 7. Hasil perhitungan alternatif dari faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) Alternatif Bobot Peringkat 1. Meningkatkan pengawasan 0.366 2 2. Melakukan audit secara berkala 0.634 1 Inconsistency 0.00
Identifikasi Sumber Kontaminasi Berdasarkan hasil pembobotan dari penggabungan pendapat para pakar terhadap faktor dan alternatif-alternatif dari masing-masing faktor pada struktur model AHP diperoleh bahwa faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift memiliki bobot terbesar. Sedangkan alternatif dari faktor tersebut yang memiliki bobot terbesar, yaitu alternatif menghilangkan sumber kontaminasi. Oleh sebab itu, upaya perbaikan untuk menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan difokuskan pada kegiatan menghilangkan sumber kontaminasi.
26
Setelah dilakukan pengamatan secara langsung di lini pengemasan D mengenai kegiatan pengecekan dan pembersihan yang dilakukan secara rutin, diperoleh bahwa terdapat beberapa area yang kotor. Area dari bagian-bagian mesin yang kotor mengindikasikan bahwa terdapat sumber kontaminasi yang menyebabkan area tersebut kotor. Tabel 8 menunjukkan beberapa area dari bagian-bagian mesin yang kotor oleh debu produk di lantai 1 lini pengemasan D. Tabel 8. Bagian mesin yang kotor di lantai 1 lini pengemasan D Bagian Mesin Keadaan yang Keadaan Aktual Diharapkan 1. Dudukan drawdown 1. Dudukan drawdown Area Transport System bersih dari debu kotor oleh debu produk produk 2. Karet cover as 2. Karet cover as drawdown kotor oleh drawdown bersih dari debu produk debu produk 3. Drawdown kotor oleh 3. Drawdown bersih dari debu produk debu produk 4. Roller jalur polyroll 4. Roller jalur polyroll kotor oleh debu produk bersih dari debu produk 1. Vertikal dan horizontal 1. Vertikal dan horizontal Area Sealing seal bersih dari debu seal bersih dari debu produk produk 2. As cross jaw bersih 2. As cross jaw bersih dari debu produk dari debu produk Roller samping Area Roller Samping Roller samping checkweigher bersih dari checkweigher bersih dari Checkweigher debu produk debu produk Pillow block bersih dari Pillow block kotor oleh Area Pillow Block debu produk debu produk Selanjutnya pendekatan 5 why digunakan untuk menelusuri lebih jauh mengenai akar permasalahan yang terjadi. Analisis menggunakan metode ini dapat dilihat pada Tabel 9. Pada analisis ini akan ditelusuri akar permasalahan yang terjadi dengan memberikan pertanyaan mengapa sampai akar permasalahan yang terjadi diperoleh. Penelusuran akar permasalahan ini sangat penting dilakukan untuk dapat memberikan solusi yang tepat untuk permasalahan yang dihadapi, sehingga nantinya dapat dilakukan penanganan yang tepat terhadap akar permasalahan yang terjadi. Penanganan yang tidak tepat tentunya hanya akan menyebabkan timbulnya permasalahan baru yang akan menyebabkan tingginya pemborosan yang diakibatkan permasalahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa penyebab area mesin kotor di lantai 1 lini pengemasan D, terutama di bagian transport system, dan bagian sealing dari mesin filling sachet disebabkan oleh tekanan N2 yang digunakan tinggi. Gas N2 dimasukkan ke dalam sachet dengan menggunakan tekanan angin, sehingga dalam proses memasukkan N2 tersebut tekanan angin menyebabkan produk terbawa keluar dari forming dan
27
menyebabkan area transport system dan sealing kotor. Penyebab lain yang menyebabkan area lain di lini pengemasan D, yaitu area roller samping checkweigher dan pillow block adalah adanya proses flushing di lini pengemasan lain. Tabel 9. Pendekatan 5 why untuk bagian mesin yang kotor di lantai 1 lini pengemasan D 5 why
Mengapa 1
Mengapa 2
Mengapa 3
Bagian Mesin yang Kotor di Lantai 1 Lini Pengemasan D Area Area Sealing Area Roller Area Pillow Transport Samping Block System Checkweigher Ada semburan Ada Terkontaminasi Terkontaminasi produk dari semburan debu produk debu produk forming produk dari dari lingkungan dari lingkungan forming Ada proses Ada proses Ada proses Ada proses memasukkan memasukkan flushing di lini flushing di lini N2 ke dalam N2 ke dalam pengemasan lain pengemasan lain sachet sachet Tekanan N2 Tekanan N2 yang yang digunakan digunakan tinggi tinggi
Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap sumber kontaminasi di lantai 2 lini pengemasan D. Sebelumnya perlu dilakukan pengamatan di lantai 2 lini pengemasan D untuk menentukan area atau bagian mesin mana saja yang kotor. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan pada Tabel 10 diperoleh bahwa terdapat beberapa bagian mesin yang kotor, diantaranya adalah body rotary shifter, kaki penyangga mesin rotary shifter, flange butterfly, corong rotary blade, dan motor rotary blade dan rotary shifter. Tabel 10. Bagian mesin yang kotor di lantai 2 lini pengemasan D Bagian Mesin Keadaan yang Keadaan Aktual Diharapkan Body rotary shifter Body rotary shifter bersih Body rotary shifter kotor dari debu produk oleh debu produk Kaki penyangga rotary Kaki penyangga rotary Kaki penyangga rotary shifter shifter bersih dari debu shifter kotor oleh debu produk produk Flange butterfly Flange butterfly bersih Flange butterfly kotor oleh debu produk Corong rotary blade Corong rotary blade Corong rotary blade bersih kotor oleh debu produk Motor rotary blade dan Motor rotary blade dan Motor rotary blade dan rotary shifter rotary shifter bersih rotary shifter kotor oleh debu produk
28
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa penyebab area mesin kotor di lantai 2 lini pengemasan D disebabkan oleh seal cover shifter tidak presisi dan karet seal samping sobek. Penyebab tersebut mengakibatkan bagian mesin body rotary shifter dan kaki penyangga rotary shifter kotor. Dengan terjadinya seal cover shifter terpasang tidak presisi dan kerat seal samping sobek menyebabkan seal cover shifter bocor, sehingga produk keluar melalui cover shifter. Penyebab lain yang menyebabkan kotornya beberapa bagian mesin, seperti flange butterfly, corong rotary blade, dan motor rotary blade dan rotary shifter adalah adanya proses flushing di lini pengemasan lain. Untuk lebih jelas dapat dilihat di Tabel 11. Tabel 11. Pendekatan 5 why untuk bagian mesin yang kotor di lantai 2 lini pengemasan D 5 why Bagian Mesin yang Kotor di Lantai 2 Lini Pengemasan D Body rotary Kaki Flange butterfly Corong rotary Motor rotary shifter penyangga blade blade dan rotary shifter rotary shifter Mengapa 1 Ada produk Ada produk Terkontaminasi Terkontaminasi Terkontaminasi yang keluar yang keluar debu produk debu produk debu produk melalui melalui dari lingkungan dari lingkungan dari lingkungan cover cover shifter shifter Mengapa 2 Seal cover Seal cover Ada proses Ada proses Ada proses shifter shifter bocor flushing di lini flushing di lini flushing di lini bocor pengemasan lain pengemasan pengemasan lain lain Mengapa 3 Seal cover Seal cover shifter tidak shifter tidak presisi dan presisi dan karet seal karet seal samping samping sobek sobek Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap sumber kontaminasi di lantai 3 lini pengemasan D. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan pada Tabel 12 diperoleh bahwa terdapat beberapa bagian mesin yang kotor, diantaranya adalah body hopper, lantai, pojok hopper, tangga bordes hopper, dan dinding area hopper. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa penyebab area mesin kotor di lantai 3 lini pengemasan D disebabkan oleh adanya proses flushing di lini pengemasan lain. Untuk lebih jelas mengenai penyebab kotornya area di lantai 3 lini pengemasan D dapat dilihat di Tabel 14.
29
Tabel 12. Bagian mesin yang kotor di lantai 3 lini pengemasan Bagian Mesin Keadaan yang Keadaan Aktual Diharapkan Body hopper Body hopper bersih Body hopper kotor oleh debu produk Lantai Lantai bersih Lantai kotor oleh debu produk Pojok hopper Pojok hopper bersih Pojok hopper kotor oleh debu produk Tangga bordes hopper Tangga bordes hopper Tangga bordes hopper bersih kotor oleh debu produk Dinding area hopper Dinding area hopper Dinding area hopper bersih kotor oleh debu produk Setelah akar permasalahan terkait sumber dari kontaminasi yang menyebabkan kotornya area atau bagian dari mesin diperoleh, selanjutnya dilakukan tahapan penentuan solusi atau rencana perbaikan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Solusi atau perbaikan yang telah ditentukan akan segera diterapkan dengan maksud agar permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan. Alternatif solusi dari perbaikan terhadap permasalahan menghilangkan sumber kontaminasi yang menyebabkan kotornya beberapa bagian mesin dapat dilihat di Tabel 13 berikut Tabel 13. Solusi perbaikan permasalahan kotornya area atau bagian mesin di lini pengemasan D Peristiwa Akar Permasalahan Solusi Perbaikan Area mesin yang kotor di Tekanan N2 yang Membuat standar tekanan lantai 1 lini pengemasan digunakan tinggi N2 D Ada proses flushing di Perbaikan terhadap lini pengemasan lain metode pelaksanaan flushing Area mesin yang kotor di Seal cover shifter tidak Penggantian karet seal lantai 2 lini pengemasan presisi dan karet seal D samping sobek Ada proses flushing di Perbaikan terhadap lini pengemasan lain metode pelaksanaan flushing Area mesin yang kotor di Ada proses flushing di Perbaikan terhadap lantai 3 lini pengemasan lini pengemasan lain metode pelaksanaan D flushing
30
30
Tabel 14. Pendekatan 5 why untuk area mesin yang kotor di lantai 3 lini pengemasan D 5 why
Mengapa 1
21
Area Mesin yang Kotor di Lantai 3 Lini Pengemasan D Body hopper Lantai Pojok hopper Tangga bordes Dinding area hopper hopper Terkontaminasi Terkontaminasi Terkontaminasi Terkontaminasi Terkontaminasi debu produk debu produk debu produk debu produk dari debu produk dari lingkungan dari lingkungan dari lingkungan lingkungan dari lingkungan
Mengapa 2
Ada proses flushing di lini pengemasan lain
Ada proses flushing di lini pengemasan lain
Ada proses flushing di lini pengemasan lain
Ada proses flushing di lini pengemasan lain
Ada proses flushing di lini pengemasan lain
31
Penyusunan Strategi untuk Pengembangan Implementasi TPM Pemodelan Strategi Peningkatan Kinerja Autonomous Maintenance dengan AHP Sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam menerapkan Total Productive Maintenance (TPM), diantaranya adalah dapat menurunkan kasus breakdown mesin (zero breakdown), menjamin ketersediaan mesin-mesin dalam kondisi yang prima setiap saat, serta meningkatkan sikap kerja dan pola pikir yang positif kepada karyawan, sehingga kelancaran proses produksi dapat tercapai. Namun, kondisi aktual yang terjadi di PT XYZ adalah sasaran-sasaran tersebut belum dicapai secara maksimal. Oleh karena itu perlu upaya untuk mencapai kondisi yang diharapkan dari diterapkannya TPM. Autonomous Maintenance (pemeliharaan mandiri) merupakan salah satu pilar yang berperan dalam keberhasilan penerapan TPM. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya perbaikan secara terus menerus (continuous improvement) untuk mencapai auotonomous maintenance yang efektif, sehingga kinerja dari implementasi TPM dapat meningkat. Penyusunan strategi untuk mengembangkan implementasi TPM melalui kegiatan autonomous maintenance dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Pemodelan strategi peningkatan kinerja autonomous maintenance ini berdasarkan pada keadaan aktual bahwa kegiatan autonomous maintenance merupakan kegiatan utama yang menjadi fokus dari Departemen Produksi di PT XYZ. Proses Hierarki Analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu pendekatan analisis yang bertujuan membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur. Analisis ini biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), maupun masalahmasalah yang memerlukan pendapat (judgement), AHP banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik (Saaty 1993). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamis menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004). Struktur model AHP yang dikembangkan terdiri atas empat level, yaitu sasaran (goal), aktor, faktor, dan alternatif. Struktur model tersebut terdiri atas elemen-elemen yang diperoleh melalui studi literatur, wawancara dengan para pakar atau pihak-pihak yang ditentukan berdasarkan jabatan yang dimiliki, maupun justifikasi terhadap pengalaman, kepakaran dan pengetahuan mengenai kondisi aktual perusahaan. Sasaran (goal) yang merupakan level 1 dari struktur hierarki adalah autonomous maintenance yang efektif. Level selanjutnya adalah aktor (level 2). Aktor yang dinilai berperan dalam mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif di PT XYZ, diantaranya adalah Departemen Produksi,
32
Departemen Engineering and Maintenance, Departemen Quality Control, dan Departemen Human Resources. Level ketiga dari struktur hierarki adalah faktor. Faktor yang dinilai berpengaruh untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, diantaranya adalah faktor keterampilan operator, faktor dukungan manajemen puncak, faktor kedisiplinan operator, faktor tersedianya peralatan dan bahan perawatan mesin, serta faktor adanya Standard Operation Procedure (SOP) perawatan mesin. Sedangkan level keempat adalah alternatif, dimana alternatif ini merupakan program-program yang dapat dilakukan dalam mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif. Alternatif-alternatif tersebut diantaranya adalah dengan melakukan optimalisasi pelatihan, melakukan audit secara berkala, memberlakukan program 2 One Point Lesson (OPL)/Operator/Bulan, dan alternatif keempat adalah dengan melakukan pembentukan circle group. Untuk lebih jelas mengenai struktur hierarki dari model penentuan strategi untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif dapat dilihat pada Gambar 13.
Hasil Penentuan Strategi Peningkatan Kinerja Dengan menggunakan metode pengambilan keputusan dengan AHP dapat diketahui prioritas alternatif strategi terbaik berdasarkan bobot dari hasil perhitungan pendapat dari para pakar. Pembobotan dapat dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice 11 sehingga dihasilkan bobot untuk setiap alternatif strategi. Para pakar yang menjadi responden dalam penentuan strategi ini diantaranya adalah supervisor produksi, supervisor Engineering and Maintenance, serta supervisor Quality Control. Adapun hasil penggabungan pendapat para pakar dengan menggunakan software Expert Choice 11 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil perhitungan pembobotan pada analisis aktor (level 2) dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) Aktor (Level 2) Bobot Peringkat Departemen Produksi 0.459 1 Departemen Engineering and maintenance 0.231 2 Departemen Quality Control 0.136 4 Departemen Human Resources 0.173 3 Inconsistency 0.01 Hasil dari perhitungan kombinasi pendapat dari para pakar untuk level 2, yaitu level aktor disajikan pada Tabel 15. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Expert Choice 11 untuk level 2 diperoleh bahwa aktor utama yang berperan dalam pencapaian sasaran autonomous maintenance yang efektif di PT XYZ adalah Departemen Produksi dengan bobot sebesar 0.459. Unit organisasi Departemen Engineering and Maintenance berada di peringkat kedua dengan bobot 0.231, Departemen Human Resources berada di peringkat ketiga dengan bobot 0.173, dan aktor Departemen Quality Control berada di peringkat terakhir dengan bobot 0.136.
33
Level 1 : Sasaran
Level 2 : Aktor
Level 3 : Faktor
Level 4 : Alternatif
Autonomous Maintenance yang Efektif
Departemen Produksi (0.459)
Keterampilan Operator (0.249)
Optimalisasi Pelatihan (0.285)
Departemen Engineering & Maintenance (0.231)
Dukungan Manajemen Puncak (0.205)
Kedisiplinan Operator (0.269)
Melakukan Audit Secara Berkala (0.238)
Departemen Quality Control (0.136)
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin (0.135)
Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan (0.263)
Departemen Human Resources (0.173)
Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin (0.115)
Pembentukan Circle Group (0.213)
Gambar 13. Pemodelan AHP strategi pencapaian autonomous maintenance yang efektif
33
34
Berdasarkan Tabel 16, faktor kedisiplinan operator merupakan faktor utama yang mempengaruhi tercapainya autonomous maintenance yang efektif dan faktor tersebut menjadi pertimbangan utama dalam dalam analisis penentuan alternatif strategi pencapaian sasaran autonomous maintenance yang efektif dengan bobot yang diperoleh sebesar 0.259. Sedangkan faktor keterampilan operator berada di peringkat kedua dengan bobot sebesar 0.217, dan faktor dukungan manajemen puncak merupakan faktor yang berada di peringkat ketiga dengan bobot sebesar 0.198. Tabel 16. Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) Faktor (Level 3) Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Inconsistency
Bobot 0.249 0.205 0.296 0.135
Peringkat 2 3 1 4
0.115
5 0.00712
Berdasarkan hasil perhitungan pada level 4 (alternatif) pada Tabel 17 menunjukkan bahwa alternatif program optimalisasi pelatihan merupakan alternatif strategi yang terpilih sebagai prioritas utama dalam upaya untuk mencapai autonomous maintenance yang efektif dengan bobot sebesar 0.285. Selanjutnya, alternatif memberlakukan program 2 One Point Lesson (OPL)/Operator/Bulan merupakan urutan strategi dengan prioritas terpenting kedua dengan bobot sebesar 0.263. Untuk alternatif melakukan audit secara berkala berada di peringkat ketiga dengan bobot yang diperoleh dari gabungan pendapat para pakar adalah sebesar 0.238 dan alternatif pembentukan circle group terpilih sebagai alternatif terakhir dengan bobot terendah, yaitu sebesar 0.213. Secara keseluruhan hasil perhitungan dari penggabungan pendapat para pakar untuk penentuan bobot setiap alternatif dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) Alternatif (Level 4) Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 One Point Lesson (OPL)/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Inconsistency
Bobot 0.285 0.238 0.263
Peringkat 1 3 2
0.213
4 0.01
Seluruh penilaian yang diberikan oleh para pakar bersifat konsisten dan dapat dipercaya. Hal tersebut dibuktikan melalui nilai inconsistency ratio dari setiap level masing-masing pakar tidak lebih dari 0.1. Dalam sasaran utama untuk mencapai autonomous maintenance yang efektif, alternatif dengan bobot tertinggi
35
memang perlu diperhatikan, walaupun sebenarnya rencana yang lainnya tidak berarti dikesampingkan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Area kerja kritis di PT XYZ berada di lini pengemasan D yang menjadi model lini dalam penerapan Total Productive Maintenance (TPM) karena memiliki persentase downtime paling tinggi, yaitu 3.73% dari waktu total jam kerja. Sedangkan stasiun kerja kritis pada lini pengemasan D adalah stasiun kerja filling. Pelaksanaan TPM di area kerja kritis meliputi program kerja 5S sebagai dasar dan pelaksanaan delapan pilar TPM. Dalam pelaksanaannya di PT XYZ, 5S sebagai dasar dari TPM telah diterapkan secara utuh. Dari delapan pilar yang ada, hanya lima pilar yang telah diterapkan walaupun tahap-tahap dalam pilar tersebut belum dilaksanakan seluruhnya. Lima pilar tersebut diantaranya adalah focused improvement, autonomous maintenance, planned maintenance, pendidikan dan pelatihan, dan quality maintenance. Dalam penentuan strategi yang ditetapkan untuk menurunkan downtime waktu pengecekan dan pembersihan dalam upaya meningkatkan rasio ketersediaan waktu diperoleh hasil bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift. Sedangkan alternatif yang memiliki prioritas tertinggi dalam upaya menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan adalah menghilangkan sumber kontaminasi. Dalam penentuan strategi untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif dengan menggunakan metode AHP diperoleh hasil bahwa unit organisasi yang paling berperan dalam mencapai sasaran tersebut adalah Departemen Produksi (0.459). Sedangkan faktor kedisiplinan operator merupakan faktor yang paling berpengaruh dengan bobot 0.259. Selanjutnya, dari empat alternatif strategi diperoleh bahwa alternatif optimalisasi pelatihan merupakan alternatif terpenting dalam mencapai sasaran mencapai autonomous maintenance yang efektif dengan bobot 0.285.
Saran Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan nilai rasio ketersediaan mesin di lini pengemasan D dapat
36
2.
3.
dilakukan dengan menghilangkan sumber kontaminasi sehingga dapat mempersingkat waktu dari pengecekan dan pembersihan rutin. Upaya peningkatan juga dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin dan peralatan untuk mencegah penyebaran dari sumber kontaminasi. Dalam penelitian yang telah dilakukan, kegiatan perbaikan (improvement) untuk menyelesaikan masalah menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan hanya dilakukan hingga proses rencana perbaikan. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian hingga diperoleh hasil dari upaya perbaikan tersebut. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan TPM di lini pengemasan lain, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan TPM secara keseluruhan sudah efektif atau belum.
DAFTAR PUSTAKA Assauri S. 2004. Management Produksi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Borris S. 2006. Total Productive Maintenance. New York: McGraw-Hill Companies. Dal B. 2000. Overall Equipment Effectiveness as a Measure of Operational Improvement. Journal of Operation and Production Management 20: 1491. Ericsson, J. (1997). Disruption Analysis - An Important Tool in Lean Production. Lund: Department of Production and Materials Engineering, Lund University. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Nakajima S. 1988. Introduction to Total Productive Maintenance. Portland: Productivity Press Inc. Peppard, J and P. Rowland. 1997. The Essence of Business Process ReEngineering. Diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono. Yogyakarta: Penerbit Andi. Saaty, TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Liana Setiono, penerjemah. Terjemahan dari : Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex Word. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo. Saaty, Thomas L. 1999, Fundamentals of The Analytic Network Process. Paper presented in ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14, 1999. Stamatis D H. 2010. The OEE Primer. New York: Productivity Press. Yamashita, T. 1996. Total Productive Maintenance Instructors Course. Tokyo: Japan Institute of Plant Maintenance.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Kuesioner AHP strategi pencapaian autonomous maintenance yang efektif
KUESIONER JUDUL PENELITIAN : ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT XYZ
Oleh : EKA SANDRA PUTRI F34090074
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 KUESIONER
39
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian dengan judul : Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ. Kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu. Nama Responden : ...................................................................................................... Jabatan : ....................................................................................................................... Lama Bekerja : ............................................................................................................ Petunjuk : Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap perbandingan berpasangan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi Anda. Petunjuk Nilai Skala Perbandingan : Tingkat Definisi Kepentingan 1 Elemen A sama penting (sejajar) dengan B 3 Elemen A sedikit lebih penting dari B 5 7
9
2,4,6,8
Elemen A jelas lebih penting dari B Elemen A sangat nyata lebih penting dari B Elemen A mutlak lebih penting dari B Nilai tengah di antara dua nilai berdekatan
Penjelasan Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama Penilaian salah satu elemen sedikit lebih memihak dibandingkan pasangannya Penilaian salah satu elemen lebih kuat dibandingkan pasangannya Salah satu elemen lebih kuat dan dominasinya terlihat dibandingkan pasangannya Sangat jelas bahwa salah satu elemen amat sangat penting dibandingkan pasangannya Diberikan apabila terdapat keraguan diantara dua penilaian yang berdekatan
Contoh Bentuk Perbandingan Berpasangan : Elemen A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Elemen B Skala bagian kiri digunakan jika Elemen A memiliki tingkat kepentingan di atas Elemen B Skala bagian kanan digunakan jika Elemen B memiliki tingkat kepentingan di atas Elemen.
40
40
BAGIAN 1 Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah antara Departemen di kolom KIRI dengan Departemen di kolom KANAN memiliki peran yang sama (beri tanda ceklis (√) pada nilai =1) atau tidak sama perannya. Jika tidak sama, maka:
jika Departemen pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom kiri.
Jika Departmen pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom kanan.
Nama Departemen 9 Produksi Produksi Produksi Engineering & Maintenance Engineering & Maintenance Quality Control
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
4
3
2
1
2
3
4
KOLOM KANAN Skala 5 6 7 8 9
Nama Departemen Engineering & Maintenance Quality Control Human Resources Quality Control Human Resources Human Resources
41
BAGIAN 2 Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi peranan Departemen Produksi, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah FAKTOR di kolom KIRI dengan FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka: Jika FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom kanan. 2.1. Departemen Produksi KOLOM KIRI Faktor 9
8 7
KOLOM KANAN Skala 6 5 4
3
2
1
2
3
Skala 4 5 6
Faktor 7
8
9
Keterampilan Operator
Dukungan Manajemen Puncak
Keterampilan Operator
Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin
41
42
42
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi peranan Departemen Engineering & Maintenance, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah FAKTOR di kolom KIRI dengan FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnhya. Jika tidak sama, maka: Jika FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom kanan. 2.2. Departemen Engineering & Maintenance KOLOM KIRI Faktor 9
8 7
KOLOM KANAN Skala 6 5 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Faktor 7
8
9
Keterampilan Operator
Dukungan Manajemen Puncak
Keterampilan Operator
Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin
43
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi peranan Departemen Quality Control, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah FAKTOR di kolom KIRI dengan FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnhya. Jika tidak sama, maka: Jika FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom kanan. 2.3. Departemen Quality Control KOLOM KIRI Faktor 9
8 7
KOLOM KANAN Skala 6 5 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Faktor 7
8
9
Keterampilan Operator
Dukungan Manajemen Puncak
Keterampilan Operator
Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin
43
44
44
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi peranan DepartemenHuman Resources, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah FAKTOR di kolom KIRI dengan FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnhya. Jika tidak sama, maka: Jika FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom kanan. 2.4. Departemen Human Resources KOLOM KIRI Faktor 9
8 7
KOLOM KANAN Skala 6 5 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Faktor 7
8
9
Keterampilan Operator
Dukungan Manajemen Puncak
Keterampilan Operator
Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Kedisiplinan Operator
Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin
Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin
45
BAGIAN 3 Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi Faktor Keterampilan Operator, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah alternatif PROGRAM di kolom KIRI dengan alternatif PROGRAM di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka: Jika PROGRAM pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika PROGRAM pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN. 3.1. Keterampilan Operator Program 9 Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Program 7
8
9 Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Pembentukan Circle Group
45
46
46
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi Faktor Dukungan Manajemen Puncak, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah alternatif PROGRAM di kolom KIRI dengan alternatif PROGRAM di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka: Jika PROGRAM pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika PROGRAM pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN. 3.2. Dukungan Manajemen Puncak Program 9 Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
5
Skala 6
Program 7
8
9 Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Pembentukan Circle Group
47
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi Faktor Kedisiplinan Operator, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah alternatif PROGRAM di kolom KIRI dengan alternatif PROGRAM di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka: Jika PROGRAM pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika PROGRAM pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN. 3.3. Kedisiplinan Operator Program 9 Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
5
Skala 6
Program 7
8
9 Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Pembentukan Circle Group
47
48
48
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi Faktor Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah alternatif PROGRAM di kolom KIRI dengan alternatif PROGRAM di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka: Jika PROGRAM pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika PROGRAM pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN. 3.4. Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Program 9 Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
5
Skala 6
Program 7
8
9 Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Pembentukan Circle Group
49
Untuk mencapai sasaran autonomous maintenance yang efektif, ditinjau dari sisi Faktor Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah alternatif PROGRAM di kolom KIRI dengan alternatif PROGRAM di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka: Jika PROGRAM pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI. Jika PROGRAM pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN. 3.5. Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin
Program 9 Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Program 7
8
9 Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Memberlakukan Program 2 OPL/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Pembentukan Circle Group
49
50
Lampiran 2. Kuesioner AHP strategi menurunkan waktu pengecekan dan pembersihan
KUESIONER JUDUL PENELITIAN : ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT XYZ
Oleh : EKA SANDRA PUTRI F34090074
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
51
KUESIONER Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian dengan judul : Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ. Kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu. Nama Responden : ...................................................................................................... Jabatan : ....................................................................................................................... Lama Bekerja : ............................................................................................................ Petunjuk : Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap perbandingan berpasangan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi Anda. Petunjuk Nilai Skala Perbandingan : Tingkat Definisi Kepentingan 1 Elemen A sama penting (sejajar) dengan B 3 Elemen A sedikit lebih penting dari B 5 Elemen A jelas lebih penting dari B 7 Elemen A sangat nyata lebih penting dari B 9
2,4,6,8
Elemen A mutlak lebih penting dari B Nilai tengah di antara dua nilai berdekatan
Penjelasan Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama Penilaian salah satu elemen sedikit lebih memihak dibandingkan pasangannya Penilaian salah satu elemen lebih kuat dibandingkan pasangannya Salah satu elemen lebih kuat dan dominasinya terlihat dibandingkan pasangannya Sangat jelas bahwa salah satu elemen amat sangat penting dibandingkan pasangannya Diberikan apabila terdapat keraguan diantara dua penilaian yang berdekatan
Contoh Bentuk Perbandingan Berpasangan : Elemen A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Elemen B Skala bagian kiri digunakan jika Elemen A memiliki tingkat kepentingan di atas Elemen B Skala bagian kanan digunakan jika Elemen B memiliki tingkat kepentingan di atas Elemen.
52
52
BAGIAN 1 Untuk mencapai sasaran menurunkan waktu Cleaning and Inspection, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah antara Faktor di kolom KIRI dengan Faktor di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda ceklis (√) pada nilai =1) atau tidak sama perannya. Jika tidak sama, maka:
Jika FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI.
Jika FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN. KOLOM KIRI
Faktor 9 Mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift Mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift Menyediakan sarana dan prasaran untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan
8
7
Skala 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Faktor 7
8
9 Menyediakan sarana dan prasarana untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan
Meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) Meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP)
53
BAGIAN 2 Untuk mencapai sasaran menurunkan waktu Cleaning and Inspection, ditinjau dari faktor mengurangi jumlah rincian yang perlu dilakukan pengecekan dan pembersihan setiap shift , menurut pendapat Bapak/Ibu apakah SUB-FAKTOR di kolom KIRI dengan SUB-FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka:
Jika SUB-FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI.
Jika SUB-FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN.
Sub-Faktor 9 Menghilangkan sumber kontaminasi
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
KOLOM KANAN 4
3
2
1
2
3
4
Skala 5 6
Sub-Faktor 7
8
9 Mengubah periode waktu pengecekan dan pembersihan beberapa item
53
54
54
Untuk mencapai sasaran menurunkan waktu Cleaning and Inspection, ditinjau dari faktor menyediakan sarana dan prasaran untuk mempermudah pengecekan dan pembersihan, menurut pendapat Bapak/Ibu apakah SUB-FAKTOR di kolom KIRI dengan SUB-FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka:
Jika SUB-FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI.
Jika SUB-FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN.
Sub-Faktor 9 Menyediakan alat untuk membersihkan lantai
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
4
3
2
1
2
3
4
KOLOM KANAN Skala 5 6 7 8 9
Sub-Faktor Memberi label pada area mesin sesuai urutan dari kegiatan pengecekan dan pembersihan
55
Untuk mencapai sasaran menurunkan waktu Cleaning and Inspection, ditinjau dari faktor meningkatkan kedisiplinan operator untuk melakukan pengecekan dan pembersihan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) , menurut pendapat Bapak/Ibu apakah SUBFAKTOR di kolom KIRI dengan SUB-FAKTOR di kolom KANAN sama pentingnya (beri tanda √ pada nilai =1) atau tidak sama pentingnya. Jika tidak sama, maka:
Jika SUB-FAKTOR pada kolom Kiri lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KIRI.
Jika SUB-FAKTOR pada kolom Kanan lebih berperan lebih berperan beri tanda √ pada salah satu nilai skala (dari skala 2 s/d 9) pada kolom KANAN.
Sub-Faktor 9 Meningkatkan pengawasan
KOLOM KIRI Skala 8 7 6 5
4
3
2
1
2
3
4
KOLOM KANAN Skala 5 6 7 8 9
Sub-Faktor Melakukan audit secara berkala
55
56
Lampiran 3. Hasil pembobotan pendapat para pakar kuesioner AHP strategi pencapaian autonomous maintenance yang efektif Tabel 18. Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) supervisor produksi Aktor (Level 2) Departemen Produksi Departemen Engineering and maintenance Departemen Quality Control Departemen Human Resources Inconsistency
Bobot 0.672 0.147 0.047 0.134
Peringkat 1 2 4 3 0.06
Tabel 19. Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) supervisor engineering and maintenance Aktor (Level 2) Departemen Produksi Departemen Engineering and maintenance Departemen Quality Control Departemen Human Resources Inconsistency
Bobot 0.250 0.250 0.250 0.250
Peringkat 1 2 4 3 0.04
Tabel 20. Hasil perhitungan pembobotan level 2 (aktor) supervisor quality control Aktor (Level 2) Departemen Produksi Departemen Engineering and maintenance Departemen Quality Control Departemen Human Resources Inconsistency
Bobot 0.451 0.261 0.169 0.119
Peringkat 1 2 3 4 0.05
Tabel 21. Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) supervisor produksi Faktor (Level 3) Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Inconsistency
Bobot 0.335 0.279 0.212 0.109 0.064
Peringkat 1 2 3 4 5 0.06
57
Tabel 22. Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) supervisor engineering and maintenance Faktor (Level 3) Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Inconsistency
Bobot 0.200 0.200 0.200 0.200 0.200
Peringkat 1 2 3 4 5 0.00
Tabel 23. Hasil perhitungan pembobotan level 3 (faktor) supervisor quality control Faktor (Level 3) Keterampilan Operator Dukungan Manajemen Puncak Kedisiplinan Operator Tersedianya Peralatan dan Bahan Perawatan Mesin Adanya Standard Operation Procedure (SOP) Perawatan Mesin Inconsistency
Bobot 0.197 0.117 0.505 0.089 0.092
Peringkat 2 3 1 5 4 0.07
Tabel 24. Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) supervisor produksi Alternatif (Level 4) Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 One Point Lesson (OPL)/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Inconsistency
Bobot 0.403 0.185 0.188
Peringkat 1 4 3
0.224
2 0.06
58
Tabel 25. Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) supervisor engineering and maintenance Alternatif (Level 4) Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 One Point Lesson (OPL)/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Inconsistency
Bobot 0.241 0.229 0.292
Peringkat 2 4 1
0.238
3 0.04
Tabel 26. Hasil perhitungan pembobotan level 4 (alternatif) supervisor quality control Alternatif (Level 4) Optimalisasi Pelatihan Melakukan Audit Secara Berkala Memberlakukan Program 2 One Point Lesson (OPL)/Operator/Bulan Pembentukan Circle Group Inconsistency
Bobot 0.217 0.309 0.292
Peringkat 3 1 2
0.182
4 0.05
59
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 April 1991 dari ayah Suparman dan ibu Netti Heryanti. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi staf pengurus untuk bagian barat dari Forum Agroindustri Indonesia (FORAGRIN) pada tahun 2010-2012 dan anggota dari Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) Teknologi Industri Pertanian IPB. Bulan Juni hingga Agustus 2012 penulis melakukan Praktik Lapangan di PT Sanghiang Perkasa, Jakarta dengan judul Mempelajari Teknik Tata Cara Kerja. Selain itu, pada bulan Maret hingga Mei 2013 penulis melakukan penelitian di tempat yang sama dengan judul Analisis Penerapan Total Productive Maintenance di PT XYZ.