Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
(In Press)
Analisis Efektivitas Mesin Penggiling Tebu Dengan Penerapan Total Productive Agus Jiwantoro, Bambang Dwi Argo, Wahyunanto Agung Nugroho Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan TPM adalah untuk mengetahui six big losses yang terdapat pada mesin produksi. Overall equipment effectiveness (OEE) digunakan sebagai alat ukur dalam penerapan total productive maintenance (TPM) di PG. Jatitujuh. Analisa mesin penggiling tebu ini diukur melalui availability, performance efficiency dan rate of quality product serta menentukan komponenkomponen kritis mesin penggiling tebu. Pengukuran efektivitas mesin penggiling tebu I-IV dilakukan mulai tanggal 16 Mei -22 Agustus 2011. Data kerusakan komponen peralatan mesin penggiling I-IV yang diambil yaitu; ampas plate, metal roll gilingan, rantai feeding roll, roll gilingan (roll pengisi/feeding roll, roll depan, roll atas/top roll dan roll belakang (bagasse roll), skraper, dan alat kelengkapan gilingan (hidraulik gilingan, intermediate carrier (IMC), reducer dan turbin (elektromotor penggerak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan komponen mesin penggiling I paling besar. Faktor yang mempengaruhi efektivitas mesin penggiling yaitu breakdown (kerusakan peralatan) dan setup (penyetelan peralatan), hal ini mengakibatkan kinerja mesin turun, tingkat menganggur mesin tinggi serta produktivitas rendah. Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) mesin penggiling tebu PG. Jatitujuh mulai tanggal 16 Mei – 22 Agustus 2011 telah memenuhi standart dengan nilai rata-rata 92,36%, dimana nilai availability 93,8%, performance efficiency 99,09% dan rate of quality product 99,34%. Kata Kunci: TPM , OEE, Six Big Losses
Effectiveness Analysis Of Cane Grinding Machine With Application Of Total Productive Maintenance ABSTRACT TPM goal is to know that there are six big losses on the machine production. Overall equipment effectiveness (OEE) is used as a measuring tool in the implementation of total productive maintenance (TPM) in the Jatitujuh sugar company. Cane grinding machine analysis is measured by availability, performance efficiency and the rate of quality product and determine the critical components of cane grinding machine. Measuring the effectiveness of sugarcane mill I-IV was conducted from May 16 -22 August 2011. Data destruction grinding machinery components I-IV were taken namely pulp plate, metal roll mill, feeding chain roll, roll mill (roll filler / feeding roll, roll forward, roll on / roll top and roll back (bagasse roll), scraper , and mill fittings (hydraulic mill, intermediate carrier (IMC), reducers and turbine (electromotor activator).The results showed that the extent of the most major damage component was occur in machine I. Factors affecting the effectiveness were breakdown mill (equipment damage) and setup (tuning equipment), this resulted in the performance of the machine to fall, the high engine idle and low productivity. Rated Overall Equipment Effectiveness (OEE) at Jatitujuh sugar company was starting from 16 May to 22 August 2011 has been to meet the standard with an average value of 92.36%, in which 93.8% availability, 99.09% of performance efficiency rate and 99.34% quality product. Key Word: TPM , OEE, Six Big Losses
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
18
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
PENDAHULUAN Usaha perbaikan pada industri, dilihat dari segi peralatan adalah dengan meningkatkan efektivitas mesin atau peralatan seoptimal mungkin. Untuk menjaga kondisi mesin tersebut agar tidak terjadi kerusakan ataupun paling tidak meminimumkan kerusakan peralatan, sehingga proses produksi tidak terlalu lama berhenti, maka diperlukan sistem perawatan dan pemeliharaan mesin yang baik dan tepat sehingga hasilnya dapat meningkatkan efektivitas mesin dan kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan mesin dapat dihindarkan. Permasalahan yang timbul di PG. Jatitujuh khususnya terkait dengan kerusakan peralatan ketika proses penggilingan, hal tersebut dapat mengakibatkan jam berhenti (downtime) giling tinggi sehingga kinerja mesin menjadi kurang efektif. Untuk meningkatkan kinerja PG. Jatitujuh dalam proses produksi perlu didukung oleh manajemen pemeliharaan dan diperlukan langkah-langkah yang efektif dalam pemeliharaan peralatan untuk dapat menanggulangi dan mencegah masalah tersebut. Pemeliharaan tersebut ditangani dan diupayakan secara berkesinambungan sehingga mampu meningkatkan efektivitas dari peralatan tersebut. Efektivitas merupakan ukuran perbandingan jumlah produk yang diproduksi sepanjang waktu pada periode tertentu terhadap kapasitas teoritis. Efektivitas mesin dapat menunjukkan produktivitas dari mesin tersebut. Peningkatan efektivitas dan kualitas dari peralatan untuk mencegah terjadinya kerusakan sangat penting. Oleh karena itu dibutuhkan adanya analisis efektivitas untuk mengukur efektif atau tidaknya penggunaan mesin penggiling. Pengukuran ini juga dapat digunakan untuk mengetahui pelaksanaan perawatan peralatan yang telah dilaksanakan di pabrik gula tersebut sehingga didapatkan jam berhenti giling dan kapasitas giling pabrik gula tersebut. Total Productive Maintenance (TPM) adalah salah satu metode yang dikembangkan di Jepang yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi perusahaan dengan menggunakan mesin atau peralatan secara efektif. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan nilai efektivitas mesin penggiling tebu dengan menggunakan OEE (Overall Equipment Effectiveness) sebagai alat ukur dalam penerapan Total Productive Maintenance (TPM) di PG. Jatitujuh dan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya kinerja mesin penggiling serta menentukan kompononen-komponen kritis mesin penggiling di PG. Jatitujuh. Perawatan (Maintenance) Mesin Suatu kegiatan industri tidak terlepas dari penggunaan mesin dan peralatan produksi. Kelancaran kegiatan produksi sangat tergantung pada baik tidaknya mesin yang digunakan. Baik tidaknya suatu mesin tergantung pada cara menggunakan mesin tersebut dan perawatan yang dilakukan. Kegiatan perawatan meliputi kegiatan pengecekan, meminyaki (lubrication) dan perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada serta penyesuaian atau penggantian suku cadang (spare part) atau komponen yang terdapat pada mesin atau fasilitas tersebut (Assauri, 1978). Sistem perawatan harus memiliki respon yang baik terhadap kerusakan-kerusakan yang akan muncul maupun kapasitas kerja yang memadai untuk menangani kerusakan yang terjadi. Untuk kepentingan ini maka sistem perawatan harus memiliki dan menjalankan fungsi dari beberapa hal yaitu; variabel-variabel keputusan, kriteria kinerja, batasan, masukan, dan keluaran. Seperti yang disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
19
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Gambar 1. Komponen Dasar Sistem Perawatan (Nasution, 2006) Teknik Perawatan Mesin Menurut jamasri (2005), beberapa teknik pemeliharaan yang telah banyak digunakan diberbagai industri termasuk industri proses adalah sebagai berikut: a.
Pemeliharaan reaktif (breakdown atau reactive maintenance) Teknik pemeliharaan ini berorientasi pada perbaikan kerusakan yang telah terjadi dan paling banyak dipergunakan karena cukup sederhana, fleksibel, dan murah terutama untuk mesin-mesin dan peralatan non-kritis bagi produksi. b. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance) Teknik pemeliharaan ini bertujuan untuk memperbaiki performansi dan kondisi awal dari pabrik pembuatnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan modifikasi pada desain awal peralatan. c. Pemeliharaan preventif (preventive maintenance) Teknik pemeliharaan ini bertujuan untuk memperkecil variasi kerusakan mesin per satuan waktu tertentu, menghindarkan kerusakan yang mendadak, dan memaksimumkan umur peralatan. Tujuan ini dicapai dengan melakukan pemeriksaan terjadwal untuk menjaga kondisi dan lingkungan operasi peralatan pada titik optimal. d. Pemeliharaan prediktif (predictive maintenance) Teknik pemeliharaan ini bertujuan untuk meramalkan kapan suatu peralatan akan rusak sehingga persiapan yang memadai dalam menghadapi hal tersebut dapat dilakukan sedini mungkin tanpa harus mengganggu proses produksi. Teknik ini menuntut peralatan diagnosis yang canggih dan mahal serta pengetahuan personil yang memadai akan berbagai gejala pra-kerusakan yang muncul. Sebagai contoh perubahan getaran atau vibrasi, suara abnormal, temperatur, dan tekanan pada suatu peralatan. e. RCM (realibility centered maintenance) RCM adalah suatu pendekatan analisis yang dapat membantu untuk memprioritaskan tugastugas pemeliharaan atas peralatan yang ada. Dengan memanfaatkan RCM bagian pemeliharaan dapat lebih fokus dan terarah dalam melaksanakan aktifitasnya. RCM memanfaatkan data-data masa lalu peralatan dan pengamatan operator yang telah betul mengenal peralatannya. TPM (Total Productive Maintenance) Menurut Nakajima(1988) TPM (Total Productive Maintanance) adalah suatu program untuk pengembangan fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi, yang melibatkan seluruh SDM-nya. Jika diimplementasikan secara penuh, TPM secara dramatis meningkatkan produktivitas dan kualitas, serta menurunkan biaya. TPM merupakan pemeliharaan produktif yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan melalui aktivitas kelompok kecil yang terencana. Dalam TPM operator mesin bertanggung jawab untuk pemeliharaan mesin, disamping operasinya. Implementasi TPM dapat mewujudkan penghematan biaya yang cukup besar melalui peningkatan produktivitas mesin. Semakin besar derajat otomatisasi pabrik, semakin besar pengurangan biaya yang diwujudkan oleh TPM.
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
20
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Penerapan TPM (Total Productive Maintenance) Menurut Patterson (1996), sebelum penerapan TPM dilakukan dalam suatu perusahaan, perusahaan tersebut harus sudah memenuhi kondisi 5S. Kondisi 5S tersebut adalah: 1. Seiri (sorting out) Artinya ringkas atau pemilahan, yaitu (i) pemilahan barang menjadi tiga kategori (diperlukan, tidak diperlukan, ragu – ragu), (ii) tidak ada barang yang tidak diperlukan berada di area kerja, (iii) tidak ada barang yang berlebih jumlahnya. 2. Seiton (arranging efficiently) Artinya rapi atau penataan, yaitu (i) mengatur barang–barang yang diperlukan dengan susunan yang tepat sehingga mudah ditemukan pada saat diperlukan dan mudah dikembalikan, (ii) setiap barang yang masih diperlukan dalam pekerjaan tersedia di tempatnya dan jelas status keberadaannya, (iii) setiap barang dan tempat penyimpanannya memilki tanda atau identitas yang distandarkan, (iv) setiap orang mematuhi aturan penyimpanan dan ada mekanisme pemastiannya. 3. Seiso (checking through cleaning) Artinya resik atau pembersihan, yaitu (i) membersihkan sambil memeriksa, (ii) menghilangkan sumber penyebab kotor, (iii) mengupayakan kondisi optimum. 4. Seiketsu (neatness) Artinya rawat atau pemantapan, yaitu (i) melaksanakan standarisasi di tempat kerja, (ii) mempertahankan kondisi optimum, (iii) mewujudkan tempat kerja yang bebas kesalahan. 5. Shitsuke (discipline) Artinya rajin atau disiplin, yaitu (i) terbiasa merawat ringkas, rapi, bersih, (ii) terbiasa melaksanakan standar kerja, (iii) mengembangkan kebiasaan positif seperti taat aturan, tepat janji dan tepat waktu serta tidak membuang sampah sembarangan. Penerapan TPM berlangsung dalam empat tahap utama: 1. Tahap 1, persiapan, terdiri dari langkah – langkah untuk mengatasi adanya resistansi atau penilaian terhadap perubahan. 2. Tahap 2, penerapan pendahuluan, dirancang untuk melibatkan para operator dalam aktivitas – aktivitas perawatan. 3. Tahap 3, penerapan TPM difokuskan pada peningkatan keefektifan perlengkapan mesin serta mengatasi resistansi terhadap TPM. 4. Tahap 4 stabilisasi TPM, merupakan tahap pemantapan sistem TPM serta menjaga kelangsungan operasionalnya (Nakajima, 1988). OEE (Overall Equipment Effectiveness) Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan efektivitas peralatan secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa performance peralatan. OEE juga digunakan sebagai kesempatan untuk memperbaiki produktivitas sebuah perusahaan yang pada akhirnya digunakan sebagai langkah pengambilan keputusan. Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur dalam penerapan program total productive maintenance (TPM) guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan (Hasriyono, 2009).Six big losses dapat dikategorikan menjadi tigamacam, yaitu availability rate, performance rate, dan total yield (Wahjudi, 2005). Keseluruhan fokus dari TPM adalah mengeliminasi waste yang dikategorikan kedalam 6 jenis losses yaitu: a. Breakdown losses Ada 2 jenis, yaitu: 1. Time Losses terjadi ketika produktivitas dikurangi. 2. Quantity Losses terjadi dikarenakan adanya defective products. b. Set-up and adjustment losses (make-ready) Terjadi ketika produksi dari item yang terakhir dan peralatan ditentukan sebagai prasyarat dari item yang lainnya. c. Idling and minor stoppage losses Terjadi ketika produksi diinterupsi oleh temporary malfunction / mesin yang sedang berhenti.
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
21
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
d. Reduced speed losses Merupakan perbedaan antara design speed dengan actual operating speed. e. Quality defect and rework Merupakan losses didalam kualitas yang disebabkan oleh malfunctioning production equipment. f. Start-up losses (Reduced equipment yield) Merupakan losses yang terjadi selama tahap-tahap awal dari produksi. Volume dari jenis-jenis losses yang ada berhubungan dengan tingkat stabilitas didalam kondisi-kondisi proses dan tujuan guna meminimalisasikan perubahan yang berkelanjutan (Sukwadi, 2007). Menurut Sukwadi (2007) ukuran efektifitas keseluruhan peralatan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ukuran Efektifitas Keseluruhan Peralatan Overall Equipment Effectiveness (OEE) (Sumber: Rolandi, 2007) BAHAN DAN METODE Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian : Gilingan Jam Komputer Timbangan netto
Bahan Tebu Stasiun gilingan (unit gilingan)
Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data Primer adalah data yang dikumpulkan selama melaksanakan pengamatan. Data primer ini meliputi: 1. Running time yaitu waktu yang tersedia untuk beroperasi (available time) 2. Planned downtime yaitu waktu jam berhenti yang direncanakan 3. Loading time yaitu waktu yang tersedia dikurangi dengan waktu downtime peralatan yang direncanakan 4. Downtime yaitu lamanya peralatan mengalami kerusakan dan berhenti giling. 5. Operating time yaitu lama dari waktu peralatan yang benar-benar beroperasi (loading – downtime).
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
22
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
6. Ideal Cycle time yaitu waktu siklus ideal/teoritis 7. Processed amount yaitu jumlah atau total yang diproses 8. Defect amount yaitu jumlah cacat yang dihasilkan Prosedur Penelitian
Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
23
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Keterangan:
AV : availability (%) PE : performance efficiency (%) RQ : rate of quality product (%) OEE : overall equipment effectiveness (%)
HASIL DAN PEMBAHASAN Standarisasi Operasional Mesin Penggiling a. b. c. d. e.
Kapasitas Giling Exclusive 50.000 kw/hari Kapasitas Giling Inclusive 45.000 kw/hari Jam berhenti dalam pabrik 6% Monitoring operasional peralatan secara intensive, pelumasan, cooling system. Penekanan kepada para operator mesin/alat untuk tidak terlalu lama meninggalkan tempat.
Strategi Pemeliharaan Peralatan pada Masa Musim Giling a. b. c.
Kartu rencana tidak lanjut perbaikan dan pemeliharaan alat/mesin. Memperjelas tanggung jawab individu jajaran karyawan pelaksana dengan dukungan team work pada masing-masing sub bagian. Effective maintenance, pembongkaran dilakukan untuk alat/mesin yang rusak/menjadi kendala dalam giling, selebihnya bersifat perawatan.
Tabel 1. Hasil Penggilingan PG. Jatitujuh Musim Giling 2011 Bulan
Mei Juni Juli
Tebu Tergiling (Kw) 656864 1300190 1216423
Ampas (Kw) 25806,17 48423,48 47816,46
Pol Ampas (Kw) 4212 7596 8197
Yield/ Scrap (Kw) 2494 5471 4945
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
24
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Agustus Total
855716 4029193
32354,06 154400,17
5828 25833
3055 15965
Dari hasil penggilingan diatas maka dapat diketahui bahwa mulai bulan Mei sampai bulan Agustus 2011, banyaknya tebu yang tergiling di PG. Jatitujuh sebanyak 4029193 kw, ampas 154400.17 kw, pol ampas 25833 kw dan yield/scrap tebu sebanyak 15965 kw. Rata-rata tebu tergiling perhari masih belum memenuhi target sesuai dengan rencana perusahaan yaitu sebesar 45.000 kw/hari. Pol ampas menyatakan banyak gula (zat terlarut) yang terikut dalam ampas, dari data yang diperoleh ampas hasil penggilingan masih memiliki kandungan gula. Semakin banyak nilai pol ampas maka kehilangan (losses) gula pada proses penggilingan juga bertambah hal ini menunjukkan kinerja penggilingan masih belum efektif.
Tabel 2. Hasil Rata-Rata Jam Kerja dan Delay Mesin Penggiling Tebu 2011
Dari hasil tersebut bisa diketahui bahwa faktor penyebab utama delay (downtime) mesin penggiling tebu yaitu karena kerusakan peralatan. Mesin giling I tingkat kerusakan peralatannya paling tinggi, hal ini dikarenakan pada penggilingan pertama dilakukan pemerasan nira tebu semaksimal mungkin. Sehingga kinerja mesin penggiling tebu lebih berat daripada mesin penggiling yang lain, akibatnya sering terjadi kerusakan peralatan, waktu mengganggur mesin bertambah, kinerja mesin menjadi turun dan produktivitas mesin berkurang. Sedangkan untuk mesin penggiling III tingkat kerusakan peralatannya paling sedikit. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Mesin Penggiling Tebu Availability Availability adalah suatu nilai yang menjelaskan tentang pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi peralatan. Perhitungan availability diperoleh dari perbandingan waktu operasi dengan waktu loading, waktu operasi dapat diperoleh dari pengurangan waktu loading dengan downtime peralatan. Waktu loading dapat diperoleh dari pengurangan available time atau running time dengan planned downtime. Availability dihitung menggunakan rumus;
×100 (%)
Tabel 3. Hasil rata-rata availability
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
25
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Nama Mesin Penggiling I Penggiling II Penggiling III Penggiling IV
Availability (%) 85,2 96,77 96,99 96,26
Performance efficiency Performance efficiency adalah suatu nilai yang menunjukkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan output. Perhitungan performance efficiency diperoleh dari jumlah yang diproses dikalikan dengan waktu siklus teoritis (ideal cycle time) terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time). Waktu siklus teoritis (ideal cycle time) diperoleh dari perhitungan waktu siklus (cycle time) dikalikan dengan persentase jam kerja, untuk waktu siklus (cycle time) didapatkan dari perbandingan loading time dengan jumlah yang telah diproses, sedangkan persentase jam kerja didapatkan dari persentase jam kerja terhadap delay. Performance efficiency dihitung menggunakan rumus;
× 100(%)
Tabel 4. Hasil rata-rata performance efficiency Nama Mesin Penggiling I Penggiling II Penggiling III Penggiling IV
Performance Efficiency (%) 99,04 99,1 99,09 99,13
Rate of quality product Rate of quality product adalah suatu nilai yang menjelaskan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standart (tidak cacat). Perhitungan rate of quality product diperoleh dari perbandingan produk yang sesuai (pengurangan dari jumlah yang diproses dengan jumlah cacat) dengan jumlah yang diproses. Jumlah cacat yang digunakan pada perhitungan rate of quality product adalah jumlah gula yang cacat (losses). Kecacatan (losses) gula pada proses penggilingan di stasiun giling PG. Jatitujuh dinyatakan dalam pol ampas. Rate of quality product dihitung menggunakan rumus;
Tabel 5. Hasil rata-rata rate of quality product Nama Mesin Penggiling I Penggiling II Penggiling III Penggiling IV
Rate Of Quality Product (%) 99,34 99,34 99,34 99,34
Overall Equipment Effectiveness (OEE) Untuk menentukan nilai OEE mesin penggiling, maka dilakukan perkalian hasil nilai yang diperoleh dari perhitungan availability dengan performance efficiency dan rate of quality product. Pada Gambar 3, akan disajikan histogram hasil nilai rata-rata availability, performance efficiency dan rate of quality product untuk mengetahui besarnya nilai rata-rata OEE pada mesin penggiling I-IV tahun 2011.
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
26
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Gambar 3. Histogram Hasil Nilai Rata-Rata Availability, Performance Efficiency dan Rate of Quality Product
SIMPULAN Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) mesin penggiling tebu PG. Jatitujuh mulai tanggal 16 Mei – 22 Agustus 2011 telah memenuhi standart dengan nilai rata-rata 92.36%, dimana nilai availability yaitu 93.8%, performance efficiency 99.09% dan rate of quality product 99.34%. Faktor utama penyebab turunnya kinerja mesin penggiling tebu yaitu karena kerusakan peralatan yang tinggi. Komponen-komponen kritis mesin penggiling tebu yaitu roll gilingan sedangkan untuk komponen kritis kelengkapan gilingan yaitu reduser dan turbin. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Dr. Ir. Bambang Dwi Argo, DEA dan Wahyunanto Agung Nugroho, STP, M. Eng selaku dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, dan pengetahuan kepada penulis. Ir. Musthofa Lutfi, MP dan Yusron Sugiarto, STP, MP, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, dan saran yang membangun kepada penulis. Serta segenap jajaran PG. Jatitujuh yang telah membantu selama penulis melaksanakan Magang. Siswanto dan Retnaning Dyah C.S. sebagai orang tua yang selalu mendukung secara moral maupun material kepada penulis. Teman-teman Keteknikan Pertanian 2007 dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Assauri, S. 1978. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Hasriyono, M. 2009. Tugas Sarjana: Evaluasi Efektifitas Mesin Dengan Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Di PT. Hadi Baru. Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara, Medan. Jamasri, 2005. Layout Mata Kuliah Manajemen Perawatan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Nasution, A, H. 2006. Manajemen Industri, Edisi Pertama. Andi Offset, Yogyakarta. Nakajima, S. 1988. Introduction to Total Productive Maintenance. Productivity Press, Cambridge, MA
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
27
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 18-28
Patterson,J.Wayne.,Fredendall,D.,Lawrence., J.Kennedy, William., and Mcgee, Allen. 1996. Adapting Total Productive Maintanance to Asten, Production and Inventory Management Journal-Fourth Quarter. Rolandi, P. 2007. Total Productive Maintenance Pelatihan Manajemen Perawatan dan Kehandalan Mesin Produksi. Productivity Management Consultans. ISD Indonesia. Surabaya. Sukwadi, R. 2007. Analisis Perbedaan Antara Faktor–Faktor Kinerja Perusahaan Sebelum Dan Sesudah Menerapkan Strategi Total Productive Maintenance (TPM). Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Wahjudi, D dkk. 2005. Studi Kasus Peningkatan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Melalui Implementasi Total Productive Maintenance (TPM). Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Analisa Tingkat Bahaya Erosi – Desifindiana dkk
28